teori-teori organisasi

Upload: abu-abdillah-muhammad-basrun

Post on 14-Apr-2018

289 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    1/45

    Universitas Gadjah Mada

    BAB 4

    TEORI-TEORI ORGANISASI

    1. Teori-teori Organisasi KlasikFenomena organisasi di dalam masyarakat telah lama menjadi pusat

    perhatian para ahli dari berbagai disiplin ilmu sosial. Berbagai pandangan dan

    pemikiran yang muncul mengenai femomena organisasi ini telah melahirkan suatu

    bidang pengetahuan yang secara khusus mengkaji mengenai fenomena organisasi

    itu, yang secara umum dikenal dengan istilah teori organisasi. Jadi, teori organisasi

    menunjuk pada suatu penggambaran beberapa generalisasi yang memiliki

    kemungkinan penerapan untuk menjelaskan fenomena organisasi secara universal.

    Atau dengan kata lain, beberapa sudut pandang atau perspektif dapat dilakukan

    untuk mengamati bagaimana beberapa fenomena dari organisasi ada dan

    beroperasi di dalam masyarakat, yang jika pandangan atau perspektif itu

    diintegrasikan dalam suatu kerangka yang sistematis merupakan sebuah "a body of

    knowledge' atau sebuah teori tentang organisasi dan disebut dengan Teori

    Organisasi.

    Perkembangan kajian tentang Teori Organisasi pada awalnya berlangsung

    lambat, tetapi pada perkembangannya kemudian terjadi perkembangan yang cukup

    pesat sejalan dengan makin banyaknya perhatian para ahli terhadap fenomena

    organisasi. Perhatian yang besar terhadap fenomena organisasi oleh para ahli

    dewasa ini telah melahirkan tidak saja makin banyak teori organisasi, tetapi telah

    menghasilkan pula suatu peta pemikiran para ahli tentang fenomena organisasi,

    yang tercermin dari adanya berbagai perspektif yang berkembang tentang

    fenomena organisasi ini.

    Sebagaimana yang selalu terjadi dalam perkembangan pemikiran tentang

    suatu fenomena akan terdapat dua kelompok pandangan yang memiliki pusat

    perhatian yang berbeda. Pada satu pihak, terdapat pandangan-pandangan yang

    memusatkan perhatiannya pada apa yang sedang terjadi pada berbagai aspek dari

    suatu fenomena dengan teliti. Perhatian yang demikian sudah barang tentang akan

    menghasilkan pemikiran yang mendalam mengenai apa yang sedang terjadi

    dengan fenomena itu. Sungguhpun demikian, pandangan yang memusatkan pada

    apa yang sedang terjadi ini tetaplah dipengaruhi oleh pelaksanaan atau segi praktis

    yang berlaku di dalam masyarakat dan merefleksikan pemikiran-pemikiran yang

    dipengaruhi oleh suatu lingkungan tertentu. Pada sisi yang lain, terdapat pula

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    2/45

    Universitas Gadjah Mada

    pandangan yang membangun basis pemahamannya mengenai suatu fenomena

    dengan mengkaitkan apa yang telah terjadi dimasa lalu, pengaruhnya terhadap apa

    yang berlangsung saat ini dan memperkirakannya untuk masa mendatang.

    Pandangan yang demikian juga didasari oleh suatu pemikiran mendalam untukmemperkirakan apa yang akan terjadi dimasa mendatang dan sekaligus menjadi

    pengarah atau petunjuk dalam menghadapi kondisi yang bakal datang.

    Semua disiplin ilmu dibangun atas dasar pandangan atau pemikiran yang

    berkembang sebagaimana dikemukakan di atas dan, pada sisi yang lain, suatu

    disiplin ilmu sangat membantu dalam memberikan penjelasan tentang pengetahuan

    yang berkaitan dengan fenomena tersebut maupun penjelasan mengenai

    ketrampilan yang berkaitan dengan fenomena itu, kepada siapapun yang tertarik

    pada masalah ini. Pandangan-pandangan ini dipergunakan oleh para para praktisi

    dan para peneliti yang melakukan pengujian mengenai validitas dan realibilitas dari

    berbagai teori. Secara perlahan, perbaikanperbaikan terjadi dalam pemikiran-

    pemikiran dan pendekatan yang sangat membantu akan mulai berkembang. Proses

    ini merupakan proses yang tiada henti dan terjadi dalam setiap disiplin ilmu.

    Meskipun proses itu terjadi dalam setiap ilmu, dan terjadi pula dalam kajian

    tentang fenomena organisasi, tetapi dalam perkembangan Teori Organisasi hal itu

    berlangsung sangat lambat. Kebanyakan teori-teori, konsepkonsep dan petunjuk-

    petunjuk praktis yang berkaitan dengan fenomena organisasi tidak selalu

    mendukung perkembangan Teori Organisasi. Hal ini disebabkan karena berbagai

    teori, konsep dan petunjuk praktis tersebut tidak menyediakan cukup temuan empiris

    yang diperlukan untuk berkembangnya kajian Teori Organisasi ini. Teori, Konsep

    dan petunjuk praktis itu seakan-akan "berada di luar jangkauan" temuan empiris

    yang diperlukan untuk dasar pengembangan kajian mengenai fenomena organisasi.

    Setiap peneliti atau pemikir selalu pada posisi yang berbeda dari lainnya,

    menggunakan konsep-konsep dan terminologi mereka sendiri-sendiri, tanpa

    membuat penambahan atau akumulasi pada pengetahuan tentang organisasi, yang

    menyebabkan pengetahuan tentang organisasi itu tetap saja sangat terbatas.

    Pengetahuan-pengetahuan tentang fenomena organisasi yang dihasilkannya tidak

    sepadan dengan perkembangan pengetahuan yang terjadi dalam disiplin lain.

    Pengetahuan tentang fenomena organisasi, selain sangat sedikit juga tidak

    menyeluruh. Oleh karena itu terkadang kurang memiliki peranan dalam menjelaskan

    fenomena-fenomena organisasi dan kegunaannya dari segi praktis juga terbatas.

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    3/45

    Universitas Gadjah Mada

    Perkembangan dalam ilmu administrasi, dalam manajemen ilmiah dan ilmu-

    ilmu sosial lainnya, terutama sosiologi, telah membawa akibat berkembangnya teori

    organisasi. Revolusi Industri di Eropa dan kemudian diikuti dengan perubahan

    struktur dan kultur dalam masyarakat, termasuk pula organisasi yang ada di dalammasyarakat yang berubah tersebut, telah merangsang tumbuhnya berbagai

    penjelasan dan teori baru tentang fenomena organisasi. Dalam pandangan banyak

    ahli, revolusi industri dipandang sebagai pertanda dari awal berkembangnya

    organisasi modern. Oleh sebab itu, semenjak terjadinya revolusi industri,

    perkembangan teori organisasi lambat laun mengalami pertumbuhan dan

    perkembangan. Meskipun demikian, akselerasi yang cukup besar dalam bidang ini

    baru terjadi pada beberapa dasawarsa setelah Perang Dunia II berakhir, atau

    tepatnya pada sekitar tahun 1960-an, terutama pada saat maki besarnya peranan

    teknologi dalam organisasi dan munculnya organisasi-organisasi berskala besar,

    baik berlingkup nasional maupun internasional.

    Untuk dapat memahami secara lebih rinci mengenai perkembangan

    pemikiran tentang fenomena organisasi ini, berturut-turut akan dikaji pandangan

    para perintis studi organisasi yang tergolong dalam teori klasik, kemudian diikuti

    dengan perkembangan pemikiran berikutnya yang mulai diwarnai oleh aliran

    pemikiran atau perspektif yang tidak lagi bersandar pada pandangan perorangan.

    1.1. Teori Organisasi Klasik

    Istilah klasik dalam pengertian yang umum seringkali diartikan sebagai

    sesuatu yang secara tradisional telah diterima atau sesuatu yang telah sejak lama

    cukup mapan. Jika istilah ini dikaitkan dengan teori organisasi maka artinya kurang

    lebih adalah sebutan untuk suatu pemikiran tentang fenomena organisasi yang telah

    sejak lama mapan atau telah menjadi tradisi yang diterima dalam kajian tentang

    fenomena organisasi. Kesulitan yang ditemui jika istilah klasik diartikan seperti itu

    adalah sukarnya menemukan titik awal dari kajian tentang fenomena organisasi,

    mengingat sudah sejak sangat lama kajian tentang organisasi ini telah dilakukan,

    baik oleh para pemikir maupun para filsuf besar pada masa-masa silam.

    Menurut Mitchell (1982) misalnya, pada 2000 tahun sebelum Masehi, di

    Yunani dan Romawi Kuno telah ada pemikiran tentang organisasi, yang pada masa

    itu organisasi yang dominan adalah Gereja dan Negara (atau negara kota), yang

    melahirkan pemikiran-pemikiran, misalnya seperti yang dilakukan oleh Aristoteles

    dan filsuf lainnya mengenai organisasi negara, dan sebagainya. Demikian juga pada

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    4/45

    Universitas Gadjah Mada

    masa jaman pertengahan, terjadi banyak perubahanperubahan dalam lapangan

    ekonomi dan perdagangan mulai menjadi aktifitas utama ekonomi masyarakat dan

    mendorong berkembangnya organisasiorganisasi ekonomi. Fenomena ini

    mendorong pula pemikiran dan pandangan, baik mengenai fenomena organisasimaupun dalam segi praktis atau manajemen, yang pada saat itu berkembang.

    Untuk tujuan yang lebih terbatas, kesulitan ini dapat diatasi dengan

    menentukan suatu perode waktiu tertentu yang memiliki arti sangat penting dalam

    evolusi pemikiran tentang fenomena organisasi ini. Dalam pandangan banyak

    pemikir tentang fenomena organisasi, salah satu momen atau kejadian penting yang

    sering dipergunakan oleh para ahli dalam memulai kajian tentang organisasi adalah

    terjadinya Revolusi Industri yang berlangsung di Inggris pada paruh kedua abad ke

    19. Menggunakan masa gemilang transformasi masyarakat menuju masyarakat

    industrial sebagai awal dari telaah ke belakang dari pemikiran tentang fenomena

    organisasi merupakan cara yang mudah dan banyak diperguanakn para ahli yang

    menaruh perhatian pada fenomena organisasi. Hal ini disebabkan karena beberapa

    pandangan yang muncul pada masa itu secara jelas ditandai oleh obsesi mengenai

    masalah-masalah yang berkaitan dengan pertumbuhan ukuran organisasi yang

    bertambah besar dan kompleks.

    Melalui proses-proses jangka panjang, dan terutama mencapai puncaknya

    dalam paruh kedua abad ke 19, sejalan dengan perkembangan berbagai faktor yang

    terjadi dalam masyarakat Eropa, industri dan urbanisasi mengalami peningkatan

    yang amat pesat. Banyak organisasi-organisasi produksi mulai menghasilkan

    produk-produk yang secara relatif masih sederhana tetapi telah menggunakan

    teknologi produksi massal yang juga masih sederhana, dengan tetap menggunakan

    tenaga kerja semi terampil maupun yang tidakj terampil sama sekali. Secara

    perlahan-lahan, sejalan dengan peranan teknologi dalam proses produksi yang

    makin besar dan teknologi itu mulai menggantikan tenaga kerja yang ada, berbagai

    cabang kegiatan produksi yang bersifat spesialisasi mulai tumbuh.

    Kondisi ekonomi, sosial dan teknologi yang berubah ini telah menghasilkan

    sejumlah besar masalah-masalah baru, yang membutuhkan pemecahan antara lain

    melalui pengembangan bentuk-bentuk organisasi dan pengelolaan manajemen yang

    berbeda dengan apa yang secara tradisional dijalankan saat itu, yaitu suatu

    manajemen yang sangat individualistik. Sifat dasar dari organisasi dan manajemen

    tradisional yang individualistik itu kemudian telah runtuh oleh karena adanya tekanan

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    5/45

    Universitas Gadjah Mada

    yang berasal dari banyaknya masalah-masalah yang ditimbulkan oleh tumbuh

    berkembangnya organisasiorganisasi berskala besar dan bersifat kompleks.

