studi etika pendidikan tentang proses · pdf filedalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu...

26
STULOS 12/1 (April 2013) 39-64 STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES BELAJAR-MENGAJAR YANG MENGUBAH KARAKTER DAN KURIKULUM 2013 Harianto G.P. Abstrak: Etika pendidikan berbasis nilai-nilai Yesus (learn to know about, learn to do like dan learn to live together with… Jesus) wajib mengisi perubahan dan pertumbuhan kognitif, afektif dan psikomotoris pada para anak didik. Perubahan-perubahan tersebut selalu berpusat kepada Teosentris yang alkitabiah. Dalam konteks tersebut maka dibutuhkan pendidik yang berkarakter Kristus, materi atau kurikulum yang bernilai alkitabiah, anak didik yang telah menerima Yesus sebagai juruselamatnya dan metode belajar-mengajar yang sesuai dengan konteksnya. Etika pendidikan Kristen adalah pendidikan berkarakter Yesus. Kata Kunci: Proses, perubahan, karakter Yesus, kurikulum. PENDAHULUAN Litbang Jawa Pos mengadakan riset kepada 505 responden mahasiswa di Surabaya. Hasilnya mengatakan bahwa mahasiswa diajar oleh dosen yang ngelatur (tidak mengajar sesuai dengan materi kuliah yang ada) 81%. Apa isi dari ngelatur itu? Jawabannya adalah: 42,1% menceritakan pengalaman pribadi, 36,4% bercanda, dan 13,2% masalah sensitif. 1 Perubahan anak didik yang terjadi tersebut tentu saja tidak sesuai dengan tujuan pendidikan yang ada. Proses belajar-mengajar di atas, sungguh menjadi kendala yang memprihatinkan di mana pendidikan belum mampu mengajar secara maksimal. Jadi, ada kemungkinan terjadinya proses pendidikan yang 1 Baca “Ugh, Guruku Ngajarnya Ngelantur!” Jawa Pos, Senin 9 Agustus (2004), 33.

Upload: phungnguyet

Post on 02-Feb-2018

235 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

STULOS 12/1 (April 2013) 39-64

STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG

PROSES BELAJAR-MENGAJAR YANG MENGUBAH

KARAKTER DAN KURIKULUM 2013

Harianto G.P.

Abstrak: Etika pendidikan berbasis nilai-nilai Yesus (learn to know about, learn

to do like dan learn to live together with… Jesus) wajib mengisi

perubahan dan pertumbuhan kognitif, afektif dan psikomotoris pada

para anak didik. Perubahan-perubahan tersebut selalu berpusat

kepada Teosentris yang alkitabiah. Dalam konteks tersebut maka

dibutuhkan pendidik yang berkarakter Kristus, materi atau kurikulum

yang bernilai alkitabiah, anak didik yang telah menerima Yesus

sebagai juruselamatnya dan metode belajar-mengajar yang sesuai

dengan konteksnya. Etika pendidikan Kristen adalah pendidikan

berkarakter Yesus.

Kata Kunci: Proses, perubahan, karakter Yesus, kurikulum.

PENDAHULUAN

Litbang Jawa Pos mengadakan riset kepada 505 responden

mahasiswa di Surabaya. Hasilnya mengatakan bahwa mahasiswa diajar

oleh dosen yang ngelatur (tidak mengajar sesuai dengan materi kuliah

yang ada) 81%. Apa isi dari ngelatur itu? Jawabannya adalah: 42,1%

menceritakan pengalaman pribadi, 36,4% bercanda, dan 13,2% masalah

sensitif.1 Perubahan anak didik yang terjadi tersebut tentu saja tidak sesuai

dengan tujuan pendidikan yang ada.

Proses belajar-mengajar di atas, sungguh menjadi kendala yang

memprihatinkan di mana pendidikan belum mampu mengajar secara

maksimal. Jadi, ada kemungkinan terjadinya proses pendidikan yang

1Baca “Ugh, Guruku Ngajarnya Ngelantur!” Jawa Pos, Senin 9 Agustus (2004), 33.

Page 2: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

40 STUDI ETIKA PENDIDIKAN

tidak efektif, di mana pendidik tidak menguasai materi serta kurang

mampu mengkomunikasikannya kepada para mahasiswa. Berkaitan di

atas, maka Daoed Joesoef mengatakan tiadanya atau kurang dihayatinya

etika masa depan dalam penalaran di kalangan elit pemimpim bangsa.

Etika masa depan timbul dari dan dibentuk oleh kesadaran bahwa semua

manusia, sebagai individu maupun kolektif akan menjalani sisa hidupnya

di masa depan bersama dengan sesama makhluk hidup lainnya yang ada di

muka bumi. Hal ini berarti bahwa etika masa depan menuntun manusia

untuk tidak mengelakkan tanggung jawab atas konsekuensi dari setiap

perbuatan yang dilakukannya di masa sekarang.2

Memperlengkapi proses belajar-mengajar yang kurang maksimal,

maka memberi contoh etika dan moral di sekolah. Permasalahan etika dan

moral siswa di sekolah kerapkali dibebankan sebagai tanggung jawab guru

agama dan pendidikan kewarganegaraan. Dalam Undang-Undang Sisdiknas

No. 20 Tahun 2003 revisi terhadap sistem pendidikan yang dilakukan

sesuai dengan tuntutan perubahan reformasi dan bergulirnya demokratisasi

serta menguatnya isu Hak Asasi Manusia (HAM). Guru sebagai tenaga

pendidikan mempunyai makna penting untuk berperan serta dalam

mensukseskan tujuan pendidikan nasional, yang bercita-cita terwujudnya

manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa serta berkembangnya

potensi diri secara optimal. Untuk mencapai pada cita-cita tujuan

pendidikan nasional, maka guru bukan hanya sebagai pengajar tetapi juga

sebagai pendidik yang mampu: membimbing, mengarahkan, mempengaruhi,

dan menjadi pengganti orang tua di sekolah. Guru sebagai pendidik

dituntut memiliki kecakapan secara akademis dan juga secara mental

mampu memberikan teladan yang baik bagi anak didiknya.3 Inilah tugas

penting pendidik dalam proses pendidikan.

2Daoed Joesoef, “Pembaharuan Pendidikan dan Pikiran”, dalam Sularto (ed.).

Masyarakat Warga dan Pergulatan Demokrasi: Antara Cita dan Fakta. Kompas (2001). 3Hidajat Rahardja “Implementasi Nilai-nilai Intelektual, Emosional dan Spiritual dalam

Pembelajaran Biologi” dalam re-searchengines.com/hidayat0608.html. (Diakses tanggal 27 Juni 2008).

Page 3: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

JURNAL TEOLOGI STULOS 41

Pendidikan adalah suatu proses panjang dalam rangka mengantarkan

manusia menjadi seseorang yang kaya spiritual dan intelektual.4

Dalam

konteks ini Noeng Muhadjir menyebutkan adanya tiga fungsi pendidikan,

yaitu: pertama, pendidikan berfungsi menumbuhkan kreativitas peserta

didik. Kedua, pendidikan berfungsi mewariskan nilai-nilai kepada peserta

didik. Ketiga, pendidikan berfungsi meningkatkan kemampuan kerja

produktif peserta didik. Ketiga fungsi pendidikan tersebut pada prinsipnya

merupakan suatu kesatuan organik dan, karena itu, harus dilaksanakan

secara terpadu dan berimbang. Namun dalam kenyataannya, praktek

lapangan pendidikan yang berjalan selama ini cenderung hanya

mengaktualisasikan fungsi pertama dan ketiga, tetapi mengabaikan fungsi

kedua (mewariskan nilai-nilai kepada peserta didik).5

Kenyataan inilah yang dimaksud oleh M. Rusli Karim ketika dia

mengatakan bahwa pendidikan kita hanya melakukan transfer of knowledge

(alih pengetahuan) dan tidak melakukan transfer of value (alih nilai).

