skripsi fakultas pertanian
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara tertulis Indonesia telah menganut konsep pembangunan
pertanian berkelanjutan. Hal ini termuat dalam amandemen UUD 1945,
pasal 33 bahwa "perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional".Pembangunan
berkelanjutan dapat dilakukan dengan pendekatan sistem dan usaha
agribisnis serta kemitraan usaha.
Dalam agribisnis dikenal konsep agribisnis sebagai suatu sistem dan
agribisnis sebagai suatu usaha (perusahaan). Di samping itu dikenal azas-
azas dalam pengembangan agribisnis yang berkelanjutan, seperti
dikemukakan oleh Sudaryanto dan Hadi (1993) serta Hadi et al. (1994),
yaitu terpusat, efisien, menyeluruh dan terpadu, serta menjaga kelestarian
lingkungan. Struktur agribisnis yang berkembang saat ini dapat digolongkan
sebagai tipe dispersal atau tersekat-sekat, kurang memiliki daya saing, dan
tidak berkelanjutan. Hal itu disebabkan oleh tiga faktor utama (Simatupang
1995), yaitu:
1) Tidak ada keterkaitan fungsional yang harmonis di antara kegiatan atau
pelaku agribisnis, sehingga dinamika pasar belum dapat direspons secara
efektif karena tidak adanya koordinasi,
2) Terbentuknya marjin ganda sehingga ongkos produksi, pengolahan, dan
pemasaran hasil yang harus dibayar konsumen menjadi lebih mahal, atau
sistem agribisnis tidak efisien, dan
3) Tidak adanya kesetaraan posisi tawar antara petani dan pelaku agribisnis
lainnya sehingga petani sulit mendapatkan harga pasar yang wajar.
Ada dua sistem koordinasi, yaitu koordinasi melalui harga pasar dan
antarpelaku agribisnis. Operasionalnya dapat dilakukan melalui kelembagaan
kemitraan usaha agribisnis. Sistem yang pertama tidak dapat menjamin
keterpaduan produk, dan sebaliknya untuk system kedua. Pembangunan
pertanian berkelanjutan melalui pendekatan sistem dan usaha agribisnis dan
kemitraan usaha memberikan beberapa manfaat sekaligus, yaitu: 1)
mengoptimalkan alokasi sumber daya pada satu titik waktu dan lintas
generasi, 2) meningkatkan efisiensi dan produktivitas produk-produk
pertanian karena adanya keterpaduan produk berdasarkan tarikan permintaan
(demand driven), 3) meningkatkan efisiensi masing-masing subsistem
agribisnis dan harmonisasi keterkaitan antarsubsistem melalui keterpaduan
antarpelaku, 4) terbangunnya kemitraan usaha agribisnis yang saling
membutuhkan, memperkuat, dan menguntungkan, dan 5) adanya
kesinambungan usaha yang menjamin stabilitas dan kontinuitas pendapatan
seluruh pelaku agribisnis.
Pendekatan tersebut hanya akan berhasil bila dilakukan secara
partisipatif. Syahyuti (2006) mendefinisikan partisipasi sebagai proses
pelibatan seluruh pihak dalam proses pembangunan. Oleh karena itu,
2
pembangunan partisipatif dalam konteks pembangunan pertanian
berkelanjutan dengan pendekatan sistem agribisnis dan kemitraan usaha
adalah proses yang melibatkan keseluruhan pelaku agribisnis dari hulu
hingga hilir dalam pengambilan keputusan substansial yang berkaitan dengan
eksistensi dan keberlanjutan usaha. Pembangunan pertanian secara
partisipatif akan menjamin keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan itu
sendiri.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai buah keberhasilan
pembangunan telah menimbulkan dampak negative terhadap ketersediaan
sumber daya alam dan kualitas lingkungan. Sebagai gambaran, sektor
pertanian yang bertumpu pada potensi sumber daya alam banyak mengalami
pengurasan sehingga ketersediaan dan kualitas sumber daya alam makin
menurun. Akibatnya, setelah hampir empat dasawarsa pembangunan
berlangsung, kondisi pertanian nasional masih dihadapkan pada berbagai
masalah, antara lain: 1) menurunnya kesuburan dan produktivitas lahan, 2)
berkurangnya daya dukung lingkungan, 3) meningkatnya konversi lahan
pertanian produktif, 4) meluasnya lahan kritis, 5) meningkatnya pencemaran
dan kerusakan lingkungan, 6) menurunnya nilai tukar, penghasilan dan
kesejahteraan petani, 7) meningkatnya jumlah penduduk miskin dan
pengangguran di pedesaan, dan 8) terjadinya kesenjangan sosial di
masyarakat.
Masalah tersebut muncul karena pembangunan selama ini cenderung
biasa pada pemacuan pertumbuhan produksi, serta peran pemerintah dan
3
swasta sangat dominan. Masyarakat petani hanya berperan sebagai objek,
bukan sebagai subjek pembangunan. Sektor pertanian juga tidak lagi
ditempatkan sebagai fondasi ekonomi nasional, tetapi sebagai penyangga
untuk menyukseskan industrialisasi sebagai lokomotif pertumbuhan
ekonomi. Sebagai penyangga, sektor pertanian berperan untuk mendongkrak
produksi pangan dalam negeri secara cepat dan tidak berisiko secara politik.
Meminjam istilah Prof. Dr. Emil Salim, pembangunan ekonomi seperti itu
sering disebut sebagai “pola pembangunan konvensional”. Pola tersebut kini
sudah usang, bahkan menimbulkan dampak negatif serta memicu konflik
akses dan kontrol terhadap sumber daya alam, sehingga pola alternatif perlu
diajukan. Perubahan lingkungan strategis berupa globalisasi ekonomi,
otonomi daerah, perubahan preferensi konsumen, dan kelestarian lingkungan
menuntut adanya perubahan serta penyesuaian operasional kelembagaan,
termasuk kelembagaan pertanian. Globalisasi ekonomi menyebabkan makin
terintegrasinya berbagai aspek perekonomian suatu negara dengan
perekonomian dunia, serta meningkatnya persaingan baik antarpelaku
agribisnis maupun antarnegara. Kebijakan desentralisasi diperkirakan akan
mempengaruhi kinerja pembangunan pertanian di pedesaan.
