tugas kelompok
DESCRIPTION
Teori Kepribadian Alfred AdlerTRANSCRIPT
TEORI KEPRIBADIAN ALFRED ADLER
Psikologi Individual
MAKALAH
Ditulis oleh:
Theresia Tjandra (12120080006)
Shindy Suhada (12120080013)
Merliana Paulus Abung (12120080026)
Ifonny Pasongli (12120080027)
Ryan Daniel de Fretes (12120080029)
Yurike A. Ranteallo (12120080031)
Novia (12120080037)
Joice Novita Limpo (12120080039)
Restu Randesalu (12120080045)
Fakultas Psikologi
Universitas Pelita Harapan Surabaya
2009
Teori Kepribadian Alfred Adler
Psikologi Individual
1. Pendahuluan
Makalah ini adalah tulisan yang disusun sebagai salah satu tugas dari mata kuliah
Psikologi Kepribadian. Di dalam tulisan ini, tim penulis akan memaparkan mengenai
dasar-dasar yang perlu diketahui dari teori kepribadian yang dikembangkan oleh
Adler, salah seorang psikolog Neo-Freudian, yang telah banyak berkontribusi di
dalam bidang psikologi.
Secara umum, makalah ini akan terdiri dari empat bahasan penting, yaitu mulai
dari memaparkan teori-teori Adler yang disadur dari beberapa buku, lalu diikuti oleh
kelebihan dan kelemahan teori Adler tersebut menurut tim penulis. Selanjutnya, tim
penulis mengutip beberapa kritik dari para ahli mengenai teori Adler ini, dan pada
akhirnya tim penulis akan memberikan aplikasi teori ini, dengan cara mengutip
berbagai artikel koran, internet, maupun dari kehidupan tokoh besar dunia, yang
mendukung teori Adler tersebut. Tim penulis menyertakan aplikasi-aplikasi ini
dengan harapan agar pembaca dapat melihat dengan jelas bagaimanakah teori Adler
tersebut, dan pada akhirnya pembaca dapat mengidentifikasi hal-hal yang ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari yang juga signifikan terhadap teori kepribadian Adler.
Karena itu, dalam pembahasan selanjutnya, tim penulis akan menyajikan teori Adler
tersebut secara singkat dan padat, agar pembaca dapat dengan mudah menangkap
garis besar pemikiran sang teoris terkemuka, Alfred Adler.
2. Biografi Alfred Adler
Teori kepribadian Adler, lebih sering dikenal sebagai Psikologi Individual,
adalah suatu teori yang sampai sekarang banyak dipakai dalam dunia psikologi. Dari
teori seseorang, kepribadian orang itu sendiri pun sesungguhnya dapat diungkap.
Karena itu, untuk bisa mengerti pemikiran dan teori Adler, sungguh bijak bila dimulai
dengan mengenal sang teoris lebih dalam.
Alfred Adler dilahirkan pada tanggal 7 Pebruari 1870 di Viena (Austria) dan
wafat pada tanggal 28 Mei 1937 di Aberdeen (Skotlandia). Ia adalah seorang Yahudi
1
yang lahir dari keluarga berstatus sosial-ekonomi menengah pada saat itu. Semasa
mudanya, Adler mengalami masa-masa yang sangat sulit. Ketika ia berusia 5 tahun ia
terkena penyakit pneumonia (radang paru-paru) yang menurut dokter hampir mustahil
untuk disembuhkan. Ketika mendengar kabar tersebut, Adler berjanji jika ia bisa
sembuh maka ia akan menjadi dokter dan bertekad untuk memerangi penyakit yang
mematikan tersebut. Akhirnya pada tahun 1895, setelah dinyatakan sembuh dari
penyakitnya, ia benar-benar mewujudkan tekadnya dan berhasil meraih gelar sarjana
kedokteran dari University of Vienna. Ia akhirnya dikenal sebagai seorang ahli
penyakit dalam.
Pada tahun 1898, ia menulis buku pertamanya yang memfokuskan pada
pendekatan kemanusiaan dan penyakit dari sudut pandang individu sebagai pribadi,
dan bukan membagi-baginya menjadi gejala, insting, atau dorongan-dorongan. Pada
tahun 1902, ia mendapat tawaran kerjasama dari Freud untuk bergabung dalam
kelompok diskusi untuk membahas masalah psikopatologi. Adler akhirnya ikut
bergabung dan kemudian menjadi pengikut setia Freud, namun hubungan tersebut
tidak berlangsung lama. Pada tahun 1907, Adler menulis sebuah paper berjudul
"Organ Inferiority" yang menjadi pemicu rusaknya hubungan Freud dengan Adler.
Dalam tulisan tersebut Adler mengatakan bahwa setiap manusia pada dasarnya
mempunyai kelemahan organis. Berbeda dengan hewan, manusia tidak dilengkapi
dengan alat-alat tubuh untuk melawan alam. Kelemahan-kelemahan organis inilah
yang justru membuat manusia lebih unggul dari makhluk-makhluk lainnya, karena
mendorong manusia untuk melakukan kompensasi (menutupi kelemahan). Adler juga
tidak sependapat dengan teori psikoseksual Freud. Pada tahun 1911, Adler
meninggalkan kelompok diskusi, bersama dengan delapan orang koleganya, dan
mendirikan sekolah sendiri. Sejak itu ia tidak pernah bertemu lagi dengan Freud.
3. Teori Kepribadian Alfred Adler
Semasa hidupnya, Adler membangun sebuah teori, dengan mengungkapkan
beberapa poin penting dalam menjelaskan kepribadian manusia. Dalam usahanya
tersebut, Adler mengusulkan sebuah kerangka pemikiran yang terdiri dari enam
diktum penting, yang akan dibahas selanjutnya, yaitu:
1. Satu-satunya kekuatan dinamis dibalik perilaku manusia adalah perjuangan
menuju keberhasilan atau keunggulan.
2. Persepsi-persepsi subjektif manusia membentuk perilaku dan kepribadian.
2
3. Kepribadian merupakan sebuah kesatuan dan konsisten –dalam-diri.
4. Nilai semua aktivitas manusia harus dilihat dari sudut pandang kepedulian sosial.
5. Struktur kepribadian yang selalu konsisten dalam-diri ini berkembang menjadi
gaya hidup pribadi.
6. Gaya hidup dibentuk oleh daya kreatif manusia.
3.1 Perjuangan Menuju Keberhasilan atau Keunggulan
Diktum pertama teori Adlerian adalah: Satu-satunya kekuatan dinamis di balik
perilaku manusia adalah perjuangan menuju keberhasilan atau keunggulan.
3.1.1 Tujuan Akhir
Menurut Adler manusia selalu berjuang menuju sebuah tujuan akhir entah
keunggulan pribadi maupun keberhasilan bagi seluruh kemanusiaan. Tujuan
akhir itu sendiri merupakan sebuah fiksionalisme dan tidak memiliki eksistensi
objektif. Tujuan akhir baru memiliki makna penting jika dia sanggup
menyatukan kepribadian dan menjadikan semua perilaku bisa dipahami.
Tujuan akhir adalah prodik dari daya kreatif, yaitu kemampuan manusia untuk
membentuk dengan bebas perilaku mereka dan menciptakan kepribadian
mereka sendiri.
Ketika anak berusia empat atau lima tahun, daya kreatif mereka telah
berkembang sampai ke satu titik yang pada titik tersebut mereka dapat mulai
menetapkan tujuan akhir. Untuk memperjuangkan tujuan akhir, manusia
menciptakan dan mengejar banyak tujuan pendukung. Jika dilihat dari sudut
pandang akhir, semua tujuan pendukung ini akan bersesuaian satu sama lain
dengan pola yang selalu konsisten dalam dirinya.
3.1.2 Daya Juang sebagai Kompensasi
Diawali Adler percaya kalau kelahiran manusia dengan tubuh yang kecil,
lemah dan inferior merupakan sebuah “anugerah” (Feist, 2008). Dilihat dari
pernyataan Adler tersebut, dia yakin bahwa individu memulai hidupnya
dengan kelemahan fisik yang mengaktifkan perasaan inferior. Inferioritas bagi
Adler diartikan sebagai perasaan lemah dan tidak cakap dalam menghadapi
tugas yang harus diselesaikan. Inferioritas merupakan suatu perasaan yang
3
menggerakkan orang untuk berjuang menjadi superioritas. Disisi lain perasaan
inferior menjadi negatif, tetapi disisi lain menjadi dorongan bagi individu
untuk menuju keunggulan.
Berangkat dari teorinya tentang adanya inferiority karena kekurangan fisik
yang berusaha diatasi manusia, ia memperluas teorinya dengan menyatakan
bahwa perasaan inferior adalah umum. Setiap manusia pasti punya perasaan
inferior karena kekurangannya dan berusaha melakukan kompensasi atas
perasaan ini. Kompensasi ini bisa dalam bentuk menyesuaikan diri ataupun
membentuk pertahanan yang memungkinkannya mengatasi kelemahan
tersebut. Setiap individu sejak lahir memiliki kemampuan untuk berjuang
menuju kesuksesan, akan tetapi tinggal bagaimana individu memproses
kemampuan tersebut dalam hidupnya. Contohnya seorang dengan tubuh lemah
tidak selalu menjadi seorang atlet yang kuat namun dia bisa menjadi seniman,
penulis, atau aktor.
3.1.3 Perjuangan menuju Keunggulan Pribadi
Selanjutnya, Adler juga membahas tentang perjuangan menuju keunggulan
pribadi, yaitu dorongan untuk mengatasi inferioritas dengan mencapai
keunggulan. Dorongan ini sifatnya bawaan dan merupakan daya penggerak
yang kuat bagi individu sepanjang hidupnya. Adanya perjuangan menuju
keunggulan pribadi menyebabkan manusia selalu berkembang ke arah
kesempurnaan. Teorinya ini yang membuat Adler memiliki pandangan lebih
optimis dan positif terhadap manusia serta lebih berorientasi ke masa depan.
Beberapa orang berjuang menuju keunggulan secara egois, maksudnya
tidak peduli dengan orang lain dan terpusat untuk mendapatkan keunggulan
diri sendiri. Hal ini disebabkan oleh perasaan inferior yang berlebihan.
