tematik integratif -...

97
1 Fatchurrohman, M.Pd Pembelajaran Tematik Integratif Konsep Dasar dan Aplikasi

Upload: dohanh

Post on 19-May-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

Fatchurrohman, M.Pd

Pembelajaran

Tematik Integratif Konsep Dasar dan Aplikasi

2

DAFTAR ISI

Hlm. Halaman Judul ………………………………………………………….. i

Kata Pengantar …………………………………………………………. ii

Daftar Isi ……………………………………………………………….. iii

BAB I

PENDAHULUAN

1

BAB II

KONSEP DASAR PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF

A. Pengertian …………………………………………….. 2

B. Rasional ......................................................................... 4

C. Tujuan dan manfaat ....................................................... 14

D. Karakteristik ………………………………………….. 15

E. Prinsip-prinsip dasar ………………………………….. 17

F. Implikasi ........................................................................ 18

BAB III

PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. Integrated Curiculum Approach ……………………… 24

B. A Holistic Curriculum Approach …………………….. 25

BAB IV

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INTEGRATIF

A. Model Keterhubungan (connected model) .................... 31

B. Model Jaring laba-laba (webbed model) ........................ 32

C. Model Keterpaduan (integrated model) ........................ 33

BAB V

PEMETAAN KOMPETENSI, INDIKATOR, DAN TEMA

A. Pemetaan KI, KD, dan Indikator ................................... 36

B. Menetapkan jaringan tema ............................................. 38

BAB VI

PENDEKATAN SAINTIFIK (scientific approach)

A. Pengertian ...................................................................... 42

B. Kriteria pembelajaran saintifik ...................................... 43

C. Prinsip pembelajaran saintifik ....................................... 44

D. Langkah-langkah pembelajaran saintifik ....................... 46

BAB VII

PENILAIAN OTENTIK (authentic assessment)

A. Pengertian ...................................................................... 50

B. Penilaian dan pembelajaran otentik ............................... 53

C. Bentuk panilaian otentik ................................................ 55

D. Langkah-langkah penilaian otentik ............................... 64

E. Pemanfaatan hasil penilaian .......................................... 65

3

BAB VIII

PENYUSUNAN SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN

PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF

A. Silabus ........................................................................... 67

B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ................... 68

BAB IX

CONTOH APLIKASI PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF

81

Daftar Pustaka ............................................................................................ 91

4

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya

penulisan buku Pembelajaran Tematik Integrarif : Konsep Dasar dan Aplikasi.

Sebagaimana telah diketahui bahwa pembelajaran tematik integratif yang

„diusung‟ kurikulum 2013 merupakan upaya dalam rangka memperbaiki

pembelajaran di sekolah yang didik usia SD/MI melalui pemisahan per mata

pelajaran dianggap tidak sesuai dengan keadaan psikologis peserta didik.

Akibatnya peserta didik dianggap kurang maksimal mengikuti dan menguasai

bahan ajar yang disampaikan guru di kelas.

Pembelajaran tematik integratif ini dikembangkan dalam rangka

memberikan layanan pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan dan

pertumbuhan peserta didik. Perkembangan intelektual peserta didik pada tahap

operasional konkrit menuntut pembelajaran yang konkrit, realistik, dan

menyenangkan. Anak belum mampu berpikir abstrak dan verbalistik, mereka

dapat memahami informasi dengan baik melalui perjumpaannya dengan realitas.

Dalam pembelajaran tematik integratif dikembangkan pendekatan

saintifik yang memungkinkan peserta didik untuk menemukan sendiri (inquiry)

atas kebenan, bukan hanya menerima kebenaran informasi dari orang lain.

Pendekatan saintifik dikembangkan melalui lima tahapan pokok, yaitu mengamati

(observing), menanya (questioning), melakukan/mencoba (experimenting),

menghubungkan, mengasosiasi (associating), dan mengemukakan/

mengkomunikasikan (communicating).

Kelima tahapan pokok kegiatan dalam pendekatan saintifik tersebut

merupakan cara untuk memfasilitasi peserta didik agar mengalami pembelajaran

otentik, yaitu pembelajaran yang memberi keleluasaan kepada peserta didik untuk

menemukan dan mengkonstruk sendiri pengetahuannya melalui inderanya.

Buku ini hadir mungkin baru sekedar introduction tentang pembelajaran

tematik integratif, namun paling tidak sebagai batu loncatan untuk mengkaji

pembelajaran tematik lebih dalam. Tentunya kajian ini mungkin masih dasar dan

5

perlu pendalaman dan penyempurnaan dari berbagai pihak yang peduli terhadap

peningkatan mutu pendidikan.

Dalam kesempatan ini, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu penulisan dan penerbitan buku ini.

1. PIP STAIN Salatiga yang memfasilitasi penerbitan buku ini

2. Sejawat kami, pak dhe Wardi, M.Pd, dan Dr. Budiono, M.Pd yang banyak

membantu menyediakan bahan bacaan.

Semoga komitmen, dedikasi, dan kepeduliannya dalam mengembangkan

pendidikan semakin meningkat.

Salatiga, Februari 2014

Penulis,

6

BAB I

PENDAHULUAN

Secara psikologis peserta didik pada sekolah tingkat dasar (SD/MI)

masih berada pada rentangan usia dini, mereka melihat segala sesuatu sebagai

satu keutuhan (holistik). Mereka belum mampu melihat sesuatu secara

bagian-bagian atau detail, mereka berada dalam taraf berpikir operasional

konkrit sehingga dalam kegiatan pembelajaran bergantung kepada objek-

objek konkrit dan pengalaman nyata yang dialaminya.

Selama ini, pelaksanaan kegiatan pembelajaran di SD/MI yang

terpisah untuk setiap mata pelajaran menjadikan peserta didik kurang dapat

mengembangkan cara berpikir holistik, yaitu cara berpikir yang komprehensif

dalam memecahkan masalah dengan melibatkan berbagai sudut pandang.

Cara berpikir holistik ini akan membantu melatih peserta didik dalam

memecahkan masalah secara tuntas. Namun, sebaliknya pembelajaran yang

dipecah-pecah ke dalam mata pelajaran yang terpisah menjadikan peserta

didik terbiasa melihat suatu permasalahan dari satu sudut pandang saja yang

pada akhirnya juga membiasakan peserta didik untuk memecahkan masalah

dengan sudut pandang parsial.

Selain itu, model pembelajaran yang top down, one way

communication, dan memandang peserta didik sebagai individu yang harus

diberi materi dan mereka harus mengikuti kehendak gurunya, menjadikan

sekolah bukan sebagai tempat pengembangan diri peserta didik, namun

sebagai ‟pembunuh‟ potensi aktif kreatif peserta didik.

Dalam lampiran IV Permendikbud nomor 81A tahun 2013

ditegaskan bahwa pembelajaran di sekolah tingkat dasar dikembangkan

secara tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran untuk mengembangkan

sikap, pengetahuan dan keterampilan serta mengapresiasi keragaman budaya

lokal. Dalam mengembangkan pembelajaran, kurikulum 2013 menganut

pandangan bahwa proses pembelajaran tidak hanya memindahkan

pengetahuan dari guru kepada peserta didik, namun peserta didik juga harus

diberi kesempatan untuk aktif mencari, mengolah, mengkonstruk dan

7

menggunakan pengetahuannya dalam kehidupa sehari-hari. Peserta didik

bukanlah makhluq pasif, namun mereka adalah makhluq aktif yang selalu

ingin mencari tahu dan berkembang.

Model pembelajaran tematik integratif dengan pendekatan scientifik

yang digulirkan kementerian dan kebudayaan bersamaan dengan kurikulum

2013 merupakan ikhtiar untuk mewujudkan pendidikan yang mampu

mengapresiasi keadaan peserta didik yang berbeda. Terlebih lagi adanya

penekanan pada aspek afektif dalam kurikulum 2013, memungkin individu

akan memiliki kepribadian dan intelektual yang baik.

8

BAB II

KONSEP DASAR PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF

A. Pengertian

Istilah pembelajaran tematik sering disamakan dengan istilah

pembelajaran terpadu, sehinga dalam beberapa literatur para ahli pendidikan

sering menggunakan istilah keduanya secara interchangeable.

Pembelajaran tematik integratif adalah pembelajaran yang

menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran untuk

mengembangkan aspek afektif, kongnitif, dan psikomotorik peserta didik agar

dapat memberikan pembelajaran yang bermakna. Istilah tematik digunakan

karena pembelajaran tersebut menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa

mata pelajaran, sedangkan istilah integratif merujuk pada pengembangan

seluruh totalitas diri anak yang mencakup aspek afektif, kognitif, dan

psikomotorik.

Menurut Humpreys (dalam Trianto, 2010:79), pembelajaran terpadu

atau tematik adalah studi di mana peserta didik diberi kesempatan untuk

mengeksplorasi pengetahuan mereka dalam berbagai mata pelajaran yang

berkaitan dan menjadi lingkungan mereka sebagai sumber belajar.

Keterkaitan tersebut dapat dilihat dari aspek studi Matematika, Bahasa, Ilmu

Alam, Ilmu Sosial, Musik, Keterampilan, Olah raga, dan lainnya.

Istilah pembelajaran tematik terkadang juga dimaknai sebagai

pendekatan dalam pembelajaran (thematic approach), yaitu “...a way of

teaching and learning in such a way that many areas of the curriculum are

integrated and connected within a theme. It allows learning to be less

fragmented and more natural…”. Pendekatan tematik adalah suatu cara

belajar mengajar yang dilakukan dengan cara beberapa tema dalam kurikulum

diintegrasikan dan dihubungkan dengan suatu tema. Hal ini untuk

mengurangi pemisahan antara materi pelajaran dan pembelajaran lebih alami

karena memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar.

9

B. Rasional

Ada dua alasan yang mendasari dikembangkannya model pembelajaran

tematik integratif, yaitu karakteristik peserta didik dan alasan teoritik.

1. Karakteristik anak usia SD/MI

Pada masa sekolah dasar ini, karakteristik anak dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu pada masa usia 6 – 7 tahun dan 8 – 10 tahun. Adapun

karakteristik masing-masing fase tersebut adalah sebagai berikut.

a. Karakter anak usia 6 – 7 tahun

Bagian ini akan mengurai tentang karakter anak usia 6 – 7 tahun,

dalam hal ini yang akan dibahas adalah ciri jasmani dan mentalnya.

Kedua hal tersebut perlu dipahami setiap pendidik yang berhadapan

dengannya agar dapat memperlakukannya secara tepat.

1) Ciri-ciri jasmani

Ciri-ciri jasmani peserta didik kelas usia 6 – 7 tahun adalah:

(a) kordinator otot-otot kecilnya bertambah, meskipun kadang-

kadang terasa janggal; (b) masa pertumbuhannya lebih lambat,

anak perempuan cenderung lebih cepat dibandingkan dengan anak

laki-laki; (c) tidak bisa diam, selalu bergerak; (d) senang membuat

sesuatu

2) Ciri-ciri mental

Ciri-ciri mental anak usia 6 – 7 tahun atau kelas rendah

SD/MI adalah: (a) selalu ingin belajar; (b) menanyakan berbagai

hal; (c) konsep yang dimiliki masih dalam jangka waktu terbatas;

(d) memiliki berbagai variasi dalam membaca; (e) cenderung fokus

hanya pada satu atau dua hal dari isi cerita atau pengalaman yang

dialaminya; (f) jangka perhatian terbatas, antara tujuh sampai

sepuluh menit; (g) proses berpikirnya dalam

b. Karakter anak usia 8 – 10 tahun.

1) Ciri-ciri fisik

Ciri-ciri fisik anak usia 8 – 10 tahun adalah: (a) aktif

mengembangkan kordinasi otot besar dan kecil; (b) kekuatannya

10

bertambah; (c) ingin menguasai keterampilan besar; (d) senang

olah raga dalam tim dan kegiatan-kegiatan atletik lainnya; (e)

mengikuti kata hati

2) Ciri-ciri mental kognitif

Ciri-ciri mental kognitif meliputi: (a) selalu ingin belajar

hal-hal yang baru; (b) kemampuan untuk memahami pandangan

orang lain mulai berkembang; (c) mulai mengenal perasaan malu

dalam situasi-situasi tertentu;(d) pemahaman konsep berkembang

berdasarkan lingkungan sekitarnya; (e) keterampilan menulis dan

berbahasa terus berkembang; (f) dapat memahami lebih dari

seluruh gambar yang ada; (g) sangat kreatif dan senang

menemukan hal-hal yang baru; (h) sangat ingin tahu berbagai hal;

(i) mudah mengingat; (j) mengetahui tentang konsep benar dan

salah

3) Ciri-ciri sosial emosional

Ciri-ciri sosial emosional yaitu: (a) lebih mengutamakan

teman-teman sebaya dalam kelompoknya; (b) pengaruh dari

kelompoknya sangat kuat; (c) lebih peka dalam memilih teman;

(d) umumnya mudah bergaul dan percaya diri; (e) perilaku

bersaing mulai berkembang; (f) peka untuk bermain jujur; (g)

memperhatikan perilaku dan perbuatan orang dewasa; (h)

kesadaran untuk berperilaku seperti orang yang berjenis kelamin

sama mulai berkembang; (i) mulai memisahkan diri dari keluarga,

dapat berpartisipasi dalam kegiatan yang terpisah dari keluarga;

(j) selera humor berkembang; (k) mengalami rangkaian emosi :

takut – merasa bersalah – marah dan seterusnya; (l) mengetahui

peristiwa yang terjadi di sekitarnya, meskipun secara emosional

belum cukup dewasa untuk mengatasi akibat-akibatnya (Antony

dalam Trianto, 2010:19)

Anak pada usia 6 – 10 tahun pada umumnya berada pada

rentangan usia dini yang masih melihat segala sesuatu sebagai

11

satu keutuhan (holistic) sehingga pembelajarannya masih

mengandalkan pada benda-benda dan pengalaman empirik yang

dialaminya.

Berkait dengan perkembangan kognitif anak, Jean Piaget

(Jeanne, 2011:29) mengemukakan empat tahap perkembangan

kognitif individu, yaitu tahap sensori motorik, praoperasional,

operasional konkrit, dan operasional formal. Masing-masing

tahapan perkembangan kognitif anak tersebut tersebut dapat

dirangkum dalam tabel berikut.

Tahapan Usia Gambaran Kemampuan

Sensorimotor Sejak lahir – 2 tahun Skematanya sebagian besar

didasarkan pada persepsi dan

perilakunya. Khususnya pada

tahap awal, anak-anak tidak

dapat memahami sesuatu yang

baru yang tiba-tiba ada di

depannya, dan mereka fokus

dengan apa yang sedang ia

kerjakan dan lihat pada saat

itu.

Praoperasional Usia 2 – 6 atau 7 tahun Mengucapkan terima kasih,

adalah sebagian dari

perwujudan simbol

kemampuan berpikir mereka,

kini mereka dapat memahami

dan mengucapkan akan sesuatu

yang ada di depannya secara

mendadak. Namun mereka

belum mampu mengajukan

alasan yang logis sebagaimana

cara yang dilakukan orang

dewasa. Mampu menambah

kosa kata dengan cepat dan

mulai mengenal kalimat

berstruktur. Mampu berpikir

logis setelah usia 4 tahun dan

mulai mengenal prinsip-prinsip

12

logika

Operasi konkrit Usia 6 atau 7 – 11 atau 12

tahun

Mulai muncul berpikir logis

seperti orang dewasa namun

masih terbatas dalam

memberikan alasan yang

konkrit, situasi kehidupan

nyata. Mengakui bahwa

pemikirannya dan perasaannya

berbeda dengan orang lain,

namun dalam kenyataannya

belum mampu menunjukkan

perilaku pengakuan.

Operasi formal Usia 11 atau 12 tahun –

dewasa

Sudah mampu menggunakan

proses berpikir logis untuk

mengemukakan ide-ide yang

abstrak baik dalam situasi

nyata maupun objek yang

konkrit. Beberapa kemampuan

mulai muncul yang

merupakan dasar untuk

dikembangkan dalam

pembelajaran sain dan

matematika.

Perkembangan setiap individu melalui tahapan-tahapan tersebut,

dan tidak ada individu yang melewatinya. Tiap tahap ditandai dengan

munculnya kemampuan-kemampuan intelektual baru yang

memungkinkan individu memahami realitas dengan cara yang semakin

kompleks. Kecepatan perkembangan masing-masing individu

tergantung pada tingkat keaktifan anak dalam memanipulasi dan

berinteraksi dengan lingkungannya. Hal ini berarti bahwa lingkungan

anak sangat menentukan proses perkembangan kognitif anak.

Dalam terminologi Piaget, segala sesuatu yang diketahui dan

dilakukan anak diorganisir dalam schemes, yaitu semacam kelompok

kegiatan atau pemikiran yang digunakan secara terpisah dalam

merespons situasi lingkungan yang berbeda (Jeanne, 2011:28). Dalam

13

aktivitas berikutnya, individu mempelajari sesuatu melalui proses yang

disebut asimilasi dan akomodasi, asimilasi terkait dengan objek atau

peristiwa yang ada dikaitkan dengan scheme yang telah ada pada

individu. Namun terkadang individu tidak dengan mudah

menghubungkan antara situasi yang ada dengan scheme yang telah

dimilikinya, maka individu kemudian memodifikasi scheme yang ada

dengan objek atau peristiwa yang lain yang sudah ada yang ada

hubungannya. Proses pemulihan keseimbangan antara pemahaman yang

ada dengan pengalaman-pengalaman baru disebut proses equilibrasi.

Menurut Piaget, pembelajaran tergantung pada proses ini, di mana saat

keseimbangan terjadi anak memiliki kesempatan untuk bertumbuh dan

berkembang. Guru dapat menciptakan situasi yang tidak seimbang dan

nantinya dapat menimbulkan anak untuk bertanya karena

keingintahuannya (Trianto, 2010:16).

Pada tahap operasional konkrit (6 atau 7 – 11 atau 12 tahun),

Piaget mengatakan bahwa proses kemampuan berpikir mereka mulai

terorganisir menjadi suatu sistem yang lebih luas, mereka mulai mampu

berpikir realistik, logik, mampu share dengan yang lain dan lebih

mencerminkan pendapat pribadi dari pada kenyataan yang

sesungguhnya. Mereka juga suka memamerkan kemampuan mereka

seperti membuat kelompok-kelompok inklusif (Jeanne, 2011:31).

Operasi adalah hubungan-hubungan logis antara konsep-konsep atau

skema-skema, sedangkan operasi konkrit adalah aktivitas mental yang

difokuskan pada objek-objek dan peristiwa nyata dalam kehidupan

sehari-hari yang terukur (Desmita, 2010:156).

Perkembangan kemampuan memori individu pada usia ini tidak

jauh berbeda dengan fase sebelumnya, yaitu memori jangka pendek

sekitar 15 hingga 30 detik individu mampu menyimpan informasi

dengan asumsi tanpa pengulangan. Mereka juga memiliki kemampuan

rekognisi yaitu suatu kesadaran bahwa suatu objek atau peristiwa itu

sudah dikenalnya atau pernah dipelajari pada masa lalu namun kurang

14

mampu merecall, yaitu proses memanggil atau mengingat kembali

dalam ingatan sesuatu yang pernah dipelajari. Namun demikian, mereka

telah mampu menggunakan memory strategy, yaitu perilaku yang

disengaja untuk mengingat kembali memori yang dimiliki (Desmita,

2010:158).

Menurut Matlin (Desmita, 2010:159-160), ada empat memory

strategy yang penting, yaitu rehearsal, organization, imagery dan

retrieval. Rehearsal (pengulangan) adalah strategi meningkatkan

memori dengan cara mengulangi berkali-kali informasi setelah

informasi tersebut diterima. Organization (organisasi) merupakan cara

membangkitkan memori dengan melakukan pengkategorian dan

pengelompokan sesuai dengan kemiripan karakteristik. Imagery

(perbandingan) merupakan tipe dari karakteristik pembayangan

individu melalui pembandingan. Yuille dan Catchpole menyatakan

bahwa memori anak-anak kelas satu sekolah dasar meningkat setelah

mereka dilatih membentuk perbandingan interaktif. Retrieval

(pemunculan kembali) adalah proses mengeluarkan atau mengangkat

informasi dari memori anak dengan isyarat. Keberhasilan penerapan

memory strategy tersebut akan dipengaruhi oleh faktor usia, sikap,

motivasi kesehatan, dan pengetahuan anak sebelumnya.

