tugas perorangan idelogi - ekonomi pancasila

41
AKTUALISASI PENGAMALAN NILAI-NILAI PANCASILA DALAM MEWUJUDKAN EKONOMI YANG BERKEADILAN Oleh : H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH. 1 A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Globalisasi yang tengah berlangsung saat ini telah memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi perkembangan paham induvidualistik, hal ini ditandai dengan neo- liberalisasi yang dikendalikan oleh kaum kapitalis melalui perusahaan transnasional (TNC) dan perusahaan multinasional (MNC) 2 . Konsepsi globalisasi - yang diistilahkan dengan nama “Tata Dunia Baru” (Novus Ordo Seclarum) - sebagai sebuah deskripsi mengacu pada perluasan dan penguatan arus perdagangan, modal, teknologi dan informasi internasional dalam sebuah pasar tunggal yang menyatu. 3 “Tata Dunia Baru” 1 Peserta Program Matrikulasi Ketahanan Nasional, dalam rangka menempuh Program Pascasarjana Ketahanan Nasional Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANNAS RI). 2 Dalam beberapa dekade belakangan, seiring dengan liberalisasi ekonomi dan perdagangan, perusahaan-perusahaan ini telah menjadi aktor ekonomi politik internasional yang semakin penting. Tujuan mereka yang paling utama adalah bagaimana mengakumulasi kekayaan yang sebesar- besarnya: Lihat: Budi Winarno, Globalisasi dan Krisis Demokrasi, Cet.I (Yogyakarta: MedPress, 2007), hal.2 – 3. 3 James Petras dan Henry Veltmeyer, Judul Asli: Globalization Unmasked: Imperialism in the 21 th Century, diterjemahkan oleh Agung Prihantoro, Imperialisme 1

Upload: lisanhal

Post on 28-Oct-2015

146 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Politik

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

AKTUALISASI PENGAMALAN NILAI-NILAI PANCASILA DALAM MEWUJUDKAN EKONOMI YANG BERKEADILAN

Oleh : H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH. 1

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Globalisasi yang tengah berlangsung saat ini telah memberikan pengaruh yang

cukup signifikan bagi perkembangan paham induvidualistik, hal ini ditandai dengan

neo-liberalisasi yang dikendalikan oleh kaum kapitalis melalui perusahaan

transnasional (TNC) dan perusahaan multinasional (MNC)2. Konsepsi globalisasi - yang

diistilahkan dengan nama “Tata Dunia Baru” (Novus Ordo Seclarum) - sebagai sebuah

deskripsi mengacu pada perluasan dan penguatan arus perdagangan, modal, teknologi

dan informasi internasional dalam sebuah pasar tunggal yang menyatu.3 “Tata Dunia

Baru” yang diasumsikan sebagai satu-satunya alternatif yang tersedia sebagai tenaga

pendorong proses pembangunan dan sinyal bagi kemakmuran masa depan dinilai

sebagai imperialisme abad 21.4 Istilah imperialisme ini dikemukakan oleh James Petras,

dengan menggunakan konsep imperialisme didasarkan pada suatu kenyataan bahwa

jaringan lembaga-lembaga yang menentukan struktur sistem perekonomian global

1 Peserta Program Matrikulasi Ketahanan Nasional, dalam rangka menempuh Program Pascasarjana Ketahanan Nasional Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANNAS RI).2 Dalam beberapa dekade belakangan, seiring dengan liberalisasi ekonomi dan perdagangan, perusahaan-perusahaan ini telah menjadi aktor ekonomi politik internasional yang semakin penting. Tujuan mereka yang paling utama adalah bagaimana mengakumulasi kekayaan yang sebesar-besarnya: Lihat: Budi Winarno, Globalisasi dan Krisis Demokrasi, Cet.I (Yogyakarta: MedPress, 2007), hal.2 – 3.3 James Petras dan Henry Veltmeyer, Judul Asli: Globalization Unmasked: Imperialism in the 21th

Century, diterjemahkan oleh Agung Prihantoro, Imperialisme Abad 21, Cet.I (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002), hal.7 et seq.4 Ibid, hal.2.

1

Page 2: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

dilihat bukan dalam pengertian struktural, melainkan dalam pengertian kesengajaan

dan ketergantungan, yang dikendalikan oleh orang-orang yang mempresentasikan dan

berusaha mendahulukan kepentingan-kepentingan kelas kapitalis internasional baru.5

Pada akhirnya di era globalisasi diskusi mengenai negara bangsa telah menjadi

usang karena perannya digantikan oleh lembaga-lembaga internasional dan negara-

negara kawasan.6 Disinilah letak permasalahan kedudukan negara bangsa (nation

state) dengan nasionalisme-nya versus lingkungan global, suatu pemerintahan yang

tunggal dan global.

Menurut Budi Winarno7, tesis utama para penganut neo-liberalisme adalah

pasar merupakan institusi utama dan paling utama dalam masyarakat, dan karenanya

pasar dianggap sebagai mekanisme yang paling efisien dalam mendistribusikan

sumber-sumber ekonomi langka. Untuk itu, pasar harus dibebaskan dari campur

tangan negara, karena campur tangan ini hanya akan membuat pasar tidak dapat

bekerja secara efisien dalam mendistribusikan sumber-sumber ekonomi kepada

masyarakat. Oleh karena itu, kebjiakan neo-liberalisme ini mempunyai ciri dalam tiga

hal, yakni liberalisasi, privatisasi dan deregulasi.

Dalam konteks Indonesia, upaya penegakan demokrasi ekonomi nampaknya

berhadapan dengan upaya-upaya untuk memperjuangkan pasar bebas, yang menjadi

senjata penganut paham liberalisme dan kapitalisme. Isu-isu yang kemudian dicuatkan

diantaranya adalah, deregulasi, privatisasi BUMN dan liberalisasi impor.

5 Ibid, hal.9.6 Keniche Ohmae, Hancurnya Negara Bangsa: Bangkitnya Negara Kawasan dan Geliat Ekonomi Regional di Dunia Tak Terbatas, (Yogyakarta: Qalam, 2002), hal.25.7 Budi Winarno, Op.Cit, hal.20.

