tinjauan reformasi birokrasi

14
1 TINJAUAN REFORMASI BIROKRASI – Evolusi model birokrasi dalam perspektif ekonomi dan perkembangan reformasi birokrasi di Indonesia 1 Sigit Setiawan 2 Sebagian pegawai Kementerian Keuangan dan juga kementerian lainnya bernapas lega mendengar UU Aparatur Sipil Negara atau disingkat UU ASN telah disahkan oleh DPR pada tanggal 19 Desember 2013 lalu. Asa untuk menopang keberlanjutan ekonomi keluarga untuk setidaknya dua tahun ke depan masih ada. Mereka yang harusnya sudah pensiun per Februari 2014 otomatis diperpanjang dua tahun. LATAR BELAKANG Pengesahan UU nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang kemudian berlaku efektif per 15 Januari 2014 menandai dimulainya babak lanjutan pembenahan birokrasi pemerintah Indonesia. Tidak terasa fase pertama reformasi birokrasi yang diinisiasi melalui penerbitan Perpres nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 akan berakhir pada tahun 2014 ini. Masih ada dua fase reformasi birokrasi di depan yang masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah hasil pemilihan umum tahun 2014 dan 2019, yaitu fase kedua (2015-2019) dan fase ketiga (2020-2024). 1 Telah dipublikasikan sebelumnya dalam Warta Fiskal Edisi #1/2014 2 Peneliti Madya pada Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral-BKF.

Upload: iskandar-saha

Post on 20-Sep-2015

250 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

This paper contain many opinions and analysis about the progress of bureaucracy reform

TRANSCRIPT

  • 1

    TINJAUAN REFORMASI BIROKRASI

    Evolusi model birokrasi dalam perspektif ekonomi dan

    perkembangan reformasi birokrasi di Indonesia1

    Sigit Setiawan2

    Sebagian pegawai Kementerian Keuangan dan juga kementerian

    lainnya bernapas lega mendengar UU Aparatur Sipil Negara atau

    disingkat UU ASN telah disahkan oleh DPR pada tanggal 19 Desember

    2013 lalu. Asa untuk menopang keberlanjutan ekonomi keluarga untuk

    setidaknya dua tahun ke depan masih ada. Mereka yang harusnya

    sudah pensiun per Februari 2014 otomatis diperpanjang dua tahun.

    LATAR BELAKANG

    Pengesahan UU nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang

    kemudian berlaku efektif per 15 Januari 2014 menandai dimulainya babak

    lanjutan pembenahan birokrasi pemerintah Indonesia. Tidak terasa fase pertama

    reformasi birokrasi yang diinisiasi melalui penerbitan Perpres nomor 81 tahun

    2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 akan berakhir pada

    tahun 2014 ini. Masih ada dua fase reformasi birokrasi di depan yang masih

    menjadi pekerjaan rumah pemerintah hasil pemilihan umum tahun 2014 dan

    2019, yaitu fase kedua (2015-2019) dan fase ketiga (2020-2024).

    1 Telah dipublikasikan sebelumnya dalam Warta Fiskal Edisi #1/2014 2 Peneliti Madya pada Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral-BKF.

  • 2

    UU ASN dikatakan oleh para ahli menjadi tonggak sejarah reformasi

    birokrasi Indonesia mengingat UU ASN mengusung prinsip-prinsip New Public

    Management (NPM) dan mulai meninggalkan prinsip-prinsip lama model

    Webberian yang diusung UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU

    Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Dalam UU ASN tersebut

    penggolongan jabatan struktural dan fungsional bagi PNS diubah menjadi jabatan

    administrasi, jabatan fungsional, dan jabatan pimpinan tinggi. Sementara itu di

    luar PNS terdapat pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (kontrak).

