studi fitoremediasi limbah cair pabrik tahu

Upload: devilokta92

Post on 30-Oct-2015

508 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Seminar Usul Penelitian

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Tahu merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan

    dasar kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat yang ada di

    Indonesia. Sebagian besar produk tahu di Indonesia dihasilkan oleh industri skala

    kecil yang kebanyakan terdapat di berbagai pulau di indonesia. Industri

    pembuatan tahu ini berkembang pesat sejalan dengan peningkatan jumlah

    penduduk. Namun, di sisi lain industri ini menghasilakan limbah cair yang

    berpotensi mencemari lingkungan. Industri tahu membutuhkan air untuk

    pemprosesannya, yaitu untuk prosees sortasi, peredaman, pengupasan kulit,

    pencucian, penggilingan, perebusan dan penyaringan.

    Industri pabrik tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah baik

    limbah padat maupun cair. Limbah padat dihasilkan dari proses penyaringan dan

    penggumpalan, limbah ini kebanyakan oleh pengrajin dijual dan diolah menjadi

    tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung

    ampas tahu yang akan dijadikan bahan dasar pembuatan roti kering dan cake.

    Sedangkan limbah cairnya dihasilkan dari proses pencucian, perebusan,

    pengepresan dan pencetakan tahu, oleh karena itu limbah cair yang dihasilkan

    sangatlah tinggi. Limbah cair tahu dengan karakteristik mengandung bahan

    organik tinggi dan kadar BOD, COD yang cukup tinggi pula, jika langsung

    dibuang ke badan air, jelas sekali akan menurunkan daya dukung lingkungan.

  • 2

    Sehingga industri tahu memerlukan suatu pengolahan limbah yang bertujuan

    untuk mengurangi resiko beban pencemaran yang ada.

    Teknologi pengolahan limbah tahu sebenarnya dapat dilakukan dengan cara

    melakukan fitoremediasi. Istilah fitoremediasi berasal dari kata Inggris

    phytoremediation; kata ini sendiri tersusun atas dua bagian kata, yaitu phyto yang

    berasal dari kata Yunani phyton ("tumbuhan") dan remediation yang berasal dari

    kata Latin remedium (menyembuhkan"). Fitoremediasi yaitu dengan penggunaan

    tanaman hijauan untuk memindahkan, menyerap, dan atau mengakumulasikan

    serta mengubah kontaminan yang berbahaya menjadi tidak berbahaya (Arsyad

    dan Rustiadi, 2008). Rosiana dkk (2007) menjelaskan fitoremediasi adalah

    pemanfaatan tumbuhan, mikroorganisme untuk meminimalisasi dan

    mendetoksifikasi polutan, karena tanaman mempunyai kemampuan menyerap

    logam dan mineral yang tinggi atau sebagai fitoakumulator dan fitochelator.

    Untuk mengatasi pencemaran yang terjadi akibat limbah tahu tersebut, maka

    perlu diterapkan sistem pengolahan limbah dengan sistem fitoremediasi

    menggunakan tetumbuhan, yang diharapkan mampu untuk menyerap bahan bahan

    organik yang dapat merubah komposisi dari air sungai.

    Pencemaran aliran sungai yang diakibatkan oleh air limbah tahu ini sangat

    memprihatinkan karena dapat merusak ekosistem akuatik lainnya; seperti kolam

    ikan yang menggunakan air sungai sebagai wadah tempat ikan hidup serta dapat

    mencemari sawah yang menggunakan sistem irigasi menggunakan air dari aliran

    sungai. Hal ini sangat penting untuk dipelajari agar proses pengolahan limbah

    tetap berjalan dengan baik dan memberikan hasil yang optimal serta tidak

    mencemari lingkungan. Maka diperlukan suatu penelitian fitoremediasi limbah

  • 3

    tahu dengan tumbuhan, eceng gondok (eichornia crassipes) dan kiambang

    (salvinia molesta)

    1.2. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang diatas maka didapatkan suatu rumusan masalah

    sebagai berikut;

    Bagaimanakah cara mengolah limbah cair industri pabrik tahu dengan

    menggunakan teknologi fitoremediasi ?

    1.3. Tujuan Penulisan

    Adapun tujuan dari pembuatan proposal penelitian ini antara lain;

    Agar kita dapat menggunakan teknologi fitoremediasi dalam mengolah limbah

    cair pabrik tahu demi mengurangi pencemaran lingkungan.

    1.4. Batasan Penulisan

    Dalam penulisan proposal penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup

    pembahasan pada pengolahan limbah industri tahu dengan fitoteknologi

    (fitoremediasi) dengan tanaman eceng gondok dan kiambang.

  • 4

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1. Pengertian Pencemaran

    Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk

    hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau

    berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam,

    sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan

    lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan

    peruntukannya (Soemarto, 1981). Limbah adalah sampah cair dari suatu

    lingkungan masyarakat terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan

    hampir 0,1% daripadanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik

    dan bukan organik (Mahida, 1981).

