strategi pengendalian penyakit infectious bovine...

39
STRATEGIPENGENDALIANPENYAKIT INFECTIOUSBOVINERHINOTRACHEITIS (IBR) DIINDONESIA PUSATPENELITIANDANPENGEMBANGANPETERNAKAN BADANPENELITIANDANPENGEMBANGANPERTANIAN 2009

Upload: dothuy

Post on 07-Mar-2019

237 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKITINFECTIOUS BOVINE RHINOTRACHEITIS (IBR)

DI INDONESIA

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

2009

Page 2: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKITINFECTIOUS BOVINE RHINOTRACHEITIS (I BR)

DI INDONESIA

Penyusun

: Dr. Ismeth InounuProf. Dr . Kusuma DiwyantoDr . R.M.A. AdjidDr . Eny MartindahDr . Atien PriyantiIr . R . A . Saptati, MS

Diterbitkan oleh : Pusat Penelitian danPengembangan Peternakanii . Raya Pajajaran Kav.E-59Bogor, 16151Telp . (0251) 8322185Fax (0251) 8328382 ; 8380588Email : [email protected] .id

ISBN 978-602-8475-08-2

Pusat Penelitian dan Pengembangan PeternakanBadan Penelitian dan Pengembangan PertanianBogor, 2009

Page 3: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKITINFECTIOUS BOVINE RHINO TRA CHEITIS (IBR)

DI INDONESIA

Hak Cipta @2009. Pusat Penelitian dan Pengembangan PeternakanPusat Penelitian dan Pengembangan PeternakanJI . Raya Pajajaran Kav.E-59Bogor, 16151

Isi buku dapat disitasi dengan menyebutkan sumbernya .

Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Strategi Pengendalian Penyakit Infectious BovineRhinotracheitis (IBR) di Indonesia / Ismeth Inounu dkk . -Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,2009: vi + 33 him ; ilus . ; 16 x 21 cm .

ISBN 978-602-8475-08-2

1 . Sapi Potong

2 . IBR 3 . Pengendalian PenyakitI . Judul ; II . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan ;III . Inounu, I .

636 .9 :616.98

Telp .

: (0251) 8322185Fax

: (0251) 8328382 ; 8380588Email : criansci@indo .net .id

Page 4: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

KATA PENGANTAR

Dalam rangka pengembangan ternak sapi di Indonesia,penyakit hewan yang bersifat menular dan mengganggu sistimreproduksi ternak merupakan kendala yang harus segeradiatasi . Terganggunya sistim reproduksi ternak akibat infeksipenyakit menular sangat merugikan karena dapatmengakibatkan keguguran, penurunan fertilitas, bahkankemajiran ternak. Salah satu diantara penyakit menular yangmenganggu sistim reproduksi ternak sapi adalah InfectiousBovine Rhinotracheitis (IBR) .

Hewan untuk bibit harus bebas dari penyakit IBR. Hewanbibit sebaiknya tidak divaksin terhadap IBR, oleh karena itumaka biosekuriti harus diterapkan melalui seieksi pada "hewanbaru" yang akan masuk ke kelompok, serta mengindarkanterkontak dengan ternak lain yang • tidak jelas statuspenyakitnya . Hewan produktif yang masih rentan dan beradapada daerah endemik penyakit IBR, maka vaksinasi dilakukanuntuk mencegah tertular oleh penyakit IBR dari hewan Iainnyayang terinfeksi . Adanya hewan tertular akibat IBR dapatdiketahui melalui pemeriksaan serologis, yaitu pendeteksianantibodi dalam serum hewan melalui uji serum netralisasi (SNT) .

Akhir-akhir ini, diagnostik virologi telah mengalamikemajuan pesat dengan dikembangkan teknik asam nukleatuntuk mendeteksi keberadaan virus dalam sampel yang berasaldari hewan, balk yang menunjukkan klinis maupun normal.Hibridisasi asam nukleat dan reaksi berantai polimerase(po/ymerase chain reaction, PCR) telah dikembangkan sebagaiperangkat uji yang sangat ideal dan handal untuk mendeteksiBHV-1 pada sampel karena uji tersebut sangat cepat, sensitifdan spesifik .

iii

Page 5: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Tim AnalisisKebijakan Puslitbang Peternakan berinisiasi untuk melaksanakanworkshop dengan tema "Strategi Pengendalian PenyakitInfectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) pada tanggal 21 Oktober2009 di Bogor . Workshop ini bertujuan untuk : (i) mendiskusikandan mengelaborasi berbagai masukan bagi strategiPengendalian Penyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) diPusat Perbibitan dan Pusat IB, (ii) memperoleh masukan-masukan sebagai bahan rekomendasi bagi opsi kebijakanpemerintah dalam mengendalikan penyakit IBR . Keiuaran yangdiharapkan dari workshop ini adalah saran/rekomendasialternatif kebijakan strategi pengendalian penyakit IBR .

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikankepada semua pihak yang telah membantu hingga selesainyadokumen ini . Buku ini merupakan dokumen dinamis yangdirasakan masih jauh dari sempurna, sehingga masukan dansaran yang bermanfaat guna meningkatkan kualitas sangatdiharapkan. Semoga buku ini dapat berguna bagi para pembacauntuk implementasi program usaha sapi potong di masa-masayang akan datang .

Bogor, Desember 2009Kepala Pusat Penelitian danPengembangan Peternakan

Dr. Darminto

iv

Page 6: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR III

DAFTAR ISI V

PENDAHULUAN 1

TAHAPAN KEGIATAN 3

STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT Infectious BovineRhinotracheitis (IBR) 4

Sasaran 4PENYAKIT Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) PADATERNAK SAPI 5

Gejala Klinis:5Infeksi Laten 7

PENANGANAN IBR DI BPTU SAPI POTONG PADANGMANGATAS 9

STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT Infectious BovineRhinotracheitis (IBR) PADA TERNAK SAPI DI INDONESIA .

12

UPAYA TINDAK LANJUT 14

MATRIKS RENCANA TINDAK STRATEGI PENGENDALIANPENYAKIT IBR DI INDONESIA 17DAFTAR BACAAN 21TIM ANALISIS KEBIJAKAN 24TIM PERUMUS 24

V

Page 7: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

vi

LAM PI RAN

1 . Strategi Pengendalian Penyakit Infectious BovineRhinotracheitis (IBR) Pada Ternak Sapi Di Indonesia . . 27

2 . Penanganan IBR di BPTU Sapi Potong PadangMangatas 29

3 . Penanganan IBR di BPTU Sapi Perah di Baturraden . . . . 30

4. Strategi Pengendalian Penyakit IBR pada Ternak Sapidi Indonesia 31

5. Upaya Penanganan Penyakit IBR di Indonesia 33

Page 8: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

PENDAHULUAN

Indonesia masih harus mengimpor daging sapi dalambentuk daging dan jerohan >60 .000 ton/tahun, serta sapibakalan >620.000 ekor pada tahun 2008 . Hal ini merupakanindikator bahwa peningkatan produksi daging sapi di dalamnegeri belum mampu mengimbangi laju peningkatanpermintaan . Untuk mengurangi ketergantungan impor tersebut,Pemerintah telah mencanangkan program percepatanswasembada daging sapi yang harus dicapai pada tahun 2010,yang kemudian diperpanjang dengan program swasembadadaging sapi (PSDS) sampai 2014. Dalam mewujudkantercapainya kecukupan daging sapi nasional, strategimeningkatkan populasi ternak sapi menjadi sangat strategis .Berbagai upaya telah dilakukan, seperti diantaranya adalahrevitalisasi untuk mengoptimalkan peran. dan fungsi UPT-UPTperbibitan dan Inseminasi Buatan baik di tingkat pusat maupundi daerah .

