tugas uu tht au 2015 (2)

31
TUGAS UUD KASUS MALPRAKTIK KEDOKTERAN Oleh: Fadini Rizki Inawati Justhesya Fitriani F. P Muhammad Syahrizal Stefany PEMBIMBING: Dr. WAWAN S., Sp. BS

Upload: rizal-tabooti

Post on 26-Dec-2015

243 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

undang undang kedokteran

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

TUGAS UUD

KASUS MALPRAKTIK KEDOKTERAN

Oleh:

Fadini Rizki Inawati

Justhesya Fitriani F. P

Muhammad Syahrizal

Stefany

PEMBIMBING:

Dr. WAWAN S., Sp. BS

RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA Dr. ESNAWAN ANTARIKSA

FAKULTAS KEDOKTERAN USAKTI DAN UKRIDA

JAKARTA, JANUARI 2015

Page 2: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

BAB I

PENDAHULUAN

Kata malpraktek bukan lagi hal asing terdengar di seluruh lapisan masyarakat baik

dalam medis maupun kalangan biasa. Banyak berita-berita di Koran, TV dan media lainnya

membahas tentang bagaiman malpraktik terjadi pada banyak pelayanan oleh dokter. Tetapi

dibalik itu semua malpraktek bukanlah sesuatu yang sederhana dan berpusat pada kegagalan

terapi pada seorang pasien ataupun efek samping yang dianggap merugikan pasien. Pandangan

tentang malpraktek sendiri perlu dimaknai dan diketahui dengan baik agar pelaksanaan hukum

kedokteran dapat berjalan dengan baik. Pada Makalah ini akan dihadirkan satu contoh kasus

tentang tuntutan malpraktek seorang pasien terhadap dokter yang mengobatinya dan

pembahasan kasus dari sisi hukum kedokteran dan praktik pelayanan kedokteran dan tanggapan

penulis dari kasus ini

Page 3: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

BAB II

KRONOLOGI KASUS

Mariani Sihombing korban malpraktek dr. Hotma Partogi Pasaribu, seorang dokter yang

bertugas di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tidak hadir dalam audiensi bersama Komisi IX

hari ini Selasa (15/1/2013). Namun demikian, pihak keluarga hanya menyampaikan surat terkait

dengan kasus yang menimpanya.

Dalam surat tersebut, 16 point yang terdiri dari kronologi kejadian, keluhan dan harapan

kepada Komisi IX DPR RI. Mariana Sihombing dalam surat tersebut menjelaskan, setelah

dirugikan oleh pihak RS. Santa Elisabeth akibat terjadi robekan sebesar ibu jari pasca operasi.

Kemudian Ia mengadukan kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

(MKDKI). Namun pihak keluarga merasa ada yang janggal dalam keputusan MKDKI.

Nama : Mariani Sihombing

Usia : 53 tahun

Alamat : Jalan Marimbun I no.62, kel. Kristen, kec, Siantar Selatan, Pematang

Siantar - Sumatera Utara

Pekerjaan : PNS (guru) di SMPN 5 Pematang Siantar

Adapun kronologi kejadiannya sebagai berikut : Bahwa pada tanggal 14 Mei 2009, Ibu

Saya berobat pada salah satu dokter yang berpraktik di kota Pematang Siantar, kota yang sama

dengan domisili korban. Korban menyampaikan keluhannya, yaitu jika Ibu Saya haid darahnya

bergumpal, bahwa terhadap korban dilakukan pemeriksaan USG dan hasilnya ditemukan

adanya mioma uteri (pembesaran otot rahim), yang harus dibuang melalui tindakan operasi.

Bahwa Ibu Saya menyetujui saran dari dokter tersebut, namun saat pemeriksaan darah,

Hb (Hemoglobin) korban terlalu rendah, oleh karenanya tidak dimungkinkannya dilakukan

tindakan operasi. Untuk itu Hb harus dinaikkan melalui transfusi darah.

Kemudian Ibu Saya dirujuk ke dr. Hotma Partogi Pasaribu, SpOG yang berpraktik di RS.

Santa Elisabeth yang beralamat di jl. Haji Misbah no.7 Medan, dengan jaminan bahwa alatnya

Page 4: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

lebih lengkap dan beliau adalah dokter yang bagus dan baik.

