stroke infark revisi

24
STROKE INFARK I. PENDAHULUAN Stroke merupakan masalah kesehatan mayor di dunia, menjadi penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker, serta menjadi penyebab kecacatan utama.20-22 Belum ada data pasti stroke di Indonesia, namun riset kesehatan dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan Indonesia tahun 2007 menunjukkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama di rumah-rumah sakit di Indonesia. Prevalensi stroke di India diperkirakan 203 pasien per 100.000 penduduk, sedangkan di China insidennya 219 per 100.000 penduduk. Kemajuan teknologi kedokteran berhasil menurunkan angka kematian akibat stroke, namun angka kecacatan akibat stroke cenderung tetap bahkan meningkat. Diperkirakan terdapat 2 juta penderita pasca stroke di Amerika dengan biaya perawatan 65,5 miliar dolar pada tahun 2008. 1 Definisi yang banyak diterima secara luas bahwa stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain vaskuler. 2 Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat gangguan peredaran darah otak (GPDO) 2 . Stroke atau gangguan aliran darah

Upload: harris-murdianto

Post on 15-Apr-2016

232 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

SNH

TRANSCRIPT

Page 1: Stroke Infark Revisi

STROKE INFARK

I. PENDAHULUAN

Stroke merupakan masalah kesehatan mayor di dunia, menjadi penyebab kematian ketiga

setelah penyakit jantung dan kanker, serta menjadi penyebab kecacatan utama.20-22 Belum ada

data pasti stroke di Indonesia, namun riset kesehatan dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan

Indonesia tahun 2007 menunjukkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama di

rumah-rumah sakit di Indonesia. Prevalensi stroke di India diperkirakan 203 pasien per 100.000

penduduk, sedangkan di China insidennya 219 per 100.000 penduduk. Kemajuan teknologi

kedokteran berhasil menurunkan angka kematian akibat stroke, namun angka kecacatan akibat

stroke cenderung tetap bahkan meningkat. Diperkirakan terdapat 2 juta penderita pasca stroke di

Amerika dengan biaya perawatan 65,5 miliar dolar pada tahun 2008.1

Definisi yang banyak diterima secara luas bahwa stroke adalah suatu sindrom yang

ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa

gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak

disebabkan oleh sebab lain selain vaskuler.2

Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease (CVD) dan

kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan stroke sebagai penyakit

akibat gangguan peredaran darah otak (GPDO)2. Stroke atau gangguan aliran darah di otak

disebut juga sebagai serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas,

invaliditas).3

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda tanda klinis

yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala

yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dan dapat menyebabkan kematian.4

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak

fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau

menyebabkan kematian, tanpa ada penyebab lain yang jelas selain vaskuler (PERDOSSI, 1999 ;

Gofir, 2009).5

Menurut AHA/ASA 2013 stroke infark susunan saraf adalah kematian sel otak, medulla

spinalis dan retina yang disebabkan oleh iskemia, berdasarkan : patologis, pencitraan, atau bukti

Page 2: Stroke Infark Revisi

obyektif lainnya dari cedera iskemik fokal otak, medulla spinalis, atau retina yang sesuai

distribusi vaskular; atau bukti klinis cedera iskemik fokal otak, medulla spinalis, atau retina

berdasarkan gejala yang bertahan ≥ 24 jam atau sampai kematian, dan etiologi lainnya

disingkirkan.5

II. EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi Di Amerika Serikat, terdapat 4 juta penderita stroke dan lebih dari 750.000

ada penderita stroke yang baru. Resiko stroke meningkat sesuai umur, dengan insidensi stroke

yang tinggi pada orang-orang diatas 65 tahun (Frtzsimmons, 2007). Insidensi serangan stroke

pertama sekitar 200 per 100.000 penduduk per tahun. Insidensi stroke meningkat dengan

bertambahnya usia. Konsekuensinya, dengan semakin panjangnya angka harapan hidup,

