tingkat pencemaran perairan

35
Tingkat Pencemaran di Pelabuhan Perikanan Pengambengan, Negara dengan Parameter Dissolved Oxygen (DO), pH, Salinitas, Kekeruhan, BOD (Biological Oxygen Demand), Total Suspended Solid (TSS) dan Total Dissolved Solid (TDS) Oleh : Ni Luh Eta Yuspita 1314511019 Abstrak Pelabuhan Pengambengan merupakan pelabuhan perikanan terbesar di Bali. Aktivitas perikanan seperti industri perikanan memeberikan beban pencemaran bagi perairan laut di sekitar pelabuhan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tingkat pencemaran di perairan pelabuhan perikanan Pengambengan dengan menggunakan parameter fisika dan kimia kualitas air yakni dissolved oxygen (DO), salinitas, kekeruhan / turbidity, pH, biological oxygen demand (BOD), total suspended solids (TSS), serta total dissolved solids (TDS). Pengukuran kualitas air, menghitung TSS dan TDS dilakukan di laboratorium. Data DO insitu diperlukan untuk menghitung BOD. Hasil yang diperoleh diolah dalam bentuk grafik dan dibandingkan dengan baku mutu perairan menurut KEPMENLH No. 51 Tahun 2001. Hasil pengukuran dan analisa data menunjukkan adanya nilai parameter kualitas air yang tidak sesuai dengan baku mutu kualitas air menurut KEPMENLH No. 51 Tahun 2004. Hal ini mengindikasikan bahwa perairan di pelabuhan perikanan Pengambengan telah mengalami pencemaran. Keyword : Pelabuhan Perikanan, Pencemaran, Dissolved Oxygen (DO), pH, Salinitas, Kekeruhan, BOD (Biological Oxygen Demand), Total Suspended Solid (TSS) dan Total Dissolved Solid (TDS) 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1

Upload: eta-yuspita

Post on 24-Jan-2016

54 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tingkat Pencemaran di Pelabuhan Perikanan Pengambengan, Negara dengan Parameter Dissolved Oxygen (DO), pH, Salinitas, Kekeruhan, BOD (Biological Oxygen Demand), Total Suspended Solid (TSS) dan Total Dissolved Solid (TDS)

TRANSCRIPT

Page 1: Tingkat Pencemaran Perairan

Tingkat Pencemaran di Pelabuhan Perikanan Pengambengan, Negara

dengan Parameter Dissolved Oxygen (DO), pH, Salinitas, Kekeruhan, BOD

(Biological Oxygen Demand), Total Suspended Solid (TSS) dan Total

Dissolved Solid (TDS)

Oleh :

Ni Luh Eta Yuspita

1314511019

Abstrak

Pelabuhan Pengambengan merupakan pelabuhan perikanan terbesar di Bali. Aktivitas perikanan seperti industri perikanan memeberikan beban pencemaran bagi perairan laut di sekitar pelabuhan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tingkat pencemaran di perairan pelabuhan perikanan Pengambengan dengan menggunakan parameter fisika dan kimia kualitas air yakni dissolved oxygen (DO), salinitas, kekeruhan / turbidity, pH, biological oxygen demand (BOD), total suspended solids (TSS), serta total dissolved solids (TDS). Pengukuran kualitas air, menghitung TSS dan TDS dilakukan di laboratorium. Data DO insitu diperlukan untuk menghitung BOD. Hasil yang diperoleh diolah dalam bentuk grafik dan dibandingkan dengan baku mutu perairan menurut KEPMENLH No. 51 Tahun 2001. Hasil pengukuran dan analisa data menunjukkan adanya nilai parameter kualitas air yang tidak sesuai dengan baku mutu kualitas air menurut KEPMENLH No. 51 Tahun 2004. Hal ini mengindikasikan bahwa perairan di pelabuhan perikanan Pengambengan telah mengalami pencemaran.

Keyword : Pelabuhan Perikanan, Pencemaran, Dissolved Oxygen (DO), pH, Salinitas, Kekeruhan, BOD (Biological Oxygen Demand), Total Suspended Solid (TSS) dan Total Dissolved Solid (TDS)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pengambengan

merupakan pusat kegiatan perikanan rakyat terbesar di Bali dan

merupakan salah satu outerring fishing port yang tidak hanya

dimanfaatkan oleh nelayan asal Bali tetapi juga oleh nelayan asal

Jawa Timur. Diharapkan PPN Pengambengan dapat dimanfaatkan

juga oleh nelayan lain di Indonesia yang beroperasi di Selat Bali.

(Santara dkk, 2014)

1

Page 2: Tingkat Pencemaran Perairan

PPN Pengambengan terletak di Desa Pengambengan, Kecamatan

Negara, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. PPN Pengambengan

berjarak 9 km dari Kota Negara dan 105 km dari Kota Denpasar.

Waterfront PPN Pengambengan menghadap ke Wilayah Pengelolaan

Perikanan RI (WPP- RI) 573 Samudera Hindia dan Selat Bali dengan

posisi 08 o 23’ 46” Lintang Selatan dan 114o 34’ 47” Bujur Timur.

