trisomi 21 sindrom down

Upload: roswita-da-marli

Post on 04-Mar-2016

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sindrom down

TRANSCRIPT

Trisomi 21 Sindrom DownDisusun Oleh:Roswita Arliani Da Marli102012049 / C 2Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaKampus II Jalan Arjuna No. 6, Jakarta 11510Email: [email protected] genetik dapat disebabkan oleh kelainan kromosom maupun mutasi gen dominan maupun gen resesif pada autosom maupun kromosom seks. Kelainan kromosom sering menjadi penyebab keguguran, bayi meninggal sesaat setelah dilahirkan, maupun bayi yang dilahirkan dengan Sindrom Down. Kromosom merupakan tempat DNA atau zat dasar genetik yang mencetak manusia. Kromosom adalah untaian materi genetik (DNA) di dalam setiap sel makhluk hidup. Setiap sel normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom kromosom tubuh (autosom, kromosom 1 s/d kromosom 22) dan satu pasang kromosom seks (kromosom X dan Y) yang menentukan jenis kelamin.Kelainan kromosom dapat berupa kelainan jumlah maupun struktur , seperti sindrom Patau atau trisomi 13 sindrom Down atau trisomi 21. Sindroma Down merupakan suatu cacat pada anak yang paling sering terjadi di dunia, disebabkan karena kelainan kromosom. Sindroma Down merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting. Meskipun orangtua dari segala usia mempunyai kemungkinan untuk mendapat anak yang menderita sindroma Down, tetapi kemungkinannya lebih besar untuk ibu yang usianya di atas 35 tahun.

Anamnesis

Pemeriksaan PenunjangTerdapat dua tipe uji yang dapat dilakukan untuk mendeteksi bayi sindrom Down. Pertama adalah uji skrining yang terdiri daripada blood test dan/atau sonogram. Uji kedua adalah uji diagnostik yang dapat memberi hasil pasti apakah bayi yang dikandung menderita sindrom Down atau tidak. Pada sonogram, tehnik pemeriksaan yang digunakan adalah Nuchal Translucency (NT test). Ujian ini dilakukan pada minggu 11 14 kehamilan. Apa yang diuji adalah jumlah cairan di bawah kulit pada belakang leher janin. Tujuh daripada sepulah bayi dengan sindrom Downdapat dikenal pasti dengan tehnik ini . Hasil ujian sonogram akan dibandingkan dengan uji darah. Pada darah ibu hamil yang disuspek bayinya sindrom Down, apa yang diperhatikan adalah plasma protein-A dan hormon human chorionic gonadotropin (HCG). Hasil yang tidak normal menjadi indikasi bahwa mungkin adanya kelainan pada bayi yang dikandung.Terdapat beberapa uji diagnostik yang boleh dilakukan untuk mendeteksi sindrom Down. Amniocentesis Dilakukan dengan mengambil sampel air ketuban yang kemudiannya diuji untuk menganalisa kromosom janin. Kaedah ini dilakukan pada kehamilan di atas 15 minggu. Risiko keguguran adalah 1 per 200 kehamilan.Chorionic villus sampling (CVS) Dilakukan dengan mengambil sampel sel dari plasenta. Sampel tersebut akan diuji untuk melihat kromosom janin. Tehnik ini dilakukan pada kehamilan minggu kesembilan hingga 14. Resiko keguguran adalah 1 per 100 kehamilan.Percutaneous umbilical blood sampling (PUBS)

PUBS adalah tehnik dimana darah dari umbilikus diambil dan diuji untuk melihat kromosom janin. Tehnik dilakukan pada kehamilan diatas 18 minggu. Tes ini dilakukan sekiranya tehnik lain tidak berhasil memberikan hasil yang jelas. Resiko keguguran adalah lebih tinggi.Working DiagnosisSindrom Down merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai trisomi, karena individu yang mendapat sindrom Down memiliki kelebihan satu kromosom. Mereka mempunyai tiga kromosom 21 dimana orang normal hanya mempunyai dua saja. Kelebihan kromosom ini akan mengubah keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh.Terdapat tiga tipe sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler, translokasi dan mosaik. Tipe pertama adalah trisomi 21 reguler. Kesemua sel dalam tubuh akan mempunyai tiga kromosom 21. Sembilan puluh empat persen dari semua kasus sindrom Down adalah dari tipe ini. Tipe yang kedua adalah translokasi. Translokasi ialah peristiwa terjadinya perubahan struktur kromosom, disebabkan karena suatu potongan kromosom bersambungan dengan potongan kromosom lainnya yang bukan homolognya. Pada tipe ini, kromosom 21 akan berkombinasi dengan kromosom yang lain. Seringnya salah satu orang tua yang menjadi karier kromosom yang ditranslokasi ini tidak menunjukkan karakter penderita sindrom Down. Tipe ini merupakan 4% dari total kasus.Tipe ketiga adalah mosaik. Bagi tipe ini, hanya sel yang tertentu saja yang mempunyai kelebihan kromosom 21. Dua persen adalah penderita tipe mosaik ini dan biasanya kondisi si penderita lebih ringan.

