transpor sedimen (hidrometri)

20
Tugas Matakuliah Hidrometri dan Hidrografi Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ir. Bambang Triatmodjo, CES, DEA Disusun Oleh: Arrizka Yanuar Adipradana (NIM: 12/340004/PTK/8430) PROGRAM PASCASARJANA JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013

Upload: nastiti-rachma-desfitiany

Post on 22-Oct-2015

105 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Tugas Matakuliah

Hidrometri dan Hidrografi

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ir. Bambang Triatmodjo, CES, DEA

Disusun Oleh:

Arrizka Yanuar Adipradana

(NIM: 12/340004/PTK/8430)

PROGRAM PASCASARJANA

JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2013

Bab 5. Pengukuran Transpor Sedimen

5.1. Pendahuluan

Saluran terbuka dan sungai Alluvial yang mempunyai sedimen dasar berupa material

granuler akan mengalami transportasi (perpindahan) sedimen secara individu

disebabkan oleh kecepatan aliran yang tinggi. Perubahan kecepatan aliran baik secara

alamiah (musim hujan dan kemarau) atau buatan akibat aktivitas manusia akan

berpengaruh besar pada transport sedimen. Transpor sedimen akan mengakibatkan erosi

dan deposisi pada dasar saluran. Transpor sedimen didefenisikan sebagai perpindahan

tempat neto sedimen yang melalui suatu tampang lintang selama periode waktu tertentu.

Banyaknya transpor sedimen dinyatakan dalam (berat, massa, volume) per satuan waktu

(N/det; kg/det; m3/det). Untuk memudahkan dan memprediksi transport sedimen pada

pekerjaan konstruksi sipil pada sungai dan muara maka digunakan berbagai formulasi

yang dikembangkan dari hasil eksperimen di lapangan dan laboratorium. Walaupun

menghitung transpor sedimen mempunyai akurasi yang kurang baik hal ini disebabkan

karena:

a. Interaksi antara pergerakan air dan transport sedimen sangat komplek dan sulit

untuk dideskripsikan dengan formulasi matematik

b. Karena pengukuran transport sedimen mempunyai akurasi yang kurang baik

maka formulasi (rumus) yang ada tidak dapat dijadikan acuan

Pengukuran transpor sedimen bertujuan untuk:

a. Pada irigasi: merancang stabilitas saluran, fenomena transport sedimen pada

saluran pengambilan (intake)

b. Pada teknik persungaian: merancang cut off pada tikunngan sungai, besarnya

pengerukan pada muara sungai, flood control, mendesign umur layanan waduk.

Pada bab ini akan disampaikan beberapa subtopik yang terdiri atas:

a. Sediment Yield (5.2.)

b. Konfigurasi dasar (Bedforms) (5.3.)

c. Klasifikasi dari transport sedimen (5.4.)

d. Pengukuran dari transport sedimen (5.5.)

e. Ukuran butiran (5.6.)

f. Standar Internasional (5.7.)

5.2. Sediment Yield

Sedimen dapat dibagi menjadi dua kelompok: kohesif dan non-kohesif. Lumpur adalah

sedimen paling halus yang termasuk pada kelompok pertama. Pasir dan kerikil adalah

sedimen yang termasuk kelompok kedua. Perbedaan antara keduannya terdapat pada

ukuran butiran yang disajikan pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Ukuran butiaran berdasarkan British standards

Sediment Yield adalah total sedimen yang keluar dari daerah tangkapan (catchment

area) yang melewati stasiun kontrol di outlet daerah tangkapan dinyatakan dalam ton/

tahun atau m3/ km

2/ tahun besaran ini menunjukkan kecepatan denudasi atau degradasi

dari daerah tangkapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi sediment yield dari suatu

daerah tangkapan adalah intensitas hujan, ienis tanah dan formasi geologi, penutupan

tanah/lahan, penggunaan lahan, topografi, dan kondisi sistem drainasi: kerapatan,

kemiringan, bentuk, ukuran dan trase saluran, run-off, karakteristik sedimen (ukuran

butiran, mineralogi, dll), karakteristik hidraulika saluran. Metode lain untuk

memprediksi sediment yield adalah dengan persamaan empirik, atau dengan persamaan

USLE. Wischmeieir and Smith mengusulkan persamaan USLE (The Universal Soil

Loss Equation) yang mempertimbangkan sebagain dari faktor-faktor tersebut di atas.