Sejalan dengan globalisasi ekonomi dan otonomi daerah, terjadi pula
perubahan besar pada preferensi konsumen terhadap produk-produk
pertanian. Dewasa ini konsumen tidak lagi membeli komoditas, tetapi
membeli produk dengan atribut yang lebih lengkap. Berdasarkan
permasalahan tersebut, dibutuhkan paradigma baru pembangunan, baik
4
mengenai arah, strategi maupun kebijakan, agar berbagai masalah yang
muncul dapat dipecahkan tanpa menimbulkan kerusakan sumber daya alam
dan lingkungan. Makalah ini mengulas beberapa kasus kegagalan
pembangunan pertanian konvensional, paradigma pembangunan pertanian
berkelanjutan dan konsep kemitraan usaha agribisnis, serta strategi
kemitraan usaha untuk mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan.
Daerah Lombok Timur yang cocok diusahakan tanaman stroberi
adalah di daerah Sembalun. Pembudidayaan stroberi di daerah ini hanya ada
di Desa Sembalun Kecamatan Sembalun. Usahatani stroberi membutuhkan
biaya selama proses produksinya berlangsung yang meliputi: biaya
perawatan, biaya tenaga kerja, biaya pupuk, biaya pajak, dan biaya obat-
obatan yang dinilai dengan rupiah.
Pengolahan usahatani di daerah penelitian ini sudah lama
dilaksanakan, namun dari pengamatan peneliti minat petani terhadap
usahatani stroberi ini masih rendah. Hal ini terbukti masih sedikit jumlah
petani yang mengusahakan tanaman stroberi. Sementara harga jual buah
stroberi cukup tinggi dimana pada saat survey dilaksanakan harga jual
stroberi Rp 20.000/Kg. Berdasarkan uraian diatas akan dilakukan penelitian
dengan judul "Analisa Usaha Tani Strobery di Kecamatan Sembalun
Kabupaten Lombok Timur
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjabaran di atas maka masalah yang perlu diteliti
adalah sebagai berikut:
5
1. Bagaimana produksi dan produktivitas usaha tani strobery di Kecamatan
Sembalun Kabupaten Lombok Timur?
2. Berapa besar pendapatan bersih usahatani stroberi ?
3. Apakah usahatani stroberi secara ekonomi layak untuk diusahakandi
Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur ?
4. Masalah-masalah apakah yang dihadapi petani dalam melaksanakan
usahatani stroberi di Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur ?
5. Upaya - upaya apakah yang dilakukan untuk mengatasi masalah - masalah
yang dihadapi petani stroberi di Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok
Timur ?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut yaitu untuk:
1. Mengetahui berapa produksi dan produktivitas stroberi di Kecamatan
Sembalun Kabupaten Lombok Timur.
2. Mengetahui besarnya pendapatan bersih usahatani stroberi di Kecamatan
Sembalun Kabupaten Lombok Timur.
3. Mengetahui kelayakanusahatani stroberi di Kecamatan Sembalun
Kabupaten Lombok Timur.
4. Mengetahui masalah-masalah yang dihadapi petani dalam usahatani
stroberi di Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur.
5. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan petani dalam memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi petani stroberi di Kecamatan Sembalun
Kabupaten Lombok Timur.
6
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai:
1. Bahan informasi bagi pemerintah maupun lembaga lainnya dalam
mengambil kebijaksanaan khususnya dalam bidang analisis usahatani
tanaman stroberi.
2. Bahan masukan bagi para pembaca dan khalayak ramai yang ingin
mengetahui sampai sejauh mana perkembangan usahatani tanaman
stroberi.
3. Bahan untuk melengkapi skripsi yang merupakan salah satu syarat dalam
menempuh ujian sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Gunung
Rinjani Selong.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Agribisnis
Pembangunan pertanian berkelanjutan memiliki tiga tujuan (Sanim
2006), yaitu tujuan ekonomi (efisiensi dan pertumbuhan), tujuan sosial
(kepemilikan/keadilan), dan tujuan ekologi (kelestarian sumber daya alam
dan lingkungan). Tiga tujuan tersebut saling terkait seperti disajikan pada
Gambar 1. Pembangunan pertanian berkelanjutan dapat terwujud bila tiga
tujuan pembangunan tersebut tercapai. Efisiensi dan pertumbuhan sector
pertanian dapat dipacu melalui pertumbuhan produksi dan pendapatan
petani, pembentukan modal, dan peningkatan daya saing. Pemerataan
kepemilikan sumber daya dapat ditempuh melalui kebijakan reformasi
agraria (land reform) serta meningkatkan akses dan control masyarakat
petani ke sumber daya pertanian, modal, teknologi, kesejahteraan sosial, dan
ketenteraman. Kelestarian sumber daya pertanian dan lingkungan dapat
diwujudkan dengan mengembangkan sistem usaha tani ramah lingkungan,
memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan, mengurangi dampak
negative eksternal, serta mendorong dampak positif eksternal dalam proses
pembangunan.
Keberhasilan pembangunan pertanian berkelanjutan ditentukan oleh
pelaksanaan revitalisasi pertanian. Krisnamurthi (2006) mengemukakan,
revitalisasi pertanian memiliki tiga pengertian. Pertama, sebagai kesadaran
akan pentingnya pertanian bagi kehidupan bangsa dan rakyat Indonesia,
kedua, sebagai bentuk rumusan harapan masa depan tentang kondisi
8
pertanian, serta ketiga, sebagai kebijakan dan strategi besar melakukan
revitalisasi itu sendiri. Pada bahasan ini, revitalisasi dibatasi pada
kelembagaan pertanian, yaitu kesadaran untuk menempatkan kembali arti
penting kelembagaan secara proporsional dan kontekstual. Bukti empiris
menunjukkan, penurunan kinerja kelembagaan penyuluhan pertanian dan
kelompok tani pada awal otonomi daerah menjadi salah satu faktor kunci
tidak stabilnya produksi pertanian, khususnya padi dan beberapa komoditas
Stroberi.