    Pencemaran air adalah suatu peristiwa masuknya zatzat ke dalam air yang

    mengakibatkan kualitas (mutu) air tersebut menurun, sehingga dapat mengganggu

    dan membahayakan kesehatan masyarakat (Sugiharto, 1987). Pencemaran air

    terjadi karena perbuatan manusia yang dapat timbul dari berbagai macam kegiatan

    manusia, baik secara disengaja maupun tidak. Pencemaran air karena perbuatan

    manusia pada umumnya jauh lebih besar daripada yang terjadi karena sebab

    alami. Besarnya beban polusi yang ditampung oleh sesuatu perairan dapat

    diperhitungkan berdasarkan jumlah zat pencemar yang berasal dari berbagai

    sumber aktifitas yang meliputi air buangan dari proses industri.

  • 5

    2.2. Limbah

    Menurut Udin Djabu (1991) yang dimaksud dengan air limbah adalah air

    yang bercampur dengan zat-zat padat (dissolved dan suspended) yang berasal dari

    buangan kegiatan rumah tangga, pertanian, perdagangan maupun industri seperti

    tahu. Sedangkan menurut Azrul Azwar (1983) mendefinisikan air limbah adalah

    air kotor yang mengandung zat membahayakan bagi kehidupan manusia, hewan

    dan tumbuhan yang lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia.

    2.3. Proses Produksi Tahu

    Pada umumnya tahu dibuat oleh para pengrajin atau industri rumah tangga

    dengan peralatan dan teknologi yang sederhana. Urutan proses atau cara

    pembuatan tahu pada semua industri kecil tahu pada umumnya hampir sama dan

    kalaupun ada perbedaan hanya pada urutan kerja atau jenis zat penggumpal

    protein yang digunakan. Pemilihan (penyortiran) bahan baku kedelai merupakan

    pekerjaan paling awal dalam pembuatan tahu. Kedelai yang baik adalah kedelai

    yang baru atau belum tersimpan lama digudang. Kedelai yang baru dapat

    menghasilkan tahu yang baik (aroma dan bentuk). Untuk mendapatkan tahu yang

    mempunyai kualitas yang baik, diperlukan bahan baku biji kedelai yang sudah

    tua, kulit biji tidak keriput, biji kedelai tidak retak dan bebas dari sisa-sisa

    tanaman, batu kerikil, tanah, atau biji-bijian lain. Kedelai yang digunakan

    biasanya berwarna kuning, putih, atau hijau dan jarang menggunakan jenis kedelai

    yang berwarna hitam. Tujuan dari penyortiran ini adalah agar kualitas tahu tetap

    terjaga dengan baik (Fibria, 2006).

  • 6

    Proses yang kedua adalah perendaman. Pada proses ini kedelai direndam

    dalam bak atau ember yang berisi air selama 3-12 jam. Tujuan dari perendama

    ini adalah untuk membuat kedelai menjadi lunak dan kulitnya mudah dikelupas.

    Setelah perendaman kemudian diikuti dengan pengupasan kulit kedelai dengan

    jalan meremas-remas dalam air, kemudian dikuliti. Setelah direndam dan dikuliti

    kemudian dicuci. Pencucian sedapat mungkin dilakukan dengan air yang

    mengalir. Pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang terdapat

    pada kedelai. Setelah proses perendaman kemudian dilanjutkan pada tahap

    penggilingan, yang bertujuan memperhalus hasil gilingan kedelai. Pada saat

    penggilingan diberi air mengalir agar bubur kedelai terdorong keluar. Hasil dari

    proses penggilingan berupa bubur kedelai. Bubur kedelai yang sudah terdorong

    keluar kemudian ditampung dalam ember. Pada proses pencucian dan perendaman

    kedelai ini menggunakan banyak sekali air sehingga limbah cair yang dihasilkan

    akan banyak pula. Tetapi sifat limbah ini belum mempunyai kadar pencemaran

    yang tinggi (Fibria, 2006).

    Proses selanjutnya adalah perebusan bubur kedelai dengan tujuan untuk

    menginaktifkan zat antinutrisi kedelai yaitu tripsin inhibitor dan sekaligus

    meningkatkan nilai cerna, mempermudah ekstraksi atau penggilingan dan

    penggumpalan protein serta menambah keawatan produk. Bubur kedelai yang

    telah terbentuk kemudian diberi air, selanjutnya dididihkan dalam tungku

    pemasakan. Setelah mendidih sampai 5 (lima) menit kemudian dilakukan

    penyaringan. Dalam keadaan panas cairan bahan baku tahu (bubur kedelai yang

    sudah direbus) kemudian disaring dengan kain blaco atau kain mori kasar sambil

    dibilas dengan air hangat, sehingga susu kedelai dapat terekstrak keluar semua.

  • 7

    Proses ini menghasilkan limbah padat yang disebut dengan ampas tahu. Ampas

    padat ini mempunyai sifat yang cepat basi dan busuk bila tidak cepat diolah

    sehingga perlu ditempatkan secara terpisah atau agak jauh dari proses pembuatan

    tahu agar tahu tidak terkontaminasi dengan barang yang kotor (Fibria, 2006).

