studi biofisik kota terpadu mandiri (ktmj transmigrasi ... · program transmigrasi bertujuan untuk...

11
STUDI BIOFISIK LABAN DI KOTA TERPADU MANDIRI (KTM) TRANSMIGRASI TAMPO LORE, KABUPATEN POSO, SULAWESI TENGAH UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN LAND BIOPHYSIC STUDY AT EPENDENT TEGRATED CITY (IIC) OF TR ANSMIGRATION TAMPO LORE, POSO, CENTRAL SULAWESI TO IMPRO CASH CROP Bistok Hasolan Simanjuntak1 ABSTRACT Transmigration pgrams aimed to impving socie wea incased and equitable regional development, and strengthen national uni. In accoance with the goals, the Minist of Manpower and Transmigration has made Independent Integrated Ci (IJC) in the transmigration aa in the Tampo Lore on the Napu Plateau. Napu plateau is one area in Central Sulawesi a region-specc conditions and the potential for the development of superior agricultural cps, particularly food cps. efo, for the development businesses in the IIC s leading food cps Lore Tampa an analysis of /and biophysical. Biophysical studies caied out to deteine the suitabil- i of food cps and to see a limiting factor in erts to deteine the aicultural development poli. Land biophysically study is using su methods for collecting prima and seconda data. Data analysis was used the basic of ALES pgram. The sults of the analysis shows (1) e IIC Tampa Lore in Napu Plateau, Central Sulawesi has soil ordo are Inceptols and Entisols, with total annual rainfall 1564 mm, the minimum air temperature ranges of 15.4 •c and the mimum air temperature of 31, 5•C ile in the zone Agroclimate region IIC Tampa Lore has a Zone E1 with only suitable for seconda (staple) cp cultivation and it is not suitable for rice cultivation; (2) e IIC Tampo Lore on Napu Plateau, Central Sulawesi has a suitable land class is S2 (moderately suitable) to S3 ased on margina for the development of food crops such as maize, soybean, wheat, ipomoea batatas, cassava; (3) e limiting factors for the development of food crops in IIC Lore Tampo is a limitation of ogen availabili, water availabili and oting media. Keywords: land biophysic, transmigration, cash crop commodities ABSTRAK Program transmigrasi bertujuan untuk meningtn kesejahteraan maarat, peningtan dan pemerataan pembangunan daerah serta memperkuh persatuan dan kesatuan bangsa. Sesuai dengan tujuan tersebut, Departemen Tenaga Kea dan Transmigrasi membuat bijan pgram Kota Terpadu Mandiri (K) di wilayah transmigrasi Tampa Lore di dataran tinggi Napu. Dataran tinggi Napu adalah salah satu wilayah di Sulawesi Tengah dengan kondisi wilayah adalah spesifik dan potensial untuk pengembangan tanaman pertanian unggulan, khususnya tanaman pangan. 0/eh rena itu untuk usaha pengembangan tanaman pangan unggulan di K Tampo Lore ma dilakun jian biofisik lahan. Kajian bioik dilakun untuk menentun sesuaian tanaman pangan serta untuk melihat faktor pembatas dalam usaha untuk menentun kebijan pengembangan pertanian tanaman pangan. Kajian biofisik menggunakan metoda survei untuk pengumpulan data primer dan sekunder. Ana/isis data menggunan dasar pgram ALES. Hasil ana/isis evaluasi lahan (Pgram ALES) menunjun 1) layah K Tampa Lore di dataran tinggi Napu, Sulawesi Tengah memiliki ordo tanah Inceptisol dan Entisol, 1 T d , P Studi Aotologi F P dan Bisnis Uv Saa Waa n. n 52-60 Salatiga 50711 9

Upload: others

Post on 02-Feb-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Studi Biofisik Kota Terpadu Mandiri (KTMJ Transmigrasi ... · Program transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah

STUD I BIOFISIK LABAN DI KOTA TERPADU MANDIRI (KTM)

TRANSMIGRASI TAMPO LORE, KABUPATEN POSO, SULAWESI TENGAH

UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN

LAND BIOPHYSIC STUDY AT INDEPENDENT INTEGRATED CITY (IIC) OF

TRANSMIGRATION TAMPO LORE, POSO, CENTRAL SULAWESI

TO IMPROVE CASH CROP

Bistok Hasiholan Simanjuntak1

ABSTRACT

Transmigration programs aimed to improving society welfare, increased and equitable regional development, and strengthen national unity. In accordance with these goals, the Ministry of Manpower and Transmigration has made Independent Integrated City (IJC) in the transmigration area in the Tampo Lore on the Napu Plateau. Napu plateau is one area in Central Sulawesi is a region-specific conditions and the potential for the development of superior agricultural crops, particularly food crops. Therefore, for the development businesses in the IIC s leading food crops Lore Tampa an analysis of /and biophysical. Biophysical studies carried out to determine the suitabil­ity of food crops and to see a limiting factor in efforts to determine the agricultural development policy.

Land biophysically study is using survey methods for collecting primary and secondary data. Data analysis was used the basic of ALES program. The results of the analysis shows (1) The IIC Tampa Lore in Napu Plateau, Central Sulawesi has soil ordo are Inceptisols and Entisols, with total annual rainfall 1564 mm, the minimum air temperature ranges of 15.4 •c and the maximum air temperature of 31, 5•C. While in the zone Agroclimate region IIC Tampa Lore has a Zone E1 with only suitable for secondary (staple) crop cultivation and it is not suitable for rice cultivation; (2) The IIC Tampo Lore on Napu Plateau, Central Sulawesi has a suitable land class is S2 (moderately suitable) to S3 (based on marginal) for the development of food crops such as maize, soybean, wheat, ipomoea batatas, cassava; (3) The limiting factors for the development of food crops in IIC Lore Tampo is a limitation of oxygen availability, water availability and rooting media.

