translate forensik.docx

33
TUGAS DISKUSI FORENSIK SEBAB KEMATIAN AKIBAT TRAUMA BENDA TUMPUL OLEH: DEWANGGA WAHYU PRAJA 105070100111039 SOFI NUR FITRIA 105070100111053 YOHANA RUSMEITA SARI 105070104111005 FAUZIAH 105070107111015 PEMBIMBING: dr. ETTY KURNIA Sp. F

Upload: sofi-nur-fitria

Post on 13-Jul-2016

92 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Translate forensik.docx

TUGAS DISKUSI FORENSIK

SEBAB KEMATIAN AKIBATTRAUMA BENDA TUMPUL

OLEH:DEWANGGA WAHYU PRAJA 105070100111039SOFI NUR FITRIA 105070100111053YOHANA RUSMEITA SARI 105070104111005FAUZIAH 105070107111015

PEMBIMBING:dr. ETTY KURNIA Sp. F

LABORATORIUM ILMU KEDOKTERAN FORENSIKRSU dr.SAIFUL ANWAR MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG2016

Page 2: Translate forensik.docx

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPenilaian terhadap luka merupakan hal yang penting dalam ilmu

kedokteran forensik. Luka dapat terjadi pada korban hidup atau mati. Survey dari

salah satu rumah sakit di kota London menyebutkan bahwa, dari 147 kasus

kekerasan fisik yang disengaja, 68 kasus terjadi akibat penyerangan dijalan raya

dimana dengan menggunakan senjata. 12% dari penyerangan menggunakan

besi batangan atau pemukul baseball atau benda-benda serupa lainnya, lalu

diikuti dengan 18% dengan menggunakan pisau tajam, sisanya bervariasi dan

mengakibatkan luka yang serius bahkan berakhir kematian.

Luka akibat trauma benda tumpul adalah kerusakan jaringan yang

disebabkan oleh benda atau alat yang tidak bermata tajam, konsistensi keras

atau kenyal dan permukaan halus atau kasar. Cara kejadian trauma benda

tumpul lebih sering disebabkan oleh karena kecelakaan atau penganiayaan,

jarang karena bunuh diri (Satyo, 2006).

Jenis luka yang ditimbulkan akibat trauma benda tumpul yang sering

dijumpai dalam kasus kecelakaan lalu lintas antara lain luka memar, luka babras,

dan luka robek dengan tepi tidak rata. Bagian tubuh yang paling sering terkena

adalah kepala dan anggota gerak atas dan bawah. Luka-luka tersebut dapat

menyebabkan dampak kerusakan jaringan maupun organ bervariasi mulai dar

ringan hingga berat, bahkan lebih parah yaitu kematian. Sebab kematian terjadi

karena kerusakan organ vital atau perdarahan yang banyak (Vincent , 2001)

Luka trauma benda tumpul yang terjadi akibat kecelakaan lalu lintas

merupakan akibat dari benda yang mengenai atau melukai orang yang relatif

tidak bergerak atau orang bergerak ke arah benda yang tidak bergerak. Dalam

bidang medikolegal kadangkala hal ini perlu fijelaskan meskipun sulit untuk

dipastikan. Pada pasal 133 ayat (1) KUHAP dan pasal 179 ayat (1) KUHAP

dijelaskan bahwa penyidik berwenang meminta keterangan ahli kepada ahli

kedokteran kehakiman atau dokter atau bahkan ahli lainnya. Keterangan ahli

tersebut adalah Visum et Repertum dimana didalamnya terdapat penjabaran

Page 3: Translate forensik.docx

tentang keadaan korban luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena

tindak pidana.

Bagi dokter yang bekerja di Indonesia perlu mengetahui ilmu kedokteran

forensik termasuk cara membuat deskripsi luka serta kemungkinan sebab akibat

luka dan kematian korban untuk menyusun Visum et Repertum sehingga dapat

digunakan sebagai alat bukti yang bisa meyakinkan hakim untuk memutuskan

suatu tindak pidana,

Page 4: Translate forensik.docx

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi LukaLuka merupakan gangguan dari kontinuitas jaringan yang disebabkan

oleh suatu energi mekanik eksterna. Traumatologi berasal dari bahasa Yunani,

yang berarti luka, adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang

trauma, perlukaan, cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (ruda

paksa), yang kelainannya terjadi pada tubuh karena adanya diskontinuitas

jaringan akibat kekerasan yang menimbulkan jejas. Di dalam melakukan

pemeriksaan terhadap seseorang yang menderita luka akibat kekerasan, pada

hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari

permasalahan jenis luka yang terjadi, jenis kekerasan yang menyebabkan luka,

dan kualifikasi luka (Shkrum dan Ramsay, 2007; Idries, 2008).

