terjemahan jurnal

Download terjemahan jurnal

If you can't read please download the document

Upload: radit-radovzky-mayangkara

Post on 23-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

varisela

TRANSCRIPT

EFEKTIVITAS VAKSIN VARISELA SEBAGAI PROFILAKSIS PASCA PAJANAN

Maria Brotons, MD,* Magda Campins, PhD,* Leonardo Mendez, MD,* Concepcion Juste, MD,

Jose A ngel Rodrigo, MD,* Xavier Martnez, MD,* Eduardo Hermosilla, BS,* Laia Pinos, RN,*

and Josep Vaque, PhD

LATAR BELAKANG : Meskipun cacar air biasanya merupakan penyakir ringan, tidak selalu bebas komplikasi, terutama pada remaja dan orang dewasa. Penelitian sebelumnya dari profilaksis pasca pajanan dilakukan dengan vaksin eksperimental menunjukkan vaksin sangat efektif jika diberikan pada 3 hari pertama sampai 5 hari setelah pajanan. Namun, penelitian dilakukan dengan dikomersilkan vaksin yang hasilnya masih menjadi perselisihan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas vaksin varisela yang saat ini telah tersedia sebagai profilaksis pasca pajanan.

METODE : Kami melakukan studi prospektif kohort. Pasien yang rentan terhadap cacar air melakukan konsultasi di Preventive Medicine Department of the Vall dHebron Hospital setelah terpajan di rumah sampai kasus cacar air juga dimasukkan. Profilaksis pasca pajanan dengan vaksin varisela diberikan dalam 5 hari pertama setelah terpajan. Subjek telah diwawancara melalui telepon antara 4 dan 8 minggu setelah vaksinasi untuk memastikan apakah cacar air muncul, dan jika muncul, seberapa berat. Efektivitas vaksin dalam mencegah dan meminimalkan penyakit telah dikalkulasi dengan interval kepercayaan 95%.

HASIL : 67 subjek telah mengikuti penelitian. Efektifitas vaksin varisela dalam mencegah semua tipe penyakit sebanyak 62,3% ( CI 95%; 47,8-74,9 ) dan 79,4% ( CI 95%; 66,4-88,9 ) dalam mencegah penyakit sedang dan berat. Secara statistik tidak ada perbedaan yang signifikan yang ditemukan ketika efektifitas dibandingkan berdasarkan jenis kelamin, usia, atau hari sejak terjadi pajanan.

KESIMPULAN : vaksin varisela dalam 5 hari pertama pasca pajanan efektif mencegah cacar air dan mengurangi bagian penyakit

KATA KUNCI : cacar air, vaksin varisela, efektifitas, profilaksis pasca pajanan, pencegahan

Cacar air saat ini merupakan penyakit eksantematosa yang paling serimg terjadi di beberapa negara dimana vaksinasi belum termasuk dalam imunisasi yang rutin. Walaupun cacar air biasanya merupakan penyakit ringan dan bisa sembuh sendiri, komplikasi berat mungkin bisa terjadi. Ini terlihat seringnya pada pasien yang imunokompromaise ( imunitasnya turun ), penyakut paru atau kulit yang kronikm wanita hamil, anak usia kurang dari 1 tahun, remaja, dan dewasa. Cacar air berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas lebih tinggi pada dewasa, dengan risiko komplikasi 10-20 kali lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak. Komplikasi utamanya adalah pneumonia dimana terjadi pada 1 dari 400 orang dewasa sehat yang kontak dengan cacar air. Pada era sebelum vaksin di US, rata-rata kasus yang fatal pada varisela berkisar antara 2,0-3,6 per 100.000 kasus, dengan angka tertinggi pada bayi dan dewasa. Antara 1990 dan 1994, risiko varisela yang berhubungan dengan kematian sebanyak 25 kali lebih tinggi pada dewasa dibandingkan pada anak-anak1-4 tahun.

Di Spanyol, kejadian tahunan komplikasi yang membutuhkan rawat inap sebanyak 2,7 kasus per 100.000 penduduk, dengan kematian terjadi pada 3 6 kasus per tahun. Angka kejadian cacar air lebih tinggi pada anak-anak pra sekolah dan pada tahun pertama sekolah, meskipun sejumlah kecil infeksi yang terjadi antara usia 15 dan 34 tahun, ketika risiko komplikasi lebih besar.

