(studi komparasi pemikiran al-ghazali dan syed m. naquib...

88
MODEL PENDIDIKAN TAUHID (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib Al-Attas) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh : ULFIYANI 11140110000036 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H / 2019 M

Upload: buimien

Post on 22-Apr-2019

225 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

MODEL PENDIDIKAN TAUHID

(Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali

dan Syed M. Naquib Al-Attas)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

ULFIYANI

11140110000036

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H / 2019 M

Page 2: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan
Page 3: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan
Page 4: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan
Page 5: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan
Page 6: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

ABSTRAK

Ulfiyani (11140110000036) : “Model Pendidikan Tauhid (Studi Komparasi

Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib Al-Attas)”.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan model pendidikan tauhid

menurut al-Ghazali dan Syed M. Naquib al-Attas. Metode penelitian yang

digunakan oleh peneliti ialah metode kualitatif dengan pendekatan penelitian

pustaka. Memfokuskan pada sumber primer pemikiran al-Ghazali tentang

pendidikan tauhid pada kitab Ihya Ulumuddin dan al-Attas pada buku Konsep

Pendidikan dalam Islam, Terj. dari The Concept of Education in Islam: A

Framework for an Islamic Philosophy of Education, terbit di Bandung: Mizan,

tahun 1996. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini adalah Model pendidikan

tauhid yang diajarkan oleh Imam al-Ghazali lebih bersifat filosofis. Model

pendidikan tauhid yang diajarkan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas lebih

bersifat teologis. Terdapat perbedaan diantara keduanya yaitu masa dan bahasa,

jika model pendidikan tauhid al-Ghazali ialah riyadhoh sedangkan model

pendidikan tauhid Syed M. Naquib al-Attas adalah ta’dib.

Kata Kunci : model pendidikan tauhid, al-Ghazali, Naquib al-Attas

Page 7: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

ABSTRACT

Ulfiyani (11140110000036) : “Tauhid Education Model (comparative study of

al-Ghazali and Syed M. Naquib al-Attas thoughts)”.

The research aims to comparison the model of tauhid education according

to al-Ghazali and Syed M. Naquib al-Attas. The research method used by

researchers is a qualitative method with a library research. This research focuses

on source primer from ihya Ulmudin by Imam al-Ghazali and The Concept of

Education in Islam: A Framework for an Islamic Philosophy of Education by

Syed M. Naquib al-Attas. The results found in this study are the model of tauhid

education taught by al-Ghazali more philosophical. the tauhid education model

taught Syed M. Naquib al-Attas is more theological. there are differences between

the two, time and language if the al-Ghazali tauhid education model is riyadhoh

while the tauhid education model Syed M. Naquib al-Attas is ta'dib.

Keywords: tauhid education model, al-Ghazali, Naquib al-Attas.

Page 8: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan

rahmat-Nya sehingga dapat menyusun dengan baik Skripsi yang berjudul

“MODEL PENDIDIKAN TAUHID (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali

dan Syed M. Naquib Al-Attas)”. Dimana setiap Mahasiswa/i tingkat akhir

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta harus

mengerjakan Skripsi demi memenuhi persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1)

Pendidikan Agama Islam.

Penyusunan skripsi ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya

berkat adanya bantuan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak yang ada

hubungannya dengan pembahasan judul skripsi ini. Maka pada kesempatan kali

ini, penulis dengan setulus hati ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

membantu dalam kelancaram perkuliahan.

2. Dr. Abdul Majid Khon, MA selaku Ketua Jurusan (Kajur) Pendidikan

Agama Islam dan Ibu Marhamah Saleh, Lc. MA, selaku Sekretaris Jurusan

(Sekjur) Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan arahan dan

bimbingan kepada penulis.

3. Dr. Akhmad Sodiq, M.Ag selaku Dosen Penasehat Akademik sekaligus

Dosen Pembimbing Skripsi ini, yang telah memberikan nasehat, arahan,

bimbingan dan motivasi penulis agar penulis mampu menyelesaikan

skripsi ini dan selesai tepat pada waktunya.

4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmunya selama

perkuliahan berlangsung. Semoga ilmu yang Bapak dan Ibu Dosen beri

kepada penulis selalu bermanfaat. Amiin Ya Rabbal „Alamin.

5. Pimpinan dan seluruh staff karyawan/i Perpustakaan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang selalu memberikan pelayanan yang baik dalam hal

peminjaman dan pengembalian buku kepada penulis.

Page 9: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

ii

6. Ayahanda Ruhiyat dan Ibunda Masita yang selalu memberikan motivasi,

bimbingan, arahan baik berupa materi maupun non-materi hingga

terselesaikannya skripsi ini. Skripsi penulis persembahkan untuk ayahanda

dan ibunda.

7. Adik tercinta Muhammad Fathan Lihifdzi Ayatillah yang selalu

memberikan motivasi agar penulis selalu semangat dalam menyelesaikan

skripsi ini.

8. Ka Refa yang selalu membimbing dari awal penulisan skripsi ini hingga

selesai, dear dearyku tersayang, (Ana, Alpi, Hani, Kinjul, Dian, Oca, Riri,

dan Maryamkuh) dan sahabatku (Dinda, Icha dan Mala) yang selalu ada

untuk memotivasi dan menemani penulis selama penyelesaian skripsi ini.

9. Kawan-kawan tercinta PAI angkatan tahun 2014 khususnya kelas B yang

selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi

ini.

10. Dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang

juga telah turut memberikan motivasi agar penulis menyelesaikan skripsi

ini tepat pada waktunya.

Harapan penulis, semoga hasil pembahasan dalam skripsi ini akan

bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya serta

mendapat ridha Allah SWT.

Segala kekurangan dan kesalahan dalam skripsi ini mohon dimaklumi,

segala kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan senang hati,

demi kebaikan dan kebenaran. Semoga Allah SWT. berkenan mengampuni dosa

dan kesalahan kita. Amiin Ya Rabbal Alamiin..

Hormat penulis,

(Ulfiyani)

Page 10: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ..................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 5

C. Pembatasan Masalah ........................................................................... 5

D. Perumusan masalah ............................................................................. 5

E. Tujuan Penelitian................................................................................. 6

F. Manfaat Penelitian............................................................................... 6

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Tauhid............................................................................... 8

1. Pengertian Pendidikan Tauhid ...................................................... 8

2. Tujuan Pendidikan Tauhid........................................................... 15

3. Ruang Lingkup Pendidikan Tauhid ............................................. 17

4. Proses Pembelajaran Pendidikan Tauhid ..................................... 19

B. Model Pendidikan Tauhid ................................................................. 22

C. Kerangka Konsep .............................................................................. 25

D. Hasil Penelitian yang Relevan ........................................................... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................ 29

B. Metode Penelitian .............................................................................. 29

C. Fokus Penelitian ................................................................................ 30

D. Prosedur Penelitian ............................................................................ 30

Page 11: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

iv

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Biografi Tokoh .................................................................................. 33

1. Biografi al-Ghazali ...................................................................... 33

2. Biografi Syed M. Naquib al-Attas ............................................... 37

B. Pendidikan Tauhid menurut al-Ghazali ............................................. 41

C. Pendidikan Tauhid menurut Syed M. Naquib al-Attas ...................... 52

D. Perbedaan dan Persamaan Pemikiran Imam al-Ghazali dengan Syed

M. Naquib al-Attas ............................................................................ 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ........................................................................................ 67

B. Saran .................................................................................................. 68

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Islam merupakan syariat Allah Swt. yang diturunkan kepada umat

manusia di muka bumi agar mereka beribadah kepada-Nya. Penanaman

keyakinan terhadap Tuhan hanya bisa dilakukan melalui proses pendidikan

baik di rumah, sekolah maupun lingkungan. Pendidikan Agama Islam

merupakan kebutuhan manusia, dengan alasan bahwa manusia adalah

makhluk social dan dilahirkan memiliki potensi untuk dapat dididik dan

mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi, serta pendukung dan

pemegang kebudayaan.1

Islam hadir membawa akidah yaitu konsep-konsep yang diimani

manusia sehingga seluruh perbuatan dan perilakunya bersumber pada

konsepsi tersebut. Akidah Islam dijabarkan melalui rukun-rukun iman dan

berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan diri dari

perbuatan syirik. Akidah Islam pun berkaitan pada keimanan yang gaib,

rasul, kitab-kitab, malaikat, dan hari akhir. Keimanan merupakan landasan

akidah dan dijadikan sebagai soko guru utama untuk bangunan pendidikan

Islam. 2

Akidah keesaan melepaskan manusia kepada ikatan-ikatan kepada

berhala, serta benda-benda lain yang posisinya hanyalah sebagai makhluk

Allah swt. Agama Islam disepakati oleh para ulama, sarjana, dan pemeluknya

sendiri, bahwa agama Islam dengan agama-agama lain adalah monoteisme

atau tauhid yang murni, clear, yang tidak dapat dicampuri dengan segala

macam bentu non-tauhid atau syirik. Dan inilah kelebihan agama Islam dari

agama-agama lain.3

1 Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2004), hal.130 2 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,

(Jakarta: Gema Insani, 2004), hal. 84 3 Amin, Rais, Tauhid Sosial, (Bandung: Mizan, 1998), hal.35

Page 13: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

2

Ketauhidan membawa manusia kepada kebebasan sejati terhadap apapun

yang ada, menuju kepada ketundukan terhadap Allah swt. Penanaman tauhid

ini dilakukan selama 13 tahun oleh Rasulullah saw, waktu yang cukup

panjang, namun hanya 40 orang saja yang mampu melepaskan budaya nenek

moyangnya, berani mengingkari leluhur mereka, dan menuju jalan yang

terang “tauhid Islamiyah”. Semua utusan Allah membawa pesan yang sama

yakni tauhid bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.

Islam mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan.

Dengan alasan bahwa menurut ajaran Islam pendidikan merupakan

kebutuhan manusia yang mutlak harus dipenuhi, demi untuk mencapai

kesejahteraan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan adalah sebuah

bekal pengetahuan untuk kehidupan. Islam merupakan agama ilmu dan

agama akal. Hal ini dikarenakan Islam selalu mendorong umatnya untuk

mempergunakan akal dan ilmu pengetahuan untuk dapat membedakan mana

yang benar dan mana yang salah. Tidak hanya memerintahkan untuk

menuntut ilmu tapi Islam juga menekankan kepada umatnya untuk

mengajarkan ilmu yang telah dimiliki kepada orang lain. Dengan demikian

Islam mewajibkan umatnya untuk belajar dan mengajar.4

Pendidikan memiliki sasaran utama dalam pelaksanaannya yaitu

manusia. Pendidikan memiliki maksud membantu peserta didik untuk

menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Konsep pendidikan

yang diajarkan oleh alghazali untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.,

bukan untuk mencari kedudukan yang menghasilkan uang. Begitu pula

dengan Syed M. Naquib al-Attas yang berpendapat bahwa pendidikan tidak

hanya berfungsi sebagai sarana pencapaian tujuan-tujuan social-ekonomi,

tetapi secara khusus juga berperan dalam mencapai tujuan-tujuan spiritual

manusia.

Manusia merupakan makhluk yang terdiri atas dua unsur: jasad dan ruh.

Oleh karenanya, ia tidak dapat dikatakan sebagai makhluk ruh murni dan

jasad murni, tetapi penggabungan secara sinergis antara kedua ini yang

4 Zuhairini, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 98-99

Page 14: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

3

disebut dengan jati diri manusia. Namun dalam pandangan Syed M. Naquib

al-Attas, jati diri manusia secara kuat ditentukan oleh ruhnya. Oleh

karenanya, ruh manusia itu tidak akan mati dan selalu sadar akan dirinya.

Bahkan, ia memiliki beberapa sebutan yang tergantung pada

kecenderungannya, yakni ruh (ruh), jiwa (nafs), hati (qalb), dan intelek

(„aql).5

Model pendidikan Tauhid yang akan dibahas untuk menyelesaikan

problematika dikotomi yang salah, seperti antara aspek objektif dan subjektif

ilmu pengetahuan. Dimana banyak yang mengatakan bahwa ilmu keagamaan

ialah ilmu subjektif yang tidak dapat diukur dan sangat berbeda dengan ilmu

yang objektif seperti kimia fisika yang dapat diukur. Jika kembali pada al-

Qur’an sudah jelas untuk membahas ilmu keagamaan yang tertera pada ayat-

ayatnya.

Pada kenyataannya pembelajaran yang terjadi saat ini tidak terpacu pada

tujuan pendidikan yang sesungguhnya. Terdapat beberapa guru yang tidak

mengajar dengan sungguh-sungguh hanya menjadikan pengugur pada profesi

yang ia kerjakan. Beberapa sekolah yang dimasuki dan mendapat data dari

rekan-rekan peneliti yang berpraktik ngajar dibeberapa sekolah, terdapat

beberapa guru yang mencontohkan hal yang kurang baik kepada murid

dengan melanggar aturan yang ada di sekolah.

Pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa serta

berakhlak mulia.6 Yang dimaksud dengan akhlak peserta didik bukan hanya

sekedar hal-hal yang berkaitan dengan ucapan, sikap dan perbuatan yang

harus ditampakkan oleh peserta didik dalam pergaulan di sekolan dan di luar

sekolah, melainkan berbagai ketentuan lainnya yang memungkinkan dapat

mendukung efektivitas proses belajar mengajar. Pengetahuan terhadap akhlak

5 Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad

Naquib Al-Attas terj. Hamid Fahmy, (Bandung: Mizan, 1998), hal.94 6Abd.Rozak, dan Fauzan, Ali Nurdin, Kompilasi Undang-undang dan Peraturan Bidang

Pendidikan, (Jakarta: FITK PRESS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah, 2010), Cet.ke-1, hal.40

Page 15: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

4

peserta didik ini bukan hanya perlu diketahui oleh seriap peserta didik dengan

tujuan menerapkannya, melainkan juga perlu diketahui oleh setiap pendidik,

dengan tujuan agar dapat mengarahkan dan membimbing para peserta didik

untuk mengikuti akhlak tersebut.7

Dilihat dari data diatas jika aturan di sekolah yang sudah diatur dengan

sedemikian rupa dan hukumannya langsung terjadi masih ada beberapa

pelanggar yang melanggar aturan tersebut. Bagaimana dengan aturan Allah

Swt yang tidak langsung mendapat balasannya melainkan dihari akhir at kita

atau saat kita meninggal nanti. Disinilah peran guru yang terus memupuk

bahwa semua yang sudah diatur jika dilanggar aka nada balasannya. Jadi

seperti diatas tidak hanya dilihat dari nilai atau kognitif saja melainkan afektif

siswa saat disekolah maupun diluar tetap selalu dipantau dengan kerjasama

antara guru dan orang tua.

Pembelajaran yang sukses dan berhasil bisa kita lihat dari kedua sisi,

baik dari sisi guru dan dari sisi murid. Menurut kedua tokoh ini jika

seseoraang sudah benar-benar memahami agama Islam dan ketauhidan lalu

mengimplementasikan masalah-masalah ke dalam kehidupan dan profesi

pribadi mereka tidak perlu ada pertanyaan lagi.

Objek pembicaraan akidah ketauhidan yang diterangkan di dalam dalil-

dalilnya. Dimaksudkan dengan akidah ialah pendapat dan pikiran atau anutan

yang mempengaruhi jiwa manusia, lalu menjadi sebagai suatu bagian dari

manusia sendiri, dibela, dipertahankan dan diitikadkan bahwa hal itu adalah

benar.8 membahas mengenai aqidah diniyah nantinya, yaitu menanamkan

akidah itu sendiri menggunakan metode pendidikan tauhid.

Melalui penjelasan diatas bisa ditarik inti yang ingin dibahas mengenai

bagaimana pemikiran al-Ghazali dan Syed M. Naquib al-Attas mengenai

Model pendidikan Tauhid yang memang sudah jelas tertera dalam al-Qur’an

mengenai ke-Esaan Allah Swt dan mengembalikan pemikiran masyarakat

7 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Predana Media Group, 2010), hal.181-

182 8 M. Has Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid, (Semarang: PT. Pustaka

Rizki Putra, 1999), hal.37

Page 16: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

5

atau guru terhadap pembentukan dalam diri seseorang mengenai ketauhidan

kepada yang Maha Pencipta. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis

termotivasi untuk menyusun sebuah skripsi dengan judul “Model

Pendidikan Tauhid (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed

M. Naquib Al-Attas)”.

B. Identifikasi Masalah

Dengan dasar pemikiran diatas maka penulis akan memberikan

penjelasan tentang identifikasi masalah yang ditemukan sebagai berikut :

1. Masih banyak pendidik dan peserta didik tidak memperhatikan nilai-

nilai dalam melakukan kegiatan pendidikan terkait penanaman tauhid

pada diri peserta didik.

2. Pendidikan tauhid yang saklek pada al-Qur’an mulai jarang dijadikan

acuan pada saat pembelajaran.

3. Setiap pemikiran tokoh berbeda-beda mengenai model pendidikan tauhid

yang mereka miliki.

C. Pembatasan Masalah

Melihat terlalu banyaknya permasalahan yang ada, dan penulispun

memiliki banyak keterbatasan, maka dari itu penulis perlu membatasi

masalah yang ada agar lebih terarah dan tidak menimbulkan kekeliruan.

Pembatasan masalah ini untuk terfokus hanya kepada pembahasan

tentang model pendidikan tauhid yang ada pada kedua tokoh diatas yaitu al-

Ghazali dengan Syed M. Naquib al-Attas dengan menitik temukan dimana

adanya persamaan antara kedua tokoh tersebut.

D. Perumusan masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah diatas maka

penulis membataskan masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimana model pendidikan tauhid menurut pemikiran al-Ghazali?

Page 17: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

6

2. Bagaimana model pendidikan tauhid menurut pemikiran Syed M.

Naquib al-Attas?

3. Bagaimana komparasi model pendidikan tauhid menurut pemikiran al-

Ghazali dan Syed M. Naquib al-Attas?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui:

1. Model pendidikan tauhid menurut al-Ghazali.

2. Model pendidikan tauhid menurut Syed M. Naquib al-Attas.

3. Komparasi model pendidikan tauhid menurut al-Ghazali dan Syed M.

Naquib al-Attas.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua hal, yakni secara teoritis dan

secara praktis:

1. Manfaat Teoritis.

Manfaat teoritis yang ditujukan kepada peneliti lainnya yang bisa

dijadikan sebagai bahan rujukan sebagai sebuah karya ilmiah dan bisa

bermanfaat bagi peneliti lainnya. Yang diantaranya :

a. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis,

b. Menjadi sumbangan pemikiran yang bisa memperluas khazanah

keilmuan dalam dunia pendidikan serta memperkaya khazanah

referensi bilamana ada penelitian yang sama, terutama yang

berkaitan dengan pendidikan Islam.

c. Memberikan konstribusi dalam dunia pendidikan, khususnya

dalam bidang pendidikan Islam, etika ataupun Akhlak

d. Membantu pemangku kebijakan pendidikan dalam upaya

memperbaiki dan mengembangkan pendidikan Islam di Indonesia.