2

Page 3: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

Globalisasi telah menjadi hard fact bagi semua negara termasuk berlaku di

negara negara-sedang berkembang. Bagi sebagian negara, terutama bagi negara

industri maju telah mendatangkan berkah. Namun bagi sebagian negara lainnya,

terutama sebagian besar negara sedang berkembang belum banyak membawa

manfaat, bahkan tidak sedikit menimbulkan bencana baik berupa makin

membengkaknya kemiskinan dan pengangguran serta menajamnya ketimpangan.8

Dalam menghadapi globalisasi ini, kita membutuhkan suatu pedoman dan

arahan agar identitas nasional tetap terjaga, yakni Pancasila sebagai suatu dasar

negara, ideologi dan pandangan hidup bangsa. Pancasila mengandung wawasan

tentang hakikat kehidupan manusia baik secara individual maupun sosial.9

Pengembangan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi terbuka di era globalisasi ini

menjadi suatu keniscayaan.10

Indonesia yang sedang menggalakkan pembangunan dan pertumbuhan

ekonomi melalui peningkatan arus modal dalam kerangka investasi dan penanaman

modal di era globalisasi, kini dihadapmukakan dengan melemahnya identitas nasional.

Salah satu contoh melemahnya identitas nasional ini adalah terjadinya amendemen

atas UUD 1945, dimana perubahan ini telah menghilangkan seluruh Penjelasan UUD

1945 termasuk Penjelasan Pasal 33 yang berisikan prinsip-prinsip demokrasi ekonomi

dan landasan konstitusional koperasi. Perubahan ini telah mengadopsi prinsip neo-

liberalisme. Dengan memasukkan prinsip “negara minimalis”, yakni dengan

8 Didin S. Damanhuri, Indonesia: Negara, Civil Society dan Pasar Dalam Kemelut Globalisasi, Cet.I (Depok: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2009), hal.168.9 Ibid, hal165.10 Ibid.

3

Page 4: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

menyebutkan “ekonomi disusun berdasarkan ekonomi pasar yang berkeadilan”.

Meskipun yang lainnya dari pasal-pasal ekonomi UUD 1945 relatif tetap utuh, namun

telah berpengaruh sangat besar dalam penyusunan perundang-undangan. Misalnya

UU Migas, UU BUMN, UU Perikanan, UU Sumber Daya Air, UU Kehutanan, UU

Penanaman Modal dan lain-lain, yang telah memungkinkan peran “pasar global” dan

perusahaan asing menguasai dan mengatur sumber daya ekonomi Indonesia. Oleh

karena itu, upaya penegakan demokrasi ekonomi nampaknya berhadapan dengan

upaya-upaya untuk memperjuangkan pasar bebas (liberalisasi), yang menjadi senjata

penganut paham liberalisme dan kapitalisme. Isu-isu yang kemudian dicuatkan

diantaranya adalah privatisasi BUMN dan liberalisasi impor.

Identitas nasional adalah bersifat mutlak yang harus dipegang agar tidak ikut

arus sama dan seragam dengan semakin meningkatnya perubahan lingkungan

strategis.11 Perubahan lingkungan yang bergolak (turbulen) dan penuh ketidakpastian

(uncertainty) yang bergerak cepat dan tidak menentu mendorong para akademisi,

praktisi, birokrat, dan berbagai profesi lainnya untuk berpacu mengembangkan

strategi perubahan dan kebijaksanaan antisipatif agar mampu menyesuaikan diri

11 Sembiring dalam artikelnya menegaskan bahwa salah satu yang perlu dikaji manajemen adalah perubahan lingkungan strategis, baik dalam skala global maupun domestik. Pada skala global fenomena globalisasi merupakan indikasi kuat perubahan lingkungan strategis. Globalisasi merupakan proses dimana masyarakat dunia semakin terhubungkan (interconected) satu sama lainnya dalam berbagai aspek kehidupan, seperti budaya, ekonomi, politik, teknologi, dan lingkungan. Dunia berubah menjadi sebuah pasar global, bukan hanya untuk barang dan jasa, melainkan juga penyedia modal dan teknologi. Lingkungan bisnis telah dan sedang mengalami perubahan signifikan. Perubahan tersebut diperkirakan akan semakin kompleks dan sulit untuk diprediksi. Dengan kata lain, lingkungan bisnis akan semakin turbulen. Eddy R. Sembiring, “Meraih Competitive Advantage Melalui Learning Organization”. Media Akuntansi Edisi 36, 2003, hal. 52-53.

4

Page 5: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

dengan berbagai ragam tuntutan lingkungan12. Pada tataran empirik yang demikian,

maka peranan ideologi Pancasila merupakan suatu daya (power) pengikat identitas

nasional.

Pancasila mempunyai ciri khas sebagai pembeda bangsa kita dengan bangsa

lain, Pancasila bukanlah sesuatu yang kaku dan statis, Pancasila sebagai ideologi

bersifat terbuka, dinamis selaras dengan keinginan masyarakat penganutnya.

Implikasinya ada pada identitas nasional kita yang terbuka, serta terus berkembang

untuk diperbaharui maknanya agar relevan dan fungsional terhadap keadaan

sekarang.13

Sebagai suatu paradigma14, Pancasila merupakan model atau pola berpikir yang

mencoba memberikan penjelasan atas kompleksitas realitas sebagai manusia personal

dan komunal dalam bentuk bangsa. Pancasila yang merupakan satuan dari sila-silanya

harus menjadi sumber nilai, kerangka berfikir, serta asas moralitas bagi

pembangunan.15

Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, mengandung lima pesan pokok,

yaitu: penghayatan dan hakikat martabat bangsa, kesepakatan akan cita-cita nasional,

kebulatan tekad untuk mencapai tujuan nasional, mempertahankan dan

12 Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, (Jakarta: Erlangga, 2003), hal.45.13 Samsul Wahidin, Pokok-Pokok Kewarganegaraan, Cet.I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal.27.14 Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. http://www.gudangmateri.com. Diakses tanggal 18 Oktober 2010.15 Dardji Darmodiharjo, Orientasi Singkat Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), hal.15.