Pada tanggal 19 Mei 2009, Ibu Saya mendatangi praktik dr. Hotma Partogi Pasaribu,

SpOG, setelah dilakukan pemeriksaan maka dikatakan Ibu Saya perlu dilakukan Biopsi

(pengambilan sebagian jaringan untuk diperiksa) dan dianjurkan untuk dirawat inap di RS.

Santa Elisabeth Medan. Kemudian, pada tanggal 20 Mei 2009, Ibu Saya jadi menjalani rawat

inap di RS. Santa Elisabeth Medan, dimana dr. Hotma Partogi Pasaribu, SpOG mengatakan agar

dilakukan tindakan kuret (dikerok dinding rahim) tanpa menjelaskan apa maksud dan tujuan

dari tindakan tersebut.

Bahwa pada tanggal 27 Mei 2009, pada pukul 08.00 wib sampai dengan 12.30 wib, dr.

Hotma Partogi Pasaribu, SpOG melakukan operasi pada Ibu Saya. Pasca operasi, setelah sadar

Ibu Saya tidak dapat mengeluarkan urine di kateter, hal ini berlangsung hingga pagi esok

harinya. Kemudian pagi itu juga dilakukan USG terhadap korban oleh dr. Hotma Partogi

Pasaribu, SpOG dan hasilnya ada penyumbatan lalu kemudian dilakukan kembali operasi untuk

kedua kalinya selama tiga jam. Sampai hari kedua pasca operasi, urine keluar dari kateter, tetapi

pada hari ketiga dan seterusnya, ada urine keluar melalui vagina (seperti beser), pernah

dilakukan peneropongan dari vagina dan dijelaskan bahwa ada bocor yang halus sekali pada

kandung kemih korban. Dan kemudian dr. Hotma Partogi Pasaribu, SpOG memberikan obat dan

menyatakan akan sembuh. Setelah tiga minggu kateter dibuka, ternyata urine keluar melalui

vagina tanpa sadar dan tidak bisa ditahan.

Bahwa setelah Ibu Saya dirawat selama dua puluh lima hari di RS. Santa Elisabeth

Medan, korban merasa penyakitnya tidak kunjung sembuh, malah makin parah. Akhirnya

korban memutuskan untuk pindah ke RS Columbia Asia Medan, setelah dilakukan pemeriksaan

dan hasil pemeriksaan menyebutkan ada kanker dan perlu dirawat untuk kemoterapi dan radiasi.

Namun karena sering beser, kemo tidak jadi dilaksanakan, lalu kemudian Ibu Saya dipindahkan

ke Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta pada tanggal 1 juni 2009

Bahwa sesampainya di RS PGI Cikini, Ibu Saya ditangani oleh dr. Eben Ezer Siahaan,

SpU. Dan selama dua minggu dilakukan pemeriksaan ulang terhadap Ibu Saya karena tidak

adanya Rekaman Medik Ibu Saya selama dirawat di RS. Santa Elisabeth Medan.

Bahwa kemudian oleh dr. Eben Ezer, SpU membentuk tim untuk melakukan tindakan

Page 5: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

operasi terhadap Ibu Saya. Setelah dua jam operasi dilakukan, pihak keluarga Ibu Saya diminta

masuk keruangan operasi untuk memperlihatkan hasil operasi yang pernah dilakukan di RS.

Santa Elisabeth Medan, oleh dr. Hotma Partogi Pasaribu, SpOG yaitu robekan (sayatan) sebesar

ibu jari dan tidak mungkin untuk diperbaiki lagi, serta masih adanya kelenjar yang tertinggal

dan masih belum bersih. Hal ini sangat berbeda dengan penjelasan sebelumnya oleh dr. Hotma

Partogi Pasaribu, SpOG yang menyatakan bahwa kebocorannya sangat halus dan akan sembuh

setelah diobati. Saat itu juga dr. Eben Ezer Siahaan, SpU dan dr. Chamim, SpOK (Onk)

menjelaskan bahwa kebocoran tersebut dapat diperbaiki tetapi hanya bertahan satu minggu,

sementara Ibu Saya membutuhkan dilakukannya tindakan radiasi agar kankernya tidak

menyebar kemana-mana. Solusi akhir adalah dilakukannya tindakan penutupan kandung kemih

dan dipasangnya kateter langsung dari ginjal secara permanen.