Biasanya hal ini dilakukan oleh orang-orang plagiat, psikopat, pencuri, dan
lain-lain. Contohnya, seorang guru SMA yang selalu berkumpul dengan anak-
anak didiknya saat jam istirahat, sehingga kebanyakan siswa-siswi menjalin
hubungan pribadi dengannya. Ketika hubungan pribadi terjalin semakin erat,
dia memberikan saran maupun solusi pada masalah-masalah yang diceritakan
siswa-siswi yang dekat dengannya. Karena hal tersebut dia memiliki citra guru
yang supel dan pehatian. Tindakannya ini ternyata termotivasi oleh
4
kompensasi yang berlebihan, sehingga menimbulkan keunggulan pribadi yang
dilebih-lebihkan.
Jika dilihat dari contoh yang disampaikan bisa diketahui bahwa guru
tersebut mengejar keunggulan pribadi yaitu dianggap sebagai pengajar yang
supel dan perhatian. Hal ini berdampak bagi pengajar-pengajar lainnya yang
tidak dekat dengan siswa-siswi yaitu kemungkinan tidak adanya dukungan
terhadap mereka dalam proses pengajaran.
3.1.4 Perjuangan menuju Keberhasilan
Perjuangan menuju keberhasilan berbeda dengan perjuangan menuju
keunggulan pribadi, karena usaha yang dilakukan tidak hanya memikirkan
keunggulan pribadi. Dalam hal ini individu lebih memikirkan kepedulian
sosial dan keberhasilan seluruh individu, suatu kemajuan sosial lebih penting
daripada pujian pribadi. Individu ingin mencapai keberhasilan, bukan sekedar
pujian dari orang lain.
Di samping itu, individu yang tidak mementingkan pujian pribadi serta
memikirkan kemajuan sosial menjadi individu yang tidak egois dan dapat
diajak bekerja sama karena pada hakekatnya tiap individu merupakan makhluk
sosial yang membutuhkan orang lain dalam mencapai suatu keberhasilan. Hal
ini juga dapat membuat setiap individu dapat melihat orang lain bukan sebagai
musuh untuk bersaing menuju suatu keberhasilan dan tidak menghitung
untung-rugi dalam bekerja sama.
3.2 Persepsi-persepsi Subjektif
Diktum kedua teori Adler adalah: Persepsi-persepsi subjektif manusia
membentuk perilaku dan kepribadian mereka. Perjuangan menuju keunggulan
ataupun keberhasilan merupakan kompensasi bagi perasaan inferioritas manusia, dan
cara individu berjuang didasarkan pada fiksi-fiksi, harapan-harapan, atau persepsi
subjektif mereka terhadap realitas.
3.2.1 Fiksionalisme
Fiksi merupakan hal yang penting dalam usaha kita mencapai keberhasilan
seseorang karena hal tersebut merupakan tujuan seseorang untuk menjadi
unggul dan berhasil. Tujuan finalseseorang dalam mencapai keberhasilan akan
menuntun gaya hidup kita dan memberikan integritas bagi kepribadian kita.
5
Penekanan Adler tentang fiksi ini lebih menyoroti tujuan atau kondisi
akhir di masa depan, sedangkan kausalitas masih melihat pengalaman-
pengalaman masa lalu yang menghasilkan beberapa akibat di masa kini.
Adanya pandangan Adler ini, manusia termotivasi oleh pandangan-pandangan
mereka tentang masa depan.
Adanya fiksionalisme ini menjadikan individu lebih termotivasi untuk
mencapai keunggulan atau keberhasilan dalam kehidupan. Hal ini juga akan
membuat individu yang tadinya lemah, kecil dan inferior memiliki keyakinan
untuk mengatasi kelemahan-kelemahan fisik tersebut menjadi suatu keung-
gulan dan keberhasilan.
3.2.2 Inferioritas Fisik
Adler menegaskan bahwa seluruh ras manusia “diberkati” dengan
inferioritas organ-organ tubuhnya. Kelemahan fisik yang dipunyai oleh
seseorang tidak mempengaruhi gaya hidup mereka malah itu semakin
membuat mereka menjadikan perasaan-perasaan inferioritas tersebut sebagai
cara untuk mendapat kesehatan secara psikologis walaupun fisik mereka tidak
memperlihatkan hal seperti itu.
Adler sendiri pada waktu kecil adalah seorang anak yang lemah dan sakit-
sakitan, namun hal tersebut tidak membuat dia kurang, malah itu yang
memotivasi dia menjadi seorang dokter.
Adler menekankan bahwa kelemahan-kelemahan fisik saja tidak
menyebabkan gaya hidup sendiri, dimana kesehatan fisik akan menyediakan
motivasi untuk mencapai suatu tujuan di masa depan.
3.3 Kesatuan dan Konsistensi-dalam-Diri Kepribadian
Diktum ketiga teori Adlerian adalah: Kepribadian disatukan dan konsisten-
dalam-diri.
Dalam terminologi psikologi individu, Adler berharap dapat menekankan bahwa
setiap orang itu unik dan tidak bisa terbagi-bagi. Pikiran, perasaan, dan tindakan
semuanya mengarah kepada satu tujuan. Adler menemukan beberapa ciri operasi
secara keseluruhan dengan kesatuan dan konsistensi diri.
3.3.1 Dialek Organ Tubuh
Adler mengatakan sebuah pribadi secara keseluruhan dengan cara yang
konsisten dalam sirinya menuju satu tujuan tunggal. Gangguan tidak bisa
6
dilihat secara terpisah karena gangguan ini mempengaruhi seluruh
kepribadian. Melalui dialek organ tubuh dapat menunjukkan ekspresi individu
lebih jelas daripada harus mengatakan langsung dengan kata-kata.
3.3.2 Alam Sadar dan Alam Bawah Sadar
Adler mendefinisikan bahwa alam bawah sadar sebagai bagian dari tujuan
yang tidak terumuskan dengan jelas atau tidak sepenuhnya dimengerti oleh
individu. Adler tidak menyetujui pendapat dari Freudian bahwa alam bawah
sadar dan alam sadar adalah suatu yang terpisah namun Adler mengatakan
bahwa kedua hal ini adalah satu dan tidak dapat dipisahkan dan saling bekerja
sama. Pikiran sadar adalah pikiran yang dimengerti dan digunakan oleh
seseorang untukl membantu mereka mencapai suatu tujuan, sementara pikiran-
pikiran bawah sadar adalan pikiran yang tidak dapat membantunya secara
langsung.
3.4 Kepedulian Sosial
Diktum keempat Adler adalah: Nilai semua aktivitas manusia harus dilihat dari
sudut pandang kepedulian sosial. Kepedulian sosial adalah sebuah sikap
keterhubungan dengan kemanusiaan pada umumnya, sebuah empati bagi semua
anggota komunitas manusia, dalam arti manusia bekerja sama dengan orang lain
dengan kemajuan sosial.
3.4.1 Asal Usul Kepedulian Sosial
Setiap orang sudah memiliki kepedulian sosial yang muncul selama bulan-
bulan awal hidupnya karena setiap orang yang bertahan melewati masa bayi
sebenarnya dipertahankan hidupnya oleh pribadi keibuan yang juga
menanamkan sejumlah kepedulian sosial dalam dirinya. Adler mengemukakan
bahwa ibu dan ayah mempengaruhi kepedulian sosial anak dengan cara yang
berbeda. Tugas ibu adalah mengembangkan ikatan antara ibu dan anak yang
akan memperkuat kepedulian sosial anak, serta menanamkan perasaan kerja
sama. Artinya, ibu harus dengan tulus tanpa kepalsuan menyayangi anak
dengan cinta yang berpusat pada kesejahteraan (well-being) si anak, bukan
hanya kebutuhan atau keinginan sang ibu.
Hubungan kasih sayang yang sehat berkembang dari sebuah dorongan
yang benar untuk merawat anak, suami, dan orang lain sehingga jika ibu sudah
belajar untuk memberikan dan menerima cinta dari orang lain, maka dia tidak
7
akan kesulitan untuk memperluas kepedulian sosial anaknya. Sedangkan
menurut Adler, seorang ayah harus menghindari keterpisahan emosional dari
anak dan otoritaianisme orangtua terhadap anak. Keterpisahan emosional ayah
bisa mempengaruhi anak untuk mengembangkan sebuah perasaan kepedulian
sosial yang cacat, perasaan tertolak, bahkan mungkin menyebabkan anak lebih
dekat kepada ibu (menjauhi sang ayah).
Kesalahan lain yakni otoritarianisme orang tua bisa yang juga
mengarahkan anak pada gaya hidup yang tidak sehat. Karena jika seorang
anak yang melihat ayahnya sebagai seorang tiran maka ia akan belajar untuk
memperjuangkan kekuasaan dan keunggulan pribadi. Adler yakin bahwa efek-
efek lingkungan sosial awal ini sangat penting karena hubungan seorang anak
dengan ibu dan ayahnya begitu kuat sampai-sampai mengikis efek-efek
hereditas. Adler percaya bahwa setelah usia lima tahun, efek-efek hereditas ini
menjadi terburamkan oleh pengaruh kuat lingkungan sosial anak karena pada
saat itu, kekuatan-kekuatan lingkungan telah memodifikasi atau membentuk
hampir setiap aspek kepribadian seorang anak.
3.4.2 Pentingnya Kepedulian Sosial
Adler menjadikan kepedulian sosial sebagai tongkat pengukur untuk
menentukan kesehatan psikologis seseorang dan satu-satunya kriteria bagi
nilai-nilai manusia. Jika manusia sudah memiliki kepedulian sosial, maka dia
sudah mencapai kedewasaan psikologis. Manusia yang tidak dewasa tidak
akan memiliki kepedulian sosial, lebih memusatkan pada diri sendiri, dan
berjuang demi kekuasaan dan keunggulan pribadi terhadap manusia lainnya
karena individu yang sehat benar-benar memedulikan masyarakat dan
memiliki tujuan keberhasilan yang menjadi kompas kesejahteraan semua
orang.
Menurut Adler, kepedulian sosial tidak sama dengan kedermawanan dan
ketidakegoisan karena tindakan-tindakan filantropis dan kebaikan hati bisa
saja dimotivasikan atau tidak dimotivasi oleh rasa kepedulian sosial. Dengan
mudah dapat dipahami bahwa setiap manusia memulai hidup dengan daya
juang dasar yang diktifkan oleh kekurangan-kekurangan fisik yang ada.
