tb atelektasis

49
BAB I PENDAHULUAN Tuberkulosis adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian WHO hingga saat ini. Pada tahun 2009, insidensi penyakit ini mencapai 9,4 juta kasus, dengan angka rata-rata 137 kasus per 100.000 populasi. Penyebaran penyakit ini terjadi 55% di Asia, 30% di Afrika, 7% di Mediterania, 4% di Eropa, dan 3% di Amerika. Indonesia sendiri menempati urutan kelima setelah India, China, Afrika Selatan, dan Nigeria. Insidensi TB pada tahun 2009 di Indonesia mencapai 0,35-0,52 juta kasus dengan prevalensi mencapai 0,28- 1,1 juta kasus dan dengan angka kematian yang mencapai 36-95 ribu jiwa. 1 Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis di mana kuman ini merupakan kuman berbentuk batang dengan sebagian besar dinding terdiri atas lipid yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA). 2,3 Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Penyakit TB disebabkan karena penderita terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Penyebaran ditularkan melalui droplet yang tersebar ketika orang yang terinfeksi berbicara, 1

Upload: paramitha-adriyati

Post on 01-Dec-2015

275 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Kasus TB Atelektasis

TRANSCRIPT

Page 1: TB Atelektasis

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian

WHO hingga saat ini. Pada tahun 2009, insidensi penyakit ini mencapai 9,4 juta

kasus, dengan angka rata-rata 137 kasus per 100.000 populasi. Penyebaran

penyakit ini terjadi 55% di Asia, 30% di Afrika, 7% di Mediterania, 4% di Eropa,

dan 3% di Amerika. Indonesia sendiri menempati urutan kelima setelah India,

China, Afrika Selatan, dan Nigeria. Insidensi TB pada tahun 2009 di Indonesia

mencapai 0,35-0,52 juta kasus dengan prevalensi mencapai 0,28-1,1 juta kasus

dan dengan angka kematian yang mencapai 36-95 ribu jiwa.1

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh kuman Mycobacterium tuberculosis di mana kuman ini merupakan kuman

berbentuk batang dengan sebagian besar dinding terdiri atas lipid yang membuat

kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan

asam (BTA).2,3

Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai

organ tubuh lainnya. Penyakit TB disebabkan karena penderita terinfeksi

Mycobacterium tuberculosis. Penyebaran ditularkan melalui droplet yang tersebar

ketika orang yang terinfeksi berbicara, bersin, batuk dan meludah (Soepandi,

2010; Depkes RI, 2009). Sehingga tanpa pengobatan yang memadai, setiap orang

dengan tuberkulosis aktif dapat menularkan penyakitnya kepada 10-15 orang lain

setiap tahunnya.4

Diagnosis TB ditegakkan melalui tanda dan gejala klinis yang didapatkan

dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien, serta pemeriksaan penunjang

(pemeriksaan darah, sputum, dan radiologi dengan X-foto thorax). Gold standard

penegakan diagnosis TB adalah dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan

mikroskopis sputum. Namun pemeriksaan tersebut seringkali memberikan hasil

negatif palsu oleh karena sulitnya mendapatkan spesimen sputum terutama pada

pasien anak. Sedangkan pada pemeriksaan fisik tuberkulosis, sering tidak

menunjukkan suatu kelainan, terutama pada kasus yang dini atau yang terinfiltrasi

1

Page 2: TB Atelektasis

secara asimptomatik. Oleh karena itu, saat ini pemeriksaan radiologis dada

memiliki peran diagnostik yang cukup penting untuk menemukan lesi

tuberkulosis.7,9,10

2

Page 3: TB Atelektasis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TUBERKULOSIS

2.1.1 Definisi

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit kronik jaringan paru yang

disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.3,5 Mycobacterium

tuberculosis merupakan kuman yang khas, yaitu : berbentuk batang yang dalam

pengecatan bersifat tahan asam, tahan hidup pada suhu kamar yang lembab, yang

dapat hidup terutama pada paru atau diperbagai organ tubuh yang lainnya yang

mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi, diidentifikasikan pertama kali

oleh Robert Koch, disebut Tuberkulosis karena terbentuknya nodul yang khas

yaitu tuberkel.7,8

Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup

terutama di paru atau di berbagai organ tubuh lainnya yang mempunyai tekanan

parsial oksigen yang tinggi. Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang

tinggi pada membran selnya sehingga menjadikan bakteri ini tahan asam dan

pertumbuhan kumannya berlangsung secara lambat. Bakteri ini mudah mati pada

air mendidih dan tidak tahan terhadap ultraviolet.3,6

2.1.2 Epidemiologi

Indonesia menempati urutan kelima setelah India, China, Afrika Selatan,

dan Nigeria. Insidensi TB pada tahun 2009 di Indonesia mencapai 0,35-0,52 juta

kasus dengan prevalensi mencapai 0,28-1,1 juta kasus dan dengan angka kematian

yang mencapai 36-95 ribu jiwa.1

2.1.3 Faktor Risiko

Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukinan di wilayah perkotaan

kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan yang biasanya terjadi

secara inhalasi dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Prevalensi

penyakit tuberkulosis masih tinggi juga dikarenakan tingkat infeksi yang masih

tinggi di masyarakat, penurunan daya tahan tubuh akibat kemiskinan, dan semakin

3

Page 4: TB Atelektasis

tingginya pola insidensi kasus resistensi tuberkulosis terhadap Obat Anti

Tuberkulosis.2,7

Tuberkulosis sering ditemukan menyertai DM. TB juga menyebabkan

resistensi insulin dan “brittle” diabetes. Akibat defek sistem imun pada penderita

DM, terjadi peningkatan virulensi kuman TB. Selain itu, keluhan dan tanda klinis

TB Paru toksik tersamar sehingga tidak pernah didiagnosis atau dianggap sebagai

TB Paru ringan oleh karena gangguan saraf otonom. 14

Umumnya penderita TB dalam keadaan malnutrisi dengan berat badan

sekitar 30-50 kg atau indeks masa tubuh kurang dari 18,5 pada orang dewasa.