Pada masa ini, individu mulai bergeser dari sekedar menamai,

mengelompokkan benda-benda menuju pada kemampuan dalam

mengorganisasi dan menghubungkan sifat-sifat benda. Dengan

memberi kesempatan melalui persentuhan dengan benda-benda konkrit

dalam pembelajaran, individu pada tahap operasional konkrit mulai

untuk mengorganisasikan penyelidikan-penyelidikan dalam kelas-kelas

dan variabel, mengukur variabel secara bermakna, dapat memahami dan

mencatat data pada tabel, membentuk dan memahami hubungan

sederhana, menggunakan apa yang mereka ketahui untuk membuat

inferensi langsung dan prediksi serta menggeneralisasi suatu gejala dari

pengalaman yang mereka jumpai (Depdiknas, 2002:11). Namun

15

demikian, walaupun individu pada fase operasional konkrit ini mampu

menujukkan beberapa kemampuan berpikir logisnya, perkemangan

kognitif mereka belum sempurna. Dia masih mengalami kesulitan

dalam memahami ide-ide abstrak (Jeanne, 2011:32).

Piaget yakin bahwa pengalan-pengalaman inderawi dan

manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan

perkembangan. Selain itu, ia juga berkeyakinan bahwa interaksi sosial

dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi, berdiskusi,

membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya dapat membuat

pemikiran itu menjadi semakin logis. (Trianto, 2010:17)

2. Landasan Teoritik

Pengembangan pembelajaran tematik integratif di sekolah

didasarkan pada beberapa teori psikologi belajar, yaitu teori perkembangan

Jean Piaget, teori belajar Konstruktivisme, teori belajar Vygotski, teori

belajar Bandura, dan teori belajar Bruner (Trianto, 2010:101). Masing-

masing teori tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget

Dalam pandangan Piaget, anak memiliki cara tersendiri dalam

menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya. Setiap

anak memiliki struktur kognitif yang berbeda-beda dalam memahami

lingkungan sekitarnya. Pemahaman individu terhadap objek di

lingkungan sekitar melalui proses asimilasi (menghubungkan

pengetahuan tentang objek dengan konsep yang sudah ada dalam

pikiran) dan akomodasi (proses pemanfaatan konsep dalam pikiran

untuk memahami objek). Jika keduanya dapat berlangsung terus

menerus maka akan terjadi keseimbangan (equilibration) antara konsep

lama dan pemahaman yang baru (Gredler, 1991:311)

Piaget mengemukakan tahapan-tahapan perkembangan kognitif

pada individu. Pada anak usia sekolah dasar, tahap perkembangan

kognitif berada pada operasi konkrit. Perilaku belajar yang muncul pada

fase tersebut adalah: 1) mulai memandang realitas secara objektif; 2)

16

mulai berpikir oprasional untuk mengklasifikasikan objek-objek yang

ada di sekitarnya; 3) mulai menggunakan prinsip-prinsip logika ilmiah

yang sederhana; 4) memahami konsep volume, substansi, zat cair,

padat, panjang, lebar, luas, berat.

Melihat perilaku belajar anak usia sekolah dasar sebagaimana

tersebut di atas, maka kecenderungan belajar anak-anak usia sekolah

dasar adalah konkrit, integratif, dan hirarkhis. Konkrit mengandung

makna bahwa pembelajaran dilaksanakan dengan menghadirkan benda-

benda konkrit yang ada di sekitarnya yang dapat dilihat, diraba, dicium,

didengar. Integratif berarti pembelajaran disajikan dalam satu keutuhan,

tidak dipisah-pisah dalam berbagai disiplin ilmu. Hirarkhis berarti anak

belajar mengikuti alur-alur yang bertahap, dari yang mudah menuju

yang sulit, dari yang sederhana menuju yang kompleks. Oleh karenanya

dalam menyusun materi untuk anak usia sekolah dasar harus

memperhatikan urutan logis, keterkaitan antar materi, keluasan dan

kedalamannya.

b. Teori Belajar Konstruktivisme

Dalam pandangan konstruktivisme, pengetahuan merupakan hasil

dari konstruk kognitif dalam diri individu. Pengetahuan tidak dapat

terlepas dari subjek yang bersangkutan. Pengetahuan merupakan

konstruk manusia melalui pengalaman yang dimilikinya. Pengetahuan

akan selalu berkaitan dengan pengalaman yang dimilikinya akan

kehidupan di dunia, namun bukan dunia itu sendiri. Oleh karenanya,

tanpa pengalaman seseorang tidak akan memiliki pengetahuan

(Sriyanti, dkk.,, 2009:71).

Menurut Slavin (dalam Trianto, 2010:110), satu prinsip

pembelajaran yang terpenting dalam teori konstruktivisme ini adalah

bahwa guru dalam mengajar tidak hanya sekedar memberikan

pengetahuan kepada peserta didik (transfer of knowledge). Peserta didik

harus diajak bersama-sama membangun pengetahuannya melalui

pengalaman empirik. Guru harus memberikan segala kemudahan bagi

17

pesrta didik dalam proses menemukan (inquiry) pengetahuan,

mempraktikkan ide-ide mereka sendiri dan memberi kesempatan

peserta didik untuk mengembangkan strategi pembelajarannya sendiri.

Guru hanya menunjukkan jalan berpikir yang benar dan mempersilakan

para peserta didik untuk menapakinya agar mencapai tangga berpikir

yang tinggi.

Kaum konstrtuktivis berpandangan bahwa satu-satunya media

yang tersedia bagi individu untuk mengetahui dan mengembangkan

pengetahuan pada diri individu adalah inderanya. Individu dapat

berinteraksi denga lingkungannya melalui inderanya, melihat,

mencium, mendengar, menjamah dan merasakannya. Interaksi individu

melalui inderanya dengan dunianya akan membentuk pengetahuan pada

masing-masing individu.

Menurut Suparno (dalam Triyanto, 2010:111), dalam konteks

pembelajaran, ada beberapa prinsip pembelajaran yang disarikan dari

pandangan para konstruktivis yaitu:

1) pengetahuan dibangun sendiri oleh peserta didik melalui

keaktivannya

2) dalam proses kegiatan pembelajaran, kegiatan ditekankan pada

peserta didik

3) guru mengajar hakekatnya adalah membantu peserta didik dalam

menemukan pengetahuan

4) pembelajaran lebih menekankan prosesnya, bukan sekedar hasil

5) kurikulum didesain yang sedemikian rupa yang memberi

kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk

berpartisipasi aktif

6) peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran

c. Teori Belajar Vigotsky

Menurut Vigotsky (Trianto, 2010:112), pembelajaran akan terjadi

apabila peserta didik bekerja atau mengerjakan tugas-tugas yang belum

pernah dipelajari namun masih dalam radius kemampuannya yang

18

disebut zone of proximal development, yaitu perkembangan individu di

atas sedikit dari saat ini. Ketika seorang guru memberi tugas kepada

peserta didik, pastikan peserta didik telah memiliki bekal pengetahuan

sebagai prasarat untuk dapat menyelesaikan tugas tersebut. Vigotsky

meyakini bahwa kemampuan mental individu yang lebih tinggi akan

muncul melalui interaksi atau percakapan antar individu.

Satu hal yang terpenting dari Vigotsky adalah scaffolding, yaitu

memberikan sejumlah bantuan kepada anak pada tahap-tahap awal

perkembangan kemudian lama-kelamaan anak tersebut dapat

mengambil alih tanggung jawab tersebut dan mampu mengerjakan

sendiri dengan sempurna. Bantuan dari orang dewasa tersebut berupa

dorongan, langkah-langkah problem solving, memberikan contoh yang

nyata sehingga memungkin anak tersebut dapat memecahkan masalah

yang diberikan kepadanya (Trianto, 2010:112).

d. Teori Belajar Bandura

Teori belajar yang dikemukakan oleh Bandura sering dikenal

dengan teori imitasi, yaitu perilaku individu terbentuk melalui proses

peniruan terhada perilaku orang lain yang kemudian dimantapkan

dengan cara menghubungkan peniruan tersebut dengan pengalaman

dirinya. Proses belajar dalam pandangan teori Bandura terjadi melalui

beberapa cara, yaitu imitasi, identifikasi dan belajar model, yaitu orang

yang ditiru dan diikuti perilakunya (Sriyanti, dkk.,, 2009:104)

Menurut Bandur ada empat fase pemodelan, yaitu fase atensi, fase

retensi, fase reproduksi, dan fase motivasi (Gredler, 1991:391). Fase

atensi adalah fase di mana individu memparhatikan model yang

menarik, populer, dan dikagumi. Dalam konteks pembelajaran guru

harus mampu menampilkan diri sebagai model bagi pesera didiknya.

Fase retensi adalah fase pengkodean dan penyimpanan tingkah laku

model dalam memori individu. Pengkodean adalah proses pengubahan

pengalaman yang diamati menjadi kode yang disimpan dalam memori.

Fase reproduksi adalah fase di mana kode yang disimpan dalam memori

19

dikeluarkan untuk membimbing pembentukan perilaku yang baru pada

individu. Perilaku baru yang muncul merupakan perpaduan antara kode

dalam memori dan pengalaman individu. Fase motivasi adalah fase di

mana individu yang bersangkutan berusaha kuat untuk mewujudkan

perilaku sebagaimana model yang disaksikan, individu sangat

termotivasi untuk menirunya. Dalam konteks pembelajaran di kelas,

guru harus mampu memberi motivasi melalui pujian, hadian atau nilai.

e. Teori Belajar Bruner

Teori belajar Bruner dikenal dengan teori belajar inquiry, yaitu

model pembelajaran yang menekankan pemahaman tentang ide kunci

materi pembelajaran dari suatu materi ajar yang sedang dipelajari,

pentingnya belajar aktif sebagai dasar untuk memahami materi yang

sebenarnya. Menurut Bruner, belajar akan lebih bermakna bagi peserta

didik jika mereka mampu memusatkan perhatiannya pada struktur

materi yang dipelajari. Untuk memperoleh struktur informasi, peserta

didik harus aktif dalam mengidentifikasi sendiri prinsip-prinsip kunci

dari pada hanya sekedar menerima pejelasan dari guru (Trianto,

2010:115).

Aplikasi konsep Bruner ini dalam pembelajaran menurut

Woolfolk adalah: 1) memberikan contoh yang berbeda dengan contoh

dari materi yang baru saja diajarkan; 2) membantu peserta didik

mencari hubungan antar konsep; 3) mengajukan pertanyaan kreatif dan

memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk

menemukan jawabannya; 4) mendorong peserta didik untuk membuat

dugaan yang bersifat intuitif.

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan yang akan dicapai melalui pengembangan pembelajaran tematik

integratif adalah: 1) untuk memusatkan perhatian peserta didik mudah pada

suatu tema materi yang jelas; 2) untuk mengembangkan berbagai kompetensi

dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama; 3) untuk memberikan

pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; 4) untuk

20

memudahkan guru dalam mempersiapkan dan menyajikan bahan ajar yang

efektif.

Selain itu, ada juga manfaat yang dapat diperoleh malalui pembelajaran

tematik integratif, yaitu: 1) menghilangkan tumpang tindih bahan ajar; 2)

peserta didik memahami hubungan yang bermakna antar mata pelajaran; 3)

pembelajaran menjadi utuh oleh peserta didik akan mendapat pengertian

mengenai konsep dan materi yang tidak terpecah-pecah; 4) penguasaan

konsep oleh peserta didik akan semakin baik meningkat.

Pembelajaran tematik integratif akan mampu menghilangkan tumpang

tindih materi ajar. Hal ini dicapai karena sebelum mengembangkan kegiatan

pembelajaran guru telah mengidentifikasi kompetensi dasar dan konten

materi ajar untuk dicarikan tema yang relevan. Dengan demikian tidak terjadi

pengulangan materi pembelajaran (redundantion) pada beberapa mata

pelajaran, sehingga pembelajaran menjadi efektif dan efisien.

Melalui pembelajaran tematik integrtif ini pula, peserta didik akan

memiliki pengetahuan yang bermakna dan saling terkait. Peserta didik akan

dilatih berpikir komprehensif, memandang sesuatu dari berbagai sudut

pandang. Pada akhirnya, peserta didik akan memiliki wawasan yang luas dan

mendalam terhadap keilmuan yang saling terkait.

D. Karakteristik

Ada berberapa karakteristik dalam pembelajaran tematik integratif,

yang tentunya menjadi kekhususan dari pembelajaran tematik integratif itu

sendiri. Karakteristik tersebut adalah: 1) berpusat pada peserta didik; 2)

memberikan pengalaman langsung; 3) tidak terjadi pemisahan mata pelajaran;

4) menyajikan konsep yang terpadu dari berbagai mata pelajaran; 5) bersifat

fleksibel; 6) proses pembelajaran mudah disesuaikan dengan minat dan

kebutuhan peserta didik; 7) menggunakan prinsip pembelajaran yang aktif,

kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Pembelajaran tematik integratif menjadikan peserta didik sebagai pusat

segalanya, artinya berbagai keputusan yang diambil guru terkait dengan

pembelajaran, misalnya pemilihan media, metode, organisasi materi,

21

organisasi kegiatan pembelajaran, bahasa pengantar yang digunakan harus

didasarkan pada keadaan dan untuk peserta didik. Dalam hal demikian, guru

adalah sebagai pelayan (servant) bagi pemenuhan kebutuhan petumbuhan dan

perkembangan peserta didik.

Dalam memberikan leyanan kepada peserta didik guru mengajak

mereka untuk melakukan kegiatan praktik langsung di lapangan, sehingga

peserta didik memiliki pengalaman empirik. Kegiatan pembelajaran

diupayakan semaksimal tidak lagi dikembangkan hanya simulasi dan contoh

yang verbalis, peserta didik hanya diajak meyakini kebenaran yang tertuang

di dalam buku teks ajar, namun peserta didik diajak melihat, mendengar,

meraba bukti-bukti empirik kebenaran yang tertuang di dalam buku teks.

Pengalaman langsung ini diberikan kepada peserta didik agar mereka

mengkonstruk sendiri pengetahuan mereka melalui sentuhan pengalaman di

dunia nyata.

Pengalaman langsung peserta didik di lapangan tersebut dapat berupa

pengalaman untuk mengenali dan memecahkan masalah sosial atu lingkungan

yang terjadi di sekitarnya. Dalam hal ini, guru menuntun peserta didik untuk

belajar menyelesaikan masalah melalui sudut pandang yang beragam,

misalnya sudut pandang ilmu alam, ilmu sosial, ilmu agama dan lainnya.

Dengan cara demikian, peserta didik akan terbiasa memandang dan

menyelesaikan berbagai persoalannya dengan multi perspective. Cara

demikian secara otomatis tidak memecah-mecah atau mengkotak-kotakkan

keilmuan (materi ajar) secara ketat, karena pada kenyataan hidup, individu

selalu menggunakan berbagai ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk

menyelesaikan masalah secara bersamaan.

Pembelajaran tematik integratif memiliki karakter fleksibel, artinya

pemilihan materi dan kegiatan pembelajaran tidak terpadu pada ketentuan

yang termaktub dalam buku teks ajar peserta didik. Guru bersama peserta

didik dapat merubah tema dan kegiatan pembelajaran pada hari itu manakala

dipandang tidak bermakna, tidak menarik dan ada tema dan kegitan yang

lebih menarik bagi mereka. Perubahan tema dan kegitan ini dapat dilakukan

22

dengan memperhatikan: a) minat dan kebutuhan peserta didik; b) keadaan

lingkungan sekitar; c) ketersediaan daya dukung pembelajaran di sekolah; d)

kebermaknaan atau kemanfaatan materi pembelajaran bagi peserta didik.

Dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran bersama peserta didik,

guru senantiasa menekankan pembelajaran aktif yang menyenangkan.

Pembelajaran aktif dilakukan oleh guru dengan cara melibatkan seluruh

indera didik dalam kegiatan pembelajaran, baik pendengaran, penglihatan,

kinestetik dan aktivitas pikiran. Kegiatan pembelajaran aktif juga dicapai

melalui keaktivan individual dan kerja kolektif.

Sementara itu, kegiatan pembelajaran yang menyenangkan (funny

learning) dilakukan guru melalui variasi metode dan media pembelajaran

serta penciptaan hubungan yang hangat dalam kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran yang menyenangkan memungkin peserta didik mampu

menangkap konten pembelajaran dengan baik, karena dalam suasana yang

menyenangkan individu akan mampu mengoptimalkan kerja memorinya

dengan baik. Selain itu, kegiatan pembelajaran menyenangkan merupakan

upaya mengaktifkan kerja otak kanan yang akan mampu mendukung daya

tahan konsentrasi otak kiri. Beberapa ahli psikologi menuturkan bahwa jika

peserta didik diaktifkan kedua belahan otaknya, yaitu otak kanan dan otak kiri

maka akan mampu mempertahankan waktu dan daya konsentrasi mereka.

E. Prinsip-prinsip dasar

Dalam mengembangkan pembelajaran tematik integratif di kelas, ada

beberapa prinsip dasar yang mesti diperhatikan yaitu: 1) bersifat kontekstual

atau terintegrasi dengan lingkungan; 2) bentuk belajar dirancang agar siswa

menemukan tema; dan 3) efisiensi (Yuswadiwijaya, 2013:2). Masing-masing

prinsip dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Bersifat kontekstual atau terintegrasi dengan lingkungan.

Pembelajaran yang dilakukan perlu dikemas dalam suatu format

keterkaitan, maksudnya pembahasan suatu topik dikaitkan dengan kondisi

yang dihadapi siswa atau ketika siswa menemukan masalah dan

23

memecahkan masalah yang nyata dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-

hari dikaitkan dengan topik yang dibahas.

2. Bentuk belajar harus dirancang agar siswa menemukan tema.

Agar siswa bekerja secara sungguh-sungguh untuk menemukan

tema pembelajaran yang riil sekaligus mengaplikasikannya. Dalam

melakukan pembelajaran tematik siswa didorong untuk mampu

menemukan tema-tema yang benar-benar sesuai dengan kondisi siswa,

lingkungan atau pengalaman yang dialami siswa.

3. Efisiensi

Pembelajaran tematik memiliki nilai efisiensi antara lain dalam segi

waktu, beban materi, metode, penggunaan sumber belajar yang otentik

sehingga dapat mencapai ketuntasan kompetensi secara tepat.

F. Implikasi

Implikasi penerapan pembelajaran tematik integrarif dirasakan oleh

seluruh komponen pokok dalam aktivitas pendidikan baik terhadap guru,

peserta didik, sumber dan media belajar, sarana prasarana, maupun

pengaturan ruang kelas. Masing-masing harus dikondisikan dalam keadaan

yang semestinya, agar pembelajaran tematik integratif dapat mencapai

tujuannya secara maksimal.

1. Implikasi terhadap guru

Guru harus kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman

belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata

pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna,

menarik, menyenangkan dan utuh

2. Implikasi terhadap peserta didik

Beberapa implikasi pembelajaran tematik integratif pada peserta

didik adalah:

a. Peserta didik harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang

dalam pelaksanaannya dimungkinkan untuk bekerja baik secara

individual, pasangan, kelompok kecil ataupun klasikal.

24

b. bervariasi secara aktif misalnya melakukan diskusi kelompok,

mengadakan penelitian sederhana, dan pemecahan masalah

3. Implikasi terhadap sarana prasarana, sumber, dan media pembelajaran

Beberapa implikasi pembelajaran terhadap sarana prasarana, sumber

dan media belajar adalah:

a. Memerlukan berbagai sarana dan prasarana belajar.

Untuk dapat mengembangkan pembelajaran tematik integratif

secara optimal diperlukan kecukupan sarana dan prasarana pembelajara.