Etiologi

Sindroma Down disebabkan oleh trisomi 21, autosomal trisomi yang paling sering pada bayi baru lahir. Tiga tipe abnormalitas sitogenik pada fenotipe Sindroma Down adalah: trisomi 21 (47, +21), di mana terdapat sebuah salinan tambahan pada kromosom 21, diperkirakan 94%. Translokasi Robertsonian pada kromosom 21, sekitar 3-4%. Translokasi Robertsonian adalah penyusunan seluruh lengan pada kromosom akosentrik (kromosom manusia 13-15, 21, dan 22) dan juga bisa berupa sebuah translokasi antara kromosom 21 (atau ujung 21q saja) dan sebuah kromosom nonakrosentrik. Trisomi 21 mosaikisme (47, +21/46), terjadi pada 2-3% kasus. Pada bentuk ini, terdapat dua kelompok sel: sebuah sel normal dengan 46 kromosom dan kelompok lain dengan trisomi 21. Salinan tambahan pada kromosom 21 biasanya disebabkan oleh nondisjunction, sebuah kesalahan selama meosis. Nondisjunction adalah kegagalan kromosom homolog untuk pemisahan selama meosis I atau meosis II. Oleh karena itu, satu anak sel menurunkan tiga kromosom pada kromosom yang terkena dan menjadi trisomi, sedangkan anak sel lainnya menurunkan satu kromosom yang menyebabkan monosomi. Kesalahan dalam meosis yang menyebabkan nondisjunction sebagian besar diturunkan dari ibu; hanya sekitar 5% terjadi selama spermatogenesis. Kesalahan pada meosis meningkat seiring dengan pertambahan usia ibu. Kesalahan yang diturunkan dari ibu paling sering terjadi pada meosis I (76-80%) dan terjadi pada 67-73% pada kasus trisomi 21. Kesalahan yang diturunkan dari ibu lainnya terjadi pada meosis II dan mungkin diakibatkan oleh kegagalan pemisahan pasangan kromatid. Mereka terjadi pada 18-20% kasus trisomi 21. Nondisjunction yang diturunkan dari ayah biasanya terjadi pada meosis II. Mekanisme nondisjunction masih belum jelas. Hal itu mungkin berhubungan dengan kegagalan pada rekombinasi, di mana proses alami pemecahan dan penggabungan kembali susunan DNA selama meosis untuk membentuk kombinasi baru pada gen agar menghasilkan variasi genetik. Pada beberapa studi, peningkatan risiko pada nondisjunction meosis telah dihubungkan dengan polimorfik maternal pada gen yang mengkode enzim yang memetabolisme folat, methylenetetrahydrofolate reductase (MTHFR) dan methionine synthase (MTRR). Diperkirakan 5% kasus kromosom ekstra 21 muncul diakibatkan oleh kesalahan pada mitosis. Kasus ini tidak berkaitan dengan meningkatnya umur ibu. Translokasi trisomi 21, yaitu ketidakseimbangan translokasi Robertsonian, seluruh lengan panjang pada sebuah kromosom ditranslokasikan ke lengan panjang pada sebuah kromosom akosentrik melalui penggabungan sentral. Pada Sindroma Down, bentuk yang paling umum adalah translokasi yang mengenai kromosom 14 dan 21. Individu yang memiliki 46 kromosom, tetapi kromosom 14 mengandung lengan panjang kromosom 14 dan 21. Hal ini memberikan tiga salinan pada lengan panjang kromosom 21 (dua berasal dari kromosom 21 dan yang ketiga berasal dari lengan panjang yang ditranslokasikan dari kromosom 14). Mayoritas translokasi Robertsonian yang mengakibatkan trisomi 21 adalah mutasi yang baru. Mereka hampir selalu berasal dari ibu dan terjadi terutama selama oogenesis. Sindroma Down yang disebabkan oleh mekanisme ini tidak berhubungan dengan umur ibu. Sejauh ini, tidak ditemukan hubungan antara Sindroma Down dan diet, obat-obatan, ekonomi, status, ataupun gaya hidup. Risiko Sindroma Down juga tidak meningkat meskipun memiliki saudara dengan Sindroma Down. Beberapa bukti menunjukkan bahwa Sindroma Down sedikit lebih umum terjadi pada keluarga dengan penyakit Alzheimer dalam satu atau lebih anggota keluarga yang lebih tua.

