skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3852/1/himmatul...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI
DENGAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW (Subkonsep Mekanisme Transpor pada Membran di MA Negeri 2 Bogor)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan
Gelar Sarjana Strata 1 (S. Pd) Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh
HIMMATUL ULYA
NIM. 106016100558
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI DENGAN
HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE JIGSAW
(Subkonsep Mekanisme Transpor padaMembran di MA Negeri 2 Bogor)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan
pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
Oleh:
Himmatul Ulya
106016100558
Di bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Baiq Hana Susanti Yanti Herlanti, M.Pd.
NIP. 150 299457 NIP. 19710119 200801 2 001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
i
ABSTRAK
HIMMATUL ULYA, “Hubungan antara Kemampuan Berkomunikasi
dengan Hasil Belajar Siswa melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw”.
Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kemampuan
berkomunikasi dengan hasil belajar melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
pada subkonsep mekanisme transpor pada membran, Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode korelasional yang dilaksanakan di MAN 2
Bogor dengan melibatkan 38 siswa kelas XIIPA3. Data kemampuan
berkomunikasi siswa dikumpulkan dengan lembar observasi dan Peer Asessment,
sedangkan data hasil belajar dikumpulkan dengan tes tertulis kognitif dalam
bentuk pilihan ganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kontribusi
kecenderungan kemampuan berkomunikasi dengan hasil belajar ditunjukkan oleh
hasil koefisien korelasi sebesar 0.75. ini berarti kemampuan berkomunikasi
memberikan kontribusi sebesar 57% terhadap hasil belajar siswa, dan 43%
ditentukan oleh faktor lain. Analisis data menggunakan uji signifikansi diperoleh
nilai thitung sebesar 7,07 sedangkan ttabel pada taraf signifikan 5% yaitu sebesar
1.99, maka dapat dikatakan bahwa thitung > ttabel. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kemampuan berkomunikasi
dan hasil belajar siswa melalui pembelajaran kooferatip tipe jigsaw pada
subkonsep transpor pada membran.
Kata kunci : Kemampuan Berkomunikasi, Hasil Belajar, Model Pembelajaran
Kooperatif Teknik Jigsaw
ii
ABSTRACT
Himmatul Ulya, the Relations between Communication Skills and
Achievement on Cooperative Learning Type Jigsaw thesis, Biology Education
Program, Science Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teachers
Training of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
The aim of this study was to know the corelations between communication
skills and achievement of cooperative learning type jigsaw. Collecting of data, we
use correlation method in MAN 2 Bogor with 38 student of class XI science 3.
Data ralating with student communication skills are gathered by observation and
peer assesment. While data relating to student achievement are gatherd by
cognitif written test in a multiple choice form. This research shown that the
tendency of contribution between communication skills and achievement
distinguished by 0.75 of coefficient correlation. The result of the research that
communication skill gives certain amount of contribution 57%, toward physics
achievement, while 43% are distinguished by other factor. Data analysis uses
signifikansi, from this analysis was got ttest is 7.07 and ttable of signifikansi 5%
1.99. It means that ttest >t-table, there was a positive and significant relationship
between communication skills and achievement of cooperative learning type
jigsaw.
Key word: Communication Skills, Achievement, Cooperative Learning Type
Jjigsaw.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Ilahi
Rabbi, yang telah memberikan limpahan nikmat, rahmat dan kasih sayang-Nya
kepada penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad saw, sang
pembawa risalah islam, pembawa syafaat bagi ummatnya dihari akhir kelak.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat akademis
untuk menyelesaikan studi S1 program studi pendidikan biologi fakultas ilmu
tarbiyah dan keguruan, dengan judul “Hubungan antara Kemampuan
Berkomunikasi dengan Hasil Belajar Siswa melalui Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw” .
Apresiasi dan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga bantuan berbagai pihak dapat menjadi
amal baik dan dibalas oleh Allah dengan balasan yang lebih baik. Secara khusus,
apresiasi dan terima kasih tersebut disampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang sekaligus menjadi dosen pembimbing I yang
selalu ada ketika peneliti kesulitan dalam penelitian ini.
3. Ibu Yanti Herlanti, M.Pd., Dosen Pembimbing II, yang selalu ada ketika
peneliti kesulitan dalam penelitian ini.
4. Bapak Drs. Asep Encu, M.Pd, Kepala MA Negeri 2 Bogor, dan Ibu Nurul
Khodariyah, S.Pd., guru mata pelajaran Biologi, yang telah memberikan ijin
penelitian dan menjadi konsultan terbaik selama eksperimen, dan seluruh
sivitas akademika MA Negeri 2 Bogor.
5. Ayahanda Drs. H. Mawardi, M. Ag dan Ibunda Hj. Romlah, S. Pd, yang kasih
sayangnya kepada peneliti tak terbatas, semoga Allah selalu menyayangi
keduanya sebagaimana keduanya menyayangi peneliti.
iv
6. Kakanda tercinta: Fikrul Gifar, S. Si dan adik tercinta Fauzi Syukrillah dan
Firda Nurfaida tempat berkeluh kesah dan sumber inspirasi serta semangat,
bagian kehidupan yang tak tergantikan.
7. Suamiku terkasih Firmansyah yang setia menjadi tempat berkeluh kesah dan
selalu memberikan semangat, bagian kehidupan yang selalu menyenangkan.
8. Keluarga Besar Kost Cantik, yang menjadi keluarga kedua bagi peneliti. Lebih
khususnya kepada Lela, Fatmi, Dilaz, Uwi, Zee, Leni, Anist, Resna yang
memberikan suport dan menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Rekan-rekan mahasiswa/i Pendidikan Biologi Angkatan 2006.
10. Rekan-rekan mahasiswi Pendidikan Biologi, lebih khusus kepada Nurlaila. Ufi
Azmiyah, Ayu Arsy Rahayu dan Lily Mufaizah yang selalu bersama ketika
bimbingan.
11. Rasa cinta dan hormat kepada semua pihak yang telah banyak membantu yang
tak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam menyelesaikan skripsi.
Kami berharap skripsi ini menjadi konstribusi serta menambah pustaka dan
referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Saran dan masukan dari para
pembaca untuk perbaikan ketidaksempurnaan skripsi ini sangat diharapkan.
Jazákumullah Khoiron Katsiron.
Ciputat, November 2010
Himmatul Ulya
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK .............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................ iii
DAFTAR ISI ........................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. viii
DAFTA TABEL ..................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .......................................................... 5
C. Pembatasan Masalah ....................................................... 5
D. Rumusan Masalah .......................................................... 6
E. Tujuan Penelitian ............................................................. 6
F. Manfaat Penelitian ........................................................... 6
BAB II KAJIAN TEORETIS, KERANGKA PIKIR,
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ...................................... 7
A. Deskripsi Teoretis ........................................................... 7
1. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ...................... 7
b. Tujuan Pembelajaran Koopertaif .......................... 12
c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif .................. 14
d. Pengelolaan Pembelajaran Kooperatif ................... 14
e. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif ................... 15
f. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif ........................... 17
g. Keterampilan-Keterampilan Kooperatif ................. 17
h. Langkah-langkah umum pembelajaran kooperatif.. 18
i. Beberapa Variasi teknik Pembelajaran Kooperatif 18
vi
2. Jigsaw .......................................................................... 19
a. Tahap -Tahap Dengan Teknik Jigsaw ..................... 20
b. Peranan Guru Dalam Teknik Jigsaw ...................... 22
3. Kemampuan Berkomunikasi ...................................... 23
a. Pengertian dan Kemampuan Komunikasi ............... 23
b. Karakteristik Komunikasi ...................................... 24
c. Fungsi Komunikasi ................................................. 25
d. Kemampuan Berkomunikasi Lisan Bagi Siswa ...... 26
4. Hasil Belajar .............................................................. 27
a. Hasil Belajar Kognitif ............................................. 28
b. Hasil Belajar Afektif .............................................. 30
B. Hasil Penelitian ynag Relevan ......................................... 32
C. Kerangka Pikir ................................................................. 34
D. Hipotesis .......................................................................... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................ 38
A. Waktu dan Tempat Penelitian ......................................... 38
B. Metode dan Desain Penelitian ......................................... 38
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ..................... 38
D. Variabel Penelitian .......................................................... 39
E. Prosedur Penelitian ............................................................ 39
F. Teknik Pengumpulan Data .............................................. 40
G. Instrumen Penelitian ........................................................ 40
H. Kalibrasi Instrumen ........................................................... 43
1. Uji Validitas Butir Soal .............................................. 43
2. Uji Realibilitas Instrumen ............................................ 44
3. Uji Tingkat Kesukaran Item ....................................... 44
4. Daya Pembeda .............................................................. 45
I. Teknik Analisis Data ....................................................... 45
1. Normal Gain ................................................................. 45
2. Uji Prasarat ................................................................... 46
a. Uji Normalitas Hasil Belajar ................................. 46
vii
b. Uji Homogenitas Hasil Belajar ............................. 46
3. Uji Hipotesis ................................................................ 47
a. Uji Korelasi .......................................................... 47
b. Uji Signifikan ......................................................... 48
c. Koefisien Determinansi ......................................... 48
4. Interpretasi Data ........................................................... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................. 50
A. Kemampuan Brkomunikasi Siswa .................................... 50
B. Hasil Belajar ....................................................................... 54
C. Hubungan Kemampuan Berkomunikasi dengan Hasil Belajar58
1. Pengujian Prasyarat Analisis Data Hasil Balajar .......... 58
a. Hasil Pretest ....................................................... 58
b. Hasil Posttest ...................................................... 59
c. Nilai N-gain Kelompok ........................................ 60
d. Hasil Uji Normalitas ............................................. 60
e. Hasil Uji Homogenitas ........................................ 60
f. Hasil Uji Parametrik ............................................ 61
2. Pengujian Hipotesis ...................................................... 62
3. Pembahasan .................................................................. 62
BAB V PENUTUP ............................................................................ 66
A. Kesimpulan ...................................................................... 66
B. Saran ................................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 67
LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir ............................................................. 36
Gambar 4.1 Grafik Kemampuan Berkomunikasi siswa ............................... 50
Gambar 4.2 Grafik persentase indikator Kemampuan Berkomunikasi ....... 51
Gambar 4.2 Grafik persentase indikator peer assesment ............................ 52
Gambar 4.3 Grafik Hasil Pre Test ............................................................... 55
Gambar 4.4 Grafik Hasil Pro Test ............................................................... 56
Gambar 4.5 Grafik N-gain ........................................................................... 60
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan Kelompok belajar kooperatif dengan
kelompok belajar konvesnsional ......................................... 10
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kognitif ......................................... 41
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Lembar Observasi ................................ 42
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Peer Assesment ..................................... 42
Tabel 3.4 Interpretasi Prodauct Moment ............................................... 49
Tabel 4.1 Hasil Belajar Pre Test siswa ............................................... 58
Tabel 4.2 Hasil Belajar Post Test siswa ............................................... 59
Tabel 4.3 Rekapitulasi N-gain .............................................................. 59
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas ............................................................. 60
Tabel 4.5 Rekapitulasi Uji Homogenitas .............................................. 61
Tabel 4.6 Penentuan Uji-t ..................................................................... 61
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Proses Pembelajaran ........................................... 70
Lampiran 2 Lembar Uji Validasi Kemampuan Berkomunikasi ........... 79
Lampiran 3 Lembar Uji Validasi Rubrik Kemampuan Berkomunikasi 81
Lampiran 4 Intrumen Kemampuan Berkomunikasi ............................ 85
Lampiran 5 Analisis Ketercapaian Aspek Kemampuan Berkomunikasi 87
Lampiran 6 Distribusi Frekuensi Kemampuan Berkomunikasi .......... 89
Lampiran 7 Lembar validasi Intrumen Peer Asessment ...................... 91
Lampiran 8 Kisi-Kisi Intrumen Peer Assesment ................................. 95
Lampiran 9 Kisi-Kisi Intrumen Hasil Belajar ...................................... 96
Lampiran 10 Intrumen Uji Coba Hasil Belajar Siswa ........................... 100
Lampiran 11 Rekapitulasi Validasi Hasil Belajar Siswa ....................... 108
Lampiran 12 Kisi-kisi Intrumen Hasil Belajar Setelah Validasi ........... 110
Lampiran 13 Intrumen Penelitian Hasil belajar ..................................... 111
Lampiran 14 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar ................................... 118
Lampiran 15 Uji Normalitas hasil Belajar ............................................. 123
Lampiran 16 Uji homogenitas hasil Belajar .......................................... 125
Lampiran 17 Uji Signifikansi hasil Belajar ........................................... 127
Lampiran 18 Uji persiapan N- Gain hasil Belajar ................................. 130
Lampiran 19 Uji N- Gain hasil Belajar .................................................. 131
Lampiran 20 Perhitungan Uji Korelasi .................................................. 133
Lampiran 21 Perhitungan Uji signifikansi ............................................. 140
Lampiran 22 Perhitungan Uji Koefisien Determinansi ........................ 141
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Percepatan arus informasi dalam era globalisasi saat ini menuntut
semua bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi, misi, tujuan, dan strategi
agar sesuai dengan kebutuhan, dan tidak ketinggalan zaman. Penyesuaian
tersebut secara langsung mengubah tatanan dalam sistem makro, maupun
mikro, demikian halnya dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan nasional
senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional maupun global.
Era globalisasi ini menuntut generasi kreatif, mandiri, bersifat terbuka
dan demokratis. Padahal proses pembelajaran pada satuan pendidikan
seharusnya diselenggarakan secara interktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, dan memotivasi peserta didik. Hal ini sesuai dengan Peraturan
Pemerintah tentang Standar Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2005, pasal
19 yang menyatakan bahwa:
“Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.” 1
Pembentukan peserta didik yang inovati, kretif dan mandiri merupakan
tujuan dari kurikulum indonesia. Kurikulum merupakan acuan setiap satuan
pendidikan, baik pengelola maupun penyelenggara, khususnya acuan bagi
guru dan kepala sekolah. kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini adalah
kurikulum 2004 berbasis kompetensi yang telah direvisi melalui Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang menuntut perubahan paradigma
1 Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan. Direktorat Jendral
Pendidikan Islam Departemen Agam RI Tahun 2006, hal. 164
2
dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang
pendidikan formal (persekolahan). 2
Paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran menuntut keaktifan
siswa, tetapi fakta di sekolah-sekolah berbeda. Setelah dilakukan wawancara
secara langsung dengan guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 dalam
pembelajaran biologi, masih dominan penerapan pengajaran konvensional
yang berpusat pada guru (Teacher Centered). Guru kurang memberikan
kesempatan bagi siswa untuk lebih aktif membangun sendiri struktur
kognitifnya, serta kurangnya kesempatan yang diberikan guru untuk
menumbuhkembangkan minat dan kemampuan berkomunikasi siswa. Padahal
kemampuan berkomunikasi yang baik menunjang keterampilan siswa dalam
memecahkan masalah.
Proses belajar mengajar yang berlangsung sudah semestinya
mengaktifkan siswa agar dapat mengkontruksi pengetahuan. Siswa juga bisa
saling mengajar dengan sesama siswa lainnya. Bahkan, banyak penelitian
menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (Peer Teaching) ternyata
lebih efektif dari pada pengajaran oleh guru. 3
Oleh karena itu diperlukan suatu
pendidikan yang sejalan dengan Kurikulum 2006 dan berorientasi pada
kecakapan hidup.
