tinjauan pustaka perencanaan drainase perkotaan
DESCRIPTION
Tugas Besar DrainaseTRANSCRIPT
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI DAN KEGUNAAN DRAINASE
Drainase (drainage) berasal dari kata kerja ‘to drain’ yang berarti mengeringkan atau
mengalirkan air. Drainase merupakan terminologi yang digunakan yang untuk menyatakan
sistem-sistem yang berkaitan dengan penanganan kelebihan air, baik di atas maupun di bawah
permukaan tanah (Hadihardja, Joetata.1997).
Secara umum drainase dapat pula didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan dalam suatu konteks pemanfaatan
tertentu (Hadihardja, Joetata.1997).
Selain itu juga diartikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air,
baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi pada suatu kawasan,
sehingga fungsi kawasan tersebut tidak terganggu. Drainase juga meliputi usaha untuk
mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas (Suripin. 2004).
Drainase pada prinsipnya terbagi atas 2 macam yaitu: drainase untuk daerah perkotaan
dan drainase untuk daerah pertanian. Drainase perkotaan adalah ilmu drainase yang
mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi
lingkungan fisik dan sosial budaya kawasan tersebut (Kodoatie. J. Robert dan Roestam S.
2005).
Drainase perkotaan tidak hanya terbatas pada teknik penyaluran dan pembuangan
kelebihan air akibat limpasan air hujan akan tetapi juga meliputi penyaluran air buangan atau
air limbah terutama yang berasal dari aktifitas domestik. Sesuai dengan prinsipnya sebagai
jalur pembuangan maka waktu terjadi kelebihan air diusahakan untuk secepatnya dibuang
agar tidak menimbulkan genangan yang dapat mengganggu aktifitas perkotaan, kerugian
sosial ekonomi terutama yang menyangkut aspek kesehatan lingkungan (Kodoatie. J. Robert
dan Roestam S. 2005).
Jaringan drainase perkotaan meliputi seluruh alur, baik alur alam maupun alur buatan
yang hulunya terletak di kota dan bermuara di sungai yang melewati kota tersebut atau ke laut
di tepi kota tersebut. Secara umum, kegunaan drainase, (Hardjosuprapto, M. Masduki.1999)
adalah sebagai berikut :
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-1
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
1. Mengeringkan daerah becek dan genangan air.
2. Menurunkan permukaan air tanah.
3. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan sarana bangunan bangunan lain.
4. Mengendalikan limbah air hujan yang berlebihan
2.2 JENIS DRAINASE
2.2.1 Menurut Sejarah Terbentuknya, (Hadihardja, Joetata. 1997) yaitu:
1. Drainase alamiah
Terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan-bangunan penunjang.
Saluran ini terbentuk dari gerusan air yang bergerak
2. Drainase Buatan
Drainase yang dibuat oleh manusia dengan maksud dan tujuan tertentu
sehingga memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti saluran pasangan
batu kali, gorong-gorong, dll.
2.2.2 Menurut Letak Bangunan, (Hadihardja, Joetata.1997) yaitu:
1. Drainase Permukaan Tanah
Saluran drainase yang berada di permukaan tanah berfungsi mengalirkan
air limpasan permukaan.
2. Drainase Bawah Permukaan Tanah
Saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan
melalui media di bawah permukaan tanah, dikarenakan alas an-alasan tertentu,
misal tuntutan artistik.
2.2.3 Menurut Fungsinya, (Hadihardja, Joetata.1997) yaitu:
1. Single Purpose
Berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan, seperti air hujan, air limbah
domestik, atau air limbah industri.
2. Multi Purpose
Saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa macam air buangan baik
tercampur maupun secara bergantian.
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-2
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
2.2.4 Menurut Konstruksinya, (Hadihardja, Joetata.1997) yaitu:
1. Saluran Terbuka
Yaitu saluran yang yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang terletak
di daerah yang mempunyai luasan yang cukup, atau untuk drainase air non-hujan
yang tidak membahayakan kesehatan atau lingkungan.
2. Saluran Tertutup
Yaitu saluran pada umumnya sering dipakai untuk aliran air kotor, yang
mengganggu kesehatan lingkungan, atau untuk saluran di tengah kota.
2.3 SISTEM DRAINASE
2.3.1 Jenis Sistem Drainase Berdasarkan Daerah Yang Akan Dilayani
1. Drainase Permukiman
Di kota-kota besar, air hujan biasanya ditampung di jalan-jalan dan
dialirkan melalui pemasukan-pemasukan ke dalam pipa-pipa di dalam tanah yang
akan membawanya ke tempat-tempat dimana dapat dituangkan dengan aman ke
dalam suatu sungai, danau, dan laut. Pada beberapa contoh, air hujan dirembeskan
jauh ke dalam tanah. Suatu pelepasan tunggal dapat dipergunakan, atau sejumlah
titik pembuangan dapat dipilih berdasarkan titik topogrfi daerahnya. Air yang
terkumpul haruslah dibuang sedekat mingkin ke sumbernya. Pengaliran dengan
gaya berat lebih disukai, tetapi tidak selalu layak, sehingga perangkat-perangkat
pompa dapat menjadi bagian yang penting dari suatu sistem drainase hujan kota
besar.
2. Drainase Lahan
Drainase lahan membuang air permukaan yang berlebihan dari suatu
daerah atau menurunkan air tanah ke zona akar untuk memperbaiki pertumbuhan
tanaman dan mengurangi penumpukan garam-garam tanah.
Sistem drainase lahan mempunyai berbagai segi yang sama dengan sistem
drainase hujan kota. Parit terbuka, yang lebih dapat diterima di daerah pedesaan
daripada di kota-kota besar, luas dipergunakan untuk drainase air permukaan
dengan penghematan biaya yang cukup besar, dibandingkan dengan pipa-pipa di
bawah tanah. Bila kondisi cocok, parit-parit dapat juga bertindak sebagai sarana
untuk menurunkan permukaan air tanah.
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-3
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Namun parit-parit terbuka yang diletakkan pada jarak dekat akan
mengganggu operasi pertanian, sehingga metode yang lebih umum adalah dengan
selokan-selokan di bawah tanah. Tembikar lempung kasar dan pipa beton adalah
bahan-bahan yang paling umum dipergunakan sebagai selokan bawah tanah,
walaupun selokan-selokan kotak kayu serta pipa baja yang berhubung telah
digunakan pula.
Rancangan untuk suatu sistem drainase pipa tembikar terutama dipengaruhi
oleh keadaan topografi daerahnya. Untuk sistem alamiah dipergunakan pada
topografi bergelombang yang hanya membutuhkan drainase ceruk dan lembah-
lembah yang sempit. Jika seluruh daerah yang bersangkutan harus didrainase maka
sistem pemanggang lebih ekonomis.
Sedangkan drainase utama berganda sering digunakan apabila dasar
cekungan cukup lebar, untuk drainase penyadap biasanya digunakan bila sumber
utama dari air kelebihan adalah drainase fari bukit-bukit. Beberapa kemungkinan
diperlihatkan pada gambar dibawah ini :
Drainase Alamiah Drainase Pemanggang
Lanjutan Gambar
Drainase Utama Berganda Drainase Penyadap
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-4
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Gambar 2.1. Jenis-jenis drainase
Sumber : Linsley, Ray K, dkk. 1991
3. Drainase Jalan Raya
Jalan raya menduduki jalur lahan yang panjang, sempit dan menimbulkan
dua jenis masalah drainase. Masalah itu saling berkaitan sehingga perlu diatasi
secara komplek. Air yang terkumpul di atas jalan (atau di atas lereng lahan yang
berdekatan jika jalan itu terletak dalam galian) haruslah dibuang tanpa
menimbulkan genangan atau kerusakan jalan serta daerah di sekitarnya. Jalan raya
melintasi berbagai alur drainase alamiah, sehingga air yang dialirkan oleh alur-alur
ini haruslah dibawa menyeberangi daerah hak jalan tanpa menghalangi aliran di
dalam alur di hulu jalan dan tanpa merusakkan hak milik di luar hak jalan tersebut.
(American Association Of State Highway and Transportation Officials, 1992).
2.3.2 Jenis Sistem Drainase Berdasarkan Keberadaan Air Hujan Dan Air
Kotor
1. Sistem Terpisah (separate system)
Pada sistem ini air hujan dan air kotor dilayani oleh sistem saluran masing-
masing secara terpisah. Pemilihan ini didasarkan atas beberapa pertimbangan
antara lain :
Periode musim hujan dan kemarau yang terlalu lama.
Kuantitas yang jauh berbeda antara air buangan dan air hujan.
Air buangan memerlukan pengolahan terlebih dahulu sedangkan air
hujan tidak perlu dan harus secepatnya dibuang ke sungai yang terdapat
pada daerah yang ditinjau.
