skripsi -...

79
JUJURAN DALAM ADAT BANJAR (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat Banjar) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: RIFQI AKBARI NIM. 11140440000059 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M/1439 H

Upload: doanbao

Post on 10-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

JUJURAN DALAM ADAT BANJAR

(Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat Banjar)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

RIFQI AKBARI

NIM. 11140440000059

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2018 M/1439 H

Page 2: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap
Page 3: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap
Page 4: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap
Page 5: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

iv

ABSTRAK

Rifqi Akbari. NIM 11140440000059. Jujuran Dalam Adat Banjar (Kajian

Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat Banjar). Skripsi, Program Studi

Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, 1439 H/2018 M. (ix halaman, 70 halaman, dan 99 lampiran).

Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis landasan yang digunakan oleh

masyarakat Banjar di Kabupaten Tabalong dalam menetapkan jujuran, memahami

sudut pandang masyarakat Banjar di Kabupaten Tabalong tentang nilai-nilai filosofis

yang terkandung di dalam budaya jujuran, serta menjelaskan dan mengetahui korelasi

pandangan Islam terhadap mahar dan jujuran dalam pemahaman masyarakat Banjar di

Kabupaten Tabalong.

Penelitian ini diketegorikan sebagai penelitian lapangan (field research), dan

merupakan jenis penelitian etnografi, penelitian ini bersifat analitik merupakan

kelanjutan dari penelitian deskriptif yang bertujuan bukan hanya sekedar memaparkan

karateristik tertentu. Tetapi juga menganalisa dan menjelaskan mengapa atau

bagaimana hal itu terjadi, adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan pendekatan antropologis. Kriteria data yang didapatkan berupa data

primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara

secara mendalam, observasi, dan studi pustaka.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahar dan jujuran dalam masyarakat

Banjar di Kabupaten Tabalong itu berbeda, jumlah jujuran dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti kecantikan, dan keilmuwan yang dimiliki oleh pengantin

perempuan. akan tetapi hal itu tetap tergantung kesepakatan oleh kedua belah pihak.

Dibalik hal itu terdapat makna filosofis yang terkandung di dalam budaya jujuran yaitu

tolong-menolong sehingga sesuai dengan ajaran Islam.

Kata Kunci : Mahar, Jujuran, Adat Banjar, Etnografi, Tabalong

Pembimbing : Rosdiana, M.A.

Daftar Pustaka : 1997-2018

Page 6: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

v

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam, yang telah memberikan

limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada umat manusia di muka bumi ini, khususnya

kepada penulis. Shalawat beriringan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad

SAW, keluarga, serta para sahabatnya, yang merupakan suri tauladan bagi seluruh

umat manusia.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis menerima banyak bantuan dari

berbagai pihak, sehingga dapat terselesaikan atas izin-Nya. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada semua pihak yang

telah memberikan bantuan baik moril maupun materil, khususnya kepada:

1. Dr. Phil. H. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta Wakil

Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. Ketua Program Studi Hukum Keluarga Islam

beserta Indra Rahmatullah, S.HI., M.H. Sekretaris Program Studi Hukum

Keluarga, yang terus mendukung dan memotivasi penulis untuk segera

menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

3. Hj. Rosdiana, M.A., sebagai dosen penasehat akademik dan pembimbing

skripsi penulis, yang telah sabar dan terus memberikan arahannya untuk

membimbing penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

4. Terimakasih kepada Arip Purkon, S.HI., M.A. dan Mara Sutan Rambe, S.HI.,

M.H. sebagai dosen penguji dalam munaqasyah, para dosen yang telah

memberikan ilmunya kepada penulis, beserta seluruh staf dan karyawan yang

telah memberikan pelayanan maksimal.

5. Para nara sumber yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan data-

data terkait penelitian ini.

Page 7: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

vi

1. Paling istimewa untuk kedua orang tua penulis, ayahanda Drs. Julkipli dan Dra.

Asnawati Hamdah, yang tak pernah jenuh dan tak menyerah untuk memberikan

dukungan serta tak henti-hentinya mendoakan penulis dalam menempuh

pendidikan, kakakku tersayang Rif’atul Amini, S.Gz., abangku tersayang Rif’at

Darajat, adikku tercinta Muhammad Aqil Mufaddhal, saudara-saudaraku, serta

seluruh Keluarga Besar di Balikpapan, Tanjung, dan Pelaihari.

2. Kepada seluruh teman-teman Hukum Keluarga angkatan 2014, Keluarga

Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum periode 2017,

Keluarga Asrama Mahasiswa Kalimantan Selatan, Keluarga Alumni Daarul

Qur’an, teman-teman kosan nyamuk dan sahabat arwah PONDOS.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih perlu mendapatkan perbaikan. Oleh

karena itu, saran dan kritik akan penulis perhatikan dengan baik. Semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, pembaca pada umumnya serta dicatat

sebagai amal baik di sisi Allah Swt.

Page 8: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

vii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... i

LEMBAR PENYATAAN ................................................................................... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................................... iii

ABSTRAK .......................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................ v

DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………… 1

A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ................................................................ 5

C. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................... 5

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 6

E. Tinjauan Kajian Terdahulu .................................................... 7

F. Kerangka Teori ....................................................................... 9

G. Metode Penelitian .................................................................. 10

H. Sistematika Penulisan ............................................................ 13

BAB II MAHAR DALAM HUKUM ISLAM………………………… 14

A. Pengertian Mahar ................................................................... 14

B. Dasar Hukum Mahar .............................................................. 15

C. Mahar Dalam Kompilasi Hukum Islam ................................. 18

D. Jenis Dan Macam-Macam Mahar .......................................... 18

E. Ketentuan-Ketentuan Mengenai Mahar ................................. 22

Page 9: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

viii

BAB III BUDAYA MASYARAKAT BANJAR DI KABUPATEN

TABALONG KALIMANTAN SELATAN…………………... 29

A. Gambaran Umum Kabupaten Tabalong ................................ 29

B. Infrastruktur Kabupaten Tabalong ......................................... 30

C. Data Kependudukan Kabupaten Tabalong ............................. 33

BAB IV JUJURAN DALAM ADAT BANJAR DAN HUKUM

ISLAM…………………………………………………………. 38

A. Pelaksanaan Tradisi Jujuran di Kabupaten Tabalong ............ 38

B. Makna Filosofis Jujuran dalam Sudut Pandang Masyarakat

Banjar di Kabupaten Tabalong ............................................. 44

C. Harmonisasi Jujuran dalam Perspektif Masyarakat Banjar di

Kabupaten Tabalong dengan Hukum Islam ............................ 48

D. Analisis Penulis ...................................................................... 55

BAB V PENUTUP……………………………………………………… 64

A. Kesimpulan ............................................................................ 64

B. Saran-saran ............................................................................. 65

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 66

LAMPIRAN ........................................................................................................ 71

Page 10: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan bagi manusia bukan sekedar acara persetubuhan antara jenis kelamin

yang berbeda sebagaimana makhluk ciptaan Allah SWT lainnya, akan tetapi

perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.1 Bahkan

dalam pandangan masyarakat adat, bahwa perkawinan itu bertujuan untuk

membangun, membina dan memelihara hubungan keluarga serta kekerabatan yang

rukun dan damai. Pernikahan diselenggarakan dalam sebuah prosesi khusus dengan

tata cara khusus yang disesuaikan dengan ketentuan dalam agama maupun dalam

tradisi masyarakat dimana prosesi tersbut akan dilaksanakan.

Pernikahan dalam agama Islam terdapat beberapa hal yang menjadi rukun dan

syaratnya. Rukun dan syarat ini harus dipenuhi, baik proses sebelum akad nikah

maupun pada saat pelaksanaan akad nikah. Dalam hal ini adanya kedua mempelai

adalah yang terpenting dari syarat dan rukun pernikahan. Adanya kedua mempelai

merupakan hal primer baik sebelum maupun pada saat pelaksanaan pernikahan karena

keduanya-lah yang akan menjalani pernikahan.

Selain itu ada hal-hal lain yang perlu di perhatikan seperti mahar. Dalam hukum

perkawinan Islam, Mahar merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh seorang

pengantin laki-laki kepada pengantin perempuan. Pembayaran mahar adalah wajib

(QS.An-Nisa’ (4): 4 dan 25). Uang atau benda yang diberikan sebagai mahar menjadi

milik pengantin perempuan. Dalam perkataan sehari-hari mahar sama dengan

maskawin. Dalam masyarakat adat Indonesia, adat istiadat yang berlaku di suatu daerah

di negara kita, mahar tidak sama dengan maskawin yang biasa diberikan oleh pihak

pria kepada pihak wanita. Menurut hukum adat perkawinan yang berlaku di beberapa

1 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Cet V, (Jakarta: PT Bumi Aksara,

2004), h. 2.

Page 11: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

2

daerah di Indonesia maskawin mempunyai fungsi sendiri mengembalikan

keseimbangan (equilibrium) magis dalam keluarga pihak perempuan karena wanita

yang kawin itu akan pindah atau keluar dari lingkungan keluarganya semula.2

Dikarenakan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat adat yang menyangkut

tujuan perkawinan tersebut serta menyangkut terhadap kehormatan keluarga dan

kerabat yang bersangkutan dalam masyarakat.3 maka proses pelaksanaan perkawinan

harus diatur dengan tata tertib adat agar dapat terhindar dari penyimpangan dan

pelanggaran yang memalukan yang akhirnya akan menjatuhkan martabat, kehormatan

keluarga dan kerabat yang bersangkutan.4

Perkawinan dalam masyarakat Banjar hampir-hampir dianggap sebagai perbuatan

yang suci, yang harus dijalani oleh semua orang. Seorang gadis yang sudah meningkat

dewasa dan menurut ukuran desanya seharusnya sudah kawin dan belum ada yang

meminangnya diusahakan agar segera menemukan jodohnya.5

Masyarakat suku Banjar, merupakan salah satu masyarakat yang membedakan

antara mahar dan maskawin dengan alasan mereka beranggapan bahwa mahar adalah

sesuatu yang diberikan saat ijab kabul. Sedangkan maskawin adalah hadiah yang harus

diserahkan oleh pihak jejaka kepada pihak gadis, yang salah satu contohnya adalah

sejumlah uang, kosmetik, seperangkat peralatan kamar tidur dan peralatan rumah

tangga.6

Masyarakat suku Banjar masih sangat menghormati dan melestarikan adat yang

mereka miliki tidak terkecuali adat yang dikenal dengan istilah jujuran. Jujuran

merupakan sesuatu pemberian dari pihak jejaka kepada pihak gadis yang diberikan atas

2 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Cet. II, (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2002), h. 14. 3 Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Cet. XIII, (Jakarta: Permas, 1975), h. 41. 4 Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia (Dalam Kajian Keputusan), Cet. III,

(Bandung: Penerbit Alfabeta), h. 221. 5 Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar: Diskripsi dan Analisa Kebudayaan

Banjar, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997), h. 75.

6 Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar: Diskripsi dan Analisa Kebudayaan

Banjar, h. 79.

Page 12: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

3

dasar kesepakatan bersama (pihak orangtua). Jujuran dalam adat perkawinan Banjar

merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh calon pengantin laki-laki.

Biasanya jujuran ini berbentuk uang tunai, yang mana adakalanya terjadi tawar-

menawar antara kedua belah pihak, sehingga perundingan kadang-kadang harus

dilakukan berkali-kali. Bila telah ada kata sepakat berkenaan dengan jujuran ini,

pembicaraan dilanjutkan berkenaan dengan langkah-langkah selanjutnya.7

Zaman dahulu jujuran berjumlah dua real sasuku (dua seperempat riyal) artinya f

4,50 atau sekarang sering diartikan Rp 450 atau Rp 4.500 sebagai jujuran yang asal

ada saja, yaitu hanya semata-mata guna memenuhi syarat pernikahan.8 Namun seiring

berkembangnya zaman jumlah jujuran ini mengalami perubahan, saat ini mahalnya

jujuran bagi seorang gadis ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain:

1. Status sosial orang tua si gadis (orang tua si gadis adalah orang terpandang),

2. Tingkat pendidikan si gadis,

3. Pekerjaan si gadis,

4. Kecantikan si gadis, dan

5. Karena memang dikehendaki orang tua si gadis sebagai biaya perkawinan dan

bakal hidup bagi mempelai.

Ethnography merupakan gabungan dari dua kata, yaitu ethno dan graphic. Ethno

berarti orang atau anggota kelompok sosial atau budaya, sedangkan graphic berarti

tulisan atau catatan. Jadi, secara literer ethnography berarti menulis tentang orang atau

anggota kelompok sosial dan budaya. Etnografi merupakan suatu bentuk penelitian

yang terfokus pada makna sosiologis diri individu dan konteks sosial-budayanya yang

dihimpun melalui observasi lapangan.9

7 Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar: Diskripsi dan Analisa Kebudayaan

Banjar, h. 75.

8 Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar: Diskripsi dan Analisa Kebudayaan

Banjar, h. 96.

9 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan

, (Jakarta : Prenadamedia Group, 2014 ), h. 328.

Page 13: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

4

Menurut beberapa uraian singkat di atas dapat kita tarik benang merah tentang apa

itu Etnografi Banjar. Etnografi Banjar dapat diartikan sebagai uraian dan gambaran

tentang berbagai macam unsur kebudayaan masyarakat Banjar seperti bahasa, mata

pencaharian, sistem teknologi, organisasi sosial, kesenian, sistem pengetahuan, upacara

adat, unsur pengobatan dan religi.

Etnografi Banjar juga mendeskripsikan bagaimana pola hidup masyarakat Banjar,

cara berbicara, bertindak, bertingkah laku dan menghasilkan sesuatu dengan berbagai

sudut pandang berdasarkan kajian kebudayaan masyarakat Banjar itu sendiri. Etnografi

Banjar juga menjelaskan bagaimana perbedaan antara kebudayaan banjar yang menjadi

ciri khas masyarakat banjar dengan kebudayaan lain.

Dalam perkembangan selanjutnya masyarakat suku Banjar tidak terlepas dari

pendekatan – pendekatan hukum Islam. Hukum Islam dapat dimaknai sebagai hukum-

hukum yang bersifat Islami atau hukum–hukum yang dipahami oleh para ahli hukum

Indonesia yang bersumberkan dari ajaran-ajaran Islam.10

Dalam hukum Islam tidak ada penetapan batasan minimal, tidak pula maksimal

atas mahar. Sebab, manusia memiliki keberagaman dalam tingkat kekayaan dan

kemiskinan. Dengan demikian, mahar boleh hanya berupa cincin dari besi, atau berupa

semangkuk korma, atau berupa jasa pengajaran kitab Allah, dan semacamnya.11

Dalam adat istiadat masyarakat Banjar, jujuran menentukan berhasil atau tidaknya

suatu acara perkawinan. Pernah ditemui cerita batalnya perkawinan akibat pihak pria

tidak bisa memenuhi permintaan besarnya jujuran atau terjadi kesalahpahaman dengan

besarnya jujuran. Jumlah jujuran tersebut biasanya ditentukan menurut besarnya

jujuran kebanyakan orang di daerah tersebut.

Sehingga masyarakat luar daerah biasanya salah paham mengenai konsep jujuran

suku Banjar, sehingga sering disebut jual anak. Faktanya sebagian besar uang jujuran

10 Faisar Ananda Arfa dan Wathi Marpaung, Metode Penelitian Hukum Islam (Jakarta:

Prenadamedia Group,2016), h. 47. 11 Sayyid Sabiq. ed, Fiqh Sunnah. Penerjamah Abdurrahim dan Masrukhin. Fikih

Sunnah 3. Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011, h. 410.

Page 14: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

5

digunakan untuk meriahnya acara perkawinan dengan serangkaian adat yang

menyertainya serta untuk membeli peralatan rumah tangga bagi mempelai untuk

kehidupan yang akan dijalani.

Dari permasalahan ini, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang akan

dituangkan dalam bentuk karya ilmiah, untuk itu permasalahan ini akan diangkat

sebagai kajian skripsi yang berjudul JUJURAN DALAM ADAT BANJAR (Kajian

Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat Banjar)”.

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan

tema yang sedang dibahas. Ragam masalah yang akan muncul dalam latar belakang

diatas, akan penulis paparkan beberapa diantaranya, yaitu:

1. Bagaimana asal-muasal ditetapkannya jujuran dalam adat Banjar ?

2. Apa yang menjadi dasar dalam menetapkan jujuran oleh masyarakat suku

Banjar ?

3. Bagaimana praktik tradisi jujuran yang berlangsung pada masyarakat suku

Banjar ?