termasuk di Indonesia, akan semakin banyak pula kasus stroke yang dijumpai. Perbandingan

antara penderita pria dan wanita hampir sama (Hankey, 2002). Stroke meliputi tiga penyekit

serebrovaskular utama, yaitu stroke iskemik, perdarahan intraserebral primer, dan perdarahan

subaraknoid. Stroke iskemik atau serebral infark, adalah yang paling sering, yaitu 70-80% dari

semua kejadian stroke (Frtzsimmons, 2007).4

III. FAKTOR RISIKO

Pada pasien stroke yang kita temui, identifikasi faktor-faktor risiko stroke sangat penting.

Hal ini berkaitan dengan berbagai usaha prevensi primer. Menurut penelitian Hamersen et al.

(2006) usia, diabetes meilitus dan tekanan darah tinggi memiliki hubungan yang independen

dengan peningkatan risiko stroke. TIA, Atrial Fibrilasi sebelumnya, riwayat nyeri dada,

merokok, dan stress psikoogi memiliki hubungan yang independen dengan stroke. Peningkatan

BMI memprediksi stroke dan demikian juga (hampir) aktivitas fisik yang rendah selama waktu

luang, bersama dengan pengobatan antihipertensi.2

Dari studi yang dilakukan terhadap sekelompok masyarakat di Framingham,

Massachusets yang dilakukan selama lebih dari 24 tahun, didapatkan beberapa faktor resiko

mayor untuk terjadinya aterosklerosis, yang terbagi atas faktor yang tidak dapat dimodifikasi

seperti usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit jantung dalam keluarga. Selain itu dikenal juga

faktor resiko minor seperti obesitas, gaya hidup bermalas malasan (sedentary life style) dan stres.

Page 3: Stroke Infark Revisi

Dari studi yang sama juga didapatkan bahwa 5 faktor mayor untuk penyakit jantung

koroner (PJK) juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya stroke, yaitu hipertensi, adanya

gejala klinis PJK, gagal jantung, adanya bukti PJK secara EKG atau radiologis dan atrial

fibrilasi.1

Sedangkan kenaikkan kadar LDL dan rendahnya kadar LDL, walaupun secara statistik

sangat bermakna untuk kejadian PJK ternyata kurang bermakna untuk kejadian stroke

aterombotik. Dalam pembahasan mengenai faktor resiko stroke yang digolongkan ke dalam

faktor resiko pasti adalah merokok, konsumsi alkohol, hipertensi, DM dan kenaikan kadar

fibrinogen darah. Berikut akan diterangkan bagaimana faktor resiko yang menyebabkan

aterosklerosis :

HipertensiMekanisme mengapa hipertensi dapat merangsang aterogenesis tidak diketahui dengan

pasti, namun diketahui bahwa penurunan tekanan darah secara nyata menurunkan resiko

terjadinya stroke. Diduga tekanan darah yang tinggi merusak endotel dan emnaikkan

permeabilitas dinding pembuluh dara terhadap lipoprotein. Selain itu juga diduga beberapa jenis

zat yang dikeluarkan oleh tubuh seperti renin, angiotensin dan lain-lain dapat menginduksi

perubahan seluler yang menyebabkan aterogenesis.3

Dari banyak penelitian, didapatkan bahwa tekanan darah tinggi tidak berdiri sendiri,

namun meliputi beberapa penyakit lain, sehingga dikenal dengan istilah sindroma hipertensi

yang secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dapat menjadi faktor resiko terjadinya

aterosklerosis. Yang termasuk dalam sindroma hipertensi adalah gangguan profil lipid, resistensi

insulin, obesitas sentral, gangguan fungsi ginjal. LVH dan penurunan kelancaran aliran darah

arterial.3

HiperlipidemiTerdapat banyak bukti yang menyokong pendapat bahwa hiperlipidemi berhubungan

dengan aterogenesis. Orang yang menderita kelainan genetis yang menyebabkan tingginya kadar

kolesterol dalam darah biasanya akan mengalami aterosklerosis prematur bahkan tanpa adanya

faktor resiko lain pada orang tersebut. Selain itu kolesterol terbukti merupakan komponen utama

dalam plak aterosklerosis.5

Jenis kolesterol yang paling berhubungan dengan aterogenesis adalah LDL, sedangkan