Sementara berat badan yang lebih kecil 85% dari berat badan ideal kemungkinan

mendapat TB adalah 14 kali lebih besar dibandingkan dengan berat badan normal.

Hal ini menunjukkan bahwa malnutrisi atau penurunan berat badan telah menjadi

faktor utama peningkatan resiko TB menjadi aktif. Kekurangan gizi pada

seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon

immunologik terhadap penyakit.14

Adanya kontak dengan BTA positif dapat menjadi sumber penularan yang

berbahaya karena berdasarkan penelitian akan menularkan sekitar 65% orang di

sekitarnya (Depkes IDAI, 2008: 12).

Gambar 1. Faktor Risiko TB

2.1.4 Klasifikasi

4

Page 5: TB Atelektasis

Klasifikasi tuberkulosis menurut American Tuberculosis Association yaitu :5

1. Tuberkulosis minimal

Luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh

garis median, apeks, dan iga 2 depan : sarang-sarang soliter dapat berada

dimana saja, tidak harus berada dalam daerah tersebut di atas. Tidak

ditemukan adanya kavitas.

2. Tuberkulosis lanjut sedang

Luas sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak tidak melebihi luas satu

paru, sedangkan bila ada lubang, diameternya tidak melebihi 4cm.

3. Tuberkulosis sangat lanjut

Luas daerah yang dihinggapi sarang-sarang lebih dari klasifikasi kedua

diatas, atau bila ada lubang, diameter keseluruhan semua melebihi.

Berdasarkan Konsensus TB paru tahun 2003, maka TB dikategorikan

menjadi 4 kelompok : 5

1. Kategori I : TB baru BTA (+) / (-), TB ekstra paru berat

2. Kategori II : TB kambuh, lalai berobat, gagal pengobatan

3. Kategori III : TB paru BTA (-) dengan lesi minimal

4. Kategori IV : TB kronik dan Multi Dose Resistant (MDR)

Di Indonesia, klasifikasi yang dipakai untuk TB paru adalah sebagai

berikut:5

1. Tuberkulosis paru

2. Bekas Tuberkulosis paru

3. Tersangka Tuberkulosis paru, yang terbagi menjadi diobati dan tidak diobati

Dalam klasifikasi ini perlu disebutkan:5

- Status bakteriologis (mikroskopis sputum BTA, biakan BTA)

- Status radiologis, kelaian yang relevan dengan tuberkulosis paru

- Status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan OAT.

5

Page 6: TB Atelektasis

2.1.5 PatofisiologiI. Tuberkulosis primer

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau

dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat

menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar

ultraviolet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap

kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.4

Bila partikel ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan nafas

atau paru-paru. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag

keluar dari trakeo-bronkhial beserta gerakan silia dengan sekretnya. Kuman juga

dapat masuk melalui luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini sangat jarang

terjadi.4,14

Bila kuman menetap di jaringan paru, ia bertumbuh dan berkembang biak

dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh

lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang

tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Sarang

primer ini dapat terjadi dibagian mana saja jaringan paru dimana akan timbul

peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti

pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer +

limfangitis local + limfadenitis regional = kompleks primer.4 Kompleks primer ini

selanjutnya dapat menjadi:

1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,

kalsifikasi di hilus atau kompleks sarang Ghon.4

Penyebaran tuberkulosis dapat melalui beberapa cara sebagai berikut:

a. Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.

b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru

disebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah

sehingga menyebar ke usus.

c. Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya

d. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.

6

Page 7: TB Atelektasis

II. Tuberkulosis Post-primer

Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun

kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis

post-primer). Tuberkulosis post-primer ini dimulai dengan sarang dini yang

berlokasi di regio atas paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior).

Invasinya adalah kedaerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.4

Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-

10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari

sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang

dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat.4

II.1.6Prosedur Diagnostik

Untuk menegakkan diagnosis, maka tuberkulosis perlu diketahui dan

dibuktikan dengan pemeriksaan-pemeriksaan berikut:7

a. Anamnesis

Gejala umum

- Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam satu

bulan dengan penanganan gizi.

- Nafsu makan tidak ada (anoreksia), dengan penurunan berat badan.

- Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas, dapat disertai

keringat malam.

- Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit.

- Gejala respiratorik seperti batuk yang lama lebih dari tiga bulan atau

tanda cairan di dada, nyeri dada.

- Gejala gastrointestinal seperti diare persisten yang tidak sembuh

dengan pengobatan diare atau benjolan/massa di abdomen atau tanda-

tanda cairan dalam abdomen. 5

Gejala spesifik

- Tuberkulosis kulit atau sklofuroderma.

- Tuberkulosis tulang dan sendi misalnya gibbus, coxitis

- Tuberkulosis otak atau saraf, dengan gejala iritabel, kaku kuduk,

muntah-muntah dan kesadaran menurun.

7

Page 8: TB Atelektasis

- Gejala mata misalnya konjungtivitis fliktenularis (mata gatal dan

merah), tuberkel koroid.

- Tuberkulosis organ - organ lainnya. 5

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik tuberkulosis, sering tidak menunjukkan suatu

kelainan, terutama pada kasus yang dini atau yang terinfiltrasi secara

asimptomatik. Tempat yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila

dicurigai adanya infiltrat yang luas, didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi

suara bronchial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronkhi basah

dan nyaring. Tetapi bila infiltrat diliputi oleh penebalan pleura, suara nafas akan

menjadi vesikuler melemah. Bila terjadi kavitas yang cukup besar, perkusi

menjadi hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amorfik.5-7

Bila terdapat jaringan fibrotik sangat luas yang mengakibatkan hipertensi

pulmonal dan gagal jantung kanan, akan ditemukan tanda-tanda seperti takipnea,

takikardia, sianosis, right ventricular lift, right arterial gallop, murmur, bunyi P2

yang mengeras, tekanan vena jugularis meningkat, hepatomegali, ascites, dan

edema.2

Pada pemeriksaan efusi pleura akan ditemukan stem fremitus yang

menurun, perkusi yang pekak, tanda-tanda pendorongan mediastinum, suara nafas

yang menghilang pada auskultasi.2

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah :

1. Darah

- LED meningkat saat aktif, menurun saat regresi/menyembuh.

