skripsi hukum kenegaraan di fakultas hukum universitas widya mataram yogyakarta

90
IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 19 TAHUN 2011 DALAM PENGELOLAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta Disusun Oleh: Nama : DIDIT AZHARI Nomor Induk Mahasiswa : 09.221.4250 Program Studi : Ilmu Hukum Konsentrasi : Hukum Kenegaraan FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIDYA MATARAM YOGYAKARTA TAHUN 2012

Upload: universitas-widya-mataram-yogyakarta

Post on 20-Jun-2015

1.360 views

Category:

Education


7 download

DESCRIPTION

Implementasi Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011 dalam Pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR

19 TAHUN 2011 DALAM PENGELOLAAN BEA PEROLEHAN HAK

ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) UNTUK

MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI

DAERAH (PAD)

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Guna

Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Disusun Oleh:

Nama : DIDIT AZHARI

Nomor Induk Mahasiswa : 09.221.4250

Program Studi : Ilmu Hukum

Konsentrasi : Hukum Kenegaraan

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS WIDYA MATARAM YOGYAKARTA

TAHUN 2012

Page 2: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

HALAMAN PERSETUJUAN

IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR

19 TAHUN 2011 DALAM PENGELOLAAN BEA PEROLEHAN HAK

ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) UNTUK

MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI

DAERAH (PAD)

Penyusun:

Signed

DIDIT AZHARI

NIM: 09.221.4250

Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing,

Signed

Hj. TRI WAHYUNI HERUWATI, S. H., C. N.

NIP: 1955121119870 3 2 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Hukum

Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Signed and Stamped

BAKRI DENIN, B. E., S. H., M. H.

NIP: 1949051019860 1 1 001

Page 3: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

HALAMAN PENGESAHAN

IMPLEMENTASI PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR

19 TAHUN 2011 DALAM PENGELOLAAN BEA PEROLEHAN HAK

ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) UNTUK

MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI

DAERAH (PAD)

Skripsi Ini Telah Dipertahankan Dihadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Pada Hari Senin, Tanggal 19 Maret 2012

Ketua,

Signed

Hj. TRI WAHYUNI HERUWATI, S. H., C. N.

NIP: 1955121119870 3 2 001

Anggota, Anggota,

Signed Signed

H. SUNARTA, S. H., M. Hum. Hj. IPUK ISTIQOMAH, S. H., M. H.

NIP: 1963122819900 3 1 002 NPK: 510.810.228

Mengetahui,

Dekan Fakultas Hukum

Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Signed and Stamped

BAKRI DENIN, B. E., S. H., M. H.

NIP: 1949051019860 1 1 001

Page 4: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

HALAMAN MOTTO

“EVERYDAY IS RACE,

THE LAST BUT NOT LEAST”

(Anonymous)

“Setiap hari langkah kehidupan begitu cepat, bagaikan pembalap berebut dan

melaju menjadi nomor satu, tetapi yang terakhir bukanlah yang terburuk.”

“SUCCESS IS THE ABILITY TO GO FROM ONE FAILURE TO ANOTHER

WITH NO LOSS OF ENTHUSIASM”

(Sir Winston Churchill, Great Britain Prime Minister on World War II)

“Kesuksesan adalah kemampuan untuk beranjak dari suatu kegagalan ke

kegagalan yang lain tanpa kehilangan keinginan untuk berhasil”

Page 5: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur yang mendalam, dengan telah diselesaikannya Skripsi

ini Penulis mempersembahkannya kepada:

1. Keluarga besar Penulis yang telah senantiasa membantu menyelesaikan

Skripsi ini.

2. Segenap civitas akademika kampus Universitas Widya Mataram Yogyakarta,

staf pengajar, karyawan, dan seluruh mahasiswa semoga tetap semangat dalam

beraktivitas mengisi hari-harinya di kampus Universitas Widya Mataram

Yogyakarta.

3. Teman-teman Penulis baik itu teman kuliah seangkatan, adik kelas, kakak

kelas pada Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta, maupun

teman-teman dari fakultas dan universitas lain yang telah banyak memberi

masukan, semangat, dan arahan hingga akhirnya dapat terselesaikan Skripsi

ini.

Page 6: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas segala limpahan

rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan karya

tulis yang berbentuk Skripsi ini dengan judul: “IMPLEMENTASI

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 19 TAHUN 2011

DALAM PENGELOLAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN

BANGUNAN (BPHTB) UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI

DAERAH (PAD)”.

Penyusunan Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan guna

memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Widya

Mataram Yogyakarta tempat dimana Penulis belajar ilmu hukum. Selain itu juga

untuk menerapkan teori-teori yang pernah Penulis dapatkan selama mengikuti

perkuliahan guna mengetahui pengelolaan BPHTB oleh Pemerintah Kota

Yogyakarta.

Dalam penyusunan Skripsi ini, Penulis banyak memperoleh bimbingan,

ide, bantuan, dorongan, dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan kali ini sudah selayaknya apabila Penulis menghaturkan terima kasih

yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Rektor Universitas Widya Mataram Yogyakarta beserta seluruh staf pengajar

dan karyawan yang telah banyak memberikan berbagai pelayanan dan

kemudahan selama Penulis mengikuti pendidikan.

Page 7: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta beserta staf

pengajar dan karyawan yang telah memberikan kemudahan serta bekal ilmu

pengetahuan untuk mempelajari dan mendalami ilmu hukum selama Penulis

mengikuti pendidikan.

3. Ibu Hajjah Tri Wahyuni Heruwati, S. H., C. N., selaku dosen pembimbing

Skripsi yang telah banyak mamberikan bimbingan, nasehat, petunjuk,

semangat, dan arahan kepada Penulis serta yang selalu terbuka menerima

usulan dan ide dari Penulis dalam penyusunan Skripsi ini.

4. Bapak Santoso, S. E. selaku Kepala Seksi Pembukuan dan Pelaporan Dinas

Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan (DPDPK) Kota Yogyakarta beserta

stafnya yang telah banyak membantu dan memberikan informasi dan data-data

yang diperlukan Penulis dalam penyusunan Skripsi ini.

5. Keluarga besar dan teman-teman Penulis baik itu teman di Universitas Widya

Mataram Yogyakarta maupun universitas lain yang telah memberikan doa

restu dan dorongan baik secara moril maupun spirituil selama Penulis

mengikuti pendidikan di perguruan tinggi.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka

saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan.

Yogyakarta, 19 Maret 2012

Penulis,

Signed

DIDIT AZHARI

NIM: 09.221.4250

Page 8: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii

HALAMAN MOTTO ................................................................................. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. v

KATA PENGANTAR................................................................................. vi

DAFTAR ISI ............................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR................................................................................... xiii

ABSTRAKSI/INTISARI ............................................................................ xiv

ABSTRACT/SUMMARY........................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah.................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................. 6

C. Tujuan Penelitian .............................................................. 7

D. Manfaat Penelitian ............................................................ 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................... 9

A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik .................................. 9

B. Tinjauan Tentang Implementasi Kebijakan Publik............. 13

1. Pengertian Implementasi Kebijakan ............................. 13

2. Teori Implementasi Kebijakan ..................................... 17

Page 9: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

C. Tinjauan Tentang Implementasi Kebijakan Peraturan

Walikota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor

84 Tahun 2008 Tentang Fungsi, Rincian Tugas, dan

Tata Kerja Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan

Keuangan Kota Yogyakarta ............................................. 20

1. Perubahan Pada Pasal 1 Ayat (1) huruf f, Ayat (2)

huruf m, dan Ayat (3) huruf j........................................ 21

2. Kewenangan Pemerintah Kota Yogyakarta Dalam

Mengelola BPHTB....................................................... 23

D. Tinjauan Tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD)............. 28

BAB III METODE PENELITIAN ................................................... 32

A. Jenis Penelitian ................................................................. 32

B. Sumber Data ..................................................................... 33

1. Subjek Penelitian ........................................................... 33

2. Objek Penelitian............................................................. 33

C. Lokasi Penelitian............................................................... 34

D. Responden ........................................................................ 35

E. Metode Pengumpulan Data................................................ 35

1. Observasi (Pengamatan)................................................. 35

2. Document Research (Penelitian Kepustakaan)................ 35

3. Indepth Interview (Wawancara Mendalam) .................... 36

F. Metode Analisis Data ........................................................ 36

Page 10: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN...................... 39

A. Pelaksanaan Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota

Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Perubahan

Atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 84 Tahun

2008 Tentang Fungsi, Rincian Tugas, dan Tata Kerja

Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan Kota

Yogyakarta Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli

Daerah (PAD) ................................................................... 39

1. Analisis Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8

Tahun 2010................................................................... 45

2. Analisis Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 102

Tahun 2010................................................................... 48

3. Analisis Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 19

Tahun 2011................................................................... 49

B. Evaluasi Pelaksanaan Implementasi Kebijakan Peraturan

Walikota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor

84 Tahun 2008 Tentang Fungsi, Rincian Tugas, dan

Tata Kerja Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan

Keuangan Kota Yogyakarta Untuk Meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) ......................................... 58

1. Faktor Pendukung ......................................................... 59

2. Faktor Penghambat ....................................................... 60

Page 11: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

BAB V PENUTUP............................................................................ 62

A. Kesimpulan....................................................................... 62

B. Saran................................................................................. 65

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 68

LAMPIRAN

Page 12: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

DAFTAR TABEL

Tabel I Proses Kebijakan Publik ........................................................ 75

Page 13: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Bagan Struktur Organisasi Dinas Pajak Daerah dan

Pengelolaan Keuangan (DPDPK) Kota Yogyakarta ............... 75

Page 14: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

ABSTRAKSI/INTISARI

Berawal dari diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, khususnya dalam pengelolaan Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sejak Januari 2011 maka kini

pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki pekerjaan baru sebagai pelimpahan

dari pemerintah pusat. Kota Yogyakarta telah dinilai siap untuk melaksanakan

pekerjaan tersebut dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Kota Yogyakarta

Nomor 8 Tahun 2010 tentang BPHTB, dan petunjuk pelaksanaannya dituangkan

dalam Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 102 Tahun 2010, sehingga dinas

yang melaksanakan pekerjaan tersebut yaitu Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan

Keuangan Kota (DPDPK) Kota Yogyakarta sebagai ujung tombak dalam

pengelolaan BPHTB di Kota Yogyakarta. Dalam melakukan tugas tersebut maka

dikeluarkanlah Peraturan Walikota Nomor 19 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 84 Tahun 2008 tentang Fungsi, Rincian

Tugas, dan Tata Kerja Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan (DPDPK)

Kota Yogyakarta yang didalamnya terdapat poin-poin perubahan pasal dalam

rangka mengelola BPHTB. Penerimaan pajak daerah Kota Yogayakarta pada

akhir tutup buku tahun 2010 tercapai melampaui target begitu pula tahun 2011

juga melampaui target yang ditetapkan. Penerimaan sampai bulan Desember 2011

mencapai Rp 158.724.247.821,- dari target yang ditetapkan yakni Rp

131.034.709.856 atau mencapai 121,13%, sehingga penelitian ini dilaksanakan

untuk dalam rangka mengetahui implementasi atas diberlakukannya Peraturan

Walikota Nomor 19 Tahun 2011 dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli

Daerah (PAD).

Berdasarkan uraian diatas maka Penulis memilih judul penelitian

“Implementasi Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011

Dalam Pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)”. Bagaimana

Implementasi Perwal tersebut dalam rangka meningkatkan PAD Kota Yogyakarta.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, lokasi penelitian berada di

Kantor Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan (DPDPK) Kota

Yogyakarta, teknik pengumpulan data dengan pengamatan, wawancara, dan studi

pustaka. Jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Sedangkan analisisnya

menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

Dari hasil evaluasi data dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan fungsi

pengelolaan BPHTB oleh DPDPK Kota Yogyakarta tergolong sangat baik

tercermin dengan pencapaian target yang melampaui target yang ditetapkan dan

telah dikelolanya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) per Januari 2012, akan tetapi

kuantitas dan kualitas pegawai DPDPK Kota Yogyakarta cenderung masih perlu

untuk ditingkatkan, hal ini tercermin dari telah dilakukannya penyuluhan kepada

masyarakat/wajib pajak pembayar BPHTB namun masyarakat/wajib pajak

cenderung masih belum berkesadaran untuk membayar dan mengurus sendiri

BPHTB yang dibayarnya.

Kata Kunci: Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Page 15: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

ABSTRACT/SUMMARY

Starting from the enactment of Act Number 28 Year 2009 on Regional

Taxes and Levies, particularly in the management of Fees of Acquiring Land

Rights and Buildings (BPHTB/Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan)

since January 2011 but now a local government district/municipality has a new

job as a devolution of central government. Yogyakarta city has been judged ready

to carry out such work with the issuance of Local Regulation of Yogyakarta

Number 8 Year 2010 on BPHTB, and implementation instructions contained in

the Mayor of Yogyakarta Regulation Number 102 Year 2010, so the agency is

performing a task that the Regional Office of Tax and Financial Management of

Yogyakarta as the spearhead in the management BPHTB in the city of

Yogyakarta. In performing these duties the Mayor of Yogyakarta Regulation

Number 19 Year 2011 regarding Amendment in the Mayor of Yogyakarta

Regulation Number 84 Year 2008 regarding Function, Task Details, and

Administration of Regional Office of Tax and Financial Management of

Yogyakarta city in which there are points of article changes in order to manage

BPHTB. Local tax receipts Yogayakarta City closing at the end of 2010 exceeded

the target as well as achieved in 2011 also exceeded the target set. Acceptance

until the month of December 2011 reached Rp. 158.724.247.821,- of the target set

at Rp. 131.034.709.856,- or reach 121.13%, so that the research was conducted in

order to know the implementation of the enactment of Mayor of Yogyakarta

Regulation Number 19 Year 2011 in order to increase revenue.

Based on the description above, the study authors chose the title “The

Implementation of Mayor of Yogyakarta Regulation Number 19 Year 2011

in the Management of Acquisition Fees and Building Land Rights To

Increase Revenue”. How this regulation implementation projects in order to

increase the revenue of the city.