Kawasan pembibitan pada prinsipnya harus bebaspenyakit menular yang berbahaya, salah satunya adalahpenyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR). Penyakit inimerupakan salah satu penyakit yang dipersyaratkan harusbebas pada pusat-pusat perbibitan, dan pusat-pusat produsensemen seperti BBIB/BIB/BIBD .

Kahrs (1977) dan Straub (1991) menyatakan bahwaInfectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) merupakan penyakityang disebabkan oleh Bovine Herpesvirus-1 (BHV-1). Infeksipenyakit ini pada sapi betina dapat menyebabkan penurunanproduksi susu, penurunan tingkat fertilitas, serta keguguran(Miller, 1991) .

Pada hewan yang telah terinfeksi, agen penyakit BHV-1bersifat laten . Virus dapat berdiam diri dalam sel, sehingga

1

Page 9: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

hewan tersebut bertindak sebagai pembawa virus (carrier) danpenyebar penyakit (Rola et al., 2005; Pastoret et al., 1982) . Bilaterjadi cekaman, seperti pada saat transportasi, cuaca yangdingin, populasi ternak yang padat, pemberian obatcorticosteroid, atau adanya infeksi sekunder oleh mikroorganisma patogen lainnya, maka virus ini akan aktif melakukanreplikasi . Akibatnya adalah virus terdedah (shedding), meskipunkondisi ternak tidak menunjukkan gejala klinis . Virus inidisekresikan melalui sekreta nasal dan okuler, dan terdapat puladi plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi(Rola et al., 2005) .

Hewan untuk bibit di pusat-pusat perbibitan (BPTU) ; BalaiEmbryo Transfeer (BET) ; Balai Besar Inseminasi Buatan(BBIB)/BIB dan BIBD harus bebas dari penyakit IBR. Hewanbibit sebaiknya tidak divaksin terhadap IBR, oleh karena itumaka biosekuriti harus diterapkan melalui seleksi pada "hewanbaru" yang akan masuk ke kelompok, serta menghindarkanterkontak dengan ternak lain yang tidak jelas statuspenyakitnya . Hewan produktif milik masyarakat yang masihrentan dan berada pada daerah endemik penyakit IBR, makavaksinasi dilakukan untuk mencegah tertular oleh penyakit IBRdari hewan lainnya yang terinfeksi . Adanya hewan tertularakibat IBR dapat diketahui melalui pemeriksaan serologis, yaitupendeteksian antibodi dalam serum hewan melalui uji serumnetralisasi (SNT) .

Akhir-akhir ini, diagnostik virologi telah mengalamikemajuan pesat dengan dikembangkan teknik asam nukleatuntuk mendeteksi keberadaan virus dalam sampel yang berasaldari hewan, baik yang menunjukkan klinis maupun normal .Hibridisasi asam nukleat dan reaksi berantai polimerase(polymerase chain reaction, PCR) telah dikembangkan sebagaiperangkat uji yang sangat ideal dan handal untuk mendeteksiBHV-1 pada sampel karena uji tersebut sangat cepat, sensitifdan spesifik (Saepuiloh, et al. 2008) .

2

Page 10: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Tim AnalisisKebijakan Puslitbang Peternakan berinisiasi untuk melaksanakanworkshop dengan tema "Strategi Pengendalian PenyakitInfectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) di Indonesia" .

TAHAPAN KEGIATAN

Tim Analisis Kebijakan Puslitbang Peternakan telahmelaksanakan workshop dengan tema "Strategi PengendalianPenyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) di Indonesia .Workshop ini bertujuan untuk: (i) mendiskusikan danmengelaborasi berbagai masukan bagi strategi PengendalianPenyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) di PusatPerbibitan dan Pusat IB, (ii) memperoleh masukan-masukansebagai bahan rekomendasi bagi opsi kebijakan pemerintahdalam mengendalikan penyakit IBR . Keluaran yang diharapkandari workshop ini adalah saran/rekomendasi alternatif kebijakanstrategi pengendalian penyakit IBR .

Workshop dihadiri oleh sebanyak 30 orang yang berasaldari berbagai instansi terkait, seperti Direktur Perbibitan danDirektur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan ; BIBLembang, BPTU Padang Mangatas ; Balai Besar Veteriner DIY,Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, akademisi dari FakultasKedokteran Hewan, IPB, Tim Analisis Kebijakan PuslitbangPeternakan, dan peneliti Iingkup Puslitbang Peternakan .Workshop diselenggrakan pada tanggal 21 Oktober 2009 di AulaPuslitbang Peternakan, JI . Raya Pajajaran Kav-E 59, Bogor, JawaBarat . Workshop dibuka oleh Kepala Puslitbang Peternakansedangkan acara dipandu oleh Dr. Hardiman, Kepala Balai BesarVeteriner .

3

Page 11: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

Sasaran

Sasaran kegiatan ini adalah pembentukan pusat-pusatperbibitan yang bebas penyakit menular tertentu, salahsatunya adalah penyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis(IBR). Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yangdipersyaratkan harus bebas pada pusat-pusat perbibitan,BPTU, BET, dan pusat-pusat produsen semen sepertiBBIB; BIB maupun BIBD .

4

Nara sumber dalam lokakarya ini adalah :

1 . Ir . Amrizal Jufri, Mantan Kepala BPTU PadangMangatas ; dengan topik bahasan 'Penanganan kasusIBR di BPTU Sapi Potong, Padang Mangatas, SumateraBarat' .

2 . Dr. RM Abdul Adjid, Peneliti Madya Utama Bbalitvet ;dengan topik bahasan 'Strategi pengendalian penyakitIBR di Indonesia'

Hasil diskusi dan rekomendasi diharapkan dapatdipergunakan secara Iangsung oleh (1) pengambil kebijakan ditingkat pusat, Direktorat Perbibitan dan Direktorat KesehatanHewan Direktorat Jenderal Peternakan, (2) pusat-pusatperbibitan BPTU ; BET; BBIB; BIB (3) Dinas Propinsi maupunKabupaten, dalam rangka mempertajam program-programkerjanya serta kebijakan terkait dengan upaya untukmeningkatkan kinerja usaha sapi potong di . Indonesia .

STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT Infectious BovineRhinotracheitis (IBR)

Page 12: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

PENYAKIT Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR)PADA TERNAK SAPI

Gejala Minis

Berdasarkan gejala klinisnya, agen penyebab penyakit IBRyaitu virus BHV-1 terbagi menjadi 2 subtipe, yaitu subtipe 1 dansubtipe 2. Virus BHV-1 subtipe 1 berhubungan dengan galuryang dapat menyebabkan penyakit gangguan pernapasan(infectious bovine rhinotracheitis, IBR), sedangkan subtipe 2adalah galur yang dapat menyebabkan penyakit genital sepertiinfectious pustular vulvovaginalis (IPV) dan infectious pustu/arbalanoposthitis (IPB) (RADOSTIT et al. 2000) .