- Serologis yang dipakai adalah reaksi Takahashi (aktif atau tidak).

2. Sputum

Bila dari sputum ditemukan BTA, diagnosis dapat dipastikan. Kriterianya

adalah sekurang-kurangnya 3 kuman /sediaan, atau dalam 1ml sputum

diperlukan 5000 kuman untuk menyatakan positif. Dengan cara ini 30-

70% penderita TB positif terdeteksi secara bakteriologis. Pewarnaan

8

Page 9: TB Atelektasis

dapat dilakukan degan cara Tan Thiam Hok (modifikasi Kinyoun

Gibbet).

Biakan dapat mengatakan positif bila ditemukan 50-100 kuman /ml

sputum, jadi kepekaannya lebih tinggi dari mikroskopik. Sputum

dibiakkan dalam medium Lowenstein-Jensen. Pada minggu ke 4-6 akan

tampak koloni dari M. tuberculosis, dan bila dalam 8 minggu tidak

tumbuh, dinyatakan negatif.

Bila dalam proses pengambilan, transportasi, dan pengeraman ada

gangguan, dapat terjadi fenomena dead bacilli atau non culturable bacilli.

Bahan lain yang dapat diambil adalah bilasan lambung, cairan bronkus,

jaringan paru, pleura, jaringan kelenjar, LCS, urin, dan juga feses.5-7

Pemeriksaan Radiologis

Saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara praktis untuk

menemukan lesi tuberkulosis.Lokasi lesi tuberkulosis umumnya berada di daerah

apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah). Tapi

dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau daerah hilus menyerupai

tumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial).9,10

Pada awal penyakit, di mana lesi masih merupakan sarang-sarang

pneumonia, gambaran radiologisnya berupa bercak-bercak seperti awan dengan

batas tidak tegas yang dapat bertumpuk dengan bayangan klavikula dan costa.

Membandingkan densitas paru kanan dan kiri dapat menolong dan memperjelas.11

Bila proses penyakit telah berlanjut, bercak-bercak awan menjadi lebih

padat dan batasnya menjadi lebih tegas. Bila lesi telah diliputi jaringan ikat dan

terlihat bayangan berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai

tuberkuloma teretak 85% di segmen apikal dan posterior dari lobus atas, 10%

segmen superior lobus bawah, 5% gabungan dari segmen posterior dan anterior

lobus atas.11

9

Page 10: TB Atelektasis

Gambar 2. Gambaran TB paru aktif

Pada foto thoraks di atas tampak konsolidasi disertai kavitas didalamnya

(panah), yang letaknya di lapangan tengah dan bawah paru kanan. Gambaran ini

sesuai dengan TB paru lesi luas aktif.13

Kavitas warna bayangan lusen berupa cincin yang mula-mula berdinding

tipis, lama kelamaan menjadi sklerotik dan dinding terlihat menebal. Bila terjadi

fibrosis terlihat bayangan opak bentuk garis-garis. Pada kalsifikasi bayangan

tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis

terlihat seperti fibrosis luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian

atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.9,10

Gambaran tuberkulosis milier berupa bercak-bercak opak milier halus yang

pada umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis

yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis),

massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam

radiolusen di pinggir paru atau pleura (pneumothoraks). Selain itu terlihat

atelektasis pada foto dada yang merupakan pengurangan volume bagian paru baik

lobaris, segmental, atau seluruh paru, dengan akibat kurangnya aerasi sehingga

memberi bayangan yang lebih suram dengan penarikan mediastinum kearah

atelektasis, sedangkan diafragma tertarik keatas dan sela iga menyempit.9,12

10

Page 11: TB Atelektasis

Gambar 3. Gambaran TB Paru Lama

Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan

sekaligus (pada satu tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis

fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan

emfisema.9

Pada pemeriksaan foto thoraks, efusi pleura memperlihatkan adanya

gambaran cairan pleura yang tampak berupa perselubungan homogen menutupi

struktur paru bawah yang biasanya relatif radiopak dengan permukaan atas

cekung berjalan dari lateral atas kearah medial bawah. Karena cairan mengisi

ruang hemithoraks sehingga jaringan paru akan terdorong ke arah sentral atau

hillus. Kadang-kadang mendorong mediastinum ke arah kontralateral.12

Manifestasi radiologis pada tuberkulosis primer adalah:

1. Inaktif

Fokus primer biasanya terjadi lebih awal yaitu berupa jaringan parut minor.

Foto thoraks tampak normal. Kasifikasi pada parenkim dapat berupa satu

atau lebih nodul homogen. Biasanya diameternya kurang dari 5 mm dan

dapat terjadi di mana saja. 8

2. Konsolidasi

11

Page 12: TB Atelektasis

Konsolidasi dapat terjadi di mana saja dan bentuknya tidak spesifik.