Kecenderungan praktek pendidikan kita yang lebih mengedepankan alih

pengetahuan dan menomerduakan upaya alih nilai agaknya berkaitan erat

dengan paradigma modernisasi yang menjadi ideologi pembangunan

nasional. Dalam konteks ini pendidikan sebagai institusi yang diarahkan

untuk melayani kepentingan pembangunan kemudian mengalami reduksi

fungsional dengan hanya menjadi sekedar “pemasok” tenaga kerja

terampil yang dibutuhkan oleh dunia industri.6

Selanjutnya bahwa Kuntowijoyo menyebut gejala di atas sebagai

kesenjangan antara kesadaran dan perilaku adalah suatu gejala yang

merupakan ciri-ciri kemajuan era reformasi. Dalam menghadapi kondisi

tersebut maka sangat mendesak dibutuhkannya kerinduan akan adanya

4Ahmad Syafii Maarif, “Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat” dalam

Jurnal Pendidikan Islam, No. 1 Th. I (Oktober 1996); 6. 5Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Suatu Teori Pendidikan

(Yogyakarta: Reka Sarasih, 1987), 20-25. 6 Ahmad Averoz, ”Etika Pendidikan: Pembentukan Kecerdasan Spiritual”,

zuhdifirdaus.wordpress.com/2008/08/28/etika-pendidikan-pembentukan-kecerdasan-spiritual (Diakses tanggal 20 Juni 2011).

Page 4: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

42 STUDI ETIKA PENDIDIKAN

nilai-nilai moral yang luhur yang timbul dari dalam jiwa setiap insan

Indonesia, yang pada gilirannya berperan sebagai acuan hubungan sosial

di antara sesama manusia. Dalam konteks inilah bahwa pembentukan SQ

(spiritual quotient) menjadi sangat penting sebagai etika masa depan

pendidikan nasional.7

Berkaitan di atas, maka Djamaludin Ancok menjelaskan bahwa

memasuki ekonomi baru yang virtual diperlukan empat modal, yaitu:

intelektual, modal sosial, modal spiritual dan modal kesehatan.

Menurutnya, modal spiritual menjadi sangat penting, karena upaya

membangun manusia yang cerdas dengan IQ tinggi dan manusia pandai

mengelola emosinya dalam berhubungan dengan orang lain tidaklah

mengantarkan manusia pada kebermaknaan hidup. Padahal kebermaknaan

hidup adalah suatu motivasi yang kuat yang dapat mendorong seseorang

untuk melakukan sesuatu yang berguna. Hidup yang berguna adalah hidup

yang memberi makna pada diri sendiri dan orang lain. Modal spiritual juga

dapat memberikan perasaan hidup yang komplit (wholeness), karena

adanya kedekatan dengan Sang Pencipta.8

Tujuan menulis paper ini adalah menjawab pertanyaan sebagai

berikut: apakah yang dimaksud dengan etika pendidikan kristiani? Apakah

nilai-nilai etika pendidikan? Bagaimanakah nilai-nilai etika pendidikan

membawa nilai-nilai Kristiani? Bagaimanakah studi etika pendidikan

tentang proses belajar-mengajar yang mengubah karakter?

ETIKA PENDIDIKAN KRISTIANI

Menurut etimologinya, etika berasal dari kata Yunani ethos yang

mempunyai banyak artinya: “tempat tinggal yang biasa; padang rumput,

kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir”.

7Kuntowijoyo, “Kesadaran dan Perilaku” dalam Selo Soemardjan (ed.). Menuju

Tata Indonesia Baru (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), 253. 8Djamaluddin Ancok, “Membangun Modal Manusia Melalui Pengembangan IQ, EQ,

dan SQ” Makalah tidak diterbitkan. Fak. Psikologi UMS, Surakarta 2001.

Page 5: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

JURNAL TEOLOGI STULOS 43

Bentuk jamak dari ethos adalah “ta etha” yang berarti “adat kebiasaan”.

Arti jamak ini yang dipakai oleh Aristoteles (384-322 S.M.) untuk

menunjuk pada istilah etika sebagai filsafat moral. Selain itu kata “moral”

(Latin mos, jamak mores) juga berarti “kebiasaan” atau “adat”, di mana

“moralitas” (Latin, moralitas) merupakan abstraksi dari kata moral yang

menunjuk pada segi baik buruk suatu perbuatan. Hal tersebut biasanya

disebut “moralitas” suatu perbuatan, namun bukan “moral” suatu perbuatan.

Jadi, etika adalah ilmu yang mempelajari tentang apa-apa yang biasa

dilakukan.9

Dalam kamus, “etika” memiliki tiga arti berikut.10

Arti pertama, etika

adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan

kewajiban moral (akhlak). Dalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu

yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak,

diterima dalam suatu masyarakat. Arti kedua, adalah kumpulan asas atau

nilai yang berkenaan dengan akhlak. Arti ketiga, adalah nilai mengenai

benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat. Dan

untuk mengembangkan pemikiran itu, maka Franz Magnis-Suseno

mengatakan bahwa etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral,

melainkan merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasarkan

tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah

sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Jadi etika dan ajaran-ajaran moral tidak

berada di tingkat yang sama.11

Sedangkan pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok

orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan; proses, cara, pembuatan mendidik.” Ensiklopedi Wikipedia

menuliskan: “Education is a social science that encompasses teaching and

9Tentang peristilahan ini lihat juga K. Bertens, Etika, Seri Filsafat Atmajaya 15 (Jakarta:

Gramedia, 1993), 4-7. 10W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,

1988), 237. 11Franz Magnis-Suseno, Etika Dasar (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 14.

Page 6: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

44 STUDI ETIKA PENDIDIKAN

learning specific knowledge, beliefs, and skill. The word education is

derived from the Latin educare meaning “to raise”, “to bring up”, “to

train”, “to rear”, via education/nis”, bringing up, raising”.12

Menurut UU

SISDIKNAS No. 2 Tahun 1989 bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar

untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,

dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”. Selanjutnya

dalam UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 mengatakan bahwa pendidikan

adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya dan masyarakat.

Dengan demikian, maka pendidikan adalah proses internalisasi

paham dan nilai melalui pengalaman paham dan nilai, melalui perenungan,

aspirasi, dan penerimaan paham serta nilai, dan melalui pengalaman paham

serta nilai di dalam kehidupan.13

Jadi meringkas pengertian pendidikan di

atas yang kemudian direlasikan dengan nilai-nilai etika, maka ditemukan

dalam surat-surat Paulus bahwa prinsip-prinsip etika dibuatnya sebagai

penuntun kehidupan orang-orang Kristen sebagai berikut: (1) Dipraktikkan

dengan melihat kondisi lingkungan Kristen dan non Kristen. (2) Di antara

komunitas gereja Kristen ia menggunakan istilah ketergantungan,

gotong-royong dari jemaat sebagai anggota tubuh Kristus satu sama lain.