HDL dikatakan bersifat protektif terhadap penyakit jantung aterosklerosis karena HDL berfungsi

memfasilitasi pembuangan kolesterol.5

Page 4: Stroke Infark Revisi

Dari studi Framingham, didapatkan bahwa subyek dengan kadar kolesterol

total >265 mg% mempunyai resiko mendapat PJK 5 x lebih besar daripada orang – orang dengan

kadar kolesteral total <220 mg%. Namun demikian, hiperlipidemi tidak berhubungan dengan

peningkatan resiko stroke Infark.

Diabetes

Diabetes diperkirakan mempengaruhi 8 % dari populasi orang dewasa di Amerika Serikat .

Prevalensi adalah 15 % sampai 33 % pada pasien dengan stroke iskemik. Diabetes merupakan

faktor risiko yang jelas untuk stroke pertama , namun data diabetes pendukung sebagai risiko

factofor stroke berulang lebih jarang. Diabetes mellitus tampaknya menjadi prediktor

independen stroke berulang dalam studi berbasis populasi , dan 9,1 % dari stroke berulang telah

diperkirakan disebabkan diabetes. Diabetes adalah prediktor dari adanya beberapa infark lakunar

di 2 studi kohort stroke. Glukosa puasa yang normal didefinisikan sebagai glukosa <100 mg/dL (

5,6 mmol / L ) , dan gangguan glukosa puasa telah didefinisikan sebagai glukosa plasma puasa

100 mg-125 mg/dL ( 5,6-6,9 mmol/L ). Kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL (7.0 mmol/L) ,

atau HbA1C ≥6,5 % , atau glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L) disertai gejala

yang disebabkan hiperglikemia digunakan sebagai parameter untuk diagnosis diabetes . Kadar

A1c hemoglobin ( HbA1c ) >7 % didefinisikan sebagai kontrol yang tidak memadai untuk

hiperglikemia. Diet, olahraga, obat hipoglikemik oral, insulin dan dianjurkan untuk mengontrol

kadar glukosa darah.

Merokok

Ada bukti kuat dan konsisten bahwa merokok merupakan faktor risiko independen utama

untuk stroke iskemik. Ada juga bukti bahwa paparan asap tembakau lingkungan atau perokok

pasif meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, termasuk stroke.

IV. VASKULARISASI OTAK

Otak mendapatkan vaskularisasi dari 2 pasang arteri besar yaitu sepasang arteri karotis

interna dan sepasang arteri vertebralis dan cabang-cabangnya beranastomosis pada permukaan

bawah otak membentuk system Willis. Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing

fungsi. Fungsi-fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat

sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area Wernicke atau pusat

Page 5: Stroke Infark Revisi

bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat

koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target organ.

Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada

anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah.

Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke. (PDF)

1. Anatomi Sistem Karotis

Sistem karotis memperdarahi mata, ganglia basalis, sebagian besar hipotalamus, dan lobus

frontalis, lobus parietalis, serta sebagian besar lobus temporal serebrum.6 Pada tingkat kartilago

tiroid, arteri karotis komunis terbagi menjadi arteri karotis eksterna dan interna.7

Arteri Karotis Interna

Batang arteri karotis interna terbagi menjadi empat bagian, yaitu: 7

1. Pars servikalis

Berasal dari arteri karotis komunis dalam trigonum karotikum sampai ke dasar tengkorak.

2. Pars petrosa

Terletak di dalam os petrosum bersama-sama dengan pleksus venosus karotikus internus.

Setelah meninggalkan kanalis karotikus, di sisi depan ujung puncak piramid pars petrosa

hanya dipisahkan dari ganglion trigeminal yang terletak disisi lateral oleh septum berupa

jaringan ikat atau menyerupai tulang pipih.