    Filtrat cair hasil penyaringan yang diperoleh kemudian ditampung dalam

    bak. Kemudian filtrat yang masih dalam keadaan hangat secara pelan-pelan

    diaduk sambil diberi asam (catu). Pemberian asam ini dihentikan apabila sudah

    terlihat penggumpalan. Selanjutnya dilakukan penyaringan kembali. Proses

    penggumpalan juga menghasilkan limbah cair yang banyak dan sifat limbahnya

    sudah mempunyai kadar pencemaran yang tinggi karena sudah mengandung

    asam. Untuk menggumpalkan tahu bisa digunakan bahan-bahan seperti batu tahu

    (sioko) atau CaSO4 yaitu batu gips yang sudah dibakar dan ditumbuk halus

    menjadi tepung, asam cuka 90%, biang atau kecutan dan sari jeruk. Biang atau

    kecutan yaitu sisa cairan setelah tahap pengendapan protein atau sisa cairan dari

    pemisahan gumpalan tahu yang telah dibiarkan selama satu malam. Tetapi

    biasanya para pengrajin tahu memakai kecutan dari limbah itu sendiri yang sudah

    didiamkan selama satu malam. Disamping memanfaatkan limbah, secara ekonomi

    juga dapat menghemat karena tidak perlu membeli. Tahap selanjutnya yaitu

    pencetakan dan pengepresan. Proses ini dilakukan dengan cara cairan bening

    diatas gumpalan tahu dibuang sebagian dan sisanya untuk air asam. Gumpalan

    tahu kemudian diambil dan dituangkan ke dalam cetakan yang sudah tersedia dan

    dialasi dengan kain dan diisi sampai penuh. Cetakan yang digunakan biasanya

    berupa cetakan dari kayu berbentuk segi empat yang dilubangi kecil-kecil supaya

    air dapat keluar (Fibria, 2006).

  • 8

    Selanjutnya kain ditutupkan ke seluruh gumpalan tahu dan dipres. Semakin

    berat benda yang digunakan untuk mengepres semakin keras tahu yang

    dihasilkan. Alat pemberat/pres biasanya mempunyai berat 3,5 kg dan lama

    pengepresan biasanya 1 menit, sampai airnya keluar. Setelah dirasa cukup

    dingin, kemudian tahu dipotong-potong sesuai dengan keinginan konsumen

    dipasar. Tahu yang sudah dipotong-potong tersebut kemudian dipasarkan. Dalam

    pembuatan tahu biasanya pengrajin menambahkan bahan tambahan atau bahan

    pembantu antara lain yaitu batu tahu (batu gips yang sudah dibakar dan ditumbuk

    halus menjadi tepung), asam cuka 90%, biang/kecutan, yaitu sisa cairan setelah

    tahap pengendapan protein atau sisa cairan dari pemisahan gumpalan tahu yang

    telah dibiarkan selama satu malam, kunyit yang digunakan untuk memberikan

    warna kuning pada tahu, garam yang digunakan untuk memberikan rasa sedikit

    asin ke dalam tahu (Fibria, 2006).

  • 9

    Gambar. Diagram Proses Produksi Tahu (Sumber: Adaptasi KLH 2006)

    2.4. Limbah Industri Tahu

    Limbah industri tahu pada umumnya dibagi menjadi 2 (dua) bentuk limbah,

    yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat pabrik pengolahan tahu berupa

    kotoran hasil pembersihan kedelai (batu, tanah, kulit kedelai, dan benda padat lain

    yang menempel pada kedelai) dan sisa saringan bubur kedelai yang disebut

    KEDELAI

    PENCUCIAN & PERENDAMAN

    PENGUPASAN KULIT

    PERENDAMAN

    (30 40 Menit)

    PENGGILINGAN

    PEREBUSAN

    (30 Menit)

    PENYARINGAN

    FILTRAT

    PENGGUMPALAN

    PENCETAKAN/PENGEPRESAN

    PEMOTONGAN

    TAHU

    LIMBAH CAIR

    (BOD, TSS)

    LIMBAH CAIR

    (BOD, TSS)

    Kulit

    Kedelai

    AIR

    &

    PANAS

    AIR

    AIR

    Asam

    Asetat

    Ampas Tahu

    LIMBAH CAIR

    (BOD, ASAM)

    Air Tahu

    (TSS, BOD, Bau)

    PENGOLAHAN

    LIMBAH CAIR

    TAHU

    AIR

  • 10

    dengan ampas tahu. Limbah padat yang berupa kotoran berasal dari proses awal

    (pencucian) bahan baku kedelai dan umumnya limbah padat yang terjadi tidak

    begitu banyak (0,3% dari bahan baku kedelai). Sedangkan limbah padat yang

    berupa ampas tahu terjadi pada proses penyaringan bubur kedelai. Ampas tahu

    yang terbentuk besarannya berkisar antara 25-35% dari produk tahu yang

    dihasilkan (Herlambang,2002).

    Limbah cair pada proses produksi tahu berasal dari proses perendaman,

    pencucian kedelai, pencucian peralatan proses produksi tahu, penyaringan dan

    pengepresan/pencetakan tahu. jumlah kebutuhan air proses dan jumlah limbah cair

    yang dihasilkan dilaporkan berturut-turut sebesar 45 dan 43,5 liter untuk tiap

    kilogram bahan baku kacang kedelai. Pada beberapa industri tahu, sebagian kecil

    dari limbah cair tersebut (khususnya air dadih) dimanfaatkan kembali sebagai

    bahan penggumpal. Limbah cair tahu mengandung bahan organik kompleks

    diantaranya protein dan asam amino dalam bentuk padatan tersuspensi maupun

    terlarut. Adanya senyawa-senyawa organik tersebut menyebabkan limbah cair

    industri tahu mengandung BOD, COD dan TSS yang tinggi. Limbah ini sering

    dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan

    bau busuk dan mencemari lingkungan (Herlambang,2002).