Tujuannya untuk kepentingan bersama secara sosial. (3) Standar nilai dan

ukuran etis Paulus adalah “dalam Kristus” (in Christ) yang menjadi landasan

dari etika dalam keluarga dan dalam pekerjaan. (4) Sikap pengambilan

keputusan etis harus ada dalam pimpinan Roh Kudus yang berbicara

melalui hati nurani. (5) Orang Kristen tidak boleh berkompromi dengan

dunia dan tidak boleh menjadi penghalang bagi orang kafir untuk

mengenal Yesus. Tindakan yang bijaksana harus diambil seperti mengenai

12www.scribd.com/doc/7592955/Definisi-Pendidikan. 13 J. Riberu, “Masalah Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan Agama pada

khususnya” dalam Identitas & Ciri Khas Pendidikan Kristen di Indonesia (2000), 170.

Page 7: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

JURNAL TEOLOGI STULOS 45

makanan dan minuman dan penggunaan karunia-karunia. (6) Hubungan

suami-istri, tuan dan hamba, negara dan rakyat, melibatkan prinsip-prinsip

spiritual dari tubuh Kristus dan kepala (Petrus juga memiliki prinsip etika ini).

Prinsip ini begitu mendalam dan berhubungan dengan etika sosial dan

etika politik dalam masyarakat yang harus diperhatikan orang percaya. (7)

Prinsip-prinsip etis kerja juga dinyatakan Paulus dalam mengadakan

rekonsiliasi Onesimus dan Filemon. (8) Sikap etis juga diajarkan Paulus

untuk memelihara keindahan penyembahan, pelayanan, dan penggunaan

karunia-karunia dalam jemaat. Dalam surat Korintus, Paulus dengan jelas,

tegas dan mendetail mengenai hal ini. Di sini etika pelayanan dan ibadah

mencerminkan kehidupan orang percaya yang hidup dalam anugerah dan

disiplin Allah. (9) Ketegasan sikap etis Paulus diwujudkan dalam penerapan

disiplin terhadap pelanggaran moral.14

Dengan demikian maka etika pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana dalam proses belajar-mengajar di mana pendidikan membawa

pengajaran mengenai apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan

kewajiban moral (akhlak); nilai mengenai benar dan salah agar anak didik

mengalami perubahan akhlaknya yang lebih baik.

NILAI-NILAI ETIKA PENDIDIKAN

Nilai-nilai etika pendidikan jelas merupakan pengembangan dari

pemahaman etika pendidikan itu sendiri. Jadi, agar proses pendidikan

berjalan dengan lancar, maka etika digunakan sebagai “frame” yang

membatasi gerakan pendidikan di mana nilai pendidikan memperhatikan:

apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang bermoral dan tidak bermoral,

dan apa yang benar dan yang salah. Berkaitan di atas, maka saran

UNESCO dalam memahami fenomena ini sebagai berikut:

14Gerald Harris, The Beginnings of Church Discipline dalam Understanding Paul’s

Ethics oleh Brian S. Rosner, Editor (Grand Rapids, MI: Wm B. Eerdmans Pub. Co., 1995), 129. Menurut Harris, tindakan disiplin Paulus ini sebagai usaha untuk mengontrol hubungan sosial dalam jemaat yang lazimnya dipraktekkan dalam gereja mula-mula.

Page 8: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

46 STUDI ETIKA PENDIDIKAN

Pendidikan mesti mengandung tiga unsur, yaitu: unsur Learn to Know

(belajar untuk tahu) dan Learn to Do (belajar untuk berbuat) yang lebih

terarah membentuk having agar SDM memiliki kualitas dalam

pengetahuan dan skill, sedangkan unsur ketiga learn to live together

yang lebih mengarah kepada being menuju pembentukan karakter

bangsa.15

.

Melengkapi di atas, maka Prof. Suyanto, Ph.D. menegaskan nilai-nilai

etika pendidikan adalah nilai-nilai etika bermartabat. Memartabatkan

pendidikan tidak berarti menempatkan nilai etis pendidikan di atas tata

nilai lainnya di dalam pergaulan sosial, politik, ekonomi bahkan budaya.

Memartabatkan pendidikan berarti memberikan nilai rasa estetis kolektif

maupun individual pada sisi perilaku dan etika pergaulan yang lebih

bermartabat. Hal itu dilakukan karena, pendidikan merupakan sebuah

indikator penting untuk mengukur kemajuan sebuah bangsa. Jika sebuah

bangsa ingin ditempatkan pada pergaulan dunia dalam tataran yang

bermartabat dan modern, maka yang pertama-tama harus dilakukan adalah

mengembangkan pendidikan yang memiliki relevansi dan daya saing bagi

seluruh anak bangsa. Mengapa demikian? Karena pendidikan merupakan

gerbang untuk memahami dunia sekaligus gerbang untuk menguasai pola

pikir dan kultur spesifik di dalam pergaulan global.16

Nilai-nilai etika pendidikan meliputi dua hal, yakni: pemahaman

memadai tentang nilai-nilai dasar kehidupan dan teladan hidup nyata dari

public figure. Nilai-nilai vital dimaksudkan adalah penghargaan terhadap

harga diri dan orang lain, tanggung jawab terhadap keselamatan diri

sendiri dan orang lain, sikap toleran sekaligus sikap kritis terhadap realitas

keseharian, kesempatan hidup dalam pilihan-pilihan dan kebebasan

mengambil keputusan sendiri, serta jiwa sosial yang tinggi, selain

pengakuan pluralistis budaya dan keunikan manusia. Tentu tidak kalah

penting, kedekatan mereka terhadap nilai-nilai religius yang universal.

15 Www.elfiana-unindra-bio2a.blogspot.com/.../nilai-nilai-pendidikan-di-indonesia.

html -. 16 Suyanto, ”Pendidikan Bermartabat”, www. mandikdasmen.aptisi3.org/index.php?

option...id.

Page 9: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

JURNAL TEOLOGI STULOS 47

Internalisasi substansi nilai-nilai etis ini merupakan modal sangat penting

bagi anak-anak berhadapan dengan faktor eksternal yang memberondong

mereka. Selain sejumlah muatan nilai di atas, yang tidak boleh diabaikan

adalah teladan baik pejabat publik. Adalah sikap kontraproduktif dan

inkonsisten kalau anggota lembaga pembuat undang-undang, yang berniat

menghentikan kebejatan moral masyarakat, justru mempertontonkan

pelanggaran etika. Ini jelas merupakan contoh yang tidak terpuji.17

Pendidikan nilai-nilai, yang selanjutnya kalau diulang-ulang sebab

diteguhkan akan berubah menjadi penghayatan nilai-nilai, mempunyai

syarat-syarat yang berlainan dengan pendidikan fakta-fakta ketrampilan

sebagai berikut. Syarat Pertama, adalah nilai itu mestilah mempunyai

model. Yang berarti tempat di mana nilai itu melekat supaya dapat

disaksikan bagaimana nilai-nilai itu beroperasi. Ambillah suatu nilai

seperti kejujuran. Nilai ini bersifat mujarrad (abstract), jadi tidak dapat

diraba dengan panca indera. Tidak dapat dilihat dengan mata, rupanya

bagaimana. Tidak dapat dicium baunya, harum atau busuk dan sebagainya.

Namun dapat mencerminkan nilai-nilai yang disebut, kejujuran itu pada

dirinya, maka kejujuran itu boleh menjadi perangsang. Syarat yang kedua,

adalah kalau kejujuran itu dapat menimbulkan peneguhan pada diri

murid-murid maka ia akan dipelajari, artinya diulang-ulang dan kemudian

berubah menjadi penghayatan. Syarat kedua agak rumit sedikit, sebab

selain daripada nilai kejujuran itu sendiri, juga model tempat kejujuran itu

melekat diperlukan berfungsi bersama untuk menimbulkan peneguhan itu.

