traumatologi forensik

39
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap orang akan berkedudukan sebagai individu dan sebagai makhluk sosial. Pada umumnya, manusia akan mengembangkan pola kehidupan dan tingkah laku sesuai dengan kaidah - kaidah yang berlaku dalam pergaulan hidup dimana mereka bertempat tinggal. Namun demikian, seiring dengan perkembangan dalam kehidupan masyarakat sering terdapat keadaan - keadaan yang mengakibatkan penyimpangan atau pelanggaran terhadap kaidah- kaidah hukum. Pelanggaran - pelanggaran tersebut akan mengakibatkan keresahan di dalam masyarakat, karena mereka merasa keamanannya terancam dan terganggu, sehingga masyarakat pun menginginkan tindakan secara tegas terhadap setiap pelanggar hukum. Dalam usaha pencegahan pelanggaran kaidah - kaidah hukum, timbul aturan-aturan hukum yang bertujuan untuk menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Sedangkan aturan-aturan hukum tersebut dibuat oleh pejabat negara yang mempunyai kewenangan untuk membuat suatu Undang-undang atau peraturan lainnya. Untuk itu penegakan hukum dilakukan oleh aparatur negara yang telah ditunjuk negara dengan segala kemampuan untuk dapat memaksakan, menegakkan dan menindak terhadap setiap pelanggar kaidah-kaidah hukum yang telah digariskan oleh negara. 1

Upload: tiaraardinata

Post on 01-Jan-2016

158 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

traumatologi forensik

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap orang akan berkedudukan sebagai individu dan

sebagai makhluk sosial. Pada umumnya, manusia  akan mengembangkan pola kehidupan

dan tingkah laku sesuai dengan kaidah - kaidah yang berlaku dalam pergaulan hidup

dimana mereka bertempat tinggal. Namun demikian, seiring dengan perkembangan

dalam kehidupan masyarakat sering terdapat keadaan - keadaan yang mengakibatkan

penyimpangan atau pelanggaran terhadap kaidah- kaidah hukum.

Pelanggaran - pelanggaran  tersebut akan mengakibatkan keresahan di dalam

masyarakat, karena mereka merasa keamanannya terancam dan terganggu, sehingga

masyarakat pun menginginkan tindakan secara tegas terhadap setiap pelanggar hukum.

Dalam usaha pencegahan pelanggaran kaidah - kaidah hukum, timbul aturan-aturan

hukum yang bertujuan untuk menjaga ketertiban di dalam masyarakat. Sedangkan

aturan-aturan hukum tersebut dibuat oleh pejabat negara yang mempunyai kewenangan

untuk membuat suatu Undang-undang atau peraturan lainnya. Untuk itu penegakan

hukum dilakukan oleh aparatur negara yang telah ditunjuk negara dengan segala

kemampuan untuk dapat memaksakan, menegakkan dan menindak terhadap setiap

pelanggar kaidah-kaidah hukum yang telah digariskan oleh negara.

Sebagai salah satu bagian dari alat bukti khususnya surat, keberadaan Visum et

Repertum sungguh sangat penting.Hal ini dikarenakan ada bagian-bagian dalam hal

pembuktian yang tidak dapat dilakukan oleh penyidik khususnya penyidik Polri tanpa

bantuan dari orang yang ahli di bidangnya terutama bidang kedokteran. Sebagaimana

yang kita ketahui bersama, bidang kedokteran forensik sangat diperlukan dalam hal

tindak pidana yang berkaitan dengan tubuh, kesehatan dan nyawa manusia. Tujuan

utamanya tentu saja selaras dengan fungsi utama proses peradilan pidana yaitu mencari

kebenaran sejauh yang dapat dilakukan oleh manusia dengan tetap menjaga dan

menghormati hak dari tersangka maupun hak dari seorang terdakwa.

1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Skenario 2

Mahasiswa Yang Malang

Beberapa waktu lalu seorang mahasiswa bernama M yang menghebohkan akibat di hajar

oleh sekelompok pria yang berprofesi sebagai tentara, Akibat kejadian tersebut seluruh

tubuh M mengalami memar dan kebiruan sehingga membuat M tak sadarkan diri dan di

bawa ke rumah sakit. Menurut pemeriksaan dokter B bahwa M mengalami Luka Abrasi

di punggung kanan, Kontusio di daerah pelipis serta beberapa Laserasi di pipi kanan dan

kepala bagian belakang. Selain itu M mengalami perdarahaan hebat akibat luka firearm

wound di dada bagian kanan yang diprediksikan sekitar 15 meter sehingga M perlu

dilakukan operasi emergency untuk mengeluarkan peluru mengingat keadaan umum M

yang semakin menurun. Setelah operasi selesai keadaan M mengalami stabil dan mulai

sadarkan diri, Mengetahui hal tersebut keluarga M tidak bisa menerima anaknya

diperlakukan seperti itu, dan langsung meminta dokter untuk membuat Laporan terhadap

kejadian tersebut. Tetapi dokter tidak bisa melayani permintaan Visum tersebut.