    2.5. Karakteristik Limbah Industri Tahu

    Karakteristik buangan industri tahu meliputi dua hal, yaitu karakteristik

    fisika dan kimia. Karakteristik Fisika meliputi padatan total, padatan tersuspensi,

    suhu, warna, dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan

    anorganik dan gas. Menurut Herlambang (2002), Parameter air limbah tahu yang

  • 11

    biasanya diukur antara lain temperatur, pH, padatan-padatan tersuspensi (TSS)

    dan kebutuhan oksigen (BOD dan COD). Pada umumnya limbah pabrik tahu ini

    langsung dibuang ke sungai melalui saluran-saluran. Bila air sungai cukup deras

    serta pengenceran cukup (daya dukung lingkungan masih baik) maka air buangan

    tersebut tidak menimbulkan masalah. Tetapi jika daya dukung lingkungan sudah

    terlampaui, maka air buangan yang banyak mengandung bahan-bahan organik

    akan mengalami proses peruraian oleh mikroorganisme hingga kemudian akan

    mencemari lingkungan.

    Temperatur biasanya diukur dengan menggunakan termometer air raksa

    dengan skala Celsius. Kisaran pH air dapat menentukan kondisi keasaman

    (konsentrasi ion hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 1-14; kisaran nilai

    pH 1-7 termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7 adalah

    kondisi netral (Siregar, 2005). Padatan-padatan Tersuspensi/TSS (Total

    Suspended Solid) digunakan untuk menentukan kepekatan air limbah, efisiensi

    proses dan beban unit proses. Pengukuran yang bervariasi terhadap konsentrasi

    residu diperlukan untuk menjamin kemantapan proses kontrol (Siregar, 2005).

    Kebutuhan oksigen dalam air limbah ditunjukkan melalui BOD dan COD.

    BOD (Biological Oxygen Demand) adalah oksigen yang diperlukan oleh

    mikroorganisme untuk mengoksidasi senyawa-senyawa kimia. Nilai BOD

    bermanfaat untuk mengetahui apakah air limbah tersebut mengalami biodegradasi

    atau tidak, yakni dengan membuat perbandingan antara nilai BOD dan COD.

    Oksidasi berjalan sangat lambat dan secara teoritis memerlukan waktu tak

    terbatas. Dalam waktu 5 hari (BOD), oksidasi organik karbon akan mencapai

    60%-70% dan dalam waktu 20 hari akan mencapai 95%. COD adalah kebutuhan

  • 12

    oksigen dalam proses oksidasi secara kimia. Nilai COD akan selalu lebih besar

    daripada BOD karena kebanyakan senyawa lebih mudah teroksidasi secara kimia

    daripada secara biologi. Pengukuran COD membutuhkan waktu yang jauh lebih

    cepat, yakni dapat dilakukan selama 3 jam, sedangkan pengukuran BOD paling

    tidak memerlukan waktu 5 hari. Jika korelasi antara BOD dan COD sudah

    diketahui, kondisi air limbah dapat diketahui (Siregar, 2005).

    2.6. Dampak Limbah Industri Tahu

    Herlambang (2002) menuliskan bahwa limbah industri tahu yang

    mengandung bahan orgnik dapat menimbulkan gangguan terhadap kehidupan

    biotik. Turunnya kualitas air perairan akibat meningkatnya kandungan bahan

    organik. Aktivitas organisme dapat memecah molekul organik yang kompleks

    menjadi molekul organik yang sederhana. Bahan anorganik seperti ion fosfat dan

    nitrat dapat dipakai sebagai makanan oleh tumbuhan yang melakukan fotosintesis.

    Selama proses metabolisme oksigen banyak dikonsumsi, sehingga apabila bahan

    organik dalam air sedikit, oksigen yang hilang dari air akan segera diganti oleh

    oksigen hasil proses fotosintesis dan oleh reaerasi dari udara. Sebaliknya jika

    konsentrasi beban organik terlalu tinggi, maka akan tercipta kondisi anaerobik

    yang menghasilkan produk dekomposisi berupa amonia, karbondioksida, asam

    asetat, hirogen sulfida, dan metana. Senyawa-senyawa tersebut sangat toksik bagi

    sebagian besar hewan air, dan akan menimbulkan gangguan terhadap keindahan

    (gangguan estetika) yang berupa rasa tidak nyaman dan menimbulkan bau.

    (Kaswinarni, 2007)

  • 13

    Adsorpsi

    Adsorpsi atau penyerapan merupakan peningkatan konsentrasi suatu zat

    tersebut dalam medium pendispersinya. Bahan yang dipakai untuk menyerap

    disebut penyerap dan yang diserap disebut fase terserap. Adsorpsi adalah proses

    dimana subtansi molekul meninggalkan larutan dan bergabung pada permukaan

    zat padat pada ikatan fisika dan kimia. Substansi molekul atau bahan yang diserap

    disebut adsorbat, dan zat padat penyerapnya disebut adsorben.

