tauhid perspektif imam muhammad bin abdul wahhab

27
Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab I. PENDAHULUAN ISLAM; agama yang paripurna dan sempurna. Sebagai agama paripurna dan sempurna karena menjaga ajaran yang telah disampaikan oleh Nabi dan rasul sebelumnya. Kesempurnaan agama Islam terletak pada senantiasa terjaganya ajaran Tauhid (ke-Esa-an Allah). Sebagai bukti penjagaan agama ini adalah Allah menciptakan ulama pada setiap masa sesuai kehendak-Nya. Hal ini dalam rangka menjaga agama, menghidupkan sunnah dan membimbing manusia kepada jalan yang lurus. Dalam sebuah hadits Nabi bersabda, "Akan senantiasa ada dari ummatku sekelompok orang yang tampil dalam membela kebenaran. Mereka tidak membahayakan orang-orang yang menghinakan mereka sampai datang urusan Allah sementara mereka tetap dalam pendirian mereka"(HR. Muslim). Sejarah telah mencatat, di setiap masa yang dilalui umat Islam, banyak tokoh-tokoh Islam yang muncul dan hadir memberikan kontribusinya pada perkembangan Islam di masanya, dengan tetap berpegang 1

Upload: deontologische

Post on 31-Jul-2015

149 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab

Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab

I. PENDAHULUAN

ISLAM; agama yang paripurna dan sempurna. Sebagai agama paripurna

dan sempurna karena menjaga ajaran yang telah disampaikan oleh Nabi dan rasul

sebelumnya. Kesempurnaan agama Islam terletak pada senantiasa terjaganya

ajaran Tauhid (ke-Esa-an Allah). Sebagai bukti penjagaan agama ini adalah Allah

menciptakan ulama pada setiap masa sesuai kehendak-Nya. Hal ini dalam rangka

menjaga agama, menghidupkan sunnah dan membimbing manusia kepada jalan

yang lurus. Dalam sebuah hadits Nabi bersabda, "Akan senantiasa ada dari

ummatku sekelompok orang yang tampil dalam membela kebenaran. Mereka

tidak membahayakan orang-orang yang menghinakan mereka sampai datang

urusan Allah sementara mereka tetap dalam pendirian mereka"(HR. Muslim).

Sejarah telah mencatat, di setiap masa yang dilalui umat Islam, banyak

tokoh-tokoh Islam yang muncul dan hadir memberikan kontribusinya pada

perkembangan Islam di masanya, dengan tetap berpegang teguh pada al-Qur’an

dan Sunnah Rasulullah SAW. Salah satunya adalah Muhammad bin Abdul

Wahab, seorang ulama abad ke-18 yang berda’wah mengembalikan Islam kepada

citranya yang asli, yaitu al-Qur'an dan Sunnah. Meskipun Muhammad bin Abdul

Wahab telah wafat sekitar tiga abad yang lalu, namun kisah dan ajarannya masih

menjadi kontroversi hingga kini. Tapi satu hal yang pasti, kontroversi yang

menyelimuti seseorang bukanlah tolak ukur yang ilmiah untuk menyimpulkan

keburukan atau kebaikan seseorang tokoh. Untuk itu, melihat sosok Muhamad bin

1

Page 2: Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab

Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab

Abdul Wahab harus dengan paradigma ilmiah, bukan dengan paradigma

kontroversi yang berujung kepada relativisme (penilaian yang subyektif).

Dalam makalah ini, penulis akan memaparkan secara sederhana tentang

Tauhid dalam perspektif Imam Muhammad bin Abdul Wahhab. Sudah barang

tentu dengan kesederhanaan makalah ini tidak akan bisa menangkap dengan pasti

pandangan Muhammad Ibn Abdul Wahhab tentang ajaran tauhid, sehingga tidak

lebih menjadikan kontroversi akan tetapi lebih mencoba meng-apresiasi

pandangan beliau pada penjagaan ajaran Islam.

