tugas translet jurnal stase tht

23
ABSTRAK Latar belakang : Duapertiga anak pernah memiliki riwayat OMA setidaknya satu kali sebelum usia 3 tahun. Terapi antibiotik sering diberikan dengan segera, meski bukti saintifik hal ini masih kurang. Metode : Review ini berdasarkan pencarian literatur spesifik termasuk evidence based recommendation yang telah diterbitkan sebelumnya, khususnya guideline Amerika terkini. Hasil : Efusi timpani purulen, biasanya berhubungan dengan inflamasi membran timpani, merupakan tanda OMA. Hanya beberapa pasien OMA yang memerlukan terapi antibiotik segera: anak dengan otalgia berat dan/atau demam 39 o C atau lebih, bayi dibawah 6 bulan dan anak dengan faktor risiko spesifik tertentu termasuk imunodefisiensi dan sindrom Down. Dalam kasus lainnya, terapi simtomatis lebih cocok. Terapi antibiotik (biasanya dengan amoxicilin) hanya diberikan jika tanda dan gejala tidak membaik dalam 2 hingga 3 hari. Simpulan : Dengan tidak konsistennya data yang tersedia saat ini, masih diperlukan dilakukannya controlled trial dengan endpoint yang jelas yakni untuk menentukan manfaat relatif terapi antibiotik segera dibandingkan 2 hingga 3 hari pengawasan ketat. 1

Upload: ayu-wening

Post on 11-Nov-2015

50 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Tugas translet Jurnal stase THT

TRANSCRIPT

ABSTRAK

Latar belakang : Duapertiga anak pernah memiliki riwayat OMA setidaknya satu kali sebelum usia 3 tahun. Terapi antibiotik sering diberikan dengan segera, meski bukti saintifik hal ini masih kurang.Metode : Review ini berdasarkan pencarian literatur spesifik termasuk evidence based recommendation yang telah diterbitkan sebelumnya, khususnya guideline Amerika terkini.Hasil : Efusi timpani purulen, biasanya berhubungan dengan inflamasi membran timpani, merupakan tanda OMA. Hanya beberapa pasien OMA yang memerlukan terapi antibiotik segera: anak dengan otalgia berat dan/atau demam 39oC atau lebih, bayi dibawah 6 bulan dan anak dengan faktor risiko spesifik tertentu termasuk imunodefisiensi dan sindrom Down. Dalam kasus lainnya, terapi simtomatis lebih cocok. Terapi antibiotik (biasanya dengan amoxicilin) hanya diberikan jika tanda dan gejala tidak membaik dalam 2 hingga 3 hari.Simpulan : Dengan tidak konsistennya data yang tersedia saat ini, masih diperlukan dilakukannya controlled trial dengan endpoint yang jelas yakni untuk menentukan manfaat relatif terapi antibiotik segera dibandingkan 2 hingga 3 hari pengawasan ketat.

A. LATAR BELAKANGOtitis media akut (OMA) merupakan penyakit inflamasi yang sering terjadi pada bayi dan anak-anak dan merupakan alasan terkuat ketiga dalam pemberian antibiotik pada kelompok usia ini.Pemberian antibiotik di setengah abad pertama pada abad ke-20 ini diikuti dengan penurunan dramatis insidensi komplikasi berat dari penyakit ini. Hingga 1980 tidak ada yang meragukan perlunya pemberian antibiotik segera ketika diagnosis OMA telah tegak. Pada tahun 1981, didukung oleh peningkatan bukti resistensi terhadap antibiotik, van Buchem et al. merupakan yang pertama menunjukkan bahwa anak diatas 2 tahun dengan OMA tanpa komplikasi dapat diatasi dengan observasi saja disertai terapi simtomatis. Meski pergeseran paradigma ini telah menetap dalam guideline di beberapa negara, dalam beberapa tahun ini, beberapa studi telah mempertanyakan cara ini.Sebuah guideline S2 untuk terapi OMA saat ini sedang disiapkan dibawah naungan German Society of Oto-Rhino-Laryngology, Head and Neck Surgery. German College of General Paractitioners and Family Physicians juga menerbitkan guideline S3 berupa Nyeri telinga yang mulai valid bulan Desember 2011 dan sedang dalam revisi.