    Teori organisasi klasik memiliki asumsi bahwa organisasi selalu memiliki

    susunan yang rasional dan logis, baik secara ekonomis maupun pencapaianefisiensi. Dengan kata lain, bagi teori organisasi klasik rasionalitas, efisiensi dan

    keuntungan ekonomis adalah tujuan organisasi. Sejalan dengan tujuan yang

    demikian, manusia juga diasumsikan bertingkah laku atau bertindak secara rasional

    pula. Jika manusia dipandang sebagai mahluk yang rasional maka maka akan

    mudah bagi pihak manajemen untuk mencapai kepentingankepentingannya,

    terutama peningkatan produktifitas melalui peningkatan upah dan insentif bagi pihak

    pekerja.

    Teori Organisasi Klasik memusatkan perhatiannya pada penciptaan suatu

    himpunan teknik-teknik yang rasional, yang diperlukan dalam mengembangkan baik

    struktur maupun proses dan juga mengarahkan suatu bentuk koordinasi yang

    mampu mengintegrasikan hubungan-hubungan antara bagian dari suatu organisasi.

    Teori Klasik sangat meyakini bahwa jika teknik dan pendekatan yang rasional dapat

    diwujudkan maka organisasi akan dapat berjalan lebih baik dalam pencapaian

    tujuan.

    Pusat perhatian uyama bagi para pemikir teori organisasi klasik ini adalah

    organisasi yang bergerak dalam bidang bisnis. Hal ini dapat dipahami karena

    organisasi yang bergerak dalam bidang bisnis itu, selain mudah dipelajari juga

    mengharuskan adanya proses dan struktur yang rasional untuk mencapai efisiensi.

    suatu ciri yang selalu terlekat pada organisasi yang bergerak dalam bidang bisnis.

    Meskipun demikian, pada perkembangannya kemudian lingkupnya meluas pada

    semua tipe organisasi, tetapi tetap dengan esensi yang sama, yaitu menekankan

    segi rasionalitas dalam pelaksanaan kegiatan organisasi.

    Fenomena yang terjadi di Eropa itu kemudian telah mengundang munculnya

    pemikiran-pemikiran para ahli dari berbagai disiplin. Dalam lapangan ekonomi

    misalnya, karya Adam Smith berjudul "An Inquiry into the Nature and Causes of the

    Wealth of Nation", diakui telah membawa arah baru kerangka pengetahuan

    mengenai organisasi pada masa itu. Meskipun demikian, pemikiran tentang ekonomi

    yang sangat berpengaruh dari Adam Smith seakan telah

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    6/45

    Universitas Gadjah Mada

    menenggelamkan sumbangan pemikirannya tentang aspek organisasi yang

    dikemukakannya itu.

    Selain Adam Smith, -beberapa perintis studi organisasi yang pandangan-

    pandangannya sangat berpengaruh dalam perkembangan teori organisasi antara laindiberikan oleh Max Weber, yang oleh banyak kalangan dinyatakan sebagai "Bapak

    Teori Organisasi" atau "the father of organization teori", dengan tradisi sosiologinya,

    kemudian oleh F.W Taylor dengan gerakan manajemen ilmiahnya, serta oleh Fayol

    dan kawan-kawan dengan prinsip-prinsip administrasinya. Dalam uraian berikut, tiga

    perintis utama teori organisasi ini akan dikaji lebih rinci.

    1.1.1. Max Weber dan Tipe Ideal Birokrasi

    Max Weber (1864-1920) seorang ahli sosiologi Jerman, merupakan salah

    satu perintis utama studi mengenai organisasi. Weber hidup dalam situasi

    masyarakat yang penuh perubahan-perubahan. Pada masa itu di Eropa terjadi

    peningkatan besar-besaran dalam proses industrialisasi dan dalam penerapan ilmu

    pengetahuan dan teknologi. Oleh karena industri berkembang di daerahdaerah

    perkotaan, maka akibatnya adalah terjadinya arus besar urbanisasi menuju kota-kota

    dimana industri berada dan akibatnya yang lain adalah munculnya kaum proletarian

    baru yang ada di kota-kota. Perkembangan keota yang demikian telah merangsang

    munculnya kegiatan ekonomi berskala besar, antara lain munculnya pasar-apasar

    berskala besar dan bersifat massal. Tidak disangkal lagi, pada sisi yang lain,

    perubahan-perubahan ini telah membawa banyak perubahan sosial dalam

    masyarakat Eropa pada masa itu.

    Weber merupakan salah satu diantara beberapa pemikir yang menaruh

    perhatian besar pada perubahan-perubahan tersebut. Hal ini dapat dilihat dalam

    berbagai analisasi yang dibuat Weber baik dalam bidang perkembangan ekonomi,

    pertumbuhan kapitalisme, politik dan pemerintahan, dan juga bidang keagamaan.

    Meskipun Weber melakukan banyak analisis mengenai masalah bisnis, politik,

    agama maupun pemerintahan, namun konsep Weber yang paling monumental

    adalah analisisnya mengenai Birokrasi. Oleh karena analisisnya mengenai tipe ideal

    birokrasi inilah kemudian menempatkan Weber sebagai salah satu yang terpenting

    diantara banyak perintis Teori Organisasi.

    Konsep Weber tentang birokrasi sangat berbeda dengan pandangan umum

    yang melihat sisi negatip dari birokrasi, misalnya sebagai sumber ketidak efisienan,

    berbelit-belti dan sarang penyalah gunaan kekuasaan. Weber mengkonsepsikan

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    7/45

    Universitas Gadjah Mada

    birokrasi sebagai tipe ideal. Hal ini perlu diperhatikan karena model yang

    dikembangkan oleh Weber itu tipe ideal, yang dalam kenyatannyanya tidak akan

    dijumpai satu birokrasi pun yang memiliki kesamaan secara sempurna dengan tipe

    ideal sebagaimana dikemukanan Weber. Tetapi, sejauh mana suatu birokrasimendekati karakteristik tipe ideal birokrasi, menjadi tolok ukur sejauh mana tingkat

    efisiensinya dapat dicapai secara maksimum sebagaimana dikonsepsikan Weber.

    Tipe ideal birokrasi sebagaimana dikemukakan oleh Weber memiliki prinsip-

    prinsip sebagai berikut:

    (a)Peraturan atau aturan yang ada di dalam birokrasi sangat jelas dan tegas sekali.

    Hal yang demikian diperlukan dalam birokrasi terutama untuk menegakkan

    ketertiban-dan kelangsungan dari birokrasi itu sendiri.

    (b)Terdapat ruang lingkup kompetensi yang jelas. Orang-orang dalam birokrasi

    memiliki tugas-tugas dan pekerjaan yang dirumuskan secara jelas dan tegas,

    serta memiliki kewenangan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas

    atau pekerjaan yang diberikan itu. Jadi prinsip pembagian kerja (division of

    labour) merupakan aspek integral dari birokrasi.

    (c) Sumber dari otoritas atau kewenangan adalah ketrampilan teknis, kompetensi

    dan keahlian (expertise). Ini merupakanukuran yang obyektif dan berlaku bagi

    siapapun yang memenuhi kualifikasi dan persyaratan yang ada dapat

    dipromosikan pada suatu jabatan atau posisi tertentu dalam birokrasi.

    (d)Para pelaksana atau staf administrasi secara tegas dipisahkan dari para pemilik

    modal atau alat produksi. Pemilikan alat produksi dan modal dipisahkan dari

    kepemimpinan ini dilakukan sebagai upaya untuk dapat membuat keputusan

    yang rasional dan obyektif.

    (e)Prinsip hirarkhi menunjukkan bahwa tiap-tiap bagian yang lebih rendah

    posisinya, selalu berada di bawah perintah dan selalu dibawah pengawasan dari

    posisi yang lebih tinggi. Garis komunikasi lebih bersifat vertikal dari pada bersifat

    horisontal.

    (f) Tindakan-tindakan, keputusan-keputusan dan aturan-aturan semuanya

    diadministrasikan dan diarsipkan secara tertulis. Proses pelaksanaan fungsi

    organisasi merupakan sesuatu yang dapat diketahui oleh siapapun dan bersifat

    publik.

    Dari prinsip-prinsip di atas, secara garis besar dapat dipilah menjadi dua,

    yaitu prinsip-prinsip struktural dan prinsip-prinsip prosesual. Prinsip struktural

    menunjukan beberapa hal penting. Pertama, pekerjaan tidak dirancang sebagai

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    8/45

    Universitas Gadjah Mada

    sesuatu yang mudah dan sepele. Pekerjaan dirancang lebih tidak bersifat emo-

    sional tetapi efisien dan memiliki tingkat konflik kepentingan yang minimum. Kedua,

    segala sesuatu kemudian menjadi bersifat umum dan tegas. Fungsifungsi

    dirumuskan dengan tegas dan jelas, orang-orang yang ada dalam birokrasi dapatdisaling-tukarkan pada posisi-posisi yang tepat. Prinsip ini memang memberikan

    penekanan penting pada aspek struktural dan aspek administratif dari organisasi,

    tetapi hanya memberikan perhatian yang amat kecil pada aspek manusia yang

    berada dalam organisasi itu yang melakukan tugas atau pekerjaan.

    Selain aspek struktural terdapat pula aspek prosesual. Akar dan model

    birokrasi sebagaimana dikemukakan oleh Weber adalah pada konsep otoritas dan

    kekuasaan yang sah untuk melakukan kontrol. Posisi-posisi dalam organisasi

    memberikan kepada orang-orang yang menduduki posisi tersebut hak dan

    tanggung jawab. Itu berarti bahwa seseorang yang menerima suatu tugas atau

    pekerjaan, berarti kepadanya diberikan otoritas yang sah dan kemudian ia dapat

    menggunakannya kepada pihak lain lagi yang berada di bawah posisinya. Dalam

    pandangan Weber, terdapat tiga sumber otoritas yang dimiliki seseorang, yaitu

    otoritas tradisional, otoritas kharismatik dan otoritas birokratis. Pimpinan dalam

    birokrasi memiliki sumber otoritas pada keahlian dan ketrampilan tertentu. Otoritas

    yang demikian merupakan otoritas yang sah dan diperoleh melalui persyaratan dan

    kualifikasi yang jelas.

    Dalam pandangan Weber, jika suatu organisasi memiliki dasar-dasar berupa

    prinsip-prinsip sebagaimana dikemukakannya di atas, maka organisasi itu akan dapat

    mengatasi ketidak-efisienan dan ketidak-praktisan yang sangat tipikal ditemukan

    pada banyak organisasi pada masa itu. Pada sisi yang lain, Weber melihat bahwa

    birokrasi merupakan bentuk paling efisien dari suatu organisasi dan merupakan

    instrumen yang paling efisien dari kegiatan administrasi berskala besar.

    Meskipun Weber merupakan salah satu perintis teori organisasi yang paling

    penting, namun gagasan-gagasannya baru mulai dikenal kalangan luas semenjak

    tahun 1949-an, yaitu ketika karya-karyanya diterjemahkan dari bahasa Jerman ke

    bahasa lnggris. Semenjak saat itu, jika orang membicarakan tentang organisasi,

    maka mau tidak mau akan selalu kembali pada analisis dan pemikiran dari Max

    Weber yang tertuang berbagai karyanya yang tersohor.

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    9/45

    Universitas Gadjah Mada

    1.1.2. Taylor dan Manajemen Ilmiah

    Di Amerika Serikat, perkembangan teori organisasi dirintis oleh Frederick W

    Taylor (1856-1915), seorang praktisi yang sama sekali bukan seorang akademisi

    yang mengembangkan pemikiran tentang teori organisasi maupun memberikankontribusi pada dunia akademik. Meskipun demikian, berdasarkan pengalamannya

    sebagai konsultan dan eksekutif dari suatu pabrik, Taylor memiliki pandangan

    pragmatis dan menaruh perhatian yang besar pada masalah peningkatan

    produktivitas pekerja.