Adnyana (2005) memperkenalkan suatu kelembagaan petani yang
disebut “Sistem Agribisnis Korporasi Terpadu" (Integrated Corporate
Agribusiness System). Pada kelembagaan ini, petani melakukan konsolidasi
manajemen usaha pada hamparan lahan yang memenuhi skala usaha,
misalnya 50−100 ha. Konsolidasi manajemen dituangkan dalam bentuk
kelembagaan agribisnis seperti Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu
(KUAT), sistem kebersamaan ekonomi, dan lainnya. Kelompok usaha
tersebut sebaiknya berbentuk korporasi, asosiasi atau koperasi yang
berbadan hukum serta menerapkan manajemen korporasi dalam
menjalankan usahanya.
Kelompok juga mengembangkan pola kemitraan terpadu secara tidak
langsung dengan mitra. Alternatif model adalah pembangunan pertanian
berkelanjutan melalui kemitraan usaha. Model ini tetap mempertimbangkan
berbagai bentuk kelembagaan sebagai penopang kehidupan masyarakat,
yaitu kelembagaan yang hidup dan telah diterima oleh komunitas lokal atau
9
tradisional (voluntary sector), kelembagaan pasar atau ekonomi (private
sector), dan kelembagaan politik/pemerintah atau sistem pengambilan
keputusan di tingkat publik (public sector) (Etzioni 1961).
Pengembangan model pembangunan pertanian berkelanjutan melalui
kemitraan usaha di pedesaan dengan melakukan revitalisasi kelembagaan
kelompok tani dan penyuluhan. Pemberdayaan petani menjadi petani
mandiri dan profesional dapat dilakukan melalui beberapa langkah. Pertama,
meningkatkan kualitas sumber daya manusia petani melalui pelatihan,
penelitian, magang dan sebagainya, baik secara individu maupun kelompok.
Kedua, melakukan revitalisasi kelompok tani mandiri ke arah kelembagaan
formal berbadan hokum (koperasi petani atau koperasi agribisnis, asosiasi
petani komoditas tertentu).
Ketiga, mengangkat penyuluh swakarsa atau petani petandu (dalam
program SLPHT) sebagai mitra penyuluh untuk memperlancar difusi dan
adopsi teknologi. Keempat, memberdayakan kelembagaan penyuluhan
pertanian dan kelembagaan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) menjadi
Pusat Pelayanan dan Konsultasi Agribisnis (PPA) di setiap kecamatan
melalui system penyuluhan partisipatif. Kelembagaan di tingkat petani
seperti kelompok tani yang belum mandiri perlu direvitalisasi sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan setempat. Jumlah anggota kelompok dibatasi 20−25
orang untuk memudahkan penyatuan pendapat dan penggalangan kerja sama
(partisipasi).
10
Hal ini di dasarkan pada keberhasilan berbagai program
pembangunan pertanian melalui pendekatan kelompok-kelompok kecil dan
proses seleksi yang baik, seperti Program Peningkatan Pendapatan Petani
dan Nelayan Kecil (P4K) dan SLPHT. Kelompok tani mandiri didorong
untuk mengkonsolidasikan diri dalam kelembagaan formal berbadan hukum,
sehingga me-mudahkan melakukan transaksi dan kemitraan usaha
agribisnis. Kelompok-kelompok tani dapat disatukan dalam bentuk
gabungan kelompok tani (gapoktan), asosiasi petani atau asosiasi agribisnis
yang anggotanya adalah para pengurus kelompok tani. Ketua kelompok tani
diangkat sebagai penyuluh swakarsa yang bertanggung jawab akan
perkembangan kelompoknya. Jika memungkinkan, penyuluh swakarsa
mendapat insentif atau honor yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD). Pemahaman terhadap berbagai aspek
pembangunan berkelanjutan (ekonomi, sosial, dan lingkungan) merupakan
prasyarat untuk menjadi penyuluh swakarsa. Gapoktan atau asosiasi
dipimpin oleh se-orang ketua atau koordinator penyuluh swakarsa desa
(jabatan ini hampir sama dengan Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA)
yang berlaku sekarang). Para penyuluh swakarsa akan menjadi mitra
Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) dalam mengembangkan pembangunan
pertanian berkelanjutan melalui kemitraan usaha agribisnis. Perencanaan
pengembangan pembangunan pertanian berkelanjutan dan kemitraan usaha
agribisnis di pedesaan dan kelompok tani disusun bersama secara partisipatif
dengan pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA), yaitu suatu
11
pendekatan dan metode untuk mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan
masyarakat desa.
Perencanaan pembangunan pertanian berkelanjutan melalui
kemitraan usaha agribisnis merupakan kunci keberhasilan pembangunan
pertanian, baik dari tingkatan (magnitude), stabilitas maupun kontinuitasnya.
Oleh karena itu, kegiatan awal yang mutlak dilakukan adalah melatih
penyuluh agar memahami teknik dan filosofi PRA. Dalam penerapan di
lapang, penyuluh didampingi dan difasilitasi peneliti yang berpengalaman
dan menguasai teknik PRA. Keluaran PRA adalah rencana kerja atau
program pembangunan pertanian berkelanjutan melalui kemitraan usaha
agribisnis. Program difokuskan pada: 1) perencanaan pola tata tanam untuk
mengatur produksi sehingga tepat jenis, volume, kualitas serta
berkelanjutan, 2) diseminasi teknologi tepat guna yang ramah lingkungan, 3)
pengelolaan usaha simpan-pinjam, 4) pengadaan saran produksi melalui kios
saprodi kelompok, 5) penanganan pascapanen dengan memperhatikan
keamanan pangan, dan 6) pemasaran hasil secara berkelompok, baik melalui
kelompok tani maupun koperasi agribisnis.