2.2 Deskripsi LukaDalam mendeskripsikan luka terbuka harus mencakup jumlah, lokasi,

bentuk, ukuran, dan sifat luka. Sedangkan untuk luka tertutup, sifat luka tidak

perlu dicantumkan dalam pendeskripsian luka. Untuk penulisan deskripsi luka

jumlah, lokasi, bentuk, ukuran tidak harus urut tetapi penulisan harus selalu

ditulis diakhir kalimat.

Deskripsi luka meliputi: (Idries, 2008)

1. Jumlah luka

2. Lokasi luka, meliputi:

a. Lokasi berdasarkan region anatomi nya

b. Lokasi berdasarkan garis koordinat atau berdasarkan bagian-bagian

tertentu dari tubuh

c. Menentukan lokasi berdasarkan garis koordinat dilakukan untuk luka pada

regio yang luas seperti di dada, perut, punggung. Koordinat tubuh dibagi

dengan menggunakan garis khayal yang membagi tubuh menjadi dua yaitu

kanan dan kiri, garis khayal mendatar yang melewati puting susu, garis

khayal mendatar yang melewati pusat, dan garis khayal mendatar yang

melewati ujung tumit. Pada kasus luka tembak harus selalu diukur jarak

luka dari garis khayal mendatar yang melewati kedua ujung tumit untuk

kepentingan rekonstruksi. Untuk luka di bagian punggung dapat

Page 5: Translate forensik.docx

dideskripsikan lokasinya berdasarkan garis khayal yang menghubungkan

ujung bawah tulang belikat kanan dan kiri.

3. Bentuk luka, meliputi :

a. Bentuk sebelum dirapatkan

b. Bentuk setelah dirapatkan

4. Ukuran luka, meliputi sebelum dan sesudah dirapatkan ditulis dalam bentuk

panjang x lebar x tinggi dalam satuan sentimeter atau milimeter.

5. Sifat-sifat luka, meliputi :

a. Daerah pada garis batas luka, meliputi :

- Batas (tegas atau tidak tegas)

- Tepi (rata atau tidak rata)

- Sudut luka (runcing atau tumpul)

b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi:

- Jembatan jaringan (ada atau tidak ada)

- Tebing (ada atau tidak ada, jika ada terdiri dari apa)

- Dasar luka

c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi :

- Memar (ada atau tidak)

d. Lecet (ada atau tidak)

e. Tatoase (ada atau tidak)

2.3 Klasifikasi LukaSecara umum, luka atau cedera dibagi kepada beberapa klasifikasi

menurut penyebabnya yaitu, trauma benda tumpul, trauma benda tajam dan luka

tembak (Vincent dan Dominick, 2001).

a. Trauma Benda Tumpul

Luka trauma benda tumpul dapat terjadi karena dua sebab yaitu alat atau

senjata yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang

lain orang bergerak ke arah objek atau alat yang tidak bergerak. Luka akibat

trauma benda tumpul dibagi menjadi beberapa kategori yaitu luka lecet (abrasi),

luka memar (kontusio), dan luka robek (laserasi).

b. Trauma Benda Tajam

Luka trauma benda tajam merupakan putusnya atau rusaknya kontinuitas

jaringan karena trauma akibat alat/senjata yang bermata tajam dan atau

berujung runcing. Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam, walaupun

Page 6: Translate forensik.docx

tetap harus dipikirkan kemungkinan karena suatu kecelakaan; tetapi pada

umumnya karena suatu peristiwa pembunuhan atau peristiwa bunuh diri. Luka

yang disebabkan oleh beda yang berujung runjing dan bermata tajam dibagi

menjadi beberapa kategori, yaitu luka tusuk (stab wound), luka Iris (incised

wound), luka bacok (chop wound).

c. Luka Tembak

Luka tembak adalah luka yang disebabkan oleh penetrasi anak peluru

atau persentuhan peluru dengan tubuh. Termasuk dalam luka tembak adalah

luka penetrasi dan perforasi. Luka penetrasi terjadi bila anak peluru memasuki

suatu objek dan tidak keluar lagi, sedangkan pada luka perforasi anak peluru

menembus objek secara keseluruhan.

2.4 Trauma Benda TumpulTrauma beda tumpul adalah luka yang disebabkan karena persentuhan

tubuh dengan benda yang permukaannya tumpul. Benda tumpul yang sering

mengakibatkan luka antara lain adalah batu, besi, sepatu, tinju, lantai, jalan dan

lain-lain. Adapun definisi dari benda tumpul itu sendiri adalah : (Idries, 2006)

- Tidak bermata tajam

- Konsistensi keras / kenyal

- Permukaan halus / kasar

Luka akibat trauma benda tumpul dapat terjadi karena dua sebab yaitu

benda yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan orang

bergerak ke arah benda yang tidak bergerak. Dalam bidang medikolegal kadang-

kadang hal ini perlu dijelaskan, walaupun terkadang sulit dipastikan. Sekilas

nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat

perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu (Vincent dan Dominick, 2001).