    Inti dari pemikiran Taylor adalah gagasan mengenai terdapatnya satu cara

    terbaik untuk melaksanakan pekerjaan. Hal itu berarti ada kebutuhan besar untuk

    mengembangkan satu cara terbaik dalam menjalankan tugas, dalam membuat suatu

    standar atau ukuran yang dapat dilaksanakan secara praktis, dalam menemukan

    orang-orang yang tepat untuk melakukan tugas itu, serta dalam menetapkan alat dan

    perlengkapan terbaik yang diperlukan orang-orang tersebut. Jika ini dilaksanakan,

    baik orang-orang yang bekerja dalam organisasi maupun organisasi itu keduanya

    akan mendapatkan banyak keuntungankeuntungan.

    Pemikiran Taylor ini mengkombinasikan sejumlah kecenderungan dalam

    pemikiran manajemen. Pertama, gagasan bahwa pekerjaan dapat dianalisa secara

    ilmiah. Studi tentang waktu dan kegiatan yang detail akan dapat menunjukkan cara

    yang terbaik dalam melakukan suatu pekerjaan. Kedua, melalui standardisasi, proses

    seleksi, proses penempatan, dan proses pelatihan dapat dilakukan lebih mudah.

    Studi tentang waktu dan kegiatan menunjukkan ketrampilan dan keahlian macam apa

    yang diperlukan oleh suatu pekerjaan yang khusus. Ketiga, standardisasi menjadi

    langkah yang penting menuju proses mekanisasi, suatu gagasan philosofis yang

    menunjuk pada sistem hubungan manusia dengan mesin dalam dunia kerja. Orang

    dilihat sebagai suatu komponen yang dapat dengan mudah dipindah-tukarkan dan

    disesuaikan dengan lingkungan yang makin mekanistis sifatnya.

    Dari segi operasionalisasinya, Taylor menemukan teknik-teknik dan alatalat

    yang khusus yang menghasilkan suatu kondisi dimana tingkat efisiensi bertambah

    besar. Salah satunya adalah pemberian intensif bagi pekerja. Menurut Taylor, pihak

    manajemen harus memiliki kemauan untuk membayar lebih banyak upah bagi

    pekerja jika pekerja itu dapat menghasilkan lebih banyak hasil kerja dan di pihak lain,

    pekerja sebagai mahluk yang rasional, akan bekerja lebih keras ketika insentif

    ditawarkan kepadanya. Jadi ada kaitan antara produktifitas dengan ganjaran yang

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    10/45

    Universitas Gadjah Mada

    bersifat ekonomis, karena secara logika, produktivitas dan ganjaran ekonomis itu

    merupakan kepentingan dari masingmasing pihak.

    Bagi Taylor, penerapan pendekatan ilmiah dalam pelaksanaan manajemen

    merupakan suatu kebutuhan yang pokok untuk meningkatkan efisiensi danpemenuhan kepentingan masing-amasing pihak. Dengan kata lain, Taylor

    menyarankan bahwa manajemen haruslah melakukan perubahan mental yang cepat

    (mental revolution), yang secara umum dikenal dengan istilah manajemen ilmiah.

    Gagasan Taylor dalam bidang manajemen ini pada dasarnya mengikuti suatu

    pendekatan yang individualistik, tetapi kemudian ditingkatkan dengan mengkaitkan

    pemikiran ilmiah pada beberapa hal, antara lain pada setiap elemen dari tugas atau

    pekerjaan setiap orang, dalam memilih dan melatih orang, membagi tanggung jawab

    antara pihak manajemen dengan pihak pekerja dan memperluas kerjasama antara

    pihak manajemen dengan pekerja.

    Sudah barang tentu penerapan gagasan Taylor ini menghadapi hambatan-

    hambatan tertentu, baik yang berasal dari pihak manajemen maupun pihak pekerja.

    Hambatan itu terutama karena ketidak mampuan untuk menerapkan manajemen

    ilmiah menggantikan pendekatan lama yang telah dijalankan pada masa itu. Pihak

    manajemen merasa berkeberatan jika kebijaksanaan dan keputusannya digantikan

    oleh teknik dan metode manajemen ilmiah. sedangkan para pekerja berkeberatan

    dengan prosedur dan standardisasi setiap aspek dari apa yang mereka kerjakan.

    Dalam pandangan kedua pihak ini, mereka merasakan tidak lebih dari kepanjangan

    atau sekedar pelengkap dari sebuah mesin.

    Sumbangan lain yang penting dari Taylor dengan manajemen ilmiahnya

    adalah pemikirannya tentang pemisahan rencana kegiatan dari pelaksanaan

    kegiatan. Ini berkaitan dengan pemisahan personil ke dalam konsep lini dan staf.

    Untuk mendapatkan hasil yang efisien, fungsi organisasi perlu dibagi dalam

    beberapa spesialisasi yang berlainan. Taylor menunjukkan bahwa sebagai akibat

    dari sangat kompleks dan sangat berkembangnya spesialisasi dalam organisasi,

    pekerja dapat saja mendapatkan nasehat atau saran dari sumber-sumber yang

    berbeda untuk berbagai masalah yang berlainan. Pada saat itu, pengawasan

    fungsional dan pengawasan ganda (multiple supervision) ini telah menimbulkan

    kebingungan karena bertentangan dengan prinsip kesatuan dalam perintah.

    Meskipun demikian, hal itu kemudian menjadi sesuatu yang secara luas diterima di

    kalangan manajemen. Terlepas dari semua itu, gagasaan pemikiran manajemen

    ilmiah ini tidak hanya berpengaruh pada hasil kerja tingkat pekerja, tetapi juga

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    11/45

    Universitas Gadjah Mada

    berpengaruh pada tingkat organisasi antara lain dalam bentuk modifikasi dan

    penyesuaian-penyesuaian dari segi struktur organisasi, misalnya pembentukan divisi

    atau bagian-bagian baru dalam organisasi yang berbasis pada adanya spesialisasi.

    1.1.3. Fayol dan Prinsip-prinsip Administrasi

    Henri Fayol (1841-1925) seorang industrialis dari Perancis dan juga seorang

    insinyur pertambangan, merupakan salah satu dari beberapa perintis teori organisasi

    yang sangat dikenal. Karya terpentingnya diterbitkan dalam bahasa Perancis pada

    tahun 1916, tetapi baru mendapat sambutan dari kalangan yang luas ketika

    diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada tahun 1949 dibawah judul "General

    and Industrial Administration".

    Fayol mengembangkan teori yang memusatkan perhatiannya pada

    pemecahan fungsional kegiatan administrasi. Menurut Fayol kegiatan administrasi

    dapat dipecah secara fungsional dalam lima fungsi, yaitu:

    (a) Planning atau perencanaan

    (b) Organizing atau pengorganisasian

    (c) Command atau perintah

    (d) Coordination atau koordinasi

    (e) Control atau pengawasan

    Kelima elemen fungsional dari administrasi ini kemudian menjadi dasar-dasar bagi

    fungsi-fungsi dasar manajemen.

    Dalam karyanya yang sama, Fayol juga mengemukakan empat belas prinsip-

    prinsip yang menyeluruh yang dipergunakan sebagai petunjuk bagi manajer. Empat

    belas prinsip atau asas manajemen itu adalah:

    (a) Pembagian kerja. Di dalam organisasi harus diciptakan tenaga kerja yang

    memiliki spesialisasi yang mengutamakan pekerjaan untuk mencapai tingkat

    efisiensi yang lebih tinggi.

    (b) Wewenang dan tanggung jawab. Otoritas atau wewenang adalah hak untuk

    memberikan perintah, sedangkan kekuasaan diperlukan untuk menciptakan

    kepatuhan.

    (c) Disiplin. Disiplin merupakan hal yang sangat esensial agar kegiatan dapat

    berjalan lancar, tanpa adanya disiplin tidak akan dapat berhasil baik.

    (d) Kesatuan dalam perintah. Setiap orang hanya menerima dari seorang atasan.

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    12/45

    Universitas Gadjah Mada

    (e) Kesatuan arah. Dalam suatu organisasi haruslah hanya ada satu arah dan satu

    rencana bagi semua kelompok kegiatan dalam upaya pencapaian tujuan yang

    sama.

    (f) Mengutamakan kepentingan umum (general interest) di atas kepentinganindividu. Kepentingan pekerja secara perorangan atau kelompok pekerja

    haruslah berada di bawah kepentingan organisasi secara keseluruhan.

    (g) Pemberian upah bagi pekerja. Upah sebagai kompensasi kerja harus dilakukan

    secara jelas dan sejauh mungkin dapat memberikan kepuasan baik bagi pekerja

    maupun bagi organisasi kerja atau perusahaan.

    (h) Sentralisasi. Sentralisasi merupakan hal yang penting bagi organisasi dan hal itu

    merupakan konsekuensi logis dari adanya proses pengorganisasian.

    (i) Rantai perintah. Terdapat rantai perintah yang menghubungkan atasan dengan

    bawahan yang hirarkhis berdasarkan pemilikan wewenang yang berbeda, makin

    ke bawah wewenang itu makin terbatas.

    (j) Ketertiban. Organisasi haruslah menjadi tempat yang tertib bagi setiap

    individu yang menjadi anggotanya.

    (k) Keadilan. Keadilan dan -rasa keadilan harus dupayakan ada dan dirasakan

    setiap anggota dalam organisasi.

    (l) Kestabilan masa kerja pekerja. Waktu sangat diperlukan oleh pekerja untuk

    beradaptasi dengan tugas dan pekerjaannya serta untuk mendapatkan hasil

    yang efektif.

    (m) Inisiatif. Pada semua tingkatan kepemimpinan organisasi, semangat dan energi

    haruslah diperbesar dengan inisiatif.

    (n) Semangat jiwa kesatuan atau korps. Prinsip ini menunjuk pada kebutuhan akan

    kerja kelompok dan memelihara hubungan-hubungan antar anggota dalam

    organisasi.

    Dari prinsip-prinsip tersebut dapat dilihat bahwa tujuh prinsip diantaranya

    berkaitan dengan rantai perintah dan alokasi kewenangan. Sedangkan dua

    prinsip lainnya berkaitan dengan keadilan dalam sistem dan dua lainnya

    berkaitan dengan stabilitas dan ketertiban.

    Menurut Fayol, jumlah dari prinsip-prinsip tersebut tidaklah merupakan

    harga mati, artinya jika dari pengalaman ternyata muncul prinsip baru, maka

    penambahan prinsip itu bukanlah masalah yang penting. Menurut Fayol prinsip-

    prinsip tersebut sifatnya luwes dan dapat diadaptasikan sesuai dengan

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    13/45

    Universitas Gadjah Mada

    kebutuhan dan karena itu, bagi Fayol dimungkinkan ada penambahan prinsip

    yang muncul dari pengalaman yang ada. Menurut Fayol, hal yang lebih penting

    adalah bahwa prinsip-prinsip dapat diterapkan dalam setiap organisasi. In'

    merupakan hal yang baru dalam perkembangan teori organisasi karena asasuniversalitas mulai dikenal dan dipergunakan dalam perkembangan dan

    penerapan teori organisasi.

    Gagasan lain yang mendukung pemikiran Fayol dikemukakan oleh Luther

    Gulick dan Lyndall Urwick, yang dikemukakan dalam artikel mereka yang dimuat

    dalam "Science of Administration", yang diterbitkan oleh Institute of Public

    Administration di Universitas Columbia pada tahun 1937, meskipun sebenarnya

    tulisan itu telah dipersiapkan sejak tahun 1932 dan 1933. Pandangan Gulick dan

    Urwik ini pada satu sisi sangat dipengaruhi oleh tradisi pemikiran Eropa dari Fayol,

    dan pada sisi yang lain dipengaruhi oleh tradisi pemikiran Amerika dari Monney dan

    Reiley.

    Prinsip-prinsip organisasi yang dikemukakan oleh Gulick dan Urwick meliputi:

    (a) penempatan secara tepat orang-orang pada struktur organisasi.

    (b) pengakuan terhadap orang yang berada pada posisi puncak kepemimpinan

    sebagai sumber dari otoritas atau wewenang.

    (c) memiliki kaitan dengan kesatuan perintah

    (d) penggunaan staf khusus dan staf umum.

