tugas bakteriologi

39
Tugas bakteriologi Gangguan Pencernaan Akibat Infeksi Bakteri Kecukupan nutrisi tubuh ayam berpengaruh besar terhadap produktivitas dan hal itu sangat berkaitan erat dengan fungsi kerja saluran pencernaan. Saluran pencernaan yang berfungsi secara optimal akan mampu memaksimalkan nilai pemanfaatan ransum melalui proses pencernaan dan penyerapan nutrisi. Namun bagaimana jika organ dan saluran pencernaan mengalami gangguan baik karena faktor infeksius maupun non infeksius? Dalam kesempatan ini akan kami jabarkan bahasan tentang gangguan pencernaan ayam, terutama akibat infeksi bakterial (oleh bakteri,red). Dampak akibat Gangguan Pencernaan Kerugian utama adanya gangguan pada organ dan saluran pencernaan ayam tentunya berupa terganggunya penyerapan nutrisi yang berdampak pada hambatan pertumbuhan dan penurunan produksi telur. Mortalitas dan morbiditas ayam juga akan meningkat. Gangguan pencernaan akibat infeksi bakterial misalnya akan menyebabkan saluran pencernaan tidak dapat bekerja dengan baik. Hal lain berakibat pada terjadinya immunosuppresif. Beberapa mekanisme terjadinya immunosuppresif ini ialah : Kerusakan jaringan mukosa usus menyebabkan proses pencernaan dan penyerapan zat nutrisi tidak optimal. Akibatnya terjadi defisiensi nutrisi sehingga pembentukan antibodi terganggu Mukosa usus dan seka tonsil merupakan bagian dari sistem kekebalan lokal di saluran pencernaan. Kerusakan kedua organ ini mengakibatkan ayam lebih rentan terinfeksi penyakit lainnya Di sepanjang jaringan mukosa usus terdapat jaringan limfoid penghasil antibodi (IgA), dimana IgA tersebut akan terakumulasi di dalam darah. Kerusakan mukosa usus akan mengakibatkan keluarnya plasma dan sel darah merah sehingga kadar IgA, sebagai benteng pertahananan di lapisan permukaan usus pun menurun Gangguan Pencernaan Akibat Infeksi Bakteri Sepanjang tahun 2010, kasus-kasus penyakit yang berdampak pada gangguan saluran pencernaan ayam cukup tinggi bermunculan di lapangan, baik pada ayam pedaging maupun ayam petelur. Penyakit seperti necrotic enteritis terutama menyerang usus ayam, sedangkan penyakit bakterial lain seperti colibacillosis, kolera dan pullorum merusak hampir semua sistem organ dari tubuh ayam, tidak

Upload: hendri-januri

Post on 05-Aug-2015

233 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas bakteriologi

Tugas bakteriologi

Gangguan Pencernaan Akibat Infeksi Bakteri Kecukupan nutrisi tubuh ayam berpengaruh besar terhadap produktivitas dan hal itu sangat berkaitan erat dengan fungsi kerja saluran pencernaan. Saluran pencernaan yang berfungsi secara optimal akan mampu memaksimalkan nilai pemanfaatan ransum melalui proses pencernaan dan penyerapan nutrisi. Namun bagaimana jika organ dan saluran pencernaan mengalami gangguan baik karena faktor infeksius maupun non infeksius? Dalam kesempatan ini akan kami jabarkan bahasan tentang gangguan pencernaan ayam, terutama akibat infeksi bakterial (oleh bakteri,red).

Dampak akibat Gangguan Pencernaan

Kerugian utama adanya gangguan pada organ dan saluran pencernaan ayam tentunya berupa terganggunya penyerapan nutrisi yang berdampak pada hambatan pertumbuhan dan penurunan produksi telur. Mortalitas dan morbiditas ayam juga akan meningkat. Gangguan pencernaan akibat infeksi bakterial misalnya akan menyebabkan saluran pencernaan tidak dapat bekerja dengan baik. Hal lain berakibat pada terjadinya immunosuppresif. Beberapa mekanisme terjadinya immunosuppresif ini ialah :

Kerusakan jaringan mukosa usus menyebabkan proses pencernaan dan penyerapan zat nutrisi tidak optimal. Akibatnya terjadi defisiensi nutrisi sehingga pembentukan antibodi terganggu

Mukosa usus dan seka tonsil merupakan bagian dari sistem kekebalan lokal di saluran pencernaan. Kerusakan kedua organ ini mengakibatkan ayam lebih rentan terinfeksi penyakit lainnya

Di sepanjang jaringan mukosa usus terdapat jaringan limfoid penghasil antibodi (IgA), dimana IgA tersebut akan terakumulasi di dalam darah. Kerusakan mukosa usus akan mengakibatkan keluarnya plasma dan sel darah merah sehingga kadar IgA, sebagai benteng pertahananan di lapisan permukaan usus pun menurun

Gangguan Pencernaan Akibat Infeksi Bakteri

Sepanjang tahun 2010, kasus-kasus penyakit yang berdampak pada gangguan saluran pencernaan ayam cukup tinggi bermunculan di lapangan, baik pada ayam pedaging maupun ayam petelur. Penyakit seperti necrotic enteritis terutama menyerang usus ayam, sedangkan penyakit bakterial lain seperti colibacillosis, kolera dan pullorum merusak hampir semua sistem organ dari tubuh ayam, tidak terkecuali organ pencernaan. Dari data yang dihimpun oleh tim Technical Service Medion (2010), diketahui bahwa penyakit colibacillosis, kolera dan pullorum masih sering menyerang di peternakan. Sebagian kasus penyakit pencernaan tersebut bersifat oportunis. Artinya bahwa secara normal mikroorganisme penyebab penyakit ada di dalam usus dalam jumlah yang terkendali, akan tetapi saat kondisi ayam menurun akibat stres dll, mikroorganisme tadi bisa berkembang menjadi patogen.

Melihat kondisi cuaca yang seringkali berubah secara drastis saat ini, kondisi tubuh ayam cenderung menurun akibat stres dan pertahanan tubuhnya menjadi tidak optimal sehingga semakin memperbesar peluang munculnya penyakit. Hal itu terutama sangat sensitif terjadi di masa brooding, dimana peternak kurang memperhatikan dinamika suhu. Tidak optimumnya kondisi di masa brooding akan berakibat tidak optimalnya pertumbuhan periode selanjutnya dan ayam rentan terhadap penyakit.

Tabel 1. Persentase Penyakit Ayam Pedaging 2010

Page 2: Tugas bakteriologi

 Tabel 2. Persentase Penyakit Ayam Petelur di 2010

Musim hujan yang masih terjadi disebagian besar wilayah Indonesia pun secara tidak langsung berperan dalam menyebarkan bibit penyakit ke peternakan. Penyebaran bibit penyakit bisa melalui litter, feses dan air minum ayam yang terkontaminasi bibit penyakit.

Berikut penjelasan beberapa penyakit bakterial yang berdampak pada gangguan pencernaan :

Infeksi Bakteri Clostridium sp.

Berbagai bakteri Clostridium sp. secara luas banyak terdapat di tanah dan air. Banyak pula spesies Clostridium yang hidup normal dalam saluran pencernaan ayam. Necrotic enteritis (NE) merupakan penyakit yang disebabkan oleh Clostridium perfringens tipe A atau C dan menyebabkan kerusakan di saluran percernaan, terutama di usus.

Page 3: Tugas bakteriologi

Usus halus yang terinfeksi NESumber : www.csiro.au

Semua jenis ayam pada semua umur dapat terinfeksi NE namun paling sering menyerang umur 2-6 minggu pada ayam petelur dan umur 2-5 minggu pada ayam pedaging (Technical Service, 2010). Secara normal, di dalam usus ayam sehat terdapat bakteri C. perfringens dalam jumlah yang aman (tidak menyebabkan terjadinya outbreak penyakit, red). Saat kondisi ayam buruk dan didukung dengan kondisi lingkungan yang tidak nyaman (tantangan agen penyakit banyak,red) maka outbreak NE dapat terjadi.

Munculnya kasus NE biasanya dipicu oleh serangan koksidosis. Koksidiosis merupakan penyakit parasit yang disebabkan oleh protozoa (bersel tunggal) dari genus Eimeria sp. Saat koksidiosis menyerang, akan terjadi perdarahan dan kerusakan jaringan ileum (usus halus) serta peningkatan penguraian air tubuh sehingga dihasilkan banyak oksigen. Meningkatnya oksigen akan memicu bakteri aerob, seperti C. perfringens meningkat populasinya dan berlanjut dengan serangan necrotic enteritis. Penggantian ransum secara mendadak dan penggunaan beberapa jenis bahan baku ransum, seperti tepung ikan, gandum dan barley yang melebihi batas juga dapat mempercepat peningkatan populasi C. perfringens di dalam usus. Kerusakan usus oleh koksidiosis, menyebabkan usus tidak dapat bekerja menyerap nutrisi sehingga terjadi akumulasi nutrisi di dalam usus. Nutrisi tersebut kemudian dimanfaatkan oleh bakteri C. perfringens untuk berkembangbiak meningkatkan populasinya.