Salah satu cara berkomunikasi dalam pembelajaran biologi adalah
melalui presentasi dalam diskusi. Kegiatan diskusi siswa sudah sering
dilaksanakan dalam pembelajaran biologi, melalui kegiatan tersebut siswa
diharapkan dapat membangun pengetahuan dengan lebih aktif.4 Akan tetapi,
masih terdapat kekurangan dalam mengelolanya. Dalam kegiatan diskusi
sekelompok siswa diminta untuk mempresentasikan materi tertentu di depan
kelas, Sementara itu siswa yang lain duduk di kursi masing-masing. Sebagian
2 Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konsrukstivistik. (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2007), hal. 2 * Wawancara dengan guru biologi di MAN 2 Bogor ibu Nurul Khodariyah, S. Pd
3 Mukhtas Muhammad, Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berkomunikasi Dan Penguasaan Konsep Hidrokarbon Siswa SMA, Jurnal Penelitian
Pendidikan IPA Vol. I No. 2, Juli 2007. Hal 181 4 Lie, A. Cooperative learning mempraktekkan cooperative learning di ruang-ruang kelas.
(Jakarta: Grasindo, 2002), hal. 56
3
siswa hanya menjadi penonton atau mengerjakan aktivitas lain. Kemudian
ketika sesi tanya jawab dalam diskusi dibuka, hanya sebagian kecil siswa yang
bertanya atau menanggapi. Ini disebabkan karena metode diskusi yang biasa
dilakukan dalam pembelajaran kurang menarik bagi siswa, sehingga biologi
dianggap pelajaran yang membosankan.
Biologi sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai
pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains. Keterampilan
proses ini meliputi keterampilan mengamati, mengajukan hipotesis,
mengajukan pertanyaan, menggolongkan dan menafsirkan data, serta
mengkomunikasikan hasil temuan secara lisan atau tertulis, menggali dan
memilah informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan-gagasan atau
memecahkan masalah sehari-hari.5
Mekanisme Transpor pada Membran Sel merupakan salah satu
subkonsep dalam ilmu biologi di SMA. Konsep ini dicantumkan pada kelas XI
semester satu. Subkonsep tersebut meliputi pendeskripsian proses keluar
masuknya zat pada sel. Mekanisme transpor pada membran sel merupakan
subkonsep yang sangat penting dalam pembalajaran biologi kerana
berhubungan dengan Sel yaitu unit terkecil pada makhluk hidup. Konsep Sel
merupakan konsep awal yang harus dicapai oleh siswa sebelum memasuki
konsep selanjutnya, karena berdasarkan kurikulum SMA/MA kelas XI
memiliki standar kompetensi yaitu memahami struktur dan fungsi sel sebagai
unit terkecil. Oleh karena itu dalam pembelajaran konsep tersebut diharapkan
dalam penyampaiannya dapat menyediakan berbagai pengalaman belajar
untuk memahami konsep dan proses sains, seperti keterampilan mengamati,
mengajukan hipotesis, mengajukan pertanyaan, menggolongkan dan
menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil temuan secara lisan atau
tertulis.
Kenyataannya dalam proses belajar mengajar di sekolah masih ada
guru yang hanya menggunakan metode ceramah atau diskusi dalam subkonsep
mekanisme transpor pada membran, dan bahkan ada guru yang hanya
5 Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006, hal. 451
4
menugaskan dengan merangkum buku paket saja, tanpa adanya interaksi
antara guru dengan siswa dan siswa dengan guru. Memperhatikan
permasalahan tersebut guru sebagai pengajar, tetapi kurang memperhatikan
proses pembelajaran yang mengupayakan pembelajaran aktif, sehingga adanya
interaksi guru dengan siswa dan siswa dengan siswa, maka model
pembelajaran yang dapat menjembatani kebutuhan tersebut adalah model
pembelajaran kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif, guru tidak lagi berperan sebagai satu-
satunya narasumber dalam pembelajaran, melainkan berperan sebagai
moderator, fasilitator dan manager pembelajaran.6 Iklim belajar yang
berlangsung dalam suasana keterbukaan dan demokratis akan memberikan
kesempatan yang optimal kepada siswa untuk memperoleh informasi yang
lebih banyak mengenai materi yang dibelajarkan dan sekaligus melatih sikap
serta keterampilan sosialnya baik di kelas maupun di luar kelas.
Salah satu dari pembelajaran kooperatif adalah tipe Jigsaw yang
membagi siswa dalam kelompok kecil yang heterogen, yaitu kelompok ahli
dan kelompok asal. Kelompok ahli bertugas mendalami suatu topik materi,
selanjutnya masing-masing anggota kelompok mengajar temannya dan
menjadi ahli dalam kelompok asal. Di akhir pembelajaran ditutup dengan
diskusi umum sebagai evaluasi.7
Melalui metode pembelajaran jigsaw diharapkan pembelajaran dapat
memberikan solusi dan suasana baru yang menarik dalam pengajaran sehingga
memberikan konsep baru dalam proses pembelajaran. Pembelajaran jigsaw
membawa konsep pemahaman inovatif, dan menekankan keaktifan siswa.
Pembelajaran jigsaw diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar, dan
kemampuan bekerjasama dalam suasana gotong-royong, selain itu dengan
6 Mukhtas Muhammad, op. cit., hal. 182
7 Yurni Suasti, upaya peningkatan kreativitas siswa SMU Pembangunan UNP melalui
modifikasi cooperative learning model jigsaw, Jurnal Pembelajaran Vol. I No.I, 26 Desember
2002. hal. 228
5
jigsaw siswa dapat memiliki banyak kesempatan untuk mengolah informasi
dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Beberapa alasan lain yang menyebabkan metode jigsaw perlu
diterapkan sebagai metode pembelajaran yaitu tidak adanya persaingan antar
siswa atau kelompok. Siswa diharapkan bekerjasama untuk menyelesaikan
masalah dan mengatasinya dengan cara dan pikiran yang berbeda. Siswa
dalam kelompok saling bertanggung jawab atas penguasaan materi belajar
yang ditugaskan, serta siswa bertanggung jawab mengajarkan bagian tugasnya
pada anggota kelompoknya.
Berdasarkan pemikiran di atas mendorong penulis untuk meneliti,
“Hubungan antara Kemampuan Berkomunikasi dan Hasil Belajar Siswa
Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
rumusan masalah untuk penelitian ini adalah
1. Siswa yang pasif menyebabkan rendahnya kemampuan berkomunikasi siswa
2. Orientasi pembelajaran masih didominansi pembelalajaran konvensional dengan
metode ceramah
3. Penggunaan metode diskusi dalam pembelajara belum maksimal.
C. Pembatasan Masalah
Kegiatan penelitian ini terbatas pada masalah sebagai berikut:
1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw
2. Kemampuan berkomuniksi dibatasi dengan indikator membaca,
menjelaskan, menyimak, umpan balik, diskusi, mengambil keputusan,
menjawab pertanyaan dan melakukan refleksi.
3. Hasil belajar yang diukur dibatasi pada pengetahuan atau kemampuan
kognitif siswa pada konsep mekanisme transpor pada membran sel
6
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan permasalahan yang telah
dikemukakan diatas maka masalah yang akan dicari jawabannya dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana hubungan antara
kemampuan berkomunikasi dengan hasil belajar siswa melalui pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw pada subkonsep mekanisme transpor pada membran?”
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah
diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan
antara kemampuan berkomunikasi dengan hasil belajar siswa melalui
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini sebagai bahan acuan untuk menciptakan
pembelajaran yang efektif dengan menggunakan variasi metode sehingga
materi yang disampaikan mudah dipahami oleh siswa. Dan dapat memberikan
kontribusi yang baik bagi sekolah dalam rangka peningkatan mutu proses
pembelajaran, khususnya mata pelajaran biologi.
7
BAB II
DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoretik
1. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Cooperative learning merupakan suatu teknik instruksional dan
filosofi pembelajaran yang berusaha meningkatkan kemampuan siswa
untuk bekerjasama dalam kelompok kecil, guna memaksimalkan
kemampuan belajarnya, dan belajar dari temannya, serta memimpin
dirinya. Selain itu, cooperative learning dirancang untuk
mengumpulkan dan menganalisis informasi. Dalam strategi ini
diharapkan siswa berperan secara aktif, reflektif, dan saling
menghormati dalam setiap proses untuk mencapai keberhasilan dalam
belajar. Oleh karena itu untuk membangun model koperatif harus
dimulai dari inisiatif, dan kepedulian guru terhadap kondisi nyata
siswa untuk kemudian mengubah hal-hal yang menghambat
berlangsungnya suatu proses pembelajaran.1
Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang
melibatkan siswa untuk bekerja dalam kelompok-kelompok untuk
menetapkan tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif didasarkan oleh
teori-teori perlakuan, persandaran sosial dan teori perkembangan
kognitif konstruktivis yang menyatakan bahwa siswa harus
membangun pengetahuannya secara aktif. 2Informasi yang
disampaikan merupakan informasi yang jelas tidak ambigu. Secara
umum komunikasi adalah suatu cara sharing ide dan pengklarifikasian
1 Yurni Susanti. Upaya peningkatan kreativitas siswa SMU Pembangunan UNP melalui
modifikasi Cooperative learning Model Jigsaw. Jurnal pendidikan, No. 04 Tahun 26, Desember
2003, hal. 326 2 Isjoni, Cooperatif Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok,
(Bandung: Alfabeta, 2007), hal 53
8
pengertian, proses komunikasi juga membantu membangun
pemahaman.
Pembelajaran kooperatif menurut Slavin adalah srategi belajar
dimana siswa belajar dalam kelompok kecil, saling membantu untuk
memahami suatu bahan pembelajaran, memeriksa dan memperbaiki
jawaban teman, serta kegiatan lainnya dengan tujuan mencapai prestasi
belajar tertinggi. Dan menurut Davidson dan Worsham, pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran yang efektif yang
mengintergrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis.3
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran
kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu yang memiliki prinsip
dasar siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar
sesamanya untuk mencapai tujuan bersama. Dalam proses
pembelajaran kooperatif siswa pandai mengajari siswa yang kurang
pandai tanpa merasa dirugikan. Selain itu, siswa kurang pandai dapat
belajar dalam suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang
membantu dan memotivasinya. Siswa yang sebelumnya terbiasa
bersikap pasif setelah menggunakan pembelajaran kooperatif akan
terpaksa berpartisipasi secara aktif agar bisa diterima oleh anggota
kelompoknya.
Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi
yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru
dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa. Kooperatif juga menghasilkan
peningkatan kemampuan akademik, meningkatkan kemampuan
berpikir kritis, membentuk hubungan persahabatan, menggali berbagai
informasi, belajar menggunakan sopan santun, meningkatkan motivasi
siswa, memperbaiki sikap terhadap sekolah dan belajar mengurangi
tingkah laku yang kurang baik, serta membantu siswa dalam
menghargai pokok pikiran orang lain.4
3 Tonih Feronika, Buku Ajar Strtegi Pembelajaran Kimia, (Jakarta: FITK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008), hal. 56 4 Isjoni, op. ci,. hal. 24
9
Kegiatan dalam kooperatif akan membantu siswa-siswa yang
lemah dalam akademik untuk dapat memahami materi, karena dalam
pembelajaran kooperatif siswa yang pintar menjelaskan dan
menguraikan materi ke siswa yang kurang paham. Hal ini dapat
memberikan penguatan kepada siswa yang pintar untuk dapat
memahami materi. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam
kelompaknya belum menguasai bahan pembelajaran.5
Bila dibandingkan dengan pembelajaran yang masih bersifat
konvensional, pembelajaran kooperatif memiliki beberapa keunggulan.
Diantaranya yaitu memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan
dan membahas suatu pandangan, pengalaman, yang diperoleh siswa
ketika belajar secara bekerjasama dalam merumuskan kearah satu
pandangan kelompok.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif, membuat siswa
bisa meraih keberhasilan dalam belajar dan melatih siswa untuk
memiliki keterampilan, baik keterampilan berpikir, maupun
keterampilan sosial, seperti keterampilan mengemukakan pendapat,
menerima saran dan masukan dari orang lain, bekerjasama, rasa setia
kawan, dan mengurangi timbulnya perilaku yang menyimpang dalam
kehidupan kelas.
Model Pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa untuk
mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara
penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis. Karena
dalam model pembelajaran ini siswa bukan lagi sebagai objek
pembelajaran, namun bisa juga sebagai tutor bagi teman sebayanya.
Sharan mengemukakan bahwa siswa yang belajar dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif akan memilki motivasi yang
tinggi karena didorong oleh rekan sebayanya. Pembelajaran kooperatif
juga menghasilkan peningkatan kemampuan akademik dan berpikir
kritis, membentuk hubungan persahabatan, menimba berbagai
informasi, belajar sopan santun, meningkatkan motivasi siswa,
5 Tonih Feronika, op. cit., hal. 56
10
memperbaiki sikap terhadap sekolah dan belajar untuk mengurangi
tingkah laku yang kurang baik, serta menghargai pokok pikiran orang
lain.
Selanjutnya Stahl mengemukakan bahwa melalui model
pembelajaran kooperatif siswa dapat memperoleh pengetahuan,
kecakapan sebagai pertimbangan untuk berpikir dan menentukan serta
berbuat dan berpartisipasi sosial. Zaltman mengemukakan pula bahwa
siswa yang sama-sama bekerja dalam kelompok akan menimbulkan
persahabatan yang akrab, yang terbentuk di kalangan siswa, ternyata
sangat berpengaruh pada tingkah laku atau kegiatan masing-masing
secara individual. Kerjasama antar siswa dalam kegiatan belajar dapat
memberikan berbagai pengalaman. Mereka akan lebih banyak
mendapatkan kesempatan berbicara, inisiatif, menentukan pilihan dan
secara umum mengembangkan kebiasaan yang baik.6
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pengajaran yang
baik di dalam kelompok kecil dengan siswa yang memiliki keahlian
yang berbeda, menggunakan ragam aktivitas untuk meningkatkan
pemahaman mereka pada sebuah mata pelajaran. Kegiatan dalam
kooperatif akan membantu siswa-siswa yang lemah dalam akademik
untuk dapat memahami materi. Siswa yang lemah bekerja secara
individual cenderung akan menyerah jika menghadapi hambatan.
Siswa yang pintar menjelaskan daan menguraikan materi ke siswa
yang kuraang paham. Hal ini dapat memberikan penguatan kepada
siswa yang pintar untuk dapat memahami materi. Belajar belum
selesai jika salah satu teman dalam kelompaknya belum menguasai
bahan pembelajaran
6 Isjoni, op. cit., hal. 24
11
Tabel 1.1. Perbedaan kelompok belajar kooperatif
dengan kelompok konvensional7
Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional
Adanya saling ketergantungan
positif, saling membantu dan saling
memberikan motivasi sehingga ada
interaksi promotif
Guru sering membiarkan adanya
siswa yang mendominasi
kelompok atau menggantungkan
diri ada kelmpok.
Adanya akuntabilitas individual
yang mengukur penguasaan materi
pelajaran tiap anggoata kelompok,
dan kelompok diberi umpan balik
tentang hasil belajar para
anggotanya sehingga dapat saling
mengetahui siapa yang memerlukan
bantuan dan siapa yang dapat
memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering
diabaikan sehingga tugas-tugas
sering diborong oleh salah seorang
anggota kelompok lainnya hanya
“mendompleng” keberhasilan
“pemborong”.
Kelompok belajar heterogen, baik
dalam kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras, etnik dan sebagainya
sehingga dapat saling mengetahui
siapa yang memerlukan bantuan dan
siapa yang memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya
homogen.