Terdapat beberapa pola trauma akibat kekerasan tumpul yang dapat

dikenali, yang mengarah kepada kepentingan medikolegal. Pola trauma banyak

macamnya dan dapat bercerita pada pemeriksa medikolegal. Kadangkala sukar

dikenali, bukan karena korban tidak diperiksa, namun karena pemeriksa

cenderung memeriksa area per area, dan gagal mengenali polanya. Foto korban

dari depan maupun belakang cukup berguna untuk menetukan pola trauma.

Persiapan diagram tubuh yang memperlihatkan grafik lokasi dan penyebab

trauma adalah latihan yang yang baik untuk mengungkapkan pola trauma

(Shkrum dan Ramsay, 2007).

Page 7: Translate forensik.docx

2.5 Jenis Luka Akibat Trauma Benda TumpulLuka akibat trauma benda tumpul dapat berupa salah satu atau

kombinasi dari luka memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.

Derajat luka, perluasan luka, serta penampakan dari luka yang disebabkan oleh

trauma benda tumpul bergantung kepada:

- Kekuatan dari benda yang mengenai tubuh

- Waktu dari benda yang mengenai tubuh

- Bagian tubuh yang terkena

- Perluasan terhadap bagian tubuh yang terkena

- Jenis benda yang mengenai tubuh

Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan

kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan

berbagai tipe luka. Luka akibat trauma benda tumpul dibagi menurut beberapa

kategori (Vincent dan Dominick, 2001).

a Luka Lecet (Abrasi)Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh terbatas hanya

pada lapisan kulit epidermis. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis

pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari

pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang

dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana epidermis bergulung,

tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang menandakan

ketidakteraturan benda yang mengenainya (Vincent dan Dominick, 2001).

Karakteristik luka lecet :

- Sebagian/seluruh epitel hilang terbatas pada lapisan epidermis

- Disebabkan oleh pergeseran dengan benda keras dengan permukaan kasar

dan tumpul

- Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (krusta)

- Timbul reaksi radang (Sel PMN)

- Sembuh dalam 1-2 minggu dan biasanya pada penyembuhan tidak

meninggalkan jaringan parut

Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang

mengenainya. Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang.

Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang

digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum),

Page 8: Translate forensik.docx

baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari), beberapa hari lau,

lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi

dapat terjadi pada abrasi yang luas (Idries, 2008).

Memperkirakan umur luka lecet:

- Hari ke 1 – 3 : warna coklat kemerahan

- Hari ke 4 – 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram

- Hari ke 7 – 14 : pembentukan epidermis baru

- Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap

Luka lecet juga harus dibedakan terjadinya, apakah ante mortem atau

post mortem. Berikut ini tabel yang menunjukkan perbedaan dari keduanya:

Tabel 1. Perbedaan Luka Lecet Ante Motem dan Post Mortem

ANTE MORTEM POST MORTEM

Coklat kemerahan

Terdapat sisa sisa-sisa epitel

Tanda intravital (+)

Sembarang tempat

Kekuningan

Epidermis terpisah sempurna dari dermis

Tanda intravital (-)

Pada daerah yang ada penonjolan tulang

Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan

sebagai luka lecet gores (scratch), luka lecet serut (scrape), luka lecet tekan

(impact abrasion) dan luka lecet berbekas (patterned abrasion).

- Luka lecet gores (Scratch)

Diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang menggores kulit)

yang menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) di depannya dan

mengakibatkan lapisan tersebut terangkat, sehingga dapat menunjukan arah

kekerasan yang terjadi.

- Luka lecet serut (Scraping)

Adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan

permukaan kulit lebih lebar. Arah kekerasan di tentukan dengan melihat letak

tumpukan epitel.

Page 9: Translate forensik.docx

Gambar 2.1 Bentuk dari abrasi dapat menandakan jenis permukaan yang kontak dengan kulit. (Dikutip dari forensic pathology 2nd edition)

- Luka lecet tekan (Impact abrasion)

Disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit adalah

jaringan yang lentur maka, bentuk luka lecet tekan belum tentu sama dengan

bentuk permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan

identifikasi benda penyebab yang mempunyai bentuk yang khas, misalnya

kisi-kisi radiator mobil, jejas gigitan dan sebagainya. Gambaran luka lecet

tekan yang di temukan pada mayat adalah daerah kulit yang kaku dengan

warna yang lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan

yang tertekan serta terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca

kematian.

Gambar 2.2 Impact abrasion pada sisi kanan wajah.

(Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)

Page 10: Translate forensik.docx

b. Kontusio (Luka Memar)Kontusio terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat.

Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat

menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya.

Kontusio adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam

jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan pecahnya

pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul (Vincent dan Dominick,

2001).

Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi

pada daerah dimana jaringan longgar, seperti di daerah mata, leher, atau pada

orang yang lanjut usia, maka luka memar yang tampak seringkali tidaka

sebanding dengan kekerasan, dalam arti seringkali lebih luas; dan adanya

jaringan longgar tersebut memungkinkan berpindahnya “memar” ke daerah yang

lebih rendah, berdasarkan gravitasi.

Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi

mengenai bentuk dari benda tumpul, ialah apa yang dikenal dengan istilah

“perdarahan tepi” (marginal haemorrhages), misalnya bila tubuh korban terlindas

ban kendaraan, dimana pada tempat yang terdapat tekanan justru tidak

menunjukkan kelainan, kendaraan akan menepi sehingga terbentuk perdarahan

tepi yang bentuknya sesuai dengan bentuk celah antara kedua kembang ban

yang berdekatan.Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu

lamanya luka, namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu

yang terkena. Tidak ada standar pasti untuk menentukan lamanya luka dari

warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.

Luka memar dapat diklasifikasikan sebagai luka memar superficial

(Superficial), Luka memar dalam (Deep), dan luka memar berbekas (Patterned/

imprint).

a. Luka memar superfisial

Luka memar superficial dapat terjadi secara segera, disebabkan oleh

akumulasi darah secara subkutan.

b. Luka memar dalam

Luka memar dalam menandakan adanya akumulasi pendarahan lebih

dalam dari lapisan kulit subkutan. Biasanya jenis luka ini memerlukan 1 sampai 2

hari untuk dapat terlihat di permukaan kulit.

Page 11: Translate forensik.docx

c. Luka memar berbekas

Luka memar berbekas disebabkan oleh penekanan pada tubuh, biasanya

objek yang menekan tubuh meninggalkan bekas pada permukaan kulit. Pada

mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan

menentukan juga karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara

kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi

gelap. Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk

menentukan waktu terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan

secara pasti karena hal tersebut pun bergantung pada keahlian pemeriksa.

Gambar 2.3 Luka memar pada bagian dada kiri (Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)

Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya

penurunan darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif

sehingga dapat menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian.

Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang akan

mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga dapat

menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang ketiga, memar dapat

menjadi tempat media berkembang biak kuman. Kematian jaringan dengan

kekurangan atau ketiadaaan aliran darah sirkulasi menyebabkan saturasi

oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup, kuman tersering

adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangrene (Idries,

2006)

Memperkirakan umur luka memar :

- Hari ke 1 : terjadi pembengkakan warna merah kebiruan

- Hari ke 2 – 3 : warna biru kehitaman

- Hari ke 4 – 6 : biru kehijauan–coklat

Page 12: Translate forensik.docx

- > 1 minggu-4 minggu : menghilang / sembuh

Lebam mayat atau livor mortis sering salah diinterpretasikan dengan luka

memar. Livor mortis merupakan perubahan warna ungu kemerahan pada area

mengikuti posisi tubuh disebabkan oleh akumulasi darah oleh pembuluh darah

kecil secara gravitasi. Berikut ini perbedaan luka memar dengan lebam mayat:

(Vincent dan Dominick, 2001).

Tabel 2. Perbedaan Luka Memar dan Lebam Mayat

LUKA MEMAR LEBAM MAYAT

Di sembarang tempat

Pembengkakan (+)

Tanda Intravital (+)

Ditekan tidak menghilang

Diiris : tidak menghilang

Bagian tubuh yang terendah

Pembengkakan (-)

Tanda Intravital (-)

Ditekan Menghilang

Diiris : dibersihkan dengan kapas menjadi

bersih

Luka memar atau kontusio juga dapar terjadi pada organ dan jaringan

dalam. Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik yang berbeda. Pada organ

vital seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat menyebabkan kelainan

fungsi dan bahkan kematian.

Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan

terjadi peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat

menyebabkan reaksi peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat

menyebabkan penurunan kesadaran, koma dan kematian. Kontusio dan

perangan yang kecil pada otak dapat menyebabkan gangguan fungsi organ lain

yang luas dan kematian jika terkena pada bagian vital yang mengontrol

pernapasan dan peredaran darah.

Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-

abu. Beberapa dapat lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada

bagian superfisial atau daerah abu-abu sangat penting dalam ilmu forensik.

Rupturnya pembuluh darah dengan terhambatnya aliran darah menuju otak

menyebabkan adanya pembengkakan dan seperti yang telah disebutkan

sebelumnya, lingkaran kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio yang

terbentuk cukup besar, edema otak dapat menghambat sirkulasi darah yang

menyebabkan kematian otak, koma, dan kematian total. Poin kedua terpenting

dalam hal medikolegal adalah penyembuhan kontusio tersebut yang dapat

menyebabkan jaringan parut yang akan menyebabkan adanya fokus epilepsi.