Keywords: land biophysic, transmigration, cash crop commodities

ABSTRAK

Program transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah serta memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa. Sesuai dengan tujuan tersebut, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi membuat kebijakan program Kota Terpadu Mandiri (KTM) di wilayah transmigrasi Tampa Lore di dataran tinggi Napu. Dataran tinggi Napu adalah salah satu wilayah di Sulawesi Tengah dengan kondisi wilayah adalah spesifik dan potensial untuk pengembangan tanaman

pertanian unggulan, khususnya tanaman pangan. 0/eh karena itu untuk usaha pengembangan tanaman pangan unggulan di KTM Tampo Lore maka dilakukan kajian biofisik lahan. Kajian biofisik dilakukan untuk menentukan kesesuaian tanaman pangan serta untuk melihat faktor pembatas dalam usaha untuk menentukan kebijakan pengembangan pertanian tanaman pangan.

Kajian biofisik menggunakan metoda survei untuk pengumpulan data primer dan sekunder. Ana/isis data menggunakan dasar program ALES. Hasil ana/isis evaluasi lahan (Program ALES) menunjukkan 1) Wilayah KTM Tampa Lore di dataran tinggi Napu, Sulawesi Tengah memiliki ordo tanah Inceptisol dan Entisol,

1 Laboratorium Tanah dan Air, Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana n. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711

9

Page 2: Studi Biofisik Kota Terpadu Mandiri (KTMJ Transmigrasi ... · Program transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah

AGRIC Vol.22, No.1, Juli 2010: 9-19

dengan total curah hujan tahunan 1564 mm, kisaran suhu udara minimum 15,4oC dan suhu udara rata

maksimum 31,5oC. Sedangkan zona Agroklimat di Wilayah KTM Tampo Lore ada/ah Zona El yaitu hanya sesuai untuk budidaya tanaman palawija dan tidak sesuai untuk budidaya tanaman padi; 2) Wi/ayah KTM

Tampo Lore di Dataran tinggi Napu, Sulawesi Tengah memiliki k/as kesesuaian lahan S2 (cukup sesuai)

hingga S3 (sesuai marjinal) untuk pengembangan tanaman pangan seperti jagung, kedelai gandum, kete/a

rambat, ubi kayu; 3) Faktor pembatas untuk pengembangan tanaman pangan di KTM Tampo Lore adalah

keterbatasan dari ketersediaan oksigen, media perakaran dan ketersediaan air.

Kata kunci:biofisik, transmigrasi, komoditi tanaman pangan

PENDAHULUAN

Program transmigrasi yang diselenggarakan

pemerintah bertuj uan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat (masyarakat pendatang

dan masyarakat lokal), peningkatan dan pemerataan

pembangunan daerah serta memperkukuh per­

satuan dan kesatuan bangsa. Sejalan dengan

tujuan tersebut, Departemen Tenaga Keija dan

Transmigrasi mencanangkan kebijakan program

Kota Terpadu Mandiri {KTM) di wilayah

transmigrasi. Kota Terpadu Mandiri {KTM)

adalah kawasan transmigrasi yang dikembangkan

sebagai wilayah kota dengan kelengkapan

berbagai sarana dan prasarana secara terpadu

sehingga akan menjadi sebuah kawasan yang

mandiri serta sebagai pusat pertumbuhan

produksi dan ekonomi. Basis perekonomian

masyarakat di daerah KTM adalah sektor

pertanian, sehingga produktivitas lahan yang

tinggi menjadi tumpuan utama dalam pem­

bangunan sektor ekonomi di wilayah Kota

Terpadu Mandiri (KTM). Pembangunan per­

tanian di sebuah kawasan Kota Terpadu Mandiri

{KTM) diarahkan sebagai aktivitas pertanian

modem yang berfungsi sebagai basis pertum­

buhan sektor ekonomi, yang menerapkan agro­

teknologi spesiflk lokasi, ramah lingkungan,

eflsien, berdaya saing dan tangguh.

Salah satu kawasan Kota Terpadu Mandiri

{KTM) yang dikembangkan oleh Departemen

Tenaga Kerja dan Transmigrasi adalah KTM

Tampo Lore yang terletak di wilayah dataran

tinggi Napu di Kabupaten Poso, Propinsi

Sulawesi Tengah. Saat ini dataran tinggi Napu

10

merupakan kawasan transmigrasi sebagai

penyangga produksi hortikultura di Sulawesi

Tengah, akan tetapi berdasarkan agroekologinya

potensial juga untuk produksi tanaman pangan

dan perkebunan. Dataran tinggi N apu memiliki

ketinggian 1100 - 1200 m dpl, suhu udara

berkisar antara 20-30°C, curah hujan 1564 mmJ

tahun sehingga daerah tersebut ideal untuk

pengembangan (1) Tanaman sayuran dataran

tinggi seperti kentang, tomat, wortel, kubis,

bawang putih, daun bawang, (2) Tanaman pangan

seperti gandum, ketela rambat, jagung, ketela

pohon, (3) Tanaman buah-buahan seperti jeruk,

alpokat dan kelengkeng, dan ( 4) Tanaman industri

seperti teh, kopi arabika, dan tebu. Tingkat

pemanfaatan lahan di wilayah dataran tinggi

Napu belum optimal karena lahan yang ada masih

berupa lahan alang-alang.

Peningkatan eflsiensi dalam pengelolaan lahan

menjadi prioritas agar mampu menghasilkan

produk pertanian unggulan yang dapat mem­

berikan peningkatan kesejahteraan petani.