Infeksi NE diawali dengan gejala klinis penurunan nafsu makan, depresi, bulu berdiri, ayam terlihat bergerombol dan diare. Infeksi NE juga ditandai oleh feses agak encer berwarna merah kecoklatan (seperti warna buah pepaya) disertai dengan cairan asam urat yang keluar bersama feses. Kadang feses juga bercampur dengan sejumlah material ransum yang tidak tercerna secara sempurna.

Dari hasil bedah bangkai akan ditemukan adanya nekrosa pada mukosa usus halus dan terjadi perubahan dimana usus menjadi rapuh dan mengalami distensi (penggelembungan) akibat pembentukan gas dan kadang dijumpai perdarahan. Selain kerusakan pada usus, NE juga dapat mengakibatkan hati mengalami pembengkakan, keras, pucat dan terdapat bintik-bintik. Kantung empedu juga membesar dan rapuh.

Infeksi Escherichia coli

Infeksi Escherichia coli (E. coli) pada ayam dikenal dengan istilah colibacillosis. Bakteri E.coli merupakan bakteri yang normal hidup pada saluran pencernaan ayam dan dari jumlah tersebut 10-15% merupakan E. coli yang berpotensi menjadi patogen. Colibacillosis dapat berperan sebagai infeksi primer maupun sekunder mengikuti serangan penyakit yang lain, seperti CRD dan korisa. Jika dilihat dari umur serangan, maka pada ayam pedaging, colibacillosis lebih sering menyerang di umur 22-28 hari, sedangkan pada ayam petelur di umur > 3 minggu (Technical Service Medion, 2010).

Page 4: Tugas bakteriologi

Bakteri E. coli tinggi konsentrasinya di dalam feses yaitu sekitar 106 tiap gram feses. Bakteri E. coli tersebut kemudian menyebar dan mengkontaminasi debu, litter dan air minum. Penyebaran E. coli melalui air minum memang lebih dominan dan menjadi sorotan karena air minum merupakan media yang mudah membawa E. coli masuk ke dalam tubuh ayam.

Coligranuloma yang menyerang usus ayamSumber : Dok. Medion

Infeksi colibacillosis bisa bersifat lokal atau sistemik dengan berbagai bentuk. Bentuk infeksi lokal colibacillosis terdiri dari omphalitis, cellulitis, diare dan salpingitis. Sedangkan bentuk infeksi sistemik colibacillosis terdiri dari colisepticemia, panopthalmitis, meningitis dan coligranuloma. Dari semua bentuk colibacillosis tersebut yang lebih spesifik menyerang saluran pencernaan ialah bentuk diare dan coligranuloma.

Salah satu gejala klinis infeksi E. coli pada ayam yang dapat diamati adalah adanya diare berwarna kuning. Gejala klinis tersebut diikuti pula oleh perubahan patologi anatomi, dimana pada colibacillosis bentuk diare ditemukan usus yang mengalami peradangan (enteritis), sedangkan pada coligranuloma ditemukan adanya granuloma (bungkul-bungkul) pada hati, sekum, duodenum dan penggantung usus.

Infeksi Pasteurella multocida

Infeksi Pasteurella multocida pada ayam sering dikenal dengan penyakit kolera (fowl cholera). Dari penanganan kasus di lapangan oleh Technical Service Medion (tahun 2010) dilaporkan bahwa kolera menempati peringkat 1 pada ranking penyakit ayam petelur dan sering menyerang diumur > 35 minggu. Mortalitas dan morbiditas kolera berkisar antara 0- 20%. Kejadian kolera unggas di Indonesia lebih bersifat sporadik. Ledakan penyakit ini sangat erat hubungannya dengan berbagai faktor pemicu stres seperti fluktuasi suhu, kelembaban, pindah kandang, potong paruh, perlakuan vaksinasi yang tidak benar, transportasi, pergantian ransum yang mendadak serta penyakit immunosuppressive.

Peradangan usus (enteritis) akibat koleraSumber : Dok. Medion

Gejala klinis kolera terlihat dari penurunan nafsu makan, lesu, bulu mengalami kerontokan, diare yang awalnya encer kekuningan, lama-kelamaan akan berwarna kehijauan disertai mucus (lendir), peningkatan frekuensi pernapasan, daerah muka, jengger dan pial membesar.

Page 5: Tugas bakteriologi

Perubahan patologi anatomi yang ditimbulkan oleh penyakit ini bervariasi sesuai dengan derajat keparahannya. Pada kolera bentuk akut, terlihat berupa perdarahan petechial pada berbagai organ visceral terutama pada jantung, hati, paru-paru, lemak jantung maupun lemak abdominal. Selain itu juga sering ditemukan perdarahan berupa petechial dan ecchymosis pada mukosa usus. Hal ini disebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler akibat aktivitas endotoksin. Hati juga akan terlihat membesar dan terdapat bintik putih. Untuk kolera bentuk kronis, ditandai dengan adanya infeksi lokal yang dapat ditemukan pada persendian tarsometatarsus, bursa sternalis, telapak kaki, rongga peritonium dan oviduk.

 

 Salah satu serangan kolera mengakibatkan hati membengkak dan terdapat bintik putih

Sumber : Dok. Medion

Infeksi Salmonella sp.

Infeksi ayam oleh Salmonella sp. bisa mengakibatkan timbulnya beberapa penyakit yaitu avian paratyphoid, fowl typhoid dan pullorum. Diantara ketiga jenis penyakit tersebut, pullorum merupakan penyakit yang lebih sering menginfeksi, terutama pada ayam pedaging. Penyakit pullorum ini identik dengan berak kapur dan sering menyerang pada anak ayam.

Kotoran putih pada dubur anak ayam pada kasus pullorumSumber : anonymous

Kematian bisa mencapai 80% dan puncak kematian pada umur 2-3 minggu setelah menetas. Dari gejala klinis, ayam akan terlihat ngantuk, lemah, kehilangan nafsu makan dan diikuti dengan kematian mendadak. Anak ayam kerapkali “menciap” kesakitan ketika sedang buang kotoran. Kotoran tersebut berwarna putih menyerupai kapur (pasta) dan terkadang menempel pada dubur ayam. Perubahan bedah bangkai akan terlihat adanya nekrosis (kematian jaringan) pada hati serta terkadang hati mengalami pembengkakan. Pada saluran pencernaan tampak bintik-bintik putih terutama pada mesenterium (penggantung usus,red) dan otot ventrikulus. Adanya komplikasi dengan CRD atau korisa menyebabkan ayam menunjukkan gejala klinis berupa gangguan pernapasan seperti ngorok dan keluar lendir dari hidung.

Page 6: Tugas bakteriologi

Bungkul putih pada usus akibat infeksi Salmonella sp.Sumber : anonymous

Penularan Penyakit Pencernaan

Penyakit infeksi saluran pencernaan oleh bakteri dapat menular secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung melalui kontak dengan ayam sakit, sedangkan secara tidak langsung melalui kontak dengan pekerja kandang atau peralatan (alat-alat kandang, ransum, air minum dll) yang tercemar oleh bakteri. Pada kasus pullorum, penyakit dapat ditularkan secara vertikal yaitu melalui telur kemudian menyebar dalam mesin penetasan dan meluas sesuai dengan distribusi anak ayam yang ditetaskan dari mesin penetas yang tercemar tersebut.

Pada kasus penularan secara tidak langsung, bibit penyakit masuk ke dalam tubuh ayam diawali dengan tertelannya bakteri tersebut bersama ransum atau air minum yang terkontaminasi. Kemudian bakteri dalam tubuh ayam (saluran pencernaan) memperbanyak diri dalam usus, menembus dinding usus dan masuk ke dalam aliran darah. Bakteri dalam darah akan berkembang sampai menjadi septikemia (bertahannya bakteri dalam darah) yang merupakan ciri dari kejadian infeksi penyakit akut.

Bakteri yang terdapat di dalam usus dapat menyebabkan peradangan dan penghancuran lapisan usus. Selain itu, bakteri juga akan menghasilkan toksin yang dapat mengganggu proses penyerapan nutrisi oleh usus dan mengakibatkan peningkatan peristaltik usus, yang akhirnya terjadilah gejala diare.

Bakteri yang secara normal berada di dalam saluran pencernaan ayam pun bisa ikut menginfeksi. Hal ini dipicu oleh kondisi ayam yang menurun, sedangkan bakteri terus bertambah konsentrasinya. Konsentarsi bakteri yang tinggi dalam usus bisa dikeluarkan melalui feses dan dapat menginfeksi ayam lain.

 

Tindakan Pengobatan dan Penanganan

Tindakan pengobatan yang dapat dilakukan jika ayam sudah terlanjur terserang penyakit infeksi saluran pencernaan di atas, antara lain :

Segera pisahkan ayam yang positif terinfeksi NE, colibacillosis, kolera dan pullorum tersebut Untuk mengatasi serangan NE, obati dengan Ampicol, Doxytin, Koleridin atau Neo Meditril.