II. RUMUSAN MASALAH

Dalam makalah ini akan dirumuskan pembahasan makalah sebagai berikut ;

A. Tauhid; Pengertian, Pembagaian serta Kedudukan Tauhid dalam Islam

B. Muhammad Ibn Abdul Wahab, Biografi, Ajaran dan Pemikirannya

C. Analisis dan Kesimpulan

III.PEMBAHASAN

A. TAUHID

1. Pengertian Tauhid

Tauhid, secara bahasa berasal dari kata "wahhada–yuwahhidu-tauhidan"

yang artinya menjadikan sesuatu satu/ esa.1 Sedangkan secara istilah syar'i, tauhid

berarti mengesakan Allah dalam hal mencipta, menguasai, mengatur dan meng-

ikhlaskan (memurnikan) peribadahan hanya kepada-Nya, meninggalkan

penyembahan kepada selain-Nya serta menetapkan Asma'ul Husna (nama-nama

1

1Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1996, hlm.12

Page 3: Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab

Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab

yang Bagus) dan Shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang Tinggi) dan mensucikan-Nya dari

kekurangan dan cacat. Tauhid adalah konsep dalam aqidah Islam yang

menyatakan ke-Esa-an Allah.2

Dalam kitab Ar-Risalah At-Tauhid karangan syekh Muhammad Abduh,

beliau memberi definisi bahwa asal makna tauhid ialah meyakinkan (meng-

I’tikad-kan) bahwa Allah satu, tidak ada syarikat bagi-Nya. Dengan menetapkan

sifat wahdah (satu) bagi Allah dalam dzat dan dalam perbuatan-Nya, yang

Menciptakan alam seluruhnya dan pula tempat kembali segala alam ini dengan

segala penghabisan pujian.3

2. Pembagian Tauhid

Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari

kalimat syahadat yang telah diikrarkan oleh seorang mu’mim. Untuk hal itulah

kita perlu memahami pembagian tauhid.

Tauhid dibagi menjadi 3 macam, yakni tauhid Rububiyah, Uluhiyah dan

Asma wa Shifat4 ;

a. Tauhid Rububiyah, yaitu meng-Esakan Allah dalam hal perbuatan-

perbuatan Allah, dengan meyakini bahwasannya, Dia adalah satu-satu-Nya

Pencipta seluruh makhluk. Sebagaimana Allah berfirman :

2

Abu Sindi, http://sahab.net. Akses 17 September 2009.3 Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, (terj. Firdaus AN), Jakarta, Penerbit Bulan Bintang, 1979,

hlm.36.4 Zainuddin, 1996, Op. cit., hlm.37.

3

Page 4: Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab

Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab

Artinya : "… Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-

lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa". (QS. Ar-Ra'd [13] : 16)

Dengan tauhid Rububiyah manusia beriman bahwa, Allah adalah Rabb

yang Memiliki, Merencanakan, Menciptakan, Mengatur, Memelihara, Memberi

Rezeki, Memberikan Manfaat, Menolak Madharat serta Menjaga seluruh alam

semesta. Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang-pun

yang mengingkarinya. Adapun Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti

kaum atheis5, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya

karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka mengakui

bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan

mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini

sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surah Ath-Thur [52] ayat 35-36 ;

Artinya : Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka

yang menciptakan (diri mereka sendiri)?(35). Ataukah mereka Telah

menciptakan langit dan bumi itu?; Sebenarnya mereka tidak meyakini

(apa yang mereka katakan).(36) (QS. Ath-Thur [52]: 35-36)

Pengakuan seseorang terhadap tauhid Rububiyah ini tidaklah secara

otomatis menjadikan seseorang beragama Islam (muslim) karena sesungguhnya

orang-orang musyrikin juga mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana

firman Allah dalam surah Al-Mu’minun ayat 86-89;

5

Atheis adalah suatu aliran /faham yang tidak mengakui adanya Tuhan4

Page 5: Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab

Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab

Artinya “Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan

Yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan

Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah:

‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu

sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya,

jika kamu mengetahui? Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah’

Katakanlah: Maka dari jalan manakah kamu ditipu?” (QS.Al-

Mu’minun[23] : 86-89).

b. Tauhid Uluhiyah/ Ibadah yaitu beriman bahwa hanya Allah semata yang

berhak disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Sebagaimana Firman Allah

dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 18 berikut ;

Artinya : "Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak

disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang

orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan (yang

berhak disembah) selain Dia yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana"

(QS. Ali Imran [3] : 18).