    (e) pembentukan departemenisasi berdasarkan pada tujuan, proses, orang dan

    tempat.

    (f) pendelegasian/pelimpahan dan penggunaan prineip pengecualian.

    (g) menempatkan tanggung jawab sepadan dengan wewenang.

    (h) mempertimbangkan cakupan pengawasan yang tepat.

    Selain Gulick dan Urwick, pemikiran tentang prinsip-prinsip organisasi juga

    dikemukakan oleh James D Mooney dan Alan C Reiley, dua orang manajer dari

    General Motors di Amerika Serikat. Pemikiran Mooney dan Reiley berdasarkan

    pengalaman-pengalaman, diterbitkan pada tahun 1931 yang memusatkan

    perhatiannya pada pengembangan struktur organisasi yang piramidal, yang ditandai

    oleh adanya delinasi otoritas secara jelas, pengembangan tugas-tugas secara

    khusus dan penggunaan staf khusus yang lebih besar. Berbeda dengan Weber yang

    menempatkan pembagian kerja sebagai kekuatan utama yang menggerakkan

    organisasi, Mooney dan Reiley melihat koordinasi sebagai aspek penting dalam

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    14/45

    Universitas Gadjah Mada

    setiap gerak dari organisasi. Dalam pandangan mereka, koordinasi merupakan

    "induk" dari berbagai prinsip lainnya, terutama dalam mendukung pelaksanaan

    fungsi yang saling berbeda tetapi saling terintegrasi dalam organisasi secara lancar.

    Prinsip-prinsip utama dari organisasi menurut Mooney dan Reiley meliputi:(a) prinsip koordinasi yang diperlukan untuk menyatukan berbagai tindakan dalam

    mencapai tujuan yang obyektif.

    (b) prinsip jenjang yang menggambarkan susunan hirarkhis dari organisasi maupun

    dalam pendelegasian wewenang.

    (c) prinsip penyusunan fungsi dalam pengorganisasian tugas-tugas kedalam unit-

    unit departemental.

    (d) prinsip staf yang menunjukkan adanya perbedaan antara lini dan staf yang

    memiliki tugas berbeda, lini memiliki tugas pelaksana dari wewenang yang

    diberikan, sedangkan staf bertugas memberikan saran dan informasi.

    Dari berbagai pemikiran yang dikemukakan di atas secara jelas menunjukkan

    jika gerakan manajemen ilmiah mengarah pada upaya maksimalisasi keluaran dan

    minimalisasi masukan pada tingkat pelaksanaan kegiatan, pendekatan yang

    dikemukakan oleh Fayol dan para pemikir yang sepaham dengannya, lebih banyak

    mengarah pada meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi sejumlah besar prinsip-

    prinsip administrasi, yang memiliki penggunaan secara universal sifatnya dan dapat

    diterapkan pada tingkat organisasi. Jadi, prinsip-prinsip administasi ini tidak hanya

    dapat diterapkan pada organisasi industri dan organisasi bisnis saja, tetapi dapat

    berlaku pada semua jenis organisasi.

    1.2. Beberapa Kritik terhadap Teori Organisasi Klasik

    Dengan menempatkan perubahan-perubahan sosial yang terjadi di Eropa

    pada akhir abad ke 19, dapat dipahami bahwa pemikiran para ahli teori organisasi

    kiasik sangat dipengaruhi oleh gagasan Etika Protestan (yang dikemukakan oleh

    Max Weber) dan kemudian juga dipengaruhi oleh gagasan Puritanisme, yang sesuai

    dengan kondisi lingkungan pada masa itu. Selain itu, harapan yang besar terhadap

    hasil dari revolusi industri, pada masa itu juga berkembang usaha untuk

    menggunakan segala sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber

    daya alam, secara maksimal. Untuk mewujudkan semua itu, pada masa itu

    kebutuhan akan adanya pelaksanaan fungsi-fungsi sistematis organisasi mulai

    dirasakan.

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    15/45

    Universitas Gadjah Mada

    Kondisi yang demikian telah mendorong berkembangnya pemikiran tentang

    organisasi, terutama pada segi manajemen atau pengorganisasian sumber-sumber

    yang ada: Teknik-teknik baru dan proses produksi mulai dikembangkan dan

    diterapkan, terutama didasari oleh pemikiran untuk menggunakan mesin-mesin yanglebih diutamakan dari pada penggunaan tenaga kerja, terutama tenaga kerja

    setengah terampil apalagi yang tidak terampil. Dalam pandangan para ahli teori

    klasik, dengan memenemukan "cara terbaik dalam melakukan pekerjaan", maka para

    pekerja akan bekerja dengan lebih baik dan lebih keras. jadi, kalau makin banyak

    sumber-sumber yang dapat dikelola, maka akan makin besar pula hasilnya.

    Teori klasik ini terutama menaruh perhatian pada organisasi formal.

    Organisasi dipandang terbebas dari pengaruh lingkungan. Hasil dan perubahan serta

    respon dari suatu rangsangan senantiasa dapat diperkirakan sebelumnya. Jadi,

    dalam pandangan teori klasik, organisasi itu merupakan sistem yang tertutup. Selain

    itu, karena kemampuannya untuk melakukan funsgi-fungsinya, organisasi juga

    dipandang sebagai sitem yang mekanistik dan deterministik.

    Pandangan para ahli teori klasik pada perkembangannya kemudian

    mendapatkan penilaian dan kritik dari para ahli teori organisasi pada masa

    sesudahnya. Kelemahan-kelemahan yang menjadi sumber dari kritik itu terutama:

    (a) Lemahnya bukti empiris

    Suatu kritik umum tetapi sangat serius terhadap pandangan para ahli teori

    klasik adalah kelemahan dalam ketelitian dan kerangka analisis yang menyeluruh.

    Meskipun para ahli teori organisasi klasik menunjukkan keunggulankeunggulan dari

    beberapa susunan organisasi, tetapi argumentasinya seringkali bersifat sepihak (one

    sided). Selain itu, para ahli teori organisasi klasik tidak menunjukkan kriteria-kriteria

    obyektif yang dipergunakan untuk menentukan pemilihan metode dalam studi

    mengenai organisasi.

    Kelemahan-kelemahan ini telah membuat para pengritik teori organisasi klasik

    melihat pandangan atau pemikiran yang dikemukakan oleh para ahli teori klasik lebih

    menyerupai sebuah "pepatah" atau "peribahasa", yang sama sekali tidak memiliki

    kebenaran secara empiris maupun penerapannya secara universal. Para pengritik

    teori klasik ini juga menilai abhwa teori klasik itu lebih merupakan suatu yang dapat

    memberi petunjuk (prescriptive), dari pada suatu penjelasan (descriptive) atau

    penjelasan secara analitis.

    (b) Kesalahan dalam melihat Organisasi sebagai sistem yang tertutup,

    mekanistik dan deterministik.

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    16/45

    Universitas Gadjah Mada

    Para ahli teori organisasi klasik memandang lingkungan bersifat stabil.

    Mereka berpandangan bahwa struktur organisasi dapat diciptakan semudah orang

    membangun sebuah rumah, yaitu selangkah demi selangkah. Jika organisasi telah

    dibentuk maka organisasi itu secara mudah akan berjalan dengan lancar dan efisien,terutama melalui penjabaran tugas-tugas, penjabaran kebijakan-kebijakan dan

    pembuatan aturan. Individu kemudian akan menempati posisi-posisi dalam organisasi

    dan segera melakukan tugas pekerjaannya sesuai dengan fungsi masing-masing.

    Adanya disiplin, kepatuhan pada perintah, adanya hirarki akan memungkinkan fungsi-

    fungsi tersebut dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, manusia yang diasumsikan

    rasional itu, akan bekerja lebih keras jika berhadapan dengan ganjaran ekonomis

    yang lebih besar.

    Pemikiran yang demikian dinilai oleh para pengritik terlalu menyederhanakan

    kenyataan yang ada. Asumsi yang digunakan dalam membangun pemikiran para ahli

    teori klasik terlalu banyak kelemahannya. Asumsi bahwa tidak ada pengaruh dari

    lingkungan pada organisasi dinilai sangat tidak tepat. Sudah sangat dipahami bahwa

    lingkungan tidaklah bersifat stabil, tetapi dinamis dan organisasi selalu memiliki

    hubungan yang erat dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada tingkat

    lingkungan. Organisasi selalu mendapatkan sesuatu dari lingkungannya sebagai

    masukan (input), kemudian ditransformasikan menjadi suatu keluaran (output) bagi

    lingkungan. Apa yang dapat diperoleh oleh suatu organisasi selalu ditentukan oleh

    lingkungan, demikian juga apa yang menjadi produk dari organisasi juga selalu

    ditentukan oleh lingkungan. Setiap organisasi selalu memiliki kelenturan dan memiliki

    kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi,

    sehingga organisasi dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap

    perubahan dan secara demikian dapat menjaga kelangsungan hidupnya dalam

    situasi lingkungan yang selalu berubah. Jadi organisasi tidaklah merupakan suatu

    sistem yang tertutup dan bersifat mekanis, tetapi organisasi merupakan suatu sistem

    yang terbuka dan organis sifatnya.

    Pada sisi yang lain, para ahli teori klasik menempatkan manusia sebagai

    sesuatu yang dapat dimanipulasi seperti sebuah komponen mekanis, yang semua

    tanggapan atas suatu stimulus selalu dapat diperkirakan dengan pasti. Asumsi

    bahwa manusia itu rasional, terutama dalam hubungannya dengan ganjaran dan

    insentif ekonomis, menunjukkan bahwa manusia itu secara mendasar dimotivasi oleh

    ganjaran ekonomis. Pekerja akan bekerja lebih keras jika diberikan insentif lebih

    besar. Asumsi yang mendasari pemikiran ini oleh para pengritik teori klasik dinilai

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    17/45

    Universitas Gadjah Mada

    tidak lengkap dan tidak akurat. Manusia sebagai individu memiliki kebutuhan yang

    kompleks, tidak hanya kepuasan yang didasarkan pada perolehan uang atau

    ganjaran ekonomi semata.

    Manusia juga tidak selalu bertindak sebagai individu semata, tetapi manusia juga sebagai anggota dari suatu kelompok. Manusia tidak dapat dipandang sebagai

    sesuatu yang mudah "diletakkan" dimana saja, juga tidak dapat dilihat sebagai

    instrumen yang sama sekali tidak berdaya, atau sekedar tambahan dari suatu mesin.

    Manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk melakukan modifikasi terhadap

    pekerjaan yang dihadapinya. Manusia memiliki kemampuan untuk melakukan

    perubahan dan penyesuaian-penyesuaian dan juga memiliki kemampuan untuk

    menerima atau menolak sesuatu, sehingga sebenarnya manusia tidak dapat

    dipandang sekedar sebagai sesuatu yang dapat "diletakkan" dimana saja. Para ahli

    teori klasik menempatkan manusia pada posisi pasif yang sangat tergantung dalam

    organisasi. Posisi pasif dan tergantung ini pada dasarnya sangat bertentangan

    dengan kenyataan bahwa manusia itu memiliki inisiatif dan kemandirian tertentu.

    (c). Pengabaian terhadap faktor manusia sebagai fokus perhatian dalam

    pengkajian anatomi organisasi.

    Para ahli teori klasik karena memiliki obsesi pada rasionalitas, tujuan

    ekonomis dan efisiensi maka pusat perhatiannya lebih tertuju pada bagianbagian

    besar dalam anatomi suatu organisasi. Pemikiran yang demikian melihat bahwa

    bagian-bagian memiliki spesialisasi yang diperlukan untuk memaksimalisasi

    keluaran (output), dengan mengunakan seminimal mungkin masukan (input).

    Perhatiannya terletak pada susunan organisasi, pengelompokan kegiatan,

    pembagian kerja, lingkup pengawasan dan sebagainya, tetapi tidak mengkaji

    bagaimana dampak dari hubungan-hubungan antar bagian-bagian dalam organisasi

    terutama terhadap keberadaan unsur manusia.

