tugas epidemologi ablasio retina

15
NAMA : AMIRULLAH YUSUF LATARISSA NIM : 10.03.049 KELAS : A STIKES PANAKUKKANG MAKASSAR 2012/2013 ABLASIO RETINA

Upload: amirullah-latarissa

Post on 05-Jul-2015

333 views

Category:

Health & Medicine


8 download

DESCRIPTION

Makalah tentang epidemologi penyakit ablasio retina - pikesstikpan.blogspot.com

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas epidemologi   ablasio retina

NAMA : AMIRULLAH YUSUF LATARISSA

NIM : 10.03.049

KELAS : A

STIKES PANAKUKKANG MAKASSAR

2012/2013

ABLASIO RETINA

Page 2: Tugas epidemologi   ablasio retina

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “ABLASIO RETINA “

Tak lupa penulis hanturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan tugas ini. Begitupun kepada dosen yang membimbing penulis guna

menyelesaikan tugas ini.

Mungkin masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam tugas ini, tapi penulis selalu

berusaha agar tugas yang dibuat bisa terima dan bisa bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun

orang lain.

Penulis sangat berharap kepada siapa saja yang bisa memberikan kritik dan saran agar

kedepannya penulis bisa membuat perbaikan yang lebih baik lagi.

Makassar, 9 Januari 2013

Penyusun

Page 3: Tugas epidemologi   ablasio retina

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Dalam Epedemiologi yang berbicara tentang distribusi dan perkembangan penyakit baik

yang penyakit infeksi dan penyakit non infeksi,maka dalam tugas ini penulis menjelaskan tentang

penyakit non infeksi atau tidak menular yaitu “ ABLASIO RETINA”,melalui pendekatan Epidemiologi

deskriptif.

Dalam pendekatan epidemiologi deskriptif di kenal beberapa point penting yang masing-

masing memiliki karakteristik dalam fungsionalnya terhadap analisis epidemiologi deskriptif :

. 5 W ( What,Who,Where,When,and Why )

. Time,Place,Person.

. Host,agent,Enveriotmen

Dimana kesemuanya akan di jelaskan lebih lanjut dalam bab pembahasan.

1.2 Tujuan.

Inti dari tujuan pembuatan makalah ini adala tugas dimana akan mencangkup beberapa

point :

1. Menjelaskan Defenisi Ablasio.

2. Mengetahui Diagnosa dan Manifestasi Klinik Ablasio Retina.

3. Menjelaskan Klasifikasi Ablasio Retina.

4. Menjelaskan Penatalaksanaan Ablasio Retina.

5. Menjelaskan Komplikasi dari Ablasio Retina.

6. Guna Mengetahui secara rinci tentang Ablasio Retina dan Pencegahan,serta

Penanganannya.

Untuk lebih lanjut semua akan di jabarkan dalam bab pembahasan.

Page 4: Tugas epidemologi   ablasio retina

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Retina dan Ablasio Retina.

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima

rangsangan cahaya. Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri

dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak

sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki

daya pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi

warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks.1,2

Retina merupakan jaringan neurosensoris yang terbentuk dari perpanjangan sistem saraf pusat

sejak embriogenesis. Retina berfungsi untuk mengubah energi cahaya menjadi impuls listrik yang

kompleks yang kemudian ditransmisikan melalui saraf optik, chiasma optik, dan traktus visual

menuju korteks occipital sehingga menghasilkan persepsi visual. Bagian sentral retina atau daerah

makula sebagian besar terdiri dari fotoreseptor kerucut yang digunakan untuk penglihatan sentral dan

warna (penglihatan fotopik), sedangkan bagian perifer retina sebagian besar terdiri dari fotoreseptor

batang yang digunakan untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).2,3

2.1.2 Apa itu Ablasio Retina ?

Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan

sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih

melekat erat dengan membran Brunch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina

tidak terdapat suatu perlengketan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga

merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. 1

Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan

mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung

lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan yang menetap.1

Sudah di ketahui bahwa sesuatu di katakana Ablasio retina bila ada pemisahan retina

neurosensori dari lapisan epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori,

bagian retina yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi

nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan

berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).

keadaan ini merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia

berapapun, walaupun biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih tua.Ablasio

Page 5: Tugas epidemologi   ablasio retina

retina lebih besar kemungkinannya terjadi pada orang yang menderita rabun jauh (miopia)

dan pada orang orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami ablasio retina.