Page 18: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

7

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis ialah sebuah usaha untuk mencoba memberikan

tindakan berupa pemahaman yang tepat kepada siswa, guru, dan pihak

sekolah mengenai penelitian ini. Bisa dijadikan sebagai pemecahan

masalah bagi praktisi sekolah yang ada di dalamnya. Diantaranya:

a. Bagi siswa, dapat menjadi media informasi tentang bagaimana

penanaman kepercayaan akan Tuhan dalam dunia pendidikan Islam

b. Bagi guru, menumbuhkan pemikiran progresif tentang upaya

pengembangan pendidikan nasional, dengan pemahaman dan

pengkajian yang berpijak pada tokoh pendidikan kontemporer.

Menjadi pesan positif bagi seluruh pendidik.

c. Bagi sekolah, dapat dijadikan pedoman dalam menerapkan nilai-

nilai pendidikan Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Page 19: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

8

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Tauhid

1. Pengertian Pendidikan Tauhid

Secara Bahasa pendidikan berasal dari bahasa Yunani,

paedagogy, yang mengandung makna seorang anak yang pergi

dan pulang sekolah diantar oleh seorang pelayan. Pelayan yang

mengantar dan menjemput dinamakan paedagogos. Dalam

Bahasa Romawi pendidikan diistilahkan educate yang berarti

mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam. Dalam Bahasa

Inggris to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih

intelektual.1

Pendidikan memiliki arti sempit yaitu sekolah. Sebagaimana

diketahui pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di

sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Pendidikan adalah

segala pengaruh yang diupayakan oleh sekolah terhadap anak

yang bersekolah agar mempunyai kemampuan yang sempurna

dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-

tugas sosial mereka.

Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai usaha pemberian

informasi dan pembentukan keterampilan saja, namun diperluas

sehingga mencakup usaha untuk mewujudkan keinginan,

kebutuhan dan kemampuan individu sehingga tercapai pola

hidup pribadi dan social yang memuaskan, pendidikan bukan

semata-mata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang

1 Abdul Kadir, Dasar-dasar pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group,

2012), hal.59

Page 20: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

9

akan datang, tetapi untuk kehidupan anak sekarang yang sedang

mengalami perkembangan menuju kedewasaannya.2

Dalam bahasa Arab kita akan menjumpai tiga istilah yang sering

digunakan untuk mengartikan pendidikan atau pendidikan Islam, yakni

Ta‟dib, Ta‟lim, dan Tarbiyah.3 Kata ta‟lim berasal dari kata „alama-

ya‟lamu yang berarti mengecap atau memberi tanda.4 Atau dari kata

„alima-ya‟lamu yang berarti mengerti atau memberi tanda. Dan juga

menjelaskan bahwa kata ta‟lim itu berasal dari akar kata „allama-

yu‟allimu-ta‟liiman yang berarti mengajar atau memberi ilmu.

Beberapa akar kata tersebut dapat disederhanakan bahwa kata ta‟lim

berarti upaya membrikan tanda berupa ilmu atau mengajarkan suatu

ilmu pada seseorang agam memiliki pengetahuan tentang sesuatu.

Seseorang mengajarkan ilmu pada orang lain agar orang tersebut

memiliki ilmu pengetahuan, ini berarti yang disentuh adalah aspek

kognitif.

Kata ta‟dib berasal dari kata aduba-ya‟budu, yang berarti melatih

atau mendisipliskan diri.5 Atau berasal dari kata adaba-ya‟dabu, yang

berarti menjamu atau memberi jamuan dengan cara sopan. Dan ada

juga yang mengatakan bahwa ta‟dib berasal dari kata addaba-

yuaddibu-ta‟diban yang berarti mendisiplinkan atau menanamkan

sopan santun. Jadi kata ta‟dib dapat disimpulkan sebagai upaya

menjamu atau melayani atau menanamkan sopan santun (adab) kepada

seseorang agar bertingkah laku yang baik dan disiplin. Seseorang

menanamkan adab kepada orang lain berarti melatih dan memberi

contoh cara berperilaku yang disiplin dan sopan. Dalam Bahasa

pendidikan hal tersebut berarti wilayah afektif dan psikomotorik,

2 Fuad Hasan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 5

3 A.Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008),

hal.19 4 A.W. Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka

Progressif, 2002), hal. 965 5 Ibid., hal.12

Page 21: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

10

maksudnya seseorang diajak untuk berdisiplin (terampil) dan

bertingkah laku positif.6

Sedangkan kata Tarbiyah, demikian an-Nahlawi yang dikutip oleh

A. Fatah Yasin, berasal dari kata raba-yarbuw yang berarti tumbuh,

tambah, dan berkembang. Atau bisa pula kata rabiya-yarba, yang

berarti tumbuh menjadi besar atau dewasa. Dan bisa juga berasal dari

kata rabba-yurabbiy-tarbiyyatan, yang artinya memerbaiki, mengatur,

mengurus, memelihara atau mendidik.7 Dari beberapa istilah asal di

atas dapat disimpulkan bahwa kata tarbiyah berarti upaya memelihara,

mengurus, mengatur, dan memerbaiki sesuatu atau potensi atau fitrah

manusia yang sudah aa sejak lahir agar tumbuh dan berkembang

menjadi dewasa atau sempurna.8

Tauhid dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata tauhid

merupakan kata benda yang berarti keesaan Allah; kuat kepercayaan

bahwa Allah hanya satu. Perkataan tauhid berasal dari bahasa Arab,

masdar kata wahhada yuwahhidu.9 Secara etimologis, tauhid berarti

keesaan. Maksudnya, keyakinan bahwa Allah swt adalah Esa;

Tunggal; satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang

digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu “keesaan Allah”;

mentauhidkan berarti “mengakui akan keesaan Allah;mengeesakan

Allah”. Jubaran Mas‟ud menulis bahwa tauhid bermakna “beriman

kepada Allah, Tuhan yang esa”, juga sering disamakan dengan laa

ilaha illallah yang arinya tiada Tuhan selain Allah”. Fuada Iframi al-

Bustani juga menulis hal yang sama. Menurutnya tauhid adalah

keyakinan bahwa Allah bersifat “Esa”. Jadi tauhid berasal dari kata

wahhada-yuwahhidu-tauhidan yang berarti mengeesakan Allah swt.10

6 A.Fatah Yasin, loc.cit., hal.20

7 A.W. Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka

Progressif, 2002), hal. 465 8 A.Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008),

hal.21 9 Op.Cit., hal.1542

10 Syahminan Zaini, Kuliah Akidah Islam, (Surabaya: al-iKhlas, 1983), hal.54

Page 22: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

11

Ilmu tauhid ialah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara

menetapkan akidah agama dengan mempergunakan dalil naqli, dalil

aqli, ataupun dalil wijdani (perasaan halus). Ilmu ini dinamakan

tauhid, karena pembahasannya yang paling menonjol, menyangkut

pokok ke-Esaan Allah yang merupakan asas pokok agama Islam,

sebagaimana yang berlaku terhadap agama yang benar telah dibawa

oleh para Rasul yang diutus Allah.11

Allah Swt, berfirman:

Yang artinya: “dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun

sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya:

"Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku,

Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku".” (Q.S al-

Anbiya‟/21:25)

Ilmu tauhid ialah ilmu yang selalu dan memang pokok bahasannya

tentang aqidah atau kepercayaan seseorang terhadap Tuhan yang ia

percayai, Tuhan yang menciptakan segalanya. Melalui utusan-Nya

untuk mengajarkan tentang ke-Esaan dan kekuasan Sang pencipta.

Esensi iman kepada Allah swt adalah Tauhid yang men-esakan-

Nya, baik dalam zat, asma‟ was-shiffaat, maupun af‟al (perbuatan)-

Nya. Secara sederhana Tauhid dapat dibagi dalam tiga tingkatan atau

tahapan yaitu : 1. Tauhid Rububiyah (mengimani Allah swt sebagai

satu-satunya Rabb), 2. Tauhid Mulkiyah (mengimani Allah swt sebagai

satu-satunya Malik), 3. Tauhid Ilahiyyyah (mengimani Allah swt

11

M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid, (Semarang: PT. Pustaka

Rizki Putra, 1999), hal.1

Page 23: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

12

sebagai satu-satunya Ilah).12

Penyederhanaan ke dalam tiga tingkatan

di atas berdasarkan kepada firman Allah swt:

Yang artinya: “segala puji bagi Allah, Tuhan semesta

alam.” (Q.S. al-Fatihah 1:2)

Yang artinya: “yang menguasai di hari Pembalasan” (Q.S.

al-Fatihah 1:4)

Pada Al-fatihah di ayat 2 dan 4 penegasan pada tauhid

rububiyah (mengimani Allah swt sebagai satu-satunya Rabb)

Yang artinya: “Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan

(yang memelihara dan menguasai) manusia.” (Q.S. an-

Naas 114:1)

Yang artinya: “raja manusia.” (Q.S. an-Naas 114:2)

Yang artinya: “Sembahan manusia.” (Q.S. an-Naas 114:3)

Pada surat an-Naas ayat 1-3 penegasan pada Tauhid Mulkiyah

(mengimani Allah swt sebagai satu-satunya Malik).

12

Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian, 1995), hal.

18-19

Page 24: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

13

Yang artinya: “Dia menciptakan kamu dari seorang diri

kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia

menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan

dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut

ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan[Tiga

kegelapan itu ialah kegelapan dalam perut, kegelapan dalam

rahim, dan kegelapan dalam selaput yang menutup anak

dalam rahim.]. yang (berbuat) demikian itu adalah Allah,

Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. tidak ada

Tuhan selain dia; Maka bagaimana kamu dapat

dipalingkan?” (Q.S. az-Zumar 39:6)

Dan terakhir pada surat az-Zumar ayat 6 penegasan pada 3. Tauhid

Ilahiyyyah (mengimani Allah swt sebagai satu-satunya Ilah).

Ketauhidan akan membahas tentang keimanan seseorang. Jika

keimanan seseorang telah kuat, segala tindakan orang itu akan didasari

oleh pikiran yang telah dibenarkannya, dan hatinya akan merasa

tentram.mengenai ketauhidan atau meng-Esakan Allah pada dasarnya

mencakup tiga konsep atau unsur dasar, yaitu: mengetahui dan

memahami konsep ketuhanan. Konsep ini yang ditolak oleh kaum

musyrikin karena mereka tidak mau menisbahkan ketuhanan kepada

Allah yang maha Esa dan menolak menghilangkan tuhan-tuhan lain

dalam konsep kepribadiannya. Konsep yang kedua, menetapkan

konsep ketuhanan bahwa hanya Allah yang Mahamulia lagi

Mahaagung. Konsep yang ketiga, meniadakan konsep ketuhanan selain

Allah.13

Proses terbentuknya iman dalam diri seseorang didahului oleh

pengetahuan seseorang perihal sang Pencipta jagad raya ini, yakni

Allah Swt. artinya, bahwa iman itu dapat diperoleh lewat proses

berpikir, perenungan mendalam, survei atau penelitian alam semesta.

13

Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,

(Jakarta: Gema Insani, 2004), hal.87

Page 25: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

14

Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan

bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat

tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-

orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk

atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan

tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya

Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-

sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa

neraka”. (Q.S. Ali Imran. [3]: 190-191).

Dengan demikian, iman seseorang tidak tumbuh dengan

sendirinya, melainkan diasah dan dipertebal dengan cara terus-menerus

menggali rahasia kekuasaan Allah Swt. yang tersedia di alam semesta

melalui proses belajar atau pendidikan, di samping melalui perilaku

taat,takwa, dan beribadah kepada-Nya.14

Mempelajari tauhid hukumnya wajib bagi setiap muslim.

Kewajiban itu bukan saja didasarkan pada alasan rasio bahwa akidah

merupakan dasar pertama dan utama dalam Islam, tapi berdasarkan

pada dalil-dalil naqli, al-Qur‟an dan hadis. Selama hidup Rasulullah

Saw. Berjuang dengan gigih menegakkan tauhid di tengah masyarakat

yang hidup dalam kekafiran dan kemusyrikan. Beliau mengajak orang-

orang kafir untuk bertauhid dan memberikan pendidikan ketauhidan

yang intensif kepada para sahabat dan pengikutnya. Walau pada saat

itu ilmu tauhid belum berdiri menjadi ilmu keislaman yang berdiri

14

Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada), hal.38

Page 26: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

15

sendiri. tauhid baru terkenal pada abad ketiga hijriah atau pada masa

pemerintahan khalifah al-Makmun (813-833 M)15

2. Tujuan Pendidikan Tauhid

Pemikiran bahwa tauhid sebagai konsep yang berisikan nilai-nilai

fundamental yang harus dijadikan paradigma pendidikan Islam

merupakan kebutuhan teologis-filosofis. Sebab, tauhid sebagai

pandangan dunia (weltanschauung) Islam menjadi dasar atau

fundamen bangunan Islam secara keseluruhan, tidak terkecuali

pendidikan Islam. Oleh karena itu pendidikan Islam harus dibangun

diatas landasan yang benar dari pandangan dunia tauhid. Pendidikan,

dalam pandangan tauhid adalah pendidikan yang berlandaskan nilai-

nilai ilahiyah (teologis) sebagai landasan etis normatif dan nilai-nilai

insaniah (antropo-sosiologis) dan alamiah (kosmologis) sebagai basis

praksis-operasional.16

Pendidikan Islam dalam kerangka tauhid harus melahirkan dua

kemestian strategis sekaligus. Pertama, menjaga keharmonisan untuk

meraih kehidupan yang abadi dalam hubungannya dengan Allah.

Kedua, melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan dalam

hubungannya dengan alam lingkungan dan sesamanya. Dengan kata

lain, pendidikan Islam dalam tinjauan teologis dan filosofis diarahkan

pada dua dimensi, yaitu dimensi vertical dan dialektika horizontal.

Pada dimensi pertama pendidikan Islam diarahkan untuk

menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan pengertian tujuan

hidup manusia untuk mencapai tujuan taqorrub ilallah. Sedangkan

dimensi kedua pendidikan Islam hendaknya mengembangkan

pemahaman tentang kehidupan kongkrit yaitu kehidupan manusia

dalam hubungannya dengan alam dan lingkungan sosialnya.17

15

Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1996), hal.3 16

Mohammad Irfan dan Mastuki, Teologi pendidikan; Tauhid sebagai Paradigm

Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2000), hal.109 17

Teologi Pendidikan,hal.110-111

Page 27: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

16

Tauhid tidak cuma diketahui tapi tidak dimiliki dan dihayati, ia

hanya menghasilkan keahlian dalam seluk beluk ketuhanan; namun

tidak mempengaruhi kehidupannya. Dirinya akan berada di luar

ketauhidan yang sebenarnya bahkan di luar Islam. Dengan demikian

maksud dan tujuan tauhid bukanlah hanya sekedar mengaku bertauhid

saja, tetapi lebih jauh dari itu, sebab tauhid mengandung sifat-sifat

sebagai sumber dan motivator perbuatan kebajikan dan keutamaan,

membimbing manusia ke jalan yang benar sekaligus mendorong

dengan penuh keikhlasan, mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan,

kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapat menyasatkan, dan

mengantarkan manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.18

Dari gambaran diatas sesungguhnya bangunan pendidikan Islam

dilandasi dan sekaligus hendak mengarahkan manusia pada tiga pola

hubungan fungsional, yaitu hubungan manusia dengan Allah,

hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan

alam. Pada pendidikan tauhid mengacu pada tujuan yang diarahkan

kepada upaya sikap takwa. Dengan demikian pendidikan ditujukan

kepada upaya untuk membimbing dan mengembangkan potensi

peserta didik secara optimal agar dapat menjadi hamba Allah yang

takwa. Diantara ciri takwa adalah beriman kepada yang ghaib,

mendirikan shalat, menafkahkan sebagian rezeki yang Allah berikan,

mempercayai al-qur‟an dan kitab-kitab samawi sebelum al-qur‟an serta

yakin akan kehidupan akhirat.19

Dengan demikian, tauhid sangat bermanfaat bagi kehidupan

manusia. Ia tidak hanya sekedar memberikan ketentraman batin dan

menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kemusyrikan, tetapi juga

berpengaruh besar terhadap pembentukan sikap dan perilaku

keseharian seseorang. Ia tidak hanya berfungsi sebagai akidah, tetapi

berfungsi pula sebagai falsafah hidup. Tauhid yang tertanam amat erat

18

Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1996), hal.6-7 19

Jalaludin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,2001), hal.92

Page 28: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

17

di dalam hati atau jiwa seseorang akan amat mempengaruhi kehidupan

orang tersebut. Ia akan menjadi suatu kekuatan batin yang tangguh.

Kekuatan itu akan melahirkan sikap positif dalam realitas

kehidupannya sehari-hari. Ia akan selalu optimis dalam menjalani

hidup, tidak takut terhadap apapun kecuali pada tuhannya, selalu

senang sebab selalu merasa dekat dengan tuhannya, rajin ibadah dan

berbuat baik dan sikap positif lainnya yang tidak hanya berguna untuk

diri sendiri melainkan berguna untuk masyarakat dan lingkungannya.

3. Ruang Lingkup Pendidikan Tauhid

Ilmu tauhid merupakan hasil kajian para ulama terhadap al-Qur‟an

dan hadis, maka jelas sumber ilmu tauhid adalah al-Qur‟an dan hadis.

Namun, dalam pengembangannya, kedua sumber ini dihidupsuburkan

oleh rasio dan dalil-dalil akli. Tauhid yang dalam kitabullah (al-

Qur‟an) diwajibkan untuk kita ketahui ada tiga macam tauhid: tauhid

rububiyyah, tauhid uluhiyyah atau ilahiyyah, dan tauhid asma was

sifat. Tauhid rububiyyah artinya mengesakan Allah dengan segala

perbuatan-Nya, kita meyakini bahwa yang memiliki kuasa untuk

melakukan segala hal dan ketetapan di ala mini hanyalah Allah semata.