Nelayan PPN Pengambengan termasuk dalam nelayan tradisional

dengan hasil tangkapan utama berupa ikan lemuru yang

terkonsentrasi di Selat Bali. (Santara dkk, 2014)

Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan didukung oleh

industri pengolahan ikan yang ada di komplek maupun yang ada di

luar komplek pelabuhan; yaitu industri pengalengan ikan dan

penepungan ikan berjumlah 14 unit (diluar komplek pelabuhan), serta

1 unit industri di dalam komplek pelabuhan yaitu PT. Cilacap

Samudra Fishing Industry yang kegiatannya berbentuk pengolahan

ikan, pabrik es, cold storage dan galangan kapal. (Murwati, 2010)

Pencemaran laut dapat didefinisikan sebagai dampak negative

(pengaruh yang membahayakan) terhadap kehidupan biota,

sumberdaya, dan kenyamanan ekosistem laut serta kesehatan

manusia dan nilai guna lainnya dari ekosistem laut yang disebabkan

secara langsung maupun tidak langsung oleh pembuangan bahan-

bahan limpah (termasuk energy) ke dalam laut yang berasal dari

kegiatan manusia (Dahuri, 2004).

Pencemaran air terjadi bila beberapa bahan atau kondisi yang

dapat menyebabkan penurunan kualitas badan air sehingga tidak

memenuhi baku mutu atau tidak dapat digunakan untuk keperluan

tertentu (sesuai peruntukannya, misalnya sebagai bahan baku air

minum, keperluan perikanan, industri, dan lain-lain) (Sunu, 2001).

Limbah industri perikanan berpotensi menimbulkan pencemaran

karena mengandung protein dan lemak yang bersifat terlarut,

tersuspensi, dan mudah terurai. Sumber utama limbah cair adalah air

dari proses pencucian, sisa pemasakan dan pengepresan ikan yang

mengandung bahan organik terlarut, padatan tersuspensi dan

2

Page 3: Tingkat Pencemaran Perairan

terlarut, nutrient, dan minyak (Kementerian Negara Lingkungan

Hidup, 2009). Bentuk pencemaran yang timbul dan dikeluhkan

masyarakat akibat limbah industri perikanan adalah pencemaran air

tanah dan air permukaan, pencemaran udara berupa bau busuk dan

debu/partikel, perubahan peruntukan badan air, kematian masal biota

air dan bentuk pencemaran lainnya (Sahubawa, 2011).

Pencemaran air dapat menyebabkan pengaruh berbahaya bagi

organisme, populasi komunitas dan ekosistem. Indikator utama

kualitas air dalam ekosistem air permukaan adalah parameter kimia

dan fisika air seperti oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO),

biological oxygen demand (BOD), total suspended solid (TSS), total

disolved solid (TDS), derajat keasaman (pH), kekeruhan/turbidity, dan

salinitas.

Adanya aktivitas perikanan di PPN pengambengan seperti

pembuangan limbah yang berasal dari aktivitas pelabuhan perikanan

dan mengandung bahan-bahan organik tersebut secara kontinyu

akan menyebabkan penurunan kualitas perairan baik kimia maupun

mikrobiologi. Penurunan kualitas perairan tersebut mengindikasikan

bahwa kondisi perairan mengalami pencemaran. Oleh karena itu

indikator pencemaran air digunakan untuk menganalisis tingkat

pencemaran air di pelabuhan pengambengan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kualitas air :

kekeruhan / turbidity, salinitas, pH, dan DO (oksigen terlarut), BOD5

(biological oxygen demand), TSS (total suspended solid), dan TDS

(total dissolved solid) untuk mengetahui tingkat pencemaran perairan

di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pengambengan.

3

Page 4: Tingkat Pencemaran Perairan

2. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 29 April 2015 di daerah

perairan pelabuhan Pengambengan di Desa Pengambengan,

Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali. Pengolahan data

dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Kelautan Fakultas Kelautan dan

Perikanan Universitas Udayana pada tanggal 15 Mei 2015.

Pengambilan sampel dilakukan di 10 titik pengamatan pada gambar

1.

Gambar 1. Lokasi pengamatan di Pelabuhan Perikanan

Pengambengan

Tabel 1. Koordinat stasiun penelitian

4

Page 5: Tingkat Pencemaran Perairan

2.2 Alat dan Bahan

a. Alat pengukuran sampel di lapangan

No. Nama Alat Kegunaan

1. GPS Untuk Menentukan Posisi Koordinat

stasiun

2. Refraktometer Untuk mengukur salinitas

3. DO meter Untuk mengukur nilai DO

4. Turbidimeter Untuk mengukur turbidity

5. pH meter Untuk mengukur nilai pH

6. Alat tulis Untuk mencatat data yang telah

diukur

b. Alat pengulkulan sampel di laboratorium

No Nama Alat Kegunaan

1 Konduktivitymeter mengukur parameter salinitas

2 Turbidimeter mengukur parameter kekeruhan

3 pH meter mengukur pH

4 DO meter mengukur DO

5 Neraca Analitik menimbang gelas

6 Gelas Ukur mengukur volume air sampel

7 Corong Kaca tempat meletakkan kertas saring

8 Gelas wadah sampel air yang telah

disaring

9 Aluminium Foil membungkus gelas dan alas dalam

oven

10 Kertas Saring 0,45

µm

menyaring sampel air

11 Pipet Tetes memindahkan sampel

12 Oven mengeringkan sampel

13 Botol Gelap wadah sampel air sebelum disaring

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel air laut

yang diambil di lokasi penelitian.

5

Page 6: Tingkat Pencemaran Perairan

2.3 Prosedur Kerja

a. Pengambilan Data di Lapangan

1) Observasi Lapangan

Observasi lapangan dilakukan dengan cara melakukan

pengamatan langsung kondisi lapangan untuk menentukan

stasiun pengambilan sampel. Kegiatan ini bertujuan untuk

memperoleh gambaran awal tentang kondisi lapangan.