    Jika garis waktu ditarik ke belakang, sejarah reformasi birokrasi Indonesia

    diawali oleh terjadinya krisis multidimensi yang melanda Indonesia pada tahun

    1997. Peristiwa ekonomi yang diawali oleh runtuhnya nilai tukar rupiah menjadi

    pemicu sekaligus pendorong Indonesia untuk melakukan pembenahan di segala

    bidang. Reformasi di bidang ekonomi, hukum, dan politik telah dilakukan terlebih

    dahulu, dan reformasi di bidang birokrasi kemudian menyusul.

    Bila tadi telah disebutkan bahwa pemicu dan pendorong reformasi birokrasi

    Indonesia diawali oleh peristiwa ekonomi, maka demikian pula halnya model-

    model birokrasi yang ada. Model birokrasi yang dianut oleh banyak negara di

    dunia saat ini termasuk Indonesia adalah mengadopsi model birokrasi yang telah

    diterapkan di negara-negara demokrasi Anglo-American, yang dipelopori oleh

    Inggris, Australia, New Zealand, Amerika Serikat, dan Kanada. Kelahiran model-

    model birokrasi sendiri tidak lepas dari peran dan dukungan perkembangan

    peristiwa ekonomi, serta teori-teori ekonomi dan administrasi publik.

    Tulisan ini akan membahas beberapa isu. Isu pertama adalah perjalanan

    evolusi model birokrasi di dunia dalam perspektif ekonomi. Isu selanjutnya adalah

    uraian singkat perkembangan reformasi birokrasi di Indonesia, khususnya di

    Kementerian Keuangan dan Badan Kebijakan Fiskal, yang selanjutnya ditutup

    dengan kesimpulan dan rekomendasi singkat.

  • 3

    EVOLUSI MODEL BIROKRASI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI

    Sejarah menunjukkan bahwa peristiwa ekonomi, teori-teori ekonomi dan

    administrasi publik memiliki andil yang amat besar dalam mendorong evolusi

    model birokrasi. Paling tidak terdapat tiga model dalam sejarah tata

    pemerintahan dunia, yakni 1) model patronase; 2) model Webberian; dan 3)

    model New Public Management (NPM)

    Model birokrasi tertua adalah model patronase, yang banyak digunakan

    pada masa pemerintahan kerajaan. Dalam model ini, kekuasaan pengelolaan dan

    pengendalian pemerintahan berada dalam genggaman satu orang yakni raja/ratu.

    Demi kepentingan melanggengkan kekuasaannya, maka raja akan memilih dan

    merekrut orang-orang terdekatnya untuk menjadi pejabat dan pegawai

    pemerintah dan membantunya mengelola roda pemerintahan sehari-hari.

    Kesetiaan menjalankan perintah raja menjadi indikator utama pencapaian

    seseorang, terlepas apakah perintah raja tersebut baik atau buruk bagi rakyat

    yang dipimpinnya. Model ini kemudian ditinggalkan banyak negara dan

    pemerintahan pasca era revolusi industri (1750-1850).

    Terjadinya revolusi industri di Inggris tidak hanya mengubah cara pandang

    pebisnis dalam mengelola industrinya tapi juga turut andil dalam mengubah cara

    pandang negara dalam mengelola pemerintahannya. Aktivitas industri yang

    semula bersifat home-made dan berskala kecil kemudian berkembang menjadi

    industri massal. Contoh sukses dan paling populer dari penerapan manajemen

    industri produksi massal adalah metode Henry Ford dalam mengelola industri

    mobil di Amerika Serikat.

    Agar proses produksi mobil berlangsung produktif dan efisien serta dapat

    menghasilkan produk seragam secara massal, maka Henry Ford menyusun

    organisasi dari perusahaan Ford Motor miliknya yang didirikan tahun 1903

    berdasarkan prinsip rule of law. Dengan prinsip tersebut, organisasi perusahaan

    memiliki penjabaran yang jelas dalam dokumen-dokumen tertulis dan mengikat

    secara hukum terhadap hubungan antar hirarki atau level manajemen, antar

    manajer dalam perusahaan, dan antar unit organisasi. Wilayah kekuasaan,

  • 4

    instruksi atau perintah, dan tanggung jawab dari masing-masing unit organisasi

    dan para manajer dalam unit organisasi yang sama memiliki batasan yang jelas

    dan mengikat secara hukum.