Pada sepuluh sungai yang berbeda maka mempunyai perbedaan karakteristik

sedimennya, tabel 5.2. memperlihatkan hal tersebut.

Tabel 5.2. Debit air dan transport sedimen 10 sungai

Pada tabel 5.2. sungai Hwang Ho mempunyai kecepatan degradasi tertinggi sebesar

1,75 mm/ tahun dengan Volume sedimen 1900 x106 ton/ tahun dan konsentrasi sedimen

15000 mg/ l sedangkan sungai Rhine mempunyai kecepatan deradasi terendah sebesar

0,001 mm/ tahun dengan Volume sedimen 0,72 x106 ton/ tahun dan konsentrasi

sedimen 10 mg/ l.

5.3. Konfigurasi dasar (Bedforms)

Pada saluran dengan dasar mobile bed (material sedimen non kohesif yang dapat

bergerak), terjadi interaksi antara aliran dengan dasar. Perubahan aliran dapat

menyebabkan terjadinya perubahan konfigurasi dasar (tinggi kekasaran); dan

sebaliknya, perubahan kekasaran akan mempengaruhi aliran itu sendiri.

Pada aliran dalam saluran terbuka, angka Froude, Fr, sering digunakan sebagai kriteria

suatu aliran. Untuk tujuan klasifikasi konfigurasi dasar (bedforms), dibedakan 3 regim

aliran, yaitu :

Lower flow regime, Fr < 1.

Transition flow regime, Fr ≈ 1.

Upper flow regime, Fr > 1.

Untuk aliran di atas dasar berpasir konfigurasi dasarnya dikelompokkan sebagai berikut:

Aliran subkritis, Fr < 1 (lower flow regime)

Flat bed, kecepatan aliran sama dengan kecepatan kritis sehingga konfigurasi

dasar belum terjadi.

Ripple, Ukuran sedimen D < 600 mikrometer (600x 106 m) dengan panjang 5-10

cm dan tinggi 1 cm kemudian akan terus berkembang seiring bertambahnya

tegangan gesek dari dasar saluran

Dunes, Untuk seluruh ukuran sedimen dan bertambahnya tegangan gesek dunes

akan bertambah. Dunes mempunyai karakter lebih dari dua dimensi, lebih

panjang dan tinggi dibanding ripple.

Aliran kritis dan superkritis, Fr ≥ 1 (upper flow regime)

Plane bed, washed out dunes. Jika kecepatan sangat jauh bertambah the dunes

akan tererosi dan terjadi konfigurasi dasar sehingga dasar menjadi datar kembali

transport sedimen menjadi besar.

Antidunes, Semakin bertambahnya kecepatan yang ditandai dengan perubahan

muka air yang tidak stabil menyebabkan dasar saluran berubah menjadi

antidunes

Chutes and pools, terjadi saat kecepatan aliran sangat tinggi melebihi kecepatan

aliran saat antidunes.

Berikut disajikan ilustrasi dari perbedaan konfigurasi dasar pada sungai Rhine di

Lobith (perbatasan Jerman-Belanda) selama banjir pada bulan januari 1995 yang

tersaji pada gambar 5.1. Pengukuran konfigurasi dasar menggunakan

echosounder dengan profil memanjang.

Gambar 5.1. Perubahan konfigurasi dasar selama banjir di Sungai Rhine

5.4. Kasifikasi Transpor Sedimen (Bedforms)

Transpor sedimen diklasifikasikan berdasarkan sumber asalnya dan mekanisme

transpornya disajikan dalam gambar 5.2. sebagai berikut ;

Gambar 5.2. Klasifikasi transport sedimen

Transpor material dasar adalah transor (pergerakan) material yang ditemukan di dasar

sungai.

Wash load: sedimen yang tidak ditemukan di dasar sungai karena secara permanen

tersuspensi.

Bed load: sedimen yang secara kontinu berada di dasar sungai, terangkut secara

menggelinding, menggeser, melompat.