Keuntungan :
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-5
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Sistem saluran mempunyai dimensi yang kecil sehingga memudahkan
pembuatannya dan operasinya.
Penggunaan sistem terpisah mengurangi bahaya bagi kesehatan
masyarakat.
Pada instalasi pengolahan air buangan tidak ada tambahan beban
kapasitas, karena penambahan air hujan.
Pada sistem ini, untuk saluran air buangan bisa direncanakan pembilasan
sendiri, baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau.
Kerugian :
Harus membuat dua sistem saluran sehingga memerlukan tempat yang
luas dan biaya yang cukup besar.
2. Sistem Tercampur (combined system)
Air kotor dan air hujan disalurkan melalui satu saluran yang sama. Saluran
ini harus tertutup. Pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa pertimbangan,
antara lain:
Debit masing-masing buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan.
Kuantitas air hujan dan air buangan tidak jauh berbeda.
Fluktuasi air hujan dari tahun ke tahun relatif kecil.
Keuntungan :
Hanya diperlukan sebuah sistem penyaluran air, sehingga dalam
pemilihannya lebih ekonomis.
Terjadi pengenceran air buangan oleh air hujan sehingga konsentrasi air
buangan menurun.
Kerugian :
Diperlukan areal yang luas untuk menempatkan instalasi tambahan untuk
penanggulangan di saat-saat tertentu.
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-6
sekunder
primer
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
3. Sistem Kombinasi (pseudo separate system)
Sistem yang merupakan perpaduan antara saluran air hujan dan air
buangan, yakni pada waktu musim hujan air buangan dan air hujan tercampur
dalam saluran air buangan, sedangkan air hujan bertindak sebagai pengencer dan
penggelontor. Kedua saluran ini tidak dapat bersatu tetapi dihubungkan dengan
sistem perpipaan inseptor. Pemilihan sistem didasarkan pada:
Perbedaan yang besar antara kuantitas air buangan yang akan disalurkan
melalui jaringan penyalur air buangan dan kuantitas air hujan pada
daerah pelayanan.
Umumnya di dalam kota dilalui sungai-sungai sehingga air hujan
secepatnya dapat dibuang ke dalam sungai-sungai tersebut.
Periode musim kemarau dan musim hujan yang lama dan fluktuasi curah
hujan yang tidak tetap.
2.3.3 Jenis Saluran Air Hujan
Pada sistem penyaluran terpisah, air hujan dialirkan tersendiri dengan
menggunakan saluran terbuka. Saluran air hujan terdiri dari tiga jenis, yaitu:
1. Saluran Tertier, yaitu saluran yang terdapat pada jalan-jalan kecil, untuk
kemudian menyalurkan air hujan menuju ke saluran yang lebih besar.
2. Saluran Sekunder, yaitu saluran lanjutan dari saluran tertier, dengan kuantitas
air merupakan kumulatif dari saluran-saluran kecil, lalu disalurkan menuju
saluran utama.
3. Saluran Primer, yaitu saluran yang menampung air hujan dari beberapa
daerah pengaliran lewat saluran sekunder.
Gambar. 2.2 Jenis saluran air hujan
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-7
a
a
b
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Untuk saluran air hujan yang melewati daerah ramai dan sibuk seperti
perkantoran, daerah pertokoan, pasar, industri, rumah sakit, dll umumnya
menggunakan saluran tertutup. Hal ini untuk menghindari agar orang tidak terperosok
dan pada daerah ramai umumnya lahan sangat diperlukan, sehingga dengan saluran
tertutup bagian atas saluran dapat digunakan untuk kepentingan lain, misalnya untuk
tempat parkir, trotoar, dan sebagainya.
2.3.4 Tata Letak
1. Alternatif Tata Letak Saluran Drainase
Beberapa contoh model tata letak saluran yang dapat diterapkan dalam
perencanaan sistem drainase. (Hadihardja, Joetata.1997)
a. Pola Alamiah
Letak conveyor drain (b) ada di bagian terendah (lembah) dari suatu
daerah yang secara efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang
saluran atau collector drain (a), dengan collector dan conveyor drain
merupakan saluran alamiah.
Gambar 2.3. pola alamiah
b. Pola Siku
Conveyor drain (b) terletak di lembah dan merupakan saluran alamiah,
sedangkan collector drain (a) dibuat tegak lurus dari conveyor drain.
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-8
a
a
b
a
a
b
b
c
a
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Gambar 2.4. pola siku
c. Pola Paralel
Collector drain yang menampung debit dari sungai-sungai yang
lebih kecil, dibuat sejajar satu sama lain dan kemudian masuk dalam
conveyor drain.
Gambar 2.5. pola paralel
d. Pola “ Grid Iron”
Beberapa interceptor drain (a) dibuat satu sama lain sejajar,
kemudian ditampung di collector drain (b) untuk selanjutnya masuk ke
dalam conveyor drain.
Gambar 2.6. pola grid iron
e. Pola Radial
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-9
a
a
a
b
c
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Suatu daerah genangan dikeringkan melalui beberapa collector
drain dari satu titik menyebar ke segala arah (sesuai dengan kondisi
topografi daerah)
Gambar 2.7. pola radial
f. Pola Jaring-jaring
Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah
terhadap daerah lainnya, maka dapat dibuat beberapa interceptor drain (a)
yang kemudian ditampung ke dalam saluran collector drain (b), dan
selanjutnya dialirkan menuju saluran conveyor drain.
Gambar 2.8. pola jaring-jaring
2. Susunan Dan Fungsi Saluran Dalam Jaringan Drainase
Dalam pengertian jaringan drainase, maka sesuai dengan fungsi dan sistem
kerjanya, jenis saluran dapat dibedakan menjadi :
a. Interseptor Drain, adalah saluran yang berfungsi sebagai pencegah
terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lain di
bawahnya.
b. Collector Drain, adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit
yang diperoleh dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya akan
dibuang ke saluran conveyor (pembawa).
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-10
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
c. Conveyor Drain, adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air
buangan dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus
membahayakan daerah yang dilalui.
Letak conveyor di bagian terendah lembah dari suatu daerah, sehingga
secara efektif dapat berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran
yang ada. Dalam pengertian lain, saluran ini berbeda dengan sub surface
drainage atau drainase bawah tanah.
2.3.5 Bangunan Penunjang
Untuk menjamin berfungsinya saluran drainase secara baik, maka diperlukan
bangunan-bangunan pelengkap di tempat-tempat tertentu. Jenis bangunan pelengkap
yang dimaksud meliputi:
1. Bangunan Silang, misal : gorong-gorong
2. Bangunan Pemecah Energi, misal : bangunan terjunan dan saluran curam
3. Bangunan Pengaman, misal : ground sill atau levelling structure
4. Bangunan Inlet, misal : grill samping atau datar
5. Bangunan Outlet, misal : kolam loncat air
6. Bangunan Pintu Air, misal : pintu geser, pintu otomatis
7. Bangunan Rumah Pompa
8. Bangunan Kolam Tandon atau Pengumpul
9. Bangunan Lubang Kontrol atan Manhole
10. Bangunan Instaasi Pengolah Limbah
Semua bangunan tersebut di atas tidak harus selalu ada pada jaringan drainase.
Keberadaannya tergantung pada kebutuhan setempat yang biasanya dipengaruhi oleh
fungsi saluran, kondisi lingkungan, dan tuntutan akan kesempurnaan jaringannya.
2.4 SISTEM HIDROLOGI
Perencanaan sistem drainase berkaitan erat dengan aspek hidrologi. Aspek
hidrologi tersebut adalah hujan yang terjadi di suatu kawasan. Hujan sebagai sumber
air terbesar merupakan objek pertimbangan utama dalam perencanaan sistem drainase.
Hujan sangat berpengaruh terutama dalam penentuan dimensi saluran drainase, karena
air hujan inilah yang harus segera dibuang atau dialirkan melalui saluran drainase.
Intensitas hujan yang tinggi pada suatu kawasan dapat menyebabkan terjadinya
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-11
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
genangan air pada jalan, tempat parkir, dan fasilitas-fasilitas lainnya. Oleh karena itu,
harus direncanakan suatu sistem drainase yang diharapkan mampu mengatasi
kelebihan air dalam jumlah besar.
2.4.1 Karakteristik Air Hujan
Hujan pada tiap-tiap wilayah memiliki karakteristik masing-masing sesuai
dengan kondisi wilayah tersebut. Karakteristik hujan antara lain :
1. Durasi hujan, adalah lama kejadian hujan (menitan, jam-jaman, harian) yang
diperoleh dari hasil pencatatan alat pengukur hujan otomatis.
2. Intensitas hujan, adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan
atau volume hujan tiap satuan waktu. Nilai ini tergantung dari lamanya curah
hujan dan frekuensi kejadiannya serta diperoleh dengan cara analisis data
hujan baik secara statistik maupun empiris.