Tauhid uluhiyyah atau ilahiyyah rangkaian dua kata yang artinya

peribadatan yang diiringi dengan rasa cinta dan pengagungan

sepenuhnya, tauhid ini sering disebut dengan mengesakan Allah

dengan segala perbuatan hamba. Dan terakhir tauhid asma was sifat

yang artinya seorang hamba meyakini bahwa Allah adalah Tuhan yang

maha esa dalam segala nama-nama dan sifat-sifat-Nya.20

Takwa yang dimiliki nantinya akan dirumuskan sebagai

kemampuan untuk memelihara diri dari siksaan Allah, yakni dengan

cara mematuhi dan melaksanakan segala perintah-Nya. Lalu

mengimbangi diri dengan berusaha semaksimal mungkin untuk

20

Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh, (diterjemahkan oleh M Arifin bin Badri,

dkk), Syarah Kitab Tauhid, (Bogor: Pustaka Darul Ilmi, 2010), hal.2

Page 29: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

18

menjauhkan dan menghindari perbuatan yang melanggar segala bentuk

larangan-Nya. Ketakwaan dikaitkan dengan pendidikan tauhid karena

sifat ketakwaan mencerminkan ketauhidan secara menyeluruh, yaitu

mematuhi sepenuhnya perintah Allah sebagai Tuhan yang maha Esa.

Kepatuhan kepada Allah Swt. dalam pendidikan tauhid ini dinyatakan

sebagai kepatuhan yang mutlak, dengan menempatkan Allah Swt.

sebagai dzat yang tunggal.seperti yang tertera pada Al-Qur‟an Surat al-

Ikhlas

Artinya : “Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.

Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala

sesuatu. Ia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Tidak ada

seorang pun yang setara dengan-Nya”.

Ayat di atas tegas sekali menyatakan bahwa Allah itu Esa; Satu

Tunggal. Allah bahkan memberi penegasan khusus bahwa Allah tidak

beranak dan tidak pula diperanakkan. Pernyataan ini secara tegas

menolak anggapan bahwa tuhan punya anak apalagi kalua tuhan

dilahirkan oleh yang lain. Prinsip yang tertera dijadikan acuan dalam

bertindak dan bertingkah laku, baik secara lahir maupun batin.21

Keesaan Allah tidak hanya keesaan pada zat-Nya, tapi juga esa

pada sifat dan af‟al (perbuatan)-Nya. Yang dimaksud dengan esa pada

zat Allah itu tidak tersusun dari beberapa Juzu‟(bagian). Tidak sekutu

baginya dalam memerintah dan menguasai kerajaan-Nya, Esa pada

sifat berarti sifat Allah tidak sama dengan sifat-sifat yang lain dan tak

seorangpun yang mempunyai sifat sebagaimana sifat Allah. Ruang

lingkup pembahasan pendidikan tauhid yang pokok tersimpul dalam

rukun iman.

21

Jalaludin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,2001), hal.92

Page 30: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

19

4. Proses Pembelajaran Pendidikan Tauhid

Sahabat sejati yang tak pernah berpisah dengan anda, ialah Allah

Tuhan yang Maha pencipta, baik dikala di rumah maupun sedang

berpergian. Allah ialah Tuhan yang menjadi penguasa dan penolong

anda, serta pencipta alam semua ini yang tak terpisah dengan kita.

Sebagaimana Allah berfirman dalam hadits Qudsi yang artinya “Aku

adalah teman duduk orang-orang yang menyebut nama Ku”22

Begitu juga ketika anda dalam keadaan gelisah, susah kurang

mampu melaksanakan kewajibannya atas agama anda, maka Allah-lah

yang paling setia. Dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman yang

artinya “Aku adalah di sisi orang yang mersa hatinya susah gelisah

(yakni aku selalu beserta orang yang hatinya khusyu‟ karena Aku)”

Karena itu jika anda berma‟rifat terhadap Allah dengan sungguh-

sungguh, menurut yang semestinya cara berma‟rifat, pasti anda

memilih Allah sebagai sahabat yang sejati dan mencintai-Nya dengan

melaksanakan segala perintahnya dan meninggalkan segala

larangannya, serta senantiasa mengingatnya.23

Pada dasarnya pokok inti al-Qur‟an adalah tauhid. Nabi

Muhammad Saw. diutus oleh Allah kepada umat manusia juga untuk

mengajarkan ketauhidan. Jadi ajaran tauhid yang tertera pada al-

Qur‟an dipertegas dan diperjelas oleh Rasulullah melalui hadis-

hadisnya. Mempelajari al-Qur‟an akan membuat pengetahuan kita

akan ketauhidan akan bertambah. Ajaran ketauhidan yang telah

tercantum di dalam al-Qur‟an ditanamkan dalam-dalam oleh

Rasulullah kepada para sahabat dan pengikutnya, baik melalui ucapan

maupun sikap kepribadian beliau. Hal-hal yang membawa kepada

kepada syirik atau kekafiran sangat ditentang oleh beliau.

22

Al-Ghazali, (diterjemahkan oleh M.A. Nur Hamid dan Aunur Rohim), Pedoman

Amaliah Ibadat, (Semarang: CV Wicaksana, 1988), hal.133 23

Al-Ghazali, (diterjemahkan oleh M.A. Nur Hamid dan Aunur Rohim), Pedoman

Amaliah Ibadat, (Semarang: CV Wicaksana, 1988), hal.133

Page 31: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

20

Pada dasarnya setiap manusia mempunyai fitrah berupa

kepercayaan terhadap adanya zat yang maha kuasa, yang dalam agama

disebut dengan Tuhan. Fitrah manusia tersebut adalah fitrah beragama

tauhid yang dijadikan Allah pada saat manusia itu diciptakan. Hal ini

terdapat pada surat al-A‟raf ayat 172:

Artinya: “dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluar-kan

keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah

mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya

berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka

menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi

saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari

kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami

(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini

(keesaan Tuhan)”,

Pada ayat di atas jelas kita telah mengakui bahwa fitrah manusia

adalah percaya pada zat tuhan yang maha Esa yaitu Allah Swt. kalau

ada manusia yang tidak beragama tauhid berarti telah terjadi

penyimpangan dari fitrahnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh

lingkungan tempat ia hidup, pemikiran yang menjauhkan dari agama

tauhid dan sebagainya. Naluri beragama tauhid merupakan fitrah

manusia maka ketauhidan dalam diri seseorang telah ada sejak ia

dilahirkan. Untuk menyalurkan dan memantapkan katauhidan dalam

diri seseorang Allah mengutus nabi atau rasul yang memberikan

bimbingan dan petunjuk ke jalan yang benar sehingga manusia

terhindar dari kesesatan.24

Tauhid itu ibarat sebatang pohon. Ia tumbuh dalam hati seorang

mukmin, kemudian tumbuh cabang-cabang yang makin hari makin

panjang dan indah. Demikian pula iman, semakin disirami dengan

24

Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1996), hal.23

Page 32: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

21

ketaatan yang dapat mendekatkannya kepada Allah „Azza wa jalla,

semakin bertambah pula kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya,

semakin besar rasa takut dan harapnya serta semakin kuat tawakkalnya

kepada-Nya.25

Diantara factor yang dapat menumbuhkan tauhid di dalam jiwa

ialah sebagai berikut:

1. Berbuat taat karena mengharap pahala di sisi Allah;

2. Meninggalkan maksiat karena takut pada siksaan Allah;

3. Memikirkan (tafakkur) tentang ciptaan-ciptaan Allah di langit

dan di bumi;

4. Mengenali nama-nama dan sifat-sifat Allah, dan memahami

konsekwensi-konsekwensinya, pengaruh-pengaruhnya dan

kandungan maknanya yang menunjukkan kemuliaan dan

kesempurnaan;

5. Senantiasa menimba ilmu yang bermanfaat dan

mengamalkannya;

6. Mendekatkan diri (taqorrub) kepada Allah dengan mengerjakan

amalan-amalan yang sunnah disamping yang fardhu;

7. Mengutamakan apa yang dicintai Allah diatas segala yang

dicintai;

8. Memelas dan merendahkan hati di hadapan Allah. Dsb.26

Bertumbuhnya ketauhidan dalam jiwa seseorang diikuti dengan

amal ibadah, ditunjang oleh sikap, perilaku, dan perbuatan yang

mencerminkan nilai-nilai ketauhidan, maka orang tersebut dinamakan

muttaqin. Keimanan dengan penuh ketakwaan akan menjadi sumber

kebajikan dan keutamaan perbuatan manusia. Takwa adalah tujuan

hidup setiap muslim karena takwa merupakan maqam atau derajat

yang tinggi. Takwa pula yang menjadi tujuan dalam pendidikan Islam,

25

Abdul Rahman As Sa‟dy dkk, Benteng Tauhid, (Jakarta: Pustaka Imam Abu Hanifah,

2008), hal.84 26

Benteng Tauhid.,hal. 84-85

Page 33: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

22

dalam arti setiap bentuk pendidikan dalam Islam mengarah kepada

pembentukan pribadi muslim yang bertakwa.27

B. Model Pendidikan Tauhid

Mendidik tidak hanya dilakukan dengan benar dan tepat tujuan, namun

mendidik juga membutuhkan pemahaman terhadap peserta didik yang

akan kita didik. Dalam mendidik kita membutuhkan model pembelajaran.

Model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan prinsip-prinsip

pendidikan, teori-teori psikologis, sosiologis, psikiatri, analisis system,

atau teori-teori lain. Model tersebut merupakan pola umum perilaku

pembelajaran untuk mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran yang

diharapkan.

Bruce Joyce dan Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah

suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk

kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-

bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang

lain.28

Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu;

2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu;

3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar

di kelas;

4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan, (1) urutan langkah-

langkah pembelajaran (syntax), (2) adanya prinsip-prinsip reaksi, (3)

system social, dan (4) system pendukung;

5. Memiliki dampak senagai akibat terapan model pembelajaran;

27

Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1996), hal.33 28

Deni Darmawan dan Dinn Wahyudin, Model Pembelajaran Di Sekolah, (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2018), hal.1-2

Page 34: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

23

6. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman

model pembelajaran yang dipilihnya;29

Model secara kaffah dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang

digunakan untuk mempresentasikan sesuatu hal. Sesuatu hal yang nyata

dan konversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif. Sebagai

contoh, model pesawat terbang yang terbuat dari kayu, plastic dan lim

adalah model nyata. Dan adapula dalam matematika model dengan istilah

model matematika yaitu sebuah model yang bagiannya terdiri dari konsep

matematika. Namun, model pesawat terbang bukanlah model matematika.

Lalu yang dimaksud dengan model pembelajaran sendiri adalah suatu

perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam

merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran lainnya.30

Jadi model pendidikan tauhid adalah sebuah model dalam

pembelajaran yang membahas tentang pendidikan tauhid atau keesaan

Tuhan. Pembahasan yang ada dalam ilmu tauhid tentang keimanan

seseorang terhadap rukun iman, yang paling utama ialah soal iman kepada

Allah swt dan ke-Esaannya dan mengkhususkan ibadah hanya untuk Allah

semata tanpa serikat.31

Pendidikan dan pengajaran tauhid kepada anak harus dilakukan sejak

anak itu masih kecil. Tanggungjawab dalam pendidikan tersebut terletak

pada kedua orang tuanya, sebab anak adalah amanah Allah kepada orang

tuanya untuk dipelihara dan dididik fitrah anak yang memiliki keimanan

kepada tuhan sejak sebelum ia lahir kedunia, harus disalurkan secara wajar

dan dibina terus sehingga perkembangan akidahnya semakin lama semakin

sempurna. Ia menjadi manusia bertauhid yang betul-betul mencintai

Allah.usaha-usaha pemupukan rasa keimanan sebagai fitrag manusia

sungguh-sungguh mendapat perhatian dari setiap orang tua. Keimanan

29

Model Pembelajaran Di Sekolah,hal.4 30

Trianto Ibnu Badar At-Taubany dan Hadi Suseno, Desain Pengembangan Kurikulum

2013 di Madrasah, (Depok: Kencana, 2017), hal. 213 31

Abdul Majid Aziz Az Zindany, (diterjemahkan oleh M. F. Nurul Huda), Ilmu Tauhid,

(sebuah pendekatan baru, jilid I), hal.13

Page 35: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

24

bertumbuh melalui tiga proses yaitu pembiasaan, pembentukan pengertian,

dan akhirnya pembentukan budi luhur.32

Proses pembiasaan, pemupukan keimanan dilakukan kepada anak di

masa-masa awal kehidupannya, masa kanak-kanak dan usia sekolah. Pada

proses ini aktivitas yang dilakukan hanya memberikan pengenalan secara

umum dan membiasakan anak untuk ingat bahwa tuhan itu ada. Jika

diumpamakan dengan tumbuhan anak dalam proses ini bagaikan

tumbuhan yang baru tumbuh. Ia memerlukan pemeliharaan yang serius

perlu disiram dan dapat perlindungan dari segala bahaya dan panas

matahari. Pembiasaan untuk anak pada permulaan usia sekolah sebaiknya

dilakukan dengan peragaan yang dapat membawanya mengenal tuhan.

Peragaan yang mudah dilihat dan ditiru oleh anak, seperti shalat,

mengucap basmalah, mengucap hamdalah, mengucap salam, berdo‟a dan

lain sebagainya.33

Tahap pembentukan pengertian, pada masa sekolah sampai menjelang

remaja anak suka berkhayal. Karena itu kesukaan seperti ini hendaknya

dimanfaatkan oleh orang tua sebaik mungkin untuk menanamkan tauhid

seperti cerita tentang kehebatan Allah dalam menciptakan makhluk-Nya,

kehebatan para nabi dan rasul dengan berbagai mukjizatnya, malaikat, dan

sebagainya. Anak yang suka berkhayal adalah anak yang suka mengagumi

yang menurut pandangannya hebat, maka jika diarahkan dengan baik ia

akan mengagumi Allah, nabi, rasul, malaikat dan sebagainya. lalu nanti

akan bertemu masa remaja dimana masa peralihan anak. Orang tua harus

betul-betul membimbing anak secara intensif dalam ketauhidan agar tidak

terombang-ambing oleh problema yang dihadapi oleh anak. Jadi,

perkembangan akidah seorang manusia sangat tergantung dengan kondisi

lingkungannya serta pendidikan dan pengajaran ketauhidan yang diterima

32

Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1996), hal.42-43 33

Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1996), hal.44

Page 36: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

25

olehnya. Untuk itu penanan orang tua dan keluarga sangat besar terutama

peranan ibu, karena ibulah manusia terdekat dengan anaknya.34

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep disini penulis ingin memperjelas mengenai

pembahasan yang akan kita bahas pada hasil penelitian. Masalah yang ada

disini ialah :

1. Masih banyak pendidik dan peserta didik tidak memperhatikan nilai-

nilai dalam melakukan kegiatan pendidikan terkait penanaman tauhid

pada diri peserta didik.

2. Pendidikan tauhid yang saklek pada al-Qur‟an mulai jarang dijadikan

acuan pada saat pembelajaran.

3. Setiap pemikiran tokoh berbeda-beda mengenai model pendidikan

tauhid yang mereka miliki.

Telah kita ketahui bahwa doktrin pendidikan yang amat kuat dalam

jati diri islam mengenai ketuhanan yang maha esa dan telah diketahui juga

mengenai ciptaan yang amat sempurna adalah manusia yang memiliki akal

untuk berfikir mengenai semua yang ada di alam semesta ini. Jika kita

baca dari teori atau pendapat tokoh diatas bahwa menganai pendidikan

tauhid adalah pendidikan yang amat mendasar bagi setiap manusia. Karena

dengan memiliki tuhan dan pemahaman yang begitu erat tertanam dalam

diri manusia akan menjadikan seseorang itu menjalankan kehidupannya

sesuai dengan syariat.

Seseorang yang telah tertanam ketauhidan dalam diri tidak akan lagi

ragu mengenai apa-apa yang ada di muka bumi ini. Orang yang seperti itu

34

Loc.cit., hal.45

masalah teori dampak

Page 37: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

26

akan menemukan jawabannya ketika ia mengingat tuhannya. Dan tahu apa

yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.

D. Hasil Penelitian Relevan

Berdasarkan penelusuran terhadap beberapa karya ilmiah skripsi di

perpustakan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, bahwa yang membahas

tentang Analisis Metode Pendidikan Tauhid dalam Pembelajaran PAI

(Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib Al-Attas)

belum ditemukan secara Khusus yang benar-benar mirip. Namun ada

beberapa skiripsi yang hampir sama dalam judul tetapi berbeda dalam

pembahasaan yakni:

1. Zulfatul „Ulumiyah (2012), yang berjudul Makna dan Tujuan

Pendidikan Islam menurut Syed M. Naquib al-Attas serta

Implementasinta dalam Pendidikan Islam. Menurutnya yang penulis

ambil dari kesimpulan Zulfatul „Ulumiyah bahwa makna pendidikan

Islam menurut Syed M. Naquib al-Attas terdapat dalam term ta‟dib,

yaitu pendidikan yang menekankan kemampuan berfikir sekaligus

menekankan pembinaan kepribadian, sikap, serta moral dan etika

dalam mengamalkan hasil dari kemampuan berfikir tersebut dan ilmu

pengetahuan yang diperolehnya, sehingga menghasilkan individu

yang mempunyai kualitas akhlak dan intelektual yang baik.

2. Miftah Faridl (2013), yang berjudul Konsep Ta‟dib menurut Syed

Muhammad Naquib al-Attas. Menurutnya yang penulis ambil dari

kesimpulan Miftah Faridl menurut Syed M Naquib al-Attas

pendidikan Islam lebih tepat menggunakan istilah ta‟dib bukan

tarbiyah atau ta‟lim. Alasannya karena dalam pandangannya dengan

menggunakan konsep ta‟dib maka dapat dipahami bahwa pendidikan

Islam adalah proses internalisasi dan penanaman adab pada diri

manusia. Sehingga muatan substansial yang terjadi dalam kegiatan

pendidikan Islam adalah interaksi yang menanamkan adab. Yang

mana menurut beliau pengajaran dan proses mempelajari

Page 38: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

27

keterampilan betapa pun ilmiahnya tidak dapat diartikan sebagai

pendidikan bilamana didalamnya tidak ditanamkan „sesuatu‟ (adab).

3. Izzah Fauziah (2014), Fakultas ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan

Pendidikan Agama Islam. Dengan judul pemikiran syed Muhammad

Naquib al-Attas tentang pendidikan islam. Dilihat dari kesimpulan

yang dipaparkan oleh Izzah Fauziah bahwasannya Menurut

pandangan Syed Muhammad Naquib Al-Attas, pendidikan Islam

adalah proses penanaman ilmu ke dalam diri manusia. Tujuan

mencari pengetahuan dalam Islam ialah menanamkan kebaikan

dalam diri manusia sebagai manusia dan sebagai diri individual.