Beriman terhadap Uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari

keimanan terhadap Rububiyah-Nya. Mengesakan Allah dalam segala macam

ibadah yang kita lakukan, seperti shalat, doa, tawakkal, taubat, dan berbagai

macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua

ibadah itu hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah

para rasul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin.

5

Page 6: Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab

Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab

c. Tauhid Asma wa Shifat, yaitu beriman bahwa Allah memiliki nama dan

sifat baik (asma'ul husna) yang sesuai dengan ke-Agungan-Nya. Dalam

pengertian lain Tauhid Al-Asma' wa Shifat yaitu mengesakan Allah dalam

nama-nama dan sifat-sifat yang baik bagi-Nya, tanpa Tahrif

(menyelewengkan makna), Ta'thil (mengingkari), Takyif

(mempertanyakan/ menggambarkan bagaimana-Nya) dan Tamtsil

(menyerupakan dengan makhluk).

Dari pembagian ketiga macam tauhid itu, dapat dipahami bahwa

ketiganya adalah satu-kesatuan yang utuh dan saling mengikat dan menguatkan,

yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya dalam beribadah kepada

Allah SWT, sebagaimana Allah berfirman :

Artinya : "Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di

antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat

kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia

(yang patut disembah)?" (QS. Maryam [19] : 65)

3. Kedudukan Tauhid dalam Islam

Seorang muslim harus meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam

yang paling agung, dan merupakan hakikat Islam yang sebenarnya. Meng-imani

dan mengamalkan tauhid juga merupakan syarat diterimanya amal perbuatan

(ibadah) disamping harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Sebagaimana

Allah SWT berfirman dalam surah An-Nahl [16] ayat 36 :

6

Page 7: Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab

Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab

Artinya ;"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat

(untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut6 itu" (QS

An- Nahl,[16]: 36)

Pada ayat yang lain juga disebutkan ;

Artinya :"Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa;

tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari

apa yang mereka persekutukan" (QS. At Taubah [9]: 31)

Sebagaimana Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:

"Orang yang mau mentadabburi keadaan alam akan mendapati bahwa sumber

kebaikan di muka bumi ini adalah bertauhid dan beribadah kepada Allah SWT

serta taat kepada Rasulullah SAW. Sebaliknya semua kejelekan di muka bumi ini;

fitnah, musibah, paceklik, dikuasai musuh dan lain-lain. Penyebabnya adalah

menyelisihi Rasulullah SAW dan berdakwah (mengajak) kepada selain Allah SWT.

Orang yang mentadabburi hal ini dengan sebenar-benarnya akan mendapati

kenyataan seperti ini baik dalam dirinya maupun di luar dirinya".7

Karena tauhid adalah merupakan kunci utama nilai keimanan dan

ketaqwaan seseorang, maka setan adalah makhluk yang paling cepat (dalam

usahanya) untuk menghancurkan dan merusaknya. Senantiasa bekerja untuk

6

Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah SWT7

Ibnu Taimiyah, tth.a, Majmu’ Fatawa, Fathul Majid, Juz.15 baris 25.7

Page 8: Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab

Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab

melemahkan dan membahayakan tauhid itu. Setan melakukan hal ini siang-malam

dengan berbagai cara yang diharapkan membuahkan hasil. Jika setan tidak

berhasil menjerumuskan manusia kedalam syirik akbar (menyembah selain

Allah), setan tidak akan putus asa untuk menjerumuskan pada syirik dalam

berbagai perbuatan seperti melakukan amal perbuatan tidak karena Allah (riya’)

dan syirik dalam ucapan, seperti mengatakan sesuatu bisa karena kemampuannya.