Page 13: Translate forensik.docx

Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan

sempit pada daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls

dapat menyebabkan gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio

luas yang mengenai kerja otot jantung dapat menghambat pengosongan jantung

dan menyebabkan gagal jantung. Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan

ruptur organ yang menyebabkan perdarahan pada rongga tubuh.

Perlu dipertimbangkan lokasi kontusio tipe superfisial yang berhubungan

dengan arah kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola luka ditemukan

dalam pemeriksaan kepala dan komponen yang terkena pada trauma sepeti

pada kulit kepala, kranium, dan otak. Ketika bagian kepala terkena benda yang

keras dan berat seperti palu atau botol bir, hasilnya dapat berupa, kurang

lebihnya, yaitu abrasi, kontusio, dan laserasi dari kulit kepala. Kranium dapat

patah atau tidak. Jika jaringan dibawahnya terkena, hal ini disebut coup. Hal ini

terjadi saat kepala relatif tidak bergerak. Kita juga harus mempertimbangkan

situasi lainnya dimana kepala yang bergerak mengenai benda yang padat dan

diam. Pada keadaan ini kerusakan pada kulit kepala dan pada kranium dapat

serupa dengan apa yang ditemukan pada benda yang bergerak-kepala yang

diam. Namun, kontusio yang terjadi, bukan pada tempat trauma melainkan pada

sisi yang berlawanan. Hal ini disebut kontusio contra-coup.

Pada pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena

foto dari semua komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat

sesuai dengan demontrasi yang ada, diagram dapat menjelaskan hubungan

trauma yang terjadi. Kadang-kadang dapat terjadi hal yang membingungkan,

dapat saja kepala yang diam dan terkena benda yang bergerak pada akhirnya

akan jatuh atau mengenai benda keras lainnya, sehingga gambaran yang ada

akan tercampur, membingungkan, yang tidak memerlukan penjelasan mendetail.

Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai daerah

putih atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil

atau besar. Perdarahan kecil dinamakan “ball haemorrhages” sesuai dengan

bentuknya yang bulat. Hal tersebut dapat serupa dengan perdarahan fokal yang

disebabkan hipertensi. Perdarahan yang lebih besar dan dalam biasanya

berbentuk ireguler dan hampir serupa dengan perdarahan apopletik atau stroke.

Anamnesis yang cukup mengenai keadaan saat kematian, ada atau tiadanya

tanda trauma kepala, serta adanya penyakit penyerta dapat membedakan

trauma dengan kasus lain yang menyebabkan perdarahan.

Page 14: Translate forensik.docx

Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma

biasanya melibatkan daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat

predileksinya adalah ganglia basal, pons, dan serebelum. Perdahan tersebut

berhubungan dengan malformasi arteri vena. Biasanya mengenai orang yang

lebih muda dan tidak mempunyai riwayat hipertensi. Edema paru tipe neurogenik

biasanya menyertai trauma kepala. Manifestasi eksternal yang dapat ditemui

adalah “ foam cone” busa berwarna putih atau merah muda pada mulut dan

hidung. Hal tersebut dapat ditemui pada kematian akibat tenggelam, overdosis,

penyakit jantung yang didahului dekompensasio kordis. Keberadaan gelembung

tidak membuktikan adanya trauma kepala.

c. Laserasi (Luka robek)Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan

kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa,

permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit

yang menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh benda yang

permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan

jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit.

Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang

diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda tersebut yang mengalami

indentasi (Vincent dan Dominick, 2001).

Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan

dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan,

tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka

oleh benda tajam (Shkrum dan Ramsay, 2007).

Gambar . Luka robek dengan terdapatnya jembatan jaringan

Page 15: Translate forensik.docx

(Dikutip dari kepustakaan forensic pathology 2nd edition)

Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi

yang paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal

kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah awal

kekerasan.

Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab

kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang

berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang

terjadi karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang

berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya

berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan “swallow tails”.

Beberapa benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.

Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut,

perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu

pembekuan dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke

sekitar kulit atau membran mukosa. Bekuan darah yang bercampur dengan

bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta. Jaringan

parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi

saluran luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan

penyembuhan selesai. Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi

kelenjar keringat, rambut dan struktur lain.

Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak

seperti luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa

hari, dan lebih dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat

dibedakan ddengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya

perdarahan.

Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil

tanpa adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila

perdarahan terjadi terus menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai

jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan yang hebat

sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya diskontinuitas kulit

atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari

permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke dalam jaringan.

Port d entree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya penyembuhan luka

yang sempurna.

Page 16: Translate forensik.docx

Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya

pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat

menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan

bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak

pada paru atau sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat

dari tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati

dan limpa. Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang

komplit yang dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat

menyebabkan perdarahan hebat (Idries, 2008).

d. Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasiLuka lecet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang

sama dapat menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan

selanjutnya dan lecet pada pukulan selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka tersebut

dapat terjadi bersamaan pada satu pukulan.