Tujuan akhir pendidikan Islam ialah menghasilkan manusia yang

baik dan bukan, seperti dalam peradaban Barat, warganegara yang

baik. “Baik” dalam konsep manusia yang baik berarti tepat sebagai

manusia adab dalam pengertian yang dijelaskan di sini, yakni

meliputi kehidupan material dan spiritual manusia. Karena dalam

Islam, tujuan mencari pengetahuan pada puncaknya adalah untuk

menjadi seorang manusia yang baik..

4. Aji Nadiah Zuliarti (2015), yang berjudul Studi Komparasi Konsep

Pendidikan Islam al-Ghazali dan Ibnu Khaldun. Menurutnya yang

penulis ambil dari kesimpulan Aji Nadiah Zuliarti bahwa konsep

pendidikan menurut al-Ghazali yakni anak terlahir dalam keadaan

fitrah maka orang yang mendidiknyalah yang mempengaruhi anak

tersebut. Ini berarti jika seorang anak tumbuh dan berkembang dalam

lingkungan yang baik, dididik dengan cara yang baik dan dibiasakan

melakukan hal-hal yang baik, maka anak tersebut akan menjadi baik

dan sebaliknya jika anak tumbuh dan berkembang dalam lingkungan

yang buruk dididik dengan cara yang buruk dan dibiasakan

melakukan hal-hal keburukan maka anak tersebut akan menjadi

buruk.

5. Hasan Fathurrohman (2015), yang berjudul Metode Pedidikan

Tauhid menurut Al-Ghazali dalam Ihya „Ulumuddin (analisis

Page 39: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

28

psikologi perkembangan). Menurut penulis yang diambil dari

kesimpulan Hasan bahwa pendidikan tauhid dalam ihya „ulumuddin

ada empat metode yang dapat ditempuh dalam pendidikan tauhid.

Pertama, talqin yaitu pengarahan dan pembimbingan ketauhidan

kepada seseorang ketika masih kanak-kanak, berupa kegiatan

penghafalan dengan baik terhadap proposisi-proposisi ketauhidan

yang telah ditentukan. Kedua, riyadloh-mujahadah yaitu pengamalan

ajaran-ajaran Islam, pengkajian terhadap al-Qur‟an dan hadits nabi,

serta pergaulan dengan orang-orang dan lingkungan religious, karena

dengan kegiatan tersebut berdampak menguatkan ketauhidan

seseorang. Ketiga, kalam-jadal yaitu pembahasan mengenai

ketuhanan dengasn disiplin rasional dan argumentative. Keempat,

da‟wah bit talathtuf yaitu suatu ajakan dengan santun dan lembut

serta dengan Bahasa dari al-Qur‟an yang mudah dimengerti oleh

umumnya orang-orang, kepada paham akidah tauhid yang benar.

Bentuknya secara umum dikenal dengan mawidzoh atau nasehat,

karena secara psikologis orang-orang lebih dapat menerima ajakan

yang santun dan ajakan yang menggunakan Bahasa yang sederhana.

Page 40: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

29

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat yang digunakan oleh peneliti dalam penyelesaian skripsi ini di

perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, perpustakaan fakultas

ilmu tarbiyah dan keguruan serta perpustakaan nasional republik Indonesia

untuk membahas tentang Model Pendidikan Tauhid (Studi Komparasi

Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib Al-Attas). Waktu penelitian

dilakukan semester VIII (delapan) tahun 2018 selama 7 bulan, terhitung dari

bulan April 2018 sampai bulan November 2018.

B. Metode Penelitian

Dalam Skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian

kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena

tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,

motivasi, tindakan, dll., secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam

bentuk kata-kata dan Bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan

dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.1 Jadi penelitian kualitatif

digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan

menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat

dijelaskan, diukur atau digambarkan.

Penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan library

research atau penelitian pustaka yaitu penelitian yang menggunakan data dan

informasi dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapan dalam

kepustakaan.2 Penelitian ini lebih menitikberatkan pada pengumpulan data

dari berbagai sumber yang relevan (seperti buku, jurnal, dan internet) yang

terkait dengan judul.

1 Lexy j. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Offset Rosda

Karya, 2011), hal.6 2 Ibid.,

Page 41: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

30

Dalam hal ini bahan-bahan pustaka itu diperlukan sebagai sumber ide

untuk menggali pemikiran atau gagasan baru, sebagai bahan dasar untuk

melakukan deduksi dari pengetahuan yang telah ada, sehingga kerangka teori

baru dapat dikembangkan, atau sebagai dasar pemecahan masalah. Jenis

penelitian ini dapat dipahami sebagai penelitian teoritik dan terkait pada

values, tetapi tetap diperlukan keterkaitannya dengan empiris.3 Guna

menjawab permasalahan Model Pendidikan Tauhid (Studi Komparasi

Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib Al-Attas).

C. Fokus Penelitian

Dalam Proposal Skripsi ini, penulis menfokuskan Model Pendidikan

Tauhid (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib Al-

Attas). penulis memfokuskan pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan tauhid

hanya pada kitab Ihya Ulumuddin dan al-Attas pada buku Konsep Pendidikan

dalam Islam, Terj. dari The Concept of Education in Islam: A Framework for

an Islamic Philosophy of Education, terbit di Bandung: Mizan, tahun 1996.

Jadi dalam penelitian ini penulis bermaksud mencari perbedaan atau

persamaan antara pemikiran al-Ghazali dan al-Attas tentang metode

pendidikan tauhid, dengan mencari data-data dan sumber-sumber yang

membahas mengenai metode pendidikan tauhid.

D. Prosedur Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam pendekatan penelitian penulisan skripsi ini peneliti

menggunakan metode penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan

adalah penelitian yang dilakukan di perpustakaan dan mengambil setting

perpustakaan sebagai tempat penelitian di mana objek penelitiannya

adalah bahan-bahan perpustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan oleh

seseorang yang ingin mengetahui teori-teori apa yang digunakan dari

waktu ke waktu.

3 Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996),

hal.55

Page 42: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

31

Pendekatan ini digunakan oleh penulis karena pengumpulan data

dalam skripsi ini bersifat kualitatif dan juga dalam penelitian ini tidak

bermaksud untuk menguji hipotesis, dalam arti hanya menggambarkan

dan menganalisis secara kritis yang penulis kaji mengenai model

pendidikan tauhid Menurut Al Ghazali dan al-Attas.

2. Teknik pengumpulan data

Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini,

maka teknik pengumpulan data yang tepat dalam penelitian library

research adalah dengan mengumpulkan data-data tertulis kemudian

menyelidiki bahan-bahan tertulis yang terkait dengan model pendidikan

tauhid kedua tokoh tersebut. Langkah ini biasanya dikenal dengan dengan

metode dokementasi. Pemeriksaan dokumentasi (studi dokumentasi)

dilakukan dengan meneliti bahan dokumentasi yang ada dan mempunyai

relevansi dengan tujuan penelitian.4

Penulis menggunakan sumber data sebagai acuan penelitian ini. Yang

dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini adalah subyek

darimana data dapat diperoleh.5 Karena penulis menggunakan pendekatan

penelitian pustaka maka sumber data yang diambil dari berbagai sumber,

yaitu:

a. Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh dari data-data sumber

primer yang berarti sumber asli dari tokoh yang akan dibahas. Pada al-

Ghazali data primer berupa karya al-Ghazali sendiri yakni kitab Ihya

Ulumuddin, dan dengan Syed. M. Naquib al-Attas data primernya

berupa karya beliau sendiri yakni buku Konsep Pendidikan dalam

Islam, Terj. dari The Concept of Education in Islam: A Framework for

an Islamic Philosophy of Education, terbit di Bandung: Mizan, tahun

1996.

4 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2008), hal. 30 5 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan Praktek,

(Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal.129

Page 43: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

32

b. Sumber data sekunder, yaitu yang diperoleh dari sumber yang bukan

asli.6 Sedangkan buku-buku maupun sumber lain yang memiliki

relevansi dengan masalah yang dibahas.

3. Teknik Analisis data

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah content

analysist.7 Data yang dianalisis disini adalah data yang berhubungan

dengan pendidikan agama Islam. Analisis data pendidikan agama Islam

ini bertujuan untuk mengumpulkan dan menganalisis dokumen yang

berkaitan dengan judul penulis. Analisis di mulai dengan mengumpulkan

teori-teori yang berkaitan dan mendukung sebagai bahan penulisan.

Kemudian membandingkan konsep dari tokoh apa kekurangan dan

kelebihan dari tokoh kemudian di analisis sehingga menghasilkan model

pendidikan tauhid menurut al-Ghazali dan Syed M. Naquib al-Attas.

Analisis konten yang dilakukan dalam penelitian ini melewati

beberapa langkah. Pertama, membaca keseluruhan konten data premier,

yaitu ihya ‘ulumuddin dalam bab dasar-dasar akidah, pasal kedua dan

buku The Concept of Education in Islam: A Framework for an Islamic

Philosophy of Education dengan tujuan mencari gagasan umum di

dalamnya. Kedua, memilah data primer kedalam unit-unit data melalui

kategori tema untuk kemudian diinterpretasi. Ketiga, melakukan analisis

terhdap unit-unit data melalui interpretasi. Keempat, membuat konstruksi

interpretasi terhadap unit-unit data kedalam sebuah struktur terpadu

melalui pendeskripsian.

6 Tatang M. Arifin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

1995) hal.133 7 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Grafindo Persada, 2001), hal. 141

Page 44: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

33

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Biografi Tokoh

1. Biografi al-Ghazali

Nama lengkap al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad bin

Muhammad bin Ahmad al-Ghazali. Di dunia barat dikenal dengan

“Algazel” ia lahir di perkampungan kecil bernama Ghazalah, di daerah

Thus, Khurasan, suatu wilayah di Persi (Iran), pada tahun 450H/1058

M.1 para peneliti berbeda pendapat berkenaan dengan asal muasal

sebutan al-Ghazali. Diantara beberapa pendapat bahwa sebutan al-

Ghazali merupakan nisbah terhadap daerah tempat kelahirannya, yakni

Ghazalah. Namun ada juga yang berpendapat bahwa al-Ghazali melekat

kepadanya karena latar belakang profesi ayahnya sebagai ghazzal al

Shuff (pemintal benang wol), kata al-Ghazzali (dengan dobel z)

merupakan nisbah dari pekerjaan ayahnya sebagai pemintal tenun.

Al-Ghazali tumbuh dan berkembang dalam keluarga sederhana

yang saleh. Ayahnya bernama Muhammad, seorang buta huruf yang

kesehariannya sebagai penenun wol dengan penghasilan yang pas-

pasan. Namun keterbatasannya tidak menyurutkan semangatnya untuk

mengikuti berbagai pertemuan ilmiah dengan para ulama dan pemikir.

Ayah al-Ghazali aktif berinteraksi dengan para intelektual muslim

masanya hingga ia terobsesi memberikan pendidikan yang terbaik untuk

kedua anaknya. Namun ayahnya meninggal dunia saat beliau masih

kecil. Sebelum meninggal ayahnya mewariskan harta untuk biaya

pendidikan kedua anaknya sekaligus menitipkan kepada seorang ulama

sufi yang masih teman dekatnya.2

a. Masa Pendidikan dan Pengalaman

Al-Ghazali mengawali pendidikan agamanya di kota Thus.

Di kota ini ia mempelajari ilmu hadits, al-Qur‟an dan tasawuf

1 Asrorun Ni‟am Sholeh, Reorientasi Pendidikan Islam,(Jakarta: Elsas Jakarta, 2006),

hal.23 2 Syamsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Amzah, 2017), hal.233

Page 45: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

34

dasar. Setelah biaya pendidikannya habis, al-Ghazali berpindah

dan berguru ilmu fikih kepada Syekh Ahmad bin Muhammad al-

Radzkani. Sedangkan ilmu tasawuf beliau peroleh dari Yusuf al-

Nassaj.3

Pada usia 15 tahun, al-Ghazali pergi ke kota Jurjan untuk

belajar kepada Syekh Abu Nasr al-Ismaili. Setelah menamatkan

pelajaran di Jurjan, al-Ghazali kembali ke Thus untuk mengajar.

Memasuki tahun 471 H. al-Ghazali menuju Naisabur dan belajar

kepada Imam al-Haramain di madrasah Nidzamiyyah. Meskipun

Imam al-Haramain bukan seorang filosof, tetapi ia mengajarkan

studi filsafat kepada al-Ghazali. Imam haramain dikenal sebagai

ulama yang berkepribadian kharismatik, muara ilmu, serta mahir

dalam pengajaran. Imam al-Ghazali menuntut ilmu secara tekun

dan disiplin sehingga menguasai berbagai cabang ilmu, seperti

mazhab dalam Islam beserta pemikirannya, retorika, dan ushul

fikih.

Kecerdasan dan kejelian dalam mengungkapkan arti dari

setiap kata dan keluasan pengetahuan yang dimiliki oleh imam al-

Ghazali mengundang kekaguman imam Haramain sehingga imam

haramain memberikan pendapat bahwa imam al-Ghazali

merupakan miniatur lautan ilmu. Beliau melebihi teman-temannya

yang berjumlah 400 orang. Beliau pun menjadi asisten bagi

gurunya sekaligus wakilnya.

Al-Ghazali menginjakkan kakinya di Baghdad pada tahun

484 H. ketika itu usianya menginjak 34 tahun namun ia sudah

memegang jabatan tinggi sehingga menjadi cendekiawan yang

disegani. Ia mengajar di lembaga pendidikan Nizamiah dengan

cara mengajar yang mengesankan, santun, berwibawa, dan jernih

analisanya sehingga banyak orang yang menyukainya.

3Asrorun Ni‟am Sholeh, Reorientasi Pendidikan Islam,(Jakarta: Elsas Jakarta, 2006),

hal.25

Page 46: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

35

Faktor yang mendukung kejeniusan serta kemasyhuran al-

Ghazali diantaranya, Perkembangan keilmuannya, al-Ghazali

merupakan pribadi yang haus ilmu. Ia pencari keyakinan yang

sejati. Untuk itulah ia mempelajari berbagai macam ilmu.

Sehingga, ia melanpaui teman-teman sebayanya. Ia merupakan

pribadi yang kuat hafalannya. Ia merupakan pribadi yang jenius,

jeli pengamatannya, akurat, serta dapat memecahkan berbagai

persoalan yang pelik. Ia pengajar di lembaga pendidikan

Nizamiah yang didirikan oleh kesultanan Seljuk untuk

mengajarkan ajaran ahlus-sunnah.

b. Karya-Karya al-Ghazali

Al-Ghazali ialah seorang imuwan yang begitu kaya akan

pengetahuannya. Karya yang dimiliki tidaklah sedikit pada

bidang-bidang ilmu yang beliau miliki. Menurut beberapa tokoh

al-Ghazali telah menghasilakn sekitar 300 karya. Beliau mulai

mengarang pada usia 25 tahun, sewaktu masih di Naisabur. Ia

mempergunakan waktu 30 tahun untuk mengarang. Dengan

demikian, setiap tahun beliau menghasilkan karya tidak kurang

dari 10 kitab besar dan kecil, yang meliputi beberapa bidang ilmu

pengetahuan.4

Berikut diantara karya-karya yang dimiliki oleh al-Ghazali

dari masing-masing bidang yang beliau kuasai:

1) Bidang fiqh dan ushul fiqh

a) Al-Basith fi al-Furu‟ „ala Nihayah al-Mathlab li Imam

al-Haramain;

b) Al-Wasith al-Muhith bi Itqar al-Basith;

c) Al-Wajiz fi al-Furu‟;

d) Asrar al-Hajj, dalam fiqh Syafi‟I;

e) Al Musthafa fi „ilm al Ushul;

f) Al-Mankhul fi „ilm al Ushul;

4 Syamsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Amzah, 2017), hal. 235

Page 47: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

36

2) Bidang tafsir

a) Jawahir al-Qur‟an;

b) Yaqut al-Ta‟wil fi Tafsir al-Tanzil;

3) Bidang aqidah

a) Al-Iqtishad fi al-I‟tiqad, terbit di Mesir;

b) Al-Ajwibah al-Ghazaliyah fi al-masail al-Ukhrawiyah;

c) Iljamu al-Awam‟an „ilm al-kalam;

d) Al-Risalah al-Qudsiyah fi Qawaid al-Aqaid;

e) „Aqidah ahl al Sunnah;

f) Fadhaih al-Bathiniyah wa fadlail al-Mustadzhariyah;

g) Faishal al-Tafriqah baina al-Islam wa al-Zindiqah;

h) Al-Qistash al-Mustaqim;

i) Kimiyah al-sa‟adah;

j) Al-Maqshid al-Atsna fi ma‟ani asma Allah al-Husna;

k) Al-Qaul al-Jamil fi al-Radd „ala man Ghayyara al-Injil;

4) Bidang filsafat dan logika

a) Misykah al-anwar;

b) Tahafut al-falasifah;

c) Risalah al-Thair;

d) Mihak al-Nadzar fi al-Mantiq;

e) Ma‟ary al-Qudsi fi Madarij Ma‟rifah al-Nafs;

f) Mi‟yar al-Ilmi;

g) Al-Muthal fi ilm al-Jidal;

5) Bidang tasawuf

a) Adab al-Shufiyah;

b) Ihya „Ulumuddin;

c) Bidayah al-Hidayah wa Tahdzib al-Nufus bi al-Adab al-

Sariyyah;

d) Al-Adab fi al-Din;

e) Al-Imla ‟an Asykal al Ihya;

f) Ayyuhal walad;

Page 48: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

37

g) alRisalah al-Ladunniyah;

h) Mizan al-Amal;

i) Al-Kasyfu wa al-Tabyin fi Ghurur al-Khalq Ajma‟in;

j) Minhaj al-Abidin ila al-Jannah;

k) Muhkasyafah al-Qulub al-Muqarrab ila Hadhrah Alami

al-Ghaibi;

Karya-karyanya itu menunjukkan bahwa beliau seorang

pemikir kelas dunia yang sangat berpengaruh. Dikalangan Islam

sendiri banyak yang menilai bahwa dalam hal ajaran, ia adalah

orang kedua yang paling berpengaruh sesudah Rasulullah. Walau

ini terdengar sangat berlebihan namun banyak faktor mendukung

kebenaran penilaian itu. Pemikiran al-Ghazali tidak hanya

berguna bagi kalangan Islam melainkan berguna bagi kalangan

yahudi dan Kristen. Yahudi tampil dalam pribadi filsuf besar yaitu

Musa bin Maimun. Yang karyanya penting dalam sejarah

perkembangan filsafat yahudi itu menunjukkan bahwa ia berada

dibawah sorotan pemikiran al-Ghazali.5

Seperti para ulama katakan bahwa al-Ghazali memang

seorang pemikir yang kuat di kelas dunia. Tokoh yang diteliti

kedua juga sedikit banyak terinspirasi dari pemikiran al-ghazali

mengenai pemikirannya pada bidang pendidikan.