3. Lengkung intensitas hujan adalah grafik yang menyatakan hubungan antara
intensitas hujan dengan durasi hujan.
4. Waktu konsentrasi (tc) adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air
dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan
di bagian hilir suatu saluran. Rumus untuk menghitung waktu konsentrasi :
tc = to + td
Waktu konsentrasi terdiri atas dua komponen, yaitu :
Inlet time (to), yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir di atas
permukaan tanah menuju saluran drainase. Untuk menghitung to pada daerah
pengaliran yang kecil dengan panjang limpasan sampai dengan ± 300 meter,
menggunakan rumus :
to =
3 ,26 x (1,1−C ) xLo0,5
So
1/3
keterangan :
to = inlet time (menit)
C = koefisien pengaliran
Lo = panjang aliran limpasan (m)
So = kemiringan (%)
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-12
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Conduit time (td), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di
sepanjang saluran sampai ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir.
Penentuan td dengan rumus :
td =
Ld
V d
keterangan :
td = conduit time (menit )
Ld = panjang saluran (m)
Vd = kecepatan air dalam saluran (m/detik)
Kecepatan air dalam saluran tergantung kepada kondisi salurannya. Untuk
saluran alami, sifat-sifat hidroliknya sulit ditentukan sehingga td dapat ditentukan
dengan menggunakan perkiraan kecepatan air seperti pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Kecepatan untuk Saluran Alami
Kemiringan Rata-rata Dasar Saluran (%)
Kecepatan Rata-rata (m/detik)
<11 – 22 – 44 – 66 – 1010 – 15
0,400,600,901,201,502,40
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997
2.4.2 Data Hujan
Data curah hujan di Indonesia dikumpulkan oleh dinas meteorologi dan
Geofisika, Dephub. Dari sini penggunaan data curah hujan untuk :
1. Perhitungan dimensi saluran, baik yang tertutup maupun terbuka, dengan
lining atau tanpa lining
2. Perhitungan dimensi bangunan pelengkap dan lintasan (gorong-gorong
atau sipon)
3. Perhitungan bentang jembatan
4. Perhitungan waduk pengendali banjir mikro dan makro
Analisa curah hujan yaitu dengan memproses data curah hujan mentah, diolah
menjadi data yang siap dipakai untuk perhitungan debit aliran. Data curah hujan yang
akan dianalisa berupa array data tinggi hujan harian maksimum dalam setahun, selama
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-13
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
paling sedikit 20 tahun pengamatan berturut-turut. Untuk menganalisa data curah
hujan harian ini, kita dapat menggunakan beberapa metoda analisa distribusi
probabilitas yang dipandang sangat berguna bagi perencanaan-perencanaan teknis
secara teoritis. Dalam hal ini analisa dilakukan dengan berbagai metode yang sering
dipakai dalam analisa curah hujan yang diterangkan langkah per langkah seperti
dibawah ini.
a. Melengkapi data curah hujan yang hilang
Data hujan hasil pencatatan yang ada biasanya ada dalam kondisi yang
tidak menerus atau terputus rangkaiannya. Menghadapi kondisi tersebut perlu
adanya pengisian data yang kosong (hilang). Untuk melengkapi data hujan yang
hilang dapat dengan cara mengambil data dari stasiun pengamat tetangga terdekat,
dengan ketentuan sebagai berikut:
Jika selisih antara hujan tahunan normal dari stasiun yang datanya tdak
lengkap dengan hujan tahunan normal semua stasiun kurang dari 10 %, maka
perkiraan data yang hilang bisa mengambil harga rata-rata hitung dari stasiun–
stasiun yang mengelilinginya atau metode aritmatik .
Jika selisihnya lebih dari pada 10 %, maka dapat menggunakan metoda
perbandingan rasio normal, yaitu ;
di mana :
rx = curah hujan yang dilengkapi
Rn = rata-rata curah hujan pada stasiun pengamat yang salah satu tinggi
curah hujannya sedang dilengkapi.
n = Banyaknya stasiun pengamat hujan untuk perhitungan n > 2
ri = Curah hujan pada tahun yang sama dengan rx pada stasiun
pembanding.
Ri = Curah hujan rata-rata tahunan pada stasiun pengamat hujan
pembanding
b. Uji Konsistensi Data Curah Hujan
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-14
rR
=1( N−1)
(∑i=1
nrnRn
−rxRx
)
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Suatu rangkaian data curah hujan bisa mengalami ketidakkonsistensian
atau non homogenitas yang bisa mengakibatkan hasil perhitungan menjadi tidak
tepat. Ketidakkonsistensian data curah hujan disebabkan :
Perubahan mendadak pada sistem lingkungan
Pemindahan alat ukur
Perubahan cara pengukuran
Ketidakkonsistensian data hujan ditandai dengan beloknya grafik garis
lurus yang terdiri dari :
Absis, yaitu oleh harga rata-rata curah hujan dari paling sedikit 5
(lima) stasiun hujan yang datanya dipakai dalam perhitungan
perencanaan sistem drainase .
Ordinat, yaitu oleh curah hujan dari stasiun yang diuji konsistensiannya.
Keduanya harus dalam tahun yang bersamaan dan diplot dalam koordinat
kartesius, yang dimulai dari data yang terbaru. Harga rata-rata yang diplot
merupakan harga kumulatif .
Konsistensi data hujan diuji dengan garis massa ganda (double mass curves
technique). Dengan metoda ini dapat juga dilakukan koreksi datanya. Dasar
metoda ini adalah membandingkan curah hujan tahunan akumulatif dari jaringan
stasiun dasar. Curah hujan yang konsisten seharusnya membentuk garis lurus,
namun apabila tidak membentuk garis lurus, maka diadakan koreksi sebagai
berikut :
Fk =
tg βtgα
=TBTL
Rk = Fk. R
dimana :
α dan β = sudut kemiringan data hujan dari stasiun yang dicari
Fk = faktor koreksi
R = curah hujan asli
Rk = curah hujan setelah dikoreksi
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-15
A
C
B
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Gambar. 2.9. Daerah dengan Stasiun Hujan A, B, dan C
Gambar. 2.10. Grafik data hujan stasiun A konsisten
Gambar. 2.11. Data Hujan Stasiun A yang tidak konsisten
c. Menghitung Hujan Wilayah Rata-rata Daerah Aliran
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-16
AB
C D E
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan
pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di
seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu.
Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm
(Soemarto, C.D., Ir., B.I.E DIPL.H., Hidrologi Teknik, Penerbit Erlangga, Jakarta,
1995). Curah hujan daerah ini harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan
curah hujan. Cara-cara perhitungan curah hujan daerah dari pengamatan curah
hujan di beberapa titik adalah sebagai berikut :
Cara Rata-rata Aljabar
Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan di dalam
dan di sekitar daerah yang bersangkutan.
R =
1n (R1 + R2 + R3 + …+Rn)
di mana :
R = curah hujan daerah (mm)
n = jumlah titik (pos-pos) pengamatan
R1 , R2 , R3… Rn = curah hujan di tiap titik pengamatan (mm)
Gambar. 2.12 Cara aljabar
Cara Polygon Thiessen
Jika titik-titik pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka
cara perhitungan curah hujan rata-rata dilakukan dengan memperhitungkan daerah
pengaruh tiap titik pengamatan (Varshney, R.S., Engineering Hydrology, India,
1979). Curah hujan daerah itu dapat dihitung dengan persamaan sbb :
R = A1R1 + A2R2 + A3R3 + …+ AnRn
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-17
R III
R II
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
A1 + A2 + A3 + … + An
= A1R1 + A2R2 + A3R3 + …+ AnRn
A
= W1R1 + W2R2 + W3R3 + …+ WnRn
dimana :
R = curah hujan daerah
R1, R2, R3,…Rn = curah hujan di tiap titik pengamatan dan n adalah jumlah titik-
titik pengamatan
A1, A2, A3,…An = bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan
Gambar. 2.13 Cara Thiessen
Dimana :
I = Stasiun I dengan luas Poligon A1
II = Stasiun II dengan luas poligon A2
III = Stasiun III dengan luas poligon A3
A1 = Luas daerah yang dibatasi POQ
A2 = Luas daerah yang dibatasi POR
A3 = Luas daerah yang dibatasi ROQ
Cara Isohyet
Peta ishoyet digambar pada peta topografi dengan perbedaan (interval) 10
sampai 20 mm berdasarkan data curah hujan titik-titik pengamatan di dalam dan di
sekitar daerah yang dimaksud. Jadi garis ini menghubungkan titik-titik dengan kontur
tinggi hujan yang sama.