    2.7. Fitoremediasi limbah cair tahu

    Berbagai upaya untuk mengolah limbah cair industri tahu telah dicoba dan

    dikembangkan. Pengendalian pencemaran limbah tahu dapat juga menggunakan

    proses fitoremediasi, Istilah fitoremediasi berasal dari bahasa Inggris

    phytoremediation; kata ini sendiri tersusun atas dua bagian kata, yaitu phyto yang

    berasal dari kata Yunani phyton (= "tumbuhan") dan remediation yang berasal

    dari kata Latin remedium (="menyembuhkan", dalam hal ini berarti juga

    "menyelesaikan masalah dengan cara memperbaiki kesalahan atau kekurangan).

    Dengan demikian fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan

    tumbuhan untuk menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau

    menghancurkan bahan pencemar baik itu senyawa organik maupun anorganik

    (Wikipedia).

    Alternatif pengolahan air limbah sederhana adalah dengan fitoremediasi

    menggunakan tanaman Enceng Gondok (Eichornia crassipes) dan Azolla

    (Azollaceae) serta menggunakan biji kelor sebagai koagulan dalam menyerap zat

    zat pencemar . Fitoremediasi adalah upaya penggunaan tanaman dan bagian-

  • 14

    bagiannya untuk dekontaminasi limbah dan masalah-masalah pencemaran

    lingkungan baik secara ex-situ menggunakan kolam buatan atau reactor maupun

    in-situ (langsung di lapangan) pada tanah atau daerah yang terkontaminasi limbah.

    Dipilihnya enceng gondok dan azolla karena berdasarkan penelitian-penelitian

    sebelumnya tanaman ini memiliki kemampuan untuk mengolah limbah, baik itu

    berupa logam berat, zat organik maupun anorganik. Selain itu Sheffield (1997)

    melaporkan bahwa tanaman ini mampu menurunkan konsentrasi ammonia sebesar

    81% dalam waktu 10 hari.

    2.8 Tanaman Enceng Gondok (Eichornia crassipes)

    1.Klasifikasi Enceng Gondok

    Divisi : Spermatophyta

    Sub Divisi : Angiospermae

    Kelas : Monocotyledoneae

    Suku : Pontederiaceae

    Marga : Eichornia

    Jenis : Eichornia crassipes

    Enceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang

    ilmuan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani

    berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di

    Sungai Amazon Brasil. Enceng Gondok lebih banyak dikenal sebagai tanaman

    tumbuhan pengganggu (gulma) di perairan karena pertumbuhannya yang sangat

    cepat. Awalnya didatangkan ke Indonesia pada tahun 1894 dari Brazil untuk

    koleksi Kebun Raya Bogor. Ternyata dengan cepat menyebar ke beberapa

    Gambar 1. Enceng Gondok

  • 15

    perairan di Pulau Jawa. Dalam perkembangannya, tanaman keluarga

    Pontederiaceae ini justru mendatangkan manfaat lain, yaitu sebagai biofilter

    cemaran logam berat, sebagai bahan kerajinan, dan campuran pakan ternak

    (Ahmad. 2009).

    Penyerapan oleh enceng gondok

    Tumbuhan ini mempunyai daya regenerasi yang cepat karena potongan-

    potongan vegetatifnya yang terbawa arus akan terus berkembang menjadi enceng

    gondok dewasa. Proses regenerasi yang cepat dan toleransinya terhadap

    lingkungan yang cukup besar, menyebabkan enceng gondok dapat dimanfaatkan

    sebagai pengendali pencemaran lingkungan. Sel-sel akar tanaman umumnya

    mengandung ion dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari pada medium

    sekitarnya yang biasanya bermuatan negativ, penyerapan ini melibatkan energy

    (Hidayati. 2004).

    Faktor faktor yang menyebabkan kemampuan enceng gondok (Eichornia

    crassipes) sebagai agen fitoremediasi

    Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme penyerapan adalah suhu, pH,

    dan unsur hara yang mampu mempengaruhi tingkat kemampuan zat terlarut yang

    dapat diadsorbsi adsorben, yaitu

    a. Suhu

    Semakin tinggi suhu lingkungan tanaman maka semakin tinggi penyerapan oleh

    tanaman, dimana suhu lingkungan menyebabkan akan menyebabkan proses fotosintesis

    meningkat sehingga penyerapan tanaman akan meningkat juga. Pada proses

    fotosintesis, logam Fe sebagai salah satu unsur logam yang diperlukan untuk tranpor

  • 16

    elektron pada proses fotosintesis. Namun apabila tanaman enceng gondok itu tumbuh di

    daerah yang memiliki suhu kurang dari 25C maka proses fotosintesis akan terganggu

    dan berakibat menurunkan kemampuan mengadsorbsi logam Fe oleh enceng gondok.