Kelemahan fisik ini mengarah pada perasaan inferioritas. Oleh karena itu,
semua orang memiliki perasaan inferioritas. Namun, individu yang tidak sehat
secara psikologis akan mengembangkan perasaan-perasaan inferioritas secara
8
berlebihan dan berusaha mengompensasikannya dengan menetapkan tujuan
yang berbentuk keunggulan pribadi dan lebih termotivasi oleh pencapaian
pribadi daripada kepedulian sosial, sementara individu yang sehat termotivasi
oleh perasaan-perasaan normal ketidaklengkapan dan tingkat kepedulian sosial
yang tinggi serta memperjuangkan tujuan keberhasilan dari sudut pandang
penyempurnaan dan penyelesaian bagi setiap orang.
3.5 Gaya Hidup
Diktum kelima Adler adalah: Struktur kepribadian yang konsisten-dalam-dirinya
ini berkembang menjadi gaya kehidupan tersebut.
Gaya hidup adalah produk dari interaksi hereditas, lingkungan, dan daya kreatif
pribadi. Gaya hidup sebuah pribadi mulai terbangun pada usia empat atau lima tahun
dan setelah usia tersebut, semua tindakan kita berpusat pada gaya hidup kita. Individu
yang tidak sehat secara psikologis sering kali mengarah pada kehidupan yang tidak
fleksibel, ditandai oleh ketidakmampuan memilih cara-cara baru untuk bisa bereaksi
terhadap lingkungannya. Sebaliknya, pribadi yang sehat secara psikologis bersikap
dengan cara yang beragam dan fleksibel dengan gaya hidup yang kompleks, kaya, dan
selalu berubah. Manusia dengan gaya hidup sehat dan berguna secara sosial
mengekspresikan kepedulian sosial mereka lewat tindakan. Mereka mengutamakan
kerja sama, keberanian pribadi, dan kesediaan untuk memberikan kontribusi bagi
kesejahteraan orang lain. Adler percaya bahwa manusi dengan gaya hidup yang
berguna secara sosial merepresentasikan bentuk tertinggi kemanusiaan dalam proses
evolusi dan akan mampu menguasai dunia masa depan.
3.6 Daya Kreatif
Diktum terakhir teori Adlerian adalah: Gaya hidup dibentuk oleh daya kreatif
manusia.
Teori Adlerian mengemukakan bahwa gaya hidup dibentuk oleh daya kreatif
manusia. Daya kreatif menempatkan individu dalam kendali hidup mereka sendiri,
bertanggung jawab bagi tujuan akhir, menentukan metode perjuangan untuk mencapai
tujuan tersebut, dan memberikan kontribusi bagi perkembangan kepedulian sosial.
Adler mengakui pentingnya hereditas dan lingkungan dalam membentuk kepribadian.
Namun begitu, manusia jauh lebih daripada produk hereditas dan lingkungan karena
manusia adalah makhluk kreatif yang tidak hanya bereaksi terhadap lingkungan
9
namun juga bertindak di dalamnya, yang menyebabkan lingkungan bereaksi kembali
pada kita. Manusia menggunakan hereditas dan lingkungan sebagai alat untuk
membangun kepribadian namun daya kreatif-lah yang merefleksikan gaya pribadi itu
sendiri. Adler menggunakan analogi yang menarik, yang disebutnya “hukum pintu
rendah”. Jika kita berusaha melewati sebuah pintu yang hanya empat kaki tingginya,
maka kita memiliki dua pilihan dasar. Pertama, kita dapat menggunakan daya kreatif
kita untuk membungkukkan diri serendah mungkin agar bisa melewatinya sehingga
berhasil masuk dan menyelesaikan masalah tersebut. Ini adalah cara individu yang
sehat secara psikologis memecahkan masalah. Kedua dan sebaliknya, jika kita tetap
memaksa masuk dengan membenturkan kepala sehingga kta terjatuh ke belakang,
maka kita masih harus memecahkan masalah ini dengan benar atau terus saja
membenturkan kepala kita. Individu yang psikologisnya tidak sehat seringkali
memilih mmbenturkan kepala mereka pada realitas hidup.
4. Perkembangan Abnormal
4.1 Deskripsi Umum
Ada satu faktor yang melandasi semua jenis perilaku menyimpang
(maladjustment), yaitu underdeveloped social interest, yaitu kepedulian sosial yang
tidak berkembang (Adler, Feist, 2006 hal. 79). Dalam hal ini, orang yang mengalami
underdeveloped social interest akan sangat kurang kepedulian sosialnya.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa manusia akan mengalami kegagalan
jika dalam kehidupannya, mereka hanya berpusat pada diri sendiri, terlalu sibuk
dengan hal-hal yang bersifat pribadi sehingga kurang memperhatikan orang lain yang
ada di sekitarnya. Hal ini membuat mereka akan terpisah dari komunitas lainnya,
terpisah dari dunia sosial.
Selain dari hal diatas, orang-orang yang mengalami gangguan neurotik
cenderung untuk: (1) menetapkan tujuan akhir yang terlalu tinggi, (2) hidup di
dunianya sendiri, (3) memiliki gaya hidup yang kaku (rigid) dan dogmatis.
4.2 Faktor-faktor Eksternal Perilaku Menyimpang
Penyebab dari perilaku menyimpang ada tiga faktor, dalam pandangan Adler,
yaitu:
a. Kelemahan fisik yang dibesar-besarkan
10
Tiap-tiap orang dilahirkan ke dunia memiliki kelemahan fisik. Mereka yang tidak
dapat menerima kelemahan itu akan mengembangkan sikap rendah diri. Mereka
akan lebih fokus dan sibuk dengan diri sendiri dan kurang memperhatikan orang
lain. Mereka merasa bahwa mereka hidup di negeri musuh, ketakutan mereka
mengalahkan usaha-usaha untuk mencapai kesuksesan. Mereka cenderung
memiliki pandangan hidup individualistik atau lebih tepat disebut selfish,
menyelesaikan masalah-masalah mereka sendiri.
b. Gaya hidup yang manja
Orang-orang manja biasanya berawal dari masa kecil dimana orang tua
memperlakukan anaknya secara berlebihan. Anak yang manja tidak menerima
kasih sayang yang cukup, bahkan merasa tidak dicintai. Orang tua mereka
memperlihatkan kurangnya kasih sayang dengan melakukan terlalu banyak hal
untuk mereka seolah-olah mereka tidak bisa melakukannya sendiri, yang pada
akhirnya mereka merasa bahwa mereka tidak dapat berbuat apa-apa tanpa orang
tua mereka. Karena terlalu dilindungi oleh orang tuanya, mereka pun merasa
takut untuk berpisah dari orang tua. Saat mereka hidup sendirian, mereka akan
merasa tertolak, hal ini semakin menambah perasaan inferioritas mereka.
Ciri-ciri orang yang manja yaitu: memiliki sifat pengecut, terlalu sensitif, tidak
sabar, dan memiliki emosi yang berlebihan. Karena mereka diperlakukan secara
berlebihan, pada akhirnya mereka kurang memiliki kepedulian sosial. Mereka
bahkan memiliki hasrat untuk terus mengulangi kemanjaannya untuk terus
mendapatkan perhatian yang lebih.
c. Gaya hidup yang tertolak
Anak-anak yang merasa tertolak dan tidak dicintai akan menciptakan perasaan-
perasaan yang membuat mereka mengembangkan gaya hidup yang tertolak.
Penolakan adalah konsep yang relatif. Tidak ada seorang pun yang dapat
dikatakan tertolak secara utuh. Keberadaan kita di dunia, melewati masah bayi
hingga saat ini menjadi bukti bahwa sekalipun seseorang merasa tertolak, namun
masih ada satu sisi yang tidak tertolak. Masih ada yang memedulikannya, benih
kepedulian sosial sudah ditanamkan pada dirinya.
Orang yang merasa tertolak akan kurang memiliki kepedulian sosial. Mereka
tidak memiliki kepercayaan diri, tidak mudah untuk percaya pada orang lain,
tidak memiliki kepekaan, tidak dapat bekerja sama, merasa terasing dari orang
11
lain, memiliki rasa iri hati yang kuat terhadap keberhasilan orang lain, dan
umumnya memiliki rasa curiga yang besar serta dapat membahayakan orang lain.
4.3 Kecenderungan Melindungi Diri
Kecenderungan melindungi diri merupakan suatu pola perilaku tertentu yang
diciptakan manusia untuk melindungi perasaan harga diri mereka, memampukan
mereka untuk menyembunyikan citra diri mereka yang berlebihan dan
mempertahankan gaya hidup mereka.
Konsep Adler mengenai Safeguarding Tendencies ini bisa dibandingkan dengan
Self Defence Mechanism yang dikemukakan oleh Freud. Persamaan dari keduanya
yaitu perlindungan diri ini dibentuk untuk melindungi diri terhadap kecemasan. Selain
adanya persamaan, tentunya ada perbedaan yang sangat signifikan antara keduanya.
Self Defence Mechanism Freud dibentuk dan beroperasi pada alam bawa sadar
manusia untuk melindungi ego dari kecemasan. Sedangkan safeguarding tendencies
Adler sebagian besar disadari demi melindungi harga diri seseorang yang rapuh dari
penghinaan publik.
Kecenderungan melindungi diri yang dikemukakan oleh Adler adalah sebagai
berikut.
a. Excuses (Berdalih)
Berdalih merupakan kecenderungan melindungi diri yang paling umum
dilakukan. Terekspresi dalam format “Ya..., tetapi...” atau “Jika saja...”
Dalam format “Ya..., tetapi...”, manusia terlebih dahulu menyatakan bahwa
mereka ingin bertindak demikian, namun mereka meneruskan dengan
mengatakan sebuah dalih untuk menjelaskan mengapa pada akhirnya mereka
tidak dapat melakukannya. Contohnya seorang mahasiswa berkata kepada
dosennya, “Ya, saya dapat menyelesaikan tugas ini tepat waktu, tetapi kesehatan
saya sedang terganggu.”
Format “Jika saja...” sama dengan format diatas namun cara penyampaiannya
yang berbeda. “Jika saja waktunya masih panjang, saya pasti bisa mengerjakan
soal ujian dengan tuntas.”
Dalih-dalih ini dibuat untuk melindungi rasa percaya diri yang rendah, namun
dibuat seolah-olah tinggi, dan memanipulasi orang lain untuk percaya bahwa diri
mereka lebih unggul daripada yang sebenarnya.