Suspended load: Sedimen yang tersuspensi oleh turbulensi aliran dan tidak berada di

dasar sungai

Berdasarkan mekanisme transpornya sedimen suspense terbagi menjadi dua yaitu wash

load dan bed material transport. Wash load adalah material yang lebih halus

dibandingkan material dasar saluran. Biasanya ukuran butirannya rata-rata D50 = 60

mikrometer untuk mudah membedakan antara wash load dan bed material load.

Transport sedimen secara umum dinyatakan sebagai berat / volume kering per waktu

atau bulk volume yang memasukkan angka pori kedalam volume tetap per unit waktu.

Untuk pengukuran ketiga jenis transport sedimen (wash load, bed load, suspended load)

dibutuhkan alat dan metode khusus. Sebelum mendiskripsikan metode pengambilan dan

elaborasi data perlu dipahami perbedaan ketiga jenis transport sedimen tersebut.

5.4.2. Bed load

Sedimen dasar adalah transpor dari butiran sedimen secara menggelinding, menggeser

dan melompat yang terjadi di dasar saluran. Secara umum konfigurasi dari pergerakan

sedimen membentuk konfigurasi dasar seperti dunes, ripple,etc. Banyak formulasi yang

telah dikembangkan untuk mendiskripsikan mekanisme dari sedimen dasar yang

dilakukan dengan eksperimen di laboratorium atau pun dengan memodelkan fenomena

tersebut. Kebanyakan dari persamaan sedimen dasar ini menggunakan angka-angka

empirik yang bersifat konstan. Sebagian besar formulasi sedimen dasar yang ada

menunjukkan hubungan antara parameter transpor dan parameter aliran..

Meyer-Peter/ Muller memberikan fungsi sedimen dasar dengan hubungan antara X dan

Y sebagai berikut:

5.4.2. Suspended load

Sedimen layang (suspensi) adalah transpor butiran dasar yang tersuspensi oleh gaya

gravitasi yang diimbangi gaya angkat yang terjadi pada turbulensi aliran. Itu berarti

butiran dasar terangkat ke atas lebih besar atau kecil tapi pada akhirnya akan

mengendap dan kembali ke dasar sungai. Banyak persamaan sedimen suspensi yang

telah dikembangkan seperti persamaan Engelund dan Hansen namun persamaan ini

tidak memberikan informasi yang cukup terkait distribusi konsentrasi dari butiran pada

arah vertical, besarnya konsentrasi (C) ditentukan secara teoritik Dalam banyak kasus

pengukuran sedimen supensi dilakukan di lapangan agar diketahui distribusi konsentrasi

arah vertikal untuk berbagai jenis transport sedimen yang tersaji pada gambar 5.3.

Parameter transpor

𝑋 = 𝑇

∆.𝑔.𝐷3 𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖𝑜𝑛𝑙𝑒𝑠𝑠 (Pers. 5.1)

Parameter aliran

𝑌 = ∆𝐷

𝜇.ℎ.𝑆 𝑑𝑖𝑚𝑒𝑛𝑠𝑖𝑜𝑛𝑙𝑒𝑠𝑠 (Pers. 5.2)

𝑋 = 13.3 𝑌−1 − 0.047 3/2 (Pers. 5.3)

Gambar 5.3. Distribusi konsentrasi arah vertikal (setelah; Hayes, 1978)

5.4.3. Wash load

Wash load adalah transpor butiran sedimen yang berukuran kecil dan halus dibanding

dengan sedimen dasar juga sangat jarang ditemukan didasar sungai. Besarnya wash load

banyak ditentukan oleh karakteristik klimatologi dan erosi dari daerah tangkapan

(catchment area). Dalam perhitungan gerusan lokal (local scouring) wash load tidak

begitu penting sehingga diabaikan namun untuk perhitungan sedimentasi di daerah

dengan kecepatan aliran yang rendah seperti: waduk, pelabuhan, cabangan sungai wash

load diperhitungkan.

5.5. Pegukuran transport sedimen

Banyak alat dan metode untuk pengukuran berbagai jenis sedimen seperti: sedimen

dasar, sedimen suspensi, dan wash load telah dikembangkan, namun tidak semua alat

akan dijelaskan pada bab ini hanya beberapa alat yang secara umum sering digunakan

untuk pengukuran. Beberapa organisasi dengan pengalaman yang luas di bidang survei

hidrometri secara kontinu mengembangkan alat-alat yang sudah ada dan

mengembangkan penemuan-penemuan alat dan metode baru. Beberapa alat dan metode

untuk pengukuran transpor sedimen tersaji pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Beberapa alat dan metode untuk pengukuran transport sedimen.