Konsolidasi biasanya homogen, ukurannya kurang dari 10 mm sampai

lobaris. Kavitasi jarang terjadi dan terjadinya kavitasi menandakan penyakit

primer yang progresif. 8

Gambar 4. Gambaran Konsolidasi

3. Limfadenopati

Limfadenopati sering terjadi dengan atau tanpa konsolidasi. Nodus yang

terkena adalah nodus yang sebelumnya mendrainase area yang

terkonsolidasi.Limfadenopati biasanya mengenai hilus unilateral, hilus

unilateral dengan paratrakeal kanan, atau paratrakeal kanan. 8

Tekanan nodus dan erosi menyebabkan komplikasi pada organ sekitarnya:

a. Saluran napas

Saluran napas yang terdekat dapat mengalami obstruksi atau kolaps

segmental/lobar.Biasanya pada bagian kiri, kemudian menyerang segmen

anterior lobus atas dan lobus tengah.Konsolidasi segmental mengikuti

terjadinya perforasi bronkial dan aspirasi distal material kaseosa yang

infektif.Penyembuhan pada lesi bronkial dan segmental walaupun jarang

tanpa sekuele namun sering mendahului terjadinya berbagai kombinasi

seperti bronkostenosis, bronkiektasis dan fibrosis parenkim dengan

kehilangan volume yang banyak serta pembentukan bulla.

b. Pembuluh darah

Penyebaran hematogen dari nodus dapat menyebabkan TB milier atau

lesi yang terisolasi seperti abses pada jaringan lunak. Metastase dari

12

Page 13: TB Atelektasis

nodus dapat mengalami masa dorman selama beberapa tahun dan akan

menjadi aktif, sebagian dapat berupa TB tulang atau TB renal.

c. Perikardium

Erosi pada nodus ke perikardium dapat menyebabkan perikarditis.

d. Pleura

Erosi pada pleura karena sebuah nodus merupakan satu dari beberapa

mekanisme terjadinya efusi pleura pada TB primer.

Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah paresis n.phrenicus, n.recurrent

laryngeus dan obstruksi v.cava superior serta pambentukan fistula. 8

Gambar 5. Gambaran Limfadenopati Perihiler

4. Efusi pleura

Efusi pleura adalah manifestasi yang sering dijumpai pada anak- anak,

dimana kejadiannya menyerang parenkim paru dan pada remaja yang

diisolasi lebih sering terjadi. Pada bentuk kronis, akumulasi terjadi dengan

pelan dan tanpa nyeri, sehingga efusi nampak lebih luas. Efusi biasanya

terjadi unilateral kecuali bila efusi merupakan komplikasi dari tuberkulosis

milier. Penegakan diagnosa paling tepat dengan biopsi pleura dan kultur.

Prognosis untuk jangka pendek bagus meskipun tanpa terapi akan

memberikan hasil yang bersih, tapi pada 30 – 50 % kasus tuberkulosis post

primer harus diawasi selama 2 tahun. Gejala sisa dari pleura biasanya tidak

13

Page 14: TB Atelektasis

terjadi. Penebalan dan pengapuran lebih sering terjadi pada tuberkulosis

empyema. 8

Gambar 6. Gambaran Efusi Pleura

5. Tuberkulosis Milier

Walaupun biasanya merupakan manifestasi penyakit primer, tuberkulosis

sekarang sering terlihat sebagai proses post primer pada pada pasien usia

lanjut. Pada awalnya gambaran thoraks mungkin normal sebelun terbentuk

nodul multipel kecil- kecil(±1mm) yang menyebar dikedua lapangan paru.

Sebaliknya pada tuberkulosis primer lain mungkin bisa terdapat nodus besar

tapi jarang terjadi. Dengan terapi nodul dapat hilang tapi perlu waktu

sampai beberapa bulan tanpa memberikan gejala sisa.12

Gambar 7. Gambaran TB Milier

14

Page 15: TB Atelektasis

Prosedur diagnostik tuberkulosis paru di atas dapat dirangkum dalam bagan

diagnosis TB paru sebagai berikut.

Gambar 8. Diagnosis TB

2.1.7 Penatalaksanaan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah

terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:7

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam

jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan

gunakan OAT tunggal(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis

Tetap (OAT-KDT) lebihmenguntungkan dan sangat dianjurkan.

15

Page 16: TB Atelektasis

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan

langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas

Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

o Tahap awal (intensif)

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari

dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah

terjadinya resistensi obat.

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara

tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular

dalam kurun waktu 2 minggu.

Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA

negatif (konversi) dalam 2 bulan.

o Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih

sedikit, namun dalam jangkawaktu yang lebih lama.

Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister

sehingga mencegahterjadinya kekambuhan.

Tabel 1. Jenis OAT

16

Page 17: TB Atelektasis

2.1.8 Pemantauan Kemajuan Pengobatan

Dilihat dari :

a. Keluhan

Dari anamnesis pada pasien dapat diketahui perbandingan keluhan saat

sebelum dan sesudah pengobatan.

b. Pemeriksaan fisik

Dari pemeriksaan fisik sebelum dan sesudah pengobatan, dapat

ditemukan adanya perbaikan atau tidak.

c. Laboratorium

Pada hasil laboratorium sesudah dan sebelum pengobatan, dapat

diketahui adanya perbaikan atau tidak.

d. Radiologi

Secara radiologi dilihat 2 – 6 bulan pasca terapi

2.2 ATELEKTASIS PARU

2.2.1 Definisi

Atelektasis berasal dari bahasa Yunani “ateles” dan “ektasis” yang berarti

ekpansi inkomplit. Atelektasis didefinisikan sebagai berkurangnya volume dari

sebagian paru atau seluruh paru, terjadi hambatan berkembang secara sempurna

sehingga aerasi paru berkurang, atau sama sekali tidak terisi udara.. Atelektasis

pulmonal merupakan salah satu kelainan yang banyak ditemukan pada

pemeriksaan radiologi thorak. Mengenali kelainan yang berhubungan dengan

atelektasis pada gambaran x foto thoraks sangat penting untuk memahami

patologi yang mendasari. 13,15

2.2.2 Klasifikasi

Atelekstasis secara penyebab fisiologis dibagi menjadi atelektasis obstruksi

dan nonobstruksi. 13,15

a. Atelektasis obstruksi

Merupakan tipe yang paling banyak terjadi dan merupakan hasil reabsorpsi

udara di alveoli jika terjadi obstruksi antara alveoli dan trakea. Obstruksi dapat

17

Page 18: TB Atelektasis

terjadi pada bronkus utama ataupun cabang bronkus. Penyebab atelektasis

obstruksi misalnya benda asing, tumor, dan sumbatan mukus. Tingkat

progresifitasnya tergantung dari beberapa faktor, termasuk adanya hubungan

kolateral dan komposisi udara yang terhirup. Obstruksi bronkus lobaris

memungkinkan terjadinya atelektasis lobaris. Obstruksi segmen bronkus

menyebabkan atelektasis segmentalis. Karena adanya kolateral antara lobus

ataupun segmen, pola atelektasis sering tergantung pada aliran kolateral, yang

didukung oleh pores of Kohn dan canalis Lambert.