12
b. Aggression (Agresi)
Terdapat tiga bentuk dari agresi, yaitu:
Depreciation
Merupakan suatu kecenderungan untuk menyombongkan diri untuk
merendahkan keberhasilan orang lain dan melebih-lebihkan prestasinya
sendiri. Contoh yang sering kita liat atau bahkan ada diantara kita yang sering
melakukannya yaitu memberikan kritik pedas pada orang lain serta
menyebarkan gosip-gosip tentang orang lain. Misalnya teman Anda yang
menjadi “saingan” utama dalam kelas mendapat gelar sebagai Best Student of
The Years. Agar harga diri Anda tidak jatuh, Anda kemudian berkata: “Dia
mendapat gelar itu karena dia “ada apa-apanya” dengan ketua jurusan kami.”
Accusation
Merupakan perlindungan diri dimana seseorang cenderung menyalahkan
seseorang atas kegagalan dirinya dan berusaha mencari kesempatan untuk
membalasnya agar dapat melindungi rasa percaya dirinya yang rapuh.
Contohnya: “Saya sebenarnya punya kemampuan yang lebih dalam hal
marketing, tetapi anggota tim kerja saya masih pemula. Jadinya kerjaan kami
tidak maksimal.
Self-accusation
Merupakan bentuk agresi yang ditandai oleh adanya rasa bersalah dan
dorongan untuk menyiksa diri sendiri. Penyiksaan diri ini bertujuan untuk
mencapai kepentingan pribadi, namun mereka merendahkan diri agar
memunculkan penderitaan bagi orang lain sembari melindungi rasa
inferioritas mereka.
c. Withdrawal (Menarik Diri)
Dalam menghadapi masalah-masalah hidup, manusia sering kali melarikan diri
dari kesulitan dengan menjaga jarak antara diri mereka dengan masalah yang
dihadapi tersebut, yang dilakukan tanpa disadari ataupun dengan disadari. Adler
menyebut kecenderungan ini sebagai menarik-diri (withdrawal) atau melindungi
diri dari kejauhan. Hal ini dapat menyebabkan perkembangan kepribadian dapat
berhenti.
Ada empat model perlindungan lewat menarik-diri, antara lain:
Mundur ke belakang
13
Mundur ke belakang (moving backward) adalah kecenderungan untuk
melindungi tujuan keunggulan fiksional seseorang dengan mundur secara
psikologis ke periode kehidupan yang lebih aman. Model perlindungan ini
mirip dengan konsep Freud tentang regresi, namun tidak seperti regresi yang
dilakukan tanpa disadari, mundur ke belakang kadang-kadang bisa menjadi
disadari. Mundur ke belakang bisa menarik simpati, tapi pada dasarnya
bersifat merusak.
Diam di tempat
Kecenderungan menarik-diri ini mirip dengan mundur ke belakang namun,
umumnya tidak begitu merusak. Mereka melindungi aspirasi-aspirasi fiksional
mereka karena tidak pernah melakukan sesuatu untuk membuktikan bahwa
mereka tidak dapat mencapai tujuan-tujuan mereka. Contohnya, seorang anak
yang selalu menghindari pertemuan dengan anak lain tidak akan merasa
tertolak oleh mereka. Dengan tidak melakukan apa pun, mereka melindungi
harga diri mereka dan melindungi diri mereka dari kegagalan.
Ragu-ragu
Model perlindungan ragu-ragu (hestitating) berhubungan dekat dengan diam
di tempat. Dalam menghadapi masalah yang sulit, individu sering kali ragu-
ragu untuk melakukan sesuatu sehingga menyebabkan penundaan. Penundaan
ini akhirnya memberi dalih, ”Sudah terlambat sekarang.” Bagi orang lain,
keragu-raguan ini dianggap sebagai tindakan mengalah, namun fungsinya
untuk melindungi harga diri yang dilebih-lebihkan.
Menjadi pengamat
Kecenderungan melindungi-diri yang paling lunak adalah dengan menjadi
pengamat (constructing obstacle). Dengan menjadi pengamat, mereka
melindungi harga diri dan prestise mereka. Jika mereka gagal menaklukkan
rintangan, mereka selalu dapat memiliki kesempatan untuk berdalih.
4.4 Protes Maskulin (Masculine Protest)
Dibandingkan Freud, Adler percaya bahwa kehidupan psikis perempuan pada
esensinya sama dengan laki-laki, dan bahwa masyarakat yang didominasi laki-laki
bukan sesuatu yang alamiah melainkan lebih merupakan produk artifisial
perkembangan sejarah. Menurut Adler, praktik budaya dan sosial – bukannya anatomi
– yang memengaruhi banyak laki-laki maupun perempuan, menekankan secara
14
berlebihan pentingnya menjadi laki-laki, sebuah kondisi yang disebutnya protes
maskulin.
Di banyak masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan menempatkan nilai
inferior pada perempuan. Anak laki-laki sering kali diajarkan sejak dini bahwa
menjadi maskulin berarti menjadi berani, kuat dan dominan. Standar keberhasilan
bagi anak laki-laki adalah menang, menjadi kuat, menjadi di atas. Sebaliknya, anak
perempuan sering kali belajar menjadi pasif dan menerima posisi inferior di
masyarakat.
Freud percaya bahwa ”anatomi adalah sebuah takdir”, dan bahwa dia
menganggap perempuan sebagai ”’benua gelap’ bagi psikologi”. Selain itu, menjelang
akhir hidupnya, dia masih menanyakan ”Apakah yang sebenarnya diinginkan
perempuan?” Menurut Adler, sikap terhadap perempuan seperti ini menjadi bukti bagi
sosok pribadi dengan protes maskulin yang kuat. Terbalik dari pandangan Freud
mengenai perempuan, Adler menganggap perempuan – karena memiliki kebutuhan
fisiologis dan psikologis yang sama dengan laki-laki – kurang lebih juga
menginginkan hal yang sama dengan yang diinginkan laki-laki.
5. Aplikasi dari Psikologi Individual
Implementasi teori Adler dapat dibagi dalam empat wilayah, yaitu: (1) konstelasi
keluarga, (2) rekoleksi awal, (3) mimpi, (4) psikoterapi.
5.1 Konstelasi Keluarga
Dalam terapinya, Adler hampir selalu menanyakan pasien konstelasi keluarga
mereka, yaitu urutan kelahiran mereka, jenis kelamin saudara-saudara kandung
mereka, san perbedaan usia di antara mereka. Meskipun persepsi orang mengenai
situasi yang di dalamnya mereka lahir lebih penting daripada urutan kelahiran namun,
Adler menemukan sejumlah hipotesis mengenai urutan kelahiran ini.
Anak sulung, menurut Adler, biasanya suka sekali memiliki perasaan yang luas
terhadap kekuasaan dan keunggulan, rasa cemas yang tinggi, dan kecenderungan
menjadi terlalu protektif. Anak-anak sulung menempati posisi unik, menjadi satu-
satunya anak yang dimiliki untuk beberapa waktu, dan kemudian pembuangan
(dethronement) traumatis ketika adiknya lahir. Peristiwa ini secara dramatis
mengubah situasi dan pandangan si anak mengenai dunia.
15
Jika si sulung berusia tiga tahun atau lebih ketika adiknya lahir, mereka dapat
memadukan pembuangan ini ke dalam gaya hidup sebelumnya. Jika sebelumnya
mereka sudah menembangkan sebuah gaya hidup yang berpusat pada diri sendiri,
mereka akan merasakan kebencian dan kemarahan terhadap bayi yang baru lahir
namun, jika mereka sudah membentuk gaya kerja sama, mereka akan mengadopsi
sikap yang sama terhadap adik barunya itu. Jika anak sulung berusia kurang dari tiga
tahun ketika adiknya lahir, maka kebencian dan kemarahan mereka sebagian besar
menjadi tak sadar, yang membuat perilaku-perilaku ini menjadi lebih sulit diubah
dalam hidupnya kemudian.
Anak kedua, menurut Adler, anak yang lahir di tengah-tengah memulai hidup
dalam situasi yang lebih baik untuk mengembangkan kerja sama dan kepedulian
sosial. Di tataran tertentu, kepribadian anak-anak ini sibentuk persepsi mereka tentang
sikap kakaknya terhadap mereka. Jika sikap ini berbentuk kebencian dan rasa dendam
ekstrem, mereka akan menjadi sangat kompetitif atau minder secara berlebihan.
Namun anak-anak yang lahir di tengah-tengah menjadi dewasa salam persaingan yang
moderat, memiliki hasrat yang sehat untuk mengalahkan pesaingnya yang lebih tua.
Jika sejumlah keberhasilan dicapai, si anak akan mengembangkan sebuah sikap yang
revolusioner dan merasakan bahwa otoritas apa pun bisa ditantang. Sejaku lagi,
interpretasi anak-anak lebih penting daripada posisi kronologis kelahiran mereka.
Anak bungsu, menurut Adler, sering kali merasa dimanjakan dan, akibatnya,
menghadapi resiko tinggi terhadap masalah-masalah kanak-kanaknya. Mereka sering
memiliki perasaaan inferioritas yang kuat dan kekeurangan kemandirian. Namun
begitu, mereka memiliki banyak keuntungan. Mereka sering kali termotivasi untuk
menjadi pelari tercepat, musisi terbaik, atlet paling berbakat atau siswa yang pandai.
Anak tunggal memilik posisi unik untuk berkompetisi, bukan terhadap kakak-
kakaknya, melainkan terhadap orang tuanya. Dengan hidup di dunia orang dewasa,
mereka sering kali mengembangkan perasaan unggul yang berlebih-lebihan dan
konsep-diri yang dibesar-besarkan. Adler menyatakan bahwa hanya anak tunggal
yang dapat mengalami hambatan bagi pertumbuhan kerja sama dan kepedulian sosial,
memiliki sikap parasitik, dan mengharapkan orang lain terus memanjakan dan
melindungi mereka. Sifat-sifat positif dan negatif yang tipikal dari anak sulung, anak
kedua, anak bungsu, dan anak tunggal bisa dilihat pada tabel berikut ini.
16
5.2 Rekoleksi Awal
Untuk dapat memahami kepribadian pasien, Adler biasanya meminta mereka
menceritakan rekoleksi-rekoleksi awal (ERs, early collections) mereka. Meskipun dia
percaya bahwa memori-memori yang diingat-ingat kembali (recalled memories) itu
dapat memberinya sejumlah petunjuk untuk memahami gaya hidup pasien namun,
Adler tidak menganggap memori-memori ini penyeab gaya hidup tersebut. Karena
pengalaman yang diingat-ingat kembali itu bisa berkaitan dengan realitas objektif,
atau hanya fantasi belaka yang tidak begitu penting. Manusia merekonstruksi-ulang
peristiwa-peristiwa untuk membuat mereka tetap konsisten dengan suatu tema atau
pola yang terus dijalaninya di sepanjang hidup mereka.