Di Medan ada 5 orang ahli tersebut. Bahwa pada cedera yang dialami pasien bukan

karena proses penyebaran tumornya, tetapi murni masalah teknis yang dilakukan oleh dr. Hotma

Partogi Pasaribu, SpOG. Bahwa dalam kemungkinan terjadinya kecelakaan dalam operasi,

seharusnya seorang spesialis Obstetri Ginekologi (dr. Hotma Partogi Pasaribu, SpOG yang tidak

berkompeten melakukan operasi melibatkan seorang ahli bedah Urologi. Bahwa dr. Hotma

Partogi Pasaribu, SpOG telah melakukan kesalahan membuat diagnosis mioma uteri sementara

hasil PA-nya tidak menemukan mioma berarti diagnosis pre operasi tidak tepat.

Bahwa sampai saat ini Ibu Saya tidak pernah diberikan Rekam Medik oleh pihak Rumah

Sakit Santa Elisabeth Medan yang menolak memberikan dan menyatakan bahwa berdasarkan

peraturan pemerintah, Rekam Medik adalah rahasia Rumah Sakit. Hal ini sangat bertentangan

dengan yang keluarga ketahui bahwa isi Rekam Medik adalah hak pasien.

Page 6: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

BAB III

ANALISIS MASALAH

UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek kedokteran

Undang undang no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran dibuat untuk mengatur

praktik kedokteran agar dapat memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan

meningkatkan mutu pelayanan medis dan memberi kepastian hukum kepada seluruh lapisan

masyarakat. Pada bagian awal, mengatur tentang persyaratan dokter untuk berpraktik, selain

mengatur persyaratan praktik undang-undang tersebut juga mengatur tentang organisasi konsil

kedokteran serta pendidikan, pelatihan dan registrasi tenaga dokter.

Bagian berikutnya undang-undang tersebut mengatur penyelenggaraan praktik

kedokteran yang antara lain mengatur syarat memperoleh SIP, batas maksimal tiga tempat

praktik dan memasang papan praktik atau mencatumkan nama di daftar dokter bila di rumah

sakit. Pada bagian ini undang-undang juga mengatur tentang hak dan kewajiban dokter dan

pasien. Salah satu hak penting dokter adalah memperoleh perlindungan hukum sepanjang

melaksanakan tugas sesuai standar yang berlaku.

Bagian berikutnya UU mengatur disiplin profesi, dan pada akhirnya undang undang

tersebut mengancam pidana bagi mereka yang berpraktik tanpa STR atau SIP, mereka yang

bukan dokter tetapi bertindak seolah olah dokter, dokter yang berpraktik tanpa membuat rekam

medis dan tidak memenuhi kewajiban. Pidana lebih berat diancamkan pada mereka yang

memperkejakan dokter yang tidak punya SIP.

Pada layanan kedokteran dikenal error dan adverse event. Ilmu kedokteran adalah ilmu

empiris sehingga ketidakpastian adalah salah satu ciri khasnya. Ilmu kedokteran masih

menyisakan kemungkinan adanya bias dan ketidaktahuan meskipun perkembangannya sangat

cepat sehingga sukar diikuti oleh SOP yang baku dan kaku. Kedokteran tidak menjanjikan hasil

layanannya melainkan hanya menjanjikan upayanya. Layanan kedokteran dikenal sebagai suatu

sistem komplek dengan sifat hubungan antar komponen yang ketat khususnya di instalasi gawat

darurat, ruang operasi, intensive care unit maupun high care unit. Setiap tindakan medis

mengandung risiko, sehingga harus dilakukan tindakan pencegahan ataupun reduksi risiko.

Namun demikian sebagian besar tetap dilakukan oleh karena risiko acceptable. Risiko yang

Page 7: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

dapat diterima adalah sebagai berikut :

1. Risiko yang derajat probabilitas dan keparahannya cukup kecil, dapat diantisipasi dan

diperhitungkan dan dikendalikan misalnya efek samping obat, perdarahan dan infeksi

pada pembedahan

2. Risiko yang derajat probabilitas dan keparahannya besar pada keadaan tertentu yaitu

apabila tindakan medis yang berisiko tersebut harus dilakukan karena merupakan satu

satunya cara yang harus ditempuh terutama pada UGD.

Kedua jenis risiko tersebut bukan jadi tanggung jawab dokter sepenuhnya apabila telah

diinfokan kepada pasien dan telah disetujui (volenti non fit injuria). Pada saat ini diperlukan

informed concern. Suatu risiko atau peristiwa buruk yang tidak dapat diduga dan

diperhitungkan sebelumnya (unforeseeable,unpredictable) yang terjadi saat dilakukan tindakan

medis sesuai SOP tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada dokter atau pemberi layanan

medis. Setiap cedera yang lebih disebabkan karena manajemen kedokteran daripada akibat

penyakitnya disebut adverse event. Sebagian dari adverse event ternyata disebabkan oleh eror

sehingga dianggap sebagai preventable error. Error sendiri dapat diartikan sebagai kegagalan

melaksanakan tindakan dalam mencapai tujuan tertentu.