Sedangkan saat terjadi komplikasi antara NE dan koksidiosis, obat yang dapat diberikan antara lain Therapy atau Duoko

Untuk menangani colibacillosis, obat yang dapat digunakan diantaranya Ampicol, Amoxitin, Coliquin, Neo Meditril, Proxan-S, Tycotil, Therapy atau Trimezyn (pilih salah satu)

Pada kasus serangan pullorum, dapat dilakukan pengobatan dengan memberikan Proxan-S, Koleridin, Therapy, Trimezyn-S atau Vita Tetra Chlor (pilih salah satu) yang diberikan sesuai dosis dan aturan pakai

Untuk kasus infeksi kolera, lakukan tindakan pengobatan berdasarkan tingkat keparahan penyakit, jumlah populasi ayam dan umur kejadian penyakit. Untuk kasus kolera ringan, dapat diberikan antibiotik yang dapat diaplikasikan melalui air minum seperti Amoxitin, Proxan-S atau Coliquin. Sedangkan jika kejadian kolera sudah parah maka pilihlah antibiotik yang diberikan

Page 7: Tugas bakteriologi

secara suntikan seperti Gentamin, Medoxy LA, Medoxy-L atau Vet Strep Untuk semua kasus penyakit, setelah dilakukan pengobatan, berikan vitamin seperti Vita Stress,

Fortevit atau Vita Strong untuk membantu mempercepat proses kesembuhan (recovery)

Tindakan Pencegahan dan Pengendalian

Pengobatan suatu penyakit tidak akan berhasil optimal tanpa didukung biosecuriti dan manajemen pemeliharaan yang bagus. Adapun prinsip untuk mencegah penyakit diantaranya :

1.  Mengurangi populasi bibit penyakit di sekitar ayam

Dalam mengurangi bibit penyakit yang ada di sekitar ayam maka langkah yang dapat ditempuh antara lain :

Istirahat kandang minimal selama 2 minggu dihitung setelah kandang sudah dalam keadaan bersih dan didesinfeksi. Hal ini bertujuan untuk memutus siklus hidup bibit penyakit

Lakukan istirahat kandang minimal 2 mingguSumber : Dok. Medion

Lakukan desinfeksi kandang kosong dengan Sporades atau Formades. Pada 3 hari sebelum chicks in, lakukan kembali penyemprotan kandang beserta peralatannya baik tempat ransum maupun tempat minum dengan menggunakan Medisep

2.  Mencegah kontak antara bibit penyakit dengan ayam

Untuk mendukung langkah pengurangan konsentrasi bibit penyakit, maka perlu dilakukan pencegahan kontak antara bibit penyakit dengan ayam. Langkah pencegahan tersebut dengan cara :

Mengatur lalu lintas karyawan, pekerja, tamu, kendaraan, hewan piaraan maupun hewan liar yang bisa menjadi sumber penularan

Melakukan sanitasi air minum menggunakan Antisep, Neo Antisep atau Medisep minimal 3x seminggu

Page 8: Tugas bakteriologi

Antisep, Neo Antisep dan Medisep merupakan produk-produk antiseptika MedionSumber : Dok. Medion

Pemberantasan vektor pembawa penyakit seperti tikus dan lalat dengan menggunakan insektisida

3.  Meningkatkan daya tubuh ayam

Ketahanan tubuh ayam paling utama ditentukan oleh faktor ransum yang didukung dengan kondisi lingkungannya.

Lakukan monitoring terhadap konsumsi ransum. Penggantian ransum hendaknya dilakukan secara berkala (periodik). Untuk kasus NE, batasi pemakaian tepung ikan, gandum dan barley (jangan berlebih)

Perhatikan suhu, kelembaban, ventilasi, kepadatan kandang serta kualitas litter atau sekam. Dalam manajemen litter, lakukan pembolak-balikan litter untuk mencegah litter basah. Pada masa brooding, pembolak-balikan litter dilakukan secara teratur setiap 3-4 hari sekali mulai umur 4 hari sampai umur 14 hari. Segera ganti litter yang basah dan menggumpal. Jika jumlah yang menggumpal sedikit, maka dapat dipilah dan dikeluarkan dari kandang. Namun jika jumlah litter yang menggumpal atau basah sudah banyak, lebih baik tumpuk dengan litter yang baru hingga yang menggumpal tidak tampak

Hindari litter basah dan menggumpalSumber : Dok. Medion

Untuk meningkatkan daya tahan tubuh maka dapat dilakukan pemberian multivitamin berupa Fortevit maupun Vita Stress yang dapat diberikan melalui air minum. Selain meningkatkan daya tahan tubuh, vitamin juga berfungsi dalam membantu pertumbuhan dan mengatasi stres, mencegah penyakit akibat kekurangan vitamin serta mampu memperbaiki efisiensi ransum.

Page 9: Tugas bakteriologi

Fortevit dan Vita Stress merupakan produk-produk vitamin MedionSumber : Dok. Medion

Kasus gangguan pencernaan pada ayam disebabkan oleh berbagai faktor, seperti adanya infeksi penyakit bakterial. Oleh karena itu tindakan manajemen kesehatan dan pemeliharaan sangat dibutuhkan untuk mengendalikan kasus gangguan agar tidak timbul kerugian yang lebih banyak.

Page 10: Tugas bakteriologi

Patogen

Helicobacter pylori bakteri patogen pada pencernaan manusia

Patogen (Bahasa Yunani: παθογένεια, "penyebab penderitaan") adalah agen biologis yang menyebabkan penyakit pada inangnya.[1] Sebutan lain dari patogen adalah mikroorganisme parasit.[2] Umumnya istilah ini diberikan untuk agen yang mengacaukan fisiologi normal hewan atau tumbuhan multiselular. Namun, patogen dapat pula menginfeksi organisme uniselular dari semua kerajaan biologi.[1]

Umumnya, hanya organisme yang sangat patogen yang dapat menyebabkan penyakit, sementara sisanya jarang menimbulkan penyakit. Patogen oportunis adalah patogen yang jarang menyebabkan penyakit pada orang-orang yang memiliki imunokompetensi (immunocompetent) namun dapat menyebabkan penyakit/infeksi yang serius pada orang yang tidak memiliki imunokompetensi (immunocompromised).[1] Patogen oportunis ini umumnya adalah anggota dari flora normal pada tubuh.[1] Istilah oportunis sendiri merujuk kepada kemampuan dari suatu organisme untuk mengambil kesempatan yang diberikan oleh penurunan sistem pertahanan inang untuk menimbulkan penyakit.[1]

Pada umumnya semua patogen pernah berada di luar sel tubuh dengan rentang waktu tertentu (ekstraselular) saat mereka terpapar oleh mekanisme antibodi, namun saat patogen memasuki fase intraselular yang tidak terjangkau oleh antibodi, sel T akan memainkan perannya.[3]

Virulensi

Virulensi adalah derajat tingkat patogenitas yang diukur oleh banyaknya organisme yang diperlukan untuk menimbulkan penyakit pada jangka waktu tertentu.[4][2] Virulensi berkaitan erat dengan infeksi dan penyakit: infeksi merujuk pada suatu situasi di mana suatu mikroorganisme telah menetap dan tumbuh pada suatu inang, dalam hal ini mikrorganisme tersebut dapat melukai atau tidak melukai inangnya; sementara penyakit adalah kerusakan atau cedera pada inang yang mengganggu fungsi tubuh inang. [2] Sebagai contoh, dosis letal 50%/ 50%lethal dose (LD50) adalah jumlah organisme yang diperlukan untuk membunuh setengah dari jumlah inang yang diserang.[4] Sementara dosis infeksius 50%/ 50%infectious dose (ID50) adalah jumlah organisme

Page 11: Tugas bakteriologi

patogen yang dibutuhkan untuk menginfeksi 50% dari total inang yang diserang. ID50 dari tiap organisme berbeda-beda, sebagai contoh, Shigella memiliki ID50 kurang dari 100 organisme sementara Salmonella memiliki ID50 sekitar 100.000 organisme.[4] Dosis infeksius dari suatu organisme tergantung dari faktor virulensi mereka.

Faktor Virulensi Bakteri

1. Transmisibilitas: Tahap pertama dari proses infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke dalam inang melalui satu atau beberapa jalur: pernapasan, pencernaan (gastrointestinal), urogenitalia, atau kulit yang telah terluka. setelah masuk, patogen harus melalui brmacam-macam sistem pertahanan tubuh sebelum dapat hidup dan berkembangbiak di dalam inangnya.[4] Contoh sistem pertahanan inang meliputi kondisi asam pada perut dan saluran urogenitalia, fagositosis oleh sel darah putih, dan bermacam-macam enzim hidroitik dan proteolitik yang dapat ditemukan di kelenjar saliva, perut, dan usus halus.[4] Bakteri yang memiliki kapsul polisakarida di bagian luarnya seperti Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis memiliki kesempatan lebih besar untuk bertahan hidup.[4]

2. Pelekatan: Beberapa bakteri seperti Escherichia coli menggunakan en:pili untuk melekat pada permukaan sel inang mereka.[4] Bakteri lain memilki molekul adhesi/pelekatan pada permukaan sel mereka atau dinding sel yang hidrofobik seingga mereka dapat menempel pada membran sel inang.[4] Pelekatan meningkatkan virulensi dengan cara mencegah bakteri terbawa oleh mukus atau organ karena aliran cairan seperti pada saluran urin dan pencernaan.[4]

3. Kemampuan invasif: bakteri invasif adalah bakteri yanf dapat masuk ke dalam sel inang atau menembus permukaan kelenjar mukus sehingga menyebar dari titik awal infeksi.[4] Kemampuan invasif didukung oleh adanya enzim yang mendegradasi matriks ektraseluler seperti kolagenase.[4]