2) Pengambilan Sampel

Pengambilan data lapangan dilakukan dengan pengukuran

secara langsung dan pengambilan sampel dilakukan dengan

menggunakan botol gelap agar tidak terdapat pengaruh cahaya

yang masuk ke dalam botol.Pengukuran secara langsung

dilakukan dengan mekanisme berikut :

a. Dissolved Oxygen (DO)

Pengukuran sampel DO di lapangan dilakukan dengan cara :

1. Dibuka katup merah pada sensor DO meter.

2. Dihidupkan DO meter dengan mengarahkan ke tombol ON

3. Dimasukan sensor ke dalam perairan

4. Dilihat angka pada DO meter, jika sudah stabil maka

selanjutnya dicatat pada kertas yang telah ditentukan.

5. Dibersihkan sensor setelah dilakukan pengukuran dan

digunakan air bersih.

6. Diulangi langkah tersebut sampai 3 kali untuk setiap sampel.

b. Salinitas

1. Ditetesi refraktometer dengan aquades kemudian diusap

dengan tissue

2. Dibersihkan dengan kertas tisyu sisa aquadest yang tertinggal

3. Diteteskan air sampel yang ingin diketahui salinitasnya

4. Diarahkan ke arah cahaya matahari

5. Dilihat garis batas berwarna biru dan putih sebagai garis batas

salinitas

6. Dicatat angka yang ditunjukan oleh garis tersebut sebagai nilai

salinitas.

6

Page 7: Tingkat Pencemaran Perairan

7. Dibilas kaca prisma dengan aquades, diusap dengan tissu dan

simpan refraktometer di tempat kering  

8. Diulangi langkah tersebut sampai 3 kali.

c. pH

1. Dihidupkan pH meter dengan menekan tombol “power”

2. Dimasukan sensor ke dalam perairan, kemudian diamati

angka pada pH meter

3. Setelah angka pada pH meter sudah stabil, kemudian dicatat

angka pH dan Suhu pada pH meter tersebut.

4. Dibersihkan sensor dengan menggunakan air bersih

5. Diulangi langkah tersebut sampai 3 kali.

d. Turbidity (Kekeruhan)

1. Diambil sampel air dari perairan dan dimasukan ke dalam

botol sampel.

2. Dipindahkan sampel air dari botol sampel ke botol uji dengan

menggunakan pipet tetes sampai rata dengan tanda yang

telah ditentukan pada botol uji

3. Dikeringan botol menggunakan tissue

4. Diletakan botol uji ke dalam turbidimeter kemudian

disejajaarkan tanda putih pada botol dengan tanda pada

turbidimeter

5. Ditutup turbidimeter untuk memulai pengujian, kemudian

ditekan tombel power untuk menghidupkan lalu tombol “call”

untuk menghitung nilai kekeruhannya

6. Setelah hasil dari perhitungan turbidity keluar, maka kemudian

dicatat pada kertas yang telah ditentukan

7. Diulangi langkah tersebut sampai 3 kali pengulangan.

Prosedur pengambilan sampel untuk dibawa ke laboratorium

dilakukan dengan memasukan botol ke dalam perairan, kemudian

dibuka tutup botol di dalam perairan. Selanjutnya air akan masuk dan

botol digoyang-goyangkan dengan tujuan agar air dapat masuk

sepenuhnya ke dalam botol dan tidak ada gelembung yang masuk.

7

Page 8: Tingkat Pencemaran Perairan

Kemudian setelah botol tersebut penuh maka botol ditutup di dalam

perairan lalu diangkat. Selanjutnya dilakukan preservasi sampel

dengan cara dimasukan ke dalam box pendingin untuk selanjutnya

dilakukan pengecekan di laboratorium.

3) Preservasi Sampel

Metode Preservasi (pengawetan) dilakukan dengan cara

pendinginan. Pendinginan dilakukan dengan menyimpan contoh

pada suhu kurang lebih 4oC dan lebih baik lagi ditempat

gelap.Perlakuan ini dimaksudkan untuk memperlambat aktifitas

biologi dan mengurangi kecepatan reaksi secara kimia dan

fisika.Keuntungan metode ini adalah tidak mengganggu unsur-unsur

yang ditetapkan.Bila pendinginan tidak mungkin dilakukan pada suhu

4oC maka botol contoh dapat disimpan dalam bongkahan-bongkahan

es (SNI 03-7016-2004).

b. Pengukuran Sampel di Laboratorium

1) Salinitas

Untuk mengukur parameter salinitas dengan menggunaan

handrefraktometer dilakukan dengan cara : pertama nyalakan

power pada alat, kemudian diukur sampel air yang dikocok

terlebih dahulu. Hasil yang ditunjukkan kemudian dicatat dan

pengulangan pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali.

2) pH

Untuk mengukur parameter pH dengan menggunaan pH

meter dilakukan dengan cara : pertama nyalakan power pada

alat, kemudian diukur sampel air yang dikocok terlebih dahulu.

Hasil yang ditunjukkan kemudian dicatat dan pengulangan

pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali.