3. Pars kavernosa

Page 6: Stroke Infark Revisi

Melintasi ujung sinus kavernosus, membentuk lintasan berliku menyerupai huruf "S" yang

sangat melengkung, dinamakan Karotissphon. Di sisi medial, pars kavernosa terletak

berdekatan badan tulang baji di dalam suatu slur mendatar yang membentang sampai dengan

dasar prosesus klinoidesus anterior.

4. Pars serebralis

Dalam lamela duramater kranial arteri ini membentuk cabang arteri oftalmika, yang segera

membelok ke rostral dan berjalan di bawah nervus optikus dan ke dalam orbita.

Pembuluh darah ini berakhir pada cabang-cabang yang memberi darah kulit dari dahi, pangkal

hidung dan kelopak mata dan beranastomosis dengan arteri fasialis serta arteri maksilaris interna,

yang merupakan cabang dari arteri karotis eksterna.2

2. Anatomi Sistem Vertebrobasiler

Arteri vertebralis (VA) merupakan cabang pertama dari arteri subclavia. Setelah keluar dari

sudut kanan arteri subclavia, VA berjalan beberapa cm sebelum masuk kedalam foramen

intervertebralis dari C6. Setelah itu ia akan berjalan sepanjang foramen dari C6 hingga C1 dan

melewati bagian superior dari arcus C1 dan menembus membran atlantooccipital dan masuk

kedalam rongga kepala. Saat berjalan kearah ventral dan superior, ia memberikan cabang arteri

cerebellar inferior posterior (PICA) sebelum akhirnya bersatu dengan VA dari arah yang

berlawanan pada pertengahan bagian ventral dari pontomedulary junction untuk membentuk

arteri basillaris (BA). BA akan bercabang membentuk dua arteri cerebral posterior pada

pontomesencephalic junction. Hubungan menuju sirkulasi anterior melalui PCoA akan

melengkapi sirkulus Willisi.

PICA merupakan cabang terbesar dari sirkulasi posterior (vertebrobasiller) dan mensuplai

medulla vermis inferior, tonsil, dan bagian inferior hemisfer cerebellum. PICA juga sangat erat

kaitannya dengan saraf kranial ke 9, 10, dan 11.

Arteri cerebellar inferior anterior (AICA) biasanya bermula dari distal dari

vertebrobasilary junction setinggi pontomedullary junction, mensuplai pons, pedunculus

cerebellar media, dan bagian tambahan cerebellum. Selain itu AICA juga terkait erat dengan

saraf kranial ke 7 dan 8.

Arteri cerebellar superior (SCA) berasal dari proksimal percabangan basilaris, dan

mensuplai otak tengah, pons sebelah atas, dan bagian atas cerebellum. Cabang dari SCA akan

Page 7: Stroke Infark Revisi

membentuk anastomose dengan cabang dari PICA dan IACA pada hemisfer cerebellum dan

merupakan sumber potensial dari aliran kolateral.

Arteri cerebralis posterior (PCA) dibentuk oleh percabangan BA dan mensuplai otak

tengah bagian atas, thalamus posterior, bagian posteromedial lobus temporalis, dan lobus

occipitalis.

Sirkulus Willisi merupakan sirkulasi kolateral antara pembuluh darah intrakranial.

Terpisah dari kolateral ophtalmicus, terdapat beberapa tempat anastomose lain antara pembuluh

darah ekstra dan intrakranial, mencakup anastomose melalui arteri sphenopalatina, arteri dari

foramen rotundum dan cabang kecil yang biasanya ada pada tulang petrosus. Arteri utama yang

mensuplai dura adalah arteri meningea media dan cabang ascending arteri pharyngeal, cabang

dari sirkulasi eksternal. Terkadang dapat terbentuk anastomose antara dura dan permukaan

korteks. Sebagai tambahan, hubungan antara carotis dan vertebrobasillar dapat terjadi.