Suatu hasil yang tidak diharapkan di bidang medik sebenarnya dapat disebabkan oleh

beberapa kemungkinan yaitu :

1. Hasil dari suatu perjalanan penyakitnya sendiri dan tidak berhubugan dengan tindakan

medis yang dilakukan dokter

2. Hasil dari suatu risiko yang ternyata dihindari yaitu risiko yang unforeseeable dan

unpredictable ataupun resiko yang sudah diketahui tetapi acceptable

3. Hasil dari suatu kelalaian medik

4. Hasil kesengajaan.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Ada berbagai jenis malpraktek, salah satunya adalah malpraktek pidana. Malpraktek

dalam segi pidana ada tiga bentuk, yaitu:

Page 8: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

1. Malpraktek pidana karena kesengajaan (intensional)

Misalnya pada kasus – kasus melakukan aborsi tanpa indikasi medis, euthanasia,

membocorkan rahasia kedokteran, tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal

diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan

dokter yang tidak benar.

2. Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness)

Misalnya melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar

profesi serta melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medis.

3. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence)

Misalnya terjadi cacat atau kematian pada pasien sebagai akibat tindakan dokter yang

kurang hati-hati atau alpa dengan tertinggalnya alat operasi yang didalam rongga tubuh pasien.

Pasal 360 KUHP

(1) Barang siapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain mendapat

luka, menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan luka berat,

diancam dengan pidana paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu

tahun.

(2) Barang siapa karena kesalahannya atau (kelalaiannya) menyebabkan orang lain luka

sehingga timbul luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan

menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan

pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam

bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 361 KUHP

Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu

jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat

dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan, dan hakim

dapat memerintahkan supaya putusannya di umumkan.

Page 9: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Transaksi terapeutik merupakan bentuk perjanjian sebagaimana diatur dalam

pasal 1313 KUH Perdata. Adanya perjanjian antara dokter dan pasien

menimbulkan perikatan diantara kedua belah pihak. Pasien yang datang ke

dokter agar dokter melakukan tindakan medik yang bertujuan menyembuhkan

sakit yang ia derita disebut perikatan inspanning verbintenis, sehingga dokter

berkewajiban untuk berusaha secara maksimal dalam melakukan tindakan medik

untuk kesembuhan pasiennya.

Apabila dokter lalai dalam melakukan kewajibannya, maka dokter dapat dikatakan

melakukan wanprestasi. Tindakan wanprestasi dokter menimbulkan kerugian bagi pasien baik

secara materiil maupun immateriil, sehingga dokter dapat dituntut untuk membayar biaya, rugi,

dan bunga kepada pasien yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam pasal

1243 KUHPerdata.

Pasien dapat menuntut ganti rugi pada dokter baik berupa

biaya yang termasuk juga biaya pengobatannya, rugi dan bunga dengan

mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dengan mengajukan bukti-bukti

otentik adanya kesalahan yang dilakukan oleh dokter terhadap dirinya dan alat-alat

bukti ini sebagaimana diatur dalam pasal 1866 KUHPerdata berupa bukti

tulisan, bukti dengan saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan dan

sumpah.

Pasal 1365 KUH Perdata

Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang mewajibkan

orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,mengganti kerugian tersebut.

Pasal 1366 KUH Perdata

Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan

perbuatannya tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.

Pasal 1367 KUH Perdata

Page 10: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya

sendiri,tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi

tanggungannya.

Pasal 1371 KUH Perdata

Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan dengan sengaja atau karena kurang

hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk selain penggantian biaya-biaya penyembuhan,

menurut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau catat tersebut. Juga penggantian

kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak dan menurut

keadaan.

UU Rumah Sakit

Pasal 1:

1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,

dan gawat.

2. Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna

penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.

3. Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Pasal 2:

Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan,

etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan,

perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.

Pasal 3:

Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:

a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;

b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit

Page 11: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

dan sumber daya manusia di rumah sakit;

c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan

d. memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit,

dan Rumah Sakit.

Pasal 4:

Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.