Luka robek atau luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul dapat

dibedakan dengan luka terbuka akibat kekerasan benda tajam, yaitu dari sifat-

sifatnya serta hubungan dengan jaringan sekitar luka. Luka robek mempunyai

tepi yang tidak teratur, terdapat jembatan-jembatan jaringan yang

menghubungkan kedua tepi luka, akar rambut tampak hancur atau tercabut bila

kekerasannya di daerah yang berambut, di sekitar luka robek sering tampak

adanya luka lecet atau luka memar. Oleh karena luka pada umumnya

mendatangkan rasa nyeri yang hebat dan lambat mendatangkan kematian, maka

jarang dijumpai kasus bunuh diri dengan membuat luka terbuka dengan benda

tumpul mengenai tubuh korban (Vincent dan Dominick, 2001).

Page 17: Translate forensik.docx

BAB 3

LAPORAN KASUS

Kasus diambil dari Case Report yang berjudul Protrusion of Intestine to

Thigh in Blunt Trauma Abdomen: a Case Report (2015) oleh Sindhu Sudha Sahu

dan Manoj Kumar Jena dari Departemen Kedokteran Forensik dan Toksikologi,

S.C.B Medical College dan Rumah Sakit Cuttack, Odisha, India.

Gambar Tampak Protrusi Usus Melewati Regio Inguinal Kanan

Seorang laki-laki berusia 28 tahun ditemukan tewas di tempat setelah

kecelakaan kendaraan dan mengalami beberapa luka-luka. Jenazah adalah

seorang pengendara sepeda motor yang setelah tabrakan dengan kendaraan

roda empat terjepit ke tanah dan selanjutnya terlindas. Jenazah dibawa ke

Kamar Mayat Departemen Kedokteran Forensik dan Toksikologi, S.C.B Medical

College dan Rumah Sakit Cuttack, Odisha untuk pemeriksaan post-mortem.

Selama autopsi luka luar yang terlihat antara lain:

1) Sebuah luka robek 10 x 7 cm di atas kepala frontal kiri.

Page 18: Translate forensik.docx

2) Sebuah luka laserasi di parieto-oksipital kiri dengan fraktur kominuta-tertekan

hingga temporo-parietal kiri

3) Beberapa luka lecet babras dengan berbagai ukuran dan bentuk hingga

bagian lateral paha kanan, inguinal kiri dan terrobek, lengan kiri belakang,

lengan atas, dan punggung tangan kanan.

4) Sebuah jejak abrasi 11 x 6 cm ditemukan miring di atas dinding dada bagian

bawah dan perut bagian atas.

5) Avulsi laserasi 14 x 9 cm di sisi pangkal paha kanan dan bagian medial paha

mengekspos otot dan lengkung usus melalui robekan di daerah inguinal.

Gambar Avulsi laserasi pada pangkal paha kanan dan medial dari paha tampak otot dan lengkung usus melewati robekan di region inguinal

Temuan internal pada pemeriksaan dalam antara lain:

1) Otot dinding dada anterior mengalami kontusio dengan fraktur tulang rusuk

ke 5, 6 dan 7 di sisi kanan sepanjang garis mid aksila dan tulang rusuk ke 4,

5, 6, dan 7 di sisi kiri.

2) Hepar mengalami laserasi, memar mesenterium dengan robek. Ujung

lengkung ileum berpindah menuju kanalis inguinalis di sisi kanan dan keluar

ke antero-medial paha kanan.

Page 19: Translate forensik.docx

BAB 4

PEMBAHASAN

Trauma benda tumpul merupaka luka yang disebabkan karena

persentuhan tubuh dengan benda atau alat yang permukaan nya tumpul. Cara

kejadian trauma benda tumpul lebih sering disebabkan karena kecelakaan atau

penganiayaan, jarang karena bunuh diri. Berdasarkan data otopsi di Instalasi

Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum dr. Saiful Anwar Malang dari bulan

Januari 2012 hingga Desember 2012 menunjukkan data korban mati akibat

trauma benda tumpul sebagian besar disebabkan karena kecelakaan lalu lintas.

Dari total 492 kasus kematian yang diotopsi, sebanyak 408 kasus merupakan

kecelakaan lalu lintas. Sebagian besar kecelakaan lalu lintas merupakan

kecelakaan sepeda motor, pejalan kaki, dan sisa nya bus, truk, dan kereta api.

Jenis luka yang ditimbulkan akibat trauma benda tumpul yang sering

dijumpai dalam kasus kecelakaan lalu lintas antara lain luka memar, luka babras,

luka robek dengan tepi tidak rata, serta patah tulang. Bagian tubuh yang paling

banyak terkena adalah kepala dan anggota gerak atas dan bawah. Luka-luka

tersebut dapat menyebabkan dampak kerusakan jaringan maupun organ

bervariasi mulai dari ringan hingga berat, bahkan lebih parah yaitu kematian.