3) Kekeruhan

Untuk mengukur parameter kekeruhan dengan

menggunaan turbidimeter dilakukan dengan cara : Botol yang

berisi air sampel diaduk dengan cara dibolak-balik agar tidak

8

Page 9: Tingkat Pencemaran Perairan

terjadi endapan. Air sampel dipindahkan kedalam tabung

reaksi sebanyak 20-30 ml. Kemudian Tabung reaksi

dimasukkan kedalam turbidimeter kemudian hasilnya dicatat.

Hasil yang ditunjukkan kemudian dicatat dan pengulangan

pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali.

4) DO

Untuk mengukur parameter DO dengan menggunaan DO

meter dilakukan dengan cara : pertama nyalakan power pada

alat, kemudian diukur sampel air yang dikocok terlebih dahulu.

Hasil yang ditunjukkan kemudian dicatat dan pengulangan

pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali.

5) TSS

1. Ambil kertas saring sebanyak 10 dengan pinset, lalu

diberikan tanda 1-10 dengan menggunakan pensil

2. Kertas saring lalu dikeringkan selama 30 menit di

dalam oven pada suhu 1050C, dalam pengovenan

kertas saring dialasi dengan aluminium foil dan

penempatannya tidak boleh ditumpuk

3. Masing-masing kertas saring kemudian ditimbang

dengan neraca analitik , hasil kemudian dicatat

4. Masing-masing kertas saring kemudian dilipat

menggunakan pinset lalu diletakkan ke dalam corong

5. Masukkan air sampel ke dalam gelas ukur sebanyak

100 ml

6. Air sampel dalam gelas ukur lalu disaring dengan cara

memasukkan air sedikit demi sedikit ke dalam kertas

saring

7. Langkah 5-6 dilakukan untuk sampel air semua titik

pengamatan

8. Masing-masing kertas saring kemudian dikeringkan

kembali ke dalam oven sampai kering

9

Page 10: Tingkat Pencemaran Perairan

9. Kertas saring yang telah kering kemudian ditimbang

dengan timbangan dan hasilnya dicatat untuk masing-

masing titik pengamatan

6) TDS

1. Gelas sebanyak 10 buah disterilisari di dalam oven

selama 1 jam pada suhu 1050C

2. Kemudian gelas didinginkan dan ditimbang dengan

mengguanakan neraca analitik, hasilnya kemudian

ditimbang

3. Air sampel pada pengukuran TSS, setelah disaring

ditempatkan ke dalam gelas

4. Gelas yang berisi air saringan sampel kemudian

dikeringkan ke dalam oven pada suhu 1050C sampai

kering

5. Gelas yang telah kering lalu ditimbang kembali dan

dicatat hasilnya untuk masing-masing titik penelitian

10

Page 11: Tingkat Pencemaran Perairan

2.4 Analisa Data

2.4.1 Mengukur DO,pH,Salinitas dan Turbidity

Untuk mengukur DO,pH,Salinitas dan Turbidity dilakukan 3

kali pengulangan untuk masing-masing sampel stasiun untuk

menjamin validitas data yang diperoleh. Dari hasil 3 kali

pengulangan tersebut kemudian dijumlahkan dan ditentukan

rata-ratanya. Rumus untuk menentukan DO,pH,Salinitas dan

Turbidity, yaitu :

Parameter = A+B+C3

Keterangan :

Parameter :DO,pH,Salinitas atau Turbidity

A : Pengulangan pertama

B : Pengulangan kedua

C : Pengulangan ketiga

2.4.2 Mengukur BOD (Biological Oxygen Demand)

Untuk menentukan nilai BOD dari masing-masing stasiun

pengamatan maka dihitung dengan mengurangkan DO hasil

pengukuran di lapangan dengan DO hasil pengukuran di

laboratorium dengan rumus :

BOD=DO lapangan−DOlaboratorium

2.4.3 Rumus untuk menghitung TSS dan TDS adalah sebagai

berikut :

TSS=(B−A )V

TDS=(D−C)V

Ket :

A : Berat kertas mula-mula (mg)

B : Berat kertas setelah penyaringan (mg)

C : Berat Gelas kaca mula-mula (mg)

D : Berat labu Erlenmeyer setelah penyaringan (mg)

V : Volume sampel (l)

11

Page 12: Tingkat Pencemaran Perairan

12

Page 13: Tingkat Pencemaran Perairan

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Kekeruhan /Turbidity

Mahida (1986) mendefinisikan kekeruhan sebagai intensitas

kegelapan di dalam air. Kekeruhan merupakan sifat fisik air yang tidak

hanya membahayakan ikan tetapi juga menyebabkan air tidak

produktif karena menghalangi masuknya sinar matahari untuk

fotosintesa. Tingkat kekeruhan air di perairan mempengaruhi tingkat

pencahayaan, jika cahaya matahari yang masuk berkurang maka

makhluk hidup dalam air terganggu, khususnya makhluk hidup pada

kedalaman air tertentu, demikian pula sebaliknya (Hardjojo dan

Djokosetiyanto, 2005; Alaerts dan Santika, 1987).