Pasal 7:

(1) Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya

manusia, kefarmasian, dan peralatan.

Pasal 13:

(3) Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di Rumah Sakit wajib memiliki izin sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah

Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar

prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan

mengutamakan keselamatan pasien.

Pasal 15:

(1) Persyaratan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus menjamin

ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan

terjangkau.

(2) Pelayanan sediaan farmasi di Rumah Sakit harus mengikuti standar pelayanan kefarmasian.

Pasal 17:

Rumah Sakit yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8,

Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 tidak diberikan

izin mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang izin operasional Rumah Sakit.

Page 12: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

Pasal 18:

Rumah Sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.

Pasal 19:

(1) Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah

Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.

(2) Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan pelayanan

kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.

(3) Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan pelayanan utama

pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,

organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

Pasal 27:

Izin Rumah Sakit dapat dicabut jika:

a. habis masa berlakunya;

b. tidak lagi memenuhi persyaratan dan standar;

c. terbukti melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan; dan/atau

d. atas perintah pengadilan dalam rangka penegakan hukum.

UU Hak Konsumen

Pasal 1:

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum

untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup

lain dan tidak untuk diperdagangkan.

3. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun

tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk

Page 13: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.

4. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi

masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

Pasal 3:

Perlindungan konsumen bertujuan:

a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses

negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-

haknya sebagai konsumen;

d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan

keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen

sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi

barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Pasal 4:

Hak konsumen adalah:

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau

jasa;

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut

sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang

dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

Page 14: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang

dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.

Pasal 5:

Kewajiban konsumen adalah:

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan

barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Page 15: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

BAB IV

PEMBAHASAN

Hubungan dokter-pasien bukanlah hal yang baru dalam pelayanan kesehatan. Sudah

sejak zaman Hippokrates (460 – 375 SM.), masalah ini selalu dibahas dan dikaji. Walaupun

demikian, masalah yang satu ini tidak pernah menjadi “basi” atau “kadaluwarsa” karena

hubungan dokter-pasien selalu memperoleh nuansa baru sejalan dengan perkembangan dinamis

pengetahuan, penalaran dan kesadaran manusia.

Hubungan dokter-pasien sebagai salah satu bentuk khusus hubungan antar manusia,

mempunyai landasan konsep moral yaitu selalu berbuat baik dan tidak merugikan pihak pasien.

Konsep-konsep moral akan berubah ketika kehidupan sosial berubah. Konsep-konsep moral

tersebut tertanam dan menjadi bagian konstituti dari bentuk-bentuk kehidupan sosial.

Walaupun prinsip berbuat baik dan tidak merugikan selalu ditekankan dalam hubungan

dokter-pasien, akan tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan adanya berbagai kritik

masyarakat terhadap praktik profesi medis yang mengacu pada adanya suatu ketidakpuasan. Di

kalangan dunia barat, Ivan Illich mengkritik habis-habisan praktik profesi medis. Di Indonesia,

Suhasism mengumpulkan berbagai pelanggaran Kode Etik Kedokteran Indonesia, yang

dilakukan oleh dokter-dokter ketika menjalankan praktik profesinya.

Dalam hubungan dokter-pasien, bila terjadi hal-hal yang dianggap merugikan, pihak

dokter selalu dituding sebagai bertindak sewenang-wenang dan tidak menghormati otonomi

pasien, tanpa meneliti terlebih dahulu duduk persoalan yang sebenarnya. meningkatnya

kesadaran akan hak otonomi atas dirinya, membuat pasien lalu menuntut ikut berpartisipasi

dalam menentukan pengobatan bagi dirinya Dokter lalu dituntut untuk memberikan informasi

tentang keadaan pasien yang sebenarnya dan dalam membuat suatu keputusan medis, pihak

dokter diharuskan meminta persetujuan dari pasien secara tertulis dengan menandatangani

persetujuan tindakan medis.

Berdasarkan hasil diskusi kelompok, berikut adalah pelanggaran yang dilakukan oleh dr. Hotma

Partogi Pasaribu Sp. OG dalam memberikan dan melakukan pelayanan medis :

A. Tinjauan Pelanggaran berdasarkan UU Kedokteran No. 29 tahun 2004 tentang Prak-

tik Kedokteran

Page 16: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

Pasal 35 ayat 1 : Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi

mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan

kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas:

a. mewawancarai pasien;

b. memeriksa fisik dan mental pasien;

c. menentukan pemeriksaan penunjang;

d. menegakkan diagnosis;

e. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;13

f. melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;

g. menulis resep obat dan alat kesehatan;

h. menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;

i. menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan; dan

j. meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah

terpencil yang tidak ada apotek.