Dan jika dengan cara-cara tersebut masih juga belum berhasil maka setan, akan

menjerumuskan manusia kedalam berbagai perbuatan bid'ah dan khurafat.8

B. TAUHID DALAM PEMIKIRAN MUHAMMAD IBN ABDUL WAHAB

1. Biografi Muhammad Ibn Abdul Wahab dan Kecintaannya pada Ilmu

Muhammad bin Abdul Wahab hidup di tengah-tengah keluarga yang

dikenal dengan nama keluarga ‘Musyarraf’ (ahlu Musyarraf)9. Dia dilahirkan di

daerah Uyainah pada tahun 1115 H, terletak di wilayah Yamamah yang masih

bagian dari Nejd. Uyainah berada di arah barat laut dari kota Riyadh yang

berjarak sekitar 70 Km. Ia wafat pada 29 Syawal 1206 H (1793) dalam usia 92

tahun, setelah mengabdikan diri dalam da'wah dan jihad, termasuk memangku

jabatan sebagai menteri penerangan kerajaan Arab Saudi. Dia tumbuh di

lingkungan keluarga yang cinta ilmu. Ayahnya adalah seorang ulama besar negara

yang memegang jabatan peradilan di beberapa daerah. Kakeknya, Syaikh

Sulaiman bin Ali adalah seorang ulama terkemuka dan imam dalam ilmu fiqh juga

8 Ibnu Taimiyah, tth.b, Al-Istighatsah,(terj. Walid bin Abdurrahman), Bandung, Fathul Majid, hlm.293.

9

Ahlu Musyarraf merupakan cabang dari kabilah Tamin. Sedangkan Musyarraf adalah kakeknya yang ke-9 menurut riwayat yang rajah. Dengan demikian nasabnya adalah Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali Ahmad bin Rasyid bin Buraid bin Muhamad bin Buraid bin Musyarraf.

8

Page 9: Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab

Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab

sebagai mufti negara. Di bawah bimbingan kakeknya, lahir sejumlah ulama dan

para murid yang tersebar di seluruh semenanjung Arab. Maka, wajar jika

kemudian lahir seorang keturunan yang faqih dan ‘alim pula.

Muhammad bin Abdul Wahab hafal al-Qur'an sebelum usianya

mencapai sepuluh tahun, ia belajar fiqhi dan hadits dengan ayahnya sendiri, dan

belajar tafsir dari guru-guru diberbagai negeri, terutama di Madinah al-

Munawwarah serta memahami Tauhid dari al-Qur'an dan Sunnah. Sebagaimana

Ibnu Khadamah, seorang ulama Timur Tengah mengatakan, "Muhammad bin

Abdul Wahab telah menerapkan semangat menuntut ilmu sejak usia dini. Dia

memiliki kebiasaan yang sangat berbeda dengan anak-anak seusianya. Dia tidak

suka bermain-main dan melakukan perbuatan yang sia-sia. Karena kecintaannya

pada ilmu sangat tinggi, dan melihat kondisi masyarakatnya yang jauh dari ajaran

Islam yang semestinya, maka Muhammad bin Abdul Wahab melanglan-buana

(rihlah) untuk bisa menimba ilmu dari para ulama. Ia pernah mengatakan di

dalam kitab al-Rasâil al-Syakhsiyyah, yang kemudian dinukil oleh Ibrahim bin

Usman bin Muhammad Al-Farisi di dalam kitab Asyhar Aimmah Da'wah Khilal

al-Qarnayn, “Diketahui bahwasanya penduduk negeriku dan negeri Hijaj yang

mengingkari hari kebangkitan itu lebih banyak jumlahnya dari pada yang

meyakininya, yang mengenal agama lebih sedikit jumlahnya dari pada yang tidak

mengenalnya, yang menyia-nyiakan shalat itu lebih banyak jumlahnya dari pada

yang menjaganya dan yang enggan mengeluarkan zakat itu lebih banyak

jumlahnya dari pada yang mengeluarkannya”