This type of research is descriptive research, the study site is located in the

Regional Office of Tax and Financial Management of Yogyakarta, data collection

techniques by observation, interview and literature study. This type of data is

primary data and secondary data. While the analysis using qualitative descriptive

analysis.

From the evaluation results can be concluded that the implementation of

data management functions BPHTB by the city of Yogyakarta is in excellent as

reflected by the achievement of targets over the target and has managed land and

building tax (PBB/Pajak Bumi dan Bangunan) since January 2012, but the

quantity and quality of employees Regional Office of Tax and Financial

Management of Yogyakarta likely still need to be improved, it is reflected from

has done outreach to the community/taxpayers paying BPHTB but the

public/taxpayers are still not conscious tend to pay and manage their own BPHTB

which he paid.

Keyword: Fees of Acquiring Land Rights and Buildings (BPHTB/Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Page 16: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pemerintah pusat

kembali mengeluarkan regulasi tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

(PDRD). Dengan UU ini maka telah dicabut UU Nomor 18 Tahun 1997,

sebagaimana sudah diubah dengan UU Nomor 34 Tahun 2000. Berlakunya

UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang baru di satu sisi akan

memberikan keuntungan bagi daerah kabupaten/kota karena adanya sumber-

sumber pendapatan baru. Dalam Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009 pajak yang dapat dipungut oleh kabupaten/kota ada 11 jenis

pajak, dimana 8 pajak merupakan jenis yang lama dan 3 jenis pajak lainnya

adalah jenis pajak baru, antara lain sebagai berikut:

1. Pajak Hotel;

2. Pajak Restoran;

3. Pajak Hiburan;

4. Pajak Reklame;

5. Pajak Penerangan Jalan;

6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

7. Pajak Parkir;

8. Pajak Air Tanah;

9. Pajak Sarang Burung Walet;

Page 17: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan;

11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Disebutkan juga secara eksplisit dalam Pasal 2 Ayat (3) bahwa daerah

dilarang memungut pajak selain yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009. Ini berarti bahwa jenis-jenis pajak yang bisa dipungut daerah

bersifat terbatas dan tertutup. Daerah dilarang untuk menetapkan jenis pajak

lain untuk memungutnya.

Pajak-pajak jenis baru yang sebelumnya menjadi kewenangan

pemerintah pusat dan yang kini diserahkan untuk dipungut dan dikelola oleh

pemerintah daerah kabupaten/kota, antara lain sebagai berikut:

1. Pajak Sarang Burung Walet;

2. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan, dan;

3. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Dengan bertambahnya jenis pajak yang dikelola oleh daerah tersebut

tentunya akan menambah sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) apabila

potensi di daerah demikian besar, dan yang menjadi fokus pada penelitian ini

adalah mengenai BPHTB.

Pengalihan kewenangan pengelolaan BPHTB dari pemerintah pusat ke

pemerintah daerah dimulai pada tanggal 1 Januari 2011, ini berarti BPHTB

akan menjadi pajak daerah sekaligus sumber Penerimaan Asli Daerah (PAD).

Sedangkan untuk pengelolan PBB masih akan dialihkan secara bertahap

hingga 1 Januari 2014. Pengalihan kewenangan pengelolaan pajak ini dapat

dikaitkan langsung dengan kebijakan otonomi daerah dimana penyelenggaraan

Page 18: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

otonomi daerah memberikan indikasi bahwa daerah diharapkan dapat

menggali potensi sumber-sumber keuangan sendiri dalam rangka membiayai

urusan rumah tangganya. Hal ini dapat kita lihat dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 25 Tahun 2000 dimana kewenangan kabupaten/kota tidak diatur,

karena Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 pada dasarnya meletakkan

semua kewenangan pemerintahan pada daerah kabupaten/kota, kecuali yang

telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 95 Ayat

(1), meskipun pemungutan BPHTB menjadi hak daerah, namun tanpa

peraturan daerah (perda), pemerintah daerah tak boleh memungut BPHTB,

dan yang menjadi salah satu problema yang dihadapi oleh pemerintah

kabupaten/kota adalah tak semuanya siap menjadi pemungut pajak ini karena

belum semua daerah kabupaten/kota memiliki perda BPHTB sebagai landasan

untuk memungut dari masyarakat, salah satu kemungkinannya karena potensi

BPHTB di suatu daerah itu terlalu kecil dalam menyumbang pemasukan PAD

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009.

Menurut Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu)

Mochamad Tjiptardjo, pemerintah daerah kabupaten/kota harus memiliki

payung hukum pemungutan BPHTB berupa peraturan daerah atau perda.

Selain itu, pemda juga harus menyiapkan sumber daya manusia dan prosedur

pemungutan BPHTB. Pemerintah daerah yang belum memiliki perda hingga 1

Januari 2011 tidak berhak menagih BPHTB. Artinya, selama belum memiliki

Page 19: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

perda yang mengatur BPHTB, maka Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan di daerah tersebut sama saja gratis (Sumber: Surat Kabar Patroli

Bangsa, 1 April 2011).

Berdasarkan Pasal 95 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

andaikata suatu daerah baru memiliki perda pada bulan Februari 2011, maka

transaksi atau perolehan tanah dan bangunan selama bulan Januari 2011 di

daerah itu tidak bisa dikenai BPHTB. Disamping itu Perda BPHTB juga tidak

boleh berlaku surut. Jadi, tak ada istilah BPHTB terutang, ini artinya bisa

menjadi insentif bagi masyarakat di daerah tersebut.

Pemerintah pusat juga menggariskan, Perda BPHTB tak boleh

menetapkan tarif efektif melampaui tarif maksimum yang ditetapkan sebesar

5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP)/Nilai Perolehan Objek Pajak

Tidak Kena Pajak (NPOPTKP), dimana besaran NPOPTKP serendah-

rendahnya Rp. 60.000.000,- (Sumber: Pasal 87 dan 88 UU Nomor 28 Tahun

2009).

Jika melihat ke belakang berdasarkan Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2000 tentang BPHTB, daerah tidak mendapat 100% penerimaan pajak

ini. Pemerintah pusat membagikan 20% penerimaan BPHTB secara merata ke

seluruh pemda, lalu 16% untuk provinsi dan kabupaten/kota tempat

dipungutnya BPHTB. Kini, berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 BPHTB

telah menjadi 100% hak pemerintah daerah kabupaten/kota yang menjadi

lokasi transaksi tanah dan/atau bangunan.

Page 20: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Kota Yogyakarta telah memiliki Peraturan Daerah Kota Yogyakarta

Nomor 8 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB), ini artinya Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta telah siap untuk

mengelola BPHTB dan potensi BPHTB di Kota Yogyakarta dianggap besar

atau penting sebagai sumber penerimaan daerah dalam meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah (PAD), Raperda BPHTB di Kota Yogyakarta telah

masuk program legislasi daerah sebelum Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2009 berlaku mulai 1 Januari 2011, yang berarti juga hubungan antara

eksekutif dan legislatif di Kota Yogyakarta dapat dibilang harmonis dengan

telah disahkannya perda tersebut.

Menurut Kepala Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan

(DPDPK) Kota Yogyakarta Arbak Yhoga Widodo, S.E., M. M. pada tutup

buku tahun 2010 realisasi pajak daerah Kota Yogyakarta tercapai 104,06%

atau melebihi target dari yang ditentukan anggaran dimana mampu terealisasi

Rp.78.254.579.242,- dari target sebesar Rp 75, 2 miliar. Sedangkan dari bagi

hasil PBB dan BPHTB tahun 2010 tercapai 91,02% (Sumber: www.

jogjakota.go.id, Rabu, 19 Januari 2011). Pajak daerah adalah penyumbang

konstribusi paling besar dalam PAD Kota Yogyakarta, yaitu sekitar 42%

(Sumber: Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, 27 Desember 2010).

Sejak diberlakukannya UU No. 28 Tahun 2009 per 1 Januari 2011,

maka Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan (DPDPK) Kota

Yogyakarta mendapat tugas tambahan yaitu memungut dan mengelola

Page 21: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

pendapatan pajak daerah dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB).

Dalam melakukan pemungutan BPHTB di Kota Yogyakarta adalah

menjadi wewenang Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan (DPDPK)

Kota Yogyakarta yang dalam menjalankan fungsi dan tugasnya berdasarkan

pada Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 84 Tahun 2008 tentang Fungsi,

Rincian Tugas, dan Tata Kerja Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan

sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 19

Tahun 2011 yang dimaksudkan khusus guna melaksanakan kewenangan

pemungutan dan pengelolaan atas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB) di Kota Yogyakarta. Hal merupakan sebuah tugas baru

dan terinci dalam Pasal 1 Ayat (1) huruf f, Ayat (2) huruf m, dan Ayat (3)

huruf j, maka hal inilah yang akan Penulis teliti mengenai bagaimana

implementasi Peraturan Walikota Nomor 19 Tahun 2011 dalam pengelolaan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah (PAD), mengingat dalam menetapkan dan memungut

BPHTB diperlukan sumber daya manusia dan prosedur pemungutan dan juga

sejauh mana BPHTB memberikan kontribusi dalam Pendapatan Asli Daerah

(PAD) sejak dikelola oleh Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Pajak

Daerah dan Pengelolaan Keuangan Kota Yogyakarta sejak 1 Januari 2011.

B. Rumusan Masalah.

Page 22: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Berdasarkan penjelasan yang diuraikan diatas, maka pertanyaan yang

muncul berkenaan dengan substansi permasalahan dalam penelitian ini antara

lain sebagai berikut:

1. Bagaimanakah implementasi Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 19

Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Walikota Yogyakarta

Nomor 84 Tahun 2008 tentang Fungsi, Rincian Tugas, dan Tata Kerja

Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan Kota Yogyakarta?

2. Apakah ada kendala yang dihadapi dalam implementasi Peraturan

Walikota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011 tentang Perubahan atas

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 84 Tahun 2008 tentang Fungsi,

Rincian Tugas, dan Tata Kerja Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan

Keuangan Kota Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian.

Adapun tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini dibagi menjadi

tujuan objektif dan tujuan subjektif, antara lain sebagai berikut:

1. Tujuan Objektif:

a. Untuk mengetahui implementasi dari Peraturan Walikota Yogyakarta

Nomor 19 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Walikota

Yogyakarta Nomor 84 Tahun 2008 tentang Fungsi, Rincian Tugas, dan

Tata Kerja Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan Kota

Yogyakarta.

Page 23: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

b. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam implementasi

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011 tentang

Perubahan atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 84 Tahun 2008

tentang Fungsi, Rincian Tugas, dan Tata Kerja Dinas Pajak Daerah dan

Pengelolaan Keuangan Kota Yogyakarta.

2. Tujuan Subjektif:

Guna melakukan penelitian dalam rangka penyusunan Skripsi

untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian.

Kegunaan dari dilaksanakannya penelitian ini dikonsentrasikan sesuai

dengan tujuan yang telah ditetapkan yaitu antara lain sebagai berikut:

1. Secara teoritis hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan bacaan,

referensi kajian dan rujukan akademis serta menambah wawasan bagi

Penulis dalam perspektif analisis dan evaluasi sebuah peraturan khususnya

peraturan walikota.

2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah

ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum kenegaraan dalam

pembuatan peraturan.

Page 24: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik.

Ruang lingkup dari kebijakan publik sangat luas karena mencakup

berbagai bidang dan sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum,

dan sebagainya. Disamping itu dilihat dari hierarkinya kebijakan publik dapat

bersifat nasional, regional, maupun lokal seperti undang-undang, peraturan

pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan pemerintah

daerah provinsi, keputusan gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan

keputusan bupati/walikota.

Oleh karenanya dalam pembahasan kali ini Penulis akan menyajikan

teori-teori kebijakan publik, teori implementasi kebijakan publik, pendekatan

dalam studi kebijakan publik hingga proses kebijakan publik. Karena

hakekatnya Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011 tentang

Perubahan atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 84 Tahun 2008 tentang

Fungsi, Rincian Tugas, dan Tata Kerja Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan

Keuangan Kota Yogyakarta merupakan salah satu bentuk dari kebijakan

publik.

Menurut H. Hugh Heglo dalam Said Zainal Abidin (2004:21), buku

yang berjudul Kebijakan Publik, menjelaskan bahwa kebijakan adalah suatu

tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan James

Anderson dalam Irfan Islamy (2000:4), buku yang berjudul Prinsip-Prinsip

Page 25: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Perumusan Kebijaksanaan Negara mendefinisikan kebijakan sebagai

serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan

dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan

suatu masalah tertentu.

Dari kedua penjelasan diatas dapat ditarik konsep dasar bahwa

kebijakan itu adalah prosedur memformulasikan sesuatu berdasarkan aturan

tertentu yang kemudian digunakan sebagai alat untuk memecahkan

permasalahan dan mencapai suatu tujuan. Dalam setiap kebijakan pasti

membutuhkan orang-orang sebagai perencana atau pelaksana kebijakan

maupun objek dari kebijakan itu sendiri, dimana pelaksana kebijakan

memegang peranan penting dalam pelaksanaan sebuah kebijakan.

Sebagaimana penjelasan Irfan Islamy (2000:5) kebijakan adalah suatu

program kegiatan yang dipilih oleh seorang atau sekelompok orang dan dapat

dilaksanakan serta berpengaruh terhadap sejumlah besar orang dalam rangka

mencapai suatu tujuan tertentu.

Kebijakan dapat pula diartikan sebagai bentuk ketetapan yang

mengatur yang dikeluarkan oleh seseorang yang memiliki kekuasaan, jika

ketetapan tersebut memiliki sasaran kehidupan orang banyak atau masyarakat

luas maka kebijakan itu dikategorikan sebagai kebijakan publik.

Hogwood dan Peters dalam Fadillah Putra (2001: 115-116), buku yang

berjudul Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik, menganggap ada

sebuah proses linier pada sebuah kebijakan yaitu policy innovation – policy

succession – policy maintenance – policy termination.