Di Amerika Utara, penyakit yang berkaitan dengan BHV-1secara ekonomi telah diperhitungkan menjadi sangat penting(YATES 1982) . Bovine herpesvirus-1 mengakibatkan sejumlahgangguan penyakit pada sapi dan dapat menyerang padaberbagai umur (GIBBS dan RWEYEMAMU 197.7) .

a . Gangguan Pernapasan

Infectious bovine rhinotracheitis merupakan penyakitpernapasan pada sapi yang secara signifikan merugikan,khususnya bagi usaha perbibitan ternak sapi . Virus masuk kedalam saluran pernapasan umumnya melalui partikel air diudara mengandung virus IBR yang dikeluarkan melalui hidunghewan penderita. Utamanya infeksi terjadi pada saluranpernapasan bagian atas, tetapi kadang-kadang juga terjadi padabagian bawah paru-paru . Setelah agen penyakit berinkubasiselama 2-3 hari, ternak akan demam yang diikuti denganpeningkatan frekuensi pernapasan, anoreksia, penurunanproduksi susu (pada sapi perah), serta menurunkan bobotbadan . Dalam jangka waktu satu atau dua hari, terbentukleleran hidung encer dan hidung tampak kemerahan (GIBBS danRWEYEMAMU 1977) . Pada tahap berikutnya, leleran hidung yangencer menjadi mukopurulen . Tahap akut ini terjadi sekitar 5-10

5

Page 13: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

hari setelah ternak sembuh dari demam . Kejadian klinis yangberat tergantung kepada galur virus yang menginfeksi, statusimunologik hewan, keadaan lingkungan, infeksi sekunder danumur hewan. Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkansindrom pernapasan kompleks yang disebut sebagai "demampengapalan" (shipping fever) . Sindrom ini merupakan ciri khasinfeksi BHV-1 yang diikuti dengan infeksi sekunder (biasanyabakteri Pasteurella haemo/ytica) yang mungkin dapat berpotensimenghasilkan pneumonia yang fatal (BABIUK et al. 1988) .

Meskipun jarang, IBR dapat terjadi pada pedet danmenyebabkan penyakit pernapasan yang ganas atau penyakitsistemik yang fatal dan cepat menimbulkan kematian . InfeksiIBR pada sapi yang baru lahir mungkin disebabkan olehkekurangan antibodi maternal dan komplikasi dengan faktormanagemen (MECHOR et al. 1987) .

Bila gejala klinis pernapasan pada sapi bunting terusberlanjut, maka sudah dapat dipastikan ' sekitar 25% ternakbunting akan mengalami keguguran . Lamanya masa inkubasipada sapi bunting terjadi antara 3-6 minggu dan paling seringterjadi pada usia kebuntingan 5 dan 8 bulan (MUYLKENS et al.2007) .

b . Gangguan Reproduksi

Infectious pustular vulvovaginitis (IPV) merupakan infeksivagina dan vulva yang ditandai dengan ekor tidak kembali keposisi biasa . Kemudian timbul pustula (berdiameter 1-2 mm)yang menyebar melalui permukaan mukosa dan kadang-kadangdisertai oleh leleran mukopurulen . Pustula yang lama, pecahmeninggalkan bercak berwarna merah muda yang mengikislokasi infeksi . Pada IPV, leleran hidung tidak tampak jelas .Penyakit pada tahap akut terjadi antara 2-4 hari, dan lesi hilangdengan sendirinya setelah 10-14 hari dari saat terjadinyapenyakit. Jika infeksi sistemik terjadi pada sapi bunting, makaakan terjadi keguguran (MUYLKENS et al. 2007) .

6

Page 14: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

Pada ternak jantan, penyakit infectious pustularba/anopostitis (IPB) berkembang setelah masa inkubasi 1-3 hariyang ditandai dengan lesi pustula yang menyebar pada penis,timbulnya eksudat kecil dan demam . Infeksi pada pejantandapat menularkan IPB ke sapi lain walaupun tidak terdapatadanya lesi (MUYLKENS et al. 2007) . Hal inilah yang menjadialasan bahwa pejantan pada pusat inseminasi buatan harusmemiliki status seronegatif terhadap BHV-1 .

c. Gangguan syaraf (ensefalitis)Meskipun BHV-1 dapat menyebabkan gangguan pada

organ syaraf, ensefalitis jarang sekali terjadi pada sapi .Ensefalitis diperkirakan terjadi sebagai suatu proses lanjutanyang berhubungan dengan pernapasan akut atau pengaktifankembali virus laten dari ganglia trigeminal dan cenderungmendekati penyebarannya ke pusat otak . Gejala klinis syarafditandai dengan gerakan-gerakan tubuh yang tidakterkoordinasi, berputar-putar, otot gemetar, berbaring,kehilangan keseimbangan, kebutaan, selalu menjilat pangguldan akhirnya mati (KAHRS 1977) . Kasus sporadis BHV-1 yangberhubungan dengan ensefalitis sudah umum terjadi diAustralia dan Argentina . Galur BHV-1 yang menunjukkanneuropatogenik yang berpotensi mewakili varian antigenik dandikelompokkan sebagai BHV-5 . Gejala klinis lain yang berkaitandengan BHV-1 termasuk kekeruhan pada kornea mata,mastistis, enteritis, dan dermatitis (WYLER et al. 1989) .

Infeksi Laten

Sebagaimana umumnya Alpha herpesvirus, BHV-1 jugamenyebabkan infeksi laten (Van OIRSCHOTr et al. 1993) . Dalamtubuh hewan yang baru terinfeksi, virus BHV-1 sebagian akanmenyebar melalui sel syaraf tepi sampai di ganglia trigeminaldan lumbosakral, yang kemudian akan menetap dalam kondisi

7

Page 15: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

laten (ACKERMANN dan WYLER 1984) . Sebagian lagi akanmenyebar ke limfoglandula dan mukosa hidung. Tempat inijuga dinyatakan sebagai tempat virus laten (ENGELS dan

ACKERMANN 1996) .

Hewan yang terinfeksi secara laten akan bertindak sebagaipembawa virus (carrier) dan merupakan sumber penyebaranpenyakit (ROLA et al. 2003) . Virus laten akan tereaktivasi apabilahewan mendapat tekanan (stress), seperti pada saattransportasi, cuaca yang dingin, populasi ternak yang padat,pemberian obat corticosteroid, infeksi sekunder olehmikroorganisma yang patogen atau keadaan lainnya yangmencekam ternak . Virus yang telah terreaktivasi kemudiandisebarkan melalui akson, selanjutnya dibawa kembali ke syaraftepi dan kemudian menyebar ke tempat semula dimana pertamakali virus masuk (THIRY et al. 1987) . Pada saat virus terdedah(shedding) ini kondisi ternak tetap tidak menunjukkan gejalaklinis (BITSCH 1973) . Secara umum, BHV-.1 disekresikan dalamkonsentrasi yang jauh lebih tinggi pada saat fase awaldibandingkan fase akhir ketika terjadi shedding (BITSCH 1973 ;MUYLKENS et al. 2007) .

Virus BHV-1 disekresikan melalui sekreta hidung danmata, cairan plasenta ternak sapi yang keguguran serta semen(ROLA et al. 2005) . Tanggap kebal lokal yang ada terlampaulemah untuk mencegah virus sheeding secara menyeluruh,tergantung kepada waktu infeksi dan reaktivasi (SMITS et al.2000) sehingga virus dapat menular ke hewan peka lainnyayang berada dekat dengan hewan terinfeksi laten .

Peranan infeksi laten sangat penting terutama bagi sapipejantan bibit, karena sapi tersebut dapat mengeluarkan virusyang bereplikasi pada mukosa hidung, mata dan alat genital .Semen pada umumnya lebih sering terkontaminasi oleh virusyang berasal dari mukosa penis atau preputium pada saatejakulasi dibandingkan dengan virus yang diproduksi padatestis, epididimis atau glandula asesoris genital lainnya

8

Page 16: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

(SNOWDOWN, 1965) . Dengan menggunakan semen yang berasaldari sapi pejantan yang terinfeksi BHV-1 untuk inseminasibuatan, maka akan beresiko terjadinya penularan BHV-1 kepadasapi betina sebagai reseptor (PHILPOTr 1993) . Untukmengeliminasi masalah ini, maka harus menggunakan semenyang bebas BHV-1 .

