skripsi - sitedi.uho.ac.idsitedi.uho.ac.id/uploads_sitedi/d1c113069_sitedi_skripsi.output.pdf ·...
TRANSCRIPT
i
SKRIPSI
PENGARUH FORMULASI TEPUNG BERAS DAN TEPUNG UBI KAYU
TERMODIFIKASI DENGAN PENAMBAHAN MALTODEKSTRIN
TERHADAP PENILAIAN ORGANOLEPTIK DAN KANDUNGAN GIZI
KERIPIK BAYAM (Amaranthus spp)
Oleh:
MUHAMMAD SIHAB HIZATULLOH
NIM. D1C1 13 069
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2017
ii
PENGARUH FORMULASI TEPUNG BERAS DAN TEPUNG UBI KAYU
TERMODIFIKASI DENGAN PENAMBAHAN MALTODEKSTRIN
TERHADAP PENILAIAN ORGANOLEPTIK DAN KANDUNGAN GIZI
KERIPIK BAYAM (Amaranthus spp)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Teknologi dan Industri Pertanian
untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi
pada Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan
Oleh :
MUHAMMAD SIHAB HIZATULLOH
NIM: D1C1 13 069
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2017
iii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANA PUN. APABILA DI KEMUDIAN HARI TERBUKTI ATAU
DAPAT DIBUKTIKAN BAHWA SKRIPSI INI HASIL JIPLAKAN, MAKA SAYA
BERSEDIA MENERIMA SANGSI SESUAI PERATURAN YANG BERLAKU.
Kendari,19 Juli 2017
Muhammad Sihab Hizatulloh
NIM. D1C113069
iv
v
vi
ABSTRACT
Muhammad Sihab Hizatulloh (D1C1 13 069). The Effects of rice and mocaf flours
with the addition of maltodextrin on the organoleptic assessment and nutritional
values of spinach chips (Amaranthus spp). (Under the guidance of H. La Karimuna
as supervisor I and Tamrin as Supervisor II).
Crispy chips are one of the favorite foods in general. Processing of spinach becomes
crispy chips gives the variety of food and improve its quality, and increase economic
value of vegetables. Coating flour made of crispy chips are generally used from rice
flour. However, the rice flour is gitting less and the prices of rice flour go up. The
objectives of this research were to study the effects of the interaction of rice flour
formulation and mocaf flour on the organoleptic assessment and nutritional values of
spinach crispy chips, to determine the effects of rice flour formulation and mocaf
flour on the organoleptic assessment and nutritional values of spinach crispy chips,
and to analyze the effect of maltodextrin addition on the organoleptic assessment and
nutritional values of spinach crishpy chips. This research consisted of two factors,
using completely randomized design and using the combination of rice flour , mocaf
flour, and maltodextrin. The first factor was the formulation of rice flour and mocaf
flour with a 100% : 0% (T1), 80% : 20% (T2), and 60% : 40% (T3). The second
factor was the addition of maltodextrin with three levels, 0% (M0), 0,2% (M1), and
0,4% (M2). Of the two factors there were nine combination treatments. Each
combination was repeated three times, so there were 27 experimental units. Variables
used were the organoleptic test and nutritional values. Data were analyze using
Analyses of Variances (ANOVA), if significant different, continued with least
significant different (LSD) test at 95%. The results of research showed that the best
organoleptic assessment was selected by panelist of 100% rice flour : 0% mocaf flour
with addition of maltodextrin 0,2% with colour 4,48% (Like), flavor 4,24 (Like),
texture 4,25 (Like), taste 4,18 (Like) and the physicochemicals variables including
water values 3,50 (%), ash values 1,74 (%), protein content 5,05 (%), fat content
43,37 (%), and starch values 46,34 (%). It showed that the product of spinach crispy
chips with the formulation of the rice and mocaf flours leaf extract with addition of
maltodextrin was preferred and accepted by the consumen. So, it may help to improve
the quality and economic value of the vegetables.
Keywords: Spinach Chips, Mocaf Flour, Fermentation, Maltodextrin, Rice Flour
vii
ABSTRAK
Muhammad Sihab Hizatulloh (D1C1 13 069). Pengaruh Formulasi Tepung Beras
dan Tepung Mocaf Dengan Penambahan Maltodekstrin Terhadap Penilaian
Organoleptik dan Kandungan Gizi Keripik Bayam (Amaranthus spp). (Dibimbing
oleh H. La Karimuna sebagai pembimbing I dan Tamrin sebagai Pembimbing II).
Keripik bayam merupakan kegemaran masyarakat Indonesia pada umumnya.
Pengolahan bayam menjadi keripik selain memberikan keanekaragaman pangan juga
mampu meningkatkan kualitas dan nilai ekonomis dari sayuran tersebut. Tepung
pelapis yang umum digunakan untuk keripik terbuat dari tepung beras. Akan tetapi,
saat ini ketersediaan tepung beras semakin terbatas dan harga di pasaran juga
meningkat tajam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh
interaksi antara formulasi tepung beras dan tepung mocaf terhadap penilaian
organoleptik dan kandungan gizi keripik bayam, untuk mempelajari pengaruh
formulasi tepung beras dan tepung mocaf dengan penambahan maltodekstrin terhadap
penilaian organoleptik dan kandungan gizi keripik bayam dan, untuk mempelajari
pengaruh penambahan maltodekstrin terhadap penilaian organoleptik dan kandungan
gizi keripik bayam. Penelitian ini terdiri atas dua faktor dan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap dengan menggunakan kombinasi proporsi tepung beras : tepung mocaf
dan Maltodekstrin. Faktor pertama adalah formulasi antara tepung beras dan tepung
mocaf dengan taraf 100% : 0% (T1), 80% : 20% (T2), dan 60% : 40% (T3). Faktor ke
dua adalah penambahan maltodekstrin yang terdiri atas tiga taraf, yakni 0% (M0),
0,2% (M1), dan 0,4% (M2). Dari dua faktor terdapat Sembilan kombinasi perlakuan.
Setiap kombinasi diulang tiga kali, sehingga terdapat 27 unit percobaan. Variabel
pengamatan yang dilakukan adalah uji organoleptik dan kandungan gizi. Data
dianalisis dengan menggunakan Analyses of Variances (ANOVA), apabila
berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf
kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukan bahwa penilaian organoleptik terpilih
oleh panelis terdapat pada komposisi 100% tepung beras : 0% tepung mocaf dengan
penambahan maltodekstrin 0,2% dengan skor penilaian terhadap warna 4,48%
(Disukai), aroma 4,24 (Disukai), tekstur 4,25 (Disukai), rasa 4,18 (Disukai) dan nilai
fisikokimia meliputi: kadar air 3,50 (%), kadar abu 1,74 (%), kadar protein 5,05 (%),
kadar lemak 43,37 (%), dan kadar pati 46,34 (%). Hal ini menunjukan bahwa keripik
bayam dengan formulasi beras dan tepung mocaf dengan penambahan maltodekstrin
disukai dan diterima oleh konsumen sehingga membantu meningkatkan kualitas dan
nilai ekonomis dari sayuran bayam tersebut.
Kata kunci: Fermentasi, Keripik Bayam, Maltodekstrin, Tepung Beras, Tepung
Mocaf
viii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena dengan izin dan
ridho-Nya penyusun dapat menyelesaikan penelitian ini. Sholawat serta salam
semoga tetap dilimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. yang telah
membawa kedamaian dan rahmat bagi semesta alam. Penelitian ini berjudul
“Pengaruh Formulasi Tepung Beras Dan Tepung Ubi Kayu Termodifikasi
Dengan Penambahan Maltodekstrin Terhadap Penilaian Organoleptik Dan
Kandungan Gizi Keripik Bayam (Amaranthus spp)” yang disusun untuk
memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Jurusan Ilmu dan
Teknologi Pangan.
Terwujudnya penelitian ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
mendorong dan membimbing penulis, baik dari segi moral maupun materi hingga
terselesaikannya proposal penelitian ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulis Bapak Edi Jumaidi dan
Ibu Siti Munawaroh atas perhatian dan do’anya untuk penulis. Terima kasih juga
penulis tujukan kepada Bapak, Prof.Dr.Ir.H.La Karimuna, M.Sc.Agr selaku
Pembimbing I dan Bapak, Dr.Tamrin, SP.MP selaku Pembimbing II yang telah
banyak memberi pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada:
ix
1. Rektor UHO yang telah memberi Motivasi kepada saya bagaimana menjadi
seorang pemimpin itu tidak mesti harus tegas saja, tetapi pemimpin yang humoris
juga banyak dikagumi orang.
2. Dekan Fakultas Teknologi dan Industri Pertanian dan Ketua Jurusan Ilmu dan
Teknologi Pangan Universitas Halu Oleo yang telah banyak memberikan
kesempatan dan fasilitas kepada penulis dalam proses penyelesaian studi.
3. Kepala Laboratorium Laboratorium Teknologi Pangan yang telah banyak
membantu peneliti dalam penyediaan alat dan bahan selama penelitian
berlangsung.
4. Bapak dan Ibu dosen di lingkungan Fakultas Teknologi dan Industri Pertanian
pada umumnya dan Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan pada khususnya yang
telah membimbing penulis selama mengikuti pendidikan.
5. Pegawai administrasi Jurusan dan Fakultas Teknologi dan Industri Pertanian atas
urusan administrasi yang mendukung penulis dalam masa pendidikan.
6. Pihak-pihak lain yang memberi dorongan dan informasi dalam penulisan
proposal penelitian ini, sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis sangat berharap skrips ini dapat bermanfaat dalam pengembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) terutama dalam perkembangan Teknologi
Pangan di masa yang akan datang. Terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu.
Kendari, Maret 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i
HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iv
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... v
ABSTRACT ...... ......................................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................. vii
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................... viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 4
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................................ 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori ................................................................................... 6
B. Kerangka Pikir .................................................................................... 27
C. Hipotesis ............................................................................................. 31
III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 32
B. Bahan dan Alat .................................................................................... 32
C. Rancangan penelitian .......................................................................... 32
D. Prosedur Penelitian .............................................................................. 33
E. Prosedur Pembuatan……………………………………………. ....... 30
F. Variabel Pengamatan……………………………………………. ...... 35
G. Analisis Data ....................................................................................... 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ...................................................................................................... 37
B. Pembahasan .......................................................................................... 45
xi
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ................................................................................................... 56
B. Saran .......................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1 Produksi bayam nasional……………………………………...........................
7
2 Komposisi kimia mocaf……………………………………………………….
9
3 Syarat mutu tepung mocaf……………………………………………………
12
4 Komposisi Tepung beras per 100 g…………………………...........................
14
5 Spesifikasi Maltodekstrin kriteria……………………………………………..
17
6 Skor penilaian dan kriteria skala Hedonik…………………………………….
35
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Riwayat hidup .................................................................................................. 60
2. Denah penelitian .............................................................................................. 61
3. Prosedur Pembuatan Tepung Ubi kayu Termodifikasi……… ......................... 62
4. Diagram alir proses pembuatan keripik bayam… ............................................. 63
5. Format uji organoleptik ..................................................................................... 64
6. Analisis kadar air............................................................................................... 66
7. Analisis kadar abu… ......................................................................................... 67
8. Analisis kadar lemak……… ............................................................................. 68
9. Analisis kadar protein… ................................................................................... 69
10. Analisis kadar karbohidrat… ............................................................................ 70
11. Hasil penilaian sensorik warna keripik bayam.................................................. 71
12. Hasil penilaian sensorik aroma keripik bayam ................................................. 73
13. Hasil penilaian sensorik tekstur keripik bayam ................................................ 73
14. Hasil penilaian sensorik rasa keripik bayam ..................................................... 75
15. Penentuan Kadar Air Keripik bayam ................................................................ 77
16. Penentuan Kadar Abu Keripik bayam............................................................... 79
17. Penentuan Kadar Lemak Keripik bayam .......................................................... 80
18. Penentuan Kadar Pati Perlakuan Terbaik Keripik bayam ................................. 81
19. Dokumentasi Penelitian… ................................................................................ 82
20. Pengujian Kadar Air………………………………………… .......................... 83
21. Penentuan Kadar Abu… ................................................................................... 84
22. Penentuan Kadar Protein… ............................................................................... 85
23. Penentuan Kadar Lemak ................................................................................... 86
24. Pembuatan Tepung Ubi Kayu Termodifikasi… ............................................... 87
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan disegala bidang, terutama bidang boga
mengalami peningkatan antara lain meningkatnya produksi makanan yang sangat
bervariasi dari segi bahan dasar, rasa, bentuk, dan lain-lain. Hal ini mencerminkan
bahwa masyarakat menginginkan variasi makanan yang bergizi tinggi, antara lain
melalui konsumsi makanan dalam hal jenis, kualitas maupun kuantitasnya. Upaya
peningkatan konsumsi makanan tersebut tidak hanya menitikberatkan pada makanan
pokok dan lauk pauk saja tetapi juga terhadap makanan ringan. Salah satu contoh
makanan ringan tersebut ialah keripik.
Keripik merupakan kegemaran masyarakat Indonesia pada umumnya,
sebagian orang menjadikan keripik sebagai makanan favorit. Meskipun keripik
merupakan makanan yang terlihat sederhana, namun dalam pengolahannya tidak
sesederhana bentuknya (Afrianti, 2013). Salah satu keripik yang cukup digemari di
kalangan masyarakat Sulawesi Tenggara adalah keripik daun bayam. Keripik bayam
adalah makanan yang terbuat dari bayam sebagai bahan dasarnya dan menggunakan
tepung pelapis sebagai penyalut lembaran bayam yang akan digoreng (Ramdhan,
2009). Pengolahan bayam menjadi keripik selain memberikan keanekaragaman
pangan juga mampu meningkatkan kualitas dan nilai ekonomis dari sayuran tersebut.
Selain itu keripik memiliki umur simpan lebih lama dari produk segarnya serta
2
memberikan flavor produk yang khas, yaitu renyah dan gurih (Ariyani, 2010).
Tepung pelapis yang umum digunakan untuk keripik terbuat dari tepung beras. Akan
tetapi, Saat ini ketersediaan tepung beras semakin terbatas dan harga di pasaran juga
meningkat tajam. Oleh karena itu, perlu disubstitusi dengan tepung mocaf sebagai
bahan pelapis keripik bayam.
Modified cassava flour (mocaf) merupakan tepung berbahan baku umbi
singkong (Manihot escluenta) yang terbentuk karena adanya proses fermentasi
bakteri penghasil asam laktat. Tepung ini tidak memiliki aroma dan rasa singkong,
dam memiliki karakteristik yang sama dengan gandum dan tepung terigu, sehingga
produk mocaf sangat cocok untuk menggantikan bahan terigu untuk kebutuhan
industri makanan (Subagio, 2007). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
tepung mocaf ini dapat dijadikan bahan baku pada beberapa jenis makanan yang
terbuat dari tepung beras dan terigu seperti mie, bakery, cookies hingga makanan
semi basah (Panikulata, 2008).
Karakteristik tepung mocaf tidak sama persis dengan tepung terigu, beras
ataupun lainnya, sehingga dalam aplikasinya diperlukan sedikit perubahan dalam
formula (Faza, 2007). Untuk menghasilkan produk keripik yang lebih gurih dan
renyah, tepung mocaf dapat dicampur dengan terigu. Tepung beras merupakan hasil
ekstraksi dari proses penggilingan gandum (T. sativum) yang tersusun oleh 67-70 %
karbohidrat, 10-14 % protein, dan 1-3 % lemak (Riganakos dan Kontominas, 1995).
Agar formulasi tepung mocaf dan beras tercampur rata maka perlu dilakukan
penambahan emulsifier seperti penggunaan maltodekstrin.
3
Maltodekstrin memiliki sifat sebagai bahan pengental dan pemantap serta
mempunyai kemampuan untuk membentuk film yang stabil selama penggorengan
sehingga dapat mencegah penyerapan minyak terlalu banyak yang menyebabkan
produk sukar kering dan memberi rasa berminyak pada produk serta mengurangi
penyerapan uap air (Whistler and Miller, 1997). Pada produk kering seperti keripik,
maltodekstrin berperan dalam melapisi permukaan produk sehingga dapat
mempertahankan kerenyahan (Luthana, 2008). Oleh karena itu, penambahan
maltodekstrin pada penelitian ini diharapkan juga dapat mengurangi penyerapan
minyak pada produk gorengan.