Ablasio retina dapat pula disebabkan oleh penyakit mata lain, seperti tumor, peradangan

hebat, akibat trauma atau sebagai komplikasi dari diabetes. Bila tidak segera dilakukan

tindakan, ablasio retina dapat menyebabkan cacat penglihatan atau kebutaan yang menetap.

Dan secara garis besar penyebabnya :

1. Malformasi congenital

2. Kelainan metabolism

3. Penyakit vaskuler

4. Inflamasi intraokuler

5. Neoplasma

6. Trauma

7. Perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina

(C. Smelzer, Suzanne, 2002).

2.2 EPIDEMIOLOGI

Istilah “ablasio retina” (retinal detachment) menandakan pemisahan retina sensorik dari epitel

pigmen retina. Terdapat tiga jenis utama ablasio retina, yaitu: ablasio retina regmatogenosa, epitel

retina traksi (tarikan), dan ablasio retina eksudatif.2

Insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan prevalensi

0,3%.Sumber lain menyatakan bahwa insidens ablasio retina di Amerika Serikat adalah 12,5:100.000

kasus per tahun atau sekitar 28.000 kasus per tahun.

Secara internasional, faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia 40-50%, operasi

katarak (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuler 10-20%. Ablasio retina lebih banyak terjadi

pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada anak-anak dan remaja lebih banyak karena trauma.4

Ablasio retina regmatogenosa merupakan ablasio retina yang paling sering terjadi. Sekitar 1

dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa. Kemungkinan ini akan

meningkat pada pasien yang:

Page 6: Tugas epidemologi   ablasio retina

Telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi ini mengalami komplikasi kehilangan

vitreus;

Baru mengalami trauma mata berat.5

2.3 ANATOMI

Retina merupakan membran yang tipis, halus dan tidak berwarna, tembus pandang. Yang

terlihat merah pada fundus adalah warna koroid. Retina terdiri dari macam-macam jaringan, jaringan

saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari serat-serat Mueller, membrane limitans interna dan

eksterna, serta sel-sel glia.7

Pada kehidupan embrio, dari optic vesicle terbentuk optic cup, di mana lapisan luar

membentuk lapisan epitel pigmen dan lapisan dalam membentuk lapisan dalam lainnya. Di antara

kedua lapisan ini terdapat celah potensial. Bila terjadi robekan di retina, maka cairan badan kaca akan

melalui robekan ini, masuk ke dalam celah potensial dan melepaskan lapisan batang dan kerucut dari

lapisan epitel pigmen, maka terjadilah ablasio retina. Keadaan ini tidak boleh berlangsung lama, oleh

karena lapisan batang dan kerucut mendapat makanan dari kapiler koroid, sedang bagian-bagian lain

dari retina mendapat nutrisi dari pembuluh darah retina sentral, yang cabang-cabangnya terdapat di

dalam lapisan urat saraf.7

Retina menjalar ke depan dan makin ke depan, lapisannya berubah makin tipis dan berakhir di

ora serrata, di mana hanya didapatkan satu lapisan nuklear. Makin ke perifer makin banyak batang

daripada kerucut, batang-batang itu telah mengadakan modifikasi menjadi tipis-tipis. Epitel pigmen

dari retina kemudian meneruskan diri menjadi epitel pigmen yang menutupi badan siliar dan iris. 7

Di mana aksis mata memotong retina, terletak makula lutea. Di tengah-tengahnya terdapat

lekukan dari fovea sentralis. Pada funduskopi, tampak makula lutea lebih merah dari sekitarnya dan

pada tempat fovea sentralis seolah-olah ada cahaya, yang disebut refleks fovea, yang disebabkan

lekukan pada fovea sentralis. Besar makula lutea 1-2 mm. Daerah ini daya penglihatannya paling

tajam, terutama di fovea sentralis. Struktur makula lutea: 7

1. Tidak ada serat saraf;

2. Sel-sel ganglion sangat banyak dipinggir-pinggirnya, tetapi di makula sendiri tidak ada;

3. Lebih banyak kerucut daripada batang dan telah bermodifikasi menjadi tipis-tipis. Di fovea

sentralis hanya terdapat kerucut.