4. Apa nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam pemahaman masyarakat

Banjar mengenai jujuran?

5. Bagaimana korelasi hukum positif dengan jujuran dalam adat Banjar ?

6. Bagaimana integrasi hukum Islam terhadap tradisi jujuran pada masyarakat

suku Banjar ?

7. Apa sanksi untuk masyarakat yang tidak melaksanakan tradisi jujuran

tersebut?

C. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar tidak menimbulkan terlalu luasnya penafsiran mengenai permasalahan

ini, maka perlu adanya pembatasan masalah sehingga penelitian ini terpusat pada

Page 15: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

6

masalah yang menjadi objek penelitian. Maka penulis membatasi ruang lingkup

penelitian jujuran dalam suku Banjar yang ada di Kabupaten Tabalong.

2. Rumusan Masalah

Dalam hukum Islam tidak ada penetapan batasan minimal, tidak pula

maksimal atas mahar. Sebab, manusia memiliki keberagaman dalam tingkat

kekayaan dan kemiskinan. Dengan demikian, mahar boleh hanya berupa cincin

dari besi, atau berupa semangkuk korma, atau berupa jasa pengajaran kitab Allah,

dan semacamnya.

Adapun masyarakat suku Banjar memandang jujuran merupakan salah satu

syarat yang harus dipenuhi oleh calon pengantin laki-laki. Biasanya jujuran ini

berbentuk uang tunai, yang mana adakalanya terjadi tawar menawar antara kedua

belah pihak, sehingga perundingan kadang-kadang harus dilakukan berkali-kali.

Bahkan perkawinan dapat dibatalkan akibat calon mempelai pria tidak sanggup

membayar biaya jujuran tersebut.

Dari permasalahan tersebut maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Bagaimana praktik tradisi jujuran yang berlangsung pada masyarakat

suku Banjar di Kabupaten Tabalong ?

b. Apa nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam pemahaman masyarakat

Banjar di Kabupaten Tabalong mengenai jujuran ?

c. Bagaimana integrasi hukum Islam terhadap tradisi jujuran pada

masyarakat suku Banjar di Kabupaten Tabalong ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam melakukan penelitian

ini adalah:

a. Untuk mengetahui praktik tradisi Jujuran pada masyarakat suku Banjar

Kabupaten Tabalong.

Page 16: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

7

b. Untuk mengetahui nilai filosofis yang terkandung dalam pemahaman

masyarakat suku Banjar di Kabupaten Tabalong mengenai Jujuran.

c. Untuk menganalisa pandangan hukum Islam terhadap tradisi Jujuran pada

masyarakat suku Banjar di Kabupaten Tabalong.

2. Manfaat Penelitian

Selanjutnya dengan tercapainya tujuan tersebut diharapkan dari hasil

penelitian ini dapat diperoleh manfaat sebagai berikut:

a. Bagi Peneliti

Diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan bagi peneliti mengenai

kajian hukum adat untuk dapat dikembangkan kemudian.

b. Bagi Akademisi

Bagi sesama mahasiswa ataupun kalangan akademisi di kampus, hasil

penelitian ini akan menjadi tambahan referensi di masa yang akan datang, yang

memungkinkan akan dilakukannya banyak penelitian sejenis oleh kalangan

akademisi lainnya.

c. Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat memberikan sebuah khazanah keilmuan tentang tradisi

jujuran bagi masyarakat, dan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan

dengan tradisi jujuran. Dan hasil penelitian ini akan menjadi dokumen,

terkhusus bagi masyarakat suku Banjar.

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Telaah pustaka adalah kajian literatur yang relevan dengan pokok bahasan

penelitian yang akan dilakukan, atau bahkan memberikan inspirasi dan mendasari

dilakukannya penelitian.12 Telaah pustaka ini sangat diperlukan dalam rangka untuk

mencari wawasan terhadap masalah yang dibahas dalam penulisan skripsi ini.

12 Huzaemah T. Yanggo, (ed.), Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi,

(Jakarta: IIQ Press, 2011), Cet. Ke-2, h. 13.

Page 17: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

8

Berkaitan dengan tema penelitian skripsi, penyusun telah melakukan telaah pustaka

dan literatur, namun penyusun hanya sedikit sekali menemukan tulisan-tulisan ataupun

buku-buku yang membahas mengenai adat jujuran. Penulis menemukan karya, yaitu:

1. Alfani Daud dalam buku “Islam dan Masyarakat Banjar: Diskripsi dan Analisa

Kebudayaan Banjar”. Buku tersebut menjelaskan bahwa di dalam masyarakat adat

Banjar terdapat paktik tradisi jujuran dalam perkawinan, yang mana hanya

menjelaskan secara umum bagaimana praktik tradisi jujuran tersebut dilakukan di

adat Banjar. Berdasarkan telaah pustaka yang telah penyusun lakukan, secara

umum terdapat kesamaan tema, namun pada skripsi ini penulis lebih menjelaskan

secara rinci mengenai praktik tradisi jujuran pada masyarakat adat Banjar.

2. Ahmad Basuni (2005) dalam skripsi “Konsep Maskawin dalam Perkawinan

Menurut Al-Qur’an: Kajian QS. Al-Baqarah/2:236, An-Nisa/4:4 dan 24”.

Membahas mengenai kewajiban seorang suami memberikan maskawin atau mahar

kepada istrinya. Perbedaan skripsi tersebut dengan skripsi ini ialah bahwa skripsi

ini membedakan antara mahar dengan maskawin, yang mana pada skripsi tersebut

dua hal ini memiliki makna yang sama. Dalam skripsi ini memberikan pemahaman

bahwa jujuran termasuk dalam kategori maskawin yang hanya bersifat hadiah

dalam pernikahan, bukan termasuk dalam kategori mahar yang merupakan sesuatu

yang diwajibkan adanya dalam proses pernikahan.

3. Mochamad Rochman Firdian (2015) dalam skripsi “Tradisi “Maantar Jujuran

dalam Perkawinan Adat Banjar Kalimantan Selatan Perspektif Hukum Islam”.

Lebih menjelaskan mengenai praktik perkawinan di Kalimantan Selatan.

Perbedaan skripsi tersebut dengan skripsi ini ialah bahwa skripsi ini penulis lebih

menjelaskan nilai – nilai filosofis yang terkandung dalam praktik jujuran sehingga

masih di pertahankan.

4. Noryamin Aini (1999) dalam penelitian “ Institusi Mahar dan Status Sosial Dalam

Tradisi Kehidupan Masyarakat Muslim Banjar-Amuntai “. Menjelaskan mengenai

trend jenis mahar yang digunakan dalam pernikahan yang secara signifikan terus

Page 18: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

9

berubah. Sedangkan dalam skripsi ini menjelaskan mengenai pemahaman trend

jenis mahar dalam pandangan masyarakat Kabupaten Tabalong.

F. Kerangka Teori

Melaksanakan perkawinan menurut Islam merupakan suatu hal yang wajib

dilaksanakan bagi mereka yang telah memenuhi kriteria. Pada dasarnya hukum

perkawinan dalam Islam merupakan hal yang dinamis, bergantung pada situasi dan

kondisi pihak yang telah memenuhi persyaratan.

Salah satu yang wajib ada dalam perkawinan menurut Islam ialah adanya mahar

yang diberikan oleh suami kepada isterinya yang disebutkan ketika akad nikah sedang

dilangsungkan. Dan kemudian besaran mahar merupakan hasil kesepakatan dari

masing-masing pihak, dan bergantung kepada keridhoan sang istri untuk menerima

mahar yang diberikan kepadanya. Namun pada dasarnya tidak ada besaran mahar

secara pasti yang tentukan oleh syariat, tergantung pada situasi dan kondisi masyarakat.

Artinya bahwa adat istiadat masyarakat setempat dapat berpengaruh dalam penentuan

besaran mahar kepada isteri asalkan tidak mempersulit atau tidak memberatkan.

Kemudian dalam perkawinan adat istiadat suku Banjar terdapat beberapa

persyaratan atau standar yang digunakan apabila hendak melangsungkan perkawinan.

Tidak hanya mahar, namun dalam adat istiadat suku Banjar terdapat juga yang dikenal

jujuran yaitu suatu pemberian yang diberikan oleh calon suami kepada pihak calon

isteri yang akan dipergunakan dalam melangsungkan acara perkawinan atau maskawin,

besaran jumlah yang diberikanpun juga bergantung kepada status sosial calon

mempelai wanita. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga kehormatan keluarga

masing-masing pihak dan agar tercipta suasana saling menghormati.

Page 19: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

10

G. Metode Penelitian

Metodologi penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta seni.13 Untuk itu maka penulis dalam hal ini

menggunakan metodologi penelitian sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

etnografi. Kajian etnografi memfokuskan telaah fenomena budaya dan

mempunyai karakteristik ataupun ciri yang berbeda berdasarkan paradigma,

pendekatan, dan model-model yang khas.14

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian

kualitatif lebih khususnya dengan menggunakan penelitian lapangan (field

research). Penelitian lapangan ini adalah penelitian yang sumber datanya

terutama diambil dari objek penelitian (masyarakat atau komunitas sosial) secara

langsung di daerah penelitian.15 Penentuan informan bukan berdasarkan

banyaknya informan di lapangan. Penelitian ini harus menggambarkan sebuah

fakta berdasarkan penglihatan secara langsung yang bersumber dari subjek.

Penentuan informan juga tidak ditentukan oleh kuantitasnya, namun yang utama

dapat mendeskripsikannya berdasarkan temuan. Seperti yang dilakukan oleh

Clifford Geertz yang dikenal dengan istilah thick description.16

13 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), Cet. Ke-

3, h. 17.

14 Rosramadhana Nasution, Ketertindasan Perempuan dalam Tradisi Kawin Anom:

Subaltern Perempuan Pada Suku Banjar dalam Perspektif Poskolonial, (Jakarta: Yayasan

Pustaka Obor Indonesia, 2016), h. 60.

15 Yayan Sopyan, Buku Ajar Pengantar Metode Penelitian, (Ciputat, Buku Ajar,

2010), h. 28.

16 Deskripsi tebal dan mendalam. Tebal merupakan formulasi ke arah deskripsi yang

mendalam, sehingga lukisan lebih berarti, bukan sekedar data yang ditumpuk. Lihat

Rosmaradhana Nasution, 2016, h. 60.

Page 20: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

11

3. Sumber Penelitian

Adapun sumber penelitian antara lain:

a. Data Primer, yang diperoleh dari masyarakat, tokoh masyarakat, pelaku

perkawinan yang melakukan praktik tradisi jujuran dengan melakukan

wawancara dan para sumber yang dirasa kompeten dan ahli dalam

permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

b. Data Sekunder, yang diperoleh dari buku-buku, jurnal, artikel dan

sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam

penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun untuk memperoleh data-data yang relevan dalam penelitian ini, ada

beberapa teknik yang dilakukan, antara lain:

a. Observasi atau pengamatan, yakni pengumpulan data melalui pengamatan

dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada obyek

penelitian.17 Di sini pengamatan dilakukan terhadap tradisi jujuran dalam

masyarakat suku Banjar.

b. Interview, yakni metode pengumpulan data atau informasi dengan

mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan, untuk dijawab secara lisan

pula.18 Dalam interview ini akan melibatkan beberapa masyarakat setempat

sebagai informan/responden yang kiranya dapat memberikan data yang

peneliti butuhkan.

c. Studi pustaka yaitu pengidentifikasian secara sistematis dan melakukan

analisis terhadap dokumen-dokumen yang memuat informasi yang berkaitan

dengan tema, objek dan masalah penelitian yang akan dilakukan. Terdiri dari

dua langkah yaitu kepustakaan penelitian dan kepustakaan konseptual

melipiuti artikel atau buku-buku yang ditulis oleh para ahli yang

17 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2007), Cet. Ke-XII, h. 106. 18 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Cet. Ke-XII, h. 118.

Page 21: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

12

memberikan pendapat, pengalaman, teori-teori atau ide-ide tentang apa yang

baik dan buruk, hal-hal yang diinginkan dan tidak dalam bidang masalah.19

5. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Tabalong. Kabupaten Tabalong adalah

salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Selatan yang merupakan tempat

tinggal dari masyarakat yang masih melakukan praktik tradisi suku Banjar . Salah

satunya adalah praktik jujuran.

6. Teknik Analisis Data

Penelitian ini dianalisis secara kualitatif dengan memakai analisis domain

berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan. Kemudian data yang terkumpul

dianalisis dan diinterpretasikan dalam interpretasi data.20 Analisis ini data ini

menggunakan metode analisis kualitatif sebagai berikut :

a. Metode induktif, yakni analisis yang bertitik tolak dari data yang khusus

kemudian diambil kesimpulan yang bersifat umum. Artinya penyusun

berusaha memaparkan praktik jujuran pada masyarakat Banjar, kemudian

melakukan analisis sedemikian rupa sehingga menghasilkan kesimpulan

yang umum.

b. Metode deduktif, yakni analisis yang bertitik tolak dari suatu kaedah yang

umum menuju suatu kesimpulan yang bersifat khusus. Artinya ketentuan-

ketentuan umum yang ada dalam nash dijadikan sebagai pedoman untuk

menganalisis status hukum praktik jujuran pada masyarakat suku Banjar

di Kabupaten Tabalong.

19 Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 17-18. 20 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan

, h. 413.

Page 22: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

13

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini merujuk pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syariah dan

Hukum. Untuk mengetahui gambaran secara keseluruhan isi penulisan dalam

penelitian ini, penyusun menguraikan secara singkat sebagai berikut:

Bab Kesatu, pada bab ini menjelaskan tentang pendahuluan yang meliputi latar

belakang masalah, identifiksasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, tinjauan (review) kajian terdahulu dan metode penelitian.

Bab Kedua, kajian pustaka dibahas dalam bab ini. Dimulai dari pemaparan kajian

teori mengenai filosofi mahar serta mahar dalam Islam, dari pengertian, dasar hukum,

macam dan jenis serta ketentuan-ketentuan mengenai mahar.

Bab Ketiga, memuat tentang gambaran umum lokasi penelitian, yang meliputi

setting sosial berkaitan dengan letak geografis, keadaan alam, keadaan penduduk,

potensi ekonomi, pendidikan, karakteristik informan/penelitian, dan lokasi penelitian.

Bab Keempat, membahas tentang pelaksanaan tradisi jujuran di Kabupaten

Tabalong. Juga menjelaskan bagaimana pemahaman masyarakat tentang nilai-nilai

filosofis yang terkandung dalam praktik tradisi jujuran serta pemahaman masyarakat

mengenai tradisi tersebut dalam perspektif Islam, dilanjutkan dengan analisis penulis.

Bab Kelima, tentang kesimpulan yang merupakan jawaban dari pokok

permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, dan ditutup dengan saran-saran.

Page 23: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

14

BAB II

MAHAR DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Mahar

Mahar secara etimologi berasal dari bahasa Arab dan termasuk kata

benda bentuk abstrak atau masdar, yaitu mahran مهرا atau kata kerja, yakni

fi’il dari مهر - يمهر - مهرا, lalu di bakukan dengan kata benda mufrad, yaitu

disebut (memberikan mahar أ مهر المرأة sedangkan pemakaian katanya ,1مهرا

kepada perempuan).2

Mahar mempunyai sembilan nama lain, yaitu: shadâq, nihlah, farîdhah,

haba, ajr, ‘uqr, ‘alâ’iq, thaul, dan nikâh. Kata shadâq, nihlah, farîdhah, dan

ajr disebutkan dalam Al-Qur’an, sedangkan kata alîqah, dan ‘uqr ada dalam as-

Sunnah. Shadâq berasal dari kata shidq (jujur; kesungguhan), sebagai isyarat

keinginan menikah yang sungguh-sungguh.3

Sedangkan secara terminologi syariat mahar adalah harta yang wajib

ditunaikan suami kepada istri di sebabkan akad nikah.4 Mahar juga dapat berarti

kompensasi (ganti) dalam nikah atau lainnya (yang wajib diberikan) dengan

nominal yang ditentukan oleh hakim atau atas keridhaan kedua belah pihak

(mempelai pria dan wanita).

1 Ibrahim Madkur, Al-Mu’jam al-Wasit. (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), Jilid 2, h. 889. 2 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia. (Jakarta: PT Mahmud Yunus Wa

Dzurriyyah, 2010), h. 433. 3 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu Asy-Syafi’I Al-Muyassar, Penerjamah Muhammad Afifi

dan Abdul Hafidz. Fiqih Imam Syafi’i. Jakarta: Almahira, 2010, Cet. 1. h. 547. 4 Syaikh Shalih, Al-Fiqh al-Muyassar, Penerjamah Izzudin Karimi. Fikih dan Hukum

Islam. Jakarta: Darul Haq, 2015, h. 481.