    Suhu optimum untuk pertumbuhan enceng gondok adalah 25C-30C

    b. pH

    pH adalah ukuran yang digunakan dalam kandungan ion H+ yang menunjukkan

    suatu perairan asam atau basa. Untuk pertumbuhan yang lebih baik, tanaman enceng

    gondok lebih cocok terhadap pH 7,0-7,5. Jika pH lebih tinggi atau kurang maka

    pertumbuhan tanaman akan terhambat, bahkan mati bila pH terlalu ekstrim. Apabila pH

    terlalu tinggimaka penyerapan logam Fe oleh enceng gondok akan terhambat

    dikarenakan batang dan daun akan cepat mengering sehingga menyebabkan singkatnya

    umur hidup enceng gondok.

    c. Banyaknya Akar

    Eceng gondok memiliki akar yang bercabang-cabang halus, permukaan

    akarnya digunakan oleh mikroorganisme sebagai tempat pertumbuhan (Neis,

    1993). Muramoto dan Oki dalam Sudibyo (1989) menjelaskan, bahwa eceng

    gondok dapat digunakan untuk menghilangkan polutan, karena fungsinya sebagai

    sistem filtrasi biologis, menghilangkan nutrien mineral, untuk menghilangkan

    logam berat seperti cuprum, aurum, cobalt, strontium, merkuri, timah, kadmium,

    dan nikel.

  • 17

    2.9. Tanaman Kiambang (Salvinia molesta)

    Taksonomi Kiambang

    Kingdom : Plantae

    Divisi : Pteridophyta

    Kelas : Pteridopsida

    Ordo : Salvaniales

    Famili : Salvaniaceae

    Genus : Salvinia

    Spesies : Salvinia molesta

    Salvinia molesta adalah jenis tumbuhan yang hidup setahun. Pembiakannya

    dilakukan dengan spora (Sundaru, 1979). Salvinia molesta termasuk tumbuhan air

    yang hidup mengapung. Daunnya berupa karangan, terdiri dari 3 bagian, yaitu 2

    bagian terapung yang berfungsi sebagai daun dan 1 bagian menggantung dalam

    air berbentuk serabut seperti akar. Pangkal daun berbentuk jantung, panjang dan

    lebar daun antara 1-2 cm, dengan rambut-rambut pada permukaannya.

    Fase generatif dari tanaman ini dicirikan oleh adanya daun yang

    melengkung. Setelah menghasilkan sporangia, pembentukkan sporokarp terjadi

    dengan cepat pada waktu populasi padat. Sporokarp pertama atau dua yang

    pertama dari masing-masing kelompok merupakan mikrosporokarp. Dari satu

    mikrosporokarp, sporangia yang matang adalah 1-5 buah, sedang mikrosporokarp

    yang matang antara 30-90 buah dari sebuah makrosporokarp (Pancho, 1978).

    Gambar 2. Kiambang

  • 18

    2.10. Biji Kelor (Moringa oleifera) sebagai koagulan

    Klasifikasi Biji kelor (MOringa olifeira)

    Kingdom : Plantae

    Divisi : Magnoliophyta

    Kelas : Magnoliopsida

    Ordo : Brassicales

    Famili : Moringaceae

    Genus : Moringa

    Spesies :Moringa olifeira

    Biji kelor berperan sebagai koagulan karena mengandung zat aktif 4-alfa-4-

    rhamnosyloxy-benzil-isothicyanate yang terkandung dalam biji kelor. Zat aktif itu

    mampu mengabsopsi partikel partikel air limbah (Ritwan, 2004). Berikut adalah

    gambar dari kandungan aktif tersebut;

    Gambar 2. Kelor (Moringa olifeira)

    Gambar 3.

    Struktur zat aktif 4-alfa-4-

    rhamnosyloxy-benzil-isothicyanate

  • 19

    Unsur unsur yang terkandung dalam biji kelor adalah sebagai berikut;

    Tabel 3. Unsur-unsur yang terkandung dalam biji kelor

    Unsur Berat Satuan

    Air 4.08 gram

    Protein 38.4 gram

    Lemak 34.7 %

    Serat 3.5 gram

    Ampas 3.2 gram

    Ekstrak N 16.4 gram

    Pusat pusat pengolahan air perkotaan atau municipal water treatment dengan

    skala besar melakukan pengolahan air dengan cara menambahkan senyawa kimia

    penggumpal (coagulants) ke dalam air kotor yang akan diolah. Penambahan

    koagulan di dalam proses pengolahan mengakibatkan partikel- partikel yang

    berada di dalam air akan saling berdempetan menjadi suatu gumpalan yang lebih

    besar lalu mengendap, kemudian air di bagian atas yang bersih dipisahkan untuk

    memenuhi keperluan keluarga sehari-hari (Savitri dkk., 2006).

    Hasil penelitian Hidayat (2003) mengenai efektifitas bioflokulan biji kelor

    dalam proses pengolahan limbah cair industri pulp dan kertas. Parameter yang

    diamati adalah waktu pengendapan, nilai warna, nilai kekeruhan, Total Suspended

    Solid (TSS), Chemical Oxygen Demand (BOD), dan Biologycal Oxygen Demand

    (COD). Hasil penelitian menunjukan bahwa bioflokulan biji kelor pada

    konsentrasi 1500 ppm mampu mengendapkan flok limbah cair industri pulp dan

    kertas dalam waktu 8 menit 20 detik, efektifitas nilai warna 69,79 %, nilai

    kekeruhan 91,47 %, TSS 18,45 %, COD 75 %, dan BOD 81,49 %. Untuk PAC

    (Poly Aluminum Chlorida), bioflokulan biji kelor memberikan hasil yang lebih

    baik untuk parameter waktu pengendapan, namun untuk parameter nilai

    kekeruhan dan COD tidak berbeda nyata, sedangkan untuk parameter nilai warna,

  • 20

    dan BOD ternyata PAC memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan

    bioflokulan biji kelor, hal ini berarti bahwa biji kelor dapat bermanfaat sebagai

    bioflokulan dalam proses pengolahan limbah cair industri pulp dan kertas (Savitri

    dkk., 2006).