5

Page 6: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

memperjuangkan kepentingan nasional, serta kesepakatan tentang pencapaian tujuan

nasional.16

Pancasila juga sebagai suatu sistem ekomoni lazim disebut Sistem Ekonomi

Pancasila. Sistem Ekonomi Pancasila mengacu pada setiap sila sebagai berikut.17

(1) Roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan-rangsangan

ekonomi, sosial, dan moral;

(2) Seluruh warga masyarakat bertekad untuk mewujudkan kemerataan sosial

yaitu tidak membiarkan berkembangnya ketimpangan ekonomi dan

kesenjangan sosial;

(3) Semua pelaku ekonomi yaitu produsen, konsumen, dan pemerintah (sebagai

produsen sekaligus konsumen) selalu bersemangat nasionalistik, yang dalam

setiap putusan ekonominya menomorsatukan tujuan terwujudnya

perekonomian nasional yang kuat dan tangguh;

(4) Koperasi dan organisasi-organisasi ekonomi yang selalu mengedepankan

kerjasama (cooperation) dan tindakan bersama (collective action) menjadi

sokoguru kegiatan ekonomi masyarakat;

(5) Dalam perekonomian Indonesia yang luas dan beragam terus menerus

diupayakan keseimbangan antara perencanaan ekonomi nasional dengan

desentralisasi dan otonomi daerah. Melalui partisipasi aktif setiap daerah,

16 Eddy Oetomo, Bahan Kuliah Wawasan Nusantara, Lemhannas RI, tahun 2010.17 Mubyarto, Pemberdayaan Ekonomi Rakyat dan Peranan Ilmu-Ilmu Sosial, (Yogyakarta: BPFE, 2002), hal.28. Rumusan ciri-ciri Sistem Ekonomi Pancasila yang demikian secara garis besar telah dikemukanan oleh Mubyarto pada tahun 1981, tetapi mendapat tanggapan negatif pakar-pakar ekonomi dan sejumlah pakar lain, meskipun dukungan terhadapnya sesungguhnya jauh lebih besar.

6

Page 7: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

aturan main keadilan ekonomi berjalan sehingga menghasilkan keadilan sosial

bagi seluruh rakyat.

Tulisan dalam bentuk makalah ini menjawab relevansi nilai-nilai Pancasila

dalam mewujudkan ekonomi yang berkeadilan. Sejauhmana nilai-nilai Pancasila untuk

diimplementasikan dalam tataran empirik tergantung dari aktualisasi pengamalan

Pancasila dalam peraturan perundang-undangan di bidang ekonomi. Pancasila tidak

akan dapat memberi manfaat apapun manakala keberadaannya hanya bersifat sebagai

konsep atau software belaka.

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat

diidentifikasikan beberapa permasalahan dalam penulisan makalah ini, yakni sebagai

berikut:

Pertama, menyangkut faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi di Indonesia, faktor-faktor ini diidentifikasikan menjadi dua

bagian yakni faktor ekonomi dan faktor nonekonomi.

Kedua, menyangkut tolok ukur atau indikator pembangunan dan pertumbuhan

ekonomi saat ini. Kondisi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi diukur dengan

besaran angka pertumbuhan ekonomi, jumlah (persentase) penduduk miskin serta

jumlah (persentase) pengangguran.

Ketiga, aktualisasi pengamalan Pancasila dalam mewujudkan ekonomi yang

berkeadilan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam proses pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

7

Page 8: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah disampaikan,

maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

“Bagaimanakah aktualisasi pengamalan Pancasila dalam mewujudkan

ekonomi yang berkeadilan?”

B. PEMBAHASAN

1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan ekonomi18 tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi

(economic growth)19; pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan

sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.

Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan

PDB riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi

keberhasilan pembangunan ekonomi.

Setidaknya, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi, namun pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi

dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi.

18 Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangunan_ekonomi. Diakses tanggal 18 Oktober 2010.19 Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangunan_ekonomi. Diakses tanggal 18 Oktober 2010.

8

Page 9: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

Faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi diantaranya

adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian

atau kewirausahaan. Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam

seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut,

sangat mempengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal

penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan

dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki

nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi). Sumber daya manusia juga

menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas

penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial untuk

memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa

besar produktivitas yang ada. Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia

untuk mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan

untuk menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang

modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi

karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas. Sedangkan

faktor nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan

politik, kelembagaan, dan sistem yang berkembang dan berlaku.20

2. Kondisi Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Saat Ini20 Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Edisi Revisi, (Jakarta: RajaGrafindo Prada, 2005), hal.35.

9

Page 10: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

Pertumbuhan ekomoni sangat terkait dengan penyerapan tenaga kerja,

menaiknya pertumbuhan ekonomi maka menaik pula penyerapan tenaga kerja.

Pencapaian pertumbuhan ekonomi juga memberi dampak positif yang dirasakan oleh

masyarakat seperti peningkatan daya beli dan angka kemiskinan yang menurun. Saat

ini pertumbuhan ekonomi belum banyak menyerap banyak tenaga kerja. Pasalnya,

sektor yang banyak berkembang adalah sektor padat modal bukan padat karya.21

Selama masa reformasi hingga sekarang, pertumbuhan ekonomi Indonesia

tergolong lambat. Meskipun, selama tahun 2006-2007, perekonomian tumbuh di atas

5%. Namun, banyak orang mengatakan bahwa pertumbuhan tersebut mempunyai

kualitas rendah. Ini terjadi karena setidaknya dua alasan. Pertama, daya serap tenaga

kerja yang terus-menerus mengalami penurunan. Setiap 1% pertumbuhan ekonomi

hanya akan menyerap sebanyak 400 ribu tenaga kerja22. Namun, dalam beberapa

tahun belakangan, kemampuan ekonomi dalam menyerap tenaga turun hingga

menjadi setengahnya.23 Menurunnya daya serap tenaga kerja ini terjadi karena sektor-

sektor yang mempunyai kemampuan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar tidak

mengalami pertumbuhan berarti. Sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan bagus

hanyalah sektor telekomunikasi dan beberapa sektor lain yang kurang mampu

menyerap tenaga kerja. Sebaliknya, sektor pertanian sebagai penyerap tenaga kerja

terbanyak (kurang lebih 40%) hanya tumbuh di sekitar angka 2-%3.