Pengembangan produk pertanian unggulan di

suatu wilayah harus didasarkan pada keunggulan

komparatif dan kompetitif wilayah, sehingga

tercermin adanya pengembangan wilayah atas

dasar komoditas unggulan. Pemilihan komoditas

lillJbllP.lan-(t.ammum �'bW.., r.J:.l£&�m..wo., ptt.vr­

nakan) dan perikanan harus mengacu pada kai­

dah kecocokan wilayah pengembangan dari

aspek teknis budi daya sehingga meningkatkan

efisiensi usaha dan melestarikan lingkungan. Di

dalam sistem pertanian, lahan merupakan alat

produksi yang mempunyai peran sebagai tempat

Page 3: Studi Biofisik Kota Terpadu Mandiri (KTMJ Transmigrasi ... · Program transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah

Studi Biofisik Kot aTerpadu Mandiri (KTM) Transmigrasi Tampo Lore Kabupaten Poso Sulawesi Tengah (Bistok Hasiholan Simanjuntak)

pertumbuhan tanaman, menyediakan unsur hara,

sumber air, tempat peredaran udara, dan tampat

berlangsungnya berbagai macam kegiatan

pengelolaan. Oleh karena itu pengetahuan tentang

sifat-sifat dan karakteristik lahan merupakan dasar

dari usaha pengembangan komoditi unggulan.

Lahan atau land adalah suatu wilayah di

permukaan bumi, mencakup semua komponen

biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat

siklis yang berada di atas dan di bawah wilayah

tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan induk,

relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta

segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas

manusia di masa lalu dan sekarang; yang

kesemuanya itu be1pengaruh terbadap penggunaan

laban oleh manusia pada saat sekarang dan di masa

mendatang(FAO, 1995). Lahan memilikibanyak

fungsi antara lain fungsi produksi, fungsi

lingkungan biotik, fungsi pengatur iklim, fungsi

hidrologi, fungsi penyimpanan (sumber) bahan

mentah dan mineral, fungsi pengendali sampah

dan polusi, fungsi ruang kehidupan, fungsi

penghubung spasial. Berdasarkan fungsi lahan

sebagai tempat produksi pertanian maka Sys, et

al. (1991) mengemukakan enam kelompok besar

sumberdaya lahan yang paling penting bagi

pertanian, yaitu iklim, relief dan formasi geologis,

tanah, air, vegetasi, dan anasir artifisial (buatan).

Enam faktor terse but hingga batas tertentu mem­

pengaruhi potensi dan kemampuan lahan untuk

penggunaan bidang pertanian.

Penggunaan lahan secara optimal dan bij aksana

perlu dilaksanakan agar lahan dapat memberikan

manfaat sebesar-besarnya sesuai dengan daya

dukung lahan dan terj aga produktifitas secara

berkesinambungan. Arahan penggunaan lahan

untuk budidaya tanaman secara berkelanjutan

harus sesuai dengan kemampuan agroeko­

sistemnya. Keragaman agroekosistem terdiri

atas biofisik, agroklimat, ekonomi dan sosial

budaya, dimana data terse but digunakan sebagai

dasar pewilayahan komoditas pertanian maupun

arahan pengembangan sistem pertanian yang

tepat dan berkelanjutan. Konsep dasar zona

agroekosistem adalah penyederhanaan dan

pengelompokan agroekosistem yang beragam

tersebut ke dalam bentuk klasifikasi yang lebih

aplikatif. Pembagian wilayah ke dalam zone-zone

berdasarkan kemiripan (similarity) karakteristik

iklim, terrain, dan tanah, akan memberikan

keragaan tanaman yang tidak berbeda secara

nyata (FAO, 1996).

Data potensi sumberdaya lahan yang jelas dan

akurat sangat diperlukan untuk menyusun arahan

pengembangan komoditas pertanian baik oleh

petani, dinas/instansi pemerintah maupun para

investor secara efektif, efisien dan berwawasan

lingkungan. Kesesuaian komoditas maupun

sistem pertanian yang dikembangkan sesuai

dengan kondisi biofisik dan agroklimat akan dapat

meningkatkan produktivitas dan efisiensi

usahatani. Arahan pewilayahan komoditas

pertanian pada akhirnya dapat dimanfaatkan

untuk menyusun arahan pengembangan sistem

pertanian yang lebih operasional pada tingkat

perencanaan Kabupaten. Berdasarkan dari latar

belakang diatas maka dilakukan kajian biofisik

lahan di KTM Tampo Lore ( dataran tinggi Napu)

dalam rangka arahan untuk pengembangan

tanaman pangan.

METODE PENELITIAN

Dalam pelaksanaan penetapan potensi lahan

untuk pengembangan tanaman pangan digunakan

sejumlah data survey, analisis laboratorium dan

pengumpulan data sekunder untuk biofisik lahan

yang ditujuan untuk evaluasi lahan setiap jenis

komoditas pertanian yang direkomendasikan

untuk dikembangkan. Data biofisik yang dicari

meliputi: (1) data tanah yang terdiri dari data

morfologi tanah; (2) data hasil analisis kimia

tanah; (3) data satuan peta tanah atau Repre­

sentative Soil Series; dan ( 4) data iklim yang

meliputi data curah hujan, temperatur, kecepatan

angin, lama penyinaran, dan kelembaban udara.

11

Page 4: Studi Biofisik Kota Terpadu Mandiri (KTMJ Transmigrasi ... · Program transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah

AGRJC Vol.22, No.1, Juli 2010: 9-19

Metoda evaluasi laban dilakukan dengan

menggunakan program ALES (Automated La nd

Evaluation Syste m), sedangkan kelas kesesuaian

1ahan secara fisik dibedakan atas 4 kelas

(Djaenudin eta!, 2001 ), dan secara lebih jelasnya

dapat dilihat pada Tabel l . Evaluasi laban adalab

proses dalam menduga kelas kesesuaian laban

dan potensi laban untuk penggunaan tertentu, baik

untuk pertanian maupun non pertanian. Kelas

kesesuaian laban suatu wilayab untuk suatu

Tabel 1. Kelas Kesesuaian Laban Secara Fisik

Kelas Simbol Nama

pengembangan pertanian pada pada dasarnya

ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik

lingkungan yang mencakup iklim, tanah, dan ter­

rain (lereng, topografi/ relief), batuan di per­

mukaan dan di dalam penampang tanah serta

singkapan batuan (rock outcrop), hidrologi, dan

persyaratan penggunaan laban atau persyaratan

tumbuh tanaman.