9

Page 10: Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab

Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab

Dikatakan juga bahwa dalam diri Muhammad bin Abdul Wahab terlihat

adanya perpaduan antara karakter ayah dan pamannya. Ia mempunyai ingatan

yang cukup baik dan kecintaan yang luar biasa dalam mencari ilmu, sehingga

tidak jarang ia mendebat ayah dan pamannya dalam berbagai masalah seperti

melakukan diskusi tentang isi kitab al-Syarh al-Kabîr dan kitab al-Mugni wa al-

Inshaf. Ketika berada di Madinah, ia melihat banyak umat Islam disana yang tidak

menjalankan syari'at dan banyak berbuat syirik, seperti perbuatan mengunjungi

makam seorang tokoh agama kemudian memohon sesuatu kepada kuburan dan

penghuninya. Hal ini menurut dia sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang

mengajarkan manusia untuk tidak meminta selain kepada Allah SWT. Hal inilah

yang mendorong Syekh Muhammad bin Abdul Wahab untuk memperdalam ilmu

ketauhidan yang murni (‘aqîdah sahîhah). Ia pun berjanji pada dirinya sendiri

akan berjuang untuk mengembalikan akidah umat Islam sesuai keyakinannya,

yaitu kepada akidah Islam yang murni (Tauhid), jauh dari sifat khurâfat, takhayûl,

atau bid'ah. Untuk itu, ia pun mulai mempelajari berbagai buku yang ditulis para

ulama terdahulu. Lama setelah menetap di Madinah ia pindah ke Basrah. Di sana

ia bermukim lebih lama sehingga banyak ilmu-ilmu yang diperolehnya, terutama

di bidang hadits dan Musthalah-nya, fiqh dan ushl fiqh-nya, serta ilmu gramatika

(ilmu qawâ’id).10

2. Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab tentang Tauhid

10

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, ENSIKLOPEDI ISLAM, (Perpustakaan Nasional RI), jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997, hlm. 234.

10

Page 11: Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab

Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab

Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahhab mempengaruhi dunia Islam

dimasa moderen sejak abad kesembilan belas bahkan masih terasa hingga kini.

Walaupun ia sendiri hidup diabad sebelumnya, tetapi pemikirannya mengilhami

gerakan-gerakan pembaharuan dalam Islam.

Pemikiran keagamaan yang dibawanya difokuskan pada pemurnian

tauhid, oleh karenanya kelompok ini menamakan dirinya sebagai Muwahhidun.

Dan sebutan Wahhabiyah adalah nama yang diberikan kepada kaum itu oleh

lawan-lawannya, karena pemimpinnya bernama Muhammad ibn Abdul Wahhab.

Gerakan mereka pertama kali memang bukan dilapangan politik, tetapi dibidang

keagamaan. Baru setelah adanya kesepakatan antara Muhammad ibn Abdul

Wahhab dengan Muhammad ibn Sa’ud tahun 1744, maka gerakannya berubah

menjadi gerakan politik, tanpa meninggalkan misi asalnya yakni dakwah

pemurnian ajaran Islam.11

Wahabi diambil dari salah satu nama-nama Allah yang paling baik

(Asma’ul Husna). Musuh-musuh tauhid memberi gelar wahabi kepada setiap

muwahhid (yang mengesakan Allah), nisbat kepada Muhammad Bin Abdul

Wahab rahimahullah. Jika mereka jujur, mestinya mereka mengatakan

muhammadi adalah menisbatkan kepada namanya yaitu Muhammad. Betapapun

begitu, ternyata nama wahabi sebagai nisbat kepada al-wahhab yang artinya maha

pemberi.