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-18
A5
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Gambar 2.14 Cara Isohyet
Kemudian luas bagian diantara isohyet-isohyet yang berdekatan diukur, dan
nilai rata-ratanya dihitung sebagai nilai rata-rata timbang nilai kontir, sbb :
d=
d0+d1
2A1+
d1+d2
2A2+. .. . .+
d n−1+d n
2An
A1+ A2+. .. ..+ An
Dengan :
A = A1 +A2 +…+An = luas areal total
d = tinggi curah hujan rata-rata areal
d0, d1, d2,…,dn = curah hujan pada isohyet 0,1,2,…,n
A0, A1, A2,…,An = luas bagian areal yang dibatasi oleh isohyet-isohyet yg
bersangkutan
Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata,
tetapi memerlukan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat yang memungkinkan
untuk membuat isohyet (Takeda, Kenzaku, Hidrologi Untuk Pengairan, PT. Pradnya
Paramita, Jakarta, 1993).
d. Analisa Hujan Harian Maksimum
Analisa hujan harian maksimum dapat menggunakan beberapa cara yaitu :
Metode Gumbel
Hujan harian maksimum metode Gumbel dirumuskan sebagai berikut :
RT = R +σR/σN (Yt – Yn)
dimana :
RT = HHM rencana dengan, PUH = 1 tahun
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-19
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
R = Presipitasi rata-rata dalam kisaran data HHMS (mm/24jam)
σR = Standard Deviasi
σN= Expected Standard Deviasi
Yn = Expected Mean Reduced Variate
Yt = Reduced Variated untuk PUH = t tahun
Tabel 2.2.Reduced Variate (Yt) pada PUH t tahun
PUH = t TAHUN
REDUCED VARIATED
2 0,36655 1,499910 2,250225 3,198550 3,9019
100 4,6001
Sumber : Nemec, J., Engineering Hydrology, Tata-McGraw Hill Publishing Company,
Ltd., New Delhi, 1972
Pada metode ini yang perlu dicari adalah rentang keyakinannya
(convidence interval), yaitu keyakinan bahwa harga-harga perkiraan tersebut
mempunyai rentang harga, misal dari 100 mm/24 jam, yang ditulis (105 5)
mm/24 jam. Jadi rentang keyakinan adalah 5 mm/24 jam (Loebis, Joesron, Ir.,
M.Eng., Banjir Rencana Untuk Bangunan Air, Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan
Umum, Jakarta, 1992). Persamaannya adalah :
Rk = t(a). Se
Dimana :
Rk = rentang keyakinan (mm/24 jam)
T(a) = fungsi a
Untuk a = 90%, t(a) = 1,64
Untuk a = 80%, t(a) = 1,282
Untuk a = 68%, t(a) = 1,00
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-20
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Se = Probality error (eror deviasi)
= b
σR
√N
b = √1+1,3 k+1,1 K2
k =
Yt−YnσN
N = Jumlah data tahun pengamatan
Metode Log Pearson Tipe III
Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi Person Tipe
III adalah :
- Nilai tengah (mean)
- Standar Deviasi
- Koefisien Kepencengan
Untuk menghitung banjir perencanaan dalam praktek, The Hydroloy
Committee of The Water Resources Council USA, menganjurkan, pertama kali
mentransformasi data ke nilai-nilai logaritmanya, kemudian menghitung
parameter-parameter statistiknya. Karena transformasi tersebut, maka cara ini
disebut Log Pearson Tipe III.
Langkah-langkah perhitungannya :
- Menyusun data-data curah hujan ( R ) mulai dari harga yang terbesar sampai
dengan harga terkecil
- Merubah sejumlah N data curah hujan ke dalam bentuk logaritma
Xi = log Ri
Menghitung besarnya harga rata-rata besaran tersebut dengan persamaan:
X=∑ Xi
N
Menghitung besarnya Cs dengan rumus :
Cs=nx ( Xi−X )3
(n−1 )(n−2 )(δx )3
Harga Cs yang didapat digunakan untuk mencari nilai Kx pada tabel yang
telah disediakan sesuai dengan PUH yang ditentukan.
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-21
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Menentukan harga Xt dengan rumus :
Xt = X + Kx.x
Harga Xt yang didapatkan, diantilogkan, maka akan didapatkan nilai dari
HHM yang dicari.
Rt = Antilog Xt
Distribusi Normal
Distribusi ini mempunyai probability density function sebagai berikut :
P '( X )=1
σ √2 πe
[−( x−μ )2 ]2 τ2
dimana:
σ = varian
μ = rata-rata
Sifat khas lain yaitu nilai asimetrisnya hampir sama dengan nol dengan
kurtosis tiga. Selain itu kemungkinan :
P( x−σ )=15 , 87 %P ( x )=50 %P( x+σ )=84 ,14 %
Dengan demikian kemungkinan varian berada pada daerah ( x−ω ) dan
( x−σ ) adalah 68,27%. Sejalan dengan itu maka yang berada antara ( x−2 σ ) dan
( x+2 σ ) adalah 95,44%
Distribusi Log Normal
Distribusi log normal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal,
yaitu dengan mengubah nilai variat X menjadi nilai logaritmik variant X. Distribusi
Log Pearson Tipe III akan menjadi distribusi log normal apabila nilai koefesien
kemencengan CS = 0,00. Secara matematis distribusi log-normal di tulis sebagai
berikut :
P(X)=
1( log X )(S )(√2 π )¿ exp
{12 ( log X−X
S )2}
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-22
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
P(X) = Peluang log normal
X = nilai variant pengamatan
X = nilai rata-rata dari logaritmik variat X, umumnya dihitung nilai rata-rata
geometriknya
X = {(X1)(X2)(X3)…(Xn)}1/n
S = deviasi standar dari logaritmik nilai variat X
Apabila nilai P(X) digambarkan pada kertas peluang logaritmik (logarithmic
probability paper) akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan
sebagai model matematik dengan persamaan :
Y = Y+k.S
Keterangan :
Y = nilai logaritmik nilai X,atau In X
Y = rata-rata hitung (lebih baik rata-rata geometrik) nilai Y
S = deviasi standar nilai Y
K = karakteristik distribusi peluang log-normal nilai variabel reduksi Gauss.
Distribusi Log Normal Dua Parameter
Distribusi log normal dua parameter mempunyai persamaan transformasi :
Log X = log X+k , S log XKeterangan :
Log X = nilai variat X yang diharapkan tarjadi pada peluang atau periode tertentu
log X = rata- rata nilai X hasil pengamatan
S log X = deviasi standar logaritmik nilai X hasil pengamatan
k = karakteristik dari distribusi normal.
Momen peringkat 1 dari X terhadap titik asal adalah :
M0 = eμn+( σn2
2 )Varian dari X :
σ 2=μ2. (eσn2−1)
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-23
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Distribusi Log Normal Tiga Parameter
Distribusi log normal tiga parameter memiliki batas bawah tidak selalu sama
dengan nol, oleh karena itu perlu di modifikasikan suatu parameter dengan nilai
sebagai batas bawah.
Fungsi dari pada distribusi log normal 3 parameter adalah :
P ( X )= 1In ( X−β )√2π
e12 {in ( X−β )−μn
σn }Keterangan :
P(X) = fungsi densitas peluang log normal variat X
X = variabel random kontinyu
β = parameter batas bawah
π = 3,14159
e = 2,71828
µn = rata rata populasi , trnsformasi dari variant In ( X−β )
σn = deviasi standar populasi ,transformasi dari variant IN ( X−β )
Dengan demikian diperlukan tiga parameter untuk penyelesaian, yaitu
parameter :
Persamaan garisnya merupakan model matematik :
Y = Y +k .S
Keterangan :
Y = logaritma dari kejadian , pada periode ulang tertentu.
Y = rata rata kejadian Y
S = deviasi standar kejadian Y
K = karakteristik dari distribusi log normal 3 parameter
Atau dapat ditulis sbb:
In ( X−β )=μ( X−β )+k . σ ( X−β )
Dengan metode momen, maka untuk menghitung adalah :
β=μ− σCVt
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-24
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
dimana :
μ=Χσ=SCVt=CV ( X−β )
CVt=CV dari sampel ( X−β )
CVt=1−W23
W13
W =12
[−CV + (CVt2+4 )12 ]
CV =σμ
keterangan :
CV = koefesien variasi dari kejadian
CVt = koefesien variasi dari
Untuk menghitung μn dan σn
σn=σ ( X−β )={In ( CVt2+1 )12}
μn=μ ( X−β )=In( σCVt )−1
2In (CVt2+1 )
Berdasarkan perhitungan keenam jenis metoda tersebut, maka yang
dipilih untuk menentukan intensitas hujan berdasarkan hasil analisa frekuensi
adalah yang mempunyai penyimpangan maksimum yang terkecil.
e. Pemilihan Rumus Intensitas Hujan
Curah hujan jangka pendek dinyatakan dalam intensitas per jam yang
disebut intensitas curah hujan (mm/jam). Besarnya intensitas curah hujan berbeda-
beda yang disebabkan oleh lamanya curah hujan atau frekuensi kejadiannya.