Tanpa dukungan sarana dan prasana yang cukup, maka guru juga akan

mengalami kesulian dalam mengajar.

Jika sekolah tidak mampu memenuhi kebutuhan sarana dan

prasarana pembelajaran, maka guru dapat memanfaatkan sarana dan

prasarana pembelajaran alam yang ada diluar kelas, misalnya

lingkungan, kebun sekolah, taman sekolah, fasilitas umum seperti

kantor kelurahan, pasar, tempat ibadah, pabrik, super market dan sarana

lain yang relevan dengan tema pembelajaran.

Dalam memanfaatkan sarana pembelajaran di luar kelas, yang

terpenting dilakukan guru adalah kerja sama dengan pihak-pihak

terkait. Sekolah perlu mengembangkan kemitraan yang lebih luas

dengan berbagai pihak yang memiliki daya dukung terhadap kegiatan

pembelajaran di sekolah, baik langsung maupun tak langsung.

b. Memanfaatkan berbagai sumber belajar

Sumber belajar merupakan tempat dimana guru mengambil materi

pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik. Sumber

belajar dapat berupa makhluq hidup seperti manusia, hewan, tumbuhan

dan makhluq tak hidup seperti buku, majalah, lingkungan a biotik,

artikel dan lainnya.

Dalam mengambil sumber belajar, guru harus mengeksplore

sumber belajar sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber agar

memperkaya informasi yang akan dihadirkan dalam pembelajaran di

25

kelas. Selama ini terkadang guru masih tepaku pada sumber belajar dari

buku teks, padahal informasi di dalamnya sangat singkat dan terbatas.

Dalam pembelajaran tematik integratif diperlukan kreativitas dan

keberanian guru untuk „keluar kelas‟ bersama peserta didik untuk

menemukan dan mengkaji sumber belajar yang primer atau otentik,

yaitu sumber belajar yang berupa benda atau keadaan yang senyatanya,

bukan hasil kajian orang atas benda atau keadaan tersebut. Misalnya :

masyarakat, lingkungan alam dan sejenisnya.

Guru harus berupaya untuk meminimalisir penggunaan buku tesk

sebagai sumber belajar, karena buku tersebut dapat dikategorikan

sebagai sumber sekunder. Kalaupun guru masih menggunakan buku

teks sebagai sumber belajar, maka buku teks harus ditempatkan sebagai

doxa yang memiliki kebenaran sementara. Dengan demikian, guru

bersama peserta didik masih memiliki peluang untuk mengkritisi dan

mengoreksi kebenaran isi buku tersebut berdasar penemuan terbaru atas

kebenaran yang tercantum di dalamnya.

c. Mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran yang bervariasi

Media pembelajaran memiliki peran penting dalam pembelajaran

tematik integratif. Dalam memilih media pembelajaran, prioritas

pertama yang dipilih adalah benda nyata atau situasi nyata yang

memungkinkan peserta didik melihat, mendengar, merasakan keadaan

yang senyatanya. Cara demikian untuk mengantarkan peserta didik

memiliki pengetahuan yang otektik, original.

Jika guru mengalami kesulitan dalam menemukan benda nyata

maka urutan prioritas pemilihan media pembelajaran adalah: 1) benda

nyata; 2) benda mitasi, tiruan, miniatur; 3) film slide; 4) gambar. Guru

harus berusaha untuk dapat menghadirkan media sesuai dengan urutan

prioritas tersebut.

Selain memperhatikan urutan prioritas tersebut, guru juga harus

menghadirkan media yang variatif dalam kegiatan pembelajarn sesuai

dengan tema pembelajaran. Variasi penggunaan media pembelajaran ini

26

dapat berfungsi untuk: 1) memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif

dalam kegiatan pembelajaran; 2) memperluas wawasan peserta didik

terhadap konten materi ajar; 3) melatih peserta didik untuk selalu

kreatif; 4) memperdalam pemahaman peserta didik terhadap materi

pembelajaran.

d. Masih dapat menggunakan buku ajar yang sudah ada saat ini untuk

masing-masing mata pelajaran dan dimungkinkan pula untuk

menggunakan buku suplemen khusus yang memuat bahan ajar yang

terintegrasi.

4. Implikasi terhadap pengaturan ruang kelas

Beberapa implikasi pembelajaran terhadap pengturan ruang kelas

adalah:

a. Ruang kelas perlu ditata disesuaikan dengan tema yang sedang

dilaksanakan.

Pengembangan pembelajaran tematik integrtif menuntut dinamika

penataan ruang kelas. Ada dua cara menata ruang kelas: 1) kelas ditata

sedemikian rupa setiap pertemuan sesuai dengan tema pembelajaran; 2)

kelas dibuat tematik, kelas ditata secara permanen sesuai dengan tema-

tema pembelajaran. Tentunya kedua model penataan kelas tersebut

memiliki kelebihan dan kurangan.

Dalam menata ruang kelas yang paling penting adalah disesuai

dengan tema pembelajaran, kemampuan dan keadaan lingkungan

sekolah.

b. Susunan bangku peserta didik dapat berubah-ubah disesuaikan dengan

keperluan pembelajaran yang sedang berlangsung.

Pengubahan susunan bangku tempat duduk peserta didik ini

dimaksudkan agar peserta didik dapat melakukan aktivitas secara

leluasa sesuai dengan tema pembelajaran.

c. Peserta didik tidak selalu duduk di kursi tetapi dapat duduk di

tikar/karpet

27

d. Kegiatan hendaknya bervariasi dan dapat dilaksanakan baik di dalam

kelas maupun di luar kelas

e. Dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta

didik dan dimanfaatkan sebagai sumber belajar

f. Alat, sarana dan sumber belajar hendaknya dikelola sehingga

memudahkan peserta didik untuk menggunakan dan menyimpannya

kembali.

5. Implikasi terhadap pemilihan metode

Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan berbagai variasi

metode yang menyenangkan. Satu hal yang pelu diperhatikan dalam

pemilihan dan pengembangan metode pembelajaran adalah guru harus

memilih metode pembelajaran yang memungkinkan keterlibatan penuh

peserta didik dalam pembelajaran agar mereka mampu menemukan dan

mengkonstruk sendiri pengetahuannya menjadi pengetahuan yang

bermakna.

Dalam hal ini, kita tidak bisa menyebut nama metode pembelajaran

karena pada hakekatnya metode pembelajaran tersebut memiliki

karakteristik masing-masing dan efektivitasnya sangat tergantung pada

pemakai. Metode apapun dapat dipakai dalam pembelajaran tematik

integratif, yang penting bagaimana dengan metode tersebut peserta didik

dapat mengkonstruk pengetahuannya melalui kegiatan ilmiah dalam

suasana yang fun.

Guru dapat memilih metode pembelajaran yang digolongkan

tradisional, misalnya ceramah interaktif, tanya jawab, resitasi, drill, study

tour, bermain peran, eksperimen, diskusi, dan sejenisnya; atau

menggunakan metode pembelajaran aktif sebagaimana dikembangkan oleh

Mell Silberman, misalnya jigzaw, team quiz, meeting the guest, critical

incident, active knowledge sharing, every one is a teacher here, questions

students have, critical video, debate active, reading aloud, dan sejenisnya.

Sebagai guru harus mampu menempatkan pemahaman secara

proporsional tentang metode pembelajaran. Satu pernyataan yang perlu

28

dipahami adalah bahwa tidak ada metode pembelajaran yang terbaik atau

terjelek; baik dan tidaknya metode tergantung ketepatan penggunaannya.

29

BAB III

PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM

Ada dua macam pendekatan dalam pengembangan kurikulum yang relevan

bagi pembelajaran tematik integratif, yaitu integrated curriculum approarch dan

holistic curriculum approach. Masing-masing pendekatan dapat diuraikan sebagai

berikut.

A. Integrated Curriculum Approach

Pendekatan integrated kurikulum dilakukan dengan mengintegrasikan

bahan pelajaran dari berbagai mata pelajaran yang dicapai dengan cara

memusatkan tema atau beberapa mata pelajaran dari berbagai disiplin ilmu,

batas-batas mata pelajaran dapat ditiadakan (Nasution, 1993:111). Sistem

pengajaran dikembangkan dalam bentuk pengajaran unit (Oemar Hamalik,

2011:37), di mana mata pelajaran atau bidang studi tidak terpisah satu dengan

lainnya dan tidak ada pembatas antar satu dan yang lainnya.

Integrated curriculum bertolak dari konsep kesatuan yang bermakna

dan terstruktur (Oemar Hamalik, 2011:36). Bermakna artinya bahwa setiap

suatu keseluruhan tersebut memiliki makna, arti, faedah dan manfaat tertentu.

Keserluruhan dalam konteks ini bukan berarti penjumlahan bagian-bagian,

melainkan suatu totalitas yang memiliki makna khusus. Terstruktur

didasarkan pada asumsi bahwa setiap bagian yang ada dalam keseluruhan itu

berada dan berfungsi dalam suatu struktur tertentu. Pendidikan anak adalah

pendidikan keseluruhan untuk membentuk keseluruhan totalitas diri anak dan

masing-masing aspek kepribadian anak bukanlah sesuatu yang dapat dipisah-

pisahkan, misalnya aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karenanya

kurikulum integratif dimaksudkan untuk membentuk pribadi individu yang

utuh dengan didasarkan pada pertimbangan bahwa individu merupakan

makhluq hidup potensial yang sedang berkembang dan berada dalam

masyarakat yang selalu berkembang.

Kurikulum ini membuka kesempatan yang lebih besar untuk

dilakukannya kerja kelompok, memanfaatkan lingkungan dan masyarkat

sebagai sumber belajar, memperhatikan individual differences, melibatkan

30

peserta didik dalam perencanaan pembelajaran. Selain memperoleh sejumlah

pengetahuan yang fungsional kurikulum ini juga lebih mengutamakan proses

belajar peserta didik bukan hanya hasil belajarnya saja. Cara memperoleh

pengetahuan untuk memecahkan maalah dianggap penting karena akan

berpengaruh pada hasil hasil pemecahan masalahnya.

Integrated curriculum sangat fleksibel dan tidak menghendaki hasil

belajar yang sama bagi setiap peserta didik. Guru, orang tua dan peserta didik

merupakan komponen utama yang bertanggung jawab dalam proses

pembelajaran. Selama percobaan antara tahun 1932 – 1940, integrated

curriculum ini membuktikan peserta didik dapat mengikuti pelajaran dengan

baik, memiliki kemantapan kepribadian dan bisa terlibat dalam kegiatan

kemasyarakatan lebih luas (Nasution, 1992:112).

Integrated curriculum sangat memperhatikan aspek-aspek psikologis

yang berpengaruh terhadap integrasi individu dengan lingkungannya

(Abdullah Idi, 2010:148). Menurut Soetopo & Soemanto, integrated

curriculum dibedakan menjadi tiga, yaitu the child centered curriculum, the

social functions, dan the experience curriculum. The child centered

curriculum adalah perancangan kurikulum di mana faktor peserta didik

menjadi sentral konsideran dalam pengambilan keputusan; the social

functions curriculum adalah desain kurikulum yang mencoba mengeliminasi

mata pelajaran sekolah dari sisi keterpisahannya dengan fungsi-fungsi pokok

kehidupan sosial yang menjadi dasar pengorganisasian pengalaman belajar

peserta didik; sedangkan the experience curriculum adalah perancangan

kurikulum yang mengedepankan pemberian pengalaman sosial yang

sebanyak-banyaknya kepada peserta didik.

B. A Holistic Curriculum Approach

Pendekatan kurikulum holistik melahirkan pendidikan yang holistik

pula, yang melibatkan pengembangan seluruh aspek diri peserta didik, baik

pikiran, emosi, fisik dan semangat peserta didik. Melalui kurikulum ini,

memungkinkan peserta didik terhubung dengan masyarakat, alam, jiwa, mata

pelajaran, jasmani dan rohani, dan mampu mengembangkan intuisi dan riset

31

(http://equinoxschool.ca/about/the-holistic-curriculum/, diakses tanggal 8

Februari 2014 pukul 14.00 WIB).

1. Keterhubungan dengan masyarakat

Membangun masyarakat dapat dimulai dari kelas dan kemudian

meluas ke masyarakat lokal dan global. Melalui pegembangan kurikulum

holistik, peserta didik memperoleh keterampilan untuk mencari solusi

untuk masalah-masalah sosial yang ada di sekitarnya. Peserta didik setelah

lulus diharapkan mampu melakukan aksi sosial guna menciptakan

kehidupan yang lebih baik dan adil.

Ruang kelas adalah pemberi pengalaman pertama bagi peserta didik

akan kehidupan kemasyarakatan. Para guru harus memiliki komitmen

untuk membangun komunitas kelas yang kohesif. Untuk membangun

masyarakat di dalam kelas dapat dilakukan melalui kegiatan rutin dan

mendekatkan peserta didik dengan bahasa-bahasa sosial di masyarakat.

Misalnya, program pertemuan mingguan kelas, bahasa untuk resolusi

konflik, kegiatan pembelajaran kolaboratif, dan diskusi kelas untuk

membangun hubungan yang saling menghargai antar sesama peserta didik.

Peserta didik belajar tentang keadilan sosial melalui Ilmu Sosial

yang memperkenalkan pesera didik berbagai perspektif sosial dan untuk

memunculkan rasa empati sekitar isu-isu sosial di kelas yang kemudian

dapat diperluas menjadi isu masyarakat lokal dan global yang sedang

terjadi. Guru mengajak peserta didik untuk mengkritisi literatur yang ada,

mengembangkan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan materi ajar

dan disambungkan dengan realitas sosial, seperti role play atau quiz.

2. Keterhubungan dengan alam

Kurikulum holistik mengajarkan siswa tidak hanya tentang

pemecahan masalah lingkungan sosial, tetapi yang tidak kalah penting

adalah bagaimana peserta didik juga memiliki rasa tanggung jawab untuk

menjaga dan melestarikan alam.

Peserta didik diajarkan bagaimama mereka memiliki kepekaan

terhadap masalah alam dan dengan penuh kesadaran mampu mencari

32

solusi alternatif atas masalah yang terjadi di alam. Pada awalnya peserta

didik dapat dipupuk rasa cina pada lingkungan alam melalui berkebun dan

bertani di taman sekolah atau kebun di masyarakat setempat. Dalam hal ini

sekolah dapat melakukan kemitraan dengan para petani dan pemilik lahan

perkebunan, baik petani organik maupun non organik.

Peserta didik akan memperoleh pengalaman bertani dan berkebun di

sekolah yang pada akhirnya akan dijadikan sebagai bekal untuk

memecahkan masalah yang mungkin muncul suatu saat di lingkungannya.

Dengan pengalaman tersebut peserta didik akan mampu merekayasa

lingkungan alam agar memberikan kesejahteraan bagi makhluq hidup

semuanya.

3. Keterhubungan dengan batin

Kurikulum holistik juga menghubungkan peserta didik dengan

kehidupan batin mereka, yang merupakan energi vital yang memberikan

arti dan tujuan hidup individu. Sambungan kegiatan pembelajaran ke

dalam kehidupan batin peserta didik dicapai melalui kegiatan

mendongeng. Cerita yang diceritakan secara lisan akan mampu mengikat

dan mengembangkan imajinasi peserta didik. Cerita-cerita mitos, legenda,

cerita rakyat, dongeng, sejarah dari seluruh dunia dapat menjelaskan

kepada peserta didik akan beragamnya budaya warisan dari nenek

moyang.

Beberapa kegiatan rutin di kelas yang dapat menghubungkan peserta

didik dengan batin mereka misalnya bernyanyi, menari, pembacaan puisi

setiap hari, meditasi, berbicara melingkar di mana setiap peserta didik

memiliki kesempatan untuk berbagi cerita, festival budaya dan seni, dan

lain-lain

4. Keterhubungan tubuh dan pikiran

Kurikulum menekankan hubungan alami antara tubuh dan pikiran.

Peserta didik didorong untuk mengeksplorasi hubungan antara tubuh dan

emosi mereka, dan untuk mengembangkan apa yang mereka rasakan pada

diri mereka. Kegiatan ditekankan pada upaya untuk menciptakan tubuh

33

yang sehat, mengembangkan komunikasi yang positif dan kesadaran

dalam semua tindakan, menyadari apa yang telah dilakukan dan saat

melakukannya.

Kegiatan yang digunakan untuk merangsang hubungan pikiran-tubuh

di dalam kelas misalnya drama, gerakan kreatif, tari, kinerja, role play,

yoga, meditasi dan relaksasi.

5. Keterhubungan dengan materi

Hubungan antar mata pelajaran melahirkan kurikulum yang

terintegrasi. Integrasi ini dilakukan lintas pelajaran dalam pembahasan

tema-tema yang luas dan sering pula dikenal dengan instilah

transdiciplinary. Sejumlah mata pelajaran diintegrasikan ke dalam tema

pelajaran lain di mana hal ini ternyata dapat membantu untuk

memperdalam pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran.

6. Keterhubungan Intuisi dan Inquiry

Pendekatan berbasis inquiry adalah salah satu cara yang guru

mengembangkan intuisi siswa. Dalam menghubungkan intuisi dan inkuiri

guru dapat melakukan kegiatan yang memfasilitasi eksplorasi di taman

bermain, di dalam dan di luar kelas. Peserta didik diarahkan

bereksplorasi, membuat penemuan dan prediksi, guru berperan sebagai

pendorong dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka. Peserta didik dapat

mendokumentasikan eksplorasi mereka melalui gambar atau tulisan,

video.

34

BAB IV

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INTEGRATIF

Menurut Fogarty (Trianto, 2010:41) ada sepuluh model pembelajaran

terpadu, yaitu: (1) the fragmented model (model tergambarkan); (2) the connected

model (model terhubung); (3) the nested model (model tersarang; (4) the

sequenced model (model terurut); (5) the shared model (model terbagi); (6) the

webbed model (model terjaring); (7) the threaded model (model tertali); (8) the

integrated model (model terpadu); (9) the immersed model (model terbenam); (10)

the networked model (model jaringan). Masing-masing model tersebut dapat

diuraikan secara singkat dalam tabel berikut.

Nama Model Deskripsi Kelebihan Kelemahan

Fragmented

(keterpisahan)

Berbagai disiplin

ilmu yang berbeda

dan saling terpisah

Adanya kejelasan

dan pandangan

yang terpisah

dalam suatu mata

pelajan

Keterhubungan

menjadi tidak

jelas, lebih

sedikit transfer

pembelajaran

Connected

(keterhubungan)

Topik-topik dalam

satu disiplin ilmu

berhubungan satu

sama lain

Konsep-konsep

utama saling

terhubung,

mengarah pada

pengulangan,

rekonseptualisasi,

dan asimilasi

gagasan-gagasan

dalam suatu

disiplin ilmu

Disiplin-disiplin

ilmu tidak

berkaitan,

konten tetap

terfokus pada

satu disiplin

ilmu

Nested

(sarang)

Keterampilan-

keterampilan

sosial, berpikir

konten dicapai

salah satu mata

pelajaran

Memberi

perhatian pada

berbagai mata

pelajaran yang

berbeda dalam

waktu yang

bersamaan,

memperkaya dan

memperluas

pembelajaran

Peserta didik

kebingungan

dan kehilangan

arah mengenai

konsep-konsep

utama dari suatu

kegiatan

pembelajaran

Sequenced

(satu rangkaian)

Persamaan-

persamaan yang

ada diajarkan

Memfasilitasi

transfer

pembelajaran

Membutuhkan

kolaborator

yang terus

35

secara bersamaan

meskipun

termasuk ke dalam

mata pelajaran

yang berbeda

melintasi beberapa

mata pelajaran

menerus dan

kelenturan yang

tinggi karena

para guru

memiliki

otoritas dalam

merancang

kurikulum

pembelajaran

Shared

(terbagi)

Perencanaan tim

dan atau

pengajaran yang

melibatkan dua

disiplin ilmu

difokuska pada

konsep,

keterampilan, dan

sikap

Terdapat

pengalama-

pengalaman

pembelajaran

bersama dengan

dua guru dalam

satu tim akan lebih

berkolaborasi

Membutuhkan

waktu,

kelenturan,

komitmen, dan

kompromi

Webbed

(Jaring laba-laba)

Pengajaran

tematik

menggunakan satu

tema sebagai dasar

pembelajarn

berbagai disiplin

mata pelajaran

Dapat memotivasi

peserta didik,

membantu mereka

untu dapat melihat

keterhubungan

antar gagasan

Tema yang

digunakan harus

dipilah baik-

baik secara

selektif agar

bermakna bagi

peserta didik

dan sesuai

dengan konten

mapel Threaded

(dalam satu ukur)

Keterampilan-

keterampilan sosial,

berpikir, berbagai

jenis kecerdasan,

dan keterampilan

belajar direntangkan

melalui berbagai

disiplin ilmu

Peserta didik dapat

mempelajari cara

mereka belajar,

memfasilitasi

transfer

pembelajaran

berikutnya

Disiplin-disiplin

ilmu yang

bersangkutan

tetap terpisah satu

sama lainnya.