21 Ryan Kiryanto, Stabilitas Moneter-Perbankan 2007 dan Tantangan 2008, Makalah, Jakarta, 3 April 2007.22 Carunia Mulya Firdausy, “Kebijakan Ekonomi dalam Mengatasi Kemiskinan dan Penganggguran di Indonesia". Jurnal Dinamika Masyarakat, Vol. VI, No. 3, Desember 2007, hal.125.23 Pande Radja Silalahi, “Tuntutan Menggerakkan Sektor Riil”. Analisis CSIS Vol. 36 No. 3, September 2007, hal. 269.

10

Page 11: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

Laporan BPS menyebutkan bahwa distribusi penduduk yang bekerja sebagian

besar masih berada di sektor pertanian, yakni 42,05%, disusul sektor industri 18,58%,

dan jasa sebesar 39,37%24. Tabel 1 dan Tabel 2 di bawah ini menunjukkan bagaimana

pola-poa pertumbuhan ekonomi selama masa neo-liberalisme dilaksanakan. Sektor-

sektor yang memang menjanjikan keuntungan tumbuh sangat besar, sedangkan yang

lainnya tumbuh sangat lambat.

Tabel 1: Pertumbuhan Ekonomi Persektor (Tahun 2006 - 2007)

SEKTOR 2006 2007

I I sd II I sd III I sd IV I I sd II I sd III I sd IV

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

6.62 4.06 3.56 3.36 (2.12) 1.74 3.85 3.47

2. Pertambangan dan Penggalian

2.34 2.95 2.32 1.70 6.11 4.63 3.37 1.93

3. Industri Pengolahan 3.02 3.32 4.18 4.59 5.22 5.17 4.96 4.67

4. Listrik, Gas & Air Bersih 5.08 4.77 5.10 5.76 8.16 9.19 9.91 10.33

5. Konstruksi 7.71 8.12 8.26 8.34 8.30 7.92 8.00 8.53

6. Perdagangan, Hotel & Restoran

4.90 5.39 6.23 6.42 9.53 8.97 8.99 8.93

7. Pengangkutan dan Komunikasi

11.98 12.64 13.10 14.23 12.96 13.36 13.86 14.04

8. Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan

5.65 5.41 5.10 5.47 8.13 7.85 7.76 7.99

9. Jasa-jasa 5.78 5.89 6.16 6.16 6.98 6.97 6.32 6.44

Produk Domestik Bruto 5.13 5.03 5.31 5.50 6.06 6.39 6.51 6.35

Produk Domestik Bruto Tanpa Migas

5.84 5.62 5.95 6.11 6.64 7.05 7.09 6.95

(Sumber: htpp://www.bps.go.id, diakses tanggal 15 Oktober 2010.)

Tabel 2: Pertumbuhan Ekonomi Persektor (Tahun 2008 - 2009)

SEKTOR 2008 2009

I I sd II I sd III I sd IV I I sd II I sd III I sd IV

24 Analisis Dinamika Pasar Kerja I, Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2007, hal.71.

11

Page 12: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 6.44 5.60 4.75 4.83 5.91 4.38 3.99 4.13

2. Pertambangan dan Penggalian (1.62) (1.00) 0.10 0.68 2.61 2.99 4.08 4.37

3. Industri Pengolahan4.28 4.26 4.27 3.66 1.50 1.51 1.43 2.11

4. Listrik, Gas & Air Bersih12.34 12.05 11.48 10.92 11.25 13.31 13.71 13.78

5. Konstruksi8.20 8.26 8.09 7.51 6.25 6.17 6.71 7.05

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 6.75 7.22 7.35 6.87 0.63 0.30 0.11 1.14

7. Pengangkutan dan Komunikasi 18.12 17.33 16.73 16.57 16.78 16.91 16.75 15.53

8. Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan 8.34 8.50 8.53 8.24 6.26 5.79 5.49 5.05

9. Jasa-jasa5.52 6.02 6.33 6.23 6.70 6.95 6.64 6.40

Produk Domestik Bruto6.21 6.26 6.25 6.01 4.53 4.30 4.25 4.55

Produk Domestik Bruto Tanpa Migas 6.70 6.71 6.72 6.46 4.93 4.69 4.63 4.93

(Sumber: htpp://www.bps.go.id, diakses tanggal 15 Oktober 2010.)

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, ekonomi Indonesia pada kuartal II-

2010 tumbuh 6,2% secara year on year (yoy). Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi

semester I-2010 mencapai 5,9%.25

Untuk jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 sebesar 31,02

juta orang (13,33%). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang

berjumlah 32,53 juta (14,15%), berarti jumlah penduduk miskin berkurang 1,51 juta

jiwa. 26 Sedangkan jumlah pengangguran periode Februari 2010 mengalami penurunan

sekitar 370 ribu orang dari jumlah 9.258.964 orang (Februari 2009).27

Hingga saat ini kualitas perekonomian belum menampakkan perubahan yang

signifikan, tidak menutup kemungkinan, akan mendapat pukulan maha dasyat dari

25 http://bps.go.id. Diakses tanggal 18 Oktober 2010.26 http://bps.go.id. Diakses tanggal 18 Oktober 2010.27 http://bps.go.id. Diakses tanggal 18 Oktober 2010.

12

Page 13: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

arus globalisasi. Kekhawatiran ini muncul, karena pemerintah dalam proses

pemberdayaan masyarakat lemah masih parsial dan cenderung dualisme, antara

kemanjaan (ketergantungan) pemerintah kepada IMF, sementara keterbatasan

akomodasi bentuk perekonomian masyarakat yang tersebar (diversity of economy

style) di seluruh pelosok negeri tidak tersentuh.