Setelah terjadi obstruksi bronkus, aliran darah mengabsorbsi udara di alveoli

perifer menyebabkan terjadinya retraksi paru dan kondisi tanpa udara selama

beberapa jam. Pada fase awal, perfusi darah pada paru yang tak terisi udara

menyebabkan adanya ketidakseimbangan perfusi – ventilasi dan hipoksemia

arteri. Mungkin terjadi pengisian alveolar space dengan sekret dan jaringan, yang

dapat mencegah kolaps komplit paru yang atelektasis. Jaringan sekitar paru yang

tidak terlibat mengalami distensi dan menggantikan struktur yang rusak. Jantung

dan mediastinum bergeser ke arah paru yang mengalami atelektasis, diafragma

bergeser ke kranial dan rongga dada mendatar. Jika obstruksi berhasil

dihilangkan,bisa terjadi infeksi sebagai komplikasi pasca obstruksi dan paru bisa

kembali pada bentuk normal. Jika obstruksi menetap dan timbul infeksi, timbul

fibrosis pada paru dan paru menjadi bronkiektasis.

b. Atelektasis nonobstruksi

Disebabkan oleh hilangnya kontak antara pleura visceral dan parietal,

kompresi, hilangnya surfaktan, dan penggantian jaringan parenkim oleh infiltrat.

Di bawah ini adalah beberapa contoh dari atelektasis nonobstruksi.

Atelektasis pasif terjadi pada efusi pleura atau pneumothoraks yang

menghilangkan kontak antara pleura visceral dan parietal. Kolapsnya lobus

medius dan inferior disebabkan efusi pleura. Jika lobus superior yang kolaps

disebabkan oleh pneumothoraks.

Atelektasis kompresi terjadi jika ada massa thorak yang menekan paru dan

mendesak udara keluar dari alveoli. Mekanismenya mirip dengan atelektasis pasif.

18

Page 19: TB Atelektasis

Atelektasis adesiva merupakan akibat dari kekurangan surfactan. Surfaktan

memiliki fosfolipid dipalmitoil fosfatidilkoline yang normalnya berfungsi untuk

mereduksi tegangan permukaan alveolis sehingga mengurangi kecenderungan

terjadinya kolaps pada struktur paru. Berkurangnya produksi atau tidak

berfungsinya surfaktan menyebabkan alveoli menjadi tidak berfungsi dan kolaps,

yang dapat terjadi pada kasus “acute respiratory distress syndrome (ARDS)”,

pneumonitis radiasi, dan blunt trauma paru sehingga menyebabkan alveoli tidak

stabil dan kolaps.

Atelektasis sikatrik merupakan hasil dari beberapa atau sejumlah besar

parenkim yang mengalami sikatrik yang biasanya disebabkan oleh penyakit

granulomatosa atau necrotizing pneumonia. Replacement atelektasis terjadi jika

seluruh alveoli dipenuhi dengan massa tumor , contoh bronchioalveolar cell

carcinoma, yang mengakibatkan berkurangnya volume paru.

Beberapa jenis atelektasis lainnya adalah sebagai berikut:15

Sindrom lobus medius kanan

Kelainan atelektasis yang rekuren ataupun menetap yang melibatkan lobus

medius kanan ataupun lingula. Dapat disebabkan oleh ekstraluminal (kompresi

bronkial yang dikelilingi nodus limfatikus) atau obstruksi intraluminal bronkial.

Dapat terjadi bronkus lobaris patent tanpa obstruksi yang dapat diidentifikasi.

Proses inflamasi dan defek pada anatomi bronkus dan aliran kolateral merupakan

penyebab nonobstruksi sindrom lobus medius.

Sindroma lobus medius ( atelektasis rekuren dan / atau bronkiektasis pada

lobus medius kanan dan / atau lingula ) dilaporkan sebagai manifestasi primer dari

Sjorgen syndrome. Biopsi transbronchial menyebabkan bronkiolitis limfositik

pada lobus yang atelektasis. Atelektasis berespon baik pada terapi glukokortikoid.

Rounded atelektasis

Tampak jaringan paru yang mengalami atelektasis dipenuhi jaringan fibrous

dan menempel pada pleura visceral. Insidensinya sangat tinggi pada pekerja asbes

dan menyebabkan pleuritis. Biasanya tampak pada pasien usia 60 tahun ke atas.

Platelike atelectasis

19

Page 20: TB Atelektasis

Disebut juga atelektasis discoid atau subsegmental. Tipe ini yang lebih

sering dilihat pada x- foto thoraks. Mungkin terjadi akibat obstruksi cabang

bronkus dan terjadi keadaan hipoventilasi, emboli pulmo, atau infeksi traktus

respiratori bawah. Area kecil dari atelektasis terjadi karena ventilasi yang

inadekuat dan abnormalitas surfaktan yang terbentuk akibat hipoksia, iskemik,

hiperoksia, dan paparan terhadap toksin tertentu. Abnormalitas pertukaran gas

yang ringan – berat terjadi karena ketidakseimbangan perfusi – ventilasi dan

intrapulmonary shunt.

Atelektasis postoperatif

Merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien post operasi daerah

thoraks dan abdomen bagian atas. General anestesi dan manipulasi bedah

menyebabkan atelektasis dengan adanya disfungsi diafragma dan berkurangnya

aktifitas surfaktan. Atelektasis yang terjadi tipe basiler dan segmental.