Page 24: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

15

Mahar adalah harta yang dikeluarkan atau manfaat yang dikeluarkan

untuk akad nikah atau kewajiban untuk melakukan akad nikah dan apa-apa

yang memiliki kaitan dengannya.5

Menurut Kompilasi Hukum Islam mahar adalah pemberian dari calon

mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang

atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.6

Mahar juga sering disebut dengan maskawin, Maskawin dapat diartikan

sebagai sesuatu yang wajib diberikan karena pernikahan, hubungan intim, dan

pengabaian hubungan intim karena terpaksa, seperti kasus sesusuan dan

penarikan kesaksian. 7

Dari beberapa pengertian di atas, penulis menyimpulkan mahar adalah

pemberian dari calon mempelai pria baik berupa jasa, uang dan barang atas

kesepakatan bersama, dan pemberian tersebut tidak bertentangan dengan

hukum Islam serta dapat diberikan secara kontan maupun ditangguhkan.

B. Dasar Hukum

Dasar pensyariatan shadaq (mahar) adalah al-Qur’an, as-Sunnah, dan

ijma’.8 Hukum shadaq (mahar) wajib bagi suami untuk memberikan mahar

dengan dasar akad nikah terjadi secara sempurna, serta tidak boleh

menggugurkannya. Hal ini di tunjukkan oleh firman Allah dalam surat An-Nisa

(4): 4 :

5 Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Fiqh Imrotul Muslimah, Penerjamah

Faisal Saleh dan Yusuf Hamdani. Shahih Fiqih Wanita. Jakarta: Akbarmedia, 2009, h. 319. 6 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004),

h. 76. 7 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu Asy-Syafi’I Al-Muyassar, Penerjamah Muhammad Afifi

dan Abdul Hafidz. Fiqih Imam Syafi’i. h. 548. 8 Syaikh Shalih, Al-Fiqh al-Muyassar, Penerjamah Izzudin Karimi. Fikih dan Hukum

Islam. Jakarta: Darul Haq, 2015, h. 481

Page 25: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

16

ن الن ساء وآت وا بن فإن نحلة صد قاته نه شيء عن لك م ط يئا هنيئا فك ل وه نفسا م مر

/4 :4 ) ) النساء

Artinya: “Berikanlah mahar kepada wanita (yang kalian nikahi) sebagai

pemberian dengan penuh kerelaan”.

Juga firman Allah dalam surat An-Nisa (4): 24 :

يضة ) النساء /4 :24( وره ن فر نه ن فآت وه ن أ ج فما استمتعت م به م

Artinya : “Maka istri-istri yang telah kalian nikmati (campuri) di antara

mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna),

sebagai suatu kewajiban”

Dalam firman Allah surah Al-Baqarah (2): 236 :

ناح ل وا أو تمسوه ن لم ما الن ساء طل قت م إن عليك م ج ض له ن تفريضة فر

(236: 2)البقرة /

Artinya : “Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kalian, jika

kalian menceraikan istri-istri kalian selama kalian belum bercampur

dengan mereka, dan sebelum kalian menentukan maharnya bagi

mereka.”

Selain ayat – ayat di atas mahar juga disebutkan dalam sabda Nabi

SAW, diantaranya yaitu :

Hadits Dari Ibnu Abbas,

Page 26: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

17

رسول هللاا : أعطها وعن ابن عباس قال: لما تزوج علي فاطمة، قال له

شيئا ، قال : ما عندي شيء، قال : فاين درعك الحطمية ؟ )رواه أبو

داود و ا لنسائي، و صححه الحاكم(9

Artinya : Dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Ketika Ali mengawini Fatimah.

Rasulullah berkata kepadanya, ‘Berilah sesuatu kepadanya.’ Ali

berkata, ‘Aku tidak memiliki apa-apa.’ Beliau bersabda,’Mana baju besi

buatan Huthamiyah milikmu?’” Diriwayatkan oleh Abu Daud dan

Nasa’I dan dishahihkan oleh Hakim.

Hadits dari Sahal bin Sa’ad al-Sa’idi,

سهل بن حدثنا يحي حدثن وكيع عن سفيان عن أبي حازم بن دينار عن

سعد ان النبي صلى هللاا عليه و سلم قال لرجل تجوج ولو بخاتم من حديد

) رواه بخاري(10

Artinya : “Telah berkata Yahya, telah berkata Waqi’ dari Sufyan dari

Abi Hazim bin Dinar dari Shal bin Said as-Sa’idi bahwa Nabi berkata :

”Hendaklah seseorang menikah meskipun (hanya dengan mahar)

sebuah cincin yang terbuat dari besi” (H.r. Bukhari).

Kaum Muslimin telah berijma’ atas disyariatkannya mahar dalam

pernikahan.11 Kewajiban mahar menurut ijma’ kaum muslimin dibebankan

pada mempelai pria/suami dengan terjadinya pernikahan atau persenggamaan.

9 Muhammad Ibnu Ismail As-San’ani, Subul as-Salam, (Beirut: Dar al-Fikr. T.th), Juz

3, h. 221. 10 Imam Hafids Abi Abdillah Ibn Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Riyadh: Baitul

Afkar Addauliyah, 1998), h. 601. 11 Syaikh Shalih, Al-Fiqh al-Muyassar, Penerjamah Izzudin Karimi. Fikih dan Hukum

Islam. Jakarta: Darul Haq, 2015, h. 483.

Page 27: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

18

Ijma’ ini tidak menjadi cacat dengan adanya pendapat kalangan

madzhab Hanafi dan Syafi’i yang membolehkan pengguguran mahar, sebab

dalam kondisi ini mereka tetap mewajibkan mahar Mitsl.12

C. Mahar dalam Kompilasi Hukum Islam

Menurut Kompilasi Hukum Islam mahar adalah pemberian dari calon

mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang

atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Dan mempelai pria

wajib membayar mahar sesuai dengan kesepakatan, baik dari jumlah bentuk

dan jenisnya. Dalam penyerahannya mahar dilakukan dengan tunai dan

diberikan langsung kepada calon mempelai wanita. Akan tetapi mahar juga

dapat ditangguhkan penyerahannya dan akan menjadi hutang calon mempelai

pria. Apabila mahar telah diserahkan maka menjadi hak pribadi mempelai

wanita. Walaupun mahar merupakan suatu kewajiban akan tetapi bukan

merupakan rukun dalam perkawinan.

Adapun ketika suami menalak istrinya qabla ad-dukhul maka suami

wajib membayar setengah mahar yang telah ditentukan di akad nikah. selain itu

apabila mahar yang diserahkan mengandung cacat, maka istri berhak menerima

dan menolaknya. Jika istri menerima maka mahar dianggap lunas dan jika istri

menolaknya maka suami wajib menggantinya dengan mahar lain yang sama

bentuk dan jenisnya atau dengan barang lain yang sama nilainya atau dengan

uang yang senilai dengan harga barang mahar tersebut.

D. Jenis dan Macam-macam Mahar

Berdasarkan kesepakatan bersama antar kedua belah pihak atas nilainya,

mahar dibagi menjadi mahar musamma (yang disebutkan nominalnya) atau

12 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, Cet. III, (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2009), h. 250.

Page 28: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

19

ghair musamma (yang tidak disebutkan nominalnya melainkan menggunakan

standar umum –mahar mitsl-).13 Sementara dari segi waktu penyerahan dan

pelaksanaannya, mahar dibagi menjadi mahar kontan dan mahar tunda.14

1. Mahar musamma dan ghair musamma

Mahar musamma adalah mahar yang disepakati oleh pengantin laki-laki

dan perempuan yang disebutkan dalam redaksi akad.15 Sebagai langkah

antisipatif guna menghilangkan peluang perselisihan dan mencegah

permusuhan, sebaiknya kedua belah pihak (mempelai) menyepakati nominal

mahar dan penyebutannya.16 Jika sudah disepakati, maka mahar harus

dibayar sesuai kesepakatan, dan jika tidak lunas (pada waktu akad), maka

suami tetap memiliki tanggungan untuk melunasinya pada isteri.17

Akad nikah diperbolehkan tanpa harus menyebut nominal mahar,

sebagaimana indikasi dalam firman Allah surah Al-Baqarah (2): 236 :

ناح ل ض أو تمسوه ن لم ما الن ساء طل قت م إن عليك م ج له ن واتفريضة فر

(236: 2)البقرة /

Artinya : “Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika

kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan

mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya.”

13 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu Asy-Syafi’I Al-Muyassar, Penerjamah Muhammad Afifi

dan Abdul Hafidz. Fiqih Imam Syafi’i. h. 547. 14 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, Cet. III, (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2009), h. 260. 15 Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Khamsah, Penerjamah

Masykur A.B, Afif Muhammad, dan Idrus Al-Kaff. Fiqih Lima Madzhab. (Jakarta: Lentera,

2010), Cet. 26. h. 364. 16 Musthafa Diib Al-Bugha, At-Tadzhîb fî Adillat Al-Ghâyat wa At-Taqrîb Al-Masyhur

bi Matan Abi Syuja’ fi Al-Fiqh Asy-Syâfi’î, Penerjamah D.A Pakihsati. Fikih Islam Lengkap.

(Solo: Media Zikir, 2010), Cet. 1, h. 362. 17 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu Asy-Syafi’I Al-Muyassar, Penerjamah Muhammad Afifi

dan Abdul Hafidz. Fiqih Imam Syafi’i. h. 547.

Page 29: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

20

Nikah seperti ini disebut “nikah tafwidh”, dan ia diperbolehkan menurut

ijma’ ulama.18 Dalam kondisi ini, menurut kesepakatan bersama (antar imam

madzhab) wanita berhak menerima mahar Mitsl (standar).

Mahar mitsl (ghair musamma) adalah mahar yang tidak disebut besar

kadarnya pada saat sebelum atau ketika terjadi pernikahan. Mahar mitsl juga

dapat diartikan sebagai standar nilai (mahar) yang diterima oleh wanita-wanita

sebandingnya di lingkungan kerabatnya yang berasal dari garis ayahnya, seperti

saudara atau bibi, bukan dari garis ibunya, sebab ibu kadang berasal dari

keluarga yang memiliki tradisi yang berbeda dengan tradisi keluarga si ayah.

Jika tidak ditemukan wanita sebandingnya dari garis ayah, maka dicari wanita

sebanding atau sebayanya di lingkungan kampungnya.19

Penulis berpendapat walaupun boleh tidak disebut besar kadarnya

sebaiknya menyebutkan dan menentukan mahar pada saat akad nikah , karena

Nabi Saw selalu menyebutkan mahar pada setiap akad pernikahan, dan karena

di dalam penyebutan mahar bisa digunakan untuk menghindari perselisihan dan

pertikaian di antara kedua mempelai.

2. Mahar kontan dan mahar tunda

Pada dasarnya mahar harus diberikan secara kontan (pada saat akad)

dan sudah dipegang mempelai wanita sebelum senggama (malam pertama).

Jika belum diserahkan, maka ia berhak menolak berhubungan intim sampai ia

menerimanya.20 Allah SWT berfirman dalam surah Al-Mumtahanah (60): 10 :

18 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu Asy-Syafi’I Al-Muyassar, Penerjamah Muhammad Afifi

dan Abdul Hafidz. Fiqih Imam Syafi’i. (Jakarta: Almahira, 2010), Cet. 1, h. 558. 19 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Penerjamah Abdurrahim dan Masrukhin. Fikih Sunnah

3. (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011), Cet. 2, h. 421. 20 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu Asy-Syafi’I Al-Muyassar, Penerjamah Muhammad Afifi

dan Abdul Hafidz. Fiqih Imam Syafi’i. h. 552.

Page 30: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

21

لون ه م ول ( 10: 60أنفق وا ) الممتحنة / ما وآت وه م له ن يح

Artinya : “dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar

kepada mereka maharnya.”

Akan tetapi, pembayaran mahar boleh dicicil atau dibayar sebagian

pada waktu akad sementara sisanya diangsur jika memang kondisinya

mendesak, misalnya kondisi keuangan mempelai pria tidak mengizinkan atau

yang sejenisnya. Jika kedua belah pihak sepakat untuk menangguhkan

pembayaran mahar hingga setelah hubungan intim, maka ia bisa

ditangguhkan.21 Namun karena mahar statusnya seperti hutang pada umumnya,

maka sebaiknya ia segera dibayarkan.22

Mengenai waktu pembayaran mahar seperti ini, jika mahar

ditangguhkan hingga waktu yang tidak ditentukan, misalnya mempelai pria

berkata: “Aku nikahi kamu dengan mahar seribu (dirham) dengan ketentuan

aku akan membayarnya jika angin bertiup, atau jika si fulan datang, dan

sejenisnya, maka penundaan model ini tidak diperbolehkan oleh keempat

madzhab mengingat tidak adanya kepastian pembayarannya.23

Kalangan madzhab Hanafi dan Hambali menyatakan, mahar tetap sah

dan istri tetap berhak atas mahar tersebut meski sudah bercerai atau meninggal,

sesuai dengan tradisi yang berlaku di dunia Islam. Sementara menurut kalangan

madzhab Syafi’I, maharnya gugur dan si istri berhak memperoleh mahar

mitsl.24

21 Adil Abdul Mun’im Abu Abbas, Az-Zawaj wa al-‘Alaqaat al-Jinsiyyah fi al-Islam.

Penerjamah Gazi Said, Ketika Menikah Jadi Pilihan. (Jakarta: Almahira, 2008), h. 106. 22 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, h. 262. 23 Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Khamsah, Penerjamah

Masykur A.B, Afif Muhammad, dan Idrus Al-Kaff. Fiqih Lima Madzhab. h. 368. 24 Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Khamsah, Penerjamah

Masykur A.B, Afif Muhammad, dan Idrus Al-Kaff. Fiqih Lima Madzhab. h. 369.

Page 31: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

22

Sedangkan kalangan madzhab Maliki berpendapat bahwa batas

waktunya tidak jelas, misalnya penangguhan hingga mati atau bercerai, maka

akad nikahnya batal dan status perkawinannya wajib digugurkan, kecuali jika

mempelai pria telah melakukan hubungan intim dengan si wanita, maka dalam

hal ini si wanita berhak memperoleh mahar mitsl.25

Penulis menyimpulkan bahwa mahar dapat dilakukan secara kontan dan

tunda, sebaiknya dilakukan secara kontan agar tidak terjadi perselisihan di

kemudian hari. Apabila karena keadaan sehingga mempelai pria harus menunda

maharnya maka di perbolehkan, akan tetapi jika mempelai wanita

menyepakatinya.

Mahar yang dibayar secara tunda, maka harus di bayar dengan segera

dan sebaiknya di tentukan batasan akhir dalam pembayarannya. Karena mahar

adalah sesuatu yang wajib diberikan pihak suami kepada pihak istri dan

merupakan utang apabila tidak dibayarkan.

E. Ketentuan-ketentuan Mengenai Mahar

1. Batas ketentuan mahar

Tidak ada batas ketentuan minimal dan maksimal bagi mahar, sehingga

semua yang sah menjadi harga atau upah, maka sah menjadi mahar.26

berdasarkan Firman Allah dalam surah An-nisa (4): 24 :

ل (24: 4) النساء /بأموالك م تبتغ وا أن ذلك م وراء ما لك م وأ ح

Artinya : “Dan dihalalkan bagi kalian selain yang demikian,

(yaitu) mencari istri-istri dengan harta kalian.”

25 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, h. 262. 26 Syaikh Shalih, Al-Fiqh al-Muyassar, Penerjamah Izzudin Karimi. Fikih dan Hukum

Islam. h. 483

Page 32: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

23

Ayat ini menyebutkan harta secara mutlak tanpa menetukan batas

jumlah tertentu, dan berdasarkan hadits Sahl bin Sa’ad, di mana Nabi Saw

bersabda tentang wanita yang menghibahkan dirinya27,

إلتمس ولو خاتم من حديد )رواه بخاري(28

Artinya : “Berilah dia mahar walaupun hanya cincin dari besi”.

(H.r. Bukhori)

Hadits ini menunjukkan atas bolehnya memberikan mahar dengan

sesuatu pemberian minimal yang bisa disebut sebagai harta.29 Hadits di atas

juga menunjukkan kewajiban mahar sekalipun sesuatu yang sedikit.

Demikian juga tidak ada keterangan dari Nabi SAW bahwa beliau

meninggalkan mahar pada suatu pernikahan.