Beberapa rumus intensitas curah hujan yang dihubungkan dengan hal-hal ini,
telah disusun sebagai rumus-rumus eksperimental. Yang biasanya digunakan
antara lain :
Metode Talbott
Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Talbott dalam tahun 1881 dan
disebut jenis Talbott. Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan
dimana tetapan-tetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga yang diukur.
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-25
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
I= at+b
dimana :
a=(∑ It ) (∑ I 2)−(∑ I 2 t )(∑ I )
( N ∑ I 2 )−(∑ I )2
b=(∑ I )(∑ It )−N (∑ I2 t )
( N ∑ I 2 )−(∑ I )2
Metoda Sherman
Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Sherman dalam tahun 1905 dan
disebut jenis Sherman. Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah
hujan yang lamanya lebih dari 2 jam
Rumus yang digunakan :
I= a
tn
dimana :
log a = ( log I ) . ( log 2 t ) – ( log t . log I ) . ( log t)
N ( log2t ) – ( log t )2
n = ( log I . log t) – N( log t.log I)
N ( log2t ) – ( log t )2
Metoda Ishiguro
Rumus ini dikemukakan oleh Dr. Ishiguro dalam tahun 1953. Rumus
yang digunakan sebagai berikut :
I = a y
t + b
dimana :a = ( I t . I2 ) – ( I2t ).( I )
N I2 – ( I )2b = ( I . I t ) – N ( I2 t)
N I2 – ( I )2dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam)
t = Durasi Hujan (menit)
a, b, n = konstanta
n = banyaknya data
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-26
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Dari hasil perhitungan intensitas hujan rencana dengan ketiga metode
di atas, kemudian dihitung selisihnya dari harga intensitas hujan terpilih.
Metode yang sebaiknya dipakai untuk menentukan intensitas hujan rencana
adalah metode yang mempunyai selisih terkecil.
Metode Mononobe
Menurut Dr. Mononobe intensitas hujan (I) di dalam rumus rasional
dapat dihitung dengan rumus :
I = R24 (24
t c )2
3 mm/ jam
Keterangan :
R = curah hujan rancangan setempat dalam mm
tc = lama waktu konsentrasi dalam jam
I = intensitas hujan dalam mm
2.5 DASAR PERENCANAAN
Sistem yang akan direncanakan adalah sistem terpisah. Di dalam perencanaan sistem
penyaluran air hujan ini digunakan beberapa parameter yang merupakan dasar perencanaan
sistem. Dalam menentukan arah jalur saluran air hujan yang direncanakan terdapat batasan –
batasan sebagai berikut :
1. Arah pengaliran dalam saluran mengikuti garis ketinggian yang ada sehingga
diharapkan pengaliran secara gravitasi dan menghindari pemompaan.
2. Pemanfaatan sungai/anak sungai sebagai badan air penerima dari outfall yang
direncanakan.
Dalam parameter tersebut ditunjukkan adanya faktor pembatas yaitu kondisi geografi
setempat. Dari kondisi ini dikembangkan suatu sistem dengan berbagai alternatif dengan
mempertimbangkan segi teknis dan ekonomisnya (Joetata Hadihardjaja, 1995).
2.5.1 Aspek Aliran/Teknis
Faktor – faktor yang diperlukan dipertimbangkan untuk perancangan saluran tahan
erosi adalah :
1. Jenis material yang membentuk tubuh saluran untuk menentukan koefisien
kekasarannya.
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-27
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
2. Kecepatan aliran minimum yang diijinkan agar tidak terjadi pengendapan
apabila air mengandung lumpur dan sisa – sisa kotoran.
3. Kemiringan dasar dan dinding saluran.
Penampang yang efisien, baik yang hidrolis maupun empiris.
Beberapa kriteria perancangan dapat diuraikan berikut ini :
a. Koefisien larian (run off)
Ketepatan dalam menetapkan besarnya debit air yang harus dialirkan melalui saluran
drainase pada daerah tertentu, sangatlah penting dalam penentuan dimensi saluran.
Menghitung besarnya debit rancangan drainase perkotaan pada umumnya digunakan metode
rasional dan modifikasinya (Joetata Hadihardjaja, 1995).
Besarnya koefisien pengaliran dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.3.1 Koefisien Pengaliran Berdasarkan Jenis Permukaan dan Tata Guna Tanah
Jenis Permukaan / Tata Guna Tanah Koefisien Pengaliran
1. Daerah Pertanian
2. Daerah Perkebunan
3. Tanah Kuburan
4. Tempat Bermain
5. Jalan Aspal
6. Jalan Beton
7. Jalan Batu
0,45 – 0,55
0,20 – 0,30
0,10 – 0,50
0,20 – 0,35
0,70 - 0,95
0,80 – 0,95
0,70 – 0,85
8. Perumputan
3. Tanah pasir, slope 2 %
4. Tanah pasir, slope 2 – 7 %
5. Tanah pasir, slope 7 %
9. Business
6. Pusat kota
7. Daerah pinggiran
10. Perumahan
8. Kepadatan 20 rumah / Ha
9. Kepadatan 20 – 60 rumah / Ha
10. Kepadatan 60 – 160 rumah /Ha
0,05 – 0,10
0,10 – 0,15
0,15 - 0,20
0,75 – 0,95
0,50 – 0,70
0,50 – 0,60
0,60 – 0,80
0,70 – 0,90
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-28
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
11. Daerah Industri
11. Industri Ringan
12. Industri Berat
0,50 – 0,80
0,60 – 0,90
(Sumber : Imam Subarkah,1980)
b. Bentuk – bentuk saluran
Bentuk – bentuk untuk saluran drainase tidak terlampau jauh berbeda dengan saluran
air untuk irigasi pada umumnya. Dalam perancangan dimensi saluran harus diusahakan dapat
memperoleh dimensi penampang yang ekonomis (Joetata Hadihardjaja, 1995).
Bentuk saluran drainase terdiri dari:
1. Bentuk trapesium
Pada umumnya saluran ini dari tanah, tetapi dimungkinkan juga dari pasangan batu
kali. Saluran ini membutuhkan ruang yang cukup.
2. Bentuk segi empat
Saluran ini tidak banyak membutuhkan ruang. Sebagai konsekuensi saluran ini harus
dari pasangan atau beton.
3. Bentuk lingkaran, parabola, dan bulat telur
Saluran ini berupa saluran dari pasangan atau kombinasi pasangan dan pipa beton.
Dengan bentuk dasar saluran yang bulat memudahkan pengangkutan bahan
endapan/limbah.
4. Bentuk tersusun
Saluran ini dapat berupa tanah maupun pasangan. Tampang saluran yang bawah
berfungsi mengalirkan air rumah tangga pada kondisi tidak hujan, apabila terjadi hujan
maka kelebihan air dapat ditampung pada saluran bagian atas (Joetata Hadihardjaja,
1995).
c. Macam material
Lapisan dasar dan dinding saluran drainase tanah erosi bisa dibuat dari : beton,
pasangan batu kali, pasangan batu merah, aspal, kayu, besi cor, baja, dan lain – lain. Pilihan
material tergantung pada tersedianya lahan serta harga bahan konstruksi saluran. Penampang
melintang saluran drainase perkotaan pada umumnya berbentuk segi empat, karena dipandang
lebih efisien di dalam pembebasan tanahnya jika dibandingkan dengan trapezium (Joetata
Hadihardjaja, 1995).
d. Kemiringan saluran
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-29
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Yang dimaksud dengan kemiringan saluran adalah kemiringan dasar saluran dan
kemiringan dinding saluran.
Kemiringan dasar saluran merupakan kemiringan dasar saluran arah memanjang
dimana umumnya dipengaruhi oleh kondisi topografi, serta tinggi tekanan yang diperlukan
untuk adanya pengaliran sesuai dengan kecepatan yang diinginkan. Kemiringan dasar saluran
maksimum yang diperbolehkan adalah 0,005 – 0,008 tergantung pada bahan saluran yang
digunakan. Kemiringan yang lebih curam dari 0,002 bagi tanah lepas sampai dengan 0,005
untuk tanah padat akan menyebabkan erosi (Joetata Hadihardjaja, 1995).
e. Kecepatan yang diijinkan
Kecepatan minimum yang diijinkan adalah kecepatan terkecil yang tidak
menimbulkan pengendapan dan tidak merangsang pertumbuhan tanaman akuatik serta lumut.
Pada umumnya dalam praktek kecepatan sebesar 0,60 – 3,0 m/det dapat digunakan dengan
aman apabila prosentase lumpur yang ada di air cukup kecil.