Ramdani dan Susanto (2016), penambahan proporsi mocaf dalam pembuatan
kripik keremes memberikan tingkat kesukaan yang tinggi serta kandungan pati dan
protein keripik keremes hampir mendekati SNI sedangkan untuk kadar lemak
semakin menurun seiring bertambahnya proporsi tepung mocaf. Penelitian yang
dilakukan Ariyani (2010) dengan perlakuan tapioka : mocaf = 60% : 40 % masih
memiliki nilai sensorik yang kurang disukai oleh panelis, disamping itu, aplikasi
TCSP tapioka : mocaf pada keripik bayam masih memiliki kriteria yang jauh dari
kriteria mutu SNI. Sehingga perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan sifat fisik,
organoleptik keripik bayam dengan menambahkan maltodekstrin.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Warsito (2003) tentang keripik bengkoang,
kombinasi perlakuan terbaik didapatkan pada penyalutan dengan maltodekstrin 10 %
yang menghasilkan keripik bengkoang dengan tekstur paling renyah dan kadar lemak
paling rendah. Penambahan maltodesktrin 4 % menghasilkan seawed leather dengan
4
tekstur mendekati kenyal (Muliani, 2005), sedangkan pada pembuatan fruit leather
sukun penambahan maltodekstrin 2 % menghasilkan tekstur agak kenyal (Saragih,
2005).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian mengenai “kajian
penilaian organoleptik dan kandungan gizi keripik bayam berbahan baku tepung
mocaf dan tepung beras dengan penambahan maltodekstrin” dapat meningkatkan
kesekuakann panelis dan kandungan gizi pada keripik bayam..
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana interaksi antara formualsi tepung beras dan tepung ubi kayu
termodifikasi serta penambahan maltodekstrin tehadap penilaian orgaloneptik
dan kandungan gizi keripik bayam?
2. Apakah ada pengaruh terhadap formulasi tepung beras dan tepung ubi kayu
termodifikasi terhadap penilaian orgaloneptik dan kandungan gizi keripik
bayam ?
3. Apakah ada pengaruh penambahan maltodekstrin terhadap penilaian
orgaloneptik dan kandungan gizi keripik bayam?
C. Tujuan dan Kegunaan
1. Untuk mempelajari pengaruh antara interaksi formulasi tepung beras dan
tepung ubi kayu termodifikasi terhadap penilaian orgaloneptik dan kandungan
gizi keripik bayam.
5
2. Untuk mempelajari pengaruh terhadap formulasi tepung beras dan tepung ubi
kayu termodifikasi terhadap penilaian orgaloneptik dan kandungan gizi
keripik bayam.
3. Untuk mempelajari pengaruh penambahan maltodekstrin terhadap penilaian
orgaloneptik dan kandungan gizi keripik bayam.
Kegunaan dari penelitian ini adalah bahwa dengan formulasi tepung mocaf
dan tepung beras dengan penambahan maltodekstrin dapat meningkatkan sensorik
dan kandungan gizi keripik bayam sehingga keripik bayam dapat diterima
dimasyarakat dan memiliki nilai jual yang tinggi.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Bayam (Amaranthus spp.)
Tanaman bayam merupakan salah satu jenis sayuran komersial yang mudah
diperoleh di setiap pasar, baik pasar tradisional maupun pasar swalayan. Harganya
pun dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.Tumbuhan bayam ini awalnya
berasal dari negara Amerika beriklim tropis, namun sekarang tersebar keseluruh
dunia. Hampir semua orang mengenal dan menyukai kelezatannya. Rasanya enak,
lunak dan dapat memberikan rasa dingin dalam perut dan dapat memperlancar
pencernaan. Umumnya tanaman bayam dikonsumsi bagian daun dan batangnya,
namun ada juga yang memanfaatkan biji atau akarnya sebagai tepung, obat, bahan
kecantikan dan lain-lain. Ciri dari jenis bayam yang enak untuk dimakan ialah
daunnya besar, bulat dan empuk, sedangkan bayam yang berdaun besar, tipis diolah
campur tepung untuk rempeyek (Yusni dan Azis, 2001).
Bayam merupakan tanaman yang memiliki morfologi yang berbeda-beda antar
jenisnya. Menurut Rukmana (2015). bayam merupakan tanaman perdu dan tinggi
kurang lebih 1.5 meter. Sistem perakarannya menyebar pada kedalaman antara 20-40
cm dan berakar tunggal karena termasuk tanaman berbiji keping dua.
7
Gambar 1. Daun Bayam (Koleksi, 2017)
Selama tahun 2009-2014 produksi sayuran bayam Indonesia mengalami
peningkatan, produksi pada tahun 2009. Penurunan produksi terbesar terjadi pada
tahun 2014 yaitu sebesar 134.159 ton, sedangkan peningkatan produksi terbesar pada
tahun 2009 sebesar 173.750 ton. Produksi sayuran bayam menurun dari tahun ke
tahun disebabkan kurang tertariknya petani Indonesia untuk menanam sayuran bayam
karena permintaan pasar menurun, sebagai mana dituliskan pada (Tabel 1).
8
Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Rata-rata Hasil dan Produksi
Bayam di Indonesia Tahun 2009 – 2014
Tahun
Bayam Peningkatan/Penurunan Terhadap Tahun Sebelumnya Luas
Panen
(Ha)
Rata-rata
Hasil
(Ton/Ha)
Produksi
(Ton)
Luas Panen Rata-rata Hasil Produksi
Absolut % Absolut % Absolut %
2009 44.975 3,86 173.750 - - - - - -
2010 48.844 3,12 152.334 3.869 8,60 -0,74 -19,27 -21.416 -12,33
2011 46.882 3,42 160.513 -1.962 -4,02 0,30 9,78 8.179 5,37
2012 46.211 3,36 155.070 -671 -1,43 -0,07 -1,99 -5.443 -3,39
2013 45.294 3,11 140.980 -917 -1,98 -0,24 -7,25 -14.090 -9,09
2014 45.325 2,96 134.159 31 0,07 -0,15 -4,90 -6.821 -4,84
Sumber: BPS (2015)
Bayam merupakan sayuran daun yang bergizi tinggi dan digemari oleh semua
lapisan masyarakat. Daun bayam dapat dibuat berbagai macam sayur, misalnya sayur
bening, pecel, gado-gado, bahkan disajikan dengan hidangan mewah (elit). Bayam
juga dapat digunakan sebagai obat tradisional dan juga untuk kecantikan (Seno,
2001).
Biji bayam dapat dimaanfaatkan sebagai pencampur, penyeling terigu, dalam
pembuatan roti atau dibuat bubur bayam. Ekstrak biji bayam dapat berkhasiat sebagai
obat keputihan dan pendarahan yang berlebihan pada wanita yang sedang menstruasi.
Disamping kandungan gizi di atas, bayam juga dapat menyembuhkan berbagai
macam penyakit, misalnya eksim, asam, penyakit kulit muka, kulit kepala dan
rambut, menurunkan kadar kolestrol dan mencegah sakit pada gusi (Rukmana, 1995).
Berdasarkan penelitian Umar (1996) bayam diketahui mengandung klorofil.
Kandungan klorofil tersebut akan mengalami peningkatan oleh adanya pengaruh
9
kandungan mineral seperti N, P, K, S, Ca dan Mg. Ariffaizal (2008) menambahkan
bahwa klorofil merupakan molekul yang secara alamiah dapat diterima oleh tubuh
dan menjadi nutrisi bagi tubuh karena memiliki struktur yang sama dengan
hemoglobin. Rothemund (1956) menyatakan bahwa klorofil dan hemoglobin
merupakan porfirin yang terintesis dari pirol dan formaldehid, tetapi memiliki inti
yang mengandung atom Mg dan hemoglobin mengandung atom Fe.
2. Tepung mocaf
Mocaf adalah tepung dari ubi kayu (Manihot esculenta) yang diproses dengan
memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Tahapan dalam pembuatan tepung
mocaf yang pertama yaitu mikroba jenis BAL (Bakteri Asam Laktat ) yang tumbuh
menghasilkan enzim pektinolitik dan sellulolitik yang dapat menghancurkan dinding
sel ubi kayu sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi granula pati. Proses liberasi ini
menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya
viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut (Subagio,
2007).
Mocaf dapat digolongkan sebagai produk edible cassava flour berdasarkan
Codex Standard, Codex Stan 176-1989 (Rev. 1 - 1995). Mocaf mempunyai
karakteristik fisik dan organoleptik yang spesifik jika dibandingkan dengan tepung
ubi kayu pada umumnya. Komposisi kimia tepung mocaf dapat dilihat pada Tabel 2.
10
Tabel 2. Komposisi kimia Mocaf
Sumber: Salim Emil, ( 2011)
Kadar karbohidrat mocaf setara tepung terigu, bahkan kandungan seratnya
lebih tinggi dibandingkan tepung gandum. Melalui proses fermentasi, asam sianida
(HCN) yang terdapat pada ubi kayu akan hilang. Mikroba yang tumbuh dalam proses
fermentasi menyebabkan perubahan karakteristik dan menghasilkan asam-asam
organik, terutama asam laktat yang menimbulkan aroma dan cita rasa khas. Keduanya
mampu menutupi aroma dan rasa ubi kayu yang cenderung tidak disukai konsumen
(Faza, 2007).
Modified Cassava Flour (mocaf) memiliki kandungan protein sebesar 0,53%,
sedangkan kandungan protein terigu sebesar 7,79%. Semakin tinggi kandungan
protein dalam suatu bahan, akan menyebabkan tekstur produk yang dihasilkan
semakin keras. Mocaf memiliki kandungan amilosa sebesar 34,75% dan kadar lemak
sebesar 3,50%. Sedangkan terigu memilki kadar amilosa sebesar 29,78% dengan
kadar lemak sebesar 1,03%. Selain itu, tekstur juga dipengaruhi oleh amilopektin.
Semakin tinggi kandungan amilopektin suatu bahan pangan, akan menyebabkan daya
kembang menjadi tinggi. Mocaf memiliki kandungan amilopektin yang tinggi
11
dibandingkan terigu, yaitu sebesar 39,55% dan terigu sebesar 33,74%, sehingga daya
kembang mocaf lebih tinggi daripada terigu (Panikulata, 2008).
Kurniati et al., (2012). Dalam penelitiannya tentang produk Modified Cassava
Flour (mocaf) dengan proses fermentasi menggunakan Lactobacillus plantarum,
Saccharomyces cereviseae dan Rhizopus oryzae menunjukkan bahwa mocaf secara
berturut-turut memilki kadar protein sebesar 8,557%, 2,290% dan 4,722%, sedangkan
kadar lemak berturut-turut sebesar 2,801%, 3,756% dan 3,756%.
Mocaf mempunyai karakteristik fisik dan kimia dan organoleptik yang
spesifik jika dibandingkan dengan tepung ubi kayu pada umumnya, walaupun dari
komposisi kimianya tidak berbeda. Berdasarkan Codex Standart 176-1989, mocaf
dapat digolongkan sebagai produk “edible cassava flour” (Rev. 1-1995) (Rahman,
2014).
Ismi, (2012). Mocaf memiliki keunggulan sebagai kandungan serat terlarut
(soluble fiber) lebih tinggi dari pada tepung gaplek, kandungan mineral (kalsium)
lebih tinggi dibanding padi dan gandum, oligasakarida penyebab flatulensi sudah
terhidrolis, mempunyai daya kembang setara dengan gandum tipe II (kadar protein
menengah), dan memiliki daya cerna lebih tinggi dibandingkan dengan tapioka
gaplek.
Subagio (2008), penemu tepung Mocaf dari Universitas Jember. Penggunaan
asam laktat (Lactid Acid Bacteria) dalam memfermentasi ubi kayu yang akan
mengubah karakter ubi kayu sehingga menjadi tepung bercita rasa tinggi. Bakteri ini
akan menghancurkan selulosa sehingga diperoleh tepung yang secara mikroskopis
12
bertekstur halus. Secara alami, selulosa membungkus pati. Jika selulosa tidak dipecah
maka produk olahan ubi kayu yang dihasilkan berupa tepung gaplek, dimana tepung
gaplek memiliki tingkat viskositas rendah. Makin rendah tingkat viskositas tepung,
maka tepung tersebut tidak bisa lengket ketika diadon bersama air. Viskositas tepung
gaplek pada suhu 95oC dengan konsentrasi 2% hanya 45 mPa.s (1 Poise = 100 cP
atau centipoises, 1 cP = 1 mPa.S). Bandingkan dengan dengan viscositas tepung
Mocaf yang mencapai 75 m.Pas dan tepung terigu 65 mPa.s
Reddy et al. (2008) melaporkan bahwa beberapa strain Lactobacillus sp
menghasilkan amilase ekstraseluler dan memfermentasi pati secara langsung menjadi
asam laktat yang disebabkan karena fermentasi dengan penambahan Lactobacillus sp
dapat menghasilkan enzim amilolitik sehingga menggabungkan dua proses yaitu
hidrolisis enzimatis substrat karbohidrat (pati) sekaligus fermentasi yang
memanfaatkan gula yang dihasilkan menjadi asam laktat.
Ubi kayu yang terfermentasi pada waktu cukup lama menyebabkan air perendam
mencapai keadaan asam yang disebabkan oleh aktivitas bakteri pada saat fermentasi.
Semakin lama fermentasi maka semakin banyak jumlah asam yang diproduksi.
Proses fermentasi menghasilkan asam-asam yang mudah menguap di antaranya asam
laktat, asam asetat, asam formiat, asam butirat dan asam propionate, semakin banyak
produksi asam maka nilai pH semakin turun (Widyasaputra dan Yuwono, 2013).
Kondisi asam pada pH rendah mengakibatkan pati lebih cepat terhidrolisis pada
ikatan α (1,4), sehingga meningkatkan gugus amilosa yang cenderung mudah larut
dalam air, karena amilosa memiliki rantai pendek (Rahman, 2014).
13
Tepung mocaf merupakan tepung yang diperoleh dari ubi kayu dengan proses
asam laktat. Syarat mutu tepung mocaf menurut SNI 7622-2011 dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Syarat Mutu Tepung Mocaf
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan :
-Bentuk Serbuk halus
-Bau Normal
-Warna Putih
Benda-benda asing Tidak ada
Serangga dalam semua bentuk stadia dan
potongan-potongan yang tampak
Tidak ada
Kehalusan :
-Lolos ayakan 100 mesh %b/b Min. 90
-Lolos ayakan 80 mesh %b/b 100
Kadar air %b/b Maks. 13
Abu %b/b Maks. 1,5
Serat kasar %b/b Maks. 2,0
Derajat putih (MgO=100) Min. 87
Belerang dioksida (SO2) %b/b Negatif
Derajat asam ml NaOH
1 N/100 g
Maks. 4,0
HCN mg/kg Maks. 10
Cemaran logam :
-Cadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,2
-Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,3
-Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
-Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,05
Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5
Cemaran mikroba :
-Angka Lempeng Total (350C, 48 jam) Koloni/g Maks. 1x106
-Escherichia coli APM/g Maks. 10
-Bacillus cereus Koloni ˂ 1x 104
-kapang Koloni Maks. 1x104
Sumber: SNI (2011)
14
3. Tepung Beras
Tepung beras merupakan salah satu alternatif bahan dasar dari tepung
komposit dan terdiri atas karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin. Tepung
beras adalah produk setengah jadi untuk bahan baku industri lebih lanjut. Untuk
membuat tepung beras membutuhkan waktu selama 12 jam dengan cara beras
direndam dalam air bersih, ditiriskan, dijemur, dihaluskan dan diayak menggunakan
ayakan 80 mesh (Hasnelly dan Sumartini, 2011).
Beras kaya akan vitamin B, juga mengandung sedikit lemak dan mineral.
Protein yang terdapat di dalam tepung beras lebih tinggi dari pada pati beras yaitu
tepung beras sebesar 5,2-6,8% dan pati beras 0,2-0,9% (Inglett dan Munk, 1980 ;
Singh et al., 2000). Komposisi zat gizi tepung beras per 100 g bahan dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4.Komposisi zat gizi tepung beras per 100 gr bahan
Komponen Komposisi
Kalori (kal) 364
Protein (g) 7
Lemak (g) 0,5
Karbohidrat (g) 80
Kalsium (mg) 5
Fosfor (mg) 140
Besi (mg) 0,8
Vitamin B1 (mg) 0,12
Air (g) 12
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, (2004)
Pati dalam beras terdiri dari dua polimer karbohidrat yaitu, amilosa dan
amilopektin. Perbandingan kedua golongan pati ini dapat menentukan warna dan
15
teksur. Berdasarkan kandungan amilosanya beras dibedakan dari amilosa tinggi
sampai amilosa rendah secara berturut-turut adalah kadar amilosa > 25%, kadar
amilosa sedang 20-25%, dan kadar amilosa rendah 10-20% serta beras ketan dengan
kada amilosa < 10% (Dianti, 2010).
Struktur rantai linier dari molekul amilosa dan struktur molekul amilopektin dapat
dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2. Struktur rantai linier dari molekul amilosa (Kusnandar, 2011).
