tinjauan pustaka gastritis erosive

Upload: chinen-alboneh

Post on 16-Oct-2015

106 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

gastritis erosiva case

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. GASTRITIS EROSIVEA. Definisi

Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis dan difus atau lokal. Gastritis erosif bila terjadi kerusakan mukosa lambung yang tidak meluas sampai epitel (Lindseth, G., 2006).Gastritis merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan merupakan respon mukosa terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan), kafein, alkohol, dan aspirin merupakan pencetus yang lazim. Infeksi Helicobacter pylori lebih sering diangap penyebab gastritis akut. Obat-obatan seperti obat anti inflamasi non steroid (OAINS) sulfonamid, steroid juga diketahui menggangu sawar mukosa lambung (Lindseth, G., 2006).Gastritis terbagi dua yaitu gastritis akut dan kronis. Gastritis akut dan kronis memiliki manifestasi klinis dan kompilkasi yang sama yaitu dapat ditemukan terjadinya perdarahan saluran cerna atas atau perdarahan gastrointestinal atas berupa hematemesis melena. Hematemesis melena inilah yang merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di setiap rumah sakit diseluruh dunia termasuk di Indonesia (Mansjoer, 2000).B. Etiologi

1. Helicobater pyloriIndividu sehat dibawah umur 30 tahun mempunyai angka prevalesi koloni H. Pylori pada lambung sekitar 10 %. Kolonisasi meningkat sesuai umur, pada mereka yang berumur lebih dari 60 tahun mempunyai tingkat kolonisasi sesuai umur mereka. H. pylori merupakan basil gram-negatif, spiral dengan flagel multipel lebih menyukai lingkungan mikroaerofilik. H. Pylori tidak menyerang jaringan, menghuni dalam gel lendir yang melapisi epitel (McGuigan,J., 2000).H. pylori mengeluarkan urease yang memecah urea menjadi amnion dan CO2 sehingga milieu akan menjadi basa dan kuman terlindungi terhadap faktor merusak dari asam lambung. Disamping itu, kuman ini membentuk platelet activing faktor yang merupakan pro inflamatory sitokin. Sitokin yang terbentuk mempunyai efek langsung pada sel epitel melalui ATP-ase dan proses transport ion (Tarigan, P. 2001).2. OAINS dan AlkoholOAINS dan alkohol merupakan zat yang dapat merusak mukosa lambung dengan mengubah permeabilitas sawar epitel, sehingga memungkinkan difus balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan jaringan terutama pembuluh darah. Zat ini menyebabkan perubahan kualitatif mukosa lambung yang dapat mempermudah terjadinya degradasi mukus oleh pepsin. Mukosa menjadi edem, dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak mengakibatkan hemoragi interstisial dan perdarahan. Mukosa antrum lebih rentan terhadap difusi balik dibanding fundus sehinga erosif sering terjadi di antrum (Lindseth, G., 2006).Difus balik ion H akan merangsang histamin untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung (Tarigan, P. 2001).3. Stress ulkus Istilah ulkus stress digunakan untuk menjelaskan erosi lambung yang terjadi akibat stress psikologis atau fisiologis yang berlangsung lama. Bentuk stress dapat bermacam-macam seperti syok hipotensif setelah trauma dan operasi besar, sepsis, hipoksia, luka bakar hebat (ulkus Curling), atau trauma serebral (ulkus Cushing).Gastritis erosive akibat stress memiliki lesi yang dangkal, ireguler, menonjol keluar, multiple. Lesi dapat mengalami perdarahan lambat menyebabkan melena, dan seringkali tanpa gejala. Lesi ini bersifat superficial.

Ulkus stress dibagi menjadi dua. Ulkus cushing karena cedera otak ditandai oleh hiperasiditas nyata yang diperantarai oleh rangsang vagus dan ulkus curling an sepsis ditandai oleh hipersekresi asam lambung. Sebagian besar peneliti setuju bila iskemia mukosa lambung adalah faktor etiologi utama yang menyebabkan terjadinya destruksi sawar lambung dan terbentuk ulserasi (Lindseth, G., 2006).C. Patofisiologi

Lambung dilindungi oleh sawar mukosa yang tebal dan berlipat, yang memberikan perlindungan terhadap trauma mekanik dan agen kimia. Aspirin, alcohol, garam empedu, dan zat-zat lain yang merusak mukosa lambung mengubah permeabilitas sawar epitel, sehingga memungkinkan difusi balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan jaringan terutama pembuluh darah. Histamine dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema dan sejumlah besar protein plasma akan hilang. Mukosa kapiler dapat rusak, mengakibatkan terjadinya hemoragi intestinal dan perdarahan (Price, 2005).