Kecepatan maksimum yang diijinkan berdasarkan material :
1. Untuk saluran berdinding tanah : v maks = 0,75 m/det
2. Untuk saluran berdinding batu : v maks = 2,5 m/det
3. Untuk saluran berdinding beton : v maks = 3 m/det
f. Jagaan (freeboard)
Yang dimaksud dengan jagaan dari suatu saluran adalah jarak vertikal dari puncak
tanggul sampai permukaan air pada kondisi perencanaan. Jagaan direncanakan untuk dapat
mencegah peluapan air akibat gelombang serta fluktuasi permukaan air, akibat gerakan angin
serta pasang surut. Jagaan tersebut direncanakan antara 5 % sampai dengan 30 % dari
dalamnya aliran (Joetata Hadihardjaja, 1995).
g. Koefisien kekasaran Manning
Dari macam – macam jenis saluran, baik berupa saluran tanah maupun dengan
pasangan, besarnya koefisien mengacu pada tabel berikut :
Tabel 2.3.2 Koefisien Kekasaran Manning
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-30
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Tipe Saluran Kondisi
baik cukup buruk
Saluran buatan :1. Saluran tanah, lurus
beraturan2. Saluran tanah, digali
biasanya3. Saluran batuan, tidak
lurus dan tidak beraturan4. Saluran batuan, lurus
beraturan5. Saluran batuan, vegetasi
pada sisiknya6. Dasar tanah, sisi batuan
koral7. Saluran berliku – liku
kecepatan rendah13. Saluran alam :
1. Bersih, lurus, tetapi tanpa pasir dan tanpa celah
2. Berliku, bersih, tetapi berpasir dan berlubang
3. Berliku bersih, tidak dalam, kurang beraturan
4. Aliran lambat, banyak tanaman dan lubang dalam
5. Tumbuh tinggi dan padat14. Saluran dilapisi
1. Batu kosong tanpa adukan semen
2. Batu kosong dengan adukan semen
3. Lapisan beton sangat halus4. Lapisan beton biasa
dengan tulangan baja5. Lapisan beton dengan
tulangan kayu
0,0200,0280,040
0,0300,0300,0300,025
0,028
0,035
0,045
0,060
0,100
0,030
0,020
0,011
0,014
0,016
0,0230,0300,045
0,0350,0350,0300,028
0,030
0,040
0,050
0,070
0,125
0,033
0,025
0,012
0,014
0,016
0,0250,0250,045
0,0350,0400,0400,030
0,033
0,045
0,065
0,080
0,150
0,035
0,030
0,013
0,015
0,018
( Sumber : Joetata, 1997)
2.5.2 Aspek Biaya
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-31
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Di samping kriteria – kriteria yang disiapkan berdasarkan kondisi alam di atas, ada
pula kriteria – kriteria yang dibuat kondisi batas yang lain. Kondisi batas ini meliputi antara
lain aspek biaya, sosial, lingkungan dan lain sebagainya. Salah satu kriteria yang berdasarkan
pada aspek biaya adalah kala ulang untuk debit rencana yaitu sebagai berikut
1. saluran kwarter : periode ulang 1 tahun
2. saluran tersier : periode ulang 2 tahun
3. saluran sekunder : periode ulang 5 tahun
4. saluran primer : periode ulang 10 tahun
2.6 PERHITUNGAN LIMPASAN HUJAN
Untuk menentukan besarnya debit aliran air berdasarkan curah hujan, perlu ditinjau
hubungan antara aliran dengan curah hujan. Besarnya aliran dalam saluran ditentukan
terutama oleh besarnya hujan, intensitas hujan, luas daerah hujan, lama waktu hujan, luas
daerah aliran saluran, dan ciri-ciri daerah aliran tersebut (Joetata Hadihardjaja, 1995).
Metode pengukuran yang sering dipakai untuk menghitung besarnya aliran air dalam
hubungannya dengan faktor-faktor diatas adalah Metode Rasional, dimana perumusannya
adalah sebagai berikut :
Q = C . I . A
Atau kalau digunakan satuan metrik, maka rumus diatas menjadi :
Q = 0,278 C . I . A
Dimana:
Q = debit aliran (m3/detik)
C = koefisien pengaliran, tidak berdimensi
A = Luas daerah aliran saluran (m)
I =Intensitas Hujan Maksimum yang direncanakan untuk PUH tertentu (mm/detik)
Rumus rasional diatas, dipakai untuk menentukan besarnya banjir rencana maksimum
bagi saluran-saluran dengan daerah aliran kecil, tidak lebih dari 80 ha. Untuk daerah aliran
yang lebih besar dari 80 ha, maka perhitungan dengan rumus rasional tersebut harus dikalikan
dengan koefisien penampungan (Cs). Sehingga untuk daerah aliran yang lebih besar dari 80
ha perhitungan dilakukan dengan Metode Modifikasi Rasional yaitu :
Q = 0,278 . C . Cs . I . A m3/detik
1. Time of Overland Flow
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-32
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh di daerah pematusan untuk
masuk ke dalam saluran/badan air penerima yang terdekat. Perumusannya adalah sebagai
berikut:
to=6 . 33(nLo )0. 6
(CoIe )0 . 4 (So )0. 3
Dimana :
Lo = Panjang jarak dari tempat terjauh (awal pengaliran) sampai pada saluran/badan
air penerima
C = Koefisien limpasan permukaan tempat air merayap
So = Perbandingan antara H dengan L
n = Kekasaran manning
2. Overland Flow (Lo)
Merupakan suatu aliran limpasan permukaan alamiah pada daerah yang kita amati
sebelum aliran tersebut masuk ke dalam saluran atau badan air penerima yang terdekat.
Besarnya pengaliran tergantung pada koefisien pengaliran, koefisien penampungan, serta
keadaan daerah tersebut.
3. Slope of Overland Flow
Adalah kemiringan dari aliran pada daerah yang kita tinjau. Slope ini dapat kita
peroleh dari dari hasil perbandingan selisih tinggi antara tempat terjauh (awal aliran) dengan
badan air penerima (akhir aliran), dengan panjang/jarak aliran tersebut dari awal hingga ke
badan air penerima.
4. Time of Drain
Adalah waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir selama berada di dalam saluran,
sampai pada titik pengamatan yang kita tentukan.
Perumusannya adalah sebagai berikut :
td= Ld(60Vd )
Dimana:
L = panjang saluran (m)
V = Kecepatan aliran air di dalam saluran (m/dt)
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-33
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
5. Time of Concentration
Adalah waktu yang dibutuhkan air hujan untuk mengalir mulai dari awal
pengalirannya sampai pada titik pengamatan yang kita tentukan. Perumusannya adalah
sebagai berikut :
tc = to + td
Lama dari waktu konsentrasi ini tergantung pada kondisi daerah aliran, terutama jarak
pengaliran dan kemiringan daerah pengaliran, dan koefisien pengaliranya (Joetata
Hadihardjaja, 1995).
Besarnya time of inlet dipengaruhi banyak faktor, antara lain :
1. Kekasaran tanah, makin kasar permukaan tanah maka aliran makin kecil sehingga
time of inlet makin besar
2. Adanya legokan pada permukaan tanah sehingga menghambat aliran, bahkan dapat
mengurangi jumlah air yang mengalir
3. Kemiringan tanah yang akan mempengaruhi kecepatan aliran
4. Luas daerah pengaliran atau jarak daerah pengaliran ke stream inlet
5. Kepadatan rumah dan jenis permukaan tanah
Dalam perencanaan saluran air hujan, sebagian faktor yang disebutkan di atas sulit
untuk diperhitungkan, sehingga untuk perencanaan selanjutnya time of inlet diperhitungkan
berdasarkan besarnya koefisien pengaliran dan kemiringan rata– rata permukaan tanah.
Sedangkan kecepatan rata–rata aliran dapat diperkirakan berdasarkan kemiringan rata
– rata dasar saluran, seperti tertera pada tabel 2.4.1
Tabel 2.4.1 Hubungan Kemiringan Rata – Rata Dasar Saluran dan Kecepatan Aliran
Kemiringan rata – rata dasar
saluran (%)
Kecepatan aliran rata – rata (m/det)
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-34
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Kurang dari 1
1 – 2
2 – 4
4 - 6
6 – 10
10 – 15
0,40
0,60
0,90
1,20
1,50
2,40
(Sumber : BUDS Project, 1978)
6. Rumus Kirpich
Rumus ini bisa digunakan untuk menginghitung td, to, maupun tc. Untuk menghitung td,
maka yang digunakan adalah Ld, sedangkan untuk menghitung to yang digunakan adalah Lo,
dan untuk menghitung tc, yang digunakan adalah jumlah dari Lo dan Ld.
Dirumuskan sebagai berikut :
to = 0.0195 Lo 0.77
S
Sedangkan untuk tc dan td, maka yang diganti adalah koefisien Lo, seperti yang telah
dijelaskan di atas.