Hal ini juga terlihat jelas pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak

proporsional, tidak mencerminkan model perekonomian yang telah dibangun oleh

para founding father terdahulu. Lihat saja, corak kebijakan neo-liberal ternyata

tidak berhenti, tetapi justru semakin kencang. UU Penanaman Modal Asing No. 25

Tahun 2007 yang sebenarnya merupakan perubahan atas UU PMA sebelumnya.

Namun, berbeda dengan UU No. 6 Tahun 1967 yang dapat dikatakan menjadi tonggak

liberalisasi awal selama pemerintahan Orde Baru.

Dalam UU No. 6 Tahun 1967, secara eksplisit, Pasal 6 ayat 1 menyebutkan

"Bidang-bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing secara

pengusahaan penuh ialah bidang-bidang yang penting bagi negara dan menguasai

hajat hidup rakyat banyak sebagai berikut:

- Pelabuhan-pelabuhan

- Produksi, transimisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum

- Telekomunikasi

- Pelayaran

- Penerbangan

- Air minum

13

Page 14: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

- Kereta api umum

- Pembangkit tenaga atom

- Mass media

Pasal 6 ayat 1 UU No. 6 Tahun 1967 menyebutkan, "Saham peserta Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf a sekurang-kuragnya 5% dari

seluruh modal disetor perusahaan pada waktu pendirian". Pasal ini mengandung

pengertian bahwa perusahaan asing tidak boleh memasuki bidang usaha yang

tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Pasal 3 UU ini

menyebutkan bahwa asing boleh memiliki dan menguasai sampai dengan 49%.

Kemudian, Pasal 3 ayat 1 UU No. 6 Tahun 1968 mengenai PMDN Pasal 3 ayat 1

mengijinkan investor asing memasuki cabang-cabang produksi yang jelas menguasai

hajat hidup orang banyak asalkan porsinya 49%. Namun, di sini, ada ketentuan agar

agar invstor Indonesia yang 51% tersebut dinaikan menjadi 75% paling lambat tahun

1974. Dari sini, UU No. 6 Tahun 67 dan No. 6 Tahun 1968 meskipun membuka peluang

bagi investor asing untuk terlibat dalam pembangunan nasional Indonesia, tetapi

perannya masih sangat dibatasi. Kepentingan nasional, dalam hal ini, masih menjadi

pertimbangan dalam merumuskan keterlibatan asing dalam pembangunan.

Namun, pertimbangan-pertimbangan semacam ini, tampaknya sudah

dihilangkan sama sekali. UU No. 25 Tahun 2007 menghapuskan sama sekali proteksi

semacam itu, dan justru mendorong perlakuan yang sama antara pengusaha lokal atau

nasional dengan asing.

Beberapa pasal neo-liberalisasi dalam undang-undang tersebut sebagai berikut:

14

Page 15: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

Pasal 1 yang mendefenisikan "Ketentuan Umum" yang mempunyai banyak

ayat itu pada intinya menyatakan tidak ada perbedaan antara modal asing dan dalam

negeri.

Pasal 6 mengatakan "Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada

semua penanam modal yang berasal dari negara manapun yang melakukan kegiatan

penanaman modal di Indonesia.

Pasal 7 menegaskan bahwa "Pemerintah tidak akan melakukan tindakan

nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan penanaman modal kecuali dengan

undang-undang.

Pasal 8 ayat 3 menyatakan "Penanam modal diberi hak untuk melakukan

transfer dan repatriasi dalam valuta asing", yang dilanjutkan dengan perincian tentang

apa yang boleh ditransfer, yaitu sebanyak 12 jenis, yang praktis tidak ada yang tidak

boleh ditransfer Pasal 12 mengatakan bahwa semua bidang usaha atau jenis usaha

terbuka bagi kegiatan penanaman modal kecuali produksi senjata dan bidang usaha

yang dinyatakan secara tertutup berdasarkan undang-undang. Hak atas tanah menjadi

95 tahun untuk Hak Guna Usaha, 80 tahun untuk Hak Guna Bangunan dan 70 tahun

untuk Hak Pakai

Dilihat dari pasal-pasal di atas, betapa undang-undang penanaman modal ini

tidak memberikan sedikitpun katup pengaman bagi industri dalam negeri. Industri-

industri lokal akan dibiarkan masuk dalam hutan belantara persaingan berdasarkan

prinsip survival of the fittest.

15

Page 16: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

3. Aktualisasi Pengamalan Pancasila Dalam Mewujudkan Ekonomi yang Berkeadilan

Pancasila menggambarkan Indonesia, yang penuh dengan nuansa plural, yang

secara otomatis menggambarkan bagaimana multikulturalnya bangsa kita. Ideologi

Pancasila hendaknya menjadi satu panduan dalam berbangsa dan bernegara.

Para founding father kita dengan cerdas dan jitu telah merumuskan formula

alat perekat yang sangat ampuh bagi negara bangsa yang spektrum kebhinekaannya

teramat lebar (multi-facet natio state) seperti Indonesia. Alat perekat tersebut tiada

lain adalah Pancasila yang berfungsi pula sebagai ideologi, dasar negara serta jatidiri

bangsa.28 Sampai kini Pancasila diyakini sebagai yang terbaik dari sekian alternatif yang

ada, merupakan ramuan yang tepat dan mujarab dalam mempersatukan bangsa,

sehingga Prof. Dr. Syafi'i Maarif menyebutnya sebagai “Indonesia Masterpiece” (Karya

Agung Bangsa Indonesia)29. Namun demikian Pancasila tidak akan dapat memberi

manfaat apapun manakala keberadannya hanya bersifat sebagai konsep atau software

belaka. Untuk dapat berfungsi penuh sebagai perekat bangsa. Pancasila harus

diimplementasikan dalam segala tingkat kehidupan, mulai dari kehidupan pribadi,

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan dalam segala aspek meliputi politik,

ekonomi, budaya, hukum dan sebagainya.