Dalam era otonomi daerah, PPL dan penyuluh swakarsa bertugas di
tingkat desa dan berkantor di PPA di tingkat kecamatan. Namun untuk
memperlancar tugas, di setiap desa yang menjadi wilayah kerjanya perlu ada
sekretariat. Semua bantuan teknis penyediaan infrastruktur fisik, peralatan
dan bahan, dana, serta bimbingan teknis disediakan dan dianggarkan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun APBD.
12
Permasalahan yang muncul dimusyawarahkan di PPA, namun bila sulit
terpecahkan, penyuluh bisa menghubungi dan atau memanggil
peneliti/penyuluh BPTP, lembaga penelitian atau perguruan tinggi.
Koordinator PPL berfungsi sebagai ketua pelaksana PPA, dan bersama
gapoktan dan asosiasi petani atau asosiasi agribisnis merencanakan
melaksanakan dan mengevaluasi pengembangan agribisnis pedesaan. Bila
sistem ini berhasil dikembangkan, diharapkan masyarakat petani secara aktif
mendatangi PPA untuk mengakses informasi teknologi dan pasar atau
berkonsultasi tentang masalah yang dihadapi.
Dengan demikian, penyuluhan partisipatif dapat berjalan dengan
baik dan petani terdidik untuk bertindak secara profesional. Konsultasi dapat
dilakukan secara pribadi atau melalui musyawarah kelompok (sebaiknya
diawali dengan musyawarah kelompok, bila tidak teratasi baru dimajukan ke
musyawarah gapoktan atau asosiasi petani/asosiasi agribisnis). PPA tidak
hanya merencanakan pengembangan agribisnis, tetapi juga memberdayakan
dan meningkatkan kualitas sumber daya petani, PPL, dan penyuluh
swakarsa, serta sebagai mediator bagi terbangunnya kemitraan usaha
antarpelaku agribisnis yang saling membutuhkan, memperkuat, dan
menguntungkan. Implementasi pembangunan pertanian berkelanjutan
melalui kemitraan usaha agribisnis adalah sebagai berikut. Petani melakukan
konsolidasi dalam wadah kelompok tani. Selanjutnya, kelompok tani
mandiri ditransformasikan dalam kelembagaan formal berbadan hukum
13
(koperasi pertanian, koperasi agribisnis, atau kelembagaan lainnya sesuai
kebutuhan).
Kelompok tani mandiri atau kelembagaan berbadan hukum
mengkonsolidasikan diri dalam gapoktan atau asosiasi petani/asosiasi
agribisnis, lalu melakukan konsolidasi manajemen usaha pada hamparan
lahan yang memenuhi kelayakan usaha (skala usaha bergantung jenis
komoditas, 25−100 ha), serta kesinambungan usaha. Pilihan komoditas atau
kelompok komoditas disesuaikan dengan potensi wilayah dan permintaan
pasar dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. Manajemen korporasi
diterapkan dalam menjalankan sistem usaha agribisnis yang berkeadilan.
Pemilihan perusahaan mitra mengacu pada rekomendasi dinas dan atau
direktorat teknis, yang didasarkan atas komitmennya membangun
masyarakat agribisnis. Kelembagaan PPA diperlukan sebagai mediator dan
fasilitator dalam membangun kelembagaan kemitraan usaha terpadu.
2.2. Budi Daya Tanaman Strobery
Stroberi merupakan tanaman buah berupa herba yang ditemukan
pertama kali di Chili, Amerika. Salah satu spesies tanaman stroberi yaitu
Fragaria chiloensis L menyebar ke berbagai negara Amerika, Eropa dan
Asia. Selanjutnya spesies lain, yaitu F. vesca L. lebih menyebar luas
dibandingkan spesies lainnya. Jenis stroberi ini pula yang pertama kali
masuk ke Indonesia.
Tanaman stroberi di Indonesia sebenarnya telah lama ditanam
semenjak jaman penjajahan dahulu tetapi sampai saat ini penyebaran dan
14
budidaya stroberi belum meluas ke daerah-daerah di seluruh Indonesia
padahal tanaman lainnya seperti: komoditi jeruk, apel, dan anggur sudah
berkembang. Manfaat stroberi selain sumber vitamin dan mineral untuk
memenuhi kebutuhan gizi manusia juga mempunyai nilai ekonomi yang
patut di perhitungkan (Soemadi, 1997).
Tanaman stroberi (Fragaria x ananassa Duchesne) ditanam di
sebagian besar negara yang beriklim temperate dan di beberapa negara
subtropis. Stroberi di daerah tropis ditanam di daerah dataran tinggi.
Tanaman stroberi di Indonesia dalam setahun dapat berproduksi hingga lima
kali, puncak produksi terjadi pada bulan Juli - Agustus tergantung keadaan
lingkungan (Sukumalanandana dan Verheij, 1997). Menurut data FAO
(2009) produksi stroberi dunia tahun 2008 sebesar 4 068 454 ton dengan
luas areal produksi 255 366 ha. Buah stroberi di Indonesia mempunyai nilai
ekonomi yang tinggi karena permintaan pasar yang terus meningkat. Buah
stroberi tidak hanya dikonsumsi segar tetapi juga diolah menjadi sirup, selai,
ice cream, manisan, jus, dan dodol. Pengembangan produksi stroberi di
Indonesia belum mencapai optimal karena beberapa kendala yaitu : keadaan
iklim yang kurang mendukung, teknik budidaya yang belum tepat, kultivar
stroberi yang digunakan masih berproduktivitas rendah, serta adanya
serangan hama dan penyakit. Kendala produksi tersebut mengakibatkan
rendahnya tingkat produktivitas.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas yaitu dengan
memperbaiki pengelolaan teknik budidaya tanaman khususnya pemupukan.
