tromboemboli.docx
TRANSCRIPT
TROMBOEMBOLI
TROMBOEMBOLI
A. PENGERTIAN
Tromboemboli adalah sumbatan pembuluh darah ibu akibat jendalan darah
atau air ketuban.
B. Klasifikasi
Tromboemboli dalam masa nifas mencakup :
1. Trombosis Vena Superfisial (TVS)
Lebih sering diderita oleh wanita dengan varises vena dan angka kejadian
tidak dipengaruhi oleh intervensi obstetrik.
2. Trombosis Vena Dalam (TVD)
Trombosis Vena Dalam sangat dipengaruhi oleh intervensi obstetrik, sebagai
contoh tindakannya meningkat setelah tindakan bedah caesar. Penderita Trombosis
Vena Dalam yang tidak tertangani dengan baik akan mengalami embolisasi trombus
pada pembuluh darah paru (EP) yang dapat berakibat fatal.
3. Emboli paru (EP)
C. PATOGENESIS
Sejak tahun 1848, Virchow telah menyebutkan bahwa terjadinya trombosis
selalu melibatkan 3 faktor yang saling berhubungan seiring dengan perubahan-
perubahan fisiologik pada kehamilan yaitu :
1. Perubahan Koagulasi selama kehamilan
Pada kehamilan terjadi hiperkoagulabilitas darah yang disebabkan karena
perubahan kadar faktor-faktor pembekuan. Faktor I, II, VII, VIII, IX dan X kadarnya
meningkat setelah trimester pertama yang diikuti peningkatan kadar faktor V, VII dan
X pada saat persalinan. Faktor VIII kadarnya justru menurun. Kadar fibrinopeptida A
dan monomer-monomer fibrin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya
terjadi aktivasi sistem pembekuan selama kehamilan. Plasenta dan cairan amnion
merupakan sumber dari tromboplastin jaringan (faktor III). Pengeluaran semua
material ini dalam persalinan, akan merangsang jalur ekstrinsik pembekuan darah.
2. Statis Vena
Selama kehamilan sangat mungkin terjadi statis aliran darah vena. Hal ini
disebabkan oleh karena : terjadi penurunan secara bertahap aliran darah vena dari
kaki ke paha, obstruksi yang bermakna dari vena cava akibat penekanan oleh uterus
yang membesar terutama mulai pertengahan kehamilan, turunnya tonus vena pada
anggota gerak bawah yang dimulai sejak awal kehamilan, dilatasi vena panggul dan
kemungkinan terjadinya disfungsi daun katup vena. Kesemuanya mempunyai
potensial untuk meningkatkan resiko terjadinya penggumpalan trombosit (platelet
clumping) dan pembekuan fibrin. Jika trombus telah terbentuk maka akan terjadi
statis aliran darah yang progresif dengan akibat trombus yang makin luas. Keadaan
ini dapat diperberat dengan tirah baring yang lama ( prolonged bed rest ) dan
proses persalinan dengan tindakan.
3. Trauma endotellium vaskuler
Endotellium vaskuler merupakan barier fisiologis terhadap trombosis
diantaranya menghasilkan prostasiklin yang berfungsi mencegah terjadinya agregasi
dan aktivasi trombosit. Pada kehamilan, dapat terjadi perubahan serat elastik tunika
media dan kerusakan tunika intima akibat tingginya kadar estrogen. Demikian juga
tindakan pembedahan dapat menyebabkan trauma/kerusakan secara langsung
pada sel endotel sehingga merangsang produksi fibrin fibrin dan agregasi trombosit.
Akibat pembedahan, lebih lanjut dapat terjadi inokulasi bakteri sehingga trauma
endotel menjadi lebih berat dengan segala konsekuensinya.
4. Kerusakan endotel pembuluh darah
D. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko umum terjadinya Tromboemboli adalah :
Trombofilia Herediter ( Mutasi faktor V Leiden, defisiensi AT-III, defiensi protein C,
defiensi protein S, hiperhomosistein dan mutasi gen protombin ).
Riwayat Tromboemboli sebelumnya
Penggunaan katub jantung artifisial
Fibrilasi atrial
Sindroma Antifosfolipid
Secara khusus faktor resiko dalam kehamilan dan masa kehamilan yang
meningkatkan kecenderungan Tromboemboli adalah :
Bedah Caesar
Persalinan pervaginam dengan tindakan
Usia ibu yang risiko tinggi saat hamil dan bersalin
Supresi laktasi dengan menggunakan preparat estrogen
Sickle Cell Disease
Riwayat tromboflebitis sebelumnya
Penyakit jantung
Immobilisasi yang lama
Obesitas
Infeksi maternal dan insufisiensi vena kronik
Faktor resiko terjadinya Tromboemboli dalam kehamilan dan masa nifas
menurut Biswas & Perloff (1994), yaitu :
Merokok
Preeklamsia
Persalinan lama (prolonge labor)
Anemia
Perdarahan
E. DIAGNOSIS
TANDA & GEJALA Trombosis Vena Superfisial (TVS) :
Umumnya hanya terbatas pada vena superfisial dari sistem safena.