Pimpinan kelompok dipilih secara
demokratis atau bergilir untuk
memberikan pengalaman pemimpin
bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompok sering
ditentukan oleh guru atau
kelompok dibiarkan untuk
memilih pemimpinnya dengan
cara masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan
dalam kerja gotong royong seperti
kepemimpinan, kemampuan
berkomunikasi, mempercayai orang
lain, dan mengelola konflik secara
langsung diajarkan.
Keterampilan sosial sering tidak
secara langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang
berlangsung guru terus melakukan
pemantauan melalui observasi dan
Pemantauan melaui intervensi
sering tidak dilakukan oleh guru
pada saat belajar kelompok sedang
7 Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konsrukstivistik. (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2007), hal. 43
12
Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional
melakuakan intervensi jik terjadi
masalah dalam kerja sama antar
anggota kelompok.
berlangsung.
Guru memperhatikan secara proses
kelompok yang terjadi dalam
kelompok-kelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan
proses kelompok yang terjadi
dalam kelompok-kelompok
belajar.
Penekanan tidak hanya pada
penyelasaian tugas tetapi juga
hubungan interpersonal (hubungan
antar pribadi yang saling
menghargai).
Penekanan sering hanya pada
penyelesaian tugas
b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning)
Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif membutuhkan partisipasi
dan kerja sama dalam kelompok pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar yang lebih baik, sikap tolong
menolong dalam beberapa perilaku sosial. Tujuan utama dalam penerapan
model pembelajaran kooperatif adalah agar peserta didik dapat belajar secara
berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai
pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara
berkelompok.
Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yaitu:
1) Hasil belajar akademik
Dalam pembelajran kooperatif meskipun mencakup beragam
tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis
penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam
membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model
ini menunjukan, model struktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma
yang berhubungan dengan hasil belajar. Disamping mengubah norma yang
13
berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat member
keuntungan, baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas
yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2) Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan
secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasrkan ras, budaya, kelas
sosial, kemampuan dan ketidakmampuannya. Pembelajran kooperatif
memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi
untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan
melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling meNghargai
satu sama lain.
3) Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan
kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-
keterampilan sosial penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak anak
muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran
kooperatif sebagaimana yang dikemukakan Slavin yaitu penghargaan
kelompok, pertanggungjawaban, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.
1) Penghargaan kelompok, pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok
untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok
diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan.
Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai
anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang
saling mendukung, saling membantu dan saling peduli.
2) Pertanggungjawaban individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari
semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan
pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar.
Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap
14
anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri
tanpa bantuan teman sekelompoknya.
3) Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Pembelajaran kooperatif menggunakan metode scoring yang
mencakup nilai perkembangan berdasarkan penigkatan prestasi yang
diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode
scoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi
sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang
terbaik bagi kelompoknya. 8
c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Secara umum pembelajaran kooperatif teridiri dari lima karakteristik,
yaitu:
1) Siswa belajar bersama pada tugas-tugas umum atau aktivitas untuk
menyelasaikan tugas atau aktivitas pembelajaran.
2) Siswa saling bergantung secara positif. Aktivitas diatur sehingga siswa
membutuhkan siswa lain untuk mencapai hasil bersama.
3) Siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 5
siswa.
4) Siswa menggunakan perilkau kooperatif, prososial.
5) Setiap siswa secara mandiri bertanggung jawab untuk pekerjaan
pembelajaran mereka.9
d. Pengelolaan Kelas Pembelajaran kooperatif
Pengelolaan kelas pembelajaran kooperatif bertujuan untuk membina
pembelajar dalam mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi
dengan pembelajar yang lainnya. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan
dalam pengelolaan kelas:
8Isjoni, op. cit., hal. 21-28
9 Tonih Feronika, op. cit., hal. 57
15
1) Pengelompokan
Pengelompokan heterogenitas (kemacamragaman) merupakan ciri-ciri
yang menonjol dalam metode pembelajaran gotong royong atau
pembelajaran kooperatif. Kelompok heterogenitas dapat dibentuk dengan
memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang sosio ekonomi dan
etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis,
kelompok biasanya terdiri dari satu orang berkemammpuan tinggi, dua
orang berkemampuan sedang, dan yang lainnya berkemampuan kurang.
2) Semangat gotong royong
Agar kelompok bisa bekerja secara efektif dalam proses pembelajaran
kooperatif, masing-masing anggota kelompok perlu mempunyai semangat
gotong royong. Semangat gotong royong bisa dirasakan dengan membina
niat dan kiat siswa dalam bekerja sama dengan siswa-siswa yang lainnya.
3) Penataan ruang kelas
Penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang
kelas dan sekolah. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu
ukuran ruang kelas, jumlah siswa, tingkat kedewasaan, toleransi guru di
kelas sebelah terhadap kegaduhan dan lain-lain. 10
e. Unsur-Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat
elemen-elemen yang saling terkait. Ada berbagai elemen yang merupakan
ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:
1) Saling ketergantungan positif
2) Adanya pengakuan dalam dalam merespon perbedaan individu
3) Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas
4) Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan
5) Terjalinnya hubungan baik dan bersahabat antar teman dan guru
6) Memiliki banyak kesempatan untuk mengekpresikan diri agar lebih
menyenangkan. 11
10
Anita Lie, Cooperative Learning, (Jakarta: PT Grasindo, 2002), hal. 37 – 50 11
Isjoni, op. cit., hal. 24
16
f. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Carin mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif ditandai oleh
ciri-ciri sebagai berikut:
1) Setiap anggota mempunyai peran.
2) Terjadi interaksi langsung diantara siswa.
3) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga
teman-teman sekelompoknya.
4) Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. 12
g. Keterampilan-keterampilan Kooperatif
1) Keterampilan kooperatif tingkat awal, meliputi menjalankan tugas sesuai
dengan tanggung jawabnya, mengambil giliran dan berbagi tugas,
mendorong adanya partisipasi, dan menyamakan persepsi atau pendapat
2) Keterampilan koopertaif tingkat menengah, meliputi mendengarkan
dengan aktif, meminta atau menanyakan informasi atau klarifikasi lebih
lanjut, menafsirkan atau menyampaikan kembali informasi dengan kalimat
yang berbeda, memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban,
memastikan bahwa jawaban tersebut benar.
3) Keterampilan kooperaif tingkat mahir, meliputi mengelaborasi, yaitu
memperluas konsep, membuat kesimpulan, dan menghubungkan pendapat
dengan topik tertentu. 13
h. Langkah-Langkah Umum Pembelajaran Kooperatif
1) Meyampaikan tujuan dan motivasi siswa
2) Menyajikan informasi
3) Mengorganisasikan siswa/peserta didik dalam kelompok kooperatif
4) Bimbing atau membantu kerja kelompok dalam belajar untuk melakukan
kegiatan/berkooperatif
5) Evaluasi
12
Tonih Feronika, op. cit., hal. 56 13
Trianto, Op. cit., hal. 46
17
6) Memberikan penghargaan. 14
i. Beberapa Variasi Teknik Dalam Pembelajaran Kooperatif
Terdapat lima macam teknik belajar kooperatif yang berhasil
dikembangkan para peneliti pendidikan di Jhon Hopkins University yaitu:
Student Team Achievement Divisions (STAD), JIGSAW, TGT (Tean Game
Tournamen), Team Acelarated Intruction (TAI), dan Cooperative Intergrated
reading & Composition (CIRC).
1) Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah pembelajaran kooperatif
dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah
anggota tiap kelompok terdiri dari empat atau lima orang siswa secara
heterogen. Pembelajaran ini diawali dengan penyampaian tujuan
pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis dan
penghargaan kelompok.
2) Pembelajaran koopertif tipe TGT merupakan jenis pembelajaran
kooperatif yang dirancang untuk tidak menggunakan kuis atau saling
tanya melainkanj menggunakan turnamen atau lomba mingguan.
Dalam lomba itu siswa berkompetisi untuk menyumbangkan poin pada
skor mereka.
3) Pembeljaran kooperatif tipe Team Acelarated Intruction (TAI)
merupakan pembelajaran kooperatif yang menggabungkan kerja
kelompok dan individu. Tiap anggota kelompok akan diberi soal
bertahap yang harus mereka kerjakan sendiri-sendiri dalam
kelompoknya. Setelah itu hasil pekerjaan mereka diperiksa oleh tim
lain.
4) Pembelajarn kooperatif tipe JIGSAW adalah pembelajaran kooeratif
dengan menggunakan kelompok asal dan kelompok ahli.
5) Pembelajaran kooperatif tipe Cooperative Intergrated reading &
Composition (CIRC) merupakan pembelajaran yang hanya
14
H. M. Sirih dan Muhammad Ali, Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw dengan
Tongkat Estafet Untuk Meningkatkan Aktivitas Siswa Dalam Proses Belajar Mengajar di SMP
Negeri 2 Kendiri, MIPMIPA, Vol. 6 No. 1, Februari 2007, hal 22
18
menekankan pada membaca, menulis dan tata bahasa. Aktivitas
Cooperative Intergrated reading & Composition terdiri dari siswa
mengikuti urutan intruksi guru, latihan tim, assesmen tim awal dan
kuis.15
2. Teknik Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot
Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi
oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Silberman,
mengatakan bahwa jigsaw learning merupakan sebuah teknik dipakai
secara luas yang memiliki kesamaan dengan pertukaran dari kelompok ke
kelompok dengan suatu perbedaan penting setiap peserta didik
mengerjakan sesuatu. Setiap peserta didik mempelajari sesuatu yang
dikombinasikan dengan materi yang telah dipelajari oleh peserta didik
lain, kemudian dibuat suatu kumpulan pengetahuan. Dalam setting jigsaw
learning ini dijelaskan bahwa setiap peserta didik adalah pengajar. Strategi
ini memberikan kesempatan pada setiap peserta didik untuk bertindak
sebagai seorang pengajar terhadap peserta didik lainnya.16
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et.al. sebagai
metode Cooperative learning. Teknik ini dapat digunakan dalam
pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Dalam
teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman
siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran
menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama
siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan
untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan
berkomunikasi.17
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu metode
pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu
15
Tonik Peronika, op. cit., hal. 63-64 16
Srih dan Muhammad Ali. op. cit., hal. 23 17
Anita Lie, op. cit., hal. 68
19
kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar
dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya.18
Pembelajaran kooperatif teknik jigsaw adalah suatu metode
pembelajaran yang didasarkan pada bentuk struktur multifungsi kelompok
belajar yang dapat digunakan pada semua pokok bahasan dan semua
tingkatan untuk mengembangkan keahlian dan keterampilan setiap
anggota kelompok, teknik jigsaw terdiri dari dua bentuk diskusi yaitu
diskusi kelompok ahli dan diskusi kelompok asal sehingga dalam metode
pembelajaran ini tergantung pada dan belajar dari orang lain dan
menciptakan saling ketergantungan bagi tiap anggota kelompok.
a. Tahapan-tahapan Dengan Teknik Jigsaw
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah salah satu tipe
pembelajaan kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling
membnatu dalam menguasai materi untuk mencapai prestasi yang
maksimal. Dalam belajar model kooperatif jigsaw ini terdapat tahap-
tahap dalam penyelenggaraannya antara lain:
Tahap pertama, siswa dikelompokkan dalam kelompok-
kelompok kecil. Pembentukan kelompok-kelompok siswa tersebut
dapat dilakukan oleh guru berdasarkan pertimbangan. Jumlah tiap
kelompok yang tepat adalah sekitar 4-6 orang dengan kondisi siswa
yang heterogen baik dari segi kemampuan maupun karakteristik
lainnya.
Tahap kedua, setelah siswa dikelompokkan menjadi beberapa
kelompok disesuaikan dengan banyaknya materi yang akan
didiskusikan, maka di dalam jigsaw ini setiap anggota kelompok
ditugaskan untuk mempelajari materi tertentu. Kemudian siswa-siswa
atau perwakilan dari kelompoknya masing-masing bertemu dengan
18
Emildadiany, Novi, Cooperative Learning-Teknik Jigsaw, http://makalahkumakalahmu.
wordpress.com/2008/09/15/coopertaive-learning (tgl: 1/22/2010 Jam: 10. 57)
20
anggota-anggota kelompok dari kelompok lain yang mempelajari
materi yang sama.
Tahap ketiga, setelah masing-masing perwakilan tersebut dapat
menguasai materi yang ditugaskan, kemudian masing-masing
perwakilan tersebut kembali ke kelompok asalnya. Selanjutnya
masing-masing anggota tersebut saling menjelaskan pada teman satu
kelompoknya sehingga teman satu kelompoknya dapat memahami
materi yang ditugaskan guru.
Tahap keempat, siswa diberikan tes/kuis oleh guru, hal tersebut
dilakukan untuk mengetahui apakah siswa sudah memahami suatu
materi dengan metode pembelajaran kooperatif jigsaw tersebut. 19
Menurut Anita Lie tahapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
antara lain:
1) Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi
empat bagian
2) Sebelum pembelajaran dimulai, pengajar memberikan penjelasan
terhadap tipok yang akan dipelajari. Ini bertujusn agar siswa lebih
siap untuk menghadapi bahan pelajaran yang akan dipelajari
3) Siswa dibagi menjadi empat kelompok
4) Bahan yang pertama diberikan kepada siswa yang pertama, dan
bahan yang kedua diberikan kepada siswa yang kedua. Dam begitu
seterusnya.
5) Kemudian siswa mempelajari bahan ajar yang telah diberikan
6) Setelah selesai, siswa saling menjelaskan bahan ajar yang telah
dipelajarinya masing-masing. Ini bertujuan agar siswa dapat
berinteraksi dengan teman-temannya.
7) Kemudian guru menjelaskan materi yang tidak ada pada bacaan.
8) Kegiatan ini diakhiri dengan diskusi. 20
19
Tonik Feronika, Op. cit., hal. 70 20
Anita Lie, op. cit., hal. 68-67
21
b. Peranan Guru Dalam Teknik Jigsaw
Guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan dan
memotivasi siswa untuk belajar mandiri, menumbuhkan rasa tanggung
jawab serta membuat siswa merasa senang dalam melakukan kegiatan
diskusi dalam kelompoknya. Guru bukanlah menjadi pusat kegiatan
kelas tetapi siswa lah yang menjadi pusat kegiatan kelas walaupun
guru tetap mengendalikan aturan-aturan dalam pembelajaran.
Sedangkan dalam pembelajaran bisa atau menggunakan metode
diskusi biasa guru menjadi satu-satunya nara sumber atau guru
menjadi pusat dari semua kegiatan. 21
Peranan guru dalam pembelajaran kooperatif (Cooperative
Learning) teknik jigsaw antara lain:
1) Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan jelas.
2) Menempatkan siswa secara heterogen dalam kelompok-kelompok
kecil (4-6 orang dalam setiap kelompoknya). Menyampaikan
tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa baik tugas individu
maupun tugas kelompok dengan sejelas-jelasnya.
3) Memantau berlangsungnya kerja kelompok-kelompok kecil yang
telah dibentuk untuk mengetahui bahwasanya kegiatan berlangsung
dengan lancar. Dalam hal ini guru menyediakan kesempatan
kepada siswa dengan seluas-luasnya untuk memperoleh
pengalaman belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
4) Mengevaluasi hasil belajar siswa melalui tes tertulis. Penilaian
dilakukan terhadap proses dan hasil belajar siswa. 22
3. Kemampuan Berkomunikasi
Pada mulanya, komunikasi yang tetap hanya terdapat pada masyarakat
kecil, kelompok orang yang hidup berdekatan yang merupakan satu unit
politik. Tetapi sekarang, akibat kecepatan media informasi dan kompleknya
21
Isjoni, op. cit., hal. 57 22
Srih dan Muhammad Ali, op. cit., hal. 22
22
berbagai macam hubungan, maka komunikasi telah menjadi maslah semua
orang. Komunikasi merupakan inti dari semua hubungan sosial, apabila orang
telah mengadakan hubungan tetap, maka sistem komunikasi yang mereka
lakukan akan mentukan apakah sistem tersebut dapat mempererat atau
mempersatukan mereka, mengurangi ketegangan atau menghilangkan masalah
yang muncul.23
Persoalan komunikasi yang saling menjadi perhatian adalah bagaimana
komunikasi yang kita lakukan bisa efektif (Berhasil-guna) terhadap orang lain.
