standarisasi ekstrak rimpang kunyit curcuma domestica … · kemurnian (penetapan kadar abu total...
TRANSCRIPT
i
STANDARISASI EKSTRAK RIMPANG KUNYIT (Curcuma domestica Val.)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMemperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Diajukkan oleh :
Lina
NIM : 058114081
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
STANDARISASI EKSTRAK RIMPANG KUNYIT (Curcuma domestica Val.)
Yang diajukan oleh :
Lina
NIM : 058114081
Telah disetujui oleh :
iii
Pengesahan Skripsi Berjudul
STANDARISASI EKSTRAK RIMPANG KUNYIT (Curcuma domestica Val.)
Oleh : Lina
NIM : 058114081Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas FarmasiUniversitas Sanata Dharma
pada tanggal : 10 Januari 2009
Panitia Penguji :
1. Yohanes Dwiatmaka, M.Si.
2. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt.
3. Yustina Sri Hartini, M. Si, Apt.
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Berbahagialah orang yang mendapat hikmat, orang yang memperoleh
kepandaian karena keuntungannya melebihi keuntungan perak dan
hasilnya melebihi emas”
(Amsal 3 : 13 – 14)
Kupersembahkan untuk :
Mama dan papaku tercinta yang telah mendukungkuAndreas R. Tan Wijaya dan Theresa Oktavia, adik-adikku tersayang
dan seluruh keluargaku, nenek-kakek dan paman-pamanku sertaalmamaterku
v
vi
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Pengasih atas berkat dan kasih-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Standarisasi
Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) “.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana
farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Penulisan skripsi ini terwujud berkat bimbingan dan pengarahan serta
bantuan dari banyak pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan
banyak terima kasih kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
2. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan baik selama penelitian maupun
penyusunan skripsi.
3. Ibu Erna Tri Wulandari, M. Si, Apt selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan perhatian baik selama pengujian dan perbaikan
skripsi.
4. Ibu Yustina Sri Hartini, M. Si, Apt. selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan perhatian baik selama pengujian dan perbaikan
skripsi.
vii
5. Mas Wagiran selaku laboran laboratorium Farmakognosi Fitokimia II
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu kelancaran
penelitian.
6. Orang-orang terdekat yaitu keluarga terutama orang tua yang telah
memberikan dukungan moril dan materil yang sangat berarti bagi penulis.
7. Sahabatku yaitu Sekar, Anna, Tami, Nolen, dan Mba Iponk yang telah
memberi dukungan kepada penulis selama perkuliahan dan penyelesaian
skripsi ini.
8. Teman-temanku yaitu Bustan, Yesi, Ika, Siska, Dewi, dan Wisely yang
telah membantu dan bekerja sama dalam penelitian dan penyelesaian
skripsi ini.
9. Teman-teman kelas A FKK 2005 khususnya kelompok B dan semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahawa masih banyak kekurangan dalam penelitian dan
penyusunan skripsi ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari berbagai pihak. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi dan
bagi masyarakat.
Yogyakarta, 2 Januari 2009
viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan bahwa sesungguhnya skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yoyakarta, 2 Januari 2009
ix
INTISARI
Rimpang tanaman kunyit (Curcuma domestica Val.) telah digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat sebagai obat tradisional. Salah satu bahan aktif dalam rimpang kunyit adalah kurkuminoid. Rimpang kunyit merupakan salah satu bahan penyusun “Jamu Kunyit Asam” sehingga perlu dilakukan suatu standarisasi ekstrak rimpang kunyit untuk memenuhi persyaratan sebagai produk kefarmasian yaitu aman, mutu, dan manfaat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil identifikasi dan pengukuran beberapa parameter standar ekstrak rimpang kunyit yang diteliti dan untuk mengetahui kesesuaian hasil identifikasi dan pengukuran beberapa parameter standar ekstrak rimpang kunyit yang diteliti dengan persyaratan yang tercantum dalam Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia.
Penelitian ini termasuk penelitian noneksperimental. Bahan yang diteliti berupa ekstrak rimpang kunyit. Langkah penelitian meliputi identifikasi (pemerian dan pemeriksaan senyawa identitas kurkuminoid secara KLT), uji kemurnian (penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam), penetapan kadar kurkuminoid, kadar minyak atsiri dan kadar air dari ekstrak rimpang kunyit.
Hasil pemeriksaan organoleptik ekstrak rimpang kunyit telah sesuai dengan Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Pemeriksaan identifikasi kandungan kimia menunjukkan ekstrak rimpang kunyit mengandung kurkuminoid. Pada uji kemurnian diperoleh hasil kadar abu 0,32 %, kadar abu tidak larut asam 0,058 %. Ekstrak rimpang kunyit memiliki kadar minyak atsiri (0,10 0,0058) %, kadar air (26,35 1,4357) % dan kadar kurkuminoid (10,72 0,2207) %. Hasil organoleptis, dan uji kemurnian telah memenuhi persyaratan tetapi kadar minyak atsiri, kadar air, dan kadar kurkuminoid belum memenuhi persyaratan yang tercantum dalam Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia.
Kata kunci (keywords) : standarisasi, ekstrak rimpang kunyit, kurkuminoid
x
ABSTRACT
Turmeric rhizome (Curcuma domestica Val.) has been used by people as traditional medicine for generations. One of the active substances in turmeric rhizome is curcuminoid. Turmeric rhizome is one of the materials in making “Sour Turmeric Tonic”, so the standardization of the turmeric rhizome extract is necessary to fulfill the requirement as the product of pharmacy that is save, qualify and useful.
This research aims to find out the results of the identification and measuring several standard parameter of turmeric rhizome extract and to find out the compatibility between the results from the identification and measuring of several standard parameter of turmeric rhizome extract with the requirement of the extract on the Indonesian Herbs Medicine Extract Monographic.
This was a non experimental research. The material analyzed was the extract of turmeric rhizome. The research step included the identification (the assessment and the check of curcuminoid identity compound by Thin Layer Chromatography), the purity test (the determination of total ashes degree and acid dissoluble ashes degree), the determination of curcuminoid degree, volatile oil degree and water degree from the turmeric rhizome extract.
The result of turmeric rhizome extract organoleptic assessment was compatible with the Indonesian Herbs Medicine Extract Monographic. The identification of chemical content showed that turmeric rhizome extract contained curcuminoid. The purity test showed that the ashes degree was 0.32% and the acid dissoluble ashes degree was 0.058%. Turmeric rhizome extract had volatile oil degree (0,10 0,0058) %, water degree (26,35 1,4357) % and curcuminoid degree (10,72 0,2207) %. The result of organoleptic and purity test had fulfilled the requirement but astiri oil degree, water degree, and curcuminoid degree had not fulfilled the requirement stamped on the Indonesian Herbs Medicine Extract Monographic yet.
Key words : standardization, turmeric rhizome extract, curcuminoid
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS................................ v
PRAKATA.............................................................................................. vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................. viii
INTISARI................................................................................................ ix
ABSTRACT.............................................................................................. x
DAFTAR ISI........................................................................................... xi
DAFTAR TABEL................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... xviii
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
1. Rumusan masalah............................................................... 2
2. Keaslian Penelitian ............................................................ 3
3. Manfaat Penelitian ............................................................ 3
B. Tujuan Penelitian .................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 4
A. Tanaman Kunyit ...................................................................... 4
1. Keterangan Botani ............................................................. 4
2. Pemerian tanaman ............................................................. 4
3. Ekologi dan penyebaran .................................................... 5
4. Persyaratan tumbuh............................................................ 5
5. Panen dan pasca panen....................................................... 5
6. Kandungan kimia .............................................................. 8
7. Khasiat dan kegunaan ....................................................... 9
xii
B. Kurkuminoid ........................................................................... 9
C. Persyaratan Ekstrak Kental Rimpang Kunyit ......................... 11
D. Ekstraksi .................................................................................. 12
E. Ekstrak...................................................................................... 13
1. Ekstrak encer...................................................................... 13
2. Ekstrak kental (extractum spissum) ................................... 13
3. Ekstrak kering (extactum siccum)...................................... 13
4. Ekstrak cair (extractum fluidum) ....................................... 14
F. Identifikasi Kandungan Kimia ................................................ 14
1. Uji tabung .......................................................................... 14
2. Kromatografi lapis tipis ..................................................... 14
G. Spektrofotometri ..................................................................... 16
H. Keterangan Empiris ................................................................. 19
BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................ 20
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................. 20
B. Definisi Operasional ................................................................ 20
C. Bahan dan Alat Penelitian ....................................................... 22
1. Bahan Penelitian ................................................................ 22
2. Alat penelitian ................................................................... 23
D. Tatacara Penelitian .................................................................. 23
1. Pengentalan ekstrak rimpang kunyit .................................. 23
2. Identifikasi ekstrak rimpang kunyit .................................. 23
3. Uji kemurnian ekstrak rimpang kunyit ............................. 24
4. Penetapan kadar minyak atsiri ........................................... 24
5. Penetapan kadar air ........................................................... 25
6. Penetapan kadar kurkuminoid ........................................... 25
E. Tatacara Analisis Hasil ........................................................... 28
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 29
A. Pengentalan Ekstrak Rimpang Kunyit ..................................... 29
B. Identifikasi Ekstrak Rimpang Kunyit ...................................... 30
C. Uji Kemurnian Ekstrak Rimpang Kunyit ................................ 35
xiii
1. Penetapan kadar abu .......................................................... 35
2. Penetapan kadar abu tidak larut asam ............................... 36
D. Penetapan Kadar Minyak Atsiri ............................................... 37
E. Penetapan Kadar Air ............................................................... 38
F. Penetapan Kadar Kurkuminoid ............................................... 40
1. Penetapan Operating Time (OT)........................................ 40
2. Penetapan panjang gelombang maksimum (λ max)........... 41
3. Pembuatan kurva baku ....................................................... 43
4. Validasi metode.................................................................. 44
5. Penetapan kadar kurkuminoid dalam sampel..................... 46
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................. 49
A. Kesimpulan ............................................................................... 49
B. Saran.......................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 50
LAMPIRAN............................................................................................ 53
BIOGRAFI PENULIS ........................................................................... 70
xiv
DAFTAR TABEL
HalamanTabel I. Perbandingan organoleptis ekstrak kental
rimpang kunyit dengan Monografi Ekstrak
Tumbuhan Obat Indonesia............................................ 30
Tabel II. Data penetapan kadar abu........................................... . 36
Tabel III. Data penetapan kadar abu tidak larut asam.................. . 37
Tabel IV. Data penetapan kadar minyak atsiri.............................. . 38
Tabel V. Data penetapan kadar air............................................. . 40
Tabel VI. Data pengukuran absorbansi kurva baku.................... . 43
Tabel VII. Data perhitungan recovery ........................................... . 44
Tabel VIII. Data perhitungan kesalahan sistemik ……………….... 45
Tabel IX. Data perhitungan kesalahan acak (cv) ………………. . 46
Tabel X. Data penetapan kadar kurkuminoid............................. . 48
Tabel XI. Penimbangan berat abu ................................................. 53
Tabel XII. Penimbangan berat abu tidak larut asam ...................... 54
Tabel XIII. Penimbangan bobot ekstrak dan volume minyak atsiri 55
Tabel XIV. Penimbangan bobot konstan ekstrak setelah
dikeringkan…………………………………………… 56
Tabel XV. Pengukuran Operating Time ........................................ 57
Tabel XVI. Penentuan panjang gelombang maksimum .................. 57
Tabel XVII. Validasi metode ........................................................... 58
xv
Tabel XVIII. Data uji KLT kurkuminoid ekstrak kental rimpang
kunyit dengan fase diam silika gel GF 254 dan fase
gerak kloroform : etanol : asam asetat (80:19,5:0,5)
yang diamati secara visible, UV 254, UV 365, dan
disemprot pereaksi asam borat-metanol ……………… 63
Tabel XIX. Data uji KLT kurkuminoid ekstrak kental rimpang
kunyit dengan fase diam silika gel GF 254 dan fase
gerak kloroform : etanol : asam asetat (95:4:1)
yang diamati secara visible, UV 254, UV 365, dan
disemprot pereaksi asam borat-metanol ……………… 66
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1. Struktur kimia kurkumin, desmetoksikurkumin,
bisdesmetoksikurkumin ................................................. 9
Gambar 2. Degradasi kurkumin pada pH netral atau basa................ 11
Gambar 3. Foto kromatogram KLT kurkuminoid ekstrak kental
rimpang kunyit dengan fase diam silika gel GF 254
dan fase gerak kloroform : etanol : asam asetat
(80:19,5:0,5).................................................................. 32
Gambar 4. Foto kromatogram KLT kurkuminoid ekstrak kental
rimpang kunyit dengan fase diam silika gel GF 254
dan fase gerak kloroform : etanol : asam asetat
(95 : 4 : 1)........................................................................ 33
Gambar 5. Grafik penetapan operating time kurkuminoid .............. 40
Gambar 6. Grafik penetapan panjang gelombang maksimum
kurkuminoid .................................................................... 42
Gambar 7. Kurva baku kurkuminoid ............................................... 43
Gambar 8. Reaksi antara kurkumin, asam borat, dan asam oksalat
membentuk senyawa Rubrocurcumin............................. 47
Gambar 9. Foto ekstrak kental rimpang kunyit ................................ 68
Gambar 10. Foto abu ekstrak kental rimpang kunyit.......................... 68
Gambar 11. Foto abu tidak larut asam ekstrak kental
rimpang kunyit ............................................................... 69
xvii
Gambar 12. Foto destilasi Stahl .......................................................... 69
Gambar 13. Foto ekstrak kering dan minyak atsiri ............................. 69
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data Pengentalan Ekstrak Rimpang Kunyit ................... 53
Lampiran 2. Data Penimbangan dan Perhitungan Kadar Abu ............ 53
Lampiran 3. Data Penimbangan dan Perhitungan Kadar Abu
Tidak Larut Asam .......................................................... 54
Lampiran 4. Data Kadar Minyak Atsiri .............................................. 55
Lampiran 5. Data Perhitungan Kadar Air secara Gravimetri.............. 56
Lampiran 6. Penentuan Operating Time (OT) .................................... 57
Lampiran 7. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum pada
Konsentrasi 0,032; 0,128; 0,512 mg % b/v .................... 57
Lampiran 8. Data Validasi Metode dan Perhitungan Recovery,
Kesalahan acak, dan Kesalahan Sistemik ....................... 58
Lampiran 9. Perhitungan Orientasi Penimbangan Sampel ................. 61
Lampiran 10. Perhitungan Kadar Kurkuminoid dalam Sampel ........... 61
Lampiran 11. Data pemeriksaan kandungan kimia kurkuminoid secara
KLT................................................................................. 63
Lampiran 12. Foto-foto ........................................................................ 68
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat tradisional banyak digunakan di masyarakat secara turun-temurun
sehingga diyakini khasiat dan keamanannya. Salah satu tanaman yang dapat
digunakan sebagai obat tradisional adalah kunyit. Pada umumnya bagian tanaman
kunyit yang digunakan adalah bagian rimpang. Rimpang kunyit berkhasiat untuk
obat sakit perut, memperbaiki pencernaan dan merangsang gerakan usus serta
menyembuhkan perut kembung (karminativa), anti diare, obat peluruh empedu
(kolagoga), dan penenang (sedativa) (Rukmana, 1999).