Grafik kekeruhan perairan di lokasi penelitian disajikan dalam

grafik 1 di bawah ini :

I II III IV V VI VII VIII IX X

Turbidity (NTU)

4 4.53 4.73 4.9 4.43 2.3 2.73 12.18

1.97 1.75

1

5

9

13

Turbidity di Pengambengan

Stasiun

Turb

idity

Grafik 1. Turbidity di perairan pelabuhan perikanan Pengambengan

Grafik menunjukkan tingkat kekeruhan tertinggi terdapat pada

stasiun VIII yaitu 12,1 NTU, sehingga pada stasiun VIII tingkat

kedalaman pencahayaan matahari kecil karena badan air yang keruh

akan menghambat masuknya sinar matahari. Tingkat kekeruhan yang

tinggi di stasiun VIII dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang

menstransport bahan-bahan melayang yang umumnya disebabkan

oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur,

bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme

lainnya. Sedangkan kekeruhan terendah terdapat di stasiun X yaitu

13

Page 14: Tingkat Pencemaran Perairan

1,75 NTU. Turbidity / kekeruhan yang rendah disebabkan karena

kecilnya transport bahan-bahan tersuspensi ke dalam perairan.

Baku mutu kadarkekeruhan untuk kualitas air laut untuk biota laut

berdasarkan KEPMENLH No. 51 Tahun 2004 adalah < 5 NTU.

Stasiun VIII telah melewati ambang batas baku mutu. Kekeruhan

perairan di stasiun VIII tidak layak untuk tempat hidup biota laut.

Kajian kualitas perairan pesisir di Kota Tanjungpinang

menunjukkan hasil salinitas perairan pada tujuh stasiun penelitian

yakni stasiun 1 sebesar 30 ppt, stasiun 2 sebesar 30 ppt, stasiun 3

sebesar 31 ppt, stasiun 4 sebesar 32 ppt, stasiun 5 sebesar 32 ppt,

stasiun 6 sebesar 33,5 ppt, dan stasiun 7 sebesar 34 ppt. Baku mutu

kadar salinitas untuk kualitas air laut untuk biota laut berdasarkan

KEPMENLH No. 51 Tahun 2004 adalah sebesar salinitas alami yang

mampu mendukung perikehidupan organisme, yakni rata-rata 35 ppt.

Tidak ada salinitas yang melewati batas baku mutu pada tiap stasiun.

3.2 Derajat Keasaman (pH)

pH merupakan suatu pernyataan dari konsentrasi ion hidrogen

(H+) di dalam air, nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang

masam sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa,

untuk pH = 7 disebut sebagai netral (Hardjojo dan Djokosetiyanto,

2005). Perairan dengan pH < 4 merupakan perairan yang sangat

asam dan dapat menyebabkan kematian makhluk hidup, sedangkan

pH > 9,5 merupakan perairan yang sangat basa yang dapat

menyebabkan kematian dan mengurangi produktivitas perairan.

(Boyd, 1992).

Grafik pH perairan di lokasi penelitian disajikan dalam grafik 2 di

bawah ini :

14

Page 15: Tingkat Pencemaran Perairan

I II III IV V VI VII VIII IX X

pH 7.98 8.01 7.98 7.89 7.93 7.83 7.97 7.91 8.02 8.01

7.7257.7757.8257.8757.9257.9758.025

pH di Pengambengan

Stasiun

pH

Grafik 2. pH di perairan pelabuhan perikanan Pengambengan

Grafik 2 menujukkan tingkat derajat keasaman atau pH di perairan

pelabuhan Pengambengan. Jika dilihat perbandingan antar stasiun

tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Nilai pH di

seluruh stasiun berkisar antara 7,83 – 8,02. Stasiun IX menunjukkan

pH tertinggi yaitu 8,02. pH sangat dipengaruhi oleh konsentrasi CO2

di perairan. Apabila konsentrasinya tinggi maka nilai pH semakin

rendah, sebaliknya pH semakin tinggi apabila konsentrasi CO2 lebih

kecil. Pada stasiun IX dimana memiliki pH tertinggi dipengaruhi oleh

kondisi perairan seperti konsentrasi CO2 dan proses fotosintesa.

Fotosintesa juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti nutrien dan

pencahayaan. pH terendah terdapat pada stasiun VI yaitu 7,83.

Perairan di stasiun VI lebih asam dari stasiun lainnya yang juga

dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.

Baku mutu kadar pH untuk kualitas air laut untuk biota laut

berdasarkan KEPMENLH No. 51 Tahun 2004 adalah berkisar antara

7-8,5. Pada keseluruhan stasiun tidak terdapat nilai pH yang melewati

baku mutu. Sehingga pH perairan di pelabuhan perikanan

pengambengan masih sesuai dengan baku mutu dan layak untuk

kehidupan biota.

Kajian kualitas air di pelabuhan perikanan Samudera Kendari

Sulawesi Tenggara menunjukkan hasil penelitian pada dua stasiun

pengamatan yakni pada stasiun 1 dan stasiun 2. Rata-rata nilai pH

15

Page 16: Tingkat Pencemaran Perairan

pada stasiun 1 didapatkan 7.83 dan stasiun 2 sebesar 8.41. Nilai pH

di stasiun 1 dan 2 masih sesuai dengan standar baku mutu menurut

KepMen LH No. 51 Tahun 2004 yakni 6.5 – 8.5.

3.3 Salinitas

Menurut Romimohtarto dan Thayib (1982) dalam Edward dan

Tarigan (2003), salinitas di perairan Indonesia umumnya berkisar

antara 30-35 ppt. Untuk daerah pesisir salinitas berkisar antara 32-34

ppt, sedangkan untuk laut terbuka umumnya salinitas berkisar antara

33-37 ppt dengan rata-rata 35 ppt. Salinitas ini juga masih baik untuk

kehidupan organisme laut, khususnya ikan.