7. Koefisien Penampungan
Merupakan efek penampungan dari suatu aliran terhadap banjir puncak (maksimum),
dimana koefisien ini akan semakin besar kalau daerah alirannya semakin luas. Efek
penampungan terhadap banjir maksimum diperhitungkan sebagai koefisien penampungan (Cs
= Coefficient of Storage), dengan rumus :
Cs = 2tc g
2tc + td
dimana :
Cs = koefisien penampungan
tc = waktu konsentrasi
td = waktu mengalir dalam saluran
8. Koefisien Pengaliran
Besar suatu pengaliran dapat kita nyatakan dalam ukuran tinggi, dan kita sebut sebagai
tinggi aliran. Kalau ukuran besarnya hujan (dalam mm) untuk luas daerah yang sama, kita
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-35
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
sebut tinggi hujan, maka perbandingan antara tinggi aliran dengan tinggi hujan (yang
ditentukan untuk jangka waktu yag cukup panjang) disebut koefisien pengaliran, jadi :
C =
Tinggi Aliran kTinggi Hujan
Koefisien pengaliran ini dipengaruhi oleh : keadaan hujan, luas dan bentuk DAS,
kemiringan DAS dan dasar saluran, daya infiltrasi dan perkolasi tanah kebasahan tanah, letak
DAS terhadap arah angin, dan lain-lain. Harga C berubah dari waktu ke waktu, sesuai dengan
perubahan pada DAS.
9. Kecepatan aliran dalam saluran ( V )
Kecepatan aliran yang diijinkan dalam suatu saluran telah memiliki suatu ketentuan-
ketentuan tertentu. Secara umum, kecepatan aliran dalam saluran diisyaratkan sebesar 0,3
meter/detik atau lebih, dengan maksud agar tidak terjadi pengendapan material di dasar
saluran. Dan kecepatan maksimumnya biasanya diisyaratkan antara 1 sampai 3 m/detik
dengan maksud agar saluran tidak mudah tergerus, terutama untuk saluran berbentuk segi
empat.
10. Intensitas Hujan
Penentuan intensitas hujan untuk perencanaan saluran mempertimbangkan :
a. Periode ulang hujan rata-rata yang diperoleh
b. Waktu konsentrasi
Untuk keperluan perencanaan, digunakan intensitas hujan yang memiliki durasi sama
dengan waktu konsentrasi pada PUH yang dipilih (Joetata Hadihardjaja, 1995).
2.7 PERANCANGAN SALURAN
Sebelum merencanakan dimensi saluran, langkah pertama yang harus diketahui adalah
berapa debit rencananya. Untuk menghitung debit rencana perlu diketahui berapa luas daerah
yang harus dikeringkan oleh saluran tersebut. Perhitungan besar air yang dibuang adalah
berdasarkan tata guna lahan. Langkah pertama adalah merencanakan tata letak. Tata letak
direncanakan berdasarkan peta kota dan peta topografi. Tentukan letak – letak saluran –
saluran, kemudian hitung beban saluran – saluran tersebut, dari yang terkecil sampai ke
saluran induk. Setelah debit masing - masing saluran diketahui, barulah dilakukan perhitungan
dimensi saluran. Untuk merencanakan dimensi penampang saluran drainase digunakan
pendekatan rumus – rumus aliran seragam (Joetata Hadihardjaja, 1995).
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-36
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Bentuk penampang saluran drainase dapat merupakan saluran terbuka maupun saluran
tertutup tergantung pada kondisi daerahnya. Rumus kecepatan rata – rata pada perhitungan
dimensi penampang saluran menggunakan rumus Manning, karena rumus ini mempunyai
bentuk yang sangat sederhana tetap.
1. Penampang saluran segi empat
v =1n
R2
3 S1
2
Q = A v = A1n
R2
3 S1
2
a. Angka kekasaran (n) dapat ditentukan berdasarkan jenis bahan yang dipergunakan.
b. Kemiringan tanah asli = kemiringan dasar saluran (S) dapat diketahui berdasarkan kondisi
topografinya
c. Luas penampang (A) = b×h
d. Keliling basah (P) = b+2h
e. Jari – jari hidrolis ( R ) =
AP
f. Tinggi jagaan = 30 % h
g. Tinggi saluran (H) = h + tinggi jagaan
Untuk menentukan dimensi saluran dianjurkan untuk melakukan pendekatan terhadap
perbandingan antara lebar dasar saluran (b) dengan kedalaman aliran dalam saluran (h) yang
dihubungkan dengan kapasitas saluran, seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 2.5 Perbandingan Lebar Dasar Saluran dengan Tinggi Air yang Dianjurkan
Berdasarkan Kapasitas Saluran
Kapasitas Saluran (m3/det) b : h
0,0 – 0,5
0,5 – 1,0
1,0 – 1,5
1,5 – 3,0
3,0 – 4,5
4,5 – 6,0
6,0 – 7,5
7,5 – 9,0
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-37
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
9,0 – 11,0 5,0
(Sumber : Imam Subarkah, 1980 )
2. Penampang Saluran Trapesium
v =1n
R2
3 S1
2
Q = A v , dim ana Q = Q rencana
a. Angka kekasaran ditentukan berdasarkan jenis bahan yang digunakan.
b. Kemiringan dasar saluran (S) ditentukan berdasarkan topografi (atau disebut S = 0,0006)
c. Kemiringan dinding saluran berdasarkan bahan yang digunakan, dapat dilihat pada tabel
4.4.
d. Luas Penampang (A) = (b + mh)h
e. Keliling Basah = b + 2h√1 + m2
f. Jari jari hidrolis = A/P
g. Tinggi jagaan = 25 % h
h. Tinggi saluran = h + tinggi jagaan
Tabel 2.6 Kemiringan Dinding Saluran yang Dianjurkan Berdasarkan Bahan yang
Digunakan
Bahan Saluran Kemiringan Dinding
Batuan cadas
Tanah Lumpur
Lempung keras atau tanah dengan
lapisan beton
Tanah dengan pasangan batu atau tanah
dengan saluran besar
Lempung atau tanah untuk saluran -
saluran kecil
Tanah berpasir lepas
Lumpur berpasir atau lempung porous
Mendekati vertikal
0,25 : 1
(0,5 – 1) : 1
1 : 1
1,5 : 1
2 : 1
3 : 1
(Sumber : Ven Te Chow, 1978)
2.8 PERANCANGAN BANGUNAN
Dalam perancangan drainase , diperlukan bermacam – macam bangunan yang
berfungsi sebagai sarana untuk:
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-38
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
1. Memperlancar surutnya genangan yang mungkin timbul di atas permukaan jalan karena
Q hujan rencana.
2. Memperlancar arus saluran
3. Mengamankan dari bahaya degradasi pada dasar saluran
4. Mengatur saluran terhadap pasang surut, khususnya di daerah pantai
Adapun bangunan – bangunan sebagaimana tersebut di atas adalah:
a. Inlet tegak
Ditempatkan pada jarak – jarak tertentu di sepanjang tepi jalan (KERB) atau pada
pertemuan KERB di perempatan jalan
Gambar 2.15 inlet tegak
b. Jembatan
Bangunan ini dimaksudkan untuk mendukung pipa (saluran air/minyak) atau jalan yang
melintang saluran drainase.
Gambar 2.16 Jembatan
c. Inlet datar
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-39
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Ditempatkan di pertigaan jalan, dimana pada arah melintang jalan terdapat saluran
Gambar 2.17 inlet datar
d. Grill
Ditempatkan pada perempatan jalan, dimana di bawahnya terdapat saluran, yang berfungsi
menerima air yang melewatinya. Berada pada tempat yang terendah dari jalan yang
menurun.
Gambar 2.18 Grill
e. Manhole
Bangunan ini diletakkan pada jarak – jarak tertentu di sepanjang trotoar, berfungsi untuk
pemeliharaan saluran.
f. Gorong - gorong
Bangunan ini dibuat untuk menghubungkan saluran di kaki bukit melintang jalan di
bawahnya dan berakhir di sisi bawah dari bangunan penahan tanah yang mendukung
struktur jalan tersebut (Joetata Hadihardjaja, 1995).
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-40
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
.
Gambar 2.19 Gorong-gorong
Perhitungan dimensi gorong – gorong :
Q = n . A √2 gz= n . A . v
Keterangan :
Q = debit aliran (m3/det)
n = koefisien debit (dapat dilihat pada tabel 4.5)
A = luas gorong – gorong (m2)
g = percepatan gravitasi (= 9,81 m/det2)
z = kehilangan tinggi energi pada gorong – gorong
Tabel 2.7 Koefisien Debit
Tinggi dasar dibangun
sama dengan saluran
Tinggi dasar dibangun lebih tinggi dari
dasar saluran
Sisi n Ambang Sisi n
Segi
empat
Bulat
0,8
0,9
Segi empat
Bulat
Bulat
Segi empat
Segi empat
Bulat
0,72
0,76
0,85
(Sumber : Ven Te Chow, 1978)
Kehilangan tinggi tenaga
Hmasuk = koefisien masuk . (va – v)2/2g
Keterangan :
Koefisien masuk = 0,8
va = kecepatan aliran pada saluran
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-41
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
v = kecepatan dalam gorong – gorong
g = percepatan gravitasi (= 9,81 m/det2)
g. Ground Sill
Bangunan ini ditempatkan melintang saluran pada jarak – jarak tertentu sehingga dapat
berfungsi sebagai pengaman terhadap bahaya degradasi terhadap dasar saluran.
h. Pintu Air
Bangunan pintu air dapat berupa manual maupun otomatis, berfungsi sebagai penahan air
pasang atau banjir (Joetata Hadihardjaja, 1995).
i. Bangunan Terjun
Bangunan ini diperlukan bila penempatan saluran terpaksa harus melewati jalur dengan
kemiringan dasar (S) yang cukup besar (Joetata Hadihardjaja, 1995).