    Pada tahun 1930-an seorang ahli ekonomi politik dan sosiolog kenamaan

    asal Jerman - Max Webber memformulasikan sistem administrasi pemerintahan

    modern di masa itu, suatu model birokrasi yang dikenal dengan sebutan model

    Webberian, model birokratis, atau model tradisional. Efisiensi dan produktivitas

    yang ditawarkan oleh pola kerja industri pasca revolusi industri mengilhami

    Webber untuk mengadopsinya bagi tata laksana pemerintahan. Oleh karenanya

    model Webberian ini memiliki kemiripan dengan pola organisasi industri massal

    seperti halnya Ford Motor dan industri massal lainnya.

    Menurut model Webberian, administrasi pemerintahan didasarkan atas

    dokumen-dokumen tertulis, dan pengambilan keputusan merujuk pada aturan-

    aturan yang didokumentasikan dan didasari kebiasaan pelaksanaan suatu

    kegiatan sebelumnya. Model ini menekankan pentingnya kendali terhadap input

    dan proses pengambilan kebijakan. Keberadaan aturan yang terdokumentasi

    dengan baik memungkinkan mutasi pegawai tidak akan mengganggu roda

    administrasi pemerintahan, sehingga membuat struktur birokrasi lebih permanen

    dan stabil.

    Warga negara yang merupakan konsumen atau klien bagi pemerintah

    diperlakukan sama di depan hukum, dan keputusan yang diberikan pemerintah

    terhadap warga negara merujuk pada hukum dan peraturan yang berlaku serta

    peristiwa sebelumnya. Hal ini dimaksudkan agar keputusan bersifat adil dan

    terhindar dari sengketa, serta menjaga transparansi, stabilitas, dan predictability

    dari keputusan itu sendiri. Para pegawai pemerintah memiliki keahlian tersendiri,

    dan rekruitmen didasarkan atas hasil tes yang menguji keahlian dan kemampuan

    teknis calon pegawai. Berbeda dengan model patronase, pemisahan secara tegas

    dilakukan antara pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan. Anggota legislatif

    bertindak sebagai pembuat kebijakan dan pemerintahlah kemudian yang

    mengimplementasikan kebijakan tersebut.

  • 5

    Di tengah sisi baik dari model Webberian, berbagai kritik terhadap model

    Webberian bermunculan sejak tahun 1970-an dan menemukan momentumnya di

    era knowledge-intensive society and economy tahun 1990-an, awal masa yang

    ditandai dengan perubahan yang sangat cepat dan membanjirnya informasi

    melalui perangkat internet dan telekomunikasi. Model Webberian menjadi

    dipandang memiliki struktur yang gemuk, lamban, dan tidak efektif. Dengan

    desain struktur birokrasi yang hirarkis, bersifat komando, dan terpusat di

    sekelompok elite birokrasi, serta penerapan aturan yang bersifat kaku dan mutlak

    menjadikan model Webberian dipandang tidak dapat mengejar ketertinggalannya

    dengan dinamika masyarakat dan pasar yang menuntut perubahan secara cepat.

    Di era 1900-an pasca Great Depression, salah satu perdebatan para ekonom

    adalah terkait isu kegagalan pasar (market failure) terhadap teori ekonomi klasik

    dan neoklasik. Perdebatan ini berujung pada lahirnya teori Keynes yang

    menyebutkan dibutuhkannya peran pemerintah yang lebih besar guna

    menstabilkan perekonomian khususnya dalam periode krisis agar ekonomi

    kembali pada kondisi normal.