Pengertian

S1 Sangat Sesuai Tanpa atau sedikit pembatas untuk penggunaannya

2 S2 Cukup Sesuai Tingkat pembatas sedang untuk penggunaanya

3 S3 Sesuai Marjinal Tingkat pembatas berat untuk penggunaanya

4 N Tidak Sesuai Penggunaanya tidak memungkinkan

BASIL DAN PEMBAHASAN

Biofisik Wilayah

Sys, eta!. (1991) mengemukakan enam kelompok

besar sumberdaya laban yang paling penting bagi

pertanian, yaitu (i) iklim, (ii) relief dan formasi

geologis, (iii) tanah, (iv) air, (v) vegetasi, dan (vi)

anasir artifisial (buatan). Enam faktor tersebut

hingga batas tertentu mempengaruhi potensi dan

kemampuan laban untuk penggunaan bidang

pertanian. Hasil kaj ian biofisik laban yang telab

dilakukan adalab sebagai berikut:

a. Terrain dan Topografi

Berdasarkan penelitian Muljady, dkk (2008)

babwa potensi pengembangan pertanian laban

basah dan laban kering di dataran tinggi Napu

hanya sekitar 9.214 ha (25,24 %) yaitu pada

daerab depresi aluvial (1,40%), dataran aluvial

(15,16%) dan koluvial (8,68%). Sisanya

merupakan daerah pegunungan serta lainnya

(74,76%). Daerab depresi aluvial merupakan

daerah dengan kondisi drainase yang jelek

sedangkan daerah pegunungan merupakan

daerah berlereng terjal yang seharusnya untuk

12

penanaman tanaman keras. Luas laban yang ada

di dataran tinggi Napu sekitar 40.932 ha, di mana

laban yang mempunyai kelerengan < 3% (Datar)

seluas 2.664,67 ha (6,51 %), lahan dengan

kelerengan 3-8% (Agak datar atau Landai) seluas

9.598,55 ha (23,45%, laban kelerengan 8-15%

(Berombak atau agak curam) seluas 2.967,57 ha

(7,25%), laban berkelerengan 16-40% (berbukit

atau curam) seluas 1.371,22 ha(3,35%) dan laban

berkelerengan > 40% (bergunung atau sangat

curam) seluas 24.325,89 ha (59,43%).

Berdasarkan kelerengan tersebut maka daerah

yang ideal untuk area tanaman semusim

(hortikultura dan tanaman pangan) berada pada

daerah dengan kelerengan <8% atau seluas

12.263,23 ha, apabila digunakan laban dengan

kemiringan lereng hingga 15% yang disertai

dengan teknik pengolahan tanab konservasi maka

daerab penanaman tanaman semusim yang dapat

digunakan seluas 15.230,80 ha. Sementara itu

lahan dengan kelerengan 16% - 40% (seluas

1.371,22 ha) dapat diusabakan untuk budidaya

tanaman keras yang disertai dengan teknologi

konservasi dan daerab dengan kelerengan > 40%

idealnya untuk area konservasi.

Page 5: Studi Biofisik Kota Terpadu Mandiri (KTMJ Transmigrasi ... · Program transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah

Studi Biofisik Kot aTerpadu Mandiri (KTM) Transmigrasi Tampo Lore Kabupaten Poso Sulawesi Tengah (Bistok Hasiholan Simanjuntak)

b. Tanah

Berdasarkan Peta Tanah Semi Detail 1 :50.000,

Universitas SamRatulangi Manado (1995), maka

tanah di dataran tinggi Napu terdiri atas 2 ordo

tanah, 2 sub ordo tanah dan 16 famili tanah yang

terdapat dalam 20 satuan peta tanah (SPT). Ordo

tanah didominasi oleh Inceptisols dan Entisols

yang menyebar pada relief datar, agak datar,

berombak, berbukit dan bergunung. Bahan induk

pada relief datar, agak datar, dan berombak terdiri

dari aluvium pasir, liat, dan koluvium, sedangkan

pada relief berbukit dan bergunung terdiri dari

andesitik, granitik, dan kuarsit. Untuk lebih

jelasnya mengenai jenis ordo tanah, sub ordo, dan

famili dapat dilihat pada Tabe12

Tabel 2. Ordo, Sub Ordo dan Familia Tanah (Soil Txonomi) di Daerah Dataran Tinggi Napu

Ordo Sub Ordo

Inceptisols Aquepts

Tropepts

Familia

Typic Tropaquepts, berlempung halus diatas berlempung kasar, campuran, tidak masam, isotermik

Typic Tropaquepts, berlempung halus diatas berliat, campuran, tidak masam, isotermik

Typic Tropaquepts, berlempung halus, campuran, tidak masam, isotermik

Aerie Tropaquepts, halus campuran, tidak masam, isotermik

Histic Tropaquepts, halus diatas skeletal berliat, campuran, tidak masam, isotermik

Typic Eutropepts, skeletal berlempung, campuran, isotermik

Typic Eutropepts, berlempung halus diatas berpasir, campuran, isotermik

Typic Eutropepts, skeletal berliat, campuran, isotermik

Seri

Salu, Wuasa, Alitupu

Wanga

Alitupu

Pembala

Kombari

Atuloi, Tontibula

Sena

Pohoria, Bariri, Kie

Typic Dystropepts, berlempung halus campuran, isotermik

Typic Dystropepts, skeletal berlempung, campuran, isotermik

Salunamang, Eha-eha; satu, Mbarana

Maliwuko, Sedoa, Salipa

Typic Dystropepts, sangat halus, halus campuran, isotermik

Typic Dystropepts, skeletal berliat di atas berliat, campuran, isotermik

Typic Dystropepts, berlempung di atas skeletal berliat , campuran, isotermik

Tamungkueha

Maholo, Maholo Satu

Hambu

Entisols Aquents Tropic Fluvaquents, berlempung halus, campuran, Toe masam, isotermik

Orthents Typic Troporthents, berlempung kasar, campuran , Watumaeta isotermik

Typic Troporthents, skeletal berliat, campuran, Dodolo tidak masam, isotermik.