PENANGANAN IBR DI BPTU SAPI POTONG PADANGMANGATAS

Dalam mewujudkan tercapainya kecukupan daging sapinasional, strategi meningkatkan populasi ternak sapi menjadisangat strategis. Berbagai upaya telah dilakukan, sepertidiantaranya adalah revitalisasi untuk mengoptimalkan peran danfungsi UPT-UPT perbibitan dan Inseminasi Buatan balk di tingkatpusat dan daerah .

Kawasan pembibitan pada prinsipnya harus bebaspenyakit menular tertentu, salah satunya adalah penyakitInfectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) . Penyakit ini merupakansalah satu penyakit yang dipersyaratkan harus bebas padapusat-pusat perbibitan, dan pusat-pusat produsen semenseperti B/BBIB maupun BIBD .

Salah satu yang menjadi kendala dalam mewujudkanprogram P2SDS adalah masalah kesehatan hewan, dalam hal iniadalah pengendalian penyakit IBR pada pusat-pusat perbibitanternak.

Teknologi diagnosis IBR sudah tersedia di Bbalitvet .Demikian pula halnya dengan teknologi vaksin IBR sudahdikuasai, sehingga pengendalian periyakit IBR ini dapat segeradiwujudkan . Selanjutnya virus penyebar penyakit IBR yang adadi Indonesia secara biologi molekuler mempunyai strain yangberbeda dengan yang ada di luar negeri .

9

Page 17: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

BPTU Sapi Potong Padang Mangatas mengalami kasusdimana sapi-sapi betina terkena IBR yang mengakibatkanabortus, dan jika lahir, anaknya tidak dapat berumur lama . Halini dilaporkan terjadi pada tahun 2005 - 2007 .

BPTU Padang Mangatas melakukan pengendalian penyakitIBR berdasarkan petunjuk tim khusus IBR dari DitjenPeternakan . Sapi-sapi positif yang terkena IBR diculling(pemotongan bersyarat dibawah pengawasan tim teknis Ditjen

w

Peternakan), sedangkan sapi yang negatif tetap dipelihara . Sapiyang dicul/ing pada periode tersebut berjumlah sekitar > 300ekor secara bertahap .

Permasalahan lain yang sifatnya non teknis juga dihadapidan merupakan porsi yang besar adalah menghadapi komunitasmasyarakat setempat dalam kasus pemanfaatan lahan yangdimiliki .

Dalam upaya untuk mengatasi penyakit IBR di Indonesiaperlu adanya pemahaman bersama tentang aturan importasiternak dengan kategori bibit atau komersial stock. Hal ini terkaitdengan aturan program vaksinasi pada ternak-ternak tersebut .Upaya-upaya penyelesaian kasus IBR di BPTU sapi potongPadang Mangatas ada yang operasional dan ada yang tidakdapat dilaksanakan . Hal-hal yang menjadi kendala sehinggatidak operasionalnya kebijakan tersebut agar segeradisampaikan ke Ditjen Peternakan cq . Direktorat KesehatanHewan.

UPT sebagai unit terdepan dalam mengendalikan penyakitIBR mengharapkan adanya beberapa rekomendasi dalamstrategi pengendalian penyakit IBR di Indonesia . Apabila belumdapat disampaikan dalam forum ini, diharapkan dapat dilakukandengan stakeholderlain yang terkait (Komisi Kesehatan Hewan) .

Tupoksi UPT Perbibitan adalah menghasilkan bibitberkualitas yang terjamin kesehatannya, namun ada beberapakendala tentang hal ini . Sampai saat ini sudah dibuat pedoman-

10

Page 18: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

pedoman dan petunjuk teknis tentang produksi dan distribusibibit ternak serta biosecurity bibit-bibit ternak .

Direktorat teknis yang Iangsung terkait dengan upayapengendalian penyakit IBR (Dit Keswan) berperan untukmengawal direktorat perbibitan dalam hal monitoring danpembinaan, sehingga dapat dilakukan sinkronisasi kegiatanantar UPT-UPT teknis untuk menjamin keberlangsunganpenghasil bibit ternak yang sehat. Upaya merevitalisasi UPTyang saat ini sedang berlangsung, masih memungkinkan untukdiakselerasi . Sementara itu sistem VBC yang selama ini sudahada konsepnya, walaupun implementasinya agak lambat masihperlu digalakkan. Hasil seleksi yang terbaik dari VBC dapatmasuk menjadi sumber bibit di UPT perbibitan .

Pada saat kejadian penyakit IBR, pemisahan sapi yangpositif IBR dan yang negatif di BPTU Padang Mangatas tidakdapat dilakukan karena kendala lahan yang terlalu luas dandesign kandang yang sudah ada tidak memungkinkan untukdilakukannya pemisahan hewan tersebut secara sempurna .

Kedepan, tim seleksi bibit impor perlu didampingi olehpetugas dari Ditjen Peternakan sehingga bibit yang masuk UPTperbibitan benar-benar bebas dari penyakit hewan menular .Perlu adanya frame yang betul-betul dapat dijadikan landasandalam mengendalikan penyakit IBR, hal ini terkait denganpersyaratan impor ternak . Ternak bibit asal impor yangdiperuntukkan bagi pusat pembibitan dan BIB mutlak harusbebas dari IBR tanpa vaksinasi . Dengan demikian Pengendalianpenyakit IBR dapat diprioritaskan semenjak dari hulu (sumberbibit/benih) . Pada pusat-pusat pembibitan ternak unggul danBalai/Balai Besar Inseminasi Buatan, seluruh ternak harus bebaspenyakit IBR tanpa vaksinasi .

Kolaborasi antara B/BPTU dengan B/BPPV dalampenanganan IBR di B/BPTU perlu ditingkatkan . Teknologi PCRdapat mendeteksi adanya virus serta dilanjutkan dengan

11

Page 19: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

sekuensing gen sehingga dapat membedakan sub tipe virus IBR,sebagaimana kasus di Jawa Timur dan Jawa Barat . Dengandemikian teknologi PCR dapat digunakan untuk menggantikanteknologi isolasi virus dalam penetapan statusinfeksi/keberadaan agen penyakit . Namun penggunaanteknologi PCR ini perlu disepakati/dibahas oleh Komisi AhliKesehatan Hewan .

Pengendalian IBR pada ternak rakyat perlu dibahas lebihlanjut di komisi Ahli Kesehatan Hewan . Hal ini mengingatprevalensi kejadian IBR pada sapi di Indonesia secara serologiscukup moderat sekitar 30%.

Berdasarkan dampak penyakit, beberapa sifat penyakityang penting serta situasi penyakit IBR di Indonesia, makasecara hipotetik strategi pengendalian penyakit IBR pada ternaksapi di Indonesia disarankan sebagai berikut: secara umumpengendalian penyakit dilakukan mulai dari hulu (sumberbibit/benih) yang kemudian sampai ke hilir, yaitu petenakanrakyat. Sementara itu perangkat pendukung, berupa teknikdiagnosis dan monitoring kekebalan penyakit sudah dikuasaidan tersedia di laboratorium veteriner . Perangkat pengendaliyaitu vaksin yang efektif, yang terbuat dari isolat lokal tersediadalam jumlah cukup . Selanjutnya tersedia perangkat lunakberupa peraturan/ kebijakan dan petunjuk operasionalpengendalian penyakit yang jelas, tegas, aplikatif di lapangan,serta para peternak telah menerima informasi yang cukuptentang penyakit IBR .