Seandainya mahar tidak wajib tentu Nabi SAW pernah

meninggalkannya walaupun sekali dalam hidupnya yang menunjukkan

tidak wajib. Akan tetapi beliau tidak pernah meninggalkannya, hal ini

menunjukkan kewajibannya.30 Adapun dalil dibolehkannya mahar dalam

jumlah banyak31, berdasarkan firman Allah Swt dalam surah An-Nisa (4):

20 :

27 Ahmad Mudjab Mahalli dan Ahmad Rodli Hasbullah, Hadis-hadis Muttafaq ‘Alaih

(Jakarta: Kencana, 2004), h. 43. 28 Imam Hafids Abi Abdillah Ibn Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, h. 601 29 Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Khamsah, Penerjamah

Masykur A.B, Afif Muhammad, dan Idrus Al-Kaff. Fiqih Lima Madzhab. h. 365. 30 Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. Fiqh

Munakahat: Khitbah, Nikah, dan Talak. (Jakarta: Amzah, 2004), h. 177. 31 Syaikh Faishal bin Abdul Aziz Alu Mubarak, Bustanul Ahbar Mukhtashar Nail al

Authar. Penerjamah Amir Hamzah dan Asep Sefullah, Ringkasan Nailul Authar. Jakarta:

Pustaka Azzam, 2006, h. 487.

Page 33: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

24

فل قنطارا إحداه ن وآتيت م زوج مكان زوج استبدال أردت م وإن

ذ وا نه تأخ (20: 4النساء /) شيئا م

Artinya : “Dan jika kalian ingin mengganti istri kalian dengan istri

yang lain, sedang kalian telah memberikan kepada seseorang di

antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kalian

mengambil kembali darinya barang sedikit pun.”

Meskipun tanpa batas minimal dan maksimal, menurut pendapat

penganut mazhab Hanafi menetapkan batas minimal mahar sepuluh

dirham. Sementara penganut mazhab Maliki menetapkannya tiga dirham.

Tapi penetapan ini tidak berdasar pada dalil yang layak dijadikan sebagai

landasan, tidak pula hujjah yang dapat diperhitungkan.

Penulis berpendapat bahwa mahar sebaiknya sesuai dengan adat

masyarakat setempat. Agar pihak istri tidak merasa terhina apabila jumlah

mahar yang diberikan kurang dari kebiasaan masyarakat dan sebaiknya

pula tidak terlalu berlebih-lebihan karena Islam tidak menyukai sikap

mahar yang demikian. Sehingga sesuai dengan prinsip Islam yaitu semakin

sedikit jumlah mahar perempuan, maka semakin banyak pula

keberkahannya.

2. Hikmah disyariatkan mahar

Hikmah disyariatkannya mahar adalah membuktikan keseriusan suami

untuk memperlakukan istrinya dengan perlakuan yang baik dan mulia,

membangun kehidupan rumah tangga yang harmonis, sebagaimana pula

bahwa di dalam mahar terkandung pemuliaan dan penghormatan terhadap

Page 34: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

25

wanita, membuatnya bisa teguh mempersiapkan diri untuk menyambut

kehidupan rumah tangga dengan pakaian dan biaya yang ada ditangannya.32

Penulis juga berpendapat bahwa karena mahar adalah hak mutlak istri.

Mahar juga sebagai jaminan bagi istri dalam menjalani kehidupan rumah

tangga, apabila suatu saat suami meninggalkan istri, baik karena meninggal

dunia ataupun meninggalkan istri tanpa sebab. Istri dapat melangsungkan

kehidupannya dengan mahar tersebut.

3. Hikmah kewajiban mahar atas suami

Islam menetapkan mahar sebagai kewajiban atas suami, bahkan suami

wajib membelanjai istri dan keluarga, karena demikian itulah

kecenderungan jiwa manusia.33

Hal itu demi mendorongnya upaya menjaga kehormatan istri agar suami

tidak semena-mena34 dan istri tidak dihina kemuliaannya dalam proses

mengumpulkan harta yang akan dia ajukan kepada suami sebagai mahar.

Hal ini sejalan dengan prinsip dasar syariat yang menetapkan bahwa

suamilah yang memikul kewajiban memberi nafkah, bukan istri.35

Menurut pendapat penulis hikmah kewajiban mahar bagi suami juga

untuk sebagai pembuktian bahwa suami benar-benar memiliki

kesungguhan untuk menikahi istri. Sehingga nantinya kehidupan

pernikahan akan berjalan harmonis karena tidak ada kecemburuan atau

perasaan lebih baik dari pihak suami.

4. Kepemilikan mahar

32 Syaikh Shalih, Al-Fiqh al-Muyassar, Penerjamah Izzudin Karimi. Fikih dan Hukum

Islam. h. 484. 33 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbâh. (Ciputat: Lentera Hati, 2000), h. 330. 34 Jalaluddin bin Muhammad al-Mahahlli, Tafsiir Al-Jalalain. Penerjamah Najib

Junaedi, Tafsir Jalalain. Surabaya: Pustaka elBA, 2010, h. 318. 35 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Pt Bumi Aksara, 2010),

Cet. 4, h. 2010

Page 35: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

26

Mahar adalah milik wanita36 (istri) semata seorang diri, tidak seorang

pun dari walinya berhak atasnya, sekalipun mereka memiliki hak untuk

menerimannya, hanya saja mereka menerimanya (sebagai wakil darinya)

untuk kehormatan dan kepemilikannya. Sehingga mahar adalah hak mutlak

mempelai wanita.37 Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surah An-Nisa

(4): 4 :

بن فإن نه شيء عن لك م ط يئا هنيئا فك ل وه نفسا م (4: 4) النساء /مر

Artinya : “Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian

sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah

(ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi

baik akibatnya.”

Firman Allah dalam surah An-Nisa (4): 20 :

ذ و فل نه اتأخ ذ ونه شيئا م بينا وإثما ب هتانا أتأخ (20: 4) النساء /م

Artinya : “Maka janganlah kalian mengambil kembali darinya

barang sedikitpun. Apakah kalian akan mengambilnya kembali

dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung)

dosa yang nyata?”

Dari penjelasan di atas penulis berpendapat bahwa Allah SWT melarang

pihak suami untuk mengusik-usik mahar yang telah diberikan kepada istrinya.

Hal itu juga berlaku bagi seluruh anggota keluarga dan wali dari pihak wanita

tersebut. Akan tetapi apabila pihak wanita memberikan tanpa paksaan maka

bolehlah pihak lain menerimanya. Hukum Islam menetapkan demikian

36 Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Fiqh Imrotul Muslimah, Penerjamah

Faisal Saleh dan Yusuf Hamdani. Shahih Fiqih Wanita. Jakarta: Akbarmedia, 2009, h. 321. 37 Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer. (Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada, 2008), h. 313.

Page 36: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

27

dikarenakan pada zaman dahulu, wanita dianggap seperti benda dan harta

warisan. Dalam artian wanita tidak memiliki hak terhadap harta sedikitpun.

5. Syarat-syarat mahar

a. Hendaklah mahar tersebut adalah harta yang bernilai, mubah, boleh

dimiliki, diperjualbelikan, dan dimanfaatkan. maksudnya barang yang

dinyatakan sah untuk digunakan dalam transakasi jual beli.38 Sehingga

mahar tidak sah dengan khamar, babi dan harta curian yang mereka

berdua ketahui.

b. Hendaklah mahar tersebut bebas dari gharar (penipuan), di mana ia

diketahui dan ditentukan, sehingga mahar tidak sah dengan sesuatu

yang tidak diketahui, seperti rumah tanpa di tentukan tipenya, atau

hewan ternak yang lepas, atau buah pada pohon yang tidak ditentukan

kadarnya, atau buah tahun ini, dan yang sepertinya.39

Berdasarkan hal ini, maka sah mahar dengan sesuatu yang sah menjadi

harta atau upah, berupa barang atau hutang atau jasa yang di ketahui.

6. Filosofi Mahar

Pertama, wanita terlahir dengan naluri untuk menghias dan memperelok

diri hal ini karena wanita terlahir dengan kelembutannya. Kendati demikian

wanita dapat menahan dari naluri seksualnya dengan tidak menampakkan

nalurinya dan tidak pergi meminang laki-laki. Adapun seorang laki-laki

kurang mampu dalam menahan daya seksualnya dan tidak bisa

menyembunyikan keinginan dalam dirinya. Dari sinilah laki-laki mencari

wanita yang menarik hatinya baik karena kecantikkanya, kelembutannya,

dan kepintarannya. Untuk mendapatkan wanita yang menarik hati wanita

38 Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Fiqh Imrotul Muslimah, Penerjamah

Faisal Saleh dan Yusuf Hamdani. Shahih Fiqih Wanita. Jakarta: Akbarmedia, 2009, h. 319. 39 Syaikh Shalih, Al-Fiqh al-Muyassar, Penerjamah Izzudin Karimi. Fikih dan Hukum

Islam. h. 485-486.

Page 37: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

28

yang disukainya, mahar dapat digunakan sebagai media untuk laki-laki

dalam menyatakan kecintaanya, kesungguhannya dan ketulusan hatinya

untuk mendapatkan wanita yang disukainya.

Kedua, kendati suami dan istri sebelum pernikahan berjanji untuk setia,

dalam menjaga rasa saling cinta dan dalam menjaga serta membimbing

anak-anaknya. Karena berbagai perbedaan bisa saja rasa cinta itu hilang

akibat perbedaan tersebut. Apabila pernikahan tersebut harus berakhir

ataupun suami tidak lagi menjalankan kewajibannya dalam mahar dapat

menjadi media asuransi istri dan jaminan dalam pernikahan.40 Apabila

suami menunda dalam membayarkan mahar, maka istri dapat

menuntutnya.

Ketiga mahar adalah media dalam menentang diskriminasi laki-laki

terhadap wanita. Sebagaimana kita ketahui bahwa pada zaman jahiliyah

wanita dianggap sebagai budak, wanita seperti barang yang

diperjualbelikan, wanita di anggap seperti barang warisan yang

dipindahkan sesuai dengan ahli waris. Ketika Islam datang dengan konsep

maharnya. Wanita yang sebelumnya tidak memiliki hak apapun dengan

adanya mahar, wanita memiliki hak mutlak atas kepemilikan mahar

tersebut.41 Laki-laki yang ingin menikahinya juga harus menunjukkan

ketulusannya dalam menghargai wanita dan itu dapat ditunjukkan dengan

pemberian mahar bukan dengan cara diperjualbelikan.

40 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. (Jakarta: PRENADA

MEDIA, 2006), h. 87. 41 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam. (Jakarta: PT BULAN BINTANG, 2005),

h. 84.

Page 38: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

29

BAB III

POTRET KABUPATEN TABALONG

A. Gambaran Umum Kabupaten Tabalong

Kabupaten Tabalong memiliki luas wilayah 3.575,53 km2 dengan batas

koordinat 1,18o – 2,25o lintang selatan dan 115,9o – 115,47o bujur timur.

Kabupaten ini memiliki batas wilayah bagian utara dan timur dengan provinsi

Kalimantan Timur, bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai

Utara dan Balangan, dan bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Barito

Selatan-Provinsi Kalimantan Tengah.1

Wilayah administrasi Kabupaten Tabalong terdiri dari 12 kecamatan

yang terbagi atas tiga wilayah pengembangan pembangunan (WPP), bagian

utara meliputi kecamatan Haruai, Bintang Ara, Upau, Muara Uya dan Jaro.

Bagian tengah meliputi kecamatan Tanta, Tanjung dan Murung Pudak serta

bagian selatan meliputi kecamatan Banua Lawas Pugaan, Kelua dan Muara

Harus.2

Secara fisiologis kabupaten ini memiliki dataran rendah yang terdapat

di barat daya (0-7 mdpi) yaitu Kecamatan Banua Lawas, kemudian ke arah

timur meninggi (7-25 mdpi) tepatnya Kecamatan Banua Lawas, Kelua, Tanjung

dan Murung Pudak. Kearah timur dan utara semakin tinggi lagi (25-100 mdpi)

terdapat di Kecamatan Pugaan, Muara Harus dan Tanta. Di wilayah utara,

selatan serta barat laut ketinggiannya (1-1000 mdpi) yaitu di Kecamatan Jaro,

Muara Harus, Muara Uya, Haruai, Bintang Ara, dan Upau. Ketinggian di atas

(1000 mdpi) hanya terdapat di Kecamatan Jaro dan Muara Uya.3

1 Badan Pusat Statistik Kabupaten Tabalong, Tabalong dalam Angka 2010 (BPS

Kabupaten Tabalong, 2010), hlm. 1. 2 Profil Kabupaten Tabalong diakses pada 20 Desember 2017 dari

http://tabalongkab.go.id/ 3 Profil Kabupaten Tabalong diakses pada 20 Desember 2017 dari

http://tabalongkab.go.id/

Page 39: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

30

Menurut topografi wilayah Tabalong di sebelah utara dan timur yang

meliputi wilayah Muara Uya, Jaro, Haruai, Bintang Ara, dan Upau merupakan

daerah bukit atau pegunungan. Sebanyak 13% desa di Tabalong sebagian besar

wilayahnya merupakan daerah berbukit-bukit. Sedangkan wilayah bagian barat

merupakan daerah datar berawa-rawa yang meliputi wilayah Banua Lawas,

Pugaan, Kelua, Muara Harus, Tanta, Tanjung, dan Murung Pudak.

Secara Hidrologi sungai besar yang terdapat di Kabupaten Tabalong

adalah Sungai Tabalong yang terbentuk oleh beberapa anak sungai yang

berhulu di Pegunungan Meratus. Sungai Tabalong ini memiliki panjang 75 km

dan lebar 60 m dengan debit air sekitar 14,5 m3/detik. Selain Sungai Tabalong,

terdapat sungai-sungai lain seperti, Sungai Anyar, Sungai Jaing, Sungai

Kinarum. Sekitar 89% desa di Kabupaten Tabalong dilintasi aliran sungai.4

B. Infrastruktur Kabupaten Tabalong

1. Pendidikan

Pemerintahan Kabupaten Tabalong terus berupaya

menghasilkan dan meningkatkan sumber daya manusia yang

4 Data dari Kantor Badan Pusat Statistik Kabupaten Tabalong

Page 40: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

31

berkualitas. Peningkatan sumber daya manusia lebih diutamakan

dengan memberikan kesempatan kepada penduduk untuk mngecam

pendidikan yang seluas-luasnya terutama kepada penduduk umur 7-24

tahun, yaitu kelompok usia sekolah.5

Ketersediaan fasilitas pendidikan baik sarana maupun prasarana

akan sangat mendukung dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Adapun banyaknya sekolah Negeri, kelas, ruang kelas, murid dan guru

adalah sebagai berikut6 :

TINGKAT

PENDIDIKAN

SEKOLAH KELAS RUANG

KELAS

MURID GURU

TK Sederajat 184 479 479 7999 649

SD Sederajat 255 1.688 1.451 28.882 2.706

SMP Sederajat 82 404 472 12.714 1.193

SMA Sederajat 31 296 374 9.708 673

2. Kesehatan

Rumah sakit di Kabupaten Tabalong berjumlah 2 buah dan

berada di Kecamatan Tanjung (RSUD H. Badaruddin Tanjung) dan

Kecamatan Murung Pudak (Rumah Sakit Pertamina). Di setiap

kecamatan di Kabupaten Tabalong telah memiliki fasislitas puskesmas.

Hingga tahun 2015 telah dibangun sebanyak 18 puskesmas.