    Pada akhir 1960-an para ekonom memperdebatkan isu sebaliknya, yakni isu

    kegagalan pemerintah (government failure) yang turut mendorong gagasan agar

    sektor pemerintah dapat lebih dekat ke pasar, lebih tanggap dan lebih

    memfokuskan diri pada masyarakat selaku customer dari pemerintah. Kelompok

    ekonom ini - berasal dari pendukung revitalisasi teori ekonomi neoklasik, serta

    sekolah-sekolah public choice dan new institutional economics - berpendapat

    pula bahwa sektor swasta lebih unggul dibanding sektor pemerintah dalam hal

    efisiensi teknis dan biaya, dan menolak anggapan bahwa pemerintah mengetahui

    segalanya yang terjadi di pasar.

    Adalah James Buchanan dibantu Gordon Tullock - duo ekonom yang

    merumuskan teori public choice. Dan James Buchanan atas jasa-jasanya

    kemudian memperoleh hadiah Nobel di bidang ekonomi. Teori public choice

    menggunakan prinsip yang sama yang digunakan ekonom untuk menganalis

    perilaku individu di pasar dan menerapkannya dalam pengambilan keputusan

    kolektif. Ekonom yang mempelajari perilaku di pasar privat berasumsi bahwa

  • 6

    dorongan atas perilaku individu berasal dari kepentingan pribadi (self-interest).

    Walaupun perilaku sebagian besar individu tersebut didasarkan atas

    kepeduliannya terhadap sesama orang, motif utama mereka - bisa pemberi

    kerja, pegawai, atau konsumen - tetaplah untuk diri sendiri.

    Ekonom teori public choice menerapkan asumsi yang sama bahwa

    walaupun individu-individu di arena politik memiliki kepedulian terhadap sesama

    orang, motif utama bisa pemberi suara, politisi, pelobi, atau birokrat adalah

    untuk diri sendiri. Teori tersebut bersifat skeptis terhadap pernyataan bahwa

    perilaku kerja pegawai pemerintah secara murni didorong oleh tugas dan

    pertimbangan atas kepentingan masyarakat, dan berargumen bahwa terdapat

    tujuan perilaku lain yang lebih kuat seperti maksimasi anggaran, penyerapan

    anggaran, dan penghindaran risiko.

    Kritikan terhadap model Webberian melahirkan tantangan bagi model

    pemerintahan terbaru yang disebut sebagai New Public Management (NPM).

    Model ini merupakan sintesa dari berbagai pendekatan: revitalisasi ekonomi

    neoklasik, new institutional economics, public choice, dan penggambaran model

    yang menyerupai sektor swasta. Reformasi terhadap model Webberian ini

    memperoleh daya dorong dari meningkatnya kesadaran terhadap potensi

    teknologi informasi dalam menunjang peningkatan efisiensi dan efektivitas

    kegiatan pelayanan publik.

    Terdapat tiga ciri utama dalam model NPM yaitu :

    1) Disagregasi (pemecahan hirarki-hirarki sektor publik)

    Mengubah hirarki agar lebih datar (flat) yang diikuti dengan penyesuaian

    sistem informasi dan manajerial. Contoh diagregasi dalam hal ini adalah

    penghapusan dan pengalihan jabatan eselon III dan IV yang berorientasi fungsi

    dan bukan administrasi menjadi jabatan fungsional yang ditunjang oleh sistem

    informasi dan manajerial yang sepadan.

    2) Kompetisi penyedia sumber daya internal

  • 7

    Menggantikan pengambilan keputusan berjenjang (hirarki) dengan diversifikasi

    sumber-sumber penyedia input dan input antara dalam proses internal

    organisasi dan persaingan yang sehat. Contohnya adalah dengan mengurangi

    rantai komando dan melakukan pengalihan jabatan eselon III dan IV ke jabatan

    fungsional yang bekerja berdasarkan merit system. Dengan penetapan target

    kinerja, akan terdapat beragam output dari para pejabat fungsional yang saling

    berkompetisi untuk memperoleh reward dari unit organisasi - baik sebagai tim

    maupun perseorangan.