Sumber : Peta Tanah Semi Detaill :50.000, Universitas Sam Ratulangi Manado, 1995

13

Page 6: Studi Biofisik Kota Terpadu Mandiri (KTMJ Transmigrasi ... · Program transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah

AGRIC Vo1.22, No. 1, Juli 2010: 9 - 19

Secara umum Inceptisols adalah tanah permulaan,

belum matang (immature) dengan perkembangan

profil yang lebih lemah dibandingkan dengan

tanah matang dan masih banyak memiliki sifat

bahan induknya. Beberapa Inceptisols terdapat

dalam keseimbangan dengan lingkungan dan

tidak akan matang hila lingkungan tidak berubah.

Proses pembentukan tanah Inceptisols dipengaruhi

adanya bahan induk tanah sangat resisten, posisi

landscape yang ekstrim yaitu daerah lembah

atau dapat juga pada daerah yang curam serta

permukaan geomorfologi yang muda sehingga

pembentukan tanah belum lanjut. P ada

pembentukan tanah ini tidak ada proses pedo­

geniklpembentukan tanah yang dominan kecuali

leaching/pencucian meskipun semua proses

pedogenik adalah aktif. Di lembah-lembah yang

selalu tergenang air terjadi proses gleisasi

sehingga terbentuk tanah dengan khroma rendah

sehingga akan terbentuk wama tanah yang pucat

keabu-abuan. Di tempat dengan bahan induk

resistent maka proses pembentukan liat terhambat.

Sementara itu, secara umum Entisols digolongkan

pada tanah barn (berkembang) tanah ini meru­

pakan tanah mineral tidak dengan horison

permulaan, regolith (materiallbatuan lepas) yang

tebal, kadang ada satu lapisan bajak karena sudah

mulai diusahakan manusia, tanah ini masih subur

hila merupakan bahan dari alluvium seperti pada

wilayah dataran tinggi Napu, tetapi menjadi tidak

subur hila tanah tersebut gersang. Jadi Entisols

pada umumnya adalah tanah dengan kedalaman

solum dangkal dengan batuan dasar yang jelas

terlihat dan pro:fil tanah yang belum j elas. Entisols

sebagai tanah yang barn berkembang akan tetapi

tanah ini tidak hanya berupa bahan asal atau

bahan induk tanah saja tetapi telah terjadi proses

pedogenesis tanah dan akumulasi garam, besi

oksida dan lainnya mungkin ditemukan pada

kedalaman lebih dari 1 m. Pada Entisols yang

terbentuk dari material endapan subur maka

dapat diusahakan untuk area pertanian. Oleh

karena itu penggunaan Entisols pada daerah

subur umumnya untuk padi sawah, tanaman buah,

eagar alam, hutan (pada daerah berlereng) serta

padang gembalaan temak. Hasil analisis tanah

pada Entisol di Watumaeta menunjukkan

kandungan N, P, K dan BO serta pH sebagai

berikut pada Tabel3. Wilayah Watumaeta adalah

daerah ibu kota Kecamatan Lore Utara dengan

relief datar hingga berombak, sangat potensial

untuk pengembangan tanaman semusim (tanaman

pangan dan hortikultura)

Tabel3. Analisis Kimia Tanah pada Entisol di Watumaeta

Nitrogen Total Fosfat Tersedia Fosfat Total

Kalium J;ersedia Kalium Total

No (N -%) (P20 -ppm) HCI25%

(K20 -ppm) HCI25%

Tanah (P20 mg/100gr) (K20 mg/IOOgr)

Nilai Harkat Nilai Harkat Nilai Harkat Nilai Harkat Nilai Harkat

0.23 s 44.43 ST 67.08 ST 21.32 SR 10.08 R

2 0.20 R 31.18 T 63.55 ST 21.06 SR 10.04 R

3 0.26 s 44.10 ST 66.99 ST 32.48 SR 12.08 R

4 0.19 R 39.18 ST 65.68 ST 67.68 R 18.36 R

5 0.19 R 26.46 T 62.29 ST 58.64 R 16.75 R

Keterangan: - SR = Sangat Rendah; - R = Rendah; - S = Sedang; - T = Tinggi; - ST = Sangat Tinggi

14

Page 7: Studi Biofisik Kota Terpadu Mandiri (KTMJ Transmigrasi ... · Program transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah

Studi Biofisik Kot aTerpadu Mandiri (KTM) Transmigrasi Tampa Lore Kabupaten Paso Sulawesi Tengah (Bistok Hasiholan Simanjuntak)

Tabel4. Analisis Kimia Tanah pada Entisol di Watumaeta

No Tanah KTK Bahan Organik (%) pH(H20)

Nilai Harkat Nilai Keterangan

1 20.98 s 6.28 ST 4.89 Mas am

2 20.35 s 5.59 T 4.85 Masam

3 20.52 s 5.77 T 4.82 Masam

4 19.33 s 4 .46 T 4.98 Mas am

5 19.62 s 4.78 T 4.86 Masam

Keterangan: - SR = Sangat Rendah; - R = Rendah; - S = Sedang; - T = Tinggi; - ST = San gat Tinggi

c. Kondisi Iklim

Secara makro bahwa semenanjung utara Sulawesi Tengah dilintasi oleh garis katulistiwa sehingga pengaruh iklim tropis sangat terasa di daerah Sulawesi Tengah. Kondisi demikian menjadikan pola curah hujan di Sulawesi Tengah tidak dipengaruhi pola monsum, jadi umumnya distribusi curah hujan bulanan akan te.tjadi secara maksimum pada 21 Maret dan 23 September yaitu saat kedudukan matahari tepat di atas ekuator. Akan tetapi berdasarkan Tabel 4 yaitu data curah hujan tahun 1984 hingga 2004 dari

stasiun klimatologi Wuasa menunjukan dataran tinggi Napu (Kecamatan Lore Utara) hampir sepanjang tahun te.tjadi hujan dan curah hujan bulanan tertinggi berada pada bulan April dan

Nopember.