Nama aliran Wahabiah dihubungkan dengan nama pendirinya, yaitu

Muhammad bin Abdil Wahab (1115-12015 H/1703-1787 M), dan nama tersebut

diberikan oleh lawan-lawannya semasa pendiriannya, yang kemudian dipakai juga

11 Ali Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997, hlm 151.

11

Page 12: Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab

Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab

oleh penulis-penulis Eropa. Nama yang dipakai oleh golongan Wahabiah sendiri

ialah Golongan Muwahhidin (Unitarians) dan metodenya mengikuti Nabi

Muhammad saw. Mereka menganggap dirinya golongan Ahlus sunnah, yang

mengikuti pikiran-pikiran Imam Ahmad bin Hanbal yang ditafsirkan oleh Ibnu

Taimiah.12

Faham Wahabi menyiratkan corak puritanisme Islam, dan gerakan

purifikasi Wahabi ini diterima dan mendapat dukungan kekuatan dari kerajaan

Saudi, sehingga gerakan-gerakannya semakin kuat dan meluas. Dalam

menyebarkan dan memasyarakatkan fahamnya, gerakan Wahabi seringkali

menggunakan cara-cara radikal, sebagai contoh melarang keras kegiatan ziarah

kubur, sehingga meninggalkan konflik dengan para penentangnya, terutama

dengan kelompok Syi’ah. Muhammad Abdul Wahab sendiri dipandang sebagai

salah seorang pembaharu dalam Islam(reformer) bukan karena mengajukan

pemikiran-pemikiran dan interpretasi baru dalam Islam, akan tetapi karena ia

tampil sebagi penyeru yang konsisten, agar masyarakat Islam kembali kepada Al-

Qur’an dan Hadits.

Gerakan Wahabi menolak segala sesuatu yang dilihatnya sebagai

religious innovation (bid’ah), takhayul dan khufarat.13 Pemikiran yang menonjol

yang dilakukan dleh Muhammad ibn Abdul Wahab adalah membersihkan dan

memurnikan Islam dari pengaruh dan praktek-praktek yang dianggapnya

12

A. Hanafi, M.A, Pengantar Teologi Islam, Jakarta, PT. Pustaka Al Husna Baru, 2003, Cet. Ke 8,

hlm. 189.13

. Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam,Yogyakarta,Titian Ilahi Press, 1997, hlm 102.12

Page 13: Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab

Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab

berlawanan dan tidak bersumber dari ajaran Islam ,dalam hal ini meng-Esa-Kan

Allah yang tiada sekutu bagi-Nya (Tauhid).14

Muhammad bin Abdul Wahab berusaha bangkit dengan membawa

dakwah tauhid dan sunnah Nabi. Peristiwa monumental tersebut terjadi pada

pertengahan abad ke-20 H. Demi memikirkan masa depan agama dan ummat,

sang ayah ikut merasa prihatin. Namun, ia menyuruh putranya agar tetap tegar.

Ketika sang ayah meninggal dunia pada tahun 1153 H, Muhammad Bin Abdul

Wahab mulai berani terang-terangan menyingkap kebenaran, memantapkan

tauhid, mengibarkan sunnah Nabi SAW, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan

mencegah dari yang mungkar. Ia mengingkari berbagai macam bid'ah atau

sesuatu yang diada-adakan dalam urusan akidah, ibadah. Ia juga menyebarluaskan

ilmu, menegakkan hukum, menyingkap kejelekan keadaan orang-orang yang

jahil, serta menentang orang-orang yang suka berbuat bid'ah dan menuruti

keinginan-keinginan hawa nafsu.

Pada waktu itulah ia menjadi terkenal dan ikut bergabung bersamanya

orang-orang yang ikhlas, shalih, dan bersemangat dalam memperbaiki agama ini.

Ada beberapa orang yang kemudian ikut bergabung bersamanya, terlebih ketika ia

melakukan penebangan terhadap pohon-pohon yang dikeramatkan oleh banyak

orang Uyainah. Selanjutnya, ia merobohkan bangunan-bangunan yang berdiri di

atas kuburan dan menghukum rajam terhadap wanita yang mengaku kepadanya

telah berzina setelah syarat-syaratnya terpenuhi. Keberanian itu membuatnya

semakin terkenal sehingga membuat banyak orang yang kemudian bergabung

14 Ali Mufradi, Op.Cit, hlm. 152

13

Page 14: Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab

Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab

membelanya secara terang-terangan. Sedangkan orang-orang yang ragu menjadi

takut dan juga segan kepadanya.