Dalam keadaan ini, pendidik sebagai perangsang (stumulus) akan

memancing tingkah laku kejujuran murid-muridnya.

Kedua, oleh sebab model tempat melekatnya nilai-nilai yang ingin

diajarkan kepada murid-murid adalah manusia biasa. Dengan pengertian

dia mempunyai kekurangan-kekurangan, maka nilai-nilai yang akan

diajarkan itu boleh menurun nilainya. Hal itu disebabkan oleh kekurangan-

17Kasdin Sihotang, ”Prioritas Pendidikan Nilai”, Sinar Harapan, edisi Sabtu, 8

November (2008).

Page 10: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

48 STUDI ETIKA PENDIDIKAN

kekurangan yang ada pada model itu, malah ada kemungkinan anak didik

mempelajari nilai sebaliknya. Jadi daripada jujur dia menjadi tidak jujur,

jika pada model itu menimbulkan sifat-sifat atau tingkah laku yang tidak

meneguhkan kejujuran itu.

Ketiga, semua pendidik, terlepas daripada mata pelajaran yang

diajarkannya, adalah pengajar nilai-nilai tertentu. Sebab para pendidik

tersebut sadar atau tidak, mempengaruhi murid-muridnya melalui

kaedah-kaedah dan strategi-strategi pengajaran yang digunakan, di mana

sebagian besarnya termasuk dalam kawasan ‘kurikulum informal’.

Sebagaimana setiap pendidik, apapun yang diajarkannya, adalah seorang

pendidik bahasa maka setiap pendidik juga adalah seorang pengajar

nilai-nilai. Bila seorang pendidik memuji seorang murid, maka ia

meneguhkan sesuatu tingkah laku. Bila pendidik menghukum seorang

murid, maka ia menghukum tingkah laku tertentu. Malah bila pendidik

tidak mengacuhkan seorang murid, maka murid tersebut mungkin merasa

bahwa ia tidak menyukai perbuatannya. Ini semua adalah nilai-nilai.

Dengan demikian maka nilai-nilai etika pendidikan menjadi wajib di

mana bukan saja menjadi materi dan diajarkan kepada anak didik, tetapi

pendidik juga mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-harinya baik

dalam sekolah maupun di luar sekolah. Berkaitan hal di atas, maka dalam

2 Timotius 3:16-17 dapat ditemukan nilai-nilai pendidikan sebagai berikut:

(1) Tiap pendidikan bertujuan mengembangkan semua potensi seorang

individu secara maksimal sesuai prinsip pengajaran kebenaran Firman

Tuhan. (2) Tiap pendidikan mempunyai tujuan untuk menghasilkan

masyarakat yang memiliki integritas baik dan dapat dipertanggungjawabkan

sesuai dengan Firman Tuhan. (3) Pendidikan sekurang-kurangnya dapat

memberikan kepada peserta didik cukup pengetahuan dan kemampuan

untuk melaksanakan suatu tugas yang produktif dalam masyarakat

berdasarkan Firman Tuhan. (4) Keseluruhan pendidikan sekurang-

kurangnya dapat memberikan kepada peserta didik kematangan moral

yang baik.

Page 11: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

JURNAL TEOLOGI STULOS 49

Jadi nilai-nilai etika Kristen wajib digali dalam berdasarkan adalah:

kehidupan, tindakan, ajaran dan karya Yesus Kristus melalui Alkitab. Di

sini muncul pemahaman nilai-nilai etika berdasarkan sebagai berikut:

learn to Know (belajar untuk tahu) tentang Yesus, learn to Do (belajar

untuk berbuat) seperti Yesus dan learn to live together with Yesus. Ketiga

point tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan

dan wajib berjalan bersama-sama membentuk wordview dan gaya hidup

etika pendidikan.

Learn to Know

Yesus

Learn to Do Learn to Live Together

Learn to Know tentang Yesus

Nilai-nilai etika berdasarkan learn to know tentang Yesus berarti

pendidik dan anak didiknya wajib belajar mengetahui tentang Yesus di

mana ia belajar mengenal sebagai berikut: (1) Tindakan Missio Christi

digambarkan sebagai pengorbanan dan datang sebagai misionaris untuk

semua bangsa sebagai berikut: sebagai pengorbanan, seorang misionaris,

dan kedatangan Yesus untuk semua bangsa. (2) Pengajaran Missio Christi

mencakup: satu-satunya Jalan Keselamatan kekal dan Yesus mengajarkan

para pengikut-Nya bahwa bagaimana mereka bisa menjalani sebuah

kehidupan yang berbuah-buah, yakni dengan berada dekat dengan Dia

(Yoh. 15: 1-16).18

Learn to Do seperti Yesus

Nilai-nilai etika berdasarkan learn to do seperti Yesus berarti pendidik

18Baca Harianto GP, Pengantar Misiologi (Yogyakarta: Andi, 2012) mengenai

Missio Christi.

Page 12: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

50 STUDI ETIKA PENDIDIKAN

dan anaknya wajib belajar melayani seperti Yesus. Pendidikan memberi

warna terhadap apa yang dilakukan oleh Yesus dalam kehidupan-Nya.

Dalam konteks to do seperti Yesus mencakup adalah: belajar hidup dan

melayani seperti Tuhan Yesus (Mrk. 7: 31-37). Di sini bahwa Yesus

melakukan semua proses ini di dalam persekutuan dengan setiap orang

yang ditemuinya (tidak melihat latar belakang: pangkat, ekonomi, atau

kepandaian). Justru Yesus datang ke bumi untuk bersekutu dengan

orang-orang yang berdosa dan Dia memberi makan ratusan bahkan ribuan

orang (Mrk. 8.1-10).

Yesus tidak mengejar ketenaran dunia. Bukan itu saja, Dia bahkan

melarang orang-orang untuk memberitakan keajaiban yang telah

diperbuat-Nya (ay. 36). Dia memiliki kesempatan besar untuk menjadi

terkenal, namun Ia tidak memanfaatkan kesempatan tersebut, sebaliknya

Ia menahan diri-Nya. Dengan demikian, maka pelayanan-Nya menghasilkan

sesuatu yang nyata dan baik.

Learn to Live Together bersama Yesus

Nilai-nilai etika berdasarkan learn to live together bersama Yesus

berarti pendidik dan anaknya wajib hidup menjadi murid Yesus. Dia

memerintahkan para Rasul-Nya di awal pelayanan fana-Nya, “Ikutlah

Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia” (Mat. 4:19). Kita perlu

“mengikuti-Nya,” dan sewaktu kita melakukan ini, Juruselamat akan

memberkati kita di luar kemampuan kita untuk menjadi seperti yang Dia

kehendaki. Di sini bahwa “mengikuti Kristus” artinya menjadi lebih

seperti Dia. Itu artinya belajar dari sifat-Nya. Juruselamat mengundang

kita untuk mempelajari Injil-Nya dengan menjalankan ajaran-ajaran-Nya.

Para nabi zaman dahulu dan zaman modern menjelaskannya dalam tiga

kata: “Mematuhi perintah-perintah”—tidak kurang, tidak lebih.”

Kata pemuridan, berasal dari kata “murid” atau dalam bahasa Yunani

μαθητής, atau disciple dalam bahasa Inggris dan discipulus (latin) yang

berarti seorang pembelajar. Dengan demikian bahwa salah satu esensi

Page 13: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

JURNAL TEOLOGI STULOS 51

dari pemuridan adalah: keberanian untuk meresponi panggilan Yesus

untuk mengikuti Dia, meninggalkan semua gaya hidup lama kita dan

masuk dalam kehidupan baru bersama Yesus seperti yang tercatar dalam

Matius 28:16 dst. dan Markus 1: 16 17.

