tugas remidi agama

55
TUGAS REMDI AGAMA KELOMPOK 1 Nama Anggota: Adinda Dara Annisa Rachmawati Azzahra Yulia Dendy Wirakusuma Dinda Frista Febrianty Fauziyah Nuril Asyrofil Rafliansyah Pratama Sheila Sukma Yasmin Yusiara

Upload: yasmin-yusiara

Post on 12-Jul-2016

84 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas agama

TRANSCRIPT

TUGASREMDI AGAMAKELOMPOK 1

Nama Anggota: Adinda Dara Annisa Rachmawati Azzahra Yulia Dendy Wirakusuma Dinda Frista Febrianty Fauziyah Nuril Asyrofil Rafliansyah Pratama Sheila Sukma Yasmin Yusiara

BAB 1

NIKMATNYA

MENCARI

ILMU

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

سائر على البدر القمرليلة كفضل العابد على العالم فضلالكواكب

“Keutamaan seorang ahli ilmu atas seorang ahli ibadah adalah seperti keutamaan (terangnya) bulan purnama dibanding (cahaya) segenap bintang….”(HR Tirmidzi:2682, Ibnu Majah:223, Shahihul Jami’:6297 al-Albani)

Hadits ini mengandung permisalan bagus yang menjelaskan perbedaan ahli ilmu dan ahli ibadah.

Beberapa keutamaan ilmu:

✓ dengan ilmu, Allah meninggikan derajat beberapa kaum.✓ ilmu adalah kehidupan bagi hati dan lampu penerang bagi penglihatan.✓ memikirkan ilmu dapat mengimbangi (keutamaan) puasa, mempelajarinya dapat mengimbangi (keutamaan) qiyamul lail.✓ dengan ilmu, tali silaturrahim dapat disambung, halal-haram akan diketahui.✓ ilmu merupakan imam bagi amal sedangkan amal perbuatan menjadi pengikutnya.

Serta banyak lagi keutamaan lainnya.

Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Orang berilmu lebih baik dari orang yang zuhud lagi rajin beribadah. Sebab ia senantiasa menyebarkan hikmah (ilmu) dari Allah.

Apabila ilmu (yang disampaikannya) diterima maka ia memuji Allah, dan jika ditolak ia pun tetap memuji Allah…”

Sumber:Fiqhul Ad’iyah wal Adzkaar, Syaikh ‘Abdur Razzaq bin ‘Abdul Muhsin al-Badr

Diantara sekian banyak nikmat Allah yang telah kita rasakan, ada satu nikmat yang melandasi datangnya nikmat-nikmat yang lain, yaitu ilmu. Sebab dengan ilmu, seseorang akan dapat memahami berbagai hal dan karena ilmu juga, seseorang akan mendapatkan kedudukan yang

lebih tinggi di sisi Allah, juga di kalangan manusia. Terutama jika disertai dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Baik dia seorang budak atau orang merdeka; seorang bawahan atau atasan; seorang rakyat jelata ataupun para raja. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

حوافيالمجلس يأيهاالذينءامنواإذاقيـللكمتفـس قيـلانشزوافانشزوايرفع وإذا م���فافـسحوايفـسحاللهلكم

ر� �� �� خ خ� ل و خ� �� خ� خ�ا ب� ل� خ�ال �� ت �خ �خ �خ خ� � ب� �ل ا ل�وا ل ا� خ! "� ب# $ل خ خ�ا �� ل% &� ب' ل&وا خ' خ)ا خ! "� ب# $ل خ ا ل� ال

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kalian, ‘Berlapang-lapanglah dalam majelis,’ maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untuk kalian. Dan apabila dikatakan, ‘Berdirilah kamu,’ maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui atas apa yang kalian kerjakan.” (Qs. Al-Mujadilah: 11)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda,

بهآخرين ويضع الكـتابأقواما بهـذا اللهيرفع . إن

Artinya: “Sesungguhnya Allah mengangkat dengan Al-Qur’an beberapa kaum dan Allah pun merendahkan beberapa kaum dengannya.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim (no. 817) dari ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu’anhu]

Dalil di atas dengan menegaskan bahwa orang yang berilmu dan mengamalkannya maka kedudukannya akan diangkat oleh Allah di dunia dan akan dinaikkan derajatnya di akhirat.

Allah ‘Azza wa Jalla menolak persamaan antara orang-orang yang memiliki ilmu dengan orang-orang yang tidak memiliki ilmu. Sebagaimana Dia menolak persamaan antara para penghuni Surga dengan para penghuni Neraka. Allah berfirman,

ــ … يعلمونـ ال ذين وال يعلمون ذين ال يستوى هـل ــقـل ــنـ ــنـ ــنـ ــنـ ــنـ ــنـ ــنـ ــنـ ــنـ ــنـ ــنـ ــنـ نـ ــ نـ

Artinya: “Katakanlah: Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (Qs. Az-Zumar: 9)

Ayat di atas berbentuk kalimat tanya, akan tetapi pada hakikatnya mengandung arti pengingkaran. Karena orang

yang berilmu dan orang yang tidak berilmu tidak akan pernah setara kedudukannya. Yang dapat memahami maksud tersebut hanyalah orang yang cerdas, sehingga dia dapat mengetahui nilai ilmu, kedudukan dan keutamannya. [Lihat Bahjatun Nazhirin (II/462) dan Syarah Riyadhush Shalihin Terjemah (IV/284)]