Sehingga keluarga tersebut merasa bahwa dokter takut terhadap kelompok pria yang

sudah memukuli anaknya. Kenapa Dokter menolak untuk dilakukan Visum?

2.2 Terminologi

a. Luka abrasi adalah keadaan dimana terdapat kerusakan pada bagian epidermis.

Luka ini terjadi karena gesekan pada pada permukaan kulit lapisan luar, membran

mukosa atau kulit terkikis sedikit.

b. Luka laserasi adalah luka robek terjadi kerusakan jaringan yang dapat disebabkan

misalnya oleh pecahan gelas, kaca atau benda tajam. Luka ini akan mudah

terkontaminasi dan timbul infeksi.

c. Luka kontusio adalah luka memar yang tidak menimbulkan kerusakan pada

permukaan kulit akan tetapi adanya injury pada struktur internal. Luka ini biasa

terjadi karena benturan benda tumpul.

2

2.3 Permasalahan

1. Kenapa dokter dapat memperkirakan jarak tembak 15 m?

Jawab:bisa dilihat dari hasil Vet,dimana dilihat dari jenis peluru yang dipake

sama tersangka.

Luka akibat tembakan senjata api.

Luka tembak jarak jauh hanya dibentuk oleh komponen anak

peluru,sedangkan LTM jarak dekat dibentuk oleh komponen anak peluru

dan butir-butir mesiu yang tidak habis terbakar.LTM jarak sangat dekat

dibentuk oleh komponen anak peluru,butir mesiu,jelaga dan panas/api.

LTM tempel/kontak dibentuk oleh seluruh komponen tersebut diatas

(yang akan masuk kesaluran luka) an jelas laras. Saluran luka akan

berwarna hitam dan jejas laras akan tampak mengelilingi luka tembak

masuk sebagai luka lecet jenis tekan,yang terjadi sebagai akibat tekanan

terbalik dari udara hasil ledakan mesiu.

Gambaran LTM jarak jauh dapat ditemukan pada korban yang

tertembak pada jarak yang dekat/sangat dekat,apabila diatas permukaan

kulit terdapat penghalang misalnya pakaian yang tebal,ikat pinggang,helm

dan sebagainya sehingga komponen-komponen butir mesiu yang tidak

habis terbakar,jelaga dan tertahan oelh penghalang tersebut.

Pada tempat anak peluru meninggalkan tubuh korban akan

ditemukan luka tembak keluar (LTK).LTK umumnya lebih besar dari

LTM akibat terjadinya deformitas anak peluru,bergoyangnya anak peluru

dan terikatnya jaringan tulang yang pecah keluar dari LTK.

LTK mungkin lebih kecil dari LTM dari LTM bila terjadi pada

luka tembak tempel/kontak atau pada anak peluru yang telah kehabisan

tenaga pada saat akan keluar meniggalkan tubuh. Disekitar LTK mungkin

pula dijumpai daerah lecet bila pada tempat keluar tersebut terdapat benda

yang keras,misalnya ikat pinggang atau korban sedang bersandar pada

dinding.

2. Tujuan keluarga meminta visum?

Jawab :untuk dijadikan barang bukti untuk menuntut pelaku.

3. kenapa dokter menolak untuk memberikan visum?

3

Jawab:karena posisi pasien saat dibawa sebagai pasien bukan tersangka.dan

apabila dibuat visum saat menunggu adanya surat prmintaan dari penyidik maka

visum dikatakn tidak syah.

4. Tujuan dilakukan visum

Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti)

yang sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat

persidangan berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena

termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184.

Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu:

1. Keterangan saksi

2. Keterangan ahli

3. Keterangan terdakwa

4. Surat-surat

5. Petunjuk

Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu:

1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim

2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat

3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat

kesimpulan VeR yang lebih baru

5. Mekanisme abrasi, kontusio dan laserasi

Abrasi

Luka lecet adalah luka yang superficial, kerusakan tubuh terbatas hanya

pada lapisan kulit epidermis. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan

epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan.

Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua

tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana

epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada

luka yang menandakan ketidakteraturan benda yang mengenainya.

Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang

mengenainya. Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata

telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara mikroskopik.

Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini

(beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai

4

beberapa hari), beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut

dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang

luas.

Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat

diklasifikasikan sebagai luka lecet gores (Scratch), luka lecet serut

(Scrape), luka lecet tekan (impact abrasion) dan luka lecet berbekas

(patterned abrasion).

a. Luka lecet gores ( Scratch)

Diakibatkan oleh benda runcing ( misalnya kuku jari yang menggores

kulit) yang menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) di

depannya dan mengakibatkan lapisan tersebut terangkat, sehingga

dapat menunjukan arah kekerasan yang terjadi.

b. Luka lecet serut (Scraping )

Adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya

dengan permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan di tentukan

dengan melihat letak tumpukan epitel.

c. Luka lecet tekan ( Impact abrasion)

Disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit

adalah jaringan yang lentur maka, bentuk luka lecet tekan belum tentu

sama dengan bentuk permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih

memungkinkan identifikasi benda penyebab yang mempunyai bentuk

yang khas, misalnya kisi-kisi radiator mobil, jejas gigitan dan

sebagainya. Gambaran luka lecet tekan yang di temukan pada mayat

adalah daerah kulit yang kaku dengan warna yang lebih gelap dari

sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan yang tertekan serta

terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca kematian.