    3) Skema remunerasi

    Beralih ke sistem insentif kinerja yang spesifik dan berbasis remunerasi (diukur

    dengan uang atau ekivalen) sebagaimana telah dibuktikan efektivitasnya pada

    sistem insentif bagi para profesional di sektor swasta

    Agenda sosialisasi model NPM telah dilakukan sejauh ini dalam skema

    policy transfer dan policy learning melalui badan-badan dunia seperti IMF,

    World Bank, dan OECD. Beberapa negara maju khususnya negara-negara

    demokrasi Anglo-American (terutama Inggris, New Zealand, Amerika Serikat,

    Kanada, dan Australia) telah memelopori penerapan model NPM. Di Inggris

    penerapan dimulai melalui jargon joined up government, yang diikuti oleh

    Amerika Serikat di era Clinton melalui jargon reinvention of government. New

    Zealand termasuk paling progresif saat ini dan telah menerapkan secara luas

    penggunaan kontrak sebagaimana lazimnya di sektor swasta untuk kesepakatan

    dua pihak antara badan-badan pemerintah, antara badan pemerintah dan

    penyedia swasta, di dalam badan pemerintah itu sendiri, dan dalam unsur

    ketenagakerjaan pegawainya. Di Indonesia sendiri penerapan model NPM sudah

    terdengar gaungnya melalui penerbitan UU ASN.

    PERKEMBANGAN REFORMASI BIROKRASI DI INDONESIA

    Pasca runtuhnya era Orde Baru, dalam reformasi birokrasi Indonesia tahap

    pertama (2010-2014) Indonesia melakukan transisi dari model birokrasi

  • 8

    sebelumnya, suatu struktur birokrasi yang tampak seperti model Webberian,

    namun dalam penerapannya lebih dekat kepada model patronase yang

    sentralistis. Berbeda dengan era Orde Baru, dalam Orde Reformasi sistem

    birokrasi ditata kembali untuk menghilangkan model patronase antara lain

    melalui penyusunan tupoksi, indikator kinerja dan job grading. Langkah awal

    penataan birokrasi sejauh ini patut diapresiasi dan telah menunjukkan hasil dalam

    kestabilan struktur birokrasi. Beberapa sektor pemerintah (termasuk

    Kementerian Keuangan) telah berhasil menjadi pelopor reformasi birokrasi yang

    ditunjang oleh upaya keras pemberantasan korupsi tiada henti oleh KPK. Namun

    harus diakui di sebagian sektor pemerintah pusat dan daerah penegakan prinsip-

    prinsip transparansi, stabilitas, dan predictability model Webberian dalam

    pengambilan kebijakan belum berjalan mulus.

    Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, model birokrasi kementerian dan

    lembaga pemerintah Indonesia termasuk Kementerian Keuangan dan Badan

    Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan saat ini pada umumnya masih menganut

    prinsip-prinsip model Webberian sebagaimana diusung oleh UU Nomor 43 Tahun

    1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

    Kepegawaian. Walaupun demikian terdapat lembaga pemerintah seperti

    Kementerian PPN/Bappenas yang sudah memelopori penerapan sebagian model

    NPM sejak tahun 2004 melalui penghapusan dan pengalihan jabatan eselon IV di

    kedeputian-kedeputian ke jabatan fungsional perencana (JFP). Unit kerja eselon

    IV kini hanya ditemui di Sekretariat Kementerian PPN/Sekretariat Utama

    Bappenas, Tata Usaha Kedeputian, dan Inspektorat.

    Melalui pengalihan ke jabatan fungsional tersebut Bappenas menargetkan

    terjadi peningkatan kemampuan profesional dan peningkatan kinerja khususnya

    para fungsional perencana di bidang perencanaan baik perencanaan makro,

    sektoral, dan regional pembangunan nasional. Upaya Bappenas tersebut selaras

    dengan wacana pengalihan jabatan eselon III dan IV ke jabatan fungsional yang

    telah disuarakan dalam berbagai kesempatan oleh Kemenpan-RB, dan juga UU

    ASN yang secara filosofis hanya mengenal eselonisasi hingga eselon II

    eselonisasi yang diistilahkan sebagai jabatan pimpinan tinggi. Dalam UU ASN,

    jabatan yang berorientasi pada administrasi dimasukkan ke dalam jabatan

  • 9

    administrasi, sedangkan jabatan yang berorientasi pada fungsi dimasukkan ke

    dalam jabatan fungsional.