Nasal dari makula lutea, kira-kira pada jarak 2 diameter papil terdapat papilla nervi optisi,

yaitu tempat di mana N II menembus sklera. Papil ini hanya terdiri dari serabut saraf, tidak

mengandung sel batang dan kerucut sama sekali. Bentuk papil lonjong, berbatas tegas, pinggirnya

Page 7: Tugas epidemologi   ablasio retina

lebih tinggi dari retina sekitarnya. Bagian tengahnya ada lekukan yang tampak agak pucat, besarnya

1/3 diameter papil, yang disebut exkavasi fisiologis. Dari tempat inilah keluar arteri dan vena sentral

yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal, juga ke atas dan ke bawah.

Pada pemeriksaan funduskopi, dinding pembuluh darah tidak dapat dilihat. Yang tampak pada

pemeriksaan adalah kolom darah. Arteri diameternya lebih kecil, dengan perbandingan a:v = 2:3.

Warnanya lebih merah, bentuknya lebih lurus-lurus, di tengahnya terdapat refleks cahaya. Vena lebih

besar, warna lebih tua, bentuk lebih berkelok-kelok.7

A. retina sentralis mengurus makanan lapisan-lapisan retina sampai dengan membrana

limitans eksterna. Di daerah makula lutea, yang terutama terdiri dari sel batang dan sel kerucut tidak

terdapat cabang dari A. retina sentralis, oleh karena daerah ini mendapat nutrisi dari kapiler koroid.7

Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina,dan terdiri atas lapisan1 :

1) Epitel pigmen retina(RPE) : terbentuk atas satu lapisan sel yang melekat longgar pada

retina kecuali di perifer(ora serata).

2) Fotoreseptor : merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai

bentuk ramping dan sel kerucut.

3) Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.

4) Lapis nukleus luar : merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.Ketiga

lapis diatas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.

5) Pleksiform luar : merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinapsis sel

fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

6) Nukleus dalam : merupakan tubuh sel bipolar,sel horizontal dan sel Muller.Lapis ini

mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

7) Pleksiform dalam : merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinaps sel

bipolar,sel amakrin dengan sel ganglion.

8) Sel ganglion : merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.

9) Serabut saraf : merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke saraf optik. Di dalam

lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.

10) Membran limitan interna : merupakan membrane hialin antara retina dan badan kaca.

Page 8: Tugas epidemologi   ablasio retina

2.4 PATOFISIOLOGI

Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel

optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur dapat berpisah :5

1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat memasuki

ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio regmatogenosa).

2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya seperti

pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional).

3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat proses

eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif)

Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina atau lubang

retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata afakia. Perubahan yang merupakan

faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer (degenerasi kisi-kisi/lattice degeration), pencairan

sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah retina tertentu, cedera, dan sebagainya.12

Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid. Sklerosis dan

sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke retina. Hal

semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah retina.

Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina.

Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15 tahun lebih awal daripada mata

emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi pada mata miopia daripada mata emetropia

atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih

sering daripada mata fakia.12

Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa lebih awal

daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam hialuron

sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi

badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip

agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata

yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya

terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak

intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi. Sekali terjadi

robekan retina, cairan akan menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel

pigmen dan koroid.12

Page 9: Tugas epidemologi   ablasio retina

2.5 KLASIFIKASI

Klasifikasi ablasio retina berdasarkan etiologinya, terdiri atas :1

2.5.1 . Ablasio retina regmatogenosa

Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat adanya robekan pada

retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi

pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau

lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis

epitel pigmen koroid.

Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang

kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat adanya pijaran api

(fotopsia) pada lapangan penglihatan.

Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya karena

dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio retina bila

dilepasnya retina mengenai makula lutea.

Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat

dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.

Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasio) bergoyang. Kadang-kadang

terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen pupil akibat

penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi

neovaskular glaukoma pada ablasio yang telah lama.

2.5.2. Ablasio retina tarikan atau traksi

Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada

badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.

Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes mellitus

proliferatif, trauma dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.

2.5.3. Ablasio retina eksudatif

Ablasio retina eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di

bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya

cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini disebabkan penyakit

koroid. Pada ablasio tipe ini penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasio

ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.

Page 10: Tugas epidemologi   ablasio retina

2.6 DIAGNOSIS

Diagnosis ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan

pemeriksaan penunjang, sebagai berikut :

2.6.1. Anamnesis

Gejala yang sering dikeluhkan pasien, adalah:

- Floaters (terlihat benda melayang-layang), yang terjadi karena adanya kekeruhan di vitreus

oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri.

- Fotopsia/ light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya di sekitarnya, yang umumnya

terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.

- Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup

tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut dapat terjadi penurunan

tajam penglihatan yang lebih berat.

2.6.2. Pemeriksaan oftalmologi

- Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea

ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar masuk.

Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat.

- Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup tabir dan

dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina, pada lapangan pandang

akan terlihat pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia.

- Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina

dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini ablasio retina

dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan pengangkatan retina. Retina tampak keabu-abuan

yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang

subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata bergerak. Suatu robekan pada

retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin

didapatkan debris terkait pada vitreus yang terdiri dari darah dan pigmen atau ruang retina dapat

ditemukan mengambang bebas.

2.6.3. Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara

lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah.

- Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan untuk

mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti

proliverative vitreoretinopati, benda asing intraokuler. Selain itu ultrasonografi juga

Page 11: Tugas epidemologi   ablasio retina

digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya

tumor dan posterior skleritis.

- Scleral indentation

- Fundus drawing

- Goldmann triple-mirror

- Indirect slit lamp biomicroscopy

2.7 Penatalaksanaan

Prinsip Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan

neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina. Penanganannya dilakukan dengan pembedahan,

pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara:6,10,11

2.7.1. Retinopeksi pneumatik

Retinopati pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina regmatogenosa

terutama jika terdapat robekan tunggal pada superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah

dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan

retina. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal akan menghilang 1-2 hari.

Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kryopeksi sebelum balon disuntikkan. Pasien harus

mempertahankan posisi head precise selama 7-10 hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi

robekan retina.

2.7.2.Scleral buckle

Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama tanpa

disertai komplikasi lainnya. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung lokasi dan jumlah

robekan retina. Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Pertama-

tama dilakukan kryopeksi atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel

pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina

sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan cairan

subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari.

2.7.3.Vitrektomi

Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes,

ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau hemoragik vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu

dengan membuat insisi kecil pada bola mata kemudian memasukkan instrumen hingga ke cavum

Page 12: Tugas epidemologi   ablasio retina

melalui pars plana. Setelah itu pemotongan vitreus dengan pemotong vitreus. Teknik dan instrumen

yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio.

2.8 . Diagnosis Banding

- Retinoschisis degeneratif, yaitu degenerasi peripheral tipikal sering ditemukan pada

orang dewasa, berlanjut dan meninggi 2-3 mm posterior ke ora serrata. Daerah yang

degenerasi tampak adanya gelembung dan paling mudah diamati adanya depresi skleral.