5.5.1. Bed load Transport Meter Arnhem (BTMA)

BTMA adalah alat untuk mengukur sedimen dasar yan berupa pasir dan kerikil yang

berada pada dasar sungai/ saluran. Keuntungan dari alat adalah mempunyai konstruksi

yang kuat, simple juga mudah diperbaiki dan dipelihara. Kelemahannya adalah karena

dimensinya besar dan berat sehingga membutuhkann penanganan yang lebih. Adapun

ilustrasi gambarnya tersaji pada gambar 5.4. Kecepatan aliran harus lebih kecil atau

sama dengan 2,5 m/s. Pengukuran sedimen dasar dengan BTMA atau HS mempunyai

beberapa asumsi sebagai berikut ;

Tidak ada sedimen layang yang masuk

Tinggi dari mulut sampler bersesuaian dengan ketebalan dari lapis dasar

(bedlayer)

Ukuran butiran antara 60-300 mikrometer diabaikan

Gambar 5.4. Bedload Transport Meter Arnhem (setelah: Nedeco, 1973)

Gambar 5.5. Alat penangkap sedimen dasar tipe USBLH-84 dan HS

Prinsip kerjanya adalah rangka (frame) dimasukkan ke dalam sungai setelah sampai

didasar lalu ditekan pada bagian leaf spring. Bentuk dari wire mesh sampler

menyebabkan tekanan yang rendah di belakang alat sehingga air dan material dasar

terangkut masuk ke dalam mulut penangkap sedimen (sampler mouth). Butiran sedimen

dasar yang kasar dapat ditangkap oleh wire mesh sampler, BTMA menangkap material

yang lebih kasar dari 300 mikrometer (secara teoritik) sedangkan material diantara 60-

300 mikrometer akan lolos. Hal perlu diperhatikan dalam pengukuran di lapangan

dengan BTMA ini adalah pengambilan sampel dilakukan pada sungai yang lurus (stabil)

agar kondisi dasar saluran stabil sehingga memudahkan pengukuran, kecermatan dalam

pengukuran terkait kondisi hidraulik juga perlu perhatikan (kedalaman, kecepatan

aliran, ukuran butiran, kemiringan).

Cara pengambilan sampel

Sebaiknya sebelum pengambilan sampel dilakukan pengukuran kedalaman secara

longitudinal terlebih dahulu (sounding) agar memudahkan estimasi peletakkan BTMA

atau sejenisnya. Sedimen dasar diukur dengan bantuan perahu dengan cara menurunkan

alat BTMA atau sejenisnya ke dasar, dengan menentukan jarak panjang sampel yang

diukur (L) bergantung pada kedalaman, kecepatan aliran, dan jenis alat juga harus

mempunyai jarak panjang yang besar dibanding dengan dunes (panjang konfigurasi

dasar) L ≥ λ sampel diambil secara acak dengan waktu dua menit. Ilustrasi tersaji pada

gambar 5.6 kasus A.Sedangkan untuk L = λ atau L < λ (kasus B) pengambilan sampel

harus acak dan berbeda posisi, iliustrasi tersaji pada gambar 5.6. kasus B.

Gambar 5.6. Posisi perahu saat pengambilan sampel pada dasar pasir

(setelah: jansen, 1979)

Elaborasi

Sepuluh sampel yan diambil dengan menggunakan BTMA dirata-ratakan dan volume

dari rata-rata sampel atau sampel yang telah diambil dikonversi kedalam transport

harian (m3/ 24 jam/ m) dengan kurva kalibrasi BTMA yang tersaji pada gambar 5.7.