2. Biografi Syed M. Naquib al-Attas

Prof. DR. Syed Muhammad Naquib al-Attas, yang selanjutnya

disebut dengan al-Attas, dilahirkan di Bogor, Jawa Barat, 5 September

1931. Berdasarkan silsilahnya al-Attas adalah keturunan Nabi

Muhammad yang ke-37, melalui silsilah sayyid dari Ba‟lawi asal

Hadramaut hingga sampai ke Imam Husain, cucu Nabi Saw.6 Al-Attas

merupakan adik kandung dari Prof. DR. Syed Hussein al-Attas, seorang

5 Syamsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Amzah, 2017), hal. 235-236

6 Ach. Maimun Syamsuddin, Integrasi MultidimensiAgama dan Sains, (Yogjakarta:

Ircisod, 2012), hal.7

Page 49: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

38

ilmuwan dan pakar sosiologi pada Universitas Malaya, Kuala Lumpur,

Malaysia.7

Ayahnya bernama Syed Ali bin Abdullah al-Attas yang berasal

dari Saudi Arabia dengan silsilah keturunan sayyid; sedangkan ibunya

bernama Syarifah Raguan al-Idrus, keturunan kerabat raja-raja pada

kerajaan Sunda Sukapura, Jawa Barat. Jadi al-Attas ini adalah

keturunan kaum ningrat, berdarah biru dengan semangat religious yang

sangat kental dan mendalam sekali. Dari pihak ibu bersambung pada

nabi Muhammad melalui Muhammad al-„Aydarus guru dan

pembimbing ruhani Syed Abu Hafs Umar ba Syaiban dari Hadramaut,

yang mengantarkan Nur al-Din al-Raniri salah seorang alim ulama

terkemuka di dunia melayu ke tarekat Rafi‟iyyah. Ibunda Syed

Muhammad Naquib yaitu Syarifah Raquan al-Aydarus, yang berasal

dari Bogor, Jawa Barat dan merupakan keturunan ningrat sunda di

Sukapura.8

a. Masa pendidikan dan Pengalaman

Pendidikan keagamaan keluarga ini memberikan pengaruh

kepada kepribadian al-Attas kecil, sebelum mengenyam pendidikan

dasar. Al-Attas menempuh pendidikan dasar formalnya di sekolah

dasar Ngee Heng (1936-1941). Setelah kembali ke jawa untuk

melanjutkan pendidikan formalnya di madrasah al-Urwatul Wutsqa

Sukabumi (1941-1945), sebuah lembaga pendidikan yang

menggunakan Bahasa Arab sebagai pengantar. Setelah itu kembali

ke Johor untuk melanjutkan pendidikannya di Bukit Zahrah School

lalu di English Collede (1946-1951). Saat itu berkesempatan

membaca manuskrip-manuskrip penting melayu di perpustakaan

7 Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2007),

hal.9 8 Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed Muhammad

Naquib Al-Attas terj. Hamid Fahmy, (Bandung: Mizan, 1998), hal.45

Page 50: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

39

Ungku Abdul Aziz, keponakan sultan yang kemudian merupakan

salah seorang pamannya. Karena ia memang tinggal bersamanya.9

Setelah Ungku Abdul Aziz pension al-Attas tinggal dengan

pamannya yang lain yaitu Dato‟ Onn Dato‟ Jaafar (kepala menteri

Johor modern ketujuh), sampai menyelesaikan pendidikan tingkat

menengah. al-Attas memiliki bakat dalam bidang seni ia

menggambarkan sebuah bendera yang diinginkan dengan gambar

keris hijau dengan latar belakang berwarna kuning yang

menyimbolkan Islam, kekuatan, dan kesetiaan melayu yang

semuanya diletakkan diatas latar berwarna merah dan putih yaitu

warna kesukaan Hang Tuah sekaligus warna bendera warna

Indonesia.

Setelah menyelesaikan pendidikan di sekolah menengah pada

1951 ia mendaftarkan diri untuk mengikuti pendidikan militer

pertama di Eton Hall, Chester, Wales Inggris. Selama pendidikan

di Inggris ia berusaha memahami aspek-aspek yang mempengaruhi

semangat dan gaya hidup masyarakat Inggris. Setelah

menyelesaikan pendidikan di Inggris. Beliau juga sering pergi ke

negara-negara Eropa lainnya dan Afrika untuk mengunjungi

tempat-tempat terkenal dengan tradisi intelektual, seni, dan gaya

bangunan keislamannya. Dan di Afrika beliau bertemu dengan

sejumlah pemimpin Maroko yang sedang berjuang merebut

kembali kemerdekaannya dari tangan Prancis dan Spanyol. Ia

berkuliah di Sandhurst, disana ia berkenalan untuk pertama kali

dengan pandangan metafisika tasawuf yang tersedia di

perpustakaan kampusnya.

Syed Muhammad Naquib al Attas adalah seorang pakar yang

menguasai berbagai disiplin ilmu, seperti teologi, filsafat dan

metafisika, sejarah, dan sastra. Dia juga seorang penulis produktif

dan otoritatif, yang telah memberikan beberapa kontribusi baru

9 Ibid., hal.2-3

Page 51: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

40

dalam disiplin keislaman dan peradaban Melayu. Dia seorang yang

telah merancang dan mendesain bangunan kampus ISTAC pada

1991, pada 1993 dia diminta menyusun tulisan klasik yang unik

untuk kursi kehormatan al-Ghazali. Al-Attas sering mendapat

penghargaan internasional baik dari para orientalis maupun dari

pakar peradaban Islam dan Melayu.

Di Malaysia posisi dan peranan al-Attas sebagai seorang

pakar yang andal tidak perlu diragukan lagi. Dari 1970-1984 dia

menjadi ketua lembaga Bahasa dan kesusastraan Melayu di

Universitas kebangsaan Malaysia, ketua lembaga Tun Abdul Razak

untuk study Asia Tenggara di Universitas Ohio, Amerika dan al-

Attas adalah pendiri sekaligus rector ISTAC (International

Institute of Islamic Thought and Civilization) sejak 1987 yang

terletak di Kuala Lumpur.

b. Karya-Karya Syed Muhammad Naquib al-Attas

Al-Attas telah menulis 26 buku dan monograf, baik dalam

Bahasa Inggris maupun Melayu dan banyak yang telah

diterjemahkan ke dalam Bahasa lain salah satunya Indonesia.

Karya-karyanya sebagai berikut:

1) Rangkaian Ruba‟iyat

2) Some Aspects of Shufism as Understood and Practised

Among the Malays.

3) Raniri and Wujudiyyah of 17th

Century Acheh, Monograph of

the Royal Asiatic Society.

4) The Origin of The Malay Sya‟ir

5) Preliminary Statement on a General Theoryof the

Islamization of the Malay Indonesian Archipelago.

6) The Mysticism of Hamzah Fanshuri.

7) Concluding Postcript to the Origin of the Malay Sya‟ir.

8) The Correct Date of the Terengganu Inscription.

9) Islam dan Sejarah dan Kebudayaan Melayu.

Page 52: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

41

10) Risalah untuk Kaum Muslimin,

11) Comments on the Re-examination of al-Raniri‟s Hujjat al-

Shiddiq

12) Islam: the Concept of Religion and the Foundation of Ethics

and Morality.

13) Islam: Paham Agama dan asas Akhlak

14) Islam and Secularism.

15) Aims and Objectives of Islamic Education: Islamic Education

Series, Hodder and Stoughton and King Abdulaziz

University.

16) The Concept of Education in Islam

17) Islam, Secularism, and the Philosophy of the Future.

18) A Commentary on the Hujjat al-Shiddiq of Nur al-Din al-

Raniri.

19) The Oldest Known Malay Manuscript: a 16th

Century Malay

Translation of the „Aqa‟id of al-Nasafi.

20) Islam the Philosophy of Science

21) The Nature of Man and the Psychology of the Human Soul.

22) The Institution of Existence

23) On Quiddity and Essence

24) The Meaning and Experience of Happiness in Islam.

25) The Degrees of Existence.

26) Prolegomena to the metaphysics of Islam.

B. Pendidikan Tauhid menurut al-Ghazali

Pemikiran al-Ghazali mengenai pendidikan secara umum bersifat

religious-etis. Menurut al-Ghazali aktifitas duniawi hanya sekedar factor

suplementer bagi pencapaian kebahagiaan akhirat yang abadi.10

Al-Ghazali

menganalisis semua ilmu-ilmu bukan hanya pada level permulaan,

melainkan ia menenggelamkan diri secara total terhadap seluruh ilmu untuk

10

Asrorun Ni‟am Sholeh, Reorientasi Pendidikan Islam,(Jakarta: Elsas Jakarta, 2006),

hal.56

Page 53: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

42

bisa membedakan antara hakikat kebenaran dan kebatilan, antara ajaran

yang asli dan palsu, antara argumentasi teologis dan filosofis, antara teori

dan praktik sufistik yang benar-benar bisa mengantarkannya menggapai

kepastian dalam mengenal sang pencipta.11

Al-Ghazali adalah seorang tokoh Islam yang mendalami sesuatu ilmu

secara terperinci. Beliau terkenal sebagai hujjatul Islam dan pembaharu,

beliau akan membuat pembaharuan atau pemahaman yang lebih jelas

mengenai sesuatu ilmu yang diterapkannya. Beliau berbeda dengan ulama-

ulama lain yang mana usaha mereka menghafal apa yang diterimanya,

mengulanginya dan menukilnya. Beliau seorang alim yang aktif, maklumat

yang diterimanya diteliti dan diuji sejauh mana kebenaran dan kebatilannya.

Oleh karena itu adakalanya beliau menolak, mengubah atau menjelaskan

dan menghuraikan lalu membuat pembaharuan.12

Al-Ghazali mengalami ketersingkapan tabir sufistik yang membuat

beliau semakin kuat keyakinannya mengenai jalan kaum sufi adalah jalan

terbaik dalam proses mendekat kepada khalik, sang pencipta. Setelah

ketersingkapan tabir sufistik pula al-Ghazali menulis karya menumentalnya

dalam bidang tasawuf yaitu Ihya „Ulumuddin, menghidupkan kembali ilmu-

ilmu agama. Dalam kitab tersebut al-Ghazali merumuskan langkah-langkah

dalam perjalanan spiritual menuju tuhan.13

Pada ihya ulumuddin terdapat

bab Qawa‟id al-Aqa‟id atau kaidah-kaidah I‟tiqad. Merupakan karya induk

di bidang teologi. Didalamnya terdapat empat pasal:

Pasal pertama, berisi uraian „aqidah (I‟tiqad) ahlus-sunah tentang

kalimah syahadat yaitu salah satu dari dasar-dasar Islam. Persaksian bahwa

tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.

Penjelasan mengenai sifat-sifat dzat Allah dan sifat-sifat tanzih

(kemahasucian) Allah. Penjelasan tentang status nabi Muhammad sebagai

utusan Allah, apa-apa yang dibawanya benar adanya dari Allah termasuk

11

Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo, 2016), hal.128 12

Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, (Jakarta:

Rajagrafindo Indonesia, 2015), hal. 162 13

Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo, 2016), hal.128

Page 54: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

43

kepercayaan tentang status para sahabat Nabi Muhammad dan

urutankemuliaan mereka satu sama lain.

Pasal kedua, berisi petunjuk dalam memberikan bimbingan akidah dan

penjelasan tentang tingkat-tingkat I‟tiqad. Adapun mengenai petunjuk

bimbingan akidah bagi umat, mecakup petunjuk dalam penanaman materi

akidah sejak masa kanak-kanak, pemantapannya dan penghayatannya.

Pasal ketiga, berisi karyanya yang berjudul al-Risalat al-Qudsiyyah,

salah satu karya kalam al-Ghazali. Isinya tentang dalil-dalil rasional dan

tekstual bagi kebenaran materi akidah yang sudah dipaparkan dalam pasal

pertama.

Pasal keempat, berisi tiga masalah pokok, yaitu pengertian “iman” dan

“Islam” dari segi etimologi dan terminology, masalah iman yang bisa

bertambah dan berkurang, dan masalah pernyataan iman dengan suatu

pengecualian (istisna).14

Berfokus pada pasal kedua yang tertera dalam ihya‟ ulumuddin “pasal

kedua: tentang cara beransur-ansur memberi petunjuk dan susunan

tingkatan kei‟tiqadan”.15

memberikan penjelasan bagaimana petunjuk

dalam memberikan bimbingan akidah dan penjelasan tentang tingkat-tingkat

I‟tiqad. Mengenai petunjuk bimbingan akidah bagi umat, mecakup petunjuk

dalam penanaman materi akidah sejak masa kanak-kanak, pemantapannya

dan penghayatannya. Pada ihya berawal memberikan penjelasan mengenai

aqidah yang sewajarnya kepada anak-anak pada awal pertumbuhannya.

Supaya dihafalnya dengan baik. Nanti akan terbuka pengertiannya sedikit

demi sedikit sewaktu dia telah besar.

Bermula dengan menghafal, kemudian memahami, kemudian

beri‟tiqad, meyakini dan membenarkan. Dengan seperti itu akan

menunjukan keberhasilannya pada anak dengan tidak menggunakan dalil.

Pada anak-anak permulaan ajaran keimanan itu seperti penyebaran benih ke

dalam dada. Dan mulai dirawat dengan penyiraman dan pemeliharaan benih

14

Zurkani Jahja, Teologi al-Ghazali, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 99-100 15

Al-Ghazali, (diterjemahkan oleh Ismail Ya‟kub), Ihya‟ Ulumuddin, (Medan: 1965), hal.

336

Page 55: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

44

itu. Sehingga tumbuh benih yang kuat dan tinggi dan menjadi sepohon kayu

yang baik, kuat, urat tunggangnya di bumi dan cabangnya di langit.

Penanaman kepercayaan anak pada usia dini dengan menghafal bahwa

tuhan hanya ada satu yaitu hanya Allah SWT. berulang kali orang tua terus

menerus menegaskan itu hingga anak hafal dan bahkan tertanam pada diri

anak tersebut. Jika ia mulai masuk usia tujuh tahun atau anak mulai masuk

usia sekolah mulai anak suka berimajinasi, saat itulah orang tua maupun

guru mulai memasukan cerita pada anak tentang keagungan Allah SWT.

ketika ia mulai terkagum akan kebesaran Allah atas apa yang Allah ciptakan

lebih mudah untuk kita terus menyirami benih-benih itu dengan baik.

Pendengaran pada anak-anak harus benar-benar terjaga. Perkataan-

perkataan kotor, hina dan yang tidak bermanfaat harus kita hindari. Jangan

sampai kita mendengarkannya. Karena sebuah riwayat mengatakan

pendengaran sama dengan mulut dalam kebaikan maupun keburukan.

“jagalah pendengaranmu dari suara buruk seperti engkau menjaga

mulutmu dari ucapan buruk, sebab disaat engkau mendengar ucapan buruk

engkau menjadi pasangan pengucapnya”. Mendengarkan sesuatu yang

buruk menimbulkan dorongan hati dan perasaan was-was. Selain itu,

mengakbatkan anggota badan sibuk, pada gilirannya melupakan beribadat.16

Pengaruh pendengaran terhadap hati sama halnya dengan pengaruh

makanan terhadap perut. Ada yang bermanfaat dan ada sebagian lagi

merupakan mudarat. Ada yang menjadi santapan ada yang menjadi racun.

Bahkan pengaruh pendengaran terhadap hati lebih dalam dan membekas

dibanding makanan terhadap perut. Sebab pengaruh makanan dapat

dihilangkan dengan tidur meskipun pengaruhnya ada yang cukup lama

namun masih tetap dapat dihilangkan dan disembuhkan dengan obat. Tetapi,

pengaruh pendengaran terhadap hati kadangkala ada yang terus menerus

membekas dan tidak dapat dilupakan seumur hidup.

16

Abul Hiyadh, terjemahan Minhajul Abidin karya imam al-Ghazali, (Surabaya: Mutiara

Ilmu, 2009), hal.124

Page 56: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

45

Mengajak anak atau peserta didik ke sebuah halaqoh atau majelis ilmu

lalu menyaksikan orang-orang shalih dan duduk bersama orang shalih

pendengaran, sikap mereka, orang-orang shalih merendahkan diri, takut dan

ketetapan hari kepada Allah Ta‟ala. Sudah dijelaskan bahwa penanaman

tauhid ini layaknya menabur benih ke dalam dada. Maka dari itu, semua

yang ada pada anak harus dijaga. Pendengaran yang harus dijaga disini

adalah penjagaan dengan sebaik-baiknya dari berbantah dan berilmu kalam.

Perdebatan yang diciptakan lebih banyak daripada ilmu pendidikan

yang terkandung dalam perdebatan itu. Namun, terkadang bisa membuat

keimanan lebih kuat dan kokoh layaknya memukul batang kayu dengan palu

besi. Karena mengharapkan bertambahnya kuat dengan bertambah banyak

bagian bagiannya.17

Jadi, jika anak mendengar perkataan yang tidak baik akan membuat

kepercayaan yang awalnya sudah kokoh akan goyah. Mendengar hal-hal

yang begitu menggoyahkan kepercayaan sangat membuat anak tersesat saat

ia mulai bisa berfikir mandiri dan bertemu dengan orang-orang baru yang

memiliki perbedaan. Terlebih jika bertemu dengan orang yang akan

menimbulkan perdebatan akan apa yang sedang percayai. Peran orang tua

dan guru disini sangat penting untuk terus mendampingi anak di usia belia.

Menjaga hati dan menjadikannya baik dengan usaha sungguh-sungguh.

Karena, hati adalah bagian tubuh manusia yang paling besar bahayanya,

pengaruhnya paling kuat, masalahnya paling pelik dan sukar.18

Paling halus

dan suah diperbaikinya jika terjadi sesuatu pada hati. Jangan sekalipun

terbesit dalam hati hal yang buruk karena Allah SWT melihat kita melalui

hati kita.

17

Al-Ghazali, (diterjemahkan oleh Ismail Ya‟kub), Ihya‟ Ulumuddin, (Medan: 1965), hal.