Sementara itu, dalam firman-Nya yang lain, Allah Ta’ala menyatakan,

ــ … ةـ الجن وأصحب ار الن أصحب ــاليستوى ــةـ ــةـ ــةـ ــةـ ــةـ ــةـ ــةـ ــةـ ــةـ ــةـ ــةـ ــةـ ةـ ــ ةـ

Artinya: “Tidak sama (antara) para penghuni Neraka dengan para penghuni Surga…” (Qs. Al-Hasyr: 20)

Ini menunjukkan tentang puncak dari keutamaan dan kemuliaan orang yang berilmu. Bahkan, karena kemuliaan ilmu, Allah membolehkan kita untuk memakan hasil buruan anjing yang terlatih (untuk berburu) dan mengharamkan memakan buruan anjing yang tidak

terlatih. Sebagaimana disebutkan dalam firman AllahTa’ala,

مما مونهن تعـل بين مكل الجوارح من متم وماعل بت الطي لكم أحـل قل ــ لهمـ أحـل ماذآ ــيسـئلونك ــمـ ــمـ ــمـ ــمـ ــمـ ــمـ ــمـ ــمـ ــمـ ــمـ ــمـ ــمـ مـ ــ مـ الحساب اللهسريع إن أمسكنعليكمواذكروااسماللهعليهواتقواالله ممآ ت�خ*علمكماللهفـكلوا ب* م�

Artinya: “Mereka menanyakan kepadamu: ‘Apakah yang dihalalkan bagi mereka?’ Katakanlah: ‘Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.’”(Qs. Al-Ma’idah: 4)

Ayat di atas menunjukkan bahwa binatang menjadi mulia karena ilmu dan diberi kedudukan yang berbeda dengan binatang yang tidak berilmu. Seandainya bukan karena keutamaan ilmu, niscaya hasil buruan anjing yang terlatih dan tidak terlatih statusnya sama, yakni haram hukumnya untuk dikonsumsi. Akan tetapi, hewan yang ditangkap

anjing pemburu statusnya halal, tidak sebagaimana hasil buruan anjing liar.

Jika kedudukan binatang saja bisa mengalami kenaikan karena ilmu, bagaimana halnya dengan kedudukan seorang manusia yang jelas-jelas kedudukannya lebih tinggi dan lebih mulia dari pada binatang?

Pada kesempatan kali ini, dengan memohon taufik kepada Allah Jalla Dzikruhu,penulis akan menghadirkan pembahasan mengenai nikmat dan keutamaan para pemilik ilmu beserta dengan hukum dan macam-macam ilmu dalam tinjauan syari’at.

DEFINISI ILMU DAN TINGKATANNYA

Ilmu adalah mengetahui sesuatu dengan yakin sesuai dengan pengetahuan yang sebenarnya. [Lihat Syarah Tsalatsatil Ushul (hal. 18), Syarh Ushul min ‘Ilmil

Ushul(hal. 75), Ushul Fiqh Terjemah (hal. 24), dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga(hal. 16)]

Ilmu pada hakikatnya terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Ilmu dharuri, adalah pengetahuan tentang suatu hal tanpa memerlukan penelitian dan pembuktian dengan menggunakan dalil (keterangan). Contohnya: pengetahuan bahwa api itu panas.

2. Ilmu nazhari, adalah pengetahuan tentang suatu hal yang didahului oleh penelitian dan pembuktian dengan menggunakan dalil. Contohnya: pengetahuan tentang tata cara wudhu dan shalat.

Adapun tingkatan ilmu yang dimiliki oleh seseorang terbagi dalam enam tingkatan, yaitu:

1. Al-‘Ilmu, maksudnya adalah mengetahui sesuatu dengan yakin sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.

2. Al-Jahlul Basith, maksudnya adalah tidak memiliki pengetahuan tentang sesuatu hal tertentu, sama sekali.

3. Al-Jahlul Murakkab, maksudnya tidak memiliki pengetahuan tentang sesuatu hal tertentu, namun dia mengaku memiliki pengetahuan tentang itu, padahal keliru dan tidak sesuai dengan realita. Disebut murakkab yang artinya bertingkat, karena

terdapat dua kebodohan sekaligus pada orang tersebut, yaitu bodoh karena dia tidak mengetahui yang sebenarnya dan bodoh karena dia beranggapan bahwa dia mengetahui yang sebenarnya, padahal dia tidak mengetahui.

4. Azh-Zhann, maksudnya adalah mengetahui sesuatu yang kemungkinan benarnya lebih besar dari pada salahnya. Kata yang mirip dalam bahasa kita adalah dugaan kuat.

5. Al-Wahm, maksudnya adalah mengetahui sesuatu yang kemungkinan salahnya lebih besar dari pada benarnya. Atau mirip dengan dugaan lemah atau salah paham.