    Biji kelor sebagai penjernih air telah diteliti dengan memanfaatkan biji kelor

    yang berperan sebagai pengendap (koagulan) dengan hasil yang memuaskan.

    Hasil penelitian Chandra (2004), biji kelor bisa dimanfaatkan sebagai bahan

    koagulan (bioflokulan) dalam mengolah limbah cair pabrik tekstil. Penelitian ini

    menghasilkan degradasi warna sampai 98 %, penurunan BOD 62 % dan dapat

    menurunkan kandungan lumpur limbah menjadi 70 ml per liter. Proses

    penjernihan air dengan biji kelor dapat berlangsung melalui proses fisik

    (pengadukan dan penyaringan) dan biologis (penggumpalan atau pengendapan)

    bahkan proses penyerapan (Savitri dkk., 2006).

    Biji kelor sebagai koagulan tidak beracun, dapat diuraikan secara biologis,

    dan ramah lingkungan. Penggunaan biji kelor pada pengolahan air lindi TPA

    Benowo dengan dosis 150 mg/L dapat dicapai penyisihan 90 % kekeruhan, TSS

    83 %, TDS 40 %, COD 19 %, BOD 61,5 % (Dwiriyanti, 2005).

  • 21

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1. Tempat dan waktu penelitian

    Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan

    penelitian utama. Penelitian dilakukan secara ex-situ dan diperkirakan akan di

    lakukan pada bulan Oktober 2013, bertempat di Manado, tepatnya di karombasan.

    Waktu penelitian diperkirakan akan dilaksanakan adalah pukul 10.00 am (pada

    saat pembuatan tahu) sampai dengan selesai .

    3.2. Bahan / Materi Penelitian

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer, pH meter

    SCHOOT dan kertas lakmus, wadah penampung air limbah, buat 3 petak dengan

    menggunakan papan kemudian dilapisi dengan plastik.

    Bahan bahan yang digunakan adalah air limbah tahu, tumbuhan akuatis

    yaitu; enceng gondok (Eichornia crassipes), dan kiambang (Salvinia molesta), biji

    buah kelor (Moringa oleifera), tanah yang tidak tercemar, air bersih yang tidak

    terkontaminasi.

    3.3 Ruang Lingkup penelitian

    Ruang lingkup penelitian ini mencakup ;

    a. Pada penelitian ini, air limbah tahu mengalir disepanjang sungai yang berada

    dikarombasan, dan akan bergabung dengan limbah kandang babi yang

    berada tak jauh dari tempat produksi tahu.

  • 22

    b. Air limbah tahu akan diambil pada pagi hari sekitar pukul 09.30 WITA

    sampai pukul 10.30 WITA

    c. Hasil kinerja hanya berdasarkan kajian terhadap penurunan parameter

    BOD, COD & TSS.

    3.4. Variabel :

    Masing masing petak diberikan perlakuan yang berbeda beda yakni;

    100%, 75%, 50%, 25% dan control. Dengan memberikan biji kelor sebagai

    koagulan.

    3.5 Cara Penelitian

    3.5.1 Persiapan :

    A. Pemeliharaan Tanaman Percobaan

    1. Menyiapkan tanaman dengan mengaklamasi tanaman tersebut dengan air

    sumur terlebih dahulu agar mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan

    sekitar tempat penelitian.

    2. Menyiapkan biji kelor kemudian ditumbuk hingga halus.

    3. Membuat wadah tempat penelitian dari papan, dilapisi dengan plastik

    4. Tanaman yang sudah dipilih ditanam didalam wadah pengolahan.

  • 23

    3.5 Prosedur Penelitian

    o Air limbah dari pabrik tahu yang diambil dari sungai yang berada

    dikarombasan, Manado pada saat pagi (sekitar jam 09.30 WITA) dialirkan

    ke dalam masing masing rawa buatan yang tersedia.

    o Setelah air dialirkan kedalam wadah buatan, ukur ketinggian Pengisian air

    limbah sampai batas ketinggian media, setelah itu air limbah dialirkan dan

    ditampung ke dalam ember.

    o Dilakukan pengukuran suhu dan pH air limbah dengan menggunakan alat

    pH-meter merk SCHOTT dan hasil catat. Pengambilan sampel air limbah

    dan ditempatkan dalam botol plastik, sebanyak 500 ml untuk pengujian

    parameter COD & TSS dan botol sampel COD ditambahkan larutan

    H2SO4 Konsentrasi 9% sebanyak 1 ml untuk pengawetan (fiksasi).

    o Untuk pengujian BOD, pengambilan sampel menggunakan botol plastik

    ukuran 1000 ml.

    o Biji kelor yang sudah ditumbuk hingga halus tersebut disaring kemudian

    masukan kedalam wadah tempat penelitian.