Kavitas kistoid pada lapisan pleksiform luar mengandung hyalorinidase-mukopolisakarida

sensitif. Komplikasi yang diketahui dari degenerasi kistoid yang tipikal adalah koalesensi dan

ekstensi kavitas dan peningkatan kearah retinoskisis degenerasi tipikal. Gejala fotopsia dan

floaters tidak ada karena tidak ada traksi vitreoretinal. Defek lapangan pandang jarang. 10,11

- Choroidal detachment, gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi

viteroretinal. Defek lapangan pandang ada pada mata dengan detachment choroidal yang

luas.10

2.9. Komplikasi

Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling umum

terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau persepsi cahaya

adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang melibatkan makula.4

Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami komplikasi, maka

dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif, PVR). PVR dapat

menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut.2,5

Berdasarkan waktu maka :

1. Komplikasi awal setelah pembedahan

a. Peningkatan TIO

b. Glaukoma

c. Infeksi

d. Ablasio koroid

e. Kegagalan pelekatan retina

f. Ablasio retina berulang

2. Komplikasi lanjut

a. Infeksi

b. Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata

c. Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)

d. Diplopia

e. Kesalahan refraksi

Page 13: Tugas epidemologi   ablasio retina

f. astigmatisme

2.10. Prognosis

Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio, diagnosisnya dan

tindakan bedah yang dilakukan.12

Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula atau jika

telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan kembali retina

perifer, maka hasil penglihatan sangat baik. Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum

pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.2,5

Page 14: Tugas epidemologi   ablasio retina

BAB III

PENUTUP

3.1 Keseimpulan dan Saran :

Ablasio adalah salah satu penyakit fatal pada Mata,karna itu jagalah kesehatan mata

kita ,Gunakan kaca mata pelindung untuk mencegah terjadinya trauma pada mata. Penderita

diabetes sebaiknya mengontrol kadar gula darahnya secara seksama. Jika anda memiliki

resiko menderita ablasio retina, periksakan mata minimal setahun sekali.Ablasio bukan

penyakit penular tapi bisa terjadi pada semua umur dan kapan saja waktunya.

Page 15: Tugas epidemologi   ablasio retina

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, dkk. Ablasio retina. In: Sari ilmu penyakit mata. Cetakan ke-4. Gaya Baru Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004: 9,10,183-6.

2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Ablasi retina. In: Oftalmologi umum. 14th ed. Widya Medika.

Jakarta; 2006:197, 207-9.

3. Olsen TW. Retina. In: Primary care ophtahalmology. Palay DA, Krachmer JH. Pr, editors. 2nd

ed. Elsevier Mosby. Philadelphia;2005. 183-6.

4. Gregory Luke Larkin.Retinal Detachment.EMedicine [Online] Available from :

http://www.emedicine.com/emerg/byname/Retinal-Detachment.htm . Accessed: 15/4/2008

5. James B.,dkk. Ablasi retina. In: Oftalmologi. 9th ed. Erlangga:Ciracas Jakarta; 2003: 117-121.

6. Friedman NJ, Kaiser PK, Trattler WB. Posterior segment. In: Review of ophthalmology.

Elsevier Saunders. Philadelphia; 2005: 295-342.

7. Wijana N. Retina. In: Ilmu penyakit mata. 154-6.

8. Langston DP. Manual of ocular diagnosis and therapy. 5th ed. Lippicott Williams & Wilkins.

Philadelphia; 2002: 187-91.

9. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita selekta kedokteran Edisi ketiga jilid pertama. Fakultas kedokteran

Universitas Indonesia : Media Aesculapius

10. Kanski JJ. Retinal etachment. In: Clinical ophthalmology. 5th ed. Butterworth Heinemann.

Philadelphia; 2003: 349-89.

11. The Eye MD. Association, Retina and Vitreus. In: Basic and clinical science cource 2003-2004

on CD-ROM, section 12. America Academy of Ophthalmology: 2003-2004.

12. Hollwich F. Ablasi Retina. In: Oftalmologi. Binarupa Aksara: Jakarta; 1993: 263-269.

13. Lihteh Wu. Tractional Retinal Detachment.E Medicine [Online]Available from :

http://www.emedicine.com/oph/byname/Retinal-Detachment–Tractional.htm .Accessed:

15/4/2008.

14. Lihteh wu. Exudative Retinal Detachment.E Medicine [Online]Available from :

http://www.emedicine.com/oph/byname/Retinal-Detachment–Exudative.htm .Accessed:

15/4/2008.