Integrated

(terpadu)

Dalam berbagai

prioritas yang saling

tumpang tindih

dalam berbagai

disiplin ilmu, dicari

keterampilan,

konsep, dan sikap

yang sama

Mendorong peserta

didik untuk melihat

keterkaitan dan

kesaling

terhubungan

diantara disiplin

ilmu; peserta didik

termotivasi dengan

melihat berbagai

keterkaitan tersebut

Membutuhkan

tim yang benar-

benar mampu

antar departemen

yang memiliki

perencanaan dan

waktu pengajaran

yang sama

Immersed

Peserta didik

memadukana pa

Keterpaduan

berlangsung di

Dapat

mempersempit

36

yang dipelajari

dengan cara

memandang seluruh

materi pembelajaran

melalui perspektif

bidang yang disukai

(area of interest)

dalam peserta didik

itu sendiri

fokus peserta

didik

Networked

(membentuk

jaringan)

Peserta didik

melakukan proses

pemaduan topik

yang dipelajari

melalui pemilhan

jejaring pakar dan

sumber daya

Bersifat proaktif,

peserta didik

terstimulasi oleh

informasi,

keterampilan atau

konsep-konsep baru

Dapat memecah

perhatian peserta

didik, berbagai

upaya menjadi

tidak efektif

Dari kesepuluh model pembelajaran integratif tersebut, ada tiga model

yang tepat kalau diterapkan dalam konteks pembelajaran persekolahan tingkat

dasar, yaitu connected model, webbed model, dan integrated model.

A. Model Keterhubungan (connected model)

Model keterhubungan menyajikan relasi yang eksplisit dalam suatu

mata pelajaran, yaitu satu konsep ke konsep yang lain, satu keterampilan ke

keterampilan yang lain, satu model ke model yang lain dalam satu bidang

studi. Dalam model pembelajaran keterhubungan, kata kuncinya adalah

adanya upaya untuk menghubungkan bidang kajian dalam satu disiplin ilmu

tertentu, sehingga pembelajaran lebih bermakna. Dengan kata lain bahwa

pembelajaran integratif model connected adalah pembelajaran yang dilakukan

dengan mengaitkan satu topik dengan topik berikutnya, mengaitkan satu

konsep dengan konsep lainnya, mengaitkan satu tugas dengan tugas lainnya

dalam satu bidang studi. (Sukayati, 2004:5).

Kimia Fisika Biologi

Gambar : Diagram Peta Keterhubungan

37

Kelebihan model connected ini adalah: (1) dengan penghubungan inter

bidang studi, peserta didik diharapkan memiliki wawasan yang luas

sebagaimana bidang studi yang fokus pada suatu bidang kajian tertentu; (2)

peserta didik dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara

berkelanjutan, sehingga internalisasi pengetahuan pada diri peserta didik akan

semakin kuat; (3) menghubungkan ide-ide dalam suatu bidang studi

memungkinkan peserta didik mampu mengkaji, mengkonseptualisasikan,

memperbaiki, dan mengasimilasi ide-ide kreatif dalam memecahkan suatu

masalah (Trianto, 2010:46).

Sedangkan kelemahan model connected adalah : (1) masih kelihatan

terpisahnya inter bidang studi; (2) kurang mendorong guru untuk membentuk

team teaching, sehingga isi materi ajar tetap terfokus tanpa merentangkan

konsep-konsep antar bidang studi; (3) dalam memadukan ide-ide pada satu

bidang studi, maka upaya untuk menghubungkan antar bidang studi menjadi

terabaikan (Trianto, 2010:47)

B. Model Jaring laba-laba (Webbed model)

Model pembelajaran integratif jaring laba-laba pada dasarnya

merupakan pembelajaran terpadu. Model ini dikembangkan mulai dari

penentuan tema yang dipilih antara guru dan peserta didik, atau antara guru

dengan guru. Setelah tema disepakati kemudian dikembangkan ke dalam sub-

sub tema dengan memperhatikan kaitannya dengan bidang studi yang lain.

Dari sub-sub tema ini kemudian dikembangkan ke dalam berbagai aktivitas

pembelajaran (Sukayati, 2004:5).

Gambar : Diagram Peta Webbed

38

Kelebihan model jaring laba-laba ini adalah: (1) penentuan tema yang

sesuai dengan minat anak akan meningkatkan motivasi belajar peserta didik;

(2) mudah dilakukan oleh guru, walaupun belum berpengalaman; (3) mudah

dalam membuat perencanaan; (4) memberikan kemudahan bagi peserta didik

dalam melihat kegiatan-kegiatan dan ide-ide terkait. Sedangkan

kelemahannya adalah: (1) terkadang sulit untuk menentukan tema; (2)

cenderung untuk merumuskan tema-tema yang dangkal; (3) dalam kegiatan

pembelajaran, terkadang guru lebih memusatkan pada kegiatan dari pada

pengembangan konsep konten materi ajarnya (Trianto, 2010:48).

C. Model Keterpaduan (Integrated model)

Model integrated ini menggunakan pendekatan antar mata pelajaran,

dimana model ini dilakukan dengan menggabungkan beberapa mata pelajaran

dengan menetapkan prioritas kurikulum dan menemukan keterampilan, sikap

dan konsep yang tumpah tindih dalam beberapa mata pelajaran (Sukayati,

2004:5).

Langkah awal yang dilakukan jika mengikuti model ini adalah mula-

mula guru menyeleksi keterampilan, sikap dan konsep-konsep yang tumpang

tindih antar beberapa mata pelajaran yang diajarkan dalam satu semester,

misalnya IPA, Bahasa Indonesia, IPS, Matematika dan lain-lain. Selanjutnya

dipilih beberapa keterampilan, sikap dan konsep yang tumpang tindih tersebut

yang memiliki keterhubungan erat kemudian dicarikan tema yang dapat

mewadahi beberapa konsep yang tumpah tindih tersebut untuk dijadikan

sebagai tema pembelajaran.

Gambar : Diagram Peta Integrated

Kelebihan dari model integrated ini adalah: (1) memungkinkan

terjadinya pemahaman antar bidang studi, karena dengan memfokuskan pada

39

isi pelajaran, strategi berpikir, keterampilan sosial dan ide-ide penemuan lain

– satu pelajaran dapat mencakup banyak dimensi – pembelajaran akan

semakin kaya dan berkembang; (2) memotivasi peserta didik dalam belajar;

(3) memberikan perhatian pada berbagai bidang yang penting dalam satu

waktu, tidak memerlukan penambahan waktu untuk bekerja dengan guru lain,

guru tidak perlu mengulang kembali materi yang dianggap tumpang tindih

sehingga pembelajaran tercapai secara efektif dan efisien. Sedangkan

kelemahan dari model ini adalah: (1) guru dipaksa harus mengausai konsep,

sikap, keterampilan yang diprioritaskan menjadi tema pembelajaran pada saat

itu; (2) terkadang sulit menerapkan model integrasi secara penuh; (3)

diperlukan tim antar bidang studi, mulai dari perencanaan hingga

pelaksanaan; (4) menuntut adanya keragaman sumber belajar (Trianto,

2010:51)

40

BAB V

PEMETAAN KOMPETENSI, INDIKATOR, DAN TEMA

Dalam implementasi kurikulum 2013 ini, tugas guru sebenarnya lebih

ringan dibandingkan dengan sebelumnya karena guru tidak lagi dituntut untuk

menyusun jaringan tema-tema pembelajaran sebagaimana sebelumnya.

Kementerian terkait telah telah menyiapkan buku bagi peserta didik dan guru yang

dapat dijadikan sebagai acuan dalam kegiatan pembelajaran.

Dalam buku pegangan guru telah dipaparkan jaringan-jaringan tema yang

harus diajarkan guru kepada peserta didik pada setiap pertemuan. Kegiatan

pembelajaran mulai dari pembukaan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup sudah

terurai dalam buku tersebut, termasuk evaluasi pembelajarannya. Dalam hal ini

guru harus menjadikan buku tersebut sebagai acuan dan rambu-rambu, guru boleh

mengkritisi buku tersebut jika dipandang perlu disesuaikan dengan kondisi

sekolah dan lingkungan yang ada di sekitarnya.

41

Namun demikian, walupun sudah disediakan buku dari kementerian

terkait, sebagai seorang guru dituntut mampu menyusun sendiri hal-hal yang

terkait dengan pembelajaran tematik integratif termasuk di dalamnya pemetaan

tema dan penyusunan jaringan tema. Hal ini dimaksudkan untuk membekali para

guru agar mampu berpikir kritis sesuai dengan konteks lingkungan yang

melingkupinya dan mampu mengkritisi berbagai buku ajar yang ada

dihadapannya. Bagaian ini akan mengurai secara singkat tentang pemetaan KI dan

Indikator serta mengurai tentang jaringan tema.

A. Pemetaan KI, KD, dan Indikator

Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara

menyeluruh dan utuh semua kompetensi inti, kompetensi dasar dan indikator

dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih.

Kegiatan pemetaan ini dilakukan melalui kegiatan berikut.

1. Penjabaran KI, KD ke dalam Indikator

Dalam struktur kurikulum 2013 dikenal adanya Kompetensi Inti,

yaitu kompetensi yang mencakup seluruh domain individu yang harus

dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran. Kompetensi inti ini terdapat

dalam seluruh tingkatan dan jenjang pendidikan yang akan dicapai

melalui kegiatan pembelajaran.

Kompetensi Inti terdiri dari empat macam, yaitu kompetensi sikap

religius (KI-1), kompetensi sikap sosial (KI-2), kompetensi pengetahuan

(KI-3), dan kompetensi keterampilan (KI-4). Dalam praktik pembelajaran

di kelas, setiap pertemuan diharapkan guru memasukan pengembangan

KI-1 dan KI-2 melalui pembiasaan dan latihan yang kontinyu mengingat

spirit yang dikembangkan kurikulum 2013 ini adalah penekanan

pengembangkan aspek afektif atau sikap peserta didik.

Rumusan kompetensi inti untuk semua tingkatan kelas yang sama

kemudian dijabarkan ke dalam kompetensi dasar sesuai dengan tingkatan

kelas masing-masing. Kompetensi dasar ini selanjutnya dijabarkan ke

dalam indikator pembelajaran yang lebih rinci dan operasional.

42

2. Pemetaan keterhubungan KD dan Indikator ke dalam Tema

Setelah melakukan pemetaan KI, KD dan indikator, langkah

berikutnya adalah menghubungkannya dengan tema pembelajaran.

Adapun langkah kegiatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

a. Memetakan semua mata pelajaran yang diajarkan pada satu tingkatan

kelas

b. Mengindentifikasi Kompetensi Inti, dan KD setiap mata pelajaran

c. Menjabarkan Kompetensi Dasar ke dalam Indikator kompetensi

d. Mengidentifikasi tema-tema berdasarkan keterhubungan antara KD dan

Indikator pembelajaran mata pelajaran pada satu tingkatan kelas. Dalam

melakukan identifikasi ini semua harus terbagi habis, apabila tidak

dimungkinkan dapat dimunculkan tema baru untuk mewadahi KD dan

indikator yang tidak tercakup (Trianto, 2010:144).

Contoh Keterhubungan Kompetensi Dasar dan Indikator

Tema: Alam Semesta

43

B. Menetapkan jaringan tema

1. Hakekat jaringan tema

Jaringan tema merupakan pola hubungan antara tema tertentu

dengan sub-sub pokok bahasan yang diambil dari berbagai bidang studi

(Trianto, 2010:148). Jaringan tema ini diharapkan membantu peserta didik

dalam memahami suatu materi ajar secara interdisipliner, dan sekaligus

melatih peserta didik untuk berpikir holistik integratif.

Jaringan tema ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam

pengembangan pembelajaran tematik integratif. Jaringan tema dapat

disebut sebagai basis dan muara dalam pembelajaran tematik; disebut

sebagai basis karena dalam pengembangan pembelajaran tematik integratif

harus didasarkan pada jaringan tema yang sudah ada; sedangkan sebagai

muara karena melalui pembelajaran tematik integratif ini diharapkan

peserta didik mampu berpikir integratif dalam menyelesaikan berbagai

persoalan.

2. Teknik membuat jaringan tema

Dalam menentukan jaringan tema ada beberapa langkah kerja yang

harus dilakukan, yaitu menentukan tema, menginventarisasi materi yang

masuk dalam tema, mengelompokkan materi ke dalam rumpun mata

pelajaran, menghubungkan materi dengan tema (Trianto, 2010:150)

a. Menentukan tema

Dalam menentukan tema ada dua cara, yaitu :

1) Cara induktif, yaitu dengan cara mempelajari kompetensi yang ada

pada masing-masing mata pelajaran kemudian menentukan tema

yang sesuai dengan tuntutan kompetensi tersebut.

2) Cara deduktif, menentukan tema terlebih dahulu sebagai pengikat

keterpaduan, kemudian dilanjutkan dengan menghubungkan dengan

materi pelajaran yang ada. Dalam menentukan tema ini guru dapat

melakukannya bersama peserta didik, sehingga sesuai kebutuhan dan

kesenangan mereka.

44

Dalam menentukan tema ini, ada beberapa prinsip yang harus

dipegangi guru, yaitu: a) memperhatikan keadaan lingkungan terdekat

peserta didik; b) tema disusun dengan memperhatikan squance materi

ajar, yaitu dari yang mudah ke yang sulit, dari yang sederhana menuju

yang kompleks, dari yang konkrit menuju ke yang abstrak; c) tema yang

dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir peserta didik; d)

ruang lingkup tema yang dipilih harus disesuaikan dengan minat,

kebutuhan, dan tingkat berpikir peserta didik.

a. Menginventarisasi materi yang sesuai dengan tema yang sudah

ditentukan.

b. Mengelompokkan materi-materi yang sudah diinventarisir ke dalam

rumpun mata pelajarannya masing-masing. Hal demikian

dimaksudkan untuk mempermudah keterkaitan antar tema masing-

masing mata pelajaran.

c. Menghubungkan materi-materi yang telah dikelompokkan dalam

rumpun mata pelajaran dengan tema.

Tema dalam pembelajaran tematik dapat diambil dari beberapa

sumber, yaitu isu-isu aktual yang sedang terjadi di lingkungan peserta

didik, masalah-masalah yang dirasakan peserta didik, event-event

khusus, dari keinginan peserta didik, dari literatur yang dipilih. Tema

dalam pembelajaran tematik dikembangkan kriteria berikut.

a. Minat peserta didik pada kegiatan yang menarik dapat dijadikan

kriteria tema, seperti hari libur. Kegiatan hari libur sangat

menyenangkan bagi peserta didik misalnya bermemain bola, pergi

ke sawah, berkebun, dan sebagainya.

b. Minat guru yang berhubungan dengan kegiatan sekolah, peserta

didik atau proses pembelajaran yang disesuaikan dengan tingkat

pemahaman peseta didik. misalnya tentang tema koperasi sekolah.

c. Kebutuhan siswa-siswi, yaitu sesuatu yang dibutuhkan peserta didik

yang berupa penjelasan, nasehat. Misalnya sekarang sering terjadi

perkelahian antar pelajar; maka para peserta didik membutuhkan

45

penjelasan, nasehat yang dapat menjauhkan mereka dari perkelahian

antar pelajar, mereka perlu pemecahan atau jalan keluar, mereka

diajak berdiskusi dalam mencari pemecahan soal perkelahian antar

pelajar. Dengan demikian, perkelahian pelajar dapat dijadikan

sebagai tema pembelajaran (Ahmad Nursobah, 2012:2).

3. Kriteria jaringan tema

Untuk membuat jaringan tema yang baik, ada beberapa kriteria yang

harus diperhatikan, yaitu simpel, sinkron, logis, mudah dipahami, dan

terpadu (Trianto, 2010:151)

a. Simpel

Pembuatan jaringan tema adalah tahap awal yang nantinya akan

digunakan untuk penyusunan silabus dan perencanaan pembelajaran.

Oleh karenanya jaringan tema harus dibuat yang simpel, tidak berbelit-

belit, menggunakan kata-kata atau kalimat lugas, dan sederhana yang

mampu menggambarkan keterkaitan antara materi yang terjaring

dengan tema tersebut.

b. Sinkron

Jaringan tema meliputi mencakup dua hal pokok, yaitu tema

pengikat dan materi terkait yang dianggap tercakup di dalamnya.

Jaringan tema yang baik menuntut adanya sinkronisasi antara tema dan

materi-materi ajar yang terkait.

c. Logis

Selanjutnya, setelah terjadi sinkronisasi antara tema dan materi-

materi yang terkait tentunya jaringan tersebut logis. Maksudnya bahwa

materi-materi ajar yang terjaring dalam tema tersebut memang benar-

benar memiliki keterkaitan erat sehingga materi tersebut tidak masuk ke

tema lain.

d. Mudah dipahami

Jaringan tema yang baik harus mudah dipahami oleh semua

orang karena jaringan tema tersebut akan ditindaklanjuti guru dan

dipresentasikan kepada peserta didik yang keadaannya sangat heterogen

46

dalam berbagai hal. Jaringan tema jangan hanya dapat dipahami oleh

penyusun, sementara orang lain merasa kesulitan untuk memahaminya.

Oleh karena itu jaringan tema sebaiknya disusun dengan menggunakan

tingkat logika dan struktur bahasa yang sederhana agar mudah dipahami

berbagai pihak.

e. Terpadu

Jaringan tema yang dibuat menggambarkan keterpaduan antar

materi-materi yang ada dengan tema yang dipilih. Keterpaduan ini

dapat dilihat dari kesamaan substansi antar materi yang satu dengan

materi yang lain.

47

BAB VI

PENDEKATAN SAINTIFIK

(scientific approach)

A. Pengertian

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan proses

pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif

mampu mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui lima tahap

kegiatan pokok, yaitu mengamati (observing), menanya (questioning),

melakukan/ mencoba (experimenting), menghubungkan/ mengasosiasi

(asociating), dan mengkomunikasikan (communicating). Tahapan-tahapan

tersebut merupakan bagian dari kegiatan ilmiah yang harus dilakukan dalam

upaya mencari jawaban atas masalah atau menemukan kebenaran. Melalui

kegiatan-kegiatan tersebut peserta didik akan dilatih untuk mengidentifikasi

untuk menemukan masalah, merumuskan masalah, mengajukan atau

merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,

menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep,

hukum atau prinsip yang ditemukan.

Pendekatan saintifik akan menuntun pemahaman peserta didik dalam

mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah,

dimana informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung

pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran harus

diciptakan yang mampu mendorong peserta didik dalam mencari tahu tentang

suatu informasi (materi ajar) dari berbagai sumber belajar melalui observasi,

dan bukan hanya diberi tahu. Penerapan pendekatan saintifik dalam

pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati,

mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan.

Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, guru harus mampu

menuntun dan mengarahkan peserta didik dalam mengembangkan rasa

keingintahuannya terhadap sesuatu. diperlukan. Dalam kondisi demikian,

guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator bagi peserta didik dalam

menemukan jawaban atas berbagai keingintahuannya tersebut.