Itu bisa berarti dalam urusan mempengaruhi orang lain agar mau melakukan
apa yang kita inginkan.24
a. Pengertian dan Komponen Komunikasi
Istilah komunikasi dari bahasa Inggris communication, dari bahasa
latin communicatus yang mempunyai arti berbagi atau menjadi milik
bersama, komunikasi diartikan sebagai proses sharing diantara pihak-pihak
yang melakukan aktivitas komunikasi tersebut.25
Komunikasi adalah
sebuah proses interaksi untuk berhubungan dari satu pihak ke pihak
lainnya yang pada awalnya berlangsung sangat sederhana dimulai dengan
sejumlah ide-ide yang abstrak atau pikiran dalam otak seseorang untuk
mencari data atau menyampaikan informasi yang kemudian dikemas
menjadi sebentuk pesan untuk kemudian disampaikan secara langsung
maupun tidak langsung langsung menggunakan bahasa berbentuk kode
visual, kode suara, atau kode tulisan.
Menurut Hovland, Janis & Kelley, Komunikasi adalah suatu proses
melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya
dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk
perilaku orang-orang lainnya (khalayak). Menurut Berelson dan Stainer,
23
A. W. Widjhaja. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. (Jakarta: Bumi Aksara 2008).
hal. 4 24
Siti Mutmainah dan Ahmad Fauzi. Psikologi Komunikasi. (Jakarta: Universitas Terbuka
Depdiknas 2005). hal. 2 25
Sasa Djuarsa Sendjaja. Pengantar Ilmu Komunikasi. (Jakarta, Universitas Terbuka
Depdiknas 2005). hal 10
23
komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi,
keahlian, dan lain-lain. Melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-
kata, gambar-gambar, angka-angka dan lain-lain. Dan menurut Lasswell
menjelaskan tentang lima komponen yang terlibat dalam komunikasi,
yakni siapa (pelaku komunikasi pertama yang punya ide sebagai sumber),
mengatakan apa (isi informasi yang disampaikan), kepada siapa (pelaku
komunikasi lainnya yang dijadikan sasaran penerima), melalui saluran apa
(alat/saluran penyampaian informasi), dan dengan akibat apa (hasil yang
terjadi pada diri penerima). Defenisi ini menunjukkan bahwa komunikasi
adalah suatu upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan.26
Hovlan, Janis & Kelly menyebut bahwa dalam komunikasi terdapat
komponen-komponen komunikasi, yaitu: 1) komunikator, yang bertugas
untul menyampaikan stimulus (biasa dalam bentuk kata-kata). 2)
komuniksai yang berperan sebagai peneerima berita. 3) pesan yang
diperbincangkan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam
proses komunikasi melibatkan adanya pemberi berita pesan
(komunikator/sender), berita atau pesan yang disampaikan (massege), dan
penerima berita atau pesan (reseptor).
b. Karakteristik Komunikasi
Ada enam karakteristik komunikasi yang diperoleh dari gambaran
pengertian yang telah dikemukakan diatas. Dan karakteristik teresebut
adalah: 27
1) Komunikasi adalah suati proses yaitu Komunikasi itu proses
dinamis dan komunikasi itu tak bisa diulang dan diubah.
Komunikasi bersifat dinamis, karena komunikasi bukanlah suatu
yang statis (diam), segala sesuatu dalam komunikasi bersifat
26
Sasa Djuarsa Sendjaja. op. cit., hal. 10-11 27
Ibid., hal. 12
24
akumulatif. Kita berkomunikasi sepanjang hidup kita, oleh
karenanya setiap interaksi dimana kita terlibat merupakan bagian
dari serangkaiaan kejadian yang saling berhubungan. Dengan kata
lain pengalaman komunikasi kita saat ini merupakan akhir dari
pengalaman masa lalu atau merupakan awal dari pengalaman masa
datang kita.
2) Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan,
yaitu sesuatu kegiatan yang dilakukan secara sadar. Pengertian
sadar disini menunjukkan bahwa kegiatan komunikasi yang
dilakukan seseorang berada dalam kondisi normal bukan dalam
keadaan mimpi. Disengaja maksudnya bahwa komunikasi yang
dilakukan memang sesuai dengan kemauan dari pelakukanya.
3) Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerja sama dari para
pelaku yang terlibat.
4) Komunikasi bersifat simbolis, yaitu tindakan yang dilakukan
dengan lambang-lambang. Lambang yang paling umum digunakan
dalam komunikasi antar manusia adalah bahasa verbal dalam
bentuk kata-kata.
5) Komunikasi bersifat transaksional. Yaitu keberhasilan komunikasi
tidak hanya ditentukkan oleh salah satu pihak, tetapi oleh kedua
belah pihak yang terlibat dalam komunikasi.
6) Komunikasi menembus faktor waktu dan ruang, yaitu para peserta
yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta
tempat yang sama.
c. Fungsi Komunikasi
Setiap pengalaman komunikasi menghasilkan satu atau lebih
fungsi. Misalnya saja komunikasi dapat menolong kita untuk mengetahui
siapa diri kita, atau memapankan suatu hubungan dengan seseorang, atau
mencoba untuk mengubah sikap dan prilaku, baik diri kita maupun orang
lain. Ada tiga fingsi utama yang dapat diketahui, yaitu
25
1) Memahami diri sendiri dan orang lain
Kita membutuhkan feedback (umpan balik) setiap waktu dari
orang lain secara tetap juga butuh feedback dari kita. Melaui proses
komunikasi kita akan dapat mempelajari kenapa kita bisa percaya dan
tidak percaya, apakah pikiran dan perasaan kita sampaikan dengan
jelas. Pada kondisi apakah kita memiliki kekuatan untuk dipengaruhi
orang lain serta apakah kita mampu apa tidak, secara efektif membuat
keputusan atau menyelesaikan konflik dan maslah.
2) Memapankan hubungan yang bermakna
Memapankan hubungan yang bermkana yang dimaksud
dengan hubungan bermakna adalah bahwa guna mencapai hubungan
yang harmonis, kita tidak dapat hanya memikirkan diri sendiri, tetapi
juga harus mempertimbankan kebutuhan dan keinginan orang lain.
Dalam suatu komunikasi, masing-masing yang terlibat harus
memenuhi kebutuhan untuk diterima, dikontrol dan mendapatkan
kasih sayang.
3) Mengubah sikap prilaku
Dalam interaksi antar pribadi, kelompok kecil dan kelompok
publik, setiap individu memiliki kesempatan untuk mempengaruhi
orang lain baik secara bersandar atau tidak. Kita mengabiskan banyak
waktu untuk mencobamempengaruhi orang lain agar berpikir seperti
“apa yang kita pikir” bertindak sebagaimana +apa yang kita lakukan”
dan menyukai “apa yang kita sukai”. Kadangkala upaya kita berhasil
dan kadangkala tidak. Dalam banyak kasus pengalaman membujuk
kita menghasilkan kepada kita kesempatan untuk mempengaruhi
orang lain karenya kita dapat mencoba untuk mewujudkan tujuan
kita.28
Kita tidak dapat tidak berkomunikasi, artinya bahwa dalam
kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat lepas dari aktivitas
berkomunikasi. Baik pada tujuan tertentu maupun tanpa disadarinya
28
Siti Mutmainah dan Ahmad Fauzi, Op. cit., hal. 11
26
manusia melakukan komunikasi. Bahkan dalam kondisi tidak
menginginkan sekalipun manusia serigkali harus terlibat dalam
komunikasi.
d. Tujuan Komunikasi
Kegitan atau upaya komunikasi yang dilakukan tentu memiliki
tujuan tertentu. Tujuan yang dimaksud adalah pada suatu hasil atau akibat
yang diinginkan oleh pelaku komunikasi. Secara umum, menurut Wilbur
Schramm, tujuan komunikasi dapat dilihat pada dua perspektif
kepentingan yaitu kepentingan sumber/pengirim/komunikator dan
kepentingan penerima/komunikan. dengan demikian maka tujuan
komunikasi yang ingin dicapai adalah
Tujuan komunikasi dari sudut kepentingan sumber
1) Memberikan informasi
2) Mendidik
3) Menyenangkan/ menghibur
4) Mengajukan suatu tindakan
Tujuan komunikasi dari sudut kepentingan penerima
1) Memahami informasi
2) Mempelajari
3) Menikmati
4) Menerima atau menolak anjuran29
Pada umumnya komunikasi dapat mempunyai beberapa tujuan
antara lain seperti pesan yang kita sampaikan dapat dimengerti, memahami
orang lain, gagasan kita diterima oleh orang lain dan menggerakkan orang
lain agar melakukan sesuatu.30
29
Sasa Djuarsa Sendjaja, op. cit., hal. 19 30
A. W. Widjhaja. Op, cit., hal. 10
27
e. Kemampuan Berkomunikasi Lisan Bagi Siswa
Kemampuan berkomunikasi merupakan bagian dari kemampuan
hidup sosial yang sangat penting dimiliki oleh siswa untuk bekal hidup
bermasyarakat.31
Banyak profesi yang menuntut kecakapan berkomunikasi
lisan dimiliki dengan baik, misalnya guru, dosen, wartawan, dokter,
presenter, pengacara, konsultan, diplomat, politikus dan masih banyak lagi
bidang pekerjaan yang lain. Walaupun tidak semua siswa jadi pekerja
seperti yang disebutkan, kecakapan siswa mutlak harus dimiliki oleh
siswa. Sebagai makhluk sosial, siswa harus memecahkan maslah yang
timbul sebagai hasil interaksi dengan lingkungan sosial dan menampilkan
diri sesuai norma yang berlaku di masyarakat. Berkaitan dengan hal itu,
Jhon Dewey telah mengemukakan bahwa sudah sepantasnya sekolah
sebagai miniatur masyarakat mendidik siswa tata cara bermasyarakat
dalam konteks sesungguhnya.32
Terdapat beberapa unsur yang harus diperhatikan dalam
berkomunikasi, yaitu sumber, komunikator, pesan, saluran, penerima
pesan dan hasil. Sumber adalah dasar yang digunakan di dalam
menyampikan pesa, yang digunakan untuk memperkuat pesan tersebut,
dan komunikator adalah berupa individu yang sedang berbicara. Syarat-
syarat yang perlu diperhatikan komunikator adalah memiliki kredibilitas
yang tinggi bagi komunikasinya, keterampilan berkomunikasi, mempunyai
pengetahuan yang luas, sikap dan memiliki daya tarik dala arti dia
memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan sikap atau penambahan
pengetahuan.33
Menurut Abraham Maslow, Gordon Alport dan Carl Roger yang
berasal dari psikologi humanistik mengatakan bahwa, terdapat minimal
lima strategi yang dapat dikembangkan dalam upaya untuk
31
Departemen Pendidikan Nasional. Konsep pendidikan berorientasi kecakapan hidup.
(Jakarta: Depdiknas 2003) 32
Anita Lie, Op. cit., hal. 33
A. W. Widjhaja. Op. cit. hal. 12
28
menciptakan/membangun komunikasi efektif, seperti yang disebutkan
sebagai berikut:34
1) Keterbukaan
Sipat keterbukaan menunjuk 2 aspek tentang komunikasi yaitu bahwa
kita harus diawali dengan rasa saling terbuka. Adanya rasa saling
terbuka pada orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Dan
keterbukaan menunjuk pada kemauan kita untuk memberoi tanggapan
terhadap orang lain dengan jujur dan terus terang tentang sesuatu yang
kita katakan. Dari sini orang lain akan mengetahui pendapat, pikiran
dan gagasan kita. Sehingga komunikasi akan mudah dilakukan.
2) Empati
Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi
dan kondisi yang dihadapi orang lain. Syarat utama darisikap empeti
adalahkamampuan untuk mendengar dan mengerti orang lain, sebelum
didengarkan dan dimengerti orang lain.
Guru yang baik tidak akan menuntut peserta didiknya untuk mengerti
keinginannya, tetapi ia akan berusaha mamahami peserta didiknya
terlebih dahulu. Di sini berarti seorang guru tidak hanya melibatkan
komponen indrawinya saja, tetapi melibatkan pula mata hati dan
perasaannya dalam memahami berbagai prihal yang ada pada peserta
didiknya.
3) Prilaku suportif
Keterbukaan dan empeti tidak akan berlangsung dalam dalam suasana
yang tidak suportif. Jack R. Gibb menyebutkan 3 prilsku yang
menimbulkan prilaku suportif, yakni deskriptif, spontanitas dan
privisionalisme.
4) Prilaku positif
Sikap positif dalam komunikasi ,enunjuk paling tidak dua aspek, yaitu
positif terhadap diri sendiri dan positif terhadap orang lain.
34
Sasa Djuarsa Sendjaja op. cit., hal. 30
29
5) Kesamaan
Kesaan yang dimaksud adalah kominikasi umumnya akan lebih efektif
bila para pelakukanya mempunyai nilai, sikap, prilaku dan pengalaman
yang yang sama. Hal ini buksn berarti ketidaksamaan tidaklah
komunikatif, tentu saja dapat tetapi komunikasi lebih sulit dan perlu
banyak waktu untuk menyesuaikan diri dibandingkan dengan kedua
belah pihak memiliki kesamaan-kesamaan.
Dalam kegiatan belajar mengajar, siswa memerlukan sesuatu yang
memungkinkan dia berkomunikasi secara baik dengan guru, teman,
maupun dengan lingkungannya. Oleh karena itu, dalam proses belajar
mengajar terdapat dua hal yang menentukan keberhasilannya yaitu
pengaturan proses belajar mengajar dan pengajaran itu sendiri yang
keduanya mempenyai ketergantungan untuk menciptakan situasi
komunikasi yang memungkinkan siswa untuk belajar.
Melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat dilatih
keterampialn berkomunikasi. Keterampilan berkomunikasi dapat berupa:35
1) Mengutaran suatu gagasan
2) Menjelaskan, mendiskusikan hasil percobaan atau pengamatan
3) Menyusun atau menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas
4) Menggambarkan data dengan grafik, tabel, peta dan diagram/bagan
5) Mengubah data dalam bentuk tabel kebentuk lainnya, misalnya grafik
atau peta.
Berdasarkan uraian-uraian diatas yang telah dikemukakan, dapat
disimpulkan bahwa kemampuan berkomunikasi yang akan digunakan
dalam penelitian ini meliputi penggunaan keahlian:
1) Membaca
2) Menjelaskan
3) Menyimak
4) Umpan balik
35
Mukhtas Muhammad, Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berkomunikasi Dan Penguasaan Konsep Hidrokarbon Siswa SMA, Jurnal Penelitian
Pendidikan IPA Vol. I No. 2, Juli 2007. hal. 183
30
5) Diskusi
6) Mengambil keputusan
7) Menjawab pertanyaan
8) Melakukan refleksi
4. Hasil Belajar
Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia.
Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif
individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Menurut James O.
Whittaker, belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku
ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Dengan
demikian perubahan-perubahan tingkah laku akibat pertumbuhan fisik atau
kematangan, kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan tidak
termasuk sebagai belajar. 36
Belajar adalah penambahan pengetahuan, dimana guru-guru
memberikan ilmu sebanyak mungkin dan murid giat mengumpulkannya.