Kesadaran masyarakat terhadap kesehatan ibu dan anak dapat

dilihat dari jumlah posyandu. Tahun 2015 tercatat 273 posyandu di

5 Profil Kabupaten Tabalong diakses pada 20 Desember 2017 dari

tabalongkab.bps.go.id 6 Monografi Kabupaten Tabalong 2016

Page 41: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

32

seluruh Tabalong. Banyaknya sarana kesehatan menurut kecamatan di

Kabupaten Tabalong dapat dilihat sebagai berikut7 :

KECAMATAN RUMAH

SAKIT

PUSKESMAS POSYANDU

Banua Lawas 0 1 26

Pugaan 0 1 17

Kelua 0 2 29

Muara Harus 0 1 10

Tanta 0 1 30

Tanjung 1 2 30

Murung Pudak 1 2 25

Haruai 0 2 29

Bintang Ara 0 2 19

Upau 0 1 9

Muara Uya 0 2 38

Jaro 0 1 11

Kabupaten

Tabalong

2 18 273

7 Profil Kabupaten Tabalong diakses pada 20 Desember 2017 dari

http://tabalongkab.go.id/

Page 42: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

33

C. Data Kependudukan Kabupaten Tabalong

1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk

Jumlah penduduk Tabalong pada Tahun 2015 tercatat sebanyak

239.593 jiwa. Kecamatan Murung Pudak adalah kecamatan dengan

jumlah penduduk terbanyak, yaitu sebesar 20,67% dari jumlah

penduduk Tabalong. Adapun dalam periode 2014-2015 Kabupaten

Tabalong mengalami pertumbuhan penduduk sebesar 1,62%.8

KECAMATAN TAHUN

2014

TAHUN

2015

LAJU

PERTUMBUHAN

PENDUDUK (%)

Banua Lawas 19.080 19.359 1,46

Pugaan 6.903 7.016 1,64

Kelua 24.365 24.717 1,44

Muara Harus 6.341 6.348 1,53

Tanta 18.643 18.910 1,43

Tanjung 35.126 35.657 1,51

Murung Pudak 48.633 49.530 1,84

Haruai 21.799 22.118 1,46

Bintang Ara 8.525 8.700 2,05

Upau 7.5575 7.698 1,62

8 Monografi Kabupaten Tabalong 2016

Page 43: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

34

Muara Uya 23.297 23.697 1,72

Jaro 15.490 15.753 1,70

Kabupaten

Tabalong

235.777 239.593 1,62

2. Persebaran dan Kepadatan Penduduk

Sebagian besar penduduk Tabalong terpusat di kecamatan

Tanjung, Murung Pudak dan Kelua. Pada tahun 2015 sekitar 45,87%

penduduk Tabalong bertempat tinggal di tiga kecamatan tersebut.

Sekitar 14,88% berada di Kecamatan Tanjung, 20,67% tinggal di

Kecamatan Murung Pudak dan 10,32% tinggal di Kecamatan Kelua.

Sementara luas tiga kecamatan itu secara keseluruhan hanya sekitar

12,09% dari seluruh wilayah Kabupaten Tabalong.

Kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah

Kecamatan Kelua, dengan tingkat hunian 457 jiwa/km². Kecamatan

yang termasuk cukup padat penduduknya adalah Kecamatan Murung

Pudak yaitu 286 jiwa/km². Kecamatan dengan tingkat kepadatan

penduduk terendah adalah Kecamatan Bintang Ara dengan tingkat

kepadatan 7 jiwa/km². Dalam mempercepat tumbuhnya pembangunan,

di Kabupaten Tabalong membagi 3 wilayah pengembangan

pembangunan yaitu wilayah pembangunan utara, tengah dan selatan.9

9 BAPPEDA dan BPS Kabupaten Tabalong, Monografi Kabupaten Tabalong 2009 h.

22

Page 44: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

35

KECAMATAN PERSEBARAN

PENDUDUK (%)

KEPADATAN

PENDUDUK

(JIWA/KM2)

Banua Lawas 8,08 130

Pugaan 2,93 220

Kelua 10,32 457

Muara Harus 2,69 240

Tanta 7,89 126

Tanjung 14,88 174

Murung Pudak 20,67 286

Haruai 9,23 82

Bintang Ara 3,63 7

Upau 3,22 42

Muara Uya 9,89 27

Jaro 6,57 54

JUMLAH 100 67

3. Ketenagakerjaan

Bidang pekerjaan yang banyak dimasuki oleh penduduk

Tabalong yaitu sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan

dan Perikanan sebanyak 67.144 orang, hal ini menunjukkan bahwa

Page 45: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

36

kegiatan pertanian masih menjadi lapangan kerja mayoritas di

Tabalong.10

LAPANGAN

PEKERJAAN

UTAMA

LAKI-

LAKI

PEREMPUAN JUMLAH

1 37.464 29.680 67.144

2 9.743 330 10.073

3 805 1.115 1.960

4 248 0 248

5 3.415 128 3.543

6 9.215 10.762 19.977

7 2.619 0 2.619

8 710 367 1.077

9 8.646 7.131 15.777

JUMLAH 72.865 49.553 122.418

Keterangan :

1 = Pertanian, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan

2 = Pertambangan dan Penggalian

3 = Industri Pengolahan

4 = Listrik, Gas, dan Air

10 Monografi Kabupaten Tabalong 2016

Page 46: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

37

5 = Bangunan

6 = Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel

7 = Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi

8 = Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, dan

Jasa

9 = Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan

Page 47: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

38

BAB IV

JUJURAN DALAM ADAT BANJAR DAN HUKUM ISLAM

A. Pelaksanaan Tradisi Jujuran di Kabupaten Tabalong

1. Pandangan masyarakat Kabupaten Tabalong terkait budaya jujuran

Jujuran adalah pemberian dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan,

jujuran dapat berbentuk uang atau benda. Uang atau benda ini digunakan

sebagai pembiayaan pesta pernikahan, dari mulai rias pengantin, sewa

tempat, dan hal-hal terkait pernikahan lainnya.1 Selain untuk acara pesta

pernikahan, uang jujuran sebagian digunakan sebagai bekal kedua

mempelai untuk menghadapi kehidupan rumah tangga.2 Bahkan banyak

dari masyarakat yang menggunakan uang jujuran sebagai mahar untuk

akad nikah, baik digunakan seluruhnya ataupun sebagian.3 Sehingga hal

ini yang membuat anggapan sebagian masyarakat bahwa jujuran dan

mahar adalah hal yang sama.4

Masyarakat setempat berpendapat bahwa jujuran sebagai salah satu

tradisi yang dilakukan dalam rangkaian acara pernikahan. Hal ini akan

menjadi aneh, apabila tidak dilaksanakan dalam rangkaian acara

pernikahan5 dan akan berdampak mendapatkan gunjingan di kalangan

masyarakat karena dianggap tidak menghormati adat budaya.6

Entah sejak kapan jujuran ini menjadi populer. Karena belum pernah

ditemukan undang-undang atau aturan tertulis mengenai jujuran.

1 Wawancara Pribadi dengan Noraianah (Tokoh Masyarakat), Tabalong 22 Januari

2018. 2 Wawancara Pribadi dengan Husni Thamrin (Tokoh Agama), Tabalong 23 Januari

2018. 3 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Jaelani (Masyarakat), Tabalong 20 Januari 2018. 4 Wawancara Pribadi dengan Misna Wati (Masyarakat), Tabalong 21 Januari 2018. 5 Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar: Diskripsi dan Analisa Kebudayaan

Banjar, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997), h. 75. 6 Wawancara Pribadi dengan Hendra (Masyarakat), Tabalong 22 Januari 2018.

Page 48: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

39

Meskipun demikian, tradisi jujuran sudah di lakukan dan di kenal sejak

masih ada zaman pangeran.7

Sebelum menentukan jumlah jujuran yang menjadi nilai pandang

pangeran adalah rumah calon mempelai wanita dan tutur katanya. Karena

apabila rumah itu dalam keadaan rapi dan tutur katanya baik, maka akan

mencerminkan bahwa rumah mereka akan terurus dengan rapi dan anak-

anaknya terdidik dengan baik pula. Lebih jauh lagi, untuk menentukan

jumlah jujuran tersebut. Pangeran menginap di rumah keluarga calon

mempelai wanita. Hal ini dilakukan untuk melihat keseharian kehidupan

calon mempelai wanita. Karena zaman dahulu kamar itu tidak tertutup,

maka si pangeran dapat melihat calon mempelai wanita. dari mulai si

calon mempelai wanita bangun hingga tidur lagi, yang di cari oleh si

pangeran adalah wanita yang ketika bangun tidur menggulung

rambutnya, hal ini di karenakan wanita zaman dahulu memiliki rambut

yang panjang-panjang.

Kemudian si calon mempelai wanita membereskan tempat tidurnya,

apabila terdapat kain dan sarung, di lipat hingga rapi, lalu membuka

jendela. Setelah itu calon mempelai wanita pergi ke dapur untuk

menghidupkan api untuk menanggar tungku yang nantinya digunakan

untuk merebus air. Karena zaman dahulu masih menggunakan kayu

sebagai bahan bakar. Kemudian, si calon mempelai wanita akan pergi ke

sungai untuk mencari kayu bakar serta mengambil wudhu untuk

menunaikan sholat. Kemudian berdandan serta menyiapkan makanan

yang nantinya akan di sajikan untuk pangeran

Selain menginap di kediaman calon mempelai wanita, si pangeran

membawa beras beserta ampas padinya, yang nantinya akan diberikan

7 Wawancara Pribadi dengan Sahidul Bakhri (Kepala KUA Murung Pudak), Tabalong

24 Januari 2018.

Page 49: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

40

kepada si calon mempelai wanita untuk di bersihkan. Apabila beras

tersebut masih memiliki ampas padi setelah di bersihkan oleh si calon

mempelai wanita. Dapat di simpulkan bahwa wanita tersebut tidak teliti

dalam mengurus keuangan rumah tangga. Oleh karena itu pangeran

mencari wanita yang paling bersih dalam membersihkan ampas padi. Hal

ini di lakukan oleh pangeran dari kampung ke kampung, sampai

menemukan calon mempelai wanita yang memenuhi kriteria tersebut.

Setelah itu pangeran melamar dan menentukan jumlah jujuran.8

2. Pandangan Masyarakat Kabupaten Tabalong Tentang Batas Minimal dan

Maksimal Jujuran

Jujuran memang identik dengan uang, akan tetapi tidak ada batasan

minimal ataupun maksimal dari jumlah jujuran, karena besarnya jumlah

jujuran adalah atas kesepakatan bersama. Akan tetapi besar atau kecilnya

jumlah jujuran dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Pertama, jumlah jujuran tergantung pasaran daerah tersebut,

maksudnya setiap daerah memiliki pandangan yang berbeda terhadap

jumlah jujuran. Ada daerah yang menganggap bahwa Rp. 50 juta itu

wajar sebagai pemberian jujuran. Akan tetapi daerah lain menganggap

uang tersebut sangatlah besar. Hal ini dipengaruhi oleh pendapatan warga

setempat.9 Di daerah Kabupaten Tabalong rata-rata harga pasaran jujuran

gadis Rp. 50 juta, janda Rp. 15 juta dan anak pejabat Rp. 100 juta. Hal ini

bisa saja berubah sesuai dengan kesepakatan di dalam pembicaraan ketika

lamaran.

Kedua, status sosial orangtua si gadis maksudnya adalah apabila

orangtua si gadis itu pejabat atau pengusaha maka jujurannya akan lebih

8 Wawancara Pribadi dengan Arif Rahman Hakim (Tokoh Agama), Tabalong 25

Januari 2018. 9 Wawancara Pribadi dengan Rahman Hakim (Penghulu KUA Murung Pudak),

Tabalong 26 Januari 2018.

Page 50: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

41

banyak jumlahnya dibandingkan dengan anak petani ataupun guru. Hal

itu juga akan berbeda, apabila orangtua si gadis adalah tokoh agama,

maka akan lebih banyak jumlah jujurannya dibandingkan warga biasa.10

Ketiga, tingkat pendidikan si gadis.11 Jumlah jujuran juga dapat

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang di tempuh oleh si gadis

dikarenakan, masyarakat percaya bahwa ibu adalah tempat pendidikan

pertama kali untuk anak-anaknya kelak nanti. Sehingga apabila seseorang

gadis memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, maka jumlah jujuran

untuk gadis tersebut akan meningkat sesuai dengan tingkat

pendidikannya. Karena semakin tinggi tingkat pendidikan si gadis maka

ilmu pengetahuannya akan semakin banyak dan sangat baik untuk

keturunan-keturunannya kelak.

Keempat, kecantikan si gadis. Meskipun kecantikan itu relatif,

masyarakat Banjar tetap membedakan jumlah jujuran apabila seseorang

gadis itu memiliki paras yang lebih cantik dibandingkan gadis-gadis

lainnya. Hal ini merupakan penghargaan kepada si gadis karena dapat

menjaga kecantikkannya, sehingga banyak laki-laki yang ingin

menjadikan si gadis sebagai istrinya.12

Kelima, karena memang dikehendaki orangtua si gadis sebagai biaya

perkawinan dan bakal hidup bagi mempelai. Dalam wawancara bersama

ibu Asnawati, beliau menceritakan pengalamannya terkait tawar

menawar mengenai jumlah jujuran. Pada awalnya anak beliau didatangi

oleh laki-laki yang ingin melamarnya. Laki-laki tersebut merupakan anak

yatim piatu dan hanya bisa memberikan jumlah jujuran sebesar Rp. 10

10 Wawancara Pribadi dengan Agus Sami (Tokoh Adat), Tabalong 27 Januari 2018. 11 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Robyani (Masyarakat), Tabalong 22 Januari

2018. 12 Wawancara Pribadi dengan Aulia Rachman (Masyarakat), Tabalong 22 Januari

2018.

Page 51: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

42

juta. akan tetapi ibu Asnawati tidak menyetujui jumlah jujuran tersebut,

lalu meminta untuk meningkatkan jumlah jujuran hingga sebesar Rp. 50

juta.

Hal ini bukan dikarenakan ingin mempersulit pihak laki-laki, akan

tetapi uang jujuran tersebut digunakan sebagai biaya pesta pernikahan.

Dari mulai sewa gedung, biaya konsumsi, biaya rias pengantin dan

lainnya yang ditaksir sebesar Rp. 75 juta. Oleh karena itu ibu Asnawati

meminta untuk meningkatkan jumlah jujuran bukan dikarenakan ingin

mempersulit pihak laki-laki untuk dapat menikah dengan anaknya. Akan

tetapi hal itu dilakukan agar pesta pernikahan yang sekali dalam seumur

hidup untuk anak gadisnya meriah dan dari masing-masing pihak

mengeluarkan uang untuk biaya pernikahannya yang seimbang. Karena

bagaimanapun juga pernikahan ini bukan acara sepihak, melainkan acara

kedua belah pihak.13

3. Praktik Jujuran

Sebelum membicarakan mengenai jumlah jujuran, masyarakat Banjar

di Kabupaten Tabalong selalu mengawali dengan tradisi Badatang.

Badatang adalah istilah untuk prosesi lamaran yang dilakukan calon

mempelai pria kepada keluarga mempelai wanita. Jadi ada tata krama

dalam Badatang, yaitu menanyakan kepada pihak perempuan apakah

sudah ada yang datang sebelumnya atau tidak.14 Walaupun kita tau bahwa

kedua calon mempelai ini berpacaran sebelumnya. Tetapi tidak menutup

kemungkinan bahwa sudah ada laki-laki yang Badatang sebelumnya.

Apabila sudah ada yang pernah Badatang dan menayakan jujuran, maka

pihak laki-laki tidak boleh melanjutkan bertanya mengenai jumlah

13 Wawancara Pribadi dengan Asnawati (Masyarakat), Tabalong 20 Januari 2018. 14 Wawancara Pribadi dengan Asnah Hudaya (Pegawai Kemenag Tabalong), Tabalong

21 Januari 2018.

Page 52: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

43

jujuran yang diminta oleh keluarga mempelai wanita.15 Apabila terjadi,

maka ini akan menjadi tindakan penghinaan terhadap keluarga pihak laki-

laki yang badatang dan bertanya sebelumnya.16

Ketika tidak ada pihak laki-laki yang melamar, maka pada saat

Badatangan akan dimulai pertanyaan-pertanyaan mengenai jumlah

jujuran yang diminta oleh pihak wanita. Pertanyaan ini tidak secara

langsung, seperti “ Berapa jumlah jujurannya? ” karena hal ini di anggap

tidak sopan, biasanya untuk menanyakan jumlah jujuran di gunakan

bahasa-bahasa sindiran seperti “ Berapa mintanya? “, “ Berapa yang kira-

kira kami dapat bantu? ” Atau hal-hal sindiran lainnya.17

Kemudian pihak perempuan akan menentukan jumlah jujuran yang di

minta. Apabila jumlah jujuran di masyarakat sekitar 40 juta, maka pihak

perempuan akan meminta jumlah jujuran sekitar 40 juta. Apabila pihak

laki-laki tidak sanggup, maka pihak laki-laki akan meminta jumlah

jujuran untuk di kurangi. Disinilah terjadi proses tawar-menawar.

Walaupun terjadi tawar-menawar, jumlah jujuran ini sesuai dengan

kemampuan dan keadaan, melihat sesuai dengan kepribadian perempuan

dan laki-lakinya.18 Sehingga nanti akan terjadi kesepakatan di antara

kedua belah pihak.