Gambar 2. Struktur molekul amilopektin (Kusnandar, 2011)
Semakin banyak jumlah amilosa yang keluar dari pati akan meningkatkan
retrogradasi. Ikatan amilosa-amilosa, amilosa-amilopektin, dan amilosa-lemak akan
menyatu kembali bila pasta didinginkan (Winarno, 2008). Struktur amilosa yang
linier lebih mudah berikatan dengan sesama amilosa melalui ikatan hidrogen dan
ikatan hidrogen yang dibentuk lebih kuat dibandingkan amilopektin (Kusnandar,
16
2011). Komponen utama yang ada dalam beras adalah karbohidrat. Karbohidrat
tersebut terdiri dari pati merupakan bagian besar dan bagian kecil beras adalah gula,
selulosa, hemiselulosa dan pentosa. Pati yang ada dalam beras 85-90% dari berat
kering beras, pentosa 2,0-2,5% dan gula 0,6-1,4% dari berat beras pecah kulit. Oleh
karena itu, sifat-sifat pati merupakan faktor yang dapat menentukan sifat fisikokimia
dari beras (Haryadi, 2006).
4. Maltodextrin
Maltodextrin menurut Whitsler and Miller (1997) merupakan suatu hasil
hidrolisis pati dengan penambahan asam, enzim atau keduanya kemudian dilakukan
pengaturan pH menjadi 4,5 dan dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan spray-
dryer sehingga diperoleh Maltodextrin (Whistler et al., 1984). Maltodextrin memiliki
mouthfeel yang lembut dan mudah dicerna. Nilai DE (Dextrose Equivalent) hanya
memberi gambaran tentang kandungan gula pereduksi. Pada hidrolisis sempurna (pati
seluruhnya dikonversikan menjadi dekstrosa) nilai DE-nya 100 sedangkan pati yang
sama sekali tidak terhidolisis DE-nya 0 (Tjokroadikoesumo, 1986). Maltodextrin
dengan DE yang rendah bersifat non-higroskopis, DE yang rendah menunjukkan
kecenderungan rendahnya penyerapan uap air. Maltodextrin dengan DE tinggi
cenderung menyerap air (higroskopis). Rumus umum Maltodextrin adalah
[(C6H10O5)nH2O)]. Yang dapat dilihat pada Gambar 1.
17
Gambar 1. Rumus kimia Maltodextrin (Luthana, 2008).
Kelebihan Maltodextrin adalah bahan tersebut dapat dengan mudah melarut
pada air dingin, kelebihan lainnya adalah Maltodextrin merupakan oligosakarida yang
tergolong dalam prebiotik (Luthana, 2008).
Maltodextrin membantu dalam pendispersian dan memerangkap flavor, sebagai
humektan, pengatur viskositas dan sebagai bahan tambahan fungsional lainnya
(Kuntz, 1997). Maltodextrin berperan sebagai pendispersi karena Maltodextrin
berbentuk koil dimana bagian dalam akan berikatan dengan gugus hidrofob dan
bagian luar akan berikatan dengan gugus hidrofil. Flavor adalah salah satu yang akan
terikat oleh gugus hidrofob, sehingga Maltodextrin berperan dalam memerangkap
flavor.
Kontribusi utama Maltodextrin adalah efek perlindungan yang dihasilkan
viskositasnya relatif tinggi (Whistler et al., 1984). Pada produk basah, Maltodextrin
dapat berperan sebagai pengental sedangkan pada produk kering seperti keripik,
Maltodextrin berperan Sebagai bahan penyalut lapis tipis (film coating) tablet
(Effionora Anwar, 2002) dalam melapisi permukaan produk sehingga dapat
mempertahankan kerenyahan. Spesifikasi Maltodextrin dapat dilihat pada Tabel 5.
18
Tabel 5. Spesifikasi Maltodextrin
Maltodextrin Kriteria Spesifikasi
Kenampakan Bubuk putih agak ke kuningan
Bau Bau seperti Malt-dekstrin
Rasa Kurang manis / Hambar
Kadar Air (%) 6
DE (Dextrose Euquivalen) (%) 20-Oct
PH 4,5-6,5
Sulfated ash 0,6 (Maksimum)
Total plate count 1500/g
Sumber : Luthana (2008)
5. Keripik Bayam
Keripik bayam adalah makanan yang terbuat dari bayam sebagai bahan
dasarnya dan menggunakan tepung pelapis sebagai penyalut lembaran bayam yang
akan digoreng (Ramdhan, 2009). Tepung pelapis yang umum digunakan untuk
keripik terbuat dari tepung beras dan tapioka (Tursilawati, 1999). Pengolahan bayam
menjadi keripik selain memberikan keanekaragaman pangan juga mampu
meningkatkan kualitas dan nilai ekonomis dari sayuran tersebut. Selain itu keripik
memiliki umur simpan lebih lama dari produk segarnya serta memberikan flavor
produk yang khas, yaitu renyah dan gurih (Harris dan Karmas, 1975).
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada pembuatan keripik bayam yaitu
tekstur, warna, kandungan minyak dan masa simpannya untuk mempertahankan
mutu Organoleptiknya. Semua faktor tersebut selain tergantung pada sifat bahan
dasar juga tergantung pada proses pengolahannya (Tursilawati, 1999).
Tahap pertama dalam pembuatan keripik bayam adalah pembuatan adonan tepung
19
pelapis berbentuk pasta cair atau encer. Pembuatan adonan terdiri dari campuran
tepung mocaf dan tapioka, bumbu seperti bawang putih 2%, ketumbar 2%, kunyit
0,01 % dan garam halus 2,25%, serta Maltodextrin sebagai stabilizer (Sutrisniati
et al., 1995). Pati tapioka dengan adanya sejumlah air dingin dapat membentuk pasta,
tetapi granula-granula patinya akan segera mengendap secara perlahan dan tidak
terdispersi terus menerus. Herlina (1999) granula – granula pati akan mengembang
karena menyerap air dengan adanya pemanasan, sehingga tahap selanjutnya yaitu
penggorengan menjadi sangat penting dalam menentukan kualitas keripik bayam
yang dihasilkan. Suhu penggorengan yang digunakan dalam pembuatan keripik
bayam yaitu 160°C dengan waktu penggorengan selama 1,5 menit.
6. Penggorengan
Fellows (1992) penggorengan merupakan suatu unit operasi yang digunakan
untuk mengubah eating quality suatu makanan. Penggorengan juga mempunyai efek
preservatif yaitu dengan adanya destruksi termal organisme dan enzim, pengurangan
Aw pada permukaan makanan atau seluruh bagian permukaan makanan. Proses
utama yang terjadi selama penggorengan adalah perpindahan panas dan massa,
dengan minyak yang berfungsi sebagai media penghantar panas (Moreira, 1999).
Panas yang diterima bahan akan dipergunakan untuk berbagai keperluan antara lain
untuk penguapan air, gelatinisasi pati, denaturasi protein, pencokelatan dan
karamelisasi. Dalam perlakuan ini sebagian bahan makanan perlu waktu lebih lama
untuk mencapai warna yang dikehendaki dan semakin lama bahan dalam minyak
20
goreng maka semakin banyak minyak yang terabsorbsi (Vail et al., 1988). Rossel
(2001) perubahan–perubahan yang terjadi pada lapisan tepung (coating) selama
penggorengan adalah sebagai berikut :
1. Gelatinisasi
Sifat pati tidak larut dalam air, namun bila suspensi pati dipanaskan akan
terjadi gelatinisasi setelah mencapai suhu tertentu (suhu gelatinisasi). Suhu
gelatinisasi tergantung pada konsentrasi suspensi pati, semakin tinggi
konsentrasi larutan (suspensi) pati, suhu gelatinisasi makin lambat tercapai. Hal ini
disebabkan oleh pemanasan energi kinetik molekul–molekul air yang menjadi lebih
kuat dari pada daya tarik menarik antara molekul pati dan granula, sehingga air
dapat masuk ke dalam pati tersebut dan pati akan membengkak (mengembang).
Granula pati dapat membengkak luar biasa dan pecah sehingga tidak dapat kembali
pada kondisi semula. Perubahan sifat inilah yang disebut gelatinisasi (Winarno,
1992).
Gelatinisasi terjadi dalam tiga tahap yaitu keadaan sebelum dipanaskan,
terjadi imbibisi air 25-30%, perubahan dapat balik (reversible) dan tidak terjadi
perubahan viskositas, pemanasan sampai 65°C granula pati membengkak
(swelling), imbibisi granula yang tidak dapat balik (irreversible), pembengkakan
lebih lanjut, granula pecah dan sebagian rantai polipeptida pati terlepas dari
granula dan viskositas meningkat dengan cepat (Meyer, 1960).
2. Pembentukan pasta
21
Tahap ini merupakan tahap lanjutan dari peristiwa gelatinisasi. Pada tahap ini
terjadi kenaikan viskositas pati secara cepat. Suhu terbentuknya pasta sangat
tergantung pada komponen penyusun granula pati yaitu amilosa-amilopektin. Pada
pemanasan secara terus menerus akan meningkatkan viskositas pasta, hingga
akhirnya mengalami penurunan pada saat granula patah atau pecah (Rossel, 2001).
Pati yang sudah mengalami gelatinisasi (membentuk gel) mudah mengalami
retrogradasi. Pada keadaan ini amilosa membentuk struktur seperti kristal, sedangkan
amilopektin sedikit atau sama sekali tidak mengalami retrogradasi karena
amilopektin dalam struktur granula merupakan bagian yang amorf (Haryadi, 1990).
Amilosa cenderung mengalami pengkristalan kembali dari bentuk semula yaitu
larutan maupun gel sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan tekstur yang
disebut stalling.
7. Uji Organoleptik
Uji Organoleptik merupakan pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan
kesukaan dan kemauan untuk menilai suatu produk. Dalam penilaian bahan pangan,
sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat indrawinya.
Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama menerima bahan, mengenali
bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah
diamati, dan menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut. Indra yang
digunakan dalam menilai sifat indrawi. Penentu bahan makanan pada umumnya
22
sangat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain warna, rasa, tekstur, aroma dan
nilai gizi (Winarno, 2004).
Sistem penilaian Organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian di
dalam Laboratorium, juga telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan
pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur penilaian memerlukan pembakuan
yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam melakukan analisis data (Rahayu
et al., 2003).
a. Warna
Warna merupakan komponen yang sangat penting dalam menentukan kualitas
atau derajat penerimaan dari suatu bahan pangan. Suatu bahan pangan yang dinilai
enak dan teksturnya baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang kurang
menarik dipandang atau telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Penentuan
mutu suatu bahan pangan tergantung dari beberapa faktor, tetapi sebelum faktor lain
diperhatikan secara visual faktor warna tampil lebih dahulu untuk menentukan mutu
bahan pangan (Winarno, 2004).
Ada lima sebab yang dapat menyebabkan suatu bahan makanan berwarna
yaitu pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan misalnya klorofil
berwarna hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin menyebabkan warna merah
pada daging, reaksi karamelisasi yang timbul pada saat gula dipanaskan membentuk
warna coklat pada kembang gula karamel atau pada roti yang dibakar, warna gelap
yang timbul karena adanya reaksi maillard, yaitu antara gugus amino protein dengan
gugus karboksil gula pereduksi; misalnya susu bubuk yang disimpan terlalu lama
23
akan berwarna gelap, Reaksi antara senyawa organik dengan udara akan
menghasilkan warna hitam, atau coklat gelap. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh
adanya logam serta enzim, misalnya warna gelap pada permukaan apel atau kentang
yang dipotong, Penambahan zat warna baik alami maupun warna sintetik, yang
termasuk dalam golongan bahan aditif makanan (Winarno, 2004).
b. Rasa
Rasa merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan keputusan
bagi konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan ataupun produk
pangan. Meskipun parameter lain nilainya baik, jika rasa tidak enak atau tidak disukai
maka produk akan ditolak. Ada empat jenis rasa dasar yang dikenali oleh manusia
yaitu asin, asam, manis dan pahit. Sedangkan rasa lainnya merupakan perpaduan dari
rasalain (Soekarto, 1985).
Berbagai senyawa kimia menimbulkan rasa yang berbeda. Rasa asam
disebabkan oleh donor proton, misalnya asam pada cuka, buah-buahan, sayuran, dan
garam asam seperti cream of tartar. Intensitas rasa asam tergantung pada ion H+ yang
dihasilkan dari hidrolisis asam. Rasa asin dihasilkan oleh garam-garam organik
lainnya seperti garam ionida dan bromida mempunyai rasa pahit. Sedangkan garam-
garam Pb dan Be mempunyai rasa manis. Rasa manis disebabkan oleh senyawa
organik alifatik yang mengandung gugus OH seperti alkohol, beberapa asam amino,
aldehida, dan gliserol. Sumber rasa manis yang terutama adalah gula dan sukrosa dan
monosakarida dan disakarida. Sedangkan rasa pahit disebabkan oleh alkoloid-
24
alkoloid, misalnya kafein, teobromin, kuinon, glikosida, senyawa fenol seperti
narigin, garam-garam Mg, NH4 dan Ca (Winarno, 2004).
c. Aroma
Bahan makanan umumnya dapat dikenali dengan mencium aromanya. Aroma
mempunyai peranan yang sangat penting dalam penentuan derajat penilaian dan
kualitas suatu bahan pangan, seseorang yang menghadapi makanan baru, maka selain
bentuk dan warna, bau atau aroma akan menjadi perhatian utamanya sesudah bau
diterima maka penentuan selanjutnya adalah citarasa disamping teksturnya (Sultanry
et al., 1985).
d. Tekstur
Tekstur suatu bahan merupakan salah satu sifat fisik dari bahan pangan yang
penting. Hal ini mempunyai hubungan dengan rasa pada waktu mengunyah bahan
tersebut Cita rasa dari bahan pangan sesungguhnya terdiri dari tiga komponen, yaitu
bau, rasa, dan rangsangan mulut. Bau yang dihasilkan dari makanan banyak
menentukan kelezatan bahan makanan tersebut (Rampengan et al.,1985).
8. Nilai Gizi
a. Kadar air
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam
bahan makanan menentukan penerimaan, kesegaran dan daya tahan bahan tersebut
(Winarno, 2004).
25
Andarwulan et al. (2011) menjelaskan bahwa kadar air suatu bahan pangan
merupakan salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap daya tahan
bahan pangan tersebut, semakin tinggi kadar air bahan pangan maka semakin cepat
terjadi kerusakan. Begitu sebaliknya, semakin rendah kadar air bahan pangan maka
bahan pangan tersebut semakin tahan lama.
b. Kadar Abu
Abu adalah zat anorganik dari hasil pembakaran suatu bahan organik. Abu
merupakan residu anorganik setelah bahan dibakar dengan suhu tinggi (diabukan).
Pada umumnya, abu terdiri dari senyawa Natrium (Na), Kalium (K), Kalsium (Ca),
dan Silikat (Si). Semua pati komersial yang berasal dari serealia dan umbi-umbian
mengandung sejumlah kecil garam anorganik yang dapat berasal dari bahan itu
sendiri atau dari air selama pengolahan (Wijayanti, 2007).
Nilai kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang
terkandung dalam bahan pangan tersebut. Kadar abu berhubungan dengan mineral
suatu bahan. Bahan-bahan yang menguap selama proses pembakaran berupa air dan
bahan volatil lainnya akan mengalami oksidasi dengan menghasilkan CO2
(Medikasari et al., 2000).
c. Kadar Protein
Protein merupakan molekul makro yang mempunyai berat molekul antara
5000 hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai panjang asam amino, yang
terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Unsur nitrogen adalah unsur utama
protein, karena terdapat di dalam semua protein, yang memiliki proporsi 16% dari
26
total protein (Almatsier, 2009). Tujuan analisa protein dalam makanan adalah untuk
mengetahui jumlah kandungan protein dalam bahan makanan, menentukan tingkat
kualitas protein dipandang dari sudut gizi, dan menelaah protein sebagai salah satu
bahan kimia (Sudarmadji et al., 2007). Protein merupakan zat makanan yang penting
bagi tubuh manusia, karena berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh dan juga
sebagai bahan pembangun dan pengatur (Winarno, 2004).
Sudarmadji et al. (2003) menjelaskan bahwa dengan adanya pengeringan,
protein dalam bahan makanan akan mengalami perubahan dan membentuk
persenyawaan dengan bahan lain, misalnya antara asam amino hasil perubahan
protein dengan gula reduksi yang membentuk senyawa dengan rasa dan aroma
makanan.
d. Kadar Lemak
Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh
manusia, selain itu lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan
dengan karbohidrat dan protein. Satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal. Lemak
terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda.
Lemak dapat digunakan untuk memperbaiki tekstur dan citarasa bahan pangan.
Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan
yang berbeda-beda (Winarno, 2002).
e. Kadar Karbohidrat
Pati merupakan karbohidrat yang terdiri atas amilosa dan amilopektin.