Adler menekankan bahwa rekoleksi-rekoleksi awal selalu konsisten dengan gaya
hidup sekarang dan bahwa pemahaman subjektif mereka terhadap pengalaman-
pengalaman ini menghasilkan sejumlah petunjuk untuk memahami tujuan akhir
maupun gaya hidup mereka saati ini. Adler percaya bahwa pasien-pasien dengan
tingkat kecemasan tinggi akan sering memproyeksikan gaya hidup mereka saat ini ke
dalam memori mereka tentang pengalaman-pengalaman kanak-kanak dengan
mengingat-ingat kembali peristiwa-peristiwa yang menakutkan dan menimbulkan
kecemasan, seperti naik sepeda motor yang mengalami tabrakan, kehilangan orangtua
entah secara temporer atau permanen, maupun diejek oleh anak-anak lain. Sebaliknya,
orang-orang yang penuh percaya diri cenderung mengingat-ingat memori-memori
yang berisi hubungan-hubungan menyenangkan dengan orang lain. Di keduanya,
pengalaman awal tidak menentukan gaya hidup. Adler percaya bahwa sebaliknyalah
yang benar; yaitu, rekoleksi-rekoleksi mengenai pengalaman-pengalaman awal malah
dibentuk oleh gaya hidup saat ini.
5.3 Mimpi
Mimpi bukanlah hal yang dapat meramalkan masa depan, namun dapat memberi
petunjuk untuk memecahkan masalah-masalah psikologis yang mungkin muncul di
masa depan. Dalam bukunya, yang merupakan kumpulan catatan dari kuliah-kuliah
yang diberikan oleh Adler, Colin Brett (1997) menyatakan bahwa kehidupan manusia
dalam mimpi didominasi oleh tujuan untuk mencapai superioritas, sama seperti
kehidupan manusia ketika terbangun. Sebuah mimpi selalu merupakan bagian dari
gaya hidup (lifestyle) dan selalu terdapat prototipe yang berhubungan dengan gaya
17
hidup pemimpi di dalamnya. Contohnya, seorang siswa rajin dan pintar yang
keesokan harinya akan menghadapi ujian. Dia sangat percaya diri dan yakin akan
berhasil pada tes besok. Dalam mimpinya, dapat diprediksikan bahwa dia akan
bermimpi memanjat sebuah gunung tinggi, terpesona oleh pemandangan yang
dilihatnya di puncak gunung, dan kemudian terbangun. Mimpinya ini menggam-
barkan tujuan dan pencapaiannya.
Namun demikian, Adler percaya bahwa kebanyakan mimpi menipu diri sendiri
(self-deception) dan tidak bisa mudah dipahami bahkan oleh pemimpi sendiri. Mimpi
menyamar untuk bisa membohongi pemimpi, membuat penginterpretasian oleh diri
sendiri tidak mudah. Semakin tujuan individu tidak konsisten dengan realitas,
semakin banyak mimpi digunakan menipu si pemimpi. Orang-orang seperti inilah
yang dapat dikatakan hidup lebih banyak di dunia mimpi, daripada realita. Contohnya,
seseorang yang sangat pengecut dalam kehidupannya sehari-hari, namun memiliki
tujuan untuk menjadi seorang tokoh militer yang penting. Tujuan ambisius yang
sangat jauh berbeda dari gaya hidupnya ini dapat berakhir dalam sebuah mimpi yang
menggambarkan dirinya ditandu di atas pundak orang lain, ataupun ditembakkan dari
sebuah meriam. Namun bila dicermati, dapat dilihat dari mimpi ini bahwa terdapat
prototipe yang mencerminkan gaya hidupnya yang tergambar. Orang seperti ini akan
bermimpi mencapai puncak dengan bantuan orang lain, sedangkan orang yang tujuan
dan gaya hidupnya konsisten akan bermimpi mencapai puncak tanpa bantuan orang
lain.
5.4 Psikoterapi
Menurut Adler, psikopatologi merupakan hasil dari kekurangberanian, perasaan
inferioritas yang berlebihan, dan kepedulian sosial yang tidak berkembang penuh.
Karena itu, tujuan psikoterapi menurut kaum Adlerian adalah untuk meningkatkan
keberanian, mengurangi perasaan inferioritas yang berlebihan, dan memperbesar
kepedulian sosial. Namun hal ini bukanlah hal yang mudah, karena klien sendiri akan
menolak perubahan dan bertahan pada keadaannya yang nyaman sekarang ini.
Psikoterapi Adlerian berfokus pada cara membantu klien untuk memahami diri
mereka sendiri dengan jelas dan memilih dengan cara apa dan bagaimana membuat
perubahan terjadi dalam hidup mereka. Psikoterapis kalangan Adlerian akan memaksa
18
pasien untuk menguji tujuan-tujuan mereka dan untuk melihat bahwa tanggung jawab
bagi penderitaan saat ini ada di tangan mereka sendiri.
Dalam metode psikoterapinya, Adler selalu mempertahankan perannya sebagai
rekan kerja yang setara, yang ramah dan permisif. Dia menahan diri dari khotbah-
khotbah moralistik dan menjunjung tinggi nilai hubungan antarmanusia. Melalui kerja
sama dengan terapis mereka, klien menjalin kontak dengan orang lain. Hubungannya
dengan terapis akan membangkitkan kepedulian sosial mereka.
6. Kelebihan dan Kekurangan Teori Adler
Tiap teori pastilah memiliki nilai plus dan minus di dalamnya. Mengenai teori
Adler ini, kelompok kami telah berdiskusi dan menyimpulkan, bahwa kelebihan teori
Adler adalah:
Teorinya konsisten secara keseluruhan dan teori ini memiliki kekuatan untuk
tetap bertahan melawan waktu, mengimplikasikan bahwa teori ini mengandung
kebenaran.
Pandangannya lebih optimis daripada teori Freud mengenai manusia, dan lebih
berorientasi kepada masa depan.
Teorinya sangat aplikatif dan praktis, khususnya dalam menyelesaikan berbagai
masalah.
Teorinya menarik dan unik, sehingga membangkitkan minat para peneliti untuk
melakukan berbagai riset dan menggali bidang psikologi lebih dalam.
Teori Adler membuat pandangan terhadap aspek sosial manusia lebih dikenal.
Sedangkan kekurangan dari teori ini adalah sebagai berikut.
Pada kenyataannya, tidak semua penderita cacat fisik mengubah kelemahannya
menjadi suatu kekuatan.
Teori ini hanya melihat pada hereditas dan lingkungan, meminimalkan pengaruh
kognitif.
7. Kritik terhadap Teori Adler
“Tiada gading yang tak retak”. Ungkapan ini tidak hanya berlaku pada manusia
saja tetapi juga bisa diaplikasikan atau diberlakukan pada teori-teori yang dibuat oleh
para tokoh-tokoh dalam bidangnya. Hal ini pun berlaku dan terjadi pada teori Adler.
Seperti teori psikologi lainnya, teori Adler pun mendapatkan beberapa kritik atau
19
sanggahan dari beberapa tokoh lainnya. Para tokoh ini tentunya tidak asal-asalan
dalam memberi kritik, melainkan mempunyai landasan atau pegangan yang kuat,
logis, dan bisa dipertanggung jawabkan. Jeisst Feist dan Gregory J. Feist mengajukan
beberapa kritik, seperti:
Seperti teori Freud, teori Adler pun menghasilkan banyak konsep yang tidak
mudah diverifikasi maupun difalsifikasi. Contohnya, meskipun riset sudah
membuktikan kaitan antara rekoleksi awal masa kanak-kanak dan gaya hidup
seseorang saat ini (Clark, 2002), namun hasil-hasil itu tidak secara langsung atau
tidak serta-merta memverifikasi teori Adler bahwa gaya hidup saat ini
membentuk rekoleksi awal seorang individu. Karena riset ini bersifat kausalitas
sehingga hasil yang didapatkan tidak dapat menjelaskan apa yang menyebabkan
apa. Dalam artian bahwa hasil yang diperoleh tidak dapat membuktikan secara
langsung bahwa gaya hidup seseorang saat ini membentuk rekoleksi awalnya.
Bisa jadi rekoleksi awal yang membentuk gaya hidup seseorang saat ini. Jadi
riset yang dilakukan hanya dapat membuktikan adanya hubungan antara gaya
hidup seseorang saat ini dengan rekoleksi awal masa kanak-kanaknya. Alasan
lain yang bisa diajukan adalah jika seseorang mengalami perubahan gaya hidup
maka tidak hal itu tidak dapat dibuktikan secara ilmiah bahwa memori-memori
atau rekoleksi awalnya pun turut berubah. Itulah sebabnya konsep Adler tentang
asumsi bahwa gaya hidup saat ini menentukan memori-memori awal dan bukan
sebaliknya, memori-memori awal menentukan gaya hidup saat ini, sangat sulit
untuk diverifikasi atau pun difalsifikasi.
Teori Adler mempunyai konsistensi internal yang rendah. Artinya bahwa
meskipun teori Adlerian merupakan sebuah model konsistensi diri tetapi sangat
kurang dalam menjelaskan definisi-definisi operasional yang ada atau yang
digunakan, secara tepat. Contohnya, istilah “daya kreatif”. Definisi istilah ini
sangatlah bersifat khayali. Konsep daya kreatif memang sangat menarik dan
mungkin banyak orang percaya bahwa mereka memang disusun dari sesuatu
yang lebih dari sekadar interkasi hereditas dan lingkungan, serta memiliki
beberapa unsur dalam jiwa mereka (jiwa, ego, diri, dan daya kreatif) yang
memberi mereka kesempatan untuk membuat pilihan dan menciptkan gaya hidup
mereka sendiri. Namun, semenarik apa pun konsep daya kreatif ini, dia hanya
sebuah fiksi dan tidak dapat dipelajari secara ilmiah.
20
Efektivitas dan efisiensinya rendah. Meskipun tulisan-tulisan Adler cukup
menakjubkan namun harus dirangkum dari sebaran-sebaran tulisan-tulisannya
yang tidak terorganisasi yang membuat teori ini kurang efektif dan efisien.
8. Aplikasi Teori Adler
Tim penulis mengumpulkan beberapa artikel dari media cetak dan internet, juga
dari media komunikasi visual, seperti film, bahkan dari kesaksian hidup seorang tokoh
ternama untuk memberi gambaran yang lebih jelas mengenai teori Adler. Dari contoh-
contoh tersebut, dapat dilihat aplikasi dari teori Adler, yang penulis bagi dalam 3
bidang, yaitu sosial, pendidikan, dan kesehatan.