Apabila pihak laki-laki meminta jumlah jujuran terlalu sedikit dari yang

diminta dari pihak perempuan hal ini dapat dianggap sebagai penghinaan

terhadap pihak perempuan dan berakibat bahwa jujuran tidak akan di

15 Wawancara Pribadi dengan Mustofa Inani (Ketua Bimbingan Masyarakat Islam),

Tabalong 22 Januari 2018. 16 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Zarkasi (Ketua Kelompok Pengawas Kemenag

Tabalong), Tabalong 23 Januari 2018. 17 Wawancara Pribadi dengan Norma (Ketua RT), Tabalong 24 Januari 2018. 18 Wawancara Pribadi dengan Bahrul Amiq (Penghulu Kampung), Tabalong 17 Januari

2018.

Page 53: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

44

lanjutkan kepada tahap berikutnya yaitu pernikahan.19 Hal ini

dikarenakan sebelum terjadinya pertemuan antara kedua pihak keluarga,

biasanya telah dibicarakan mengenai besaran jumlah jujuran oleh kedua

calon mempelai. Sehingga keduabelah pihak di rasa telah mengetahui

patokan besaran jumlah jujuran. Sehingga apabila terjadi musyawarah

dan pihak laki-laki menawar terlalu jauh dari pembicaraan sebelumnya,

maka akan dianggap sebagai sebuah penghinaan. Sebaliknya, apabila

pihak laki-laki dan pihak perempuan sepakat mengenai jumlah jujuran

maka akan dilanjutkan pada tahap penyerahan jujuran.20 Jujuran itu

semacam mahar yang berlaku pada masyarakat adat, namun tidak sama

dengan mahar.21

B. Makna Filosofis Jujuran dalam Sudut Pandang Masyarakat Banjar di

Kabupaten Tabalong

Menurut masyarakat Banjar di Kabupaten Tabalong, Jujuran tidak hanya

sebagai pemberian dari pihak laki-laki kepada pihak wanita, dibalik pengertian

tersebut jujuran juga memiliki makna-makna filosofis, diantaranya:

1. Jujuran sebagai bentuk keseriusan pihak laki-laki kepada pihak

perempuan

Pada saat Badatang biasanya dibicarakan mengenai jumlah

jujuran. Jumlah jujuran diawali oleh pihak keluarga wanita mengenai

besaran jumlahnya. Lalu pihak si wanita menyetujui atau meminta agar

dinaikkan sehingga sesuai dengan keinginan dan kemaslahatan

bersama. Apabila pihak laki-laki belum mampu mencukupi jumlah

19 Wawancara Pribadi dengan Muhamad Rijani (Wakil Lurah Mabuun), Tabalong 22

Januari 2018. 20 Wawancara Pribadi dengan Noraianah (Masyarakat), Tabalong 22 Januari 2018. 21 Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: el-KAHFI,

2008), h.225.

Page 54: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

45

jujuran, maka hal ini akan memotivasi pihak laki-laki dalam memenuhi

jumlah jujuran tersebut. Apabila pihak laki-laki menyanggupinya.

Maka hal ini merupakan bahwa ada keseriusan pihak laki-laki terhadap

pihak si gadis. Hal ini akan berakibat dalam mengurangi resiko

perceraian dikarenakan apabila terdapat permasalahan di dalam rumah

tangga, pihak laki-laki tidak akan dengan mudah melakukan talak

karena mengingat kembali perjuangannya dalam mencari uang untuk

biaya jujuran22

2. Sebagai bentuk penghargaan terhadap anak

Anak pada dasarnya merupakan tanggung jawab dari orangtua

karena institusi yang pertama sebagai tempat anak belajar adalah rumah.

Seorang anak paling banyak menghabiskan waktu bersama orangtuanya

dimana mereka belajar dari orangtua dan lingkungan rumah. Orangtua

memainkan peran penting dalam pendidikan anak mereka, berapapun

usianya maupun tingkat pendidikannya. Jika orangtua memberikan

perhatian pada anak mereka, anak-anak akan memilki kecenderungan

untuk meraih prestasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan anak-

anak yang diabaikan oleh orangtua. Meskipun orangtua memiliki peran

yang penting, berhasil tidaknya seseorang ditentukan oleh diri mereka

sendiri.

Seorang wanita apabila dia mampu dan berhasil dalam pendidikan,

pekerjaan dan hal-hal lainnya. Menunjukkan bahwa dirinya mampu

mendidik anak dengan baik, sehingga dapat membuat si wanita

memiliki nilai lebih dari wanita-wanita seusianya. Maka orangtua si

wanita akan mempertimbangkan jumlah jujuran sesuai dengan usaha

anaknya karena si wanita dapat memiliki nilai lebih dari wanita-wanita

22 Wawancara Pribadi dengan Norainah (Masyarakat), Tabalong 22 Januari 2018.

Page 55: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

46

lainnya. Hal ini merupakan bentuk penghargaan orangtua kepada

anaknya.23

3. Jujuran sebagai media persetujuan atau penolakan terhadap lamaran

pihak laki-laki

Jumlah jujuran merupakan hal yang selalu di bahas pada saat

pihak laki-laki datang kerumah orangtua calon mempelai wanita untuk

menyatakan keseriusan, kesiapan, niat dan tekad yang tulus untuk

menikahi calon mempelai wanita dengan kesungguhan cinta dan agama.

Disini pihak mempelai laki-laki kemudian membicarakan tentang

jumlah jujuran yang harus dipenuhi. Apabila keluarga mempelai wanita

menolak, biasanya meminta jumlah jujuran yang jauh lebih tinggi dari

jumlah jujuran pasaran. Jumlah jujuran pasaran adalah jumlah yang

biasanya dimana gadis-gadis seusianya diberikan jumlah jujuran oleh

pihak laki-laki.

Di daerah Kabupaten Tabalong biasanya jumlah jujuran sebesar

50 juta, maka kedua orang tua mempelai wanita menetapkan jumlah

jujuran untuk anaknya adalah 100 juta. Hal ini sebagai pertanda bahwa

keluarga mempelai wanita menolak lamaran dari pihak laki-laki. Karena

jumlah yang terlalu besar, menyebabkan keluarga mempelai pria tidak

bisa melanjutkan lagi ke tahap pernikahan. Hal ini sudah biasa terjadi di

masyarakat, bahwa menaikkan jumlah jujuran yang terlalu besar

merupakan sebuah isyarat penolakan.

Apabila keluarga mempelai wanita setuju, musyawarah diawali

dengan pernyataan dari pihak laki-laki mengenai jumlah jujuran. Lalu

pihak wanita meminta untuk ditambahkan jumlah jujurannya. Jika

keluarga mempelai laki-laki menyanggupinya maka keluarga mempelai

23 Wawancara Pribadi dengan Rafdiansyah (Penghulu KUA Tanta), Tabalong 22

Januari 2018.

Page 56: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

47

wanita menyetujuinya dan langsung membahas mengenai acara

pernikahan. Bahkan apabila kedua orangtua mempelai wanita menyukai

calon mempelai pria. Karena si pria terkenal dengan kepintarannya,

pengetahuannya tentang agama, atau karena pekerjaan si pria. Keluarga

mempelai wanita meminta jumlah jujuran sesuai dengan kemampuan

pria tanpa menentukan jumlah jujurannya24

4. Jujuran sebagai media dalam kesepakatan biaya perkawinan

Ketika membahas tentang pernikahan, memang bahasannya

tidak akan jauh dari perkara biaya. Adanya biaya merupakan masalah

yang krusial dan utama dalam mempersiapkan acara pernikahan.

Kesepakatan atau pembicaraan dari hati ke hati perlu dilakukan agar

kedepannya tidak ada masalah yang timbul di antara pasangan akibat

biaya dari pernikahan.

Untuk mencukupi biaya pernikahan, maka digunakanlah uang

jujuran yang telah diberikan oleh pihak mempelai pria. Pada saat

musyawarah terkait jumlah jujuran. Keluarga mempelai wanita

meminta jumlah jujuran berserta uang jujuran yang diberikan kepada

pihak wanita, sebenarnya bukan diambil semua oleh pihak wanita. Akan

tetapi untuk kemaslahatan bersama dalam artian untuk biaya pernikahan

kedua mempelai. Uang jujuran tersebut sebagian besar digunakan untuk

biaya konsumsi pesta, rias pengantin, sewa gedung dan lain-lain terkait

biaya pesta.25

5. Jujuran sebagai modal untuk masa depan

Melalui pernikahan, manusia yang berpasangan laki-laki dan

perempuan akan memulai menjalani kehidupan baru, yaitu kehidupan

rumah tangga. Untuk menjalani kehidupan yang baru seharusnya

24 Wawancara Pribadi dengan Zaenal Silaturahmi (Ketua RT), Tabalong 22 Januari

2018. 25 Wawancara Pribadi dengan Misna Wati (Masyarakat), Tabalong 21 Januari 2018.

Page 57: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

48

memiliki persiapan untuk menghadapinya. Sebagian masyarakat yang

sudah terbiasa dengan budaya berdagang. Tidak menggunakan uang

jujuran seluruhnya untuk pesta pernikahan, akan tetapi sebagian uang

jujuran di simpan dan digunakan untuk modal berbisnis26

C. Harmonisasi Jujuran Dalam Perspektif Masyarakat Banjar di Kabupaten

Tabalong Dengan Hukum Islam

1. Jujuran diperbolehkan

a. Tidak ada larangan mengenai batasan maksimal mahar

Berkaitan dengan ketentuan mengenai jumlah mahar dan jujuran yang

terbilang tinggi dalam masyarakat Banjar, memang seolah-olah

berlawanan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas:

رسول هللاا صلي هللاا عليه و سلم : و عن ابن عباس رضي هللاا قل

خير النساء احسهن وجوها و ارخصهن مهور )رواه البيهقي(27

Artinya:”Dari Ibnu Abbas r.a., telah berkata Rasulullah Saw:

sebaik-baiknya wanita (isteri) adalah yang tercantik wajahnya

dan termurah maharnya.” (HR. Baihaqi).

Hadis tersebut hanya bersifat anjuran dalam artian tidak ada

kewajiban untuk mengikutinya, karena tidak ada satu pun dalil yang

membatasi jumlah maksimal dalam pemberian mahar, dan beberapa

ulama berbeda pendapat dalam penentuan jumlah minimal mahar.

Dalam QS. An-Nisa’ (4):3 hanya disebutkan demikian :

26 Wawancara Pribadi dengan Bahrul Amiq (Penghulu Kampung), Tabalong 17 Januari

2018.

27 Ahmad Ibn Al-Hasan Ibn Ali Al-Baihaqi, Sunan Al-Kubra, (Beirut: Dar al-Fikr,

t.th.), Juz III, h. 13.

Page 58: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

49

نه نفسا بن لك م عن شيء م ن نحلة فإن ط وآت وا الن ساء صد قاته

يئا فك ل وه هنيئا مر

Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang

kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.

Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari

maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah)

pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik

akibatnya.”

Bagaimanapun masyarakat luar daerah menganggap masyarakat

suku Banjar terlalu berlebihan dalam meminta uang (jujuran) sebelum

melaksanakan pernikahan, bahkan jika terlalu besar permintaanya

dianggap menjual anak. Kenyataannya seberapa besar jumlah jujuran

tersebut selalu didahului dengan kesepakatan, dalam artian kedua belah

pihak penuh dengan kerelaan dalam menyepakati jumlah jujuran

b. Jujuran sebagai penyambung tali silaturrahim

Pada saat penentuan jujuran selalu diawali dengan kedatangan

keluarga besar calon mempelai laki-laki dan disambut oleh keluarga

besar mempelai wanita. Dan ketika jujuran telah ditetapkan dan

diberikan kepada pihak wanita, maka kedua keluarga besar tersebut

akan terikat, dan menjadi sebuah keluarga baru.28 Sebagaimana kita

ketahui bersama bahwa silaturrahim adalah salah satu kegiatan yang

sangat di anjurkan dalam agama Islam. Berikut ini adalah beberapa

potongan ayat Al-Qur’an tentang silaturrahim :

1. Surat Muhammad ayat 22

28 Wawancara Pribadi dengan Husni Thamrin (Tokoh Agama), Tabalong 22 Januari 2018.

Page 59: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

50

ع وا أرحامك م فهل د وا في الرض وت قط عسيت م إن تول يت م أن ت فس

Artinya : “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan

membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan

kekeluargaan?”

2. Surah An-nisa ayat 1

نها يا أيها ا دة وخلق م ن نفس واح ي خلقك م م لن اس ات ق وا رب ك م ال ذ

ي تساءل ون ال ذ جال كثيرا ونساء وات ق وا الل ما ر نه زوجها وبث م

كان عليك م رقيبا به والرحام إن الل

Artinya :”Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu

yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari

padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya

Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang

banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan

(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama

lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya

Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

3. Surah Arra’du ayat 21

ل ون ما أمر الل به أن ي وصل ين يص م ويخاف ون وال ذ ويخشون رب ه

ساب س وء الح

Artinya : ”Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang

Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut

kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.”

Dari ayat-ayat di atas telah jelas bahwa Islam sangat

menganjurkan memperpanjang serta mempererat tali silaturahmi.

Page 60: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

51

c. Jujuran digunakan untuk tolong-menolong biaya acara walimah

Meskipun dalam praktik jujuran terjadi tawar-menawar.

Masyarakat Banjar di Kabupaten Tabalong hampir tidak ditemukan ada

yang menggunakan uang jujuran untuk memperkaya diri sendiri dengan

memanfaatkannya.29 Karena uang jujuran itu digunakan untuk

menolong biaya pesta pernikahan dan sebagai modal kedua mempelai

menempuh hidup baru. Walaupun mengadakan walimah merupakan

tanggung jawab dari mempelai pria. Akan tetapi di Kabupaten Tabalong

pihak wanita dalah pihak yang memiliki acara, sehingga segala biaya

yang keluar dalam pesta pernikahan di kelola oleh pihak wanita.

Sehingga pihak laki-laki dan pihak wanita saling tolong-menolong

dalam biaya acara walimah. adapun pesta pernikahan tersebut di

harapkan dapat menjadi media untuk bersyukur dan bergembira, juga

untuk memberikan semacam pengumuman agar orang-orang tahu

bahwa pasangan tersebut sudah menikah.30

Pesta pernikahan oleh Masyarakat Banjar di Kabupaten

Tabalong juga di kenal dengan istilah Walimah.31 Walimah adalah

istilah yang terdapat dalam literatur arab yang secara arti kata berarti

jamuan yang khusus untuk perkawinan dan tidak digunakan untuk

penghelatan di luar perkawinan. Sedangkan definisi yang terkenal di

kalangan ulama, walimatul ‘ursy diartikan dengan perhelatan dalam

rangka mensyukuri nikmat Allah atas telah terlaksananya akad

perkawinan dengan menghidangkan makanan32

29 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Jaelani (Masyarakat), Tabalong 20 Januari 2018. 30 Wawancara Pribadi dengan Hendra (Masyarakat), Tabalong 22 Januari 2018. 31 Wawancara Pribadi dengan Sahidul Bakhri (Kepala KUA Murung Pudak), Tabalong

24 Januari 2018.

32 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat

dan Undang-undang Perkwinan, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 155.

Page 61: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

52

Adapun hadis-hadis yang membahas mengenai walimatul ‘ursy,

، عن نافع ، عن ابن حد ثنا يحيى بن يحيى قال: قرأت على مالك

ي أحد ك م قال: قال رس ول هللاا صل ى هللاا عليه ع مر، وسل م: إذا د ع

فليأتها )روه مسلم( إلى الوليمة

Artinya : "Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya,

ia berkata, “Aku bacakan kepada Malik”, dari Nafi’, dari

Ibnu’Uma, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Apabila

salah seorang diantara kalian diundang kepada suatu walimah,

maka hendaklah ia menghadirinya”. (HR. Muslim)33

هاب ، عن بن ي وس ف، أخبرنا مالك، عن ابن ش حد ثنا عبد الل

ي الل العرج، : شر عن أبي ه ريرة رض عنه ، أن ه كان يق ول

، ، ومن الط عام طعام الوليمة ي دعى لها الغنياء وي ترك الف قراء

ى هللاا عليه وسل م ورس وله صل ترك الد عوة فقد عصى الل

( البخرى روه )

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf,

Malik memberitakan kepada kami, dari Ibnu Syihab, dari A’raj,

dari Abu Hurairah Radihiyallahu ‘anhu, Bahwa sesungguhnya

Rasulullah SAW bersabda, “seburuk-buruk makanan adalah

makanan walimah (pesta) dimana yang diundang hanyalah

orang-orang kaya sedangkan orang-orang fakir tidak diundang,

33 Imam Muslim, Shohih Muslim, (Beirut-Libanon: Darul Ma’rifah, 2007M/1428H),

Juz. IX, h. 234.