B. TUJUAN PEMBELAJARANSetelah mempelajari artikel ini, pembaca diharap dapat:1. Mendiagnosis OMA dengan akurat2. Membedakan OMA tanpa komplikasi dari kasus-kasus dimana komplikasi dapat muncul3. Memberikan dan memonitor terapi OMA yang tepat

C. NOMENKLATUROtitis media akut merupakan istilah umum untuk semua penyakit inflamasi di telinga tengah dengan keterlibatan kavum timpani. Di Jerman, otitis media akut purulen dibedakan dari otitis media viral; hal ini membedakan dalam hal nomenklatur di negara berbahasa Inggris, dimana otitis media termasuk otitis media dengan efusi timpani (serous atau mukus).

D. EPIDEMIOLOGIInsidensi aom tertinggi ditemukan dalam 2 tahun pertama kehidupan dan menurun 2% hingga usia 8 tahun. Lebih dari duapertiga anak setidaknya setidaknya pernah sekali mengalami OMA sebelum usia 3 tahun dan setengahnya pernah mengalami sebanyak dua hingga tiga kali.Beberapa pasien ini timbul efusi timpani, yang berujung pada gangguan pendengaran telinga tengah yang menetap hingga kemudian hari.Di Jerman, rata-rata prevalensi 12 bulan OMA pada anak dan remaja usia antara 0 dan 17 tahun adalah 11% selama periode observasi 2003 hingga 2006.Peningkatan prevalensi OMA hingga pertengahan tahun 1990 diikuti penurunan sekitar 19%. Selain pemberian vaksinasi untuk infeksi pneumokokus dan influenza, penurunan ini terkait dengan dibuatnya kriteria diagnostik yang lebih tidak ambigu, rekomendasi berupa observasi intensif bersamaan dengan peneriman keputusan ini oleh orangtua dan penurunan paparan asap rokok.

E. MIKROBIOLOGITergantung dari metode yang digunakan dan seberapa ketat kriteria diagnostik yang diterapkan, bakteri dapat muncul dalam 70-90% pasien OMA.Hampir dalam semua kasus, OMA didahului infeksi virus di saluran pernapasan atas. Patogen yang paling sering adalah virus respiratoris. Virus lainnya yang sering seperti virus influenza dan parainfluenza, rinovirus, adenovirus dan enterovirus.Patogen bakteri tersering adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae, diikuti Moraxella catarrhalis. Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus ditemukan dalam sejumlah kecil kasus. Dengan pemberian vaksin konjugat pneumokokus heptavalen (PCV-7), mayoritas kasus OMA bakterial disebabkan oleh pneumokokus, tapi spektrum bakterinya kemudian berubah. Studi di AS menunjukkan sebuah penurunan relatif OMA pneumokokal dari 33-48% menjadi 23-31%, sementara jumlah infeksi H. Influenza meningkat dari 41-43% jadi 56-57%. Masih belum diketahu apakah di Jerman juga sama. Namun, pergeseran ini bisa juga dibalik melalui peningkatan serotip yang tidak terkandung dalam PCV-7. Konsekuensi pemberian vaksin konjugat pneumokokus tridekavalen (PCV-13), yang berpotensi menurunkan insidensi OMA yang disebabkan oleh serotipe pneumokokus resisten hingga saat ini masih belum jelas. Karena virus influenza merupakan virus yang paling sering muncul dalam cairan di telinga tengah pada pasien OMA dan juga diketahui sebagai prekursor infeksi pneumokokus, nampaknya vaksinasi influenza akan menurunkan insidensi dan keparahan OMA viral dan bakterial, tapi hingga saat ini hanya ada bukti parsial. Meta analisis terkini menunjukkan bahwa vaksin hidup influenza via nasal (LAIV) pada anak usia 6 hingga 71 bulan akan menurunkan insidensi OMA sebesar 12,4%. Namun, temuan ini masih belum cukup untuk mengesahkan pemberian LAIV.

F. GEJALA KLINIS OMA biasanya terjadi pada pasien dengan infeksi saluran pernafasan atas. Gejala seperti nyeri telinga, serta kelainan kompulsif telinga pada bayi tidaklah spesifik. Hanya 10% dari anak-anak dengan kelainan kompulsif telinga mempunyai OMA. Demam, tidak enak badan dan pada beberapa anak, diare dan rasa mual merupakan variasi dari gejala.Pada remaja dan dewasa, nyeri telinga, sakit kepala dan ketidakmampuan mendengar biasanya sangat ambigu. Jika ditemukan perforasi membrana timpani yang spontan, keluhan nyeri telinga akan hilang secara tiba-tiba.