Seruan dakwah Muhammad bin Abdul Wahab adalah berdasarkan pada

manhâj Islam yang benar, sesuai kaedah-kaedah serta prinsip-prinsip agama.

Yang paling menonjol ialah upaya untuk memurnikan ibadah hanya kepada Allah

SWT semata dan kesetiaan untuk selalu mentaati Allah SWTserta Rasulullah

SAW. Dan sangat antusias dalam melakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Menanamkan ajaran Tauhid secara mendalam dan membasmi syirik serta

berbagai macam bid'ah.

2. Menegakkan dan mengamalkan kewajiban-kewajiban agama dan syi'ar-

syi'arnya, seperti shalat, jihad dan amar ma'ruf nahi mungkar.

3. Mewujudkan keadilan di bidang hukum dan lainnya.

4. Mendirikan masyarakat Islam yang berdasarkan tauhid yang benar, sunah

Nabi saw, persatuan, kemuliaan, perdamaian dan keadilan.

Semua ini berhasil terwujud di negara-negara yang terjangkau atau yang

telah terpengaruh oleh dakwah dan seruannya. Gambaran tersebut nampak jelas di

wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan pemerintah Arab Saudi sebagai

pengibar bendera gerakan reformasi pada tiga abad periode. Setiap negara yang

terjangkau oleh gerakan ini akan kental dengan warna tauhid, iman, sunnah Nabi

SAW, perdamaian dan kesejahteraan. Hal ini demi mewujudkan apa yang telah

dijanjikan oleh Alla SWT di dalam firman-Nya dalam al-Qur’an surat al-Hajj ayat

40 -41 berikut ;

.

14

Page 15: Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab

Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab

Artinya : "Sesungguhnya Allah pasti akan menolong orang-orang yang

menolong agama-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi

Maha Perkasa, yaitu orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka

di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat,

menyuruh berbuat yang ma'ruf, dan mencegah dari perbuatan yang mungkar;

dan kepada Allahlah kembali segala urusan" (QS. Al-Hajj [22 ]: 40-41)15

IV. ANALISIS DAN KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat dianalisis bahwa, aqidah-aqidah

yang pokok dari aliran wahabiah pada hakikatnya tidak jauh

berbeda dengan apa yang pernah dikemukakan oleh Ibnu

Taimiah. Kalaupun ada perbedaan, hanya dalam tata cara

melaksanakan dan menafsirkan beberapa persoalan tertentu.

Aqidah-aqidahnya dapat disimpulkan dalam dua bidang, yaitu

bidang Tauhid (peng-Esaan) dan bidang bid’ah.

Dalam bidang Tauhid, alairan wahabiah berpendirian

sebagai berikut16 ;

1. Penyembahan kepada selain Allah adalah salah, dan

barang siapa yang berbuat demikian akan dibunuh.

15

Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, Jakarta, 1989, hm. 518

16

A. Hanafi, 2003, loc. Cit. hlm. 190.15

Page 16: Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab

Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab

2. Orang yang mengunjungi kuburan dengan maksud

meminta-minta sesuatu termasuk golongan orang

musyrikin.

3. Memberikan pengantar kata dalam salat terhadap Nabi-

nabi atau wali atau malaikat merupakan perbuatan

musyrik.(seperti kata Sayyidina Muhammad)

4. Termasuk kufur memberikan suatu ilmu yang tidak

didasarkan atas Al-Qur’an dan Sunnah, atau ilmu yang

bersumber dari akal pikiran semata.

5. Termasuk kufur dan ilhad, mengingkari qadar dalam

semua perbuatan dan penafsiran Al-Qur’an dengan jalan

ta’wil.

6. Dilarang memakai tasbih dalam mengucapkan nama-nama

Tuhan dan doa-doa (wirid) dan cukup dengan keratan jari.