48

B. Kriteria pembelajaran saintifik

Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan guru dalam

mengembangkan pembelajaran saintifik di sekolah agar berhasil. Kriteria ini

sangat diperlukan guna membedakan antar model pembelajaran saintifik

dengan model pembelajaran yang lain. Beberapa kriteria pembelajaran

saintifik yang dimaksud adalah:

1. Materi pembelajaran dirumuskan guru berbasis pada fakta atau fenomena

yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran yang logik; bukan

sebatas kira-kira, angan-angan, khayalan, legenda, atau dongeng semata.

2. Penjelasan dari guru, respon dari peserta didik, dan interaksi edukatif

antara guru dan peserta didik dikembangkan dengan mengedepankan

prinsip objektivitas dan ilmiah, bukan didasarkan atas prasangka yang

subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.

3. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan menciptakan suasana yang

mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk berpikir kritis, analistis,

dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan

mengaplikasikan materi pembelajaran dalam realitas kehidupan sehari-

hari.

4. Suasana pembelajaran didesain sedemikian rupa, sehingga mampu

mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik

dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi

pembelajaran. Berpikir hipotetik adalah cara berpikir dengan

menghubungkan berbagai ide dan pemikiran untuk menganalisis dan

memecahkan masalah yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari;

menyusun rencana pemecahan masalah, mencoba melakukan pemecahan

masalah dan menguji kembali secara sistematis pemecahan masalah.

5. Iklim pembelajaran dikondisikan agar mendorong dan menginspirasi

peserta didik agar mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan

pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon berbagai

permasalahan pembelajaran.

49

6. Materi pembelajaran yang dikembangkan berbasis pada konsep, teori, dan

fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah akademik.

7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas

Tujuan pembelajaran perlu dirumuskan secara jelas, menggunakan kata

atau kalimat yang mudah dipahami semua orang. Tujuan pembelajaran

harus operasional, teramati dan terukur agar memudahkan dalam

mengukur tingkat keberhasilannya.

8. Metode pembelajaran dikembangkan dengan mengedepankan learning by

fun.

Metode pembelajaran yang menyenangkan dimaksudkan untuk

menjadikan pembelajaran sebagai forum yang menarik dan

menyenangkan. Dalam beberapa literatur psikologi disebutkan bahwa

pembelajaran yang menyenangkan akan memungkinkan peserta didik

mampu berkonsetrasi lebih lama dalam mengikuti pembelajaran karena

adanya aktivasi otak kiri dan otak kanan. Selain itu, informasi yang

diterima individu dalam suasana yang menyenangkan akan cepat terserap

dan kuat tersimpan dalam memori individu.

C. Prinsip pembelajaran saintifik

Dalam mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan saintifik,

guru perlu memperhatikan prinsip berikut.

1. Pembelajaran berpusat pada peserta didik (child centered oriented)

Istilah child centered oriented sebenarnya sudah lama terdengar dalam

perbincangan berbagai model pembelajaran, namun satu hal yang perlu

ditekankan adalah bagaimana prinsip tersebut dapat benar-benar dilakukan

guru dalam proses pembelajaran. Peserta didik adalah sentral dan orientasi,

yaitu segala keputusan guru terkait dengan pembelajaran harus didasarkan

pada keadaan riil peserta didik, dan kegiatan pembelajaran yang dirancang

dan dikembangkan guru di kelas adalah dalam rangka mengantarkan

peserta didik pada pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan.

50

2. Pembelajaran membentuk students’ self concept

Pembelajaran yang dikembangkan guru harus mampu membentuk konsep

diri pada pesera didik, yaitu peserta didik memiliki konsep yang positif

terhadap dirinya sendiri sebagai individu yang memiliki kemampuan yang

„luar biasa‟ yang dapat berbuat, menemukan, mengembangkan, dan

memanfaatkan ilmu pengetahuan. Selain itu, pembelajaran yang

dikembangkan guru harus mampu mengajarkan kepada peserta didik

prinsip-prinsip dasar logika ilmiah yang memungkinkan peserta didik

untuk memanfaatkannya dalam memahami, mengkritisi berbagai

permasalahan yang dihadapinya.

3. Pembelajaran terhindar dari verbalisme

Pembelajaran saintifik diarahkan untuk membentuk diri peserta didik

menjadi insan akademik melalui pengamatan dan percobaan. Pengmatan

dan percobaan yang dilakukan guru bersama peserta didik memungkinkan

peserta didik memiliki pengetahuan tentang sesuatu secara langsung

melalui inderanya, melalui pembuktian ilmiah dan tidak hanya kata-kata

tentang kebenaran dari orang lain.

4. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip. Hal

tersebut akan tercapai melalui kegiatan pembelajaran yang selalu

mengajak peserta didik untuk melakukan, mempraktikkan, mengeksplorasi

dan melakukan experimen.

5. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir

peserta didik.

Kemampuan berpikir peserta didik akan meningkat manakala guru mampu

memfasilitasi aktivitas berpikir peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.

Guru dapat mengembangkan pembelajaran kontekstual, problem based

learning, problem possing, problem solving, inquiry approach, dan

sejenisnya.

51

6. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar peserta didik dan motivasi

mengajar guru.

Peningkatan motivasi peserta didik akan meningkat manakala guru mampu

memenuhi instink quriosity peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.

Instink rasa ingin tahu peserta didik yang sedang muncul harus difasilitasi

melalui kegiatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik

menemukan jawaban atas berbagai pertanyaan yang ada pada dirinya

tentang realitas.

7. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melatih kemampuan

dalam komunikasi.

Kemampuan berkomunikasi merupakan perwujudan dari tingkat

pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajarn sekaligu untuk

mengembangkan sikap keberanian dan tanggung jawab pesera didik.

Kemampuan berkomunikasi dapat dikembangkan guru melalui komunikasi

lisan dan tertulis, sehingga setiap kegiatan pembelajaran peserta didik

diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan pemahamannya atas materi

ajar.

8. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang

dikonstruksi peserta didik dalam struktur kognitifnya.

Validasi ini dilakukan guru di tengah-tengah kegiatana pembelajaran atau

diakhir waktu. Kegiatan validasi bermanfaat untuk memantapkan

kebenaran ilmiah yang ditemukan dalam kegiatan pembelajaran pada saat

itu, dan juga untuk meluruskan kemungkinan terjadinya kesalahan

pemahaman peserta didik atas materi pembelajaran.

D. Langkah-langkah pembelajaran saintifik

Pelaksanaan pendekatan saintifik di kelas sebagai bagian utama dalam

pembelajaran tematik integratif harus mampu menyentuh tiga domain

kompetensi dalam diri individu, yaitu afektif, psikomotor, dan kognitif.

Ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak boleh terpisahkan

dalam pengembangannya melalui pendidikan di sekolah. Melalui

52

pengembangan integratif tersebut, peserta didik diharapkan menjadi manusia

total yang kreatif, inovatif, dan produktif.

Gambar : performa peserta didik yang total integratif

Dalam Permendikbud Nomor 81A/2013 dijelaskan bahwa dalam

pelaksanaan pendekatan saintifik, kegiatan belajar mengajar dikembangkan

melalui lima kegiatan utama, yaitu mengamati, menanya, melakukan/

mencoba/mengumpulkan informasi/mengeksplorasi, mengasosiasi/ mengolah

informasi dan mengkomunikasikan. Lima kegiatan tersebut merupakan

aktivitas pokok dalam aktivitas ilmiah dan dilakukan secara berurutan.

Kegiatan yang pertama adalah mengamati, meliputi aktivitas membaca,

mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang

ingin dikembangkan melalui kegiatan mengamati adalah untuk melatih

kesungguhan, ketelitian, mencari informasi. Kegiatan menanya meliputi

aktivitas mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari

apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan

tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke

pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang akan dikembangkan

melalui kegiatan menanya adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin

53

tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis

yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.

Kegiatan yang ketiga adalah melakukan atau mencoba atau

mengumpulkan informasi yang meliputi aktivitas melakukan eksperimen,

membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek atau kejadian atau

aktivitas, wawancara dengan nara sumber. Kompetensi yang ingin

dikembangkan melalui kegiatan ini adalah mengembangkan sikap teliti,

jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi,

menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara

yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang

hayat. Kegiatan mengasosiasi atau mengolah informasi meliputi aktivitas

mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan

mengumpulkan atau eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan

kegiatan mengumpulkan informasi dan pengolahan informasi yang

dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai

kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai

sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang

bertentangan. Kompetensi yang ingin dikembangkan melalui kegiatan

asosiasi ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan,

kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir

induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.

Kegiatan yang kelima adalah mengkomunikasikan yang meliputi

aktivitas menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil

analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Kompetensi yang ingin

dikembangkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi,

kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat

dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

Langkah-langkah pendekatan saintifik kalau dispesifikkan ke dalam

kegiatan pembelajaran di kelas, dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu

kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Adapun langkah kegiatan

tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

54

1. Kegiatan Pendahuluan

Kegiatan pendahuluan bertujuan untuk menciptakan suasana awal

pembelajaran yang efektif yang memungkinkan peserta didik dapat

mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Sebagai contoh ketika

memulai pembelajaran, guru menyapa anak dengan nada bersemangat dan

gembira (mengucapkan salam), mengecek kehadiran para peserta didik

dan menanyakan ketidakhadiran peserta didik apabila ada yang tidak hadir.

2. Kegiatan Inti

Kegiatan inti dalam pembelajaran adalah suatu proses pembentukan

pengalaman dan kemampuan peserta didik secara terprogram yang

dilaksanakan dalam durasi waktu tertentu. Kegiatan inti dalam metode

saintifik ditujukan untuk terkonstruksinya konsep, hukum atau prinsip oleh

peserta didik dengan bantuan dari guru melalaui langkah-langkah kegiatan

yang diberikan di muka.

3. Kegiatan Penutup

Kegiatan penutup ditujukan untuk dua hal pokok. Pertama, validasi

terhadap konsep, hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh peserta

didik. Kedua, pengayaan materi pelajaran yang dikuasai peserta didik.

Validasi dapat dilakukan dengan mengindentifikasi kebenaran konsep,

hukum atau prinsip yang telah dikonstruk oleh peserta didik.

Dalam pendekatan saintifik, teknik penilaian yang dilakukan

meliputi penilaian proses, penilaian hasil (product) dan penilaian sikap.

Penilaian proses atau keterampilan, dilakukan melalui observasi saat siswa

bekerja kelompok, bekerja individu, berdiskusi, presentasi dengan

menggunakan lembar observasi kinerja; penilaian hasil (product) dapat

dilakukan secara tes tertulis dengan tujuan untuk mengetahui pemahaman

konsep, prinsip, dan hukum yang disampaikan dalam kegitan

pembelajaran; sedangkan penilaian sikap dilakukan melalui observasi saat

peserta didik bekerja kelompok, bekerja individu, berdiskusi, saat

presentasi dengan menggunakan lembar observasi sikap.

55

BAB VII

PENILAIAN OTENTIK

(authentic assessment)

A. Pengertian

Istilah authentic assessment mulanya diperkenalkan oleh Wiggins pada

tahun 1990 untuk menilai pekerjaan orang dewasa sebagai reaksi atas

penilaian tertulis seperti mengisi titik-titik, tes tertulis, pilihan ganda, kuis

jawaban singkat. Istilah otentik merujuk pada realitas atau keadaan yang

sesungguhnya. Untuk menilai pekerjaan orang dewasa, tidak perlu diberi soal

tes pilihan ganda, mereka memiliki performa kerja. Oleh karenanya penilaian

otentik seriang dikenal juga dengan istilah performance assessment.

Menurut Jon Mueller penilaian otentik adalah bentuk penilaian yang

meminta para siswanya untuk menampilkan tugas pada situasi yang

sesungguhnya, mendemonstrasikan penerapan keterampilan dan pengetahuan

esensial yang bermakna. Pendapat serupa dikemukakan oleh Richard J.

Stiggins, sementara Stiggins mengemukakan bahwa penilaian otentik adalah

menekankan penguasaan penerapan keterampilan dan kompetensi spesifik.

(performance assessments call upon the examinee to demonstrate specific

skills and competencies, that is, to apply the skills and knowledge they have

mastered). Grant Wiggins (dalam Nuryani, tt:2), menekankan perlunya

kinerja ditampilkan secara efektif dan kreatif, tugas yang diberikan dapat

berupa pengulangan tugas atau masalah yang serupa dengan masalah yang

dihadapi orang dewasa, baik sebagai warganegara, konsumen, atau

professional di bidangnya. “...engaging and worthy problems or questions of

importance, in which students must use knowledge to fashion performance

effectively and creatively. The tasks are either replic as of or analogous to the

kinds of problems faced by adult citizens and consumers or professionals in

the field”.

Penilaian otentik (authentic assessment) adalah pengukuran yang

bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap,

keterampilan, dan pengetahuan. Istilah assessment merupakan sinonim dari

56

penilaian, pengukuran, pengujian, atau evaluasi, sedangkan istilah authentic

merupakan sinonim dari kata asli, nyata, sungguh-sungguh, sebenar-

benarnya.

Penilaian otentik lebih sering dinyatakan sebagai penilaian berbasis

kinerja (performance based assessment). Sementara itu dalam buku-buku lain

(kecuali Wiggins) penilaian otentik disamakan saja dengan nama penilaian

alternatif (alternative assessment) atau penilaian kinerja (performance

assessment). Selain itu Mueller, memperkenalkan istilah lain sebagai padanan

nama penilaian otentik, yaitu penilaian langsung (direct assessment). Nama

performance assessment atau performance based assessment digunakan

karena peserta didik diminta untuk menampilkan tugas-tugas (tasks) yang

bermakna. Beberapa pakar pendidikan membedakan penggunaan istilah

penilaian otentik dengan penilaian kinerja, seperti misalnya Meyer dan

Marzano. Sementara itu Stiggins & Mueller menggunakan kedua istilah itu

secara sinomim. Istilah alternative assessment digunakan karena merupakan

alternatif dari penilaian yang biasa digunakan (traditional assessment).

Adapun istilah direct assessment digunakan karena penilaian otentik

menyediakan lebih banyak bukti langsung dari penerapan keterampilan dan

pengetahuan. Apabila peserta didik dapat mengerjakan dengan baik tes

pilihan ganda, maka dikatakan bahwa secara tidak langsung (indirectly)

peserta didik tersebut dapat menerapkan pengetahuan yang telah dipelajarinya

dalam konteks dunia yang sesungguhnya, namun akan lebih baik kalau

peserta didik mendemonstrasikan secara langsung penerapan pengetahuan

dan keterampilannya (Nuryani, tt:4)

Penilaian otentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah

dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Penilaian

tersebut mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik

dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan

lain-lain. Penilaian otentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau

kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi

mereka dalam pengaturan yang lebih otentik. Penilaian otentik sangat relevan

57

dengan pendekatan tematik terpadu dalam pembejajaran, khususnya jenjang

sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.

Sebagaimana disebutkan di atas, penilaian otentik sering

dipertentangkan dengan penilaian yang menggunakan standar tes berbasis

norma, pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan atau membuat jawaban

singkat, essay (uraian). Tentu saja jenis penilaian seperti ini tidak lantas

dihilangkan dalam proses pembelajaran, karena masing-masing jenis tes

memiliki skop penggunaan yang berbeda-beda.

Penilaian otentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru bekerja sama

dengan guru lain, atau guru bekerja sama dengan peserta didik. Dalam

penilaian otentik, seringkali pelibatan peserta didik sangat penting, asumsinya

peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka tahu

bagaimana akan dinilai. Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan

mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam rangka meningkatkan

pemahaman yang lebih mendalam tentang tujuan pembelajaran serta

mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi.

Pada penilaian otentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan

konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh

dari luar sekolah. Penilaian otentik mencoba menggabungkan kegiatan guru

mengajar, kegiatan belajar peserta didik, motivasi dan keterlibatan peserta

didik, serta keterampilan belajar. Karena penilaian itu merupakan bagian dari

proses pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi pemahaman tentang

kriteria kinerja.

Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan dicapai melalui

penyelesaian tugas dimana peserta didik telah memainkan peran aktif dan

kreatif. Keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan tugas sangat

bermakna bagi perkembangan pribadi mereka. Dalam pembelajaran otentik,

peserta didik diminta mengumpulkan informasi dengan pendekatan scientific,

memahami aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu sama lain

secara mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan dunia nyata

yang ada di luar sekolah.

58

Penilaian otentik sering digambarkan sebagai penilaian atas

perkembangan peserta didik, karena berfokus pada kemampuan mereka

berkembang untuk belajar bagaimana belajar tentang subjek. Penilaian otentik

harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa

yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka

menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum

mampu menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya. Atas dasar itu, guru

dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk

materi apa pula kegiatan remedial harus dilakukan.

B. Penilaian dan pembelajaran otentik

Penilaian otentik mengharuskan pembelajaran yang otentik (authentic

lerning) pula, yaitu belajar melalui kegiatan yang mencerminkan tugas dan

pemecahan masalah yang diperlukan dalam kehidupan nyata di luar sekolah.

Dalam pembelajaran otentik ini berarti peserta didik bersama guru melakukan

aktivitas untuk menemukan menemukan sesuatu dan merasakan sendiri, dan

oleh karenanya guru mengembangkan inquiry discovery learning. Peserta

didik merasakan, menemukan sendiri dan membuktikan sendiri, tidak hanya

menerima informasi tentang suatu kebenaran atas hasil riset orang lain.

Penilaian otentik terdiri dari berbagai teknik penilaian. Pertama,

pengukuran langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan

hasil jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua,

penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan

kinerja yang kompleks. Ketiga, analisis proses yang digunakan untuk

menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap, keterampilan, dan

pengetahuan yang ada.

Penilaian otentik mendorong peserta didik mengkonstruksi,

mengorganisasi, menganalisis, mensintesis, menafsirkan, menjelaskan, dan

mengevaluasi informasi untuk kemudian mengubahnya menjadi pengetahuan

baru. Pada pembelajaran otentik, guru harus menjadi “guru otentik.” Peran

guru bukan hanya pada proses pembelajaran, melainkan juga pada penilaian.

Guru otentik adalah guru yang mengajak peserta didiknya untuk menemukan

59

dan membangun pengetahuannya sendiri melalui riset dan experimen, bukan

hanya menginformasikan pengetahuan kepada peserta didik semata.

Untuk bisa melaksanakan pembelajaran otentik, guru harus memenuhi

kriteria tertentu:

1. Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta didik

serta desain pembelajaran.

Guru adalah sosok yang diasumsikan paling tahu tentang keadaan

peserta didiknya, kelebihan dan kelemahannya. Pengetahuan guru akan

keadaan peserta didik yang sebenarnya tersebut merupakan modal dasar

bagi penyusunan desain pembelajaran yang akan dikembangkan. Desain

pembelajaran yang disusun berdasarkan keadaan peserta didik yang

sebenarnya, memungkinkan peserta didik akan belajar sesuai dengan

keadaan dirinya.

2. Mengetahui bagaimana cara membimbing peserta didik untuk

mengembangkan pengetahuan mereka sebelumnya dengan cara

mengajukan pertanyaan dan menyediakan sumber daya memadai bagi

peserta didik untuk melakukan akuisisi pengetahuan.

Kemampuan guru dalam membimbing peserta didik sangat

diperlukan agar peserta didik terselesaikan masalahnya dan mereka dapat

mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dibawa.

Dalam kegiatan pendidikan, minimal guru memiliki tiga peran, yaitu

sebagai pengajar, pembimbing, dan pelatih. Guru sebagai pengajar

bertugas mengembangkan kemampuan intelektual peserta didik; sebagai

pembimbing guru bertugas membimbing peserta didik dalam

mengembangkan aspek afektif, perilaku, kepribadian dan pengembangan

dirinya; sebagai pelatih guru bertugas mengembangkan aspek skill motorik

peserta didik. Ketiga peran terebut terintegrasi selalu melekat dalam

pribadi guru dalam melaksanakan tugas kependidikan untuk membentuk

peserta didik yang total melalui upaya yang terintegrasi pula.

Untuk dapat melaksanakan tugas membimbing secara baik maka

guru harus mengetahui keadaan peserta didik yang sebenarnya dan

60

memiliki pengetahuan yang cukup tentang cara membimbing peserta

didik.

3. Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan

mengasimilasikan pemahaman peserta didik.

4. Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat

diperluas dengan menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.

C. Bentuk penilaian otentik

Ada banyak cara yang dapat dilakukan guru dalam penilaian otentik.

Satu hal yang perlu dipegangi guru dalam memilih bentuk penilaian otentik

adalah bahwa penilaian tersebut harus mampu mengungkap performa peserta

didik yang sebenarnya, baik aspek afektif, psikomotirik, dan kognitif.

Penilaian otentik biasanya berbentuk tugas otentik (authentic task),

yaitu “… an assignment given to students designed to assess their ability to

apply standard-driven knowledge and skills to real-world challenges. Dengan

kata lain, suatu tugas yang meminta siswa melakukan atau menampilkan

dianggap otentik apabila: a) peserta didik diminta untuk mengkonstruk

respons mereka sendiri, bukan sekedar memilih dari yang tersedia; (b) tugas

merupakan tantangan yang mirip (serupa) yang dihadapinya dalam (dunia)

kenyataan sesungguhnya (Nuryani, tt:4)

Selanjutnya Baron‟s (Nuryani, tt:6), mengemukakan lima kriteria task

yang untuk penilaian otentik, yaitu: a) tugas tersebut bermakna baik bagi

peserta didik maupun bagi guru; b) tugas disusun bersama atau melibatkan

peserta didik; c) tugas tersebut menuntut peserta didik menemukan dan

menganalisis informasi, dan menarik kesimpulan tentang hal tersebut; d)

tugas tersebut meminta peserta didik untuk mengkomunikasikan hasil dengan

jelas; e) tugas tersebut mengharuskan peserta didik untuk bekerja atau

melakukan. Anonymous mengemukakan dua hal yang perlu dipilih dalam

menyiapkan tugas dalam penilaian otentik, yaitu keterampilan (skills) dan

kemampuan (abilities). Ada lima hal yang perlu dipertimbangkan pada saat

menyiapkan task yang otentik dalam pembelajaran. Pertama, length atau lama

waktu pengerjaan tugas. Kedua, jumlah tugas terstruktur yang perlu dilalui

61

peserta didik. Ketiga, partisipasi individu, kelompok atau kombinasi

keduanya. Keempat, fokus evaluasi: pada produk atau pada proses. Kelima,

keragaman cara-cara komunikasi yang dapat digunakan peserta didik untuk

menunjukkan hasil kinerjanya.

Dalam memberikan penilaian, skor hasil penilaian yang diberikan guru

harus mampu menggambar keadaan peserta didik yang sebenarnya. Oleh

karena itu jenis penilaian yang dipilih harus seauai dengan jenis kemampuan

peserta didik yang akan diukur. Hal ini dimaksudkan agar hasil penilaian

benar-benar valid, yaitu mengukur yang seharusnya diukur dengan

menggunakan alat ukur yang benar.

Ada beberapa jenis penilaian otentik atau tugas yang dapat

dikembangkan guru di kelas, yaitu penilaian kinerja, penilaian proyek,

penilaian portofolio, dan penilaian tertulis.

1. Penilaian kinerja

Penilaian otentik sebisa mungkin melibatkan parsisipasi peserta

didik, khususnya dalam proses dan aspek-aspek yang akan dinilai. Guru

dapat melakukannya dengan meminta para peserta didik menyebutkan

unsur-unsur proyek/tugas yang akan mereka gunakan untuk menentukan

kriteria penyelesaiannya. Penilaian berbasis kinerja dapat dilakukan

dengan menggunakan: a) daftar cek (checklist); b) catatan anekdot/ narasi

(anecdotal/narative records); c) skala penilaian (rating scale); d) memori

atau ingatan (memory approach). Berikut disajikan contoh instrument dari

masing-masing teknik penilaian tersebut.

a) Contoh format daftar cek (checklist)

No Perilaku Ya Tidak

1

2

3

62

b) Contoh format catatan Anekdot (anecdotal record)

Hari/ tanggal Nama

peserta didik

Deskripsi peristiwa

Interpretasi

Keterangan

Senin, 5

Januari 2014

Andri Anak tidak mau

melakukan dan

mengikuti aktivitas

atau kegiatan

padahal anak

tersebut sehat dan

selalu ceria /

gembira

Kemungkinan ada

permasalahan di

rumah ( keluarga )

(bisa diisi

tindak lanjut)

c) Contoh format skala penilaian (rating scale)

Ada beberapa format skala penilaian yang dikembangkan para

ahli yaitu skala Likert, skala Guttman, semantic differential, dan rating

scale (Rino Safrizal, 2012:2). Dalam memilih format yang akan dipakai,

guru dapat menyesuaikannya dengan kepentingan pengumpulan data

yang akan dicari.

1) Skala Likert

Skala Likert adalah skala yang dapat dipergunakan untuk

mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok

orang mengenai suatu gejala atau fenomena. Dalam skala Likert

terdapat dua bentuk pernyataan, yaitu: (a) pernyataan positif untuk

mengukur sikap positif; (b) pernyataan negatif untuk mengukur

sikap negative terhadap objek atau fenomena.

Skor pernyataan positif dimulai dari 1 untuk menunjukkan

sikap sangat tidak setuju (STS), skor 2 untuk menyatakan sikap tidak

setuju (TS), skor 3 untuk menunjukkan sikap ragu-ragu (R), skor 4

untuk menyatkan sikap setuju (S), dan skor 5 untuk menyatakan

sikap sangat setuju (SS). Skor pernyataan negatif dimulai dari skor 1

untuk menyatakan sikap sangat setuju (SS), skor 2 untuk

menunjukkan sikap setuju (S), skor 3 untuk menyatakan sikap ragu-

ragu (R), skor 4 untuk menyatakan sikap tidak setuju (TS), skor 5

untuk menyatkan sikap sangat tidak setuju (STS).

63

Skala Likert ini dapat dikatakan yang sering digunakan untuk

penilaian terutama penilaian afektif. Dalam menyusun instrument

skala Likert ini menurut Trianto (2010:243) ada beberapa langkah

yang harus ditempuh, antara lain:

(a) Menentukan variable sikap yang akan diukur

(b) Membuat pernyataan tentang variable sikap yang akan dinilai

(c) Mengelompokkan pernyataan positif dan negatif

(d) Menentukan frasa atau angka yang dapat menjadi alternatif

pilihan. Misalnya: SS = sangat setuju, S= setuju, R= ragu-ragu,

TS = tidak setuju, STS = sangat tidak setuju

(e) Menyusun pernyataan dan pilihan jawaban menjadi suatu alat

penilaian

(f) Melakukan try out

(g) Mengindentifikasi dan menghilangkan butir pertanyaan atau

pernyataan yang kurang baik

(h) Melakukan penilaian afektif dengan menggunakan skala Likert

Contoh format skala Likert :

No

Pernyataan Sikap

SS S R TS STS

1 2

Keterangan:

SS : sangat setuju

S : setuju

R : ragu-ragu

TS : tidak setuju

STS : sangat tidak setuju

2) Skala Guttman

Skala Guttman menginginkan tipe jawaban tegas dari subjek

yang diamati, misalnya jawaban benar – salah, ya – tidak, pernah –

tidak pernah, positif – negatif, tinggi – rendah, baik – buruk, dan

seterusnya. Pada skala Guttman hanya terdapat dua interval, yaitu

setuju dan tidak setuju. Skala Guttman dapat dibuat dalam bentuk

64

pilihan ganda (multiple choice) maupun daftar checklist. Untuk

jawaban positif diberi skor 1, sedangkan untuk jawaban negatif

diberi skor 0.

Contoh format skala Guttman:

No

Pernyataan Sikap

Pernah Tidak pernah

1

2

3) Semantik Differensial

Skala diferensial digunakan untuk mengukur sikap yang

berbentuk garis kontinum di mana jawaban yang sangat positif

terletak dibagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negatif

terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya.

Data yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala

semantic differential adalah data interval. Skala bentuk ini biasanya

digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang

dimiliki seseorang, misalnya untuk mengetahui gaya kepemimpinan

kepala sekolah dapat dibuat skala semantic differential sebagai

berikut.

Demokrasi 7 6 5 4 3 2 1 Otoriter

Bertanggung jawab 7 6 5 4 3 2 1 Tidak bertanggung jawab

Memberi kepercayaan 7 6 5 4 3 2 1 Mendominasi

Menghargai bawahan 7 6 5 4 3 2 1 Tidak menghargai bawahan

Keputusan diambil bersama 7 6 5 4 3 2 1 Keputusan diambil sendiri

Responden yang memberi penilaian angka 7 (tujuh), berarti

persepsinya terhadap gaya kepemimpinan kepala sekolah adalah

sangat positif; sedangkan responden yang memberikan penilaian

angka 1 (satu) berarti persepsinya terhadap kepemimpinan kepala

sekolah adalah sangat negatif.

4) Rating scale

Rating scale lebih fleksibel, tidak saja digunakan untuk

mengukur sikap tetapi dapat juga untuk mengukur persepsi orang

terhadap fenomena lingkungan, seperti mengukur status sosial,

65

ekonomi, pengetahuan, kemampuan, dan lain-lain. Dalam rating

scale, yang paling penting adalah kemampuan menterjemahkan

alternatif jawaban yang dipilih responden, misalnya responden

memilih jawaban angka 3 (tiga), tetapi angka 3 (tiga) oleh orang

tertentu belum tentu sama dengan angka 3 (tiga) bagi orang lain yang

juga memiliki jawaban angka 3 (tiga). Dalam praktik pembelajaran

di kelas, rating scale ini dapat digunakan untuk menilai unjuk kerja

peserta didik melalui pengamatan.

Contoh format rating scale:

No

Kriteria perilaku

Sikap Sangat

baik

Baik

Sedang

Jelek

Sangat

jelek

1 2 3

Keterangan bobot skor:

Sangat baik : 5

Baik : 4

Sedang : 3

Jelek : 2

Sangat jelek : 1

Sebagaimana disebutkan di atas, dalam penggunaannya di kelas, guru

dapat mengembangkan format-fotmat penilaian tersebut ke dalam berbagai

bentuk sesuai dengan tujuan penggunaannya. Beberapa format lembar

pengamatan yang dapat dimanfaatkan guru untuk mengamati perilaku peserta

didik misalnya penilaian sikap atau karakter melalui lembar pengamatan.

Mula-mula guru mendefinikan secara detail apa yang dimaksud denan nilai

karakter yang bersangkutan kemudian dijabarkan ke dalam indikator yang

lebih rinci. Indikator karakter kemudian dikembangkan lagi menjadi lembar

pengamatan yang yang berisi kemunculan fenomena karakter yang diamati.

Perhatikan contoh berikut.

66

Lembar pengamatan untuk karakter disiplin

Pertama dibuat pedoman kriteria dan indikatornya

Nilai karakter yang

dikembangkan

Definisi Indikator

Disiplin Ketaatan atau

kepatuhan pada

peraturan yang

ada

1. Kehadiran di sekolah tepat waktu

2. Senantiasa menjalankan tugas piket

3. Menyelesaikan tugas sesuai dengan

waktu yang disepakati

Kemudian dibuat pedoman penilaiannya

No

Nama

Perkembangan Ket

Minggu I Minggu II

BT MT MB SM BT MT MB SM

1

2

3

Keterangan:

BT : belum terlihat

MT : mulai terlihat

MB : mulai berkembang

SM : sudah membudaya

Lembar pengamatan untuk keaktivan kerja kelompok:

No

Nama

Aspek yang diamati

Kerjasama Mengeluarkan pendapat

Toleransi Menghargai

pendapat

Keaktivan Jml

skor

Nilai Ket.

1

2

Kriteria penskoran nilai:

4 : baik sekali

3 : baik

2 : cukup

1 : kurang

Penghitungan ke dalam skor kuantitatif:

A : baik sekali : 80 – 100

B : baik : 70 – 79

C : cukup : 61 – 69

D : kurang : ≤ 60

Nilai : ∑ skor yang diperoleh x 100

skor maksimal

67

Lembar pengamatan untuk presentasi

No

Nama

siswa

Aspek Penilaian

Jml

skor

Nilai

Ket

Komu-

nikasi

Siste- matika

penya-

jian

Wawasan

Keberanian

Antusias

Penam-

pilan

1

2

Contoh lembar penilaian unjuk kerja :

Rubrik Menggambar dan Menceritakan Gambar Berkelompok

Pertama dibuat pedoman penilaian, mulai dari kriteria dan indikatornya

No Kriteria Baik sekali Baik Cukup Perlu

bimbingan

1 Kerja sama

kelompok

Seluruh anggota

kelompok

berpartisipasi

aktif

Setengah atau

lebih anggota

kelompok

berpartisipasi

aktif

Kurang dari

setengah

anggota

kelompok

berpartisipasi

aktif

Seluruh

anggota

kelompok

pasif

2 Kualitas hasil Objek gambar

terdiri dari

lingkaran dan

segi empat

Ada tambahan

hiasan dan

warna

Objek

gambar

terdiri dari

lingkaran

dan segi

empat

Tidak ada

tambahan

hiasan dan

warna

Objek

gambar

terdiri dari

salah satu

bentuk

(lingkaran

atau segi

empat)

Ada hiasan

dan warna

Objek

gambar

terdiri dari

salah satu

bentuk

(lingkaran

atau segi

empat)

Tidak ada

hiasan dan

warna

3 Kemampuan

menceritakan

gambar

Perwakilan

kelompok

menceritakan

gambar yang

mencakup dua

aspek, yaitu ceria

faktual dan

imajinatif

Perwakilan

kelompok

menceritakan

hanya faktual

atau

imajinatif

Perwakilan

kelompok

menceritakan

hanya

menyebut

gambar saja

Perwakilan

kelompok

belum mampu

menceritakan

gambar

Kemudian dikembangkan menjadi lembar penilaian:

No

N a m a

Baik sekali

(4)

Baik

(3)

Cukup

(2)

Perlu

bimbingan (1)

1

2

(Diadopsi dari buku pengangan guru SD kurikulum 2013)

68

2. Penilaian Proyek

Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan

penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh peserta didik

menurut periode/waktu tertentu. Penyelesaian tugas dimaksud berupa

investigasi yang dilakukan oleh peserta didik, mulai dari perencanaan,

pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan penyajian

data.

Berikut ini tiga hal yang perlu diperhatian guru dalam penilaian

proyek.

a. Keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mencari dan

mengumpulkan data, mengolah dan menganalisis, memberi makna atas

informasi yang diperoleh, dan menulis laporan.

b. Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan pengembangan

sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta

didik. Keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau

dihasilkan oleh peserta didik.

3. Portofolio

Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak

yang menunjukkan kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia

nyata. Penilaian portofolio bisa berangkat dari hasil kerja peserta didik

secara perorangan atau diproduksi secara berkelompok, memerlukan

refleksi peserta didik, dan dievaluasi berdasarkan beberapa dimensi.

Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-

langkah seperti berikut ini.

a. Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.

b. Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenis portofolio yang

akan dibuat.

c. Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah

bimbingan guru menyusun portofolio pembelajaran.

d. Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada

tempat yang sesuai, disertai catatan tanggal pengumpulannya.

69

e. Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria tertentu.

f. Jika memungkinkan, guru bersama peserta didik membahas bersama

dokumen portofolio yang dihasilkan.

g. Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian

portofolio

4. Penilaian tertulis

Tes tertulis juga dapat digunakan dalam penilaian otentik, namun

ditekankan yang berbentuk uraian atau esai yang menuntut peserta didik

mampu mengingat, memahami, mengorganisasikan, menerapkan,

menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan sebagainya atas materi yang

sudah dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat

komprehensif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap,

keterampilan dan pengetahuan peserta didik.

D. Langkah-langkah penilaian otentik

Dalam mendesain penilaian otentik, ada berapa langkah yang harus

diperhatikan guru, yaitu mengidentifikasi standar, memilih tugas, dan

mengidentifikasi kriteria tugas (Nuryani, tt:8).

1. Langkah pertama: mengidentifikasi standar

Standar merupakan pernyataan yang harus diketahui dan dapat

dilakukan peserta didik, namun cakupannya lebih spesifik dan lebih mudah

dicapai daripada tujuan umum. Biasanya standar merupakan satu

pernyataan singkat yang harus diketahui atau mampu dilakukan peserta

didik tentang suatu hal atau perbuatan. Rumusan standar hendaknya

operasional, dapat diobservasi dan dapat diukur.

2. Langkah kedua: memilih suatu tugas otentik

Dalam menentukan tugas otentik, pertama-tama guru perlu mengkaji

standar yang telah dibuat, dan mengkaji kenyataan (reality) yang

sesungguhnya. Tugas sebaiknya dikaitkan dengan dunianya kehidupan

sehari-hari yang dialami oleh peserta didik, misalnya guru memberi tugas

memecahkan masalah pembagian kue untuk suatu keluarga yang memiliki

70

anak tujuh, bagaimana agar setiap anggota keluarga mendapatkan bagian

yang sama.

3. Langkah ketiga: mengidentifikasi kriteria tugas (tasks)

Kriteria adalah indikator-indikator dari kinerja yang baik atas suatu

tugas. Apabila terdapat sejumlah indikator, sebaiknya diperhatikan apakah

indikator-indikator tersebut sequential (memerlukan urutan) atau tidak.

Untuk membuat kriteria yang baik, ada beberapa ciri kriteria yang baik,

yaitu: 1) dinyatakan dengan jelas dan singkat; 2) pernyataan berupa

tingkah laku yang dapat diamati dan diukur; 3) ditulis dalam bahasa yang

mudah dipahami setiap peserta didik. Sementara itu, berkaitan dengan

jumlah kriteria untuk masing-masing tugas, perlu diperhatikan: 1) batasi

jumlah kriteria hanya pada unsur-unsur yang esensial dari suatu tugas

(antara 3-4 kriteria, di bawah 10); 2) tidak perlu mengukur setiap item

tugas terlalu detil; 3) kriteria sedikit untuk tugas-tugas yang kecil atau

sederhana.

E. Pemanfaatan hasil penilaian

Setelah melakukan evaluasi pembelajaran, guru menganalisis hasil

evaluasi guna perencanaan kegiatan tindak lanjut. Ada dua jenis kegiatan

tindak lanjut hasil evaluasi, yaitu pengulangan (remedial) dan pengayaan

(enrichment).

Kegiatan pengulangan dilakukan oleh guru terhadap peserta didik yang

dianggap belum mencapai skor minimal yang ditetapkan sekolah dalam suatu

mata pelajaran tertentu. Kegiatan remedial dalam makna yang sederhana atau

sempit dapat dilakukan dengan cara: a) guru memberi soal yang sama agar

dikerjakan kembali oleh peserta didik; b) guru memberi soal yang berbeda

dengan tingkat kesulitan yang selevel; c) guru memberikan pembelajaran

kembali kepada peserta didik; d) guru memberi tugas lain yang memiliki

tingkat kesulitan yang selevel. Sedangkan, remedial dalam makna yang luas,

guru dapat memperbaiki desain program pembelajaran yang pernah dirancang

guna meminimalisir kegagalan peserta didik dalam pembelajaran mendatang

jika program kegiatan yang telah dirancang dipandang tidak efektif.

71

Kegiatan pengayaan (enrichment) dilakukan oleh guru bersama peserta

didik yang telah mengalami ketuntasan belajar. Kegaitan ini dimaksudkan

untuk memperkaya, memperluas, memperdalam peserta didik atas materi

pembelajaran yang disampaikan guru. Kegiatan pengayaan dapat berupa

tugas untuk membaca materi yang serupa dari sumber belajar yang lain atau

penugasan lain untuk mempraktikkan teori yang dipelajari peserta didik (jika

dapat dipraktikkan).

Ukuran ketuntasan belajar adalah menyesuaikan dengan kriteria

ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditentukan oleh sekolah yang

bersangkutan. Dalam hal ini KKM ditentukan dengan mempertimbangkan

tingkat kesulitan KD atau materi pembelajaran, keadaan peserta didik

(entering behavior) dan ketersediaan daya dukung pembelajaran yang ada di

sekolah. Ketuntasan belajar dapat diukur melalui ketuntasan indikator, yaitu

manakala skor masing-masing indikator telah memenuhi standar minimal.