NILAI-NILAI ETIKA PENDIDIKAN MENUJU

PERUBAHAN KARAKTER

Etika Kristen adalah berhubungan dengan moral yang benar dan

salah. Moral yang benar berdasarkan karakter moral Allah (Rm. 1:19-20:

2:12-14).19

Alkitab menjadi dasar untuk mengetahui karakter moral Allah.

Jadi, nilai-nilai dan norma-norma moral wajib berdasarkan Alkitabiah

sebagai sumber kehidupan orang Kristen. Tetapi, masalahnya, bagaimana

orang Kristen yang hidup di bumi ini? Apakah ia bisa hidup dengan

menjaga ketetapan dan peraturan Allah, seperti yang tergambar dalam

kisah tentang pembayaran pajak Mrk. 12:14-17.

Dialog Yesus dengan beberapa orang Farisi dan Herodian dengan

Yesus menjelaskan ada pemisahan yang tegas antara ”Etika Allah” dengan

”Etika Duniawi”. Apa yang bersumber dari negara (pajak), maka orang

Kristen wajib memenuhinya, dan apa yang bersumber dari Allah, orang

Kristen wajib mentaati dan menjalankannya. Sebenarnya, bila melihat

sejarah Alkitab -- diurut dari awal penciptaan sampai manusia berdosa dan

dibuang ke bumi, lalu adanya Torat atau etika Allah yang diwakili oleh

Musa, lalu perjalanan bangsa Israel bisa menempati tanah perjanjian yaitu

Kanaan, bangsa Israel mengalami pembuangan ke Babilon, berlanjut

dengan inkarnasinya Allah menjadi manusia di bumi, yaitu Yesus Kristus,

mati, disalibkan, pada hari ketiga bangkit, dan meninggalkan bumi duduk

di sebelah kanan Allah, lalu masuk pada zaman Petrus di mana lahirnya

gereja mula-mula, kondisi zaman Paulus sampai pada Wahyu -- maka

dengan jelas dikatakan bahwa ’etika Alkitabiah’ sudah ada jauh sebelum

19Norman L. Geisler, Christian Ethics (Grand Rapids: Baker Book, 1990), 17.

Page 14: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

52 STUDI ETIKA PENDIDIKAN

manusia diciptakan. Allah mempunyai nilai-nilai dan norma-norma sebelum

dan saat penciptaan (Kel. 4:12, Ul. 4:5, Im. 18: 4-5).

Jelas bahwa Allah telah menciptakan dan meletakkan peraturan dan

ketetapan-Nya untuk dianut oleh umat-Nya. Bahkan Allah berjanji dalam

melaksanakan ketetapan-Nya dan peraturan-Nya, Allah akan menyertai

umat-Nya. Umat-Nya tidak berjalan sendiri, melainkan Allah yang

menuntun dan mengarahkan kehidupan mereka. Di sini, jelas bila ”Etika

Allah” haruslah menjadi kompas hidup umat-Nya. Ayat berikutnya,

semakin memperjelas bahwa manusia (Pemazmur) sangat membutuhkan

ketetapan dan peraturan Allah. Pemazmur berteriak-teriak: ”Ajarkan kami

menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang

bijaksana (Mz. 90:12). Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab

Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah

yang rata! (Mz. 143:10). Berbahagialah orang yang Kauajar, ya TUHAN,

dan yang Kau ajari dari Taurat-Mu, untuk memenangkan dia terhadap

hari-hari malapetaka, sampai digali lobang untuk orang fasik (Mz. 94:12-13).

”Etika Allah” tidak saja menjadi kompas kehidupan orang Kristen,

melainkan menjadi dasar untuk memecahkan segala perkara. ”Etika Allah”

adalah pembasmi segala bentuk malapetaka atau kejahatan yang menimpa

umat-Nya. Bagi Allah, tidak perlu seorang manusia jahat atau bukan, tetapi

bila manusia itu mentaati ajaran Allah dan menerapkan dalam kehidupannya,

maka orang jahat itu akan selamat. Kita lihat apa yang difirmankan Allah

lewat Yehezkiel. ”Orang jahat itu mengembalikan gadaian orang, menuruti

peraturan-peraturan yang memberi hidup, sehingga tidak berbuat curang

lagi, ia pasti hidup, ia tidak akan mati (Yeh. 33:15).

Dengan demikian Allah telah meletakan diri-Nya dan karya-Nya

menjadi dasar bagi etika-Nya dimana manusia yang menyembah-Nya

harus tunduk dan mengikuti etika yang Dia buat. Jadi menjadi orang

Kristen berarti hidup dalam nilai-nilai etika yang dibuat oleh Allah.

Page 15: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

JURNAL TEOLOGI STULOS 53

PROSES BELAJAR-MENGAJAR KARAKTER KRISTEN

Pendidikan Kristen yang benar dan bertanggung jawab wajib

mementingkan adanya keseimbangan secara intergratif antara Iman

Kristen Alkitabiah, praktik hidup moral Kriten sehari-hari. Seperti

dijabarkan berikut.

Pendidik yang Berkarakter Kristus

Pendidik adalah posisi mengajar. Kata “mengajar” (verb) berarti

“memberi pelajaran (guru – murid), melatih, memarahi (memukuli,

menghukum, dsb.) supaya jera:20

ia – berenang. Mengajar adalah peristiwa

bertujuan, terarah pada tujuan dan dilaksanakan khusus untuk mencapai

tujuan itu. Apabila yang dituju atau yang akan dicapai titik C, maka

dengan sendirinya proses mengajar belum dapat dianggap selesai apabila

yang dicapai di dalam kenyataan barulah titik A atau B.21

Dengan

demikian, taraf pencapaian tujuan pengajaran merupakan petujuk praktis

tentang sejauh manakah interaksi edukatif itu harus di bawa untuk

mencapai tujuan yang terakhir. Linda J. Vogel mengatakan bahwa

mengajar memberi kuliah atau berceramah.22

Berkaitan di atas ada tiga kriteria menjadi pendidik yang terbaik

sebagai berikut: pertama, pendidik secara aktif harus dapat menterjemahkan

sendiri jiwa tujuan umum dalam bentuk-bentuk yang khusus, yang

dikaitkan dengan tujuan akhir. Tujuan akhir adalah agar dengan

pengetahuan membaca itu anak-anak dapat mendalami tata susila, ilmu

kebijaksanaan di dalam berbagai hasil kebudayaan (buku dan lain-lain).23

Kedua, setiap pendidik bertolak dari suatu filsafat. Artinya, seorang

pendidik mendapat kepercayaan dan kehormatan mengajar, kepadanya

20Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 17. 21Winarno Surakhmad, Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar (Bandung: Tarsito,

1982), 34. 22Linda J. Vogel, “Mengajar dan Belajar di dalam Kelompok Masyarakat Iman”

Sekolah Tinggi Baptis Indonesia, Semarang tp.th, 55. 23Ibid., 37.