Page 26: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Policy innovation adalah saat dimana pemerintah berusaha

memasukkan sebuah permasalahan baru yang diambil dari hiruk pikuk

kepentingan yang ada di masyarakat untuk kemudian dikonstruksi menjadi

sebuah kebijakan yang relevan dengan konteks tersebut. Policy succession,

setelah aspirasi itu ditangkap maka pemerintah akan mengganti kebijakan

yang ada dengan kebijakan baru yang lebih baik dan tepat. Policy

maintenance adalah sebuah pengadaptasian atau penyesuaian kebijakan baru

yang dibuat tersebut untuk keep the policy on track agar kebijakan tersebut

dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Policy termination adalah saat dimana

kebijakan yang ada tersebut dan dianggap sudah tidak sesuai lagi maka

kebijakan tersebut dihentikan. Terdapat berbagai macam strategi untuk

menghentikan kebijakan, apakah itu dengan mencabut kebijakan,

membatalkannya, atau menggantinya dengan sebuah kebijakan baru. Substansi

utama dari proses linier yang digagas oleh Hogwood dan Peters secara lugas

mendeskripsikan kepada kita bahwa kebijakan publik merupakan siklus yang

mekanistik, dimana teori tersebut merupakan sebuah siklus yang terus

berputar terhadap sebuah kebijakan.

Dalam konsep lainnya seorang pakar bernama William N. Dunn

(1998), buku yang berjudul Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua,

mengatakan proses analisis kebijakan publik merupakan serangkaian aktivitas

intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis.

Aktivitas politis itu nampak pada serangkaian kegiatan yang mencakup

Page 27: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi

kebijakan, dan penilaian kebijakan.

Sementara serangkaian proses yang berkaitan dengan kebijakan yaitu

aktivitas perumusan masalah, forecasting, rekomendasi kebijakan, monitoring,

dan evaluasi kebijakan sebagai aktivitas yang lebih bersifat intelektual, dapat

diamati melalui Tabel I.

Jika isu kebijaksanaan adalah usaha sistematis untuk merumuskan

masalah, evaluasi program kebijaksanaan adalah usaha sistematis untuk

menentukan tingkat seberapa jauh masalah telah secara nyata dapat diatasi.

Salah satu perbedaan pokok antara keduanya terletak pada waktu. Isu

kebijaksanaan disiapkan sebelum tindakan dilakukan (bersifat prospektif),

sedangkan program evaluasi kebijaksanaan dibuat setelah diambilnya suatu

kebijakan (retrospektif). Pandangan yang dikemukakan oleh William N. Dunn

(dalam M. Irfan Islamy, 2000:169) inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk

menilai hakekat pentingnya suatu evaluasi kebijakan.

Lebih lanjut William N. Dunn menjelaskan bahwa evaluasi program

kebijaksanaan dimulai dengan menjelaskan usaha-usaha yang telah dilakukan

dalam perumusan masalah, peramalan mengenai akibat-akibat dari alternatif,

dan pembuatan usulan. Evaluasi program kebijaksanaan yang dirancang

dengan berhasil membutuhkan cara penyusunan masalah yang kreatif, sikap

alternatif kebijaksanaan yang baru, dan kerangka arah tindakan yang baru atau

diperbaharui, meskipun evaluasi program kebijaksanaan normalnya berhenti

pada pembuatan usulan yang eksplisit.

Page 28: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Berbagai argumentasi William N. Dunn diatas merupakan bahan

pertimbangan yang menyebabkan Penulis lebih memilih untuk menggunakan

metode-metode evaluasi kebijakan daripada analisis kebijakan. Karena dengan

melakukan evaluasi kebijakan yang telah dikeluarkan, outputnya akan

menghasilkan rekomendasi tindakan selanjutnya yang dapat dilakukan oleh

pemerintah maupun para pemangku kepentingan, maka tentunya sumbangsih

terhadap pemerintah daerah akan jauh lebih konkrit. Sementara analisis

kebijakan lebih bersifat peramalan (forecasting) yang belum dapat dipastikan

hasilnya.

B. Tinjauan Tentang Implementasi Kebijakan Publik.

Pada dasarnya Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011

tentang Perubahan atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 84 Tahun 2008

tentang Fungsi, Rincian Tugas, dan Tata Kerja Dinas Pajak Daerah dan

Pengelolaan Keuangan Kota Yogyakarta sebagai variabel yang diteliti

merupakan salah satu dari berbagai macam bentuk kebijakan yang ada. Untuk

itulah Penulis menggunakan teori-teori implementasi kebijakan

sebagai kerangka pikir dalam memahami makna dari variabel tersebut. Dan

agar dapat dimaknai dengan benar, maka Penulis berupaya menjabarkannya

dengan melakukan pemilahan makna dari setiap variabel yang dimaksud,

antara lain sebagai berikut:

1. Pengertian Implementasi Kebijakan.

Page 29: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Hakekat dari implementasi merupakan rangkaian kegiatan yang

terencana dan bertahap yang dilakukan oleh instansi pelaksana dengan

didasarkan pada kebijakan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang.

Sebagaimana rumusan dari Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabartier

dalam Solichin Abdul Wahab (1990:51) buku yang berjudul Pengantar

Analisis Kebijaksanaan Negara mengemukakan bahwa implementasi

adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk

undang-undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau

keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan

peradilan. Keputusan itu mengidentifikasikan masalah-masalah yang ingin

dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan proses implementasinya.

Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya

diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang kemudian output

kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi)

pelaksana, dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting terhadap undang-

undang atau peraturan yang bersangkutan.

Berdasarkan pemahaman diatas konklusi dari implementasi jelas

mengarah kepada pelaksanaan dari suatu keputusan yang dibuat oleh

eksekutif. Tujuannya ialah untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi

sehingga tercipta rangkaian yang terstruktur dalam upaya penyelesaian

masalah tersebut. Dalam konsep implementasi ini rangkaian yang

terstruktur memiliki makna bahwa dalam prosesnya implementasi pasti

melibatkan berbagai komponen dan instrumen.

Page 30: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Dalam menganalisis implementasi kebijakan publik selain

dipengaruhi oleh banyaknya aktor yang terlibat didalamnya terutama para

stakeholder yang ikut berperan juga dipengaruhi oleh variabel

organisasional dari pelaksana kebijakan publik tersebut. Seperti yang

dikemukakan oleh A. G. Subarsono (2006:89) bahwa kompleksitas

implementasi bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor atau unit

organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi

dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks, baik variabel yang

individual maupun variabel organisasional, dan masing-masing variabel

pengaruh tersebut juga saling berinteraksi satu sama lain.

Untuk lebih mudah dalam memahami pengertian implementasi

kebijakan Lineberry dalam Fadillah Putra (2001:81) buku yang berjudul

Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik menspesifikasikan proses

implementasi setidak-tidaknya memiliki elemen-elemen antara lain

sebagai berikut:

a. Pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana;

b. Penjabaran tujuan ke dalam berbagai aturan pelaksana (Standard

Operating Procedures/SOP);

c. Koordinasi berbagai sumber dan pengeluaran kepada kelompok

sasaran;

d. Pembagian tugas di dalam dan diantara dinas-dinas/badan pelaksana;

e. Pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan.

Page 31: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Salah satu komponen utama yang ditonjolkan oleh Lineberry, yaitu

pengambilan kebijakan (policy-making) tidaklah berakhir pada saat

kebijakan itu dikemukakan atau diusulkan, tetapi merupakan kontinuitas

dari pembuatan kebijakan.

Dengan demikian kebijakan hanyalah merupakan sebuah awal dan

belum dapat dijadikan indikator dari keberhasilan pencapaian maksud dan

tujuan. Proses yang jauh lebih esensial adalah pada tataran implementasi

kebijakan yang ditetapkan. Karena kebijakan tidak lebih dari suatu

perkiraan (forecasting) akan masa depan yang masih bersifat semu,

abstrak, dan konseptual. Oleh karena itu, setelah dilahirkannya sebuah

kebijakan maka kebijakan itu akan masuk pada tahap implementasi agar

dapat diketahui sejauh mana keberhasilan pencapaian maksud dan tujuan.

Namun ketika telah masuk di dalam tahapan implementasi dan terjadi

interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi kebijakan, barulah

keberhasilan maupun ketidakberhasilan kebijakan akan diketahui.

Udoji dalam Solichin Abdul Wahab (1997:59) buku yang berjudul

Evaluasi Kebijakan Publik dengan tegas mengatakan bahwa the execution

of policies is as important if not more important that policy-making.

Policies will remain dreams or blue prints file jackets unless they are

implemented” (Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting,

bahkan mungkin jauh lebih penting dari pembuatan kebijakan. Kebijakan-

kebijakan hanya akan berupa impian atau rencana yang bagus, yang

tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan). Oleh

Page 32: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

karenanya ditarik suatu kesimpulan bahwa implementasi merupakan unsur

yang sangat penting sebagai kontinuitas dari munculnya suatu kebijakan.

Setelah kebijakan diimplementasikan terhadap sekelompok objek

kebijakan baik itu masyarakat maupun unit-unit organisasi, maka

bermunculanlah dampak-dampak sebagai akibat dari kebijakan yang

dimaksud. Irfan Islamy (2000:28) mengatakan bahwa setiap kebijakan

yang telah dibuat dan dilaksanakan akan membawa dampak tertentu

terhadap kelompok sasaran, baik yang positif (intended) maupun yang

negatif (unintended). Untuk itu tinjauan efektifitas kebijakan, selain

pencapaian tujuan harus diupayakan pua untuk meminimalisir

ketidakpuasan (dissatisfaction) dari seluruh stakeholder. Dengan demikian

deviasi dari kebijakan tidak terlampau jauh dan niscaya akan mencegah

terjadinya konflik di masa yang akan datang.

2. Teori Implementasi Kebijakan.

Sebagaimana telah dibahas didalam konsep implementasi

kebijakan, terdapat berbagai variabel yang saling terikat, berinteraksi dan

mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Keseluruhan variabel tersebut

merupakan suatu rangkaian yang tidak terpisahkan dan dapat menjadi

faktor pendorong (push factor) maupun faktor penekan (pull factor). Oleh

sebab itu para pengambil kebijakan (policy maker) hendaknya menyadari

akan substansi dari berbagai faktor tersebut sebelum kebijakan

diformulasikan dan diimplementasikan.

Page 33: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Menurut A. G. Subarsono (2006:89), buku yang berjudul Analisis

Kebijakan Publik ada berbagai macam teori implementasi, seperti dari

George C. Edwards III (1980), Merilee S. Grindle (1980), Daniel A.

Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983), Van Meter dan Van Horn (1975),

Cheema dan Rondinelli (1983), dan David L. Weimer dan Aidan R.

Vining (1999). Guna pembatasan teori implementasi dalam penelitian ini

maka Penulis memilih untuk memaparkan beberapa teori yang dianggap

relevan dengan materi pembahasan dari objek atau kebijakan publik yang

diteliti, namun bukan berarti Penulis menjustifikasi bahwa teori-teori lain

tidak lagi relevan dalam perkembangan teori implementasi kebijakan

publik, melainkan lebih kepada mengarahkan Penulis agar lebih fokus

terhadap variabel-variabel yang dikaji melalui penelitian ini, beberapa

teori implementasi tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Teori Merilee S. Grindle.

Keberhasilan sebuah implementasi menurut Merilee S. Grindle

(1980) dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan

(content of policy) dan lingkungan implementasi (context of

implementation), dimana dikatakan oleh Merilee S. Grindle bahwa isi

kebijakan (content of policy) terdiri dari kepentingan kelompok

sasaran, tipe manfaat, derajat perubahan yang diinginkan, letak

pengambilan keputusan, pelaksanaan program, dan sumber daya yang

dilibatkan. Sementara lingkungan implementasi (context of

implementation) mengandung unsur keleluasaan kepentingan dan

Page 34: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

strategi aktor yang terlibat, karakteristik lembaga dan penguasa, serta

kepatuhan dan daya tanggap.

Kemudian cara untuk mengukur keberhasilan suatu kebijakan

yang telah diimplementasikan, Merilee menjelaskan bahwa melalui

indikator keberhasilan dalam implementasi kebijakan adalah dengan

melihat konsistensi dari pelaksanaan program dan tingkat keberhasilan

pencapaian tujuan.

b. Teori Paul A. Sabatier dan Daniel A. Mazmanian.

Teori lainnya yang tidak jauh berbeda dengan teori Merilee

diatas ialah teori yang dikemukakan oleh Sabatier dan Mazmanian

(1987). Karena dalam teorinya mereka menjabarkan dua variabel yang

mempengaruhi implementasi kebijakan yang hampir identik dengan

teori Merilee. Variabel pertama yaitu variabel daya dukung peraturan

yang mencakup instrumen yang memiliki keterlibatan langsung dalam

mempengaruhi suatu kebijakan. Dan variabel kedua ialah variabel non

peraturan yang mengandung unsur yang mirip dengan penjelasan

mengenai lingkungan implementasi Merilee.

Variabel tambahan yang diuraikan oleh Sabatier dan

Mazmanian adalah adanya karakteristik dari suatu masalah yang akan

mempengaruhi implementasi sebuah kebijakan. Untuk itulah maka

dipandang perlu untuk melakukan identifikasi masalah (problem

identification), sebelum kebijakan diformulasikan. Karena dalam

permasalahan sosial tertentu khususnya di masyarakat Indonesia yang

Page 35: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

heterogen, seni dalam mengolah kebijakan harus benar-benar

diperhatikan. Tidak jarang suatu kebijakan yang ditujukan demi

kemaslahatan justru menimbulkan konflik baru yang tidak diramalkan,

diakibatkan para pengambil kebijakan gagal dalam

mengkarakteristikkan suatu masalah.

Pemikiran Sabatier dan Mazmanian dalam Fadillah Putra

(2003:89) buku yang berjudul Partai Politik dan Kebijakan Publik

menganggap bahwa suatu implementasi akan efektif apabila birokrasi

pelaksanaannya memenuhi apa yang telah digariskan oleh peraturan

(petunjuk pelaksana maupun petunjuk teknis). Karena itu model top

down yang mereka kemukakan lebih dikenal dengan model top down

yang paling maju. Hal ini memang sangat relevan dengan konsep

penelitian, DPDPK Kota Yogyakarta selaku instansi pelaksana

kebijakan akan menjadi efektif apabila pelaksanaannya memenuhi apa

yang telah digariskan peraturan petunjuk pelaksana maupun petunjuk

teknis, dalam hal ini adalah Peraturan Walikota Nomor 102 Tahun

2010.