    Para teori klasik melihat organisasi beroperasi seperti bagaimana air

    mengalir dalam sebuah pipa yang lurus dan tanpa rintangan, saluran-saluran dalam

    organisasi menjadi saluran bertindak dimana tindakan dan komunikasi terjadi tanpa

    adanya interupsi. Kritik terhadap pemikiran yang demikian antara lain didasarkan

    oleh diabaikannya proses-proses yang bersumber dari interaksi antar manusia

    dalam organisasi, misalnya perkembangan kelompok informal yang terjadi secara

    spontan dan pola kepemimpinan informal yang sering lebih dominan dari

    kepemimpinan formal dalam mengontrol tingkah laku anggota dan sebagainya.

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    18/45

    Universitas Gadjah Mada

    Para ahli teori klasik menolak untuk mengkaji masalah-masalah itu karena menurut

    mereka, aspek emosi dan sentimen itu tidak perlu diperhatikan karena

    berlangsungnya proses depersonifikasi, artinya proses yang berlangsung dalam

    organisasi lebih mementingkan aturan dari pada emosi dan sentimen dari manusia.Dalam birokrasi misalnya, emosi dan sentimen telah dengan sendirinya diabaikan

    ketika aturan-aturan yang jelas diberlakukan.

    Para ahli teori kalsik dipandang telah mengabaikan konflik dan ketegangan

    yang terjadi dalam hubungan antar manusia dalam organisasi. Dalam pandangan

    mereka, konflik dan ketegangan akan hilang dengan sendirinya karena dalam

    organisasi telah dilakukan penjabaran dan penjelasan mengenai tugas dan

    pekerjaan masing-masing secara rinci, penjabaran dan penjelasan kebijakan-

    kebijakan, penerapan aturan-aturan dan sebaginya. Dengan mengajukan

    argumentasi yang demikian, para ahli teori klasik telah mengabaikan proses-proses

    personal yang menyertai proses-proses yang secara formal berlangsung dalam

    organisasi.

    (d). Terlalu percaya pada kekuatan konsep-konsep utama

    Para ahli teori organisasi modern tidaklah menolak prinsip-prinsip yang

    diajukan oleh para ahli teori organisasi klasik, tetapi para ahli teori modern telah

    melakukan modifikasi-modifikasi terhadap prinsip-prinsip yang diajukan oleh para

    ahli teori organisasi klasik tersebut. Selain itu, para ahli teori organisasi modern juga

    mengajukan kritik terhadap beberapa konsep utama dari para ahli teori klasik yang

    terlalu dipercaya sebagai pilar penyangga dan mendasari pemikiran mereka.

    Konsep utama seperti pembagian kerja, proses berjenjang dan fungsional,

    struktur, lingkup pengawasan telah mendapat sorotan karena di dalamnya

    terkandung kelemahan-kelemahan. Selain itu, penggunaan tipe ideal sebagai model

    penjelasan merupakan sesuatu yang tidak berdasar bukti empiris.

    Pembagian kerja terlalu dipercaya mampu menggerakkan proses-proses

    dalam organisasi. Pada hal sebenarnya, kesulitan paling awal dalam hal pembagian

    kerja ini adalah tidak mudahnya membagi aktifitas-aktifitas yang ada, karena tidak

    ada dasar yang tepat untuk melakukan pengelompokan kegiatan orang, kegiatan

    maupun tempat yang dapat diterapkan. Pembagian kerja telah menyebabkan

    terjadinya proses depersonifikasi, pengabaian keberadaan unsur manusia dalam

    organisasi, terutama pada tingkat operasional sehingga hubungan antara manusia

    telah melemah. Pembagian kerja telah menyebabkan satu bagian dengan bagian

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    19/45

    Universitas Gadjah Mada

    yang lain memiliki fungsi yang berbeda, saling bebas, memiliki spesialisasi sendiri-

    sendiri, tetapi masing-masing harus mendukung pencapaian tujuan bersama. Kondisi

    yang demikian akan selalu menghasilkan adanya ketegangan dan tekanan-tekanan

    tertentu pada tiap-tiap bagian. Dalam kondisi yang demikian masalah koordinasiselalu muncul, karena tiap bagian harus mendukung pencapaian tujuan bersama,

    sehingga tiap bagian itu harus bekerja secara harmonis dalam bekerjasama antar

    bagian. Ini tidaklah mudah dilakukan, selain juga menghasilkan ketegangan-

    ketegangan antar bagian karena tuntutan-tuntutan pencapaian tujuan secara

    keseluruhan.

    Masalah lainnya, pembagian kerja yang terspesialisasi telah melahirkan

    tekanan pada individu karena harus melakukan tugas-tusa yang sama dan berulang-

    ulang. Akibatnya individu akan berada pada situasi yang monoton sehingga muncul

    kebosanan dan ketidak nyamanan dalam kerja. Akibat yang lebih jauh,situasi yang

    demikian akan melahirkan keterasingan secara psikologis dan sehingga dapat

    mengganggu proses kerja dan peningkatan produktifitas. Kondisi ini juga

    menyebabkan kemampuan individu menjadi terbatas dan tidak mengalami

    perkembangan, bahkan mengalami stagnasi atau kemandegan dalam peningkatan

    kemampuan secara individual.

    Kelemahan lain terletak pada struktur dan proses-proses fungsional

    berjenjang, terutama yang berkaitan dengan pendelegasian wewenang dan tanggung

    jawab. Para ahli teori kalsik berpendapat bahwa melalui program administrasi

    personalia yang rasional, akan dengan mudah ditentukan orang yang akan

    menduduki posisi tertentu dalam organisasi serta wewenang dan tanggung jawab

    yang diberikan kepadanya. Pada kenyatannya hal itu tidak mudah dilakukan, karena

    ternyata tidak pernah ada kriteria atau instrumen yang dapat dengan tepat dapat

    dipakai sebagai dasar untuk menentukan kapasitas seseorang. Di samping itu, dalam

    organisasi, segala sesuatu tidak dikerjakan semata-mata hanya didasarkan

    kemampuan seseorang dan berdasarkan hubungan kewenangnan saja, tetapi

    berdasarkan sesuatu yang kompleks. masalah yang muncul akan bertambah luas jika

    dikaitakan dengan lingkup pengawasan dan spesialisasi yang terjadi pada bagian-

    bagian serta terjadinya desentralisasi dalam organisasi.

    Semua ini menunjukkan bahwa pada kenyatannya prinsip-prinsip yang

    dikemukakan oleh para ahli teori klasik yang disandarkan pada konsep-konsep utama

    seperti itu, ternyata memiliki kelemahan, terutama karena terlalu percaya pada

    kekuatan dari konsep-konsep utama tersebut. Hal inilah yang kemudian

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    20/45

    Universitas Gadjah Mada

    menjadi sasaran kritik sekaligus arena dari adanya modifikasi terhadap prinsipprinsip

    yang diajukan oleh para ahli teori organisasi modern.

    2. Teori-teori Organisasi Neo-Klasik dan Modern

    2.1. Teori Organisasi Neo-Klasik

    Kelemahan-kelemahan yang ada dalam pemikiran para ahli teori organisasi

    klasik telah merangsang munculnya pemikiran-pemikiran dari para ahli teori

    organisasi sesudahnya. Para ahli teori sosiologi yang melakukan kritik terhadap

    pemikiran para ahli teori organisasi klasik, namun mereka tetap menerima beberapa

    prinsip atau asas yang dikemukakan oleh para pemikir pendahulunya meskipun

    dengan berbagai modifikasi dalam banyak literatur dikenal sebagai pendekatan neo-

    klasik. Pendekatan neoklasik ini pada dasarnya dibangun sebagai reaksi dari obsesi

    mengenai rasionalitas dan efisiensi yang dimiliki oleh para ahli teori organisasi

    klasik, yang ternyata juga telah gagal dalam menjelaskan peranan faktor manusia

    dalam struktur.

    Selama awal dasawarsa 1900-an, segala pemikiran tentang organisasi mulai

    dikembangkan ke arah pengembangan hubungan antara produktivitas dengan

    segala sesuatu yang berkaitan dengan elemen-elemen dari kondisikondisi kerja.

    Pemikiran yang demikian mulai memperhatikan pula tanda-tanda adanya

    perubahan-perubahan dalam masyarakat, terutama peningkatan taraf kehidupan

    masyarakat, tingkat pendidikan yang bertambah, serta perubahanperubahan

    teknologis yang telah menyebabkan organisasi-organisasi yang ada mengalami

    perubahan, bukan saja pada ukuran atau besarannya, tetapi juga kompleksitasnya.

    Munculnya perkumpulan dagang, munculnya serikat buruh dan gerakan-gerakan

    yang dilakukan para buruh telah memperkuat kesadaran para buruh akan hak-hak

    mereka dihadapan pihak manajemen maupun pihak pemilik modal. Semua itu telah

    menyebabkan makin besarnya arti penting faktor manusia dalam organisasi.

    Sebagai akibatnya, manusia tidak dapat dipandang lagi sekedar sebagai sesuatu

    yang dapat "diletakkan" dimana saja.

    Sejalan dengan perubahan tersebut, terjadi pula perubahan sikap dari para

    manajer yang menjalankan berbagai organisasi produksi. Sikap yang berubah dari

    pihak manajemen yang dilakukan sebagai antisipasi terhadap perubahan yang

    terjadi, terutama didasarkan pada pemikiran untuk mendapatkan keuntungan yang

    terbatas, tetapi pada sisi yang lain, pemberian gaji kepada para pekerja diberikan

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    21/45

    Universitas Gadjah Mada

    sekedar untuk memenuhi tercukupinya secara minimal kebutuhan mereka. Dari cara

    berfikir yang demikian, menjadi sangat jelas bahwa teori neo-klasik ini yang secara

    mendasar timbul sebagai reaksi terhadap teori klasik, tetapi pada kenyataannya teori

    neo-klasik tetap mempergunakan dan tidak mengabaikan prinsip-prinsip yangdikemukakan oleh para ahli teori klasik, meskipun kemudian para ahli teori neo-

    klasik menunjukkan dan mengkritik keterbatasan-keterbatasan dari prinsip-prinsip

    tersebut dan pada saat yang sama , mencoba mengisi kekurangan-kekurangan

    dengan memberi perhatian pada hal-hal yang tidak dikaji oleh para ahli teori klasik.

    Pemikiran yang berkembang itu secara garis besar terbagi dalam dua

    kelompok. Pertama, adalah kelompok para ahli yang memusatkan perhatiannya

    hanya pada kelemahan-kelemahan teori klasik dan kemudian mengajukan kritik

    terutama terhadap terlalu diberikannya penekanan yang berlebihan oleh para ahli

    teori klasik pada aspek struktur dalam mengkaji organisasi. Kedua adalah kelompok

    lain yang melihat adanya kelemahan pada prinsip-prinsip yang dikembangkan para

    ahli teori klasik, tetapi kemudian melakukan modifikasi tetapi tanpa membuang

    prinsip-prinsip dasar tersebut, tanpa melakukan transformasi maupun melakukan

    formulasi ulang terhadap teori-teori yang dikembangkan para ahli teori klasik.

    Pada kelompok ini, terdapat pula kelompok ahli yang menaruh perhatian

    besar pada aspek manusia yang telah diabaikan oleh para ahli teori klasik.

    Pendekatan yang menekankan aspek manusia inilah yang kemudian dikenal secara

    umum pada dasawarsa awal tahun 1900-an, yaitu pendekatan perilaku (behavioral

    approach) atau pendekatan hubungan kerja kemanusiaan (human relation

    approach).

    Behavioral approach atau human relation approach pada mulanya terdiri dari

    para peneliti dari disiplin Psikologi, Psikologi sosial dan Sosiologi. Para peneliti

    tersebut berusaha memahami perilaku manusia dalam organisasi dengan

    menerapkan cara atau metode ilmiah, terutama mengenai mengapa dan bagaimana

    orang memiliki perilaku yang tertentu dalam suatu situasi organisasi tertentu pula.