Kontusio

Kontusio Superfisial

Kontusio terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat.

Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan

dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ

dibawahnya. Kontusio adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan

darah dalam jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup,

5

dikarenakan pecahnya pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda

tumpul.

Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar

terjadi pada daerah dimana jaringan longgar, seperti di daerah mata, leher,

atau pada orang yang lanjut usia, maka luka memar yang tampak

seringkali tidaka sebanding dengan kekerasan, dalam arti seringkali lebih

luas; dan adanya jaringan longgar tersebut memungkinkan berpindahnya

“memar” ke daerah yang lebih rendah, berdasarkan gravitasi.

Gambar . Battle sign. Tampak luka memar di belakang dan

dibawah telinga yang terletak di prosesus mastoid yang disebabkan oleh

darah yang berakumulasi secara gravitasi disebabkan oleh fraktur basis

cranii. (Dikutip dari kepustakaan forensic for med student)

Gambar . Racoon eyes. Tampak luka memar di sekitar jaringan

ikat longgar daerah mata disebabkan oleh fraktur basis cranii. (Dikutip

dari kepustakaan forensic for med student)

Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi

mengenai bentuk dari benda tumpul, ialah apa yang dikenal dengan istilah

“perdarahan tepi” (marginal haemorrhages), misalnya bila tubuh korban

terlindas ban kendaraan, dimana pada tempat yang terdapat tekanan justru

tidak menunjukkan kelainan, kendaraan akan menepi sehingga terbentuk

perdarahan tepi yang bentuknya sesuai dengan bentuk celah antara kedua

kembang ban yang berdekatan.Perubahan warna pada memar

berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu tersebut

bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada

standar pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat

secara pemeriksaan fisik.

Luka memar dapat diklasifikasikan sebagai luka memar superficial

(Superficial), Luka memar dalam (Deep), dan luka memar berbekas

( Patterned/ imprint).

1. Luka memar superfisial

Luka memar superficial dapat terjadi secara segera, disebabkan oleh

akumulasi darah secara subkutan.

Gambar . Luka memar pada lengan. Awalnya, luka memar

memberikan warna merah kebiruan namun  seiring berjalannya waktu

6

sel darah merah akan rusak, melepaskan billirubin dan heme yang

memberikan gambaran kuning-kecoklatan  yang dapat terlihat satu

minggu kemudian. (Dikutip dari kepustakaan forensic pathology)

2. Luka memar dalam

Luka memar dalam menandakan adanya akumulasi pendarahan lebih

dalam dari lapisan kulit subkutan. Biasanya jenis luka ini memerlukan

1 sampai 2 hari untuk dapat terlihat di permukaan kulit.

Gambar . Gambar diatas merupakan luka memar dengan beberapa

warna, dimana terdapat warna kekuningan yang difus pada pinggirnya

menandakan bahwa luka memar sudah terjadi sebelum foto ini

diambil. (Dikutip dari kepustakaan forensic for med student)

3. Luka memar berbekas

Luka memar berbekas disebabkan oleh penekanan pada tubuh,

biasanya objek yang menekan tubuh meninggalkan bekas pada

permukaan kulit.

Laserasi

Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan

kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari

pipa, permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan

sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh

benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga

merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan

jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar,

disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih

rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi.

Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan

jaringan dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan.

Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet

membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi

dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang

paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal

kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga  menunjukkan arah

awal kekerasan.

7

2.4 Learning Objektif

1. Menjelaskan tentang Visum et repertum

2. Menjelaskan tentang Traumatologi forensic

3. Menjelaskan tentang Aspek medikolehal visum et repertum

4. Menjelaskan tentang Aspek medikolehal luka

Penyelesaian

1. Visum Et Repertum

1) Pengertian

Pengertian arti harafiah dari Visum et Repertum yakni berasal dari kata “visual”

yang berarti melihat dan “repertum” yaitu melaporkan. Sehingga jika

digabungkan dari arti harafiah ini adalah apa yang dilihat dan diketemukan

sehingga Visum et Repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli)

yang dibuat berdasarkan sumpah, mengenai apa yang dilihat dan diketemukan

atas bukti hidup, mayat atau fisik ataupun barang bukti lain, kemudian dilakukan

pemeriksaan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya (Soeparmono,2002).

Dalam Stbl tahun 1937 No 350 dikatakan bahwa “visa et reperta para dokter yang

dibuat baik atas sumpah dokter yang diucapkan pada waktu menyelesaikan

pelajarannya di Indonesia.