D. Klasifikasi

1. Gastritis Akut Lesi mukosa akut berupa erosi dan perdarahan akibat faktor-faktor agresif atau akibat gangguan sirkulasi akut mukosa lambung, pada sebagian besar kasus merupakan penyakit yang ringan dan sembuh sempurna. Gastritis akut merupakan kelainan klinis akut yang jelas penyebanya dengan tanda dan gejala yang khas, biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil (Price, 2005).

Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosiva atau gastritis haemorrhagic, disebut gastritis haemorrhagic karena penyakit ini dijumpai perdarahan mukosa lambung dan terjadi erosi yang berarti hilangya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai infeksi pada mukosa lambung (Herlan, 2001).Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi yang mengakibatkan obstruksi pylorus (Brunner & Suddarth, 2003).

Gastritis akut dapat disebabkan oleh beberapa hal :a. Iritasi yang disebabkan oleh obat-obatan, aspirin, obat anti inflamasi nonsteroid.

b. Adanya asam lambung dan pepsin yang berlebihan.c. Stress dapat mempengaruhi kebiasaan makan seseorang. Saat stres, orang cenderung makan lebih sedikit, stres juga menyebabkan perubahan hormonal dalam tubuh dan merangsang produksi asam lambung dalam jumlah berlebihan. Akibatnya, lambung terasa sakit, nyeri, mual, mulas, bahkan bisa luka (OConnor, 2007).d. Waktu makan yang tidak teratur, sering terlambat makan, atau sering makan berlebihan.e. Orang yang sering meminum Alkohol dan bahan kimia lainya yang dapat menyebabkan peradangan dan perlukaan pada lambung.f. Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung : trauma, luka bakar, sepsis.

Secara makroskopik, terdapat erosi mukosa dengan lokasi berbeda jika disebabkan karena obat-obatan AINS, terutama ditemukan didaerah antrum, namun dapat juga menjalar. Sedangkan secara mikroskopik, terdapat erosi dengan regenerasi epitel dan ditemukan reaksi sel inflamasi Neutrofil yang minimal (Mansjoer, 2001).

2. Gastritis Kronik Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina propia dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan sel plasma. Kehadiran granulosit neutrofil pada daerah tersebut menandakan adanya aktivitas. Gastritis kronik dapat dibagi dalam berbagai bentuk tergantung pada kelainan histologi, topografi, dan etiologi yang menjadi dasar pikiran pembagian tersebut.

a. Klasifikasi histologi yang sering digunakan membagi gastritis kronik yaitu:

1) Gastritis kronik superfisialisApabila dijumpai sebukan sel-sel radang kronik terbatas pada lamina propia mukosa superfisialis dan edema yang memisahkan kelenjer-kelenjer mukosa, sedangkan sel-sel kelenjer tetap utuh sering dikatakan sebagai permulaan gastritis kronik.

2) Gastritis kronik atrofikSebukan sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam disertai dengan distori dan destruksi sel kelenjer mukosa lebih nyata, dianggap sebagai kelanjutan dari gastritis kronik superfisialis.3) Atrofi LambungAtrofi ini dianggap merupakan stadium akhir gastritis kronik. Pada saat itu struktur kelenjer menghilang dan terpisah satu sama lain secara nyata dengan jaringan ikat, sedangkan sebukan sel-sel radang juga menurunkan mukosa menjadi sangat tipis sehingga dapat menerangkan mengapa perdarahan menjadi terlihat pada saat pemeriksaan endoskopi.4) Metaplasia intestinalSuatu perubahan histologi kelenjer-kelenjer mukosa lambung menjadi kelenjer-kelenjer mukkosa usus halus yang mengandung sel gablet. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi secara menyeluruh pada hampir seluruh segmen lambung tetapi dapat pula hanya merupakan bercak-bercak pada beberapa bagian lambung.

b. Menurut distribusi anatomisnya, gastritis kronik dapat dibagi menjadi:

1) Gastritis kronik korpus (Gastritis Tipe A)

Perubahan-perubahan histologi terjadi terutama pada korpus dan fundus lambung.bentuk ini jarang dijumapai, sering dihubungkan dengan autoimun dan berlanjut menjadi anemia pernisiosa, sel parietal yang mengandung kelenjer mengalami kerusakan sehingga sekresi asam lambung menurun. Pada manusia sel parietal juga berfungsi menghasilkan faktor intrinsik oleh karena itu menyebabkan terjadi gangguan absorbsi vitamin B12 yang menyebabkan timbulnya anemia pernisiosa.