Faktor Risiko

Risiko untuk mendapat bayi dengan sindrom Down didapatkan meningkat dengan bertambahnya usia ibu saat hamil, khususnya bagi wanita yang hamil pada usia di atas 35 tahun. Walau bagaimanapun, wanita yang hamil pada usia muda tidak bebas terhadap risiko mendapat bayi dengan sindrom Down. Harus diingat bahwa kemungkinan mendapat bayi dengan sindromDown adalah lebih tinggi jika wanita yang hamil pernah mendapat bayi dengan sindrom Down, atau jika adanya anggota keluarga yang terdekat yang pernah mendapat kondisi yang sama. Walau bagaimanapun kebanyakan kasus yang ditemukan didapatkan ibu dan bapaknya normal. Berikut merupakan rasio mendapat bayi dengan sindrom Down berdasarkan umur ibu yang hamil: 20 tahun: 1 per 1,500 25 tahun: 1 per 1,300 30 tahun: 1 per 900 35 tahun: 1 per 350 40 tahun: 1 per 100 45 tahun: 1 per 30

PatofisiologiKromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ dan menyebabkan perubahan sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam nyawa, dan perubahan proses hidup yang signifikan secara klinis. Sindrom Down akan menurunkan survival prenatal dan meningkatkan morbiditas prenatal dan postnatal.Anak anak yang terkena biasanya mengalami keterlambatan pertumbuhan fisik, maturasi, pertumbuhan tulang dan pertumbuhan gigi yang lambat. Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21 memberikan tampilan fisik yang tipikal seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas, anomali pada ekstremitas atas, dan penyakit jantung kongenital. Hasil analisis molekular menunjukkan regio 21q.22.1-q22.3 pada kromosom 21 bertanggungjawab menimbulkan penyakit jantung kongenital pada penderita sindrom Down. Sementara gen yang baru dikenal, yaitu DSCR1 yang diidentifikasi pada regio 21q22.1-q22.2, adalah sangat terekspresi pada otak dan jantung dan menjadi penyebab utama retardasi mental dan defek jantung. Abnormalitas fungsi fisiologis dapat mempengaruhi metabolism thiroid dan malabsorpsi intestinal. Infeksi yang sering terjadi dikatakan akibat dari respons sistem imun yang lemah, dan meningkatnya insidensi terjadi kondisi aotuimun, termasuk hipothiroidism dan juga penyakitHashimoto. Penderita dengan sindrom Down sering kali menderita hipersensitivitas terhadap proses fisiologis tubuh, seperti hipersensitivitas terhadap pilocarpine dan respons lain yang abnormal. Sebagai contoh, anak anak dengan sindrom Down yang menderita leukemia sangatsensitif terhadap methotrexate. Menurunnya buffer proses metabolic menjadi faktor predisposisi terjadinya hiperurisemia dan meningkatnya resistensi terhadap insulin. Ini adalah penyebab peningkatan kasus Diabetes Mellitus pada penderita Sindrom Down. Anak anak yang menderita sindrom Down lebih rentan menderita leukemia, seperti Transient Myeloproliferative Disorder dan Acute Megakaryocytic Leukemia. Hampir keseluruhan anak yang menderita sindrom Down yang mendapat leukemia terjadi akibat mutasi hematopoietic transcription factor gene yaitu GATA1. Leukemia pada anak anak dengan sindrom Down terjadi akibat mutasi yaitu trisomi 21, mutasi GATA1, dan mutasi ketiga yang berupa proses perubahan genetikyang belum diketahui pasti.Mortalitas/MorbiditasDiperkirakan sekitar 75% kehamilan dengan trisomi 21 tidak akan bertahan. Sekitar 85% bayi dapat hidup sampai umur satu tahun dan 50% dapat hidup sehingga berusia lebih dari 50 tahun. Penyakit jantung kongenital sering menjadi faktor yang menentukan usia penderita sindrom Down. Selain itu, penyakit seperti Atresia Esofagus dengan atau tanpa fistula transesofageal, Hirschsprung