Kandungan kimia yang terdapat dalam rimpang kunyit meliputi minyak
atsiri; kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, desmetoksikurkumin, dan
bidesmetoksikurkumin; zingiberen (Duke, 2008). Kurkuminoid sebagai salah satu
zat aktif dalam ekstrak rimpang kunyit yang bertanggung jawab atas timbulnya
respon biologi sehingga keberadaan dan kandungannya mempengaruhi tingkat
mutu dan khasiat ekstrak rimpang kunyit.
Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat
masyarakat cenderung lebih memilih mengkonsumsi obat tradisional yang lebih
instan. Banyak obat tradisional instan yang beredar di pasaran, salah satunya
adalah ”Jamu Kunyit Asam” dimana salah satu bahan yang terkandung dalam
jamu tersebut adalah ekstrak rimpang kunyit. Proses ekstraksi digunakan untuk
menarik kandungan kimia yang memiliki aktivitas biologi yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan lain yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.
2
Obat tradisional yang digunakan dalam upaya pelayanan kesehatan harus
memenuhi persyaratan yaitu bermutu, aman, dan bermanfaat. Oleh karena itu
untuk memenuhi ketiga persyaratan tersebut maka diperlukan suatu standarisasi
ekstrak rimpang kunyit sebagai salah satu bahan penyusun “Jamu Kunyit Asam”,
dimana dilakukan identifikasi dan pengukuran beberapa parameter standar ekstrak
rimpang kunyit dan membandingkan hasil idenifikasi dan pengukuran tersebut
dengan persyaratan yang tercantum dalam Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat
Indonesia. Standarisasi ekstrak rimpang kunyit perlu dilakukan untuk setiap
produksi ekstrak karena kualitas dan kuantitas kandungan kimia ekstrak rimpang
kunyit dipengaruhi oleh lingkungan tempat tumbuh, umur, cara panen dan pasca
panen, serta cara ekstraksi rimpang kunyit.
Beberapa parameter standar ekstrak yang diukur antara lain identifikasi
ekstrak rimpang kunyit yang meliputi pemerian dan pemeriksaan kandungan
kurkuminoid secara KLT, uji kemurnian yang terdiri dari penetapan kadar abu dan
kadar abu tidak larut asam, penetapan kadar minyak atsiri dimana minyak atsiri
juga merupakan zat yang memberikan respon biologi selain kurkuminoid,
penetapan kadar air dimana air dapat menyebabkan ketidakstabilan ekstrak
rimpang kunyit selama penyimpanan, dan penetapan kadar kurkuminoid.
1. Rumusan Masalah
a. Bagaimana hasil identifikasi dan pengukuran beberapa parameter standar
ekstrak rimpang kunyit yang diteliti ?
3
b. Bagaimana kesesuaian hasil identifikasi dan pengukuran beberapa
parameter standar ekstrak rimpang kunyit yang diteliti dengan persyaratan
yang tercantum dalam Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia ?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh yang diketahui penulis, penelitian mengenai Standarisasi Ekstrak
Rimpang Kunyit penyusun “Jamu Kunyit Asam” belum pernah dilakukan.
3. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
a. Manfaat teoritis
Memberikan sumbangan ilmiah dan menambah khasanah ilmu
pengetahuan di bidang kesehatan khususnya pemanfaatan ekstrak rimpang
kunyit sebagai obat tradisional.
b. Manfaat praktis
Memberikan pengetahuan mengenai identifikasi dan pengukuran beberapa
parameter standar ekstrak rimpang kunyit yang diperoleh dari PT SM.
B. TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui hasil identifikasi dan pengukuran beberapa parameter
standar ekstrak rimpang kunyit yang diteliti.
2. Untuk mengetahui kesesuaian hasil identifikas dan pengukuran beberapa
parameter standar ekstrak rimpang kunyit yang diteliti dengan persyaratan
yang tercantum dalam Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Kunyit
1. Keterangan botani
Tanaman kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan herba yang
termasuk dalam familia Zingiberaceae. Kunyit dikenal dengan beberapa nama :
a. Nama Indonesia : kunyit (Rukmana, 1994).
b. Nama Inggris : turmeric (Duke, 2008)
c. Nama daerah
1) Sumatera : kakunye, kunye, kinung, odil, ondil
2) Jawa Tengah : kunyit, konye, kunir, temukuning
3) Kalimantan : jange henda, cahang, dio, kalesiau
4) Nusa Tenggara : kunyit, wingoro, kawunyi, kuneh, gumi, kunir
5) Sulawesi : uinida, alawaha, pagidon, uni, kunyi
6) Maluku : kurlai, lulu malai, ulin, tum, kunine, gogohiki
7) Irian : rame, kankeiyo, nikwai, mingguwai, yaw
8) Sunda : koneng, temukoneng (Anonim, 1985).
2. Pemerian tanaman
Tanaman kunyit berupa herba yang tingginya dapat mencapai 1 meter.
Tanaman ini tidak mempunyai bulu, tetapi mempunyai warna hijau. Bunganya
pucat dan pada pangkalnya berwarna kuning. Daun pelindungnya berwarna putih,
sedangkan daging rimpangnya berwarna kuning tua. Banyak tumbuh di kebun
ataupun di hutan jati, termasuk suku Zingiberaceae (Tampubolon, 1995).
5
3. Ekologi dan penyebaran
Kunyit tumbuh dan ditanam di Asia selatan, Cina selatan, Taiwan,
Indonesia, dan Filipina. Tumbuh dengan baik di tanah yang baik tata
pengairannya, curah hujan yang cukup banyak 2.000 mm sampai 4.000 mm tiap
tahun dan di tempat yang sedikit kenaungan, tetapi untuk menghasilkan rimpang
yang baik dan besar menghendaki tempat yang terbuka. Tanah yang ringan seperti
tanah yang lempung berpasir, baik untuk pertumbuhan rimpang (Anonim, 1977).
4. Persyaratan tumbuh
Penanaman tanaman kunyit di dataran rendah dan tempat terbuka akan
mendapatkan produksi rimpang kunyit yang tinggi. Sedangkan di dataran tinggi,
produksi rimpang sedikit berkurang dan pertumbuhan tanaman lambat, tetapi
kadar pati dan minyak atsirinya tinggi (Rukmana, 1994).
Jenis tanah yang paling baik untuk pertumbuhan tanaman kunyit adalah
pada tanah liat berpasir (lempung berpasir) yang gembur, subur, dan berpengairan
baik dan ditambahkan pupuk organik (Rukmana, 1994).
5. Panen dan pasca panen
Tanaman kunyit dapat dipanen pada umur 8 – 12 bulan setelah tanam.
Hasil penelitian di Balittro membuktikan bahwa pada saat panen yang paling tepat
untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas hasil rimpang yang tinggi adalah pada
kisaran umur 7 – 9 bulan setelah tanam. Ciri-ciri umum tanaman kunyit yang
sudah saatnya dipanen adalah menguningnya daun, daun-daun berguguran, diikuti
menguningnya batang seolah-olah tanaman akan mati (Rukmana, 1994).
6
Proses pemanenan, pasca panen, dan preparasi simplisia dan ekstrak
merupakan proses yang dapat menentukan mutu simplisia dalam berbagai artian,
yaitu komposisi zat kandungan, kontaminasi, dan stabilitas bahan (Komarawinata,
2008).
Pasca panen merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap tanaman
budidaya atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk
membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik
serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya. Selama proses pasca panen
sangat penting diperhatikan kebersihan alat dan bahan yang digunakan dan juga
bagi pelaksananya perlu memperhatikan perlengkapan seperti masker dan sarung
tangan. Tujuan dari pasca panen ini untuk menghasilkan simplisia tanaman obat
yang bermutu, efek terapinya tinggi sehingga memiliki nilai jual yang tinggi.
Secara umum faktor-faktor dalam penanganan pasca panen yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Penyortiran
Penyortiran segar dilakukan setelah selesai panen dengan tujuan untuk
memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua dengan
yang muda atau bahan yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil (Anonim,
2008).
b. Pencucian
Pencucian bertujuan menghilangkan kotoran-kotoran dan mengurangi
mikroba-mikroba yang melekat pada bahan. Pencucian harus segera dilakukan
setelah panen karena dapat mempengaruhi mutu bahan. Perlu diperhatikan bahwa
7
pencucian harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk
menghindari larut dan terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan (Anonim,
2008). Pencucian rimpang kunyit dengan air yang mengandung kapur dapat
menyebabkan perubahan pH yang berakibat mengaktifkan enzim tertentu dan
merubah zat kurkumin yang ada menjadi asam ferulat (Komarawinata, 2008).
c. Perajangan
Perajangan pada bahan dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya
seperti pengeringan, pengemasan, penyulingan minyak atsiri dan
penyimpanan. Perajangan terlalu tipis dapat mengurangi zat aktif yang
terkandung dalam bahan. Sedangkan jika terlalu tebal, maka pengurangan kadar
air dalam bahan agak sulit dan memerlukan waktu yang lama dalam penjemuran
dan kemungkinan besar bahan mudah ditumbuhi oleh jamur (Anonim, 2008).
d. Pengeringan
Pengeringan pada suhu terlalu tinggi dapat merusak komponen aktif,
sehingga mutunya dapat menurun. Untuk irisan rimpang kunyit yang dikeringkan
dengan sinar matahari langsung, sebelum dikeringkan terlebih dulu irisan rimpang
direndam dalam larutan asam sitrat 3% selama 3 jam. Selesai perendaman irisan
dicuci kembali sampai bersih, ditiriskan kemudian dijemur dipanas matahari.
Tujuan dari perendaman adalah untuk mencegah terjadinya degradasi
kurkuminoid pada simplisia pada saat penjemuran juga mencegah penguapan
minyak atsiri yang berlebihan (Anonim, 2008).
8
e. Pengemasan
Persyaratan jenis kemasan yaitu dapat menjamin mutu produk yang
dikemas, mudah dipakai, tidak mempersulit penanganan, dapat melindungi isi
pada waktu pengangkutan, tidak beracun dan tidak bereaksi dengan isi dan kalau
boleh mempunyai bentuk dan rupa yang menarik (Anonim, 2008).
f. Penyimpanan
Ruang tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup kering dan
berventilasi. Ventilasi harus cukup baik karena hama menyukai udara yang
lembab dan panas. Gudang harus terpisah dari tempat penyimpanan bahan lainnya
ataupun penyimpanan alat dan dipelihara dengan baik. Suhu gudang tidak
melebihi 30 0C. Kelembaban udara sebaiknya diusahakan serendah mungkin (650
C) untuk mencegah terjadinya penyerapan air. Kelembaban udara yang tinggi
dapat memacu pertumbuhan mikroorganisme. Masuknya sinar matahari langsung
menyinari simplisia harus dicegah. Mencegah masuknya hewan, baik serangga
maupun tikus (Anonim, 2008).
6. Kandungan kimia
Rimpang kunyit mengandung zat warna curcuminoid suatu senyawa
diarylheptanoide 3–4 % terdiri dari curcumin, dihydrocurcumin
desmethoxycurcumin, dan bidesmethoxy-curcumin. Minyak atsiri 2 – 5 % terdiri
dari seskuiterpen dan turunan phenylpropane yang meliputi turmeron, ar-
turmeron, á- dan â-turmeron, curlon, curcumol, atlanton, turmerol, â-bisabolen,
â-sesquiterphellandren, zingiberen, ar-curcumene, humulen. Selain itu rimpang
kunyit juga mengandung arabinosa, fruktosa, glukosa, pati, tanin, dan damar, serta
9
mineral, yaitu Mg, Mn, Fe, Cu, Ca, Na, K, Pb, Za, Co, Al, dan Bi (Sudarsono,
1996).
7. Khasiat dan kegunaan
Minyak atsiri dari rimpang kunyit berkhasiat untuk mencegah keluarnya
asam lambung yang berlebihan dan mengurangi peristaltik usus yang terlalu kuat
(Tampubolon, 1981). Rimpang kunyit juga berkhasiat untuk mengobati sakit
perut, diare, asma, sakit kepala, sakit keputihan, haid tidak lancar, dan sebagai
ekspektoran (Duke, 2008).
B. Kurkuminoid
Kunyit memiliki senyawa yang berkhasiat obat yang disebut kurkuminoid.
Kurkuminoid terdiri atas kurkumin sebanyak 50 – 60 %, desmetoksikurkumin,
dan bidesmetoksikurkumin (Stancovic, 2004). Kurkumin merupakan komponen
terbesar dari kurkuminoid sehingga sering kadar total kurkuminoid dihitung
sebagai % kurkumin. Karena alasan tersebut beberapa penelitian baik fitokimia
maupun farmakologi lebih ditekankan pada kurkumin (Sumiati, 2006).
Gambar 1. Struktur kimia kurkumin(1), desmetoksikurkumin(2),
bidesmetoksikurkumin (3) (Stancovic, 2004).