Amilosa adalah bagian polimer linier dengan ikatan α-(1,4) unit glukosa yang
27
memiliki derajat polimerisasi setiap molekulnya yaitu 102-104 unit glukosa.
Sedangkan amilopektin merupakan polimer α-(1,4) unit glukosa yang memiliki
percabangan α-(1,6) unit glukosa dengan derajat polimerisasi yang lebih besar yaitu
104-105 unit glukosa. Bagian percabangan amilopektin terdiri dari α-D-glukosa
dengan derajat polimerisasi sekitar 20-25 unit glukosa (Kusnandar, 2006).
B. Kerangka Pikir
Keripik merupakan kegemaran masyarakat Indonesia pada umumnya.
Sebagian orang menjadikan keripik sebagai makanan favorit. Meskipun keripik
merupakan makanan yang terlihat sederhana, namun dalam pengolahannya tidak
sesederhana bentuknya. Salah satu keripik yang cukup digemari di kalangan
masyarakat Sulawesi Tenggara adalah keripik daun bayam. Keripik bayam adalah
makanan yang terbuat dari bayam sebagai bahan dasarnya dan menggunakan tepung
pelapis sebagai penyalut lembaran bayam yang digoreng.
Pengolahan bayam menjadi keripik selain harganya murah, mudah di dapat
dan memberikan keanekaragaman pangan juga mampu meningkatkan kualitas dan
nilai ekonomis dari sayuran tersebut. Selain itu keripik memiliki umur simpan lebih
lama dari produk segarnya serta memberikan flavor produk yang khas, yaitu renyah
dan gurih. Tepung pelapis yang umum digunakan untuk keripik terbuat dari tepung
beras. Akan tetapi, Saat ini ketersediaan tepung beras semakin terbatas dan harga di
pasaran juga meningkat tajam. Oleh karena itu, perlu disubstitusi dengan tepung
mocaf sebagai bahan pelapis keripik bayam. Modified cassava flour (mocaf)
merupakan tepung berbahan baku umbi singkong (Manihot escluenta) yang terbentuk
28
karena adanya proses fermentasi bakteri penghasil asam laktat. Tepung ini tidak
memiliki aroma dan rasa singkong, dam memiliki karakteristik yang sama dengan
gandum dan tepung terigu, sehingga produk mocaf sangat cocok untuk menggantikan
bahan terigu untuk kebutuhan industri makanan. Pengaplikasian tepung mocaf ini
dapat dijadikan bahan baku pada beberapa jenis makanan yang terbuat dari tepung
beras dan terigu seperti mie, bakery, cookies hingga makanan semi basah.
29
Gambar. 3. Bagan kerangka pikir.
Uji Organoleptik:
Rasa, Warna, Aroma, dan
Tekstur
Uji Proksimat:
Kadar karbohidrat, protein,
lemak , abu, dan air,
Keripik Bayam
Keripik bayam dengan
karakteristik Organoleptik dan
nilai gizi terbaik
Solusi
Substitusi tepung mocaf yang
karakteristiknya mirip tepung
terigu
Berbahan dasar tepung
beras dan tepung terigu
pada umumnya
Masalah
Harga tepung beras yang
sangat tinggi dan merupakan
bahan baku impor
30
C. Hipotesis
1. Ada pengaruh interaksi tepung beras dan tepung ubi kayu termodifikasi
dengan penambahan Maltodextrin terhadap penilaian Organoleptik dan
kandungan Gizi keripik bayam
2. Ada pengaruh formulasi tepung beras dan tepung ubi kayu termodifikasi
terhadap penilaian Organoleptik dan kandungan Gizi keripik bayam.
3. Ada pengaruh penambahan Maltodextrin terhadap penilaian Organoleptik dan
kandungan Gizi keripik bayam.
31
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Ilmu dan
Teknologi Pangan Fakultas Teknologi dan Industri Pertanian. Penelitian berlangsung
bulan Maret s/d April 2017.
B. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bayam, telur,
minyak goreng “Sovia” ,tepung ubi kayu termodifikasi, tepung beras “Rose Brand”,
dan maltodekstrin. Bumbu-bumbu yang ditambahkan yaitu garam halus, ketumbar
bubuk, bawang putih, dan kemiri. Sedangkan bahan yang di gunakan untuk analisis
kandungan gizi keripik bayam antara lain H2SO4 1,25%, NaOH 3,25%,
CuSO4.5H2O , NaKC4O6.6H2O, aquades, etanol 95%. , dan NaOH 10% .
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan tepung mocaf dan keripik
bayam meliputi pisau, penipis adonan, nampan, sendok, panci, peralatan
penggorengan, kompor gas, ayakan, timbangan digital Ohaus (Adventurer Pro AV
412,USA), loyang, baskom. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk
menganalisis kandungan gizi keripik bayam antara lain sentrifuse, cawan petri,
tabung reaksi, Erlenmeyer, corong Buchner, kertas saring, deksikator, tabung
soxhlet, dan oven.
32
C. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak
lengkap dalam pola factorial yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama adalah
formulasi perbandingan antara formulasi tepung beras dan tepung mocaf yang terdiri
atas tiga taraf, yakni kombinasi100% : 0% (T1), 60% : 40% (T2) dan 80% : 20%
(T3). Faktor kedua adalah penambahan maltodekstrin yang terdiri atas tiga taraf
diantaranya 0% (M0), 0,2% (M1) dan 0,4% (M2), sehingga terdapat sembilan
perlakuan. Masing-masing perlakuan dilakukan empat ulangan sehingga diperoleh
dua puluh tujuh unit percobaan.
D. Prosedur Pembuatan
1. Pembuatan tepung ubi kayu termodifikasi
Prosedur pembuatan tepung ubi kayu termodifikasi (Mocaf) yang di lakukan
mengacu pada penelitian Eko (2015) dengan tahapan sebagai berikut:
Pembuatan tepung ubi kayu termodifikasi diawali dengan pencucian dan
pengupasan ubi kayu. Selanjutnya dilakukan pengecilan ukuran dalam bentuk tipis.
Setelah itu dilakukan perendaman dengan penambahan starter Lactobacillus casei
sebanyak 5 ml selama 48 jam. Kemudian dilanjutkan dengan penirisan dan
pengeringan menggunakan oven selama 8 jam pada suhu 55°C. Tahap akhir adalah
penepungan yang meliputi penggilingan dan pengayakan menggunakan ayakan 80
mesh sehingga menghasilkan tepung termodifikasi dengan ukuran yang seragam
(Lampiran 3).
33
2. Pembuatan keripik Bayam
Prosedur pembuatan keripik bayam pada penelitian ini mengacu pada Ariyani
(2010) tahapan pembuatan keripik bayam terdiri atas tahap persiapan bahan baku,
proses pencapuran bahan, proses penggorengan sampai pada pengemasan.
1. Persiapan Bahan
Dilakukan pemisahan pada daun dan batang bayam kemudian dicuci bersih
menggunakan air mengalir. Daun bayam yang sudah dicuci bersih kemudian
dipotong hingga menjadi bagian kecil, kemudian diblancing selama 2 menit pada air
mendidih untuk proses pelayuan sehingga memudahkan dalam proses pengadonan
dan penggorengan.
2. Tahap pencampuran
Tahap pertama dilakukan penimbangan bahan baku dan bahan tambahan
pangan lainya sesuai dengan takaran masing-masing. Setelah penimbangan dilakukan
pencampuran bahan baku tepung beras dan tepung mocaf sesuai perlakuan ( 100% :
0% ) T1, ( 60% : 40% ) T2 dan (80%:20) T3 dengan penambahan maltodekstrin
masing-masing (0%) M0, (0,2%) M1 dan (0,4%) M2. Selesai perlakuan, bahan
tambahan lainnya seperti garam halus 1%, ketumbar bubuk 2 %, bawang putih 2 %
dan kemiri 4 %. Penentuan jenis dan banyaknya bumbu tersebut disesuaikan dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Ariyani (2010) pada pembuatan tepung
campuran siap pakai untuk produk gorengan.
34
3. Penggorengan keripik bayam
Setelah dilakukan pencampuran bahan baku dan bahan tambahan lainya
kemudian dilakukan penggorengan keripik bayam. Suhu penggorengan yang dipakai
mengacu pada penelitian Ariyani (2010) dengan suhu penggorengan yang di pakai
kisaran 160ᴼ Sehingga pada pembuatan keripik bayam kali ini menggunakan suhu
penggorengan 160OC dengan waktu penggorengan selama 120 detik.
4. Pengemasan
Keripik yang sudah di goreng kemudian ditiriskan dan didinginkan kemudian
setelah dingin produk keripik bayam dikemas menggunakan aluminium foil.
5. Penilaian Organoleptik keripik Bayam
Penentuan produk keripik bayam yang disukai oleh panelis dari setiap
perlakuan, dilakukan penilaian Organoleptik terhadap mutu keripik yang meliputi
warna, aroma, tekstur dan rasa. Pengujian ini berdasarkan pada pemberian skor
panelis terhadap mutu dari segi warna, aroma, tekstur dan rasa. Pengujian
menggunakan 15 orang panelis. Skor penilaian yang diberikan berdasarkan kriteria
penilaian organoleptik terdapat pada Tabel 7.
Tabel 6. Skor penilaian dan kriteria skala hedonik
No. Skor Kriteria uji Organoleptik
1 5 Sangat suka
2 4 Suka
3 3 Agak suka
4 2 Tidak suka
5 1 Sangat tidak suka
35
6. Analisis nilai gizi produk keripik terpilih dari hasil penilaian Organoleptik produk
keripik bayam. Dari penilaian Organoleptik terpilih selanjutnya dianalisis nilai gizi
keripik bayam yang meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar lemak, serat
kasar, kadar protein, dan kadar karbohidrat, tingkat penyerapan minyak, dan
kapasitas penyerapan minyak.
E. Variabel Pengamatan
Variabel yang diamati pada Analisis uji Organoleptik meliputi aroma, warna,
rasa dan tekstur (Lampiran 6), Analisis proksimat meliputi analisis: kadar air
(Lampiran 7), kadar abu (Lampiran 8), kadar lemak (Lampiran 9), kadar protein
(Lampiran 10) dan kadar karbohidrat (Lampiran 11).
F. Analisis Data
Analisis data Organoleptik dalam penelitian ini menggunakan sidik ragam
(Analysis of Varian) untuk menilai penerimaan panelis terhadap keripik bayam yang
meliputi warna, tekstur dan aroma produk keripik, apabila berpengaruh nyata atau
sangat nyata, maka dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf
kepercayaan 95% (α=0,05)
36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Nilai Organoleptik
Rekapitulasi hasil analisis pengaruh formulasi tepung beras dan tepung ubi
kayu termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin terhadap pengujian
organoleptik keripik bayam yang meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa pada
keripik bayam disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rekapitulasi analisis sidik ragam formulasi tepung beras dan tepung ubi
kayu termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin terhadap uji
organoleptik keripik bayam.
No Variabel Pengamatan Analisis Sidik Ragam
Tepung (T) Maltodekstrin (M) TxM
1. Uji Organoleptik
a. Warna * ** **
b. Aroma * ** **
c. Tekstur * * *
d. Rasa ** tn **
Keterangan: ** = berpengaruh sangat nyata,
* = berpengaruh nyata,
tn = berpengaruh tidak nyata
Tabel 8 terlihat bahwa perlakuan mandiri formulasi tepung beras dan tepung
ubi kayu termodifikasi menunjukkan pengaruh nyata pada variabel warna, aroma dan
tekstur dan berpengaruh sangat nyata pada variabel rasa pada keripik bayam.
Penambahan maltodekstrin menunjukkan pengaruh sangat nyata pada variabel warna
dan aroma dan berpengaruh nyata pada variabel tekstur sedangkan pada variabel rasa
37
tidak memiliki pengaruh yang tidak nyata. Sedangkan, pada interaksi antara formulasi
tepung beras dan tepung ubi kayu termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin
menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap variabel warna, aroma dan, dan
tekstur sedangkan pada rasa memiliki pengaruh yang nyata.
a. Warna
Hasil pengamatan pengujian organoleptik warna keripik bayam terhadap
pengaruh tepung beras dan tepung ubi kayu termodifikasi dengan penambahan
maltodekstrin disajikan pada Lampiran 11a, sedangkan sidik ragamnya disajikan pada
Lampiran 11b. Berdasarkan sidik ragam diketahui bahwa baik secara mandiri maupun
interaksi perlakuan tepung beras dan tepung ubi kayu termodifikasi dengan
penambahan maltodekstrin menunjukkan pengaruh sangat nyata pada tabel 9 dan 10
terhadap nilai organoleptik.
Tabel 9. Pengaruh perlakuan mandiri formulasi tepung beras dan tepung ubi kayu
termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin terhadap nilai organoleptik
warna
Perlakuan Rerata BNT α 0,05
Formulasi Beras 100% dan Ubi kayu
termodifikasi 0% (T1) 3,77a
Formulasi Beras 80% dan Ubi kayu
termodifikasi 20% (T2) 3,52b
Formulasi Beras 60% dan Ubi kayu
termodifikasi 40% (T3) 3,42b 0,18
Maltodekstrin 0% (M0) 3,44b
Maltodekstrin 0,2% (M1) 3,70a
Maltodekstrin 0,4% (M2) 3,56ab
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda
nyata menurut uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf α 0,05
38
Tabel 10. Pengaruh interaksi perlakuan formulasi tepung beras dan tepung ubi kayu
termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin terhadap nilai
organoleptik warna.
Perlakuan
Maltodekstrin
BNT Maltodekstrin
0%
Maltodekstrin
0,2%
Maltodekstrin
0,4%
Beras 100% dan Ubi
kayu termodifikasi 0% 3,53 cd 4,48 a 3,40 bc
0,46 Beras 80% dan Ubi
kayu termodifikasi 20% 3,49 bc 3,65 b 3,64 b
Beras 60% dan Ubi
kayu termodifikasi 40% 3,53 bc 3,31 bc 3,29 bc
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda
nyata menurut uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf α 0,05
Tabel 9 menunjukkan pengaruh mandiri terhadap nilai organoleptik warna
diketahui bahwa penilaian tertinggi pada keripik bayam akibat pengaruh formulasi
tepung beras dan ubi kayu termodifikasi diperoleh pada perlakuan (T1) yaitu 3,77%.
Kadar warna pada T1 menunjukkan pengaruh tidak nyata dengan perlakuan T2 dan T3.
Secara mandiri, perlakuan penambahan maltodekstrin 0,2% (M1) memberikan
penilaian organoleptik warna tertinggi yaitu 3,70% yang menunjukkan pengaruh
tidak berbeda nyata dengan perlakuan M0 dan M2 .
Tabel 10 menunjukkan pengaruh interaksi formulasi tepung beras dan tepung
ubi kayu termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin terhadap penilaian
organoleptik warna. Penilaian organoleptik tertinggi terdapat pada formulasi tepung
beras 100% dan tepung ubi kayu termodifikasi 0% (T1) dengan penambahan
maltodekstrin 0,2% (M1) yaitu 4,48% dan terendah pada Formulasi Beras 60% dan
Ubi kayu termodifikasi 40% (T3) dengan Maltodekstrin 0% (M0) yaitu 3,29%.
39
b. Aroma
Hasil pengamatan pengujian organoleptik aroma keripik bayam terhadap
pengaruh tepung beras dan tepung ubi kayu termodifikasi dengan penambahan
maltodekstrin disajikan pada Lampiran 12a, sedangkan sidik ragamnya disajikan pada
Lampiran 12b. Berdasarkan sidik ragam diketahui bahwa baik secara mandiri maupun
interaksi perlakuan tepung beras dan tepung ubi kayu termodifikasi dengan
penambahan maltodekstrin menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap nilai
organoleptik. Hasil sidik perlakuan mandiri formulasi tepung beras dan tepung ubi
kayu termodifikasi dan penambahan maltodekstrin disajikan pada Tabel 11 dengan
interaksi formulasi tepung beras dan tepung ubi kayu termodifikasi dengan
penambahan maltodekstrin disajikan pada Tabel 11 dan 12.
Tabel 11. Pengaruh perlakuan mandiri formulasi tepung beras dan tepung ubi kayu
termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin terhadap nilai
organoleptik aroma.
Perlakuan Rerata BNT α 0,05
Formulasi Beras 100% dan Ubi kayu
termodifikasi 0% (T1) 3,70a
Formulasi Beras 80% dan Ubi kayu
termodifikasi 20% (T2) 3,51b
Formulasi Beras 60% dan Ubi kayu
termodifikasi 40% (T3) 3,57b 0,15
Maltodekstrin 0% (M0) 3,51b
Maltodekstrin 0,2% (M1) 3,81a
Maltodekstrin 0,4% (M2) 3,47b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda
nyata menurut uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf α 0,05
40
Tabel 12. Pengaruh interaksi formulasi tepung beras dan tepung ubi kayu
termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin terhadap nilai
organoleptik aroma.