8.1 Bidang Sosial
Artikel 1
Soeharto adalah sesosok tokoh yang begitu “luar biasa” dan sangat dikenang baik
itu jasanya maupun kejahatannya. Sosok Pak Harto yang telah kita kenal selama ini
selalu membuat tanda tanya besar di dalam pikiran setiap kita, bagaimana mungkin
seorang anak desa yang begitu lugu dan terlihat sangat sopan dapat menjadi seorang
yang begitu kejam dan membuat bangsa kita menjadi sengsara karena utang-utangnya
yang akan diwariskan selama 7 keturunan di generasi kita. Semuai tu tidak terlepas
dari pembentukan kepribadinnya yang mengakibatkan dia menjadi seperti ini. Karena
itu saya berusaha membahas pembentukan kepribadian Pak Harto dari sudut pandang
teori kepribadian Adler.
Menurut pandangan teori adler, soeharto sebagai seorang politikus memang akan
tampak sulit untuk dilihat apakah di dalam kepribadiannya dia adalah orang yang
sehat karena di dalam politik sangat penuh dengan intrik di mana di public tampak
sebagai orang yang berjuang untuk menunjukkan minat social kepada public tetapi di
dalam diri pribadinya tidak tampak bahwa dia memiliki keinginan untuk menjadi
sukses demi dirinya sendiri. Literatur yang saya gunakan merupakan otobiografi dari
tulisan soeharto itu sendiri, yang buku tersebut merupakan bantahan atas biografi
tentang dia yang ditulis oleh orang lain, jadi pada saat ini saya membahas dari sudut
21
pandang soeharto dan juga melakukan triangulasi data dengan sumber-sumber yang
ada seperti pengamat politik dan sumber-sumber literature yang lain.
Saat ini kita akan melihat soeharto di masa kecilnya di mana, ia berasal dari
sebuah keluarga yang bertempat tinggal di desa.Ibunya pernah bercerai dan menikah
lagi dengan ayah tirinya, juga terlihat bahwa soeharto pada umur 40 hari dititipkan ke
mbah dukun untuk dipelihara. dan pada umur 4 tahun baru dipelihara kembali oleh
ibunya dan usia 8 tahun ia diasuh kembali oleh bibinya. Dari beberapa hal ini kita
melihat bahwa soeharto sejak kecil kurang mendapat kasih sayang dari ibunya
langsung, dan ia mendapat modeling yang beraneka yaitu dari mbah dukun dan
ibunya. Bila dikorelasikan dengan teori adler di mana pada usia 4-5 tahun, ia juga
diabaikan oleh ibunya dan mbah dukun yang merawatnya pun kurang memberi
perhatian kepadanya sehingga kompensasi perasaan inferiornya menjadi rumit dan
begitu dengan tujuan untuk menjadi superiorpun kedepannya juga tidak akan disadari
dan tidak jelas.
Keinginan untuk menjadi superioritas sudah terlihat dari ketika dia remaja yang
ia berusaha mengatasi inferiornya ketika ia mulai mempelajari pelajaran filsafat
agama dan pembukuan, di mana dia merasa kurang di dalam hal tersebut karena di
dalam sekolahnya ia tidak mendapatkan pelajaran mengenai pembukuan dan
sebagainya. Juga ketika memasuki dunia kemiliteran persaan untuk menjadi
superiornya semakain terlihat di mana dia melakukan kegiatan militer dengan giat dan
dia selalu berusaha menjadi nomor satu dan terbukti didalam hal kemiliteran diapun
mendapat predikat yang terbaik di antara kalangannnya juga ketika akan masuk di
dalam dunia militer yang sangat sulit diapun bsa masuk dengan predikat yang baik
pula.
Melihat minat sosial yang dikembangkan oleh soeharto, hal ini juga terlihat sejak
kecil di mana minat sosial yang ia katakan kepada kaum bawah seperti petani. Karena
ia pernah merasakan hidup sebagai petani, jadi kelak nanti ia akan memperjuangkan
kehidupan petani dan orang kecil. Di dalam bukunya juga tertulis di mana banyak
daripada cita-citanya untuk menjadi superior dengan membantu rakyat yang berada
pada golongan kelas bawah seperi kesejahteraan buruh. Jadi menurutnua ia ingin
22
menjadi seorang yang superior demi orang lain yang di sekitarnya, melalui pandangan
yang ia berikan ia tampak sebagai seorang yang berkepribadian sehat karena ia
berusaha menjadi superior demi masyarakat sekitarnya, tetapi saya rasa itu tidak
sesuai dengan kenyataan yang ada karena berdasarkan analisis bagaimana proses pola
asuh daripada keluarganya dan bagaimana perilakunya selama menjadi presiden itu
sangat terlihat perbedaan.
Sumber: http://milhan16.wordpress.com/2008/07/26/adler/
Artikel 2
Adler mengungkapkan bahwa urutan kelahiran anak mempengaruhi perhatian orang
tua terhadap anaknya. Sebagai contoh, anak sulung akan mendapatkan perhatian yang
utuh dari orang tuanya hingga perhatian itu terbagi ketika dia memiliki adik. Dengan
kehadiran sang adik, maka anak sulung mengalami suatu gejala traumatis akibat
‘turun tahta’. Hal ini persis seperti yang terjadi pada saya, di mana dahulu sebelum
saya dilahirkan, kakak saya menjadi anak pertama yang disayang. Akan tetapi setelah
saya lahir dan sampai sekarang saya lebih disayang orang tua sedangkan kakak saya
menjadi seorang kakak yang bertanggung jawab terhadap saya dan keluarga. Hal ini
terlihat pada kakak saya yang sudah mulai bekerja dan membantu finansial ortu dan
memberikan saya perhatian dan pemenuhan akan kebutuhan saya juga. Pertama kali
saya dilahirkan, kakak saya menjadi dinomor duakan karena orang tua lebih
memperhatikan saya daripada kakak saya, akan tetapi seiring dewasanya kakak saya,
ia bisa menerima hal itu dan lebih menyayangi serta bertanggung jawab seperti orang
kedua bagi saya.
Analisis:
Dari hal ini, anak sulung mengalami perubahan situasi yang mewajibkannnya untuk
berbagi dan menjadi orang tua kedua bagi sang adik. Anak sulung ini mungkin akan
menjadi pribadi yang bertanggung jawab atau justru menjadi pribadi yang merasa
tidak aman dan minim interes sosialnya. Hal ini dipengaruhi oleh faktor genetik,
kesiapan menerima adik baru, dan interpretasi terhadap pengalamannya sendiri.
Sumber: http://achypozesif.blogspot.com/2007/11/teori-kepribadian-adler.html
Artikel 3
23
Joni Eareckson Tada
Sebuah kecelakaan ketika berenang di bulan Juli 1967 menyebabkan Joni Eareckson
menderita kerusakan tulang belakang yang membuat dia lumpuh dari leher ke bawah.
Selama bulan-bulan pertama penderitaannya di rumah sakit, dia mengalami depresi
yang berat dalam usahanya mencoba memahami apa yang terjadi pada dirinya. Ia
bahkan sempat memohon kepada teman-temannya untuk membantunya melakukan
bunuh diri.
Namun, berkat pertolongan dari teman-temannya, imannya tumbuh lagi dan semangat
hidupnya bangkit kembali. Selama dua tahun masa rehabilitasi ia menyadari bahwa
apa pun yang terjadi, betapapun buruk situasinya, hidupnya tetaplah sebuah pilihan. Ia
dapat memilih hidup dengan penuh penyesalan dan kemarahan pada Tuhan, atau
menjalaninya dengan penuh pengharapan bahwa "yang terbaik masih belum tiba" (the
best is yet to come).
Dalam masa rehabilitasi tersebut, ia berbulan-bulan belajar melukis dengan cara
menggigit kuas di antara gigi-giginya. Bukan cara yang mudah dan pasti awalnya
membuat frustrasi siapa pun yang pernah mencobanya. Namun, dia berhasil
melakukannya. Bahkan lukisan-lukisannya kini banyak dicari dan dikoleksi orang.
Salah satu bukunya yang berisi beberapa lukisan terindahnya adalah "Christmas
Longing".
Joni menulis lebih dari tiga puluh buku, beberapa di antaranya menjadi best-seller.
Best-seller pertama adalah otobiografinya, Joni, yang difilmkan dan telah
diterjemahkan ke dalam lebih dari lima belas bahasa dan telah menyentuh serta
mengubah hidup ribuan orang sampai hari ini. Buku-bukunya yang lain berbicara
tentang tema-tema persahabatan, keluarga, anak-anak, penderitaan, dan outreach
kepada orang-orang cacat. Ia juga menulis beberapa buku anak-anak yang menerima
penghargaan dari The Evangelical Publishers' Association dan C.S Lewis Medal
Awards.
Pada tahun 1979 ia mendirikan "Joni and Friends" yang melayani orang-orang cacat
dan keluarga atau teman-temannya. Pada tahun 2002 mereka telah melayani lebih dari
500 keluarga orang-orang cacat melalui 9 Retret Keluarga. Program Wheel for the
World mengumpulkan 14.000 kursi roda dari seluruh Amerika yang diperbaiki oleh
24
para tahanan di Lembaga Pemasyarakatan dan dikirimkan ke negara-negara
berkembang. Program radio "Joni and Friends" disiarkan oleh 850 pemancar radio
dan mendapat penghargaan "Radio Program of the Year" dari National Religious
Broadcasters. Pada tahun 1982 ia menikah dengan Ken Tada dan keduanya melayani
bersama-sama hingga hari ini.
Analisis:
Berdasarkan artikel di atas kita dapat menemukan aplikasi dari teori Adler. Di
mana Adler berpendapat bahwa masalah hidup selalu bersifat sosial. Fungsi hidup
sehat bukan hanya mencintai dan berkarya, tetapi juga merasakan kebersamaan
dengan orang lain dan mempedulikan kesejahteraan mereka. Hal ini dapat kita lihat
pada Joni yang dalam kelemahan fisiknya (lumpuh) mau bangkit dan berkarya. Beliau
tidak berhenti hanya pada bagian itu tetapi beliau juga mau mempedulikan
kesejahteraan orang lain dengan melayani orang-orang cacat. Hal ini sejalan dengan
teori Adler mengenai minat sosial.