12

STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUSBOVINERHINOTRACHEITIS(IBR) PADA TERNAK SAPI

DI INDONESIA

t

Page 20: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

Prioritas pertama pengendalian penyakit IBR dilakukanpada pusat-pusat perbibitan dan inseminasi buatan (IB) . Seluruhternak yang ada di lokasi tersebut harus bebas dari penyakitIBR . Ternak tidak divaksinasi untuk memudahkan pemantauanbila ternak menjadi reaktor . Penerapan biosekuti peternakanmutlak dilaksanakan, melalui pengawasan yang ketat terhadapternak-ternak baru yang akan menjadi bibit serta darikemungkinan tertularnya ternak tersebut oleh ternak milikrakyat yang ada di sekitarnya . Tata letak lokasi fisik pusatperbibitan dan IB terpisah dan memiliki jarak yang cukup dariternak sekitar milik masyarakat . Secara berkala ternak-ternakbibit diperiksa terhadap penyakit IBR, dan bila diketahui ternakmengidap penyakit IBR maka ternak tersebut segeradikeluarkan dari pusat perbibitan atau IB .

Prioritas berikutnya adalah ternak milik masyarakat(peternakan rakyat) . Peternakan rakyat menerapkan IB yangsemennya berasal dari pusat-pusat IB yang bebas dari IBR . Jikamenggunakan pejantan unggul, maka pejantan unggul berasaldari pusat-pusat perbibitan yang bebas dari IBR . Semua ternaksapi selain pejantan unggul divaksinasi secara rutin 6 bulansekali menggunakan vaksin inaktif . Pejantan unggul tidakdivaksinasi dan dimonitor secara berkala terhadap kemungkinantertular oleh penyakit IBR . Bila pejantan unggul tertular IBRmaka pejantan unggul tadi tidak digunakan lagi sebagaipemacek .

Pengawasan lalulintas ternak bagi ternak yang akandigunakan untuk pengembangan ternak (bukan tujuanpenggemukan/ternak potong) harus dilakukan secara ketat .Ternak yang boleh dilalulintaskan untuk tujuan pengembanganadalah ternak yang telah divaksinasi secara rutin 6 bulan sekalidan memiliki informasi tingkat kekebalan yang cukup. Bilatingkat kekebalan tidak cukup maka ternak divaksinasi ulang .Produk teknologi berupa vaksin IBR inaktif terbuat dari isolatlokal harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan harganya

13

Page 21: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

terjangkau oleh masyarakat . Teknologi diagnosis penyakit danteknik serologi untuk memonitor tingkat kekebalan terhadappenyakit IBR telah dikuasai dan tersedia di laboratoriumveteriner di Indonesia .

Perangkat lunak berupa peraturan/kebijakan dan petunjukoperasional pengendalian yang jelas dan tegas, serta aplikatif dilapangan telah tersedia untuk mendukung programpengendalian penyakit, sehingga para peternak dapat menerimainformasi yang cukup tentang penyakit IBR melalui kegiatansosialisasi .

UPAYA TINDAK LANJUT

Berdasarkan uraian dan hasil diskusi tersebut di atas,maka untuk menjawab permasalahan dalam pengembanganpembibitan sapi potong yang bebas penyakit IBR, beberapatindak lanjut sebagai program aksi sangat diperlukan . Haltersebut di antaranya adalah :

1 . Untuk memudahkan pekerjaan pelaksana UPT di lapang,perlu dibuat bahan untuk penyuluhan dan sosialisasi tentangpenyakit IBR. Komisi Ahli Kesehatan Hewan perlu membuatpedoman dan juknis dalam pencegahan penyakit IBR untukkegiatan lalulintas ternak dan usaha pembibitan . Selanjutnyabahan-bahan ini disosialisasikan untuk meningkatkanpemahaman tentang ancaman penyakit IBR dalam usahapembibitan. Kemudian upaya ini perlu diiringi dengankegiatan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui tingkatpemahaman bahaya penyakit IBR bagi pelaku usaha,peternak dan pengawas bibit ternak . Selanjutnya perlu puladibuatkan Permentan yang lebih tepat dan operasionil dalammencegah dan mengendalikan penyakit IBR di Indonesia .

1 4

Page 22: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

2 . Peningkatan fasilitas kapasitas dan penambahan petugasmedik veteriner di tempat karantina pada pos karantinaantar pulau dan pusat pembibitan . Hal ini terutama dalamupaya agar sapi impor bibit dari luar negeri terbebas dariIBR tanpa vaksinasi dimana peran petugas karantina hewanmenjadi sangat penting dalam mengawasi kesehatan ternakyang diimpor khususnya ternak untuk bibit maupun untukBBIB/BIB .

3 . Pengendalian penyakit IBR diprioritaskan semenjak dari hulu(sumber bibit/benih) . Pada pusat-pusat pembibitan ternakunggul dan Balai/Balai Besar Inseminasi Buatan, seluruhternak harus bebas penyakit IBR tanpa vaksinasi . Sehinggadiperlukan kegiatan monitoring secara periodik terhadapternak baru bibit unggul untuk mencegah masuknyapenyakit IBR ke pusat pembibitan, Balai/Balai BesarInseminasi Buatan dan kawasan VBC .

4 . Perlu adanya frame yang betul-betul dapat dijadikanlandasan dalam mengendalikan penyakit IBR, hal ini terkaitdengan persyaratan impor ternak . Ternak bibit asal imporyang diperuntukkan bagi pusat pembibitan dan BIB mutlakharus bebas dari IBR tanpa vaksinasi .

5 . Perlu dilakukan peningkatan penguasaan teknik diagnosisdan monitoring kekebalan penyakit IBR . Sementara initeknologi PCR dapat mendeteksi adanya virus sertadilanjutkan dengan sekuensing gen sehingga dapatmembedakan sub tipe virus IBR . Dengan demikian teknologiPCR dapat digunakan untuk menggantikan teknologi ujiSerum Netralisasi (SN test) atau isolasi virus dalam halpenetapan status infeksi/keberadaan agen penyakit . Namunpenggunaan teknologi PCR ini perlu disepakati/ dibahas olehKomisi Ahli Kesehatan Hewan .

6. Agar UPT Perbibitan dan VBC terbebas dari penyakit IBRperlu dilakukan monitoring secara periodik dan penerapan

15

Page 23: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

biosekuriti yang ketat. Kolaborasi antara B/BPTU denganB/BPPV dalam penanganan IBR di B/BPTU perluditingkatkan . Pengendalian IBR pada ternak rakyat dimasyarakat perlu dilakukan melalui vaksinasi reguler . Hal inimengingat prevalensi kejadian IBR pada sapi di Indonesiasecara serologis cukup moderat sekitar 30% .

7 . Karena penyakit IBR bukan merupakan daftar (list) penyakitA dari OIE, perlu dilakukan peninjauan kembali "healthrequirement" untuk importasi hewan bibit dan kebijakantindak karantina hewan agar didapatkan kebijakan yangIebih kondusif dalam proses importasi hewan bibit dankarantina untuk mencegah masuknya penyakit IBR keIndonesia .

8 . Perlu dilakukan peninjauan dan penyempurnaan sistemperbibitan ternak terkait dengan penyakit IBR di UPTperbibitan dan VBC sehingga didapatkan pedoman sistemperbibitan ternak yang Iebih balk yang terkait dengan prosespencegahan penyakit IBR .