Berdasarkan Tabel 4 maka Klas Iklim menurut Schmidth & Ferguson (1951 ), untuk dataran tinggi Napu yang rata-rata memiliki 11 bulan basah (>100 mm) dan 1 bulan lembab (100- 60 mm)

serta tidak memiliki bulan kering ( < 60 mm) maka dataran tinggi Napu memiliki nilai Q ( quotien) 0

sehingga memiliki Tipe IklimA yaitu daerah yang sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropis. Akan tetapi bila didasarkan pada Zona Agro­klimat Oldeman (1975) menunjukkan dataran tinggi Napu tidak memiliki bulan basah (>200

mm), hanya memiliki 1 bulan kering (1 00 mm)

dan 11 bulan lembab (200 - 100 mm). Oleh

karena itu menurut Oldeman (1975) maka dataran tinggi Napu memiliki Zona Agroklimat E1

(terdapat kurang dari 3 bulan basah berturutan dalam satu tahun dan kurang dari 2 bulan kering). Menurut Zona Agroklimat E1 oleh Oldeman (1975) maka daerah dataran tinggi Napu hanya sesuai untuk budidaya tanaman palawija dan tidak sesuai untuk budidaya tanaman padi. Kecukupan air aman untuk budidaya tanaman padi (satu kali tanam) bila terjadi secara berturutan minimal 5 bulan basah ( curah hujan bulanan >200 mm) dan apabila bulan basah tersebut secara berturutan lebih dari 9 bulan maka dapat dibudidayakan tanaman padi 2 kali dalam 1 tahun. Oleh karena secara Zona Agroklimat di dataran tinggi Napu kurang sesuai untuk tanaman padi, maka tanaman padi yang diusahakan di daerah dataran tinggi Napu maka produksinya akan rendah, karena umumnya kerapatan fluktuasi radiasi matahari rendah sepanjang tahun. Di samping itu daerah dengan ketinggian lebih dari 1000 mdpl akan terjadi kemunduran saat pan en oleh semua j enis tanaman sebagai akibat tingginya AHU (Acumulation Heat Unit).

15

Page 8: Studi Biofisik Kota Terpadu Mandiri (KTMJ Transmigrasi ... · Program transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah

AGRJC Vo1.22, No.1, Juli 2010: 9-19

Tabel 5. Curah hujan bulanan di Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso

Stasiun E1evasi Klimato1ogi (m dp1) Jan

Curah Hujan Rata-rata Bu1anan (mm) Peb Mrt Apr Mei Jun Ju1 Agst Sept

Jum1ah

Okt Nop Des (mm)

Wuasa 1100 136 101 138 195 1 18 146 92 1 14 104 126 165 129 1564

Sumber: data curah hujan 1984-2000, BPP Wuasa Kab. Poso

Muljady dkk (2008) menyatakan dataran tinggi

Napu di Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso,

yang memiliki ketinggian tempat 1.100 m dpl,

memiliki suhu rata-rata minimum 15,4"C dan suhu

udara rata maksimum 31 ,soc. Di sisi lain dataran

tinggi Napu hampir sepanjang tahun tezjadi turun

hujan walaupun besarnya curah hujan bulanan <

200 mm, namun kondisi demikian (hujan

sepanjang tahun dan suhu udara rendah) telah

mampu menjadikan kelembaban udara cukup

tinggi, kondisi ini demikian umumnya akan

memacu perkembangan mikroorganisme peng­

ganggu tan am an.

Rencana Pengembangan Tanaman Pangan

a. Jenis Tanaman

Masyarakat wilayah KTM Tampo Lore yang

terletak di dataran tinggi Napu telah lama

mengusahakan tanaman hortikultura jenis

sayuran seperti wortel, kubis, tomat, sawi, petsai,

cabe, daun bawang, dan buncis. Sementara itu

untuk tanaman pangan yang umum diusabakan

masyarakat adalah ketela pohon, ubi j alar, talas

serta padi. Berdasarkan dari (1) Data biofisik

seperti tanah, terrain-topografi, iklim dan persya­

ratan tumbuh tanaman; (2) Zona Agroklimat

Oldeman (1975) yang menunjukanwilayah dataran

tinggi Napu masuk dalam zona agroklimat E1 yaitu

wilayah yang hanya sesuai untuk budidaya

tanaman palawija dan tidak sesuai untuk budidaya

tanaman padi; (3) Evaluasi laban dengan program

ALES (Automated Land Evaluation System) dan

kelas kesesuaian laban (Djaenudin et al, 1996 dan

2001), maka komoditas tanaman pangan yang

potensial dikembangkan di KTM Tampo Lore,

dapat dilihat pada Tabe16.