4. Toksin bakteri: Beberapa bakteri memproduksi toksin atau racun yang dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu: endotoksin dan eksotoksin.[4] Eksotoksin adalh protein yang disekresikan oleh bakteri gram positif dan gram negatif. Di sisi lain, endotoksin adalah lipopolisakarida yang tidak disekresikan melainkan terdapat pada dinding sel bakteri gram negatif

Virus

Virus adalah parasit yang bukan merupakan mahluk hidup namun memiliki materi genetik berupa asam nukleat (DNA/RNA) yang membutuhkan keberadaan sel prokariot atau eukariot yang hidup untuk melakukan replikasi atau perbanyakan dari asam nukleat tersebut.[6] Virus dapat menginfeksi binatang, manusia, tanaman, fungi, bakteri, protozoa, serangga dan hampir semua jenis mahluk hidup.[6] Contoh virus yang menyerang bakteri adalah en:bacteriophage yang menyerang Escherichia coli.[6] Sementara pada manusia contohnya adalah en:Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyebabkan penyakit en:Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)

Bakteri

Bakteri yang termasuk dalam organisme prokariot selain memiliki kegunaan, juga bisa menimbulkan kerugian karena merupakan patogen yang umum pada mahluk hidup seperti manusia.[7] Contohnya adalah bakteri patogen oportunis Pseudomonas aeruginosa yang dapat menginfeksi paru-paru sehingga dapat menimbulkan kematian.[7] Selain P. aeruginosa bakteri

Page 12: Tugas bakteriologi

patogen lain yang populer adalah Staphylococcus aureus yang adalah Mikroflora normal manusia pada permukaan kulit, mulut, dan hidung, namun pada saat sistem imun menurun, S. aureus akan bersifat patogen dan dapat menimbulkan penyakit seperti penggumpalan darah

Fungi

Fungi adalah organisme prokariot yang termasuk dalam kingdom protista dengan sekitar 75.000 spesies yang sudah diidentifikasi.[8].Fungi dapat menjadi parasit pada manusia contohnya seperti Candida albicans yang adalah fungi patogen oportunis yang dapat menyebabkan infeksi pada hampir semua bagian dari tubuh manusia dan dapat menyebabkan kematian.[8] C. albicans seringkali menyerang rongga mulut ataupun vagina, namun sewaktu sistem imun inang sedang baik, C. albicans tidak akan menimbulkan infeksi dan hidup secara normal pada rongga mulut manusia misalnya. Dalam bidang pertanian, fungi dibagi menurut perannya setidaknya menjadi tiga macam, yakni penyakit tumbuhan/ hewan, dekomposer, dan agens pengendali hayati. Ketiganya memiliki fungsi dan peran yang berbeda yang sangat penting dalam keseimbangan agroekosistem. Sebagai agens pengendali hayati dan dekomposer, fungi telah dikembangkan sedemikian pesatnya hingga bioteknologi dan nanoteknologi. (Dr. Anton Muhibuddin-Universitas Brawijaya)

Protozoa

Protozoa adalah gup organisme bersel satu yang sangat bervariasi dengan lebih dari 50.000 jenis.[9] Banyak yang berukuran kurang dari 1/200 mm tapi beberapa dapat mencapai 3 mm seperti ''Spirostomun''. Banyak yang hidup secara soliter (sendiri), ada yang secara berkoloni.[9] Pada manusia, protozoa merupakan salah satu patogen dan dapat menyebabkan penyakit seperti malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Protozoa ini ditularkan dari manusia yang satu ke manusia yang lain dengan perantaraan nyamuk betina dari genus anopheles.[9] Terdapat ratusan juta kasus dari penyakit malaria pertahun dengan tingkat kematian yang tinggi pada negara-negara miskin

Cacing

Cacing dalam usus merupakan salah satu patogen manusia yang paling umum. Cacing gelang Ascaris lumbricoides diperkirakan menginfeksi 1.472 juta manusia di seluruh dunia.[10] Walau jarang membahayakan nyawa, parasit ini merupakan penyebab utama morbiditas pada negara-negara berkembang[10]. Infeksi berat dapat menyebabkan gangguan usus dan gangguan pertumbuhan

Rujukan

1. ^ a b c d e Warren Levinson. 2008. Review of Medical Microbiology & Immunology, Tenth Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc

2. ^ a b c d Madigan MT, Martinko JM, Brock TD. 2006. Brock Biology of Microorgnisms. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

3. ̂ (Inggris)"Figure 10.4. Pathogens found in various compartments of the body". Charles A. Janeway, et al.. Diakses pada 17 Maret 2010.

Page 13: Tugas bakteriologi

4. ^ a b c d e f g h i j k l m n Harvey RA, Champe PC, Fisher BD, Strohl WA. 2007. Microbiology. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkin

5. ̂ (Inggris)"Figure 10.3 A variety of microorganisms can cause disease". Charles A. Janeway, et al.. Diakses pada 17 Maret 2010.

6. ^ a b c d Lerner KL, Lerner BW. 2003. World of Microbiology and Immunology.Detroit : Gale

7. ^ a b Ramos JL, Filloux A. 2010. Pseudomonas. Volume 6, Molecular microbiology, infection and biodiversity. Dordrecht : Springer Verlag 2010

8. ^ a b c Ramage G, VandeWalle K, Wickes BL,López–Ribot JL. 2001. Characteristics of biofilm formation by Candida albicans. Rev Iberoam Micol 18: 163-170.

9. ^ a b c d Florens L, et al. 2002. A proteomic view of the Plasmodium falciparum life cycle. Nature 419:520-526.

10. ^ a b c Turner JD, Faulkner HM, Kamgno J, Cormnot F, Snick JV, Else KJ, Grencis RK, Behnke JM, Boussinesg M, Bradley JE. 2003. Th2 Cytokines Are Associated with Reduced Worm Burdens in a Human Intestinal Helminth Infection The J of Infec Dis 188:1768–1775

Page 14: Tugas bakteriologi

Bakteri

?Bakteri

Escherichia coli, salah satu bakteri berbentuk batang

Bakteri (dari kata Latin bacterium; jamak: bacteria) adalah kelompok organisme yang tidak memiliki membran inti sel.[2] Organisme ini termasuk ke dalam domain prokariota dan berukuran sangat kecil (mikroskopik), serta memiliki peran besar dalam kehidupan di bumi.[2] Beberapa kelompok bakteri dikenal sebagai agen penyebab infeksi dan penyakit, sedangkan kelompok lainnya dapat memberikan manfaat dibidang pangan, pengobatan, dan industri.[3] Struktur sel bakteri relatif sederhana: tanpa nukleus/inti sel, kerangka sel, dan organel-organel lain seperti mitokondria dan kloroplas.[4] Hal inilah yang menjadi dasar perbedaan antara sel prokariot dengan sel eukariot yang lebih kompleks.[5]

Bakteri dapat ditemukan di hampir semua tempat: di tanah, air, udara, dalam simbiosis dengan organisme lain maupun sebagai agen parasit (patogen), bahkan dalam tubuh manusia.[6][7][8][9] Pada umumnya, bakteri berukuran 0,5-5 μm, tetapi ada bakteri tertentu yang dapat berdiameter hingga 700 μm, yaitu Thiomargarita.[10] Mereka umumnya memiliki dinding sel, seperti sel tumbuhan dan jamur, tetapi dengan bahan pembentuk sangat berbeda (peptidoglikan).[11] Beberapa jenis bakteri bersifat motil (mampu bergerak) dan mobilitasnya ini disebabkan oleh flagel.

Page 15: Tugas bakteriologi

Sejarah

Model mikroskop awal yang dirancang oleh Robert Hooke; dimuat dalam Micrographia.

Bakteri merupakan organisme mikroskopik.[13] Hal ini menyebabkan organisme ini sangat sulit untuk dideteksi, terutama sebelum ditemukannya mikroskop.[13] Barulah setelah abad ke-19 ilmu tentang mikroorganisme, terutama bakteri (bakteriologi), mulai berkembang.[13] Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, berbagai hal tentang bakteri telah berhasil ditelusuri.[13] Akan tetapi, perkembangan tersebut tidak terlepas dari peranan berbagai tokoh penting seperti Robert Hooke, Antoni van Leeuwenhoek, Ferdinand Cohn, dan Robert Koch.[13] Istilah bacterium diperkenalkan di kemudian hari oleh Ehrenberg pada tahun 1828, diambil dari kata Yunani βακτηριον (bakterion) yang memiliki arti "batang-batang kecil".[13] Pengetahuan tentang bakteri berkembang setelah serangkaian percobaan yang dilakukan oleh Louis Pasteur, yang melahirkan cabang ilmu mikrobiologi.[13] Bakteriologi adalah cabang mikrobiologi yang mempelajari biologi bakteri.[5]

Robert Hooke (1635-1703), seorang ahli matematika dan sejarahwan berkebangsaan Inggris, menulis sebuah buku yang berjudul Micrographia pada tahun 1665 yang berisi hasil pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan mikroskop sederhana.[13]Akan tetapi, Robert Hooke masih belum dapat menumukan struktur bakteri.[13] Dalam bukunya tersebut, tergambar hasil penemuannya mengenai tubuh buah kapang.[13] Walau demikian, buku inilah yang menjadi sumber deskripsi awal dari mikroorganisme.[13]