    Pendekatan perilaku secara luas menerima teori-teori atau prinsipprinsip yang

    dikemukakan oleh para ahli teori klasik, tetapi kemudian melakukan modifikasi

    terhadap teori atau prinsip-prisnip tersebut, dengan penekanan pada arti pentingnya

    kelompok sosial yang ada dalam organisasi bagi pencapaian efektifitas organisasi.

    Jika para ahli teori organisasi klasik pada umumnya menganggap elemen

    manusia sebagai elemen yang relatif konstan dan dapat "diletakkan" dimana saja,

    maka berbeda dengan itu, para ahli dari pendekatan perilaku ini memperdalam

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    22/45

    Universitas Gadjah Mada

    pemahaman mengenai peran keanggotaan kelompok sebagai suatu faktor yang

    penting dalam pengembangan teori organisasi. Norma-norma kelompok dan

    kebiasaan-kebiasaan kelompok dipandang sebagai faktor yang membantu

    membentuk tingkah laku dan juga mempengaruhi produktifitas. Dengan kajiannyayang demikian, pendekatan perilaku ini mengkaji baik aspek mikro , misalnya

    motivasi dan kepemimpinan, maupun aspek makro, terutama analisis sistem sosial

    dalam kaitannya dengan keanggotaan kelompok.

    Para ahli dari pendekatan perilaku berusaha mempelajari orang sebagai

    obyek yang berperilaku secara individual dalam suatu organisasi. Penekanan ini

    diberikan tidak hanya pada bagaiamana individu dimotivasi danberperilaku, tetapi

    juga bagaimana kelompok-kelompok sosial saling berinteraksi satu sama lain dan

    juga berhadapan dengan teknologi yang ada di dalam organisasi. Pemikiran yang

    demikian jelas lebih kompleks dan lebih dinamis dibandingkan dengan pemikiran

    yang dilakukan oleh para ahli teori organisasi klasik.

    Pendekatan perilaku dalam mengidentifikasikan kelemahan-kelemahan teori

    klasik pada umumnya dilakukan dengan melalui penelitian empiris, meskipun

    sebenarnya banyak kritik yang telah dilontarkan oleh para ahli dalam pendekatan ini

    pada tahap awal studi empiris mereka. Meskipun pemikiran untuk menggunakan

    penelitian ilmiah mengenai fakta empiris yang berkaitan dengan fenomena

    organisasi telah muncul beberapa waktu sebelumnya, tetapi suatu eksperimen yang

    sangat terkenal dinilai sangat penting sebagai pelopor oleh para ahli dari

    pendekatan perilaku ini. Eksperimen tersebut adalah Hawthorne Experiment yang

    dilakukan di Hawthorne Plant dari Western Electric yang berada di luar Chicago,

    yang dilakukan selama tahun 1927 sampai dengan tahun 1932.

    Secara garis besar, penelitian ini dibagi dalam empat tahapan. Pada tahap

    pertama, penelitian dilakukan untuk mengkaji akibat atau efek dari kondisikondisi

    lingkungan pada produktifitas pekerja. Suatu kelompok kecil pekerja wanita yang

    mengerjakan pekerjaan suku cadang perangkat keras telepon dijadikan sasaran

    penelitian. Selama para pekerja ini bekerja, para peneliti melakukan perubahan-

    perubahan pada tingkat penerangan tempat kerja dan kemudian mengkaji hasilnya,

    terutama dalam produktivitasnya.

    Hasilnya ternyata cukup memingungkan para peneliti. Dari eksperimen itu

    nampak bahwa akibat dari tingkat penerangan tempat kerja yang berubah-ubah

    terhadap tingkat produktivitas ternyata tidak ada. Produktivitas ternyata tetap

    meningkat selama perubahan tingkat penerangan tempat kerja itu terjadi. Jadi dalam

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    23/45

    Universitas Gadjah Mada

    hal ini ada sesuatu yang lain selain tingkat penerangan tempat kerja yang

    mempengaruhi kebiasaan kerja para wanita pekerja tersebut.

    Pada tahap ini kemudian bergabunglah Elton Mayo, Roethlisberger dan

    Whitehead dengan para peneliti terdahulu. Kemudian mereka mendisain tahapkedua dari eksperimen ini. Para meneliti menempatkan sekelompok kecil pekerja

    wanita dalam suatu ruang yang dapat diamati, dengan melihat akibat atau efek dari

    berbagai faktor, antara lain waktu istirahat pekerja, cara pembayaran dan

    sebagainya, pada produktivitas para pekerja tersebut. Sebagai hasilnya ternyata

    sama, peningktan produktivitas tampak lepas dari pengaruh berbagau faktor yang

    diuji-cobakan pengaruhnya itu. Dalam tahap kedua ini, para peneliti aktif melakukan

    konsultasi dengan para pekerja yang berpartisipasi dalam eksperimen. Para peneliti

    mengajukan beberapa pertanyaan tentang mengapa para pekerja itu tetap bekerja

    keras. Jawaban-jawaban dari pertanyaan ini menghasilkan informasi yang cukup

    penting. Para pekerja yang berpartisipasi dalam eksperimen ini mengajukan alasan

    yang berurutan atau berrangking sebagai berikut:

    (a) kelompok kecil

    (b) tipe dari pengawasan

    (c) pendapatan atau penghasilan

    (d) suatu situasi yang baru

    (e) tertarik pada eksperimen

    (f) perhatian yang diterima dalam ruangan.

    Tiga elemen yang terakhir seringkali dinyatakan sebagai Hawthorne effect, efek

    yang diakibatkan dari eksperimen, yang nampak dari kenyataan bahwa para pekerja

    wanita itu mengalami peningkatan produktivitas karena mereka berada dalam

    eksperimen atau sedang diteliti. Akan tetapi, lebih dari itu, para peneliti meyakini

    bahwa motivasi dan produktivitas lebih kompleks dari sekedar prinsipprinsip ekonomi

    yang sederhana, sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli teori klasik.

    Pada tahap ketiga, penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara

    mendalam dengan 20.000 pekerja, dimana pertanyaannya mula-mula sangat

    terstruktur kemudian makin terbuka, yang memberikan kesempatan pekerja

    menyatakan dengan bebas dan jujur mengenai pekerjaan mereka. Beberapa

    temuan utama dari proses ini adalah sebagai berikut:

    (a) para pekerja pada awalnya sangat jarang memberitahukan apa masalah yang

    dihadapinya. Mereka hanya akan menjelaskan permasalahan yang dihadapi

    sesuai dengan pemikiran mereka bahwa hal itu perlu diketahui oleh peneliti.

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    24/45

    Universitas Gadjah Mada

    (b) para pekerja memberi makna sosial pekerjaan mereka. Kepuasan kerja para

    pekerja dilihat dalam hubungannya dengan siapa dan untuk siapa mereka

    bekerja.

    (c) suatu status dalam pekerjaan sangat penting untuk menentukan beberapaaspek dari lingkungan sosialnya.

    (d) kelompok pekerja itu sendiri memiliki norma-norma dan nilai-nilai yang berbeda

    dari kebijakan perusahaan.

    Dari hasil-hasil temuan ini nampak sangat jelas bahwa terdapat beberapa faktor

    individual maupun faktor sosial yang mempengaruhi perilaku para pekerja dalam

    melakukan pekerjaannya. Dilihat dari segi perkembangan teori organisasi,

    penemuan ini merupakan sesuatu yang penting dan revolusioner pada masa itu.

    Pada tahap keempat, eksperimen yang dilaksanakan dikenal sebagai "bank-

    wiring-room experiment", dimana empat belas orang bekerja dalam suatu meja

    untuk menyambungkan dan mengoperasikan telepon. Pekerjaan ini memerlukan

    sumber daya manusia secara perorangan maupun dalam kerjasama kelompok.

    Tahap ini berbeda dengan tahap kedua yang dilakukan dalam ruang yang diamati

    karena tidak ada perubahan eksperimental yang dilakukan, pekerja melakukan

    pekerjaannya dalam ruang yang berbeda satu sama lain dan diamati tanpa adanya

    perubahan apapun. Tempat kerja dalam penelitian ini juga dibuat semirip mungkin

    dengan kondisi yang ada dalam bagian pengoperasian telepon yang

    sesungguhnya, yang bertugas menerima dan mengirim pesan melalui telepon.

    Hasil dari eksperimen ini sangat berbeda dari hasil yang diperoleh pada

    pengamatan dalam ruangan yang dilakukan pada tahap kedua dari rangkaian

    penelitian. Produktifitas tidak mengalami peningkatan, justru menunjukkan

    penurunan meskipun tidak cukup berarti. Memang tidak mudah menjelaskan dua

    hasil eksperimen yang berbeda ini karena memang secara metodologis keduanya

    dilakukan secara berbeda. Akan tetapi salah satu temuan penting dari eksperimen

    ini adalah bahwa kelompok memiliki seperangkat norma-norma informal yang

    memberikan pedoman dan kepuasan bagi pekerjaan yang dilakukan pekerja.

    Hasil-hasil tersebut menggambarkan arti penting dari faktor produktivitas

    kelompok. Produktivitas kelompok tidaklah semata-mata fungsi dari apa yang pada

    saat itu dipertimbangkan sebagai faktor penentu utama, seperti gaji, kondisi kerja

    dan sebagainya. Para peneliti dalam eksperimen ini melihat kondisi-kondisi sosial

    yang saling sambung dan merajut diantara para pekerja telah menyebabkan

    mereka saling membantu pada saat mereka berada dalam suatu keadaan yang

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    25/45

    Universitas Gadjah Mada

    penuh tekanan. Sebagai hasilnya, meskipun gaji, kondisi kerja dan sebagainya

    merupakan faktor yang penting, tetapi terdapat pula faktor lain yang sama

    pentingnya dalam menentukan tingkat produktivitas. Dalam pandangan pendekatan

    perilaku, faktor psikologis dan faktor sosiologis memiliki pengaruh yang pentingtidak hanya pada motivasi dan sikap para pekerja, tetapi juga pada keluaran

    (output) yang dihasilkan.

    Hal lain yang penting adalah bahwa pendekatan perilaku dalam studi

    organisasi lebih menekankan pada sistem psikologis, terutama dengan

    mempertimbangkan komponen manusia dalam organisasi. Para ahli dari pendekatan

    perilaku ini lebih melihat organisasi sebagai suatu kenyataan empiris di lapangan dari

    pada melihat organisasi sebagai suatu model normatif yang mapan. Perhatian

    utamanya terletak pada cara-cara manusia bertingkah laku dalam organisasi,

    sehingga pendekatan ini lebih bersifat humanis, yang berbeda dengan para ahli dari

    teori klasik yang bersifat mekanis.

    Secara garis besar, hasil keseluruhan dari eksperimen Hawthorne ini adalah:

    (a) Sistem sosial yang melingkupi para pekerja telah memberikan peran secara

    individual (individual roles) dan memapankan norma-norma yang berbeda dari

    apa yang secara formal ada di dalam organisasi. Para pekerja mengikuti norma-

    norma sosial yang berlaku dan ditaati oleh para pekerja. Hal ini menyebabkan

    para pekerja lebih cenderung mengikuti pola kerja yang ada dalam kelompok dari

    pada mengikuti perintah yang diberikan oleh pihak manajer. Dalam hal target

    misalnya, para pekerja cenderung mengikuti apa yang menjadi norma kelompok

    dari pada mengerjakan sendiri secara individual yang ditargetkan oleh pihak

    manajemen, dimana dengan cara ini sebenarnya pekerja itu dapat memperoleh

    pendapatan yang lebih besar.

    (b) Ganjaran-ganjaran non ekonomi dan sanksi-sanksi memiliki peranan yang

    penting dalam mengarahkan perilaku para pekerja. lni merupakan persepsi

    pekerja terhadap situasi yang mereka hadapi. Pekerja lebih merasa takut

    terhadap sanksi yang bakal diterima jika mereka melanggar norma-norma

    kelompok. Para pekerja tidak menginginkan sebutan-sebutan yang menunjukkan

    prestasi individual seperti "pekerja tercepat" atau "pekerja yang selalu melebihi

    target", tetapi juga tidak ingin menghasilkan kurang dari yang dicapai oleh rata-

    rata pekerja lainnya. Tetapi disisi lain, mereka juga tidak ingin disebut pekerja

    yang tidak jujur dan pekerja penipu, terutama dihadapan pihak pimpinan

    perusahaan tempat mereka bekerja. Jadi dalam hal ini nampak bahwa para

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    26/45

    Universitas Gadjah Mada

    pekerja lebih mentaati norma-norma kelompok dan insentif ekonomi tidaklah

    banyak memotivasi mereka untuk bekerja lebih keras.