disease, atresia duodenal dan leukemia akan meningkatkan mortalitas. Selain itu, penderita sindrom Down mempunyai tingkat morbiditas yang tinggi karena mempunyai respons sistem imun yang lemah. Kondisi seperti tonsil yang membesar dan adenoids, lingual tonsils, choanal stenosis, atau glossoptosis dapat menimbulkan obstruksi pada saluran nafas atas. Obstruksi saluran nafas dapat menyebabkan Serous Otitis Media, Alveolar Hypoventilation, Arterial Hypoxemia, Cerebral Hypoxia, dan Hipertensi Arteri Pulmonal yang disertai dengan cor pulmonale dan gagal jantung. Keterlambatan mengidentifikasi atlantoaxial dan atlanto-occipitalyang tidak stabil dapat mengakibatkan kerusakan pada saraf spinal yang irreversibel. Gangguan pendengaran, visus, retardasi mental dan defek yang lain akan menyebabkan keterbatasan kepada anak anak dengan sindrom Down dalam meneruskan kelangsungan hidup. Mereka juga akanmenghadapi masalah dalam pembelajaran, proses membangunkan upaya berbahasa, dan kemampuan interpersonal.Efek Pada Fisik Dan Sistem TubuhGejala FisikFisikalnya pasien sindrom Down mempunyai rangka tubuh yang pendek. Mereka sering kali gemuk dan tergolong dalam obesitas. Tulang rangka tubuh penderita sindrom Down mempunyai ciri ciri yang khas. Tangan mereka pendek dan melebar, adanya kondisi clinodactyly pada jari kelima dengan jari kelima yang mempunyai satu lipatan (20%), sendi jari yang hiperekstensi, jarak antara jari ibu kaki dengan jari kedua yang terlalu jauh, dan dislokasi tulang pinggul (6%). Bagi panderita sindrom Down, biasanya pada kulit mereka didapatkan xerosis, lesi hiperkeratosis yang terlokalisir, garis garis transversal pada telapak tangan, hanya satu lipatan pada jari kelima, elastosis serpiginosa, alopecia areata, vitiligo, follikulitis, abses dan infeksi pada kulit yang rekuren. Retardasi mental yang ringan hingga berat dapat terjadi. Intelegent quatio (IQ) mereka sering berada antara 20 85 dengan rata-rata 50. Hipotonia yang diderita akan meningkat apabila umur meningkat. Mereka sering mendapat gangguan artikulasi. Penderita sindrom Down mempunyai sikap atau prilaku yang spontan, sikap ramah, ceria, cermat, sabar dan bertoleransi. Kadang kala mereka akan menunjukkan perlakuan yang nakal dengan rasa ingin tahu yang tinggi. Infantile spasms adalah yang paling sering dilaporkan terjadi pada anak anak sindrom Down sementara kejang tonik klonik lebih sering didapatkan pada yang dewasa. Tonus kulit yang jelek, rambut yang cepat beruban dan sering gugur, hipogonadism, katarak, kurang pendengaran, hal yang berhubungan dengan hipothroidism yang disebabkan faktor usia yang meningkat, kejang, neoplasma, penyakit vaskular degeneratif, ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu, pikun, dementia dan Alzheimer dilaporkan seringterjadi pada penderita sindrom Down. Semuanya adalah penyakit yang sering terjadi pada orang orang lanjut usia. Penderita sindrom Down sering menderita Brachycephaly, microcephaly, dahi yang rata, occipital yang agak lurus, fontanela yang besar dengan perlekatan tulang tengkorak yang lambat, sutura metopik, tidak mempunyai sinus frontal dan sphenoid serta hipoplasia pada sinus maksilaris. Mata pasien sindrom Down bentuknya seperti tertarik ke atas (upslanting) karena fissura palpebra yang tidak sempurna, terdapatnya lipatan epicanthal, titik titik Brushfield, kesalahan refraksi sehingga 50%, strabismus (44%), nistagmus (20%), blepharitis (33%), conjunctivitis, ruptur kanal nasolacrimal, katarak kongenital, pseudopapil edema, spasma nutans dan