2.2.3 Prosedur Diagnostik 13,15

a. Gejala dan Tanda15

Gejala dan tanda ditentukan oleh oklusi bronkial yang terjadi, luas lapangan

paru yang terkena, serta ada tidaknya komplikasi infeksi. Oklusi bronkial yang

cepat dengan sebagian besar area paru kolaps menyebabkan nyeri pada sisi yang

terkena, dispneu akut, dan sianosis. Hipotensi, takikardia, demam, dan syok juga

dapat terjadi. Perkembangan atelektasis yang lambat mungkinterjadi secara

asimtomatik atau hanya menyebabkan gejala ringan. Sindrom lobus tengah sering

asimtomatik, meskipun iritasi pada bronkus kanan tengah dan atas dapat

menyebabkan batuk nonproduktif yang parah.

Dari pemeriksaan fisik, ditemukan kepekakana pada perkusi di daerah dada

yang terkena dan berkurang atau hilangnya suara pernapasan. Stem fremittus di

daerah ini berkurang atau tidak ada. Trakea dan jantung menyimpang ke sisi yang

terkena.

Penyebab utama dari atelektasis akut atau kronis adalah obstruksi bronkus

akibat benda asing, endobronchial tumor, serta tumor, kelenjar getah bening, atau

aneurisma yang menekan bronkus dan distorsi bronkial. Kompresi paru eksternal

20

Page 21: TB Atelektasis

oleh cairan pleural atau udara (misalnya, efusi pleura, pneumotoraks) juga dapat

menyebabkan atelektasis. Kelainan produksi surfaktan yang mengakibatkan

ketidakstabilan alveolar dapat menyebabkan atelektasis. Kelainan ini biasanya

terjadi dengan toksisitas oksigen dan distres respirasi.

Atelektasis resorptive disebabkan oleh hal-hal berikut:

Karsinoma bronkhogenik

Bronkial obstruksi dari metastasis neoplasma (misalnya, adenokarsinoma

payudara atau tiroid, hypernephroma, melanoma)

Inflamasi (misalnya, tuberkulosis, infeksi jamur)

Aspirasi benda asing

Malposisi endotrakeal tube

Kompresi saluran napas oleh neoplasma, limfadenopati, aneurisma aorta,

atau pembesaran jantung

Atelektasis relaksasi disebabkan oleh hal-hal berikut:

Efusi pleura

Pneumotoraks

Bula emphysematous yang besar

Atelektasis kompresi disebabkan oleh hal-hal berikut:

Massa dinding dada, pleura, atau intraparenkim

Efusi pleura yang terlokalisasi

Atelektasis Adhesive disebabkan oleh hal-hal berikut:

hialin membran disease

distres respirasi

Asap inhalasi

operasi jantung bypass

Uremia

21

Page 22: TB Atelektasis

Pembentukan jaringan sikatrik pada atelektasis disebabkan oleh hal-hal

berikut:

Idiopathic pulmonary fibrosis

TBC kronis

Infeksi jamur

Berikut ini merupakan kelainan-kelainan yang harus dibedakan dari

atelektasis:15

Karsinoma bronkogenik, yang mungkin menyertai atelektasis, harus

disingkirkan pada pasien yang lebih tua dari 35 tahun.

Pneumotoraks spontan menghasilkan temuan klinis yang mirip dengan

atelektasis, tetapi selama pemeriksaan fisik didapatkan perkusi yang

hipersonor, jantung dan mediastinum didorong ke sisi yang berlawanan.

Efusi pleura masif dapat menyebabkan dyspnea, sianosis, kelemahan,

kebodohan atas hemithorax, dan suara napas tidak ada. Namun, jantung dan

mediastinum yang menyimpang jauh dari daerah yang terlibat.

b. Pemeriksaan Laboratorium 15

Atelektasis yang memiliki ukuran signifikan menyebabkan terjadinya

hipoksemia, yang dapat dideteksi dari analisa gas darah arterial. Kadar PaCO2

biasanya normal atau rendah.

c. Pemeriksaan Radiologi 13,15

Pemeriksaan X foto thorak dan CT scan menunjukkan tanda langsung dan

tanda tidak langsung dari lobus yang kolaps.

Tanda langsung kolapasnya lobus berupa pergeseran fisura dan opasifikasi

dari lobus yang kolaps. Pada atelektasis terjadi pengurangan volume bagian paru,

baik lobaris, segmental, atau seluruh paru, akibatnya terjadi pengurangan aerasi

sehingga memberikan bayangan dengan densitas yang lebih tinggi.

Tanda tidak langsung berupa bergesernya hilus, pergeseran mediatinum

menuju sisi lesi, pengurangan vulume hemithorak ipsilateral, elevasi diafragma

22

Page 23: TB Atelektasis

ipsilateral, sela iga menyempit, hiperlusensi kompensatorik pada lobus sehat, dan

tanda siluet diafragma atau batas jantung.

Atelektasis komplit pada seluruh lapangan paru menunjukkan gambaran

opasifikasi pada seluruh hemithorak dan pergeseran mediastinum ipsilateral.

Adanya pergeseran mediastinum membedakan atelektasis dari efusi plura masif.

Gambar 9. Atelektasis komplit pada paru kiri

Atelektasis lobus kanan atas memberikan gambaran densitas tinggi dengan

elevasi hilus kanan dan tanda penarikan fisura minor ke atas. Fisura minor

biasanya berbentuk konveks pada bagian superior, namun dapat pula berbentuk

konkaf karena adanya massa sehingga memberikan gambaran Golden S sign

(Gambar 10). Selain itu, dapat pula terjadi tenting pada puncak pleura

diafragmatik jukstafrenikus. Pada CT scan, kolaps lobus kanan atas tampak

sebagai opasitas pada paratrakea kanan dan fisura minor tampak konkaf pada

bagian lateral. Terkadang dijumpai kolaps lobus kanan atas bagian lateral

sehingga menyerupai gambaran loculated efusi pleura.

Gambar 10. Atelektasis lobus kanan atas dengan Golden S sign

23

Page 24: TB Atelektasis

Atelektasis lobaris kanan tengah eering disebabkan oleh peradangan

bronkus, atau penekanan bronkus oleh kelenjar getah bening yang membesar.