Gambar 1. Algoritma terapi untuk Otitis Media Akut (OMA)

G. DIAGNOSISPemeriksaan membrana timpani dengan otomikroskopi atau otoskopi merupakan kunci dari diganosis yang benar. Disaat perubahn inflamatoris membran timpani sebelumnya dan diikuti dengan efusi inflamatoris yang berujung pada diagnosis OMA, guideline baru dari American Academy of Pediatrics (AAP) menunjukkan bahwa kriteria berikut ini harus terpenuhi:1. Timbul bulging moderat atau berat di membran timpani atau otorea yang baru terjadi namun tidak disebabkan oleh otitis eksterna akut2. Timbul bulging ringan di membran timpani disertai nyeri telinga atau kemerahan di membran timpani dalam 48 jam sebelumnyaTidak adanya akumulasi cairan dalam kavum timpani dianggap bukan OMA.Kriteria pertama dari dua rekomendasi AAP untuk diagnosis masih kontroversial. Jika bulging yang berat sudah cukup sebagai kriteria tunggal OMA, diferensiasi dari efusi timpani sederhana menjadi sulit. Transparansi membran timpani juga sebaiknya jadi kriteria.Riwayat terjadinya gejala klinis akut seperti nyeri telinga, otorrhea, dan/atau demam mendukung diagnosis OMA tapi tidak secara spesifik. Hal ini memiliki hubungan prediktif moderat dengan tegaknya diagnosis (sensitifitas 54%, spesifitas 82%).Membran timpani yang kemerahan sebagai gejala tunggal juga masih belum cukup untuk menegakkan diagnosis OMA, karena nilai prediktif positifnya hanya 7%. Dalam tahap awal OMA, kemerahan dan injeksi vaskuler di membran dan sebelum timbul efusi purulen, membedakan antara otitis media purulen dan nonpurulen (viral) masih tidak mungkin. Diagnosis OMA purulen masih belum tegak hingga muncul bulging kekuningan dan mengkilat di membran timpani dengan injeksi vaskuler dan dalam beberapa kasus pulsasi membran dan pendataran manubrium mallei.Khususnya pada bayi dan balita, penilaian membran timpani mungkin terhambat karena kurang kooperatif, dangkalnya meatus akustikus eksterna dan peningkatan jumlah serumen. Dalam kasus seperti itu, diagnosis tidak bisa tegak sepenuhnya. Dapat digunakan otoskopi pneumatik untuk mengetahui hambatan mobilitas membran timpani, tapi kadang juga bisa bermasalah pada anak. prosedur diagnostik potensial lainnya adalah timpanometri dan reflektometri akustik, namun keduanya belum bisa membedakan OMA dari efusi timpani. Oleh karena itu, kedua pemeriksaan ini hanya dapat digunakan untuk melengkapi penilaian pemeriksaan otomikroskopi/otoskopi, bukan untuk menggantikannya.Pengecualian pada komplikasi otogenik, diperlukan inspeksi dan palpasi mastoid disertai penilaian fungsi nervus fasialis. Pada anak yang lebih tua, remaja dan dewasa, sebaiknya menjalani pemeriksaan audiologi Weber/Rinne menggunakan garputala untuk menyingkirkan keterlibatan toxic dalam telinga dalam.Jika diduga ada komplikasi otogenik, diperlukan prosedur diagnostik lebih jauh yang meliputi: Diagnosis detail koklevestibuler Analisis swab MRI kepala atau CT dada Pemeriksaan laboratorium

UsiaNyeri telinga sedang hingga beratTemperatur 390 c atau otorheaNyeri telinga ringanTemperatur < 390 C

< 6 bulanTerapi antibiotikTerapi antibiotik

6 bulan-2 tahunTerapi antibiotikTerapi antibiotik pada OMA bilateralObservasi pada OMA unilateral

2tahunTerapi antibiotikObservasi

Tabel 1. Indikasi terapi antibiotik dan observasi pada anak-anak dengan OMA tidak kompleks

H. DIAGNOSIS BANDINGTidak hanya OMA purulen dan viral yang harus dibedakan, OMA juga harus dibedakan dari miringitis dalam hubungannya dengan inflamasi meatus akustikus eksternal dan dari eksaserbasi otitis media kronis. Diagnosis banding tersering adalah efusi timpani serous/mukous yang biasanya tidak disertai nyeri, membran timpani kemerahan atau eksudat purulen dalam kavum timpani. Namun secara klinis, diferensiasi bisa susah dalam OMA tahap awal atau saat fase penyembuhan.