keratoconus. Pasien sindrom Down mempunyai hidung yang rata, disebabkan hipoplasi tulang hidung dan jembatan hidung yang rata. Apabila mulut dibuka, lidah mereka cenderung menonjol, lidah yang kecil dan mempunyai lekuk yang dalam, pernafasan yang disertai dengan air liur, bibir bawah yang merekah, angular cheilitis, anodontia parsial, gigi yang tidak terbentuk dengan sempurna, pertumbuhan gigi yang lambat, mikrodontia pada gigi primer dan sekunder, maloklusi gigi serta kerusakan periodontal yang jelas. Pasien sindrom Down mempunyai telinga yang kecil dan heliks yang berlipat. Otitis media yang kronis dan kehilangan pendengaran sering ditemukan. Kira kira 6080% anak penderita sindrom Down mengalami kemerosotan 15 20 dB pada satu telinga .HematologiAnak penderita sindrom Down mempunyai risiko tinggi mendapat Leukemia, termasuklah Leukemia Limfoblastik Akut dan Leukemia Myeloid. Diperkirakan 10% bayi yang lahir dengan sindrom Down akan mendapat klon preleukemic, yang berasal dari progenitor myeloid pada hati yang mempunyai karekter mutasi pada GATA1, yang terlokalisir pada kromosom X. Mutasi pada faktor transkripsi ini dirujuk sebagai Transient Leukemia, Transient Myeloproliferative Disease (TMD), atau Transient Abnormal Myelopoiesis (TAM) Penyakit Jantung KongenitalPenyakit jantung kongenital sering ditemukan pada penderita sindrom Down dengan prevelensi 40-50%. Walaubagaimanapun kasus lebih sering ditemukan pada penderita yang dirawat di RS (62%) dan penyebab kematian yang paling sering adalah aneuploidy dalam dua tahun pertama kehidupan. Antara penyakit jantung kongenital yang ditemukan Atrioventricular Septal Defects (AVD) atau dikenal juga sebagai Endocardial Cushion Defect (43%), Ventricular Septal Defect (32%), Secundum Atrial Septal Defect (ASD) (10%), Tetralogy of Fallot (6%), dan Isolated Patent Ductus Arteriosus (4%). Lesi yang paling sering ditemukan adalah Patent Ductus Arteriosus (16%) dan Pulmonic Stenosis (9%). Kira - kira 70% dari endocardial cushion defects adalah terkait dengan sindrom Down. Dari keseluruhan penderita yang dirawat, kira kira 30% mempunyai beberapa defek sekaligus pada jantung mereka.Atrioventricular septal defects (AVD)Atrioventricular septal defects (AVD) adalah kondisi dimana terjadinya kelainan anatomis akibat perkembangan endocardial cushions yang tidak sempurna sewaktu tahap embrio. Kelainan yang sering di hubungkan dengan AVD adalah patent ductus arteriosus, coarctation of the aorta, atrial septal defects, absent atrial septum, dan anomalous pulmonaryvenous return. Kelainan pada katup mitral juga sering terjadi. Penderita AVD selalunya berada dalam kondisi asimtomatik pada dekade pertama kehidupan, dan masalah akan mula timbul pada decade kedua dan ketiga kehidupan. Pasien akan mula mengalami pengurangan pulmonary venous return, yang akhirnya akan menjadi left-to-right shunt pada atrium dan ventrikel. Akhirnya nanti akan terjadi gagal jantung kongestif yang ditandai dengan antara lain takipnu dan penurunan berat badan. AVD juga boleh melibatkan septum atrial, septum ventrikel, dan pada salah satu, atau kedua dua katup atrioventikuler. Pada penderita dengan penyakit ini, jaringan jantung pada bagian superior dan inferior tidak menutup dengan sempurna. Akibatnya, terjadi komunikasi intratrial melalui septum atrial. Kondisi ini kita kenal sebagai defek ostium primum.Akan terjadi letak katup atrioventikuler yang abnormal, yaitu lebih rendah dari letak katup aorta. Perfusi jaringan endokardial yang tidak sempurna juga mangakibatkan lemahnya struktur