Secara klinis daerah yang terlibat akan terlihat : kemerahan (eritema), pada palpasi
terasa hangat atau panas, teraba vena superfisial seperti tali yang keras.
Kelainan yang sering terjadi pada penderita dengan varises vena superfisial
sebelumnya, yaitu : obesitas, immobilisasi yang lama dan katerisasi intravena.
TANDA & GEJALA Trombosis Vena Dalam (TVD) :
Sangat tergantung dari tempat dan besar trombus, status sirkulasi vena kolateral,
derajat respons, dan inflamasi.
Hampir 80% mengenai tungkai kiri karena kompresi vena iliaka sinistra saat
bersilangan dengan arteri illiaka dekstra dan kecepatan aliran darah terutama pada
tungkai kiri yang jauh berkurang jika wanita hamil berbaring terlentang.
TANDA & GEJALA EMBOLI PARU (EP) :
Sering didahului oleh adanya Tromboemboli pada ekstrimitas inferior dan pada
beberapa lainnya Tromboemboli pada vena dalam pelvis yang asimtomatik)
diketahui.
Tanda dan Gejala Umum adalah dispnea, nyeri dada, batuk, sinkop dan hemoptisis.
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klasik Tromboemboli pada masa nifas (puerperal
thrombophlebitis) yang disebut dengan Phlegmasia alba dolens atau Milk Leg, yaitu
berupa :
Edema tungkai dan paha disertai rasa nyeri yang hebat
Nyeri pada otot betis baik spontan atau akibat regangan tendon achilles
(Homan’s sign) tidak mempunyai arti klinis yang bermakna karena tanda yang sama
seringkali ditemukan pada awal masa nifas akibat tekanan oleh penyangga betis
meja obstetrik saat persalinan.
Sianosis lokal
Demam yang terjadi karena terlibatnya vena dari kaki sampai regio
illeofemoral
G. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Obyektif yang dapat dilakukan meliputi :
1. Invasif
Venografi
Sampai saat ini merupakan ”gold standart“ untuk diagnosis TVD namun
karena dapat menyebabkan nyeri dan bahaya absorbsi radiasi pengion oleh janin,
maka pemeriksaan ini dilakukan pada masa kehamilan.
Angiografi Paru
Pemeriksaan ini merupakan ”gold standart” untuk diagnosis Emboli Paru
(EP), tetapi karena pemeriksaan ini invasif dan mahal maka hanya dilakukan jika
pemeriksaan lain meragukan.
Ventilation Perfussion Scanning (VIQ Scan)
VIQ Scan merupakan pemeriksaan awal yang harus dilakukan pada
kecurigaan Emboli Paru. Hasil pemeriksaan yang normal memastikan Emboli paru
tidak terjadi dan hasil yang high probalbility (sekurang-kurangnya terdapat defek
perfusi pada satu segmen tetapi ventilasi normal) memastikan diagnostik Emboli
paru.
2. Non Invasif
Compresion Ultrasound (CUS)
American College of Obstetrician and Gynecologists (2000) menetapkan CUS
sebagai salah satu cara pemeriksaan terpilih (procedure of choice) untuk diagnosa
TVD paroksimal.
CUS dilakukan dengan menekankan transedur USG secara kuat (firm
compression) untuk melihat adanya defect.
Impedance Phletysmography (IPG)
Dengan cara mengembangkan manset udara yang ditempatkan disekeliling
paha unutk mengukur impedance flow. IPG mempunyai sensitifitas sebesar 83%
dan spesifitas 92%.
Magnetic Resmance Venography (MRV)
Pemeriksaan ini dapat menggambarkan batas-batas anatomis secara detail
dan dapat menentukan ada tidaknya aliran darah pelvis. MRV mempunyai
sensitifitas 100% dan spesifitas 90% terhadap TVD yang telah lebih khusus lagi
MRV dapat menentukan faktor non trombosis sebagai penyebab gejala dan tanda
yang mirip dengan tromboemboli. MRV sangat potensial untuk digunakan sebagai
sarana diagnostik tromboemboli dalam kehamilan karena disamping sensitif juga
tidak berhubungan dengan paparan radiasi. Kelemahan pemeriksaan ini adalah
fasilitasnya yang masih terbatas dan mahalnya biaya pemeriksaan.
H. TERAPI
a. Trombosis Vena Superfisial (TVS)
Pentalaksanaan untuk nyeri (analgesik)
Thermal blanket
Elevasi anggota gerak bawah untuk memperbaiki sirkulasi
Pemberian anti inflamasi
Anjukan mobilisasi secar bertahap setelah tirah baring selama 5-7 hari
Anjurkan menggunakan elastic stocking
Anjurkan tidak berdiri dalam waktu yang lama guna mencegah terjadinya infeksi
berulang yang sering terjadi pada masa yang lama kehamilan dan segera setelah
persalinan.
b. Trombosis Vena Dalam (TVD) dan Emboli Paru (EP)
Tujuan utama terapi untuk mencegah perluasan trombus, Emboli Paru dan
Postphlebitic syndrome.