337 18

Abul Hiyadh, terjemahan Minhajul Abidin karya imam al-Ghazali, (Surabaya: Mutiara

Ilmu, 2009), hal.130

Page 57: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

46

Artinya : “Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat

dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (al-Mu‟min:19)

Artinya : “dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam

hatimu.” (al-Ahzab:51)

Artinya : “Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala isi

hati.” (al-Anfal:43)

Hati menjadi pusat penilaian Rabbul alamin yang harus kita jaga dan

hiasi, jika orang-orang hanya memelihara wajahnya yang terlihat dengan

manusia lain padahal kita juga harus tetap merawat hati yang sebetulnya

dilihat oleh Allah SWT. jika hati diibaratkan dengan raja yang ditaati dan

pemimpin yang disegani. Dan seluruh anggota tubuh ibarat rakyatnya. Jika

hatinya baik, maka baiklah seluruh anggota tubuhnya. Jika hatinya lurus

maka lurus pula seluruh anggotanya.

Al-Ghazali berpendapat bahwa iman merupakan sikap pembenaran

(tashdiq) di dalam hati, sedangkan pernyataan atau pengakuan dengan lidah

(iqrar) dan perbuatan dengan anggota tubuh („amal) hanya merupakan

bagian yang menyempurnakan iman. Al-Ghazali membandingkan status

tashdiq bagi iman bagaikan status kepala dan badan bagi tubuh manusia.

Tanpa badan atau kepala, manusia tidak bisa hidup. Jadi,tanpa tashdiq iman

tidak ada dan amal statusnya hanya sebagai status kaki dan tangan bagi

manusia. Manusia tanpa kaki dan tangan masih ada yang hidup, walau tidak

sempurna. Begitu pula iman tanpa iqrar dan amal tidak sempurna, meskipun

dengan adanya tashdiq seseorang dapat dinyatakan sudah beriman.19

Bibit keimanan tidak akan tumbuh berkembang di dalam hati yang

penuh dengan kotoran dan sifat-sifat buruk, seperti halnya bibit tidak akan

19

Zurkani Jahja, Teologi al-Ghazali, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal.104

Page 58: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

47

tumbuh diatas tanah yang mengandung garam, hamba menghapkan

ampunan sama dengan orang yang menaburkan bibit biji, dia mencari ladng

yang tepat lalu menaburkan diatasnya bibit bermutu, bukan pula tanah yang

dimakan bubuk atau payau. Kemudian dirawat dengan baik disiram,

dicangkul, dijaga kebersihannya. Lalu ditunggui dengan harapan mendapat

karunia dari Allah sampai bibit itu tumbuh berkembang.20

Ilmu tauhid merupakan dua macam ilmu syariat yang berkenaan

dengan pokok-pokok agama (ushul). Menurut al-Ghazali bahwa objek

material ilmu tauhid yang dikutip dalam buku al-munqiz oleh zurkani jahja

sebagai berikut:

“ilmu ini membahas tentang zat Allah, sifat-sifat-Nya yang eternal (al-

Qadimah), yang aktif kreatif (al-fi‟liyyah), yang essensial (al-dzatiyyah),

dengan nama-nama yang sudah dikenal. Juga membahas keadaan para nabi,

para pemimpin umat yang sesudahnya dan para sahabat. Begitu pula

membahas tentang keadaan mati dan hidup, keadaan dibangkitkan dari kubur

(al-ba‟ts), berkumpul di mahsyar, perhitungan amal dan melihat Tuhan”21

Jadi, menurut al-Ghazali ada tiga objek material ilmu tauhid, yaitu:

Allah dengan segala sifat-sifat-Nya, kenabian dengan segala kaitannya dan

hari kiamat dengan segala kandungannya. Dengan menganggap ketiga objek

ini sebagai objek material ilmu tauhid itulah yang menjadi pokok-pokok

keimanan. Maka dari itu dalam konsepsi al-Ghazali ilmu yang membahas

pokok-pokok keimanan dalam Islam ialah ilmu tauhid.

Ilmu tauhid disebut pula ilmu kalam yang secara harfiah berarti ilmu

tentang kata-kata. Kalau yang dimaksud dengan kalam adalah sabda tuhan,

maka yang dimaksud adalah kalam tuhan yang ada di dalam al-Qur‟an. Jadi

kalam adalah kata-kata manusia maka yang dimaksud dengan ilmu kalam

adalah ilmu yang membahas tentang kata-kata atau silat lidah dalam rangka

mempertahankan pendapat dan pendirian masing-masing.22

Al-Ghazali juga memberikan banyak perkembangan pada ilmu kalam.

Namun, beliau lebih banyak mematahkan hujah-hujah daripada pihak yang

20

Margareth Smith, Pemikiran dan Doktrin Mistis Imam al-Ghazali, (Jakarta: Riora

Cipta, 2000), hal. 188 21

Zurkani Jahja, Teologi al-Ghazali, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 80 22

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,

2015), hal.18

Page 59: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

48

keterlaluan ketika membahas isu-isu yang timbul dari perbincangan ilmu

kalam. Pada ihya di bagian aqaid pasal keempat al-Ghazali ketika

membicarakan tentang ilmu kalam beliau tidak meletakkan pada bagian

ilmu yang bermanfaat bagi masyarakat. Bahkan beliau menganggap jika ada

yang keterlaluan dalam membincangkan isu-isu berkaitan dengan sifat dan

perbuatan Allah akan termasuk dalam golongan yang melakukan bid‟ah

dalam Islam.23

Dalam ihya tertera

“ilmu kalam senantiasa membuka, memperkenalkan dan menjelaskan

sebagian persoalan. Tapi sedikit sekali dapat dipahami, dalam persoalan-

persoalan yang terang, sebelum lagi mendalami pelajaran ilmu kalam itu.

Bahkan manfaatnya hanya satu saja. Yaitu menjaga aqidah yang kami

terangkan dahulu terhadap orang awwam dan memeliharanya dari gangguan-

gangguan ahli bid‟ah dengan berbagai macam pertengkaran.”24

Pemahaman yang tertanam pada orang awwam atau orang yang

sekedar tahu tidak begitu mendalam hanya akan merusak keimanan orang

awam. Karena orang awam itu lemah, dapat digertakkan oleh pertengkaran

orang bid‟ah. Ilmu kalam dikatakan tidak bermanfaat karena dua hal,. Yaitu,

ilmu ini suka menyimpang jauh dari matlamatnya yang utama adalah

mengenal Allah. Lalu, perbincangan ahli ilmu kalam terlalu jauh sehingga

menyimpang daripada apa yang dibincangkan oleh para ulama salaf.

Perbincangan yang awalnya sudah disatu pemikiran oleh ulama terdahulu

atau ulama salaf suka di bolak balikan oleh ahli imu kalam. Itulah yang

menyebabkan al-Ghazali tidak begitu menyukai ilmu kalam.

Dari istilah yang berkaitan dengan ilmu tauhid itu kita dapat

memperoleh kesan yang mendalam bahwa ilmu tauhid intinya berkaitan

dengan upaya memahami dan meyakini adanya tuhan dengan segala sifat

dan perbuatan-Nya. Adapun batasan wajib dari ilmu tauhid adalah agar

mengetahui inti dari agama Islam yaitu mengenai ketuhanan, kenabian dan

akhirat. Mengenai ketuhanan maksudnya kita harus mengetahui bahwa kita

mempunyai tuhan yang wajib disembah, tuhan yang maha mengetahui maha

23

Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum SIregar, Akhlak Tasawuf, (Jakarta:

Rajagrafindo Indonesia, 2015), hal.162 24

Al-Ghazali, (diterjemahkan oleh Ismail Ya‟kub), Ihya‟ Ulumuddin, (Medan: 1965), hal.

350

Page 60: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

49

kuasa maka berkehendak, maha hidup, berfirman, maha ada padanya. Allah

bersifat qidam dan baqa karena jika selain Allah pasti ada awal dan

akhirnya. Selain itu kita harus mengetahui dan yakin bahwa nabi

Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya yang selalu benar dalam

merencanakan masalah akhirat, nikmat kubur, siksa dan seterusnya.

Mengenai dalil tentang ilmu tauhid dan pokoknya sudah tercantum di

dalam al-Qur‟an. Jadi tidak perlu mencari-mencari dengan akal, meski

memang kadang-kadang harus memberikan hokum penalaran jika

berhadapan dengan orang yang belum beriman. Tashdiq terletak pada hati

manusia. Dengan tashdiq berarti iman sudah ada dan dengan amal iman bisa

bertambah sempurna dan bisa berkurang, tapi tidak sampai menghapuskan

eksistensinya.

Tashdiq terwujud didahului oleh yakin. Dalam penanaman tauhid al-

Ghazali memiliki tiga fase, yang setiap fase mempunyai objek untuk siapa,

tujuan untuk apa, metode bagaimana cara mencapai tujuan, materi apa yang

diberian atau yang dijadikan kegiatan, literature atau karya tulis yang bisa

digunakan dan hasil atau tingkatan iman yang bisa diperoleh.

Fase pertama penanaman, Penanaman tauhid menurut al-Ghazali pada

anak dengan cara yang berada pada bab aqaid . layaknya sebatang pohon

yang baik. Seperti yang tersebut dalam al-Qur‟an surat Ibrahim ayat 24

Artinya: “tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah

membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang

baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit”

Fase ini berlaku bagi semua orang karena tujuannya agar setiap orang

mengimani kebenaran materi akidah yang benar (haq) tanpa ragu. Orang

yang begini keadaannya dianggap al-Ghazali sudah menjadi seorang

mu‟min, yang mana jika meninggal maka dia terlepas dari siksaan kekal

Page 61: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

50

alam neraka. Hal ini dipaparkan oleh al-Ghazali pada pasal pertama qawa‟id

al aqa‟id. Metode yang digunakan dalam fase ini menekankan pada

pengajaran yang diberikan sejak dini kepada anak-anak. Yaitu sejak dia

sudah mulai bisa menghafal kalimat-kalimat pendek, maka dimulailah

memberikan proposisi yang mengandung pokok-pokok akidah sebagaimana

dalam materi di pasal satu yaitu kalimat syahadatatau persaksian bahwa

Allah itu Esa dan Muhammad adalah nabi yang diutus oleh Allah SWT.

iman dengan kualitas seperti ini dinamakan oleh al-Ghazali dengan iman

orang awam (iman al-awamm).25

Setelah penanaman tauhid fase selanjutnya pemantapan melalui

pencarian ilmu dan beribadatlah yang harus dilakukan pada anak atau orang

yang sedang belajar tauhid. Tujuan fase ini agar keyakinan terhadap

kebenaran akidah yang haq dalam diri seorang mu‟min bertambah kuat,

kukuh, tetap dan tidak tergoyahkan. Fase ini al-Ghazali menginginkan

kekuatan iman pada diri seorang mu‟min kuat agar tidak goyah bila adanya

gangguan dari apa yang disebut al-Ghazali ahli bid‟ah, yang berusaha

menarik orang-orang yang sudah berkeyakinan dengan akidah yang benar

agar ragu terhadap-Nya dan membelok kepada akidah yang bathil, dengan

menggunakan argument rasional.26

Fase ketiga atau penghayatan. Tujuan fase ini agar orang mu‟min dapat

menghayati hakikat kebenaran akidah yang diyakininya. Pada fase ini al-

Ghazali berusaha memperolehnya lewat metode sufisme. Menghayati

hakikat kebenaran materi akidahnya, yaitu dapat menghayati hakikat

kebenaran materi akidah yang diyakini dengan pengetahuan (ma‟rifah) yang

diterima langsung dari Allah melalui proses kasyaf (terbuka) karena

keyakinan yang diperoleh dengan ma‟rifah maka iman yang dihasilkannya

disebut iman al-arifin (iman orang-orang yang memperoleh ma‟rifah dari

Tuhan).

25

Zurkani Jahja, Teologi al-Ghazali, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal.107 26

Zurkani Jahja, Teologi al-Ghazali, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal.108

Page 62: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

51

Seperti yang dijelaskan diatas bahwa beribadat atau amal berupa

pernyataan dari adanya iman. Ilmu sebagai arahan atau ibarat permata dan

utama namun dalam menjalani hidup tetap harus beribadah sebagai cara kita

bersyukur dan implimentasi dari ilmu yang kita miliki.27

Karena tujuan

pendidikan menurut al-Ghazali menjadikan manusia yang bertaqwa maka

dari itu beribadat harus dijalankan sebagai wujud manusia yang bertaqwa.

Allah memberikan akal kepada manusia untuk berfikir. Tetapi manusia

sering mempergunakan akalnya untuk memikirkan yang bukan-bukan

hingga akhirnya ia kufur dan ingkar kepada Allah. Jika diibaratkan seorang

raja menghadiahkan sebuah pedang kepada prajuritnya yang dianggap

berjasa. Namun setelah menerima pedang itu si prajurit mempergunakannya

untuk membunuh sang raja. Hal itu sama dengan Allah memberikan akal

kepada kita. Jika kita menggunakan akal itu hingga mengatakan bahwa

Allah itu tidak ada.28

Setiap manusia harus mengenal tuhannya. Namun, sebelum ia

mengenal tuhannya ia harus mengenal siapa dirinya. Maksudnya ia harus

merasa bahwa dirinya adalah hamba Allah yang lemah dan membutuhkan

tempat bergantung. Lalu ia mengetahui dengan sebenar-benarnya dan yakin

bahwa Allah yang berhak disembah, tempat bergantung, yang agung dan

yang kuasa. Setelah itu ia merasa bahwa dunia ini hanyalah padang

pengembaraan menuju tempat kembali, yakni akhirat. Dan ia jauh dari nafsu

binatang.

Setelah seseorang itu mengenal diri dan tuhannya, dunia, dan akhirat

tentu akan timbul kecintaan terhadap Allah sebagai hasil pengetahuan yang

ia miliki. Dengan mengenal akhirat sebagai tempat kembali akan

menimbulkan rasa rindu terhadap akhirat. Dan setelah mengenal dunia

sebagai persinggahan sementara seseorang tidak akan tertarik lagi akan

27

Abul Hiyadh, terjemahan Minhajul Abidin karya imam al-Ghazali, (Surabaya: Mutiara

Ilmu, 2009), hal. 15 28

Loc.cit., hal. 26

Page 63: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

52

keduniawian.29

Pemahaman seperti ini jika sudah tertanam amat dalam pada

hati manusia akan menjadikan manusia itu insan kamil. Manusia yang akan

mengawali setiap pekerjaan dengan niat yang baik niat untuk menuju jalan

akhirat dengan baik nantinya.

Beri‟tiqad dan bertauhid akan menghasilkan iman yang mana iman

memiliki pengaruh signifikan dalam meluruskan kepribadian seseorang dan

membersihkan dirinya dari ecenderungan pada kebejatan atau kekejian. Ia

menjadi stimulus terkuat yang mendorong seseorang untuk menjauhi

berbagai bentuk perilaku kejahatan dan hal-hal terlarang, disamping menjadi

motivator terbesar yang menggugahnya untuk memperbanyak berbagai

bentuk kebajikan dan kebaikan. Seorang mu‟min sejati akan menjauhkan

diri dari berbagai kenistaan dan dosa. Sebaab ia meyakini dengan keyakinan

yang teguh bahwa Allah maha memperhatikan dirinya dalam segala situasi

dan kondisi.30

C. Pendidikan Tauhid menurut al-Attas

Konsep pendidikan dalam Islam menurut al-Attas, istilah tarbiyah

bukanlah istilah yang tepat dan bukan pula istilah yang benar untuk

memaksudkan pendidikan dalam pengertian Islam. Karena istilah yang

dipergunakan mesti membawa gagasan yang benar tentang pendidikan dan

segala yang terlibat dalam proses pendidikan, maka wajib bagi kita sekarang

untuk menguji istilah tarbiyah secara kritis dan jika perlu menggantikannya

dengan pilihan yang tepat.31

Menurut al-Attas sebelum membahas pendidikan yang harus dibahas

terlebih dahulu adalah objek dari pendidikan itu sendiri, yaitu manusia.

Definisi manusia telah secara umum diketahui, bahwa ia adalah binatang

rasional. Karena rasionalitas adalah penentu manusia, maka sekurang-

29

Abul Hiyadh, terjemahan Minhajul Abidin karya imam al-Ghazali, (Surabaya: Mutiara

Ilmu, 2009), hal. 33 30

Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam dan Akhlak, (Jakarta: Amzah, 2011), hal. 227 31

Syed M. Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1992),

hal.35

Page 64: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

53

kurangnya kita harus memiliki beberapa gagasan tentang apa arti rasional

dan kita semua sepakat bahwa hal itu mengacu pada nalar.32

Mengapa dikatakan binatang rasional karena perbedaan manusia

dengan yang lainnya adalah rasio atau akal yang dimiliki oleh manusia itu

sendiri, bagaimana seseorang dikatakan manusia jika akal yang dimilikinya

tidak digunakan sebaik mungkin sebelum ia bertindak. Pemikir-pemikir

muslim tidak menganggap apa yang dipahami sebagai rasio adalah sesuatu

yang terpisah dari apa yang dipahami sebagai intellectus. Mereka

menganggap „aql sebagai suatu kesatuan organic dari rasio maupun

intellectus. Istilah „aql sendiri pada dasarnya berarti sejenis ikatan atau

simpul, sehingga dalam hal ini. „aql berarti suatu sifat dalam yang mengikat

dan menyimpulkan objek-objek ilmu dengan menggunakan sarana kata-

kata.

„aql adalah padanan kata qalb sebagaimana juga qalb, merupakan

suatu alat pencerapan pengertian ruhaniah yang disebut hati, adalah padanan

kata „aql. Sifat sebenarnya dari „aql adalah suatu substansi ruhaniah yang

dengannya diri rasional (an-Nafsun Nathiqah) yang artinya dapat

memahami dan membedakan kebenaran dari kepalsuan. Jelas bahwa hakikat

yang mendasari pendefinisian manusia adalah substansi ruhaniah ini, yang

setiap orang diisyaratkan ketika ia berkata “aku”. Oleh karena itu jika kita

berbicara tentang pendidikan, maka hal itu mesti dihubungkan dengan

hakikat manusia ini dan tidak hanya pada jasad dan aspek kebinatangannya

saja. Tetapi mendefinisikan manusia sebagai suatu hewan rasional yang

mana kapasitas untuk memahami pembicaraan dan kekuatan yang

bertanggung jawab atas perumusan makna yang melibatkan penilaian,

pembedaan, pencirian dan penjelasan serta yang berhubungan dengan

penyampaian kata-kata atau ungkapan-ungkapan (ekspresi) dalam suatu

pola yang bermakna.