V. PATOFISIOLOGI

Dislipidemia

Adanya penimbunan kolesterol intra dan ekstra seluler disertai adanya fibrosis maka akan

terbentuk plak fibrolipid. Pada inti dari plak tersebut, sel-sel lemak dam lainnya akan menjadi

nekrosis dan terjadi klasifikasi. Plak ini akan menginvasi dan menyebar kedalam tunika media

dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah akan menebal dan penyempitan lumen.

Page 8: Stroke Infark Revisi

Degenerasi dan perdarahan pada pembuluh darah yang mengalami akan menyebabkan kerusakan

endotel pembuluh darah sehingga terjadi perangsangan adhesi, aktifasi dan agregasi trombosit,

yang mengawali koagulasi darah dan thrombosis. Trombosit akan terangsang dan menempel

pada endotel yang rusak, sehingga plak aterotrombotik.

Aterosklerosis dapat menyebabkan stroke iskemik dengan cara trombosis yang

menyebabkan tersumbatnya arteri-arteri besar terutama a.karotis interna, a. serebri media atau a.

basilaris, dapat juga mengenai arteri kecil yang meyebabkan terjadinya infark lakuner. Sumbatan

juga dapat terjadi pada vena-vena atau sinus venosa intra kranial. Dapat juga terjadi emboli,

dimana stroke terjadi mendadak karena arteri serebri tersumbat oleh thrombus dari jantung, arkus

aorta atau arteri besar lainnya. (SI)

Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi meningkatkan

risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan

stroke makin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga

memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak. Hipertensi sangat berpengaruh pada

peredaran darah otak, karena menyebabkan tterjadi penebalan dan remodeling pembuluh darah

hingga memperkecil diameternya. Perubahan ini dapat meningkatkan tekanan vaskuler dan

memicu terjadinya arterosklerosis saaat volume atau aliran darah melalui ginjal berubah maka

sel-sel di ginjal akan mendeteksi perubahan itu akan melepas renin. Ini akan merubah atau

mengkonversi Angiostensin menjadi angiostensin I dibantu oleh Angiostensin Converting

Enzym (ACE) menjadi Angiostensin II. ACE ini 90% ada dijaringan dan 10 % ada diplasma.

ACE diplasma berespon terhadap tekanan darah. ACE yang dijaringan akan mengkonversi A1

menjadi A2 yang berperan pada stuktur pembuluh darah di system saraf pusat. Perubahan pada

jangka panjang vaskuler yang disebabkan oleh Sistem Renin Angiostensin jaringan akan

menyebabkan perubahan pada stuktur dan fungsi vaskuler. Bila ACE jaringan berlebihan maka

akan menyebabkan terjadinya mekanisme yang akan mempercepat artersklerosis. Angiostensi II

dalam tubuh, akan berikatan dengan reseptor, termasuk reseptor AT1 dan AT2.

Hubungan hipertensi dan stroke

Aliran darah otak (ADO) adalah jumlah darah yang menuju ke otak. Otak orang dewasa

menggunakan 20% darah yang di pompa oleh jantung pada saat keadaan istirahat, dan darah

Page 9: Stroke Infark Revisi

dalam keadaan normal mengisi 10% dari ruang intracranial. ADO secara ketat meregulasi

kebutuhan dari metabolik otak, rata-rata aliran ADO dipertahankan 50 ml per 100 gram jaringan

otak per menit pada manusia dewasa.2 Sangat penting untuk mempertahankan ADO dalam batas

yang normal karena terlalu banyak ADO dapat meningkatkan tekanan intrakranial sehingga

dapat menekan dan merusak jaringan otak, sedangkan terlalu sedikit ADO akan menyebabkan

suplai darah yang tidak adekuat. Iskemik akan terjadi jika aliran darah ke otak di bawah 18-20

ml per 100 gram otak permenit dan kematian jaringan otak terjadi bila ADO turun di bawah 8-10