Penggunaan vaksin varisela sebagai profilaksis pasca pajanan telah direkomendasikan sejak 1999 oleh Advisory Committee on Immunization Practices of the Center for Diases Control and Prevention dan oleh American Academy of Pediatrics, berdasarkan penelitian sebelumnya menunjukkan vaksin tersebut efektif jika diberikan dalam 3 hari pertama setelah pajanan dan sampai maksimal 5 hari. Rekomendasi ini didasarkan pada kenyataan bahwa vaksin berasal dari strain Oka merangsang respon kekebalan tubuh dalam 5 sampai 7 hari dan periode inkubasi varisela adalah 10 sampai 21 hari. Namun, rekomendasi ini terutama didasarkan pada penelitian yang dilakukan dengan vaksin eksperimental, dimana formula dan komposisi berbeda dengan vaksin yang tersedia saat ini, hanya satu penelitian yang menggunakan vaksin berlisensi. Kemudian menerbitkan artikel yang menganalisis efektivitas vaksin yang saat ini digunakan menunjukkan hasil yang sumbang, kemungkinan karena perbedaan metodologi, populasi inklusi tidak homogen, dan kurangnya jumlah sampel.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas vaksin varisela yang telah tersedia saat ini sebagai profilaksis pasca pajanan.

MATERI DAN METODOLOGI

DESAIN

Kami melakukan penelitian prospektif desain kohort

POPULASI PENELITIAN

Kami melibatkan individu yang menghadiri Preventive Medicine and Epidemiology Department of Vall d Hebron Hospital ( Barcelona, Spanyol ) setelah terpajan dengan kasus cacar air dengan kriteria inklusi sebagai berikut :

Subjek dengan usia > 1 tahun yang terpapar di rumah dengan kasus primer cacar air minimal 5 menit di dalam ruangan dan kontak secara berhadapan ( face to face ). Dianggap kasus primer hanya jika mereka adalah kasus pertama di rumah ( tidak ada kasus yang terjadi 3-4 minggu sebelum kasus ini )Kerentanan terhadap cacar air. Kerentanan di definisikan sebagai riwayat negatif dari penyakit dan tidak ada bukti vaksinasi sebelumnya. Kami melakukannya dengan cepat ( < 12 jam ) konfirmasi serologi dari kerentanan individu usia 13 tahun dan yang lebih tua. Antivarisela-zoster IgG antibodi ditentukan dengan menggunakan enzymoimmunianalysis technique Vaksin varisela diberikan dalam 5 hari pertama setelah pajanan.

PERIODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei 2002 sampai Mei 2007

VARIABEL

Kami mengumpulkan beberapa informasi meliputi : usia ( diklasifikasikan dalam 2 grup; < 13 tahun dan > 13 tahun ), jenis kelamin, riwayat terkena varicella, jumlah hari sejak paparan, dan faktor komorbid ( imunodefisiensi, hamil, pemakaian kortikosteroid, atau terapi lain yang imunosupresif )

Adanya ruam pada kasus primer dianggap sebagai onset dari pajanan. Kami mengumpulkan data menggunakan kuesioner yang standar

PROFILAKSIS PASCA PAJANAN

Vaksin yang digunakan sebagai profilaksis pasca pajanan adalah Varilrix ( GSK ), dimana berisi kadar minimal dari 1995 unit pembentuk plak dari virus yang telah dilemahkan ( virus strain Oka ) atau Varivax ( Sanofi Pasteur MSD ), dimana berisi kadar minimal dari 1350 unit pembentuk plak dari virus yang dilemahkan. Kedua vaksin diberikan dengan tidak random secara subkutan di deltoid. Subjek < 13 tahun menerima single dosis dan subjek > 13 tahun menerima 2 dosis, 1 bulan terpisah

OUTCOME

Subjek dihubungi dalam 4 sampai 8 minggu setelah vaksinasi untuk menentukan apakah ada perkembangan ke arah cacar air. Kasus sekunder di definisikan sebagai mereka yang mendapatkan varisela 10-21 hari setelah onset ruam pada kasus primer, sehingga tidak termasuk kasus koprimer dan kasus yang berkembang menjadi cacar air > 21 hari setelah pajanan. Diagnosis penyakit berdasarkan deskripsi ruam yang diinformasikan oleh pasien. Informasi jumlah lesi kulit dan kebutuhan rawat inap telah dikumpulkan untuk menentukan tingkat keparahan penyakit. Cacar air telah diklasifikasikan sebagai penyakit ringan jika < 50 lesi kulit, sedang jika 50-500, berat jika > 500 lesi atau rawat inap karena komplikasi cacar air.