6. Asy-Syakk, maksudnya adalah mengetahui sesuatu yang kemungkinan benar dan salahnya seimbang.

[Lihat Syarah Tsalatsatil Ushul (hal. 18-19), Syarh Ushul min ‘Ilmil Ushul (hal. 71-72), Ushul Fiqh Terjemah (hal. 25), dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 16-17)]

KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU

Ilmu adalah sayyidul ‘amal (penghulunya amal), sehingga tidak ada satu amalan pun yang dilakukan tanpa didasari dengan ilmu. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah kaidah yang telah disepakati ummat,

. العلمقبلالقولوالعمل

“Ilmu dahulu sebelum berkata dan berbuat.”

[Lihat Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Ilmu, Bab Al-‘Ilmu Qablal Qaul wal ‘Amal (I/119)]

Ilmu juga merupakan makanan pokok bagi jiwa, yang karenanya jiwa akan menjadi hidup dan jasad akan memiliki adab. Oleh karena itu, Islam mewajibkan ummatnya, baik laki-laki maupun perempuan, untuk menuntut ilmu. Dan hal ini telah ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,

مسلم كل على فريضة العلم . طلب

“Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim.”

[Hadits shahih li ghairihi, diriwayatkan Ibnu Majah (no. 224), dari jalur Anas bin Malik radhiyallahu’anhu. Hadits ini diriwayatkan pula oleh sekelompok para shahabat, seperti Ali bin Abi Thalib, ‘Abdullah bin ‘Abbas, ‘Abdullah bin ‘Umar, ‘Abdullah bin Mas’ud, Abu Sa’id Al-Khudriy, Al-Husain bin ‘Ali, dan Jabirradhiyallahu’anhum. Para ulama ahli hadits telah menerangkan jalur-jalur hadits ini dalam kitab-kitab mereka, seperti: Imam As-Suyuthi dalam kitab Juz Thuruqi Hadits Tholabil Ilmi Faridhotun ’Ala Kulli

Muslimin, Imam Ibnul Jauzi dalam kitabAl-Wahiyat (I/67-71), Imam Ibnu ‘Abdil Barr dalam kitab Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/69-97), dan Syaikh Al-Albani dalam kitab Takhrij Musykilah Al-Faqr (hal. 48-62)]

Tidak diragukan lagi bahwa kebutuhan seseorang terhadap ilmu lebih besar dari kebutuhannya terhadap makan dan minum, seperti pernah dikatakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah,

ألنهم والشراب الطعام إلى منهم أحوج العلم إلي الناسالعلم إلي وحاجتهم مرتين أو مرة اليوم في إليها يحتاجون

اأنفاسهم بعدد

“Manusia sangat membutuhkan ilmu dari pada (mereka) membutuhkan makanan dan minuman, karena makanan dan minuman hanya dibutuhkan sehari sekali atau dua kali, sementara ilmu dibutuhkan sepanjang nafasnya.” [Lihat Thabaqat Al-Hanabilah (I/146), Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 91), dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 55-56)]

Selain itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mendakwahkan Islam kepada para Shahabat atas dasar ilmu. Sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman,

م+ … ب& خ� خ� �$ خ ا ب! خ' خ� خ,ا خ ا -� خ� �� ب. خ� + خ خ/ ب� ه ال خل+ ب1ا ل/وا �� خ ا + ب �� ب� خ2 ب* ب# خ�3 4� ل5

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), ‘Inilah jalanku yang lurus, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan ilmu.’” (Qs. Yusuf: 108)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru manusia kepada agama Allah atas dasar ilmu (بصيرة ), keyakinan (يقين ), dalil syar’i ( شرعي dan dalil ,( برهانaqli (عقلي ). [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (IV/422)]

ILMU YANG WAJIB DICARI

Tidak setiap ilmu boleh untuk dicari dan dipelajari, sebab ada ilmu yang dilarang untuk dipelajari. Hanya ilmu yang bermanfaat sajalah yang boleh untuk dicari dan dipelajari. Karena ilmu yang bermanfaat menempati kedudukan yang terpuji, seperti kisah Nabi Adam ‘alaihis salam yang diajarkan oleh Allah Ta’ala tentang nama-nama segala sesuatu, kemudian Nabi Adam memberitahukannya kepada para Malaikat dan para Malaikat pun berkata,

إنكأنتالعليمالحكيم ماعلمتنآ إال علملنآ م�6اقالواسبحـنكال

Artinya: “Mereka menjawab, ‘Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.’” (Qs. Al-Baqarah: 32)

Demikian juga disebutkan dalam kisah Nabi Musa ‘alaihis salam dengan Nabi Khidhir ‘alaihis salam, sebagaimana termaktub dalam firman Allah Ta’ala berikut,

وعلمنـهمن منعبـادنـآاتينـهرحمةمنعنـدنـا عبـدا فوجداعلما ا دن ـ مما ل من تعل أن على بعـك أت هـل موسى له قال

رشـدا مت عل

Artinya: “Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba diantara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan rahmat kepadanya dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi Kami. Musa berkata kepadanya. ‘Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar diantara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu sebagai petunjuk?’” (Qs. Al-Kahfi: 65-66)

Semua ayat di atas berbicara tentang ilmu yang bermanfaat.