10
Kurkumin merupakan senyawa kandungan utama tanaman kunyit yang
banyak tumbuh di Indonesia dan digunakan sebagai kosmetika, pewarna makanan,
bumbu, dan pengobatan tradisional (Oetari, 1995). Kurkumin terdapat juga dalam
tanaman temulawak (C. xanthorrhiza Roxb.) dan pada tanaman temugiring (C.
heyneana Val.). Kurkumin murni sangat sulit diperoleh langsung dari rimpang
kunyit karena seringkali tercampur dengan dua turunannya yaitu
desmetoksikurkumin dan bidesmetoksikurkumin (Donatus, 1994).
Kurkumin merupakan pigmen yang larut dalam larutan yang bersifat
lipofil, seperti etanol dan metanol, serta larut dalam asam asetat glasial, tetapi
praktis tidak larut dalam air dan eter (Windholz, 1981). Aseton juga dapat
digunakan sebagai pelarut dalam proses pabrikasi. Kurkumin stabil dalam suasana
asam, tetapi tidak stabil dalam suasana basa dan kondisi terang (Stancovic, 2004).
Dalam suasana pH netral atau basa, kurkumin dapat terdegradasi menjadi asam
firulat (asam 4-hidroksi-3-metoksinamit) dan furolilmetan (4-hidroksi-3-
metoksinamoil-metana). Pada range pH 1 – 7, larutan berwarna kuning sedangkan
pada pH > 7,5 terjadi perubahan warna menjadi warna merah (Stancovic, 2004).
Gambar 2 menunjukkan jika furolilmetan terhidrolisis maka akan membentuk
vanilin dan aseton (Wang et.al., 1997).
11
Gambar 2. Degradasi kurkumin pada pH netral atau basa (Stancovic, 2004).
C. Persyaratan Ekstrak Kental Rimpang Kunyit
Berdasarkan Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia (Anonim,
2004), ekstrak kental rimpang kunyit adalah ekstrak yang dibuat dari rimpang
tumbuhan Curcuma domestica Val., suku Zingeberaceae, mengandung minyak
atsiri tidak kurang dari 3,2 % dan kurkuminoid tidak kurang dari 33,9 %.
a. Pemerian
1. Bentuk : kental
2. Warna : kuning
3. Bau : khas
4. Rasa : agak pahit
b. Identitas
Rimpang kunyit memiliki kandungan kimia berupa : kurkumin,
desmetoksikurkumin, bidesmetoksikurkumin, minyak atsiri dan, oleoresin.
12
Senyawa identitas dari rimpang kunyit adalah kurkumin, desmetoksikurkumin,
dan bidesmetoksikurkumin
c. Kadar air : tidak lebih dari 4 %
d. Kadar abu total : tidak lebih dari 0,4 %
e. Kadar abu tidak larut asam : tidak lebih dari 0,08 % (Anonim, 2004).
D. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang terlarut supaya
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut dalam cairan penyari. Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh
dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku
yang telah ditetapkan (Anonim,2000).
Cairan penyari dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang
optimal untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau aktif, dengan demikian
senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan
lainnya. Ekstrak yang diperoleh hanya mengandung sebagian besar senyawa yang
diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut dipilih yang melarutkan
hampir semua metabolit sekunder yang terkandung (Anonim,2000).
Faktor utama yang dipertimbangkan pada pemilihan cairan penyari adalah
selektivitas, kemudahan bekerja dan proses dengan cairan penyari tersebut,
ekonomis, ramah lingkungan, dan faktor keamanan. Pelarut yang diperbolehkan
13
adalah air dan alkohol (etanol) serta campurannya. Jenis pelarut lain seperti
metanol, heksana, toluen, kloroform, aseton, umumnya digunakan sebagai pelarut
untuk tahap pemurnian (Anonim,2000).
E. Ekstrak
Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang
diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat,
menggunakan pelarut yang cocok, kemudian pelarut diuapkan sebagian atau
semua, dan sisa endapan atau serbuk diatur untuk ditetapkan standarnya (Ansel,
1985).
Pada ekstrak tumbuhan jika bahan pengekstraksinya sebagian atau
saluruhnya diuapkan, maka diperoleh ekstrak yang dikelompokkan menurut sifat-
sifatnya menjadi :
1. Ekstrak encer
Sediaan ini memiliki konsistensi seperti madu dan dapat dituang.
2. Ekstrak kental (extractum spissum)
Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Ekstrak
kental mengandung air tidak lebih dari 30%.
3. Ekstrak kering (extactum siccum)
Memiliki konsistensi kering dan mudah digosokkan. Melalui penguapan
cairan pengekstraksi dan pengeringan sisanya terbentuk suatu produk, yang
mengandung air tidak lebih dari 5%.
14
4. Ekstrak cair (extractum fluidum)
Diartikan sebagai suatu ekstrak cair yang dibuat sedemikian sehingga satu
bagian jamu sesuai dengan satu bagian atau dua bagian ekstrak cair (Voigt, 1994).
F. Identifikasi Kandungan Kimia
Identifikasi kandungan kimia merupakan suatu bentuk pengujian terhadap
simplisia yang bersifat uji secara kualitatif dengan tujuan untuk mengetahui
kandungan kimia dari suatu simplisia yang diperiksa. Metode yang dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan kimia adalah sebagai berikut :
1. Uji tabung
Uji tabung adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia
suatu tanaman melalui pengamatan warna yang terbentuk oleh karena adanya
reaksi antara zat aktif yang ada dengan pereaksi yang digunakan.
2. Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia
menggunakan teknik padat cair, di mana terjadi perpindahan fase gerak (cairan)
melalui suatu fase diam (padatan). Fase diam atau larutan penjerap yang
umumnya dipakai ialah silika gel, aluminium oksida, selulosa dan turunannya, dan
poliamida. Fase diam ini merupakan suatu lapisan berpori dan akan menghasilkan
pemisahan pada pelat. Fase gerak atau disebut juga pelarut pengembang ialah
medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut, yang bergerak dalam
fase diam karena adanya gaya kapiler. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut
bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan sistem pelarut multi-komponen harus
berupa campuran sesederhana mungkin terdiri atas maksimum tiga komponen
15
(Stahl, 1985). Untuk mengelusi fraksi yang bersifat non polar, fase diam yang
digunakan dapat berupa silika gel G atau silika GF 254, fase geraknya adalah
campuran pelarut yang bersifat non polar. Untuk mengelusi fraksi yang bersifat
polar, fase diamnya dapat menggunakan selulosa dan sebagai fase geraknya dapat
digunakan campuran pelarut yang bersifat polar (Stahl, 1985).
Kromatografi lapis tipis merupakan metode analisis yang sensitif, cepat,
sederhana, dan tidak mahal (Gritter, 1991). Di samping itu pemakaian pelarut dan
cuplikan hanya sedikit. KLT dapat digunakan untuk analisis kualitatif, kuantitatif,
dan preparatif, dapat juga digunakan untuk mencari pelarut yang digunakan pada
kromatografi kolom, mengetahui arah reaksi, mengidentifikasi, dan mengisolasi
senyawa murni berskala kecil (Gritter, 1991).
Prinsip kerja KLT berupa lapisan yang memisah, yang terdiri atas bahan
berbutir-butir atau fase diam ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas,
logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan yang
ditotolkan berupa bercak atau pita, setelah pelat ditaruh di dalam bejana tertutup
rapat yang berisi larutan pengembang atau fase gerak yang cocok, pemisahan
terjadi selama perambatan kapiler atau pengembangan, selanjutnya senyawa yang
tidak berwarna harus ditampakkan atau dideteksi dengan lampu UV atau dengan
pereaksi semprot (Stahl, 1985).
Identifikasi bercak pada kromatogram dilakukan di bawah lampu
ultraviolet pada daerah panjang gelombang 254 nm dan 365 nm ditandai dengan
ada atau tidaknya warna. Untuk menampakkan bercak senyawa yang intensitasnya
lemah dapat digunakan reaksi semprot yang sesuai (Stahl, 1985).
16
Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan
dengan angka Rf atau hRf. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara
jarak senyawa dari titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari awal.
Rf = Jarak titik pusat bercak dari titik awal
Jarak garis depan dari titik awal
Angka Rf berkisar antara 0,01 – 1,00 dan hanya dapat ditentukan dengan
dua desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai
berkisar antara 0 – 100 (Harborne, 1984 ; Stahl, 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan bercak dan harga Rf dalam
KLT antara lain adalah :
1. Struktur dan sifat kimia dari senyawa yang dipisahkan.
2. Sifat dari bahan penyerap dan derajat aktivitasnya.
3. Tebal dan kerapatan dari lapisan penyerap.
4. Derajat kemurnian fase gerak.
5. Derajat kejenuhan uap dalam bejana pengembangan.
6. Jumlah cuplikan yang dianalisis.
7. Suhu.
8. Kesetimbangan (Stahl, 1985).
G. Spektrofotometri
Prinsip kerja spektrofotometri adalah berdasarkan atas interaksi antara
radiasi elektromagnetik dengan materi. Materi dapat berupa atom, ion atau
molekul, sedang radiasi elektromagnetik merupakan salah satu jenis energi yang
ditransmisikan dalam ruang dengan kecepatan tinggi. Interaksi antara molekul
17
yang mempunyai gugus kromofor dan radiasi elektromagnetik pada daerah
ultraviolet (200-400 nm) dan sinar tampak (400-800 nm) akan menghasilkan
spektra serapan elektronik. Spektra serapan ini dapat digunakan untuk analisis
kuantitatif karena jumlah radiasi elektromagnetik yang diserap ada hubungannya
dengan jumlah molekul penyerap (Skoog, 1985).
Secara kuantitatif pengukuran absorbsi spektra dapat dihitung dengan
menggunakan hukum Beer – Lambert. Pada analisis kuantitatif dengan
spektrofotometer, maka sebagai dasar digunakan hubungan antara jumlah cahaya
yang diabsorbsi dan jumlah zat yang mengabsorbsi. Hubungan ini dinyatakan
sebagai berikut :
A= k.c.b .................................................. (1)
A : absorban (serapan)
k : suatu tetapan khas dari bahan larutan
c. : konsentrasi dari larutan
b : panjang jalur
Bila c dinyatakan dalam mol per liter, dan panjang jalur (b) dinyatakan
dalam sentimeter, persamaan menjadi :
A= å.c.b .................................................. (2)
Istilah å diketahui sebagai absortifitas molar. Di dalam konsentrasi (c) dari
larutan yang didefinisikan sebagai gram/liter, persamaan menjadi :
A= a.b.c .................................................. (3)
Dalam menggunakan hukum Beer seperti yang tertulis pada persamaan di
atas, kita harus mengadakan asumsi bahwa :
18
a. Radiasi yang melewati adalah monokromatik
b. Pada proses absorbsi, zat pengabsorbsi tidak bereaksi dengan zat-zat lain
dalam larutan tersebut
c. Degradasi energi berjalan cepat (tak terjadi fluoresensi)
d. Absorbsi tidak merata di semua bagian yang dilewati radiasi
e. Tak terjadi pembiasan pada konsentrasi tersebut (Fatah, 1989).
Penyimpangan hukum Beer mungkin disebabkan oleh perubahan kimia
atau alat. Hukum Beer mungkin tidak cocok disebabkan oleh adanya perubahan
kadar zat yang dilarutkan, karena adanya asosiasi antar molekul zat atau antara
molekul zat dengan molekul pelarut. Penyimpangan lain mungkin disebabkan
oleh sinar polikromatik, lebar celah atau sinar menyimpang. Mesipun diukur pada
suhu dan pelarut tertentu, harga daya serap tidak dapat benar-benar tepat. Kadar
zat dapat ditetapkan berdasarkan kurva baku yang menyatakan hubungan antara
kadar dan resapan zat pembanding. Larutan yang mengandung 1 mg zat tiap 100
ml dalam 1 cm sering mempunyai serapan 0,2 sampai 0,8. Pada pengukuran
serapan suatu larutan selalu diperlukan suatu larutan blangko. Maksud dari larutan
blangko adalah untuk mengatur spektrofotometer hingga pada panjang gelombang
yang digunakan mempunyai serapan nol. Larutan blangko ini dapat berupa pelarut
murni atau pereaksi yang digunakan untuk membuat larutan yang akan diukur
serapannya (Anonim, 1974). Selain itu pelarut yang digunakan harus dapat
melarutkan sampel dan transparan secara relatif pada daerah spektral yang
diperhatikan (Willard, 1988).
19
Pada analisis kuantitatif, pengukuran serapan dilakukan pada panjang
gelombang maksimum, disebabkan dua alasan :
1. Sensitivitas maksimum diperoleh dengan mengerjakan pada pita maksimum
karena pada konsentrasi yang diberikan, maka pada panjang gelombang tersebut
memberi respon yang kuat.
2. Pada pita maksimum itu perubahan yang kecil pada panjang gelombang
memberikan perubahan absorban yang minimal, dengan demikian kesalahan
kecil dalam meletakkan tanda pemilih panjang gelombang pada instrumen tidak
akan mengakibatkan kesalahan besar dalam pengukuran absorban (Fatah, 1989).
H. Keterangan Empiris
Keterangan empiris yang diharapkan dari penelitian ini ialah dapat
mengetahui kualitas ekstrak rimpang kunyit yang diteliti dengan identifikasi dan
pengukuran beberapa parameter standar ekstrak rimpang kunyit yang diteliti dan
dapat mengetahui kualitas ekstrak rimpang kunyit yang diteliti sesuai dengan
persyaratan yang tertera pada Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia.