15
Pemupukan yang tepat akan menghasilkan buah yang berkualitas dan
meningkatkan produktivitas. Menurut Leiwakabesy dan Sutandi (2004)
pemupukan merupakan suatu usaha penyediaan nutrisi di dalam tanah,
sehingga kebutuhan tanaman terpenuhi dan akhirnya tercapai produktivitas
yang maksimal. Semua nutrisi yang penting untuk tanaman dibuat dengan
melarutkan pupuk dalam air. Pengelolaan nutrisi tanaman merupakan kunci
sukses dalam budidaya hidroponik (Resh, 2004). Tanaman hidroponik
biasanya diletakkan dalam greenhouse untuk melengkapi kebutuhan sinar,
tingkat kelembaban dan kontrol pertumbuhan (Lingga, 2009). Sistem
penanaman secara hiroponik umumnya menggunakan metode irigasi tetes
dalam kegiatan pemeliharaan tanaman, khususnya pengairan dan
pemupukan (fertigasi). Menurut Gunawan (1996) pemupukan melalui irigasi
tetes dilakukan sebelum penanaman sebanyak 50 % dari kebutuhan pupuk
total dan sisanya diaplikasikan satu bulan kemudian secara berkala.
Stroberi yang kita temukan di pasar swalayan adalah hibrida yang
dihasilkan dari persilangan F. virgiana L. var Duchesne asal Amerika Utara
dengan F. chiloensis L. var Duchesne asal Chili. Persilangan itu
menghasilkan hibrid yang merupakan stroberi modern (komersil) Fragaria x
annanassa var Duchesne. Varitas stroberi introduksi yang dapat ditanam di
Indonesia adalah Osogrande, Pajero, Selva, Ostara, Tenira, Robunda,
Bogota, Elvira, Grella dan Red Gantlet.
Stroberi merupakan tanaman buah yang hanya dapat tumbuh baik di
daerah pengunungan yang berhawa sejuk. Bentuk buah segar jarang
16
dijumpai di pasaran di daerah dataran rendah yang jauh dari pegunungan
kecuali di tempattempat tertentu seperti: pasar swalayan, dan hotel-hotel,
restoran-restoran bertaraf internasional maupun di pesawat udara (Soemadi,
1997).
Petani stroberi harus menghasilkan produksi yang lebih tinggi
sehingga dapat menghasilkan keuntungan yang lebih besar setelah
dikurangkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani selama proses
produksi. Pengusahaan tanaman stroberi ini petani harus benar-benar
mengusahakan teknologi budidaya stroberi dalam usahataninya.
Tanaman stroberi dapat berbunga sepanjang tahun di daerah tropik.
Menurut Sukumalanandana dan Verheij (1997) bunga tanaman stroberi
terdiri dari lima mahkota, 20 - 35 benang sari, dan ratusan putik yang
menempel pada receptacle (dasar bunga) dengan pola melingkar. Bunga
primer yang lebih mendominasi perkembangan bunga terletak di ujung
tangkai utama. Buah stroberi akan matang setelah satu bulan pembungaan
dan ukuran buahnya akan menurun menurut percabangan yang makin ke
atas.
Ukuran buah stroberi yang paling besar berasal dari bunga primer,
kemudian bunga sekunder, tersier, dan kuartener. Menurut Gunawan (1996)
buah stroberi merupakan buah semu yang berasal dari receptacle yang
membesar, buah sejati yang berasal dari ovul yang telah diserbuki
berkembang menjadi buah kering dengan biji keras. Struktur buah keras ini
disebut achene.
17
Stroberi merupakan salah satu komoditi buah asli daerah beriklim
subtropis yang berasal dari Chili. Sejarah holtikultura mencatat bahwa
stroberi pada abad 14 pernah diusahakan dalam bentuk “Perkebunan” di
Prancis, sedang di eropa pada abad 17-18, jenis pertama stroberi yang
dibudidayakan mulai dari berproduksi (Gunawan, 1996).
Tanaman stroberi di Indonesia dapat di tanam sepanjang tahun tanpa
terganggu oleh adanya pergantian musim kontras setiap tahunnya seperti
yang terjadi di negara-negara yang mempunyai empat musim yaitu: Belanda,
Amerika,dan Australia (Soemadi, 1997).
Tanaman buah stroberi juga berguna bagi kesehatan bahwa selain
rendah lemak dan kalori juga stroberi secara alami mengandung serat
vitamin C, asam fospat, kalium, dan antioksi dalam jumlah yang tinggi.
Kandungan vitamin dalam buah stroberi menjadikan stroberi sebagai bahan
alternatif yang bagus untuk meningkatkan kesehatan seperti: jantung,
mengurangi resiko terserang beberapa jenis kanker, dan memberikan
dorongan positif terhadap kesehatan tubuh manusia. Orang yang
mengkonsumsi stroberi diuntungkan oleh kandungan nutrisinya yang
banyak, dapat mempertahankan jantung serta bisa membantu meningkatkan
fungsi ingatan, dan mengatasi peradangan sendi atau lebih dikenal dengan
istilah rematik (Kurnia, 2005).
Tanaman stroberi merupakan salah satu tanaman buah-buahan yang
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Daya pikatnya terletak pada warna
18
buah yang merah mencolok dengan bentuk yang mungil, menarik, serta rasa
yang manis segar (Soemadi, 1997).
Varietas stroberi yang dapat ditanam di Indonesi adalah: oso grance,
pajaro, selva, ostara, teniro, robunda, tristar, bogota, elvira, gorilla, sweet
Charlie, shantung, dan red gauntlet. Petani di Lembang (Bandung) yang
sudah lama menanam stroberi menggunakan varietas shantung yang cocok
untuk di daerah tropis dan sering dibuat menjadi makanan olahan seperti:
selai dan jeli (Kurnia, 2005).
Petani di Lombok Timur (Tanah Sembalun) menanam jenis varietas
sweet charlie dan oso grance yang sangat baik untuk buah segar. Stroberi
ditanam di kebun tidak kalah menarik dengan menanamnya di pot. Ada
beberapa hal harus ysng dilakukan untuk penanaman stroberi, yaitu:
2.2.1. Pengolahan lahan.
Pengolahan tanah bertujuan untuk menciptakan kondisi fisik
tanah yang baik bagi pertumbuhan awal tanaman. Pengolahan ini
tergantung pada tanahnya, jenis tanah yang tidak gembut dibajak atau
dicangkul sebanyak dua kali, sedangkan bila tanahnya cukup gembur
maka pengolahan cukup dilakukan satu kali. Pengolahan tanah
dilakukan 1 (satu) bulan sebelum penanaman, sehingga dapat
memberikan waktu yang cukup bagi bahan organik terurai secara
sempurna.