Hanya saja, tidak semua orang bisa mendapatkan manfaat dari ilmu yang bermanfaat ini. Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkan tentang keadaan suatu kaum yang

diberikan ilmu, tetapi ilmu yang ada pada mereka tidak memberi manfaat sama sekali bagi mereka. Padahal, ilmu yang mereka miliki adalah ilmu yang bermanfaat, namun demikian mereka tidak dapat mengambil manfaat dari ilmu tersebut. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Jalla Dzikruhu,

لـميحـملوهاكمـثـلالحـمار مثـلالذينحـملواالتورىةثـم ـلمين يهـدىالقـومالظ واللهال يتالله بئا بوا بئـسمثـلالقـومالذينكـذ ب*يحمـلأسفـارا ه� ها

Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas membawa Taurat, kemudian mereka tidak membawanya (tidak mengamalkannya) adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Sangatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” (Qs. Al-Jumu’ah: 5)

Sedangkan ilmu yang tidak bermanfaat adalah ilmu yang menjadi penyakit dalam agama dan memiliki kecenderungan untuk menjerumuskan manusia ke dalam kesesatan, seperti ilmu kalam (logika), ilmu filsafat, dan semisalnya. Selain itu, ada juga ilmu yang tercela, seperti ilmu sihir dan perdukunan. Ilmu tersebut merupakan ilmu

yang tidak bermanfaat bagi kehidupan manusia di dunia apalagi di akhirat. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,

ولبئس علموالمناشترىهمالهفىاألخـرةمنخلق ولقـد هموالينفعهم يضـر ب7ويتعـلمونمـا ه �� ه� يعـلمون لوكـانوا بهأنفـسـهم ه���ماشـروا

ما ولبئس خالق من اآلخرة في له ما اشتراه لمن علموا ولقد ينفعهم وال هم يضر ما مون ويتعلبهأنفسهملوكانوايعلمون ( )١٠٢شروا

Artinya: “Dan mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan dan tidak memberi manfaat. Dan sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (Kitabullah) dengan sihir itu, niscaya tidak mendapat keuntungan di akhirat. Sungguh sangat buruk perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 102)

Yahya bin ‘Ammar rahimahullah pernah berkata, “Ilmu itu ada lima (jenis), yaitu: (1) ilmu yang menjadi ruh (kehidupan) bagi agama, yaitu ilmu tauhid; (2) ilmu yang merupakan santapan agama, yaitu ilmu yang mempelajari tentang makna-makna Al-Qur’an dan hadits; (3) ilmu yang menjadi obat (penyembuh) bagi

agama, yaitu ilmu fatwa. Ketika seseorang tertimpa sebuah musibah maka ia membutuhkan orang yang mampu menyembuhkannya dari musibah tersebut, sebagaimana pernah dikatakan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu. (4) ilmu yang menjadi penyakit dalam agama, yaitu ilmu kalam dan bid’ah, dan (5) ilmu yang merupakan kebinasaan bagi agama, yaitu ilmu sihir dan yang semisalnya.” [LihatMajmu’ Fatawa (X/145-146), Siyar A’lamin Nubala’ (XVII/482), dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 28-29)]

Demikianlah perbedaan antara ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang tidak bermanfaat.

Adapun pengertian dari ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa keterangan dan petunjuk, dimana mempelajari ilmu ini berhak mendapatkan pujian dan sanjungan. [Lihat Kitabul ‘Ilmi (hal. 13), Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 15), Bahjatun Nazhirin (II/461), dan Syarah Riyadhush Shalihin Terjemah (IV/281)]

Imam Al-Auza’i rahimahullah berkata, “Ilmu (yang bermanfaat) adalah apa yang berasal dari para Shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan apa saja yang datang bukan dari salah seorang dikalangan mereka maka itu bukanlah ilmu (yang bermanfaat).” [Lihat Jami’

Bayanil ‘Ilmi (I/500, no. 1067 dan I/617, no. 1421), Fadhlu ‘Ilmi Salaf (hal. 42), Bahjatun Nazhirin (II/461), Syarah Riyadhush Shalihin Terjemah (IV/283), dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 16 dan 22)]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pun pernah berkata, “Ilmu adalah apa yang dibangun di atas dalil, dan ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Terkadang ada ilmu yang tidak berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun dalam urusan duniawi, seperti ilmu kedokteran, ilmu hitung (matematika), ilmu pertanian, dan ilmu perdagangan.” [Lihat Majmu’ Al-Fatawa (VI/388 dan XIII/136), Madarijus Salikin (II/488), dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 20-21)]

Al-Hafizh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah pernah berkata, “Ilmu adalah firman Allah, sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan perkataan para Shahabat.” [Lihat I’lamul Muwaqqi’in (II/149) dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 22)]

Adapun ilmu yang bersifat keduniawian, seperti ilmu kedokteran, ilmu pertanian, ilmu ekonomi, dan yang lainnya, ada yang sangat dibutuhkan ummat Muslim. Namun, ilmu-ilmu tersebut tidak termasuk dalam kategori ilmu syar’i, sebagaimana disebutkan dalam dalil yang tercantum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena itu, hukum menuntut ilmu duniawi tergantung kepada tujuan dan kebutuhannya, apabila tujuannya adalah untuk ketaatan kepada Allah maka hal itu akan menjadi baik dan apabila dengan mempelajarinya dapat memenuhi kebutuhan kaum muslimin maka hal itu dapat menjadi wajib. [Lihat Kitabul ‘Ilmi(hal. 13-14)]

Dengan demikian, kita dapat membagi hukum menuntut ilmu menjadi tiga, yaitu:

1. Fardhu ‘ain, dimana hukumnya adalah wajib untuk diketahui oleh setiap individu. Ilmu yang tercakup dalam hukum ini adalah semua ilmu syar’i yang yang menjadi pengetahuan dasar tentang agama, baik

permasalahan ushul (asas) seperti akidah, tauhid dan manhaj, sampai permasalahan furu’ (cabang) seperti shalat, zakat, sedekah, haji, dan semisalnya.