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental, karena
tidak ada manipulasi terhadap subyek uji. Penelitian ini dilakukan di laboratorium
Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
2. Rancangan Penelitian
Langkah-langkah penelitian :
a. Pengentalan ekstrak rimpang kunyit
b. Identifikasi ekstrak rimpang kunyit
1) Pemeriksaan pemerian
2) Pemeriksaan senyawa identitas kurkuminoid secara KLT
c. Uji kemurnian ekstrak rimpang kunyit
1) Penetapan kadar abu
2) Penetapan kadar abu tidak larut asam
d. Penetapan kadar minyak atsiri
e. Penetapan kadar air dalam ekstrak rimpang kunyit
f. Penetapan kadar kurkuminoid dalam ekstrak rimpang kunyit
B. Definisi Operasional
a. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak cair rimpang kunyit yang diperoleh
dari PT SM yang dikentalkan dengan Vacuum Rotary Evaporator pada suhu
21
50 0C dan tekanan 72 mbar selama 1 jam 15 menit dan oven pada suhu 40 0C
selama 19 jam 25 menit
b. Standarisasi ekstrak adalah serangkaian identifikasi dan pengukuran parameter
standar ekstrak rimpang kunyit dan membandingkan hasil pengukuran tersebut
dengan persyaratan yang tercantum dalam Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat
Indonesia.
c. Identifikasi dan pengukuran parameter standar ekstrak pada penelitian ini
adalah pemerian, pemeriksaan senyawa identitas kurkuminoid secara KLT,
pengukuran kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar minyak atsiri,
kadar air, dan kadar kurkuminoid.
d. Pemerian meliputi pengamatan bentuk, warna, bau, dan rasa ekstrak rimpang
kunyit yang diteliti.
e. Identifikasi konstituen aktif kurkuminoid merupakan pengamatan kandungan
kurkuminoid dalam ekstrak rimpang kunyit secara KLT dengan fase diam
silika gel GF 254 dan fase gerak kloroform : etanol : asam asetat glasial
(80:19,5:0,5).
f. Pemeriksaan kemurnian ekstrak meliputi penetapan kadar abu dan penetapan
kadar abu tidak larut asam.
g. Penetapan kadar abu adalah penetapan tingkat pengotoran oleh logam-logam
dan silikat dimana bahan dipanaskan pada temperatur 350 - 500 0C sehingga
senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga tinggal
unsur mineral dan anorganik yang menjadi abu.
22
h. Penetapan kadar abu tidak larut asam adalah penetapan tingkat pengotoran
oleh senyawa-senyawa anorganik non logam dan silikat yang tidak larut dalam
HCl P, dimana bahan yang tidak larut asam tersebut dipanaskan pada
temperatur 350 – 500 0C.
i. Penetapan kadar air adalah pengukuran kandungan air yang terdapat di dalam
ekstrak secara gravimetri.
j. Kadar minyak atsiri adalah volume minyak atsiri yang dihasilkan dari setiap
bobot penimbangan ekstrak dengan menggunakan destilasi Stahl.
k. Penetapan kadar kurkuminoid adalah penetapan kadar kurkuminoid total
sebagai kompleks kurkumin-asam borat dengan adanya asam oksalat yang
terukur oleh spektrofotometer visibel pada operating time selama 30 menit
dan panjang gelombang maksimum 428 nm.
C. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Bahan utama yang digunakan adalah ekstrak cair rimpang kunyit yang
diperoleh dari PT Sido Muncul
b. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah aquadest, aseton p.a. (Merck), asam
asetat p.a. (Merck), asam borat teknis, asam oksalat teknis, asam sulfat P,
etanol p.a. (Merck), kloroform p.a. (Merck), baku kurkuminoid (Merck),
silika gel GF 254, metanol p.a (Merck).
23
2. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vacuum Rotary
Evaporator, spektrofotometer OPTIMA SP-300, destilasi Stahl, penangas air, alat
vakum, timbangan, alat-alat gelas, labu alas bulat 500 ml, penyemprot reagen,
lempeng kromatografi lapis tipis (KLT).
D. Tatacara Penelitian
1. Pengentalan ekstrak rimpang kunyit
Ekstrak cair yang diperoleh dari PT Sido Muncul dikentalkan dengan
menggunakan Vacuum Rotary Evaporator pada suhu 50 0C dan tekanan 72 mbar
dan menggunakan oven pada suhu 40 0C.
2. Identifikasi ekstrak rimpang kunyit
Identifikasi ini dilakukan untuk memastikan bahwa ekstrak yang diteliti
benar-benar ekstrak rimpang kunyit dengan membandingkan hasilnya dengan
Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia.
Identitas ekstrak rimpang kunyit diamati melalui :
a. Pemerian yang meliputi bentuk, warna, bau , dan rasa.
b. Pemeriksaan kandungan kurkuminoid secara KLT
Diambil 0,1 g ekstrak kental dilarutkan dalam 1 ml etanol lalu ditotolkan
pada fase diam silika gel GF 254 kemudian dikembangkan dalam fase gerak
kloroform : etanol : asam asetat (80 : 19,5 : 0,5 v/v) dan kloroform : etanol : asam
asetat (95 : 4 : 1 v/v). Jarak pengembangan 10 cm, dideteksi menggunakan sinar
UV 254 & 365 nm, sinar tampak, pereaksi semprot asam borat-metanol.
Digunakan larutan kurkuminoid baku sebagai pembanding (Wagner, 1984).
24
3. Uji kemurnian ekstrak rimpang kunyit
a. Penetapan kadar abu
Kurang lebih 2-3 g ekstrak yang telah ditimbang seksama dimasukkan
dalam krus platina/silikat yang telah dipijarkan dan ditara, kemudian ratakan.
Pijarkan perlahan hingga arang habis, didinginkan dan ditimbang hingga bobot
tetap. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan maka ditambah dengan
air panas, kemudian disaring dengan kertas saring bebas abu. Kertas saring beserta
sisa penyaringan dipijarkan dalam krus yang sama hingga bobot tetap. Kadar abu
total dihitung terhadap berat ekstrak, dinyatakan dalam % b/b (Anonim, 2004).
b. Penetapan kadar abu tidak larut asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, dididihkan dengan 25 ml
HCl P selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan dan
disaring dengan krus kaca masir atau kertas saring bebas abu kemudian dicuci
dengan air panas, dipijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam
asam terhadap berat ekstrak, dinyatakan dalam % b/b (Anonim, 2004).
4. Penetapan kadar minyak atsiri
Labu alas bulat 1L dihubungkan dengan pendingin dan buret berskala.
Ditimbang 10 g ekstrak kental rimpang kunyit dan dimasukkan ke dalam labu,
kemudian ditambahkan 600 ml air suling. Labu dipanaskan dengan penangas
udara, sehingga penyulingan berlangsung dengan lambat tetapi teratur selama 6
jam. Setelah penyulingan selesai, dibiarkan selama tidak kurang dari 15 menit,
volume minyak atsiri pada buret dicatat. Kadar minyak atsiri dihitung dalam %
v/b (Anonim, 2004).
25
5. Penetapan kadar air
Lebih kurang 10 gram ekstrak dimasukkan dan timbang saksama dalam
wadah yang telah ditara. Kemudian dikeringkan pada suhu 105 0C selama 5 jam
dan ditimbang. Lanjutkan pengeringan dan ditimbang pada jarak 1 jam sampai
perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25 %. Bobot
yang hilang setelah pengeringan dikurangi dengan bobot minyak atsiri yang
terkandung dalam lebih kurang 10 gram ekstrak. Kadar air dihitung dalam % b/b
(Anonim, 1977).
6. Penetapan kadar kurkuminoid
a. Pembuatan larutan stok
Kurang lebih 10,0 mg kurkuminoid baku yang ditimbang seksama
dilarutkan dalam aseton sampai 50 ml.
b. Pembuatan larutan intermediet
Larutan baku dengan kadar 20 mg % diambil sebanyak 5 ml dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, kemudian diencerkan dengan aseton
sampai tanda sehingga diperoleh larutan intermediet kurkuminoid dengan kadar 4
mg %.
c. Penetapan operating time (OT)
Larutan intermediet dengan kadar 4 mg % diambil 0,8 ml dan dimasukkan
ke dalam labu ukur 25 ml, kemudian diencerkan dengan aseton sampai tanda dan
ditambahkan dengan 50 mg asam borat dan 50 mg asam oksalat. Larutan
kurkuminoid dengan konsentrasi 0,128 mg % ini kemudian dibaca serapannya
pada panjang gelombang maksimum teoritis yaitu 430 nm.
26
d. Penetapan panjang gelombang maksimum
Larutan intermediet dengan kadar 4 mg % diambil 0,2 ml; 0,8 ml; dan 3,2
ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, kemudian diencerkan dengan
aseton sampai tanda dan ditambahkan dengan 50 mg asam borat dan 50 mg asam
oksalat. Ketiga larutan kurkuminoid dengan konsentrasi 0,032 mg %; 0,128 mg
%; 0,512 mg % ini kemudian dibaca serapannya pada operating time dan pada
panjang gelombang 400 nm sampai 450 nm.
e. Pembuatan kurva baku
Larutan intermediet dengan kadar 4 mg % diambil 0,2 ml; 0,4 ml; 0,8 ml;
1,6 ml; dan 3,2 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, kemudian
diencerkan dengan aseton sampai tanda sehingga diperoleh konsentrasi seri
larutan kurva baku sebesar 0,032 mg %; 0,064 mg %; 0,128 mg %; 0,256 mg %;
0,512 mg %. Lalu ditambahkan dengan 50 mg asam borat dan 50 mg asam
oksalat. Seri kadar larutan ini kemudian dibaca serapannya pada operating time
dan pada panjang gelombang maksimum. Kemudian digambar kurva hubungan
antara konsentrasi larutan dengan serapan.
f. Penetapan recovery, kesalahan sistemik dan kesalahan acak
Larutan intermediet dengan kadar 4 mg % diambil 0,2 ml; 0,4 ml; 0,8 ml;
1,6 ml; dan 3,2 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, kemudian
diencerkan dengan aseton sampai tanda dan ditambahkan dengan 50 mg asam
borat dan 50 mg asam oksalat. Kelima larutan kurkuminoid ini kemudian dibaca
serapannya pada operating time dan pada panjang gelombang maksimum,
kemudian dihitung kadarnya menggunakan persamaan kurva baku.
27
1) Penentuan recovery (perolehan kembali). Recovery dihitung dari kadar yang
terukur pada kurva baku dibandingkan dengan kadar yang diketahui dikalikan
100 %.
2) Penghitungan kesalahan sistemik. Rumus kesalahan sistemik = 100 – P%
3) Penghitungan kesalahan acak. Kesalahan acak diukur dengan cv (coeficient
variancy)
g. Penetapan kadar kurkuminoid dalam sampel
Kadar kurkuminoid total ditetapkan sebagai kompleks kurkumin-asam
borat dengan cara spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang
maksimum. Ekstrak yang mengandung lebih kurang 50 mg kurkuminoid total
dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambahkan aseton, diaduk hingga rata lalu
disaring. Filtrat dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL ditambah aseton melalui
kertas saring hingga tanda batas. Diambil 2 mL dimasukkan ke dalam labu ukur
10 mL ditambah aseton. Diambil 1 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL,
kemudian ditambah aseton dan ditambah 50 mg asam borat dan 50 mg asam
oksalat, dibiarkan selama operating time (OT). Kadar kurkuminoid dihitung
dalam % b/b dengan perbandingan kurva baku. (tidak kurang dari 33,9 %)
(Anonim, 2004).
28
E. Tatacara Analisis Hasil
Hasil yang diperoleh dianalisis dengan metode analisis deskriptif
komparatif terhadap buku acuan Monografi Ekstrak Tanaman Obat Indonesia.
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengentalan Ekstrak Rimpang Kunyit
Pengentalan ekstrak cair rimpang kunyit sebanyak 700 ml dilakukan
dengan menggunakan Vacuum Rotary Evaporator pada suhu 50 0C dan pada
tekanan 72 mbar. Prinsip Vacuum Rotary Evaporator adalah memindahkan
pelarut dari sampel dengan menggunakan sistem evaporasi. Penggunaan Vacuum
Rotary Evaporator bertujuan untuk mempercepat proses pengentalan dan
mencegah banyaknya minyak atsiri yang menguap. Vakum evaporator bekerja
dengan menurunkan tekanan dalam bulk cairan dan menurunkan titik didih
komponen cairan yang akan dipindahkan sehingga proses pemindahan komponen
cairan dapat terjadi tanpa pemanasan yang berlebih.
Pada penelitian ini, pelarut yang akan dipindahkan adalah air yang
mempunyai titik didih 100 0C pada tekanan 1 atm atau 1013,25 mbar dan dengan
adanya vakum evaporator diharapkan air dapat dipindahkan pada suhu 50 0C dan
tekanan 72 mbar sehingga tidak perlu menggunakan pemanasan berlebih yang
dapat menyebabkan banyak minyak atsiri yang ikut menguap. Pengentalan ekstrak
dilakukan dengan menggunakan Vacuum Rotary Evaporator selama 1 jam 15
menit. Hal ini disebabkan karena jika proses pengentalan ekstrak dengan
menggunakan Vacuum Rotary Evaporator terlalu lama maka akan dihasilkan
ekstrak kental yang sulit dikeluarkan dari labu alas bulat pada Vacuum Rotary
Evaporator sehingga proses pengentalan dilanjutkan dengan menggunakan oven
pada suhu 40 0C selama 19 jam 25 menit. Ekstrak kental yang diperoleh sebanyak
30
300 ml. Ekstrak kental inilah yang akan digunakan untuk identifikasi dan
pengukuran beberapa parameter ekstrak rimpang kunyit selanjutnya.
B. Identifikasi Ekstrak Rimpang Kunyit
Identifikasi ekstrak rimpang kunyit dilakukan dengan pemeriksaan
organoleptis dan pemeriksaan senyawa identitas kurkuminoid secara KLT.
Pemeriksaan organoleptis ekstrak rimpang kunyit bertujuan untuk mengetahui
adanya kekhususan bau, rasa, bentuk, dan warna ekstrak yang diuji dan
dibandingkan dengan ciri-ciri organoleptis ekstrak kental rimpang kunyit yang
tercantum dalam Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia.
Tabel I. Perbandingan organoleptis ekstrak kental rimpang kunyit dengan Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia.
Jenis Pemeriksaan
Ciri-ciri Organoleptis
Ekstrak kental rimpang kunyit
Ekstrak kental rimpang kunyit berdasarkan Monografi Ekstrak
Tumbuhan Obat IndonesiaBau Khas kunyit KhasRasa Pahit Agak pahit
Bentuk Kental KentalWarna Coklat kekuningan Kuning
Tabel I menunjukkan adanya kemiripan ciri-ciri organoleptis antara
ekstrak kental rimpang kunyit dengan persyaratan yang tercantum dalam
Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia (Anonim, 2004).