Tanah yang sudah diolah kemudian dibuat menjadi bedengan
berukuran panjang dan lebar tergantung kebutuhan dan kondisi lahan.
19
Lubang tanam dibuat setelah petani selesai melakukan bedengan.
Petani membuat beberapa lubang tanam yang mempunyai kedalaman
10 cm. Jarak antara baris dan lubang tanaman adalah 20-30 cm,
biasanya setiap bedengan dibuat 1-2 barisan lubang tanam (Seomedi,
1997).
2.2.2. Pemberian Pupuk
Pupuk adalah sumber nutrisi bagi tanaman, sumber nutrisi ini
dapat berupa pupuk kimia seperti: NPK, Urea, dan KCL. Penggunaan
pupuk kimia harus memperhatikan kondisi tanah, cuaca, dan harga
pupuk. Penggunaan pupuk urea pada musim hujan sebagai sumber
nitrogen sebaiknya dihindari dan menggantikannya dengan sumber
nitrogen berbentuk nitrit seperti: NPK atau KNO3.
Pupuk alami diberikan beberapa hari sebelum dilakukan
penanaman, yaitu dengan menggunakan pupuk kandang atau kompos.
Pupuk kandang dapat dibuat dari kotoran ternak babi, kambing,
kelinci, kerbau, kuda, sapi, dan unggas (Kurnia, 2005).
2.2.3. Pemberian Air
Stroberi adalah tanaman yang tidak tahan kekeringan. Ciri
umum tanaman yang mengalami kekeringan adalah dengan daunnya
yang layu. Kekeringan dapat berpengaruh terhadap menurunnya
produksi buah stroberi. Pengairan sebaiknya dilakukan secara rutin.
Para petani stroberi di Sembalun melakukan penyiraman dengan cara
manual yaitu dengan menggunakan gembor (Kurnia, 2005).
20
2.2.4. Penanaman Bibit
Ada beberapa sistem penanaman stroberi di kebun seperti:
a. Sistem Baris Acak
Stroberi dimulai dengan tanpa bedengan pada sistem ini tanaman
stroberi ditanam dengan beberapa anakan yang muncul dari
setiap sulur dan dibiarkan tumbuh tidak teratur.
b. Sistem Pagar
Sistem pagar sama seperti sistem baris acak, tetapi pertumbuhan
anakan diatur sedemikian rupa sehingga sejajar dengan barisan
tanaman induk.
c. Sistem Baris Teratur
Sistim baris teratur digunakan untuk varietas yang kurang dapat
menghasilkan anakan. Tanaman induk ditanam pada jarak yang
sudah diatur sampai dihasilkan anakan dari tanaman tersebut
(Soemadi, 1997).
2.2.5. Pemberian Mulsa
Pemberian mulsa dianjurkan untuk menjaga kelembaban tanah.
Mulsa yang diberikan berupa jerami atau plastik “polietilen”.
Penggunaan mulsa diperkirakan dapat mempertahankan kelembaban
tanah dengan curah hujan sebanyak 5 cm. Tujuan pemberian mulsa
adalah:
a. Menjaga kelembaban tanah.
b. Menjaga temperatur tanah pada tanah subtropis.
21
c. Mencegah tumbuhnya gulma.
d. Menjaga agar buah tetap bersih dan tidak langsung terletak di atas
tanah. Menyediakan permukaan yang bersih untuk meletakan
kountainer pada waktu panen (Soemadi, 1997).
2.2.6. Penyiangan
Tanaman stroberi umumnya tidak tahan bersaing dengan gulma.
Gulma bisa mengganggu pertumbuhan dan kesehatan tanaman.
Penyiangan tanaman stroberi harus hati-hati agar tidak terlalu banyak
mematahkan perakaran, sebab akar yang terluka terinfeksi oleh
penyakit. Kegiatan ini harus dilakukan sesering mungkin agar
tanaman dapat terhindar dari tanaman penganggu
2.2.7. Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan terhadap tanaman yang daunnya terlalu
rimbun atau terkena penyakit. Pemangkasan daun dilakukan agar
tanaman efisien dalam melakukan suatu fotosintesis dan menghindari
terjadi dehidrasi akibat laju transpirasi.
Pemangkasan juga memudahkan dan pengamatan terhadap keadaan
makanan secara keseluruhan serta meningkatkan kuantitas dan
kualitas hasil panen. Pemangkasan dilakukan secara teratur terutama
melakukan dalam membuang daun-daun yang sudah tua atau busuk.
2.2.8. Pemberantasan Hama dan Penyakit
Tanaman stroberi termasuk tanaman yang sering diserang hama dan
penyakit. Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama dan penyakit sering
22
berdampak buruk karena dapat menggagalkan panen. Penyakit utama
tanaman stroberi adalah cendawan yang kebanyakan menular dari
tanah. Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan penyemprotan
dengan pestisida.
2.2.9. Panen
Tanaman buah stroberi dapat di panen setelah berumur 2-2,5 bulan.
Tanaman buah stroberi yang dapat di panen memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Buah sudah agak kenyal.
b. Kulit buah didominasi warna merah, merah kekuningan, hijau
kemerahan atau kuning kemerahan.
Petani melakukan pemanenan pada pagi hari sebelum buah
terpengaruh udara panas, jika terlalu siang suhu udara yang panas akan
merangsang laju metabolisme buah menjadi lebih cepat, sehingga
mengurangi waktu simpan buah.
Pemanenan dapat dilakukan dua kali seminggu atau setiap tiga hari.
(Kurnia, 2005). Kematangan buah ditandai dengan perubahan warna dari
putih kemerahan. Penentuan saat panen yang tepat harus memperhatikan
permintaan dan jaraknya dengan lokasi pemasaran. Kriteria buah yang dapat
di panen adalah besarnya persentase warna merah pada buah masak
(Soemadi, 1997).