Atelektasis pada lobus kanan tengah menyebabkan batas kanan jantung kabur

pada proyeksi PA. Terkadang dapat terlihat opasitas berbentuk segitiga yang

superposisi dengan jantung pada proyeksi lateral, akibat pergeseran fisura mayor

ke atas dan fisura minor ke bawah (Gambar 12).

Gambar 12. Atelektasis lobus kanan tengah proyeksi PA dan lateral

Atelektasis lobaris kanan bawah memberikan gambaran fisura mayor yang

biasanya tidak terlihat. Struktur mediastinum bagian atas tertarik ke kanan, dan

bayangan sepertiga posteror hemidiafragma kanan menjadi tidak jelas.

Gambar 13. Atelektasis lobus kanan bawah

24

Page 25: TB Atelektasis

Atelektasis lobus kiri atas memberikan gambaran opasitas pada hemithotak

kiri atas, yang mengaburkan batas kiri jantung. Lobus yang kolaps bergeser ke

anterior dan ke superior. Pada proyeksi lateral, fisura mayor bergeser ke anterior

dan lobus kanan atas yang mengalami hiperekspansi tampak melewati garis

tengah.

Gambar 14. Atelektasis lobus kiri atas

Atelektasis lobus kiri bawah opasitas retrokardial yang meningkat

memberikan tanda siluet (+) untuk arteri pulmonalis lobus kiri dan hemidiafragma

kiri. Terjadi pergeseran hilus ke bawah, pendataran pinggang jantung akibat rotasi

jantung, mediastinum superior dapat bergeser dan mengaburkan bayangan arcus

aorta. Pada proyeksi lateral, bayangan sepertiga posterior hemidiafragma kiri tidak

jelas.

Gambar 15. Atelektasis lobus kiri bawah

25

Page 26: TB Atelektasis

Atelektasis segmental sulit terlihat dari foto toraks proyeksi PA,

memerlukan proyeksi lain seperti lateral atau oblik, untuk melihat bagian yang

terselubung dengan penarikan fissura interlobaris.

Atelektasis lobularis/ plate like terjadi bila terdapat penyumbatan pada

bronkus kecil untuk sebagian segmen paru, sehingga terbentuk bayangan

horizontal tipis, biasanya di lapangan bawah paru yang sering sulit dibedakan

dengan proses fibrosis.

2.2.4 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan atelektasis tergantung pada penyebab dari atelektasis

tersebut. Untuk atelektasis posoperatif, pencegahan merupakan tindakan terbaik

yang dapat dilakukan, selain pemberian oksigen adekuat dan reekspansi segmen

paru. Jika dari hasil pemeriksaan sputum atau sekresi bronkus dijumpai patogen

spesifik, maka pemberian antibiotik merupakan penanganan utama.15

Penanganan yang dapat dilakukan:8,15

1. Berbaring pada sisi paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena

kembali bisa mengembang

2. Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun

prosedur lainnya

3. Latihan menarik nafas dalam (spirometri insentif)

4. Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak

5. Postural drainase

6. Antibiotik diberikan untuk semua infeksi

7. Pengobatan tumor atau keadaan lainnya.

8. Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang,

menyulitkan atau menyebabkan perdarahan, maka perlu dilakukan

reseksi segmental atau lobektomi.

Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang

mengalami atelektasis akan kembali mengembang, dengan atau tanpa

pembentukan jaringan parut ataupun kerusakan lainnya.8 

26

Page 27: TB Atelektasis

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

Nama : Ny. S

Umur : 80 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl.Plamongan ,Semarang

MRS : 26 September 2012

3.2 Data Dasar

A. Anamnesis

Keluhan Utama : batuk

Riwayat Penyakit Sekarang : Sejak 55 tahun yang lalu, pasien menderita batuk lama. Batuk disertai dahak dan

bercampur sedikit darah. Batuk ngekel terus menerus. Batuk dirasakan

mengganggu aktivitas. Batuk dirasakan bertambah berat jika pasien kelelahan.

Terkadang pasien merasakan sesak jika udara dingin dengan suara mengi (+).

Demam (-), keluar keringat pada malam hari (+), penurunan berat badan (+).

Pasien sudah memeriksakan diri ke puskesmas dan diberi obat batuk cair. Namun,

keluhan dirasakan tidak membaik. Pasien memeriksakan diri ke RS dan teratur

berobat sejak ± 20 tahun yang lalu. Pasien juga telah menjalani pemeriksaan

dahak beberapa kali, namun hasilnya negatif.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat menderita batuk lama (+)

Riwayat mendapatkan pengobatan untuk batuk lama (+)

Riwayat tekanan darah tinggi (+)

Riwayat asma (+), serangan timbul pada saat udara dingin.

Riwayat kencing manis disangkal

27

Page 28: TB Atelektasis

Riwayat Penyakit Keluarga :

Suami penderita meninggal karena kista di ginjal, batuk lama dan tekanan

darah tinggi.

Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit seperti ini

Riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, asma, dan keganasan pada

keluarga disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien memiliki 3 orang anak yang sudah mandiri. Suami pasien sudah

meninggal. Pasien tinggal dengan salah seorang anaknya. Pasien sudah tidak

bekerja. Biaya pengobatan ditanggung ASKES.

Kesan : sosial ekonomi cukup.