Page 16: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

54 STUDI ETIKA PENDIDIKAN

juga dipercayakan kemampuan untuk mengambil keputusan yang bersifat

normative; keputusan-keputusan dipandang sebagai “penjelmaan filsafat

hidup” yang dianutnya. Filsafat guru berwujud dalam perumusan tujuan

pendidikan. Tujuan pendidikan memberi arah yang umum pada filsafat

yang mendasari segala kegiatan pendidikan.24

Apa yang disarankan di atas adalah baik, tetapi lebih sempurna lagi

bila pendidik bukan cuma bertugas dalam faktor kognitif saja, lebih jauh

lagi adalah juga merubah faktor afektif dan psikomotoris. Pendidik adalah

surat terbuka – menggunakan istilah Rasul Paulus – karena itu, ia adalah

kumpulan dari nilai-nilai etika Kristen. Pendidikan adalah mendemokan

nilai-nilai etika Yesus. Oscar Thompson, Jr. memberikan contoh bahwa

keberhasilan pemberitaan Injil bukan ditentukan seseorang belajar teknik

penginjilan di kelas, melainkan ditentukan oleh hubungan Pemberita Injil

itu sendiri dengan Allah. Bila hubungan dirinya dengan Allah berjalan

baik, maka kehidupannya juga menjadi baik dan orang dapat dimenangkan

karena kebaikan dirinya itu.25

Jadi, pendidik bukan berhasil karena metode

mengajarnya yang efektif saja dalam perubah anak didik tetapi juga

kesaksian hidupnya sangat mempengaruhinya. Kesaksian hidupnya dalam

mendemontrasikan nilai-nilai etika Kristen dalam kehidupannya sehari-hari.

Karena itu nilai-nilai etika Yesus memposisikan pendidik menjadi agen

perubahan menuju perubahan mempunyai karakter seperti Kristus.

Material yang Teosentris

Kurikulum (materi) adalah suatu rencana yang menjadi panduan

dalam menyelenggarakan proses pendidikan.26

Melanjutkan pemikiran di

atas, maka Saylor, Alexander dan Lewis merumuskan kurikulum sebagai

berikut: pertama, kurikulum sebagai rencana tentang mata pelajaran atau

24Ibid., 56,57. 25Baca Oscar Thompson Jr., Lingkaran Konsentrasi & Kesaksian yang Berpengaruh

(Bandung: LLB, 1990). 26Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah (Bandung: Sinar Baru,

1992) 2.

Page 17: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

JURNAL TEOLOGI STULOS 55

bahan-bahan pelajaran. Kedua, kurikulum sebagai rencana tentang

pengalaman belajar. Ketiga, kurikulum sebagai rencana tentang tujuan

pendidikan yang hendak dicapai. Keempat, kurikulum sebagai rencana

tentang tempat belajar.27

Tak heran bila Eli Tanya merumuskan kurikulum

berarti “sepanjang hidup belajar, meringkas segala pengalaman dan

pengaruh-pengaruh yang terdapat di sekeliling murid.28

International

Council of Religious Education mendefinisikan kurikulum adalah

“pengalaman si pelajar di bawah bimbingan.”29

Abdul Rajak Husain mengatakan kurikulum adalah seperangkat

rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar.30

Studi Lois E. LeBar mengenai kurikulum yang God-centered31

sangat

bermanfaat dalam merumuskan kurikulum berbasis misiologi. LeBar

meletakkan Firman Tuhan sebagai dasar pusat kurikulum karena tidak ada

buku yang dapat dibandingkan dengan Firman Tuhan. Sedangkan Robert

L. Woodruff mengatakan bahan pengajaran kurikulum berbasis misiologi

dapat difokusnya dalam integrasi antara matra spiritual, akademik

(pengetahuan), dan ministry mission. “Spiritual formation (to be like Jesus),

mastering a body of knowledge (to know of high academic) and developing

professional skill in ministerial practice (to do proclaim of the Gospel)”.32

Dengan materi (kurikulum) yang berfokus kepada Allah (Teosentris)

baik tindakan maupun karya-karya-Nya (termasuk ajaran-Nya), yang

ditajamkan dalam kehidupan Yesus Kristus maka nilai-nilai etika pendidikan

kristiani dapat dikembangkan dengan maksimal. Materi ini sangatlah

efektif untuk diajarkan kepada anak didik.

27Ibid., 2-3. 28Eli Tanya, Gereja dan Pendidikan Agama Kristen (Cipanas: STT Cipanas, 1999), 27. 29Randolph C. Miller, Education for Christian Living (New Jersey: Prentice Hall,

1956), 44. 30Abdul Rajak Husain, Penyelenggaraan Pendidikan Nasional (Solo: CV Aneka,

1995), 34. 31Lois E. LeBar, Education That is Christian (Wheaton: Victor Books, 1989), 256. 32Robert L. Woodruff, Education on Purpose: Model for Education in World Areas (n.p.:

QUT Publications, 2001), 14.

Page 18: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

56 STUDI ETIKA PENDIDIKAN

Perubahan pada Anak Didik

Anak didik dalam posisi belajar. Belajar sebagai proses perubahan

tingkah laku merupakan proses yang terjadi di dalam satu situasi, bukan

di dalam satu ruang hampa. Situasi belajar ditandai dengan adanya

motif-motif yang ditetapkan atau diterima oleh murid.33

Kesulitan yang

ada pada umumnya dihadapi oleh orang yang belajar adalah tidak

cukupnya pengetahuan mereka mengenai cara-cara belajar.

Dalam proses belajar anak didik memerlukan kesiapan. Beberapa

faktor yang mempengaruhi kesiapan belajar adalah: pertama, kurang

dapat memusatkan perhatian kepada pelajaran yang sedang dihadapi.

Kedua, tidak dapat menguasai kaidah yang berkaitan sehingga tidak dapat

memahami pelajaran. Ketiga, lambat membaca sehingga tidak dapat

membaca bahan yang seharusnya dibaca.34

Karena itu, perlunya motivasi

dalam diri anak didik untuk belajar. Motivasi belajar adalah jantung

kegiatan belajar dan suatu pendorong yang membuat seseorang belajar.35

Jadi, keras tidaknya usaha belajar dilakukan seseorang bergantung kepada

besar tidaknya motivasi belajar.

Evaluasi akhir terhadap anak didik adalah apabila usaha murid telah

menghasilkan pola tingkah laku yang dituju semula di mana proses

belajar dapat dikatakan mencapai titik akhir sementara. Hasil utama

adalah “tambahan“ perubahan tingkah laku. Dengan demikian, akhirnya

terdapat satu kesatuan yang menyeluruh (kebulatan tingkah laku).36

Metodologi

Proses belajar-mengajar (pendidik, materi dan anak didik)

membutuhkan motode (model) pengajaran yang efektif dalam konteks

yang berbeda-beda. Motode atau model adalah cara teratur yg digunakan

33Surakhmad, Pengantar Interaksi Mengajar Belajar, 66. 34Hutabarat E.P., Cara Belajar (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), 20. 35Ibid. 25. 36Surakhmad, Pengantar Interaksi Mengajar Belajar, 66.

Page 19: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

JURNAL TEOLOGI STULOS 57

untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang

dikehendaki atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan

pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Jadi

proses belajar-mengajar membutuhkan metode atau model belajar-mengajar

yang tepat dan efektif. Ketika pendidik membantu anak didik menangkap

informasi, ide, skill, nilai-nilai, cara-cara berpikir dan mengekspresikan

sesuatu, berarti pendidik sedang mengajar bagaimana menggunakan

metode mengajar yang tepat dan anak didik membutuhkan metode belajar

yang efektif. Tetapi, dalam kenyataannya yang terpenting dalam pengajaran,

adalah kemampuan belajar yang meningkat dengan cara yang lebih mudah

dan efektif, di masa mendatang karena mereka telah mencapai pengetahuan

dan skill dan karena mereka telah menguasai proses belajar yang baik.