ml per 100 gram jaringan otak per menit. Di dalam jaringan otak terdapat biochemical cascade

atau yang disebut sebagai iskemik cascade yang menyebabkan jaringan otak menjadi iskemik,

yang lebih lanjut menyebabkan kerusakan dan kematian dari sel-sel otak.2 ADO ditentukan oleh

beberapa faktor seperti viskositas darah, kemampuan pembuluh darah dalam berdilatasi, tekanan

perfusi serebral yang ditentukan oleh tekanan darah dan tekanan intrakranial. Pembuluh darah

serebral mempunyai kemampuan untuk mengubah aliran darah dengan cara mengubah diameter

lumen pembuluh darah, proses ini disebut dengan autoregulasi. Konstriksi pembuluh darah akan

terjadi bila tekanan darah meningkat dan akan berdilatasi bila tekanan darah menurun.

Page 10: Stroke Infark Revisi

Hipertensi dapat menimbulkan perubahan patologik yang berbeda pada pembuluh darah sedang

dan pembuluh darah kecil otak. Berdasarkan ini stroke yang timbul akibat hipertensi dapat

dibedakan atas dua golongan yang gambaran patologi dan kliniknya berbeda13. Pada pembuluh

darah sedang, seperti a. karotis, a vertebrobasilaris atau arteri dibasal otak, perubahan

patologiknya adalah berupa aterosklerosis, dan manifestasi kliniknya adalah stroke iskemik. Di

sini peranan hipertensi hanyalah sebagai salah satu faktor risiko di samping faktor-faktor lain

seperti diabetes mellitus, hiperlipidemia, merokok dan lain-lain. Pembuluh darah kecil otak, ialah

cabang-cabang penetrans arteri yang menembus ke dalam jaringan otak, berukuran diameter 50–

200 mikron. Dasar kelainan pada pembuluh darah jenis ini adalah spasme dan lipohialinosis;

spasme terjadi pada hipertensi akut seperti hipertensi maligna, dan manifestasi kliniknya adalah

Infark lakunar. Lipohialinosis juga terjadi pada hipertensi kronik, pembuluh darah dengan

lipohialinosis ini dapat mengalami mikroaneurisma yang dapat pecah dan terjadi Perdarahan

Intraserebral. Berbeda dengan aterosklerosis, pada lipohialinosis hipertensi dapat dikatakan

merupakan faktor penyebab satu-satunya.15

VI. PENATALAKSANAAN

PENATALAKSANAAN MEDIKAMENTOSA ( PERDOSSI, 2007 )

STADIUM HIPERAKUT :

Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan tindakan

resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada

stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian

cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi,

foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa

darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan

lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta

memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.

STADIUM AKUT :

Pada stadium ini, dilakukan penanganan factor- faktor etiologik maupun penyulit. Juga

dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk

membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut

Page 11: Stroke Infark Revisi

dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat

dilakukan keluarga.

Terapi umum :

Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi

tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya,

bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah.

Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari

penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).

Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit

sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per

oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran

menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi

sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari

pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi

segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya. Nyeri

kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah

tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg,

Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang

waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.

Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium

nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi

hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL

selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi

dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi

dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg. Jika kejang, diberi

diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan

pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2

minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial

meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai

fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap

Page 12: Stroke Infark Revisi

6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif,

dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi khusus:

Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti

koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen

Activator). Inisiasi pemberian terapi antikoagulan dalam jangka waktu 24 jam bersamaan dengan

pemberian intravena rtPA tidak direkomendasikan. Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu

sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia). Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan

mencegah timbulnya stroke ulang awal, menghentikan perburukan defisit neurologi, atau

memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut tidak direkomendasikan sebagai pengobatan

untuk pasien dengan stroke iskemik akut. Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dlam 24

sampai 48 jam setelah awitan stroke dianjurkan untuk seiap stroke iskemik akut (AHA/ASA,

Class I, Level of evidence A).2,3 b. Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan

intervensi akut pada stroke, seperti pemberian rtPA intravena (AHA/ASA, Class III, Level of

evidence B), Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan, Penggunaan

aspirin sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam setelah pemberian obat trombolitik tidak

direkomendasikan.