Pemeriksaan kandungan kimia secara kromatografi lapis tipis (KLT)
dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kandungan senyawa kimia
yang terdapat dalam ekstrak rimpang kunyit. Pemeriksaan senyawa identitas
kurkuminoid secara KLT bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak rimpang
kunyit mengandung kurkuminoid dengan cara membandingkan nilai Rf dan warna
31
bercak ekstrak tersebut dengan standar kurkuminoid. Pada pemeriksaan
kandungan kurkuminoid secara KLT digunakan fase diam berupa silika gel GF
254 dan fase gerak berupa kloroform : etanol : asam asetat dengan dua macam
perbandingan komposisis yaitu 80 : 19,5 : 0,5 dan 95 : 4 : 1 v/v. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui fase gerak mana yang dapat memisahkan kandungan dalam
ekstrak rimpang kunyit dengan baik. Jarak pengembangannya sejauh 10 cm.
Kandungan kurkuminoid yang akan diidentifikasi bersifat non polar sehingga fase
diam yang digunakan bersifat lebih polar dibandingkan dengan fase geraknya.
Sistem kromatografi yang digunakan adalah fase normal.
32
Gambar 3. Foto kromatogram KLT kurkuminoid ekstrak rimpang kunyit fase diam silika gel GF 254 dan fase gerak kloroform : etanol : asam asetat (80:19,5:0,5)
Keterangan gambar : Jarak pengembangan : 10 cmDeteksi : secara visibel, sinar UV 254, sinar UV 365, dan pereaksi
semprot asam borat – metanolBercak a : bidesmetoksikurkuminBercak b : desmetoksikurkuminBercak c : kurkuminBercak d : kandungan kimia lain selain kurkuminoidS 1 : sampel ekstrak rimpang kunyit 1S 2 : sampel ekstrak rimpang kunyit 2S 3 : sampel ekstrak rimpang kunyit 3St : standar kurkuminoid
33
Gambar 4. Foto kromatogram KLT kurkuminoid ekstrak rimpang kunyit fase diam silika gel GF 254 dan fase gerak kloroform : etanol : asam asetat (95:4:1)
Keterangan gambar : Jarak pengembangan : 10 cmDeteksi : secara visibel, sinar UV 254, sinar UV 365, dan pereaksi
semprot asam borat – metanolBercak a : bidesmetoksikurkuminBercak b : desmetoksikurkuminBercak c : kurkuminBercak d : kandungan kimia lain selain kurkuminoidS 1 : sampel ekstrak rimpang kunyit 1S 2 : sampel ekstrak rimpang kunyit 2S 3 : sampel ekstrak rimpang kunyit 3St : standar kurkuminoid
34
Hasil pemeriksaan kurkuminoid pada sampel dan standar dengan KLT
yang dielusi dengan kedua macam fase gerak tersebut menunjukkan pemisahan
yang baik. Walaupun pada penggunaan fase gerak kloroform : etanol : asam asetat
(95:4:1) menunjukkan pemisahan yang lebih baik hal ini dilihat dari jarak antara
bercak a, b, c, dan d pada sampel dan standar cukup jauh (gambar 4). Tetapi pada
pemeriksaan kurkuminoid secara KLT dengan fase gerak kloroform : etanol :
asam asetat dengan perbandingan 80 : 19,5 : 0,5 menunjukkan kedekatan nilai Rf
bercak kurkuminoid dalam sampel dengan bercak kurkuminoid standar (gambar
3). Oleh karena itu fase gerak yang dipakai pada pemeriksaan kurkuminoid secara
KLT menggunakan fase gerak kloroform : etanol : asam asetat dengan
perbandingan 80 : 19,5 : 0,5.
Bercak diamati secara visible, ketiga sampel dan standar kurkuminoid
pada ketiga replikasi tampak adanya bercak berwarna kuning. Tetapi bercak
kurkumin pada standar kurkuminoid tidak tampak pada pengamatan secara
visibel. Pada pengamatan dibawah sinar UV 254 dan UV 365, ketiga bercak pada
ketiga sampel dan standar kurkuminoid tampak berpendar kuning dimana ketiga
bercak tersebut diperkirakan sebagai bercak bidesmetoksikurkumin (bercak a),
desmetoksikurkumin (bercak b), dan kurkumin (bercak c). Kurkumin mempunyai
nilai log P sebesar 2,56, nilai log P desmetoksikurkumin sebesar 2,69, dan nilai
log P bidesmetoksikurkumin sebesar 2,81. Semakin besar nilai log P maka
senyawa tersebut semakin bersifat non polar. Berdasarkan nilai log P tersebut
maka urutan kepolaran senyawa-senyawa dalam kurkuminoid dari yang paling
non polar ke yang paling polar adalah bidesmetoksikurkumin,
35
desmetoksikurkumin, dan kurkumin. Pada penelitian ini digunakan fase diam
yang bersifat polar dan fase gerak yang bersifat non polar. Senyawa yang bersifat
lebih polar memiliki afinitas yang lebih besar terhadap fase diam sehingga
senyawa tersebut diperkirakan memiliki nilai Rf yang lebih kecil. Sebaliknya
senyawa yang bersifat lebih non polar memiliki afinitas yang lebih besar terhadap
fase gerak sehingga senyawa tersebut diperkirakan memiliki nilai Rf yang lebih
besar. Berdasarkan afinitas terhadap fase gerak dan fase diam maka dapat
diperkirakan urutan nilai Rf dari senyawa-senyawa dalam kurkuminoid dari yang
paling besar adalah bidesmetoksikurkumin, desmetoksikurkumin dan yang paling
kecil adalah kurkumin. Pada ketiga sampel terdapat bercak keempat (bercak d)
berwarna coklat yang merupakan kandungan kimia lain di dalam ekstrak kental
rimpang kunyit selain kurkuminoid. Setelah disemprot dengan pereaksi asam
borat-metanol, bercak a pada ketiga sampel dan standar kurkuminoid berwarna
jingga tua, bercak b berwarna jingga, bercak c berwarna kuning, dan bercak d
berwarna coklat muda. Bercak a, b, dan c pada ketiga sampel pada ketiga replikasi
mempunyai warna yang sama dan nilai Rf yang mirip dengan bercak a, b, dan c
pada standar kurkuminoid. Hal ini menunjukkan bahwa pada ketiga sampel
ekstrak kental rimpang kunyit mengandung kurkuminoid.
C. Uji Kemurnian Ekstrak Rimpang Kunyit
1. Penetapan Kadar Abu
Penetapan kadar abu merupakan salah satu pemeriksaan mutu ekstrak
rimpang kunyit. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui pencemaran bahan
anorganik dan mineral pada ekstrak rimpang kunyit dengan menggunakan metode
36
gravimetri. Metode gravimetri yaitu bahan diabukan pada suhu tinggi yaitu sekitar
350 – 500 0C dan kemudian ditimbang hingga bobot konstan. Pada suhu tersebut
bahan-bahan organik yang terkandung dalam ekstrak rimpang kunyit akan
terdestruksi sehingga yang tertinggal hanya bahan-bahan anorganik dan mineral.
Semakin sedikit kadar abu menandakan bahwa pencemaran bahan anorganik dan
mineral semakin sedikit.
Tabel II. Data penetapan kadar abu
Replikasi I Replikasi II Replikasi IIIBerat ekstrak awal 3,0005 g 3,0004 g 3,0005 gBerat abu konstan 0,0098 g 0,0096 g 0,0095 g
Kadar abu 0,33 % 0,32 % 0,32 %Rata-rata kadar abu 0,32 %
SD 0,0058cv 1,81 %
Tabel II menunjukkan hasil penetapan kadar abu rata-rata ekstrak
rimpang kunyit sebesar 0,32 %. Kadar abu ekstrak rimpang kunyit telah sesuai
dengan persyaratan yang tercantum dalam Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat
Indonesia yaitu kurang dari 0,4 % (Anonim, 2004).
2. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Penetapan kadar abu tidak larut asam dilakukan untuk mengetahui
pencampuran bahan anorganik non logam dan silikat yang tidak larut asam.
37
Tabel III. Data penetapan kadar abu tidak larut asam
Replikasi I Replikasi II Replikasi IIIBerat ekstrak awal 3,0005 g 3,0004 g 3,0005 g
Berat abu tidak larut asam
0,0017 g 0,0017 g 0,0018 g
Kadar abu tidak larut asam
0,057 % 0,057 % 0,060 %
Rata-rata kadar abu tidak larut asam
0,058 %
SD 0,0017cv 2,93 %
Tabel III menunjukkan ekstrak rimpang kunyit memiliki kadar abu tidak
larut asam rata-rata sebesar 0,058 %. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak
rimpang kunyit yang diteliti telah sesuai dengan persyaratan dalam Monografi
Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia yaitu kurang dari 0,08 % (Anonim, 2004).
D. Penetapan Kadar Minyak Atsiri
Kadar minyak atsiri dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan
minyak atsiri yang terkandung dalam ekstrak rimpang kunyit. Minyak atsiri juga
merupakan salah satu komponen dari ekstrak rimpang kunyit yang mempunyai
efek farmakologi sehingga kadar minyak atsiri dalam ekstrak rimpang kunyit
mempengaruhi mutu dan khasiat obat tradisional yang mengandung ekstrak
rimpang kunyit. Kadar minyak atsiri dihitung dalam persen v/b. Kadar minyak
atsiri dilakukan dengan cara destilasi menggunakan destilasi Stahl selama 6 jam.
38
Tabel IV. Data penetapan kadar minyak atsiri
Replikasi I Replikasi II Replikasi IIIBerat ekstrak awal 9,9955 g 10,0024 g 10,0012 gVolume minyak
atsiri0,009 ml 0,01 ml 0,01 ml
Kadar minyak atsiri 0,09 % 0,10 % 0,10 %Rata-rata kadar minyak atsiri
0,10 %
SD 0,0058cv 5,8 %
Tabel IV menunjukkan hasil rata-rata kadar minyak atsiri yang
terkandung dalam ekstrak rimpang kunyit adalah sebesar 0,10 %. Hasil kadar
minyak atsiri dari ekstrak rimpang kunyit yang diteliti tidak sesuai atau tidak
memenuhi persyaratan dalam Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia yaitu
tidak kurang dari 3,2 % (Anonim, 2004). Hal ini dapat disebabkan karena minyak
atsiri larut dalam pelarut lipofil tetapi ekstrak rimpang kunyit yang diteliti
diperoleh dari hasil pengepresan rimpang kunyit segar sehingga hanya sedikit
minyak atsiri yang terekstraksi ke dalam ekstrak rimpang kunyit. Pada saat
pengentalan ekstrak, walaupun suhu yang digunakan relatif rendah yaitu 40-50 0C
tetapi tidak dapat dipastikan adanya kandungan minyak atsiri yang menguap.
E. Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan air
dalam ekstrak rimpang kunyit. Kadar air ekstrak yang tinggi dapat menyebabkan
ketidakstabilan ekstrak rimpang kunyit selama penyimpanan akibat pertumbuhan
mikroorganisme. Air merupakan media pertumbuhan yang baik untuk
mikroorganisme karena air merupakan komponen terbesar dari sel sehingga
mikroorganisme membutuhkan air untuk hidup (Fardiaz, 1992).
39
Pada penelitian ini, kadar air ekstrak rimpang kunyit ditetapkan dengan
metode gravimetri dimana ekstrak dipanaskan pada suhu 105 0C hingga bobot
konstan. Ekstrak rimpang kunyit memiliki kandungan minyak atsiri yang cukup
tinggi yaitu sekitar 2–5 % sehingga metode gravimetri ini kurang cocok
digunakan untuk penetapan kadar air ekstrak rimpang kunyit karena selama
pemanasan tidak hanya air yang hilang tetapi juga minyak atsiri karena sifatnya
yang mudah menguap sehingga bobot yang hilang selama pemanasan tidak
menggambarkan bobot air yang terkandung dalam ekstrak. Metode penetapan
kadar air ekstrak rimpang kunyit yang lebih baik adalah destilasi dengan toluen.
Pendekatan metode penetapan kadar air dengan metode gravimetri digunakan
pada penelitian ini karena ketiadaan alat destilasi air. Pada penelitian ini juga
dilakukan penetapan bobot dan kadar minyak atsiri yang terkandung dalam
ekstrak rimpang kunyit sehingga bobot air yang terkandung dalam ekstrak
rimpang kunyit dapat dihitung dari bobot yang hilang selama pemanasan
dikurangi dengan bobot minyak atsiri. Jika bobot air telah diketahui maka kadar
air ekstrak rimpang kunyit dapat ditetapkan. Kelemahan pendekatan metode
penetapan kadar air dengan metode gravimetri ini adalah tidak dapat mengetahui
bobot oleoresin yang hilang selama pemanasan. Oleoresin merupakan campuran
dari 45 % kurkuminoid, 25 % minyak atsiri, dan resin sehingga oleoresin juga
menguap selama pemanasan karena mengandung minyak atsiri dan ketika
penetapan bobot minyak atsiri menggunakan destilasi Stahl tidak dapat menjamin
semua oleoresin dapat tersuling bersama minyak atsiri.
40
Tabel V. Data penetapan kadar air
Replikasi I Replikasi II Replikasi IIIBerat ekstrak awal 10,0019 g 10,0049 g 10,0022 gBobot yang hilang setelah pemanasan
2,8086 g 2,5422 g 2,5836 g
Bobot minyak atsiri 0,0091 g 0,0095 g 0,0094 gBobot air (bobot yang hilang – bobot minyak atsiri)
2,7995 g 2,5327 g 2,5742 g
Kadar air 27,99 % 25,32 % 25,74 %Rata-rata kadar air 26,35 %
SD 1,4357cv 5,45 %
Tabel V menunjukkan rata-rata kadar air dari ekstrak rimpang kunyit
yang diteliti adalah sebesar 26,35 %. Kadar air yang terkandung dalam ekstrak
kental rimpang kunyit yang diteliti tidak sesuai atau tidak memenuhi persyaratan
yang tercantum pada Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia yaitu tidak
lebih dari 4 % (Anonim, 2004). Hal ini terjadi karena dapat disebabkan oleh
waktu pengentalan ekstrak yang kurang lama.