Sebab kematian terjadi karena kerusakan organ vital atau perdarahan yang

banyak.

Luka trauma benda tumpul yang terjadi akibat kecelakaan lalu lintas

merupakan akibat dari benda yang mengenai atau melukai orang yang relatif

tidak bergerak dan orang bergerak ke arah benda yang tidak bergerak. Dalam

bidang medikolegal kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan, walaupun terkadang

sulit dipastikan.

Pada kasus didapatkan seorang laki-laki berusia 28 tahun ditemukan

tewas di tempat setelah kecelakaan kendaraan dan mengalami beberapa luka-

luka. Jenazah adalah seorang pengendara sepeda motor yang setelah tabrakan

dengan kendaraan roda empat terjepit ke tanah dan selanjutnya terlindas.

Selama autopsi luka luar yang terlihat antara lain:

1) Sebuah luka robek 10 x 7 cm di atas kepala frontal kiri.

Page 20: Translate forensik.docx

2) Sebuah luka laserasi di parieto-oksipital kiri dengan fraktur kominuta-tertekan

hingga temporo-parietal kiri

3) Beberapa luka lecet babras dengan berbagai ukuran dan bentuk hingga

bagian lateral paha kanan, inguinal kiri dan terrobek, lengan kiri belakang,

lengan atas, dan punggung tangan kanan.

4) Sebuah jejak abrasi 11 x 6 cm ditemukan miring di atas dinding dada bagian

bawah dan perut bagian atas.

5) Avulsi laserasi 14 x 9 cm di sisi pangkal paha kanan dan bagian medial paha

mengekspos otot dan lengkung usus melalui robekan di daerah inguinal.

Dari kasus di atas didapatkan bentuk luka-luka akibat trauma tumpul pada

kepala, dada, anggota gerak atas, perut, dan anggota gerak bawah antara lain

berupa luka robek, laserasi, babras, dan avulsi yang didapatkan protrusi

intestinal melewati pangkal paha dan keluar pada medial inguinal. Hal ini sesuai

dengan teori yang menyebutkan bahwa luka akibat trauma benda tumpul dapat

berupa salah satu atau kombinasi dari luka memar, luka lecet, luka robek, patah

tulang atau luka tekan. Derajat luka, perluasan luka, serta penampakan dari luka

yang disebabkan oleh trauma benda tumpul bergantung kepada kekuatan dari

benda yang mengenai tubuh, waktu dari benda yang mengenai tubuh, bagian

tubuh yang terkena, perluasan terhadap bagian tubuh yang terkena, jenis benda

yang mengenai tubuh. Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa

cara menahan kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut

menimbulkan berbagai tipe luka. Luka-luka tersebut dapat menyebabkan

dampak kerusakan jaringan maupun organ bervariasi mulai dari ringan hingga

berat, bahkan lebih parah yaitu kematian (Vincent dan Dominick, 2001).

Berikut ini data otopsi di Instalasi Forensik RS dr. Saiful Malang yang

melaporkan mengenai jenis luka dan lokasi luka akibat trauma benda tumpul:

Tabel 1. Data Otopsi Trauma Tumpul berdasarkan lokasi dan Jenis Luka

Lokasi Trauma Dominan Jenis Luka Σ Kasus

Kepala Luka robek, luka memar, luka

babras

205

Anggota Gerak Atas Luka memar, luka babras,

luka robek, patah tulang

56

Page 21: Translate forensik.docx

Anggota Gerak Bawah Luka memar, luka babras,

luka robek, patah tulang

88

Dada Luka memar, luka babras 32

Perut Luka memar, luka babras 27

Jumlah 408

Untuk menemukan sebab kematian dilakukan pemeriksaan dalam. Pada

kasus ini, temuan internal pada pemeriksaan dalam antara lain:

1) Otot dinding dada anterior mengalami kontusio dengan fraktur tulang rusuk

ke 5, 6 dan 7 di sisi kanan sepanjang garis mid aksila dan tulang rusuk ke 4,

5, 6, dan 7 di sisi kiri.

2) Hepar mengalami laserasi, memar mesenterium dengan robek. Ujung

lengkung ileum berpindah menuju kanalis inguinalis di sisi kanan dan keluar

ke antero-medial paha kanan.

Temuan internal tersebut menunjukkan pada jenazah telah terjadi trauma

pada dada dan abdomen yang dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ

vital serta perdarahan yang dapat menyebabkan kematian. Temuan pertama

pada kasus menunjukkan adanya kontusio otot dinding dada dan terjadi fraktur

costae. Yang dapat menjadi sebab kematian pada jenazah ini salah satunya

adalah kontusio jantung. Kontusio ringan dan sempit pada daeran yang

bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat menyebabkan

gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang mengenai

kerja otot jantung dapat menghambat pengosongan jantung dan menyebabkan

gagal jantung. Selain itu, sebab kematian pada kasus juga dapat diakibatkan

oleh terjadinya hematothoraks karena terjadi laserasi paru atau pembuluh darah

besar (arteri intercostali, arteri mamaria interna, dan vena pulmonalis), kontusio

pulmonum akibat trauma pada paru sehingga dapat mengganggu proses difusi

paru dan menyebabkan hipoksemia, dan tamponade jantung akibat rupture

pembuluh darah jantung. Namun, dari hasil pemeriksaan dalam pada kasus tidak

disebutkan temuan yang mendukung ke arah sebab kematian tersebut.