Grafik pH perairan di lokasi penelitian disajikan dalam grafik 2 di

bawah ini :

I II III IV V VI VII VIII IX X

Salinitas (‰)

29.7 31.9 30.4 27.5 19.5 32 30.8 28.6 31.9 33.6

3132333

Salinitas di Pengambengan

Titik Pengamatan

Salin

itas

Grafik 3.Salinitas di perairan pelabuhan perikanan

Pengambengan

Salinitas pada keseluruhan stasiun berkisar antara 20 ‰ – 34 ‰.

Salinitas tertinggi terdapat pada stasiun X. Kondisi dipengaruhi oleh

banyak faktor seperti topografi estuaria, musim, pasang surut dan

jumlah air tawar (Nybakken, 1992). Salinitas pada stasiun X yakni 34

‰ adalah yang tertinggi dan salinitas pada stasiun V yaitu 20 ‰

adalah yang terendah. Tingginya salinitas pada stasiun X dan

rendahnya salinitas pada stasiun V dibandingkan dengan stasiun

lainnya disebabkan oleh kondisi lingkungannya seperti suplay air

tawar, sirkulasi perairan yang tertutup, suhu, maupun faktor-faktor

16

Page 17: Tingkat Pencemaran Perairan

lainnya. Suplay air tawar yang rendah, sirkulasi tertutup dan tingginya

penguapan akan meningkatkan salinitas perairan. Sebaliknya suplay

air tawar yang tinggi dari sungai akan menurunkan salinitas.

Sebagaimana salinitas air laut dapat berbeda secara geografis salah

satunya disebabkan oleh banyaknya air sungai yang masuk ke laut.

Baku mutu kadar salinitas untuk kualitas air laut untuk biota laut

berdasarkan KEPMENLH No. 51 Tahun 2004 adalah 33-34 ‰

Stasiun yang berada di bawah baku mutu adalah stasiun I, II, III, IV,

V, VI, VII, VIII, dan IX.

Kajian kualitas air di pelabuhan perikanan Samudera Kendari

Sulawesi Tenggara menunjukkan hasil penelitian pada dua stasiun

pengamatan yakni salinitas yang terukur di stasiun 1 lebih rendah

sebesar 24.0 ‰ dibandingkan stasiun 2 yakni sebesar 28.1 ‰.

3.4 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO)

Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terdapat di perairan

dalam bentuk molekul oksigen bukan dalam bentuk molekul

hidrogenoksida, biasanya dinyatakan dalam mg/L (ppm) (Darsono,

1992). Faktor lain yang mempengaruhi kelarutan oksigen adalah

pergolakan dan luas permukaan air terbuka bagi atmosfer (Mahida,

1986). Persentase oksigen di sekeliling perairan dipengaruhi oleh

suhu perairan, salinitas perairan, ketinggian tempat dan plankton yang

terdapat di perairan (di udara yang panas, oksigen terlarut akan

turun). Daya larut oksigen lebih rendah dalam air laut jika

dibandingkan dengan daya larutnya dalam air tawar. Ibrahim (1982)

menyatakan bahwa kelarutan oksigen di perairan bervariasi antara 7-

14 ppm.

Grafik DO perairan di lokasi penelitian disajikan dalam grafik 4 di

bawah ini :

17

Page 18: Tingkat Pencemaran Perairan

I II III IV V VI VII VIII IX X

DO (mg/l) 4 4.53 4.73 4.9 4.43 4.63 4.47 4.7 4.67 4.5

0.51.52.53.54.55.5

DO di Pengambengan

Titik Pengamatan

DO

Grafik 3.DO di perairan pelabuhan perikanan Pengambengan

DO tertinggi terdapat pada stasiun iV yakni sebesar 4,9.

Sedangkan DO terendah terdapat pada stasiun I yakni 4 mg/L. Tinggi

rendahnya DO dibandingkan dengan stasiun laiinya disebabkan oleh

beberapa faktor yang memengaruhi kondisi perairan, faktor-faktor

seperti tingginya suhu, sirkulasi perairan, maupun jumlah plankton

yang terdapat tempat ini.

Baku mutu kadar DO untuk kualitas air laut untuk biota laut

berdasarkan KEPMENLH No. 51 Tahun 2004 adalah KepMen LH No.

51 Tahun 2004, yakni > 3 mg/l. Semua kadar DO pada tiap stasiun

mendukung untuk perikehidupan biota di laut.

Kajian kualitas air di pelabuhan perikanan Samudera Kendari

Sulawesi Tenggara menunjukkan hasil penelitian pada dua stasiun

pengamatan yakni rata-rata di stasiun 1 lebih rendah yakni sebesar

0.12 mg/l dibandingkan stasiun 2 sebesar 1.60 mg/l. Nilai DO di

Stasiun 1 dan 2 termasuk berada dibawah standar baku mutu

menurut KepMen LH No. 51 Tahun 2004, yakni > 3 mg/l.

3.5 Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biological Oxygen Demand, BOD5)

BOD (Biochemical Oxygen Demand) atau kebutuhan oksigen

menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh

organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan

buangan di dalam air. Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan

18

Page 19: Tingkat Pencemaran Perairan

mengoksidasi air pada suhu 20 0C selama 5 hari, dan nilai BOD yang

menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi dapat diketahui

dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan

sesudah inkubasi (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005).

Berikut akan disajikan derajat pencemaran suatu badan perairan

yang dilihat berdasarkan nilai BOD5 (Tabel 1).