pada leaflet katup mitral. Pada penderita sering terjadi predominant left-to-right shunting. Apabila penderita mengalami kelainan yang parsial, shunting ini sering terjadi melalui ostium primum pada septum. Kalau penderita mendapat defek yang komplit, maka dapat terjadi defek pada septum ventrikel dan juga insufisiensi valvular. Kemudian akan terjadi volume overloadingpada ventrikel kiri dan kanan yang akhirnya diikuti dengan gagal jantung pada awal usia. Sekiranya terjadi overload pulmonari, dapat terjadi penyakit vaskuler pulmonari yang diikuti dengan gagal jantung kongestifVentricular Septal defect (VSD)Ventricular Septal Defect kondisi ini adalah spesifik merujuk kepada kondisi dimana adanya lubang yang menghubungkan dua ventrikel. Kondisi ini boleh terjadi sebagai anomali primer, dengan atau tanpa defek kardiak yang lain. Kondisi ini dapat terjadi akibat kelainan seperti Tetralogy of Fallot (TOF), complete atrioventricular (AV) canal defects, transposition of great arteries,dan corrected transpositions.Secundum Atrial Septal Defect (ASD)Pada penderita secundum atrial septal defect, didapatkan lubang atau jalur yang menyebabkan darah mengalir dari atrium kanan ke atrium kiri, atau sebaliknya, melalui septum interatrial. Apabila tejadinya defek pada septum ini, darah arterial dan darah venous akan bercampur, yang bisa atau tidak menimbulkan sebarang gejala klinis. Percampuran darah inijuga disebut sebagai shunt. Secara medis, right-to-left-shunt adalah lebih berbahaya Tetralogy of Fallot (TOF)Tetralogy of Fallot merupakan jenis penyakit jantung kongenital pada anak yang sering ditemukan. Pada kondisi ini, terjadi campuran darah yang kaya oksigen dengan darah yang kurang oksigen. Terdapat empat abnormalitas yang sering terkait dengan Tetralogy of fallot. Pertama adalah hipertrofi ventrikel kanan. Terjadinya pengecilan atau tahanan pada katup pulmonari atau otot katup, yang menyebabkan katup terbuka kearah luar dari ventrikel kanan. Ini akan menimbulkan restriksi pada aliran darah akan memaksa ventrikel untuk bekerja lebih kuat yang akhirnya akan menimbulkan hipertrofi pada ventrikel. Kedua adalah ventricular septal defect. Pada kondisi ini, adanya lubang pada dinding yang memisahkan dua ventrikel, akan menyebabkan darah yang kaya oksigen dan darah yang kurang oksigen bercampur. Akibatnya akan berkurang jumlah oksigen yang dihantar ke seluruh tubuh dan menimbulkan gejala klinis berupa sianosis. Ketiga adalah posisi aorta yang abnormal. Keempat adalah pulmonary valve stenosis. Jika stenosis yang terjadi ringan, sianosis yang minimal terjadi karena darah masih lagi bisa sampai ke paru. Tetapi jika stenosisnya sedang atau berat, darah yang sampai ke paru adalah lebih sedikit maka sianosis akan menjadi lebih berat.Isolated Patent Ductus Arteriosus (PDA)Pada kondisi Patent ductus arteriosus (PDA) ductus arteriosus si anak gagal menutup dengan sempurna setelah si anak lahir. Akibatnya terjadi bising jantung. Simptom yang terjadi antara lain adalah nafas yang pendek dan aritmia jantung. Apabila dibiarkan dapat terjadi gagal jantung kongestif. Semakin besar PDA, semaki buruk status kesehatan penderitaImmunodefisiensiPenderita sindrom Down mempunyai risiko 12 kali lebih tinggi dibandingkan orang normal untuk mendapat infeksi karena mereka mempunyai respons sistem imun yang rendah. Contohnya mereka sangat rentan mendapat pneumonia.Sistem GastrointestinalKelainan pada sistem gastrointestinal pada penderita sindrom Down yang dapat ditemukan adalah atresia atau stenosis, Hirschsprung disease (