Perlakuan
Maltodekstrin
BNT Maltodekstrin
0%
Maltodekstrin
0,2%
Maltodekstrin
0,4%
Beras 100% dan Ubi
kayu termodifikasi 0% 3,36 cd 4,24 a 3,65 b
0,46 Beras 80% dan Ubi kayu
termodifikasi 20% 3,49 cd 3,56 c 3,51 c
Beras 60% dan Ubi kayu
termodifikasi 40% 3,56 c 3,62 b 3,53 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda
nyata menurut uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf α 0,05
Tabel 11 menunjukkan pengaruh mandiri terhadap penilaian organoleptik
keripik bayam pada formulasi tepung beras dan ubi kayu termodifikasi terhadap nilai
organoleptik aroma diperoleh pada perlakuan (T1) yaitu 3,70%. Variabel warna pada
T1 menunjukkan berbeda nyata dengan perlakuan T2 dan T3. Secara mandiri,
perlakuan penambahan maltodekstrin 0,2% (M1) memberikan penilaian organoleptik
aroma tertinggi yaitu 3,81% yang menunjukkan tidak berbeda nyata dengan
perlakuan M0 dan M2.
Tabel 12 menunjukkan pengaruh interaksi perlakuan formulasi tepung beras
dan tepung ubi kayu termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin terhadap
penilaian organoleptik aroma. Penilaian organoleptik tertinggi terdapat pada
formulasi tepung beras 100% dan tepung ubi kayu termodifikasi 0% (T1) dengan
penambahan maltodekstrin 0,2% (M1) yaitu 4,24% dan terendah pada Formulasi
Beras 100% dan Ubi kayu termodifikasi 0% (T1) dengan Maltodekstrin 0% (M1)
yaitu 3,36%.
41
c. Tekstur
Hasil sidik ragam perlakuan mandiri formulasi tepung beras dan penambahan
tepung ubi kayu termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin terhadap variabel
tekstur disajikan pada Lampiran 13a. Sedangkan hasil analisis sidik ragamnya
disajikan pada Lampiran 13b. Berdasarkan hasil sidik ragam perlakuan mandiri
formulasi tepung beras dan penambahan tepung ubi kayu termodifikasi dengan
penambahan maltodekstrin menunjukkan pengaruh sangat nyata sedangkan interaksi
perlakuan tepung beras dan tepung ubi kayu termodifikasi dengan penambahan
maltodekstrin. Hasil sidik ragam perlakuan mandiri formulasi tepung beras dan
tepung ubi kayu termodifikasi dan penambahan maltodekstrin dengan interaksi
perlakuan tepung beras dan tepung ubi kayu termodifikasi dengan penambahan
maltodekstrin terhadap pengujian organoleptik tekstur disajikan pada Tabel 13 dan
14.
Tabel 13. Pengaruh perlakuan mandiri formulasi tepung beras dan tepung ubi kayu
termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin terhadap nilai
organoleptik tekstur.
Perlakuan Rerata BNT α 0,05
Formulasi Beras 100% dan Ubi kayu
termodifikasi 0% (T1) 3,85a
Formulasi Beras 80% dan Ubi kayu
termodifikasi 20% (T2) 3,63b
Formulasi Beras 60% dan Ubi kayu
termodifikasi 40% (T3) 3,59b 0,21
Maltodekstrin 0% (M0) 3,60b
Maltodekstrin 0,2% (M1) 3,84a
Maltodekstrin 0,4% (M2) 3,62b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda
nyata menurut uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf α 0,05
42
Tabel 14. Pengaruh perlakuan interaksi formulasi tepung beras dan tepung ubi kayu
termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin terhadap nilai
organoleptik tekstur.
Perlakuan
Maltodekstrin
BNT Maltodekstrin
0%
Maltodekstrin
0,2%
Maltodekstrin
0,4%
Beras 100% dan Ubi
kayu termodifikasi 0% 3,53 bc 4,25 a 3,80 b
0,46 Beras 80% dan Ubi
kayu termodifikasi 20% 3,62 c 3,64 c 3,62 c
Beras 60% dan Ubi
kayu termodifikasi 40% 3,67 c 3,65 c 3,44 cd
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda
nyata menurut uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf α 0,05
Hasil sidik ragam pada Tabel 13 menunjukkan perlakuan mandiri formulasi
tepung beras dan tepung ubi kayu termodifikasi dan penambahan maltodekstrin
diperoleh nilai rerata tertinggi pada perlakuan T1 (tepung beras 100% dan tepung ubi
kayu termodifikasi 0%) dan M1 (maltodekstrin 0,2%) dengan rerata berturut-turut
3.85 (agak suka) dan 3.84 (agak suka). Sedangkan perlakuan dengan rerata terendah
diperoleh pada perlakuan T3 (beras 60% dan ubi kayu termodifikasi 40%) dan M0
(Maltodekstrin 0%) dengan nilai rerata masing-masing sebesar 3.59 (agak suka) dan
3.60(agak suka).
Pada Tabel 14 menunjukkan hasil pengaruh interaksi perlakuan formulasi
tepung beras dan tepung ubi kayu termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin
terhadap penilaian organoleptik tekstur. Penilaian organoleptik tertinggi terdapat pada
formulasi tepung beras 100% dan tepung ubi kayu termodifikasi 0% (T1) dengan
penambahan maltodekstrin 0,2% (M1) yaitu 4,25% dan perlakuan dengan rerata
terendah pada Formulasi Beras 60% dan Ubi kayu termodifikasi 40% (T3) dengan
43
Maltodekstrin 0,2% (M1) yaitu 3,44%. Perlakuan T1M1 (formulasi tepung beras
100% dan tepung ubi kayu termodifikasi 0% dengan penambahan 0,2%
maltodekstrin) berbeda nyata dengan T1M0 (formulasi tepung beras 100% dan
tepung ubi kayu termodifikasi 0% dengan penambahan 0% maltodekstrin).
d. Rasa
Hasil sidik ragam perlakuan mandiri formulasi tepung beras dan penambahan
tepung ubi kayu termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin terhadap variabel
rasa disajikan pada Lampiran 14a. Sedangkan hasil analisis sidik ragamnya disajikan
pada Lampiran 14b. Berdasarkan hasil sidik ragam perlakuan mandiri formulasi
tepung beras dan penambahan tepung ubi kayu termodifikasi dan interaksi perlakuan
tepung beras dan tepung ubi kayu termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin
sedangkan penambahan maltodekstrin menunjukkan pengaruh tidak nyata. Hasil sidik
ragam perlakuan mandiri formulasi tepung beras dan tepung ubi kayu termodifikasi
dengan interaksi perlakuan tepung beras dan tepung ubi kayu termodifikasi dengan
penambahan maltodekstrin terhadap pengujian organoleptik tekstur disajikan pada
Tabel 15 dan 16.
44
Tabel 15. Pengaruh perlakuan mandiri formulasi tepung beras dan tepung ubi kayu
termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin terhadap nilai
organoleptik rasa.
Perlakuan Rerata BNT α 0,05
Formulasi Beras 100% dan Ubi kayu
termodifikasi 0% (T1) 3,71a
Formulasi Beras 80% dan Ubi kayu
termodifikasi 20% (T2) 3,56b 0,15
Formulasi Beras 60% dan Ubi kayu
termodifikasi 40% (T3) 3,40b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda
nyata menurut uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf α 0,05
Tabel 16. Pengaruh perlakuan interaksi formulasi tepung beras dan tepung ubi kayu
termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin terhadap nilai
organoleptik rasa.
Perlakuan
Maltodekstrin
BNT Maltodekstrin
0%
Maltodekstrin
0,2%
Maltodekstrin
0,4%
Beras 100% dan Ubi
kayu termodifikasi 0% 3,53 c 4,18 a 3,57 c
0,46 Beras 80% dan Ubi kayu
termodifikasi 20% 3,73 b 3,33 de 3,62 bc
Beras 60% dan Ubi kayu
termodifikasi 40% 3,40 cde 3,32 e 3,42 cde
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda
nyata menurut uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf α 0,05
Hasil sidik ragam pada Tabel 16 menunjukkan perlakuan mandiri formulasi
tepung beras dan tepung ubi kayu termodifikasi dan penambahan maltodekstrin
diperoleh nilai rerata tertinggi pada perlakuan tepung beras 100% dan tepung ubi
kayu termodifikasi 0% (T1) dengan nilai rerata 3,71, sedangkan perlakuan dengan
rerata terendah diperoleh pada perlakuan tepung beras 60% dan ubi kayu
termodifikasi 40% (T3) dengan nilai rerata masing-masing sebesar 3.40 (Berbeda
nyata)..
45
Pada Tabel 16 pengaruh interaksi perlakuan formulasi tepung beras dan
tepung ubi kayu termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin terhadap penilaian
organoleptik aroma. Penilaian organoleptik tertinggi terdapat pada formulasi tepung
beras 100% dan tepung ubi kayu termodifikasi 0% (T1) dengan penambahan
maltodekstrin 0,2% (M1) yaitu 4,18% dan terendah pada Formulasi Beras 60% dan
Ubi kayu termodifikasi 40% (T3) dengan Maltodekstrin 0,2% (M1) yaitu 3,32%.
2. Nilai Gizi
Rekapitulasi hasil analisis nilai gizi keripik bayam berdasarkan perlakuan
terbaik dan kontrol hasil pengujian organoleptik yaitu interaksi formulasi tepung
beras 100% dan tepung ubi kayu termodifikasi 0% dengan penambahan maltodekstrin
0% (M0) dan 0,2% (M1) terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein,
dan kadar pati disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Rekapitulasi berbandingan perlakuan terbaik dan kontrol analisis nilai gizi
keripik bayam
No Variabel pengamatan
Perlakuan
Syarat SNI Kontrol
(T1M0)
Terpilih
(T1M1)
1. Kadar air 4,33 3,50
Maks 3b/k
2. Kadar abu 2,21 1,74
Maks 2,5b/k
3. Kadar lemak 44,08 43,37
Maks 40b/k
4. Kadar protein 3,95 5,05
Maks -
5. Kadar karbohidrat 45,43 46,34
Maks -
46
Berdasarkan Tabel 17 menunjukkan komposisi nilai gizi keripik bayam pada
perlakuan T1M1 (interaksi formulasi tepung beras 100% dan tepung ubi kayu
termodifikasi 0% dengan penambahan maltodekstrin 0,2%) memiliki kadar protein
dan karbohidrat yang lebih tinggi dibanding kontrol.
B. Pembahasan
1. Uji Organoleptik
Uji organoleptik merupakan pengujian yang panelisnya cenderung melakukan
penilaian berdasarkan kesukaan (Hedonict test) (Kartika et al. 1988). Pada penelitian
ini dilakukan pengujian organoleptik untuk mengetahui penilaian masing-masing
panelis terhadap perlakuan formulasi tepung beras dan tepung ubi kayu termodifikasi
dengan penambahan maltodextrin dalam pembuatan keripik bayam sebagai bahan
penguji. Menurut Laksmi (2012), uji organoleptik dilakukan pada empat parameter
yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur karena suka atau tidaknya konsumen terhadap
suatu produk dipengaruhi oleh parameter tersebut. Pada uji ini panelis diminta
mengungkapkan tanggapan pribadinya terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur dari
sampel. Tanggapan tersebut dapat berupa tanggapan suka ataupun ketidaksukaan.
Tanggapan terhadap kesukaan maupun ketidaksukaan tersebut dilakukan
dengan memberi skor tertentu berdasarkan kesukaan panelis tersebut sesuai dengang
rentangan skala yang ditetapkan. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan
menurut rentangan skala yang dikehendaki. Untuk memudahkan analisis statistik,
47
skala hedonik dapat juga diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu menurut
tingkat kesukaan. Hasil penilaian panelis selanjutnya ditabulasikan berdasarkan
distribusi penilaian panelis (Yohana, 2016).
Panelis yang digunakan dalam penelitian ini adalah panelis agak terlatih
yang terdiri dari sekelompok mahasiswa S1 Teknologi Pangan Universitas Halu Oleo
sebanyak 15 orang. Skala hedonik yang digunakan dalam penelitian adalah Skala 5:
(1) Sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak suka, (4) Suka, (5) Sangat suka.
Keripik bayam yang diujikan diberi kode, kemudian panelis diminta memberi
penilaian yang meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur.
a. Warna
Warna merupakan parameter penting yang dapat mempengaruhi seseorang
berdasarkan persepsi awal yang diterima akan kesukaannya terhadap apa yang
ditampilkan oleh produk tersebut. Hal itu sesuai dengan pendapat Winarno (2008),
yaitu Secara visual faktor warna tampil lebih dahulu. Suatu bahan yang dinilai
bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna
yang tidak sedap dipandang (Winarno, 2008). Suatu bahan pangan meskipun dinilai
enak, tetapi memiliki warna yang tidak menarik atau memberi kesan telah
menyimpang dari warna yang seharusnya, maka seharusnya tidak akan dikonsumsi
(Yohana, 2016).
48
Data analisis ragam keripik bayam terhadap penilaian organoleptik warna
pada Tabel 9 menunjukkan bahwa penilaian panelis keripik bayam berpengaruh
sangat nyata yang berarti dapat dikatakan bahwa semua perlakuan memiliki
penampakan warna yang tidak sama.
Pengamatan terhadap warna keripik bayam dilakukan dengan cara visual.
Berdasarkan hasil pengujian organoleptik warna keripik bayam yang terdapat pada
Tabel 9 menunjukkan informasi bahwa skor warna tertinggi yang diberikan panelis
terhadap keripik bayam terdapat pada interaksi T1 (proporsi tepung beras 100% dan
tepung ubi kayu termodifikasi 0%) dan M1(maltodekstrin 0,2%) dengan rerata 4,48%
(Suka). Diduga panelis lebih menyukai produk keripik bayam dengan perlakuan TIMI
(proporsi tepung beras 100% dan tepung ubi kayu termodifikasi 0% dengan
penambahan maltodekstrin 0,2%) disebabkan warna yang dihasilkan lebih terang
dibandingkan dengan perlakuan penambahan ubi kayu termodifikasi. Semakin
banyak tepung ubi kayu termodifikasi yang ditambahkan kedalam keripik bayam
maka produk yang dihasilkan menunjukkan warna putih kecoklatan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Ariani (2010) yang melaporkan bahwa warna pada tepung pelapis
keripik bayam menghasilkan warna keripik yang semakin kecoklatan. Menurut
Ketaren (1986), permukaan lapisan luar produk goreng berwarna cokelat akibat
adanya reaksi browning atau reaksi Maillard. Reaksi Maillard terjadi antara
karbohidrat khususnya gula reduksi dengan adanya gugus amino primer yang
biasanya terdapat pada bahan awal sebagai asam amino atau protein (Winarno, 1992).
Oleh karena itu semakin banyak tepung maka kandungan proteinnya semakin banyak
49
sehingga memudahkan terjadinya reaksi pencokelatan dan keripik bayam yang
dihasilkan menjadi cokelat.
Triyono (2010) menyatakan bahwa penambahan maltodekstrin terhadap flake
pisang semakin meningkatkan kesukaan panelis terhadap flake pisang karena
memerikan warna yang menarik. Telur dalam pembuatan produk olahan pangan
keripik juga dapat berfungsi membentuk warna dan flavor yang khas pada keripik,
memperbaiki cita rasa dan kesegaran produk, membantu pembentukan adonan yang
kalis, meningkatkan nilai gizi dengan kelembutan produk.
b. Aroma
Aroma merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan rasa enak
dari suatu makanan. Aroma ditimbulkan oleh rangsangan kimia senyawa volatil yang
tercium oleh saraf-saraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung ketika bahan
pangan dicium dan masuk kemulut. Aroma makanan banyak menentukan kelezatan
makanan dan cita rasa (Winarno, 2004). Dalam industri pangan pengujian terhadap
aroma dianggap penting karena aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan
makanan dan dapat memberikan hasil penelitian terhadap produk tentang diterima
atau ditolaknya suatu bahan pangan.