Tabel 1. Derajat Pencemaran Berdasarkan Nilai BOD5

Kisaran BOD5(mg/l) Kriteria Kualitas Perairan

≤ 2,9

3,0 – 5,0

5,1 – 14,9

≥15,0

Tidak tercemar

Tercemar ringan

Tercemar sedang

Tercemar berat

Sumber: Lee (1987) dalam Sukardiono (1987).

Tabel 1 menyajikan tingkat pencemaran di badan perairan

berdasarkan nilai BOD, kriteria ini merupakan kriteria untuk biota-biota

laut.

Grafik BOD perairan di lokasi penelitian disajikan dalam grafik 5 di

bawah ini :

I II III IV V VI VII VIII IX X

BOD (mg/l) 1.6 0 5.77 2.5 0 4.17 1.43 2.4 2.03 2.5

0.51.52.53.54.55.56.5

BOD di Pengambengan

Titik Pengamatan

BOD

Grafik 5 .BOD di perairan pelabuhan perikanan Pengambengan

Nilai BOD tertinggi di pelabuan Pengambengan terdapat pada

stasiun III yakni sebesar 5,77 mg/L. Terdapat dua stasiun yang

bernilai 0 mg/L. Sedangkan BOD terendah terdapat pada stasiun I

19

Page 20: Tingkat Pencemaran Perairan

yakni sebesar 1,6 mg/L. Stasiun III menunjukkan kebutuhan

oksigennya lebih tinggi. Besarnya kebutuhan oksigen biologi akan

menunjukkan suatu perairan tercemar atau tidak. Pada stasiun III nilai

BOD tinggi mengindikasikan adanya pencemaran. Pencemaran dapat

sangat mungkin terjadi pada perairan pesisir terutama di daerah

pelabuhan perikanan. Stasiun I menunjukkan BOD yang rendah

sehingga dapat dikatakan tidak terdapat pencemaran yang berarti

pada stasiun ini. BOD bernilai 0 pada dua stasiun pengamatan yakni

stasiun II dan V dapat terjadi karena ketidakakuratan pengukuran.

Baku mutu kadar BOD untuk kualitas air laut untuk biota laut

berdasarkan KEPMENLH No. 51 Tahun 2004 adalah sebesar 20

mg/L. Tidak ada BOD yang melewati batas baku mutu pada tiap

stasiun. Akan tetapi tiap stasiun mengindikasikan bahwa telah

terjadinya pencemaran di perairan pelabuhan Pengambengan

meskipun hanya berkisar antara pencemaran ringan dan pencemaran

sedang. Ditandai dengan kisaran BOD yang mencapai 5,77 mg/L

pada stasiun III.

Penelitian kualitas perairan pantai di kawasan industri perikanan,

desa Pengambengan, kecamatan Negara, kabupaten Jembrana

menunjukkan nilai BOD5 rata-rata pada 11 lokasi pengambilan

sampel, delapan diantaranya masih dibawah ambang batas standar

baku mutu air laut untuk biota laut menurutPeraturan Gubernur Bali

No. 8 Tahun 2007 adalah < 20 mg/L. Sedangkan tiga lokasi

pengambilan sampel, nilai BOD5 melebihi standar baku mutu yaitu

berkisar antara 22,45-33,45 mg/L.

3.6 TSS

Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan

kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung

yang terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih

kecil daripada sediment, seperti tanah liat, bahan organik tertentu, sel-

sel mikroorganisme dan lain sebagainya (Hardjojo dan

Djokosetiyanto, 2005). Padatan tersuspensi perairan yang baik untuk

biota laut adalah 20 – 80 mg/l (KLH, 2004).

20

Page 21: Tingkat Pencemaran Perairan

Padatan tersuspensi menciptakan resiko tinggi terhadap

kehidupan dalam air. Padatan tersuspensi dalam jumlah yang

berlebih (diukur sebagai total suspended solids / TSS) memiliki

dampak langsung yang berbahaya terhadap kehidupan dan bisa

mengakibatkan kerusakan ekologis yang signifikan seperti abrasi

langsung terhadap insang binatang air atau jaringan tipis dari

tumbuhan air dan penyumbatan insang ikan atau selaput pernapasan

lainnya.

Grafik TSS perairan di lokasi penelitian disajikan dalam grafik 6 di

bawah ini :

I II III IV V VI VII VIII IX X

TSS (mg/L)

8.15 7.69 6.71 4.84 6.66 7.94 6.59 7.65 6.6 6.47000000000001

0.52.54.56.58.5

TSS di Pengambengan

Stasiun

TSS

Grafik 6 .TSS di perairan pelabuhan perikanan Pengambengan

Grafik 6 menunjukkan TSS di perairan pelabuhan Pengambengan.

TSS tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu sebesar 8,15 mg/L.

Tingginya TSS dapat terjadi karena masukan padatan tersuspensi

yang bisa berasal dari daratan baik melalui trasport sungai,

pembuangan limbah akibat aktivitas pelabuhan dan sebagainya. TSS

terendah terdapat pada stasiun IV yakni sebesar 4,84 mg/L.

Baku mutu kadar TSS untuk kualitas air laut untuk biota laut

berdasarkan KEPMENLH No. 51 Tahun 2004 adalah 20 mg/L.TSS

pada seluruh stasiun pengamatan tidak ada yang melewati baku

mutu perairan.