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 1 Oktober 2012

Keadaan umum : sadar (GCS 15, E4M6V5)

Tanda Vital : TD : 170/90 mmHg RR : 20x/mnt

N : 76 x/menit, reg, i/t cukup t : afebris

Mata : konjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-)

Hidung : napas cuping (-), epistaksis (-)

Mulut : bibir sianosis (-)

Leher : pembesaran nnll (-), kaku kuduk (-)

Dada : simetris, statis, dinamis, retraksi suprasternal, intercostal, dan

epigastrial (-)

Cor : IC teraba di SIC V 2 cm medial LMCS, bunyi jantung I – II

normal, bising (-), gallop (-)

Pulmo :

Inspeksi : simetris, statis, dinamis,

retraksi suprasternal, intercostal, dan epigastrial (-)

Palpasi : stem fremitus kiri > kanan

28

Page 29: TB Atelektasis

Depan Belakang

RBK

Perkusi : redup pada lapangan atas paru kiri, sonor pada lapangan

paru kanan

Auskultasi : SD vesikuler (+/+) , ST ronkhi basah kasar (+/+) di kedua

lapangan basal paru kanan dan seluruh lapangan paru kiri

Abdomen : datar, supel, BU (+) N

Hepar : tak teraba

Lien : S0

Ekstremitas Superior Inferior

Akral dingin - -

Sianosis - -

Cap. Refill <2” <2”

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologis

a. Pemeriksaan x-foto thorax PA dan lateral

29

Page 30: TB Atelektasis

Cor : CTR tidak dievaluasi, posisi jantung tampak bergeser ke lateral kiri

Retrosternal space dan retrokardial space tak tampak menyempit

Pulmo : Corakan vaskuler meningkat.

Tampak bercak pada lapangan atas paru kiri disertai garis fibrotik dan

multiple cavitas.

Tampak opasitas pada lapangan atas bagian medial (paratrakea) paru kiri

disertai penarikan trakhea dan mediastinum ke kiri.

Hemidiafragma kanan setinggi kosta 10 posterior

Sinus kostofrenikus kanan lancip, kiri superposisi dengan bayangan jantung

Kesan:

Posisi jantung tampak bergeser ke lateral kiri

Gambaran TB paru lama aktif disertai atelektasis dan multiple cavitas

3.3 Diagnosis

TB paru lama aktif dengan atelektasis paru kiri

3.4 Penatalaksanaan

- Istirahat

- Usul pemeriksaan BTA

- Cefadroxil 2x500mg

- Ambroxol 3x30mg

- OBH 3x1

30

Page 31: TB Atelektasis

BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang perempuan berumur 80 tahun dengan keluhan utama batuk lama

disertai dahak bercampur darah sejak ±55 tahun yang lalu. Keluhan memberat

terutama saat kelelahan. Pasien mengeluh sesak nafas saat udara dingin, sesak

disertai suara mengi. Pasien berobat ke puskesmas diberi obat batuk cair namun

keluhan tidak membaik. Pasien kemudian berobat ke RS dan teratur menjalani

pengobatan selama 20 tahun terakhir. Pasien menjalani beberapa kali pemeriksaan

sputum, namun hasilnya negatif. Terdapat riwayat batuk lama, penurunan berat

badan dan keringat malam hari. Tidak ada riwayat pengobatan TB paru

sebelumnya. Suami pasien menderita batuk lama.

Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan adanya stem fremitus kiri lebih

dari kanan, pada perkusi terdapat redup pada lapangan paru atas, pada

pemeriksaan auskultasi terdapat suara tambahan ronkhi basah kasar di seluruh

lapangan paru kiri dan basal lapangan paru kanan.

Pemeriksaan x-foto thorax proyeksi PA dan lateral menunjukkan

peningkatan corakan vaskuler paru kanan-kiri, tampak bercak pada lapangan atas

paru kiri dan multiple cavitas yang mendukung adanya proses aktif dari TB paru.

Selain itu terdapat garis fibrotik yang menunjukkan kelainan tersebut berjalan

lama dan sudah pernah mengalami proses tenang. Tampak opasitas pada lapangan

atas bagian medial (paratrakea) paru kiri disertai penarikan trakhea dan

mediastinum ke kiri. Hal ini menunjukkan gambaran atelektasis lobus atas paru

kiri. Dari gambaran tersebut diatas menunjukkan kesan gambaran TB paru lama

aktif disertai atelektasis dan multiple cavitas. Namun diagnosis pasti TB dari

pasien ini belum dapat ditegakkan, karena hasil pemeriksaan mikroskopis sputum

menunjukkan hasil negatif.

Saat ini pasien mendapatkan terapi cefadroxil 2x500mg, ambroxol

3x30mg, OBH 3x1 dan diusulkan pemeriksaan BTA ulang.

31

Page 32: TB Atelektasis

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Indonesian Tuberculosis Profile. Diunduh dari:

http//:www.who.int/tb/data. 2010.

2. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2006

3. Fauci AS, Kasper DL, et al. Tuberkulosis. Harrison’s: Principal of Internal

Medicine, 17thed. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008

4. Palomino, J. Tuberculosis 2007 from basic science to patient care. Diunduh

dari: http://www.TuberculosisTextbook.com. 2007

5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi ke-2. Jakarta: Depkes RI. 2006

6. Sutton, David. Textbook Book Of Radiology and Medical Imaging. Churchill

Livingstone Vol I, 1785-1786.

7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2. 2006. Avalable form :

http://tbindonesia.or.id/pdf/BUKU_PEDOMAN_NASIONAL.pdf

8. Rachmatullah P. Seri Ilmu Penyakit Dalam, Buku ajar: Ilmu Penyakit Paru

(Pulmonologi). Semarang: BP UNDIP. 1997

9. Soeparman, Waspadji S. Tuberkulosis Paru Dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid

II. Jakarta: PB FKUKI. 1990

10. Tjenol, P. Naskah Lengkap Simposium Penatalaksanaaan TBC Masa Kini.

Semarang: BP UNDIP. 1989

11. Grainger RG, Allison J. Diagnostic Radiology, a textbook of medical

imaging. Second edition. Vol.2. Churchil Livingstone. 1992

12. Mansjoer, A. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2 ed.3. Jakarta: Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000

13. Rasad Sjahriar, Kartoleksono-Sukonto. Radiologi Diagnostik. Jakarta: FK UI.

2000

14. Medison, Irvan. Tuberkulosis Paru. Available from: http://www.parupadang.

com/unduh/Kuliah_TB_Paru.pdf

15. Madappa, Tarun. Atelectasis. 2008. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/296468 (Updated 30 Maret 2012)

32