Antoni van Leeuwenhoek (1632—1723) hidup di era yang sama dengan Robert Hooke di mana pengamatan dengan mikroskop masih sangat sederhana.[13] Terinspirasi dari kerja Robert Hooke, ia membuat mikroskop rancangannya sendiri dengan sangat baik untuk mengamati makhluk mikroskopik ini pada berbagai media alami pada tahun 1684.[13] Antoni van Leeuwenhoek berhasil menemukan bakteri untuk pertama kalinya di dunia pada tahun 1676.[13] Hasil temuannya dikirimkan ke Royal Society of London yang kemudian dipublikasikan pada tahun 1684.[13] Penemuan ini segera mendapat banyak konfirmasi dari ilmuwan lainnya.[13] Sejak saat itulah, tidak hanya ilmu tentang bakteri tetapi juga mikroorganisme pada umumnya pun mulai berkembang.[13]

Page 16: Tugas bakteriologi

Ferdinand Cohn (1828-1898) merupakan seorang botanis berkebangsaan Breslau (sekarang Polandia).[13] Hasil penemuannya banyak berkisar tentang bakteri yang resisten terhadap panas.[13]

Ketertarikannya pada kelompok bakteri ini mengarahkannya pada penemuan kelompok bakteri penghasil endospora yang resisten terhadap suhu tinggi.[13] Ferdinand Cohn juga berhasil menjelaskan siklus hidup bakteri Bacillus yang sekaligus menjelaskan mengapa bakteri ini bersifat tahan panas.[13] Selanjutnya, ia juga membuat dasar klasifikasi bakteri sederhana dan mengembangkan beberapa metode untuk mencegah kontaminasi pada kultur bakteri, seperti penggunaan kapas sebagai penutup pada labu takar, erlenmeyer, dan tabung reaksi. Metode ini kemudian digunakan oleh ilmuwan lain, Robert Koch.[13]

Robert Koch (1843-1910), seorang ahli fisika berkebangsaan Jerman, banyak melakukan penelitian mengenai penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri.[13] Ilmuwan pada awalnya mempelajari penyakit antraks yang banyak menyerang hewan ternak.[14] Penyakit ini disebabkan oleh Bacillus anthracis, salah satu bakteri penghasil endospora.[14] Robert Koch juga merupakan orang pertama yang berhasil mendapatkan isolat murni Mycobacterium tuberculosis, bakteri penyebab penyakit tuberkulosis.[13][15] Berdasarkan dua penelitian mengenai penyakit ini, Robert Koch berhasil membuat Postulat Koch, sebuah teori mengenai mikroorganisme spesifik untuk penyakit yang spesfik.[13] Beliau juga berhasil menemukan metode untuk mendapatkan isolat murni dari bakteri.[13] Penemuan lainnya adalah penggunaan media kultur padat untuk menumbuhkan bakteri di luat habitat aslinya.[13] Pada awalnya ia menggunakan potongan kentang dan kemudian dikembangkan dengan menggunakan nutrien gelatin.[13] Penggunaan nutrien gelatin masih memiliki banyak kekurangan yang pada akhirnya penggunaanya digantikan dengan agar (sejenis polisakarida) yang digagas oleh istri Walter Hesse yang juga bekerja bersama Robert Koch.[13]

Robert Hooke

Antoni van Leeuwenhoek

Page 17: Tugas bakteriologi

Ferdinand Cohn

Robert Koch

Struktur sel

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Struktur sel bakteri

Struktur sel bakteri

Seperti prokariot (organisme yang tidak memiliki membran inti) pada umumnya, semua bakteri memiliki struktur sel yang relatif sederhana.[16] Sehubungan dengan ketiadaan membran inti, meteri genetik (DNA dan RNA) bakteri melayang-layang di daerah sitoplasma yang bernama nukleoid.[16] Salah satu struktur bakteri yang penting adalah dinding sel.[17] Bakteri dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok besar berdasarkan struktur dinding selnya, yaitu bakteri gram negatif dan bakteri gram positif.[16] Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tersusun dari lapisan peptidoglikan (sejenis molekul polisakarida) yang tebal dan asam teikoat, sedangkan bakteri gram negatif memiliki lapisan peptidoglikan yang lebih tipis dan mempunyai struktur lipopolisakarida yang tebal.[16][5] Metode yang digunakan untuk membedakan kedua jenis kelompok bakteri ini dikembangkan oleh ilmuwan Denmark, Hans Christian Gram pada tahun 1884.[16]

Page 18: Tugas bakteriologi

Banyak bakteri memiliki struktur di luar sel lainnya seperti flagel dan fimbria yang digunakan untuk bergerak, melekat dan konjugasi.[17] Beberapa bakteri juga memiliki kapsul yang beperan dalam melindungi sel bakteri dari kekeringan dan fagositosis.[16] Struktur kapsul inilah yang sering kali menjadi faktor virulensi penyebab penyakit, seperti yang ditemukan pada Escherichia coli dan Streptococcus pneumoniae.[16] Bakteri juga memiliki kromosom, ribosom, dan beberapa spesies lainnya memiliki granula makanan, vakuola gas, dan magnetosom.[16] Beberapa bakteri mampu membentuk diri menjadi endospora yang membuat mereka mampu bertahan hidup pada lingkungan ekstrim.[18] Clostridium botulinum merupakan salah satu contoh bakteri penghasil endospora yang sangat tahan suhu dan tekanan tinggi, dimana bakteri ini juga termasuk golongan bakteri pengebab keracunan pada makanan kaleng

Morfologi bakteri

Berbagai bentuk tubuh bakteri

Berdasarkan bentuknya, bakteri dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu:

Kokus (Coccus) adalah bakteri yang berbentuk bulat seperti bola dan mempunyai beberapa variasi sebagai berikut:[19][20]

o Mikrococcus, jika kecil dan tunggalo Diplococcus, jka berganda dua-duao Tetracoccus, jika bergandengan empat dan membentuk bujur sangkaro Sarcina, jika bergerombol membentuk kubuso Staphylococcus, jika bergerombolo Streptococcus, jika bergandengan membentuk rantai

Basil (Bacillus) adalah kelompok bakteri yang berbentuk batang atau silinder, dan mempunyai variasi sebagai berikut:[19][20]

Page 19: Tugas bakteriologi

o Diplobacillus, jika bergandengan dua-duao Streptobacillus, jika bergandengan membentuk rantai

Spiral (Spirilum) adalah bakteri yang berbentuk lengkung dan mempunyai variasi sebagai berikut:[19][20]

o Vibrio, (bentuk koma), jika lengkung kurang dari setengah lingkaran (bentuk koma)

o Spiral, jika lengkung lebih dari setengah lingkarano Spirochete, jika lengkung membentuk struktur yang fleksibel.[20]

Bentuk tubuh/morfologi bakteri dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, medium, dan usia. Walaupun secara morfologi berbeda-beda, bakteri tetap merupakan sel tunggal yang dapat hidup mandiri bahkan saat terpisah dari koloninya

Alat gerak

Gambar alat gerak bakteri: A-Monotrik; B-Lofotrik; C-Amfitrik; D-Peritrik;

Banyak spesies bakteri yang bergerak menggunakan flagel.[21] Bakteri yang tidak memiliki alat gerak biasanya hanya mengikuti pergerakan media pertumbuhannya atau lingkungan tempat bakteri tersebut berada.[21] Sama seperti struktur kapsul, flagel juga dapat menjadi agen penyebab penyakit pada beberapa spesies bakteri.[21] Berdasarkan tempat dan jumlah flagel yang dimiliki, bakteri dibagi menjadi lima golongan, yaitu:[22][21]

Atrik, tidak mempunyai flagel.[22][21]

Monotrik, mempunyai satu flagel pada salah satu ujungnya.[22][21]

Lofotrik, mempunyai sejumlah flagel pada salah satu ujungnya.[22][21]

Amfitrik, mempunyai satu flagel pada kedua ujungnya.[22][21]

Peritrik, mempunyai flagel pada seluruh permukaan tubuhnya

Page 20: Tugas bakteriologi

Habitat

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Habitat bakteri

Bakteri merupakan mikroorganisme ubikuotus, yang berarti melimpah dan banyak ditemukan di hampir semua tempat.[2] Habitatnya sangat beragam; lingkungan perairan, tanah, udara, permukaan daun, dan bahkan dapat ditemukan di dalam organisme hidup.[2] Diperkirakan total jumlah sel mikroorganisme yang mendiami muka bumi ini adalah 5x1030.[2] Bakteri dapat ditemukan di dalam tubuh manusia, terutama di dalam saluran pencernaan yang jumlah selnya 10 kali lipat lebih banyak dari jumlah total sel tubuh manusia. [23] Oleh karena itu, kolonisasi bakteri sangatlah mempengaruhi kondisi tubuh manusia.[24]

Thermus aquatiqus, bakteri termofilik yang banyak diaplikasikan dalam bioteknologi.