2) Gastritis Kronik Antrum (gastritis Tipe B)Merupakan gastritis yang paling sering dijumpai dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kuman Helicobacter Pylori. Sehingga dengan meningkatnya keasaman lambung menyebabkan pertumbuhan bakteri berlebihan. Selanjutnya terjadi metaplasia akibat langsung dari trauma oleh bakteri tersebut, kemungkinan diperparah oleh meningkatnya produksi kompleks nitrat dan N-nitroso (Surya, 2009).

3) Gastritis Tipe ABMerupakan ganstritis yang distribusi anatomisnya menyebar keseluruh gaster, penyebaran kearah korpus cenderung meningkat dengan bertambahnya usia (Herlan, 2003).

E. Manifestasi Klinis Secara umum pasien gastritis erosive mengeluh dyspepsia. Dyspepsia adalah suatu sindrom/ kumpulan gejala berupa mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang. Secara umum dyspepsia dibagi menjadi empat yaitu: dyspepsia akibat tukak, dyspepsia akibat gangguan motilitas, dyspepsia akibat refluks dan dyspepsia tidak spesifik.Pada dyspepsia gangguan motilitas, keluhan yang paling menonjol adalah perasaan kembung, rasa penuh ulu hati setelah makan, cepat merasa kenyang disertai sendawa. Pada dyspepsia akibat refluks, keluhan yang menonjol berupa nyeri ulu hati dan rasa seperti terbakar, harus disingkirkan adanya pasien kardiologis. Pasien tukak memberikan ciri seperti nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman, disertai muntah. Rasa sakit gastritis erosive timbul setelah makan, berbeda dengan ulkus duodenum yang lebih enak setelah makan. Walaupun demikian, rasa nyeri saja tidak cukup menegakkan gastritis erosive, selain itu dapat terjadi juga perdarahan atau perforasi (Tarigan, P. 2007).F. DiagnosisDiagnosis gastritis erosive ditegakkan berdasarkan pengamatan klinis, pemeriksaan penunjang (radiologi dan endoskopi), dan hasil biopsi untuk pemeriksaan kuman H. pylori (Tarigan, P. 2007).Pemeriksaan endoskopi memudahkan diagnosis tepat erosive. Dengan endoskopi memungkinkan visualisasi dan dokumentasi fotografik sifat ulkus, ukuran, bentuk dan lokasinya dan dapat menjadi dasar referensi untuk penilaian penyembuhan.Endoscopy Normal Upper tractus gastrointestinalHasil endoscopy pada gastritis erosive

Pada pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran niche atau crater. Pemeriksaan tes CLO/PA untuk menunjukkan apakah ada infeksi H. pylori dalam rangka eradikasi kuman.G. Terapi Terapi pada gastritis erosive terdiri dari terapi non-medikamentosa, medikamentosa dan operasi. Tujuan dari terapi adalah menghilangkan keluhan, menyembuhkan atau memperbaiki erosi, mencegah kekambuhan dan mencegah komplikasi.

a. Non-medikamentosa

1. Istirahat

Stres dan kecemasan memegang peran dalam peningkata asam lambung. Sebaiknya pasien hidup tenang dan memerima stres dengan wajar.

2. Diet

Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung susu tidak lebih baik dari makanan biasa, karena makanan halus dapat merangsang pengeluaran asam lambung. Cabai, makanan merangsang, makanan mengandung asam dapat menimbulkan rasa sakit.

b. Medikamentosa

1. Antasida

Pada saat ini sudah jarang digunakan, sering untuk menghilangkan rasa sakit. Dosis 3x1 tablet.

2. Koloid Bismuth

Mekanisme kerja belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan penangkal bersama protein pada dasar ulkus dan melindunginya terhadap pengaruh asam dan pepsin. Dosis 2x2 sehari. Efek samping tinja kehitaman sehingga menimbulkan keraguan dengan perdarahan.