Dalam Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.M04/UM/01.06 tahun 1983

pada pasal 10 menyatakan bahwa hasil pemeriksaan ilmu kedokteran kehakiman

disebut sebagai Visum et Repertum. Pendapat seorang dokter yang dituangkan

dalam sebuah Visum et Repertum sangat diperlukan oleh seorang hakim dalam

membuat sebuah keputusan dalam sebuah persidangan.Hal ini mengingat,

seorang hakim sebagai pemutus perkara pada sebuah persidangan,tidak dibekali

dengan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan kedokteran forensik ini. Dalam hal

ini, hasil pemeriksaan dan laporan tertulis ini akan digunakan sebagai petunjuk

sebagaimana yang dimaksud pada  pasal 184 KUHAP tentang alat bukti. Artinya,

hasil Visum et Repertum ini bukan saja sebagai petunjuk dalam hal membuat

terang suatu perkara pidana namun juga mendukung proses penuntutan dan

pengadilan.

2) Bentuk Visum et Repertum berdasarkan objek :

1) Visum et Repertum Korban Hidup

8

Visum et Repertum

Visum et Repertum diberikan kepada korban setelah diperiksa

didapatkan lukanya tidak menimbulkan penyakit atau halangan

untuk menjalankan pekerjaan atau aktivitasnya.

Visum et Repertum Sementara

Misalnya visum yang dibuat bagi si korban yang sementara masih

dirawat di rumah sakit akibat luka-lukanya akibat penganiayaan.

Visum et Repertum Lanjutan

Misalnya visum bagi si korban yang lukanya tersebut (Visum et

Repertum Sementara) kemudian lalu meninggalkan rumah sakit

ataupun akibat luka-lukanya tersebut si korban kemudian

dipindahkan ke rumah sakit atau dokter lain ataupun meninggal

dunia.

2) Visum et Repertum pada mayat

Visum pada mayat dibuat berdasarkan otopsi lengkap atau dengan kata

lain berdasarkan pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam pada mayat.

3) Visum et Repertum Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP)

4) Visum et Repertum Penggalian Mayat

5) Visum et Repertum Mengenai Umur

6) Visum et Repertum Psikiatrik

7) Visum et Repertum Mengenai Barang Bukti

Misalnya berupa jaringan tubuh manusia, bercak darah, sperma dan

sebagainya. (Peranan Dokter dalam Pembuktian Tindak Pidana,2008)

3) Dasar Hukum

Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan

tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia

baik hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan

interpretasinya, dibawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan.

Menurut Budiyanto dkk (Ilmu Kedokteran Forensik,1997) , dasar hukum

Visum et Repertum adalah sebagai berikut :

Pasal 133 KUHAP menyebutkan:

1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang

korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa

9

yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan

keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau

ahli lainnya.

2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas

untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan

bedah mayat.

Selanjutnya, keberadaan Visum et Repertum tidak hanya diperuntukkan

kepada seorang korban (baik korban hidup maupun tidak hidup) semata, akan

tetapi untuk kepentingan penyidikan juga dapat dilakukan terhadap seorang

tersangka sekalipun seperti VeR Psikiatris. Hal ini selaras dengan apa yang

disampaikan dalam KUHAP yaitu :

Pasal 120 (1) KUHAP

Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang ahli

atau orang yang memiliki keahlian khusus.

Apabila pelaku perbuatan pidana tidak dapat bertanggung jawab, maka

pelaku dapat dikenai pidana. Sebagai perkecualian dapat dibaca dalam Pasal 44

KUHP sebagai berikut:

1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung

jawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya

(gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (ziekelijke

storing), tidak dipidana.

2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan padanya

disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena

penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan

dalam Rumah Sakit Jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu

percobaan.

3) Ketentuan tersebut dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung,

Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri.

Dalam menentukan adanya jiwa yang cacat dalam tumbuhnya dan jiwa yang

terganggu karena penyakit, sangat dibutuhkan kerjasama antar pihak yang terkait,

yaitu ahli dalam ilmu jiwa (dokter jiwa atau kesehatan jiwa), yang dalam

persidangan nanti muncul dalam bentuk Visum et Repertum  Psychiatricum,

10

digunakan untuk dapat mengungkapkan keadaan pelaku perbuatan (tersangka)

sebagai alat bukti surat yang dapat dipertanggungjawabkan.

Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik

pembantu sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP. Penyidik

yang dimaksud di sini adalah penyidik sesuai dengan pasal 6(1) butir a, yaitu

penyidik yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik ini adalah penyidik tunggal

bagi pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa

manusia. Oleh karena Visum et Repertum  adalah keterangan ahli mengenai

pidana yang berkaitan dengan kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai

negeri sipil tidak berwenang meminta Visum et Repertum , karena mereka hanya

mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar

hukumnya masing-masing (Pasal 7(2) KUHAP). Sanksi hukum bila dokter

menolak permintaan penyidik, dapat dikenakan sanki pidana :

Pasal 216 KUHP :

Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang

dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi

sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi

kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula

barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau

menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana

penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak

sembilan ribu rupiah.

4) Peran dan Fungsi

Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis 

dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses

pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana

VeR menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang

di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti

barang bukti.Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter

mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian

kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani

ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et

repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan

11

para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana

yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia. Apabila visum et repertum belum

dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang pengadilan, maka hakim dapat

meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum

dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian

ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa

atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai

dengan pasal 180 KUHAP.

Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk

mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna

untuk menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai

alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari

tuntutan hukum. Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional

Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan visum et

repertum.

5) Struktur dan Isi

Setiap visum et repertum harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai

berikut:

a. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa

b. Bernomor dan bertanggal

c. Mencantumkan kata ”Pro Justitia” di bagian atas kiri (kiri atau tengah)

d. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar

e. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan

temuan pemeriksaan

f. Tidak menggunakan istilah asing

g. Ditandatangani dan diberi nama jelas

h. Berstempel instansi pemeriksa tersebut

i. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan

j. Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila ada

lebih dari satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik

POM, dan keduanya berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut dapat

diberi visum et repertum masing-masing asli

12

Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan

disimpan sebaiknya hingga 20 tahun.

2. Traumatologi Forensik

1) Definisi

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan

oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan

listrik atau gigitan hewan.

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Didalam

melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan, pada

hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari permasalahan

jenis luka yang terjadi, jenis kekerasan yang menyebabkan luka, dan kualifikasi

luka.

2) Etiologi

2.1. Luka karena kekerasan mekanik (benda tajam, tumpul, dan senjata api).

2.2. Luka karena kekerasan fisik (arus listrik, petir, suhu).

2.3. Luka karena kekerasan kimiawi (asam, basa, logam berat)

3) Klasifikasi Jenis Luka Berdasarkan Jenis Benda.

3.1. Jenis luka akibat kekerasan benda tumpul (blunt force injury).

Benda tumpul bila mengenai tubuh dapat menyebabkan luka yaitu luka

lecet, memar dan luka robek atau luka robek atau luka terbuka. Dan bila

kekerasan benda tumpul tersebut sedemikian hebatnya dapat pula

menyebabkan patah tulang.

a. Luka lecet (abrasion):

Luka lecet adalah luka yang superficial, kerusakan tubuh terbatas

hanya pada lapisan kulit yang paling luar/kulit ari. Walaupun

kerusakan yang ditimbulkan minimal sekali, luka lecet mempunyai

arti penting di dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman, oleh karena dari

luka tersebut dapat memberikan banyak hal, misalnya:

Petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat

dalam tubuh, seperti hancurnya jaringan hati, ginjal, atau limpa, yang

dari pemeriksaan luar hanya tampak adanya luka lecet di daerah yang

sesuai dengan alat-alat dalam tersebut.

13

Petunjuk perihal jenis dan bentuk permukaan dari benda tumpul yang

menyebabkan luka, seperti :

i. Luka lecet tekan pada kasus penjeratan atau penggantungan,

akan tampak sebagai suatu luka lecet yang berwarna merah-

coklat, perabaan seperti perkamen, lebarnya dapat sesuai

dengan alat penjerat dan memberikan gambaran/cetakan yang

sesuai dengan bentuk permukaan dari alat penjerat, seperti

jalianan tambang atau jalinan ikat pinggang. Luka lecet tekan

dalam kasus penjeratan sering juga dinamakan “jejas jerat”,

khususnya bila alat penjerat masih tetap berada pada leher

korban.

ii. Di dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana tubuh korban

terlindas oleh ban kendaraan, maka luka lecet tekan yang

terdapat pada tubuh korban seringkali merupakan cetakan dari

ban kendaraan tersebut, khususnya bila ban masih dalam

keadaan yang cukup baik, dimana “kembang” dari ban

tersebut masih tampak jelas, misalnya berbentuk zig-zag yang

sejajar. Dengan demikian di dalam kasus tabrak lari,

informasi dari sifat-sifat luka yang terdapat pada tubuh korban

sangat bermanfaat di dalam penyidikan.

iii. Dalam kasus penembakan, yaitu bila moncong senjata

menempel pada tubuh korban, akan memberikan gambaran

kelainan yang khas yaitu dengan adanya “jejas laras”, yang

tidak lain merupakan luka lecet tekan. Bentuk dari jejas laras

tersebut dapat memberikan informasi perkiraan dari bentuk

moncong senjata yang dipakai untuk menewaskan korban.

iv. Di dalam kasus penjeratan dengan tangan (manual

strangulation), atau yang lebih dikenal dengan istilah

pencekikan, maka kuku jari pembunuh dapat menimbulkan

luka lecet yang berbentuk garis lengkung atau bulan sabit;

dimana dari arah serta lokasi luka tersebut dapat diperkirakan

apakah pencekikan tersebut dilakukan dengan tangan kanan,

tangan kiri atau keduanya. Di dalam penafsiran perlu hati-hati

khususnya bila pada leher korban selain didapatkan luka lecet

14

seperti tadi dijumpai pula alat penjerat; dalam kasus seperti ini

pemeriksaan arah lengkungan serta ada tidaknya kuku-kuku

yang panjang pada jari-jari korban dapat memberikan

kejelasan apakah kasus yang dihadapi itu merupakan kasus

bunuh diri atau kasus pembunuhan, setelah dicekik kemudian

digantung.

v. Dalam kasus kecelakaan lalu-lintas dimana tubuh korban

bersentuhan dengan radiator, maka dapat ditemukan luka lecet

tekan yang merupakan cetakan dari bentuk radiator penabrak.