Berdasarkan Tabel 12 perlakuan penambahan proporsi tepung beras dan
tepung ubi kayu termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin terhadap uji
organoleptik aroma keripik bayam tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan
T1MI (Proporsi tepung beras 100% dan tepung ubi kayu termodifikasi 0% dengan
50
Penambahan maltodekstrin 0,2%) dengan nilai rerata sebesar 4,24% (suka). Hal ini
diduga penambahan maltodekstrin memberikan aroma khas. Menurut Hindom (2013)
penambahan maltodekstrin pada produk flakes talas belitung dapat meningkatkan
kualitas aroma sehingga produk tersebut cenderung disukai. Ridwan (2008)
melaporkan bahwa aroma yang timbul dalam proses penggorengan, sebagian
merupakan aroma dari senyawa-senyawa kimia yang bersifat volatil sehingga ikut
menguap bersama air bebas yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Bahan
makanan mengandung karbohidrat dan protein akan mengalami pencoklatan non-
enzimatis, apabila bahan tersebut dipanaskan (Reaksi Maillard) akan dapat
menghasilkan bau enak maupun tidak enak. Bau tidak enak dihasilkan oleh dehidrasi
kuat yaitu furfural, dehidrofurfural dan HMF serta hasil pemecahan yaitu
piruvaldehid diasetil.
c. Tekstur
Tekstur merupakan salah satu penilaian penting dari mutu makanan. Tekstur
merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut (pada waktu digigit,
dikunyah, ditelan) ataupun dengan perabaan dengan jari manis. Penilaian biasanya
dilakukan dengan menggosokkan jari dari bahan yang dinilai diantara kedua jari
(Winarno, 2004). Tekstur suatu bahan pangan merupakan salah satu sifat fisik dari
bahan pangan. Hal ini berhubungan dengan rasa pada waktu menguyah bahan
tersebut (Rampengan et al., 1985).
51
Hasil penilaian organoleptik tekstur menunjukkan penilaian panelis terhadap
tekstur keripik bayam berpengaruh nyata yang berarti dapat dikatakan bahwa semua
perlakuan memiliki tekstur yang tidak sama. Hasil pengujian organoleptik tekstur
memberikan informasi tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap tekstur pada
perlakuan T1MI (Tepung beras 100% dan tepung ubi kayu termodifikasi 0%) dengan
penambahan Maltodekstrin 0,2%), karena memiliki tekstur yang cukup renyah dan
tidak keras sehingga panelis merasa puas. Penggunaan maltodekstrin sebagai salah
satu hasil hidrolisis pati diketahui dapat mempertahankan kerenyahan lebih lama pada
produk keripik bayam. Hal ini sesuai dengan Hasil penelitian Triyono (2010), yang
menunjukkan bahwa hasil flakes pisang terbaik diperoleh dari proporsi subtitusi
tepung pisang dengan tepung terigu 90%:10% dan perlakuan penambahan
maltodekstrin sebesar 15% sehingga menghasilkan karakteristik flakes pisang dengan
kadar kerenyahan (2,22). Sedangkan menurut Hindom (2013) penambahan
maltodekstrin pada produk flakes talas belitung dengan konsentrasi 7.5 % mampu
meningkatkan kerenyahan produk dengan waktu kerenyahan berkisar antara 4 menit
11 detik.
Tekstur merupakan sekelompok sifat fisik yang ditimbulkan oleh elemen
struktural bahan pangan yang dapat dirasakan oleh alat peraba (Purnomo, 1995).
Penilaian terhadap tekstur suatu bahan biasanya dilakukan dengan jari tangan
(Soewarno, 2001).
52
d. Rasa
Rasa merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan keputusan
bagi konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan ataupun produk pangan
(Soekarto, 1985). Penilaian konsumen terhadap bahan suatu makanan biasanya
tergantung pada citarasa yang ditimbulkan oleh bahan makanan tersebut. Citarasa
yang dimaksud terdiri dari rasa, aroma, dan tekstur bahan yang mengenai mulut
(Meilgaard et al., 1999). Pada umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari salah
satu rasa saja, akan tetapi merupakan gabungan dari berbagai macam rasa yang
terpadu sehingga akan menimbulkan cita rasa makanan yang utuh dan padu. Hal ini
didukung oleh Winarno (2004) bahwa rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain yaitu
komponen rasa primer. Akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa
atau penurunan intensitas rasa (test compensation).
Hasil penilaian organoleptik rasa menunjukkan penilaian panelis terhadap rasa
keripik bayam berpengaruh sangat nyata yang berarti dapat dikatakan bahwa semua
perlakuan memiliki rasa yang tidak sama. Hasil pengujian organoleptik rasa
memberikan informasi tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap rasa keripik bayam
terdapat pada perlakuan proporsi tepung beras 100% dan tepung ubi kayu
termodifikasi 0% dengan penambahan 0,2% maltodekstrin dengan rerata 4,18 (suka).
Diduga hal ini disebabkan semakin banyak penambahan tepung ubi kayu
termodifikasi maka rasa yang dihasilkan sangat renyah namun semakin keras. Hal ini
53
sesuai dengan Ariyani (2010) bahwa penambahan tepung ubi kayu termodifikasi rasa
yang dihasilkan dari tepung TCSP semakin tidak disukai. Pemberian telur berguna
untuk menambah rasa dan gizi, memberi warna pada keripik, menambah kualitas
gluten, dengan meningkatkan kelembutan keripik. Keripik yang menggunakan telur
rasanya lebih gurih, lebih kenyal, dan elastis. Pemakaian minimal telur adalah 3-10 %
dari berat tepung (Suyanti, 2010).
2. Analisis Nilai Gizi
Nilai gizi suatu produk makanan merupakan faktor yang sangat rentan
terhadap perubahan perlakuan sebelum, selama dan sesudah proses pengolahan.
Umumnya selama proses pengolahan terjadi kerusakan gizi secara bertahap pada
bahan pangan, misalnya protein mengalami proses kerusakan atau denaturasi.
a. Kadar air
Kandungan air yang terdapat pada formulasi tepung beras dan tepung ubi
kayu termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin pada perlakuan kontrol
(T1MO) adalah 3,50b/k. Kadar air pada perlakuan TIMI lebih rendah dibanding
kontrol (4,44b/k), tidak masuk dalam batas SNI yaitu (3b/k) tetapi tidak berpengaruh
nyata. Hal ini tidak sesuai penelitian Triyono (2010) Semakin tinggi konsentrasi
maltodekstrin yang ditambahkan maka kadar air produk akan semakin meningkat.
Peningkatan kadar air flakes pisang ini disebabkan karena gugus hidroksil dari
monomer-monomer maltodekstrin akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul
air (Hartati, 2005). Peranan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang
54
mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba,
aktivitas kimiawi yaitu terjadinya ketengikan dan reaksi-reaksi non enzimatik
sehingga menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik, penampakan, tekstur dan
citarasa (Phitasari, 2007).
Andarwulan et al. (2011) menjelaskan bahwa kadar air suatu bahan pangan
merupakan salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap daya tahan
bahan pangan tersebut, semakin tinggi kadar air bahan pangan maka semakin cepat
terjadi kerusakan. Begitu sebaliknya, semakin rendah kadar air bahan pangan maka
bahan pangan tersebut semakin tahan lama.
b. Kadar Abu
Sebagian besar makanan yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air.
sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral dikenal sebagai zat anorganik
atau kadar abu dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar namun zat
anorganiknya tidak. Mineral terdiri dari kalsium, natrium, klor, fosfor, belerang,
magnesium,dan komponen lain dalam jumlah kecil (Ainah, 2004). Abu merupakan
residu anorganik setelah bahan dibakar dengan suhu tinggi (diabukan). Semua pati
komersial yang berasal dari serealia mengandung sejumlah kecil bahan anorganik
yang berasal dari bahan itu sendiri atau dari air selama pengolahan (Wijayanti, 2007).
Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa pada formulasi tepung beras dan
tepung ubi kayu termodifikasi dengan penambahan maltodekstrin pada perlakuan
kontrol (T1M0) adalah 1,74 b/k. Kadar abu pada perlakuan TIMI (proporsi tepung
beras 100% dan tepung ubi kayu termodifikasi 0% dengan penambahan 0,2%
55
maltodekstrin) lebih rendah dibanding kontrol (2,21 b/k), masih masuk dalam batas
SNI yaitu (2,5 b/k). Hal ini sesuai dengan sari (2012) yang melaporkan bahwa
penambahan maltodekstrin sebesar 15% dapat menurunkan kadar abu serbuk kersen.
Syarat mutu kadar abu keripik bayam berdasarkan Standar Nasional Indonesia
maksimal 3% (b/b). Hal ini menunjukkan kadar abu yang terdapat pada keripik
bayam masih dalam batasan SNI 01-2974-1992.
c. Kadar Lemak
Lemak adalah komponen makanan yang tidak larut dalam. Lemak berperan
sangat penting dalam gizi manusia karena merupakan sumber energi, dengan dapat
memperbaiki citarasa , tekstur dan sebagai sumber vitamin A, D, E dan K (Winarno
2002).
Berdasarkan Tabel 17 di atas diketahui bahwa kandungan lemak pada produk
keripik bayam formulasi tepung beras dan tepung ubi kayu termodifikasi dengan
penambahan maltodekstrin pada perlakuan kontrol (T1M0) adalah 43,37 b/k. Kadar
lemak pada perlakuan TIMI lebih rendah dibanding kontrol (44,08 b/k), lebih besar
dari setandar SNI tetapi tidak berpengaruh nyata. Semakin tinggi konsentrasi
maltodekstrin yang ditambahkan maka kadar lemak keripik bayam yang dihasilkan
semakin kecil. Hal ini karena maltodekstrin mempunyai kemampuan untuk
membentuk film yang stabil selama penggorengan (Whistler dan Miller, 1997).
Semakin banyak maltodekstrin yang ditambahkan, maka viskositas semakin tinggi
sehingga film yang terbentuk juga semakin stabil selama penggorengan sehingga
dapat mengurangi penyerapan minyak.
56
Ketaren (1986) menjelaskan bahwa setiap bahan pangan yang digoreng
mengandung sejumlah lemak yang diabsorbsi. Oleh karena itu, kadar lemak keripik
bayam diduga berkaitan erat dengan absorbsi atau tingkat penyerapan minyak oleh
keripik tersebut. Hal ini terlihat dari hasil analisis yang menunjukkan bahwa semakin
berkurang tingkat penyerapan minyak, kadar lemak keripik bayam juga semakin
kecil.
Selain dipengaruhi oleh absorbsi minyak, kadar lemak keripik bayam juga
dipengaruhi oleh kandungan lemak pada tepung beras.. Hal ini disebabkan kandungan
lemak pada beras yaitu sebesar 0,5% (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI,
2004), lebih kecil daripada kandungan lemak tepung mocal 0,4-0,8% (Faza, 2007)
dalam setiap 100 g bahan.
d. Kadar protein
Protein merupakan senyawa polimer organik yang berasal dari monomer asam
amino yang mempunyai ikatan peptida. Molekul protein memiliki kandungan oksigen
karbon, nitrogen, hidrogen, dan sulfur, sebagian protein juga mengandung fosfor.
Manfaat protein bagi tubuh kita sangat penting diantaranya adalah sebagai enzim,
pertahanan tubuh, sebagai media perambatan impuls saraf dan pengendalian
pertumbuhan (Rozi, 2011).
Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa kadar protein dalam keripik bayam
pada perlakuan kontrol (T1MO) masih rendah, yakni sebesar 3,95 (b/k). Kandungan
protein pada perlakuan TIMI lebih tinggi dibanding dengan kontrol yang memperoleh
nilai sebesar 5.05 (b/k). Agus Triyono (2010) menjelaskan bahwa penambahan
57
Maltodextrin sebagai penstabil agar produk yoghurt mempunyai konsentrasi dan
stabilitas yang baik, jadi semakin konsentrasinya tinggi semakin tinggi protein yang
terdapat pada produk. Karna Maltodextrin disini mengikat protein yang larut dalam
air dengan adanya Maltodextrin protein akan terikat walaupun dalam jumlah sedikit.
Penambahan Maltodextrin yang tinggi sampai 10% akan mengikat protein yang
semakin tinggi
e. Kadar Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama, disamping juga mempunyai
peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa
warna, tekstur dan lain-lain (Syarief dan Irawati, 1988). Winarno (2002) menyatakan
bahwa karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik
bahan makanan misalnya rasa, warna, tekstur dan lain-lain. Sedangkan dalam tubuh
makhluk hidup karbohidrat berguna untuk mencegah ketosis, pemecahan protein yang
berlebihan, kehilangan mineral dengan membantu metabolisme lemak dan protein.
Karbohidrat juga dibutuhkan sebagai sumber energi, hal ini disebabkan zat yang
dapat digunakan oleh tubuh sebagai sumber energi bagi otak dan syaraf adalah
glukosa (Almatsier, 2001).
Berdasarkan Tabel 17 menunjukkan kadar pati yang terdapat pada perlakuan
kontrol (T1M0) yakni sebesar 46,34 (b/k). Kandungan pati pada keripik bayam
perlakuan TIMI lebih besar dibanding kadar pati yang terdapat pada kontrol 45,43
(b/k). Hal ini sesuai dengan Sari (2012) yang menyatakan bahwa penambahan
maltodekstrin pada serbuk karsen dapat menigkatkan kadar pati pada serbuk kersen
58
tersebut. Disamping itu, kadar karbohidrat yang dihitung By difference dipengaruhi
oleh komponen nutrisi lain, semakin rendah komponen nutrisi lain maka kadar
karbohidrat akan semakin meningkat, begitu juga sebaliknya semakin tinggi
komponen nutrisi lain maka kadar karbohidrat akan semakin rendah. Komponen
nutrisi yang mempengaruhi besarnya kandungan karbohidrat diantaranya adalah
kandungan protein, lemak, air, dan abu (Sugito dan Hayati, 2006). Perbedaan kadar
pati pada keripik bayam sangat dipengaruhi oleh kandungan pati pada bahan baku
yang digunakan (sugiyono et al., 2002).
59
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Tidak ada pengaruh pada formulasi pada penambahan tepng ubi kayu termodifikasi
terhadap penilaian organoleptik keripik bayam. Proporsi beras : tepung ubi kayu
termodifikasi = 100 % : 0 % dengan penambahan maltodextrin 0,2% mampu
menghasilkan keripik bayam dengan tekstur renyah 4,25 (suka), meliputi warna
dengan rerata 4,48 (suka), aroma dengan rerata 4,24 (suka), tekstur dengan rerata
4,25 (suka), dan rasa dengan rerata sebesar 4,18 (suka).
2. Ada pengaruh terhadap penambahan maltodektrin pada formulasi tepung beras 100%
terhadap nilai organoleptik dan kandungan gizi keripik bayam. Proporsi beras : tepung
ubi kayu termodifikasi = 100 % : 0 % dengan penambahan maltodextrin 0,2%
(T1M1) memiliki kadar air 3,50%, kadar abu 1,74%, kadar protein 5.05%, kadar
lemak 43,37%, dan kadar pati 46,34%. Kandungan gizi keripik bayam pada
kontrol memiliki kadar air 4,33%, kadar abu 2,21%, kadar protein 3,95%, kadar
lemak 44,08%, dan kadar karbohidrat 45,43%.
B. Saran
Diperlukan penelitian lanjutan untuk memperoleh keripik bayam yang sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia baik dari segi nilai gizi maupun dari segi
organoleptik maupun dari kandungan gizi.
60
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, Leni Herliana. 2013. Teknologi Pengawetan Pangan. Bandung :
Alfabeta.
Agus Triyono, 2010. Mempelajari pengaruh Maltodextrin dan susu skim
terhadap karakteristik yoghurt kacang hijau (Phaseolus radiates L).
ISSN : 1411 – 4216.
Ainah, N. 2004. Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia Tepung Biji Bunga Teratai
Putih (Nymphae pubescens Willd) dan Aplikasinya pada Pembuatan
Roti. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Almatsier, S., 2009. Prinsip Dasar ilmu gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Andarwulan, N., F. Kusnandar, dan D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. PT Dian
Rakyat, Jakarta.
Anonim. 2009. Sekilas Tentang Mocaf. (On-Line) http://mocaf-indonesia.com.
Diakses pada tanggal 25 November 2016
Anwar, Effionora. 2002. Pemanfaatan Maltodekstrin dari Pati Singkong Sebagai
Bahan Penyalut TipisTablet. Makara, Sains, vol 6, pp. 50.
Ariyani, N., 2010. Formulasi Tepung Campuran Siap Pakai Berbahan Dasar
Tapioka-Mocal Dengan Penambahan Maltodekstrin Serta Aplikasinya
Sebagai Tepung Pelapis Keripik Bayam. Fakultas Pertanian. Purwokerto
A. Seno Sastroamidjojo. 2001. Obat Asli Indonesia. ditor: ArjatmoTjokronegoro.
Edisi 6. Jakarta: Dian Rakyat. h. 195-6.
Bean, M.M.1986. Rice flour : Its funcional variations. CerealFoods Word 31 (7) :
477-481.
BPS, 2006, Statistik Pendidikan 2006, Pusat Statistik, Jakarta.
____ , 2015. Statistik Produksi Hortikulitura 2014. Kementrian Pertanian Direktorat
Jendral Hortikultura. Jakarta
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 2004. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Bhratara, Jakarta.