Belajar juga diartikan sebagai perubahan kelakuan berkat pengalaman dan
latihan. Belajar membawa sesuatu perubahan pada inividu yang belajar.
Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga
dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan,
minat, penyesuaian diri, pendeknya mengenai segala aspek pribadi
seseorang.37
a. Hasil Belajar Kognitif
Hasil belajar kognitif merupakan hasil belajar penguasaan
materi. Ranah kognitif meruapakan ranah yang lebih banyak
melibatkan kegiatan otak. Pada ranah kognitif terdpat enam jenjang
proses berpikir,mulai dari yang tingkatan rendah sampai tinggi, yakni:
pengetahuan/ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan
36
Wasty Soemanto, Psiklogi Pendidikan, (Malang:Rineka Cipta, 1984), hal. 99. 37
S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta: Bumi aksara, 1995), hal. 34-35.
31
evaluasi. Untuk menilai aspek kognitif atau penguasaan materi
digunakan bentuk tes, yang dapat mengukur keenam tingkatan
tersebut.
Kemampuan-kemampun yang termasuk domain kognitif oleh
Bloom dkk. Dikategrikan lebih rinci ke dalam enam jenjang
kemampuan, yaitu:
1) Hafalan (C1)
Jenjang hafalan meliputi kemampuan menyatakan kembali fakta,
konsep, prinsip, dan prosedur yang telah dipelajarinya.
2) Pemahaman (C2)
Jenjang pemahaman meliputi kemampuan menangkap arti dari
informasi yang diterima, misalnya dapat menafsirkan bagan,
diagram, atau grafik.
3) Penerapan (C3)
Yang termasukjenjang penerapan adalah kemampuan
menggunakan prinsip, aturan, metode yang dipelajarinya pada
situasi baru atau situasi konkrit.
4) Analisis (C4)
Jenjang analisis meliputi kemampuan menguraikan suatu informasi
yang dihadapi menjadi komponen-komponennya sehingga struktur
informasi serta hubungan antar komponen informasi tersebut
menjadi jelas.
5) Sintesis (C5)
Yang termasuk jenjang sintesis ialah kemampuan untuk
mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah-pisah menjadi suatu
keseuruhan yang terpadu. Termasuk di dalamnya kemampuan
merencanakan eksperimen, menyusun cara baru untuk
mengklasifikasikan obyek-obyek, peristiwa dan informasi lainnya.
32
6) Evaluasi (C6)
Kemampuan pada jenjang evaluasi ialah kemampuan untuk
mempertimbangkan nilai suatu pernyataan, uraian, pekerjan,
berdasarkan kriteria tertentu yang ditetapkan.38
b. Hasil Belajar Afektif
Hasil belajar afektif adalah hasil belajar yang berkenaan dengan
sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam
berbagai tingkah laku seperti perhatian terhadap pelajaran, disiplin,
motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar
dan lain-lain.39
Selain itu, hasil belajar afektif dapat diketahui dari ucapan
verbal serta kelakuan nonverbal seperti ekspresi pada wajah, gerak-gerik
tubuh sebagai indikator apa yang terkandung dalam hati siswa.40
Ranah
afektif oleh Krathwohl (1974) dan kawan-kawan ditaksonomi menjadi
lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu receiving (menerima),
responding (menanggapi), valuing (menghargai), organization
(mengorganisasikan), dan characterization by a value or value complex
(karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai).
Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan), adalah
kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang
datang kepada diri siswa baik dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan
lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini adalah kesadaran dan keinginan
untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau
rangasangan yang datang dari luar.
Responding (menanggapi), mengandung arti adanya reaksi yang
diberikan seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Dalam hal
ini termasuk ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab
38
Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, Burhanudin Milama. Evaluasi Pembelajaran IPA
Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), hal.15-17 39
Nana Sudjana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2002), hal. 53 40
S. Nasution. Kurikulum Dan Pengajaran, (Jakrta: Bumi Aksara, 1989), hal. 69
33
stimulus dari luar yang dating kepada diri siswa. Jadi kemampuan
menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan
membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Jenjang ini setingkat
lebih tinggi ketimbang jenjang receiving.
Valuing (menilai atau menghargai), jenjang ini berkenaan dengan
nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus. Termasuk didalamnya
kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk
menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.
Organization (mengorganisasikan), artinya mengembangkan nilai
dalam satu sistem organisasi, termasuk menentukan hubungan satu nilai
dengan nilai lain dan kemantapan serta proritas nilai yang telah
dimilikinya.
Value characterization (karakterisasi nilai atau internalisasi nilai)
yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang
mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Dalam jenjang ini
termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya. 41
Sedangkan menurut Gagne terdapat lima macam hasil belajar, tiga
diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat
psikomotorik.42
1) Belajar kemahiran intelektual
Dalam tipe ini termasuk belajar deskriminasi dan belajar konsep.
Belajar deskriminasi yaitu kesanggupan membedakan beberapa objek
berdasarkan ciri-ciri tertentu. Kemampuan membedakan objek
dipengaruhi oleh kematangan, pertumbuhan dan pendidikannya.
Sedangkan belajar konsep adalah kesanggupan menempatkan objek
yang mempunyai ciri yang sama menjadi satu kelompok tertentu.
Konsep dinyatakan dalam bentuk simbol bahasa. Contoh konsep
adalah keluarga, masyarakat, pendidikan dan lain-lain.
41
Nana sudijana, Op. cit., hal. 53-54 42
Ibid., hal. 47-49
34
2) Belajar informasi verbal
Pada umumnya belajar melalui informasi verbal seperti membaca,
mengarang, mendengarkan uraian guru, kesangguapan menyatakan
pendapat dalam bahasa lisan/tulisan, berkomunikasi, kesanggupan
member arti dari setiap kata/kalimat dan lain-lain.
3) Belajar mengatur kegiatan intelektual
Belajar mengatur kegiatan intelektual menekankan kepada
kesanggupan memecahkan masalah melalui konsep dan kaidah yang
telah dimilikinya. Tipe belajar ini menekankan pada aplikasi kognitif
dalam memecahkan persoalan. Ada dua aspek penting dalam tipe
belajar ini, yaitu prinsip pemecahan masalah dan langkah berpikir
dalam memecahkan masalah (problem solving). Prinsip pemecahan
masalah merupakan landasan bagi terealisasinya langkah berpikir.
4) Belajar sikap
Sikap merupakan kesiapan dan kesediaan seseorang untuk menerima
atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu,
apakah berarti atau tidak bagi dirinya. Hasil belajar sikap nampak
dalam bentuk kemauan, minat, perhatian, perubahan perasaan, dan
lain-lain. Sikap dapat dipelajari dan dapat diubah melalui proses
belajar.
5) Belajar keterampilan motorik
Belajar keterampilan motorik banyak berhubungan dengan
kesangguapan menggunakan gerakan anggota badan, sehingga
memiliki rangkaian urutan gerakan yang teratur, luwes, tepat, cepat
dan lancar. Misalnya belajar menjahit, mengetik, bermain basket dan
lain-lain. Aspek utama belajar motorik adalah tercapainya otomatisme
melakukan gerakan. Gerakan yang sudah otomatis merupakan puncak
belajar motorik. Misalnya seseorang telah dinilai cakap mengetik jika
secara otomatis ia dapat mengetik dengan menggunakan semua
jarinya.
35
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Mukhtas Muhammad, dengan judulnya Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw Untuk Meningkatkan Kemampuan Berkomunikasi Dan Penguasaan
Konsep Hidrokarbon Siswa SMA, berdasarkan hasil penelitiannya
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan kemampuan
berkomunikasi siswa dan aktifitas guru yang bersifat membimbing siswa
dalam pembelajaran menurun43
Menurur H. M. Sirih dan Muhammad Ali dengan judul Penerapan
model pembelajaran tipe jigsaw dengan dengan tongkat estapet untuk
meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar di SMP Negeri
2 Kendari berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa
penerapan pembelaajaran kooferatif tipe jigsaw dengan menggunakan tongkat
estafet dapat meningkatkan aktivitas dan tanggung jawab siswa bekerja
kelompok dalam berbagai pengetahuan pada kelompok ahli dan kelompok
asal. 44
Muhammad Jamhari dalam jurnalnya yang bejudul Pengaruh
Pemberian Tugas Rumah Dikombinasikan Dengan Pembelajaran Model
Jigsaw Terhadap Hasil Belajar IPA Biologi Siswa SMPN 21 Palu dalam
penelitiannya disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
memberikan sumbangan yang berarti terhadap hasil belajar IPA biologi.45
Yurni suasti dengan judul upaya peningkatan kreativitas siswa SMU
Pembangunan UNP melalui modifikasi cooperative learning model jigsaw
bahwa metode tersebut dapat meningkatkan aktivitas dan tanggung jawab
siswa bekerja kelompok dalam berbagi pengetahuan pada kelompok ahli dan
kelompok asal siswa menunjukkan lebih aktif dalam proses pembelajaran
43
Mukhtas Muhammad, Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berkomunikasi Dan Penguasaan Konsep Hidrokarbon Siswa SMA, Jurnal Penelitian
Pendidikan IPA Vol. I No. 2, Juli 2007. 44
H. M. Sirih dan Muhammad Ali, Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw dengan
Tongkat Estafet Untuk Meningkatkan Aktivitas Siswa Dalam Proses Belajar Mengajar di SMP
Negeri 2 Kendiri, MIPMIPA, Vol. 6, No. 1, Pebruari 2007 45
Muhammad Jamhari dalam jurnalnya yang bejudul , Pengaruh Pemberian Tugas Rumah
Dikombinasikan Dengan Pembelajaran Model Jigsaw Terhadap Hasil Belajar IPA Biologi Siswa
SMPN 21 Palu Media Eksakta 2 (2) : 128-130, juli 2006
36
berupa bertanya, mengemukakan ide/pendapat, berdiskusi, dan
mempresentasikan hasil belajarnya dan mengumpulkan hasil kerja/
laporannya kepada guru.46
Aceng Hiatami dan Supriadi dengan judul Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa Pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan bahwa secara
psikologis model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini memberikan
manfaat yang sangat besar terhadap siswa, antara lain : (1) memotivasi siswa
untuk belajar giat karena adanya tekanan dari teman kelompoknya serta
menyadari akan penilaian yang berkelanjutan, (2) menghilangkan rasa takut
pada anak untuk mengungkapkan pendapatnya dan menjawab pertanyaan,
dan (3) menumbuhkan kemampuan kerja sama siswa, berfikir kritis dan
kemampuan membantu teman.47
C. Kerangka Pikir
Berbagai usaha telah dilakukan permimntaan untuk meningkatkan
mutu pendidikan dan pengajaran biologi, namun hasil belajar biologi siswa
masih jauh dari harapan. Hasil observasi dan analisis pendahuluan terhadap
pembelajaran biologi yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa salah satu
faktor yang dapat mengarah pada penyebab rendahnya hasil belajar biologi
siswa masih dominannya penerapan pengajaran konvensional dalam
pembelajaran biologi kurang memberikan kesempatan bagi siswa untuk
membangun sendiri struktur kognitifnya, serta kesempatan untuk menumbuh
kembangkan minat dan kemampuan berkomunikasi siswa. Dengan
terbentuknya kemampuan berkomunikasi yang baik maka orang tersebut dapat
46
Yurni suasti dengan judul upaya peningkatan kreativitas siswa SMU Pembangunan UNP
melalui modifikasi cooperative learning model jigsaw, Jurnal Pembelajaran no.1. 26 Desember
2002 47
Aceng Hiatami dan Supriadi, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Untuk Meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa Pada materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan, (http://jurnal.unhalu.ac.id/download/aceng/penerapan%20model%20pembelajaran%
20kooperatif%20tipe%20jigsaw)
37
memecahkan masalah yang dihadapinya dengan sebaik-baiknya, sebagai hasil
dari interaksi sosial.
Pelajaran biologi kurang diminati oleh kebanyakan para siswa. Ini
dikarnakan penyajian materinya tidak menarik sehingga biologi dianggap
sebagai materi pelajaran yang membosankan. Dengan demikian diperlukan
suatu pendekatan yang ampuh agar siswa dapat menyukai biologi sehingga
siswa dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi yang dimilikinya.
Untuk menanamkan kemampuan berkomunikasi tersebut digunakan model
pembelajaran jigsaw melalui strategi pengajaran dan pembelajaran yang aktif,
terbuka dan kondisi yang kondusif. Dengan pembelajaran ini, pengetahuan
yang diperoleh sebagian besar didasarkan pada usaha sendiri, dan siswa
bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan
mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan
kemampuan berkomunikasi. Proses pembelajaran jigsaw ini diterapkan pada
subkonsep mekanisme transfor pada membran.
Melalui pembelajaran jigsaw pada subkonsep mekanisme transfor pada
membran peneliti dapat melihat hasil kemampuan berkomunikasi dan hasil
belajar biologi siswa. Kedua hasil tersebut akan duhubungkan untuk melihat
seberapa besar kontribusi yang diberikan kemampuan berkomunikasi terhadap
hasil belajar melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Hubungan antara kemampuan berkomunikasi dengan hasil belajar
melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada subkonsep mekanisme
transfor pada membran dapat digambarkan secara bagan sebagai berikut:
38
BAGAN KERANGKA BERPIKIR
Pembelajaran konvensional
Siswa yang kurang dapat
mengembangkan kemampuan
berkomunikasi siswa
Biologi tidak menarik
Model pembelajaran koooperatif
tipe Jigsaw Subkonsep
mekanisme tranfor pada
membran
Kemampuan berkomunikasi Hasil belajar
Lembar pedoman observasi dengan
dimensi kemampuan berkomunikasi
Buku paket biologi
SMA kelas XI
Tes kinerja
Reting scale
Tes hasil belajar
kognitif bloom
C1, C2, C3, C4
Kemampuan berkomunikasi siswa
melalui model pembelajaran jigsaw
pada subkonsep mekanisme transpor
pada membran
Kemampuan berkomunikasi siswa melalui
model pembelajaran jigsaw pada
subkonsep mekanisme transper pada
membran
Hubungan antara kemampuan berkomunikasi dengan
hasil belajar siswa melalui model pembelajaran
jigsaw pada subkonsep mekanisme transper pada
membran
Siswa pasif
39
B. Pengajuan Hipotesis
Pengajuan hipotesis ini beradasarkan kajian teoritis dan penyusunan
kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
“ Terdapat hubungan positif antara kemampuan berkomunikasi dengan
hasil belajar siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada
subkonsep mekanisme transpor pada membran”
Adapun rumusan hipotesis statistik adalah sebagai berikut:
H0 : ρ xy < 0
Ha : ρ xy > 0
ρ xy = koefesien korelasi antara kemampuan berkomunikasi dengan hasil
belajar siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada
subkonsep mekanisme transfor pada membran
H0 = Tidak terdapat antara kemampuan berkomunikasi dengan hasil
belajar siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada
subkonsep mekanisme transfor pada membran
Ha = Terdapat antara kemampuan berkomunikasi dengan hasil belajar
siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada subkonsep
mekanisme transfor pada membran
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini bertempat di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Bogor.
Waktu pelaksanaan penelitian ini pada semester ganjil tahun pelajaran 2010-
2011 bulan Agustus sampai September 2010.