Tanaman pangan yang direkomendasikan pada

Tabel 6 mempunyai peranan strategis dalam

pengembangan pertanian di wilayah KTM Tampo

Lore, hal ini dikarenakan komoditas tersebut

memiliki nilai sosial dan ekonomi yang sanga tinggi,

serta komoditas tersebut mampu untuk

mempertabankan ketabanan pangan untuk lokal

dan nasional

Tabel 6. Jenis Tanaman Pangan yang Potensian Dikembangkan di KTM Tampo Lore

No Jenis Tanaman

1 Jagung (Zea mays)

2 Kedelai (Glycine max)

3 Gandum (Triticum aestivum)

4 Ketela rambat (Ipomoea batatas)

5 Ubi Kayu (Manihot utilisina)

b. Faktor Pembatas dalam Mengusahakao

Tanaman Pangan

Tabel 5 menunjukkan babwa kesesuaian laban

komoditas tanaman pangan untuk jagung,

kedelai, gandum, ketela rambat, dan ubi kayu

(singkong) bervariasi dari Klas S2 (cukup

16

Kesesuaian Laban

S2 ( cukup sesuai)

S2 ( cukup sesuai)

S3 (sesuai mrujinal)

S2 ( cukup sesuai)

S2 ( cukup sesuai)

sesuai), dan S3 (sesuai mazjinal). Adapun faktor

pembatas dari pengembangan komoditas tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Jagung (Zea mays)

Berdasarkan data iklim (suhu dan curah

hujan) dan kondisi tanah yang ada maka

Page 9: Studi Biofisik Kota Terpadu Mandiri (KTMJ Transmigrasi ... · Program transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah

Studi Biofisik Kot aTerpadu Mandiri (KTM) Transmigrasi Tampo Lore Kabupaten Poso Sulawesi Tengah (Bistok Hasiholan Simanjuntak)

dataran tinggi N apu memiliki kesesuaian

lahan 82 (cukup sesuai) dengan faktor

pembatas curab hujan tahunan > 1200 mm.

Berdasarkan dari jenis tanah yang ada

(Inceptisols dan Entisols) maka dapat tetjadi

keterbatasan media perakaran akibat dari

solum tanab dan perkembanan profil tanab

yang belum berkembang. Untuk mengatasi

faktor pembatas yang ada maka dapat

a'ifalilliCan cfengan pengofa.tian tana.ti <fan

drainase diperbaiki (Muljady dkk, 2008,

Djaenudin dkk. 2001)

2. Kedelai (Glycine max)

Berdasarkan data iklim (suhu dan curab

hujan) dan kondisi tanah yang ada maka

dataran tinggi Napu memiliki kesesuaian

lahan 82 ( cukup sesuai) dengan faktor

pembatas curab hujan tahunan > 1100 mm.

Berdasarkan dari jenis tanah yang ada

(Inceptisols dan Entisols) maka dapat tetj adi

keterbatasan media perakaran akibat dari

solum tanab dan perkembanan profil tanab

yang belum berkembang. Untuk mengatasi

faktor pembatas yang ada maka dapat

dilakukan dengan pengolahan tanah dan

drainase diperbaiki (Muljady dkk, 2008,

Djaenudin dkk. 2001)

3. Gandum (Triticum aestivum)

Berdasarkan data iklim (suhu dan curab

hujan) dan kondisi tanab yang ada maka

dataran tinggi Napu memiliki kesesuaian

laban 83 (sesuai matjinal) dengan faktor

pembatas curab hujan tahunan > 1250 mm.

Berdasarkan dari jenis tanah yang ada

(Inceptisols dan Entisols) maka dapat tetjadi

keterbatasan media perakaran akibat dari

solum tanah dan perkembanan profil tanab

yang belum berkembang. Untuk mengatasi

faktor pembatas yang ada maka dapat

dilakukan dengan pengolahan tanah dan

drainase diperbaiki (Muljady dkk, 2008,

Dj aenudin dkk. 2001)

4. Ketela rambat (Ipomoea batatas)

Berdasarkan data iklim (suhu dan curah

hujan) dan kondisi tanab yang ada maka

dataran tinggi Napu memiliki kesesuaian

lahan 82 (cukup sesuai) dengan faktor

pembatas curab hujan tabunan > 1500 mm.

Berdasarkan dari j enis tanah yang ada

(Inceptisols dan Entisols) maka dapat tetj adi

keterbatasan media perakaran akibat dari

sol urn tanab dan perkembangan profil tanab

yang belum berkembang. Untuk mengatasi

faktor pembatas yang ada maka dapat

dilakukan dengan pengolaban tanah dan

drainase diperbaiki (Muljady dkk, 2008,

Djaenudin dkk. 2001)

5. Ubi Kayu (Manihot esculenta)

Berdasarkan data iklim (suhu dan curab

hujan) dan kondisi tanab yang ada maka

dataran tinggi N apu memiliki kesesuaian

laban 82 dengan faktor pembatas keter­

sediaan air, oksigen, dan media perakaran

yang terbatas akibat dari solum tanab dan

perkembanan profil tanah yang belum

berkembang. Untuk mengatasi faktor

pembatas yang ada maka dapat dilakukan

dengan pengolahan tanah dan drainase

diperbaiki (Muljady dkk, 2008, Djaenudin

dkk. 2001)

c. Model Pengelolaan

Memperhatikan arah pembangunan pertanian

disebuah kawasan Kota Terpadu Mandiri (KTM)

adalab sebagai aktivitas pertanian modem yang

berfungsi sebagai basis pertumbuhan sektor

ekonomi, yang menerapkan agroteknologi spesifik

lokasi, ramah lingkungan, efisien, berdaya saing

dan tangguh, maka pengelolaan pengembangan

tanaman pangan di dataran tinggi N apu di

dasarkan pada model Gambar 1.

17

Page 10: Studi Biofisik Kota Terpadu Mandiri (KTMJ Transmigrasi ... · Program transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah

AGRIC Vo1.22, No.1, Juli 2010: 9-19

Pengembangan Tanaman Pangan 1. Teknologl Speslflk Lokasl

2. Sesual daya dukung llngkungan Pengolahan Hasll

Panen

Pemasaran Hasil 1. Lokal

2. Nasional

Unit Pengolahan Llmbah "Pupuk Orgahlk"

(;::====� Limbah Sisa Panen

Pemasaran Hasil 1. Lokal

2. Nasional 3. lntemasional

Gambar 1. Model Pengembangan Tanaman Pangan eli Dataran Tinggi Napu

Berdasarkan Gambar 1 maka pengelolaan

tanaman pangan bersifat tertutup yang artinya

limbah hasil pengembangan tanaman pangan

akan diolah menj adi produk pupuk organik.