Hal lain yang dapat kita pelajari yaitu meskipun beliau memiliki kelemahan
fisik yang membuatnya merasa inferior, tetapi justru hal itu yang mendorongnya
untuk mengatasi perasaan inferioritas itu dan menggerakkannya untuk berjuang
menjadi superior. Superioritas dalam hal ini menurut Adler yaitu suatu gerak yang
mengarahkan manusia ke jenjang yang lebih sukses, terutama kesuksesan dalam
konteks sosial.
8.2 Bidang Pendidikan
Artikel 1
Helen Adams Keller dilahirkan di daerah perkebunan yang dinamakan Ivy Green
di Tuscumbia, Alabama, pada tanggal 27 Juni 1880, dari pasangan Arthur H. Keller
dan Kate Adams Keller. Keluarga Keller awalnya berasal dari Switzerland. Heller
Keller tidak dilahirkan buta da tuli; hal ini tidak terjadi sampai saat dia berumur 19
bulan bahwa dia terserang penyakit yang digambarkan dokter sebagai “penyumbatan
akut dari perut dan otak,” yang kemungkinan merupakan scarlet fever atau meningitis.
Penyakit ini tidak berlangsung untuk waktu yang sangat lama, namun menyebabkan
dia buta dan tuli. Pada saat itu, dia mampu berkomunikasi sedikit dengan Martha
Washington, anak juru masak keluarga yang berumur 6 tahun, yang mengerti tanda-
tandanya. Pada usia 7 tahun, dia memiliki lebih dari 60 tanda untuk berkomunikasi
25
dengan keluarganya. Berdasarkan psikolog buta-tuli Soviet, A. Meshcheryakov,
persahabatan Martha dan pengajarannya sangat penting bagi perkembangan Helen
selanjutnya.
Pada tahun 1886, ibunya, diinspirasi oleh laporan di Catatan Orang Amerika-nya
Charles Dickens mengenai pendidikan yang sukses pada anak buta dan tuli lainnya,
Laura Brigmann, dengan ditemani oleh ayahnya, pergi mencari seorang dokter
spesialis mata, telinga, hidung, dan tenggorokkan di Baltimore, untuk meminta
nasihat. Kemudian dokter tersebut menghubungkan mereka dengan Alexander
Graham Bell, yang berkerja dengan anak-anak tuli pada saat itu. Bell mengusulkan
pasangan tersebut menghubungi Institusi Perkins untuk Orang Buta, yang merupakan
sekolah dimana Brigmann diajar, yang berlokasi di Boston Selatan. Direktur sekolah
tersebut meminta mantan muridnya, Anne Sullivan, yang memiliki gangguan
penglihatan dan berusia 20 tahun, untuk menjadi instruktur Keller. Ini merupakan
awal mula hubungan selama 49 tahun, yang akhirnya berkembang menjadi pengajar
dan kemudian menjadi teman.
Anne Sullivan tiba di rumah Keller pada bulan Maret 1887, dan segera mulai
mengajar Helen berkomunikasi dengan mengeja kata-kata dengan tangannya, mulai
dari ”B-O-N-E-K-A” untuk boneka yang Sullivan hadiahkan buatnya. Terobosan
besar Keller dalam komunikasi datang pada bulan berikutnya, ketika dia menyadari
bahwa gerakan yang dibuat gurunya di telapak tangannya, ketika aliran air dingin
melewati tangannya yang lain, disimbolkan dengan “air”; kemudian dia hampir
kelelahan ketika Sullivan menuntut nama-nama semua objek yang familiar di
dunianya. Keller diajar untuk membaca lewat huruf braille sampai mengerti apa
maksudnya. Ia belajar bahasa Perancis, Jerman, Yunani dan Latin lewat braille.
Mulai dari bulan Mei 1888, Keller dirawat di Institusi Perkins untuk Orang Buta.
Pada tahun 1894, Helen Keller dan Anne Sullivan pindah ke New York untuk
menghadiri the Wright-Humason School for the Deaf dan Horace Mann School for
the Deaf. Pada tahun 1896, mereka kembali ke Massachusetts dan Keller dimasukkan
ke Sekolah Cambridge untuk Wanita Muda sebelum mendapatkan izin masuk, pada
tahun 1900, ke Radcliffe College. Pengagumnya, Mark Twain, telah memperkenalkan
dia pada tokoh terkemuka Standard Oil, Henry Huttleston Rogers, yang bersama
istrinya membayarkan pendidikan Keller. Pada tahun 1904, saat berusia 24 tahun,
26
Keller lulus dari Radcliffe, menjadi orang buta-tuli pertama yang mendapatkan gelar
Bachelor of Arts dan Keller lulus dengan predikat magna cum laude.
sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Helen_Keller
Analisis:
Pada kasus Helen Keller di atas, dapat dilihat bahwa adanya aplikasi teori Adler
dalam bidang pendidikan. Menurut teori Adler, tiap manusia memiliki inferioritas
dalam dirinya dan untuk mengatasi inferioritas tersebut, manusia mengkompensasikan
dalam berbagai hal, misalnya dengan menyesuaikan diri, membentuk pertahanan-diri,
ataupun dengan mencapai keunggulan. Semua hal tersebut terdapat dalam diri Helen
Keller. Dia merupakan seseorang yang tidak bisa melihat dan tidak bisa mendengar
(buta dan tuli). Kedua hal tersebut menimbulkan inferioritas dalam dirinya, baik
disadari maupun tidak. Akan tetapi, dia tidak terpaku dengan kecacatan yang
dialaminya tanpa mengusahakan apa-apa. Dia berusaha untuk belajar berkomunikasi
dengan orang lain, terutama keluarganya, dan menyesuaikan gaya komunikasi dengan
kemampuannya, yaitu menggunakan tanda-tanda atau huruf braille. Lama kelamaan,
dia menjadi terbiasa dengan gaya komunikasinya dan menjadi lebih cepat menyerap
informasi. Selain itu, pengajaran dari Martha, anak juru masak keluarganya, dan juga
Anne Sullivan telah membantu dia menyesuaikan diri dengan lingkungan luar selain
keluarganya dan mengembangkan cara berkomunikasi dan belajar tanpa terbatas oleh
buta dan tuli-nya. Di samping itu, Keller juga mampu berbahasa dalam berbagai
macam bahasa melalui braille; dan hal ini dikarenakan motivasi yang kuat yang
dimiliki oleh Sullivan, untuk mengajarinya secara tegas, dan juga motivasi Keller,
untuk belajar dan mengetahui berbagai macam hal.
Walaupun Keller memiliki kecacatan, hal itu tidak menyurutkan semangatnya
untuk berpartisipasi dalam pendidikan. Hal ini dibuktikan dengan masuknya Keller
dalam sebuah perguruan tinggi, yaitu Radcliffe College. Selama mengenyam
pendidikan di perguruan tinggi tersebut, Keller sangat serius dan tidak main-main. Dia
yang lulus dengan predikat magna cum laude telah cukup menjadi bukti
keseriusannya itu. Di samping itu, kelulusannya itu juga bisa dikatakan sebagai bukti
dari kompensasinya, bukti bahwa dia mampu dan tidak kalah dengan orang-orang
normal atau paling tidak bukti bahwa dia mampu mengatasi kekurangan fisik yang
dimilikinya. Semua hal tersebut juga dapat diwujudkan karena dukungan lingkungan
sosial Keller, terutama orang tuanya, yang telah mencarikan seorang pengajar yang
27
baik; Martha, yang pertama kali mengajar Keller dan menjadi sahabatnya; Sullivan,
yang telah begitu sabar mengajar dan menuntut Keller sampai akhir hayatnya; dan
juga pasangan suami istri Rogers, yang telah membiayai pendidikannya. Tanpa
adanya lingkungan sosial yang baik dan mendukungnya, tidak akan ada Helen Keller
yang demikian.
Artikel 2
Drama Jepang – Gachibaka!
Drama ini menceritakan seorang petinju profesional
yang menjalani cita-citanya sejak dulu, yaitu
menjadi seorang guru, setelah impiannya menjadi
petinju nomor 1 se-Jepang kandas di tengah jalan.
Dia lalu diterima sebagai guru di salah satu SMA,
dan diberi tanggung jawab untuk mengurus kelas 3-
E, kelas yang penuh dengan murid-murid pembuat
onar. Kelas ini dapat dikatakan sebagai kelas yang
disisihkan, di mana murid-murid di dalamnya
dianggap tidak berguna dan tidak memiliki masa
depan. Tanpa memedulikan hal ini, Gondo terus
memegang kepercayaan bahwa setiap orang pasti dapat berhasil bila berusaha sekuat
tenaga. Salah seorang muridnya, bernama Inoue Kouta, adalah seorang remaja lelaki
yang sangat bersahabat dan merupakan mood-maker di dalam kelas. Namun
demikian, tidak disangka bahwa dalam keluarganya ia memiliki konflik yang serius.
Dia merupakan anak sulung dari 2 orang bersaudara. Orangtuanya selalu
membanding-bandingkannya dengan adiknya, yang pintar, dan apapun yang
dilakukannya selalu dianggap tak berguna dan salah. Dia bagai memiliki 2
kepribadian yang berbeda, wajah yang ditunjukkan ketika berada di dekat orang
tuanya dan ketika berada di antara kawan-kawannya sangatlah berbeda. Secara lebih
jelas, cerita mengenai dirinya diekspos pada episode 2 dari 10 episode drama ini.
Analisis:
Drama ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Alfred Adler. Konsep
pendidikan yang diterapkan pun sesuai, yaitu dengan mempercayai bahwa tidak ada
manusia yang tidak berguna, tiap-tiap orang dapat mencapai sukses bila berusaha.
28
Selain itu, dalam kasus Inoue Kouta, terlihat jelas fenomena yang mendukung teori
Adler. Inoue memperlihatkan sikap yang sangat berbeda, yaitu ramah ketika berada di
antara kawan-kawannya, dan defensif dan agresif ketika berada di lingkungan
keluarganya. Melalui observasi singkat, dapat diketahui bahwa Inoue berkembang
aspek emosionalnya secara normal di lingkungan sekolah, namun terhambat di
lingkungan keluarga. Menurut Adler, anak pertama yang memiliki masalah di rumah
dan normal di sekolah adalah hal yang tidak jarang. Hal ini terjadi karena sang anak
yang tadinya merupakan pemilik kekuasaan tunggal dan pusat perhatian dari kedua
orangtuanya kemudian merasakan ancaman dengan kehadiran sang adik. Dia takut
tergeser dari posisinya. Sikap agresif kemudian muncul, mengungkapkan
keinginannya untuk tetap menjadi pusat perhatian. Terlebih dengan sikap orangtuanya
yang pilih kasih terhadap adiknya, maka sikap agresif Inoue pun semakin menjadi-
jadi. Sedangkan di sekolah, Inoue tidak memiliki alasan apapun untuk berubah
menjadi agresif. Dia tetap menjadi pusat perhatian kawan-kawannya, dan karenanya
secara emosional dia dapat berkembang dengan baik.