Stroberi merupakan buah yang lunak sehingga cukup peka pada
kerusakan akibat tekanan atau gesekan dari luar, oleh karena itu
23
pemanenannya harus dilakukan secara hati-hati. Petani melakukan panen
dengan cara menggunting tangkai buah sehingga kelopak buah masih
menempel, cara lain dengan menjepit tangkai buah dengan telunjuk dan ibu
jari kemudian ditarik hingga putus (Soemadi, 1997).
Kondisi lingkungan tempat tanaman dapat mempengaruhi rasa dan
aroma buah stroberi, walaupun hal ini dipengaruhi oleh sifat genetik
tanamannya. Varietas stroberi yang tumbuh di bawah cuaca cerah tetapi
dingin pada malam harinya akan mempunyai rasa lebih enak dibanding yang
tumbuh di bawah udara berawan, lembab, dan panas malam hari (Soemadi,
1997).
2.3. Tinjauan Ekonomi
Petani stroberi akan menghasilkan produksi. Produksi menurut
anjuran adalah bahwa produksi yang dihasilkan sangat tinggi dapat kita lihat
jumlah produksi dengan luas lahan 1400 m adalah 4000 Kg dengan jumlah
bibit yang digunakan petani sebanyak 8000 batang. untuk mendapatkan total
pendapatan harus terlebih dahulu menghitung total biaya yang dikeluarkan
petani terdiri dari: biaya, tenaga kerja, biaya pengolahan lahan, biaya bibit,
biaya pupuk, biaya obatobatan,dan biaya pajak.
Penerimaan petani adalah perkalian total produksi yang dihasilkan
petani dengan harga tanaman buah stroberi selama masa produksi yang
dihitung dalam proses produksi. Kelayakan suatu usahatani dianalisis
dengan “Return Cost Rasio (R/C)”.
24
Jika perbandingan totalitas penerimaan dengan totlitas biaya
produksi usahtani yang dikelola petani. Apabila R/C >1 maka usahatani
tanaman stroberi secara ekonomis layak untuk diusahakan sedangkan bila
R/C <1 maka usahatani tanaman stroberi tidak layak diusahakan.
2.4. Penelitian yang Relevan
Menurut Adi Patoni ( 2008 ), dalam penelitiannya berjudul Analisa
Kelayakan Usaha Tani Strowberi di Kecamatan Sembalun Kabupaten
Lombok Timur menyatakan bahwa, total biaya yang dikeluarkan selama
musim tanam pada usaha tani strowberi yang ada di Kecamatan Sembalun
adalah Rp. 8.863.124 perhektar dengan nilai produksi sebesar Rp.
13.500.000 perhektar sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp.4.636.876
perhektar dan hasil perhitungan B/C Ratio didapat nilai 1, 47 yaitu lebih
besar dari 1 berarti usaha tanai stroberi di Kecamatan Sembalun layak untuk
usahakan.
Jalaluddin ( 2007 ), dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
usahatani stroberi dilakukan pada budidaya stroberi secara hidroponik di
Kecamatan Sembalun menyatakan bahwa, usahatani stroberi dilakukan pada
budidaya stroberi secara hidroponik menguntungkan dengan keuntungan
sebesar Rp. 54 327 731,00 selama dua tahun. Biaya produksi setiap tanaman
dari penanaman stroberi secara hidroponik sebesar Rp. 5 886,00. Return of
cost ratio (R/C) dan payback period (PP) yang dihasilkan oleh usahatani
stroberi berturut-turut sebesar 1.2 dan 1.6.
25
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumiati ( 2009 ),
dengan judul Analisis usahatani stroberi secara konvensional di Kecamatan
Sembalun Kabupaten Lombok Timur. Analisis usahatani menunjukkan
bahwa penanaman tanaman stroberi secara konvensional di Kampung
Langkop memberikan nilai keuntungan sebesar Rp. 7 596 000,00 selama dua
tahun. Total pendapatan yang dihasilkan selama dua tahun sebesar Rp. 27
010 000,00 dengan total biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp. 19 414
000,00. Biaya produksi setiap tanaman dari penanaman stroberi secara
konvensional Rp. 2 623,00. Return of cost ratio (R/C) yang dihasilkan oleh
usahatani stroberi berturut-turut sebesar 1.3 .
26
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Landasan Teori
Ilmu usaha tani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif
dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu
tertentu dan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumber
daya yang mereka miliki sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila
pemanfaatan sumber tersebut menghasilkan pengeluaran yang melebihi
masukan (Soekartawi, 1995).
Tenaga kerja usahatani merupakan faktor yang penting, tenaga kerja
usahatani dapat diperoleh dari dalam keluarga dan dari luar keluarga.
Tenaga kerja luar keluarga diperoleh dengan upahan atau arisan tenaga
kerja. Tenaga kerja manusia terdiri atas: tenaga kerja pria, wanita, dan anak-
anak. Perhitungan tenaga kerja dari ketiga jenis tersebut berbeda-beda.
Perhitungan tenaga kerja dalam kegiatan proses produksi adalah dengan
menggunakan satuan HKP. Pengukuran tenaga kerja dapat diukur dengan
rumus yaitu:
1. Tenaga kerja pria : Jam kerja x 1 HKP
2. Tenaga kerja wanita : Jam kerja x 0,8 HKP
3. Tenaga kerja anak : Jam kerja x 0,5 HKP
(Hermanto, 1993).
27
Modal mutlak diperlukan dalam usaha pertanian. Modal
mempengaruhi ketepatan waktu dan ketepatan takaran dalam pemasukan.
Modal dibutuhkan untuk pengadaan bibit, pupuk, pestisida, dan upah tenaga
kerja. Kekurangan modal menyebabkan kurangnya pemasukan yang
diberikan sehingga menimbulkan resiko atau rendahnya hasil yang diterima
(Daniel, 2002).