    (c) Seringkali para pekerja tidak bertindak atau menanggapi tindakan pihak lain

    sebagai seorang individu, tetapi sebagai anggota kelompok. Seorang pekerjayang memiliki ketahanan yang tinggi untuk tidak merubah tingkah lakunya

    sebagai seorang individu, kadang telah dengan mudah mengubah tingkah

    lakunya ketika ia berada pada posisi sebagai anggota kelompok. Jadi, kelompok

    memainkan peranan yang penting dalam menentukan sikap-sikap dan kinerja

    dari para pekerja secara individual.

    (d) Dinamika kelompok pekerja akan mengarahkan pada munculnya pola

    kepemimpinan informal. yang berbeda dengan kepemimpinan formal yang ada

    dalam organisasi ; serta mengakualisasikan dan memberdayakan kekuatan

    norma-norma kelompok. Pola kepemimpinan informal dilingkungan para pekerja

    sangat membantu menciptakan kelompok tersebut sebagai suatu kelompok

    sosial yang kokoh sehingga kadang-kadang membuat para pemimpin formal

    dalam organisasi tersebut menjadi tidak berdaya, kecuali jika mereka

    memahami dan menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok tersebut. jika

    hal itu dapat dilakukan oleh para pemimpin formal.

    (e) Muncul komunikasi yang makin intensif diantara para pekerja dengan pimpinan

    informal dan muncul pula keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan.

    Hal ini akan mengarahkan pada berlakunya pola kepemimpinan yang

    demokratis, yang melibatkan para pekerja dalam proses pembuatan keputusan,

    terutama pada hal-hal yang secara langsung akibatnya dirasakan oleh mereka.

    Pemimpin yang demokratis tidak hanya sangat komunikatif, tetapi

    jugamendorong partisipasi, tidak bersifat sewenang-wenang dan memberi

    perhatian besar pada masalah yang dihadapi para pekerja, baik persoalan yang

    berkaitan dengan pekerjaan maupun tidak berkaitan dengan pekerjaan.

    (f) Kepuasan kerja dan kenyamanan bekerja yang meningkat dikalangan para

    pekerja pada gilirannya akan berpengaruh terhadap peningkatan efektifitas

    organisasi.

    (g) Pihak manajemen perusahaan tidak hanya dituntut untuk menguasai keahlian

    atau ketrampilan teknis saja, tetapi juga keahlian dan ketrampilan untuk

    memahami situasi sosial secara efektif.

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    27/45

    Universitas Gadjah Mada

    Selain hasil eksperimen Hawthorne ini telah membawa arah baru dalam

    manajemen ilmiah, juga telah memunculkan pandangan yang lebih humanis.

    Pemikiran dalam manajemen dan penerapannya telah sangat dipengaruhi oleh

    hasil-hasil eksperimen tersebut.Eksperimen Hawthorne kemudian menjadi perangsang bagi munculnya

    beberapa pemikiran baru, namun tetap dalam kerangka pendekatan perilaku yang

    humanistis ini, seperti misalnya Mary Parker Follets dan Chester L Barnard. Follets

    yang kemudian dikenal sebagai tokoh teori administrasi manajemen, sedangkan

    Barnard dalam karyanya The Function of the Executive" memberikan arah baru

    dalam pemikiran teori organisasi pada masa itu.

    Follets memberikan penekanan pada prinsip kelompok dalam kajiannya

    mengenai fenomena organisasi, karena Follets berkeyakinan bahwa kelompok lebih

    diutamakan dari pada individu, dan hal ini memungkinkan individu dapat

    berkembang sepenuhnya. Dalam pandangan Follets, proses pengorganisasian

    merupakan proses sosial dan organisasi haruslah dilihat sebagai suatu sistem

    sosial. Tema gagasan Follets terutama adalah mengenai partisipasi, kerjasama,

    komunikasi, koordinasi dan pembagian wewenang. Gagasan Follets berawal tidak

    jauh dari prinsip yang dikemukakan oleh para ahli teori klasik terutama

    keyakinannya tentang pendelegasian wewenang pada para bawahan, tetapi Follets

    memberikan penekanan pada peran dan arti penting kelompok. Perhatiannya pada

    bagaimana kelompok-kelompok terbentuk dan memainkan perannya serta

    bagaimana keterlibatan dari para bawahan dalam menciptakan keberhasilan

    organisasi menjadi sumbangannya yang penting terhadap perkembangan teori

    organisasi pada masa itu.

    Chester L. Barnard melalui karyanya The Function of the Executive'

    membeberkan pengalamannya sebagai praktisi manajemen dalam menjelaskan

    perilaku manusia dalam kerja. Penekanan Barnard terutama pada kerjasama

    sebagai sarana atau cara utama untuk mencapai keberhasilan, baik keberhasilan

    individu maupun keberhasilan organisasi. Barnard mengkaitan antara kebutuhan

    organisasi formal dengan kebutuhan dari individu dan kelompok informal yang ada di

    dalam organisasi formal itu. Hal ini merupakan suatu pandangan baru dalam teori

    organisasi, terutama dalam menjelaskan bagaimana suatu organisasi beroperasi

    dan keberadaan individu serta kelompok informal yang ada didalamnya.

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    28/45

    Universitas Gadjah Mada

    Ahli lain yang memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan teori

    organisasi dari pendekatan perilaku ini adalah Douglas McGregor. Menurut

    McGregor memahami motivasi manusia dapat dikaitkan dengan proposisi bahwa

    asumsi seseorang mengenai orang lain, memiliki akibat yang penting tentangbagaimana cara seseorang itu bertingkah laku terhadap orang lain.

    Sebagai contoh, jika seseorang berasumsi bahwa kerja itu merupakan

    sesuatu yang tidak menyenangkan, dan seseorang harus bekerja sepanjang

    hidupnya hanya untuk menghindarkan diri dari sanksi atau hukuman, sehingga

    motivasi seseorang seperti itu adalah bekerja agar tidak dikenai sanksi atau

    huluman. Asumnsi yang demikian menurut McGregor adalah asumsi dari Teori X.

    Dengan memakai asumsi ini, pihak manajemen berperan untuk menciptakan situasi

    penuh ketergantungan dan penuh kekhawatiran akan adanya sanksi, sehingga para

    pekerja akan bekerja secara maksimal. Sebaliknya, jika seseorang memiliki asumis

    bahwa kerja adalah sesuatu yang alami, kreativitas dimiliki oleh setiap orang secara

    merata, setiap orang selalu melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab

    sehingga ketakutan akan sanksi hanyalah salah satu cara (yang kurang baik) untuk

    melakukan pekerjaannya. Asumsi yang demikian menurut McGregor adalah asumsi

    dari Teori Y. Dengan memakai asumsi ini, pihak manajemen berperan untuk

    menciptakan situasi yang menunjang bagi setiap pekerja untuk berkrasi dan

    bertanggung jawab sehingga hasil yang dicapainya akan maksimal. Pemikiran

    McGregor yang terkenal dengan Teori X dan Teori Y ini pada masa itu merupakan

    suatu pemikiran baru dalam perkembangan teori organisasi, terutama mengenai

    motivasi dan hubungan interpersonal di dalam organisasi.

    Ahli lain yang memberikan sumbangan dalam perkembangan tori organisasi

    adalah Abraham Maslow, yang memformulasikan konsep tingkat kebutuhan

    (hierarchy of human need). Dalam pandangan Maslow, kebutuhan manusia dibagi

    dalam lima tingkatan berjenjang, mulai dari yang paling dasar sampai yang paling

    tinggi. Perilaku manusia ditentukan oleh tingkat kebutuhan yang mendapatkan

    perhatian untuk dipenuhi pada suatu waktu tertentu.

    Kebutuhan paling dasar sering dikatakan kebutuhan phisik dasar, antara lain

    pangan, sandang dan papan. Kebutuhan ini harus dipenuhi, oleh sebab itu perilaku

    manusia diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut. Pada tingkat kedua

    adalah mempertahankan agar pemenuhan kebutuhan dasar itu tetap dapat

    dilakukan. Perilaku manusia pada tingkat kebutuhan ini terarah pada usaha

    mempertahankan pemenuhan kebutuhan phisik dasar. Pada tingkat ketiga,

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    29/45

    Universitas Gadjah Mada

    kebutuhan yang harus diupenuhi adalah kebutuhan sosial, yaitu menjadi anggota

    suatu kelompok. Pada tingkat kebutuhan ini, kebutuhan untuk bergaul, berinteraksi

    dengan manusia lain tidak sekedar sebagai upaya memenuhi dan mempertahankan

    kebutuhan phisik dasar seseorang, tetapi sudah menjadi kebutuhan tersendiri. Padatingkat keempat, kebutuhan akan pemenuhan harga diri (self esteem). Perilaku

    manusia pada tingkat ini sudah tidak lagi pada usaha memenuhi kebutuhan phisik

    dasar dan kebutuhan untuk mempertahankan,serta kebutuhan untuk menjadi

    anggota kelompok, tetapi kebutuhan untuk memenuhi harga diri. Pada tingkat

    kelima, kebutuhan manusia adalah aktualisasi diri. Pada tingkat ini, manusia akan

    berpeilaku untuk mewujudkan semua potensi diri yang dimilikinya. Pemahaman

    tentang hirarkhi tingkat kebutuhan manusia dan perilaku yang menyertainya

    merupakan sumbangan besar dari Maslow bagi perkembangan teori organisasi.

    Selain para ahli yang telah dikemukakan di atas, masih terdapat banyak ahli

    lain dari pendekatan neo-klasik ini yang memberikan sumbangan pemikiran dalam

    perkembangan teori organisasi. Secara umum, para ahli teori neo-klasik ini memiliki

    perhatian utama pada aspek manusia disamping tetap mempertimbangkan aspek

    ekonomi dan teknologi dalam organisasi. Pemikirannya bukan hanya memberi arah

    perkembangan teori organisasi, tetapi juga menjadi bahan perdebatan dan kajian

    bagi para ahli teori organisasi pada masa sesudahnya.

    Hal yang penting untuk dipahami adalah bahwa teori neo-klasik telah

    memberikan perhatian yang besar pada dinamika kelompok. perangkat peran,

    motivasi, kepemimpinan dan hubungan antar manusia secara umum. Teori ini telah

    memberikan banyak penjelasan untuk memahami bagaimana orang bertingkah laku.

    teori ini menunjukkan bahwa manusia memiliki tingkah laku yang dipengaruhi oleh

    berbagai macam kebutuhan, keinginan atau ambisi, harapanharapan yang

    dimilikinya serta manusia membentuk kelompok untuk mewujudkan dan

    mempertahankan apa yang dibutuhkan, diinginkan dan diharapkannya itu.

    Teori neo-klasik yang muncul sebagai reaksi dari teori klasik, membawa misi

    analisa pada tingkat mikro, terutama bentuk-bentuk situasional dari tingkah laku

    manusia. Teori neo-klasik mengintroduksikan ilmu-ilmu perilaku dalam studi

    organisasi. Meskipun demikian, teori neo=klasik tidak menoilak asas-asas yang

    dikemukakan oleh teori klasik, tetapi teori neo-klasik melakukan modifikasi sebagai

    konsekuensi dari pandangannya tentang aspek manusia dalam organisasi, terutama

    perilaku manusia dan pengaruh kelompok informal didalam organisasi.