Terdapat beragam jenis bakteri yang mampu menghabitasi daerah saluran pencernaan manusia, terutama pada usus besar, diantaranya adalah bakteri asam laktat dan kelompok enterobacter .[5] Contoh bakteri yang biasa ditemukan adalah Lactobacillus acidophilus.[5][25] Di samping itu, terdapat pula kelompok bakteri lain, yaitu probiotik, yang bersifat menguntungkan karena dapat menunjang kesehatan dan bahkan mampu mencegah terbentuknya kanker usus besar.[26] Selain di dalam saluran pencernaan, bakteri juga dapat ditemukan di permukaan kulit, mata, mulut, dan kaki manusia.[24] Di dalam mulut dan kaki manusia terdapat kelompok bakteri yang dikenal dengan nama metilotrof, yaitu kelompok bakteri yang mampu menggunakan senyawa karbon tunggal untuk menyokong pertumbuhannya.[27][28][29] Di dalam rongga mulut, bakteri ini menggunakan senyawa dimetil sulfida yang berperan dalam menyebabkan bau pada mulut manusia.[30][31]

Beberapa kelompok mikroorganisme ini mampu hidup di lingkungan yang tidak memungkinkan organisme lain untuk hidup.[32] Kondisi lingkungan yang ekstrim ini menuntut adanya toleransi, mekanisme metabolisme, dan daya tahan sel yang unik.[2][33][34] Sebagai contoh, Thermus aquatiqus merupakan salah satu jenis bakteri yang hidup pada sumber air panas dengan kisaran suhu 60-80 oC.[2] Tidak hanya di lingkungan bersuhu tinggi, bakteri juga dapat ditemukan pada lingkungan dengan suhu yang sangat dingin.[35] Pseudomonas extremaustralis ditemukan pada Antartika dengan suhu di bawah 0 oC.[35] Di samping pengaruh ekstrim temperatur, bakteri juga dapat hidup pada berbagai lingkungan lain yang hampir tidak memungkinkan adanya kehidupan (lingkungan steril).[36] Halobacterium salinarum dan Halococcus sp. adalah contoh dari bakteri

Page 21: Tugas bakteriologi

yang dapat hidup pada kondisi garam (NaCl) yang sangat tinggi (15-30%).[36][37] Tedapat pula beberapa jenis bakteri yang mampu hidup pada kadar gula tinggi (kelompok osmofil), kadar air rendah (kelompok xerofil), derajat keasaman pH sangat tinggi, dan rendah

Pengaruh lingkungan terhadap bakteri

Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan reproduksi bakteri.[38] Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi bakteri adalah suhu, kelembapan, dan cahaya.[38] Secara umum, terdapat beberapa alat yang dapat digunakan untuk melakukan pengamatan sel bakteri terhadap berbagai parameter tersebut, seperti mikroskop optikal, mikroskop elektron, dan atomic force microscope (AFM).

Suhu

Suhu berperan penting dalam mengatur jalannya reaksi metabolisme bagi semua makhluk hidup.[2] Khususnya bagi bakteri, suhu lingkungan yang berada lebih tinggi dari suhu yang dapat ditoleransi akan menyebabkan denaturasi protein dan komponen sel esensial lainnya sehingga sel akan mati.[2] Demikian pula bila suhu lingkungannya berada di bawah batas toleransi, membran sitoplasma tidak akan berwujud cair sehingga transportasi nutrisi akan terhambat dan proses kehidupan sel akan terhenti.[2] Berdasarkan kisaran suhu aktivitasnya, bakteri dibagi menjadi 4 golongan:

Bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang hidup pada daerah suhu antara 0°– 30 °C, dengan suhu optimum 15 °C.

Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang hidup di daerah suhu antara 15° – 55 °C, dengan suhu optimum 25° – 40 °C.

Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup di daerah suhu tinggi antara 40° – 75 °C, dengan suhu optimum 50 - 65 °C

Bakteri hipertermofil, yaitu bakteri yang hidup pada kisaran suhu 65 - 114 °C, dengan suhu optimum 88 °C

Kelembaban relatif

Pada umumnya bakteri memerlukan kelembaban relatif (relative humidity, RH) yang cukup tinggi, kira-kira 85%.[2] Kelembaban relatif dapat didefinisikan sebagai kandungan air yang terdapat di udara.[2] Pengurangan kadar air dari protoplasma menyebabkan kegiatan metabolisme terhenti, misalnya pada proses pembekuan dan pengeringan.[2] Sebagai contoh, bakteri Escherichia coli akan mengalami penurunan daya tahan dan elastisitas dinding selnya saat RH lingkungan kurang dari 84%.[38] Bakteri gram positif cenderung hidup pada kelembaban udara yang lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri gram negatif terkait dengan perubahan struktur membran selnya yang mengandung lipid bilayer

Page 22: Tugas bakteriologi

Cahaya

Cahaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri.[40] Secara umum, bakteri dan mikroorganisme lainnya dapat hidup dengan baik pada paparan cahaya normal.[40] Akan tetapi, paparan cahaya dengan intensitas sinar ultraviolet (UV) tinggi dapat berakibat fatal bagi pertumbuhan bakteri.[40] Teknik penggunaan sinar UV, sinar x, dan sinar gamma untuk mensterilkan suatu lingkungan dari bakteri dan mikroorganisme lainnya dikenal dengan teknik iradiasi yang mulai berkembang sejak awal abad ke-20.[40][5]. Metode ini telah diaplikasikan secara luas untuk berbagai keperluan, terutama pada sterilisasi makanan untuk meningkatkan masa simpan dan daya tahan.[5] Beberapa contoh bakteri patogen yang mampu dihambat ataupun dihilangkan antara lain Escherichia coli 0157:H7 and Salmonella

Radiasi

Radiasi pada kekuatan tertentu dapat menyebabkan kelainan dan bahkan dapat bersifat letal bagi makhluk hidup, terutama bakteri.[41] Sebagai contoh pada manusia, radiasi dapat menyebabkan penyakit hati akut, katarak, hipertensi, dan bahkan kanker.[41] Akan tetapi, terdapat kelompok bakteri tertentu yang mampu bertahan dari paparan radiasi yang sangat tinggi, bahkan ratusan kali lebih besar dari daya tahan manusia tehadap radiasi, yaitu kelompok Deinococcaceae. [42] Sebagai perbandingan, manusia pada umumnya tidak dapat bertahan pada paparan radiasi lebih dari 10 Gray (Gy, 1 Gy = 100 rad), sedangkan bakteri yang termasuk dalam kelompok ini dapat bertahan hingga 5.000 Gy.[42][43]

Pada umumnya, paparan energi radiasi dapat menyebabkan mutasi gen dan putusnya rantai DNA.[44] Apabila terjadi pada intensitas yang tinggi, bakteri dapat mengalami kematian.[44] Deinococcus radiodurans memiliki kemampuan untuk bertahan terhadap mekanisme perusakan materi genetik tersebut melalui sistem adaptasi dan adanya proses perbaikan rantai DNA yang sangat efisien

Peranan

Bidang lingkungan

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Bakteri pengurai, Bakteri nitrifikasi, Bakteri denitrifikasi, dan Bakteri nitrogen

Keanekaragaman bakteri dan jalur metabolismenya menyebabkan bakteri memiliki peranan yang besar bagi lingkungan.[5] Sebagai contoh, bakteri saprofit menguraikan tumbuhan atau hewan yang telah mati dan sisa-sisa atau kotoran organisme.[5] Bakteri tersebut menguraikan protein, karbohidrat dan senyawa organik lain menjadi CO2, gas amoniak, dan senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana.[5] Contoh bakteri saprofit antara lain Proteus dan Clostridium.[5] Tidak hanya berperan sebagai pengurai senyawa organik, beberapa kelompok bakteri saprofit juga merupakan patogen oportunis.[5]

Page 23: Tugas bakteriologi

Frankia alni, salah satu bakteri pengikat N2 yang berasosiasi dengan tanaman membentuk bintil akar.

Kelompok bakteri lainnya berperan dalam siklus nitrogen, seperti bakteri nitrifikasi.[2] Bakteri nitrifikasi adalah kelompok bakteri yang mampu menyusun senyawa nitrat dari senyawa amonia yang pada umumnya berlangsung secara aerob di dalam tanah.[45] Kelompok bakteri ini bersifat kemolitotrof.[45] Nitrifikasi terdiri atas dua tahap yaitu nitritasi (oksidasi amonia (NH4) menjadi nitrit (NO2

-)) dan nitratasi (oksidasi senyawa nitrit menjadi nitrat (NO3)).[45] Dalam bidang pertanian, nitrifikasi sangat menguntungkan karena menghasilkan senyawa yang diperlukan oleh tanaman yaitu nitrat.[45] Setelah reaksi nitrifikasi selesai, akan terjadi proses dinitrifikasi yang dilakukan oleh bakteri denitrifikasi.[45] Denitrifikasi sendiri merupakan reduksi anaerobik senyawa nitrat menjadi nitrogen bebas (N2) yang lebih mudah diserap dan dimetabolisme oleh berbagai makhluk hidup.[2] Contoh bakteri yang mampu melakukan metabolisme ini adalah Pseudomonas stutzeri, Pseudomonas aeruginosa, and Paracoccus denitrificans.[46] Di samping itu, reaksi ini juga menghasilkan nitrogen dalam bentuk lain, seperti dinitrogen oksida (N2O).[2] Senyawa tersebut tidak hanya dapat berperan penting bagi hidup berbagai organisme, tetapi juga dapat berperan dalam fenomena hujan asam dan rusaknya ozon.[2] Senyawa N2O akan dioksidasi menjadi senyawa NO dan selanjutnya bereaksi dengan ozon (O3) membentuk NO2