Petunjuk dari arah kekerasan, yang dapat diketahui dari tempat

dimana kulit ari yang terkelupas banyak terkumpul pada tepi luka;

bila pengumpulan tersebut terdapat di sebelah kanan maka arah

kekerasan yang mengenai tubuh korban adalah dari arah kiri ke

kanan. Di dalam kasus-kasus pembunuhan dimana tubuh korban

diseret maka akan dijumpai pengumpulan kulit ari yang terlepas yang

mendekati ke arah tangan, bila tangan korban dipegang; dan akan

mendekati ke arah kaki bila kaki korban yang dipegang sewaktu

korban diseret.

b. Luka memar (contusion)

Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah

dalam jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan

pecahnya pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul.

Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi

pada daerah dimana jaringan longgar, seperti di daerah mata, leher,

atau pada orang yang lanjut usia, maka luka memar yang tampak

seringkali tidaka sebanding dengan kekerasan, dalam arti seringkali

lebih luas; dan adanya jaringan longgar tersebut memungkinkan

berpindahnya “memar” ke daerah yang lebih rendah, berdasarkan

gravitasi. Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan

informasi mengenai bentuk dari benda tumpul, ialah apa yang dikenal

dengan istilah “perdarahan tepi” (marginal haemorrhages), misalnya

bila tubuh korban terlindas ban kendaraan, dimana pada tempat yang

terdapat tekanan justru tidak menunjukkan kelainan, kendaraan akan

15

menepi sehingga terbentuk perdarahan tepi yang bentuknya sesuai

dengan bentuk celah antara kedua kembang ban yang berdekatan.

Hal yang sama misalnya bila seseorang dipukul dengan

rotan atau benda yang sejenis, maka akan tampak memar yang

memanjang dan sejajar yang membatasi darah yang tidak

menunjukkan kelainan; darah antara kedua memar yang sejajar dapat

menggambarkan ukuran lebar dari alat pengukur yang mengenai

tubuh korban.

c. Luka robek, retak, koyak (laceration)

Luka robek atau luka terbuka yang disebabkan oleh kekerasan benda

tumpul dapat terjadi bila kekerasan yang terjadi sedemikian kuatnya

hingga melampaui elastisitas kulit atau otot, dan lebih dimungkinkan

bila arah dari kekerasan tumpul tersebut membentuk sudut dengan

permukaan tubuh yang terkena benda tumpul. Dengan demikian bila

luka robek tersebut salah satu tepinya terbuka ke kanan misalnya,

maka kekerasan atau benda tumpul tersebut datang dari arah kiri; jika

membuka ke depan maka kekerasan benda tumpul datang dari arah

belakang.

Pelukisan yang cermat dari luka terbuka akibat benda

tumpul dengan demikian dapat sangat membantu penyidik khususnya

sewaktu dilakukannya rekonstruksi; demikian pula sewaktu dokter

dijadikan saksi di meja hakim.

Luka robek atau luka terbuka akibat kekerasan benda

tumpul dapat dibedakan dengan luka terbuka akibat kekerasan benda

tajam, yaitu dari sifat-sifatnya serta hubungan dengan jaringan sekitar

luka. Luka robek mempunyai tepi yang tidak teratur, terdapat

jembatan-jembatan jaringan yang menghubungkan kedua tepi luka,

akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di daerah

yang berambut, di sekitar luka robek ssring tampak adanya luka lecet

atau luka memar. Oleh karena luka pada umumnya mendatangkan

rasa nyeri yang hebat dan lambat mendatangkan kematian, maka

jarang dijumpai kasus bunuh diri dengan membuat luka terbuka

dengan benda tumpul.

16

3.2. Jenis luka akibat benda tajam.

Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka seperti ini adalah benda

yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang

bervariasi dari alat-alat seperti golok, pisau, dan sebagainya hingga

keeping kaca, gelas, logam, sembilu bahkan tepi kertas atau rumput.

Putusnya atau rusaknya continuitas jaringan karena trauma akibat

alat/senjata yang bermata tajam dan atau berujung runcing. Luka akibat

benda tajam pada umumnya mudah dibedakan dari luka yang disebabkan

oleh benda tumpul dan dari luka tembakan senjata api.

Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam, walaupun

tetap harus dipikirkan kemungkinan karena suatu kecelakaan; tetapi pada

umumnya karena suatu peristiwa pembunuhan atau peristiwa bunuh diri.

a. Luka iris / luka sayat (incised wound)

Adalah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh

karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relatif ringan

kemudian digeserkan sepanjang kulit.

b. Luka tusuk (stab wound)

Luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau

tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong

pada permukaan tubuh. Contoh: belati, bayonet, keris, clurit, kikir,

tanduk kerbau. Selain itu, pada luka tusuk , sudut luka dapat

menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah berupa pisau

bermata satu atau bermata dua.

c. Luka bacok (chop wound)

Adalah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau

agak tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang

cukup besar. Contoh : pedang, clurit, kapak, baling-baling kapal.

d. Luka akibat benda yang mudah pecah (kaca)

Kekerasan oleh benda yang mudah Kekerasan oleh benda yang mudah

pecah (misalnya kaca), dapat mengakibatkan luka-luka campuran;

yang terdiri atas luka iris, luka tusuk, luka lecet. Pada daerah luka atau

sekitarnya biasanya tertinggal fragmenfragmen dari benda yang

mudah pecah itu. Jika yang menjadi penyebabnya adalah kaca mobil

maka luka-luka campuran yang terjadi hanya terdiri atas luka lecet

17

dan luka iris saja, sebab kaca mobil sengaja dirancang sedemikian

rupa sehingga jika pecah akan terurai menjadi bagian-bagian kecil.

3.3. Luka akibat tembakan senjata api

Luka tembak masuk (LTM) jarak jauh hanya dibentuk oleh komponen

anak peluru, sedangkan LTM jarak dekat dibentuk oleh komponen anak

peluru dan butir-butir mesiu yang tidak habis terbakar. LTM jarak sangat

dekat dibentuk oleh komponen anak peluru, butir mesiu, jelaga dan

panas/api. LTM tempel/kontak dibentuk oleh seluruh komponen tersebut

di atas (yang akan masuk ke saluran luka) dan jejas laras. Saluran luka

akan berwarna hitam dan jejas laras akan tampak mengelilingi luka

tembak masuk sebagai luka lecet jenis tekan, yang terjadi sebagai akibat

tekanan berbalik dari udara hasil ledakan mesiu.

Gambaran LTM jarak jauh dapat ditemukan pada korban yang

tertembak pada jarak yang dekat/sangat dekat, apabila di atas permukaan

kulit terdapat penghalang misalnya pakaian yang tebal, ikat pinggang,

helm dan sebagainya sehingga komponen-komponen butir mesiu yang

tidak habis terbakar, jelaga dan api tertahan oleh penghalang tersebut.

Pada tempat anak peluru meninggalkan tubuh korban akan

ditemukan luka tembak kleuar (LTK). LTK umumnya lebih besar dari

LTM akibat terjadinya deformitas anak peluru, bergoyangnya anak peluru

dan terikutnya jaringan tulang yang pecah keluar dari LTK. LTK mungkin

lebih kecil dari LTM dari LTM bila terjadi pada luka tembak

tempel/kontak, atau pada anak peluru yang telah kehabisan tenaga pada

saat akan keluar meninggalkan tubuh. Di sekitar LTK mungkin pula

dijumpai daerah lecet bila pada tempat keluar tersebut terdapat benda

yang keras, misalnya ikat pinggang, atau korban sedang bersandar pada

dinding.

3.4. Jenis luka akibat suhu / temperatur

a. Benda bersuhu tinggi.

Kekerasan oleh benda bersuhu tinggi akan dapat menimbulkan luka

bakar yang cirinya amat tergantung dari jenis bendanya, ketinggian

suhu serta lamanya kontak dengan kulit. Api, benda padat panas atau

18

membara dapat mengakibatkan luka bakar derajat I, II, III atau IV.

Zat cair panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II atau III.

Gas panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II, III atau IV.

b. Benda bersuhu rendah.

Kekerasan oleh benda bersuhu dingin biasanya dialami oleh bagian

tubuh yang terbuka; seperti misalnya tangan, kaki, telinga atau

hidung.

Mula-mula pada daerah tersebut akan terjadi vasokonstriksi

pembuluh darah superfisial sehingga terlihat pucat, selanjutnya akan

terjadi paralise dari vasomotor kontrol yang mengakibatkan daerah

tersebut menjadi kemerahan. Pada keadaan yang berat dapat menjadi

gangren.

3.5. Luka akibat trauma listrik

Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar

sebagai akibat berubahnya energi listrik menjadi energi panas. Besarnya

pengaruh listrik pada jaringan tubuh tersebut tergantung dari besarnya

tegangan (voltase), kuatnya arus (ampere), besarnya tahanan (keadaan

kulit kering atau basah), lamanya kontak serta luasnya daerha terkena

kontak. Bentuk luka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa

kerusakan lapisan kulti dengan tepi agak menonjol dan disekitarnya

terdapat daerah pucat dikelilingi daerah hiperemis. Sering ditemukan

adanya metalisasi. Pada tempat keluarnya arus dari tubuh juga sering

ditemukannya luka. Bahkan kadang-kadang bagian dari baju atau sepatu

yang dilalui oleh arus listrik ketika meninggalkan tubuh juga ikut

terbakar. Tegangan arus kurang dari 65 voltase biasanya tidak

membahayakan, tetapi tegangan antara 65-1000 volt dapat mematikan.

Sedangkan kuat arus (ampere) yang dapat mematikan adalah 100 mA.