Kurva kalbrasi ini berdasarkan uji laboratorium dengan persamaan sebagai berikut

Gambar 5.7. Kurva kalibrasi BTMA (setelah ; Nedeco, 1973)

𝑇𝑖 =𝛼.𝑣.𝑓

𝑏 (Pers 5.4)

Setelah mensubstitusi persamaan (5.4) dengan kurva kalibrasi BTMA didapatkan

persamaan baru yaitu Ti = 0.017 v sehingga total transport T arah melintang menjadi

5.5.2. Delft Bottle

Botol Delft (Delftsen Fles, D.F) adalah alat untuk mengukur sedimen layang/ suspensi

pada sungai. Pengukuran dilakukan mulai dari permukaan sampai 0,5 m diatas dasar

sungai, untuk pengukuran dibawah permukaan digunakan alat bantu kabel sedangkan

yang mendekati dasar digunakan rangka (frame). Interval pengukuran tergantung

kebutuhan data semakin banyak semakin baik.

Prinsip kerjanya adalah sedimen layang yang terkandung pada air akan melewati mulut

botol delft, bentuk mulut tersebut menginduksi tekanan rendah di belakang alat (outlet)

sehingga kecepatan air tinggi dan pada akhirnya air dapat masuk kedalam mulut botol

delft. Di bagian dalam botol, kecepatan aliran akan berkurang dan menyebabkan

sedimen mengendap di dalam botol tersebut. Material yang mengendap diambil

kemudian diukur volumenya setelah air dalam botol delft keluar. Biasanya ukuran

butiran sedimen lebih besar dari 50 mikrometer. Botol delft meloloskan sebagian

sampel jika 100 % dari butiran D < 50 mikrometer, sebagian ukuran butirannya 50 < D

< 100 mikrometer. Oleh karena efisiensi dari botol delft adaah fungsi distribusi ukuran

butiran material suspensi. Keuntungannya memepunyai konstruksi yang kuat dan simple

juga mudah untuk dipelihara dan mudah digunakan untuk berbagai kedalaman.

Sampling

Sampel sedimen layang diambil dengan botol Delft yang diturunkan dari perahu

kedalam sungai dengan bantuan kabel. Kedalaman alat ditentukan oleh kuantitas paid-

out cable dan menunjukan counter block. Saat botol Delft tenggelam untuk sementara,

alat akan menjadi landai pada arah belakang. Setelah alat diisi dengan air

menurunkannya dengan cepat untuk mengetahu kedalaman. Waktu sampling mulai

diukur dengan stop-watch selama tiga menit sudah memberikan hasi yang baik. Botol

Delft diangkat kembali ke perahu, setelah perhitungan total sedimen. Secara umum

sampel diambil dengan interval 1,5 m dan diukur secara vertikal dengan mengambil

lima sampel dengan interval 10 cm. . Berikut disajikan pada gambar 5.8 alat Botol Delft

dengan bagian-bagian kerangkanya kemudian gambar 5.9. menunjukkan beberapa

𝑇𝑖 = 𝑏𝑖.𝑇𝑖 (Pers. 5.5)

Dimana,

Ti = Transpor sedimen arah melntang (m3/ 24 jam)

bi = Lebar dasar sungai/ saluran yang mewakili Ti (m)

kedalaman yang akan diukur juga tabel 5.4 form perhitungan pengukuran sedimen dasar

dan layang.

Gambar 5.8. Skets Botol Delft

Gambar 5.9 Botol Delft dengan variasi pengukuran

Tabel 5.4 Formulir perhitungan pengukuran sedimen dasar dan sedimen layang

5.5.2. Water Sampler

Water sampler digunakan untuk mengukur konsentrasi wash load terdiri dari botol,

rubber stopper, suspension-line, heavy weight meta body. Pengukuran dilakukan dengan

menurunkan water sampler ke dalam sungai dengan kedalaman yang fix dalam waktu

tertentu hingga botol terisi wash load yang cukup, setelah terisi diangkat lalu ditandai

sesuai lokasi pengambilan sampel. Keuntungannya adalah mempunyai berat yang

ringan sehingga memungkinkan untuk dibawa dengan tangan dan dapat juga digunakan

untuk survey pendahuluan. Kelemahannya adalah posisi water sampler saat

pengambilan sampel mengganggu pola aliran sehingga tidak dapat digunakan untuk

mengukur total sedimen yang terangkut oleh sungai. Wash load terdiri atas butiran yang

sangat halus dan tidak terpengaruh oleh distorsi aliran, hasil pengukuran lalu

dielabaorasi sehingga didapatkan estimasi besarnya transpor wash load. Ada banyak

jenis alat water sampler dua diantara yaitu metal water sampler dan Perspex water

sampler ilustrasinya tersaji pada gambar 5.10 dan 5.11

Gambar 5.10. Metal Water Sampler (setelah; Nedeco, 1973)