Kontusio pada organ lain (misalnya organ abdomen) dapat menyebabkan

ruptur organ yang menyebabkan perdarahan pada rongga tubuh. Pada temuan

yang kedua didapatkan trauma tumpul pada abdomen yakni hepar mengalami

Page 22: Translate forensik.docx

laserasi, memar mesenterium dengan robek. Ujung lengkung ileum berpindah

menuju kanalis inguinalis di sisi kanan dan keluar ke antero-medial paha kanan.

Trauma tumpul abdomen melibatkan baik organ padat maupun berongga.

Perlu dikatakan bahwa organ padat lebih rentan terhadap trauma dibandingkan

organ berongga dalam rasio 10:1. Organ berongga sangat mudah bergerak dan

memiliki kapasitas untuk menyerap kekuatan pukulan dan kemampuan untuk

"mengikuti pukulan" dimana cedera pada usus dapat berbentuk mulai dari

memar, laserasi, perforasi, hingga avulsi (Reddy, 2014).

Pada trauma terlindas terjadi deformitas kompresi baik total maupun

sebagian ke bagian tubuh eksternal. Selanjutnya, tekanan intra-abdomen

meningkat dan menekan ke banyak lipatan yang dapat berlanjut menjadi

perpindahan posisi lengkung usus bergantung arah kompresi. Dalam kasus

instan, lengkung usus berpindah ke bawah dan mengikuti jalur titik lemah kanalis

inguinalis sehingga keluar berpindah ke paha dan keluar melalui luka robekan.

Trauma perut yang parah menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdominal

yang berdampingan dengan peningkatan lingkar perut dan obesitas (Skhrum,

2014)

Kejadian ini sangat umum jika terjadi cacat struktural pada kanalis

inguinalis in situ. Pada kasus ini menunjukkan terjadinya herniasi traumatis yang

didefinisikan sebagai penonjolan organ perut ke dalam jaringan subkutan karena

trauma tumpul abdomen. Sifat dan tingkat keparahan trauma tumpul abdomen

kompleks dan beragam tergantung pada kekuatan dan cara traumanya. Cedera

organ berongga sangat sering melibatkan jejunum diikuti oleh ileum, duodenum,

sekum, dan usus besar serta tidak jarang terjadi herniasi. Adanya robekan dari

kelainan struktural dan anatomi adalah berpindahnya organ melalui robekan itu

dan merupakan kegawatan medis. Dalam bentuk trauma abdomen yang parah,

trauma dapat berakhir dengan kematian.

Page 23: Translate forensik.docx

BAB 5KESIMPULAN

Dapat disimpulkan sebab kematian pada kasus ini adalah sebab

kematian bersaing, dimana antara sebab kematian kontusio jantung akibat

trauma tumpul abdomen yang dapat menyebabkan henti jantung bersaing

dengan trauma tumpul abdomen yang mengakibatkan rupture organ dan

herniasi. Kedua atau beberapa penyebab tersebut terjadi hampir bersamaan

dimana kedua sebab kematian tersebut dapat menyebabkan kematian jika berdiri

sendiri.

Page 24: Translate forensik.docx

DAFTAR PUSTAKA

Alexandropoulou, C. A., dan Panagiotopoulos, E. 2010. Wound Ballistics: Analysis of Blunt and Penetrating Trauma Mechanisms. Health Science Journal, vol. 4, issue 4, pp. 225-236

Idries, A. M. 2008. Sistematik Pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik Khusus Pada Korban Perlukaan. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, Bab 7, hal. 133-143. Jakarta: Sagung Seto

Satyo, A. C. 2006. Aspek Medikolegal Luka pada Forensik Klinik. Majalah Kedokteran Nusantara, vol. 39, no. 4, pp. 430-433

Shkrum, M. J. dan Ramsay, D. A. 2007. Blunt Trauma. Forensic Pathology of Trauma, Chapter 8, pp. 405-518

Vincent J. D. dan Dominick, D. 2001. Blunt Trauma Wounds. Forensic Pathology Second Edition, Chapter 4, pp. 1-26

Sindhu Sudha Sahu dan Manoj Kumar Jena. 2015. Protrusion of Intestine to Thigh in Blunt Trauma Abdomen: A Case Report. Labome-Research- Academic Journal. http://dx.doi.org/10.13070/rs.en.2.1426