2. Fardhu kifayah, dimana hukumnya tidak wajib atas setiap individu, sebab tidak mungkin semua orang dapat mempelajarinya. Kalaupun diwajibkan atas setiap individu, tidak semua orang dapat melakukannya, bahkan mungkin saja dapat menghambat jalan hidup mereka. Oleh karena itu, hanya sebagian orang saja yang diberi kemudahan oleh Allah untuk mempelajarinya dengan rahmat dan hikmah-Nya.

Apabila sebagian orang telah mengetahui dan mempelajarinya maka gugurlah kewajiban lainnya. Namun, jika tidak ada seorang pun diantara mereka yang mengetahui dan mempelajarinya, padahal mereka amat membutuhkan ilmu tersebut maka mereka semua berdosa karenanya.

Contohnya adalah ilmu hadits, ilmu tafsir, ilmu waris, ilmu kedokteran, ilmu pertanian, ilmu fiqih, ilmu pemerintahan, dan lain sebagainya.

[Lihat Tafsir Al-Qurthubi (VIII/187), Thariq ilal ‘Ilmi As-Subulun Naji’ah li Thalabil ‘Ulumin Nafi’ah(hal. 18-19), dan Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 6-7 dan 17)]

3. Haram, dimana hukumnya terlarang untuk dicari dan dipelajari, karena akan membawa pelakunya kepada kesesatan, kemaksiatan, bahkan kesyirikan kepada Allah Jalla wa ‘Ala. Diantara ilmu yang termasuk dalam hukum ini adalah ilmu sihir. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ‘Azza wa Jalla,

ولبئس علموالمناشترىهمالهفىاألخـرةمنخلق ولقـد هموالينفعهم يضـر ب7ويتعـلمونمـا ه �� ه� يعـلمون لوكـانوا بهأنفـسـهم ه���ماشـروا

Artinya: “Dan mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan dan tidak memberi manfaat. Dan sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (Kitabullah) dengan sihir itu, niscaya tidak mendapat keuntungan di akhirat. Sungguh sangat buruk perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 102)

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah bersabda,

: ومـاهن؟ الله رسول يـا قالوا الموبقـات، بع الس إجتنـبوامالله: وقـتلالنفسالتيحر حر، والس ركبالله، الش قـالوقـذفالمحصنـات حف، والتولييومالز وأكلمـالاليتيـم، بـا، وأكلالر بالحق، إال

. المؤمناتالغافالت

Artinya: “Hindarilah (oleh kalian) tujuh perkara yang membinasakan.’ Mereka bertanya, ‘Apakah itu wahai Rasulullah?’ Beliau bersabda, ‘Menyekutukan Allah,sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan cara yang benar, memakan harta riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan melempar tuduhan zina kepada wanita mukminah yang terjaga kesucian dan kehormatannya dari perbuatan dosa dan mereka tidak mengetahui tentang hal itu.’” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (no. 2615), Muslim (no. 258), Abu Dawud (no. 2874), dan An-Nasa’i (no. 3673), dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]

Hadits di atas menyebutkan tentang perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamuntuk menjauhi sihir dan menjelaskan bahwa sihir termasuk dalam perbuatan dosa besar yang membinasakan. Ini menunjukkan bahwa sihir dapat membinasakan pelakunya di dunia maupun di akhirat. [Lihat Hukmus Sihri wal Kahanah (hal. 5)]

Tidak ada perbedaan bagi laki-laki maupun perempuan, mulai dari orang tua ataupun anak-anak; pejabat atau karyawan; si kaya atau si miskin, semuanya sama dalam kewajiban menuntut ilmu syar’i yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena dengan ilmu tersebut, dia akan dapat mengetahui dan mengamalkan berbagai amalan shalih dengan baik, yang amalan-amalan tersebut akan dapat mengantarkannya ke Surga.

Dengan demikian, kita telah mengetahui bahwa ilmu yang wajib untu dicari dan dipelajari oleh setiap Muslim adalah ilmu syar’i, yaitu ilmu yang membahas tentang perkara-perkara agama, mulai dari perkara yang berkaitan dengan hubungan seorang hamba dengan Rabbnya sampai perkara yang berkaitan dengan hubungan seorang hamba dengan makhluk Rabbnya. Sementara untuk ilmu keduniaan, meskipun termasuk ke dalam ilmu yang bermanfaat, namun hukum mempelajarinya tidak sampai kepada wajib dan keutamaannya juga tidak setara dengan keutamaan menuntut ilmu syar’i.

Kewajiban Menuntut Ilmu

Menuntut ilmu atau belajar adalah kewajiban setiap orang islam. Bahkan, wahyu pertama Rasulullah SAW. adalah perintah untuk membaca atau belajar. Agama islam tidak membeda – bedakan hak dan kewajiban menuntut ilmu baik kepada laki – laki maupun perempuan. Menuntut ilmu tidak dibatasi oleh jarak dan waktu. Islam

mengajarkan bahwa menuntut ilmu itu sejak buaian hingga liang lahat. 