16

Page 24: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

MATRIKS RENCANA TINDAK STRATEGI PENGENDALIANPENYAKIT IBR DI INDONESIA

1 7

Rencana Tindak KeluaranSasaranWaktu

PenanggungJawab

I. PENINGKATAN PEMAHAMAN DALAM PENCEGAHANPENYAKIT IBR

1 . Pembuatanbahan untukpenyuluhan dansosialisasitentang penyakitIBR

Leaflet, brosur,poster, petunjukpraktis danbahanpenyuluhan

2010 Bbalitvet,BBVet/BPPV,Komisi AhliKeswan,Ditkeswan,FKH

2 . Pembuatanpedoman danjuknis dalampencegahanpenyakit IBRuntuk kegiatanlalulintas ternakdan usahapembibitan

Protokolkarantina yanglebih jelas danlengkap untukmencegahmasuknyapenyakit IBR

2010 Karantina,Ditkeswan,Komisi AhliKeswan,Bbalitvet,FKH

3 . Sosialisasi danpeningkatanpemahamantentang ancamanpenyakit IBRdalam usahapembibitan

Meningkatnyapemahamantentangancamanpenyakit IBRdalam usahapembibitan bagiseluruhpengembankepentingan

2010-2011 Ditkeswan,Karantina,BBVet/BPPV,Dinas, KomisiAhli Keswan,Bbalitvet,FKH, PDHI

Page 25: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

1 8

i

Rencana Tindak Keluaran SasaranWaktu

PenanggungJawab

I . PENINGKATAN PEMAHAMAN DALAM PENCEGAHANPENYAKIT IBR

4. Monitoring untukmengetahuitingkatpemahamanbahaya penyakitIBR bagi pelakuusaha, peternakdan wasbitnak

Informasitentang tingkatpemahamanancaman IBRdalam usahapembibitan dariseluruhpengembankepentingan

2011-2014 Ditkeswan,BBVet/BPPV,Dinas, KomisiAhli Keswan,Bbalitvet

5 . Evaluasi tentangpemahaman danpengetahuantentang IBR bagipelaksana,pengawas danPembina kegiatanpembibitan sapi

Rekomendasitentang tindaklanjut upayameningkatkanpehamanandalampencegahan danpengendalianpenyakit IBR

2011-2014 Ditkeswan,Komisi AhliKeswan,Bbalitvet,BBVet/BPPV,Karantina

II . UPAYA PENCEGAHAN PENYEBARAN PENYAKIT IBR DIINDONESIA

1 . Peningkatanfasilitas karantinapada poskarantina antarpulau dan pusatpembibitan

Meningkatnyafasilitaskarantina untukmencegahpenyebaranpenyakit IBR

2010-2011 Karantina,UPTPerbibitan

Page 26: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

19

Rencana Tindak Keluaran SasaranWaktu

PenanggungJawab

2. Peningkatankapasitas danpenambahanpetugas medikveteriner ditempat karantinadan pusatpembibitan

Meningkatnyakualitas dankuantitaspetugas medikveteriner di poskarantina danpusatpembibitan

2010-1012 Karantina,Ditkeswan,Bbalitvet,UPTPerbibitan

3. Monitoring secaraperiodik ternakbaru bibit ungguluntuk mencegahmasuknyapenyakit IBR kepusat pembibitandan kawasanVBC

Tercegahnyapusatpembibitanternak daripenyakit IBRdandiperolehnyainformasi dinibila adaancamanberkembangnyapenyakit IBR

2010-2014 UPTPerbibitan,Ditkeswan,Ditbitnak,Komisi AhliKeswan,Komisi BibitTernak

III . UPAYA PENGENDALIAN PENYAKIT IBR DI INDONESIA1 . Peningkatan

penguasaanteknik diagnosisdan monitoringkekebalanpenyakit IBR

Meningkatnyapenguasaanteknik dalammengendalikanpenyakit IBR

2010-2011 Bbalitvet,BBVet/BPPV,FKH,DitkeswanKomisi AhliKeswan

2 . Pembebasanpenyakit IBR diUPT Perbibitandan VBC melaluimonitoring secaraperiodik danpenerapanbiosekuriti yangketat

Bebasnya UPTPerbibitan danVBC daripenyakit IBR

2010-2012 BBVet/BPPV,Bbalitvet,UPTPerbibitan,DitjenNak

Page 27: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

Rencana Tindak

III. UPAYA PENGENDALIAN PENYAKIT IBR DI INDONESIA3. Pengendalian

ternak bibitunggul dimasyarakatmelalui vaksinasireguler

IV. DUKUNGAN KEB1 . Penyusunan

Permentan untukmencegah danmengendalikanpenyakit IBR diIndonesia

IJAKANPermentan yangIebih tepat danope-rasionildalam mencegahdanmengendalikanpenyakit IBR diIndonesia

2 . Peninjauankembali "healthrequirement"untuk importasihewan bibit dankebijakan tindakkarantina hewan .

3 . Peninjauan danpenyempurnaansistem perbibitanternak terkaitdengan penyakitIBR di UPTperbibitan danVBC

Keluaran

Meningkatnyadaya tahan sapibibit unggul dimasyarakat dariancamanpenyakit IBR

Kebijakan yangIebih kondusifdalam prosesimportasi hewanbibit dankarantina untukmencegahmasuknyapenyakit IBR keIndonesiaPedoman sistemperbibitan ternakyang Iebih baik,terkait prosespencegahanpenyakit IBR

SasaranWaktu

2010-2014

2010

2010

2010

PenanggungJawab

Ditkeswan,Dinas,BBVet/BPPV

Ditkeswan,Komisi AhliKeswan,Bbalitvet

Ditkeswan,Karantina,Komisi AhliKeswan

DitbitNak,Ditkeswan,Komisi Bibit,Komisi AhiiKeswa n

,10

Page 28: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

DAFTAR BACAAN

ACKERMANN M, AND R. WYLER . 1984. The DNA of an IPV strainof bovid herpesvirus 1 in sacral ganglia during latencyafter intravaginal infection . VetMicrobial9 :53-63 .

BABIUK, LA., MJ . LAWMAN, HB . OHMANN . 1988. Novel viralvaccines for livestock . Vet Immunol Immunopathol54 :355-363

BITSCH V . 1973 . Infectious bovine rhinotracheitis virus infectionin bull, with special reference to preputial infection . App/Microbi61 26:337-343

ENGELS, M .,

AND M. ACKERMANN . 1996 . Pathogenesis ofruminant herpesvirus infection . Vet Microbial53 :3-15

GIBBS, EPJ ., AND MM . RWEYEMAMU . 1977 . Bovine herpesvirus-1 .Vet Bul/ 47 :317-343

KAHRS, RF., ME . JOHNSON, GM . BENDER . 1977 . Studies on thedetection of inefctious bovine rhinotracheitis virus inbovine semen . Proc AmerAssoc Vet Lab Diag 20 :187-208

MECHOR, GD., CG . ROUSSEAUX, OM . RADOSTITS, LA . BABIUK . 1987.Protection of new born calves against fatal multisystemicinfectious bovine rhinotracheitis by feeding colostrum fromvaccinated cows . Can J Vet Res 51 :452-459

MILLER, JM ., CA . WHETSTONE, MI . VAN DER MAATEN . 1991 .Abortifacient property of bovine herpesvirus type 1 isolatethat represent three subtype determined by restrictionendonuclease analysis of viral DNA . Am J Vet Res 52 :458-378

MUYLKENS, B ., J . THIRY, P . KIRTEN, F . SCHYNTS, E . THIRY . 2007 .Bovine herpesvirus 1 infection and infectious bovinerhinotracheitis . Vet Res 38:181-209

21

Page 29: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

Pasturet P.P ., E . Thiry, B . Brochin and G . Derboven . 1982 .Bovine herpesvirus 1 infection in cattle : Pathogenesis,latency, consequences of latency . Anim . Rech . Vet .13 :221-235 .