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    30/45

    Universitas Gadjah Mada

    Meskipun pada beberapa hal antara teori klasik dan neo-klasik berada pada

    posisi secara diametrikal berlawanan, tetapi terdapat juga kesamaan antara kedua

    teori ini. Dalam pandangan teori klasik, tidak ada organisasi yang dapat disusun

    tanpa adanya dasar-dasar yang logis dan organisasi tidak akan dapat melakukanaktifitasnya tanpa adanya kebijakasanaan dan prosedur pelaksanaan kegiatan. Akan

    tetapi, dalam pandangan teori neo-klasik, tidak ada organisasi yang dapat berfungsi

    tanpa adanya kelompok informal. Jadi kedua teori ini memiliki kelebihan masing-

    masing dan jika diintegrasikan akan saling melengkapi.

    Teori neo-klasik juga bukannya tanpa kelemahan. Hal ini dapat dilihat dari

    kritik yang muncul terhadap teori neo-klasik ini. Penekanan teori neo-klasik pada

    aspek manusia dianggap terlalu mengabaikan aspek struktur dan proses dari suatu

    organisasi. Penerapan teori neoklasik dalam manajemen yang ninilai mendukung

    hubungan industrial yang menjaga kepentingan pihak manajemen dan pihak pekerja,

    telah dikritik sebagai cara untuk menenteramkan para pekerja serta menipu para

    pekerja itu dengan menggunakan simbol murahan berupa konsultasi dan partisipasi

    pada hal-hal kecil yang tidak penting dalam manajemen. Kritik yang lain menganggap

    teori neo-klasik telah gagal dalam memberikan penjelasan dan menganggap teori

    neo-klasik tidak lebih sebagai alat untuk menempatkan manusia sebagai boneka.

    Selain itu, meskipun teori neoklasik, sebagaimana teori klasik, telah memberikan

    sumbangannya dalam perkembangan teori organisasi, tetapi sumbangan itu tidak

    lengkap, terlalu sempit dan terdapat kekurangan dalam mengintegrasikan beberapa

    segi tingkah laku manusia yang menjadi pusat perhatian teori neo-klasik ini.

    Teori neo-klasik meskipun memberikan sumbangan bagi perkembangan teori

    organisasi, tetapi pada kenyatanannya tidak mengantarkan lahirnya teori baru untuk

    menggantikan teori klasik yang ada sebelumnya. Teori neo-klasik hanya memusatkan

    perhatiannya pada modifikasi, tetapi tidak melakukan transformasi yang penting.

    Akibatnya. prinsip-prinsip yang dikembangkan teori klasik hanyalah mengalami

    modifikasi, tanpa banyak mengalami perkembangan transformasional.

    2.2. Teori Sistem

    Semenjak tahun 1950-an, perkembangan teknologi yang pesat telah banyak

    membawa pengaruh terhadap perkembangan organisasi. Teknologi tidak hanya

    menyebabkan kompleksitas organisasi menjadi makin berlipat ganda, tetapi juga

    memunculkan serangkaian masalah-masalah yang berkaitan dengan perkembangan

    organisasi yang tidak pernah muncul dalam masa-masa sebelumnya. Kondisi yang

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    31/45

    Universitas Gadjah Mada

    demikian telah mendorong berkembangnya usahausaha untuk memikirkan dan

    memformulasikan kembali teori organisasi.

    Secara umum, para ahli teori organisasi pada masa itu melihat organisasi dari

    dua sudut pandang. Pertama, sudut pandang yang melihat organisasi sebagai satukesatuan unit yang memiliki suatu tujuan. Pendekatan ini merupakan pendekatan

    yang dianut oleh para ahli teori klasik dan neo klasik, yang melihat melihat organisasi

    sebagai satu kesatuan atau suatu unit yang memiliki suatu tujuan, oleh karena itu

    pendekatan ini seringkali juga disebut dengan pendekatan goalistic. Pendekatan ini

    memusatkan perhatiannya pada pembagian kerja dalam pencapaian tujuan

    organisasi, prosedur-prosedur kerja yang ditetapkan untuk mencapai tujuan itu dan

    sebagainya. Analisisnya sangat ditandai oleh analisis alat-tujuan, serta penempatan

    rasionalitas yang mendasari bekerjanya berbagai aktifitas dalam organisasi.

    Meskipun penjelasan yang dibuat pada saat itu memberikan sumbangan bagi

    perkembangan teori organisasi, tetapi pendekatan ini memiliki beberapa kelemahan.

    Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan hubungan dan saling pengaruh

    antar elemen dalam organisasi, hubungan antara organisasi dengan lingkungan

    sekitarnya tidak dapat dijelaskan oleh pendekatan ini.

    Kedua, pendekatan yang lebih melihat hubungan antar elemen, baik yang

    ada di dalam organisasi, maupun dengan lingkungan sekitarnya. Pendekatan ini

    lebih melihat organisasi tersusun dari elemen-elemen yang saling berhubungan,

    oleh karena itu pendekatan ini sering dikatakan sebagai pendekatan yang sistemik.

    Pendekatan sistemik tidak hanya menaruh perhatian pada apa yang menjadi

    perhatian pendekatan yang melihat organisasi sebagai suatu unit yang memiliki

    tujuan, tetapi juga melihat organisasi dari sudut pandang proses atau hubungan

    antar elemen dalam organisasi dan melihat organisasi sebagai suatu sistem yang

    kompleks, bahkan menempatkan organisasi sebagai "sistem kehidupan" (living

    systems). Pendekatan sistem ini tidak hanya melihat organisasi sebagai suatu unit

    yang memiliki tujuan, tetapi secara lebih mendalam melihat hubungan antar elemen

    dalam organisasi, serta berbagai proses yang terjadi dalam hubungan antar elemen

    itu. Pendekatan sistem ini memungkinkan para ahli melihat organisasi secara

    menyeluruh, baik hubungan antar elemen dalam organisasi maupun hubungan

    antara organisasi dengan lingkungan sekitarnya.

    Suatu sistem merupakan suatu keseluruhan yang terorganisasi secara

    teratur, dari dua atau lebih komponen, bagian atau subsistem yang saling

    berhubungan, yang berada dalam suatu lingkungan tertentu. Sistem merupakan

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    32/45

    Universitas Gadjah Mada

    himpunan dari bagian-bagian yang beroperasi sebagai suatu keseluruhan, bukan

    sekedar bagian-bagian itu beroperasi secara bersama secara sendiri-sendiri. Jadi

    dalam sistem, bagian-bagian merupakan suatu jaringan kerja yang sating

    berhubungan, sehingga hilang atau tidak berfungsinya suatu bagian akanmengganggu sistem itu sebagai suatu keseluruhan. Perilaku dari suatu organisasi

    sebagai suatu kesatuan, dengan demikian, menunjukkan suatu gabungan antara

    perilaku dari bagian-bagian itu secara individual dan saling ketergantungan diantara

    bagian-bagian dalam sistem tersebut.

    Sistem pada dasarnya memiliki beberapa karakteristik umum sebagai berikut:

    (a) Sistem, sebagaimana didefinisikan di atas, memiliki bagian-bagian. Bagian-

    bagian dari sistem ini selain bersifat dinamis juga berinteraksi satu sama lain,

    saling berhubungan dan sating tergantung satu sama lain. Sating

    ketergantungan dalam organisasi ini antara lain ditandai dengan adanya

    pembagian kerja, spesialisasi, penjadwalan kegiatan dan aktifitas dan

    sebagainya. Tugas atau pekerjaan dalam organisasi dilakukan melalui

    pembentukan bagian-bagian, sub bagian-sub bagian dan bagian yang lebih

    sempit lagi, dimana individu melakukan tugas atau bekerja yang terbatas tetapi

    terspesialisasi, namun secara keseluruhan dapat diintegrasikan untuk

    mencapai tujuan organisasi. Karena antara satu bagian dengan bagian lain

    memiliki keterkaitan dan sating tergantung maka perubahan pada satu bagian

    akan mempengaruhi semua bagian lain dari sistem tersebut.

    (b) Suatu sistem dapat tersusun dari beberapa sub sistem, seuatu sub sistem

    dapat pula tersusun dari beberapa sub-sub sistem. Suatu sistem yang ada dalam

    sistem disebut dengan sub sistem, sedangkan sistem yang ada dalam sub

    sistem disebut dengan sub-sub sistem. Suatu sub sistem maupun suatu sub-sub

    sistem dapat dilihat sebagai suatu sistem tersendiri, tetapi secara keseluruhan

    harus dilihat sebagai bagian dari sistem.

    (c) Setiap sistem memiliki tujuan, proses, norma, perangkat peran, serta strukturnya

    sendiri. Sistem juga ditandai dengan adanya pola-pola yang teratur.

    (d) Sistem pada dasarnya bersifat terbuka (open system). Ciri umum dari sistem

    yang terbuka antara lain meliputi adanya masukan energi, keluaran, proses di

    dalam sistem, masukan informasi, umpan balik negatif dan sebagainya.

    Organisasi sebagai suatu sistem yang terbuka, menerima masukan energi dan

    informasi dari lingkungannya, kemudian masukan ini diproses dan

    ditransformasikan menjadi sesuatu produk atau jasa yang berguna, kemudian

  • 7/27/2019 Teori-Teori Organisasi

    33/45

    Universitas Gadjah Mada

    dikembalikan sebagai keluaran kepada lingkungan. Proses yang demikian ini

    merupakan proses melingkar yang berputar terus. Sebagai sistem terbuka,

    organisasi juga mengalami tekanan dan pengaruh dari lingkungannya.

    Menghadapi pengaruh dan tekanan ini, organisasi kemudian melakukan adaptasidan penyesuaian terhadap pengaruh dan tekanan lingkungan ini.

    Melihat organisasi sebagai suatu sistem, di dalamnya terdapat paling tidak

    tiga sub-sistem, yaitu (1) sub sistem teknis, (2) sub sistem sosial dan (3) sub sistem

    kekuasaan. Sub sistem teknis menunjuk pada aspek formal dari organisasi.

    sedangkan sub sistem sosial dan sub sistem kekuasaan menunjuk pada aspek non

    formal dari organisasi. Sub sistem teknis menunjukkan bahwa suatu organisasi

    disusun dan dirancang sebagai suatu susunan formal, dimana aturan diberlakukan,

    distribusi wewenang dan tanggung jawab dilakukan, jenjang hirarkhi atas tugas-

    tugas disusun. Ini semua menunjukkan aspek formal dari suatu organisasi. Ketika

    suatu organisasi mulai berfungsi, beberapa penyesuaian atau modifikasi terjadi

    dalam organisasi, sebagai akibat dari bekerjanya sub sistem sosial dan sub sistem

    kekuasaan. Meskipun telah mengalami modifikasi, aspek formal dari organisasi

    tidaklah lenyap, tetapi tetap ada meski mengalami perubahan.

    Untuk membuat organisasi berfungsi, energi dari sumber daya manusia

    dibutuhkan. Ini diperoleh melalui penerimaan dan penempatan personil yang sesuai

    dengan tugas dan aktifitas organisasi. Sudah barang tentu manusia yang masuk

    dalam organisasi ini memiliki perbedaan-perbedaan, baik dalam hal kepentingan,

    kapasitas dan kemampuan, sikap dan kepercayaan dan sebagainya. Segera setelah

    memasuki organisasi, tidak semua kebutuhan dari orang-orang itu dapat dipenuhi

    oleh organisasi kecuali kebutuhan untuk berorganisasi itu sendiri. Orang-orang

    dalam organisasi kemudian saling berinteraksi, baik sejajar maupun lintas hirarkhi.

    Orang-orang dalam organisasi mengembangkan perilaku. menunjukkan perilaku

    tertentu, membentuk dan menjadi anggota kelompok. Ini menunjukkan bahwa

    setelah organisasi mulai melibatkan orang-orang, mulailah berkembang interaksi

    sosial maupun pembentukan kelompok-kelompok sosial yang sifatnya spontan, tidak

    secara sengaja dibentuk dan tidak direncanakan. Kelompok-kelompok sosial ini

    memiliki tujuan, peran, struktur maupun normanya sendiri. Inilah yang dikenal

    dengan sub sistem sosial.

    Orang-orang dalam organisasi juga memiliki perilaku yang secara jelas

    menunjukkan hubungan kekuasaan. Ketika organisasi mulai berfungsi, orangorang

    yang ada dalam organisa