Guru juga dapat mengetahui skor nilai KD tertentu dengan mencari rerata dari

nilai indikator pada KD yang bersangkutan.

Contoh penghitungan ketuntasan indikator:

Kompetensi Dasar

(KD)

Indikator Kriteria

Ketuntasan

Nilai Peserta

didik

Ketuntasan

1 60 70 Tuntas

2 65 75 Tuntas

3 65 60 Tidak Tuntas

4 60 65 Tuntas

72

BAB VIII

PENYUSUNAN SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN

PEMBELAJARAN PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF

A. Silabus

Silabus merupakan garis besar atau pokok-pokok isi materi

pembelajaran. Silabus adalah suatu produk pengembangan kurikulum berupa

penjabaran lebih lanjut dari kompetensi yang ingin dicapai, materi pokok

yang perlu dipelajari peserta didik dalam rangka pencapaian kompetensi yang

telah ditentukan. Silabus merupakan rencana pembelajaran yang masih

bersifat global pada suatu mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup

kompetensi yang ingin dicapai, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

indikator kompetensi, penilaian alokasi waktu dan sumber belajar (Trianto,

2010:153).

Guru dipandang sebagai pihak yang berkompeten dalam menyusun

silabus pembelajarn karena dialah yang paling tahu keadaan peserta didik,

tingkat kemampuan intelektual, latar belakang, daya serap dan berbagai

keadaan daya dukung pembelajaran yang ada di sekolahnya. Silabus

pembelajaran disusun oleh guru yang selanjutnya dijabarkan secara lebih

detail dalam rencana pembelajaran.

Menurut Muslih (dalam Trianto, 2010:153), silabus dikembangkan

dengan memperhatikan prinsip ilmiah, relevan, sistematis, konsisten,

memadai, actual dan kontekstual. Sedangkan menurut Saud, beberapa prinsip

yang harus diperhatikan dalam mengembangkan silabus pembelajaran tematik

adalah:

1. Materi pembelajaran yang disajikan harus dapat dipertanggungjawabkan

secara imiah, sehingga dalam penyusunannya harus melibatkan pakar ahli

dalam bidangnya.

2. Sequence dan tingkat kesulitan materi pembelajaran harus disesuaikan

dengan tingkat perkembangan peserta didik, dan materi tersebut

menunjang bagi pencapaian penguasaan kompetensi

73

3. Semua komponen yang ada dalam silabus tersebut merupakan satu

kesatuan yang utuh dan logis

4. Silabus dikembangkan berdasarkan keterkaitan kompetensi dengan tema

yang dipilih

5. Kegiatan pembelajaran dikembangkan sesuai dengan kompetensi dan tema

yang ada, mampu mengembangkan krativitas dan pemikiran peserta didik

serta mengembangkan pembelajaran kontekstual

6. Kompetensi dasar yang tidak dapat tercakup dalam tema, dapat

dikembangkan dalam silabus tersendiri

Silabus pembelajaran tematik disusun dengan menggunakan pendekatan

sistem, artinya komponen yang ada di alamnya merupakan satu kesatuan yang

utuh dan saling terkait dalam rangka mencapai kompetensi yang telah

ditetapkan. Komponen silabus pembelajaran termatik terdiri dari: a) identitas;

b) kompetensi inti; c) mata pelajaran; d) kompetensi dasar; e) kompetensi

dasar; f) indikator; g) materi pembelajaran; h) kegiatan pembelajaran; i)

penilaian; j) alokasi waktu; k) sumber belajar. Format silabus dapat dilihat

pada contoh tabel berikut.

SILABUS

Satuan Pendidikan :

Kelas/semester :

Tema :

Kompetensi Inti :

Mata

pelajaran

Kompetensi

Dasar

Indikator Materi Kegiatan

Pembelajaran

Penilaian Alokasi

Waktu

Sumber

Belajar

B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Dalam Lampiran IV Permendikbud Nomor 81A/2013 tentang

Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran disebutkan bahwa

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan rencana pembelajaran

yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu

yang mengacu pada silabus. Sementara itu dalam lampiran Permendikbud

74

nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses disebutkan bahwa RPP

merupakan rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu

pertemuan atau lebih. RPP disusun berdasarkan KD atau subtema

pembelajaran untuk satu kali petemuan atau lebih yang dikembangkan dari

silabus pembelajaran.

Pengembangan RPP untuk pembelajaran tematik integratif ada sedikit

perbedaan jika dibandingkan dengan model RPP sebelumnya. Perbedaan

tersebut adalah:

RPP Tematik KTSP 2006 RPP Tematik Integratif 2013

Pemetaan tema dan perumusan

indikator dilakukan oleh guru

Pemetaan tema dan perumusan

indikator dilakukan oleh

Kemendikbud

Pembuatan jaring-jaring tema dan

materi dilakukan oleh guru

Pembuatan jaring-jaring tema dan

materi dilakukan oleh

Kemendikbud

Tujuan pembelajaran dirumuskan oleh

guru

Tujuan pembelajaran sudah

disusun, guru dapat

menyempurnakan

Kegiatan inti dalam pembelajaran

terdiri dari Eksplorasi, Elaborasi, dan

Konfirmasi

Kegiatan inti dalam pembelajaran

meliputi: mengamati, menanya,

mengeksperimen/mengeksplorasi,

mengasosiasi dan

mengkomunikasikan

Langkah-langkah kegiatan

pembelajaran dirumuskan oleh guru

Langkah kegiatan pembelajaran

sudah dirumuskan, guru dapat

menambah atau mengurangi sesuai

dengan kondisi sekolah dan

lingkungannya.

1. Prinsip penyusunan RPP

RPP merupakan rancangan acuan yang akan dijadikan guru dalam

mengembangkan kegiatan pembelajaran di kelas. Dalam menyusun RPP

ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan guru, yaitu:

75

a. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik.

Perbedaan individu perlu mendapat perhatian guru dari sejak

menyusun perencanaan pembelajaran. Tujuannya adalah agar masing-

masing peserta didik mendapat layanan yang sesuai dengan keadaan

dirinya. Sebagai guru harus menyesuaikan diri dengan keadaan

peserta didik yang berperbedaan, bukan peserta didik yang harus

menyesuaikan dengan gurunya.

b. Mendorong partisipasi aktif peserta didik.

RPP dirancang dengan berbagai aktivitas yang mendorong

peserta didik aktif terlibat dalam kegiatan. Keterlibatan peserta didik

tersebut mencakup keterlibatan aktivitas kognitif, mental, dan aspek

motorik; keaktivan secara individu maupun keaktivitas dalam aktivitas

berkelompok.

c. Mengembangkan budaya membaca dan menulis.

Dalam menyusun RPP, hendaknya dirancang yang sedemikian

rupa sehingga kegiatan pembelajarannya memacu peserta didik untuk

mengembangkan budaya membaca dan menulis. Budaya membaca

dan menulis peserta didik dapat dikembangkan pada kegiatan awal,

inti, akhir (kurikuler) maupun kegiatan lain di luar jam kegiatan

belajar mengajar di sekolah (kokurikuler).

d. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut.

Umpan balik dapat dimaknai respon guru atas perilaku peserta

didik. Respon guru sangat berarti bagi peserta didik sebagai bukti

perhatian guru kepada pesera didiknya. Peserta didik yang mendapat

respon atas perilakunya dari gurunya akan mampu menjadi pendorong

bagi aktivitas berikutnya yang serupa, namun jika guru tidak

merespon aktivitasnya maka peserta didik akan lemah semangat dalam

pembelajaran. Dalam hal ini, guru perlu memperbanyak positive

respond terhadap aktivitas peserta didiknya.

Sementara itu, tindak lanjut merupakan follow up dari apapun

kejadian yang menimpa pesera didik. Tindak lanjut ini sangat penting

76

bagi pengembangan diri peserta didik, karena segala permasalahan

akan selesai dengan tuntas.

b. Mengakomodasi pada keterkaitan dan keterpaduan KD, Keterkaitan

dan keterpaduan materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,

indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam

satu keutuhan pengalaman belajar.

c. Mengakomodasi pembelajaran tematik-internal, keterpaduan-

eksternal, keterpaduan lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.

Dimaksudkan dengan tematik internal adalah keterpaduan

materi pelajaran dalam satu bidang mata pelajaran, misalnya

keterpaduan biologi, fisika, kimia dalam rumpun mata pelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA); keterpaduan eksternal adalah keterpaduan

pembahasan yang melibatkan berbagai mata pelajaran; sedangkan

yang dimaksud dengan keterpaduan lintas aspek belajar adalah

keterpaduan domain-domain kompetensi individu dalam capaian

pembelajaran, yaitu aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik.

d. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi.

Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi perlu

mendapat perhatian yang khusus dalam pembelajaran tematik

integratif. Pemanfaatan perangkat teknologi dalam kegiatan

pembelajaran merupakan bentuk respon aktif dunia pendidikan

terhadap perkembangan IPTEK yang ada di sekitarnya. Selain itu,

guru juga dapat memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan

komunikasi untuk memperkaya (enrichment) materi pembelajaran dan

menciptakan pembelajaran yang menyenangkan (funny learning).

2. Komponen RPP

Komponen RPP tematik integratif 2013 tidak jauh berbeda dengan

komponen RPP tematik sebelumnya. Dalam lampiran IV Permendikbud

nomor 81A/2013 diuraikan bahwa komponen RPP terdiri atas: a) Sekolah;

b) Mata pelajaran/Tema; c) Kelas/ semester; d) Materi Pokok; e) Alokasi

Waktu; f) Kompetensi Inti; g) Kompetensi dasar dan Indikator; h) Tujuan;

77

i) Materi Pembelajaran; j) Metode pembelajaran; k) Media Pembelajaran,

Alat, dan Sumber Pembelajaran; l) Langkah-langkah Kegiatan

Pembelajaran; m) Penilaian. Masing-masing dapat dijelaskan sebagai

berikut.

a. Sekolah

Berisi nama satuan pendidikan, sekolah

b. Mata pelajaran/Tema

Diisi mata pelajaran atau tema pembelajaran

c. Kelas/semester

Disi sesuai dengan kelas atau semester yang bersangkutan

d. Materi Pokok

Bagian ini berisi tentang materi pokok pembelajaran, yaitu tema yang

akan dibahas pada pertemuan. Misalnya : Teman Baru, Menghias Kartu

Nama

e. Alokasi Waktu

Berisi alokasi waktu pembelajaran

f. Kompetensi Inti

Berisi KI yang akan dicapai, namun KI-1 dan KI-2 tidak harus

dikembangkan karena dicapai melalui pembelajaran tak langsung

(misalnya pembiasaan)

g. Kompetensi dasar dan Indikator

Dalam menulis rumusan Kompetensi dasar setiap mata pelajaran

didasarkan pada Permendikbud Nomor 67 tahun 2013. Rumusan

Kompetensi dasar dan indikator kompetensi dapat dilihat di buku

pegangan guru.

h. Tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran dirumuskan sesuai dengan KD yang ada, dengan

menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan terukur

yang mencakup pengembangan aspek afektif, kognitif dan psikomotor.

Rumusan tujuan yang lengkap memuat aspek A (audience) /siswa, B

(behavior) / perilaku, C (condition) / kondisi yang dibutuhkan, D

78

(degree) / Tingkat kemampuan. Contoh : Setelah mengikuti permainan

lempar bola siswa dapat memperkenalkan diri dengan menyebutkan

nama panggilan secara benar. Kalau diuraikan dengan mengikuti

kriteria ABCD maka dapat dikatakan bahwa:

Setelah mengikuti permainan lempar bola: C (condition)

Siswa : A (audience)

Dapat memperkenalkan diri: B (behavior)

Dengan menyebutkan nama panggilan secara benar: D (degree)

i. Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran berisi uraian materi yang dapat mengacu pada

buku pegangan guru dan peserta didik untuk satu kegiatan

pembelajaran. Guru dapat menyesuaikan materi pembelajaran sesuai

dengan kebutuhan dan keadaan lingkungan sekitarnya.

j. Metode pembelajaran

Pada bagian ini guru memaparkan tentang metode pembelajaran yang

dipilih sesuai dengan tuntutan KD dan keadaan peserta didik. Metode

pembelajaran yang dipilih guru harus mampu menciptakan suasana

pembelajaran yang aktif interaktif, inspiratif, menantang,

menyenangkan, efisien, memotivasi peserta didik untuk aktif terlibat

dalam kegiatan pembelajaran, memberikan ruang yang cukup bagi

peserta didik untuk berprakarsa, mengembangkan krativitas dan

kemandirian sesuai dengan bakat dan minat, serta sesuai dengan tingkat

perkembangan psikologis peserta didik.

k. Media Pembelajaran, Alat, dan Sumber Pembelajaran

Bagian ini berisi tentang media pembelajaran yang digunakan guru agar

pembelajaran lebih efektif dan efisien. Bagian sumber belajar berisi

rujukan atau reference yang dijadikan sebagai tempat pengambilan

materi ajar oleh guru. Guru dianjurkan memanfaatkan keragaman

sumber belajar yang ada untuk memperkaya cakupan materi

pembelajaran baik sumber belajar dari buku ajar, lingkungan (manusia

79

dan bukan manusia), internet, majalah, pengalaman guru, dan

sebagainya.

l. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Pada bagian ini diuraikan langkah-langkah yang akan dilakukan

guru bersama peserta didik kegiatan pembelajaran mulai dari kegiatan

pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup.

Dalam kegiatan pendahuluan yang dilakukan guru adalah: a)

menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik; b) memberi motivasi

belajar; c) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan

pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari; d)

menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan

dicapai; dan e) menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian

kegiatan.

Pada kegiatan inti, guru menguraikan rencana kegiatan utama

yang akan dilakukan bersama peserta didik. Pada bagian ini diuraikan

penerapan metode dan media yang dirancang guru dalam kegiatan

pembelajaran dengan menerapkan langkah-langkah pembelajaran

dengan scientific approach, yaitu mengamati (observing), menanya

(questioning), melakukan percobaan, eksplorasi (experimenting,

exploring), menghubungkan, mangasosiasi (associating), dan

mengkomunikasikan (communicating), pendekatan penemuan

(discovery) dan atau pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis

pemecahan masalah (project based learning) sesuai dengan

karakteristik kompetensi, peserta didik, dan jenjang pendidikan. Pada

bagian inti ini juga akan tergambarkan kegiatan integratif yang memuat

pengembangan sikap, pengetahuan dan keterampilan peserta didik.

Bagian kegiatan bagian akhir diuraikan kegiatan guru bersama

peserta didik untuk menemukan manfaat dari kegiatan pembelajaran

yang telah selesai dilaksanakan. Guru menguarikan kegiatan umpan

balik terhadap proses dan hasil pembelajaran; kegiatan tindak lanjut

dalam bentuk pemberian tugas, baik tugas individual maupun

80

kelompok; dan menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk

pertemuan berikutnya.

m. Penilaian

Bagian ini berisi tentang model penilaian yang dilakukan guru

untuk mengukur ketercapaian hasil belajar. Jenis penilaian yang dipilih

disesuaikan dengan jenis tuntutan kompetensi yang dominan dalam

pembelajaran yang bersangkutan. Pada bagian penilaian ini ditulis soal

penilaian sekaligus kunci jawabannya, jika berbentuk pengamatan maka

ditulis instrumennya. Penilaian dapat dilakukan melalui penilaian

Kinerja, penilaian Proyek, penilaian Portofolio, penilaian Tertulis. Guru

dapat mengembangkan penilaian dengan mengacu pada model

penilaian yang tertuang dalam buku pegangan guru.

Sekedar untuk memberikan gambaran riil tentang RPP tematik

integratif, berikut disajikan contoh.

Contoh RPP Tematik Integratif.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Nama Sekolah : Sekolah Dasar/Madarah Ibtidaiyah …………..

Tema : Diriku

Subtema : Aku dan Teman Baruku

Kelas : I (Satu)

Semester : 1 (Ganjil)

A. Materi Pokok 1. Teman Baru

2. Menghias Kartu Nama

B. Alokasi Waktu (1 x 5 jam pelajaran (1 hari/ 1 kali pertemuan) 1 jam pelajaran SD/MI adalah 35

menit)

C. Kompetensi Inti

1.1 Menerima keberagaman karakteristik individu dalam kehidupan beragama

sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa di lingkungan rumah dan sekolah

81

2.1 Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan

percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru sebagai

perwujudan nilai dan moral Pancasila

D. Kompetensi Dasar dan Indikator

PKn

2.1 Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan

percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru sebagai

perwujudan nilai dan moral Pancasila (boleh ditulis atau tidak karena

pembiasaan).

4.2 Melaksanakan tata tertib di rumah dan sekolah

Bahasa Indonesia

2.1 Memiliki kepedulian dan rasa ingin tahu terhadap keberadaan wujud dan sifat

benda melalui pemanfaatan bahasa Indonesia dan/atau bahasa daerah (boleh ditulis

atau tidak karena pembiasaan).

2.2 Memiliki rasa percaya diri terhadap keberadaan tubuh melalui pemanfaatan

bahasa Indonesia dan/atau bahasa daerah (boleh ditulis atau tidak karena

pembiasaan).

4.4 Menyampaikan teks cerita diri/personal tentang keluarga secara mandiri dalam

bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan kosakata bahasa daerah

untuk membantu penyajian

PJOK

2.1 Menunjukkan perilaku percaya diri dalam melakukan berbagai aktivitas fisik

dalam bentuk permainan (boleh ditulis atau tidak karena pembiasaan)

4.3 Mempraktikkan pola gerak dasar manipulatif yang dilandasi konsep gerak dalam

berbagai bentuk permainan sederhana dan atau permainan tradisional

SBDP

2.1 Menunjukkan rasa percaya diri untuk berlatih mengekspresikan diri dalam

mengolah karya seni (boleh ditulis atau tidak karena pembiasaan)

4.1 Menggambar ekspresi dengan mengolah garis, warna dan bentuk berdasarkan

hasil pengamatan di lingkungan sekitar

Indikator

PKn

1. Menjalankan peraturan pada permainan di sekolah

Bahasa Indonesia

1. Memperkenalkan diri dengan menyebut nama lengkap

2. Memperkenalkan diri dengan menyebut nama panggilan

3. Menyebutkan nama temannya

PJOK

1. Melakukan gerakan melempar

2. Melakukan gerakan menangkap

SBDP

1. Memberi hiasan pada kartu nama

82

E. Tujuan Pembelajaran 1. Setelah mengikuti permainan lempar bola, siswa dapat memperkenalkan diri

dengan menyebutkan nama panggilan secara benar

2. Dengan melakukan permainan siswa dapat menyebut nama lengkap dengan benar

3. Setelah mendengarkan penjelasan guru, siswa dapat menghias kartu nama dengan

rapi

F. Materi Pembelajaran (Materi diuraikan secara rinci sesuai dengan buku pegangan siswa)

Contoh

Teman Baru Di sekolah banyak teman

Kita membutuhkan teman

Kita senang memiliki teman

Lagu Siapa Namamu

Siapakah namamu

Namaku ………

Dan seterusnya

Menghias Kartu Nama (Gambarlah kartu nama yang akan dihias)

G. Metode Pembelajaran

1. Ceramah

2. Tanya jawab

3. Bermain peran

4. Bernyanyi

5. Permainan

6. Penugasan

7. Dan seterusnya

H. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran

1. Bola plastik

2. LCD, lap top, tape recorder

3. Kartu nama yang dihias

4. Dan seterusnya

Sumber Belajar

1. Buku Pelajaran

2. Benda di lingkungan sekolah tempat bermain

I. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

No. Kegiatan Waktu

1. Pendahuluan

a. Membuka pembelajaran dengan salam dan berdo‟a bersama

dipimpin oleh salah seorang peserta didik dengan penuh

khidmat;

menit

83

No. Kegiatan Waktu

b. Menjelaskan tujuan dengan cara:

1) Hari ini anak-anak telah memiliki teman baru

2) Hari ini kita akan belajar berkenalan namanya

c. Anak-anak nanti diminta menyebutkan nama lengkap, nama

panggilan, dan menghias kartu nama 2 Kegiatan Inti

a. Mengamati

1) Guru memperkenalkan diri dan siswa diminta mengamati cara

memperkenalkan diri

2) Guru meminta siswa mengamati buku pelajaran dan guru

membaca teks isi buku

3) Guru menjelaskan selain bermain, untuk mengenal temannya

juga dapat dilakukan dengan kartu nama, siswa diminta

mengamati contoh kartu nama guru yang sudah disiapkan dari

rumah

b. Menanya

1) Guru bertanya pada siswa, anak-anak siapa temanmu yang

sudah anak kenal?