Pertimbangkan keamanan obat bagi ibu dan janin, efektifitas dan terapi untuk
keadaan akut atau tidak serta waktu kapan diberikan (dalam masa kehamilan,
persalinan atau masa nifas)
Obat yang digunakan dalam terapi Trombosis Vena Dalam (TVD) dalam kehamilan
dan masa nifas :
1. Heparin
Heparin merupakan obat terpilih (drug of choice) untuk terapi awal trombosis
vena akut dalam kehamilan. Obat ini merupakan anionic
mucopolysaccharide dengan berat molekul 3.000 - 30.000. Dikarenakan ukuran
molekulnya, heparin tidak masuk ke dalam plasenta dan sirkulasi janin atau air susu
ibu. Tempat metabolisme utama adalah di hepar dan sistem retikuloendotel serta
diekskresikan lewat urine. Fungsinya sebagai antitrombosis akan efektif bila
berikatan dengan co - faktor antitrombin III. Waktu paruh heparin rata-rata 90 menit
(dengan rentang 30 menit - 2,5 jam) setelah diberikan secara intravena.
Mekanisme heparin dalam pencegahan pembekuan darah adalah heparin
menghambat perubahan protombin menjadi trombin, yang selanjutnya mencegah
perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Heparin tidak mengganggu komponen –
komponen darah secara signifikan, hanya heparin memperpanjang waktu
pembekuan, bukan waktu perdarahan.
Efek samping heparin bagi ibu yaitu berupa perdarahan, osteoporosis jika
penggunaan dalam jangka panjang , trombositopeni , nyeri di tempat injeksi,
hemoragi termasuk di tempat plasenta melekat, hipersensitivitas, memar, dan
pembentukan hematoma. Monitoring waktu perdarahan yang teliti diperlukan untuk
mengurangi masalah tersebut. Perdarahan yang berlebihan ditanggulangi dengan
penghentian obat atau pemberian protamin sulfat. Dengan infus lambat obat terakhir
akan terikat secara ionik dengan heparin membentuk kompleks tidak aktif yang
stabil.
2. Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH mempunyai berat molekul antara 3000 – 8000 (rata-rata 4500). waktu
paruhnya lebih lama dibanding heparin (kurang lebih 4 jam ) juga bioavailabilitasnya
lebih tinggi dibanding heparin jika diberikan secara subkutan. Secara primer kerja
dari LMWH adalah menghambat faktor Xa tetapi efek antikoagulannya yang
dominan adalah lewat hambatan pada trombin. Seperti halnya heparin, LMWH juga
tidak masuk ke dalam plasenta dan sirkulasi janin, tempat metabolisme yang utama
adalah di ginjal.
Preparat – preparat LMWH hanya sedikit berpengaruh terhadap Activated
Partial Thromboplastin Time (APTT) dan thrombine time sehingga umumnya tidak
diperlukan monitoring terapi dengan pemeriksaan APTT atau aktifitas faktor Xa.
Selain itu, penggunaan LMWH akan mengurangi risiko efek samping pemberian
heparin seperti perdarahan, osteoporosis dan trombositopeni. Keuntungan lainnya
adalah dapat diberikan hanya 1 atau 2 kali sehari.
3. Antikoagulan oral
Antikoagulan oral merupakan senyawa organik dengan berat molekul rendah
yang secara cepat diabsorbsi dari tractus gastrointestinal. Obat-obat anti koagulan
oral ini akan masuk ke dalam plasenta sehingga penggunaannnya dalam kehamilan
perlu dipertimbangkan dengan seksama. Umumnya golongan antikoagulan oral
dikontraindikasikan secara absolut bila diberikan pada trimester pertama dan
kontraindikasi relatif pada trimester kedua dan ketiga dikarenakan obat-obat ini
dapat menyebabkan skeletal embryopathy berupa epifises yang cepat menutup,
hipoplasia nasal dan ekstrimitas superior pada janin jika diberikan kehamilan 6-12
minggu.
Pengggunaan pada pertengahan kehamilan dapat menyebabkan atrofi optik,
mikrosefali dan pertumbuhan terhambat. Risiko perdarahan pada janin dapat terjadi
setiap saat dalam kehamilan sehingga menyebabkan angka kegagalan kehamilan
yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut anti koagulan oral hanya diberikan pada
keadaan tertentu (dengan tanpa mempertimbangkan risiko pada janin ) yaitu : jika
penderita menggunakan katup jantung artifisial, kelainan katup mitral dengan tanda-
tanda embolisasi dan jika terdapat kontraindikasi pemberian heparin.
Anti koagulan oral bekerja dengan cara menghambat efek vitamin K dalam
sintesis faktor II,VII, IX di hepar. Dikenal dua jenis golongan obat antagonis vitamin
K ini yaitu : coumarin, dan derivat indanedione. Jenis yang paling banyak digunakan
adalah sodium warfarin, dicumarol, ethyl biscoumacetate dan phenidione. Efek anti
koagulan oral ini terdapat pembekuan darah dipantau dengan pemeriksaan
Prothombin Time (PT) dan nilai yang diharapkan adalah sama dengan pada wanita
tidak hamil yaitu 1,5-2,5 kali kontrol.