C. Tinjauan Tentang Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota

Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Walikota Yogyakarta Nomor 84 Tahun 2008 Tentang Fungsi, Rincian

Tugas, Dan Tata Kerja Dinas Pajak Daerah Dan Pengelolaan Keuangan

Kota Yogyakarta.

Page 36: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Dalam setiap pengambilan keputusan hendaknya mengidentifikasikan

masalah-masalah yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan

proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah

tahapan tertentu yang diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang

dalam hal ini UU Nomor 28 Tahun 2009 kemudian output kebijakan dalam

bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksana, dan akhirnya

perbaikan-perbaikan penting terhadap undang-undang atau peraturan yang

bersangkutan, dan dalam hal ini adalah Peraturan Walikota Yogyakarta

Nomor 19 Tahun 2011.

Dengan mendasarkan pada sejumlah teori dan konsep para ahli yang

telah diuraikan diatas, maka kita dapat mendefinisikan bahwa yang dimaksud

dengan implementasi Peraturan Walikota Yogyakarta adalah pelaksanaan

keputusan kebijaksanaan dasar, yang dibuat oleh Walikota Yogyakarta

berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting

dalam mengatur tata pemerintahan maupun tata masyarakat yang dapat

diamati pada beberapa hal antara lain sebagai berikut:

1. Perubahan Dalam Pasal 1 Ayat (1) huruf f, Ayat (2) huruf m, dan Ayat (3)

huruf j.

Pasal 1 Ayat (1) huruf f berbunyi melaksanakan pendaftaran dan

pendataan pengajuan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB), Ayat (2) huruf m berbunyi melaksanakan penetapan Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Ayat (3) huruf j

Page 37: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

berbunyi melaksanakan penagihan dan keberatan Bea Perolehan Hak Atas

Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Sementara Bea Peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan dijelaskan

dalam Pasal 1 Angka 41 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 bahwa

Bea Peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan

hak atas tanah dan/atau bangunan. Dengan adanya pajak daerah ini

sekaligus bermanfaat bagi pemerintah sebagai sumber pemasukan baru

bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Pemerintah Kota Yogyakarta

juga mempunyai tugas baru untuk mengelola jenis pajak daerah ini.

Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan berdasarkan UU

Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 85 ayat (2) meliputi antara lain sebagai

berikut:

a. Pemindahan hak karena:

1) Jual beli;

2) Tukar-menukar;

3) Hibah;

4) Hibah wasiat;

5) Waris;

6) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;

7) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;

8) Penunjukan pembeli dalam lelang;

9) Pelaksanaan putusan hakim yang memiliki kekuatan hukum tetap;

10) Penggabungan usaha;

Page 38: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

11) Peleburan usaha;

12) Pemekaran usaha, atau;

13) Hadiah.

b. Pemberian hak baru karena:

1) Kelanjutan pelepasan hak, atau;

2) Diluar pelepasan hak.

2. Kewenangan Pemerintah Kota Yogyakarta Dalam Mengelola BPHTB.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 secara rinci telah

disebutkan pada Pasal 14 Ayat (1) kewenangan untuk daerah

kabupaten/kota meliputi 16 kewenangan dan pada Ayat (2) urusan

pemerintahan ada juga bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang

secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah

yang bersangkutan.

Memperhatikan kewenangan yang telah dikemukakan di atas,

maka dapat diketahui bahwa terdapat sejumlah kewenangan dibidang

pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah, sehingga kewenangan

tersebut tetap menjadi wewenang pemerintah pusat dalam wujud

dekonsentrasi dan tugas perbantuan.

Menurut Syaukani H. R., pada Jurnal Otonomi Daerah Nomor 3

(2001:10) menyatakan bahwa kebijakan otonomi daerah berdasarkan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 merupakan kebijakan yang lahir

dalam rangka menjawab dan memenuhi tuntutan reformasi dan

Page 39: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

demokratisasi hubungan pusat dan daerah serta upaya pemberdayaan

daerah.

Inti otonomi daerah adalah demokratisasi dan pemberdayaan.

Otonomi daerah sebagai demokratisasi berarti ada keserasian antara pusat

dan daerah. Daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan

mengurus kepentingan, kebutuhan, dan aspirasi masyarakatnya. Aspirasi

dan kepentingan daerah mendapat perhatian dalam setiap pengambilan

kebijakan oleh pusat, sedangkan otonomi daerah pemberdayaan daerah

merupakan suatu proses pembelajaran dan penguatan bagi daerah untuk

mengatur, mengurus, dan mengelola kepentingan aspirasi masyarakatnya

sendiri. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang

Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah

Otonom tujuan peletakan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi

daerah adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan,

demokratisasi dan penghormatan terhadap budaya lokal, dan

memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Atas dasar inilah

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung

jawab kepada daerah sehingga daerah diberikan peluang untuk mengatur

dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri dengan

memperhatikan kepentingan masyarakat setempat dan potensi daerahnya.

Kewenangan ini merupakan upaya untuk membatasi kewenangan

pemerintah pusat dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom, karena

Page 40: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat dan pemerintah provinsi hanya

diberi kewenangan sebatas yang telah ditetapkan dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000. Kewenangan pemerintah daerah

dilaksanakan secara luas, utuh, dan bulat yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi pada semua aspek

pemerintahan.

Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk

menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua

bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dibidang politik luar negeri,

pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta

kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan

pemerintah.

Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan

kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan

diperlukan serta tumbuh, hidup, dan berkembang di daerah.

Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa

perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan

kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus

dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi berupa

peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik,

pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan serta

pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar

Page 41: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Dasar pemikiran Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut

menunjukkan bahwa prinsip pemberian otonomi dalam pelaksanaan

pemerintahan daerah meliputi beberapa hal antara lain sebagai berikut:

a. Mengutamakan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi

dan keanekaragaman daerah;

b. Otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggung

jawab;

c. Otonomi daerah yang luas, utuh diletakkan pada daerah

kabupaten/kota, sedangkan daerah provinsi menunjukkan otonomi

yang terbatas;

d. Otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap

terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar

daerah;

e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian

daerah otonom oleh sebab itu di daerah kabupaten dan kota tidak ada

lagi wilayah administratif;

f. Pelaksanaan otonomi daerah lebih meningkatkan peran dan fungsi

badan legislatif daerah;

g. Asas dekonsentrasi masih diberikan dan dilaksanakan di daerah

provinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk

Page 42: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan

kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah;

h. Tugas perbantuan dimungkinkan dari pemerintah kepada daerah

maupun dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai

pembiayaan dengan melaporkan pelaksanaan dan

mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.

Dengan memperhatikan prinsip-prinsip otonomi yang dianut dalam

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yaitu otonomi yang luas, nyata,

dan bertanggung jawab, maka tujuan pemberian otonomi kepada daerah

adalah dalam rangka peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat

yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan

pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan

daerah, maupun antara daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk mengantar

masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik melalui kegiatan

pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pemberian pelayananan

kepada masyarakat yang semakin dekat. Penyelenggaraan urusan

pemerintah yang terkandung dalam Undang-Undang 32 Tahun 2004 juga

telah diatur dalam Pasal 11, urusan pemerintahan dibagi berdasarkan

kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan

keserasian hubungan antara susunan pemerintahan, sehingga ada

keterkaitan, ketergantungan dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan

Page 43: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

oleh sebab itu urusan pemerintahan ada yang wajib dan ada pilihan yang

nantinya dalam pelaksanaannya akan diatur dengan peraturan pemerintah.

Dari uraian secara mendalam tersebut maka dapat digambarkan

bahwa kewenangan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam mengelola

BPHTB merupakan kewenangan penyelenggaraan urusan yang

dilimpahkan oleh pemerintah pusat kepada Pemerintah Kota Yogyakarta

sebagai pemberdayaan daerah dalam rangka mencapai tujuan otonomi

daerah dan pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan

masyarakat Kota Yogyakarta.

D. Tinjauan Tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, dimana kewenangan

kabupaten/kota tidak diatur, dan sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999 yang pada dasarnya meletakkan semua kewenangan pemerintahan pada

daerah kabupaten/kota, kecuali yang telah diatur menurut Peraturan

Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 sehingga penyelenggaraan otonomi daerah

memberikan indikasi bahwa daerah diharapakan dapat menggali potensi

sumber-sumber keuangan sendiri dalam rangka membiayai urusan rumah

tangganya. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri oleh karena merupakan

persyaratan dalam sistem pemerintahan daerah.

Untuk penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata, dan

bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber

keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara

Page 44: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

pemerintah pusat dan daerah serta antara provinsi dan kabupaten/kota yang

merupakan persyaratan dalam sistem pemerintahan daerah.

Sejalan dengan hal tersebut, Bagir Manan (1994:208) buku yang

berjudul Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Berdasarkan UUD

1945 mengatakan bahwa desentralisasi khususnya otonomi dimanapun tidak

dapat dipisahkan dari masalah keuangan. Hak mengatur dan mengurus rumah

tangga sendiri menyiratkan makna membelanjai diri sendiri. Membelanjai diri

sendiri atau pendapatan sendiri menunjukkan bahwa daerah (harus)

mempunyai sumber pendapatan sendiri.

Hal senada dikemukakan juga oleh Andi Mallarangeng (2001:132)

buku yang berjudul Otonomi Daerah Prospektif Teoritis dan Praktis bahwa

tidak ada masalah yang lebih besar dalam pemerintahan lokal selain

kelangkaan sumber daya keuangan. Keuangan inilah yang sering menjadi

penghalang mengimplementasikan beberapa program pembangunan penting.

Dengan demikian peningkatan aministrasi pemerintahan dalam pembangunan

ditingkat lokal tidak akan ada artinya tanpa tanpa adanya peningkatan

keuangan daerah.

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat diketahui bahwa pemerintahan

daerah tidak terlepas dari masalah keuangan daerah, sehingga pemerintah

daerah harus memacu upaya menggali sumber-sumber pendapatan karena

seluruh kegiatan pemerintah daerah harus dibiayai oleh pemerintah daerah

sendiri sesuai dengan kewenangan yang telah diserahkan. Oleh karena itu

untuk memungut pendapatan yang legal harus dibuat instrumen hukumnya

Page 45: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

yaitu peraturan daerah yang pada penetapannya harus mendapat persetujuan

secara konstitusional dari lembaga legislatif/Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD) yang bersangkutan.

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 secara tegas mengatur

tentang sumber pendapatan daerah dalam Pasal 79, sedangkan pada Undang-

Undang Nomor 34 Tahun 2004 sumber pendapatan daerah tercantum pada

Pasal 157, antara lain sebagai berikut:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi:

a. Hasil pajak daerah;

b. Hasil retribusi daerah;

c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah

yang dipisahkan, dan;

d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah;

2. Dana perimbangan;

3. Pinjaman daerah, dan;

4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Sumber-sumber pendapatan daerah sebagaimana tersebut di atas juga

ditegaskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan pada Pasal

6 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 antara lain disebutkan bahwa

sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah

antara lain sebagai berikut:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD);

Page 46: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

2. Dana perimbangan;

3. Pinjaman daerah;

4. Lain-lain penerimaan yang sah.

Penyelenggaraan pemerintahan dalam pelaksanaan pembangunan serta

pemberian pelayanan kepada masyarakat dimasa yang akan datang semakin

meningkat dan kompleks, yang membawa konsekuensi bagi pemerintah

daerah terutama untuk membiayai kegiatan-kegiatannya. Oleh karena itu

pemerintah daerah senantiasa melakukan upaya-upaya untuk menggali dan

meningkatkan penerimaan secara terus-menerus dan berkelanjutan agar

konstribusinya semakin dominan dalam pembiayaan pemerintah daerah.

Kenyataan yang kita hadapi saat ini bahwa Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dibuat pada

masa otonomi daerah seperti sekarang ini dalam rangka untuk meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah (PAD) tentu memerlukan kesiapan dari pemerintah

daerah itu sendiri agar efektif baik dari segi sumber daya manusia maupun

teknis dalam mengelola pekerjaan yang dulu dilakukan oleh pemerintah pusat

dan kini dilimpahkan kepada pemerintah daerah sehingga implementasi dari

peraturan pelaksana dari undang-undang tersebut tidak membebani

masyarakat dan sesuai dengan tujuan dibuatnya sebuah kebijakan.

Page 47: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Yaitu

penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu

variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau

menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain (Sugiyono,

2006:11).

Metode deskriptif dipilih karena Penulis ingin memperoleh gambaran

atau deskripsi fenomena yang terjadi dalam pengimplementasian Peraturan

Walikota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 84 Tahun 2008 tentang Fungsi,

Rincian Tugas, dan Tata Kerja Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan

Kota Yogyakarta. Dengan menggunakan metode ini, Penulis berharap dapat

mengetahui dan memahami serta mendapatkan gambaran secara mendalam

mengenai pelaksanaan dari kebijakan yang diteliti.

Metode deskriptif diharapkan dapat mengungkap kondisi riil yang

terjadi di masyarakat dan menyingkap fenomena yang tersembunyi (hidden

values) dari seluruh dinamika masyarakat. Karena pada dasarnya penelitian

ini akan menggambarkan dan melakukan eksplorasi secara mendetail

mengenai permasalahan yang diteliti. Selain itu metode penelitian deskriptif

yang mengartikulasikan hasil penelitian dalam bentuk data deskriptif (kata-

Page 48: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-

orang yang diteliti) akan lebih bermakna serta meyakinkan para pembuat

kebijakan daripada pembahasan melalui angka-angka.