EPIDEMIOLOGI DAN ANALISIS STATISTIK

Data di deskripsikan menggunakan persentase frekuensi dan koresponden untuk variabel kualitatif dan melalui standar deviasi ( SD ) atau median dengan kisaran interkuartil ( IQR ) untuk variabel seterusnya.

Efektivitas vaksin sebagai profilaksis pasca pajanan telah dikalkulasi menggunakan formula efektivitas vaksin pada penelitian kohort :

VE = 1 ( ARv/ ARn ) x 100

Dimana VE adalah Efektivitas Vaksin; ARv attaack rate in vaccinated; ARn, attack Rate in Nonvaccinaated.

Efektivitas vaksin dalam mencegah penyakit sedang dan berat telah dikalkulasi dengan formula yang sama, dengan mereka yang berkembang menjadi cacar air ringan dianggap tidak sebagai kasus.

Sebuah riwayat serangan sekunder dari 87% yang rentan kontak dirumah digunakan sebagai tingkat serangan populasi non vaksinasi untuk kedua kalkulsi efektivitas vaksin.

X2 tes atau fisher exact test telah digunakan untuk mengukur hubungan antara perkembangan cacar air dan jenis kelamin, usia, dan waktu terjadinya sejak terpajan. Nilai P < 0,05 berhubungan secara statistik signifikan

Data dianalisis menggunakan SPSS versi 13.0 dan Stata versi 8.2

HASIL

Selama penelitian, 67 subjek sesuai kriteria inklusi dan mempunyai hasil outcome. 21 subjek < 13 tahun. Nilai tengah untuk usia anak-anak adalah 2 tahun ( IQR = 6 ) dan untuk remaja dan dewasa adalah 34 tahun ( IQR = 9 ). Representasi wanita 43% dari populasi. Valvirix telah digunakan pada 55 kasus dan Varivax pada 12 kasus. 73% dari subjek telah divaksinasi dalam 72 jam pasca pajanan dan 27% antara 4 5 hari. Mean time dari pajanan ke vaksinasi adalah 2,72 hari ( SD : 0,14 ) dan median time nya adalah 3 hari. Tidak satu pun dari kasus primer yang sebelumnya telah divaksinasi dengan vaksin varicella.

45 kontak tidak berkembang menjadi varicella ( 67% ), 10 berkembang menjadi cacar air ringan ( 15% ) dan 12 cacar air sedang ( 18% ). Tidak ada pasien yang berkembang menjadi penyakit berat.

Efektivitas vaksin dalam mencegah semua bentuk varicella adalah 62,3% ( CI 95%: 47,8-74,9 ) dan efektivitas dalam mencegah penyakit adalah 79,4% ( CI 95%: 66,4-88,9 ) dengan tingkat kepercayaan sedang. Secara statistik tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan pada serangan cacar air berdasarkan jenis kelamin, usia atau hari yang telah berlalu pasca pajanan

DISKUSI

Efektivitas yang dihitung dalam penelitian ini terletak dalam rentang nilai yang di deskripsikan penulis ( tabel 2 ).

Penelitian pertama yang menunjukkan efektivitas vaksin varicella sebagai profilaksis pasca pajanan telah dilakukan di Jepang tahun 1970 menggunakan vaksin eksperimental. Penelitian selanjutnya 1980 mengkonfirmasi tingginya efektivitas vaksin ketika diberikan dalam 3 hari pertama pasca pajanan. Bagaimanapun, proses manufaktur untuk vaksin telah berubah dan yang digunakan saat ini mempunyai produk dengan formulasi yang berbeda dan berisi antigen yang lebih rendah.

Beberapa penelitian observasional telah menilai efektivitas dari vaksin yang telah tersedia saat ini sebagai profilaksis pasca pajanan dengan hasil yang masih sumbang. Mor et al menunjukkan satu-satunya penelitian secara random, double blind, placebo controlled clinical trial sampai saat ini untuk mengevaluasi efektivitas dari vaksin yang berlisensi ( Varilrix ). Penelitian ini sampai saat ini menunjukkan hasil yang kontradiktif, rendering perbandingan mereka yang sulit. Ada perbedaan metodologi selama penelitian, ukuran sampel yang kecil dan lebih banyak vaksin eksperimental yang digunakan pada penelitian pertama ( dimana mempunyai hasil yang lebih baik ) mempunyai beban antigen yang lebih banyak ( tabel 2 )