3. Sukralfat

Mekanisme kerja kemungkinan melalui pelepasan kutup alumunium hidroksida yang berkaitan dengan kutub positif molekul protein membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar ulkus, yang melindungi dari asam dan pepsin. Efek lain membantu sintesis prostglandin dan menambah sekresi bikarbonat dan mukus, meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosa.

4. Prostaglandin

Mekanisme kerja dengan mengurangi sekresi asam lambung, menambah sekresi mukus, bikarbonat dan menambah aliran darah mukosa serta pertahanan dan perbaikan mukosa. Biasanya digunakan sebagai penangkal ulkus gaster pada pasien yang menggunakan OAINS.

5. Antagonis Reseptor H2/ ARH2

Struktur homolg dengan histamin. Mekanisme kerjanya memblokir efek histamin pada sel parietal untuk tidak memproduksi asam lambung. Dosis: Simetidin (2x400 mg), Ranitidin 300 mg/hari, Nizatidin 1x300 mg, Famotidin (1x40 mg), Roksatidin (2x75 mg).

6. Proton Pump Inhibitor/ PPI Mekanisme kerja memblokir enzim K+H+ -ATP ase yang akan memecah K+H+ -ATP menjadi energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam lambung. Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kenaikan gastrin darah. PPI mencegah pengeluaran asam lambung, menyebabkan pengurangan rasa sakit, mengurangi faktor agresif pepsin dengan PH>4. Omeprazol 2x20 mg, Lanzoprazol/ Pantoprazol 2x40 mg.7. Penatalaksanaan Infeksi H. Pylori

Terapi tripel

- PPI 2x1 + Amoksisislin 2x1000 + Klaritromisin 2x500- PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Klaritromisin 2x500- PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Amoksisilin 2x1000- PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Tetrasiklin 4x500

Terapi Kuadrupel, jika gagal dengan terapi tripel.

Regimen terapinya yaitu: PPI 2x1, Bismuth 4x2, metronidazol 4x250, tetrasiklin 4x500.

c. Tindakan operasi

Tindakan operasi saat ini frekuensinya menurun akibat keberhasilan terapi medikamentosa. Prosedur opersai yang dilakukan pada ulkus gaster pada ulkus refrakter, darurat karena komplikasi perdarahan dan perforasi, dan dugaan keganasan.II. ANEMIA

A. Definisi

Anemia adalah sindroma klinis yang ditandai dengan adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit dalam darah. Ketiga parameter itu dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, keadaan fisiologik tertentu seperti kehamilan, ketinggian tempat tinggal.

Batasan anemia oleh WHO adalah:

Anak 6 bulan 6 tahun: Hb < 11 gr/dl

Anak 6 tahun 14 tahun : 35 g/l

1 Defisiensi besi HemolitikMegaloblastik (defisiensi B12, asam folat)

2 Sideroblastik Kegagalan sumsum tulang (penyakit kronik, aplastik, gagal ginjal, mielodisplastik, mieloptisis) Non megaloblastik (penyakit hati kronik, hipotiroidisme, mielodisplastik)

3 Talasemia majorPerdarahan

4 Atransferinemia

Ket: MCV : Volume korpuskuler ratarata

MCHC : Konsentrasi hemoglobin korpuskuler ratarata3. Klasifikasi etiopatogenesis (Dalam Bakta, 2006)Berdasarkan klasifikasi penyebab dan cara terjadinya anemia :a. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit1) Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit :a) anemia defisiensi besib) anemia defisiensi asam folatc) anemia defisiensi vit B122) Gangguan penggunaan (utilisasi) besi :a) anemia akibat penyakit kronikb) anemia sideroblastik3) Kerusakan sumsum tulang :

a) anemia aplastik/hipoplastikb) anemia mieloptisikc) anemia pada keganasan hematologi

d) anemia diseritropoetik

e) anemia pada sindrom mielodisplastik

b. Anemia akibat perdarahan

1) Anemia pasce perdarahan akut

2) Anemia akibat perdarahan kronik

c. Anemia hemolitik

1) Anemia hemolitik intrakorpuskuler

a) Gangguan membran eritrosit (membranopati)

b) Gangguan enzim eritrosit (enzimopati)

c) Gangguan hemoglobin (haemoglobinopati)

2) Anemia hemolitik ekstrakorpuskulera) Anemia hemolitik autoimun

b) Anemia hemolitik mikroangiopati

d. Anemia dengan penyebab tidak diketahui.D. Manifestasi KlinisPada beberapa pasien anemia cukup berat, mungkin tidak terdapat gejala atau tanda, sedangkan pasien lain yang menderita anemia ringan mungkin mengalami kelemahan berat. Ada atau tidaknya gambaran klinis dapat dipertimbangkan menurut tiga kriteria utama:1. Kecepatan awitan

Anemia memburuk dengan cepat menimbukan lebih banyak gejala dibandingkan dengan anemia awitan lambat.