B. Sumber Data.

1. Subjek Penelitian.

Penentuan subjek dari penelitian ini dipilih dengan menggunakan

metode purposive sampling dan incidental sampling. Metode purposive

sampling yaitu teknik penentuan sampel bertujuan, maksudnya ialah

sampel yang dipilih oleh Penulis ialah orang-orang yang berkompeten

dalam memberikan informasi. Selain itu sampel memiliki keterkaitan

dengan masalah yang dikaji melalui penelitian. Untuk itu subjek

penelitian ini yang dapat ditemui oleh Penulis, yaitu Bapak Santosa, S. E.,

selaku Kepala Seksi Pembukuan dan Pelaporan pada Dinas Pajak Daerah

dan Pengelolaan Keuangan Kota Yogyakarta.

Kemudian untuk menentukan informan dari masyarakat peneliti

menggunakan teknik incidental sampling yaitu teknik penentuan sampel

berdasarkan kebetulan. Sebagaimana penjelasan Sugiyono (2003:96),

bahwa incidental sampling yaitu siapa saja yang secara

kebetulan/insidental bertemu dengan Penulis dapat digunakan sebagai

sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai

sumber data.

2. Objek Penelitian.

Page 49: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Objek penelitian Penulis adalah Peraturan Walikota Yogyakarta

Nomor 19 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Walikota

Yogyakarta Nomor 84 Tahun 2008 tentang Fungsi, Rincian Tugas, dan

Tata Kerja Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan Kota

Yogyakarta.

C. Lokasi Penelitian.

Berdasarkan topik yang dikaji, maka lokasi penelitian ini ditetapkan

pada Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan (DPDPK) Kota

Yogyakarta. Dalam penentuan lokasi penelitian, ada beberapa faktor yang

dipertimbangkan oleh Penulis, terutama berkaitan dengan substansi dari lokasi

penelitian dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Secara

lengkap pemilihan instansi tersebut sebagai lokasi penelitian disebabkan oleh

beberapa sebab, antara lain sebagai berikut:

1. Pemungutan dan pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB) melibatkan Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan

Keuangan Kota Yogyakarta.

2. Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan Kota Yogyakarta

merupakan instansi pelaksana dari Peraturan Daerah Kota Yogyakarta

Nomor 8 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB) berdasarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor

19 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Walikota Yogyakarta

Page 50: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Nomor 84 Tahun 2008 tentang Fungsi, Rincian Tugas, dan Tata Kerja

Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan Kota Yogyakarta.

3. Data yang diperlukan dalam penelitian ini dapat diperoleh dengan mudah

pada instansi yang akan menjadi lokasi penelitian.

D. Responden.

1. Kepala Seksi Pembukuan dan Pelaporan Kantor Dinas Pajak Daerah dan

Pengelolaan Keuangan Kota Yogyakarta.

2. Kemudian untuk menentukan responden dari masyarakat, Penulis

menggunakan teknik sampling incidental yaitu teknik penentuan sampel

berdasarkan kebetulan baik yang merupakan wajib pajak maupun

pembayar BPHTB.

E. Metode Pengumpulan Data.

Dalam setiap penelitian baik itu bersifat kualitatif maupun kuantitatif

dibutuhkan data-data untuk diolah dan dijadikan kesimpulan dari

permasalahan yang diteliti. Untuk itulah pada penelitian yang menggunakan

teknik kualitatif ini, Penulis menggunakan beberapa cara guna mengumpulkan

data-data, yaitu:

1. Observasi (Pengamatan).

Observasi yaitu deskripsi secara sistematis tentang kejadian dan

tingkah laku dalam setting sosial yang dipilih untuk diteliti.

2. Document Research (Penelitian Kepustakaan).

Page 51: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Menurut Sugiyono (2007:82) dokumen merupakan catatan

peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar,

atau karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan

misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi,

peraturan, dan kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya

foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain.

3. Indepth Interview (Wawancara Mendalam).

Wawancara mendalam adalah teknik pengumpulan data yang

didasarkan pada percakapan secara intensif dengan suatu tujuan dengan

pihak yang berkompeten..

F. Metode Analisis Data.

Penelitian ini menggunakan analisis Deskriptif Analitik, dimana

rancangan organisasional dikembangkan dari kategori-kategori yang

ditemukan dan hubungan-hubungan yang disarankan atau yang muncul dari

data.

Selanjutnya data yang diperoleh melalui sumber data primer dan

sekunder tersebut kemudian dianalisis lebih lanjut secara bertahap dan terus

menerus, yaitu mulai sejak awal pengumpulan data hingga pengumpulan data

berakhir. Proses analisis data tersebut dilakukan melalui beberapa tahapan,

antara lain sebagai berikut:

Page 52: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

1. Analisis pada tahap pertama dilakukan sejak awal pengumpulan data

dengan maksud untuk mencari dan menentukan fokus serta untuk

mempertajam pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara;

2. Analisis pada tahap kedua dilakukan setelah data yang telah banyak

terkumpul. Penulis kemudian memilah-milah dan mengelompokkan data

yang telah ada berdasarkan tema atau kategori-kategori yang telah

ditentukan sebelumnya;

3. Analisis pada tahap ketiga dilakukan setelah semua data dianggap cukup,

Penulis mulai melihat hubungan-hubungan antara tema atau fenomena

secara menyeluruh dan sistematis, kemudian Penulis melakukan suatu

kontekstualisasi antara tujuan dan target penelitian dengan berbagai

macam temuan nyata atau riil yang ada di lapangan;

4. Setelah itu Penulis melakukan interpretasi dan melakukan evaluasi

terhadap data yang ada untuk mendalami tentang implementasi Peraturan

Walikota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011 tentang Perubahan atas

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 84 Tahun 2008 tentang Fungsi,

Rincian Tugas, dan Tata Kerja Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan

Keuangan Kota Yogyakarta. Dan hingga pada akhirnya Penulis

memperoleh suatu kesimpulan atau penjelasan mengenai bagaimana

implementasi dari kebijakan tersebut. Proses pengambilan kesimpulan

dilakukan secara bertahap, dimulai dari kesimpulan yang bersifat longgar

kemudian kesimpulan dianggap final ketika sudah ditemukan penjelasan

mengenai hubungan kontekstual yang utuh dan memadai sesuai dengan

Page 53: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

tujuan dan target studi yang didapat berdasarkan dari data yang telah

disusun secara sistematis;

5. Hasil penelitian kemudian diungkapkan dalam bentuk Skripsi. Penulisan

Skripsi tersebut dilakukan dengan cara sistematis dan mendetail agar

mampu mengungkapkan evaluasi implementasi Peraturan Walikota

Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan

Walikota Yogyakarta Nomor 84 Tahun 2008 tentang Fungsi, Rincian

Tugas, dan Tata Kerja Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan

Kota Yogyakarta.

Page 54: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

BAB IV

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

A. Pelaksanaan Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota Yogyakarta

Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota

Yogyakarta Nomor 84 Tahun 2008 Tentang Fungsi, Rincian Tugas, dan

Tata Kerja Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan Kota

Yogyakarta Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Pusat perhatian yang pertama-tama dalam penelitian ini adalah

mengenai penerapan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang dalam

masa otonomi daerah ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar

untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini berarti,

idealnya pelaksanaan otonomi daerah harus mampu mengurangi

ketergantungan secara keuangan terhadap pemerintah pusat, daerah menjadi

lebih mandiri, yang salah satunya diindikasikan dengan meningkatnya

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam hal pembiayaan daerah yang

sebelumnya cenderung membebani Dana Alokasi Umum (DAU) dimana dana

tersebut bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan

kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam

rangka pelaksanaan desentralisasi yang dialokasikan oleh pemerintah pusat.

Dengan dikeluarkannya regulasi yang memberikan kewenangan kepada

daerah untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di daerah, pemerintah

daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan secara

Page 55: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

maksimal khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan

dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan

tentu saja dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku,

termasuk diantaranya adalah pajak daerah dalam hal ini kewenangan

memungut dan mengelola BPHTB yang menjadi unsur PAD yang utama di

Kota Yogyakarta pada khususnya.

Jika menilik sejarah BPHTB yang dimulai adanya Ordonansi Bea

Balik Nama Staatblad 1924 Nomor 291 yang berisikan bahwa pemungutan

biaya balik nama yang diakibatkan atas pemindahan hak termasuk hibah

wasiat dan harta tetap. Objek pajaknya adalah merupakan barang-barang tetap

dan hak-hak kebendaan atas tanah yang pemindahan haknya dilakukan dengan

Akta. Ordonansi tersebut tidak diberlakukan untuk Hak Agraris Eigendom

menurut Pasal 51 Ayat Indische Staatsregeling, yaitu objek-objek yang

terbatas pada titel hukum barat. Sementara itu, UU Nomor 50 tahun 1960

tidak mengenal hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Ordonansi Bea Balik

Nama Staatblad 1924 Nomor 291 tersebut karena dalam UUPA dikenal istilah

unifikasi hukum. Oleh karena itu pada tahun 1961 bea tersebut tidak dapat

dipungut. Namun dengan telah diberlakukannya Undang-Undang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah diharapkan dapat meningkatkan Pendapatan Asli

Daerah (PAD).

Selain itu apabila melihat konsep tanah yaitu sebagai kebutuhan dasar

(basic needs) untuk papan, lahan usaha, dan juga alat investasi yang

menguntungkan, maka sewajarnya bagi yang memperoleh hak atas tanah baik

Page 56: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

seseorang maupun badan hukum yang memperoleh hak atas tanah dapat

memberikan kontribusi kepada negara dengan membayar pajak Bea Perolehan

Hak atas Tanah dan Bangunan. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau

bangunan, sedangkan pajak itu sendiri adalah pungutan yang merupakan hak

preogratif pemerintah, dimana pungutan tersebut harus berdasarkan undang-

undang yang dapat dilakukan secara paksa kepada subjek pajak dengan tidak

ada balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan/dirasakan pengunaannya.

Sementara itu yang dimaksud dengan perolehan hak atas tanah dan

atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan

diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

Pengenaan atas pajak tersebut pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria dan peraturan perundang-undangan yang berlaku hak atas

tanah meliputi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak

milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan.

Objek pajak yang diperoleh karena waris, hibah wasiat, dan hak

pengelolaan diatur dengan Peraturan Pemerintah Pasal 3 Ayat (2) jo. PP

Nomor XX/2000 Kep. Men. Keu Nomor XX/KMK.04/2000. Hal ini diatur

agar lebih memberikan rasa keadilan. Dimana saat pewaris meninggal dunia

pada hakikatnya telah terjadi pemindahan hak dari pewaris kepada ahli waris.

Mengingat ahli waris memperoleh hak secara cuma-cuma, maka adalah wajar

apabila perolehan hak karena waris termasuk objek pajak. Hibah wasiat

Page 57: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

merupakan penetapan wasiat khusus yang berlaku pada saat pemberi wasiat

meninggal dunia. Pada umumnya penerima hibah wasiat adalah orang pribadi

yang masih dalam hubungan keluarga yang tidak mampu atau badan sebagai

penghargaan. Jenis hak atas tanah yang dikenakan BPHTB adalah jenis hak

yang diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 dan UU Nomor 16 Tahun 1985.

Jenis hak yang diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 adalah meliputi hak

milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai, sedangkan jenis

hak yang diatur dalam UU Nomor 16 Tahun 1985 adalah hak milik atas satuan

rumah susun dan hak pengelolaan.

Sedangkan objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB tertuang dalam

Pasal 3 Ayat (1) jo Kep.Men.Keu No.XX/KMK.04/2000 yang meliputi antara

lain sebagai berikut:

1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;

2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan

pembangunan guna kepentingan umum;

3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh

menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau menjalankan kegiatan

lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi;

4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain

dengan tidak adanya perubahan nama;

5. Orang pribadi atau badan karena wakaf;

6. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

Page 58: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Terdapat 3 macam perbedaan antara ketentuan yang terkandung dalam

UU Nomor 20 Tahun 2000 (UU BPHTB) dan UU Nomor 28 Tahun 2009 (UU

PDRD) antara lain, dalam hal tarif dalam UU BPHTB dikenakan tarif tunggal

5%, sedangkan dalam UU PDRD paling tinggi 5%, kemudian untuk Nilai

Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dalam UU BPHTB

paling banyak Rp. 300.000.000,- untuk waris dan hibah wasiat, dan paling

banyak Rp. 60.000.000,- untuk selain waris dan hibah wasiat, sedangkan

dalam UU PDRD paling rendah Rp. 300.000.000,- untuk waris dan hibah

wasiat, dan paling rendah Rp. 60.000.000,- untuk selain waris dan hibah

wasiat, dan yang terakhir adalah cara menghitung BPHTB terutang dalam UU

BPHTB 5% x (NPOP-NPOPTKP) sedangkan dalam UU PDRD 5%

(maksimal) x (NPOP-NPOPTKP).

Sedangkan untuk dasar pengenaan BPHTB ada 3 dasar antara lain

sebagai berikut:

1. Harga Transaksi, yaitu untuk jual beli, penunjukan pembeli dalam lelang;

2. Nilai Pasar, yaitu untuk tukar menukar, hibah, pemberian hak baru, hibah

wasiat, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan lain

lain;

3. NJOP PBB, hal ini apabila NPOP tidak diketahui atau lebih rendah dari

NJOP PBB. (Untuk di Kota Yogyakarta NJOP PBB telah ditetapkan oleh

DPDPK Kota Yogyakarta sejak 1 Januari 2012).

Jika berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang

BPHTB, daerah tidak mendapat 100% penerimaan pajak ini. Pemerintah pusat

Page 59: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

membagikan 20% penerimaan BPHTB secara merata ke seluruh pemda, lalu

16% untuk provinsi dan kabupaten/kota tempat dipungutnya BPHTB. Kini,

berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 BPHTB telah menjadi 100% hak

pemerintah daerah kabupaten/kota yang menjadi lokasi transaksi tanah

dan/atau bangunan.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat

melaksanakan otonomi khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi

daerah, UU Nomor 28 Tahun 2009 yang disahkan oleh Presiden RI pada

tanggal 15 September 2009 diharapkan dapat lebih mendorong peningkatan

pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah. Kemudian untuk

melaksanakan salah satu materi dari UU tersebut yaitu BPHTB di Kota

Yogyakarta dituangkan dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8

Tahun 2010 tentang BPHTB yang petunjuk pelaksanaan perda tersebut

dituangkan dalam Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 102 Tahun 2010

dan DPDPK Kota Yogyakarta sebagai instansi yang berwenang untuk

memungut dan mengelola BPHTB tertuang dalam Peraturan Walikota

Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011.

