trauma abdomen

18
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik di dalam rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya melibatkan tenaga medis maupun non medis termasuk masyarakat awam. Pada pertolongan pertama yang cepat dan tepat akan menyebabkan pasien/korban dapat tetap bertahan hidup untuk mendapatkan pertolongan yang lebih lanjut. Adapun yang disebut sebagai penderita gawat darurat adalah penderita yang memerlukan pertolongan segera karena berada dalam keadaan yang mengancam nyawa, sehingga memerlukan suatu pertolongan yang cepat, tepat, cermat untuk mencegah kematian maupun kecacatan. Untuk memudahkan dalam pemberian pertolongan korban harus diklasifikasikan termasuk dalam kasus gawat darurat, darurat tidak gawat, tidak gawat tidak darurat dan meninggal. Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera dimana pasien berada dalam ancaman kematian karena adanya gangguan hemodinamik adalah trauma abdomen di mana secara anatomi organ-organ yang berada di rongga abdomen adalah organ-organ pencernaan. Selain trauma abdomen kasus- kasus kegawatdaruratan pada sistem pencernaan salah satunya perdarahan saluran cerna baik saluran cerna bagian atas ataupun saluran cerna bagian bawah bila hal ini dibiarkan tentu akan berakibat fatal bagi korban atau pasien bahkan bisa 1

Upload: dr-wiyogo

Post on 03-Jul-2015

247 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

isi makalah ilmu bedah digestive

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik di dalam rumah

sakit maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya melibatkan tenaga medis maupun

non medis termasuk masyarakat awam. Pada pertolongan pertama yang cepat dan tepat akan

menyebabkan pasien/korban dapat tetap bertahan hidup untuk mendapatkan pertolongan yang

lebih lanjut.

Adapun yang disebut sebagai penderita gawat darurat adalah penderita yang

memerlukan pertolongan segera karena berada dalam keadaan yang mengancam nyawa,

sehingga memerlukan suatu pertolongan yang cepat, tepat, cermat untuk mencegah kematian

maupun kecacatan. Untuk memudahkan dalam pemberian pertolongan korban harus

diklasifikasikan termasuk dalam kasus gawat darurat, darurat tidak gawat, tidak gawat tidak

darurat dan meninggal.

Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera dimana pasien

berada dalam ancaman kematian karena adanya gangguan hemodinamik adalah trauma

abdomen di mana secara anatomi organ-organ yang berada di rongga abdomen adalah organ-

organ pencernaan. Selain trauma abdomen kasus-kasus kegawatdaruratan pada sistem

pencernaan salah satunya perdarahan saluran cerna baik saluran cerna bagian atas ataupun

saluran cerna bagian bawah bila hal ini dibiarkan tentu akan berakibat fatal bagi korban atau

pasien bahkan bisa menimbulkan kematian. Oleh karena itu kita perlu memahami

penanganan kegawatdaruratan pada sistem pencernaan secara cepat,cermat dan tepat

sehingga hal-hal tersebut dapat kita hindari.

1.2 Tujuan

Makalah ini dibuat agar mahasiswa dapat mengerti bagaimana mekanisme dan

penanganan trauma pada abdomen.

1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi

Organ mayor dan Struktur dari system pencernaan adalah esophagus, lambung, usus,

hati, pancreas, kandung empedu dan peritoneum. Esophagus memiliki panjang 25 cm dengan

diameter 3 cm dimulai dari pharynk sampai dengan lambung. Dinding esophagus sendiri

menghasilkan mucus untuk lubrikasi makanan sehingga memudahkan makanan untuk masuk

ke dalam lambung.Terdapat spincter cardiac yang mencegah terjadinya regurgitasi makanan

dari lambung ke esophagus. Lambung memiliki bagian yang disebut fundus, body dan

antrum.

Fungsi lambung adalah mencampur makanan dengan cairan lambung seperti pepsin,

asam lambung mucus, dan intrinsic factor yang semuadnya disekresi oleh kelencaj di

sumbukosa. Asam lambung sendiri mempunyai pH 1. Sphincter pyloric mengkontrol

makanan bergerak masuk dari lambung ke duodenum.Usus halus dimulari dari sphincter

pyloric sampai dengan proximal usus besar. Sekresi dari pancreas dan hati membuat chime

2

menjadi tekstur yang semiliquid. Disini terjadi poses absorbsi nutrient dan produk-produk

lain. Segemen dari usus halus sendiri terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum. Duodenum

memiliki panjang 25 cm dan

diameter 5 cm. Usus besar memiliki panjang 1.5 m dengan bagian-bagian cecum, colon,

rectum

dan anal canal (anus). Sedangkan colon terdiri dari segmen colon ascenden, transversal,

descenden dan sigmoid. Fungsi primer dari usus besar adalah absorpsi air dan elektrolit.

Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen. Hati diperdarahi kurang lebih 1450 ml

permenit atau 29% dari cardiac output. Memiliki banyak fungsi yaitu pertama metabolisme,

karbohidrat (glycogensis => glucosa menjadi glycogen), (glycogenolysis => glycogen

menjadi glucosa), ( gluconeogenesis => pembentukan glukosa dari asam amino dan asam

lemak), metabloisme protein (sintesis asam-asam amino nonesential, sintesis protein plasma,

sintesis faktor pembekuan, pembentukan urea dari NH3 diman NH3 merupakan hasil akhir

dari asam amino dan aksi dari bakteria terhadap protein dikolon), detoxifikasi, metabolisme

steroid ( ekskresi dan conjugasi dari kelenjar gonad dan adrenal steroid). Fungsi ke dua

adalah sintesis bilirubin, fungsi ketiga adalah sistem pagosit mononuklear oleh sel kupffer

dimana terjadi pemecahan sel darah merah, sel darah putih, bakteri dan partikel lain,

memecah hemoglobin dari sel darah merah menjadi bilirubin dan biliverdin.

Pankreas memiliki fungsi endokrin dan eksokrin. Fungsi endokrin sel beta pankreas

mensekresi pankreas dan mempunyai fungsi regulasi level glukosa darah. Fungsi eksokrin

dimana kelenjar acini menghasilkan getah pancreas dimana enzyme pancreas itu lipase dan

amylase yang dikeluarkan ke usus halus. Empedu menghasilkan getah-getah empedu

sebanyak 30-60 ml dimana komposisi nya 80% air, 10% bilirubin, 4-5% phospholipid dan

1% kolesterol. Peritoneum merupakan pelindung dari hati, spleen, lambung, dan usus.

Memiliki membran semipermeabel, memiliki reseptor nyeri dan memiliki kemampuan

proliferative celuluar proteksi. Peritoneum permeabel terhadap cairan, elektrolit, urea dan

toksin.

Rongga peritoneum ini pada bagian atas dibatasi oleh diafragma, bagian bawah oleh

pelvis, bagian depan oleh dinding depan abdomen, bagian lateral oleh dinding lateral

abdomen dan bagian belakang oleh dinding belakang abdomen serta tulang belakang. Ketika

bernafas khususnya pada saat ekspirasi maksimal otot diafragma naik keatas setinggi kira-

kira interkostal ke 4 min klavikula (setinggi papila mamae pada pria) sehingga adanya trauma

thoraks perlu dicurigai adanya trauma abdomen pada sisi kiri hepar, dan sisi kanan pada lien.

Organ-organ di intra abdomen dibagi menjadi organ intra peritoneal dan organ ekstra

3

peritoneal. Organ intra peritoneal terdiri dari hepar, lien, gaster, usus halus, sebagian besar

kolon. Organ ekstra peritoneal terdiri dari ginjal, ureter, pankreas, duodenum, rektum, vesika

urinaria, dan uterus (walaupun cenderung aman karena terlindung oleh pelvis). Sedangkan

dari jenisnya organ-organ di rongga abdomen ini dipilah menjadi organ solid (hepar dan lien)

dan organ berlumen (gaster, usus halus, dan kolon).

2.2 Defenisi

Salah satu kegawatdaruratan pada sistem pencernaan adalah trauma abdomen yaitu

trauma/cedera yang mengenai daerah abdomen yang menyebabkan timbulnya

gangguan/kerusakan pada organ yang ada di dalamnya. Cedera pada organ padat terutama

limpa, hati dan mesenterium dapat menimbulkan perdarahan intraperitoneal manakala pada

organ berongga seperti usus halus dan colon dapat terjadi peritonitis progresif dalam

beberapa jam setelah trauma. Cedera organ retroperitoneal bisa bervariasi; kebanyakan

cedera pada ginjal dapat ditangani secara konservatif, sementara secara umum pada ruptur

pancreas memerlukan tindakan operasi. Cedera pada organ pelvis seperti rektum, vesika

urinaria dan urethra, juga memerlukan penanganan yang tersendiri.