Dalam kaitannya dengan lingkungan strategis global, maka peranan Pancalisa

sangat relevan dan bahkan sangat perlu untuk diberdayakan ketangguhannya melalui

aktualisasi dan pengamalan nilai-nilainya.

28 Ika Dewi Ana dkk, Pemikiran Para Pemimpin Negara Tentang Pancasila: Sebuah Bunga Rampai (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2006), hal.33. 29 Ibid.

16

Page 17: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi secara

obyektif dan subyektif. Aktualisasi pancasila secara obyektif yaitu adalah pelaksanaan

Pancasila dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik

bidang legislatif, eksekutif, yudikatif maupun semua bidang kenegaraan lainnya.

Aktualisasi obyektif ini terutama berkaitan dengan realisasi dalam bentuk perundang-

undangan negara Indonesia.30

Sedangkan aktualisasi Pancasila secara subyektif adalah pelaksanaan Pancasila

dalam setiap pribadi, perseorangan, setiap warga negara, setiap individu, setiap

penduduk, setiap penguasa dan setiap orang Indonesia. Dengan demikian pelaksanaan

Pancasila yang subyektif sangat berkaitan dengan kesadaran, ketaatan serta kesiapan

individu untuk mengamalkan Pancasila. Aktualisasi Pancasila yang subyektif ini justru

lebih penting dan aktualisasi yang obyektif, karena aktualisasi yang subyektif ini

merupakan persyaratan keberhasilan aktualisasi yang obyektif.31

Pengaktualisasian Pancasila dalam bidang ekonomi yaitu dengan menerapkan

sistem ekonomi Pancasila yang berkeadilan menekankan pada harmoni mekanisme

harga dan sosial (sistem ekonomi campuran), bukan pada mekanisme pasar bebas

(liberalisasi) yang mensyaratkan adanya dominasi pemilik modal terhadap sumber

daya alam dan sumber kekayaan alam.

Pengembangan Sistem Ekonomi Pancasila yang berkeadilan dapat menjamin

dan berpihak pada pemberdayaan koperasi serta usaha menengah, kecil, dan mikro

(UMKM). Selain itu ekonomi yang berdasarkan Pancasila tidak dapat dilepaskan dari 30 Gunaryadi, Bahan Kuliah Ideologi, Lemhannas RI, tahun 2010.31 Loc.Cit.

17

Page 18: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

sifat dasar individu dan sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang

lain untuk memenuhi semua kebutuhanya tetapi manusia juga mempunyai kebutuhan

dimana orang lain tidak diharapkan ada atau turut campur.

Ekonomi menurut Pancasila adalah berdasarkan asas kebersamaan,

kekeluargaan yang bersendikan keadilan artinya walaupun terjadi persaingan namun

tetap dalam kerangka tujuan bersama sehingga tidak terjadi persaingan bebas yang

mematikan.32

Dengan demikian pelaku ekonomi di Indonesia dalam menjalankan usahanya

tidak melakukan persaingan bebas, meskipun sebagian dari mereka akan mendapat

keuntungan yang lebih besar dan menjanjikan. Hal ini dilakukan karena pengamalan

dalam bidang ekonomi harus berdasarkan keadilan. Jadi interaksi antar pelaku

ekonomi sama-sama menguntungkan dan tidak saling menjatuhkan. Pilar Sistem

Ekonomi Pancasila yang meliputi: 1. ekonomika etik dan ekonomika humanistik, 2.

nasionalisme ekonomi dan demokrasi ekonomi, 3. ekonomi berkeadilan sosial.33

Mubyarto34 merumuskan Ekonomi Pancasila sebagai sistem ekonomi yang

bermoral Pancasila, dengan lima platform sebagai manifestasi sila-sila Pancasila yaitu

moral agama, moral kemerataan sosial, moral nasionalisme ekonomi, moral

kerakyatan, dan moral keadilan sosial. Ekonomi Pancasila merupakan prinsip-prinsip

moral (ideologi) ekonomi yang diderivasikan dari etika dan falsafah Pancasila. Oleh

karena itu, selain berisi cita-cita visioner terwujudnya keadilan sosial, ia juga

32 Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, Cet.I, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2000). hal.42.33 Ibid.34 Mubyarto, Ekonomi Pancasila. (Yogyakarta: BPFE-UGM, 2002), hal.39.

18

Page 19: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

mengangkat realitas sosio-kultur ekonomi rakyat Indonesia, sekaligus ‘rambu-rambu’

yang bernilai sejarah untuk tidak terjerumus pada paham liberalisme dan kapitalisme.

Penerapan platform Ekonomi Pancasila secara utuh (multi-sektoral) dan menyeluruh

(nasional) menempatkan Indonesia sebagai negara yang menganut sistem ekonomi

khas Indonesia yaitu Sistem Ekonomi Pancasila.

Sistem Ekonomi Pancasila sangat relevan dengan kondisi sosial-ekonomi kita

saat ini. Di tengah pesatnya perkembangan ilmu (ideologi) ekonomi global yang sudah

semakin mengarah pada keyakinan layaknya agama, rasanya tidak sulit mengamati

ekses dari kecenderungan global tersebut di Indonesia. Relevansi Ekonomi Pancasila

dapat dideteksi dari cita-cita ideal pendiri bangsa, yang terangkum dalam kajian lima

platform Ekonomi Pancasila yang bersifat holistik dan visio-revolusioner.35

Platform pertama Ekonomi Pancasila yaitu moral agama, yang mengandung

prinsip “roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial,

dan moral”. Pada awalnya founding fathers kita merumuskan politik kemakmuran,

keadilan sosial, dan pembangunan karakter (character building) bangsa yang dilandasi

semangat penerapan ajaran moral dan agama. Itu berarti pembangunan ekonomi

harus beriringan dengan pembangunan moral atau karakter bangsa, dan ditujukan

untuk menjamin keadilan antar sesama makhluk ciptaan Allah SWT, tidak sekedar

pembangunan materiil semata. Inilah moral ekonomi rakyat yang tidak sekedar

mencari untung, melainkan memperkuat silaturahmi, menegakkan hukum-hukum

Allah SWT (syari’ah), dan memperhatikan kepentingan sosial.