B. Metode dan Desain Penelitian
Dalam penelitian yang akan Peneliti lakukan, Peneliti menggunakan
metode Ekperimen dengan penelitian korelasional. Penelitian korelasional ini
bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan antara satu variabel
dengan variabel yang lain dan hubungan serta keberartian atau tidak hubungan
itu.1
Penelitian ini mengunakan teknik korelasi tata jenjang. Teknik ini
digunakan untuk menentukan hubungan dua gejala yang kedua-duanya
merupakan gejala ordinal atau tata jenjang. Mengenai faktor-faktor lain yan
turut mempengaruhi diasumsikan tidak mempunyai pengaruh pada penelitian.
Penelitian ini menggunakan satu kelas yaitu kelas yang diberikan perlakuan,
menggunakan pembebelajaran kooperatif tipe jigsaw.
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.2 Populasi target dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa MA Negeri 2 Bogor. Populasi terjangkau
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI MAN 2 Bogor tahun ajaran
2010-2011. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti yang
dianggap mewakili populasi dan diambil dengan menggunakan teknik
1 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, ( Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2006). hal 235 2 Ibid., op. cit., hal. 130
41
sampling.3 Dalam penelitian ini adalah dari populasi terjangkau berjumlah 10
kelas, dengan jumlah 38 siswa.
Sampel diambil dengan menggunakan teknik sampel bertujuan
(purposive sample) yaitu memilih subjek bukan didasarkan atas strata, random
atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu.4 Dalam penentuan
pengambilan sampel, pihak sekolah atau guru bersangkutan menentukan tiga
kelas yang akan dijadikan sampel penelitian, yaitu XI IPA3, IPA4, dan IPA5
dengan pertimbangan bahwa kemampuan kognitif berbeda-beda, baik tinggi,
sedang maupun rendah. Dan peneliti memilih IX IPA 3 sebagai sampel karena
kontiuitas waktu dalam proses pembelajarannya.
D. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian
peneliti. Variabel dalam penelitian ini adalah:
Variabel independen (X) : Kemampuan berkomunikasi siswa
Variabel dependen (Y) : Hasil belajar biologi siswa
E. Prosedur Penelitian
1. Melakukan survei ke sekolah MA Negeri 2 Bogor untuk menelaah
kurikulum mengenai metode pembelajaran yang diterapkan di sekolah
tersebut dan hasil belajar biologi siswanya.
2. Tahap persiapan:
a. Pembuatan perangkat pembelajaran.
b. Penentuan sampel penelitian.
c. Penyusunan instrumen penelitian.
d. Uji coba instrumen penelitian.
e. Revisi instrumen penelitian.
3. Tahap pelaksanaan
a. Pelaksanaan pretes.
3 Suharsimi Arikunto. op. cit., hal. 131
4 Ibid., hal 139-140
42
b. Pelaksanaan pembelajaran.
c. Pelaksanaan postes.
4. Tahap analisis data
Pengolahan data hasil pretes, postes, dan observasi.
5. Hasil penelitian
6. Kesimpulan
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Lembar Pedoman Observasi
Lembar observasi yang digunakan untuk mengukur kemampuan
berkomunikasi siswa adalah lembar pedoman observasi berupa Rating
Scale atau Skala Lanjutan. Rating Scale hampir mirip dengan Chek list,
hanya saja pada skala rating digunakan derajat atau peringkat. Rating scale
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe Numerical Rating Scale.
Numerical Rating Scale menggambarkan suatu karakteristik atau kualitas
tertentu yang akan diukur keberadaannya dengan menggunakan angka
dengan 1-5.
2. Tes
Tes yang digunakan merupakan tes hasil belajar yang terdiri dari
pre test dan post tes. pre test adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar pengetahuan awal siswa sebelum penggunaan
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Sedangkan pos tes adalah tes hasil
belajar setelah penggunaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, untuk
melihat apakah terdapat peningkatan hasil belajar akibat adanya perlakuan.
G. Instrumen Penelitian
1. Tes
Tes yang digunakan adalah tes objektif berupa soal pilihan ganda
beralasan pada subkonsep mekanisme transpor pada membran. Jumlah
butir soal sebanyak 30 soal. Berdasarkan pengujian intrument tes melalui
43
perhitungan Software ANATES dari soal-soal yang lolos diperoleh
sebanyak 20 butir soal. Bentuk penilaian adalah dengan memberikan nilai
1 apabila siswa menjawab pilihan ganda dan alasan dengan benar dan
nilai 0 apabila siswa menjawab pilihan ganda dan alasan salah.
Tabel 3.1. Kisi-Kisi Instrumen Tes Kognitif
No Indikator Jenjang Kognitif Proporsi
C1 C2 C3 C4 ∑ %
1. Menjelaskan
pengertian dari proses
terjadinya difusi
1,2,3,
4
4 20
2. Menjelaskan
pengertian dari proses
terjadinya osmosis
5 6,9,10
,
11
12 7,8 8 40
3. Menjelaskan
pengertian dari proses
terjadinya transfor
fasif dan aktif
13,1
6
14,17 18 15 6 30
4. Menjelaskan
pengertian dari proses
terjadinya endositosis
19 1 5
5. Menjelaskan
pengertian dari proses
terjadinya eksositosis
20 1 5
Jumlah 20 100
Adapun perhitungan lebih lengkap ada pada lampiran 115
2. Lembar Observasi
Intrumen digunakan untuk mengukur kemampuan berkomunikasi
siswa pada pembelajaran biologi dengan tipe jigsaw adalah dengan
menggunakan rubrik pedoman observasi Numerical Rating Scale
menggambarkan suatu karakteristik atau kualitas tertentu yang akan diukur
keberadaannya dengan menggunakan 5 pilihan yaitu: sangat baik, baik,
cukup, buruk, sangan buruk. Sebelumnya rancangan intrumen tersebut
telah divalidasi oleh dosen dan guru, selanjutnya di uji coba oleh guru
terlebih dahulu, dan dari hasil uji coba tersebut divalidasi kembali oleh
dosen pembimbing dan guru.
5 Lampiran. 11, hal. 104 – 105
44
Agar dapat mengetahui instrumen tersebut sudah sesuai dengan
pencapaian indikator maka dibuatlah kisi-kisi instrumen lembar observasi.
Adapun kisi-kisi instrumen lembar observasi dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.2. Kisi-Kisi Instrumen observasi
No Aspek kemampuan
berkomunikasi
Jumlah indikator Jumlah
Ahli Asal
1 Membaca 1 1
2 Menjelaskan 3 3 6
3 Menyimak 3 3
4 Umpan balik 3 3
5 Diskusi 3 3
6 Mengambil keputusan 3 3
7 Menjawab pertanyaan 3 3
8 Melakukan refleksi 3 3
3. Peer Assessment (Penilaian Teman Sebaya)
Peer Assessment (Penilaian Teman Sebaya) adalah alat penilaian
yang digunakan pada pembelajaran biologi. Dalam penelitian ini, penilaian
teman sebaya digunakan untuk menilai kemampuan berkomunikasi siswa
saat presentasi lisan dilakukan. Dalam penilaian teman sebaya penilaian
dilakukan oleh teman satu kelompok, sehingga dapat mengetahui
kemampuan berkomunikasi siswa dalam melakukan presentasi lisan dalam
kelompok asal selama proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
berlangsung. dan instrumen tersebut telah divalidasi oleh dosen
pembimbing.
Agar dapat mengetahui instrumen tersebut sudah sesuai dengan
pencapaian indikator maka dibuatlah kisi-kisi instrumen peer assesmen.
Adapun kisi-kisi instrumen penilaian teman sebaya dalam penelitian ini
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.3. Kisi-Kisi Instrumen Peer Assesment
No Indikator Jumlah
Jumlah Ahli Asal
1 Cara menjelaskan 1 1
2 Bahasa 1 1
45
H. Kalibrasi Instrumen
Sebelum instrumen diberikan kepada sampel, instrumen terlebih
dahulu di uji coba. Data hasil uji coba yang dianalisis yaiu validitas butir soal
(item), reliabilitas instrumen, tingkat kesukaran butir soal dan daya pembeda
butir soal.
1. Uji Validitas Butir Soal
Validitas adalah ketepatan atau kesahihan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya.6
Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi
Point Biserial (rpbi) karena skor butir soal berbentuk dikotomi (skor 0 atau
1). Adapun rumus rpbi, yaitu:7
rbis = St
XtXi
qi
pi
Keterangan
rbis = Koefisien rbis
= Means skor siswa yang menjawab item soal yang benar
= Means skor total yang diperoleh oleh siswa
St = Standar deviasi skor total
pi = Proporsi subjek yang menjawab item yang benar nomor i
qi = Proporsi subjek yang menjawab item yang salah nomor i
2. Uji Realibilitas Instrumen
Reliabilitas adalah konsistensi atau keajegan. Suatu instrumen
penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes
yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang
hendak diukur. Pengujian realibilitas ini menggunakan rumus K-R 20
(Kuder-Richardson 20) karena skor butir soal berbentuk dikotomi (skor 0
atau 1). Adapun rumus K-R 20 yaitu:8
6 Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA
Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), hal. 105 7 Ibid., hal. 109
8 Ibid., hal. 113
46
r11 =
21
1 St
qp
k
k ii
Keterangan:
r11 = Koefisien reliabilitas internal seluruh item
p = Proporsi jawaban yang benar untuk butir nomor i
q = Proporsi jawaban yang salah untuk butir nomor i
∑ pq = Jumlah hasil perkalian p dan q
K = Banyaknya item
St2 = Varians skor total
3. Uji Tingkat Kesukaran Item
Untuk mengetahui tingkat kesukaran soal itu apakah sukar, sedang,
atau mudah maka soal-soal tersebut diujikan taraf kesukarannya terlebih
dahulu. Rumus dari uji ini yaitu: 9
P =
Keterangan:
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal yang benar
N = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Kriteria tingkat kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut :
P = 0,00 - 0,25 = soal sukar
P = 0,26 - 0,75 = soal sedang
P = 0,76 - 1,00 = soal mudah
4. Daya Pembeda
Daya beda digunakan untuk mengetahui kemampuan butir dalam
membedakan kelompok siswa antara kelompok siswa yang pandai dengan
9 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, ( Yogyakarta: Bumi Aksara.
1987). hal. 208
47
kelompok siswa yang kurang pandai. Cara perhitungannya dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:10
No
BBD BA
5,
Keterangan:
D = Daya Pembeda
BA = Jumlah yang menjawab benar pada kelompok atas
BB = Jumlah yang menjawab benar pada kelompok bawah
N = Jumlah peserta tes
Daya beda yang baik adalah D>0,30.
I. Teknik Analisis Data
Data kuantitatif kemampuan berkomunikasi berupa Rating Scale dan
peer assesmen serta data hasil belajar tes kognitif kemudian diolah secara
statistika.
1. Normal Gain
Gain adalah selisih antara nilai posttest dan pretest, gain
menunjukan peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa
setelah pembelajaran dilakukan guru. normal gain dicari dengan
menggunakan rumus di bawah ini: 11
g = posttest – pretest
mps-pretest
keterangan:
g : normal gain
mps : maximum possible score; skor ideal = 100
10
Suharsimi Arikunto Op, cit, hal. 213 11
David E. Meltzer, “The Relationship Between Mathematics Preaparation and
Conceptual Learning gains in Physics: A Possible hidden variable in Diagnostic Pre-test Scores”,
Departement of Phisycs and Astronomy State University Ames, Am, J, Phys, 70 (12), December
2002, p. 1260 dari http://www.physicseducation.net/docs/Addendum_on_normalized_gain.pdf.
diakses pada tanggal 5 april 2010.
48
2. Uji Prasyarat
a. Uji Normalitas Hasil Belajar
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel
yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang
digunakan yaitu uji Liliefors.
Lo = F (Zi) – S (Zi)
Keterangan:
Lo : Harga mutlak terbesar
F (Zi) : Peluang angka baku
F (Zi) : Proporsi angka baku
Dengan langkah-langkah sebagai berikut:12
1) Urutkan sampel dari yang kecil ke besar
2) Hitung nilai Zi dari masing-masing data berikut dengan rumus:
3)
Xi: data
: rata-rata data tunggal
S: Simpangan Baku
4) Dengan mengacu pada tabel distribusi normal baku, tentukan besar
peluang untuk masing-masing nilai Z, berdasarkan tabel Z ditulis
F(Z≤Zi) yang mempunyai rumus F(Zi) = 0,5 ± Z
5) Hitung proporsi Z1, Z2,. .., Zn yang lebih kecil atau sama dengan
Zi. Jika proporsi dinyatakan oleh S (Zi), maka:
S (Zi) =
6) Hitung selisih absolut F(Z)-S(Z), pada masing-masing data
7) Ambil harga Lhitung yang paling besar kemudian dibandingkan
dengan nilai Ltabel dari tabel Liliefors.
Kriteria pengujian : Lhitung < Ltabel ; data terdistribusi normal.
12
Sudjana, Metoda Statistiaka, (Bandung: Tarsito, 2002), hal. 466-467
49
Lhitung > Ltabel ; data tidak terdistribusi normal.
8) Setelah data dinyatakan terdistribusi normal, maka dilakukan uji
homogenitas melalui uji Fisher dan dilakukan analisis data secara
parametrik dengan mengggunakan uji t. Jika data tidak terdistribusi
normal maka akan dilakukan analisis data dengan teknik
nonparametrik dengan uji Mann Whitney.
b. Uji Homogenitas Hasil Belajar
Uji homogenitas sebagai uji persyaratan analisis data yang
bertujuan untuk mengetahui apakah data homogen (sama) atau tidak.
Uji homogenitas dilakukan setelah data persyaratan normalitas
terpenuhi, yakni data dinyatakan berdistribusi normal. Uji homogenitas
dilakukan dengan menggunakan uji Fisher pada taraf signifikansi 0,05,
dengan rumus sebagai berikut:13
F =
Dengan kriteria : Fhitung ≤ Ftabel, maka data homogen.
Fhitung ≥ Ftabel, maka data tidak homogen.