Bagaimanakah pengajaran itu berpengaruh pada kemampuan anak

didik dalam mendidik diri sendiri. Pendidik yang sukses tidak hanya

berkarismatik, tetapi ia mengarahkan anak didik pada kognitif maupun

sosial dan mengajar mereka: namun bagaimanakah menggunakan metode

yang tepat dan efektif? Misalnya dalam sistem perkuliahan. Dosen mengajar

dengan jelas, mahasiswa belajar dari dosennya melalui percakapan dosen

dan menyusunnya dengan kata-kata sendiri. Mahasiswa yang efektif

mampu menyusun informasi, gagasan dan hikmat dan dosen mereka dan

menggunakan sumber-sumber belajar secara efektif. Jadi, peran utama

dalam pengajaran yakni menciptakan mahsiswa yang memiliki power.

Contoh terjadi pada sekelompok guru sekolah menengah di Israel,

pimpinan Shlomo Sharan dan Hana Shachar (1988), respon cepat tampak

ketika mulai menggunakan model pengajaran investigasi secara

kelompok, “The Group Investigation Model” sebuah model belajar yang

komplek. Belajar mereka dicampur antara kelompok ekomoni Rendah

dengan Belajar kelompok ekonomi yang lebih tinggi (Low S.E.S dengan

high S.E.S). Masing-masing diberi pre-test dan tes akhir tentang

pengetahuan sungguh luar biasa. Terjadi respon pengajaran tercepat,

adalah: yang pertama dalam pre-test nilai yang dicapai kelompok ekonomi

Page 20: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

58 STUDI ETIKA PENDIDIKAN

rendah (Low S.E.S) lebih kecil dibanding nilai ekonomi tinggi (high

S.E.S). Tampaknya status ekonomi berhubungan dengan pengetahuan

anak didik yang berpengaruh pada situasi intruksional dan setelah itu

mereka diajar menggunakan model pengajaran Investigation model, yang

menghasilkan nilai-nilai rata-rata hampir 2 ½ kali, lebih baik daripada

mereka yang diajar dengan menggunakan metode kelas murni dan bahkan

bisa melebihi nilai yang dicapai anak didik kelompok ekonomi tinggi yang

menggunakan metode kelas murni. Dengan kata lain, anak didik yang

berekonomi rendah jika diajar dengan Group investigation model, nilainya

rata-rata lebih tinggi dibanding anak didik kelompok ekonomi tinggi yang

diajar dengan tidak menggunakan model tersebut. Akhirnya semua

kelompok ekonomi tinggi pun menggunakan model tersebut dan nilai

mereka mencapai 2 kali lipat dibanding temannya yang menggunakan

model kelas murni. Jadi model itu sangat efektif bagi kedua kelompok

anak didik tersebut yang latar belakang berbeda.

Contoh-contoh ini menyebabkan kita untuk berpikir mengenai

perbedaan pada anak didik. Metode-metode lain juga dapat membantu

anak didik meningkatkan kemampuan belajarnya, kadang-kadang yang

terbaru, dan kadang-kadang secara dramatis. Hal yang penting yakni

teaching dapat menyebabkan perbedaan besar bagi anak didik baik pada

kelas maupun level sekolahnya. Ini merupakan pusat dari pengajaran yang

efektif sebab pendidik yang efektif percaya bahwa mereka mampu

membuat perbedaan yang disebabkan oleh cara belajar. Mereka belajar

bagaimana anak didik dapat menciptakan lingkungan belajar untuk

mencapai suatu pertumbuhan. Singkat kata bahwa anak didik dapat

meningkatkan kemampuan belajar secara cepat. Itulah inti dari tugas

penggunakan model pengajaran yang digunakan oleh pendidik.

NILAI-NILAI ETIKA YESUS DALAM KURIKULUM 2013

Pemerintah merencanakan “Kurikulum 2013” diberlakukan pada

Tahun ini. Kurikulum yang menekankan pada karakter sebenarnya sudah

Page 21: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

JURNAL TEOLOGI STULOS 59

dikumandangkan tahun 2011 oleh Presiden SBY dalam peringatan

Hardiknas-Harkitnas. Presiden menegaskan bahwa “ke depan kita

menginginkan muncul dan berkembangnya manusia-manusia Indonesia

yang unggul. Indonesia memerlukan manusia unggul di abad ke-21 dan

ingin menjadi negara maju”. Dalam hal ini, ada dua hal tentang

keunggulan manusia adalah: pertama, keunggulan dalam pemikiran; dan

kedua, keunggulan dalam karakter. Kedua jenis keunggulan manusia itu

dapat dibangun, dibentuk, dan dikembangkan melalui pendidikan

karakter.37

Dengan adanya Kurikulum 2013 berarti Pemerintah akan

memberlakukan yang ke-11 kalinya kurikulum di negeri ini. Misalnya

37Sementara Kurikulum yang berhasil adalah kurikulum yang diterapkan dalam

waktu yang sesuai dengan lamanya sebuah proses pendidikan. Kalau proses pendidikan kualitas bangsa itu dihitung dari SD hingga Strata Satu adalah 20 tahun. Itulah lamanya melahirkan manusia-manusia unggulan di negeri ini. Jadi kurikulum yang diterapkan di negeri ini mestinya berlangsung hingga 20 tahun tanpa ada perubahan-perubahan yang signifikan. Tetapi di negeri ini, sejarah kurikulum yang selalu berubah dan berakibat terpuruknya kualitas anak bangsa.

Page 22: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

60 STUDI ETIKA PENDIDIKAN

dari tahun 1947 adalah kurikulum pertama yang lahir pada masa

kemerdekaan bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke

kepentingan nasional dengan asas pendidikan Pancasila, lalu tahun 1960

diganti dengan “Kurikulum Kewajiban Belajar Sekolah Dasar”. Di

penghujung era Presiden Soekarno, muncul Kurikulum 1964, yang

berfokus pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya dan moral

(Pancawardhana). Tahun 1968 muncul kurikulum baru menekankan pada

upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat

jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi

pekerti, dan keyakinan beragama. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis:

mengganti Kurikulum 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama.

Pada tahun 1970 muncul “Kurikulum Berhitung” tetapi tahun 1975

diganti dengan “Kurikulum 1975” yang menekankan pada pelajaran

matematika, Pendidikan Moral Pancasila dan Pendidikan Kewarnegaraan.

Selanjutnya, tahun 1984 menyempurnakan Kurikulum 1975 dengan

“Cara Belajar Siswa Aktif” (CBSA). Kurikulum 1984 mengusung process

skill approach. Tahun 1991 CBSA dihentikan lalu muncul “Kurikulum

1994” dan “Suplemen Kurikulum 1999”. Kurikulum 1994 bergulir lebih

pada upaya memadukan antara Kurikulum 1975, Kurikulum 1984 dalam

pendekatan proses. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran

Suplemen Kurikulum 1999.

Tahun 2004 dikenal ‘Kurikulum Berbasis Kompetensi’ (KBK).

Setiap pelajaran diuraikan berdasar kompetensi apakah yang mesti

dicapai siswa. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul

apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum. Tahun

2006 muncul “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan” (KTSP). Pelajaran

KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target

kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak

perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol

adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran

sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada.

Page 23: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

JURNAL TEOLOGI STULOS 61

Tahun 2013 merupakan uji coba ‘Kurikulum Karakter” yang akan

diterapkan di sekolah-sekolah. Sebenarnya pemahaman dan pelaksanaan

tentang pendidikan berbasis karakter sudah dicanangkan dalam KTSP.