Gambar 5.11. Perspex Water Sampler (setelah: Nedeco, 1973)

5.6. Ukuran butiran

Berbagai metode digunakan untuk menganalisis ukuran butiran seperti: metode

sedimentasi untuk ukuran butiran lumpur sampai lanau, juga untuk ukuran butiran pasir

sampai kerikil. Analisis ini memberikan hasil kurva distribusi ukuran butiran, dari kurva

ini kebutuhan informasi untuk penghitungan sedimen dasar dapat diketahui. Diameter

nominal, dn, dari butiran didefinisikan sebagai diameter bola yang mempunyai volume

yang sama dengan volume butiran Diameter jatuh (fall velocity), dari butiran

didefenisikan sebagai diameter bola dengan berat jenis spesifik 2,65 yang mempunyai

kecepatan jatuh standar sama dengan kecepatan jatuh butiran. Kecepatan jatuh standar

didefinisikan sebagai kecepatan jatuh dari butiran dalam air suling pada suhu 24°C.

Diameter sedimentasi adalah merupakan diameter bola yang mempunyai berat spesifik

dan kecepatan pengendapan yang sama dengan butiran sedimen, dalam zat cair yang

sama dan pada kondisi yang sama pula. Diameter saringan, paling sering digunakan.

untuk menentukan ukuran butiran dengan saringan, digunakan beberapa saringan

dengan ukuran lubang yang berbeda. Pengukuran diameter butiran dengan cara ini

dilakukan untuk butiran yang mempunyai diameter lebih besar dari 0.0625 mm, sesuai

(Pers. 5.6)

dengan ukuran saringan terkecil. Tabel 5.5 menyajikan karakteristik kekuatan dan

struktur dari butiran

Tabel 5.5. Tabel karakteristik kekuatan dan struktur (setelah; Hayes, 1959)

Bentuk butiran adalah merupakan salah satu sifat sedimen yang sering dianggap ikut

berpengaruh terhadap proses angkutan sedimen. Untuk menyatakan butiran sering

digunakan koefisien / parameter tersebut pada prinsipnya dapat dikelompokkan menjadi

3 bagian, yaitu:

– koefisien yang didasarkan pada volume butiran,

– koefisien yang didasarkan pada proyeksi luasan butiran, dan

– koefisien yang didasarkan pada sumbu triaxial (sumbu panjang, sumbu pendek dan

sumbu menengah)

Nilai Shape factor didasarkan pada nilai-nilai sumbu triaxial yang saling tegak lurus;

yaitu sumbu panjang, a, sumbu menengah, b, dan sumbu pendek, c.

Untuk butiran berbentuk bola, nilai shape factor ini akan sama dengan satu, sedangkan

untuk butiran dengan bentuk selain bola, nilai shape factor lebih kecil dari satu. Shape

factor (faktor bentuk), mempengaruhi besar kecilnya hambatan aliran, CD

(Pers. 5.8)

Hubungan antara kecepatan pengendapan dan diameter ukuran butiran, shape factor,

dan angka Reynolds tersaji pada gambar 5.12.

Gambar 5.12. Kurva hubungan antara kecepatan pengendapan dengan diameter ukuran

butiran, shape factor, angka Reynolds

𝑐 = 𝑎. 𝑏 (Pers. 5.7)

Sedangkan untuk analisis ukuran butiran yang lolos ayakan disajikan pada tabel 5.6 dan

digrafikikan pada kertas semilogaritmik yang disajikan pada gambar 5.13.

Tabel 5.6. Tabel analisis ukuran butiran yang lolos ayakan

Gambar 5 .13 Kurva hubungan antara diameter ukuran butiran dan persentase butiran

yang lolos ayakan.

5.7. Standar Internasional

Standar internasional digunakan untuk mengkoreksi hasil perhitungan pengukuran

transport sedimen.

Daftar Pustaka

Boiten, W, 2003, Hydrometry, A.A Balkema Publisher Member of Swets and Zeitlinger

Publisher, Lisse-Netherlands.