- yang akan kembali ke bumi dalam bentuk hujan asam (HNO2).[2]

Di bidang pertanian dikenal adanya suatu kelompok bakteri yang mampu bersimbiosis dengan akar tanaman atau hidup bebas di tanah untuk membantu penyuburan tanah.[5] Kelompok bakteri ini dikenal dengan istilah bakteri pengikat nitrogen atau singkatnya bakteri nitrogen. Bakteri nitrogen adalah kelompok bakteri yang mampu mengikat nitrogen (terutaman N2) bebas di udara dan mereduksinya menjadi senyawa amonia (NH4) dan ion nitrat (NO3

-) oleh bantuan enzim nitrogenase.[47][48] Kelompok bakteri ini biasanya bersimbiosis dengan tanaman kacang-kacangan dan polong untuk membentuk suatu simbiosis mutualisme berupa nodul atau bintil akar untuk mengikat nitrogen bebas di udara yang pada umumnya tidak dapat digunakan secara langsung oleh kebanyakan organisme.[48][2] Secara umum, kelompok bakteri ini dikenal dengan istilah rhizobia, termasuk di dalamnya genus bakteri Rhizobium, Bradyrhizobium, Mesorhizobium, Photorhizobium, dan Sinorhizobium.[2] Contoh bakteri nitrogen yang hidup bersimbiosis dengan tanaman polong-polongan yaitu Rhizobium leguminosarum, yang hidup di akar membentuk nodul atau bintil-bintil akar.

Page 24: Tugas bakteriologi

Bidang pangan

Terdapat beberapa kelompok bakteri yang mampu melakukan proses fermentasi dan hal ini telah banyak diterapkan pada pengolahan berbagi jenis makanan.[5] Bahan pangan yang telah difermentasi pada umumnya akan memiliki masa simpan yang lebih lama, juga dapat meningkatkan atau bahkan memberikan cita rasa baru dan unik pada makanan tersebut.[5] Beberapa makanan hasil fermentasi dan mikroorganisme yang berperan:

No.

Nama produk atau makanan

Bahan baku Bakteri yang berperan

1. Yoghurt susuLactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus

2. Mentega susu Streptococcus lactis

3. Terasi ikan Lactobacillus sp.

4. Asinan buah-buahanbuah-buahan

Lactobacillus sp.

5. Sosis daging Pediococcus cerevisiae

6. Kefir susu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus lactis

Beberapa spesies bakteri pengurai dan patogen dapat tumbuh di dalam makanan.[49] Kelompok bakteri ini mampu memetabolisme berbagai komponen di dalam makanan dan kemudian menghasilkan metabolit sampingan yang bersifat racun.[49] Clostridium botulinum, menghasilkan racun botulinin, seringkali terdapat pada makanan kalengan dan kini senyawa tersebut dipakai sebagai bahan dasar botox.[49] Beberapa contoh bakteri perusak makanan:

Burkholderia gladioli (sin. Pseudomonas cocovenenans), menghasilkan asam bongkrek, terdapat pada tempe bongkrek[50]

Leuconostoc mesenteroides , penyebab pelendiran makanan, penurunan pH, dan pembentukkan gas

Page 25: Tugas bakteriologi

Bidang kesehatan

Tidak hanya di bidang lingkungan dan pangan, bakteri juga dapat memberikan manfaat dibidang kesehatan. Antibiotik merupakan zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan mempunyai daya hambat terhadap kegiatan mikroorganisme lain dan senyawa ini banyak digunakan dalam menyembuhkan suatu penyakit.[5] Beberapa bakteri yang menghasilkan antibiotik adalah:

Streptomyces griseus , menghasilkan antibiotik streptomycin[2]

Streptomyces aureofaciens , menghasilkan antibiotik tetracycline[2]

Streptomyces venezuelae , menghasilkan antibiotik chloramphenicol[2]

Penicillium , menghasilkan antibiotik penisilin [5] Bacillus polymyxa , menghasilkan antibiotik polymixin.[5]

Terlepas dari peranannya dalam menghasilkan antibiotik, banyak jenis bakteri yang justru bersifat patogen.[52] Pada manusia, beberapa jenis bakteri yang sering kali menjadi agen penyebab penyakit adalah Salmonella enterica subspesies I serovar Typhi yang menyebabkan penyakit tifus, Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan penyakit TBC, dan Clostridium tetani yang menyebabkan penyakit tetanus.[53][54] Bakteri patogen juga dapat menyerang hewan ternak, seperti Brucella abortus yang menyebabkan brucellosis pada sapi dan Bacillus anthracis yang menyebabkan antraks.[55] Untuk infeksi pada tanaman yang umum dikenal adalah Xanthomonas oryzae yang menyerang pucuk batang padi dan Erwinia amylovora yang menyebabkan busuk pada buah-buahan

Dekomposisi

Dekomposisi buah persik setelah 6 hari.

Proses degradasi jasad makhluk hidup dilakukan oleh banyak organisme, salah satunya adalah bakteri. Beberapa jenis bakteri, terutama bakteri heterotrof, mampu mendegradasi senyawa organik dan menggunakannya untuk menunjang pertumbuhannya.[57] Proses dekomposisi ini dibantu oleh beberapa jenis enzim untuk memecah makromolekul, seperti karbohidrat, protein, dan lemak, untuk dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana. Sebagai contoh, enzim protease digunakan untuk memecah protein menjadi senyawa lebih sederhana, seperti asam

Page 26: Tugas bakteriologi

amino.[57] Proses dekomposisi ini juga berperan dalam pengembalian unsur-unsur, terutama karbon dan nitrogen, ke alam untuk masuk ke dalam siklus lagi.[58]

Dekomposisi jasad makhluk hidup dimulai oleh bakteri yang hidup di dalam tubuh manusia, dimulai dari jaringan-jaringan otot.[58] Proses ini dipercepat saat tubuh telah dikuburkan. Reaksi pertama dalam dekomposisi ini adalah hidrolisis protein oleh protease membentuk asam amino.[58] Selanjutnya, asam amino akan diubah menjadi asam asetat, gas hidrogen, gas nitrogen, dan karbon dioksida sehingga pH lingkungan akan turun menjadi 4-5.[58] Reaksi ini dilakukan oleh bakteri acetogen. Pada tahap akhir, semua senyawa tersebut diubah menjadi gas metana oleh metanogen

Referensi

1. ̂ "Bacteria (eubacteria)". Taxonomy Browser. NCBI. Diakses pada 10 September 2008.2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z Madigan MT (2009). Brock Biology of

Microorganisms Twelfth Edition.3. ̂ Berg JM, Tymoczko JL Stryer L (2002). Molecular Cell Biology (edisi ke-5th). WH

Freeman. ISBN 0-7167-4955-6.4. ̂ Berg JM, Tymoczko JL Stryer L (2002). Molecular Cell Biology (edisi ke-5th). WH

Freeman. ISBN 0-7167-4955-6.5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s Todar K. 2008. Online Textbook of Bacteriology.

http://www.textbookofbacteriology.net/index.html [diakses pada 21 Juni 2011].6. ̂ Anesti V, McDonald IR, Ramaswamy M, Wade WG, Kelly DP, Wood AP. 2005.

Isolation and molecular detection of methylotrophic bacteria occurring in the human mouth. Environ Microbiol 7(8):1227-38.

7. ̂ Gallego V, Garcia MT, Ventosa A. 2005.Methylobacteriumvariabile sp. nov., a methylotrophic bacterium isolated froman aquatic environment. Int J Syst Evol Microbiol 55:1429-33.

8. ̂ Pasamba EM, Demigillo RM, Lee AC. 2007. Antibiograms of pink pigmented facultative methylotrophic bacterial isolates fromvarious sources. Philipp Scient 44:47-56.

9. ̂ Sorokin DY, Trotsenko YA, Doronina NV, Tourova TP, Galinski EA, Kolganova TV, Muyzer G. 2005. Methylohalomonas lacus gen. nov., sp. nov.and Methylonatrum kenyense gen. nov., sp. nov., methylotrophic gamma proteobacteria fromhypersaline lakes. Int J Syst Evol Microbiol 57: 2762–69.

10. ̂ Gray ND dan Head IM (2005). Microorganisms and Earth Systems; Advances in Geomicrobiology. ISBN 0-521-86222-1.

11. ̂ Koch A (2003). "Bacterial wall as target for attack: past, present, and future research". Clin Microbiol Rev 16 (4): 673–87. doi:10.1128/CMR.16.4.673-687.2003. PMID 14557293.

12. ̂ Bardy SL, Ng SY, Jarrell KF (February 2003). "Prokaryotic motility structures". Microbiology (Reading, Engl.) 149 (Pt 2): 295–304. doi:10.1099/mic.0.25948-0. PMID 12624192.

13. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac Madigan MT (2009). Brock Biology of Microorganisms Twelfth Edition.

Page 27: Tugas bakteriologi

14. ^ a b Welkos S, Little S, Friedlander A, Fritz D, Fellows P. 2001. The role of antibodies to Bacillus anthracis and anthrax toxin components in inhibiting the early stages of infection by anthrax spores. Microbiol 147(6):1677-85.