21

Page 22: Tingkat Pencemaran Perairan

Kajian kualitas air di pelabuhan perikanan Samudera Kendari

Sulawesi Tenggara menunjukkan hasil nilai rata-rata TSS yang

diperoleh di stasiun 2 lebih tinggi yakni sebesar 0.72 mg/l

dibandingkan stasiun 1 sebesar 0.02 mg/l berada di bawah baku

mutu biota laut menurut KepMen LH No. 51 Tahun 2004.

3.7 TDS

Total padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut dalam air

yang tidak tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran

pori 0,45 μm. Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan

organik yang terlarut dalam air, mineral dan garam-garamnya. Secara

langsung TDS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti

ikan karena tersaring oleh insang. (Darsono, 1992).

Grafik TDS perairan di lokasi penelitian disajikan dalam grafik 7 di

bawah ini :

I II III IV V VI VII VIII IX X

TDS (mg/L)

0.34599999999999

9

0.40199999999999

9

0.29599999999999

9

0.30700000000000

2

0.30799999999999

9

0.35700000000000

2

0.35800000000000

1

0.41300000000000

1

0.50900000000000

2

0.40799999999999

9

0.050.150.250.350.450.55

TDS di Pengambengan

Axis Title

Grafik 7. TDS di perairan pelabuhan perikanan Pengambengan

Grafik 7 menunjukkan TDS di perairan pelabuhan

Pengambengan. TSS tertinggi terdapat pada stasiun IX yaitu sebesar

8,15 mg/L. Tingginya TDS dapat terjadi karena masukan padatan

terlarut yang bisa berasal dari daratan baik melalui trasport sungai,

pembuangan limbah akibat aktivitas pelabuhan dan sebagainya.

Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion-

22

Page 23: Tingkat Pencemaran Perairan

ion yang umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh air buangan

sering mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut

dalam air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri

pencucian. TDS terendah terdapat pada stasiun III yakni sebesar

0,30 mg/L.

4. Kesimpulan

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengukuran kualitas perairan pelabuhan

perikanan Pengambengan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

perairan pelabuhan perikanan Pengambengan sudah terindikasi

sebagai perairan tercemar. Sumber pencemar yang mempengaruhi

kualitas air pada perairan ini adalah kegiatan perikanan, meliputi :

kegiatan industri perikanan, kegiatan rumah tangga, dan kegiatan

transportasi. Meskipun telah tercemar, perairan ini masih tetap bisa

mendukung perikehidupan biota yang ada didalamnya.

4.2 Saran

Agar perairan di pelabuhan perikanan Pengambengan tetap dapat

mendukung perikehidupan biota di laut seharusnya dilakukan

pengawasan yang ketat terhadap aktivitas yang terjadi di wilayah

perairan tersebut, melakukan treatment pengolahan limbah buangan

agar tidak merubah kualitas perairan sangat diperlukan, kesadaran

dari pihak masyarakat juga sangat diharapkan agar limbah rumah

tangga tidak sembarang dibuang ke perairan laut.

23

Page 24: Tingkat Pencemaran Perairan

DAFTAR PUSTAKA

Boyd, 1982. Water quality management for pond fish culture. Elsevier

Scientific Publishing Company, Amsterdam, Oxford, New York.

Dahuri, R. 2004.Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan

Secara Terpadu, Edisi Revisi. Pradnya Paramita. Jakarta.

Darsono, V. 1992. Pengantar Ilmu Lingkungan. Penerbit Universitas

Atmajaya, Yogyakarta, hal : 66, 68.

Hardjojo, B., Djokosetiyanto. 2005. Pengukuran dan Analisis Kualitas

Air. Edisi Kesatu, Modul 1 - 6. Universitas Terbuka. Jakarta.

Ibrahim, S. 1982. Water Pollution Control. Pengawasan Kualitas dan

Pencemaran Air. Paket Ilmu Jurusan Farmasi, FMIPA, ITB, BPC,

I.S.F.I, Jawa Barat, hal : 12-19

Ira, 2014. Kajian Kualitas Perairan Berdasarkan Parameter Fisika Dan

Kimia Di Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari Sulawesi

Tenggara. Aquasains

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang Penetapan Baku

Mutu Air Laut Untuk Biota Laut. Jakarta.

Mahida, U.N. 1986. . Yogyakarta : Kanisius. Pencemaran Air dan

Pemanfaatan Limbah Industri. Minear, R.A., Keith, L.H. 1984.

Jakarta : C.V. Rajawali

Murwati, Tri. 2010. KAJIAN PENGARUH AKTIVITAS PELABUHAN

PERIKANAN TERHADAP ASPEK KUALITAS AIR SUNGAI

JUWANA DAN PERSEPSI MASYARAKAT (Studi Kasus di

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Bajomulyo, Kecamatan

24

Page 25: Tingkat Pencemaran Perairan

Juwana, Kabupaten Pati). Ilmu Lingkungan Program

Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Poppo 2010. Studi Kualitas Perairan Pantai Di Kawasan Industri

Perikanan, Desa Pengambengan, Kecamatan Negara,

Kabupaten Jembrana. ECOTROPHIC 3 (2) : 98-103

Santara, Adi Guna., Fis Purwangka., Budhi Hascaryo Iskandar. 2014.

Peralatan Keselamatan Kerja Pada Perahu Slerek Di Ppn

Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Bali. Departemen PSP

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001.

PT. Grasindo. Jakarta

Tarigan M.S. 2003. Pengaruh Musim Terhadap Fluktuasi Kadar Fosfat

dan Nitrat di Laut Banda. Makara Sains. 7, (2), 82-89

25