I. TERAPIRekomendasi berikut ini berkaitan dengan OMA tanpa komplikasi dan tidak disertai penyakit sistemik dan dalam pasien yang sehat. Selain komplikasi otogenik, keadaan yang dapat memperparah OMA seperti bibir sumbing, kelainan genetik pada sindrom Down, imunodefisiensi dan adanya implan koklear. Terlebih lagi, pasien yang OMA-nya kambuh dalam 30 hari harus dipertimbangkan secara terpisah karena gagal sembuh spontan dan tingginya insidensi komplikasi otogenik.Level of evidence (I to IV) dan grade of recommendation (A to C, good clinical practice [GCP]) ditulis dalam tanda kurung.Nyeri telinga sering menjadi gejala awal yang paling mengganggu dan harus diterapi segera, terlepas dari terapi kausatif lainnya. Asetaminofen (parasetamol) dan ibuprofen dianggap sebagai analgesik standar untuk OMA (IIa, A). Pemberian anestesi lokal topikal juga tidak direkomendasikan (IV).Meski penggunakan tetes hidung dekongestan sering dipantau secara kritis, hal ini dianggap berlebihan karena seringnya rinosinusitis yang mendasari (menyertai) (IV, C).Karena terbatasnya data, tidak ada rekomendasi valid yang universal untuk prosedur komplementer atau alternatif dalam terapi OMA.Menurut sejarah, pemberian antibiotik segera pada pasien OMA dianggap sebagai alasan utama penurunan drastis mastoiditis akut dari tahun 1950 hingga seterusnya. Namun, asumsi awal ini berubah menjadi tidak benar untuk OMA tanpa komplikasi. Tingkat mastoiditis pada anak yang lebih tua yang diberi antibiotik segera tidak berbeda secara signifikan dari mereka yang dimonitor secara intensif dan diberi antibiotik hanya jika mereka tidak menunjukkan perbaikan (0,59% vs 0,17%). Studi internasional yang membandingkan negara dengan kebijakan berbeda dalam hal terapi OMA juga ridak menunjukkan variasi yang signifikan dalam insidensi mastoiditis akut.Maka, studi-studi ini tampaknya menunjukkan bahwa pada anak di atas 1 tahun, risiko mastoiditis akut akibat OMA tanpa komplikasi tidak meningkat pada periode awal observasi, asalkan pasien diperiksa secara klinis tiap beberapa waktu dan terapi antibiotik diberikan jika tidak ada tanda-tanda perbaikan. Juga tidak ada bukti bahwa insidensi meningitis dalam kaitannya dengan OMA dapat diturunkan dengan pemberian antibiotik segera.Sejak pertengahan tahun 1980, telah banyak ditunjukkan bahwa perbedaan derajat kesembuhan antara pemberian antibiotik segera dan obserasi intensif disertai analgesik yang adekuat masih signifikan secara marginal.Peningkatan spontan gejala OMA muncul pada 60% pasien dalam 24 jam pertama, 80-85% dalam 2 hingga 3 hari dan 90% setelah 4 hingga 7 hari. Akibat latensi efek mikrobial, terapi antibiotik segera tidak memberikan manfaat dibanding plasebo setelah 2 hingga 3 hari. , 9% setelah 4-7 hari. Juga tidak ditemukan bukti adanya perbaikan pendengaran yang lebih cepat dengan pemberian antibiotik segera. Namun, pemberian antibiotik segera akan meningkatkan kecenderungan diare sebesar 5-14% dan ruam kulit sebesar 3-6%. Sedikitnya manfaat terapetik harus dipertimbangkan dengan potensi sembuh spontan yang besar dan efek samping antibiotik, begitu juga masalah resistensi dan aspek medioekonomi.Faktor usia dan keparahan gejala memiliki peran penting dalam keputusan antara observasi intensif dan terapi antibiotik segera. Tingkat kegagalan fase awal dari observasi intensif hampir dua kali lipat pada anak di bawah 2 tahun dan begitu juga di atasnya. Pasien dengan gejala yang parah secara signifikan memiliki tingkat kegagalan yang lebih tinggi dibanding yang gejalanya ringan (14% vs 4%).Oleh karena itu, tergantung pada usia dan keparahan gejala pasien, sejumlah besar pasien dengan OMA tanpa komplikasi dapat diberi terapi awal secara simtomatis, asalkan mereka menjalani pemeriksaan klinis dan otomikroskopi/otoskopi setelah 2-3 hari.Terapi yang sesuai juga disesuaikan tiap individu. Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman klinis dokter dalam menilai keparahan gejala pasien.Berikut ini merupakan indikasi pemberian antibiotik segera:1. Usia