F. Penetapan Kadar Kurkuminoid
1. Penetapan Operating Time (OT)
Pada penelitian ini, kadar kurkuminoid ditetapkan sebagai kompleks
kurkumin-asam borat dengan adanya asam oksalat sehingga dibutuhkan waktu
untuk pembentukan kompleks tersebut secara maksimal agar menghasilkan
serapan yang stabil. Oleh karena itu diperlukan penetapan operating time untuk
mengetahui waktu pengukuran dimana pada rentang waktu tersebut senyawa
memberikan serapan yang stabil. Pada rentang waktu tersebut, larutan kurva baku
dan sampel dapat diukur absorbansinya.
41
Gambar 5. Grafik penetapan operating time kurkuminoid
Gambar 5 menunjukkan bahwa sejak menit ke-0 sampai 45, kompleks
kurkumin-asam borat mempunyai absorbansi yang stabil. Berdasarkan Monografi
Ekstrak Tumbuhan Indonesia, setelah penambahan asam borat dan asam oksalat,
larutan dibiarkan selama 30 menit. Jadi OT yang digunakan pada penetapan kadar
kurkuminoid ini adalah 30 menit.
2. Penetapan panjang gelombang maksimum (λ max)
Penetapan panjang gelombang maksimum bertujuan untuk mengetahui
panjang gelombang dari suatu larutan yang mempunyai absorban (serapan)
maksimum. Pengukuran serapan pada panjang gelombang maksimum dapat
memberikan sensitivitas maksimum dan perubahan yang kecil pada panjang
gelombang memberikan perubahan absorban yang minimal. Dalam penelitian ini
pengukuran panjang gelombang maksimum dimulai dari panjang gelombang 400
nm – 500 nm.
0,10,20,30,40,5
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Ab
sorb
ansi
Waktu (menit)
Penetapan Operating Time Kurkuminoid
42
Gambar 6. Grafik penetapan panjang gelombang maksimum kurkuminoid
Dari grafik panjang gelombang yang diukur pada tiga konsentrasi (0,032
mg%; 0,128 mg%; 0,512 mg%) terlihat bahwa panjang gelombang maksimum
kurkuminoid adalah 428 nm. Hasil pengukuran panjang gelombang maksimum
hanya berbeda 2 nm dari panjang gelombang maksimum kurkuminoid yang
tercantum pada Monografi Ekstrak Tumbuhan Indonesia yaitu sebesar 430 nm
sehingga hasil pengukuran panjang gelombang maksimum (428 nm) ini dapat
digunakan untuk pengukuran absorban (serapan) larutan baku dan sampel yang
akan dianalisis.
3. Pembuatan kurva baku
Dalam pembuatan kurva baku diperlukan satu seri larutan kurkuminoid
murni dengan kadar yang berbeda. Seri larutan kurkuminoid ini selanjutnya
-0,4
-0,2
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
Ab
sorb
ansi
Panjang gelombang (nm)
Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Kurkuminoid
Kadar 0,032 mg %
Kadar 0,128 mg %
Kadar 0,512 mg %
43
diukur absorbannya pada panjang gelombang maksimum yaitu sebesar 428 nm,
kemudian dibuat kurva hubungan antara konsentrasi dengan absorban.
Tabel VI. Data pengukuran absorbansi kurva baku
Kadar(% mg v/b)
AbsorbansiReplikasi I Replikasi II Replikasi III
0,0320,0640,1280,2560,512
0,0950,1530,2660,4210,759
0,0880,1410,2740,4110,791
0,1070,1830,2460,4040,784
Persamaan Kurva Baku : I. Y = 1,359669 x + 0,069042 ; r = 0,998413
II. Y = 1,436282 x + 0,056042 ; r = 0,997511
III. Y = 1,374370 x + 0,072125 ; r = 0,998133
Dari ketiga replikasi kurva baku kurkuminoid diatas memiliki nilai
koefisien korelasi (r) yang lebih besar dari nilai r tabel dengan taraf kepercayaan
99 % (0,959 dengan df 3) sehingga untuk persamaan kurva baku dipilih r yang
paling mendekati 1 yaitu persamaan kurva baku replikasi I yaitu Y = 1,359669 x +
0,069042 ; r = 0,998413.
Gambar 7. Kurva baku kurkuminoid
-0,1
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0 1 2 3 4 5 6
Ab
sorb
ansi
Kadar (mg %)
Kurva Baku Kurkuminoid
Y = 1,359669 x + 0,069042
44
4. Validasi metode
Metode penetapan kadar yang baik harus memenuhi berbagai kriteria
yaitu nilai perolehan kembali (recovery), kesalahan sistemik, dan kesalahan acak.
Ketiga hal tersebut merupakan parameter validitas metode untuk menunjukkan
apakah suatu metode sudah optimal untuk digunakan dalam menetapkan kadar
suatu zat dalam sampel.
Recovery menggambarkan tingkat akurasi suatu metode analisis yang
menunjukkan seberapa dekat hasil analisis yang diperoleh dengan hasil
sebenarnya. Menurut Harmita (2004), suatu metode yang digunakan untuk
mengukur sampel dengan kadar analit lebih besar dari 10 % maka metode tersebut
dapat dikatakan memiliki akurasi yang baik jika recovery yang diperoleh masih
dalam rentang 98 – 102 %. Tabel VII menunjukkan pengukuran dengan tiga kali
replikasi didapatkan nilai rata-rata nilai untuk recovery 99,32%. Jadi metode yang
digunakan pada penelitian ini dapat dikatakan memiliki akurasi yang baik.
Tabel VII. Data perhitungan recovery
Kadar teoritis(mg %)
Kadar I(mg%)
Kadar II(mg%)
Kadar III (mg%)
Kadar rata-rata (mg %)
Recovery(%)
0,0320,0640,1280,2560,512
0,0340,0630,1290,2540,494
0,0350,0610,1320,2570,500
0,0300,0620,1270,2490,490
0,0330,0620,1290,2530,495
103,1396,88101,0498,9696,61
Rata-rata recovery 99,32 %
Kesalahan sistemik merupakan tolok ukur inakurasi penetapan kadar.
Kesalahan sistemik merupakan parameter lain untuk akurasi selain recovery. Nilai
kesalahan sistemik yang baik adalah kurang dari 2 %. Tabel VIII menunjukkan
45
nilai kesalahan sistemik rata-rata yang diperoleh dari hasil pengukuran tiga kali
replikasi adalah sebesar 2,34 %. Walaupun nilai kesalahan sistemik pada metode
ini lebih besar dari 2 %, tetapi nilai recovery masih memenuhi rentang yang
diijinkan sehingga metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar
kurkuminoid dalam ekstrak rimpang kunyit.
Tabel VIII. Data Perhitungan Kesalahan Sistemik
Recovery (%)
Kesalahan sistemik (%)
Rata-rata kesalahan sistemik
103,1396,88101,0498,9696,61
3,133,121,041,043,39
0,34 %
Kesalahan acak yang diukur dengan cv (coefficient variancy) merupakan
tolok ukur inpresisi suatu analisis yang berarti dalam suatu seri pengukuran atau
penetapan kadar dapat diperoleh hasil yang hampir sama satu sama lain. Dengan
kata lain harga cv menunjukkan keterulangan hasil yang diperoleh. Semakin besar
cv, maka semakin kecil pula keterulangan hasil yang diperoleh, begitu juga
sebaliknya. Menurut Harmita (2004), nilai kesalahan acak yang baik adalah 2 %
atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi
analit yang diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium. Koefisien variansi
meningkat dengan menurunnya kadar. Pada kadar 1 % atau lebih, koefisien
variansi adalah sekitar 2,5 %. Tabel IX menunjukkan nilai cv yang diperoleh dari
hasil pengukuran tiga kali replikasi yaitu 2,08 %.
46
Tabel IX. Data Perhitungan Kesalahan Acak (cv)
Simpangan baku(SD)
Harga rata-rata
Kesalahan acak (%)(cv)
Rata-rata kesalahan acak
0,00260,0010,00250,00400,0050
0,0330,0620,1290,2530,495
7,881,611,941,601,01
2,08 %
5. Penetapan kadar kurkuminoid dalam sampel
Kadar kurkuminoid total dalam sampel ekstrak kental rimpang kunyit
ditetapkan sebagai kompleks kurkumin - asam borat yang diukur dengan
menggunakan spektrofotometer visibel setelah operating time selama 30 menit
dan pada panjang gelombang 428 nm. Pelarut yang digunakan adalah pelarut yang
dapat melarutkan kurkuminoid dan memiliki panjang gelombang di luar panjang
gelombang maksimum kurkuminoid agar pelarut yang digunakan tidak
mengganggu pengukuran absorbansi kurkuminoid sehingga pelarut yang
digunakan adalah aseton yang memiliki absorbansi maksimum pada panjang
gelombang 330 nm (Willard, 1988).
Gambar 8 menunjukkan reaksi antara kurkumin dan asam borat dengan
adanya asam oksalat yang akan membentuk senyawa Rubrocurcumin dimana
senyawa inilah yang akan terukur oleh spektrofotometer visibel.
47
+ +
Curcumin Asam borat Asam oksalat
Rubrocurcumin
Gambar 8. Reaksi antara kurkumin, asam borat, dan asam oksalat membentuk
senyawa Rubrocurcumin
48
Tabel X. Data penetapan kadar kurkuminoid
Replikasi I Replikasi II Replikasi IIIBerat ekstrak awal 191,8 mg 191,5 mg 191,5 mgBobot kurkuminoid
dalam eksrak 21 mg 20,5 mg 20,13 mg
Kadar kurkuminoid 10,95 % 10,70 % 10,51 %Rata-rata kadar kurkuminoid
10,72 %
SD 0,2207cv 2,06 %
Tabel X menunjukkan kadar kurkuminoid dalam ekstrak kental rimpang kunyit
dengan tiga kali replikasi diperoleh kadar rata-rata kurkuminoid sebesar 10,72 %.
Hasil yang diperoleh tidak sesuai atau tidak memenuhi persyaratan kadar
kurkuminoid yang tercantum dalam Monografi Ekstrak Tumbuhan Indonesia
yaitu sebesar 33,9 % (Anonim, 2004). Hal ini dapat disebabkan karena ekstrak
rimpang kunyit diperoleh dari hasil pengepresan rimpang kunyit segar, padahal
menurut Stancovic (2004), kurkumin lebih larut dalam larutan yang bersifat lipofil
seperti etanol, metanol, dan aseton. Selain itu kadar kurkuminoid dalam rimpang
kunyit dapat juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tumbuh tanaman
kunyit dan umur tanaman saat panen. Ketidakstabilan kurkuminoid dalam ekstrak
rimpang kunyit selama penyimpanan juga dapat mempengaruhi kadar
kurkuminoid. Ketidakstabilan ini dapat disebabkan karena kurkuminoid dapat
terdegradasi oleh cahaya dan dalam suasana pH netral atau basa. Oleh karena itu
bahan penyusun ”Jamu Kunyit Asam” tidak hanya ekstrak rimpang kunyit saja
tetapi juga ekstrak buah asam sebagai penstabil kurkuminoid dalam ekstrak
rimpang kunyit karena kurkuminoid stabil dalam suasana asam.
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil identifikasi dan pengukuran beberapa parameter standar ekstrak rimpang
kunyit yang diteliti yaitu ekstrak rimpang kunyit memiliki bau khas, rasa
pahit, bentuk kental, dan warna coklat kekuningan, secara KLT menunjukkan
ekstrak rimpang kunyit mengandung kurkuminoid, ekstrak rimpang kunyit
memiliki kadar abu 0,32 %; kadar abu tidak larut asam 0,058 %; kadar minyak
atsiri 0,10 %; kadar air 26,35 %; kadar kurkuminoid 10,72 %
2. Hasil identifikasi dan pengukuran beberapa parameter standar ekstrak rimpang
kunyit yang diteliti belum sepenuhnya sesuai dengan persyaratan yang
tercantum pada Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia karena kadar
minyak atsiri, kadar air, dan kadar kurkuminoid belum memenuhi persyaratan.
B. Saran
Dari hasil penelitian dapat disarankan :
1. Perlu dilakukan standarisasi ekstrak rimpang kunyit mengenai cemaran
mikroba, aflatoksin, logam berat, dan angka kapang khamir.
2. Perlu dilakukan ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang bersifat semi
polar atau non polar seperti etanol atau aseton agar kurkuminoid dan minyak
atsiri yang terekstraksi lebih banyak.
3. Perlu dilakukan penambahan waktu pengentalan ekstrak agar diperoleh kadar
air yang rendah.
50
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh., 1999, Ilmu Meracik Obat, Cetakan Kelima, 168, UGM Press, Yoyakarta.
Anonim, 1974, Extra Farmakope Indonesia, 1092 – 1093, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1977, Materia Medika Indonesia I, 130 Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, cetakan pertama, 16, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 2004, Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, Volume 1, 51-54,122-123, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2008, Teknologi Penyiapan Simplisia Terstandar Tanaman Obat, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, file:///H:/KUNYIT/cara%20panen% 20yang%20baik.htm, diakses pada tanggal 3 Desember 2008.
Ansel, 1985, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, 244-271, 608-617, UI Press, Jakarta.
Duke, 2008, Phytochemical and Ethnobotanical Databases http://www.ars-grin.gov/cgi-bin/duke/farmacy2.plhttp://www.ars-grin.gov/cgi-bin/duke/farmacy2.pl, diakses pada 7 April 2008.
Fardiaz, 1992, Mikrobiologi Pangan 1, 105, 195, PT Gramedia Pustaka Utma, Jakarta.
Fatah, A. M., 1989, Spektofotometri UV-Vis, 1-3; 7-8, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Gritter, R.J., Bobit, J.M. dan Schwarting, A.E., 1991, Pengantar Kromatografi, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Edisi II, 107-1555, Penerbit Insitut Teknologi Bandung, Bandung.
Harborne, 1984, Phytochemical Methods, terbitan kedua, diterjemahkan oleh Padmawinata, K. & Soediro, I., 14-15, 147-156, Penerbit ITB, Bandung.
51
Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya, Majalah Ilimu Kefarmasian, Vol. I, No. 3, 117 – 135, http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2004/v01n03/Harmita010301.pdf, diakses pada tanggal 30 Oktober 2008.
Komarawinata, 2008, Budidaya dan Pasca Panen Tanaman Obat Untuk Meningkatkan Kadar Bahan Aktif, Unit Riset dan Pengembangan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk., http://balittro.litbang.deptan.go.id/pdf/edisikhusus/2006_02/edisi_khusus_2006_02_05.pdf, diakses pada tanggal 3 Desember 2008.