7. Sumber hukum Islam tentang soal halal dan haram hanya

Al-Qur’an dan sesudahnya ialah Sunnah (hadits) Nabi.

Sementara dalam bidang bid’ah, hal-hal yang dipandang

bid’ah oleh aliran wahabiah dan harus ditinggalkan bahkan

diberantas antara lain ialah berkumpul bersama-sama dalam

acara maulidan, perempuan mengiring jenazah, mengadakan

halaqah (pertemuan) dzikir, bahkan kebiasaan sehari-hari yang

tidak ada pada masa rasulullah seperti; merokok, minum kopi,

memakai pakaian sutra bagi lelaki, bergambar (foto), mencelup

(memacari) jempol, memakai cincin dan lain-lain yang amalan itu

tidak mengandung atau mendatangkan keberhasilan

dikatagorikan bid’ah.

16

Page 17: Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab

Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab

Dari dua bidang yang menjadi keyakinan aliran wahabiah

sudah barang tentu akan banyak menimbulkan pertentangan

(kontroversi) dengan aliran-aliran kepercayaan yang lain. Hal ini

seharusnya menjadi sebuah fenomena pemahaman yang

menunjukkan perbedaan penafsiran tentang tauhid dan

pengamalannya didalam ibadah menjadi lebih memacu umat

Islam untuk saling menghargai perbedaan tersebut dengan

prinsip setuju dalam perbedaan atau dalam istilah lain agree in

disagreement.17 Karena pangkal atau muara perbedaan tersebut

kembalinya akan tetap sama, yaitu pada prinsip Tauhid.

V. PENUTUP

Demikianlah makalah ini dapat penulis susun dan persembahkan kepada

pembaca. Tentunya masih banyak kekurangan dan sangat jauh dari sempurna.

Oleh karena itu sumbangan pemikiran, koreksi yang sifatnya membangun sangat

penulis harapkan demi perbaikan makalah ini dimasa-masa mendatang. Dan

harapan penulis semoga dengan kesederhanaan penulisan ini dapat bermanfaat

dalam kerangka menambah khasanah/ wawasan keilmuan kita. Akhirnya hanya

kepada Allah SWT kita berharap ridla dan petunjuk-Nya, Terima kasih.

17 Amin Syukur, Tasawuf Sosial; Tsawuf dan Tantangan ke-Indonesiaan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004, cet.I, hlm.37.

17

Page 18: Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab

Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab

DAFTAR PUSTAKA ;

---------- Al-Qur’an dan Terjemahnya, 2002, Jakarta, Departemen Agama RI.

Abduh, Muhammad. Syekh, 1979, Risalah Tauhid, (terj. Firdaus, AN), Jakarta, Penerbit Bulan Bintang, cet.ke 7.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 1997, ENSIKLOPEDI ISLAM, (Perpustakaan Nasional RI), jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve

Hanafi, A 2003, Pengantar Teologi Islam, Jakarta, Pustaka Al Husna Baru, Cet. ke 8.

Ismail, Faisal, 1997, Paradigma Kebudayaan Islam,Yogyakarta,Titian Ilahi Press.

Mufrodi,Ali, 1997, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta, Logos Wacana Ilmu.

Sumber Sekunder ; akses : artikel "Al-Mukhtashor Al-Mufiid fi 'ilmi At-Tauhid", oleh Abu Sindi, http://sahab.net. Akses, 17 September 2009

Syukur, Amin, 2004, Tasawuf Sosial; Tasawuf dan Tantangan ke-Indonesiaan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, cet.I

Taimiyah, Ibnu, tth., Al Istighatsah, (terj. Walid bin Abdurrahman), Bandung, Fathul Majiid, dan Majmu' Fatawa ; juz 15:25, dikutip dari Zaprul Khan, Kisah-kisah Penuh Hikmah; Musuh Terbesar Manusia,2006 hlm.227, Yogyakarta, Mitra Pustaka.

Zainuddin, 1996, Ilmu Tauhid Lengkap, Jakarta, PT. Rineka Cipta.

18

Page 19: Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab

Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab

19