2. Keparahan

Anemia ringan seringkali tidak menimbulkan gejala atau tanda, tetapi gejal biasanya muncul jika hemboglobin kurang dari 9 10 g/dl. Bahkan anemia berat (hemoglobin serendah 6,0 g/dl) dapat menimbukan gejala yang sangat sedikit jika awitan sangat lambat dan pada subjek yang muda.

3. Usia

Orang tua mentoleransi anemia dengan kurang baiknya dibandingkan orang muda karena adanya efek kekurangan oksigen pada organ jika terjadi gangguan kompensasi kardiovaskuler (peningkatan curah jantung akibat peningkatan volume sekuncup dan takikardia).GejalaJika pasien memang bergejala, biasanya gejalanya adalah nafas pendek khususnya saat berolahraga, kelemahan, letargi, palpitasi, dan sakit kepala. Pada pasien tua mungkin ditemukan gejala gagal jantung, angina pektoris. Gangguan penglihatan akibat perdarahan retina dapat mempersulit anemia yang sangat berat, khususnya jika awitannya cepat.TandaDapat dibedakan menjadi tanda umum dan khusus. Tanda umum meliputi kepucatan membran mukosa yang timbul bila kadar hemoglobin kurang dari 9-10 g/dl. Sebaiknya warna kulit bukan tanda yang dapat diandalkan. Sirkulasi yang hiperdinamik dapat menunjukan takikardi, nadi kuat, kardiomegali, dan bising jantung aliran sistolik khususnya pada apeks. Gambaran gagal jantung kongestif mungkin ditemukan, khususnya pada orang tua. Perdarahan retina jarang ditemukan. Tanda yang spesifik dikaitkan dengan jenis anemia tertentu, misalnya koilonikia dengan defisiensi besi, ikterus dengan anemia hemolitik atau megaloblastik, ulkus tungkai dengan anemia sel sabit dan anemia hemolotik lain deformitas tulang dengan talasemia mayor dan anemia heolitik kongenital lain yang berat (Hoffbrand, 2005).

E. DiagnosisF. Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan penyaring

Terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit, dan hapus darah tepi. Berfungsi untuk dapat memastikan adanya anemia serta jenis morfologi dari anemia tersebut yang berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.2. Pemeriksaan darah seri anemia

Meliputi hitung leukosit, trombosit, retikulosit, dan laju endap darah.3. Pemeriksaan sumsum tulang

Untuk memberikan informasi mengenai keadaan sistem hematopoesis. Pemeriksaan ini digunakan untuk diagnosis definitif pada beberapa jenis anemia. Mutlak digunakan untuk diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik.4. Pemeriksaan khusus

Hanya dikerjakan atas indikasi khusus misalnya:

a. Anemia defisiensi besi( serum iron, TIBC, saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum, reseptor transferin, dan pengecatan besi sumsum tulang.b. Anemia megaloblastik( folat serum, vit B12 serum, test supresi diooksiuridin, dan test schiling.c. Anemia hemolitik( bilirubin serum, test coomb, elektroforesis Hb.d. Anemia aplastik( biopsi sumsum tulang

Jika diperlukan pemeriksaan non hematologik tertentu seperti test faal hati, test faal tiroid, test faal ginjal, pemeriksaan cacing tambang, darah samar pada feces.