2) Apa gambar yang ada dalam buku?

3) Dan seterusnya….

c. Melakukan

1) Guru meminta salah satu siswa untuk memperkenalkan diri

2) Guru meminta siswa berkenalan dengan temannya yang ada

disampingnya dengan menyebutkan nama panggilan

3) Guru meminta dua siswa untuk berkenalan sebagaimana

dicontohkan dalam buku

4) Siswa diajak berkenalan dengan bermain lempar bola untuk

saling berkenalan

5) Guru mengajak siswa untuk melingkar duduk/berdiri dan

menjelaskan aturan permainan yang mendapatkan bola agar

menyebutkan nama lengkap dan nama panggilan

6) Guru memulai permainan dengan bernyanyi. Dari guru sebagai

contoh, nama ibu/bpk …, nama panjang ………, biasa dipanggil

ibu/bpk ……….. kemudian melempar bola ke salah satu siswa

7) Siswa yang menagkap bola diminta menyebutkan nama lengkap

dan nama panggilan kemudian meminta siswa untuk melempar

bola ke salah satu temannya. Kegiatan ini diulang sampai semua

siswa mendapatkan bola

8) Guru mengajak siswa bernyanyi sebagai mana lagu dalam buku

sambil mengingat nama temannya

9) Guru bernyanyi sambil mengelilingi siswa kemudian menepuk

pundak salah satu siswa dan diminta menyebutkan nama

panggilannya sampai selesai

10) Guru membagikan kartu nama yang akan dihias

11) Guru meminta siswa menghias kartu nama masing-masing

12) Guru meminta siswa untuk memakai kartu namanya masing-

masing

menit

84

No. Kegiatan Waktu

d. Asosiasi/ menghubungkan

Siswa diminta menyebutkan nama panggilan dan nama lengkap

temannya yang ada di rumah atau yang ada di TK/RA

e. Komunikasi.

1) Siswa diminta maju ke depan untuk berkenalan dengan cara

menyebutkan nama lengkap dan nama panggilan

2) Siswa diminta maju ke depan untuk menyebutkan lima nama

temannya yang ada di kelasnya sambil menunjuk orangnya

3. Penutup

a. Guru menanyakan apa yang dilakukan hari ini b. Guru menanyakan apa manfaat berkenalan

c. Guru menanyakan apa manfaat memiliki teman

d. Guru mengomentari hal-hal yang terjadi dalam proses kegiatan

belajar hari ini. Misalnya komentar hal baik/buruk yang terjadi,

mengomentari siswa yang pemalu untuk diberi motivasi

e. Meminta siswa nanti setelah sampai di rumah untuk menyebutkan

nama teman-temannya

f. Meminta siswa menyimpan kartu namanya dan dipakai di sekolah

selama tiga hari

g. Menyampaikan materi yang akan datang yakni, belajar tentang

bilangan bersama temannya

h. Guru menutup pelajaran dengan berdoa yang dipimpin salah satu

teman

….

menit

J. Penilaian

1. Jenis penilaian

Unjuk kerja siswa

2. Instrumen penilaian

Unjuk kerja siswa selama proses pembelajaran

No

Nama Siswa

Kriteria

Keterangan

Kemampuan memperkenalkan

diri

Kemampuan menjalankan

peraturan pada

permainan

Kemampuan dalam gerakan melempar

dan menangkap

1

2

3

4

5

6

Skor penilaian :

Skor perolehan

Nilai = x 100

Skor Maksimal

85

Kriteria Nilai

A = 4 : Baik Sekali

B = 3 : Baik

C = 2 : Cukup

D = 1 : Perlu bimbingan

Unjuk Kerja siswa tentang hasil kerja menghias kartu nama

No

Nama Siswa

Kriteria Keterangan Komponen Kartu nama Jumlah warna yang

digunakan

1

2

3

4

5

Skor penilaian :

Skor perolehan

Nilai = x 100

Skor Maksimal

Kriteria Nilai:

A = 4 : Baik Sekali

B = 3 : Baik

C = 2 : Cukup

D = 1 : Perlu bimbingan

Mengetahui,

Kepala SD/MI……

...............................................

NIP. ......................................

......................, ......................................

Guru Kelas I

.................................................

NIP. ........................................

86

BAB IX

CONTOH APLIKASI PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF

Ketika akan menerapkan pembelajaran tematik integratif, pertama-tama

guru harus mencermati buku pebugangan guru. Dalam buku tersebut telah

dipaparkan berbagai hal terkait dengan penerapan pembelajaran tematik integratif

mulai dari pemetaan indikator beserta langkah-langkah kegiatan pembelajarannya

sebagai pedoman pokok. Guru juga harus menelaah buku pegangan siswa agar

dapat mensinkronkan berbagai hal yang ada pada kedua buku tersebut.

Dalam buku pedoman guru, pembelajaran pertama dipaparkan jaringan tema

sebagai berikut.

87

Setelah memahami jaringan tema, kompetensi dasar dan indikator masing-

masing mata pelajaran yang tercakup dalam tema, guru kemudian melihat uraian

kegiatan pembelajaran. Dalam uraian kegiatan dipaparkan tentang:

Tema : Teman Baru

Tema pembelajaran pertama pada pertemuan hari itu adalah Teman Baru

Tujuan Pembelajaran

1. Setelah mengikuti permainan lempar bola, siswa dapat memperkenalkan diri

dengan menyebut nama panggilannya secara benar

2. Dengan melakukan permainan lempar bola, siswa dapat menyebutkan nama

lengkapnya dengan benar.

Tujuan pembelajaran tersebut harus disampaikan peserta didik pada awal

pelajaran ketika masuk kelas, pada kegiatan awal, harapannya peserta didik

memahami tujuan yang ingin dicapai pada hari itu. Dengan memahami tujuan

tersebut, semua yang terlibat dalam kegiatan di kelas (baik guru atau peserta

didik) akan selalu mengarahkan kegiatannya menuju pencapainn tujuan tersebut.

Media dan alat pembelajaran

Bola plastik atau bola dari dibuat menjadi bentuk bola.

Guru dapat menggunakan bola plastik atau bola kertas sebagai media

pembelajaran. Media bola ini dapat juga diganti dengan media lain yang dapat

dipergunakan peserta didik untuk bermain lempar tangkap.

Setelah media dan perangkat yang lainnya siap, maka guru dapat memulai

langkah-langkah pembelajaran dari kegiatan awal. Dalam buku pegangan guru

dipaparkan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut.

1. Pada awal pelajaran, guru memperkenalkan diri kepada siswa. Tentunya

perkenalan dilakukan guru setelah membuka pelajaran dengan berdo‟a,

mengecek kehadiran peserta didik, dan menyampaikan tujuan

pembelajaran.

Ketika guru memperkenalkan diri, maka sampaikan dengan intonasi

yang pelan dan suara yang keras. Hal-hal yang perlu diperkenalkan

88

meliputi nama lengkap, nama panggilan, alamat lengkap, nomor .

Misalnya :

“…Anak-anak…hari ini adalah hari pertama kalian masuk

sekolah…tentunya diantara kita belum saling mengenal..alangkah

indahknya kalau kita bisa saling kenal, sehingga kita bisa saling

bersahabat, saling berteman dan saling bersaudara. Baiklah,..akan saya

mulai dari ibu guru dulu ya…nanti kemudian kalian mempekenalkan diri

secara bergantian. Nama lengkap ibu adalah Evita Nirmalasari, kalian bisa

panggil Bu Evi. Saya tinggal di Jalan Kapas Nomor 7, nomor handphone

saya : 085 5787 78 87”.

Ketika guru menyampaikan materi atau kegiatan, perlu disampaikan

kemanfaatannya materi tersebut atau kegiatan tersebut secara praktis

dalam kehidupan sehari-hari, itulah yang disebut pembelajaran bermakna.

Misalnya dalam perkenalan tersebut disampaikan bahwa dengan berteman

bisa saling kenal, bersahabat, berteman dan bahkan saling bersaudara.

2. Setelah guru memperkenalkan diri, kemudian meminta siswa membuka

buku teks halaman 1 yang berisi nama-nama teman Udin dan

membayangkan nama-nama teman dekatnya.

89

Kegiatan demikian termasuk dalam associating.

3. Guru kemudian menyuruh peserta didik mencermati gambar kegiatan Udin

dan teman-temannya, serta menunjukkan contoh cara berkenalan seperti

yang dilakukan oleh Edo dan Beni pada buku siswa halaman 2. Kegiatan

mengamati, mencermati gambar nama teman-teman Udin dalam buku teks

tersebut dapat dikategorikan kegiatan observing. Para peserta didik

diminta untuk mengingat kembali dan menyebutkan nama-nama teman

lama mereka waktu di TK.

Kegiatan ini termasuk associating.

90

4. Sembari saling perkenalan, peserta didik diajak bermain lempar tangkap

bola. Sebelum melakukan permainan, terlebih dahulu guru menjelaskan

aturan permainanya, yaitu peserta didik akan bermain sambil melingkar,

boleh duduk atau berdiri. Bagi peserta didik yang terkena lemparan bola

harus memperkenalkan diri, kemudian baru melempar bola kepada teman

lain yang dipilih. Peserta didik dipesilakan bertanya kepada guru terkait

dengan permainan yang akan dilakukan dan tentang perkenalan. Kegiatan

demikian termasuk dalam kategori questioning.

5. Guru mengajak peserta didik bermain lempar tangkap bola. Lemparan

pertama dimulai dari gurunya dan sembari melempar bola guru

memperkenalkan diri : “Selamat pagi….nama saya Evita Nirmalasari,

panggil saya bu Evi…” kemudian melempar bola kepada salah satu

peserta didik.

6. Peserta didik yang berhasil menangkap bola, harus memperkenalkan diri

dengan menyebut nama lengkap dan nama panggilan. Setelah itu, n harus

melempar bola kepada teman yang lain hingga semuanya menerima

lemparan bola.

Kegiatan demikian termasuk dalam kategori experimenting dan

communicating, mencoba, mempraktikkan, melakukan dan

mengkomunikasikan.

7. Setelah semuanya memperkenalkan diri, guru mengajak peserta didik

untuk bernyanyi sambil mengingat kembali nama-nama teman sekelas.

Guru bisa membuat lagu sendiri atau mengikuti lagu yang ada pada buku

siswa.

Lirik lagu : SIAPA NAMAMU

Ciptaan : A.T. Mahmud

1 2 / 3 . / 3 4 / 5 /

Sia pa kah na ma mu

5 4 / 3 . / 3 3 / 1 //

Na ma ku

(Sebutkan nama anak)

91

8. Posisi peserta didik masih melingkar. Guru bernyanyi sambil menepuk

salah satu peserta didik, lalu peserta didik tersebut menyebut namanya,

kemudian peserta didik tersebut sambil bernyanyi lagu „Siapa Namamu‟

menepuk teman di sebelahnya dan teman tersebut menyebutkan namanya

dengan mengikuti irama lagu. Demikian seterusnya

9. Kegiatan ditutup dengan diskusi tentang pentingnya saling mengenal dan

manfaat memiliki teman yang banyak.

Kegiatan diskusi juga dapat dikategorikan dalam communicating, dimana

peserta didik harus berani mengkomunikasikan isi pikirannya kepada

orang lain.

92

Penilaian : Unjuk Kerja

Penilaian unjuk dilakukan terhadap performa peserta didik ketika

memperkenalkan diri sambil bermain. Guru dapat menggunakan instrumen

berikut untuk menilai performa unjuk kerja peserta didik.

Kriteria dan indikator penilaian rubrik : Teman Baru

Kriteria dan indikator tersebut kemudian dijabarkan menjadi instrumen

penilaian sebagai berikut.

Instrumen penilaian rubrik : Teman Baru

No

Nama Siswa

Kriteria

Keterangan

Kemampuan

memperkenalkan diri

Kemampuan

menjalankan peraturan pada

permainan

Kemampuan dalam

gerakan melempar dan menangkap

1

2

3

4

5

6

Setelah selesai, guru dapat melanjutkan kegiatan pembelajaran sub tema yang

kedua yaitu menghias kartu nama.

93

Tema : Menghias Kartu Nama

Tujuan Pembelajaran:

Setelah memperhatikan penjelasan guru, siswa dapat menghias kartu nama dengan

rapi.

Media dan Alat Pembelajaran:

1. Karton/kertas/kardus bekas yang dipotong-potong atau kartu potongan

seukuran kartu nama yang telah ditulisi nama-nama siswa

2. Pensil warna/spidol warna untuk menghias kartu nama

3. Tali/peniti/media lain yang dapat digunakan untuk memasang kartu nama

Perangkat media tersebut sebaiknya disediakan oleh guru / sekolah, siswa

belum memungkinkan disuruh membawa dari rumah karena baru pertama kali

masuk sekolah.

Setelah semuanya telah siap, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran

dengan langkah berikut.

1. Guru menjelaskan manfaat kartu nama, salah satunya adalah untuk

mempermudah perkenalan dengan sesama teman, dan menjelaskan bahwa

pada kesempatan pembelajaran hari ini kita akan membuat kartu nama.

2. Guru membagikan potongan kartu nama yang telah diberi nama masing-

masing siswa. Guru menunjukkan kartu namanya yang telah diberi hiasan,

peserta didik diminta mengamati contoh kartu nama yang dibawa guru dan

yang ada di dalam buku teks.

3. Peserta didik diminta utuk menghias kartu namanya sendiri, dengan

melihat contoh yang ada di buku, gambar atau contoh yang dibawa guru.

94

4. Setelah kartu nama dihias, peserta didik diminta memasang peniti/tali atau

alat lain yang bisa digunakan untuk menempelkan kartu nama pada

dirinya. Peserta didik diminta menggunakan kartu nama tersebut selama

berada di sekolah.

Penilaian : Unjuk Kerja

Penilaian unjuk kerja ini dilakukan terhadap hasil karya peserta didik dalam

membuat dan menghias kartu namanya masing-masing. Sebelum melakukan

penilaian unjuk kerja, guru telah mempersiapkan instrumen yang berisi kriteria

dan indikator-indikator penilaian terlebih dahulu kemudian dari indikator tersebut

disusun instrumen penilaian. Indikator penilaian tersebut misalnya sebagai

berikut.

Kriteria dan indikator penilaian rubrik : Membuat Kartu Nama

Instrumen penilaian rubrik : Membuat Kartu Nama

No

Nama Siswa

Kriteria Keterangan Komponen Kartu nama Jumlah warna yang

digunakan

1

2

3

4

5

95

Setelah melakukan penilaian, guru melakukan rangkaian kegiatan penutup,

yaitu:

1. Guru bersama peserta didik melakukan refleksi pembelajaan pada hari itu,

menanyakan apa yang telah dilakukan pada hari ini, mengomentari hal-hal

buruk/tidak menyenangkan yang dirasakan pada pembelajaran hari ini

2. Guru bersama peserta didik menyimpulkan pelajaran dengan menanyakan

tentang manfaat perkenalan,

3. Guru menanyakan manfaat berteman dan bersaudara,

4. Guru mengulas kembali secara singkat manfaat kartu nama sebagai alat

untuk perkenalan dengan teman baru.

5. Guru memberi motivasi kepada peserta didik untuk senantiasa

memperbanyak berteman dan menjalin hubungan baik dengan teman yang

dimiliki.

6. Guru meminta peserta didik memakai kartu nama selama tiga hari di

sekolah

7. Guru juga menyampaikan informasi singkat tentang materi pembelajaran

pertemuan yang akan datang, yaitu tentang bilangan

8. Guru kemudian menutup pelajaran dengan berdo‟a yang dipimpin salah

satu peserta didik.

96

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Idi. 2010. Pengembangan kurikulum: Teori dan Praktik. Jogjakarta:

ArRuz Media

Ahmad Nursobah. 2013. Konsep dasar pemetaan tema dalam pembelajaran

tematik, diakses dari http://cobah-ajah.blogspot.com/2013/06/konsep-dasar-

pemetaan-tema-dalam.html tanggal 23 Februari 2013 pukup 18.00 WIB

Depdiknas. 2002. Kurikulum berbasis kompetensi. Jakarta:Depdiknas

Depdikbud. 2013. Tema 1 Diriku Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013.

Jakarta: Depdikbud

Desmita. 2010. Psikologi perkembangan. Bandung:Rosda

Hariadi, Teguh. 2013. Definisi pendekatan Saintifik kurikulum 2013, diakses dari

http://perangkatguruindonesia.blogspot.com/2013/11/definisi-pendekatan-

saintifik-kurikulum.html, tanggal 7 Februari 2014 pukul 09.00 WIB

Jeanne Ellis Ormrod. 2011. Educational psychology: Developing Learners.

Boston:Pearson Education, Inc.

Lampiran IV Permendikbud Nomor 81A tentang implementasi kurikulum 2013

Margaret E. Bell Gredler. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta:Rajawali

Nasution. 1993. Pengembangan kurikulum. Bandung:CitraAditya Bakti

Oemar Hamalik. 2011. Dasar-dasar pengembangan kurikulum. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Rino Safrizal. 2012. Bentuk skala pengukuran dalam penelitian, diakses dari

http://berbagireferensi.blogspot.com/2011/03/bentuk-skala-pengukuran-

dalam.html, tanggal 22 Februari 2014 pukul 11.00 WIB

Sriyanti, Lilik., dkk. 2009. Teori-teori belajar. Salatiga:STAIN Press

Sukayati. 2004. Pembelajaran Tematik di SD merupakan terapan dari

pembelajaran terpadu, materi disampaikan pada Dikat Instruktur jenjang

lanjut tanggal 6-19 Agustus 2004.

Yuswadiwijaya. 2013. Prinsip dasar pembelajaran tematik, diakses dari

http://yuswadiwijaya.blogspot.com/2013/06/prinsip-dasar-pembelajaran-

tematik_9.html, tanggal 7 Februari 2013 pukul 10.00 WIB.

97

Tentang Penulis:

Fatchurrohman, S.Ag., M.Pd.

Lahir di Grobogan, 09 Maret 1971 sekarang tinggal Jl. Abiyasa no 7A, Krajan,

RT. 02/RW.01, Dukuh Sidomukti, Salatiga, Jawa Tengah. Pendidikan Sarjana

(S1) ditempuh di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta jurusan PAI, program

Magisteer (S2) ditempuh di Universitas Negeri Yogyakarta, sekarang sedang

menyelesaikan program Doktor (S3) di Universitas Negeri Yogyakarta program

studi Ilmu Pendidikan.

Tahun 2000 diangkat menjadi dosen di STAIN Salatiga, tahun 2006 – 2010

sebagai Kaprodi PAI, tahun 2010 – 2014 sebagai sekretaris Pusat Penjaminan

Mutu, mulai tahun 2010 terlibat sebagai assessor PLPG LPTK Rayon 206 IAIN

Walisongo Semarang

Karya ilmiah terakhir antara lain : 1) Pendidikan di negara muslim sekular

(refleksi atas pendidikan di Nilufer School [Yildirim Ilkogretim Okulu] dan Fetih

Koleji Turkey) penelitian tahun 2009; 2) Memilah Ajaran Islam dan Tradisi

Muslim (Telaah verifikatiif atas kemiripan-kemiripan tradisi masyarakat muslim

di Jawa dengan upacara Hindhu) penelitian tahun 2013; 3) Kemitraan Pendidikan

: Membangun relasi sinergi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat, buku tahun

2012.