Page 62: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

53

siapa yang tidak memenuhi undangan walimahan, maka ia

durhaka kepada Allah dan Rasulnya”. (H.R. Bukhari)34

2. Jujuran tidak diperbolehkan

a. Sebagai media menyombongkan diri

Dengan perkembangan zaman, nilai utama jujuran sebagai

media tolong-menolong dan silaturrahim banyak disalahgunakan. Hal

ini merubah nilai tolong-menolong menjadi nilai untuk

menyombongkan diri.35 Semakin banyak jujuran yang diterima atau

diberikan, maka pandangan masyarakat terhadap kedua keluarga

tersebut akan berbeda. Sehingga hal ini menimbulkan gengsi di antara

masyarakat. Bahkan ada yang rela berbohong mengenai jumlah jujuran,

agar dapat dipandang menjadi keluarga yang kaya.36 Hal ini tentu tidak

mencerminkan nilai utama dari jujuran tersebut, yaitu tolong-menolong

dan silaturrahim.

Salah satu sifat yang paling dibenci oleh Allah SWT adalah

sombong. Sombong adalah menganggap dirinya besar, memandang

orang lain hina dan berbangga diri yang sampai terlihat pada

penampilan luar.37 Padahal Allah SWT melarang keras untuk kita

sombong.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Isra’ : 37 yang berbunyi:

ق الرض ولن تبل غ ول تمش في الرض مرحا إن ك لن تخ ر

34 Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Kairo:

Darul Haisyim, 2003), Juz III, h. 144. 35 Wawancara Pribadi dengan Arif Rahman Hakim (Tokoh Agama), Tabalong 25

Januari 2018. 36 Wawancara Pribadi dengan Rahman Hakim (Penghulu KUA Murung Pudak),

Tabalong 26 Januari 2018. 37 Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, Syarh Hilyah Thaalibil ‘Ilmi,

Penerjamah Ahmad Sabiq. Syarah Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu. Jakarta: Pustaka Imam

Asy-Syafi’i, 2007, h. 32.

Page 63: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

54

بال ط ول الج

Artinya: “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan

sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat

menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai

setinggi gunung. (Al-Israa’:37)”

Sifat sombong bisa melemahkan posisi seseorang dalam

menghadapi tantangan, baik yang muncul karena sebab kelebihan ilmu,

wawasan, atau informasi. Ini sering mengakibatkan dirinya mudah

mengambil kesimpulan, keputusan, atau bahkan memvonis keadaan

b. Sebagai media mempersulit orang lain

Budaya jujuran sangat identik dengan permasalahan sebelum

pernikahan. Meskipun masyarakat suku Banjar di Kabupaten Tabalong

tidak terlalu mempermasalahkannya. Akan tetapi jujuran juga

merupakan salah satu cara pandang agar seseorang dapat mendapat

tempat dalam status sosial yang tinggi.38 Dalam artian semakin tinggi

nilai jujuran, semakin tinggi pula derajat orang tersebut.

Hal ini dapat menimbulkan kesulitan kepada calon mempelai

laki-laki. Karena jujuran yang diminta akan semakin tinggi jumlahnya.

Hal ini dapat menimbulkan calon mempelai akan menunda jadwal

pernikahannya, sambil berusaha untuk memenuhi nilai jujuran yang

telah di tentukan. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa calon

mempelai pria meminta bantuan orang-orang dalam bentuk hutang.

Meskipun pernikahan terjadi akan tetap menjadi beban bagi kedua

mempelai dalam membina rumah tangga karena harus melunasi hutang

untuk memenuhi jujuran.39

38 Wawancara Pribadi dengan Agus Sami (Tokoh Adat), Tabalong 27 Januari 2018. 39 Wawancara Pribadi dengan Ahmad Robyani (Masyarakat), Tabalong 22 Januari

2018.

Page 64: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

55

Dari sahabat Abi Shirmah radiyallhu ‘anhu beliau berkata,

Rasulullah shallallahu’alayhi wa sallam bersabda:

صلى هللاا رمة رضى هللاا عنه قال: قال رس ول الل وعن أبي ص

سل ما شق ه اهلل, ومن شاق م سلما ضار عليه وسلم من ضار م

د ) الل عليه ي وحس نه أخرجه أب و داو ذ ( والت رم

Artinya : “Barangsiapa yang memberi kemudharatan kepada

seorang muslim, maka Allah akan memberi kemudharatan

kepadanya, barang siapa yang merepotkan (menyusahkan)

seorang muslim maka Allah akan menyusahkan dia” (H.r. Abu

Dawud dan dihasankan oleh Imam At Tirmidzi).40

D. Analisis Penulis

Pertama penulis akan menganalisis mengenai budaya jujuran. Jujuran

pada adat Banjar adalah kebiasaan calon mempelai laki-laki memberikan

sejumlah uang kepada calon mempelai wanita. Jujuran berbeda dengan mahar.

Karena mahar merupakan syarat sahnya pernikahan. Sedangkan jujuran

merupakan suatu kebiasaan yang ada dalam masyarakat Banjar. Tanpa ada

jujuran sekalipun pernikahan tetap sah. Sebagaimana yang telah dijelaskan

pada bab-bab sebelumnya. Mahar merupakan suatu hal yang disebutkan dalam

ijab kabul sedangkan jujuran tidak.

Jujuran biasanya berbentuk sejumlah uang. Sedangkan mahar tidak

hanya bisa berbentuk sejumlah uang tetapi bisa juga seperti emas atau barang

lainnya dan bahkan ada juga menjadikan hafalan ayat suci Al-Qur’an sebagai

mahar pernikahan. Jujuran tersebut hanya suatu kebiasaan yang ada dalam adat

Banjar yang hingga saat ini masih lestari dan dipertahankan masyarakat Banjar.

Selain itu terkadang kebanyakkan jumlah jujuran lebih banyak dari pada

jumlah mahar yang ada.

40 Hadis riwayat Abu Dawud nomor 3635

Page 65: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

56

Tradisi Jujuran telah menjadi suatu perbuatan yang terus-menerus

dilakukan oleh masyarakat suku Banjar. Sehingga sesuai dengan kaidah fikih,

حك مة العا د ة م

Artinya: “ Sebuah adat kebiasaan itu bisa dijadikan sandaran

hukum”41

Kaidah fikih ini berkenaan tentang adat atau kebiasaan, dalam bahasa

Arab terdapat dua istilah yang berkenaan dengan kebiasaan yaitu al-‘adat dan

al-‘urf. Adat hanya memandang dari segi berulang kalinya suatu perbuatan

dilakukan dan tidak meliputi penilaian mengenai segi baik dan buruknya

perbuatan tersebut. Maka ‘urf tidak demikian halnya. Kata ‘urf digunakan

dengan memandang ada kualitas perbuatan yang dilakukan, yaitu diakui,

diketahui, dan diterima oleh orang banyak.42

Suatu adat atau ‘urf dapat diterima jika memenuhi syarat-syarat berikut:

1. Tidak bertentangan dengan syariat.

2. Tidak menyebabkan kerusakan dan tidak menghilangkan

kemaslahatan.

3. Telah berlaku pada umumnya orang muslim.

4. Tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan sunnah

Dari beberapa syarat-syarat di atas menunjukkan bahwa jujuran masih

dapat diterima menjadi suatu adat yang dapat dijadikan landasan hukum.

Kedua penulis menganalisis mengenai pengertian dari jujuran.

Meskipun jujuran sudah menjadi suatu adat, akan tetapi sebagian masyarakat

Banjar, masih sering menyamakan antara mahar dengan jujuran. Menurut

41 Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif, Kadah-kaedah Praktis Memahami Fiqih Islami, (t.t:

Pustaka Al-Furqon, 2009), h. 114. 42 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 388.

Page 66: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

57

analisis penulis hal ini disebabkan fungsi yang hampir sama yaitu pemberian

dari pihak laki-laki ke pihak perempuan, serta kebanyakan mahar yang nanti

akan disebutkan dalam akad di ambil dari pemberian jujuran.

Sehingga masyarakat berpendapat bahwa mahar dan jujuran itu sama.

Padahal mahar adalah syarat sah dari perkawinan sedangkan jujuran tidak.

Meskipun bukan merupakan syarat sah dari perkawinan, jujuran dalam

masyarakat Banjar hampir mendekati suatu kewajiban.

Hal ini apabila tidak dilakukan, maka akan menimbulkan cemoohan,

ejekan serta hinaan dari masyarakat, bahkan bisa memicu timbulnya suatu

fitnah. Seperti pandangan masyarakat kepada calon mempelai wanita bahwa

telah hamil diluar pernikahan yang sah.

Dalam pembahasan tentang metode penemuan hukum dengan

pendekatan hukum (maqoshid syari’at) telah digambarkan, bahwa tujuan asy-

syari’ dalam menetapkan hukum adalah semata-mata demi kemaslahatan

hamba-hambanya, bukan untuk menyusahkan dan mempersulit mereka.

Oleh karena itu, baik melalui Al-Qur’an maupun hadis, asy-syari’ tidak

pernah memerintahkan suatu perbuatan, kecuali karena didalam perbuatan

tersebut terdapat kemaslahatan, meskipun didalam perintah tersebut terkadang

terdapat kesulitan yang dalam batas-batas kemampuan manusia untuk

melaksanakan.

Berdasarkan prinsip inilah penulis mecoba menghubungkan antara

praktik jujuran dengan suatu kaidah fikih yaitu,

قد م على جلب ال د م مصالح درء المفاس

Page 67: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

58

Artinya : “Menolak kemudaratan lebih utama daripada meraih

manfaat”.43

Kaidah ini maksudnya adalah berbenturan antara menghilangkan

sebuah kemudhorotan dengan sesuatu yang membawa kemaslahatan maka di

dahulukan menghilangkan kemadhorotan. Karena dengan menolak

kemadhorotan berarti juga meraih kemaslahatan. Sedangkan tujuan hukum

Islam, ujungnya adalah untuk meraih kemaslahatan di dunia dan akhirat.44

Jika penulis hubungkan antara jujuran dengan kaidah ini. Bahwa

jujuran apabila tidak dilakukan dapat menimbulkan kemudharatan. Seperti

yang sudah dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu praktik jujuran di

masyarakat Banjar di Kabupaten Tabalong tidak bertentangan dengan kaidah-

kaidah fikih.

Ketiga penulis akan menganalisis mengenai praktik tawar-menawar

serta menentukan harga dalam adat jujuran. Masyarakat adat Banjar di dalam

menjalankan kebiasaan atau tradisi jujuran kebanyakan tidak merasa terbebani

dan tidak menganggap bahwa jujuran itu adalah hal yang menyimpang dari

hukum Islam. Sehingga hal ini sudah dianggap kebiasaan baik yang harus

ditunaikan bagi pihak yang akan menikahi wanita Banjar. Sebagaimana

pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa ada penentuan jumlah jujuran

oleh pihak keluarga calon mempelai wanita.

Dalam penentuan jumlah jujuran, keluarga mempelai wanita tidak

semena-mena dalam menetukan jumlah jujuran. Sebelum menentukan, mereka

memperkirakan jumlah biaya yang nanti akan dikeluarkan untuk acara

perkawinan. Serta melihat bagaimana latar belakang calon mempelai pria.

43 Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif, Kadah-kaedah Praktis Memahami Fiqih Islami, (t.t:

Pustaka Al-Furqon, 2009), h. 101. 44 Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif, Kadah-kaedah Praktis Memahami Fiqih Islami, h.

102.

Page 68: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

59

Informasi tersebut didapat melalui pembicaraan kedua belah mempelai.

Nantinya akan di informasikan kepada keluarga wanita oleh si mempelai wanita

itu sendiri. Bahwa si calon mempelai pria hanya mampu memberikan jujuran

dalam jumlah tertentu. Apabila keluarga wanita menyetujui, makan akan

ditentukan tanggal untuk menerima kedatangan pihak si calon mempelai pria.

Adapun ketika pada saat tanggal yang ditentukan, dimana keluarga si

calon mempelai pria datang atau lebih dikenal oleh masyarakat Banjar dengan

Badatangan. Keluarga mempelai wanita akan menentukan harga diatas yang

ditentukan sebelumnya, dengan jumlah yang tidak terlalu tinggi dari jumlah

yang dibicarakan sebelumnya.

Hal ini untuk melihat keseriusan dari keluarga pihak mempelai pria dan

disinilah terjadi proses tawar menawar, bisa jadi jumlah jujuran akan lebih

banyak dari jumlah yang telah dibicarakan oleh kedua mempelai sebelumnya,

tetapi bisa juga sesuai dengan yang telah mereka bicarakan.

Hal utama yang terjadi pada saat tawar-menawar adalah bukan untuk

menjual anak, akan tetapi untuk mencari kesepakatan agar terwujudnya rasa

saling tolong-menolong diantara kedua keluarga. Hal ini masih diperbolehkan

di dalam syariat Islam. Hal ini dapat digambarkan di dalam hadis sebagaimana

berikut:

يث سهل بن ي هللاا عنه قل : جاءت امرأة إلى رس ول حد سعد رض

ئت أهب لك هللاا صلى هللاا عليه و سل م فقالت يا رس ول هللاا ج

ي فنظر إليها رس ول هللاا صل ى هللاا عليه وسل م فصع د الن ظر نفس

ا فيها وصو به ث م طأطأ رس ول هللاا صل ي هللاا عليه وسل م رأسه فلم

ن ل م رأت المرأة ان ه لم يقض فيها شيءا جلست فقام رج

Page 69: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

60

جنيها أصحبه فقال يا رس ول هللاا إن لم يك ن لك بها حاجت فزو

ن شيء فقال ل وهللاا يا رس ول هللاا فقال اذهب ف ندك م قال فهل ع

د شيءا فذهب ث م رجع فقل ل وهللاا ما إل أهلك فانظ رهل تج

لو وجدت شيءا فقال رس ول هللاا صل ي هللاا عليه وسل م انظ ر و

داء فلها ي قال سهل ما له ر ن هذا إزار يد ولك ن حد خاتما م

ك نصف ه فقال رس ول هللاا صل ى هللاا عليه وسل م ما تصنع بإزار

نه شيء وإن لبسته عليك نه شيء إن لبسته لم يك ن عليها م م

ل حت ى إذا طال مجلس ه قام فرآه رس ول هللاا صل ى هللاا ج فجلس ار

ن ا جاء قال ماذا معك م ي فلم ول يا فأمر به فد ع عليه وسل م م

ي س ورة كذا وس ورة كذا عدده ه ن عن الق رآن قال مع ا فقال تقرؤ

ن الق رآن ل كتها بما معك م ظهر قلبك قال نعم قال اذهب فقد م

Artinya : “Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu,

dia telah berkata: “ Pada suatu ketika seorang perempuan datang

menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya

berkata: “Wahai Rasulullah! Aku datang untuk menyerahkan

diriku kepadamu. “ Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam memandangnya sambal mendongak kepadanya dan

memperhatikan dengan teliti kemudian belaiau mengangguk-

anggukan kepalanya. Ketika perempuan itu mendapati

Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wasallam diam tanpa memberi

keputusan, perempuan itu segera duduk, lalu bangkitlah seorang

sahabt dan berkata: “Wahai Rasulullah! Sekiranya engkau tidak

ingin mengawininya kawinkanlah aku dengannya. “Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam segera bertanya : ”Apakah kamu

memiliki sesuatu yang dijadikan maskawin ? “Sahabat itu

menjawab: “Tidakada” Beliau bersabda: “Pulanglah menemui

keluargamu, mencari sesuatuyang bsa dijadikan maskawin.”

Lantas sahabat tersebut pulang, kemudian kembali menemui

45 Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar al-

Ma’rifah. T.th), Juz 3, h. 232.