EDUKASI

Pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga,ini membutuhkan tempat dan waktu yang padat.

Bukan hal yang realitis jika semua pendidikan kesehatan dapat diberikan secara lengkap dalam

waktu yang pendek. Pendidikan kesehatan harus dilakukan secara berkelanjutan setelah pasien

pulang oleh pemberi layanan kesehatan dikomunitas.

REHABILITASI MEDIK

Rehabilitation dimulai segera setekah pasien kondisinya stabil dan perawat perlu bekerjasama

dengan tim yang lain untuk mengembangkan rencana perawatan pasien. Diagnosa keperawatan

yang mungkin muncul pada pasien stroke, dimana pasien membutuhkan rehabilitasi secepatnya

yaitu: defisit keperawatan diri, perubahan persepsisensori, kerusakan komunikasi verbal,

kerusakan mobilitas fisik, perubahan eliminasi urin, disuse syndrome, perubahan proses fikir,

impaired adjustment, gangguan penampilan peran dan unilateral neglect. Rehabilitasi unuk

Page 13: Stroke Infark Revisi

mengatasi masalah perubahan eliminasi urin, hendaknya juga dilakukan bladder training sejak

pasien melewati fase akut. Masalah kolaboratif yang mungkin muncul pada fase ini adalah efek

disamping dari terapi anti platelet.

Komplikasi

Infark miokard akut, trombosis venus dan tromboemboli, pneumoni, dekubitus dan

infeksi saluran kemih merupakan komplikasi tersering pada stroke iskemik akut. Apabila upaya

untuk pencegahan kontraktur dan malposisi ekstremitas tidak dilakukan secara dini,

penyembuhan akan tertunda meski fungsi neurologisnya baik, hal tersebut akan memperburuk

prognosis kualitas hidup pasca stroke.10

Serangan epileptik pasca stroke juga mengganggu fase penyembuhan stroke. Pada studi

yang dilakukan Camilo dan Goldstein pada tahun 2004 didapatkan angka kejang dini pada pasien

stroke yang sedang dirawat inap berkisar 2-33%, sedangakan kejang laten yang terjadi sampai 5

tahun pasca stroke berkisar 3-67% kasus. Dari semuanya yang menjadi epilepsi pasca stroke

adalah sekitar 2-4% dan paling banyak berasal dari yang mengalami kejang laten. Serangan ini

umumnya terjadi pada lesi hemisferik, pada infark maupun perdarahan otak.11

VII. PROGNOSIS

Angka kematian akibat stroke bervariasi antara 10%-30%. Angka kematian stroke

mencapai 20 % pada 3 hari pertama dan 25 % pada tahun pertama. Hal ini berarti bahwa akan

ada 70% orang yang selamat dari serangan stroke. Dari stroke registri di Indonesia didapatkan

kematian pada stroke iskemik sekitar 8,3% setelah 48 jam dan 3,5% dalam waktu kurang dari 48

jam. Orang yang selamat dari serangan stroke dikenal sebagai “the stroke survivors”. Para stroke

survivors ini memiliki derajat kecacatan yang bervariasi, mulai ringan sampai dengan berat.