Rukmana, R., 1994, Kunyit, 13, 17-18, 25-27, Kanisius, Yogyakarta.
Skoog, D. A., 1985, Principles of Instrumental Analysis, Third edition, 183, Saunders College Publishing, New York.
Soedibjo, 1998, Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan, 264-265, Balai Pustaka, Jakarta.
Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Manajemen Agribisnis, P. T. Kepurun Pawana Indonesia, Universitas gajah Mada, Yogyakarta.
Stancovic, 2004, Chemical and Technical Assesment of Curcumin, 61st JECFA, 1(8) – 5(8) ftp://ftp.fao.org/es/esn/jecfa/cta/CTA_61_Curcumin.pdf, diakses pada tanggal 18 September 2008
Sudarsono, 1996, Tumbuhan Obat, 56, PPOT, UGM, Yogyakarta.
Sumiati, Triyani, S.Si., 2006, Kunyit, Si Kuning yang Kaya Manfaat, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/ 0704/22/cakrawala/lainnya02. htm, diakses pada tanggal 12 Desember 2008.
Tampubolon, T., 1981, Tumbuhan Obat, 27-28, Bhatara Karya Aksara, Jakarta.
Voigt, 1971, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi Kelima, diterjemahkan oleh Soendani Noerono, 141-142, 159, 163-164, 172-178, 571, 586,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wang YJ, Pan MH, Chong AL, Lim LI, HO YS, Hsieh CY, dan Lin JK, 1997, Stability of curcumin in buffer solution and characterization of its degradation products. J Pharm Biomed Anal 15 : 1867 – 1876.
Wagner, 1984, Plant Drug Analysis : A Thin Layer Chromatography Atlas, 14, 42, Springer-Verlag, New York.
52
Windholz, M., (ed), 1981, The Merck Index : An Encyclopedia of Chemicals and Drug, 10th ed, 2681, Merck & Co, Inc., Rhmany, New York.
53
Lampiran 1. Data Pengentalan Ekstrak Rimpang Kunyit
Menggunakan Vacuum Rotary Evaporator Set point : 100 mbar Suhu : 50 0C P : 10 mbar Tekanan : 72 mbar Waktu : 1 jam 15 menit Volume awal : 700 ml
Menggunakan Oven Suhu : 40 0C Waktu : 19 jam 25 menit Volume akhir : 300 ml Berat ekstrak : 267,35 g
Lampiran 2. Data Penimbangan dan Perhitungan Kadar Abu
Tabel XI. Penimbangan berat abu
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3Berat kurs kosong 31,9841 g 31,6602 g 30,9165 gBerat kurs + ekstrak 34,9846 g 34,6606 g 33,9170 gBerat ekstrak 3,0005 g 3,0004 g 3,0005 gPenimbangan abu Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3Penimbangan I 32,2713 g 32,0422 g 31,1811 gPenimbangan II 32,1946 g 31,9557 g 31,0736 gPenimbangan III 32,1174 g 31,8413 g 30,9883 gPenimbangan IV 32,0492 g 31,7091 g 30,9478 gPenimbangan V 31,9957 g 31,6931 g 30,9260 gPenimbangan VI 31,9938 g 31,6699 g 30,9261 gPenimbangan VII 31,9939 g 31,6698 g 30,9260 gPenimbangan VIII 31,9939 g 31,6698 g 30,9260 gBerat abu konstan 0,0098 g 0,0096 g 0,0095 g
Perhitungan kadar abu
Replikasi 1 : 0,0098 g x 100 % = 0,33 % 3,0005 g
Replikasi 2 : 0,0096 g x 100 % = 0,32 % 3,0004 g
54
Replikasi 1 : 0,0095 g x 100 % = 0,32 % 3,0005 g
Rata-rata : (0,33 + 0,32 + 0,32) % = 0,32 % 3
SD : 0,0058
cv : 0,0058 x 100 % = 1,81 % 0,32
Lampiran 3. Data Penimbangan dan Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Tabel XII. Penimbangan berat abu tidak larut asam
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3Berat kurs kosong
31,0291 g 31,4682 g 30,7301g
Berat kurs + abu(stlh pemijaran 15’)
31,0308 g 31,4699 g 30,7319 g
Berat abu tdk larut asam
0,0017 g 0,0017 g 0,0018 g
Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Replikasi 1 : 0,0017 g x 100 % = 0,057 % 3,0005 g
Replikasi 2 : 0,0017 g x 100 % = 0,057 % 3,0004 g
Replikasi 1 : 0,0018 g x 100 % = 0,060 % 3,0005 g
Rata-rata : (0,057 + 0,057 + 0,060 ) % = 0,058 % 3
SD : 0,0017
cv : 0,0017 x 100 % = 2,93 % 0,058
55
Lampiran 4. Data Kadar Minyak Atsiri
Tabel XIII. Penimbangan bobot ekstrak dan volume minyak atsiri
Replikasi I Replikasi II Replikasi IIIBobot cawan kosong
25,3345 g 24,6458 g 22,4472 g
Bobot cawan + ekstrak
35,3417 g 34,6511 g 32,4518 g
Bobot cawan + sisa
25,3462 g 24,6487 g 22,4506 g
Bobot ekstrak 9,9955 g 10,0024 g 10,0012 gVolume minyak atsiri
0,009 ml 0,01 ml 0,01 ml
Bobot minyak atsiri
0,0091 g 0,0095 g 0,0094 g
Kadar minyak atsiri = volume minyak atsiri hasil destilasi x 100 % bobot ekstrak yang didestilasi
Replikasi I : Kadar minyak atsiri = 0,009 ml x 100 % = 0,09 % 9,9955 g
Replikasi II : Kadar minyak atsiri = 0,01 ml x 100 % = 0,10 % 10,0024 g
Replikasi III : Kadar minyak atsiri = 0,01 ml x 100 % = 0,10 % 10,0012 g
Rata-rata kadar minyak atsiri : 0,09 % + 0,10 % + 0,10 % = 0,10 % 3
SD = 0,0058
cv = 0,0058 x 100 % = 5,8 % 0,10 %
56
Lampiran 5. Data Perhitungan Kadar Air secara Gravimetri
Suhu : 105 0C
Tabel XIV. Penimbangan bobot konstan ekstrak setelah dikeringkan
Replikasi I Replikasi II Replikasi IIIBobot cawan kosong 32,6012 g 32,3749 g 32,4171 gBobot cawan + ekstrak kental 42,6031 g 42,3798 g 42,4193 gBobot ekstrak kental 10,0019 g 10,0049 g 10,0022 gBobot setelah dikeringkan 5 jam 39,8007 g 39,8424 g 39,8437 gBobot setelah dikeringkan 6 jam 39,7945 g 39,8376 g 39,8357 gBobot konstan ekstrak setelah dikeringkan
7,1933 g 7,4627 g 7,4186 g
Bobot yang hilang setelah pemanasan
2,8086 g 2,5422 g 2,5836 g
Bobot minyak atsiri 0,0091 g 0,0095 g 0,0094 gBobot air (bobot yang hilang –bobot minyak atsiri)
2,7995 g 2,5327 g 2,5742 g
Kadar air = bobot yang hilang setelah pemanasan – bobot minyak atsiri x 100 %bobot ekstrak yang dikeringkan
Replikasi I : Kadar air = 2,7995 g x 100 % = 27,99 % 10,0019 g
Replikasi I : Kadar air = 2,5327 g x 100 % = 25,32 % 10,0049 g
Replikasi I : Kadar air = 2,5742 g x 100 % = 25,74 % 10,0022 g
Rata – rata kadar air = 27,99 % + 25,32 % + 25,74 % = 26,35 %3
SD = 1,4357
cv = 1,4357 x 100 % = 5,45 % 26,35 %
57
Lampiran 6. Penentuan Operating Time (OT)
Tabel XV. Pengukuran Operating Time
Waktu (menit)
Absorbansi
0 0,2625 0,26210 0,26415 0,26520 0,26525 0,26530 0,26635 0,26640 0,26745 0,267
OT : 0 – 45 menit
Lampiran 7. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum pada Konsentrasi 0,032 mg % b/v; 0,128 mg % b/v; 0,512 mg % b/v
Tabel XVI. Penentuan panjang gelombang maksimum
Panjang Gelombang (nm)
Absorbansi0,512 mg % b/v 0,128 mg % b/v 0,032 mg% b/v
400 0,641 0,160 0,006402 0,647 0,155 -0,003404 0,657 0,154 -0,007406 0,665 0,155 -0,010408 0,681 0,153 -0,014410 0,690 0,160 -0,017412 0,698 0,159 -0,019414 0,716 0,161 -0,019416 0,716 0,164 -0,014418 0,724 0,177 0,003420 0,734 0,186 0,032422 0,742 0,208 0,080424 0,753 0,263 0,092426 0,753 0,263 0,093428 0,755 0,264 0,093430 0,706 0,173 0,020432 0,690 0,145 0,007434 0,648 0,089 -0,176
58
436 0,400 0,039 -0,176438 0,093 -0,176 -0,176440 0,004 -0,176 -0,176442 -0,042 -0,176 -0,176444 -0,076 -0,176 -0,176446 -0,116 -0,176 -0,176448 -0,156 -0,176 -0,176450 -0,176 -0,176 -0,176
Panjang gelombang maksimum = 428 nm
Lampiran 8. Data Validasi Metode dan Perhitungan Recovery, Kesalahan acak, dan Kesalahan Sistemik
Tabel XVII. Validasi Metode
ReplikasiKonsentrasi Sebenarnya (mg % b/v)
AbsorbansiKonsentrasi
Terukur(mg % b/v)
IIIIII
0,0320,0320,032
0,1150,1170,110
0,0340,0350,030
SD = 0,0026Rata-rata = 0,033 %
cv = 7,88 %IIIIII
0,0640,0640,064
0,1550,1520,153
0,0630,0610,062
SD =Rata-rata = 0,062 %
cv = 1,61 %IIIIII
0,1280,1280,128
0,2440,2490,242
0,1290,1320,127
SD = 0,0025Rata-rata = 0,129 %
cv = 1,94 %IIIIII
0,2560,2560,256
0,4140,4190,407
0,2540,2570,249
SD = 0,0040Rata-rata = 0,253 %
cv = 1,60 %IIIIII
0,5120,5120,512
0,7410,7490,736
0,4940,5000,490
SD = 0,0050Rata-rata = 0,495 %
cv = 1,01 %
Perhitungan recovery, kesalahan sistemik, dan kesalahan acak
a. Konsentrasi = 0,032 mg % b/v
Replikasi I : % recovery = 0,034 x 100 % = 106,25 % 0,032
Replikasi II : % recovery = 0,035 x 100 % = 109,38 % 0,032
59
Replikasi III : % recovery = 0,030 x 100 % = 93,75 % 0,032
SD = 8,27
Rata-rata = 103,13 %
cv = 8,02 %
Kesalahan sistemik : 100 % - 103,13 % = 3,13 %
b. Konsentrasi = 0,064 mg % b/v
Replikasi I : % recovery = 0,063 x 100 % = 98,44 % 0,064
Replikasi II : % recovery = 0,061 x 100 % = 95,31 % 0,064
Replikasi III : % recovery = 0,062 x 100 % = 96,88 % 0,064
SD = 1,56
Rata-rata = 96,88 %
cv = 1,62 %
Kesalahan sistemik : 100 % - 96,88 % = 3,12 %
c. Konsentrasi = 0,128 mg % b/v
Replikasi I : % recovery = 0,129 x 100 % = 100,78 % 0,128
Replikasi II : % recovery = 0,132 x 100 % = 103,12 % 0,128
Replikasi III : % recovery = 0,127 x 100 % = 99,22 % 0,128
SD = 1,96
Rata-rata = 101,04 %
cv = 1,94 %
60
Kesalahan sistemik : 100 % - 101,04 % = 1,04 %
d. Konsentrasi = 0,256 mg % b/v
Replikasi I : % recovery = 0,254 x 100 % = 99,22 % 0,256
Replikasi II : % recovery = 0,257 x 100 % = 100,39 %0,256
Replikasi III : % recovery = 0,249 x 100 % = 97,27 % 0,256
SD = 1,29
Rata-rata = 98,96 %
cv = 1,30 %
Kesalahan sistemik : 100 % - 98,96 % = 1,04 %
e. Konsentrasi = 0,512 mg % b/v
Replikasi I : % recovery = 0,494 x 100 % = 96,48 % 0,512
Replikasi II : % recovery = 0,500 x 100 % = 97,66 % 0,512
Replikasi III : % recovery = 0,490 x 100 % = 95,70 % 0,512
SD = 0,99
Rata-rata = 96,61 %
cv = 1,02 %
Kesalahan sistemik : 100 % - 96,61 % = 3,39 %
Rata-rata % Recovery = (103,13 + 96,88 + 101,04 + 98,96 + 96,61) %5
= 99,32 %
61
Rata-rata Kesalahan Sistemik = (3,13 + 3,12 + 1,04 + 1,04 + 3,39) % 5
= 2,34 %
Rata-rata Kesalahan Acak = (8,02 + 1,62 + 1,94 + 1,30 + 1,02) % 5
= 2,08 %
Lampiran 9. Perhitungan Orientasi Penimbangan Sampel
Absorbansi sampel = 0,126
Y = 1,359669 x + 0,069042
0,126 = 1,359669 x + 0,069042
x = 0,042 %
V1 x C1 = V2 x C2
1 ml x C1 = 25 ml x 0,042 mg %
C1 = 1,05 mg %
V1 x C1 = V2 x C2
2 ml x C1 = 10 ml x 1,05 mg %
C1 = 5,25 mg % dalam 250 ml aseton
5,25 mg = 50 mg 50 mg x
x = 476,190 mg dilarutkan dalam 250 ml aseton atau 190,476 mg dilarutkan
dalam 100 ml aseton
Lampiran 10. Perhitungan Kadar Kurkuminoid dalam Sampel
a. Replikasi I
Absorbansi sampel = 0,297
62
Y = 1,359669 x + 0,069042
0,297 = 1,359669 x + 0,069042
x = 0,168 %
V1 x C1 = V2 x C2
1 ml x C1 = 25 ml x 0,168 mg %
C1 = 4,2 mg %
V1 x C1 = V2 x C2
2 ml x C1 = 10 ml x 4,2 mg %
C1 = 21 mg % dalam 100 ml aseton
Kadar kurkuminoid = 21 mg x 100 % = 10,95 % 191,8 mg
b. Replikasi II
Absorbansi sampel = 0,292
Y = 1,359669 x + 0,069042
0,292 = 1,359669 x + 0,069042
x = 0,164 %
V1 x C1 = V2 x C2
1 ml x C1 = 25 ml x 0,164 mg %
C1 = 4,1 mg %
V1 x C1 = V2 x C2
2 ml x C1 = 10 ml x 4,1mg %
C1 = 20,5 mg % dalam 100 ml aseton
Kadar kurkuminoid = 20,5 mg x 100 % = 10,70 % 191,5 mg
63
c. Replikasi III
Absorbansi sampel = 0,288
Y = 1,359669 x + 0,069042
0,288 = 1,359669 x + 0,069042
x = 0,161 %
V1 x C1 = V2 x C2
1 ml x C1 = 25 ml x 0,161 mg %
C1 = 4,025 mg %
V1 x C1 = V2 x C2
2 ml x C1 = 10 ml x 4,025 mg %
C1 = 20,125 mg % dalam 100 ml aseton
Kadar kurkuminoid = 20,13 mg x 100 % = 10,51 % 191,5 mg
Kadar Kurkuminoid Rata-rata : 10,72 % b/b
SD = 0,2207
cv = 2,06 %
Lampiran 11. Data pemeriksaan kandungan kimia kurkuminoid secara KLT
Tabel XVIII. Data uji KLT kurkuminoid ekstrak kental rimpang kunyit dengan fase diam silika gel GF 254 dan fase gerak kloroform : etanol : asam asetat (80:19,5:0,5) yang diamati secara visible, UV 254, UV 365, dan disemprot pereaksi asam borat-metanol.