PHILPOTT, M . 1993. he dangers of disease transmission byartificial insemnation and embryo transfer . Brit Vet J .149 :339-368

RADOSTITS, OM ., OC . GAY, DC . BLOOD, KW . HINCHLIFF . 2000.Veterinary Medicine: A textbook of the disea ;e of cattle,sheep, pigs, goats and horses, 9 th . W.B. SaundersCompany Ltd. Pp. 1173-1184

ROLLA, J ., MP . POLAK, JF. ZMUDZINSKI . 2003. Amplification of DNABHV-1 isolated from semen of naturally infected bulls . BullVet Inst Pulawy 47:71-75

ROLLA, J ., M . LARSKA, MP . POLAK . 2005 . Detection of bovineherpesvirus 1 from an outbreak of infectious bovinerhinotracheitis . Bull Vet Inst Pulawy 49 :267-271

SAEPULLOH, M ., RMA. ADJID, IWT. WIBAWAN, DARMINTO . 2008 .Pengembangan nested PCR untuk deteksi Bovineherpesvirus-1 (BHV-1) pada sediaan usap mukosa hidungdan semen asal sapi . JITV. 13(2) :155-164 .

Smits CB, Van Maanen C . Gpas R.D., de Gee A.L.W. Dijkstrab T.,Van Oirschot J .T., Rijsewijk F.A .M. 2000 . Comparison ofthree PCR methods for routinr detection of bovineherpesvirus 1 DNA in fresh bull semen . J . Viral Methods .85 :65-73 .

Snowdown W. A. 1965 . The IBR _IPV virus : reaction toenfection and intermitten recovery of virus fromexperimentally infected cattle. Aust. Vet. 141 :135-142 .

Thiry E. Saliki J . Bublot M and Pastorel PP. 1987. Reaction ofinfectious bovine rhinotracheitis virus by transport . Comp .Imunal. Microbiol . Ifect . Dis. 10 :59-63 .

22

Page 30: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

Van Oirschot J .T ., Straven P .J ., Van Liesshot J .A ., Quak J .Westernbrink F, Van Exsel A.C . 1993 . A subclinicalinfection of bulls with bovine herpesvirus type 1 at anartificial insemination centre . Vet. Rec. 132:32-35.

Wijler R., Engel M ., Schwyzer M . 1989 . Infectious bovinerhinotracheitis/vulvo vaginiyis . In : Herpesvirus Diseases ofCattle, Horse and Pigs . Ed . Witman G. Klumwen. AcademicPublications . Boston . USA. 1-72 .

Yates . W.D.G . 1982 . A review of infectious bovinerhinotracheitis, shipping fever, pneumonia and viral -bacterial synergism in respiratory disease of cattle. Can . J .Com. Med . 46 :225-263 .

23

Page 31: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

TIM ANALISIS KEBIJAKAN

1 . Prof. (R) Dr . Subandriyo, Balai Penelitian ternak, Ciawi -Bogor

2 . Prof. (R) Dr. Kusuma Diwyanto, Pusat Penelitian danPengembangan Peternakan, Bogor

3 . Prof . (R) Dr. I P . Kompyang, Balai Penelitian Ternak, Ciawi -Bogor

4. Prof . (R) Dr . Budi Haryanto, Balai Penelitian Ternak, Ciawi -Bogor

5. Dr . Ismeth Inounu, Pusat Penelitian dan PengembanganPeternakan, Bogor

6. Dr . Argono R . Setioko, Balai Penelitian Ternak, Ciawi - Bogor

7. Dr. Lies Parede, Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor

8 . Dr . Eny Martindah, Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor

9. Dr . Atien Priyanti, Pusat Penelitian dan PengembanganPeternakan, Bogor

10 . Ratna A. Saptati, Spt, MS ., Pusat Penelitian danPengembangan Peternakan, Bogor

24

TIM PERUMUS

1 . Dr. Ismeth Inounu, Pusat Penelitan dan PengembanganPeternakan, Bogor

2. Dr. R.M .A. Adjid, Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor

3 . Dr. Eny Martindah, Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor

4. Dr. Atien Priyanti, Pusat Penelitian dan PengembanganPeternakan, Bogor .

Page 32: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

LAM PIRAN

Page 33: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUSBOVINERHINOTRACHEITIS(IBR) PADA TERNAK SAPI

DI INDONESIA

RM Abdul Adjid dan Muharam SaepullohBalai Besar Penelitian VeterinerJ I . RE . Matadinata No. 30 Bogor

RINGKASAN

Dalam rangka pengembangan ternak sapi di Indonesia,penyakit hewan yang bersifat menular dan mengganggu sistemreproduksi ternak merupakan kendala yang harus segeradiatasi . Terganggunya sistem reproduksi ternak akibat infeksipenyakit menular sangat merugikan karena dapatmengakibatkan keguguran, penurunan fertilitas, bahkankemajiran ternak .

Salah satu diantara penyakit menular yang mengganggusistem reproduksi ternak sapi adalah infectious BovineRhinotracheitis (IBR). Penyakit IBR yang disebabkan oleh Bovineherpesvirus-1 (BHV-1) diketahui telah menyerang ternak sapi diIndonesia dengan sebaran penyakit cukup luas . Penyakit initelah menginfeksi ternak sapi di pusat-pusat perbibitan,inseminasi buatan (IB) ternak dan peternakan rakyat . PenyakitIBR yang bersifat infeksius ini dapat mengakibatkan kerugianekonomi yang tidak sedikit terutama karena mengganggu sistemreproduksi .

Strategi yang direkomendasikan untuk pengendalianpenyakit IBR, prioritas pertamanya dilakukan di pusat-pusatperbibitan dan IB ternak, kemudian pengendalian penyakit IBRpada ternak sapi di peternakan rakyat . Ternak-ternak di pusat-pusat perbibitan harus bebas dari penyakit IBR tanpa vaksinasi .

27

Page 34: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

Dukungan teknologi vaksin, teknik diagnosis danmonitoring tingkat kekebalan penyakit, serta peraturan/kebijakan dan petunjuk operasional pengendalian yang tersedia,diperlukan untuk pelaksanaan program pengendalian penyakit .Akhirnya peran peternak dalam pengendalian penyakit IBRdiperkuat dengan meningkatkan pemahaman yang cukup akanpenyakit melalui kegiatan sosialisasi .

28

Page 35: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

PENANGANAN IBR DI BPTU SAPI POTONG PADANGMANGATAS

Ir. Amrizal JufriDitjen Peternakan, Jakarta

RINGKASAN

BPTU Sapi Potong Padang Mangatas mencalami kasusdimana sapi-sapi betina terkena Infectious BovineRhinotracheitis (IBR) pada tahun 2005-2007 . Dampaknyaantara lain sapi menjadi sulit bunting, sering terjadi abortuspada kebuntingan 4-6 bulan, dan jika lahir, anaknya lemah,berat badan dibawah standar sehingga tidak dapat berumurpanjang .