Penanganan terhadap kecacatan tersebut memerlukan tindakan rehabilitasi yang baik. Penelitian

memperlihatkan adanya konsep neuroplastisitas yang memungkinkan perbaikan fungsi saraf

sampai dengan 6 bulan pasca serangan stroke. Waktu 6 bulan inilah yang harus dikejar untuk

mencapai pemulihan yang optimal. Para stroke survivors ini juga harus terus menerus

memperbaiki pola hidup dan mengkonsumsi obat secara teratur untuk mencegah serangan stroke

ulang. Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) Framingham Stroke Study,

50% ± 70% dari penderita stroke mendapatkan kembali kemandirian fungsional,tapi 15% ± 30%

tetap cacat permanen. Rehabilitasi yang komprehensif dapat meningkatkan kemampuan

Page 14: Stroke Infark Revisi

fungsional dari penderita stroke tergantung dari usia dan defisit neurologis dan mengurangi biaya

perawatan pasien jangka panjang. Sekitar 80% dari korban stroke dapat mengambil manfaat dari

rehabilitasi rawat inap atau rawat jalan. Penyebab kematian yang utama pada minggu-minggu

pertama adalah kompresi pada batang otak akibat edema otak masif. Pada minggu kedua dan

ketiga umumnya disebabkan komplikasi pneumonia, emboli paru atau gangguan jantung seperti

atrial fibrilasi.12,13

Pada studi yang dilakukan Hardie dan kawan-kawan pada tahun 2004 di suatu komunitas di perth

didapatkan setelah pemantauan selama 10 tahun pada penderita stroke diperkirakan risiko angka

kekambuhan sekitar 43%, dan kasus yang fatal pada 30 hari pertama stroke berulang adalah

41%, meningkat signifikan dibanding kasus fatal pada stroke pertama kali yang berkisar 22%.

Rehabilitasi tentu memegang peranan penting dalam prognosis fase penyembuhan stroke,

dimana rehabilitasi sebenarnya sudah dimulai sedini mungkin saat stroke fase akut. Semakin

optimal rehabilitasi yang dilakukan makan semakin bagus pula prognosis pasien tersebut selama

fase penyembuhan.

Page 15: Stroke Infark Revisi

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 6th ed. Sugiharto L, Hartanto H,

Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah. Anatomi Klinik Untuk

Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2006; 740-59.

2. Gofir A, Manajemen Stroke (Evidence Based Medicine). Pustaka Cendekia Press. 2011

3. Jauch EC, Saver JL, Adams HP, Bruno A, Demaerschalk BM, Khatri P, et al. Guidelines

for the Early Management of Patients With Acute Ischemic Stroke A Guideline for

Healthcare Professionals From the American Heart Association/American Stroke

Association. Stroke. 2013;44(3):870-947.

4. Deb P, Sharma S, Hassan K. Pathophysiologic mechanisms of acute ischemic stroke: an

overview with emphasis on therapeutic significance beyond thrombolysis.

Pathophysiology. 2010;17(3):197-218.

5. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP, Caplan LR, Culebras A, Elkind MS, et al. An

Updated Definition of Stroke for the 21st Century Stroke. 2013;44(7):2064-89.

6. Aminoff Michael J, Greenberg David, Simon Roger. 2005. Clinical neurology. Sixth

Edition. United States of America: the McGraw Hill Companies.

7. Kaur H, Prakash A, Medhi B. Drug Therapy in Stroke: From Preclinical to Clinical

Studies. Pharmacology. 2013;92(5-6):324-34.

8. Brouns, R., & De Deyn, P. P. (2009). The complexity of neurobiological processes in

acute ischemic stroke. Clinical neurology and neurosurgery,111(6), 483-495.

9. Tong, X., Kuklina, E. V., Gillespie, C., & George, M. G. (2010). Medical complications

among hospitalizations for ischemic stroke in the United States from 1998 to

2007. Stroke, 41(5), 980-986

10. Zorowitz, R. D., Gross, E., & Polinski, D. M. (2002). The stroke survivor. Disability &

Rehabilitation, 24(13), 666-679.

11. Bronnum-Hansen, H., Davidsen, M., & Thorvaldsen, P. (2001). Long-term survival and

causes of death after stroke. Stroke, 32(9), 2131-2136.

12. Hardie K, Hankey GJ, Jamrozik K, Broadhurst RJ, Anderson C. Ten-year risk of first

recurrent stroke and disability after first-ever stroke in the Perth Community Stroke

Study. Stroke. 2004 Mar;35(3):731-5