Untuk dapat mengetahui bagaimana implementasi dari Peraturan

Walikota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011 dalam pengelolaan BPHTB

untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka harus meneliti

secara runtut mulai dari UU Nomor 28 Tahun 2009 yang telah Penulis

jelaskan secara umum, selanjutnya Perda Nomor 8 Tahun 2010, kemudian

Peraturan Walikota Nomor 102 Tahun 2010, setelah itu Penulis kemudian

Page 60: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

dapat masuk untuk meneliti secara mengerucut pada Peraturan Walikota

Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011 mengenai pelaksanaan rincian tugas dari

Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan (DPDPK) Kota Yogyakarta

sebagai instansi yang berwenang dan ujung tombak dari pengeloaan BPHTB.

Sedangkan rumus untuk pengenaan Besaran BPHTB berdasarkan Pasal 2 Ayat

(4) Perwal Nomor 102 Tahun 2010 yang wajib dibayar dihitung sendiri oleh

wajib pajak (self assessment) adalah dengan cara sebagai berikut:

( (NPOP – NPOPTKP) x Tarif ) x prosentase pengenaan (Contoh terlampir

pada Lampiran).

1. Analisis Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010.

Penulis terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap waktu

disahkannya beberapa peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan

BPHTB, dalam Pasal 185 UU Nomor 28 Tahun 2009 yang berlaku sejak

tanggal 1 Januari 2010 dan dalam Pasal 180 Ayat (6) menyatakan bahwa

UU Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah

dan Bangunan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun

2000 tetap berlaku paling lama 1 (satu) tahun sejak diberlakukannya UU

Nomor 28 Tahun 2009, artinya sejak 1 Januari 2011 BPHTB telah menjadi

sepenuhnya kewenangan pemerintah kabupaten/kota untuk memungut dan

mengelolanya dimana sebelumnya merupakan pekerjaan yang dilakukan

pemerintah pusat.

Berdasarkan hal tersebut Pemerintah Kota Yogyakarta dapat

dikatakan telah siap untuk mengelola dan memungut BPHTB. Hal ini

Page 61: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

tercermin dari dilahirkannya Perda Nomor 8 Tahun 2010, yang ditetapkan

tanggal 28 Desember 2010 karena berdasarkan Pasal 2 Ayat (4) UU

Nomor 28 Tahun 2009 pemerintah kabupaten/kota dapat saja untuk tidak

memungut BPHTB apabila potensinya kurang memadai dan/atau

disesuaikan dengan kebijakan daerah yang ditetapkan dengan peraturan

daerah, dan dengan telah adanya perda yang mengatur BPHTB artinya

Pemerintah Kota Yogyakarta memiliki kewenangan penuh untuk

mengelola BPHTB.

Peraturan daerah merupakan salah satu bentuk produk hukum

peraturan perundang-undangan tertinggi di daerah, oleh karena itu dalam

proses pembuatan peraturan daerah harus sesuai dengan asas-asas

perundang-undangan yang baik, agar sempurna teknik penyusunannya,

terjaga keabsahan penerbitannya, diakui secara formal dan dapat berlaku

efektif serta diterima oleh masyarakat.

Pasal 69 Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan

bahwa kepala daerah menetapkan peraturan daerah atas persetujuan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam rangka penyelenggaraan

otonomi daerah dan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi. Pada Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004,

tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 136 Ayat (1) menyatakan bahwa

peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat

persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dan sampai disini

Penulis telah mendapat kesimpulan pertama bahwa Pemerintah Kota

Page 62: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Yogyakarta telah siap untuk mengelola BPHTB per 1 Januari 2011 dengan

payung hukum berupa perda, dan Kota Yogyakarta memiliki potensi

BPHTB sesuai yang telah ditetapkan dalam UU Nomor 28 Tahun 2009.

Peraturan daerah sebagai payung hukum yang diamanatkan dalam UU

Nomor 28 Tahun 2009 dalam penyelenggaraanya bertujuan untuk

mengatur substansi materi muatannya dan Perda Kota Yogyakarta Nomor

8 Tahun 2010 telah berdasarkan peraturan yang lebih tinggi (tingkat

pusat), lain halnya dengan UU PDRD yang lama yaitu UU Nomor 34

Tahun 2000 dimana pemerintah kabupaten/kota dibebaskan untuk

menentukan jenis pajak dan retribusi lain (open list) diluar yang sudah

ditetapkan dalam UU dan pemerintah daerah (pemda) dapat menambahkan

jenis pajak dan retribusi baru sesuai dengan potensi daerah. Menurut

Penulis hal ini merupakan sebuah kemajuan karena apabila pemda diberi

kelonggaran untuk menetapkan jenis pajak dan retribusi yang lain selain

yang telah ditetapkan dalam UU dapat saja jenis pajak dan retribusi itu

justru membebankan dunia usaha, karena didalam peraturan daerah yang

dibentuk untuk menyelenggarakan otonomi daerah objek pengaturannya

tidak saja meliputi yang bersifat substantif tetapi juga bersifat teknis tata

cara pelaksanaannya.

Sesuai Pasal 88 Ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2009 daerah tidak

boleh menetapkan tarif efektif melampaui tarif maksimum yang ditetapkan

sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), namun berdasarkan

Pasal 9 Ayat (2) Perda Nomor 8 Tahun 2010, dikecualikan untuk

Page 63: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

perolehan secara waris dan hibah wasiat hanya ditetapkan sebesar 2,5%.

Menurut Penulis hal ini merupakan sebuah dasar sosial kemanusiaan

sesuai kearifan lokal, karena perbuatan hukum waris dan hibah wasiat

merupakan perbuatan hukum yang lebih bersifat kekeluargaan dan kurang

bernilai ekonomis, sehingga wajar apabila dikenakan tarif dibawah

ketentuan maksimal berbeda ketika BPHTB masih dikelola pemerintah

pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak dimana tarif maksimum tetap 5%

untuk waris dan hibah wasiat. Sedangkan untuk penetapan Nilai Perolehan

Objek Pajak Tidak Kena Pajak tetap sesuai dengan Pasal 87 Ayat (4) dan

(5) UU Nomor 28 Tahun 2009 dimana untuk setiap perolehan hak

dikenakan paling rendah Rp. 60.000.000,- dan khusus untuk waris dan

hibah wasiat paling rendah Rp. 300.000.000,-.

2. Analisis Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 102 Tahun 2010.

Setelah Penulis menganalisis terhadap Perda Kota Yogyakarta

Nomor 8 Tahun 2010, kemudian Penulis meneliti peraturan turunannya

yaitu Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 102 Tahun 2010 yang

mengatur mengenai petunjuk pelaksanaan dari Perda Kota Yogyakarta

Nomor 8 Tahun 2010. Karena apabila melihat pembentukan peraturan

daerah adalah dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

untuk mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah, maka peraturan

daerah sebagai penjabaran atau pelaksanaan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi bertujuan untuk memberi pengaturan lebih

lanjut mengenai tata cara pelaksanaannya di daerah.

Page 64: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 102 Tahun 2010

didalamnya mengatur tata cara pengenaan BPHTB, dimana berdasarkan

peraturan walikota tersebut maka terdapat berbagai macam prosentase

pengenaan sebagai contoh didalam Pasal 2 Peraturan Walikota Yogyakarta

Nomor 102 Tahun 2010 mengenai prosentase pengenaan BPHTB terdapat

beberapa bagian antara lain sebagai berikut:

a. 0% (nol persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang, dalam hal

penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah

Non Departemen, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota, lembaga pemerintah lainnya, dan Perusahaan Umum

Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas);

b. 50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang dalam

hal penerima Hak Pengelolaan selain dimaksud pada huruf a. Dan

pengenaan BPHTB untuk wajib pajak orang pribadi yang menerima

hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan keluarga sedarah

dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke

bawah juga sebesar 50% (lima puluh persen);

c. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagai bentuk penyertaan

modal dari Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah kepada wajib

pajak Badan Usaha Milik Daerah dikenakan BPHTB sebesar 0 % (nol

persen).

3. Analisis Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011.

Page 65: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Setelah memahami kedua analisis diatas, maka Penulis dapat

masuk ke tahap berikutnya untuk meneliti implementasi Perwal Nomor 19

Tahun 2011, yang merupakan bagian inti dari penelitian. Penulis telah

melakukan pengumpulan data dengan metode pengamatan pada Kantor

DPDPK di Komplek Balaikota Yogyakarta, wawancara dengan Kepala

Seksi Pembukuan dan Pelaporan DPDPK Kota Yogyakarta, studi pustaka

pada berbagai peraturan yang berkaitan pengelolaan BPHTB di Kota

Yogyakarta, dan wawancara dengan beberapa responden yang melakukan

pembayaran dan pelaporan BPHTB. Fokus penelitian terhadap

implementasi Perwal Nomor 19 Tahun 2011 Penulis kerucutkan pada

perubahan dalam Pasal 1 Ayat (1) huruf f, Ayat (2) huruf m, dan Ayat (3)

huruf j, yang antara lain sebagai berikut:

a. Pasal 1 ayat (1) huruf f berbunyi, melaksanakan pendaftaran dan

pendataan pengajuan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB);

b. Ayat (2) huruf m berbunyi, melaksanakan penetapan Bea Perolehan

Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB);

c. Ayat (3) huruf j berbunyi, melaksanakan penagihan dan keberatan Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Untuk memperoleh data atas implementasi dari ketiga perubahan

yang ada dalam Perwal Nomor 19 Tahun 2011 tersebut, Penulis

menggunakan beberapa cara untuk memperoleh data, antara lain sebagai

berikut:

Page 66: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

a. Observasi (Pengamatan).

Ketika Penulis mengunjungi Kantor DPDPK Kota Yogyakarta

yang terletak didalam Komplek Balaikota Yogyakarta, kondisi sarana

dan prasarana dalam pelayanan pembayaran dan pelaporan BPHTB

tersedia sangat baik dimana masyarakat pembayar BPHTB dapat

membayar pada loket BPD DIY yang tersedia didalam Gedung Dinas

Perijinan Kota Yogyakarta. Sehingga masyarakat pembayar BPHTB

setelah membayar dapat langsung melaporkan atau mengajukan

permohonan validasi (penelitian) terhadap BPHTB yang dibayarnya.

Disamping itu karena pelayanan pembayaran BPHTB tersedia dalam

satu tempat dengan jenis pelayanan masyarakat yang lainnya, maka

memudahkan masyarakat untuk dapat mengurus keperluan yang lain

yang berhubungan dengan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam sekali

kunjungan ke Komplek Balaikota, dan kondisi Gedung Dinas Perijinan

terasa sangat nyaman yang dilengkapi dengan ruang tunggu ber-AC,

pengambilan nomor antrian secara elektronik, dan tersedianya tempat

untuk foto kopi berkas-berkas yang diperlukan.

b. Document Research (Penelitian Kepustakaan).

Penulis juga mendapatkan berbagai dokumen seperti buku-

buku yang berisi mengenai kumpulan Peraturan Daerah Kota

Yogyakarta seperti Perda Nomor 8 Tahun Tahun 2010 tentang Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dapat

dipinjam di Perpustakaan Bagian Hukum Komplek Balaikota

Page 67: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Yogyakarta dan salinan berbagai macam Peraturan Walikota

Yogyakarta seperti Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 84 Tahun

2008 tentang Fungsi, Rincian Tugas, dan Tata Kerja Dinas Pajak

Daerah dan Pengelolaan Keuangan Kota Yogyakarta, Peraturan

Walikota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011 tentang Perubahan atas

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 84 Tahun 2008 tentang Fungsi,

Rincian Tugas, dan Tata Kerja Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan

Keuangan Kota Yogyakarta, dan Peraturan Walikota Yogyakarta

Nomor 102 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan

Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan

Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), maupun salinan contoh-

contoh formulir pelaporan BPHTB dan gambar bagan struktur

organisasi DPDPK Kota Yogyakarta pada Sekretariat Kantor DPDPK

Kota Yogyakarta dengan menunjukkan Surat Ijin Penelitian yang

Penulis dapatkan dari Dinas Perijinan Kota Yogyakarta.

Disamping itu untuk melengkapi bacaan dalam proses

penelitian ini Penulis juga meminjam buku dengan mendaftar sebagai

anggota pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta.

c. Indepth Interview (Wawancara Mendalam).

Wawancara secara mendalam yang Penulis lakukan pada hari

Kamis, tanggal 5 Januari 2012 dengan tujuan untuk mengetahui

bagaimana implementasi atas perubahan atas fungsi, rincian tugas, dan

Page 68: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

tata kerja (rintuk) DPDPK Kota Yogyakarta sebagaimana tertuang

dalam Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011 tentang

Perubahan atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 84 Tahun

dimana yang berhasil Penulis temui pada waktu itu adalah Bapak

Santoso, S. E. selaku Kepala Seksi Pembukuan dan Pelaporan DPDPK

Kota Yogyakarta yang berkantor di lantai 2 pada Gedung Dinas

Perijinan Kota Yogyakarta, adapun hasil wawancaranya setelah

Penulis rangkum menjadi 4 sesi, adalah sebagai berikut:

1) Sumber Daya.

DPDPK Kota Yogyakarta menyatakan telah siap dan

memang harus siap dalam mengelola BPHTB, dengan personil 70

orang yang melaksanakan tugas pengelolaan pajak daerah dan 15

orang diantaranya yang secara intensif mengelola BPHTB

disamping mengelola jenis pajak daerah yang lain. Hal ini secara

umum memang tercermin dengan capaian tutup buku tahun 2010

realisasi pajak daerah tercapai 104,06% atau melebihi target yang

ditentukan oleh anggaran dimana mampu tercapai target Rp.