Hukum Menuntut Ilmu

Fardu Kifayah

Hukum menuntut ilmu fardu kifayah berlaku untuk ilmu – ilmu yang harus ada dikalangan umat islam, seperti ilmu kedokteran, perindustrian, ilmu falaq, ilmu eksakta, dan ilmu – ilmu lainnya.

Fardu ‘Ain

Hukum mencari ilmu menjadi fardu ‘ain jika ilmu itu tidak boleh ditinggalkan oleh setiap muslim atau muslimah dalam segala situasi dan kondisi, seperti ilmu mengenal Allah SWT. Dengan segala sifat-Nya, ilmu tentang ibadah, dsb.

Keutamaan Orang yang Menuntut Ilmu

            Diantara keutamaan – keutamaan orang yang menuntut ilmu dan yang mengajarkannya adalah :

1. Diberikan derajat yang tinggi di sisi Allah SWT.2. Diberikan pahala yang besar dihari kiamat nanti.3. Merupakan sedekah yang paling utama.

4. Lebih utama dari pada seorang ahli ibadah.5. Lebih utama dai shalat seribu raka’at.6. Diberikan pahala seperti pahala orang yang sedang

berjihad.7. Dinaungi oleh malaikat pembawa rahmat dan

dimudahkan menuju surga.

Salah satu Ayat Al – qur’an tentang ilmu pengetahuan. Q.S At – taubah/9:122

ل��اا ب# ل�& بل خ� ب! د9" ٱل ب>+ ل=واا خ$< خ? خ@ خ� دل Aر خ? Bب 6ا Cخ �� ل= &� د' A� خ5 �� ب> د4 Dل ب'! خ� خ? خ, خFا �و خ خ> Gه Aة خ$> 6ا Dخ ل��اا ب? خ�& بل خ� ل&و ب' I� ل� �ل ٱ خ� خDا خ'ا خ� إليهملعلهميحذرون ااقومهمإذارجعوا

Artinya : “Dan tidak sepatutnya orang – orang mukmin itu semuanya pergi(ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk

memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.”

Sedangkan Hadis tentang mencari Ilmu dan Keutamaannya yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdul Barr yang berarti “Rasulullah SAW Bersabda; Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Dan sesungguhnya segala sesuatu hingga makhluk hidup di lautan memintakan ampun bagi penuntut ilmu” Bagaimana teman – teman? Sungguh menguntungkan, bukan? Mari kita bersama – sama saling berbagi pengetahuan dan menuntut ilmu!

Karena keutamaannya sangatlah besar, dan kita wajib melakukan kewajiban kita sebagai Hamba Allah.

Mengapa Orang Berilmu Derajatnya Lebih Tinggi?A. Islam Meninggikan Derajat Orang-orang Yang Beriman dan Berilmu Serta Dampaknya Pada Perkembangan Ilmu dan TeknologiAllah SWT mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat, semakin tinggi keimanan dan ilmu seseorang maka semakin tinggi derajatnya. Allah

menyandingkan kata Iman dan Ilmu, hal ini mengandung beberapa konsekuensi, yaitu bahwa orang yang mengaku beriman wajib hukumnya untuk menuntut ilmu, sementara orang yang berilmu namun tidak beriman maka ilmunya hanya akan menimbulkan kerusakan bagi orang lain dan dirinya sendiri. Iman dan Ilmu hendaknya tidak terpisahkan pada diri seseorang, jika hilang salah satunya maka akan membuatnya memiliki derajat yang rendah baik di dunia maupun di akhirat.“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. Al-Mujaadilah: 11)Ayat di atas menunjukkan betapa tingginya derajat orang-orang yang berilmu, beramal shaleh dan berjihad di jalan Allah. Bukan hanya dihargai dan dihormati oleh sesamanya, akan tetapi Allah pun mengangkat derajat orang-orang yang berilmu.a. Hakikat BerimanBegitu pentingnya menjadi orang pintar ilmu dunia dan ilmu akhirat, Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an terdapat empat tempat yang memberitakan betapa tingginya derajat orang-orang berilmu.

Pertama, dalam al-Qur’an Surah al-Mujaadilah ayat 11, yaitu:“Hai orang-orang beriman, apabila dikatakan padamu, “berlapang-lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan meninggikan derajatnya orang-orang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”Kedua, dalam al-Qur’an Surah al-Nisaa ayat 95-96, yaitu:“Dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk dengan pahala yang besar, yaitu beberapa derajat daripada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”Ketiga, dalam al-Qur’an Surah Thaha ayat 75, yaitu:“Dan barang siapa datang kepada Rabb-Nya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal shaleh, maka mereka itulah orang-orang yang telah memperoleh tempat-tempat yang mulia.”Keempat, dalam al-Qur’an Surah al-Anfaal ayat 2-4, yaitu: ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada Rabbnyalah mereka bertawakal. Yaitu, orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat

ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rezeki yang mulia.”Orang yang beriman adalah:1. Takwa2. Menjauhi kezaliman (syirik)3. Orang yang mendirikan sholat4. Selalu khusyuk dalam sholatnya5. Mengeluarkan cahaya (aura)6. Apabila ia mendengar asma Allah bergetar hatinya7. Orang yang menafkahkan sebagian rezeki yang dimilikinyaB. Hakikat BerilmuSalah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lain adalah penekanannya terhadap masalah ilmu (sains). Al-Qur’an dan Al-Sunnah mengajak kaum Muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi. Sejauh ini, kita telah mencoba untuk membuktikan bahwa perintah Al-Qur’an dan Sunnah mengenai menuntut ilmu tidaklah terbatas pada ajaran-ajaran syariah tertentu, tetapi juga mencakup setiap ilmu yang berguna bagi manusia.Tujuan utama manusia adalah mendekatkan diri pada Allah dan mendapatkan ridha-Nya, aktivitas-aktivitasnya harus difokuskan pada arah ini. Segala sesuatu yang mendekatkan kepada Tuhan atau petunjuk-petunjuk pada arah tersebut adalah terpuji. Jadi, ilmu hanya berguna jika dijadikan alat untuk mendapatkan pengetahuan tentang

Allah, keridhaan dan kedekatkan kepada-Nya. Jika tidak, ilmu itu sendiri akan menjadi penghalang yang besar (hijab al-akbar), apakah ia tercakup dalam ilmu-ilmu kealaman maupun ilmu-ilmu kealaman maupun ilmu-ilmu syariah.Jelas bahwa menyembah Allah tidak hanya lewat puasa, shalat dan lain sebagainya. Nyatanya, suatu gerakan menuju taqarrub (kedekatan) kepada Allah selalu dianggap sebagai ibadah. Salah satu cara untuk menolong manusia dalam perjalanannya menuju Allah adalah ilmu, dan hanya dalam hal semacam inilah ilmu dipandang bernilai. Dengan bantuan ilmu, seorang Muslim, dengan berbagai cara dan upaya dapat ber- taqarrub kepada Allah.1. Dia dapat meningkatkan pengetahuannya akan Allah.2. Dia dengan efektif dapat membantu mengembangkan masyarakat Islam dan merealisasikan tujuan-tujuannya.3. Dia dapat membimbing orang lain.4. Dia dapat memecahkan berbagai problem masyarakat.Jika ilmu adalah sesuatu yg paling berharga maka mencari ilmu adalah pekerjaan paling mulia. Allah SWT telah menyandingkan kewajiban menuntut ilmu dengan kewajiban jihad. Jadi jika jihad melawan orang kafir itu menjaga agama islam dari ancaman luar, maka menuntut ilmu kemudian menyebarluaskannya adalah menjaga kelestarian ajaran islam dari dalam.C. Dampak Ilmu Pengetahuan dan TeknologiSatu abad terakhir ini, kemajuan Iptek dunia dipimpin oleh peradaban Barat. Kesejahteraan dan kemakmuran

material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern tersebut, membuat banyak orang lalu mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban Barat tanpa diimbangi sikap kritis terhadap segala dampak negatif dan krisis multidimensional yang diakibatkannya.Krisis multidimensional terjadi akibat perkembangan Iptek yang lepas dari kendali nilai-nilai moral Ketuhanan dan agama. Krisis ekologis, misalnya: berbagai bencana alam: tsunami, gempa dan kacaunya iklim serta cuaca dunia akibat pemanasan global yang disebabkan tingginya polusi industri di negara-negara maju. Kehancuran ekosistem laut dan keracunan pada penduduk pantai akibat polusi yang diihasilkan oleh pertambangan mineral emas, perak dan tembaga, seperti yang terjadi di Buyat, Sulawesi Utara dan di Freeport Papua, Minamata Jepang. Kebocoran reaktor Nuklir di Chernobil, Rusia, di India, di Jepang dan lain sebagainya. Krisis Ekonomi dan politik yang terjadi di banyak negara berkembang dan negara miskin, terjadi akibat ketidakadilan dan neo-imperialisme oleh negara-negara maju yang menguasai perekonomian dunia dan Iptek modern.Peradaban Barat modern saat ini memang memperlihatkan kemajuan dan kebaikan kesejahteraan material yang seolah menjanjikan kebahagian hidup bagi umat manusia. Namun kemajuan tersebut nampak tidak seimbang, karena lebih mementingkan kesejahteraan material sebagian individu dan sekelompok tertentu saja. Dengan mengabaikan, bahkan menindas hak-hak dan

merampas kekayaan alam negara lain dan orang lain yang lemah Iptek, ekonomi dan militernya, maka kemajuan di Barat melahirkan penderitaan kolonialisme-imperialisme di Dunia Timur dan Selatan.Negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, saat ini pada umumnya adalah negara-negara berkembang atau negara terkebelakang, yang lemah secara ekonomi dan juga lemah atau tidak menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan sains-teknologi. Karena nyatanya saudara-saudara Muslim kita itu banyak yang masih bodoh dan lemah, maka mereka kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya. Beberapa di antara mereka kemudian menjadi hamba budaya dan pengikut buta kepentingan negara-negara Barat. Mereka menyerap begitu saja nilai-nilai, ideologi dan budaya materialis dan sekular yang diserap melalui kemajuan teknologi informasi dan media komunikasi Barat. Akibatnya krisis-krisis sosial-moral dan kejiwaan pun menular kepada sebagian besar bangsa-bangsa Muslim.Kenyataan memprihatikan ini sangat ironis. Umat Islam yang mewarisi ajaran suci Ilahiah dan peradaban serta Iptek Islam yang jaya di masa lalu, justru kini terpuruk di negerinya sendiri, yang sebenarnya kaya sumber daya alamnya, namun miskin kualitas sumberdaya manusianya (pendidikan dan Ipteknya). Ketidakadilan global ini terlihat dari fakta bahwa 80% kekayaan dunia hanya dikuasai oleh 20 % penduduk kaya di negara-negara maju. Sementara 80% penduduk dunia di negara-negara