Pasal 39:

Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau

dokter gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan

penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.

Pasal 45 ayat 2, 3 : persetujuan tindakan medis

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien

mendapat penjelasan secara lengkap.

(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya

mencakup :

a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;

b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;

c. alternatif tindakan lain dan risikonya;

d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan

e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

Pasal 47:

Page 17: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

1. Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 merupakan milik

dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanana kesehatan, sedangkan isi rekam medis

merupakan milik pasien.

2. Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga kera-

hasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan saranan pelayanan kesehatan.

3. Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 51:

o Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewa-

jiban:

a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prose-

dur operasional serta kebutuhan medis pasien

Pasal 52:

o Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:

c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis

Pasal 79:

o Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling

banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi

yang:

c. Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal

51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.

B. Tinjauan pelanggaran berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Pasal 13:

(1) Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan

standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang

berlaku, etika profesi menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan

pasien.

Pasal 46:

Page 18: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

o Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditim-

bulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.

C. Tinjauan pelanggaran berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH-

Per)

Pasal 1365 KUH Perdata

o “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada setiap orang

lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggan-

tikan kerugian tersebut.”

Pasal 1366 KUH Perdata

o “Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan per-

buatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau ke-

sombronoannya.”

D. Tinjauan pelanggaran berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Pasal 360 KUHP

(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat

luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana ku-

rungan paling lama satu tahun,

Pasal 304 KUHP

o Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seseorang dalam

keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena perse-

tujuan dia memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu dian-

cam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda

paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 306 KUHP

(1) Jika salah satu perbuatan berdasarkan Pasal 304 dan Pasal 305 mengakibatkan

luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh

tahun enam bulan.

Page 19: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

E. Tinjauan Pelanggaran berdasarkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Kon-

sumen

Pasal 62

o Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau

kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

Page 20: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

BAB V

KESIMPULAN

Setiap tenaga medis harus memiliki kemampuan dan pengetahuan medis yang optimal

sesuai dengan standar kompetensi yang ada. Seorang tenaga medis wajib mengetahui apa yang

harus dilakukan, mengetahui mengapa hal tersebut dilakukan, dan risiko yang akan dihadapi

atas hal tersebut. Tenaga medis juga harus menjelaskan tentang kondisi pasien serta tindakan

yang akan dilakukan oleh tenaga medis kepada pasien dan keluarganya, termasuk komplikasi

yang mungkin terjadi apabila tindakan tersebut dilakukan atau pun tidak dilakukan baik kepada

pasien maupun keluarga pasien. Setelah pasien dan keluarganya mendapatkan penjelasan dan

mengerti serta diberikan kesempatan untuk bertanya, pasien ataupun keluarganya diminta untuk

menandatangani surat persetujuan tindakan medis terkait dengan hal yang telah dijelaskan

tersebut.

Sumpah profesi dokter harus senantiasa dilakukan dalam melakukan praktik kedokteran,

apabila seorang dokter melanggar janji tersebut berarti menodai kesucian profesi. Profesi harus

dijalani tanpa pamrih, dimana kepentingan pasien harus diutamakan, bahkan harus didahulukan

dari kepentingan pribadi atau keluarga.

Page 21: Tugas Uu Tht Au 2015 (2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2004, Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran, Jakarta.

2. Anonim, 1999, Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta.

3. Satyo, A.C., 2004, Peraturan Perundang-undangan dan Profesi Dokter, UPT Penerbitan

USU, Medan.

4. Chazawi A. Malpraktik Kedokteran. 1st ed. Malang: Bayumedia ; 2007.

5. Sidabalok, Janus. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Pertanggung-jawaban

Menurut Hukum Perdata. Jakarta: Raja Grafindo Perada, 2006.

6. Wiradharma D. Etika Profesi Medis. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2008.

7. Wiradharma D. Tindakan Medis Aspek Etis dan Yuridis. Jakarta : Penerbit Universitas

Trisakti, 2002.

8. Undang Undang Republik Indonesia No 29 tahun 2004. PPDGI. Available at :

http://www.pdgi.or.id/assets/files/2009/UU%20Praktik%20Kedokteran%20-%20No

%2029%20Tahun%202004.pdf. Accessed 29 January 2015.