78.254.579.242,- dari target sebesar 75,2 miliar.dan bagi hasil dari

PBB dan BPHTB pada tutup buku tahun 2010 tercapai 91,02%

sedangkan pada tutup buku tahun 2011 juga melampaui target yang

ditetapkan, dimana penerimaan sampai bulan Desember 2011

mencapai Rp. 158.724.247.821,- dari target yang ditetapkan yakni

Rp. 131.034.709.856 atau mencapai 121,13%.

Page 69: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Realisasi penerimaan pajak daerah yang mencapai 121,13%

dari target yang ditetapkan ini berasal dari hasil pajak daerah

sebesar Rp. 120.578,636,794,- dan bagi hasil pajak sebesar Rp 38,

145, 611,027,- dimana target yang ditetapkan untuk hasil pajak

daerah adalah Rp. 101.349.000.000,- dan target bagi hasil pajak

adalah Rp. 29.685.709.856,-.

Secara rinci hasil pajak yang mencapai Rp.

120.578,636,794,- ini berasal dari Pajak Hotel Rp.

37.861.435.936,-, Pajak Restoran Rp. 13.817.217.336,-, Pajak

Hiburan Rp. 4.684.984.072,-, Pajak Reklame Rp. 5.439.731.728,-

Pajak Penerangan Jalan Rp. 23.857.657.765,-, Pajak Parkir Rp.

776.411.843,-, Pajak Air Tanah Rp. 318.039.903,- Pajak Sarang

Burung Walet Rp. 3.050.000,- dan Bea Perolehan Hak atas Tanah

dan Bangunan (BPHTB) Rp. 33.820.108.301,-. Sementara itu dari

bagi hasil pajak yang diperoleh melalui bagi hasil Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB) sebesar Rp. 38.145.611.027,-. Hal ini juga

merupakan cerminan atas ketaatan warga masyarakat Kota

Yogyakarta dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak dan

tentunya perolehan pajak daerah ini akan sangat bermanfaat bagi

pembangunan Kota Yogyakarta, dan mulai Januari 2012

pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga telah dilakukan

oleh DPDPK Kota Yogyakarta. Capaian dan tahapan maju

mengelola PBB tersebut merupakan cerminan prestasi mengingat

Page 70: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

pengelolaan PBB yang dilakukan secara bertahap dari pemerintah

pusat kepada daerah, namun Pemerintah Kota Yogyakarta telah

melakukan pengelolaan pada Januari 2012 disamping itu pajak

daerah merupakan penyumbang kontribusi paling besar dalam

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Yogyakarta yaitu sekitar

42%.

Sumber daya anggaran yang ada pada DPDPK Kota

Yogyakarta dalam melaksanakan implementasi Perwal Nomor 19

Tahun 2011 dimana sebelum perubahan sekitar senilai 19,4 miliar

dan realisasi setelah perubahan pada tahun 2011 meningkat

menjadi senilai 33 miliar untuk mengelola BPHTB dan jenis pajak

daerah yang lain.

Untuk sumber daya peralatan terjadi penambahan berbagai

jenis antara lain aplikasi, meteran, blangko, dan lain-lain sebagai

penunjang sarana dan prasarana pengelolaan dan validasi

(penelitian) BPHTB yang dimohonkan oleh wajib pajak.

Dalam pelaksanaan sumber daya manusia, anggaran, dan

peralatan tersebut diatas memang menemui berbagai macam

kendala antara lain dimana wajib pajak tidak mengajukan

permohonan yang dilampiri persyaratan yang lengkap seperti sket

lokasi dan mengisi formulir/blangko BPHTB sesuai dengan harga

perolehan dan keadaan yang sebenarnya, sehingga apabila

menimbulkan kecurigaan seperti luas bangunan yang jauh lebih

Page 71: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

kecil daripada luas tanah perlu dilakukan cek lapangan, namun

segala kendala dan persoalan yang terjadi tetap bisa terpecahkan.

2) Personil.

Langkah aparatur DPDPK Kota Yogyakarta dalam

mengkomunikasikan mengenai pengelolaan BPHTB oleh DPDPK

kepada masyarakat telah dilakukan penyuluhan disetiap kelurahan

atau RT/RW diseluruh Kota Yogyakarta yang terakhir dilakukan

pada bulan Mei 2011 dan berencana akan melakukan penyuluhan

kepada masyarakat lagi pada bulan Maret 2012.

Dengan dilakukan penyuluhan tersebut berarti aparatur

DPDPK telah memahami dan mendalami dari aspek pengelolaan

BPHTB dimana sebelumnya dikelola pemerintah pusat, dimana

daerah tidak mengetahui bagaimana pemerintah pusat dalam

mengelola jenis pajak tersebut.

3) Kinerja Kebijakan.

Bentuk pelayanan yang diberikan oleh DPDPK Kota

Yogyakarta seperti tertuang dalam poin perubahan pasal dalam

perwal tersebut tentu saja melaksanakan pendaftaran dan pendataan

pengajuan permohonan BPHTB oleh wajib pajak, menetapkan

penetapan BPHTB yang harus dibayar, dan melaksanakan

penagihan dan keberatan atas BPHTB meskipun di Negara

Indonesia menganut sistem self assessment dimana wajib pajak

berhak untuk menghitung sendiri pajak yang harus dibayar, namun

Page 72: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

apabila tidak sesuai dengan kenyataan seperti nilai perolehan

maupun luasan yang tidak sesuai maka DPDPK Kota Yogyakarta

dapat melakukan penagihan dan apabila wajib pajak keberatan

maka dapat mengajukan keberatan atas nilai BPHTB tersebut.

Harapan di masa mendatang pengelolaan BPHTB tentu saja

tetap akan dilakukan oleh DPDPK Kota Yogyakarta, namun

apabila terjadi perubahan atas UU Nomor 28 Tahun 2009, hal itu

menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah pusat.

4) Kelompok Sasaran.

Rekomendasi atau saran dari DPDPK Kota Yogyakarta

kepada masyarakat wajib pajak pembayar BPHTB agar Pendapatan

Asli Daerah (PAD) dapat meningkat adalah dalam mengisi nilai

perolehan untuk tetap mengacu pada Nilai Jual Objek Pajak

(NJOP) pada PBB dimana dengan telah dilakukannya pengelolaan

PBB oleh DPDPK Kota Yogyakarta sejak Januari 2012 maka

NJOP juga ditetapkan oleh DPDPK Kota Yogyakarta. Pemantauan

atas hal itu adalah dengan dilakukannya pengecekan lapangan.

Sedangkan respon masyarakat atau wajib pajak pembayar

BPHTB selama ini memang terdapat keluhan atau protes terutama

dari segi ketepatan waktu selesainya validasi (penelitian) yang

dilakukan oleh DPDPK Kota Yogyakarta. Hal ini sangat

tergantung dari banyaknya permohonan yang masuk. Persoalan

ketepatan waktu ini memang belum bisa diukur dari segi apapun,

Page 73: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

apabila memang permohonan itu telah lengkap dan tidak

menimbulkan kecurigaan maka akan selesai dalam waktu singkat,

namun apabila sebaliknya akan dilakukan pengecekan lapangan

dimana waktu penyelesaiaannya belum dapat diukur dan sangat

tergantung dari jumlah permohonan.

Disamping itu selama ini mayoritas yang mengurus validasi

(penelitian) untuk datang ke Kantor DPDPK Kota Yogyakarta

adalah pegawai kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk

mengurus berbagai macam jenis perolehan kecuali perolehan

karena turun waris, sedangkan untuk perolehan karena turun waris

seringkali juga dilakukan oleh pegawai kelurahan atau kecamatan.

Hal ini dapat dilihat apabila dalam permohonan tersebut

menggunakan surat kuasa mengurus, bukan atas nama wajib pajak

itu sendiri. DPDPK Kota Yogyakarta sendiri tidak begitu

mempersoalkan mengenai siapa yang mengurus meskipun berbagai

penyuluhan telah dilakukan kepada masyarakat, karena hal tersebut

merupakan lahan tersendiri daripada stakeholder yang berkaitan

dengan BPHTB, dan DPDPK Kota Yogyakarta tidak dapat untuk

memerintahkan wajib pajak untuk mengurus sendiri pajak yang

dibayarkannya.

B. Evaluasi Pelaksanaan Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota

Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Page 74: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Walikota Yogyakarta Nomor 84 Tahun 2008 Tentang Fungsi, Rincian

Tugas, dan Tata Kerja Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan

Kota Yogyakarta Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Evaluasi terhadap kebijakan publik dimulai dengan menjelaskan

usaha-usaha yang telah dilakukan guna mencapai tujuan dari dikeluarkanya

kebijakan tersebut, seperti Penulis telah jelaskan bahwa DPDPK Kota

Yogyakarta telah melakukan berbagai macam usaha yang diantaranya

penyuluhan kepada masyarakat, dan hasil dari usaha tersebut memang

membuahkan prestasi dimana penerimaan pajak daerah Kota Yogyakarta

tercapai melampaui target yang diharapkan. Kemudian dari evaluasi terhadap

pelaksanaan implementasi kebijakan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor

19 Tahun 2011, Penulis membagi menjadi dua bagian evaluasi yaitu faktor

pendukung dan faktor penghambat berdasarkan data yang Penulis peroleh di

lapangan, antara lain sebagai berikut:

1. Faktor Pendukung.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap responden,

ditemukan berbagai faktor pendukung dalam implementasi Perwal Nomor

19 Tahun 2011. Faktor-faktor ini dapat terjadi baik secara internal maupun

eksternal. Faktor internal meliputi unsur-unsur yang terdapat dalam tubuh

DPDPK Kota Yogyakarta. Kemudian faktor eksternal aspek yang

bersumber dari luar DPDPK Kota Yogyakarta seperti masyarakat atau

wajib pajak yang mengurus datang ke Kantor DPDPK Kota Yogyakarta.

Page 75: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara ditemukan faktor-

faktor tersebut yang meliputi antara lain sebagai berikut:

a. Adanya kesadaran dari pegawai DPDPK Kota Yogyakarta dalam

menjalankan peran dan fungsinya yang melayani masyarakat dengan

sebaik-baiknya;

b. Penggunaan anggaran untuk kebutuhan sarana dan prasarana

pengelolaan BPHTB, dukungan dan kerjasama dari pegawai yang

cukup solid;

c. Hubungan baik vertikal maupun horizontal berjalan dengan baik dalam

tubuh organisasi sehingga tercipta suasana harmonis;

d. Kesadaran dan partisipasi masyarakat cenderung dianggap sangat baik

dalam membayar BPHTB.

2. Faktor Penghambat.

Apabila dikonfirmasi antara data hasil wawancara dengan

kenyataan di lapangan dapat diketahui bahwa dalam implementasi Perwal

Nomor 19 Tahun 2011 terdapat beberapa hambatan utama yang juga

terdiri dari faktor internal dan eksternal antara lain sebagai berikut:

a. Kurangnya ketepatan waktu proses penyelesaian validasi (penelitian)

BPHTB yang dilakukan DPDPK Kota Yogyakarta terlebih apabila

dilakukan pengecekan lapangan;

b. Jumlah pegawai DPDPK Kota Yogyakarta yang relatif sedikit bila

dibanding kebutuhan kerja dalam mengelola BPHTB dan jenis pajak

yang lain di wilayah Kota Yogyakarta terutama dalam ketepatan waktu

Page 76: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

penyelesaian penelitian/validasi terlebih lagi apabila melakukan

pengecekan lapangan dan berbagai penyuluhan sehingga

mempengaruhi efesiensi kerja, utamanya dalam mengejar kualitas

kerja;

c. Kesadaran masyarakat atau wajib pajak pembayar BPHTB dalam

mengurus pajak yang dibayarnya cenderung masih mengandalkan

pegawai PPAT maupun pegawai kecamatan atau kelurahan meskipun

telah dilakukan penyuluhan kepada masyarakat, hal ini dapat

mendorong munculnya makelar yang tidak dapat dipisahkan dari

kepentingan kalangan bisnis yang berupaya mendapatkan keuntungan

dengan memperkecil jumlah pajak yang seharusnya disetorkan kepada

negara/daerah.

Page 77: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan.

Berdasarkan hasil pembahasan pada Bab I sampai dengan Bab IV,

maka dapat ditarik kesimpulan mengenai implementasi Peraturan Walikota

Nomor 19 Tahun 2011 antara lain sebagai berikut:

1. Implementasi Peraturan Walikota Nomor 19 Tahun 2011 mengenai

Perubahan atas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 84 Tahun 2008

tentang Fungsi, Rincian Tugas, Tata Kerja pada Dinas Pajak Daerah dan

Pengelolaan Keuangan (DPDPK) Kota Yogyakarta terutama perubahan

yang berkaitan dengan pengelolaan BPHTB yaitu pada ketentuan Pasal 10

Ayat (1) huruf f, Ayat (2) huruf m, dan Ayat (3) huruf j, dapat

dikategorikan tergolong sangat baik dan bisa dibilang dahsyat atau

fantastis. Hal ini tercermin apabila melihat dari pencapaian target pajak

daerah secara keseluruhan akhir tahun 2010 yang mencapai 104,06% dan

akhir tahun 2011 mencapai 121,13% atau terus melebihi target dalam

meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah), karena tidak semua

kabupaten/kota diseluruh Indonesia mampu untuk mencapai target

penerimaan pajak daerah yang telah ditetapkan. Secara rinci penerimaan

sampai bulan Desember 2011 mencapai Rp. 158.724.247.821,- dari target

yang ditetapkan yakni Rp. 131.034.709.856 atau mencapai 121,13%.

Realisasi penerimaan pajak daerah yang mencapai 121,13% dari target

Page 78: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

yang ditetapkan ini berasal dari hasil pajak daerah sebesar Rp.

120.578,636,794,- yang salah satunya termasuk BPHTB dan bagi hasil

pajak sebesar Rp. 38, 145, 611,027,- dimana target yang ditetapkan untuk

hasil pajak daerah adalah Rp. 101.349.000.000,- dan target bagi hasil pajak

adalah Rp 29.685.709.856,-. Hasil pajak yang mencapai Rp.

120.578,636,794,- tersebut terdiri dari Pajak Hotel Rp. 37.861.435.936,-,

Pajak Restoran Rp. 13.817.217.336,-, Pajak Hiburan Rp. 4.684.984.072,-,

Pajak Reklame Rp. 5.439.731.728,- Pajak Penerangan Jalan Rp.