    o Pengukuran suhu dan pH air limbah serta pengambilan sampel, dilakukan

    pada saat pengisian bak dan dilakukan pengukuran maupun pengambilan

    sampel ulang setiap hari selama penelitian pada jam yang sama dengan

    pengambilan pertama.

    o Dilakukan analisis laboratorium terhadap parameter air limbah sesuai

    dengan standard, yaitu :

    - Untuk BOD sesuai dengan SNI 06-2503-1991

    - Untuk COD sesuai dengan SNI 19-4243-1989

  • 24

    - Untuk TSS sesuai dengan SNI 06-2413-1991

    Pengujian air limbah akan dilakukan di Laboratorium WLN manado.

    o Tanam tamanan dalam petak, masing masing petak ditanam 2 tanaman

    (Enceng gondok dan Kiambang).

    o Pengukuran dilakukan hingga hai ke 14

    o Pembebanan dilakukan pada bebrapa titik yakni 5 titik, yaitu ;

    1. Titik Pembebanan 1 : Pada Up Stream

    2. Titik Pembebanan 2 : Tempat limbah tahu dibuang

    3. Titik Pembebanan 3 : Tempat limbah kandang babi dibuang

    4. Titik Pembebanan 4 : Pada Kolam ikan

    5. Titik Pembebanan 1 : Sawah

    3.6. Analisis Data

    3.6.1. Penyelesaian Model

    Berdasarkan hasil pengujian laboratorium terhadap model Lahan Basah

    Buatan (Constructed Wetland) tersebut, akan didapatkan beberapa data primer

    dari beberapa variabel penelitian. Data analisa dapat dibuat menggunakan grafik

    dengan memakai Ms. Excel, sehingga akan didapatkan hasil yang dibutuhkan.

  • 25

    Kerangka operasional penelitian

    Limbah tahu tanpa pengolahan dan dibuang ke badan air ambient (bebas)

    Ide Studi

    Studi Literatur

    Studi Fitoremediasi Limbah Tahu Menggunakan Enceng Gondok (Eichornia

    crassipes) dan Kiambang (Salviania molesta)

    Persiapan Penelitian

    Lapangan Laboratorium

    Variabel Bebas : Konsentrasi limbah pabrik tahu di manado dengan menggunakan 2

    jenis tumbuhan

    Variabel Terikat : Akumulasi bahan bahan organik berbahaya yang terdapat pada limbah

    tahu

    Analisa konsentrasi bahan berbahaya pada air limbah selama penelitian

    Analisa dan Pembahasan

    Kesimpulan dan Saran

  • 26

    Daftar Pustaka

    Asril P, Supriyanto. 2006. Pengolahan limbah cair industry kecil

    pengolahan tahu secara biofiltrasi menggunakan enceng gondok

    (Eichornia crassipes) Tesis Online, Diakses pada tanggal, 28 Mei

    2013.

    Herlambang said.2002. Teknologi pengolahan limbah tahu-tempe dengan

    proses biofilter anaerob dan aerob. (Jurnal Online, Diakses pada

    tanggal 16 Mei 2013).

    Kaswinarti F. 2007. Studi Kasus Industri Tahu Tandang Semarang,

    Sederhana Kendal dan Gagak Sipat Boyolali (Tesis Online,

    Diakses pada tanggal 16 Mei 2013).

    Khasana U. 2008. Efektifitas biji kelor (Moringa oleifera) sebagai

    koagulan fosfat dalam limbah cair rumah sakit. Skripsi online,

    diakses pada tanggal 29 Mei 2013.

    Mursalin. 2007. Pemanfaatan kayu apu (Pistia stratiotes), kiambang

    (Salvinia molesta) dan gulma itik (Lemna perpusilla) dalam

    memperbaiki kondisi air limbah kantin. Departemen Menejemen

    Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut

    Pertanian Bogor. Bogor.

    Nurhasan.1991. Penanggulangan air limbah tahu. Penerbit Yayasan Bina

    Karta Lestari. (Jurnal Online, Diakses pada tanggal 22 Mei 2013).

    Neni. 2012. Pencemaran dan Penanganan Limbah Industri Tahu (Jurnal

    Online, Diakses pada tanggal 20 Mei 2013).

    Priyono, Agus. 1994. Efektivitas pengolahan limbah tahu dengan eceng

    gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms.A. PPLH. Bogor.

    (Tesis Online, Diakses pada tanggal 21 Mei 2013).

    Sugiharto. 1987. Dasar-dasar pengelolaan air limbah. UI Press. Jakarta.

  • 27

    Utami. 2010. Uji kemampuan koagulan alami dari biji trambesi (Samanea

    saman), biji kelor (Moringa oleifera), dan kacang merah

    (Phaseolus vulgaris) dalam proses penurunan kadar fosfat pada

    limbah cair industri pupuk. Jurnal online, diakses pada tanggal 29

    Mei 2013.

    Widyanto, L.S. dan H. Susilo. 1977. Pencemaran air oleh logam berat dan

    hubungannya dengan eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart)

    Solms). Biotrop. Bogor.

    Yusuf, Guntur. 2001. Proses bioremediaasi limbah rumah tangga dalam

    skala kecil dengan kemampuan tanaman air pada sistem simulasi.

    Institut Pertanian Bogor (Tesis Online, Diakses pada tanggal 19

    Mei 2013).