3. Uji Hipotesis
Setelah uji prasyarat dilakukan, maka dilanjutkan dengan uji
hipotesis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara kemampuan
berkomunikasi siswa dengan hasil belajar siswa signifikan. Teknik
pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji
korelasi, uji signifikansi dan koefisien determinansi.
a. Uji Korelasi
Analisis korelasi dilakuakan untuk mengetahui kuat lemahnya
hubungan antar variabel yang dianalisis, yaitu seberapa besar
hubungan antara kemampuan berkomunikasi dan hasil belajar. Untuk
13
Ruseffendi, Satistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan, (Bandung: IKIP Bandung
Press, 1998), hal. 295
50
menghitung koofesien korelasi digunakan rumus Sperman yaitu
sebagai berikut.14
Rhoxy = 1 –
Keterangan:
Rhoxy : koefisien korelasi tata jenjang
D : Difference, sering digunakan jiga B singkatan dari beda. D
adalah beda antara jenjang setiap subjek
N : Banyaknya subjek
b. Uji Signifikansi
Uji signifikansi dilakukan untuk mengetahui apakah korelasi antara
variabel kemampuan berkomunikasi dan hasil belajar benar-benar
signifikan. Cara yang digunakan adalah dengan menggunakan rumus
“t” atau yang dikenal dengan uji t, yaitu:
thitung =
Dengan kriteria pengujian:
jika thitung < ttabel : maka Ho diterima (tidak ada hubungan yang
signifikan)
jika thitung > ttabel : maka Ho ditolak (ada hubungan yang signifikan)
Untuk mengetahui t-tabel digunakan ketentuan n-2 pada level of
significance (a) sebesar 5% (tingkat kesalahan 5% atau 0,05) atau taraf
keyakinan 95% atau 0,95. Jadi apabila tingkat kesalahan suatu
variabel lebih dari 5% berarti variabel tersebut tidak signifikan.
c. Koefisien Determinansi
Koefesien determinansi digunakan untuk menyatakan besar kecilnya
sumbangan atau kontribusi variabel X terhadap Y. Koefisien
determinansi dapat dinyatakan dengan rumus:
14
Suharsimi Arikunto, op. cit., hal. 278
51
KD = (rxy)2 x 100%
Keterangan :
KD : kontribusi variabel X terhadap Y
rxy : koefisien korelasi antara variabel X dan Y kemudian dicari
taraf signifikansi korelasi 0,05%
jika rhitung > rtabel maka Ho berati korelasi signifikan
4. Interpretasi Data
Cara lain yang juga bisa digunakan untuk mengetahui hubungan
antar dua variabel setelah pengujiannya adalah dengan menginterpretasi
koefisien korelasi yang diperoleh ataupun nilai r. Interpretasi tersebut
adalah sebagai berikut:15
Tabel 3.4. Interpretasi Nilai r
“r” Interpretasi
0.0 – 0.20
0.20 – 0.40
0.40 – 0.70
0.70 – 0.90
0.90 – 1.00
Tidak ada korelasi antara variabel X dan variabel Y
Terdapat korelasi yang rendah antara variabel X danY
Terdapat korelasi yang cukup antara variabel X danY
Terdapat korelasi yang tinggi antara variabel X danY
Terdapat korelasi yang sangat tinggi antara variabel X danY
15
Suharsimi Arikunto, op. cit., hal. 276
52
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kemampuan Berkomunikasi Siswa
Hasil perhitungan statistik dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 4.1
dibawah ini. Pada Tabel 4.1 dapat diinterpretasikan bahwa skor kemampuan
berkomunikasi siswa yang paling banyak diperoleh siswa berada pada
interval 81 – 83 yaitu sebanyak 15 siswa atau sebesar 39.4%. Siswa yang
mendapat skor pada interval 78 – 80 yaitu sebanyak 13 siswa atau sebesar
34,2%. Sedangkan siswa yang mendapat nilai dibawah rata-rata sebanyak 10
siswa atau sebesar 26.3%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa siswa
kelas XI MAN 2 Bogor memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik.
Perhitungan ini secara rinci dapat dilihat pada lampiran 6.1
Tabel 4.1 Data Kemampuan Berkomunikasi Siswa
No Kelompok kemampuan N Persentasi
1 Tinggi 15 39,4%
2 Sedang 13 34,2%
3 Rendah 10 26,3%
Hasil penelitian kemampuan berkomunikasi melalui hasil pengamatan
yang dilakukan oleh observer, menunjukan bahwa indikator kemampuan
berkomunikasi siswa pada kelas tersebut sudah menyatakan hal yang positif
terhadap kemampuan berkomunikasi siswa. Perhatikan Tabel 4.2 terlihat
ketercapaian kemampuan berkomunikasi yang dimunculkan siswa mencapai
rerata tertinggi sebesar 82,76. Persentase ini terlihat pada indikator menjawab
pertanyaan, indikator tersebut berada pada kelompok asal. Sedangkan nilai
terendah berada pada indikator membaca sebesar 78,24 indikator tersebut
berada pada tahapan kelompok ahli. Analisis perhitungan ini secara rinci
dapat dilihat pada lampiran 5.2
1 Lampiran 6, hal 90
2 Lampiran 6, hal 88
53
Tabel 4.2 Data Analisis Kemampuan Berkomunikasi Siswa
No Kelompok Jigsaw Kemampuan
berkomunikasi Rerata Kategori
1
Ahli
Membaca 78,24 Baik
Menjelaskan 80,78 Baik
Menyimak 81,07 Baik
Umpan Balik 81,52 Baik
Diskusi 81,13 Baik
Mengambil Keputusan 81,39 Baik
2 Asal
Menjelasakan 80,92 Baik
Menjawab Pertanyaan 82,76 Baik
Melakukan Refleksi 81,75 Baik
Sedangkan hasil penelitian kemampuan berkomunikasi dengan Peer
Assesment atau penilaian teman sebaya juga menunjukan hasil yang tidak
jauh berbeda dengan hasil penelitian menggunakan rubrik observasi
kemampuan berkomunikasi, bahwa aspek-aspek kemampuan berkomunikasi
siswa pada kelas XI IPA.3 sudah menyatakan hal yang positif terhadap
kemampuan berkomunikasi siswa. Perhatikan Tabel 4.3 Berdasarkan hasil
Peer Assesment yang dilakukan ketika berada dikelompok asal pada
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw diperoleh skor tertinggi berada pada
indikator menjelaskan sebesar 78,83. Sedangakan untuk skor indikator bahasa
diperoleh sebesar 76,91.
Tabel 4.3 Data Analisis Peer Assesment Kemampuan Berkomunikasi Siswa
No Kelompok Jigsaw Kemampuan
berkomunikasi
Rerata Kategori
1 Asal Menjelaskan 78,83 Baik
Bahasa 76,91 Cukup Baik
Komunikasi adalah sebuah proses interaksi untuk berhubungan dari
satu pihak ke pihak lainnya yang pada awalnya berlangsung sangat sederhana
dimulai dengan sejumlah ide-ide yang abstrak atau pikiran dalam otak
seseorang untuk mencari data atau menyampaikan informasi yang kemudian
dikemas menjadi sebentuk pesan untuk kemudian disampaikan secara
langsung maupun tidak langsung menggunakan bahasa berbentuk kode
54
visual, kode suara, atau kode tulisan.3 Berdasarkan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa dalam proses komunikasi melibatkan adanya pemberi
berita atau pesan, berita atau pesan yang disampaikan, dan penerima berita
atau pesan. Hasil pengamatan kemampuan berkomunikasi terlihat
kemampuan siswa hanya sampai menyampaikan pesan, yaitu dengan
menjawab pertanyaan, tetapi belum adanya umpan balik yang positif dari
penerima pesan.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kemampuan berkomunikasi
yang dimiliki siswa kelas XI.3 adalah baik. Hal ini terlihat dari keseriusan
siswa dalam menjalankan diskusi dengan baik dan adanya interaksi antara
guru dengan siswa, serta siswa dengan siswa. Besarnya indikator menjawab
pertanyaan sebesar 82,76 yang diajukan teman-temannya satu kelompok
dalam proses presentasi yang dilakukan dalam kelompok asal, karena
didukung dengan rasa tanggung jawab siswa terhadap materi yang
dikuasainya. Respon siswa terhadap aspek bertanggung jawab menerima
pertanyaan untuk dijawab tersebut positif, hal ini ditunjukkan dengan total
kemampuan berkomunikasi siswa pada kelompok ahli rata-rata 82,03%.
Kemampuan siswa dalam bertanggung jawab dikelompoknya akan
memberikan manfaat yang sangat besar terhadap siswa, antara lain : (1)
Memotivasi siswa untuk belajar giat karena adanya tekanan dari teman
kelompoknya serta menyadari akan penilaian yang berkelanjutan, (2)
Menghilangkan rasa takut pada anak untuk mengungkapkan pendapatnya dan
menjawab pertanyaan, dan (3) Menumbuhkan kemampuan kerja sama siswa,
berfikir kritis dan kemampuan membantu teman. Hal ini juga sesuai dengan
pendapat Aceng Hiatami dan Supriadi secara psikologis model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw.4
3 Zubair, A. Definisi Komunikasi. 2006. Tersedia: http://meilemma.wordpress.com
4 Aceng Hiatami dan Supriadi, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw Untuk Meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa Pada materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan,http://jurnal.unhalu.ac.id/download/aceng/PENERAPAN%20MODEL%20PEMBELAJ
ARAN%20KOOPERATIF%20TIPE%20JIGSAW.pdf
55
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi
siswa karena dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa menjadi lebih
aktif. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian lain, seperti
Novi Emildadiany yang menyatakan bahwa proses pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw dapat mendorong timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan
dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi.5 Begitu pula dengan
pendapat H. M. Sirih dan Muhammad Ali dalam penelitiannya menunjukan
bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw secara signifikan dapat
meningkatkan kemampuan berkomunikasi, kegiatan pembelajaran tipe jigsaw
juga dapat meningkatkan aktivitas dan tanggung jawab siswa bekerja
kelompok dalam berbagi pengetahuan pada kelompok ahli dan kelompok
asal.6 Hal ini juga sesuai dengan pendapat Khoirul dalam Supriyadi
mengemukakan beberapa tujuan khusus model pembelajaran tipe Jigsaw
diantaranya adalah mengkaji kebergantungan positif dalam menyampaikan
dan menerima informasi diantara anggota kelompok untuk mendorong
kedewasaan berfikir dan menyediakan kesempatan berlatih bicara dan
mendengar untuk berlatih dalam menyampaikan informasi.7
Dengan kemampuan berkomunikasi yang dimiliki oleh siswa yang
baik, diharapkan keseluruhan hasil belajar siswa meningkat. Seperti
penelitian yang dilakukan H. M. Sirih dan Muhammad Ali menyatakan
bahwa pembelajaran kooperatif akan berpengaruh pada aktivitas siswa yang
pada akhirnya dapat meningkatkan penguasaan konsep dan hasil belajar
materi yang telah dipelajari.8
5 Novi Emildadiany, Cooperative learning teknikjigsaw. September 2008 . hal. 9
6 H. M. Sirih dan Muhammad Ali, Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw dengan
Tongkat Estafet Untuk Meningkatkan Aktivitas Siswa Dalam Proses Belajar Mengajar di SMP
Negeri 2 Kendiri, MIPMIPA, Vol. 6, No. 1, Pebruari 2007 h. 23 7 Aceng Hiatami dan Supriadi, op. cit., hal 12
8 H. M. Sirih dan Muhammad Ali, op. cit., hal. 24
56
B. Hasil Belajar
Data hasil belajar biologi siswa berdasarkan pada tujuan yang telah
dirumuskan meliputi data nilai pretest dan postest, pembelajaran
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebanyak 38 siswa pada
subkonsep mekanisme transpor pada membran.
Sebelumnya, siswa diberikan pretest dan postest. Instrumen tes yang
digunakan sebelumnya telah diuji validasi dan realibilitasnya. Sehingga,
instrumen tes tersebut telah layak digunakan untuk hasil belajar siswa. Hasil
belajar siswa dianalisis untuk mengetahui adanya hubungan dengan
kemampuan berkomunikasi melaui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Hasil perhitungan statistik nilai pretest dapat diinterpretasikan bahwa
skor terendah yang diperoleh siswa yaitu 25, sedangkan skor tertinggi sebesar
63. Nilai tersebut diperoleh dari hasil tes yang diberikan sebelum dilakukan
proses pembelajaran. Kegiatan ini untuk mengetahui pengetahuan awal siswa
mengenai materi mekanisme transpor pada membran. Perhitungan statistik
dapat dilihat secara lengkap pada Tabel dibawah ini:
Tabel 4.4 Skor Pretest tiap katagori siswa
No Kelompok kemampuan N Persentase
1 Rendah 14 36,8%
2 Sedang 9 23,6%
3 Tinggi 15 39,4%
Tabel 4.4 dapat diinterpretasikan bahwa skor hasil belajar siswa
berada pada titik tengah 49 atau pada interval 46 – 52 yaitu sebanyak 9 siswa
atau sebesar 23.6%. Siswa yang mendapat skor di atas rata-rata sebanyak 15
siswa sebesar 39.4%. Sedangkan siswa yang mendapat nilai dibawah rata-rata
sebanyak 14 siswa atau sebesar 36.8%. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa siswa kelas XI IPA3 MAN 2 Bogor belum memiliki hasil belajar yang
baik, karena masih banyak siswa yang memiliki hasil belajar yang rendah.
Perhitungan ini secara rinci dapat dilihat pada lampiran14.9
9 Lampiran 14. hal 116
57
Sedangkan dari hasil perhitungan statistik nilai posttest dapat
diinterpretasikan bahwa skor terendah yang diperoleh siswa yaitu 50,
sedangkan skor tertinggi sebesar 90. Nilai tersebut diperoleh dari hasil tes
yang diberikan setelah dilakukan proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Perhitungan statistik dapat dilihat secara lengkap pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.5 Skor Postes tiap kategori hasil belajar siswa
No Kelompok kemampuan N Persentase
1 Rendah 6 15,7%
2 Sedang 12 31,5%
3 Tinggi 20 52,6%
Tabel 4.5 dapat diinterpretasikan bahwa skor hasil belajar siswa
berada pada titik tengah 67 atau pada interval 64 – 70 yaitu sebanyak 12
siswa atau sebesar 31,5%. Siswa yang mendapat skor di atas rata-rata
sebanyak 20 siswa sebesar 52,6%. Siswa yang mendapat nilai dibawah rata-
rata sebanyak 6 atau sebesar 15,7% dengan demikian dapat dikatakan bahwa
siswa kelas XI MAN 2 Bogor memiliki hasil belajar yang cukup tinggi.
Tetapi masih terdapat 6 siswa yang memiliki hasil belajar rendah.
Perhitungan ini secara rinci dapat dilihat pada lampiran 1410
Dalam proses pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat dilihat bahwa
hasil belajar pada subkonsep mekanisme transpor pada membran yang
dimiliki siswa dapat tercapai dengan baik. Hasil belajar siswa tercapai dengan
baik karena sebagai hasil kemampuan berkomunikasi yang cukup tinggi.
Hasil belajar siswa setelah melakukan proses pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw pada subkonsep mekanisme transpor pada membran berdasarkan
perhitungan statistik memiliki nilai rata-rata 71,8 termasuk dalam kriteria
baik. Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Terlihat dari jumlah siswa
yang mencapai belajar tuntas adalah 32 dari 38 atau 86,8%.
Terkait dengan studi ini, hasil belajar yang merupakan hasil dari
proses belajar yang dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam kegiatan
10
Lampiran 14. hal 116
58
pembelajaran, yaitu kemampuan berkomunikasi sebagai pendorong
utamanya, dan faktor ekternal-internal lain sebagai penentu berikutnya. Satu
kelemahan yang diamati selama proses belajar mengajar berlangsung
diperoleh bahwa kemampuan berkomunikasi yang dimiliki siswa baik, hanya
saja belum terbiasanya pembelajaran secara kooperatif tipe jigsaw diterapkan
dalam proses belajar akibatnya kurangnya waktu yang digunakan dalam
proses pembelajaran.
Berdasarkan data-data statistik dan beberapa uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar siswa pada subkonsep mekanisme transfor
pada membran melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat tercapai
dengan baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian, seperti
Muhammad Jamhari dalam jurnalnya yang bejudul Pengaruh Pemberian
Tugas Rumah Dikombinasikan Dengan Pembelajaran Model Jigsaw
Terhadap Hasil Belajar IPA Biologi Siswa SMPN 21 Palu dalam
penelitiannya disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
memberikan sumbangan yang berarti terhadap hasil belajar IPA biologi.11
H.
M. Sirih dan Muhammad Ali dalam jurnalnya menyatakan bahwa
pembelajaran kooperatif akan berpengaruh pada aktivitas siswa yang pada
akhirnya dapat meningkatkan penguasaan konsep dan hasil belajar materi
yang telah dipelajari.12
11
Muhammad Jamhari, op, cit. hal 128-130 12
H. M. Sirih dan Muhammad Ali, op, cit.hal. 24
59
C. Hubungan kemampuan berkomunikasi dengan Hasil Belajar Siswa
1. Pengujian Prasyarat Analisis Data Hasil Belajar
a. Deskripsi Data Hasil Belajar Pretes
Data hasil pretes siswa dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Hasil Belajar Pretes siswa
Data N Mean SD Median Modus
Kelas XI IPA 3 38 47,9 12.08 48.3 55.5
Berdasarkan hasil perhitungan data, pretest hasil belajar biologi
siswa pada diperoleh nilai tertinggi dan nilai terendah 8. Nilai rata-rata
(mean) skor pretestnya adalah 28.45 dengan standar deviasi 7.8, nilai
tengah (median) adalah 29.65 dan nilai modusnya adalah 29.9.