Orang-orang muslim sepakat bahwa semua ilmu datangnya dari Allah

Swt. Dan kita juga tahu bahwa cara kedatangannya serta indera yang

32

Loc.cit.,hal.36

Page 65: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

54

menerima dan menafsirkannya tidaklah sama. Oleh karena semua

pengetahuan datang dari Allah dan ditafsirkan oleh jiwa lewat spiritual dan

fisikalnya, maka definisi yang paling cocok dengan mengacu kepada Allah

sebagai asalnya bahwa ilmu pengetahuan ialah kedatangan (hushul : حصول )

yang artinya sesuatu atau suatu obyek pengetahuan di dalam jiwa:

حصول معىن او صورة الشي ىف النفس Sedangkan, dengan mengacu kepada jiwa sebagai penafsirnya,

pengetahuan adalah sampainya (wushul: وصول ) jiwa pada makna sesuatu

atau suatu obyek pengetahuan.

وصول النفس اىل معىن الشي

Telah dikatakan bahwa alam semesta sebagaimana digambarkan di

dalam al-Qur‟an seperti sebuah buku besar yang terbuka, dan setiap rincian

di dalamnya meliputi cakrawala yang terjauh maupun diri-diri kita sendiri

adalah seperti sebuah kata di dalam buku besar yang berbicara kepada

manusia tentang Sang Pengarangnya.33

Sesuatu seperti “kata” pada

hakikatnya hanyalah tanda atau symbol yang tampak, yang tidak terpisahkan

dari sesuatu yang lain yang tidak tampak seperti itu, hubungan ini terjalin

sedemikian rupa, sehingga bila yang pertama (tanda) dicerapi dan yang

sama sulitnya dengan yang pertama akan diketahui.34

Yang kita kerangkakan diatas adalah pemaparan konsep al-Qur‟an

tentang ayat (ayah: اية ) yang mengacu pada “kata-kata” dan “sesuatu”

yakni “benda-benda”. Inilah sebabnya kenapa kita definisikan ilmu secara

epistimologis sebagai sampainya makna sesuatu pada jiwa atau sampainya

jiwa pada makna sesuatu. Makna sesuatu itu berarti maknanya yang benar

dan yang disebut sebagai makna yang benar dalam konteksini ditentukan

33

Syed M. Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan,

1992),hal. 43 34

Ibid., hal.45

Page 66: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

55

oleh pandangan Islam tentang hakikat kebenaran sebagaimana

diproyeksikan oleh system konseptual al-Qur‟an.35

Menurut al-Attas jika al-Qur‟an merupakan wewenang akhir yang

menegaskan kebenaran dalam penyelidikan rasional empiris bahwa ilmu

dalam hubungan makna berarti pengenalan tempat-tempat yang tepat dari

segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing ke arah

pengenalan tentang Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan

keperibadian.36

Definisi kita tentang pengetahuan, yaitu tentang terdiri dari apakah

pengetahuan dan terdiri dari apakah pendidikan, kita lihat bahwa konsep

tentang tempat yang tepat berhubungan dengan dua wilayah penerapan. Di

satu pihak ia mengacu pada wilayah ontologis yang mencakup manusia dan

dunia benda-benda empiris, dan di pihak lain pada wilayah teologis yang

mencakup aspek-aspek keagamaan dan etis serta keperiadaan manusia.

Tempat yang tepat berarti tempat yang sempurna dan sejati sebagaimana

ditunjukkan oleh istilah haqq karena haqq berarti hakikat sekaligus

kebenaran dengan kedua wilayah tersebut. Haqq berarti suatu penilaian atau

hukm. Lawan kata haqq yang paling tepat adalah bathil yang berarti

kepalsuan, sesuatu yang sia-sia, gagal. Istilah haqq pada dasarnya berarti

suatu keserasian dengan persyaratan kearifan dan keadilan. Dan yang

dimaksud dengan kearifan (hikmah) adalah ilmu yang dianugerahkan oleh

Tuhan yang menjadikan penerimanya mampu melakukan penilaian-

penilaian yang benar mengenai tempat yang tepat dari segala sesuatu.37

Telah terjalin konsep bersama-sama dalam suatu pola yang bermakna

untuk membentangkan konsep pendidikan yang khas Islam, sekarang kita

definisikan sebagai: pengenalan dan pengakuan, yang secara berangsur-

angsur ditanamkan di dalam manusia, tentang tempat-tempat yang tepat dari

segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga

35

Syed M. Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1992),

hal.45-46 36

Ibid., hal.46-47 37

Ibid., hal. 49

Page 67: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

56

membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat

di dalam tatanan wujud dan keperiadaan.

Masih ada satu konsep kunci yang pada hakikatnya merupakan inti

pendidikan dan proses pendidikan, karena konsep-konsep kunci lain yang

kita sebutkan diatas semuanya memusatkan makna-maknanya, dalam

konteks ini hanya konsep saja. Konsep kunci utama ini terkandung dalam

istilah adab. Adab adalah disiplin tubuh, jiwa dan ruh; disiplin yang

menegaskan pengenalan dan pengakuan tempat yang tepat dalam

hubungannya dengan kemampuan dan potensi jasmaniah, intelektua dan

ruhaniah; pengenalan dan pengakuan akan kenyataan bahwa ilmu dan wujud

ditata secara hirarkis sesuai dengan berbagai tingkat dan derajatnya.

Dalam bahasa inggris disebutkan education atau educate yang menurut

al-Attas berarti menghasilkan, mengembangkan dan mengacu kepada segala

sesuatu yang bersifat fisik dan material. Al-Attas adalah orang yang

mengeritik jika ada yang menggunakan istilah tarbiyah atau ta‟lim. Karena

menurut beliau tarbiyah bukanlah istilah yang pas untuk mengartikan

pendidikan islam.38

Tertera dalam al-Qur‟an surat al-Isra‟ ayat 24

ا م ا ك م ه رمحم ا رب لم وق ة رحم ل ا ن م ل ذ ل ا اح ن ج ا م ل ضم ف خم واريا غ ص ن ا ي رب

Artinya : “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan

penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah

mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku

waktu kecil".

mendidik saat kami masih kanak-kanak hingga kami dewasa. Pada ayat ini

tertera seperti itu yang membuat al-Attas berpendapat bahwa pendidikan

islam kurang tepat jika menggunakan tarbiyah. Karena pengasuhan pada

anak dan pemberian makan semua itu tidak hanya dilakukan oleh manusia.

Al-Attas tetap pada pendiriannya mengenai konsep pendidikan islam

adalah ta‟dib yang berakar dari kata adaba yang artinya mendidik,

38

Kemas Badarudin, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hal. 24

Page 68: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

57

undangan perjamuan, kebaikan, kehalusan budi, kebiasaan baik dan lain

sebagainya. Beliau menegaskan bahwa sesuatu yang harus ditanamkan

dalam pendidikan tersebut adalah ilmu. Tujuan mencari ilmu terkandung

pada konsep adab jika makna pendidikan dari kata ta‟dib penekanannya

cenderung lebih banyak pada perbaikan budi pekerti atau nilai-nilai

kehidupan manusia.

Adab menunjukan pengenalan dan pengakuan akan kondisi kehidupan,

kedudukan dan tempat yang tepat lagi layak, serta disiplin diri ketika

berpartisipasi aktif dan sukarela dalam menjalankan peranan seseorang

sesuai dengan pengenalan dan pengakuan itu, pemenuhannya dalam diri

seseorang dan masyarakat sebagai keseluruhan mencerminkan kondisi

keadilan („adl). Keadilan itu sendiri adalah pencerminan kearifan (hikmah),

yang telah kita definisikan sebagai ilmu berian Tuhan yang memungkinkan

penerima menemukan atau menghasilkan tempat yang tepat dan layak bagi

sesuatu. Kondisi berada pada tempat yang tepat itulah yang kita sebut

keadilan; dan adab adalah metode untuk mengetahui sehingga dengan itu

kita memenuhi kondisi berada pada tempat yang tepat. Jadi adab disini juga

cerminan kearifan.

Adab dikenal sebagai ilmu tentang tujuan mencari pengetahuan.

Tujuan mencari pengetahuan dalam Islam ialah menanamkan kebaikan

dalam diri individual. Tujuan akhir pendidikan dalam Islam ialah

menghasilkan manusia yang baik dan bukan, seperti dalam peradaban barat,

warganegara yang baik.39

Pengislaman konsep adab sebagai perjamuan

bersama seluruh implikasi konseptual yang terkandung di dalamnya yang

bahkan waktu itu pun sudah mencakup pula ilmu secara bermakna dan

mendalam diterangkan dalam suatu hadits yang di riwayatkan oleh Ibnu

Mas‟ud, ketika Qur‟an suci sendiri digambarkan sebagai undangan Tuhan

untuk menghadiri suatu perjamuan di atas bumi, dan kita sangat dianjurkan

39

Syed M. Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1992),

hal.54

Page 69: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

58

untuk mengambil bagian di dalamnya dengan jalan mempunyai

pengetahuan yang benar tentangnya.

Berkenaan dengan ini, adab melibatkan tindakan untuk mendisiplinkan

pikiran dan jiwa; hal ini berarti pencapaian kualitas-kualitas dan sifat-sifat

yang baik oleh pikiran; penyelenggaraan tindakan-tindakan yang betul

bukan yang menyeleweng, yang benar atau tepat dan bukan yang salah;

penyelamatan diri dari kehilangan kehormatan. Jadi adab, sebagai tindakan-

tindakan didispliner, pencapaian-pencapaian selektif, tingkah laku yang

benar dan pemeliharaan kualitatif berikut segala pengetahuan yang

terkandung di dalamnya, merupakan pemenuhan tujuan pengetahuan.

Jika berbicara mengenai tujuan pengetahuan adalah menghasilkan

seseorang yang baik maka membuat suatu masyarakat yang baik pula karena

pendidikan adalah bahan masyarakat. Penekanan pada adab yang mencakup

„amal dalam pendidikan dan proses pendidikan untuk menjamin

bahwasannya ilmu dipergunakan secara baik di dalam masyarakat. Dengan

ini para cendikia mengombinasikan „ilm dengan „amal dan adab, dan

menganggap kombinasi harmonis ketiganya sebagai pendidikan.

Islam agama yang memacu umatnya untuk terus secara

berkesinambungan untuk belajar dalam memahami pendidikan, terdapat

makna utama antara lain yaitu 40

: ta‟dib, salah satu konsep kunci utama

yang merujuk pada hakikat dari inti makna pendidikan adalah istilah ta‟dib

yang berasal dari kata adab. Istilah adab dianggap dapat mewakili makna

utama pendidikan Islam menurut Naquib al-Attas. Selanjutnya Faisal

mengutip pendapat Naquib al-Attas dalam bukunya yang berjudul Islam and

Secularism yang mengatakan bahwa selain kata tarbiyah dan ta‟lim terdapat

pula ta‟dib yang ada hubungannya dengan adab yang berarti susunan.41

Al-attas pun menegaskan bahwa hancurnya umat Islam bukan

dikarenakan kemunduran ekonomi, politik dan sebagainya, namun lebih

fundamental dari itu yaitu kehancuran pada tingkat metafisis, dimana umat

40

Mujammil Komar, Epistimologi Pendidikan Islam dari metode rasional hingga Metode

Kritik, (Surabaya: Erlangga, 2005), hal.104 41

Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, (Bandung: Mizan, 1992), cet. Ke-2, hal.156

Page 70: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

59

Islam telah mengalami yang beliau sebut sebagai korupsi ilmu pengetahuan.

Akibat dari korupsi inilah umat Islam telah kehilangan pijakannya pada

tradisi keilmuan Islam yang gilang gemilang, sehingga hilanglah adab dalm

diri umat Islam. Ketiadaan pada adab akhirnya menjebloskan umat Islam ke

dalam jurang kemerosotan yang sangat dalam.

Menguak gagasan islamisasi pengetahuan abad modern, yang

dilontarkan oleh Naquib al-Attas yang dengan gencar mengkritik gagasan-

gagasan para tokoh muslim sebelumnya yang terjebak poada konsep

sekularisasi, karena menurut al-Attas tantangan yang terbesar bukanlah

kebodohan tapi pengetahuan yang dipahamkan dan disebarkan keseluruh

pelosok dunia oleh peradaban barat. Hal ini sejalan dengan Isma‟il al-Faruqi

(1984) bahwa system pendidikan telah dicetak dalam sebuah karikatur,

sehingga ia dipandang sebagai inti malaise atau penderitaan yang dialami

umat.42

Atas dasar diatas sayyid Naquib al-Attas bekerja keras selama

hidupnya dengan dihiasi oleh berbagai ilmu dan amal untuk dapat

mengembalikan konsepsi Islam tentang adab kepada kaum muslimin. Jika

adab yang baik terhadap ilmu telah hilang maka ilmupun akan hilang. Ilmu

bukanlah sesuatu yang turun dengan sendirinya. Ilmu adalah sesuatu yang

turun dari Allah swt akibat adab yang baik terhadapnya.

Berbicara mengenai pendidikan tauhid. Pembahasan paling utama dari

pandangan hidup Islam tercermin jelas dalam tatanan epistimologi dan

system pendidikannya yaitu sentralitas Allah Swt. doktrin yang Islam bawa

adalah Allah Swt yaitu tuhan yang telah ada sejak zaman azali. Allah tidak

beranak dan tidak pula diperanakkan yang jelas tertera pada surat al-ikhlas

ayat ketiga. Allah yang tidak memiliki sekutu dan ia tidak melakukan

kerjasama dalam segala kuasa-Nya.

Naquib al-Attas ingin mengembalikan pemikiran umat Islam yang

sudah terkontaminasi oleh pemikir barat. Beliau adalah salah seorang

42

Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam. Mengurai Benang Kusut Dunia

Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2006), hal.38

Page 71: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

60

pemikir yang dengan keras menegaskan untuk mengembalikan pemikiran

tentang islamisasi ilmu sebagai upaya pendidikan dalam membebaskan

kekuatan pendidikan yang didominasi oleh barat yang mengancam

kelangsungan hidup umat manusia.

Peradaban barat yang dimaksudkan adalah peradaban yang telah

tumbuh dari peleburan historis kebudaan, filsafat, nilai dan aspirasi yunani

dan romawi kunobeserta perpaduannya dengan ajaran Yahudi dan Kristen

yang kemudian yang dikembangkan lebih jauh oleh rakyat latin, Jermania,

Kelitik dan Nordik. Dari Yunani kuno diperoleh unsur-unsur filosofis dan

epistimologis dan landasan-landasan pendidikan dan etika serta estetika dari

romawi unsur-unsur hokum dan ilmu tata negara serta pemerintahan, dari

ajaran Yahudi dan Kristen unsur-unsur kepercayaan religious dari rakyat

latin, Jermania, Kelitik dan Nordik nilai-nilai semangat dan tradisional

mereka yang bebas dan nasional.43

Seorang manusia hanya akan dapat dan mampu memasuki keteraturan

alam semesta ini jika ia telah mengenal penciptanya. Bagaimana ia akan

menyerah pada hokum tuhan, tatkala ia sendiri belum mengenal tuhannya.

Untuk itu ajaran agama Islam dibangun diatas sebuah fondasi kokoh

keesaan tuhan, sebagai bentuk pengenalan tuhan kepada manusia. Dan

karena itulah doktrin tauhid menduduki posisi yang sentral dalam ajaran

Islam.

Seorang sufi besar, al-Imam Junayd al-Baghdadi berpendapat yang

kutip oleh Ismail Fajrie Alatas bahwa terdapat empat level tauhid. Pertama

adalah level manusia pada umumnya. Bagi kelompok yang berada pada

level ini tauhid berarti menghilangnya konsep banyak tuhan, sekutu atau

hal-hal yang serupa dengan Allah Swt. jadi pada level ini manusia

berpendapat bahwa Allah adalah Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya.

43

Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam dan Sekularisme, (Bandung: Pimpin, 2011),

hal.195

Page 72: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

61

Namun, pada level ini manusia masih ada rasa harap dan takut kepada selain

Allah Swt.44

Level kedua ialah tauhid yang dimiliki oleh orang-orang yang

mempunyai pengetahuan yang cukup dalam ilmu-ilmu keagamaan. Bedanya

dengan level pertama pada level ini kesadaran tauhidnya diiringi dengan

mengikuti perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Level ketiga ialah

level esoteric yang pertama perbedaan yang berasa pada level ini ialah

hilangnya rasa harap dan takut kepada selain Allah. Jadi pada level ini

seseorang merasakan keberadaan tuhan dalam dirinya, sehingga ia tidak lagi

memerlukan selain-Nya. Di level ini seseorang merasakan begitu nikmat

berdialog langsung dengan Allah dalam batin mereka. Level terakhir ialah

level yang amat tinggi dimana seseorang sudah merasa tidak ada penghalang

antara dia dengan tuhan. Merasa langsung berhadapan dengan tuhannya dan

melepaskan individualitas dirinya dihadapan tuhannya.

D. Perbedaan dan Persamaan Pemikiran Imam al-Ghazali dengan Syed

Muhammad Naquib al-Attas.

Penelitian ini sebuah komparasi antara kedua tokoh yaitu Imam al-

Ghazali dan Syed Muhammad Naquib al-Attas. Jika komparasi mengenai

kelebihan dan kekurangan antara kedua tokoh ini mungkin peneliti bukanlah

orang yang berhak mencari tahu itu karena kedua tokoh ini berada pada

zaman yang berbeda. Namun disini peneliti mendapatkan data bahwa

pemikiran kedua tokoh ini amat atau hampir sama hanya saja perbedaan

terletak pada zaman diantara kedua tokoh ini dan pada kontekstual.

Imam al-Ghazali yang kita ketahui adalah seorang pemuka agama

bahkan seorang imam yang amat cerdas melalui buku-buku yang beliau tulis

bisa dijadikan acuan hingga saat ini. Syed Muhammad Naquib al-Attas juga

merupakan orang pemikir mengenai metafisika tuhan beliau memulai

menulis dan menghibahkan hidupnya untuk menjadi pemikir dan

pembelajar ketika banyak terjadinya kekeliruan antara beberapa pemikir

44

Ismail Fajrie Alatas, Risalah Konsep Ilmu dalam Islam, (Jakarta: Diwan, 2006), hal.85-

86

Page 73: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

62

lainnya. Beliau ingin mengembalikan pemikiran-pemikiran yang keliru

untuk kembali pada jalurnya. Al-Attas adalah seorang yang amat setuju

dengan pemikiran al-Ghazali mengenai model atau cara pendidikan tauhid

yang tertera pada ihya.