61
Dianti, R. W. 2010. Kajian karakteristik fisik, kimia dan sensori beras organik mentik
susu dan IR64, pecah kulit dan giling selama penyimpanan. Skripsi.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Eko Isro Riyanto, 2015. Pengaruh penambahan lactobacillus casey dan
udaraTerkontrol pada proses fermentasi tepung ubi kayuTerhadap
karakteristik fisik, kimia, dan Organoleptiknya. Universitas halu oleo.
Faridah, A., Kasmita, S.P., Yulastri, A., dan Yusuf, L., 2008. Patiseri, jilid 3,
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Jakarta
Faza, F. 2007. Kurangi Impor Terigu Dengan Mocal.(On-Line) http://agrina-
online.com. Diakses pada tanggal 25 November 2009.
Figura, L.O., dan Teixera, A.A., 2007 Food Physik: Physical Properties-Measurement
and Application. Berlin, Springer-Verlag.
Harris, O. R. dan E. Karmas. 1975. Nutrional Evaluation of Food Processing. The
Avi Publishing Co., Wesport, Connecticut.
Hartati, K., 2005, Pengaruh Konsentrasi Maltodekstrin dan Natrium Bikarbonat
Terhadap Beberapa Karakteristik Tablet Effervescent Kunyit, Tugas Akhir,
Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, UNPAS, Bandung.
Haryadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta. Gramedia.
Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. UGM Press, Yogyakarta.
Hasnelly dan Sumartini. 2011. Kajian sifat fisiko kimia formulasi tepung komposit
produk organik. Seminar Nasional PATPI.375-379.
Herlina, N dan H. S. Ginting, 2002. Lemak dan Minyak. Fakultas Teknik Jurusan
Teknik Kimia USU, Medan.
Hindom, G.V., 2013. Kualitas flakes talas belitung dan kecambah kedelai (glycine
max (l.) Merill) dengan variasi maltodekstrin. Program Studi Biologi. fakultas
teknobiologi. universitas atma jaya yogyakarta.
Inglett, G. E. dan L. Munk. 1980. Rice ricen progressin chemistry and nutrition.
cereal for food and beverages. Academic Press, New York.
62
Ismi, D. P. R. 2012. Studi pembuatan “Tapioca Fermented Flour” (TFF) dengan
fermentasi alami dan penambahan inokulum. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Kartika, B., Hastuti, P., & Suapartono, W., 1998. Pedoman uji inderawi bahan
pangan.Yogyakarta. PAU Pangan dan Gizi UGM.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.
Kurniati, L. I, Nur Aida, Setiyo Gunawan, dan Tri Widjaja. 2012. Pembuatan mocaf
(modified cassava flour) dengan proses fermentasi menggunakan
Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Rhizopus oryzae.
Jurnal Teknik Pomits, Vol. 1, No. 1, 1-6.
Kuntz, L.A. 1997. Making Most of Maltodextrins. (On Line) http://www.foodproduct
design.com/archive/1997/0897DE/html. Diakses 21 Mei 2010.
Kusnandar, F. 2006. Modifikasi Pati Dan Aplikasinya Dalam Industri Pangan. Food
Review Indonesia.
___________. 2011. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat, Jakarta.
Lakitan, Benyamin. 1996. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Radja
Gafindo Persada.
Laksmi, R.T., Legowo, A.M., & Kusrahayu. 2012. Daya ikat air, pH dan sifat
organoleptik chicken nugget yang disubstitusi dengan telur rebus. Animal
Agriculture Journal. 1(1) : 453 – 460.
Luthana, Y.K. 2008. Maltodekstrin. (On-Line) http://yongkikastanyaluthana.
wordpress.com. Diakses 9 Desember 2016.
Medikasari. 2000. Sifat Fisik dan Sensoris Mie Kering dari Berbagai tepung Terigu
dan formula Kansuib. Skripsi Fak. TP UGM. Yogyakarta
Meyer, L.H., 1960. Chemistry Reinhold Publishing Corporation, New York.
Muliani, R.R.D. 2005. Penambahan Jambu Biji sebagai Flavoran dan Maltodesktrin
terhadap Sifat Kimia dan Sensorik Seawed Leather. Skripsi. Fakultas
Pertanian Unsoed, Purwokerto. (Tidak dipublikasikan).
Moreira, R. 1999. Deep Fat Frying, Fundamental and Aplications. Aspen Publishers
Inc. Gaithersburg Maryland
63
Panikulata, G., 2008. Potensi modified cassava flour (MOCAF) sebagai Substituen
Tepung Terigu pada Produk Kacang Telur. Skripsi. IPB-Press, Bogor.
Pithasari, W. A., 2005, Pengaruh Konsentrasi Bahan Pengisi dan Konsentrasi Kuning
Telur Terhadap Karakteristik Nugget Kelapa, Tugas Akhir, Jurusan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknik, UNPAS, Bandung.
Purnomo, H., 1995. Aktivitas Air dan Perannya dalam Pengawetan Pangan. UI Press.
Jakarta.
Rahayu, W.P. et all. (2003). Klasifikasi Bahan Pangan dan Resiko Keamanannya..
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Rahman, Adie Muhammad. 2014. Mempelajari Karakteristik Kimia Dan Fisik
Tepung Tapioka Dan Mocal (Modified Cassava Flour) Sebagai Penyalut
Kacang Pada Produk Kacang Salut. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Rahmat Rukmana.1995. Temulawak: Tanaman Rempah dan Obat. Jakarta: Kanisius.
Halaman: 15.
Ramdhan, A.N. 2009. Pengaruh Perbandingan Tepung Beras Rose Brand, Tepung
Beras Karya Tani dan Konsentrasi Santan Kelapa Terhadap Karakteristik
Rempeyek Bayam. Kumpulan Program Kreatifitas Mahasiswa. Unpas.
Bandung.
Remadani, W. Dan Susanto, W. H. 2016. The Making of Cekeremes Crackers Study
of Flour Proportion (Mocaf: Peanut Meal: Tapioca) with the Addition of
CMC. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.302-312, Januari 2016.
Rampengan, V.J et all .1985. Dasar-dasar Pengawasan Mutu Pangan.Badan Kerja
sama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang.
Reddy NS., Nimmagadda. A, Rao KRS., and Sambasiva. 2003. An Overview
of the Microbiology ?-amylase Family. African J. Biotechnol. 2: 645-648.
Riganakos, K. A. and M. G. Kontominas. 1995. Effect of heat treatment on moisture
sorption behavior of wheat flours using a hyg ometric 72tehnique.
G.Charalambous (Ed). Journal of Food Flavors : Generation Analysis and
Process Influence. Vol 7 : 147-151.
64
Rukmana, R. 2015. Temulawak, Tanaman Rempah dan Obat. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Rossel, J.B. 2001. Frying:Improving Quality. Woodhead Publishing Limited,
Cambridge.
Rothemund, P. 1956. Hemin and Chlorophyll- The Two Most Important Pigments
For Life on Earth. The Ohio Journal of Science, Vol. LVI, No. 4. Diakses 25
Maret 2014.
Rozi. 2011. Protein (Online),http:// www. kesehatan123.com/2418/proten/. diakses
pada tanggal 14 Mei 2017.
Sari, C. I. P., 2012.Kualitas Minuman Serbuk Kersen (Muntingia calabura L.)
Dengan Variasi Konsentrasi Maltodekstrin Dan Ekstrak Kayu Secang
(Caesalpinia sappan L.). Program Studi Biologi. Fakultas Teknobiologi.
Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Saragih, R. 2005. Fruit Leather Sukun : Pengaruh Substitusi Nanas dan Penambahan
Maltodekstrin Terhadap Kualitas Produk. Skripsi. Fakultas Pertanian Unsoed.
Seno S. 2001. Obat Asli Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat. Hal 47-48
Subagio, A. 2007. Industrialisasi Modified Cassava Flour (Mocal) Sebagai Bahan
Baku Industri Pangan Untuk Menunjang Diversifikasi Pangan Pokok
Nasional.Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember. Jember.
________. 2008. Studi Kelayakan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
SNI., 1992. (SNI No. 01. 2997). 1992. Syarat mutu tepung ubi kayu. Dewan Standar
Indonesia, Jakarta
Soekarto dan Soewarno, 1985, Penilaian organoleptik, Bharata Kata Aksara, Jakarta.
Soewarno, S.T., 2001. Penilaian Organoleptik. Pusbangteda.IPB.
Sudarmadji, S., Haryono, B., & Suhardi, 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta
_______________2003. Prosedur Analisis Bahan Makanan Dan Pertanian.
Yokyakarta: Penerbit Liberty.
65
_______________2007. Analisis bahan makanan dan pertanian. Liberty. Yogyakarta
Sugiyono, S.E., Syamsir, E., & Hery, S., 2011. Pengembangan Produk Mi Kering dari
Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dan Penentuan Umur Simpannya dengan
Metode Isoterm Sorpsi. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 22(2): 6
Sultanry dan Kaseger, 1985, Kimia pangan, Badan Kerjasama Perguruan Tinggi
Negeri Bagian Timur, Makassar.
Suyanti. 2010. Membuat Mie Sehat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Syarief, R dan A. Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian.
Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta
Triyono, A., 2010. Pengaruh Maltodekstrin dan Substitusi Tepung Pisang (Musa
paradisiaca) terhadap karakteristik flakes. LIPI. Subang
Tursilawati, R.A. 1999. Pengurangan Absorbsi Minyak Pada Pembuatan Tempe Chip
: Pengaruh Penggunaan Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dan Pengenceran
Adonan Tepung Pelapis. Skripsi. Fakultas Pertanian UNSOED. Purwokerto.
Tjokroadikoesumo, P.S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Vail, G. E., J.A. Phillips, L.O. Rust, R.M. Griswold, dan M.M. Justin. 1973. Foods
8th Edition. Houghton Mifflin Company. Indiana USA.
Warsito, C. 2003. Pembuatan Keripik Bengkoang dengan Penggorengan Hampa :
Pengaruh Perendaman Larutan CaO dan penyalutan Maltodekstrin Terhadap
Kualitas Produk. Skripsi. Fakultas Pertanian UNSOED. Purwokerto. (Tidak
dipublikasikan).
Whistler, F.R., J.N. Be Miller and E.F. Paschall. 1984. Carbohydrate Chemistry for Food
Scientist. Academica, Inc. London.
Whistler, F.R. and J.N. Be Miller. 1997. Carbohydrate Chemistry for Food Scientist.
Academica, Inc. London.
Widyasaputra, Reza dan Yuwono, Sudarminto Setyo. 2013. The Effect of chips
traditional fermentation to physical characteristic of sweet potato (Ipomoea
batatas L) Fermented Flour. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP
Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145.
66
Wijayanti, Y. R. 2007. Subtitusi Tepung Gandum (Triticum aesticum)
Dengan Tepung Garut (Maranta arundinaceae L) Pada Pembuatan Roti
Tawar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, UGM. Yogyakarta.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
____________. 2002. Kimia Pangan Dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Purwokerto.
___________. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
____________.2008. Kimia Pangan Dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Yusni Bandini dan Nurudin Azis. 2001. Bayam. Jakarta. Penebar Swadaya.
67
Lampiran 1. Dartar riwayat hidup
Penulis bernama Muhammad Sihab Hizatulloh dilahirkan
pada tanggal 26 September 1995 di Marga Cinta Kecamatan
Moramo Sulawesi Tenggara. Penulis adalah anak pertama
dari 3 bersaudara, putra dari pasangan Bapak Edy Jumaidi
dan Ibu Siti Munawaroh. Pada tahun 2007 lulus dari SD
Negeri 1 Marga Cinta, tahun 2010 lulus dari SMP Negeri 1 Moramo dan pada tahun
2013 lulus dari SMK Negeri 2 Kendari. Pada tahun 2013, penulis diterima menjadi
mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari pada Fakultas Pertanian, Jurusan Ilmu dan
Teknologi Pangan melalui jalur Undangan.
Pada tahun 2017 penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Formulasi
Tepung Beras dan Tepung Ubi Kayu Termodifikasi Dengan Penambahan
Maltodextrin Terhadap Penilaian Organoleptik dan Kandungan Gizi Keripik Bayam”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada jenjang S1 pada
Jurusan/Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi dan Industri Pertanian
Universitas Halu Oleo Kendari.
68
Lampiran 2. Denah Rancangan Penelitian
Denah Rancangan Acak Lengkap Faktorial
T1M0 (1) T3M2 (1) T1M0 (2) T3M2 (2) T1M0 (3) T3M2 (3)
T2M0 (1) T2M2 (1) T2M0 (2) T2M2 (2) T2M0 (3) T2M2 (3)
T3M0 (1) T1M2 (1) T3M0 (2) T1M2 (2) T3M0 (3) T1M2 (3)
T1M1 (1) T3M1 (1) T1M1 (2) T3M1 (2) T1M1 (3) T3M1 (3)
T2M1 (1) T2M1 (2) T2M1 (3)
Keterangan :
T1M0 : Formulasi tepung beras 100 % : mocaf 0 % dan maltodeksrin 0 %
T1M1 : Formulasi tepung beras 100 % : mocaf 0 % dan maltodekstrin 0,2 %
T1M2 : Formulasi tepung beras 100 % : mocaf 0 % dan matodekstrin 0,4 %
T2M0 : Formulasi tepung beras 80 % : mocaf 20 % dan maltodekstrin 0 %
T2M1 : Formulasi tepung beras 80 % : mocaf 20 % dan maltodekstrin 0,2 %
T2M2 : Formulasi tepung beras 80 % : mocaf 20 % dan maltodekstrin0,4 %
T3M0 : Formulasi tepung beras 60 % : mocaf 40 % dan maltodekstrin 0 %
T3M1 : Formulasi tepung beras 60 % : mocaf 40 % dan maltodekstrin 0,2 %
T3M2 : Formulasi tepung beras 60 % : mocaf 40 % dan maltodekstrin0,4 %
(1, 2, 3,) = Ulangan
69
Lampiran 3. Prosedur Pembuatan Tepung Ubi kayu Termodifikasi
Sumber: Proses Pembuatan tepung ubi kayu termodifikasi (Eko, 2015)
Ubi kayu 1 kg
Tepung ubi kayu termodifikasi
Pengupasan dan pencucian
Pengecilan ukuran/Pemarutan
Proses fermentasi dalam wadah tertutup (48 jam), menggunakan
starter Lactobacillus casei 10 ml dengan perbandingan air 1:3.
C0Pengeringan 8 jam pada suhu 55
Proses penggilingan
Proses pengayakan menggunakan ayakan 80 mesh
70
Lampiran 4. Prosedur Pembuatan Keripik Bayam
Sumber : Diagram Pembuatan Keripik Bayam (Ariyani, 2010)
-Daun bayam (200 g)
-50 g Telur
-Bawang putih 2 g
-Ketumbar 1 g
-Garam 1 g
-Kemiri 2 g
-Proporsi Tepung beras (60 %,
80% dan 100%)
-Tepung mocaf (0%,20%, 40%).
-Maltodekstrin (0%,0,2% dan 0,
4%)
-Pemisahan daun bayam
dari batangnya
-Blancing 2 Menit
-Suhu penggorengan
160°-170°
-Waktu 120 Detik
Keripik Bayam
termodifikasi
Pengemasan
Penirisan minyak Keripik bayam
Penggorengan
Pencampuran Bahan
Daun Bayam
71
Lampiran 5. Format Uji Organoleptik skala Hedonik
Nama Panelis :
Hari/Tanggal :
Jenis Produk : Keripik Bayam
T1M0(1) Warna Aroma Tekstur Rasa
T2M0(1)
T3M0(1)
T1M1(1)
T2M1(1)
T3M1(1)
T1M2(1)
T2M2(1)
T3M2(1)
T1M0(2)
T2M0(2)
T3M0(2)
T1M1(2)
T2M1(2)
T3M1(2)
T1M2(2)
T2M2(2)
T3M2(2)
T1M0(3)
T2M0(3)
T3M0(3)
T1M1(3)
T2M1(3)
T3M1(3)
T1M2(3)
T2M2(3)
T3M2(3)
72
Keterangan :
Nilai yang diberikan adalah:
5 = Sangat suka
4 = Suka
3 = Agak suka
2 = Tidak suka
1 = Sangat tidak suka
Tanda tangan
panelis
73
Lampiran 6. Analisis kadar air (Metode Termogravimetri AOAC, 1990)
Cawan petri dipanaskan dalam oven pada suhu 70oC selama 5 jam kemudian
didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Perlakuan ini diulang hingga diperoleh
bobot konstan. Selanjutnya sampel yang telah dihaluskan (dihomogenkan) ditimbang
sebanyak 2 gram dalam cawan petri dan dinyatakan sebagai bobot awal. Sampel
dalam cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 3-5 jam. Setelah
proses pengeringan, cawan berisi sampel dikeluarkan dalam oven dan didinginkan
dalam desikator kemudian ditimbang. Dipanaskan lagi dalam oven selama 30 menit,
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai
diperoleh bobot tetap (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg),
pengurangan bobot merupakan banyaknya air dalam bahan.