Alumni yang “Ragu-ragukah”?

Dalam Pembukaan UUD 1945 dikatakan bahwa tujuan pendidikan

nasional adalah “meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak

mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” (Pasal 31 ayat 3).

Pada dasarnya tujuan pendidikan nasional berkaitan dengan upgrade

manusia menjadi manusia yang seutuhnya baik dalam perspektif

metafisika, kognitif maupun psikomotoris. Design pendidikan nasional

adalah pendidikan manusia yang merubah manusia menjadi yang mampu

berkarya dan menyelesaikan segala tantangan yang di hadapannya.

Tetapi di lapangan ditemukan bahwa kurikulum tidak diselesaikan

dalam waktu proses pendidikan yang benar dan selalu dirubah-rubah

maka tujuan pendidikan nasional tidak pernah terwujud. Sejak Indonesia

merdeka, 67 tahun, kurikulum nasional tidak mempunyai alumni yang

sesuai standar tujuan nasional. Kurikulum yang selalu berubah-rubah

cenderung melahirkan para ahli yang tidak siap menjawab kebutuhan

lapangan. Gambaran bahwa banyak lulusan SMU sederajat hingga

sarjana sederajat dalam posisi menganggur dan kalau mereka bekerja

cenderung bekerja dengan latar belakang akademiknya yang berbeda.

Sungguh kualitas SDM yang memprihatinkan. Gambaran para alumni

yang ragu-ragu inilah dapat dilihat dan dirasakan di seluruh kehidupan

pelosok Indonesia. Jika dibandingkan dengan Jepang, Korea, Pilipina,

Malaysia, bahkan India, kualitas SDM Indonesia masih tertinggal.

Sementara tuntutan globalisasi cukup tinggi di mana kita tidak hanya

membutuhkan sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan

formal yang baik, tetapi juga diperlukan sumber daya manusia yang

mempunyai latar belakang pendidikan non formal.

Page 24: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

62 STUDI ETIKA PENDIDIKAN

Pendidikan Masa Depan

Meskipun ruang lingkup mengenai materinya berbeda antara

pendidikan karakter dan pendidikan kemanusiaan, tetapi mempunyai

keterkaitan yang signifikan. Berkaitan hal tersebut, maka pendapat

profesor Edgar Morin, yang tahun 2005 diminta oleh UNESCO untuk

melempar isu-isu pendidikan, mengatakan bahwa pendidikan masa depan

harus menjadi pendidikan universal, yang pertama-tama mengajarkan

tentang kondisi manusiawi. Semua orang harus menerima dirinya dengan

kemanusiaannya yang wajar dan menyadari keragaman budaya yang

melekat dalam segala sesuatu yang manusiawi. Cara mewujudkannya,

menurut Morin, adalah dilakukan dari waktu ke waktu secara menyeluruh:

Pertama, pendidikan berperan sebagai transformasi sejati di mana akan

tercapai jika semua itu saling mentransformasi hingga menghasilkan

sebuah transformasi global. Kedua, tuntutan kesatuan seluas dunia.

Kesatuan ini mensyaratkan kesadaran dan rasa saling memiliki yang

menghubungkan kita dengan bumi kita, kampung halaman kita yang

pertama dan terutama. Ketiga, misi spiritual pendidikan yang sejati

adalah mengajarkan untuk memahami satu sama lain sebagai suatu syarat

yang sangat dibutuhkan dalam melindungi moral kemanusiaan dan

solidaritas intelektual.38

KESIMPULAN

Dalam konteks Indonesia apalagi akan diberlakukanya Kurikulum

2013, maka nilai-nilai etika Yesus merupakan jawaban yang ideal. Etika

pendidikan yang efektif dalam rangka merubah karakter anak didik menjadi

seperti Yesus sangat dibutuhkan dalam proses pendidikan baik formal,

nonformal maupun informal. Perubahan-perubahan yang berpusat kepada

38Baca Edgar Morin, Tujuh Materi Penting bagi Dunia Pendidikan (Yogyakarta:

Kanisius, 2005); B.S. Sidjabat, Membangun Pribadi Unggul: Suatu Pendekatan Teologis terhadap Pendidikan Karakter (Yogyakarta: Andi, 2011). Inti dari kedua buku tersebut adalah pendidikan karakter merupakan unsur yang utama dalam membangun pribadi yang unggul.

Page 25: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

JURNAL TEOLOGI STULOS 63

Allah (seperti Yesus) merupakan perubahan nilai-nilai etika pendidikan

dari umum menuju nilai-nilai yang alkitabiah.

Perubahan-perubahan itu membutuhkan pendidikan, materi (kurikulum)

dan anak didik. 1) Bagi pendidik yang hanya terampil dalam metode

mengajar tidaklah cukup untuk melakukan perubahan yang dimaksud di

atas, melainkan kehidupan sehari-hari adalah mencerminkan nilai-nilai

etika kristiani yang hidup dalam Yesus Kristus. Dengan demikian, maka

kehidupan sehari-hari pendidik adalah teladan perubahan yang membawa

nilai-nilai kristiani kepada anak didik. 2) Bagi materi (kurikulum) yang

berpusat kepada karakter dan karya Allah (Yesus Kristus) menjadi dasar

materi yang dibutuhkan dalam nilai-nilai perubahan etika. 3) Bagi anak

didik adalah belajar dalam koridor nilai-nilai etika kristiani dimana secara

kognitif menjadi semakin berpengetahuan akan Allah, secara afektif dapat

menerima Yesus Kristus sebagai juruselamatnya dan hidup meneladani

hidup Yesus, dan secara psikomotoris mempunyai keterampilan yang

spesial dalam lapangan pekerjaan dan pelayanan di tengah masyarakat.

Page 26: STUDI ETIKA PENDIDIKAN TENTANG PROSES · PDF fileDalam pengertian ini etika adalah sebuah ilmu yang obyek kajiannya adalah nilai-nilai etis yang, disadari atau tidak, diterima

64 STUDI ETIKA PENDIDIKAN

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar

Baru, 1992.

Bertens, K. Etika, Seri Filsafat Atmajaya 15. Jakarta: Gramedia, 1993.

Husain, Abdul Rajak. Penyelenggaraan Pendidikan Nasional. Solo: CV

Aneka, 1995.

LeBar, Lois E. Education That is Christian. Wheaton: Victor Books, 1989.

Magnis-Suseno, Franz. Etika Dasar. Yogyakarta: Kanisius, 1995.

Miler, Randolph C. Education for Christian Living. New Jersey: Prentice

Hall).

Morin, Edgar. Tujuh Materi Penting bagi Dunia Pendidikan. Yogyakarta:

Kanisius, 2005.

Muhadjir, Noeng. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Suatu Teori

Pendidikan. Yogyakarta: Reka Sarasih, 1987.

Selo Soemardjan (ed.). Menuju Tata Indonesia Baru. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2000.

Sidjabat, B.S. Membangun Pribadi Unggul: Suatu Pendekatan Teologis

terhadap Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Andi, 2011.

Surakhmad, Winarno. Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar. Bandung:

Tarsito, 1982.

Tanya, Eli. Gereja dan Pendidikan Agama Kristen. Cipanas: STT Cipanas,

1999.

Thompson, Oscar Jr. Lingkaran Konsentrasi & Kesaksian yang

Berpengaruh. Bandung: LLB, 1990.

Woodruff, Robert L. Education on Purpose: Model for Education in World

Areas. tp. k.: QUT Publications, 2001.