35 Ibid.

19

Page 20: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

Platform kedua adalah “kemerataan sosial, yaitu ada kehendak kuat warga

masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial, tidak membiarkan terjadi dan

berkembangnya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial”. Gagasan ini sudah

lama tertuang dalam bagian penjelasan Pasal 33 UUD 45 yang sudah diamandemen

dalam konsep kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran

orang perseorangan.

Platform ketiga adalah “nasionalisme ekonomi; bahwa dalam era globalisasi

makin jelas adanya urgensi terwujudnya perekonomian nasional yang kuat, tangguh,

dan mandiri”. Platform ini sejalan dengan konsep founding fathers kita, khususnya

Bung Karno dan Bung Hatta, perihal politik-ekonomi berdikari yang bersendikan usaha

mandiri (self-help), percaya diri (self reliance), dan pilihan kebijakan luar negeri bebas-

aktif. Kemandirian bukan saja menjadi cita-cita akhir pembangunan nasional,

melainkan juga prinsip yang menjiwai setiap proses pembangunan itu sendiri. Ini

mensyaratkan bahwa pembangunan ekonomi haruslah didasarkan pada kekuatan lokal

dan nasional untuk tidak hanya mencapai nilai tambah ekonomi melainkan juga nilai

tambah sosial-kultural, yaitu peningkatan martabat dan kemandirian bangsa. Oleh

karena itu pokok perhatian seharusnya diberikan pada upaya pemberdayaan ekonomi

rakyat sebagai tulang punggung ekonomi nasional.

Platform keempat adalah “demokrasi ekonomi berdasar kerakyatan dan

kekeluargaan; koperasi dan usaha-usaha kooperatif menjiwai perilaku ekonomi

perorangan dan masyarakat”. Prinsip ini dijiwai oleh semangat Pasal 33 UUD 1945,

yang kini sudah di amandemen keempat. Perubahan ini telah menghilangkan seluruh

20

Page 21: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

Penjelasan UUD 1945 termasuk Penjelasan Pasal 33 yang berisikan prinsip-prinsip

demokrasi ekonomi dan landasan konstitusional koperasi. Oleh karena itu, upaya

penegakan demokrasi ekonomi nampaknya berhadapan dengan upaya-upaya untuk

memperjuangkan pasar bebas (liberalisasi), yang menjadi senjata penganut paham

liberalisme dan kapitalisme. Isu-isu yang kemudian dicuatkan diantaranya adalah

privatisasi BUMN dan liberalisasi impor.

Platform kelima (terakhir) adalah “keseimbangan yang harmonis, efisien, dan

adil antara perencanaan nasional dengan desentralisasi ekonomi dan otonomi yang

luas, bebas, dan bertanggungjawab, menuju pewujudan keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia”. Tujuan keadilan sosial juga mencakup keadilan antar wilayah

(daerah), yang memungkinkan seluruh wilayah di Indonesia berkembang sesuai

potensi masing-masing. Oleh karena itu pengalaman pahit sentralisasi politik-ekonomi

era Orde Baru dapat kita jadikan pelajaran untuk menyusun strategi pembangunan

nasional. Inilah substansi negara kesatuan yang tidak membiarkan terjadinya

ketimpangan sosial-ekonomi antardaerah melalui pemusatan aktivitas ekonomi oleh

pemerintah pusat, dan di pusat pemerintahan. Paradigma yang kemudian dibangun

adalah pembangunan Indonesia, bukannya pembangunan di Indonesia seperti yang

dilakukan Orde Baru dengan paham developmentalism yang netral visi dan misi.

Gagasan para pendiri bangsa kita yang sejalan dengan praktek ekonomi rakyat,

menentang keras praktek ekonomi yang neo-liberal-kapitalistik kiranya menyadarkan

kita akan perlunya perombakan sistem ekonomi tersebut. Inilah relevansi lima

platform Ekonomi Pancasila yang dapat menjadi panduan (guidance) bagi pergantian

21

Page 22: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

sistem dan ideologi ekonomi menjadi ekonomi yang lebih bermoral, berkerakyatan,

dan berciri ‘ke-Indonesia-an’, sehingga lebih menjamin upaya pewujudan keadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa pertumbuhan dan pembangunan

ekonomi dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Faktor ekonomi

yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang paling penting

adalah sumber daya alam dan sumber kekayaan alam. Sehingga, pemanfaatan dan

penggunaan kedua sumber tersebut harus sejalan dan selaras dengan nilai-nilai

Pancasila agar tercapai tujuan nasional. Sedangkan faktor nonekonomi yang

menentukan adalah mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan

politik, kelembagaan, dan sistem yang berkembang dan berlaku. Oleh karenanya,

political will pemerintah harus mengedepankan nilai-nilai keadilan dalam

pembangunan nasional, diwujudkan dengan peraturan perundang-undangan yang

lebih memihak kepada rakyat.

Pada tataran yang demikian, maka keberadaan Pancasila sebagai suatu

pedoman dan arahan pembangunan nasional menjadi mutlak adanya. Aktualisasi

Pancasila secara obyektif menuntut realisasi dalam setiap aspek penyelenggaraan

negara, baik bidang legislatif, eksekutif, yudikatif maupun semua bidang kenegaraan

lainnya. Aktualisasi obyektif ini terutama berkaitan dengan realisasi dalam bentuk

perundang-undangan negara Indonesia.

Sedangkan aktualisasi pancasila secara subyektif adalah pelaksanaan Pancasila

dalam setiap pribadi, perseorangan, setiap warga negara, setiap individu, setiap

22

Page 23: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

penduduk, setiap penguasa dan setiap orang Indonesia. Pelaksanaan Pancasila yang

subyektif sangat berkaitan dengan kesadaran, ketaatan serta kesiapan individu untuk

mengamalkan Pancasila. Aktualisasi Pancasila yang subyektif ini justru lebih penting

dari aktualisasi yang obyektif, karena aktualisasi yang subyektif ini merupakan

persyaratan keberhasilan aktualisasi yang obyektif.