Perhitungan :
Kadar Air (100%) : W2-W3
x 100% W2-W1
keterangan: W1 = Bobot cawan kosong (g)
W2 = Bobot Cawan + sampel (g)
W3= Bobot Cawan + sampel setelah di oven (g)
74
Lampiran 7. Analisis kadar abu (AOAC, 2005)
Cawan yang akan digunakan dikeringkan dalam oven terlebih dahulu selama 30
menit pada suhu 100-150oC, kemudian didinginkan dalam desikator untuk
menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam
cawan yang sudah dikeringkan, kemudian dibakar dengan alat pembakar sampai tidak
berasap (B) dan dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur dengan suhu 550-
600oC sampai pengabuan sempurna (C). Sampel yang sudah diabukan didinginkan
dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus:
C – A
Kadar abu = x 100%
B – A
Keterangan :
A= Berat cawan porselen kosong (g)
B= Berat cawan porselen dengan sampel (g)
C= Berat cawan porselen dengan sampel setelah dikeringkan (g)
75
Lampiran 8. Analisis kadar lemak (AOAC, 2005)
Sampel 2 g (W1) dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke
dalam labu lemak yang sudah ditimbang beratnya (W2), dan disambungkan dengan
tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung
soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40oC dengan menggunakan hot plate selama 6 jam.
Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut keluar,
sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan
dalam oven pada suhu 105oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai
beratnya konstan (W3). Perhitungan kadar lemak pada sampel:
Rumus= W3-W2
*100% W1
Keterangan:
W1= Berat sampel (g)
W2= Berat labu lemak tanpa lemak (g)
W3= Berat labu lemak dengan lemak (g)
76
Lampiran 9. Analisis Kadar Protein (AOAC, 1990)
a. Penyiapan Reagen dan Larutan Standar
Reagen Biuret dibuat dengan cara menimbang 0.75 gram CuSO4.5H2O ; 3.0 gram
NaKC4O6.6H2O dan dilarutkan dalam 250 mL aquades dalam labu takar 500 mL,
kemudian ditambahkan 150 mL NaOH 10% sambil diaduk dan ditambahkan aquades
hingga volumenya 500 mL.
b. Pembuatan Larutan Standar Protein
Pembuatan larutan standar dilakukakan dengan cara menimbang 90 mg BSA (Bovine
Serum Albumin), dilarutkan dalam 25 mL aquades dan ditambahkan 1 tetes NaOH
3% dan aquades hingga diperoleh larutan protein induk 3600 ppm.
c. Pembuatan Kurva Standar
Dari larutan standar dipipet 0,2, 0,4, 0,6, 0,8 dan 1 mL. Masing-masing ke dalam
tabung reaksi lalu diencerkan dengan aquades hingga 6 mL dan ditambahkan 6 mL
reagen biuret ke dalam masing-masing tabung, lalu didiamkan selama 30 menit pada
suhu kamar. Selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum
hasil pengukuran. Blanko yang digunakan adalah campuran 6 mL air dan 6 mL
reagen biuret.
Pembuatan larutan protein: ditimbang 2 gram sampel kemudian dilarutkan dengan 20
mL aquades setelah itu disentrifus selama 30 menit. Setelah disentrifus, tabung
sentrifus dimasukkan dalam air es dan didinginkan selama ± 20 menit. Filtrat sampel
77
dipipet 1 mL ditambahkan 5 mL aquades dan 6 mL reagen biuret dan didiamkan
selama ± 30 menit kemudian di ukur kadar protein sampel.
Kadar Protein (%) = a/b x 100 %
Keterangan : a = berat protein (g)
b = berat sampel (g)
100
Kadar protein (% bk) = x kadar protein (bb)
100 - kadar air
78
Lampiran 10. Analisis kadar karbohidrat by different (Winarno, 1992)
Kadar karbohidrat dapat diketahui dari akumulasi persen kadar air, abu, protein dan
lemak yang akan menjadi pengurang dari 100 %. Dapat dituliskan persamaan kadar
karbohidrat sebagai berikut :
Kadar Karbohidrat (%) = 100% - (% air + % abu + % lemak + % protein).
Lampiran 11a. Hasil penilaian sensorik warna keripik bayam
Perlakuan Ulangan
Total Rerata 1 2 3
T1M0 3,60 3,53 3,47 10,60 3,53
T2M0 3,47 3,53 3,47 10,47 3,49
T3M0 3,13 3,27 3,47 9,87 3,29
T1M1 4,53 4,33 4,27 13,13 4,38
T2M1 3,67 3,27 3,33 10,27 3,42
T3M1 3,40 3,20 3,33 9,93 3,31
T1M2 3,73 3,40 3,07 10,20 3,40
T2M2 3,67 3,73 3,53 10,93 3,64
T3M2 3,67 3,40 3,87 10,93 3,64
Total
96,33
Rerata 3,57
T1M0 : Formulasi tepung beras 100 % : mocaf 0 % dan maltodeksrin 0 %
T1M1 : Formulasi tepung beras 100 % : mocaf 0 % dan maltodekstrin 0,2 %
T1M2 : Formulasi tepung beras 100 % : mocaf 0 % dan matodekstrin 0,4 %
T2M0 : Formulasi tepung beras 80 % : mocaf 20 % dan maltodekstrin 0 %
T2M1 : Formulasi tepung beras 80 % : mocaf 20 % dan maltodekstrin 0,2 %
T2M2 : Formulasi tepung beras 80 % : mocaf 20 % dan maltodekstrin0,4 %
T3M0 : Formulasi tepung beras 60 % : mocaf 40 % dan maltodekstrin 0 %
T3M1 : Formulasi tepung beras 60 % : mocaf 40 % dan maltodekstrin 0,2 %
T3M2 : Formulasi tepung beras 60 % : mocaf 40 % dan maltodekstrin0,4 %
79
Lampiran 11b. analisis sidik ragam penilaian sensorik warna keripik bayam
Sumber
Keragaman DB JK KT F. Hit
F. Tabel
0,05 0,01
Perlakuan 8 2,60 0,33 10,25** 2,51 3,71
T 2 0,60 0,30 9,47** 3,55 6,01
M 2 0,32 0,16 5,04* 3,55 6,01
T*M 4 1,68 0,42 13,24** 2,93 4,58
Galat 18 0,57 0,03
Total 26 3,18
Keterangan: **= berpengaruh sangat nyata KK= 7%
* = berpengaruh nyata
80
Lampiran 12a. Hasil penilaian sensorik aroma keripik bayam
Perlakuan Ulangan
Total Rerata 1 2 3
T1M0 3,13 3,47 3,47 10,07 3,36
T2M0 3,67 3,53 3,27 10,47 3,49
T3M0 3,40 3,60 3,67 10,67 3,56
T1M1 4,33 4,20 4,20 12,73 4,24
T2M1 3,67 3,53 3,47 10,67 3,56
T3M1 3,53 3,47 3,87 10,87 3,62
T1M2 3,47 3,60 3,47 10,53 3,51
T2M2 3,33 3,53 3,67 10,53 3,51
T3M2 3,47 3,53 3,60 10,60 3,53
Total
97,13
3,60 Rerata
T1M0 : Formulasi tepung beras 100 % : mocaf 0 % dan maltodeksrin 0 %
T1M1 : Formulasi tepung beras 100 % : mocaf 0 % dan maltodekstrin 0,2 %
T1M2 : Formulasi tepung beras 100 % : mocaf 0 % dan matodekstrin 0,4 %
T2M0 : Formulasi tepung beras 80 % : mocaf 20 % dan maltodekstrin 0 %
T2M1 : Formulasi tepung beras 80 % : mocaf 20 % dan maltodekstrin 0,2 %
T2M2 : Formulasi tepung beras 80 % : mocaf 20 % dan maltodekstrin0,4 %
T3M0 : Formulasi tepung beras 60 % : mocaf 40 % dan maltodekstrin 0 %
T3M1 : Formulasi tepung beras 60 % : mocaf 40 % dan maltodekstrin 0,2 %
T3M2 : Formulasi tepung beras 60 % : mocaf 40 % dan maltodekstrin0,4 %
81
Lampiran 12b. analisis sidik ragam penilaian sensorik aroma keripik bayam
Sumber
Keragaman DB JK KT F. Hit
F. Tabel
0,05 0,01
Perlakuan 8 1,54 0,19 8,71** 2,51 3,71
T 2 0,16 0,08 3,72* 3,55 6,01
M 2 0,61 0,30 13,75** 3,55 6,01
T*M 4 0,77 0,19 8,67** 2,93 4,58
Galat 18 0,40 0,02
Total 26 1,93
Keterangan: **= berpengaruh sangat nyata KK= 7%
*= berpengaruh nyata
82
Lampiran 13a. Hasil penilaian sensorik tekstur keripik bayam
Perlakuan Ulangan
Total Rerata 1 2 3
T1M0 3,33 3,73 3,53 10,60 3,53
T2M0 3,80 3,40 3,67 10,87 3,62
T3M0 3,47 3,80 3,73 11,00 3,67
T1M1 4,07 4,27 4,40 12,73 4,24
T2M1 3,53 3,73 3,67 10,93 3,64
T3M1 4,00 3,47 3,47 10,93 3,64
T1M2 3,73 3,67 4,00 11,40 3,80
T2M2 3,67 3,60 3,60 10,87 3,62
T3M2 3,07 3,53 3,73 10,33 3,44
Total
99,67
Rerata 3,69
T1M0 : Formulasi tepung beras 100 % : mocaf 0 % dan maltodeksrin 0 %
T1M1 : Formulasi tepung beras 100 % : mocaf 0 % dan maltodekstrin 0,2 %
T1M2 : Formulasi tepung beras 100 % : mocaf 0 % dan matodekstrin 0,4 %
T2M0 : Formulasi tepung beras 80 % : mocaf 20 % dan maltodekstrin 0 %
T2M1 : Formulasi tepung beras 80 % : mocaf 20 % dan maltodekstrin 0,2 %
T2M2 : Formulasi tepung beras 80 % : mocaf 20 % dan maltodekstrin0,4 %
T3M0 : Formulasi tepung beras 60 % : mocaf 40 % dan maltodekstrin 0 %
T3M1 : Formulasi tepung beras 60 % : mocaf 40 % dan maltodekstrin 0,2 %
T3M2 : Formulasi tepung beras 60 % : mocaf 40 % dan maltodekstrin0,4 %
83
Lampiran 13b. analisis sidik ragam penilaian sensorik tekstur keripik bayam
Sumber Keragaman DB JK KT F. Hit
F. Tabel
0,05 0,01
Perlakuan 8 1,25 0,16 3,57* 2,51 3,71
T 2 0,39 0,19 4,43* 3,55 6,01
M 2 0,32 0,16 3,61** 3,55 6,01
T*M 4 0,55 0,14 3,12* 2,93 4,58
Galat 18 0,79 0,04
Total 26 2,05
Keterangan: **= berpengaruh sangat nyata KK= 11%
*= berpengaruh nyata
84
Lampiran 14a. Hasil penilaian sensorik rasa keripik bayam
Perlakuan Ulangan
Total Rerata 1 2 3
T1M0 3,47 3,53 3,20 10,20 3,40
T2M0 3,73 3,53 3,93 11,20 3,73
T3M0 3,47 3,40 3,53 10,40 3,47
T1M1 4,27 4,20 4,07 12,53 4,18
T2M1 3,20 3,47 3,33 10,00 3,33
T3M1 3,27 3,33 3,13 9,73 3,24
T1M2 3,73 3,53 3,47 10,73 3,58
T2M2 3,53 3,60 3,73 10,87 3,62
T3M2 3,47 3,27 3,73 10,47 3,49
Total
96,13
Rerata 3,56
T1M0 : Formulasi tepung beras 100 % : mocaf 0 % dan maltodeksrin 0 %
T1M1 : Formulasi tepung beras 100 % : mocaf 0 % dan maltodekstrin 0,2 %
T1M2 : Formulasi tepung beras 100 % : mocaf 0 % dan matodekstrin 0,4 %
T2M0 : Formulasi tepung beras 80 % : mocaf 20 % dan maltodekstrin 0 %
T2M1 : Formulasi tepung beras 80 % : mocaf 20 % dan maltodekstrin 0,2 %
T2M2 : Formulasi tepung beras 80 % : mocaf 20 % dan maltodekstrin0,4 %
T3M0 : Formulasi tepung beras 60 % : mocaf 40 % dan maltodekstrin 0 %
T3M1 : Formulasi tepung beras 60 % : mocaf 40 % dan maltodekstrin 0,2 %
T3M2 : Formulasi tepung beras 60 % : mocaf 40 % dan maltodekstrin0,4 %
85
Lampiran 14b. analisis sidik ragam penilaian sensorik rasa keripik bayam
Sumber Keragaman DB JK KT F. Hit
F. Tabel
0,05 0,01
Perlakuan 8 1,82 0,23 10,31** 2,51 3,71
T 2 0,46 0,23 10,35** 3,55 6,01
M 2 0,01 0,01 0,28tn 3,55 6,01
T*M 4 1,35 0,34 15,30** 2,93 4,58
Galat 18 0,40 0,02
Total 26 2,22
Keterangan: **= berpengaruh sangat nyata KK= 11%
tn= berpengaruh tidak nyata
86
Lampiran 15. Penentuan Kadar Air Keripik bayam
Sampel Berat Bahan W1 W2 W3 W2-W3 W2-W1 % Rerata
Kontrol 3,07 51,81 54,88 54,79 0,10 3,07 3,09 4,33
3,08 44,08 47,16 46,98 0,17 3,08 5,56
Perlakuan 3,04 50,00 53,04 52,90 0,14 3,04 4,51 3,50
3,01 56,65 59,66 59,59 0,08 3,011 2,49
Sumber : Data sekunder penentuan penelitian, 2017
87
Lampiran 16. Penentuan Kadar Abu Keripik bayam
Sampel Berat Bahan A B C C-A B-A % Rerata
Kontrol 2,038 52,35 54,39 52,40 0,05 2,04 2,21 2,21
2,032 52,18 54,21 52,23 0,05 2,03 2,21
Perlakuan 2,036 33,80 35,84 33,84 0,04 2,04 1,82 1,74
2,037 20,37 22,41 20,41 0,03 2,04 1,67
Sumber : Data sekunder penentuan penelitian, 2017
88
Lampiran 17. Penentuan Kadar Lemak Keripik bayam
Kode Sampel W1 Sampel W2 W3 W2-W3 W2-W1 % Rerata
Perlakuan 41,32 15,66 56,98 50,16 6,83 15,66 43,58
43,37 35,08 15,25 50,32 43,74 6,58 15,25 43,16
Kontrol 38,24 15,00 53,24 46,53 6,70 15,00 44,70
44,08 37,90 15,02 52,91 46,39 6,53 15,02 43,46
Sumber : Data sekunder penentuan penelitian, 2017
89
Lampiran 18. Penentuan Kadar Pati Perlakuan Terbaik Keripik bayam
Kadar Karbohidrat (%) = 100% - (3,50% air +1,74 % abu + 44,08% lemak + 5,05 %
protein)
Sumber : Data sekunder penentuan penelitian, 2017
90
Lampiran 19. Dokumentasi Penelitian
Gambar 1. (A) Pembersihan daun bayam (B) Penimbangan bahan (C) Proses
Blancing pada daun bayam (D) Pengukuran suhu minyak Goreng (E) Proses
Penggorengan Bahan (F) Keripik Bayam
A B C
D E
F
91
Lampiran 20. Pengujian Kadar Air
Gambar 2. (A)
Gambar 2. (A)Penimbangan Sampel (B) Pengeringan Sampel (C) Proses Pendinginan
Sampel
A B C
92
Lampiran 21. Penentuan Kadar Abu
Gambar 3. (A) Pengeringan Sampel (B) Pembakaran
Sampel (C) Proses Pengabunan Sampel (D) Proses
Pendinginan Sampel
A B C
D
93
Lampiran 22. Penentuan Kadar Protein
.
Gambar 4. (A , B, C, D dan E ) (A)Penyiapan reagen dan larutan standar, (B)
Larutan standar Protein (C)Spektrofotometer untuk analisis protein, (D) Pengukuran
kadar protein.
B A
C D
94
Lampiran 23. Penentuan Kadar Lemak
Gambar 5. (A) Timbangan Analitik, (B & C) Alat ekstraksi sokhlet
C B A
95
Lampiran 24. Pembuatan Tepung Ubi Kayu Termodifikasi
Gambar 6. (A) Pengungupasan ubi kayu (B)pengecilan ukuran dan pencucian ubi
kayu. (C) Ubi kayu yang telah di fermentasi. (D) Pengeringan ubi kayu. (E)
Pemblanderan dan pengayakan (F) Ubi kayu termodifikasi.
A B
C D
E F