Pupuk organik yang dikembangkan akan

digunakan kembali dalam pengembangan

tanaman yang ada serta dipasarkan baik dalam

skala terbatas maupun luas.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kajian maka dapat disimpulkan

1. Wilayah KTM Tampo Lore di Dataran tinggi

Napu, Sulawesi Tengah memiliki ordo tanah

Inceptisol dan Entisol, dengan total curah

hujan tahunan 1564 mm, kisaran suhu udara

minimum 15,4°C dan suhu udara rata

maksimum 31 ,50C. Adapun ZonaAgroklimat

di Wilayah KTM Tampo Lore masuk dalam

Zona E1 yaitu hanya sesuai untuk buelidaya

tanaman palawija dan tidak sesuai untuk

budidaya tanaman paeli.

2. Wilayah KTM Tampo Lore eli Dataran tinggi

Napu, Sulawesi Tengah memiliki klas

kesesuaian lahan S2 ( cukup sesuai) hingga

S3 (sesuai mru:jinal) untuk pengembangan

tanaman pangan seperti jagung, kedelai

gandum, ketela rambat, ubi kayu.

18

3. Faktor pembatas pada pengembangan

tanaman pangan di KTM Tampo Lore

adalah ketersediaan oksigen, media perakaran

dan ketersediaan air.

DAFTAR PUSTAKA

Amien, 1., E. Susanti dan E. Alemina. 1992.

Pembangunan Pertanian Berkelanjutan

dengan Pendekatan Agroekologi Dalam

Prosiding Simposium Meteoro logi Per­

tanianm,Malang,20-22Agustus 1991 (Buku

IT, hlm. 493-5110. PERIDMPL Bogor.

Balai Penelitian Tanah. 2003. Petunjuk Teknis

Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian.

Balai Penelitian Tanah, Puslitbangtanak

Bogor.

Djaenudduin, D., M. Hendrisman, K. Nugroho,

D. G. Rossiter dan E. R. Jordens, 1996.

Evaluasi Lahan Sistem Ot omatisas

Untuk Membantu Pemetaan Tanah,

LREP-II, Pusat Penelitian Tanah dan

Agroklimat, Bogor.

Djaenudin D, Marwan H, H. Subagyo, Anny

Mulyani, dan N. Suharta. 2001. Kriteria

Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas

Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengem-

Page 11: Studi Biofisik Kota Terpadu Mandiri (KTMJ Transmigrasi ... · Program transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah

Studi Biofisik Kot aTerpadu Mandiri (KTM) Transmigrasi Tampo Lore Kabupaten Poso Sulawesi Tengah (Bistok Hasiholan Simanjuntak)

bangan Tanah dan Agroklimat.

Dinas Pertanian Pemerintah Kabupaten Poso.

2009. Profil Pertanian Kawasan Lembah

Napu. Dinas Pertanian Kabupaten Poso

FAO, 1989. Guidelines for Land Use Planning,

FAO, Rome, Italy.

FAO, 1995. Planning for Sustainable Use ofLand

Resources. Toward a New Approach.

FAO Land and Water bulletin, FAO,

Rome.

FAO. 1996. Agro-Ecological Zoning Guidelines.

FAO Soil Bulletin 73. Rome.

Herrmann, T. 1993. Crop Rotation Sustainbility

Index, Soil and Water Conservation,

South Aust Dept. Primary Industries.

Muljady D. Mario, Lintje Hutahaean, dan

R.H.Anasiru. 2008. Potensi Pengem­

bangan Hortikultura di Dataran Tinggi

Napu, Sulawesi Tengah. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan

Agroklimat. 2001. Petunjuk Teknis

Penyusunan Peta Pewilayahan Komo­

ditas Pertanian Berdasarkan Zona

Agroekologi (ZAE) Skala 1:50.000.

Puslittanah.

Oldeman,L.R.l975. AgroclimaticMap ofJava.

Contr. Centr. Res. Inst. Agric. Bogor.

No.17. CRIA, Bogor.

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993.

Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan, PPTA,

Bogor.

Reddy, S.A. 1983. Agroclimatic Classification

of The Semi-Arid Tropics I, A Method for

Computation of Classificatory Variables.

Agric. Meteorol., 30: 185-200.

Rossiter, D. G., 1994. Land Evaluation, Cornell

University, Ithaca, New York, USA.

Rossiter, D. G. and Van Wambeke, Armand R.,

1997, Automated Land Evaluation System:

ALES version 4.65d User's Manual,

Cornell University, Ithaca, New York, USA

Schmidt, F.H., andJ.H.A Ferguson, 1951. Rain­

fall Type Based on Wet and Dry Period

Ratios for Indonesia with Western New

Guinea. Verh. No.42. Jawatan Met. dan

Geofisik, Djakarta.

Soil Survey Staff. 1998. Keys to Soil Taxonomy,

Slh edition 1998. Nasional Resources

Conservation Service, USDA.

Syafrudin, T Rumajar, JG Kindangen, R. Aksono,

A. Negara, D. Bulo dan J. Limbongan.

1999. Ana/isis Zona Agroekologi (Zae)

(Bio-Fisik) Propinsi Sulawesi Tengah.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

(BPTP) Biromaru. Pusat Penelitian Sosial

Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Departemen

Pertanian

Sys, C, E.Evan Ranst and J. Debaveye. 1993.

Land Evaluation (Part 1 ,2,3). Agriculture

Publication No 7, General Administration

for Development Cooperation. Belgium.

Universitas Sam Ratulangi . 1995. Peta Tanah

Semi Detail Kabupaten Poso, Lembar

Lembah Napu 1 :50.000. Manado

19