.
Gambar 2.20 Bangunan terjun
2.9 SUMUR RESAPAN
Sumur resapan telah banyak digunakan pada jaman dulu, yaitu dengan membuat
lubang-lubang galian di kebun halaman serta memanfaatkan sumur-sumur yang tidak dipakai
sebagai penampung air hujan.
Konsep sumur resapan adalah member kesempatan dan jalan pada air hujan yang jatuh
di atap atau lahan yang kedap air untuk meresap ke dalam tanah denga jalan menampung air
pada suatu sistem resapan. Sumur resapan ini merupakan sumur kosong dengan kapasitas
tampungan yang cukup besar sebelum air meresap ke dalam tanah.
Berdasarkan konsep tersebut, maka ukuran atau dimensi sumur yang diperlukan untuk
suatu lahan tergantung dari beberapa faktor, antara lain:
a. Luas permukaan penutupan,
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-42
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Yaitu lahan yang airnya akan ditampung dalam sumur resapan, meliputi luas atap,
lapangan parker dan perkerasan lain.
b. Karakteristik hujan
Meliputi intensitas hujan, lama hujan, selang waktu hujan. Secara umum dapat
dikatakan bahwa makin tinggi hujan maka makin lama berlangsungnya hujan sehingga
memerlukan volume sumur resapan yang makin besar. Sementara selang waktu hujan yang
sangat besar dapat mengurangi volume sumur yang diperlukan.
c. Koefisien permeabilitas tanah
Yaitu kemampuan tanah dalam melewatkan air per satuan waktu. Tanah berpasir
mempunyai koefisien permeabilitas lebih tinggi dibandingkan tanah berlempung.
d. Tinggi muka air tanah
Pada kondisi muka air yang dalam, sumur resapan perlu dibuat secara besar-besaran
karena tanah benar-benar memerlukan pengisian air melalui sumur-sumur resapan.
Secara teoritis, volume dan efisiensi sumur resapan dapat dihitung berdasarkan
keseimbangan air yang masuk ke dalam sumur dan air meresap ke dalam tanah dan dapat
dituliskan sebagai berikut:
H= QFK
(1−e−FKT
πR2 )Dimana :
H = tinggi muka air dalam sumur (m)
F = faktor geometrik (m)
Q = debit air masuk (m3/s)
T = waktu pengaliran (sekon)
K = koefisien permeabilitas tanah (m/s)
R = Jari-jari sumur (m)
Manfaat:
a. Mengurangi aliran permukaaan dan mencegah terjadinya genangan air
b. Mempertahankan tinggi muka air tanah dan menambah persediaan air tanah
c. Mengurangi atau menahan terjadinya intrusi air laut bagi daerah yang berdekatan
dengan wilayah pantai
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-43
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
d. Mencegah penurunan atau amblasan lahan sebagai akibat pengambilan air tanah
yang berlebihan
e. Mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah
Gambar 2.21 Skema Sumur Resapan
Gambar 2.22 Denah Sumur Resapan
Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air
Hujan untuk Lahan Pekarangan, menetapkan beberapa persyaratan umum yang harus
dipenuhi sebuah sumur resapan yaitu :
Sumur resapan harus berada pada lahan yang datar, tidak pada tanah berlereng, curam
atau labil.
Sumur resapan harus dijauhklan dari tempat penimbunan sampah, jauh dari septic tank
(minimum lima meter diukur dari tepi), dan berjarak minimum satu meter dari fondasi
bangunan.
Penggalian sumur resapan bisa sampai tanah berpasir atau maksimal dua meter di
bawah permukaan air tanah. Kedalaman muka air (water table) tanah minimum 1,50 meter
pada musim hujan.
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-44
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Struktur tanah harus mempunyai permeabilitas tanah (kemampuan tanah menyerap
air) lebih besar atau sama dengan 2,0 cm per jam (artinya, genagan air setinggi 2 cm akan
teresap habis dalam 1 jam), dengan tiga klasifikasi, yaitu :
Permeabilitas sedang, yaitu 2,0-3,6 cm per jam.
Permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus), yaitu 3,6-36 cm per jam.
Permeabilitas tanah cepat (pasir kasar), yaitu lebih besar dari 36 cm per jam.
2.9.1 Spesifikasi Sumur Resapan
Sumur resapan dapat dibuat oleh tukang pembuat sumur gali berpengalaman
dengan memperhatikan persyaratan teknis tersebut dan spesifikasi sebagai berikut:
1. Penutup Sumur
Untuk penutup sumur dapat dipilih beragam bahan diantaranya :
Pelat beton bertulang tebal 10 cm dicampur dengan satu bagian semen, dua
bagian pasir, dan tiga bagian kerikil.
Pelat beton tidak bertulang tebal 10 cm dengan campuran perbandingan yang
sama, berbentuk cubung dan tidak di beri beban di atasnya atau,
Ferocement (setebal 10 cm).
2. Dinding sumur bagian atas dan bawah
Untuk dinding sumur dapat digunakan bis beton. Dinding sumur bagian
atas dapat menggunakan batu bata merah, batako, campuran satu bagian semen,
empat bagian pasir, diplester dan di aci semen.
3. Pengisi Sumur
Pengisi sumur dapat berupa batu pecah ukuran 10-20 cm, pecahan bata
merah ukuran 5-10 cm, ijuk, serta arang. Pecahan batu tersebut disusun berongga.
4. Saluran air hujan
Dapat digunakan pipa PVC berdiameter 110 mm, pipa beton berdiameter
200 mm, dan pipa beton setengah lingkaran berdiameter 200 mm.
Satu hal yang penting, setelah sumur resapan dibuat, jangan lupakan
perawatannya. Cukup dengan memeriksa sumur resapan setiap menjelang musim
hujan atau, paling tidak, tiga tahun sekali.
Dengan membuat sumur resapan di pekarangan setiap rumah, maka
diharapkan volume banjir dapat diminimumkan dan sekaligus menjaga cadangan
air dalam tanah.
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-45
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
Sumur resapan air hujan adalah prasarana untuk menampung dan meresapkan
air hujan ke dalam tanah. Sedangkan Lahan pekarangan adalah lahan atau halaman
yang dapat difungsikan untuk menempatkan sumur resapan air hujan.
Persyaratan umum yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut:
Sumur resapan air hujan ditempatkan pada lahan yang relatif datar;
Air yang masuk ke dalam sumur resapan adalah air hujan tidak tercemar;
Penetapan sumur resapan air hujan harus mempertimbangkan keamanan
bangunan sekitarnya;
Harus memperhatikan peraturan daerah setempat;
Hal-hal yang tidak memenuhi ketentuan ini harus disetujui Instansi yang
berwenang.
Persyaratan teknis yang harus dipenuhi antara lain adalah sebagai berikut:
Ke dalam air tanah minimum 1,50 m pada musin hujan;
Struktur tanah yang dapat digunakan harus mempunyai nilai permebilitas
tanah ≥ 2,0 cm/jam.
Jarak penempatan sumur resapan air hujan terhadap bangunan, dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 2.8 Jarak minimum sumur resapan air hujan terhadap bangunan
Perhitungan Sumur Resapan air Hujan antara lain :
1. Volume andil banjir digunakan Rumus :
Vab =0,855 Ctadah A tadah. R
Dimana;
Vab = Volume banjir yang akan ditampung sumur resapan (M3)
Ctadah = Koefesien limpasan dari bidang tadah(tanpa satuan)
A tadah = Luas bidang tadah (m2)
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-46
Tugas Perencanaan Sistem DrainaseKelurahan Jleper, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak
Jawa Tengah
R = Tinggi hujan harian rata-rata (L/m2 hari).
2. Volume air hujan yang meresap digunakan rumus :
Vrsp = te/24.Atotal.K.
Dimana:
Vrsp = Volume air hujan yang meresap (m2).
te = durasi hujan efektif (jam).= 0,9.R.0,92/60 (jam).
Atotal = Luas dinding sumur+ luas alas sumur(m2).
K = Koefesien permeabilitas tanah (m/hari).
MUHAMAD HIBBAN21080111140100
I-47