15. ̂ Cole ST, et al.1998. Deciphering the biology of Mycobacterium tuberculosis from the complete genome sequence. Nat 393:537-544. doi:10.1038/31159

16. ^ a b c d e f g h Davidson MW. 2009. Bacteria Cell Structure. http://micro.magnet.fsu.edu/cells/bacteriacell.html. Diakses pada 22 Juni 2011.

17. ^ a b Carl. The Bacteria Cell. http://www.lanesville.k12.in.us/lcsyellowpages/tickit/carl/bacteria.html. Diakses pada 22 Juni 2011.

18. ^ a b Margosch D, Ehrmann MA, Buckow R, Heinz V, Vogel RF, Ganzle MG. 2006. High-Pressure-Mediated Survival of Clostridium botulinum and Bacillus amyloliquefaciens Endospores at High Temperature. Appl Environ Microbiol 72(5):3476-81. doi:10.1128/AEM.72.5.3476-3481.2006

19. ^ a b c Wellmeyer B. 2009. Bacterial Morphology. http://nhscience.lonestar.edu/biol/wellmeyer/bacteria/bacmorph.htm. Diakses pada 22 Juni 2011.

20. ^ a b c d e Kaiser GE. 2006. The Prokaryotic Cell: Bacteria. http://faculty.ccbcmd.edu/courses/bio141/lecguide/unit1/shape/shape.html. Diakses pada 22 Juni 2011.

21. ^ a b c d e f g h i Heritage J. 2006. Medical Microbiology - A Brief Introduction. Diakses pada 22 Juni 2011.

22. ^ a b c d e f Rollins DM, Joseph SW. 2004. Arrangement of Bacterial Flagella. Diakses pada 22 Juni 2011.

23. ̂ Wenner M. 2007. Humans Carry More Bacterial Cells than Human Ones. http://www.scientificamerican.com/article.cfm?id=strange-but-true-humans-carry-more-bacterial-cells-than-human-ones. Diakses pada 22 Juni 2011.

24. ^ a b Science Daily. 2008. Humans Have Ten Times More Bacteria Than Human Cells: How Do Microbial Communities Affect Human Health?. http://www.sciencedaily.com/releases/2008/06/080603085914.htm. Diakses pada 22 Juni 2011.

25. ̂ Heilig HGHJ. Zoetendal EG, Vaughan EE, Marteau P, Akkermans ADL, de Vos WM. 2001. Molecular Diversity of Lactobacillus spp. and Other Lactic Acid Bacteria in the Human Intestine as Determined by Specific Amplification of 16S Ribosomal DNA. Appl Environ Microbiol 68(1):114-123. DOI: 10.1128/AEM.68.1.114-123.2002

26. ̂ Rafter JJ. 1995. The role of lactic acid bacteria in colon cancer prevention. Scandinavian Journal of Gastroenterology 30(6):497-502.

27. ̂ Hanson RS, Hanson TE. 1996. Methanotrophic bacteria. Microbiol Rev 60:439-471.28. ̂ Lengeler JW, DrewsGerhart, Schlegel HG. 1999. Biology of the Prokaryotes. Stuttgart:

Blackwell Science.29. ̂ Trotsenko YA, Doronina NV, Govorukhina NI. 1985. Metabolism of non-motile

obligately methylotrophic bacteria. FEMS Microbiol Letters 33:293-297.30. ̂ Anesti V, McDonald IR, Ramaswamy M, Wade WG, Kelly DP, Wood AP. 2005.

Isolation and molecular detection of methylotrophic bacteria occurring in the human mouth. Environ Microbiol 7(8):1227-38.

Page 28: Tugas bakteriologi

31. ̂ Liu Q, Kirchhoff JR, Faehnle CR, Viola RE, Hudson RA. 2005. A rapid method for the purification of methanol dehydrogenase from Methylobacterium extorquens. Prot Exp Pur 46:316-320.

32. ̂ Wassenaar TM. 2009. Extremophiles. http://www.bacteriamuseum.org/cms/Evolution/extremophiles.html. Diakses pada 22 Juni 2011.

33. ̂ Cavicchioli R, Siddiqui KS, Andrews D, Sowers K. 2002. Low-temperature extremophiles and their applications. Current Opinion Biotechnol 13(3)253-261. doi:10.1016/S0958-1669(02)00317-8.

34. ̂ NIehaus F, Bertoldo, Kahler M, Antranikian G. 1999. Extremophiles as a source of novel enzymes for industrial application. Appl Microbiol Biotechnol 51(6)711-729. DOI: 10.1007/s002530051456

35. ^ a b Tribelli PM, Lopez NI. 2011. Poly(3-hydroxybutyrate) influences biofilm formation and motility in the novel Antarctic species Pseudomonas extremaustralis under cold conditions. Extremophiles. DOI: 10.1007/s00792-011-0384-1.

36. ^ a b Cohen Krausz S, Trachtenberg S. 2002. The Structure of the Archeabacterial Flagellar Filament of the Extreme Halophile Halobacterium salinarum R1M1 and Its Relation to Eubacterial Flagellar Filaments and Type IV Pili. J Mol Biol 321(3):383-395.

37. ̂ Valera FR, Berraquero FR, Cormenzana AR. 1979. Isolation of Extreme Halophiles from Seawater. Appl Environ Microbiol 38(1):164-165.

38. ^ a b c d Nikiyan H, Vasilchencko A, Deryabin D. 2010. Humidity-Dependent Bacterial Cells Functional Morphometry Investigations Using Atomic Force Microscope. Int J Microbiol. Vol 2010. doi:10.1155/2010/704170.

39. ̂ Maier RM, Pepper IL, Gerba CP (2009). Environmental Microbiology, 2nd Edition. ISBN 978-0-12-370519-8.

40. ^ a b c d Caldwell A. 2011. The Effects of Ultraviolet Light on Bacterial Growth. http://www.ehow.com/facts_5871403_effects-ultraviolet-light-bacterial-growth.html. Diakses pada 24 Juni 2011.

41. ^ a b Shrieve DC, Loeffler JS. 2010. Human Radiation Injury. Halaman 105. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. ISBN 978-1-60547-011-5

42. ^ a b Mattimore V, Battista JR. 1995. Radioresistance of Deinococcus radiodurans: Functions Necessary To Survive Ionizing Radiation Are Also Necessary To Survive Prolonged Desiccation. J Bacteriol 178(3): 633-637.

43. ̂ Madigan MT (2009). Brock Biology of Microorganisms Twelfth Edition. hlm. 480-481.44. ^ a b c Battista JR, Cox MM. 2005. Deinococcus radiodurans — the consummate survivor.

Nat Rev Microbiol 3:882-892. doi:10.1038/nrmicro126445. ^ a b c d e Madigan MT (2009). Brock Biology of Microorganisms Twelfth Edition.

hlm. 403-404.46. ̂ Carlson CA, Ingraham JL. 1983. Comparison of denitrification by Pseudomonas

stutzeri, Pseudomonas aeruginosa, and Paracoccus denitrificans. Appl Environ Microbiol 45(4):1247–1253.

47. ̂ Nitrogen Fixing Bacteria. 2011. Diakses pada 26 Juli 2011.48. ^ a b Deacon J. The Microbial World: The Nitrogen cycle and Nitrogen fixation Diakases

pada 26 Juli 2011.49. ^ a b c Marler B. 2010. Clostridium Botulinum (Botulism).

http://www.foodborneillness.com/botulism_food_poisoning/. Diakses pada 24 Juni 2011.

Page 29: Tugas bakteriologi

50. ̂ Welling W, Cohen JA, Berends W. 1960. Disturbance of oxidative phosphorylation by an antibioticum produced by pseudomonas cocovenenans. Biochem Pharmacol 3(2):122-135. doi:10.1016/0006-2952(60)90028-9.

51. ̂ Bacterial Fermentation. Diakses pada 24 Juni 2011.52. ̂ Parry CM, Hien TT, Dougan G, White NJ, Farrar JJ. 2002. Typhoid fever. N Engl J

Med 347:1770–1782.53. ̂ Parry CM, Hien TT, Dougan G, White NJ, Farrar JJ. 2002. Typhoid fever. N Engl J

Med 347:1770–1782.54. ̂ Medie FM, Salahi IB, Drancourt M, Henrissat B. 2010. Paradoxical conservation of a

set of three cellulose-targeting genes in Mycobacterium tuberculosis complex organisms. Microbiol 156:1468-1475. doi: 10.1099/mic.0.037812-0.

55. ̂ Rodriguez MC, Froger A, Rolland JP, Thomas D, Aguerol J, Delamarche C, Garcia-Lobo JM. A functional water channel protein in the pathogenic bacterium Brucella abortus. Microbiol 146(12):3251-3257. doi: 3251-3257.

56. ̂ Feng JX, Song ZZ, Duan CJ, Zhao S, Wu YQ, Wang C, Dow JM, Tang JL. 2009. The xrvA gene of Xanthomonas oryzae pv. oryzae, encoding an H-NS-like protein, regulates virulence in rice. Microbiol 155(9):3033-44.

57. ^ a b Decomposition by bacteria. Diakses pada 24 Juni 2011.58. ^ a b c d e Decomposition of Organic Matter. Diakses pada 24 Juni 2011.