miskin hanya memperebutkan remah-remah sisa makanan…Renungan: Segala pujian hanya milik Allah yang menciptakan manusia dan memberi mereka petunjuk. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah kepada baginda Nabi Muhammad beserta keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang selalu istiqamah mengikuti manhajnya hingga hari akhir. Amma ba’du :Sebuah firman Allah menjelaskan kepada kita tentang keutamaan orang yang beriman dan mempunyai ilmu. Allah berfirman :

ر� ( ب�� خ خ� ل و خ� �� خ� خ�ا ب� ل� $ خ خ�ال J� خ�ا �خ �خ خ� � ب� �ل ا ل�وا ل ا� خ! ب#" $ل خ خ�ا �� ل% &� ب' ل&وا خ' 6خا خ! ب#" $ل خ ا ل� $ خ ال Kب خ> �� ) 11خ"/ ]11المجادلة[

Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dari kalian dan orang-orang yang berilmu dengan beberapa derajat. Dan Allah itu Maha banyak khabar terhadap apa yang kalian lakukan. Al-Mujadilah: 11.Ilmu adalah cahaya. Tanpa ilmu, manusia buta. Tanpa ilmu, manusia pasti binasa. Begitulah ilmu. Ia merupakan kebutuhan pokok manusia. Karena pentingnya ilmu, Allah memerintahkan nabi untuk selalu meminta tambahan ilmu.

علما ( زدني رب /114وقل ]114طه) [Dan katakanlah, “Wahai Pemeliaharaku! Tambahkanlah padaku ilmu.” Thaha: 114.

lmu pengetahuan ibarat lampu penerang jalan agar orang-orang tidak tersesat dan masuk ke dalam jurang serta lembah yang dalam nan terjal. Sehingga Allah Swt memberikan derajat yang tinggi kepada para ahli ilmu disebabkan manfaat yang mereka bawa bukan hanya untuk diri mereka sendiri tetapi juga untuk orang lain yang ikut menuntut ilmu kepada mereka. Berikut firman Allah Swt yang menerangkan kelebihan dan ketinggian derajat orang yang mempunyai ilmu:

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Mujadilah : 11)

Maksud dari ayat tersebut adalah dua macam orang yang akan diangkat derajatnya oleh Allah, yaitu orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan, dengan beberapa derajat (kelebihan dibandingkan yang lainnya). Orang yang beriman dan berilmu pengetahuan akan menunjukkan sikap yang arif

dan bijaksana. Iman dan ilmu tersebut akan membuat orang mantap dan agung. Tentu saja yang dimaksud dengan yang berilmu itu adalah yang diberi pengetahuan yang lebih dibandingkan yang lainnya sehingga dengan ilmu tersebut dapat membuatnya berbeda dari orang lain baik pemikiran, akhlak dan sebagainya. Ini berarti pada ayat tersebut membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekedar beriman dan beramal saleh, dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan. Derajat kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada orang lain baik secara lisan, tulisan maupun dengan keteladanan. (Quraish Shihab 2002:79-80) Dalam Tafsir al-Azhar Buya hamka ketika menjelaskan surah al-Mujadilah ayat 11 ini menuliskan sebagai berikut: Pertama jika seseorang disuruh melapangkan majlis, yang berarti melapangkan hati, bahkan jika dia disuruh berdiri sekali pun lalu memberikan tempatnya kepada orang yang patut didudukkan di muka, janganlah dia berkecil hati. Melainkan hendaklah dia berlapang dada. Karena orang yang berlapang dada itulah kelak yang akan diangkat Allah imannya dan ilmunya, sehingga derajatnya bertambah naik. Orang yang patuh dan sudi memberikan

tempat kepada orang lain itulah yang akan bertambah ilmunya. Kedua memang ada orang yang diangkat Allah derajatnya lebih tinggi dari pada orang kebanyakan, pertama karena imannya, kedua karena ilmunya Setiap hari pun dapat kita melihat pada raut rnuka, pada wajah, pada sinar mata orang yang beriman dan berilmu. Ada saja tanda yang dapat dibaca oleh orang yang arif bijaksana bahwa si Fulan ini orang beriman, si fulan ini orang berilmu. Iman memberi cahaya pada jiwa, disebut juga pada moral. Sedang ilmu pengetahuan memberi sinar pada mata. Iman dan ilmu membuat orang jadi mantap. Membuat orang jadi agung , walaupun tidak ada pangkat jabatan yang disandangnya. Sebab cahaya itu datang dari dalam dirinya sendiri, bukan disepuhkan dari luar.