Artikel 3
Memperlakukan Anak-anak Cacat dengan Cara yang Sama
Ada banyak orang cacat yang menjadi berhasil dalam hidupnya. Arlyne adalah
seorang anak yang mengalami kebutaan sejak kecilnya. Sejak kecil, ibunya terus
memberikan kasih sayang dan perhatian yang tulus kepadanya serta memberikan
dorongan kepadanya dengan mengatakan bahwa ia dapat melakukan segala sesuatu.
Ibunya terus menanamkan dalam pikirannya bahwa ia dapat melakukan segala
sesuatu. Ibunya menyuruhnya untuk mengejar segala sesuatu yang ia inginkan. Dan
akhirnya dalam sekolah dan kuliahnya ia berhasil mendapatkannya dan akan
mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia pun menjadi anak yang berprestasi dan bahkan
teman-teman kuliahnya pun tidak bisa menyamai prestasinya.
Sumber: (http://pepak.sabda.org/pustaka/081775/)
Analisis:
Dari kasus ini, kita dapat melihat bahwa Arlyne adalah seorang anak yang memiliki
cacat fisik sejak lahir yakni kebutaan. Cacat fisik pasti membuat setiap orang
memiliki perasaan rendah diri (inferioritas), begitu juga dengan Arlyne. Namun dapat
kita lihat disini bahwa Arlyne adalah individu yang sehat secara psikologis karena
29
dapat mengontrol perasaan inferioritasnya sehingga menjadi normal. Hal ini juga
disebabkan oleh kasih sayang dan kepedulian ibunya yang membuat ia mampu
mengembangkan gaya hidup yang benar sehingga ia mampu meraih prestasi dan
tujuan hidupnya. Dengan gaya hidup tersebut, Arlyne mampu mengembangkan daya
kreatifnya sehingga ia bisa bersaing dengan anak normal lainnya, bahkan melebihi
mereka.
8.3 Bidang Klinis
Artikel 1
Hati-hati, Anak Kedua Lebih Rentan Narkoba
Sabtu, 15 Maret 2008
JAKARTA, SABTU – Survei melalui telepon konseling YCAB (Yayasan Cinta
Anak Bangsa) dari tahun 1990-2005 menunjukkan bahwa dari seluruh kasus narkoba
yang ditangani lebih dari 70% dialami anak nomor dua. Veronika Colondam dari
YCAB mengungkapkan fenomena itu mungkin saja terkait dengan teori psikologi
Syndroma Anak Kedua yang dikemukakan Alfred Adler tahun 1920.
“Mungkin terkait dengan teori Adler itu. Menurut teori ini, anak kedua lebih tertekan
dibanding anak pertama atau ketiga, karena biasanya orang tua mengalami euforia
ketika memperoleh anak pertama, terus loncat anak ketiga,” katanya, usai peluncuran
bukunya di Toko Buku Gramedia Matraman, Jakarta, Sabtu (15/3).
Memang, menurut Veronika, kecenderungan itu diketahui setelah melihat hasil
konseling di Indonesia dan YCAB sendiri belum berani mengambil kesimpulan yang
dalam tentang kecenderungan ini.
“Kami juga bingung, tetapi memang kebanyakan orang tua melaporkan bahwa anak
keduanya yang bermasalah dengan narkoba. Memang ada teori-teori yang
mendukung, tetapi kita belum bisa membuat kesimpulan yang konklusif” katanya.
(lin)
Sumber: http://www.kompas.com/read/xml/2008/03/15/19141330
Analisis:
Jika dikaitkan dengan penerapan teori Adler sehubungan dengan Family
Constellation, anak kedua punya jiwa persaingan dan keinginan untuk melampaui
kakaknya (anak pertama). Apabila perasaan seperti itu muncul, dan si anak pertama
itu menunjukkan sikap yang tidak diharapkan oleh si anak kedua, misalnya
30
memperlihatkan sikap permusuhan atau dendam sehingga menghambat keinginan
anak kedua, hal ini akan mengakibatkan si anak kedua berkecil hati/inferior dan
tertekan. Apabila masalah ini terjadi pada tahap remaja yang sedang dalam proses
pencarian jati diri, maka bisa saja pelariannya adalah ke hal-hal negatif. Salah satunya
adalah seperti pada artikel diatas, yaitu narkoba.
Artikel 2
A Diary of Hee Ah Lee: A Four-Finger Pianist
”Jariku hanya ada empat. Lutut adalah telapak
kaki bagiku. Kenapa bentukku seperti ini yah?.
Senangnya andai aku juga punya tangan dan kaki
yang sama dengan yang lain. aku sering manangis
kalau melihat bentukku seperti ini. Tapi sekarang
aku bisa hidup lebih senang. Walau bentukku
berbeda dengan yang lain. Tapi aku juga punya
mimpi yang sama dengan kalian. Aku akan
berusaha meraih mimpiku..... selamanya......!”
Anak-anak bertanya Hee Ah, “Kok kaki kamu
pendek sih?”
“Kalau aku setinggi ini kan jadi bisa berteman dengan kalian!”
Anak-anak bertanya pada Hee Ah, ”Apa tidak sakit main piano dengan empat jari
saja?”
”Justru aku main piano, ada kekuatan yang muncul pada keempat jariku ini!”
Anak-anak bertanya pada Hee Ah, ”Mimpimu apa Hee Ah?”
”Aku ingin jadi pianis dunia dan membuat surga dunia bagi penyandang cacat!”
Hee Ah bertanya pada anak-anak, ”Kalau mimpi kalian sendiri apa?”.
Hee Ah adalah seorang pianis cacat berjari empat. Walaupun tubuhnya sudah cacat
sejak lahir, dia tetap seorang gadis yang periang, sehat, bersemangat, dan selalu
31
tersenyum. Hee Ah berasal dari Korea Selatan. Dia menulis diari secara teraur sejak
kelas 3 SD yang kemudian di edit oleh Ibu Gio, Jeung-Uk, dan diterbitkan menjadi
sebuah novel yang sangat laris.
Analisis:
Jika kisah Hee Ah Lee ini dilihat dari kacamata teori Adler maka sangat jelas bahwa
kisah hidupnya merupakan contoh tepat bagi klaim Adler mengenai rasa inferioritas
yang diubahkan menjadi daya juang untuk mencapai superioritas. Meskipun dia
terlahir hanya dengan 4 jari, namun dari kelemahan fisiknya ini, lahir suatu motivasi
yang besar untuk menjadi seorang pianis profesional dunia. Motivasi ini melahirkan
suatu usaha keras, berlatih lebih intensif dari pianis-pianis lain yang memiliki jari
yang lengkap. Dengan usaha yang berlipat ganda, Hee Ah Lee kini tidak kalah dengan
pianis-pianis profesional dunia lainnya.
Artikel 3
Thomas Alfa Edison
Di masa kecilnya, Edison hanya bersekolah di sekolah yang
resmi selama tiga bulan, selanjutnya semua pendidikannya
diperoleh dari ibunya yang mengajar Edison di rumah. Ibu
Edison mengajarkan Edison cara membaca, menulis, dan
matematika. Dia juga sering memberi dan membacakan
buku-buku bagi Edison, antara lain buku-buku yang berasal
dari penulis seperti Edward Gibbon, William Shakespeare
dan Charles Dickens.
Edison di usia 12 tahun, memperoleh penghasilan dengan cara bekerja menjual koran dan
surat kabar, buah apel, serta gula-gula di sebuah jalur kereta api. Di usia itu pula, Edison
hampir mengalami kehilangan seluruh pendengaran karena penyakit yang dideritanya,
penyakit itu membuatnya menjadi setengah tuli. Edison pernah menulis dalam diarinya:
"Saya tidak pernah mendengar burung bernyanyi sejak saya berusia 12 tahun."
Pada usia 15 tahun, Edison, sambil tetap berjualan, membeli sebuah mesin cetak kecil
bekas yang selanjutnya dipasang pada sebuah bagasi mobil. Kemudian dia mencetak
korannya sendiri, WEEKLY HERALD, yang di cetak, diedit dan dijualnya di tempat dia
berjualan.
32
Pada musim panas 1862, Edison menyelamatkan seorang anak berusia tiga tahun yang
hampir di tabrak oleh mobil. Ayah dari anak yang diselamatkan adalah kepala stasiun
kereta api di tempatnya berjualan. Dan sebagai rasa terima kasih, kepala stasiun tersebut
mengajari Edison cara menggunakan telegraph. Setelah 5 bulan mempelajari telegraph,
Edison bekerja sebagai ahli telegraph selama 4 tahun. Hampir semua gaji yang didapatnya
dihabiskan dengan membangun berbagai macam laboratorium dan peralatan listrik.
Edison sangat senang mempelajari sesuatu dan membaca buku-buku yang ada. Dari
semua yang dipelajarinya, Edison menerapkan pelajaran tersebut dengan cara
bereksperimen di laboratorium kecilnya. Edison tinggal di laboratoriumnya, hanya
tidur 4 jam sehari, dan makan dari makanan yang dibawa oleh asistennya ke
laboratoriumnya. Edison melakukan percobaan dan eksperimen terus menerus hingga
penemuan-penemuannya menjadi sempurna. Mungkin kata yang cocok untuk
menggambarkan kepandaian Edison adalah: "Genius adalah 99% kerja keras"
Analisis
Thomas Edison, termasuk kedalam salah satu teori Adler yakni Inferioritas Fisik,
dimana dalam kisah hidupnya dia mengalami suatu cacat fisik yaitu setengah tuli
akibat penyakit yang dideritanya. Namun itu semua tidak membuat dia menyerah dia
terus berjuang dengan melakukan hal-hal kecil hingga dia bisa menciptakan suatu hal
yang sangat berguna bagi kehidupan manusia sampai sekarang ini, dia menciptakan
bola lampu.
33
Daftar Pustaka
Brett, Colin. 1997. Understanding Life. USA: Oneworld Publication.
Feist, Jess, Feist, Gregory J. 2006. Theories of Personality 6th. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
34