(Bakta, 2006).G. Tatalaksana

Anemia merupakan kelainan fisiologis, bukan suatu diagnosis. Oleh karenanya harus ditegakkan diagnosis akhir berupa suatu penyakit.1. Langkah pertama dalam melakukannya adalah mengelompokkan anemia menurut ukuran eritrosit:

a. Anemia mikrositik/hipokromik: ukuran eritrosit lebih kecil dari normal (mikrositik) dengan kadar hemoglobin lebih rendah dari normal (hipokromik).

b. Anemia normokromik normositik: kadang-kadang disebut anemia karena penyakit kronis. Ukuran eritrosit normal atau hanya sedikit mengecil dan konsentrasi hemoglobin normal. Anemia karena penyakit kronis terjadi sebagian karena efek inhibitor dari interleukin 1 pada eritropoesis dan defisiensi eritropoetin (yang terakhir terutama pada gagal ginjal). Sering terjadi komplikasi defisiensi Fe dan bisa menjelaskan bila ada penurunan kadar hemoglobin

c. Anemia makrositik: ukuran eritrosit lebih besar dari normal (Davey, 2005).2. Cari penyebabnya dan berikan pengobatan yang memadai:

a. Anemia defisiensi (besi dan folat) dapat diberikan tablet zat besi yang mengandung 200 mg Ferro Sulfat atau 60 mg besi elementer dan 0,25 mg asam folat Dan vit.C 500 mg

b. Pada anemia hemolitik dengan menekan proses hemolisis seperti splenektomi, imuosupresif

c. Pada anemia aplastik, merangsang sumsum tulang atau cangkok sumsum tulang.3.Bila anemia timbul sekunder akibat penyakit lain, dengan pengobatan penyakit dasarnya anemia akan membaik. Pada anemia jenis ini umumnya tidak diperlukan obat-obat antianemia kecuali bila progresif dan timbul keluhan

4. Transfusi darah hanya bila diberikan jika:

a. Perdarahan akut yang disertai dengan perubahan hemodinamik.b. Pada anemia kronis, progesif dan terdapat keluhan (packed red cell)c. Bila terdapat kegagalan faal jantung penderita harus istirahat total dan diberikan diuretika (Boediwarsono dkk, 2007).III. Hipertensi

A. Definisi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah arteri sistemik yang konsisten. Hipertensi didefinisikan oleh JNC-7 sebagai tekanan darah sistole sebesar 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastole 90mmHg atau lebih secara terus menerus (JNC-7, 2003).B. Faktor Resiko

Faktor pemicu hipertensi dibedakan atas:1. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrola) UmurDengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun (Wim, 2003).b) Jenis Kelamin

Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka yang cukup bervariasi. Menurut Hajjar and Kotchen (2003) bahwa wanita lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita.

c) Riwayat Keluarga

Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Menurut Sheps, hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit tersebut 60% (Carter, 1997).d) Genetik

Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala (Hajjar and Kotchen, 2003).2. Faktor yang dapat diubah/dikontrol

a) Kebiasaan Merokok

Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari (Vasan, 2001). b) Konsumsi Asin/Garam

Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari. Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume darah (Carter, 2003).c) Konsumsi Lemak Jenuh

Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah (Bakris, 2000).

d) Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol

Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Diperkirakan konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab sekitar 5-20% dari semua kasus hipertensi. Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih minuman berakohol perhari meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali (Wim, 2003).e) Obesitas

Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh > 25 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.

f) Olahraga

Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Hernelahti et al, 1998).g) Stres

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan yang diberikan pemaparan tehadap stress ternyata membuat binatang tersebut menjadi hipertensi (Saseen, 2003).C. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu:1. Hipertensi PrimerArtinya hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas. Berbagai faktor yang diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer seperti bertambahnya umur, stress psikologis, dan hereditas. 2. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang telah diketahui penyebabnya. Sampai saat ini sekitar 5% kasus hipertensi telah diketahui penyebabnya. Penyebab tersering dari hipertensi sekunder adalah penyakit ginjal, penyakit endokrin, koarktasio aorta dan obat yang mempengaruhi hipertensi.

a) Penyakit Ginjal

Semua bentuk kerusakan parenkim ginjal berpengaruh signifikan pada hipertensi. Hal ini termasuk glomerulonefritis akut dan kronik, pyelonefritis kronis dan penyakit polikistik ginjal.