Selanjutnya, bahwa dalam pengembangan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi

terbuka di era globalisasi, maka dalam tataran instrumental dan praksisnya kita

membutuhkan interpretasi nilai-nilai Pancasila dalam berbagai aspek kehidupan

(politik, ekonomi, sosbud, dan hankam), yang didukung oleh pemikiran-pemikiran baru

yang relevan.

C. PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat

diambil suatu kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, faktor - faktor yang mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan

ekonomi , adalah faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Terhadap faktor ekonomi,

seperti sumber daya alam dan sumber kekayaan alam pemanfaatan dan penggunaan

kedua sumber tersebut harus sejalan dan selaras dengan nilai-nilai Pancasila agar

tercapai tujuan nasional. Sedangkan faktor nonekonomi, political will pemerintah

sangat menentukan keberhasilan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

23

Page 24: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

Kedua, keberadaan Pancasila sebagai suatu pedoman dan arahan

pembangunan dan pertumbuhan ekonomi menjadi mutlak adanya, oleh karenanya

aktualisasi pengamalan Pancasila di bidang ekonomi harus dilakukan dengan objektif

dan subyektif. Aktualisasi Pancasila yang subyektif ini justru lebih penting dari

aktualisasi yang obyektif, karena aktualisasi yang subyektif ini merupakan persyaratan

keberhasilan aktualisasi yang obyektif.

Ketiga, dengan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila di bidang ekonomi

akan mampu mewujudkan ekonomi yang berkeadilan dalam rangka menghadapi

persaingan bebas (liberalisasi) dan globalisasi yang tengah berlangsung. Dengan

demikian, tujuan nasional untuk mensejahterakan rakyat akan terwujud dan tercipta

ketahanan nasional di bidang ekonomi.

2. Saran

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan sumbangsaran pemikirannya,

yakni sebagai berikut:

Pertama, dibutuhkan keberpihakan pemerintah dan legislatif baik di tingkat

pusat maupun di daerah untuk mengangkat masyarakat yang sekarang ini

terpinggirkan menjadi pelaku aktif ekonomi daerah maupun nasional. Program-

program pembinaan dan dukungan pendanaan bagi UMKM perlu ditingkatkan. Selain

itu juga sinergi antara perusahaan besar-menengah-kecil juga perlu diperkuat demi

menciptakan basis industri yang kuat dan efisien.

24

Page 25: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

Kedua, perlu dibentuk peraturan perundang-undangan tentang pokok-pokok

pembangunan nasional sebagai paying hukum (umbrella act) terhadap seluruh bidang

ekonomi yang bercirikan dan bermuatan nilai-nilai Pancasila.

Demikianlah sumbangsaran singkat penulis dalam penulisan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Budi Winarno, Globalisasi dan Krisis Demokrasi, Cet.I. Yogyakarta: MedPress, 2007.

Dardji Darmodiharjo, Orientasi Singkat Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional, 1981.

Didin S. Damanhuri, Indonesia: Negara, Civil Society dan Pasar Dalam Kemelut

Globalisasi, Cet.I, Depok: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia, 2009.

Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Edisi Revisi, Jakarta:Raja Grafindo

Prada, 2005.

25

Page 26: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

Eddy Oetomo, Bahan Kuliah Wawasan Nusantara, Lemhannas RI, tahun 2010.

Gunaryadi, Bahan Kuliah Ideologi, Lemhannas RI, tahun 2010.

Ika Dewi Ana dkk, Pemikiran Para Pemimpin Negara Tentang Pancasila: Sebuah Bunga

Rampai, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2006.

Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, Cet.I, Yogyakarta: BPFE-UGM, 2000.

_________. Ekonomi Pancasila. Yogyakarta: BPFE-UGM, 2002.

_________. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat dan Peranan Ilmu-Ilmu Sosial, Yogyakarta,

2002.

Ohmae, Keniche .Hancurnya Negara Bangsa: Bangkitnya Negara Kawasan dan Geliat

Ekonomi Regional di Dunia Tak Terbatas, Yogyakarta: Qalam, 2002.

Petras, James dan Henry Veltmeyer, Judul Asli: Globalization Unmasked: Imperialism in

the 21th Century, diterjemahkan oleh Agung Prihantoro. Imperialisme Abad 21,

Cet.I. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002.

Samsul Wahidin, Pokok-Pokok Kewarganegaraan, Cet.I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2010.

Todaro Michael P. dan Stephen C. Smith, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga,

Jakarta: Erlangga, 2003.

Jurnal, Makalah, Majalah, Internet dll.

Analisis Dinamika Pasar Kerja I, Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi,

2007.

Carunia Mulya Firdausy, “Kebijakan Ekonomi dalam Mengatasi Kemiskinan dan

Penganggguran di Indonesia". Jurnal Dinamika Masyarakat, Vol. VI, No. 3,

Desember 2007.

Rajagukguk, Erman. ”Hukum Ekonomi Indonesia Memperkuat Persatuan Nasional,

Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial,”

Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum

Nasional ke VIII yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional,

Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Denpasar, 14-18 Juli 2003.

26

Page 27: Tugas Perorangan Idelogi - Ekonomi Pancasila

Ryan Kiryanto, Stabilitas Moneter-Perbankan 2007 dan Tantangan 2008, Makalah,

Jakarta, 3 April 2007.

Silalahi, Pande Radja, “Tuntutan Menggerakkan Sektor Riil”. Analisis CSIS Vol. 36 No. 3,

September 2007.

Sembiring, Eddy R. “Meraih Competitive Advantage Melalui Learning Organization”.

Media Akuntansi Edisi 36, 2003.

http://www.gudangmateri.com. Diakses tanggal 18 Oktober 2010.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangunan_ekonomi. Diakses tanggal 18 Oktober

2010.

http://bps.go.id. Diakses tanggal 18 Oktober 2010.

27