    Sementara itu Kementerian Keuangan baru mulai merintis melalui

    penerbitan PMK Nomor 27 tahun 2014 tentang Pedoman Pembentukan dan

    Penggunaan Jabatan Fungsional Tertentu di Lingkungan Kementerian Keuangan

    yang berlaku efektif per 4 Februari 2014. Penerbitan PMK ini didasari atas tujuan

    untuk menyamakan persepsi mengenai jabatan fungsional bagi seluruh unit

    organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan berdasarkan peraturan

    perundang-undangan yang berlaku guna melakukan revitalisasi jabatan fungsional

    di lingkungan Kementerian Keuangan. Upaya pengembangan dan revitalisasi

    jabatan fungsional mengandung implikasi antara lain perlunya rasionalisasi

    jabatan struktural dan jabatan fungsional, penyusunan jenjang karir kepegawaian,

    program diklat yang relevan dan terstruktur, job grading dan job pricing,

    penentuan orang yang tepat pada jabatannya, pengelolaan kinerja pegawai,

    penghargaan finansial dan non-finansial kepada pegawai, dan budaya kemitraan

    antara jabatan struktural dan jabatan fungsional berdasarkan kode etik yang

    berlaku.

    Upaya pengalihan jabatan struktural tertentu yang lebih berorientasi ke

    fungsi menjadi jabatan fungsional perlu dilakukan mengingat hal tersebut akan

    mendukung lima tema transformasi kelembagaan Kementerian Keuangan, yakni

    1. Memperkuat budaya akuntabilitas berorientasi outcome; 2. Merevisi model operasional, merampingkan proses bisnis, mempercepat

    digitalisasi pada skala besar; 3. Membuat struktur organisasi lebih fit-for-purpose dan efektif; 4. Menghargai kontribusi pegawai berprestasi dengan mengembangkan dan

    memberdayakan mereka untuk memperoleh dan membangun keahlian fungsional yang vital;

    5. Menjadi lebih proaktif dalam mempengaruhi stakeholder untuk menghasilkan terobosan nasional.

  • 10

    Transformasi kelembagaan Kementerian Keuangan itu sendiri merupakan

    amanat dari KMK Nomor 183 tahun 2013 tentang Kebijakan Strategis

    Kementerian Keuangan Tahun 2014-2025. Dalam KMK tersebut dirumuskan

    bahwa strategi bidang organisasi dan tata kelola adalah mewujudkan transformasi

    pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi melalui pengembangan jabatan

    fungsional dan penataan jabatan struktural dengan rincian strategi sebagai

    berikut:

    Periode 2014-2019 Periode 2020-2025:

    - Membentuk jabatan fungsional core business Kemenkeu;

    - Monev jabatan fungsional; - Penyempurnaan jabatan fungsional

    Kementerian Keuangan yang sudah ada;

    - Penggunaan jabatan fungsional yang dikembangkan K/L lain;

    - Memasukkan tusi jabatan fungsional ke dalam peraturan organisasi dan tata kerja Kementerian Keuangan;

    - Pengembangan TIK untuk mendukung pengembangan jabatan fungsional.

    - Rasionalisasi jabatan struktural dan jabatan fungsional (right sizing);

    - Sinergisitas antara jabatan struktural dan jabatan fungsional;

    - Penyempurnaan jabatan fungsional Kementerian Keuangan yang sudah ada;

    - Penggunaan jabatan fungsional yang dikembangkan K/L lain.

    Sementara itu sebagai implementasi PMK Nomor 27 tahun 2014, Badan

    Kebijakan Fiskal yang saat ini telah memiliki jabatan fungsional peneliti juga telah

    mengusulkan jabatan fungsional baru yakni analis ekonomi. Sedangkan dari

    usulan seluruh unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan terdapat total

    dua puluh usulan jabatan fungsional baru.