Kematian tersebut terjadi akibat fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot

pernapasan atau pusat pernapasan. Sedang faktor yang sering

memperngaruhi kefatalan adalah kesadaran seseorang akan adanya arus

listrik pada benda yang dipegangnya. Bagi orang-orang tidak menyadari

adanya arus listrik pada benda yang dipegangnya biasanya pengaruhnya

19

lebih berat dibanding orang-orang yang pekerjaannya setiap hari

berhubungan dengan listrik.

3.6. Luka akibat petir

Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang tegangannya

dapat mencapai 10 mega Volt dengan kuat arus sekitar 100.000 A ke

tanah. Luka-luka karena sambaran petir pada hakekatnya merupakan luka-

luka gabungan akibat listrik, panas dan ledakan udara. Luka akibat panas

berupa luka bakar dan luka akibat ledakan udara berupa luka-luka yang

mirip dengan akibat persentuhan dengan benda tumpul. Dapat terjadi

kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan susunan syaraf pusat,

menyebabkan fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat terjadi karena efek

ledakan atau efek dari gas panas yang ditimbulkannya. Pada korban mati

sering ditemukan adanya arborescent mark (percabangan pembuluh darah

terlihat seperti percabangan pohon), metalisasi benda-benda dari logam

yang dipakai, magnetisasi benda-benda dari logam yang dipakai. Pakaian

korban terbakar atau robek-robek.

3.7. Jenis luka akibat zat kimia korosif

Zat-zat kimia korosif dapat menimbulkan luka-luka apabila mengenai

tubuh manusia. Ciri-ciri lukanya amat tergantung dari golongan zat kimia

tersebut, yaitu :

a. Golongan Asam.

Termasuk zat kimia korosif dari golongan asam antara lain :

Asam mineral, antara lain : H2SO4, HCl dan NO3.

Asam organik, antara lain : asam oksalat, asam formiat dan asam

asetat.

Garam mineral, antara lain : AgNO3 dan Zinc Chlorida.

Halogen, antara lain : F, Cl, Ba dan J.

Cara kerja zat kimia korosif dari golongan ini sehingga

mengakibatkan luka, ialah:

Mengekstraksi air dari jaringan.

Mengkoagulasi protein menjadi albuminat.

Mengubah hemoglobin menjadi acid hematin.

20

Ciri-ciri dari luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif tersebut di

atas ialah:

Terlihat kering.

Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh nitric

acid berwarna kuning kehijauan.

Perabaan keras dan kasar.

b. Golongan Basa.

Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain :

KOH

NaOH

NH4OH

Cara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka ialah:

Mengadakan ikatan dengan protoplasma sehingga membentuk

alkaline albumin dan sabun.

Mengubah hemoglobin menjadi alkaline hematin.

Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat

ini :

Terlihat basah dan edematus

Berwarna merah kecoklatan

Perabaan lunak dan licin.

3. Aspek medikolehal visum et repertum

Pasal 133 KUHAP

› Ayat 1

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani

seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga

karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang

mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran

kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

2)Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan

dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat

dan atau pemeriksaan bedah mayat

21

3)Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau

dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan

penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label

yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan

yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Pasal 11 KUHAP

› Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam pasal 7

ayat(1), kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan

pelimpahan wewenang dari penyidik

4. Aspek medikolehal luka

Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian Ilmu Kedokteran Forensik

sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XX pasal 351 dan

352 serta Bab IX pasal 90.

Pasal 351

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan

bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan

pidana penjara paling lama lima tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh

tahun.

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 352

(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak

menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau

pencaharian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara

paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus

rupiah.

(2) Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu

terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.

(3) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 90

22

Luka berat berarti:

(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama

sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;

(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan

pencarian;

(3) Kehilangan salah satu pancaindera;

(4) Mendapat cacat berat;

(5) Menderita sakit lumpuh;

(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;

(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

BAB III

23

PENUTUP

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

24

Abdul Mun’im Idries, 2009. Pedoman Praktis Ilmu Kedokteran Forensik.

Abdul Mun’im Idries, 2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses

Penyidikan.

Budiyanto, Arif. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta : 1997. Hal 37-54.

Dahlan, Sofwan. Pembuatan Visum Et Repertum. Badan Penerbit Universitas

Diponegoro. Semarang : 2003.

Dahlan, Sofwan. Traumatologi. 2004 Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik.. Badan Penerbit

Universitas Diponegoro.Semarang.2004. Hal 67-91.

Dedi Afandi,2008.Visum et Repertum Pada Korban Hidup.

Idries, Abdul Mun'im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara:

Jakarta 1997. Hal 85-129.

Juliana Lubis, 2008. Peranan Dokter dalam Pembuktian Tindak Pidana.

Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Luka, 2004 Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2, Jakarta,

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004.

Soeparmono,2002. Kedokteran Forensik di Indonesia.

Sri Ingeten,2008. Peranan Dokter dalam Pembuktian Perkara Pidana.

Widy Hargus,2006.Peranan Visum et Repertum dalam Pembuktian Tindak Pidana

Penghilangan nyawa orang dengan Racun.

25