Hipertensi karena obstruksi arteri renal disebut hipertensi renovaskular, hipertensi ini dapat disembuhkan. Merupakan penyebab tersering pada hipertensi sekunder. Mekanisme hipertensi umumnya berhubungan dengan aktivasi dari sistem renin-angiotensin.

b) Penyakit EndokrinAldosteronisme primer patut dipertimbangkan jika terdapat hipokalemi bersama hipertensi. Tingginya kadar aldosteron dan renin yang rendah akan mengakibatkan kelebihan atau overload natrium dan air. Biasanya disebabkan adenoma jinak soliter atau hiperplasia adrenal bilateral.Sindrom Cushing disebabkan hiperplasia adrenal bilateral yang disebabkan oleh adenohipofisis yang menghasilkan ACTH (adenocorticotropic hormone) pada dua pertiga kasus, dan tumor adrenal primer pada sepertiga kasus.

c) Feokromositoma

Feokromositoma disebabkan tumor sel kromafin asal neural yang mensekresikan katekolamin, 90% berasal dari kelenjar adrenal. Kurang lebih 10% terjadi ditempat lain dalam rantai simpatis, 10% dari tumor ini ganas, dan 10% adenoma adrenal adalah bilateral. Feokromasitoma dicurigai jika tekanan darah berfluktuatif tinggi, disertai takikardia, berkeringat atau edema paru karena gagal jantung. Kurang lebih 20% feokromasitoma merupakan penyakit familial yang terkait gen autosomal dominan. Pewarisan feokromasitoma mungkin terkait dengan multiple endokrin neoplasia (MEN) tipe 2A dan tipe 2B.d) Koarktasio aorta

Paling sering mempengaruhi aorta pada distal dari arteri subklavia kiri dan menimbulkan hipertensi pada lengan dan menurunkan tekanan pada kaki, dengan denyut nadi arteri femoralis rendah atau tidak ada. Klasifikasi hipertensi menurut JNC 7 untuk pasien dewasa (umur 18 tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis : Klasifikasi Tekanan DarahTDS (mmHg)TDD (mmHg)

Normal< 120And< 80

Prehipertensi120-139Or80-89

Hipertensi stage I140-159Or90-99

Hipertensi stage II160Or100

(National High Blood Pressure Education Program, 2002).D. PatofisiologiTekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam millimeter merkuri. Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama kontraksi jantung dan TDD diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi. Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial dalam terbentuknya hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah: 1. Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress psikososial.

2. Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor.

3. Asupan natrium (garam) berlebihan.

4. Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium.

5. Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi angiotensin II dan aldosteron.

6. Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide natriuretik.

7. Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal.

8. Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah kecil di ginjal.

9. Diabetes mellitus.

10. Obesitas.

11. Meningkatnya aktivitas vascular growth factor.12. Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vaskular.E. Manifestasi KlinisHipertensi itu sebagian besar tanpa disertai gejala yang mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa:1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan darah intrakranium.

2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.

3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.

4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.

5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.

Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala, terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing (ALLHAT Officers and Coordinators for the ALLHAT Coolaborative Research Group, 2002). F. Tatalaksana1. Penatalaksanaan Non Farmakologis

Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum penambahan obat-obatan hipertensi, dibedakan menjadi beberapa hal:

a. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.

Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko aterosklerosis (Benson, 2002).

b. Olahraga dan aktifitas fisik

Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktifitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan menjaga kebugaran tubuh. Olahraga seperti jogging, berenang baik dilakukan untuk penderita hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga teratur, minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan tekanan darah walaupun berat badan belum tentu turun (ALLHAT Officers and Coordinators for the ALLHAT Coolaborative Research Group, 2002).

c. Perubahan pola makan

1) Mengurangi asupan garam

Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak menambahkan garam pada waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari makanan yang sudah diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas garam (Haynes, 2002).

2) Diet rendah lemak jenuh

Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah (Bakris, 2000).d. Menghilangkan stres

Cara untuk menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban stres.2. Penatalaksanaan Farmakologis

Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah :

a. Target tekanan darah < 140/90 mmHg untuk individu berisiko tinggi (diabetes, gagal ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg.

b. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular.

c. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria.

Dikenal 5 kelompok obat lini pertama yang lazim digunakan untuk pengobatan hipertensi, yaitu diuretik, penyekat reseptor beta adrenergik (-bloker), penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE-inhibitor), penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker, ARB), antagonis kalsium.

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensi yang lain dengan dosis rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal ataupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang diminum bertambah. Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :

Diuretika dan ACEI atau ARB

CCB dan ACEI atau ARB

CCB dan BB

CCB dan diuretika

AB dan BB

Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat

Gambar 3. Kombinasi obat

(Yogiantoro, 2007).

Angiotensin I

Angiotensin II

vasokonstriksi

hormon aldosteron

Retensi garam dan air

Subtrat Renin

Converting enzyme

Renin

Tekanan darah

43