    Sejauh ini Kemenpan-RB telah memfasilitasi kelahiran jabatan fungsional

    analis kebijakan melalui penerbitan landasan hukumnya. Jabatan fungsional analis

  • 11

    kebijakan telah memiliki landasan hukum dan pedoman teknis menurut

    Permenpan-RB Nomor 45 tahun 2013. Di samping itu instansi pembina jabatan

    fungsional analis kebijakan telah ditunjuk yakni Lembaga Administrasi Negara

    (LAN) berdasarkan Perpres nomor 57 tahun 2013. Di luar itu, terdapat beberapa

    jabatan fungsional lain yang bisa saja berada di unit-unit tertentu di BKF, walau

    nantinya menginduk ke unit pembina asal. Contohnya antara lain perencana,

    perancang peraturan undang-undang, analis kepegawaian, dan pranata

    komputer. Hal tersebut semestinya dimungkinkan karena UU ASN disusun

    bertujuan untuk menerapkan sistem manajemen pegawai yang berbasis jabatan

    - sebagai pengganti sistem manajemen pegawai berbasis karier menurut UU

    Pokok-Pokok Pegawai Nomor 8 tahun 1974 dan UU Nomor 43 tahun 1999.

    Sebagai kesimpulan dari tulisan ini, dalam perjalanan evolusi model

    birokrasi paling tidak terdapat tiga model yaitu 1) model patronase, 2) model

    Webberian, dan 3) model New Public Management (NPM). Perjalanan evolusi

    model birokrasi merupakan respon terhadap perkembangan ekonomi dan sosial

    masyarakat dan dipacu oleh peristiwa yang mengubah tatanan ekonomi

    masyarakat secara fundamental, seperti revolusi industri, krisis ekonomi serta

    perkembangan teknologi telekomunikasi dan informasi. Berbagai teori ekonomi

    yang lahir memberikan penguatan terhadap evolusi ini.

    Model birokrasi pemerintah Indonesia termasuk Kementerian Keuangan

    dan Badan Kebijakan Fiskal saat ini adalah dalam proses transisi dari model

    Webberian ke model New Public Management seiring dengan penerbitan UU

    Aparatur Sipil Negara Nomor 5 tahun 2014. Kementerian Keuangan telah

    mengumpulkan duapuluh calon jabatan fungsional baru termasuk analis ekonomi

    yang diusulkan oleh Badan Kebijakan Fiskal. Selain jabatan fungsional peneliti

    yang sudah terlebih dulu ada di BKF, direkomendasikan untuk mengisi BKF dengan

    jabatan fungsional inti BKF seperti analis kebijakan dan analis ekonomi.

    Selanjutnya rekomendasi tersebut juga dapat diterapkan untuk jabatan fungsional

    di luar inti BKF mengingat UU ASN bertujuan untuk menerapkan sistem

    manajemen pegawai yang berbasis jabatan dan bukan lagi sistem manajemen

    pegawai berbasis karier. Hal-hal tersebut diharapkan akan mengukuhkan BKF dan

    Kementerian Keuangan sebagai pelopor reformasi birokrasi guna menuju tata

  • 12

    kelola pemerintahan Indonesia ke depan yang semakin efektif, efisien, maju dan

    modern.

  • 13

    REFERENSI

    S. Goldfinch, J. Wallis. International Handbook of Public Management Reform.

    Edward Elgar Publishing. 2009

    J.S. Shaw. Public Choice Theory, dalam The Concice Encyclopedia of Economics.

    Library of Economics and Liberty.

    C. Winston. Government Failure versus Market Failure: Microeconomics Policy

    Research and Government Performance. AEI-Brookings Joint Center For

    Regulatory Studies. 2006.

    Kementerian Keuangan. Cetak Biru Transformasi Kelembagaan Kementerian

    Keuangan 2014-2025

    Naskah Akademik Rancangan UU ASN.

    Peraturan perundang-undangan yang relevan.