Replikasi BercakVisibel UV 254 UV 365
Pereaksi Asam Borat -Metanol
Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna
I
Standar a
0,90 Kuning 0,90 Pendar kuning
0,90 Pendar kuning
0,90 Jinggatua
b
0,86 Kuning 0,86 Pendar kuning
0,86 Pendar kuning
0,86 Jingga
64
c
0,82 Pendar kuning
0,82 Pendar kuning
0,82 Kuning
Sampel 1 a
0,89Kuning
0,89 Pendar kuning
0,89 Pendar kuning
0,89 Jingga tua
b
0,85Kuning
0,85 Pendar kuning
0,85 Pendar kuning
0,85 Jingga
c
0,80 Kuning muda
0,80 Pendar kuning
0,80 Pendar kuning
0,80 Kuning
d
0,22Coklat
0,22 Coklattua
0,22 Coklat tua
0,22 Coklat muda
Sampel 2 a
0,89Kuning
0,89 Pendar kuning
0,89 Pendar kuning
0,89 Jingga tua
b
0,84Kuning
0,84 Pendar kuning
0,84 Pendar kuning
0,84 Jingga
c
0,79 Kuning muda
0,79 Pendar kuning
0,79 Pendar kuning
0,79 Kuning
d
0,21Coklat
0,21 Coklat tua
0,21 Coklat tua
0,21 Coklat muda
Sampel 3 a
0,89Kuning
0,89 Pendar kuning
0,89 Pendar kuning
0,89 Jingga tua
b
0,84Kuning
0,84 Pendar kuning
0,84 Pendar kuning
0,84 Jingga
c
0,80 Kuning muda
0,80 Pendar kuning
0,80 Pendar kuning
0,80 Kuning
d
0,20Coklat
0,20 Coklat tua
0,20 Coklat tua
0,20 Coklat muda
II
Standar a
0,91 Kuning 0,91 Pendar kuning
0,91 Pendar kuning
0,91 Jingga tua
b
0,86 Kuning 0,86 Pendar kuning
0,86 Pendar kuning
0,86 Jingga
c
0,81 Pendar kuning
0,81 Pendar kuning
0,81 Kuning
Sampel 1 a
0,91Kuning
0,91 Pendar kuning
0,91 Pendar kuning
0,91 Jingga tua
b
0,86Kuning
0,86 Pendar kuning
0,86 Pendar kuning
0,86 Jingga
c
0,82 Kuning muda
0,82 Pendar kuning
0,82 Pendar kuning
0,82 Kuning
d
0,21Coklat
0,21 Coklat tua
0,21 Coklat tua
0,21 Coklat muda
Sampel 2 a
0,90Kuning
0,90 Pendar kuning
0,90 Pendar kuning
0,90 Jingga tua
b
0,85Kuning
0,85 Pendar kuning
0,85 Pendar kuning
0,85 Jingga
65
c
0,81 Kuning muda
0,81 Pendar kuning
0,81 Pendar kuning
0,81 Kuning
d
0,21Coklat
0,21 Coklat tua
0,21 Coklat tua
0,21 Coklat muda
Sampel 3 a
0,90Kuning
0,90 Pendar kuning
0,90 Pendar kuning
0,90 Jingga tua
b
0,86Kuning
0,86 Pendar kuning
0,86 Pendar kuning
0,86 Jingga
c
0,81 Kuning muda
0,81 Pendar kuning
0,81 Pendar kuning
0,81 Kuning
d
0,21Coklat
0,21 Coklat tua
0,21 Coklat tua
0,21 Coklat muda
III
Standar a
0,92 Kuning 0,92 Pendar kuning
0,92 Pendar kuning
0,92 Jingga tua
b
0,88 Kuning 0,88 Pendar kuning
0,88 Pendar kuning
0,88 Jingga
c
0,84 Pendar kuning
0,84 Pendar kuning
0,84 Kuning
Sampel 1 a
0,92Kuning
0,92 Pendar kuning
0,92 Pendar kuning
0,92 Jingga tua
b
0,87Kuning
0,87 Pendar kuning
0,87 Pendar kuning
0,87 Jingga
c
0,83 Kuning muda
0,83 Pendar kuning
0,83 Pendar kuning
0,83 Kuning
d
0,22Coklat
0,22 Coklat tua
0,22 Coklat tua
0,22 Coklat muda
Sampel 2 a
0,91Kuning
0,91 Pendar kuning
0,91 Pendar kuning
0,91 Jingga tua
b
0,87Kuning
0,87 Pendar kuning
0,87 Pendar kuning
0,87 Jingga
c
0,82 Kuning muda
0,82 Pendar kuning
0,82 Pendar kuning
0,82 Kuning
d
0,22Coklat
0,22 Coklat tua
0,22 Coklat tua
0,22 Coklat muda
Sampel 3 a
0,91Kuning
0,91 Pendar kuning
0,91 Pendar kuning
0,91 Jingga tua
b
0,86Kuning
0,86 Pendar kuning
0,86 Pendar kuning
0,86 Jingga
c
0,82 Kuning muda
0,82 Pendar kuning
0,82 Pendar kuning
0,82 Kuning
d
0,22Coklat
0,22 Coklat tua
0,22 Coklat tua
0,22 Coklat muda
66
Tabel XIX. Data uji KLT kurkuminoid ekstrak kental rimpang kunyit dengan fase diam silika gel GF 254 dan fase gerak kloroform : etanol : asam asetat (95:4:1) yang diamati secara visible, UV 254, UV 365, dan disemprot pereaksi asam borat-metanol.
Replikasi BercakVisibel UV 254 UV 365
Pereaksi Asam Borat -Metanol
Rf Warna Rf Warna Rf Warna Rf Warna
I
Standar a
0,68 Kuning 0,68 Pendar kuning
0,68 Pendar kuning
0,68 Jingga tua
b
0,45 Kuning 0,45 Pendar kuning
0,45 Pendar kuning
0,45 Jingga
c
0,32 Pendar kuning
0,32 Pendar kuning
0,32 Kuning
Sampel 1 a
0,69Kuning
0,69 Pendar kuning
0,69 Pendar kuning
0,69 Jingga tua
b
0,48Kuning
0,48 Pendar kuning
0,48 Pendar kuning
0,48 Jingga
c
0,33 Kuning muda
0,33 Pendar kuning
0,33 Pendar kuning
0,33 Kuning
d
0,04Coklat
0,04 Coklat tua
0,04 Coklat tua
0,04 Coklat muda
Sampel 2 a
0,65Kuning
0,65 Pendar kuning
0,65 Pendar kuning
0,65 Jingga tua
b
0,42Kuning
0,42 Pendar kuning
0,42 Pendar kuning
0,42 Jingga
c
0,28 Kuning muda
0,28 Pendar kuning
0,28 Pendar kuning
0,28 Kuning
d
0,04Coklat
0,04 Coklat tua
0,04 Coklat tua
0,04 Coklat muda
Sampel 3 a
0,64Kuning
0,64 Pendar kuning
0,64 Pendar kuning
0,64 Jingga tua
b
0,40Kuning
0,40 Pendar kuning
0,40 Pendar kuning
0,40 Jingga
c
0,27 Kuning muda
0,27 Pendar kuning
0,27 Pendar kuning
0,27 Kuning
d
0,04Coklat
0,04 Coklat tua
0,04 Coklat tua
0,04 Coklat muda
II
Standar a
0,67 Kuning 0,67 Pendar kuning
0,67 Pendar kuning
0,67 Jingga tua
b
0,42 Kuning 0,42 Pendar kuning
0,42 Pendar kuning
0,42 Jingga
c
0,30 Pendar kuning
0,30 Pendar kuning
0,30 Kuning
67
Sampel 1 a
0,64Kuning
0,64 Pendar kuning
0,64 Pendar kuning
0,64 Jingga tua
b
0,40Kuning
0,40 Pendar kuning
0,40 Pendarkuning
0,40 Jingga
c
0,28 Kuning muda
0,28 Pendar kuning
0,28 Pendar kuning
0,28 Kuning
d
0,03Coklat
0,03 Coklat tua
0,03 Coklat tua
0,03 Coklat muda
Sampel 2 a
0,62Kuning
0,62 Pendar kuning
0,62 Pendar kuning
0,62 Jingga tua
b
0,39Kuning
0,39 Pendar kuning
0,39 Pendar kuning
0,39 Jingga
c
0,27 Kuning muda
0,27 Pendar kuning
0,27 Pendar kuning
0,27 Kuning
d
0,03Coklat
0,03 Coklat tua
0,03 Coklat tua
0,03 Coklat muda
Sampel 3 a
0,62Kuning
0,62 Pendar kuning
0,62 Pendar kuning
0,62 Jingga tua
b
0,39Kuning
0,39 Pendar kuning
0,39 Pendar kuning
0,39 Jingga
c
0,27 Kuning muda
0,27 Pendar kuning
0,27 Pendar kuning
0,27 Kuning
d
0,04Coklat
0,04 Coklat tua
0,04 Coklat tua
0,04 Coklat muda
III
Standar a
0,70 Kuning 0,70 Pendar kuning
0,70 Pendar kuning
0,70 Jingga tua
b
0,49 Kuning 0,49 Pendar kuning
0,49 Pendar kuning
0,49 Jingga
c
0,35 Pendar kuning
0,35 Pendar kuning
0,35 Kuning
Sampel 1 a
0,67Kuning
0,67 Pendar kuning
0,67 Pendar kuning
0,67 Jingga tua
b
0,43Kuning
0,43 Pendar kuning
0,43 Pendar kuning
0,43 Jingga
c
0,30 Kuningmuda
0,30 Pendar kuning
0,30 Pendar kuning
0,30 Kuning
d
0,05Coklat
0,05 Coklat tua
0,05 Coklat tua
0,05 Coklat muda
Sampel 2 a
0,65Kuning
0,65 Pendar kuning
0,65 Pendar kuning
0,65 Jingga tua
b
0,42Kuning
0,42 Pendar kuning
0,42 Pendar kuning
0,42 Jingga
c
0,29 Kuning muda
0,29 Pendar kuning
0,29 Pendar kuning
0,29 Kuning
68
d
0,06Coklat
0,06 Coklat tua
0,06 Coklat tua
0,06 Coklat muda
Sampel 3 a
0,65Kuning
0,65 Pendar kuning
0,65 Pendar kuning
0,65 Jingga tua
b
0,41Kuning
0,41 Pendar kuning
0,41 Pendar kuning
0,41 Jingga
c
0,28 Kuning muda
0,28 Pendar kuning
0,28 Pendar kuning
0,28 Kuning
d
0,05Coklat
0,05 Coklat tua
0,05 Coklat tua
0,05 Coklat muda
Lampiran 12. Foto-foto
Gambar 9. Foto ekstrak kental rimpang kunyit
Gambar 10. Foto abu ekstrak kental rimpang kunyit
69
Gambar 11. Foto abu tidak larut asam ekstrak kental rimpang kunyit
Gambar 12. Foto destilasi Stahl
Gambar 13. Foto ekstrak kering dan minyak atsiri
70
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama Lina merupakan anak pertama dari dua
bersaudara, lahir pada tanggal 7 April 1987 dari pasangan
Bapak Sudin dan Ibu Veronika Rika. Penulis lulus dari SD
Fransiskus I Bandar Lampung pada tahun 1999 kemudian
melanjutkan ke SLTP Fransiskus I Bandar Lampung dan
lulus pada tahun 2002. Selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikannya ke SMA Fransiskus I Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2005.
Setelah itu melanjutkan kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Selama kuliah pernah menjadi asisten dosen untuk Praktikum
Farmasi Fisika II pada tahun ajaran 2007/2008, Praktikum Farmakognosi
Fitokimia I pada tahun ajaran 2007/2008 dan 2008/2009, Praktikum
Farmakognosi Fitokimia II pada tahun ajaran 2007/2008, Praktikum Farmakologi
Dasar pada tahun ajaran 2007/2008, Praktikum Toksikologi Dasar pada tahun
ajaran 2008/2009, Praktikum Analisis Sediaan Obat Tradisional pada tahun ajaran
2008/2009, pernah terlibat dalam acara Pharmacy Performance sebagai seksi
keamanan pada tahun 2007, Seminar Hari Bumi sebagai seksi perkap pada tahun
2008, dan pernah aktif di Campus Ministry.