BPTU Padang Mangatas melakukan pengendalian penyakitIBR berdasarkan petunjuk tim khusus IBR dari DitjenPeternakan . Sapi-sapi positif yang terkena IBR diculling(pemotongan bersyarat dibawah pengawasan tim teknis DitjenPeternakan), sedangkan sapi yang negatif tetap dipelihara . Sapiyang diculling pada periode tersebut berjumlah sekitar > 300ekor, sapi-sapi ini dipotong secara bertahap karenaketerbatasan kapasitas Rumah Potong Hewan setempat .

Permasalahan lain yang dihadapi dalam penyelamatansapi-sapi yang bebas IBR adalah tataletak kandang yangberdekatan . Disamping itu BPTU Padang Mangatas jugamenghadapi kendala non teknis dan merupakan porsi yangbesar adalah menghadapi komunitas masyarakat setempat yangmemanfaatkan tanah BPTU untuk menyabit rumput ataumenggembalakan ternak mereka .

29

Page 36: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

30

PENANGANAN IBR DI BPTU SAN PERAH BATURRADEN

Ir. Abubakar, SE, MMKepala BBPTU Sapi Perah Baturraden

RINGKASANDari hasil pemeriksaan laboratorium beberapa ekor sapi di

BBPTU Sapi Perah Baturraden dinyatakan positif IBR walaupunsapi-sapi tersebut tidak menunjukkan gejala klinis . Namundemikian sebagai salah satu balai pembibitan, BPPTU Sapi PerahBaturraden harus mengikuti prosedur yang berlaku untukpenanganan IBR tersebut .

Metode yang dilakukan oleh BPPTU Baturraden adalahdengan test and slaughter, dimana seluruh ternak diambilsampel darahnya untuk diperiksa serumnya oleh BBVet Wates .Metode ini menurut pakar dari Direktorat, Lingkup Ditjen BPPeternakan sudah merupakan prosedur penanganan yang benardan tidak disarankan perlakuan vaksinasi .

Ternak yang positif IBR segera diisolasi 1x24 jam dansegera dikeluarkan (dipotong bersyarat) di RPH yang ditetapkanoleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Banyumas .Selain itu BBPTU Baturraden juga menerapkan biosekuriti yangmeliputi : (i) Ring I: pengamanan ternak dan Iingkungan, (ii)Ring II : petugas kandang, petugas teknis dan peralatan, (iii)Ring III : staf, tamu dinas, dll .

Page 37: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT IBR PADATERNAK SAPI DI INDONESIA

Dr . Agus WiyonoDirektur Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan, Jakarta

RINGKASAN

Pemahaman bersama tentang aturan importasi ternakdengan kategori bibit atau komersial stock sangat diperlukan .Hal ini terkait dengan aturan program vaksinasi pada ternak-ternak tersebut. Upaya-upaya penyelesaian kasus InfectiousBovine Rhinotracheitis (IBR) di BPTU sapi potong PadangMangatas ada yang operasional dan ada yang tidak dapatdilaksanakan . Hal-hal yang menjadi kendala sehingga tidakoperasionalnya kebijakan tersebut agar segera disampaikan keDitjen Peternakan cq . Direktorat Kesehatan Hewan . Sampaisaat ini belum ada strategi yang tepat untuk pengendalianpenyakit IBR . Dengan demikian strategi pengendalian penyakitIBR di Indonesia sangat diperlukan berikut pedomanpelaksanaannya yang dapat diimplementasikan di pusat-pusatperbibitan seperti BPTU, BET, BBIB, BIB dan BIBD.

Permasalahan umum terkait pengendalian penyakit IBR diIndonesia antara lain (i) belum adanya anggaran pemerintahuntuk kegiatan pengendalian maupun pemberantasannya, balkpenyediaan vaksin maupun pembiayaan untuk kegiatan lainnya,(ii) walaupun secara penyebaran sangat cepat namun secaraklinis tidak menunjukkan gejala serta tingkat kematian sangatrendah, sehingga secara ekonomis kerugiannya tidak dirasakansecara langsung, (iii) persyaratan kesehatan terhadap importasiternak bibit maupun pengawasan pengangkutan yang kurangkuat, (iv) pemahaman biosekuriti yang masih kurang, serta (v)

31

Page 38: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

pemeriksaan secara rutin terhadap virus IBR belumdilaksanakan sesuai standar yang ditetapkan oleh OIE .

Hasil surveilans IBR yang dilaksanakan oleh BalitvetBogor menunjukkan bahwa kejadian IBR ditemukan antara laindi pusat-pusat pembibitan UPT Ditjen Peternakan seperti BETCipelang, BBPTU Baturraden, BPTU Padang Mangatas dan sapi-sapi yang di IB dengan semen beku ex Australia (7H3523) .

Dalam penanganan IBR di Indonesia diperlukan (i) adanyaketentuan yang jelas tentang pemeriksaan (surveillance) IBRuntuk calon pejantan, (ii) adanya ketentuan standar minimaltiter antibodi dalam pemeriksaan serologik IBR untukmenentukan kelayakan pejantan dapat dipertahankan, (iii)adanya kejelasan bahwa ternak-ternak yang dinyatakan positifdari hasil pemeriksaan serologis IBR perlu dilakukanpemeriksaan ulang setelah 6 bulan, (iv) perlu ada pernyataanbahwa pejantan yang mati dengan gejala klinis mengarah kepenyakit IBR mendapat perlakuan khusus sesuai ketentuan yangberlaku, (v) penunjukan laboratorium rujukan untukpemeriksaan penyakit hewan menular yang harus bebas dilingkungan UPT Ditjen Peternakan, (vi) ada kejelasanpersyaratan isolasi untuk pejantan positif penyakit hewanmenular, (vii) perlu kebijakan pengaturan importasi ternak yangIebih tegas serta (viii) perlu kejelasan kebijakan tentang"keluarkan hewan yang positif BHV-1 dan kelompok hewan yangpositif dapat dilakukan vaksinasi ".

32

Page 39: STRATEGI PENGENDALIAN PENYAKIT INFECTIOUS BOVINE ...sidolitkaji.litbang.pertanian.go.id/i/files/... · di plasenta ternak sapi yang keguguran serta pada semen sapi (Rola et al., 2005)

UPAYA PENANGANAN PENYAKIT IBR DI INDONESIA

Drh. ZulkarnaenDirektorat Perbibitan, Ditjen Peternakan, Jakarta

RINGKASAN

Tupoksi UPT Perbibitan adalah menghasilkan bibitberkualitas yang terjamin kesehatannya, namun ada beberapakendala tentang hal ini . Sudah dibuat pedoman-pedoman danpetunjuk teknis tentang produksi dan distribusi bibit ternak sertabiosecurity bibit-bibit ternak .

Direktorat teknis berperan untuk mengawal direktoratperbibitan dalam hal monitoring dan pembinaan, sehinggadiperlukan sinkronisasi kegiatan antar UPT-UPT teknis untukmnjul*\ kebe~la~gsu~ga~ pe~g~asti~ tt ;%& -teM k yng se~at .Revitalisasi UPT sedang berlangsung dan masih memungkinkanuntuk dilaksanakan. Sistem VBC yang selama ini sudah adakonsepnya, walaupun implementasinya agak lambat . Hasilseleksi yang terbaik dari VBC dapat masuk menjadi sumber bibitdi UPT perbibitan .

Pemisahan sapi yang positif Infectious BovineRhinotracheitis (IBR) dan negatif di BPTU Padang Mangatastidak dapat dilakukan karena kendala lahan yang terlalu luasdan design kandang yang sudah ada .

Kedepan dalam rangka memenuhi bibit unggul yangterjamin bebas penyakit menular di Indonesia maka tim seleksibibit importir perlu didampingi oleh petugas dari DitjenPeternakan .

33