Page 70: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

61

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Demi

Allah! Aku tidak mendapatkan apa-apa yang bisa dijadikan

maskawin.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

berkata lagi: “Carilah walaupun sebentuk cincin besi.” Lalu

sahabat tersebut pulang dan datang kembali serta berkata:

“Wahai Rasulullah! Demi Allah aku tidak mendapatkan apa-apa

walaupun cincin besi, tetapi aku hanya memiliki kain ini, yaitu

kain yang hanya bisa menutupi bagian bawah badanku (Sahl

berkata: Sahabat ini tidak mempunyai pakaian yang menutup

bagian atas badannya) karena yang separo sudah aku berikan

kepada perempuan tersebut.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam bertanya:”Apa yang bisa engkau perbuat dengan kainmu

sekiranya sengkau memakai kain itu ? Apakah perempuan

tersebut tidak dapat memakainya walaupun sedikit ? Apakah

apabila dia memakai kain tersebut engkau tidak mempunyai

apa-apa untuk dipakai?” Sahabat itu duduk terdiam sekian lama

kemudian bangun lalu berjalan mondar-mandir kesana kemari.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat tingkah sahabat

tersebut. Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

memerintahkan supaya dia dipanggil. Setelah sahabat tersebut

tiba, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Apakah

kamu mempunyai Al-Qur’an?” Sahabat tersebut menjawab:

“Aku hafal surat ini dan surat itu.” Lalu sahabat tersebut

menghitungnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

bertanya lagi: “Apakah engkau bisa membacanya secara

hafalan?” Sahabat tersebut menjawab: “Ya!” Rasulullah

berkata: “Pergilah! Engkau telah emilikinya berdasarkan

maskawin berupa ayat atau surat Al-Qur’an yang engkau hafal.”

(H.r. al-Bukhari)

Hadis di atas menerangkan bahwa maskawin tidak harus berupa harta

benda yang mahal. Mengajar Al-Qur’an atau sebuah cincin besi boleh dijadikan

maskawin kalau memang tidak punya apa-apa. Apabila mampu, seyogyanya

maskawin yang diberikan itu terdiri dari benda yang bermanfaat seperti emas,

uang dan lain-lain. Semakin tinggi nilai manfaatnya, semakin baiklah

maskawin tersebut.46

46 Ahmad Mudjab Mahalli dan Ahmad Rodli Hasbullah, Hadis-Hadis Muttafaq ‘Alaih

Bagian Munakahat dan Mu’amalat (Jakarta: Kencana, 2004), h. 44.

Page 71: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

62

Keempat penulis akan menganalisis mengenai jujuran sebagai

pemberian dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan pada saat Badatang.

Hal-hal yang berkaitan dengan pemberian hadiah yang diberikan pihak laki-laki

kepada pihak perempuan selama proses Badatang, pada dasarnya merupakan

hadiah. Hadiah-hadiah ini sangat dianjurkan dengan maksud untuk memperat

tali silalturrahim. Akan tetapi jujuran tidak memiliki nilai jaminan apabila

setelah jujuran diberikan pernikahan dibatalkan. Apabila kita padankan dengan

istilah fikih, maka jujuran dapat diartikan dengan hadiah-hadiah khitbah. Ada

beberapa pendapat fikih mengenai mengembalikan hadiah-hadiah khitbah:

Pertama, boleh memintanya kembali jika barangnya yang dihadiahkan

masih ada dan utuh. Akan tetapi jika barangnya sudah rusak atau kualitasnya

menurun, maka lelaki pengkhitbah tersebut tidak berhak meminta gantinya.

Pendapat ini dikemukakan oleh madzhab Hanafi.47

Kedua, tidak boleh memintanya kembali, meskipun pembatalan

pertunangan dari pihak perempuan, kecuali ada syarat dan tradisi yang berlaku.

Pendapat ini dikemukakan oleh sebagian ulama madzhab Maliki.

Ketiga, hadiah boleh diminta kembali apapun bentuknya. Jika hadiah

itu berupa barang yang masih utuh, maka barang itu diminta kembali. Jika

barangnya rusak, maka diminta kembali nilai harga barang tersebut. Pendapat

ini dikemukakan oleh jumhur ulama madzhab Syafi’I dan Hambali. Bagi

mereka, hadiah tidak sama dengan hibah, karena bagi mereka salah satu syarat

hibah adalah tanpa imbalan. Peminang yang memberi hadiah dalam

pertunangan, pada dasarnya mensyaratkan kekalnya akad. Jika akad itu tidak

terlaksana, maka dia berhak memintanya kembali.

47 Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Penerjamah Abdul Hayyie al-Kattani,

dkk. Fiqih Islam 9. Jakarta: Gema Insani, 2011, h. 37.

Page 72: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

63

Keempat, jika pembatalan pertunangan dari pihak peminang, maka dia

tidak berhak untuk meminta kembali hadiah yang diberikannya. Jika

pembatalan berasal dari pihak perempuan, maka peminang berhak memintanya

kembali. Sebab, tujuan diberikannya hadiah itu belum terlaksana. Pendapat ini

dikemukakan oleh Rafi’I dari kalangan madzhab Syafi’I, Ibnu Rasyid dari

kalangan madzhab Maliki dan pendapat yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah.48

48 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fiqh As-sunnah Wa Adillatuhu wa

Taudhih Madzahib Al A’immah, Penerjamah Khairul Amru Harahap dan Faisal Saleh. Shahih

Fikih Sunnah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009, h. 196.

Page 73: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

64

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan yang terdapat pada beberapa bab sebelumnya maka

penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut, diantaranya:

1. Masyarakat Banjar di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan memahami

bahwa jujuran dengan mahar itu berbeda. Walaupun sama-sama merupakan

pemberian dari pihak laki-laki, akan tetapi mahar di katakan menjadi suatu

keharusan yang diberikan dan diucapkan pada saat akad nikah. Sedangkan

jujuran hanya pemberian yang merupakan kesepakatan antara kedua belah

pihak. Dalam hal jumlah atau besaran jujuran dapat dipengaruhi strata

sosial yang dimiliki oleh pihak keluarga mempelai wanita. Strata sosial

disini tidak hanya berarti berasal dari keturunan kerajaan, tetapi bisa juga

karena seorang wanita telah memilki pekerjaan yang layak, jabatan yang

tinggi atau karena jenjang pendidikan yang telah dilalui. Telah terjadi

beberapa pergeseran dimasyarakat mengenai jujuran. Yang seharusnya

jujuran di jadikan sebagai media tolong menolong dan silturahmi. Bergeser

menjadi ajang saling gengsi mengenai jumlah atau besaran nilai jujuran.

2. Makna filosofis yang terkandung dalam adat Banjar mengenai jujuran

yaitu, adat tersebut berkaitan dengan prinsip tolong-menolong. Yang mana

antara kedua belah pihak saling tolong-menolong dalam mempersiapkan

kebutuhan dalam acara pernikahan. Selain itu jujuran juga sebagai media

pengikat antara kedua belah pihak mempelai agar tidak diperkenankan

untuk menerima lamaran dari orang lain. Namun hubungan kedua calon itu

sendiri tetap sebagai orang asing yang diharamkan berduaan, berkhalwat

atau hal-hal yang sejenisnya.

3. Integrasi hukum Islam dengan budaya jujuran adalah bahwa jujuran dengan

ajaran Islam memiliki prinsip yang sama, yaitu prinsip tolong-menolong

Page 74: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

65

dan memperpanjang tali silaturrahim. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada

pemisahan antara budaya dan agama, karena budaya (kearifan) lokal dapat

terintegrasi dengan nilai-nilai atau semangat yang terkandung dalam Islam

B. Saran-saran

1. Bagi masyarakat, hendaknya berupaya tetap mempertahankan tradisi

jujuran sebagai salah satu identitas kebangsaan yang mengandung norma

kearifan lokal dan berusaha untuk lebih memahami hubungan antara tradisi

jujuran dengan nilai-nilai ajaran Islam. Agar kiranya setiap perkembangan

zaman dapat direspon dengan baik tanpa ada kesalahan-kesalahan yang

menyimpang dari ajaran agama.

2. Bagi ilmuwan dan ulama, hendaknya memilki kewajiban untuk

memberikan penjelasan mengenai nilai kearifan lokal yang terintegrasi

dengan Islam, tanpa menghindari perkembangan zaman. Karena justru

nilai-nilai utama filosofi dari tradisi jujuran seiring dengan semangat ajaran

Al-Qur’an yang mendorong masyarakat untuk tetap mempertahankan dan

menjalakan nilai-nilai ajarannya.

3. Bagi seluruh mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, hendaknya agar lebih intens melakukan penelitian di

bidang etnografis, untuk mengetahui bagaimana masyarakat tetap

mempertahankan prinsip-prinsip nilai keislaman yang dikemas dalam

tradisi-tradisi adat suatu daerah dan masih dipertahankan hingga saat ini,

Page 75: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

66

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Adil Abdul Mun’im Abu. Az-Zawaj wa al-‘Alaqaat al-Jinsiyyah fi al-Islam.

Penerjamah Gazi Said, Ketika Menikah Jadi Pilihan. Jakarta: Almahira, 2008.

Ali, Mohammad Daud. Hukum Islam dan Peradilan Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2002.

Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Apeldoorn, Van. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Permas, 1975.

Arfa, Faisar Ananda dan Wathi Marpaung, Metode Penelitian Hukum Islam Jakarta:

Prenadamedia Group, 2016.

As-San’ani Muhammad Ibnu Ismail. Subul as-Salam, Beirut: Dar al-Fikr. T.th.

Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. Fiqh

Munakahat: Khitbah, Nikah, dan Talak. Jakarta: Amzah, 2004.

Baihaqi, al-, Ahmad Ibn Al-Hasan Ibn Ali. Sunan Al-Kubra, Beirut: Dar al-Fikr, t.th.

Bugha, al-, Musthafa. Diib At-Tadzhîb fî Adillat Al-Ghâyat wa At-Taqrîb Al-Masyhur

bi Matan Abi Syuja’ fi Al-Fiqh Asy-Syâfi’î, Penerjamah D.A Pakihsati. Fikih

Islam Lengkap. Solo: Media Zikir, 2010.

Bukhari, al-, Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail. Shahih Bukhari, Kairo: Darul

Haisyim, 2003.

Bukhari, al-, Imam Hafids Abi Abdillah Ibn Ismail. Shahih Bukhari, Riyadh: Baitul

Afkar Addauliyah, 1998.

Daud, Alfani. Islam dan Masyarakat Banjar: Diskripsi dan Analisa Kebudayaan

Banjar, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997.

Daly, Peunoh. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: PT BULAN BINTANG, 2005.

Madkur, Ibrahim. Al-Mu’jam al-Wasit. Beirut: Dar al-Fikr, t.th.

Mahalli, Ahmad Mudjab dan Ahmad Rodli Hasbullah. Hadis-hadis Muttafaq ‘Alaih

Jakarta: Kencana, 2004.

Mahalli, al-, Jalaluddin bin Muhammad Tafsiir Al-Jalalain. Penerjamah Najib Junaedi,

Tafsir Jalalain. Surabaya: Pustaka elBA, 2010.

Page 76: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

67

Mochamad Rochman Firdian, “Tradisi “maantar jujuran” dalam perkawinan adat

Banjar Kalimantan selatan perspektif hukum Islam dan sosiologi hukum.”

Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan

Ampel Surabaya, 2015.

Mubarak, Syaikh Faishal bin Abdul Aziz Alu. Bustanul Ahbar Mukhtashar Nail al

Authar. Penerjamah Amir Hamzah dan Asep Sefullah, Ringkasan Nailul

Authar. Jakarta: Pustaka Azzam, 2006.

Mughniyah, Muhammad Jawad. al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Khamsah, Penerjamah

Masykur A.B, Afif Muhammad, dan Idrus Al-Kaff. Fiqih Lima Madzhab.

Jakarta: Lentera, 2010.

Muslim, Imam. Shohih Muslim, Beirut-Libanon: Darul Ma’rifah, 2007M/1428H.

Nasution, Rosramadhana. Ketertindasan Perempuan dalam Tradisi Kawin Anom:

Subaltern Perempuan Pada Suku Banjar dalam Perspektif Poskolonial,

Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016.

Nawawi, Hadari Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2007.

Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah,

Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.

Ramulyo, Mohd. Idris. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004.

Sabiq , Ahmad bin Abdul Lathif, Kadah-kaedah Praktis Memahami Fiqih Islami, t.t:

Pustaka Al-Furqon, 2009.

Sabiq. Sayyid. ed, Fiqh Sunnah. Penerjamah Abdurrahim dan Masrukhin. Fikih

Sunnah 3. Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011

Saleh, Hasan. Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer. Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada, 2008.

Salim, Abu Malik Kamal bin As-Sayyid. Shahih Fikih Sunnah, Jakarta: Pustaka

Azzam, 2009.

Setiady, Tolib. Intisari Hukum Adat Indonesia (Dalam Kajian Keputusan), Bandung:

Penerbit Alfabeta, T.th.

Shalih, Syaikh. Al-Fiqh al-Muyassar, Penerjamah Izzudin Karimi. Fikih dan Hukum

Islam. Jakarta: Darul Haq, 2015.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbâh. Ciputat: Lentera Hati, 2000.

Page 77: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

68

Sopyan, Yayan. Buku Ajar Pengantar Metode Penelitian, Ciputat, Buku Ajar, 2010.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat

dan Undang-undang Perkwinan, Jakarta: Kencana, 2007.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: PRENADA

MEDIA, 2006.

Utsaimin, al-, Syaikh Muhammad bin Shalih. Fiqh Imrotul Muslimah, Penerjamah

Faisal Saleh dan Yusuf Hamdani. Shahih Fiqih Wanita. Jakarta: Akbarmedia,

2009.

Utsaimin, al-‘, Syaikh Muhammad bin Shalih, Syarh Hilyah Thaalibil ‘Ilmi,

Penerjamah Ahmad Sabiq. Syarah Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu. Jakarta:

Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2007.

Yanggo, Huzaemah T. (ed.), Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, Jakarta:

IIQ Press, 2011.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah,

2010.

Yusuf, A. Muri. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan ,

Jakarta : Prenadamedia Group, 2014.

Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqhu Asy-Syafi’I Al-Muyassar, Penerjamah Muhammad Afifi

dan Abdul Hafidz. Fiqih Imam Syafi’i. Jakarta: Almahira, 2010.

Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Penerjamah Abdul Hayyie al-Kattani,

dkk. Fiqih Islam 9. Jakarta: Gema Insani, 2011.

Artikel dan Wawancara

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tabalong dalam Angka 2010, BPS Kabupaten

Tabalong, 2010.

BAPPEDA dan BPS Kabupaten Tabalong, Monografi Kabupaten Tabalong 2009.

Profil Kabupaten Tabalong diakses pada 20 Desember 2017 dari

http://tabalongkab.go.id/.

Profil Kabupaten Tabalong diakses pada 20 Desember 2017 dari

tabalongkab.bps.go.id.

Wawancara Pribadi dengan Ahmad Jaelani (Masyarakat), Tabalong 20 Januari 2018.

Page 78: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

69

Wawancara Pribadi dengan Arif Rahman Hakim (Tokoh Agama), Tabalong 25 Januari

2018.

Wawancara Pribadi dengan Agus Sami (Tokoh Adat), Tabalong 27 Januari 2018.

Wawancara Pribadi dengan Aulia Rachman (Masyarakat), Tabalong 19 Januari 2018.

Wawancara Pribadi dengan Asnawati (Masyarakat), Tabalong 20 Januari 2018.

Wawancara Pribadi dengan Asnah Hudaya (Pegawai Kemenag Tabalong), Tabalong

21 Januari 2018.

Wawancara Pribadi dengan Ahmad Robyani (Masyarakat), Tabalong 22 Januari 2018.

Wawancara Pribadi dengan Ahmad Zarkasi (Ketua Kelompok Pengawas Kemenag

Tabalong), Tabalong 23 Januari 2018.

Wawancara Pribadi dengan Bahrul Amiq (Penghulu Kampung), Tabalong 17 Januari

2018.

Wawancara Pribadi dengan Hendra (Masyarakat), Tabalong 22 Januari 2018.

Wawancara Pribadi dengan Husni Thamrin (Tokoh Agama), Tabalong 23 Januari

2018.

Wawancara Pribadi dengan Misna Wati (Masyarakat), Tabalong 21 Januari 2018.

Wawancara Pribadi dengan Mustofa Inani (Ketua Bimbingan Masyarakat Islam),

Tabalong 22 Januari 2018.

Wawancara Pribadi dengan Muhamad Rijani (Wakil Lurah Mabuun), Tabalong 22

Januari 2018.

Wawancara Pribadi dengan Noraianah (Tokoh Masyarakat), Tabalong 22 Januari 2018.

Wawancara Pribadi dengan Norma (Ketua RT), Tabalong 24 Januari 2018.

Page 79: Skripsi - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41086/1/RIFQI... · (Kajian Etnografis Hukum Islam Dalam Perkawinan Adat ... pandangan Islam terhadap

70

Wawancara Pribadi dengan Rahman Hakim (Penghulu KUA Murung Pudak),

Tabalong 26 Januari 2018.

Wawancara Pribadi dengan Sahidul Bakhri (Kepala KUA Murung Pudak), Tabalong

24 Januari 2018.

Wawancara Pribadi dengan Zaenal Silaturahmi (Ketua RT), Tabalong 22 Januari 2018.