2.3 Klasifikasi

Trauma abdomen dapat berupa :

2.3.1 Trauma tumpul

2.3.2 Trauma tajam

2.3.1 Trauma tumpul

4

Secara umum, luasnya kerusakan organ tergantung pada kecepatan, arah dan besarnya

energi yang diberikan. Dinding abdomen : kontusio sering ditemui manakala hematoma pada

sarung rektus dapat terjadi dengan ruptur pada pembuluh darah akibat dari trauma yang

langsung atau kontraksi yang tiba-tiba dari otot rektus abdominis.

Organ intra-abdominal : organ padat seperti hepar, limpa dan ginjal sering disebabkan

oleh trauma abdominal tertutup karena organ-organ ini relatif terfiksasi, besar dan terpapar.

Perdarahan sering terjadi dan pada keadaan berat bisa jatuh ke shock hipovolemik. Usus

relatif mobile, oleh karena itu tidak mudah terjadi kerusakkan seperti organ-organ padat

kecuali pada daerah yang relatif terfiksasi seperti duodenum, plexura duedonojejunal, secum,

kolon asecendens dan plexura kolon. Apabila tubuh mengalami deselerasi akut sebagai

contoh pada kecelakan lalu lintas, organ-organ abdominal akan terus bergerak ke depan,

proses ini dapat melukai mesenterium dari usus halus dan besar. Peritonitis adalah gejala khas

dari ruptur organ-organ yang berrongga dan disebabkan oleh isi usus yang keluar dari bekas

robekkan atau defek yang lain yang terdapat di usus.

Tingkat mortalitas cedera pada organ-organ rongga lebih tinggi dari pada cedera organ-organ

padat disebabkan oleh peningkatan pada resiko infeksi. Resiko ini lebih besar dari pada

trauma kolon

5

2.3.2 Trauma tajam

Usus merupakan organ yang paling sering terkena pada luka tembus abdomen, sebab

usus mengisi sebagian besar rongga abdomen. Trauma tembus dapat mengakibatkan

peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritoneal.

6

Rangsangan peritoneal yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari

gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangssangan kimia

onsetnya paling cepat dan feses paling lambat.

Bila perforasi terjadi bagian atas, misalnya dibagian lambung, maka akan terjadi

perangsangan segera setelah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat. Sedangkan bila

bagian bawah, seperti kolon, mula-mula tidak terdapat gejala karena mikroorganisme

membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen

karena perangsangan peritoneum.

Pada trauma tembus, usahakan untuk memperoleh keterangan selengkap mungkin,

mengenai senjata yang dipakai, arah tusukan, atau pada trauma tumpul harus diketahui

bagaimana terjadinya kecelakaan. Namun kadang terjadi kesulitan bila pasien dalam keadaan

syok atau tidak sadar.

Setelah pasien stabil yaitu airway, breathing dan circulation stabil baru kita lakukan

pemeriksaan fisik. Perlu diingat syok dan penurunan kesadaran dapat menimbulkan kesulitan

dalam pemeriksaan abdomen karena akan menghilangkan gejala perut. Jejas di dinding perut

menunjang terjadinya trauma abdomen.

7

Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan colok dubur untuk

mengetahui adanya cedera anorektal atau uretra, pemasangan kateter untuk mengetahui

adanya darah pada saluran kemih dan monitoring produksi urin. Pamasangan kateter perlu

dilakukan setelah dipastikan tidak terdapat cedera uretra dengan colok dubur, dan

pemasangan NGT untuk mengetahui adanya perdarahan saluran cerna bagian atas dan

dekompresi lambung.

2.4 Patofisiologi

Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra

abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai

penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu

organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium

cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri

spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis

umum. Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu

tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak.

Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat

kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan.

8

2.5 Tanda dan Gaejala

Tanda dan gejala/manifestasi klinis meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen,

distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh,

nyeri spontan. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi biasanya

terdapat adanya Jejas atau ruptur dibagian dalam abdomen: Terjadi perdarahan intra

abdominal. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus

tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah,

dan feses hitam (melena). Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam

setelah trauma. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding

abdomen.

Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:

•Terdapat luka robekan pada abdomen

9

•Luka tusuk sampai menembus abdomen

•Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa perdarahan/memperparah keadaan keluar

dari dalam abdomen. Trauma Operasi Terjadi perforasi Lapisan abdomen

(kontusio,laserasi Menekan Syaraf.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)

Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari DPL

adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan intra abdomen. Indikasi untuk melakukan

DPL, antara lain:

o Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya

o Trauma pada bagian bawah dari dada

o Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas.

o Pasien cidera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)

o Pasien cedera abdominalis dan cidera medula spinalis (sumsum tulang belakang)

o Patah tulang pelvis.

Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapt darah segar dalm BAB atau

sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) mengenai kolon atau usus

besar, dan apabila darah hitam terdapat pada BAB atau sekitar anus berarti trauma

non-penetrasi (trauma tumpul) usus halus atau lambung. Apabila telah diketahui hasil

Diagnostic Peritonea Lavage (DPL), seperti adanya darah pada rektum atau pada saat

BAB.

Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm³

dari 500 sel/mm³, empedu atau amilase dalam jumlah yang cukup juga merupakan

indikasi untuk cedera abdomen. Tindakan selanjutnya akan dilakukan prosedur

laparotomi.

10

Kontraindikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), antara lain:

Hamil

Pernah

perasi abdominal

Operator tidak berpengalaman

2. Skrinning pemeriksaan rongten.

Foto rontgen thoraks erect berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo

atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta

rongten abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya

udara retroperitoneum.

a. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning Ini di lakukan untuk mengetauhi

jenis cedera ginjal yang ada.

b. Uretrografi.Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretrac. SistografiIni di

gunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya

pada 1) fraktur pelvis.2) Trauma non-penetrasiG.

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan atau pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang

mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Apabila

sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani,

penilaian awal dilakuakan prosedur ABC jika ada indikasi, Jika korban tidak berespon, maka

segera buka dan bersihkan jalan napas.

1. Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang Membuka jalan napas menggunakan

teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,

periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas.

Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.

2. Breathing, dengan Ventilasi Yang Adekuat Memeriksa pernapasan dengan

menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk

11

memastikan apakah ada napas atau tidak, Selanjutnya lakukan pemeriksaan status

respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).

3. Circulation,dengan Kontrol Perdarahan Hebat Jika pernapasan korban tersengal-

sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada

tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada

dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali

bantuan napas.

12

BAB III

KESIMPULAN

1. Trauma abdomen ialah trauma/cedera yang mengenai daerah abdomen yang

menyebabkan timbulnya gangguan/kerusakan pada organ yang ada di dalamnya.

2. Trauma abdomen dapat berupa :

a) Trauma tumpul

b) Trauma tajam

3. Tanda dan gejala/manifestasi klinis meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen,

distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan

suhu tubuh, nyeri spontan.

4. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi biasanya terdapat

adanya Jejas atau ruptur dibagian dalam abdomen.

5. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:

• Terdapat luka robekan pada abdomen

• Luka tusuk sampai menembus abdomen

• Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa perdarahan/memperparah keadaan

keluar dari dalam abdomen.

6. Indikasi untuk melakukan DPL, antara lain:

o Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnyaoTrauma pada bagian

bawah dari dadaoHipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas.

o Pasien cidera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera

otak)oPasien cedera abdominalis dan cidera medula spinalis (sumsum tulang

belakang)

o Patah tulang pelvis.

7. Penatalaksanaan penilaian awal dilakuakan prosedur ABC jika ada indikasi, Jika

korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Charles FB, Andersen DK, Billiar TR, et al. Schwartz’s Manual of Surgery. The

MacGraw-Hill Companies. 2006. 8th edition.

2. Williamson RCN, Waxman BP. SCOTT An Aid to Clinical Surgery. Churchill

Livingstones. 1998. 6th Edition.

3. Wim de Jong, Sjamsuhidajat R. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta : EGC, 2004

4. Penanganan Cedera tumpul. Available from http://www.docstoc.com/docs/19409600

5. Kegawatan darurat pada system pencernaan trauma abdomen. Available from

http://irwanashari.blogspot.com/2009/12/kdpsptb.html

14