Mengenai persamaan dan perbedaan yang akan dibahas pertama adalah

tujuan pendidikan antara kedua tokoh ini. Tujuan pendidikan tidak ada

tujuan mutlak pada instansi yang berlaku untuk semua. Melainkan kembali

kepada peranan dan tujuan hidup manusia itu sendiri di dunia ini. Namun

jika ditarik dari beberapa pemikir bahwa tujuan pendidikan adalah

menjadikan manusia itu sebagai warga negara dan pekerja yang baik.

Indonesia juga memiliki tujuan dalam pendidikan yang tertera dalam UUD

1945 dan Undang-undang no.20 tahun 2003. Menurut UUD 1945 tujuan

pendidikan nasional diatur dalam pasal 31 ayat 3 yang berbunyi “pemerintah

mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,

yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-

undang”. dan pasal 31 ayat 5 berbunyi “pemerintah memajukan ilmu

pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan

persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat”.

Menurut undang-undang no. 20 tahun 2003 tujuan pendidikan nasional

adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa. Bisa kita tarik kesimpulan dari perundang-undangan indonesia

bahwa pendidikan indonesia memiliki tujuan sebagai pengembangan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab.

Menurut al-Ghazali tujuan pendidikan adalah menjadikan seseorang

berakhlak yang baik atau keberhasilan sesorang dalam pendidikan atau

mendidik seorang anak dilihat dari akhlak anak didik itu sendiri. Seorang

Page 74: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

63

guru tidak bisa mengatakan pembelajaran yang dilakukan berhasil jika anak

tersebut dalam pengaplikasian ilmu yang didapat masih kurang baik bahkan

tidak mengaplikasikan ilmu yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut al-Attas tujuan pendidikan merupakan penciptaan manusia yang

baik. Jadi tujuan pendidikan dari tingkat yang paling rendah hingga tingkat

yang paling tinggi seharusnya tidak ditujukan untuk menghasilkan warga

negara yang sempurna melainkan untuk memunculkan manusia yang

sempurna.45

Jika ditinjau dari keberhasilan guru dalam mendidik menurut al-Attas

tidak jauh berbeda dengan al-Ghazali perbedaan hanya tertera pada kontek

kata yaitu keberhasilan dalam mendidik seorang siswa menurut al-Attas

ditinjau dari adab anak tersebut. Keseharian yang dilakukan dan kepribadian

anak tersebut ada perubahan atau tidak dari sebelum ia mengetahui hingga

ia telah mengetahui.

Proses pembelajaran kedua tokoh ini dalam mendidik ketauhidan

seorang anak melalui pendidikan dasar dari rumah yang terus diajarkan pula

hingga ia besar. Beliau menggunakan metode Riyadhoh yang artinya

pembelajaran terus menerus. Membicarakan mengenai tauhid tidak bisa

secara singkat seorang guru mengajarkan, karena pendidikan tauhid adalah

pembelajaran yang harus terus diajarkan dari masih buayan hingga kita

wafat. Telah diketahui bahwa iman yang ada dalam diri tidak terus datar

selalu tinggi maupun selalu rendah maka dari itu untuk menjaga keimanan

dalam diri pendidikan tauhid ini terus di pelajari agar tidak terperosok pada

hal yang salah.

Pendidikan tauhid memang harus terus menerus didampingi oleh

pendidik baik guru maupun orang tua untuk menanamkan pendidikan tauhid

bahwa Tuhan hanya satu yaitu Allah Swt. dan setiap apa-apa yang kita

kerjakan selalu dalam penglihatan Allah Swt.

45

Syed M. Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1992),

hal. 172

Page 75: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

64

tabel 1.1

Aspek al-Ghazali Syed M. Naquib al-Attas

Model Riyadhoh (hati nurani) Ta‟dib (ihsan)

Pendekatan Teacher center Student center

Strategi Direct instruction Direct instruction

Metode Ceramah dan praktik Ceramah dan praktik

Teknik

atau taktik Spesifik dan individual Spesifik dan individual

Berdasarkan tabel diatas dapat kita ketahui riyadhoh disini adalah

seorang muslim mendekatkan diri kepada tuhannya secara individu untuk

menuju pada ma‟rifat. Dengan mendekatkan diri secara individu seorang

mu‟min akan menjaga hati nuraninya. Karena, hati menjadi pusat penilaian

Rabbul alamin yang harus kita jaga dan hiasi, jika orang-orang hanya

memelihara wajahnya yang terlihat dengan manusia lain padahal kita juga

harus tetap merawat hati yang sebetulnya dilihat oleh Allah Swt.46

jika

diibaratkan dengan raja yang ditaati dan pemimpin yang disegani. Dan

seluruh anggota tubuh ibarat rakyatnya. Jika hatinya baik, maka baik

seluruh anggota tubuhnya. Jika hatinya lurus maka lurus pula seluruh

anggotanya.

Sedangkan ta‟dib. atau pendidikan adab yang dicetuskan oleh al-Attas

merupakan pendidikan yang diajarkan bersama-sama untuk mendekatkan

diri kepada Tuhannya dengan peradaban yang baik, tingkah lakunya yang

ihsan sebagai cara mendekatkan diri kepada Allah Swt. al-Attas tetap pada

pendiriannya mengenai konsep pendidikan Islam adalah ta‟dib yang berakar

dari kata adaba yang artinya mendidik, undangan perjamuan, kebaikan,

kehalusan budi, kebiasaan baik dan lain sebagainya. Beliau menegaskan

bahwa sesuatu yang harus ditanamkan dalam pendidikan tersebut adalah

ilmu. Tujuan mencari ilmu terkandung pada konsep adab jika makna

46

Zurkani Jahja, Teologi al-Ghazali, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal.104

Page 76: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

65

pendidikan dari kata ta‟dib penekanannya cenderung lebih banyak pada

perbaikan budi pekerti atau nilai-nilai kehidupan manusia.47

Perbedaan diantara keduanya antara riyadhoh dengan ta‟dib. seperti

yang telah dijelaskan diatas mengenai konsep riyadhoh, lalu ta‟dib adalah

sebuah pembinaan adab melalui ihsan peserta didik. Pendidik menjadi

pemeran penting dalam pendekatan al-Ghazali yang menjadikan seorang

pendidik atau guru sebagai pusat pendidikannya untuk memberikan

instruksi atau pelajaran secara langsung kepada peserta didik. Metode yang

digunakan ialah ceramah karena materi mengenai pendidikan tauhid betul-

betul memerlukan pendidik agar tidak salah dalam pemahaman peserta

didik. Lalu konsep riyadhoh dalam pemikiran al-Ghazali juga terpakai

dengan keseharian. Yang mana setiap peserta didik akan diminta

mengerjakan atau mengamalkan hal-hal yang sudah ia terima ilmunya.

Setelah itu peserta didik akan terlihat dengan cara perubahan sikap yang

terjadi pada peserta didik atau praktik yang dilakukan sehari-hari oleh

peserta didik.

Pendekatan yang digunakan oleh Naquib al-Attas adalah student center

atau berpusat pada murid. Karena, pendidikan yang dikembangkan oleh al-

Attas sudah pada zaman modern yang sudah mengenal IPTEK. Peserta didik

diminta lebih aktif pada zaman ini. Namun, pendidikan tauhid tidak bisa

terlepas dari pendidik untuk pengarah utama mengenal tuhan bersama-sama

dan menjadikan mereka paham akan adanya Tuhan. Ceramah tetap

dilakukan karena membicarakan mengenai ketuhanan pendidik akan

berbicara banyak kepada peserta didik mengenai Tuhan.

Perbedaan yang amat signifikan yang dilihat diantara kedua tokoh ini

bahwa perbedaan waktu yang mana al-Ghazali adalh seorang pemikir tempo

lama namun ilmu tetap dan terus digunakan hingga saat ini berupa karya-

karyanya. Lalu Naquib al-Attas pemikir modern yang ingin mengembalikan

pemikiran umat Islam yang sudah terkontaminasi oleh pemikir barat. Beliau

47

Syed M. Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1992),

hal.54

Page 77: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

66

adalah salah seorang pemikir yang dengan keras menegaskan untuk

mengembalikan pemikiran tentang islamisasi ilmu sebagai upaya

pendidikan dalam membebaskan kekuatan pendidikan yang didominasi oleh

barat yang mengancam kelangsungan hidup umat manusia.

Naquib al-Attas mendirikan sebuah institute sebagai lahan

pengaplikasian tempat beliau mengembalikan konsep ilmu yang beliau

kembangkan menjadi islamisasi ilmu.48

Kampus ISTAC di Malaysia

tepatnya di Kuala Lumpur. Penyatuan pendidikan Islam dengan sains yang

mana teknologi sedang berkembang pesat.

48

Amin Abdullah, Islamic Studies dalam Paradigma Integrasi Interkoneksi, (Yogyakarta:

Suka Press, 2007), hal.46

Page 78: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

67

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari apa yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya

mengenai model pendidikan tauhid menurut kedua tokoh ini. Dapat tarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Model pendidikan tauhid yang diajarkan oleh Imam al-Ghazali

lebih bersifat filosofis karena beliau mencari sebab mengapa

pendidikan tauhid itu menjadi dasar hingga begitu dalam. Beliau

menggunakan pendekatan teacher center atau berpusat pada guru

dalam pendidikan dengan pendekatan ini beliau menegaskan bahwa

pendidikan tauhid bukanlah pendidikan yang mudah untuk

diajarkan karena jika dilihat pada kitab ihya bab qawaid pendidikan

tauhid memiliki proses pendidikan yang tidak sebentar dan mudah.

Sedikit demi sedikit penanaman tauhid pada anak ditanamkan dan

dipupuk hingga ia benar-benar paham. Tuhan hanya ada satu. Yaitu

Allah swt. Apapun yang kita lakukan Allah tahu, seorang anak yang

ditanamkan dalam hatinya mengenai itu hingga ia dewasa tidak

akan meninggalkan perintah Allah swt atau melakukan segala

larangannya.

2. Model pendidikan tauhid yang diajarkan oleh Syed Muhammad

Naquib al-Attas lebih bersifat teologis yang mana pemikirannya

lebih menggunakan nalar mengenai agama, spiritualitas dan

ketuhanan setelah terjadinya penyimpangan pada masa itu. Untuk

mengebalikan pemahaman orang-orang kala itu al-Attas

menegaskan pendidikam tauhid ialah penanaman pada anak

mengenai ketuhanan yang maha Esa. Allah itu tunggal dan tak ada

sekutu baginya. Al-Attas berpendapat bahwa dengan konsep adab

seorang anak mendapatkan pendidikan. Keberhasilan yang dicapai

Page 79: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

68

dari pembelajaran dapat ditinjau dari adab anak itu sendiri kepada

Tuhannya. Kepada Allah Swt. tentang apa-apa yang dipelajarinya.

Perubahan pada adab anak itulah yang menjadi tolok ukur

keberhasilan pendidikan. Pendidikan tauhid al-Attas juga berpusat

pada guru, karena pendidikan mengenai ketuhanan harus memiliki

guru yang akan membimbing pada tujuan yang sebenarnya.

3. Komparasi pendidikan tauhid antara keduanya. Perbedaan antara

keduanya terletak pada jarak atau waktu, namun walau perbedaan

waktu al-Attas menjadi pemikir di dunia islam ingin

mengembalikan pendidikan islam seperti imam al-Ghazali dalam

pendidikan. Kedua tokoh ini berfokus pada akhlak dan adab anak

didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang sebenarnya.

Pendidikan tauhid adalah dasar ilmu dalam pendidikan islam.

Pengetahuan yang paling utama harus dimiliki seorang anak didik

ialah pengetahuan mengenai tuhannya. Tuhan yang maha Esa,

tunggal, dan tak ada sekutu baginya. Berdasarkan bab sebelumnya

bahwa model atau cara pengajaran kedua tokoh ini cukup

signifikan. Perbedaan kedua pada masa atau waktu, yang mana al-

Attas adalah seorang pemikir pada zaman modern sudah

menggunakan perkembangan teknologi sehingga beliau memiliki

sebuah institute yang bergerak dibidang pendidikan dan teknologi.

Namun, tujuan inti pendidikan jika diambil secara singkat diantara

keduanya adalah menjadikan manusia itu manusia yang bertakwa.

Menjalani segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

B. Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan diatas penulis memberikan

saran kepada beberapa pendidik, baik pendidik secara formal maupun non

formal.

1. Bagi orang tua, pendidikan sejatinya berawal dari rumah atau lebih

spesifikasinya dari seorang ibu. Mengenai ketuhanan orang tualah

yang berperan amat tinggi. Perhatian yang diberikan orang tua pada

Page 80: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

69

anak sangat penting. Karena dari awal anak lahir ke bumi dalam

keadaan fitrah jadi bagaimana anak itu besarnya bisa dilihat dari

bagaimana orang tua mendidik. Layaknya sebuah syair mengukir

diatas batu akan lebih mudah daripada mengukir diatas air. Orang

tua harus lebih jeli pada anak dimasa yang sekarang kemajuan ilmu

teknologi sudah amat pesat. Semua akses yang anak inginkan

sangat mudah untuk di raih jadi orang tua harus lebih

memperhatikan anaknya.

2. Bagi guru, sejatinya guru dalam hidup ada 3 orang tua yang

melahirkan atau merawat kita, guru di sekolah dan orang tua

pasangan kita nanti. Guru di sekolah adalah orang tua yang

mendidik anak menjadi pribadi yang baik dan mencerdaskan anak

bangsa. Peran guru disini sangatlah penting dalam penanaman

pengetahuan pada anak. Namun, kembali lagi pada bagaimana kita

sebagai seorang guru di sekolah. Yang mana sudah menjadi

perbincangan banyak guru yang memberikan aturan namun

melanggar aturan itu sendiri. Penanaman pada anak tidak hanya

teori melainkan praktik yang murid lihat dari keseharian kita di

sekolah. Menjaga sikap dan perilaku di sekolahlah yang bisa

menjadikan contoh baik pada peserta didik.

Page 81: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin. Islamic Studies dalam Paradigma Integrasi Interkoneksi,

Yogyakarta: Suka Press, 2007

al-Attas, Syed M. Naquib. Konsep Pendidikan dalam Islam, Bandung: Mizan,

1992.

Al-Ghazali, (diterjemahkan oleh M.A. Nur Hamid dan Aunur Rohim), Pedoman

Amaliah Ibadat, Semarang: CV Wicaksana, 1988.

Al-Ghazali, (diterjemahkan oleh Ismail Ya’kub), Ihya’ Ulumuddin, Medan: 1965

Alatas, Ismail Fajrie. Risalah Konsep Ilmu dalam Islam, Jakarta: Diwan, 2006.

Amin, Syamsul Munir. Ilmu Tasawuf, Jakarta: Amzah, 2017.

An-Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan

Masyarakat, Jakarta: Gema Insani, 2004.

Arifin, Tatang M. Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada,

1995.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan Praktek,

Jakarta: Rineka Cipta, 2006

As Sa’dy, Abdul Rahman. dkk, Benteng Tauhid, Jakarta: Pustaka Imam Abu

Hanifah, 2008

Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid, Semarang: PT.

Pustaka Rizki Putra, 1999.

Asmuni, Yusran. Ilmu Tauhid, Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1996

Assegaf, Abd. Rachman. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada

At-Taubany, Trianto Ibnu Badar. dan Hadi Suseno, Desain Pengembangan

Kurikulum 2013 di Madrasah, Depok: Kencana, 2017

Az Zindany, Abdul Majid Aziz. (diterjemahkan oleh M. F. Nurul Huda), Ilmu

Tauhid, (sebuah pendekatan baru, jilid I)

Badaruddin, Kemas. Filsafat Pendidikan Islam, Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2007

Darmawan, Deni. dan Dinn Wahyudin, Model Pembelajaran Di Sekolah,

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2018

Page 82: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

Daud, Wan Mohd Nor Wan. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed

Muhammad Naquib Al-Attas terj. Hamid Fahmy, Bandung: Mizan, 1998.

Hajjaj, Muhammad Fauqi. Tasawuf Islam dan Akhlak, Jakarta: Amzah, 2011.

Hasan, Fuad. Dasar-dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.

Hiyadh, Abul. terjemahan Minhajul Abidin karya imam al-Ghazali, Surabaya:

Mutiara Ilmu, 2009.

Ilyas, Yunahar. Kuliah Aqidah Islam, Yogyakarta: Lembaga Pengkajian, 1995.

Irfan, Mohammad. dan Mastuki, Teologi pendidikan; Tauhid sebagai Paradigm

Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung Insani, 2000

Jahja, Zurkani. Teologi al-Ghazali, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996

Jalaludin, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,2001

Kadir, Abdul. Dasar-dasar pendidikan, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group,

2012.

Majid, Abdul. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2004.

Moleong, Lexy j. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Offset

Rosda Karya, 2011

Muhajir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin,

1996

Munawwir, A.W. al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Yogyakarta: Pustaka

Progressif, 2002

Nasution, Ahmad Bangun. dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, Jakarta:

Rajagrafindo Indonesia, 2015.

Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam, Jakarta: Grafindo Persada, 2001

Nata, Abuddin. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Predana Media Group, 2010.

Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Jakarta: RajaGrafindo

Persada, 2015.

Rais, Amin. Tauhid Sosial, Bandung: Mizan, 1998.

Page 83: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan

Rozak, Abd. dan Fauzan, Ali Nurdin, Kompilasi Undang-undang dan Peraturan

Bidang Pendidikan, Jakarta: FITK PRESS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah, 2010.

Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh, (diterjemahkan oleh M Arifin bin Badri, dkk),

Syarah Kitab Tauhid, Bogor: Pustaka Darul Ilmi, 2010.

Sholeh, Asrorun Ni’am. Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Elsas Jakarta,

2006.

Smith, Margareth. Pemikiran dan Doktrin Mistis Imam al-Ghazali, Jakarta: Riora

Cipta, 2000.

Syamsuddin, Ach. Maimun. Integrasi Multidimensi Agama dan Sains,

Yogjakarta: Ircisod, 2012.

Sudijono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2008.

Yasin, A. Fatah. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, Malang: UIN Malang Press,

2008.

Zaini, Syahminan. Kuliah Akidah Islam, Surabaya: al-Ikhlas, 1983

Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo, 2016.

Zuhairini. Filsafat Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2004.

Page 84: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan
Page 85: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan
Page 86: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan
Page 87: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan
Page 88: (Studi Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Syed M. Naquib ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43553/2/... · berbagai cabangnya seperti tauhid uluhiyah atau penjauhan