23.857.657.765,-, Pajak Parkir Rp. 776.411.843,-, Pajak Air Tanah Rp.

318.039.903,-, Pajak Sarang Burung Walet Rp. 3.050.000,-, dan yang

terakhir dan menjadi fokus penelitian ini adalah Bea Perolehan Hak atas

Tanah dan Bangunan mencapai Rp. 33.820.108.301,-. Sementara itu dari

bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp. 38.145.611.027,-.

Dari uraian diatas maka dapat dilihat bahwa BPHTB menempati urutan

kedua terbesar dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

setelah Pajak Hotel. Peningkatan jumlah penerimaan pajak daerah tersebut

tentu akan sangat bermanfaat bagi pembangunan di Kota Yogyakarta.

Apabila mengingat definisi pajak itu sendiri yang merupakan pungutan

yang menjadi hak preogratif pemerintah, dimana pungutan tersebut harus

berdasarkan undang-undang dalam hal ini UU Nomor 28 Tahun 2009 yang

dapat dilakukan secara paksa kepada subyek pajak dengan tidak ada balas

jasa yang langsung dapat ditunjukkan/dirasakan pengunaannya, maka

peningkatan pendapatan melalui sektor pajak daerah ini tidak serta merta

Page 79: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

hanya karena prestasi dari DPDPK Kota Yogyakarta semata sebagai ujung

tombak dalam pengelolaan Pajak Daerah akan tetapi peran serta dari

warga masyarakat Kota Yogyakarta yang memiliki kesadaran yang sangat

tinggi dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak daerah dan tentu

saja peran serta dari stakeholder yang lain seperti Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT) maupun kelurahan/kecamatan yang ada di Kota Yogyakarta

karena sampai sejauh ini cenderung masih sangat sedikit wajib pajak yang

berkesadaran mengurus sendiri proses pengajuan permohonan pendaftaran

dan pendataan BPHTB.

2. Mengenai kendala dalam implementasi Peraturan Walikota Nomor 19

Tahun 2011, secara umum hampir tidak ada kendala yang berarti.

Meskipun menurut Kepala Seksi Pembukuan dan Pelaporan DPDPK Kota

Yogyakarta mengakui adanya kendala namun hal itu segera dapat diatasi

sehingga tidak sampai menimbulkan hambatan yang berarti daripada

kinerja DPDPK Kota Yogyakarta itu sendiri, seperti dari segi jumlah

pegawai DPDPK Kota Yogyakarta yang bekerja untuk melaksanaan

pengelolaan pajak daerah tidak terbagi spesialisasinya hanya menangani

salah satu jenis pajak saja seperti BPHTB namun juga untuk menangani

jenis pajak yang lain, dan kendala yang paling signifikan adalah dimana

wajib pajak tidak mengisi nilai perolehan sesuai ketentuan dalam hal ini

sesuai dengan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) dimana kadang hanya sesuai

dengan NJOP meski nilai perolehan sebenarnya jauh diatas NJOP, kendala

lainnya yaitu bilamana nilai luas tanah atau bangunan yang tidak sesuai

Page 80: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

dengan keadaan sebenarnya. Hal ini tentu saja apabila menimbulkan

kecurigaan akan dilakukan pengecekan lapangan. Hal inilah yang menjadi

kendala proses ketepatan waktu penyelesaian pendataan atau validasi

menjadi memakan waktu lebih lama. Kendala ini juga berkaitan dengan

peran dari stakeholder yang lain seperti PPAT/Notaris maupun Camat

apabila sebagai PPAT Sementara dimana dalam blangko formulir juga

tertera nama dan tanda tangan PPAT/Notaris/Kepala Kantor

Lelang/Pejabat Lelang yang semestinya dapat menghimbau agar wajib

pajak mengisi sesuai ketentuan. Oleh karena itu koordinasi antara DPDPK

Kota Yogyakarta dengan PPAT/Notaris/Kepala Kantor Lelang/Pejabat

Lelang perlu untuk ditingkatkan agar proses penyelesaiaan validasi

menjadi lebih singkat. Disamping itu kualitas serta kuantitas pegawai

DPDPK Kota Yogyakarta yang tidak hanya menangani satu jenis pajak

juga dapat dikatakan kendala tersendiri, belum lagi tenaga untuk

melakukan penyuluhan kepada masyarakat. Dari berbagai kendala diatas

sejauh ini masih segera dapat diatasi sehingga tidak menghambat kinerja

dari DPDPK Kota Yogyakarta itu sendiri.

B. Saran.

Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka Penulis merekomendasikan

berupa saran-saran antara lain sebagai berikut:

1. Agar implementasi Peraturan Walikota Nomor 19 Tahun 2011 dapat

membuahkan hasil yang lebih maksimal, maka perlu ditingkatkan

Page 81: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

kesadaran wajib pajak agar dapat membayar pajak dengan nilai sesuai

ketentuan. Meskipun berbagai penyuluhan telah dilakukan oleh DPDPK

Kota Yogyakarta kepada masyarakat namun apabila masyarakat masih

banyak yang enggan untuk mengurus sendiri permohonan pendataan

BPHTB maka akan sangat rentan munculnya makelar pajak karena

makelar pajak tidak dapat dipisahkan dari kepentingan kalangan bisnis

yang berupaya mendapatkan keuntungan dengan memperkecil jumlah

pajak yang seharusnya disetorkan kepada negara/daerah. Hal ini bisa saja

terjadi dengan adanya kongkalikong atau persekongkolan dengan para

stakeholder yang terlibat. Meski adanya prestasi peningkatan penerimaan

dari sektor pajak di Kota Yogyakarta, agar implementasi kebijakan dapat

tetap keep the policy on track sesuai dengan teori kebijakan publik

Hogwood and Peters, namun jika melihat proses pengelolaan BPHTB

yang dimulai dengan permohonan pendataan BPHTB atau validasi yang

dilakukan bukan oleh wajib pajak itu sendiri yang benar-benar memiliki

kesadaran untuk membayar pajak serta pengisian blangko formulir yang

tidak sesuai dengan ketentuan maka peluang untuk munculnya makelar

pajak sangat rentan. Dan apabila melihat dari kemampuan sumber daya

manusia pegawai DPDPK Kota Yogyakarta tentu akan sangat berat

apabila harus melakukan pengecekan lapangan satu per satu dari setiap

permohonan yang masuk. Oleh karena itu disamping perlu

ditingkatkannya kualitas dan kuantitas pegawai DPDPK Kota Yogyakarta,

kesadaran masyarakat wajib pajak untuk mengisi sesuai nilai dan keadaan

Page 82: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

yang sebenarnya dan bersedia untuk mengurus sendiri BPHTB agar

memiliki kesadaran yang tinggi juga perlu ditingkatkan agar peluang

munculnya makelar pajak dapat dihindari.

2. Apabila melihat berbagai kendala yang ada maka dapat dikatakan bahwa

kendala peningkatan penerimaan sektor pajak daerah khususnya BPHTB

di Kota Yogyakarta tidak begitu berpengaruh secara signifikan terhadap

penerimaaan daerah, dengan terus meningkatnya prosentase penerimaan

sektor pajak daerah yang sangat berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah

(PAD). Namun peningkatan tersebut dapat ditingkatkan lebih baik lagi

apabila kendala-kendala yang ada dapat diminimalisir. Untuk dapat

mengurangi kendala yang ada maka dapat dilakukan berbagai cara yang

diantaranya koordinasi diantara para stakeholder seperti dengan

PPAT/Notaris maupun Camat apabila sebagai PPAT Sementara agar lebih

menghimbau kepada wajib pajak untuk mengisi nilai perolehan sesuai

dengan ketentuan atau keadaan yang sebenarnya, dengan begitu proses

penyelesaian pendataan BPHTB yang dilakukan oleh DPDPK Kota

Yogyakarta menjadi dapat lebih singkat karena tidak perlu melakukan

pengecekan lapangan, dan penerimaan BPHTB pun juga akan meningkat

jika wajib pajak membayar sesuai dengan nilai atau keadaan yang

sebenarnya.

Page 83: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku.

Abdul Wahab, Solichin. 1990. Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara.

Jakarta: Rineka Cipta.

Abdul Wahab, Solichin. 1997. Evaluasi Kebijakan Publik. Malang: Fakultas

Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.

Abidin, Said Zaenal. 2004. Kebijakan Publik, Edisi Revisi. Jakarta: Yayasan

Pancur Siwah.

Alexander, Harry. 2004. Panduan Perancangan Peraturan Daerah Di

Indonesia. Jakarta: PT XSYS Solusindo.

Ali, Achmad. 2002. Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan

Sosiologis). Jakarta: Gunung Agung.

Anonim. 2001. Himpunan Peraturan Otonomi Daerah serta Peraturan

Pelaksanaannya. Jakarta Pusat: Pustaka Antara Utama.

---------. 1985. Tugas, Fungsi dan Perannya Dalam Pemerintahan di Daerah.

Jakarta: Departemen Dalam Negeri.

Asshiddigie, Jimly. 2002. Konsulidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan

Kedua. Jakarta: Pustaka Negara, Fakultas Hukum UI.

Dunn, William N. 1998. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hari Adi, Priyo. 2005. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi. Salatiga: Jurnal Kritis Universitas Kristen Satya Wacana.

Islamy, M. Irfan. 2000. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara.

Jakarta: Bumi Aksara.

Mallarangeng, Andi Dkk. 2001. Otonomi Daerah Prospektif Teoritis dan

Praktis. Yogyakarta: Bigraf Publishing.

Manan, Bagir. 1994. Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Menurut UUD 1945. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Mangkoesoebroto, G. 1997. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Page 84: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Muslim, Amrah. 1978. Aspek-aspek Hukum Otonomi Daerah. Bandung:

Alumni.

Purbopranoto, Kuntjoro. 1981. Beberapa Catatan Hukum Pemerintahan dan

Peradilan Administrasi. Bandung: Alumni.

Putra, Fadillah. 2001. Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Putra, Fadillah. 2003. Partai Politik dan Kebijakan Publik. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Riwu, Kaho Josef. 1991. Prospek Otonomi Daerah di Republik Indonesia.

Jakarta: Rajawali Press.

Sarundajang. 2000. Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah. Jakarta: Sinar

Harapan.

Soejito, Irawan. 1983. Teknik Membuat Peraturan Daerah. Jakarta: Bina

Aksara.

Soeprapto, Maria Farida Indrati. 1998. Ilmu Perundang-Undangan, Dasar-

Dasar dan Pembentukannya. Yogyakarta: Kanisius.

Subarsono, A. G. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan

Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Subarsono, AG. 2006. Analisis Kebijakan Publik.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV. Alfabeta.

Sugiyono. 2006. Statistika Untuk Penelitian, Cetakan Ketujuh. Bandung: CV.

Alfabeta.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.

Sunggono, Bambang. 2001. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Raja

Srafindo Persada.

Suparmoko. 1992. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta:

BPFE.

Syafrudin, Ateng. 1999. Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki

Abad XXI. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Page 85: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Syarif, Amiroeddin. 1987. Perundang-Undangan Dasar, Jenis, dan Teknik

Membuatnya. Jakarta: Bina Aksara.

Page 86: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

B. Undang-Undang.

Ordonansi Bea Balik Nama Staatblad 1924 No. 291.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB).

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas

Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah (PDRD).

Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

(PDRD)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Undang-Undang Nomor 50 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria.

Page 87: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

C. Peraturan.

Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010 tentang Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Peraturan Pemerintah Pasal 3 ayat (2) jo. PP Nomor XX/2000 Kep. Men. Keu

Nomor XX/KMK.04/2000.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah

dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 84 Tahun 2008 tentang Fungsi,

Rincian Tugas, dan Tata Kerja Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan

Keuangan Kota Yogyakarta.

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 19 Tahun 2011 tentang Perubahan atas

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 84 Tahun 2008 tentang Fungsi,

Rincian Tugas, dan Tata Kerja Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan

Keuangan Kota Yogyakarta.

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 102 Tahun 2010 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2010

tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Page 88: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

C. Jurnal.

Akhmad, Hatta. 2000. Otonomi Daerah Berkenaan Dengan Peningkatan

Pendapatan Asli Daerah (PAD). Palu: Jurnal Toposantoro.

Djohan, Djohermansyah. 2001. Masalah Pengelolaan Keuangan Daerah

Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Jakarta: Jurnal Ilmu

Pemerintahan MIPI Edisi 14 Tahun 2001.

Syaukani, H. R. 2001. Seminar Otonomi Daerah Strategi Pemberdayaan

Daya Saing Daerah. Jurnal Otonomi Daerah.

Suwandi, I Made. 2003. Jurnal Otonomi Daerah. Tahun 2003.

Tabrani, Rab. 1999. Jurnal Depdagri. Jakarta: Depkeu.

Page 89: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

D. Media Massa Cetak dan Elektronik.

Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, 27 Desember 2010.

Surat Kabar Patroli Bangsa, 1 April 2011.

www.jogjakota.go.id, Rabu, 19 Januari 2011.

Page 90: Skripsi Hukum Kenegaraan di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta

Tabel I

Proses Kebijakan Publik

Tahap Karakteristik

Perumusan Masalah : Memberikan informasi mengenai kondisi-

kondisi yang menimbulkan masalah.

Forecasting (Peramalan) : Memberikan informasi mengenai

konsekuensi di masa mendatang dari

diterapkannya alternatif kebijakan, termasuk

apabila tidak membuat kebijakan.

Rekomendasi Kebijakan : Memberikan informasi mengenai manfaat

bersih dari setiap alternatif, dan

merekomendasikan alternatif kebijakan

yang memberikan manfaat bersih paling

tinggi.

Monitoring Kebijakan : Memberikan informasi mengenai

konsekuensi sekarang dan masa lalu dari

diterapkannya alternatif kebijakan termasuk

kendala-kendalanya.

Evaluasi Kebijakan : Memberikan informasi mengenai kinerja

atau hasil dari suatu kebijakan.

Sumber : A. G. Subarsono (2005:9)