Sedangkan pretest hasil belajar biologi siswa pada kelompok
kontrol diperoleh nilai tertinggi 65 dan nilai terendah 25. Nilai rata-
rata (mean) skor pretestnya adalah 47.9, dengan standar deviasi 12.08,
nilai tengah (median) sebesar 48.3, dan nilai modus 55.5.
b. Deskripsi Data Hasil Belajar Postest
Data hasil postest dapat dilihat pada Table 4.7.
Tabel 4.7. Hasil Belajar Postest Siswa dan Kelompok Kontrol
Data N Mean SD Median Modus
Kelas XI IPA 3 38 71.8 9,6 75,9 80.25
Berdasarkan hasil perhitungan data, postest hasil belajar biologi
siswa diperoleh nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 50. Nilai rata-rata
skor postest sebesar 71.8. dengan standar deviasi 9.6, nilai tengah
sebesar 45, dan modus sebesar 56.25.
c. Deskripsi Data Nilai N-Gain
Peningkatan hasil belajar siswa secara langsung dapat dilihat
dari nilai rerata N-gain sebesar 0.22 (Tabel 4.8.), peningkatan hasil
belajar tersebut termasuk kategori sedang.
60
Tabel 4.8. Rekapitulasi N-Gain
Data Pre test Post test N-Gain
N 38 38 38
Mean 47.9 75.9 0.22
SD 12.08 9.6 0.17
Varians 145.9 93 0.02
Berdasarkan hasil penghitungan N-gain, 100% atau 38 orang
termasuk dalam kategori sedang. Presentasi N-gain ditunjukkan pada
grafik 4.1.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Mean SD Varians
pretest
postest
N-Gain
Gambar 4.1. Grafik Hasil N-Gain
d. Deskripsi Data Hasil Uji Normalitas
Pada pengujian normalitas pretest didapatkan Lo = 0.1004 dan
normalitas postes didapatkan Lo= 0.1079, sedangkan nilai L yang
diperoleh dari tabel standar pada taraf signifikan 5% dan n = 38 adalah
sebesar 0.1438. Maka dapat disimpulkan bahwa data pretest dan
postest terdistribusi normal karena Lo lebih kecil dari pada Lt, (Tabel
4.9). Hasil perhitungan uji normalitas dari pretest dan postest dapat
dilihat pada lampiran.
61
Dari tabel 4.9 diketahui pula N-gain diperoleh Lo= 0.1336,
dengan n = 38. Pada taraf signifikasi 5% diperoleh Lt = 0.1438.
Karena Lo lebih kecil daripada Lt, maka data berdistribusi normal.
Tabel 4.9. Hasil Uji Normalitas
Uji Normalitas N Lhitung Ltabel Kesimpulan
Pre test 38 0.1004 0.1438 Ho diterima
Post test 38 0.1079 0.1438 Ho diterima
N-Gain 38 0.1336 0.1438 Ho diterima
e. Deskripsi Data Hasil Uji Homogenitas
Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas, diperoleh data
pretest dan posttest berdistribusi normal. Maka dilakukan uji
homogenitas sebelum dilakukan uji hipotesis. Pengujian homogenitas
pada penelitian ini menggunakan rumus Fisher. Berdasarkan hasil
perhitungan uji homogenitas pretest dan postest kelas XI IPA 3,
diperoleh Fo (Fhitung) sebesar 1.56 dengan taraf signifikansi 5% (α =
0.05), maka diperoleh Ftabel sebesar 1.7. berdasarkan data tersebut,
dapat diketahui bahwa Fo (1.56) < Ftabel (1.7), maka disimpulkan
bahwa kedua sampel homogen.
Tabel 4.10. Rekapitulasi Uji Homogenitas
Data Α F
Kesimpulan Hitung Tabel
Pre Test dan post
test
0.05 1.56 1.7 Ho diterima
f. Deskripsi Data Hasil Uji Parametrik Hasil Belajar
Setelah melakukan uji prasyarat (normalitas dan homogenitas),
data pretest dan posttest yang diperoleh ternyata normal dan homogen.
Oleh karena itu, pengujian hipotesis yang digunakan untuk menguji
hipotesis penelitian ini adalah uji t.
Penghitungan uji t dilakukan dengan membandingkan pre test
dan post test. Adapun hasil perhitungannya dideskripsikan berikut ini.
62
Tabel 4.11. Penentuan Uji-t
Kelas SD Rata-rata S2 N
Pretest 9.25 71,8 93 38
Postest 11.76 48.15 145.9 38
Tabel di atas dengan taraf signifikansi 5% diperoleh thitung
sebesar 8.895 untuk menentukan ttabel maka harus ditentukan dahulu
db nya. Untuk pengujian hipotesis dengan uji t, maka db pada
penelitian ini adalah db = (N – 2 = (38) – 2 = 36. Dengan db tersebut
dapat ditentukan nilai ttabel sebesar 1.996. hal ini berarti thitung (8.895) >
ttabel (1.996), sehingga Ho ditolak. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara pre test dan post test.
2. Pengujian Hipotesis
a. Deskripsi Data Hasil Uji Korelasi
Setelah dilakukan uji prasyarat analisis, maka dilanjutkan
dengan uji hipotesis. Hipotesis penelitian yang dirumuskan
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan
antara kemampuan berkomunikasi dan N-gain hasil belajar siswa
melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Adapun kekuatan
hubungan yang diperoleh sebesar 0.66 antara kemampuan
berkomunikasi dengan N-gain hasil belajar siswa. Sedangkan dengan
post tes didapatkan 0.75. sedangkan kekuatan hubungan antara
kemampuan berkomunikasi menggunakan peer assesmen dengan N-
gain hasil belajar diperoleh sebesar 0,5 (lihat Lampiran). Akan tetapi
nilai r tidak dapat di signifikansi dengan rtabel, karena tidak terdapat
nilai rtabel 38 pada rtabel Sperman. Dengan demikian rtabel menggunakan
N=30.
b. Uji Signifikansi Korelasi
Setelah dilakukan uji korelasi dilanjutkan dengan uji
signifikansi yang dihasilkan melalui perhitungan uji-t. Hasil
perhitungan dihasilkan sebesar 7,07 ternyata jauh lebih besar jika
63
dibandingkan dengan harga ttabel pada taraf signifikansi 5% yaitu
1,996. Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan
berkomunikasi dan hasil belajar siswa melalui pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw pada subkonsep mekanisme transpor pada
membran.
c. Deskripsi Data Hasil Uji Determinansi
Koefisien determinansi yang didapat jika r = 0,7501 maka r2
=
0.5626 atau 57%. Hal ini berarti nilai rata-rata hasil belajar siswa 57%
ditentukan oleh nilai kemampuan berkomunikasi siswa.13
3. Pembahasan
Berdasaran uraian data statistik di atas dapat disimpulkan bahwa
hasil penelitian menunjukkan terdapatnya hubungan positif yang
signifikan antara kemampuan berkomunikasi dengan hasil belajar siswa
melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebesar 57%.
Secara teoritis dapat dikemukakan bahwa kegiatan pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw ini dapat memunculkan berbagai jenis aspek
kemampuan berkomunikasi sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
biologi siswa. Dapat dikatakan bahwa kemampuan berkomunikasi yang
digunakan dalam memproses pengetahuannya melalui berbagai tahapan
kegiatan jigsaw memiliki keterkaitan dengan pembentukkan hasil belajar
yang baik. Kontribusi tersebut disebabkan karena kemampuan
berkomunikasi yang dimiliki siswa dapat meningkatkan pengetahuan
biologi siswa, sehingga hasil biologi siswa menjadi lebih baik. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan H. M. Sirih dan
Muhammad Ali dalam jurnalnya yang berjidul Penerapan Model
Pembelajaran Tipe Jigsaw dengan Tongkat Estafet untuk Meningkatkan
Aktivitas Siswa dalam Proses Belajar Mengajar di SMP Negeri 2 Kendiri
menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif akan berpengaruh pada
13
Lampiran 20, hal. 133
64
aktivitas siswa yang pada akhirnya dapat meningkatkan penguasaan
konsep dan hasil belajar materi yang telah dipelajari.14
Kemampuan berkomunikasi dapat muncul jika pembelajaran yang
digunakan memungkinkan siswa untuk aktif. Hal ini sesuai dengan
pendapat Khoirul dalam Supriyadi mengemukakan beberapa tujuan khusus
model pembelajaran tipe Jigsaw diantaranya adalah mengkaji
kebergantungan positif dalam menyampaikan dan menerima informasi
diantara anggota kelompok untuk mendorong kedewasaan berfikir dan
menyediakan kesempatan berlatih bicara dan mendengar untuk berlatih
dalam menyampaikan informasi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan
peningkatan penguasaan konsep siswa.15
Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan berkomunikasi yang positif diikuti pula dengan hasil belajar
biologi yang baik.
Hasil penelitian ini dapat diimplikasikan baik secara teoritis maupun
secara praktis. Secara teoritis, seperti yang dikemukakan sebelumnya, bahwa
hasil belajar dapat dipengaruhi oleh kemampuan berkomunikasi siswa.
Implikasi praktis yang dapat dilakukan adalah upaya peningkatan kemampuan
berkomunikasi siswa dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa.
Kemampuan berkomunikasi dapat terbentuk jika pembelajaran yang ada
menjadikan siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran (student
centered)
Sebagaimana yang diketahui bahwa hakikat belajar pada umumnya
adalah segala aktivitas dengan melibatkan serangkaian pembelajaran secara
langsung. Untuk itu setiap orang yang belajar harus aktif dalam
pembentukan sifat yaitu pola yang berfikir kritis dan kreatif. Untuk itu
suasana kelas perlu didesain sedemikian rupa sehingga siswa mendapat
kesempatan untuk saling berinteraksi. Dalam interaksi ini siswa akan
membentuk komunitas yang memungkinkan mereka menyukai proses dan
saling mengenal satu sama lain. Suasana belajar yang penuh dengan
14
H. M. Sirih dan Muhammad Ali, op, cit. hal. 24 15
Aceng Hiatami dan Supriadi, op, cit.
65
persaingan dan pengisolasian akan membentuk hubungan yang negatif dan
mematikan semangat siswa. Hal ini akan menghambat pembentukan
pengetahuan secara aktif. Oleh karena itu, pengajar perlu menciptakan
suasana belajar sedemikian rupa sehingga siswa perlu bekerjasama secara
gotong-royong.
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan hasil penelitian dan pembahasan, maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara kemampuan
berkomunikasi dengan hasil belajar siswa melalui pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw pada subkonsep mekanisme transpor pada membran. Hal ini
ditandai dengan adanya kontribusi kemampuan berkomunikasi dengan hasil
belajar ditunjukkan oleh hasil koefisien korelasi yang cukup baik sebesar
57%. Selain itu, dari lembar observasi didapatkan hasil bahwa sebagian besar
siswa memiliki hasil belajar dan kemampuan berkomunikasi yang baik, karena
dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa menjadi lebih aktif.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran peneliti dari penelitian ini
adalah, guru diharapkan mempunyai pengetahuan dan kemampun yang cukup
untuk memilih metode pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi
yang akan diajarkan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan
kemampuan berkomunikasi siswa. Selain itu, untuk meningkatkan hasil
penelitian selanjutnya yang lebih baik, sebaiknya memperhatikan prosedur
penelitian dan instrumen penelitian. Selain itu, pada tahap presentasi pada
kelompok asal dialokasikan waktu yang lebih lama.
67
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara,
2008.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta, 2006.
Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006.
Meltzer E. David, “The Relationship Between Mathematics Preaparation and
Conceptual Learning gains in Physics: A Possible hidden variable in
Diagnostic Pre-test Scores”, Departement of Phisycs and Astronomy State
University Ames, Am, J, Phys, 70 (12), December 2002, p. 1260 dari
http://www.physicseducation.net/docs/Addendum_on_normalized_gain.pd
f. dibrowsing pada tanggal 5 april 2010 Pikul 10.09
Emildadiany, Novi. Cooperative Learning-Teknik Jigsaw, http://makalah
kumakalahmu.wordpress.com/2008/09/15/coopertaive-learning
dibrowsing Hari Rabu, Tanggal 22 Januari 2010 Pukul. 10.57
Feronika Tonih. Buku Ajar Strtegi Pembelajaran Kimia. Jakarta: FITK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Hajar, Ibnu. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif Dalam Pendidikan.
Jakarta: PT RajGrafindo, 1999.
Hiatami Aceng dan Supriadi, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw Untuk Meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa Pada materi
kelarutan dan hasil kalikelarutan, http://jurnal.unhalu.ac.id/download
/aceng/PENERAPAN%20MODEL%20PEMBELAJARAN%20KOOPER
ATIF%20TIPE%20JIGSAW.pdf dibrowsing dibrowsing Hari Rabu,
Tanggal 22 Januari 2010 Pukul. 11.40
Isjoni, Cooperatif Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok.
Bandung: Alfabeta, 2007.
Jamhari Muhammad. Pengaruh Pemberian Tugas Rumah Dikombinasikan
Dengan Pembelajaran Model Jigsaw Terhadap Hasil Belajar IPA Biologi
Siswa SMPN 21 Palu Media Eksakta 2 (2) : 128-130, juli 2006
Lie, Anita. Cooperative Leraning; Mempraktekan Cooperative Learning Di
Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT Grasindo, 2002.
68
Muhammad, Muhammad. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berkomunikasi Dan Penguasaan Konsep
Hidrokarbon Siswa SMA, Jurnal Penelitian Pendidikan IPA Vol. I No. 2,
Juli 2007.
Mulyasa. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007.
Mutmainah Siti. Fauzi Ahmad. Psikologi Komunikasi. Jakarta, Universitas
Terbuka Depdiknas 2005.
Nasution, S. Kurikulum Dan Pengajaran. Jakrta: Bumi Aksara, 1989.
Nasution, S. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Jakarta: Bumi aksara, 1995
Sendjaja Sasa Djuarsa , Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta, Universitas Terbuka
Depdiknas 2005. Hal 1-30
Sirih Muhammad dan Muhammad Ali. Penerapan Model Pembelajaran Tipe
Jigsaw dengan Tongkat Estafet Untuk Meningkatkan Aktivitas Siswa
Dalam Proses Belajar Mengajar di SMP Negeri 2 Kendiri, MIPMIPA,
Vol. 6, No. 1, Pebruari 2007.
Sofyan, Ahmad. Feronika, Tonih & Milama, Burhanudin. Evaluasi Pembelajaran
IPA Berbasis Kompetensi. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
Suasti, Yurni. Upaya Peningkatan Kreativitas Siswa Smu Pembangunan Unp
Melalui Modifikasi Cooperative Learning Model Jigsaw, Jurnal
Pembelajaran no.1. 26 Desember 2002.
Sudjana, Nana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2002.
Sudjana. Metode Statistika. Bandung: Tarsito, 1996.
Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
Trianto, Mendesain Model Pembelajran Inovatif Progresif, Konsep, Landasan,
Dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidika.
Jakarta:Prenada media grup, 2009.
Trianto. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konsrukstivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007.
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan. Direktorat
Jendral Pendidikan Islam Departemen Agam RI Tahun 2006.
69
Wena, Made. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi aksara,
2009. hal. 195
Widjhaja. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara 2008.
hal: 1-25