Faktor faktor seperti usia dan waktu yang telah berlalu diantara pajanan dan vaksinasi harus dipertimbangkan. Pengaruh usia pada efektivitas vaksin adalah deskripsi yang baik pada profilaksis pasca pajanan. Semua tapi salah satu penelitian yang telah dipublikasikan pada profilaksis pasca pajanan yang dilakukan pada anak-anak. Penelitian kami termasuk anak-anak dan dewasa, memungkinkan investigasi dari usia, bagaimanapun juga, secara statistik tidak ada perbedaan yang signifikan,. Penelitian kami termasuk adanya kasus sekunder yang berkembang menjadi varicella dari 10-21 hari pasca pajanan dan untuk alasan ini dewasa yang berkembang menjadi varicella hanya menerima 1 dosis vaksin, tidak direkomendasikan 2 doses dengan interval 1 bulan.

Angka serangan pada subjek < 13 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan kontak > 13 tahun, walaupun perbedaannya secara statistik tidak signifikan. Meskipun semua orang dewasa secara serologi telah di tes, beberapa bisa saja negatif palsu karena kurangnya uji sensitivitas.

Sementara waktu dari pajanan vaksinasi dalam penelitian kami adalah 2,7 hari, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian lain., diantaranya Mor et al, dimana mean time nya adalah 1,9 hari. Penelitian sebelumnya mendeteksi hubungan antara efektivitas vaksin dan waktu yang berlalu sejak pajanan, dengan hasil yang lebih baik pada vaksinasi yang diberikan dalam 72 jam pertama daripada setelah 4 hari ( 90% vs 67%, masing masing ). Pada penelitian kami menemukan hanya 7% perbedaan antara kedua tingkat serangan, yang akan mendukung praktek klinis dari vaksinasi pasca pajanan jika waktu yang berlalu sejak pajanan adalah 5 hari atau kurang.

Keterbatasan penelitian juga harus dipertimbangkan. Pertama, diagnosa dari cacar air dalam kontak berdasarkan informasi yang diperoleh lewat telepon dan tidak melalui pemeriksaan fissik langsung. Cacar air adalah penyakit yang mudah diiddentifikasi dimana telah diobservasi sebelumnya dalam indek kasus dari kontak mayoritas. Meskipun demikian, vaksinasi dapat memodifikasi penyakit dan mengurangi deteksi adanya klinis ringan, sehingga overestimasi dari efektivitas vaksin

Kedua, anak dengan riwayat negatif varicella telah dinilai sebagai kelompok rentan. Kami mempertimbangkan keterbatasan kecil ini sejak penelitian sebelumnya yang mendemonstrasikan bahwa reabilitas dari riwayat negatif adalah lebih akurat pada anak muda dan median umur dari anak dalam penelitian kami adalah 2 tahun. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa prevalensi varicella pada anak dengan riwayat negatif dari varicella adalah berkisar dari 9% pada usia 7 tahun sampai 13% di usia 12 tahun. Mengingat hasil ini dan distribusi usia pada penelitian kami, 2 anak bisa saja salah klasifikasi sebagai kelompok rentan dan efektivitas vaksin nya karena itu menjadi belebihan ( overestimasi ).

Ketiga, kemungkinan ruam pasca vaksinasi dianggap sebagai kegagalan vaksin yang tidak dapat dikesampingkan. Risiko reaksi seperti varicella terkait dengan vaksin berkisar antara 3% sampai 5%. Bagaimanapun, teknik biologi molekuler sering diharuskan membedakan antara infeksi oleh virus liar dan vaksin. Kemungkinan klasifikasi bias bisa terjadi dan bisa menyebabkan underestimasi untuk efektivitas vaksin

Jelas bahwa desain epidemiologi terbaik untuk mengevaluasi hipotesa kami adalah uji klinis. Bagaimanapun, sebagai rekomendasi untuk profilaksis pasca pajanan di Catalonia telah ditemukan, tidak akan dibenarkan dengan alasan etis untuk digunakan sebagai pendekatan eksperimental.

Akhirnya, serangan cacar air untuk berbagai bentuk varicella pada subjek nonvaksinasi telah digunakan untuk menilai efektivitas vaksin dalam menurunkan progresifitas penyakit, sehingga bisa overestimasi keefektivitasannya.

Kesimpulannya, tersedia vaksin varicella yang diberikan dalam waktu 5 hari setelah pajanan cacar air adalah efektif dalam mencegah cacar air dan sangat efektif untuk meringankan ( meminimalkan ) penyakit.