Proses produksi diartikan sebagai kaidah-kaidah atau yang dapat
digunakan dalam sumber daya yang terbatas dalam proses produksi agar
tercapai hasil maksimum. Ukuran dari terjadinya peningkatan produksi
pertanian secara nasional adalah nilai pertumbuhan produksi hasil-hasil
pertanian dalam harga konstan. Kemampuan tanaman memberikan suatu
hasil produksi ditentukan oleh bibit, iklim dan lahan (Simanjuntak, 2004).
Produktivitas pertanian meliputi produkrivitas tanaman dan
produktivitas lahan. Produktivitas tanaman adalah totalitas hasil yang
diperoleh tanaman dalam satu kali proses produksi. Produktivitas dilakukan
oleh keunggulan bibit, dan metode budidaya seperti: pemupukan,
pemberantasan hama dan penyakit, system pemasaran, dan sistem panen
(Simanjuntak, 2004).
Harga yang digunakan dalam analisis adalah harga bayangan atau
harga ekonomi shadow price, yaitu harga yang terjadi dalam perekonomian
yang berada dalam tingkatan keseimbangan sempurna dan adanya
persaingan sempurna. Selain itu harga bayangan merupakan suatu harga
yang nilainya tidak sama dengan harga pasar (bisa di atas maupun di bawah
28
harga pasar). Harga tersebut dianggap mencerminkan nilai sosial yang
sesungguhnya dari suatu barang atau jasa karena harga pasar dianggap tidak
mencerminkan atau tidak mengukur biaya atau nilai sosial yang sebenarnya
opportunity social dari hasil produksi (Gray dkk, 1986).
Penerimaan diperoleh dengan menekankan adanya harga jual. Harga
penjualan yang dapat diperoleh petani ditentukan oleh berbagai faktor yaitu:
mutu hasil, pengolahan hasil, dan sistem pemasaran serta struktur pasar yang
dihadapi. Produksi yang diperoleh petani dijual ke pasar sehingga akan
mendapatkan penerimaan (Simanjuntak, 2004). Penerimaan usahatani adalah
perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini
dapat dituliskan sebagai berikut:
TR = Py . Y
Keterangan :
TR = Total Penerimaan
Py = Harga
Y = Produksi yang diperoleh dalam usahatani (Soekartawi, 1995).
Biaya produksi sangat terkait dengan kemampuan pembiayaan yang
dimiliki oleh petani, baik bersumber dari modal sendiri maupun dari luar.
Biaya produksi mencakup kegiatan mendefenisikan input-input dan sarana
produksi yang dibutuhkan baik dari segi jenis, jumlah dan mutu. Secara
umum biaya yang dikeluarkan petani adalah: bibit, pupuk, obat-obatan dan
tenaga kerja. Biaya produksi lebih mudah dikendalikan oleh petani dan salah
satu faktor yang menentukan adalah produktivitas petani (Said dan Intan,
2001).
29
Penerimaan petani dapat dicari dengan menghitung total produksi
yang dihasilkan petani dikali dengan harga tanaman buah stroberi selama
masa produksi yang dihitung dalam proses produksi. Pendapatan bersih
adalah selisih total pendapatan tunai dengan total pengeluaran tunai.
Pendapatan bersih suatu usaha dinyatakan dalam bentuk jumlah rupiah.
Tujuan petani dalam berusahatani pada masyarakat yang telah
memasuki sistem pasar adalah untuk memperoleh pendapatan yang
sebesarbesarnya. Pendapatan bersih adalah penerimaan dikurangi biaya
produksi. Petani dalam memperoleh pendapatan bersih yang tinggi maka
petani harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya produksi
yang rendah.. Jenis hasil yang pasarnya baik dan mengupayakan biaya
produksi yang rendah dengan mengatur biaya produksi, menggunakan
teknologi yang baik, mengupayakan harga input yang rendah, dan mengatur
skala produksi yang efisien (Simanjuntak, 2004).
Kelayakan usahatani stroberi dapat diketahui dengan menggunakan
analisis “ Return Cost Ratio (R/C) “ dengan kriteria kelayakan adalah:
R / C
Keterangan:
R = Py.Y
C = F C + V C
R = Revenue (Penerimaan)
C = Cost (Biaya)
Biaya Produksi Usahatani
30
TC = FC + VC
Keterangan:
TC = Total Biaya
FC = Biaya Tetap
VC = Biaya Tidak Tetap
Jika:
R/C > 1, maka usahatani stroberi layak diusahakan
R/C < 1, maka usahatani stroberi tidak layak diusahakan (Soekartawi, 1995).
3.2. Kerangka Pemikiran
Tanaman stroberi merupakan tanaman yang memiliki prospek yang
cukup cerah untuk dikembangkan karena selain memberikan hasil yang
memuaskan juga membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat pedesaan.
Usaha tani tanaman stroberi memiliki beberapa input produksi yang
dikorbankan antara lain: bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja. Input
produksi ini menjadi komponen biaya produksi dalam pengelolaan usahatani
tanaman stroberi. Besarnya masing-masing komponen biaya tersebut
dipengaruhi oleh jumlah input yang digunakan dan tingkat harga masing-
masing input yang pada akhirnya secara bersama-sama akan mempengaruhi
besarnya total biaya produksi per proses produksi.
Suatu perencanaan produksi usahatani semua jenis komoditi,
persoalan biaya menempati kedudukan yang sangat penting, karena
pengambilan keputusan mengenai hal ini perlu menggunakan pertimbangan-
pertimbangan yang luas, seperti pertimbangan-pertimbangan yang sangat
31
diperlukan agar biaya produksi cukup dapat dipenuhi sehingga usahatani
stroberi dapat dijalankan lancar dan berhasil. Petani akan memperoleh
penerimaan dari usahatani stroberi yaitu dari hasil penjualan produksi
tanaman stroberi. Penerimaan usahatani merupakan hasil perkalian antara
produksi usahatani dengan harga jual pada saat penelitian yang dinilai
dengan rupiah. Pendapatan bersih diperoleh dari penerimaan dikurang
dengan biaya produksi dalam satu proses produksi.
Satu proses produksi tanaman stroberi adalah 2 Tahun dimulai panen
pertama setaelah tanaman berumur 5 Bulan sampai umur 2 Tahun. Totalitas
pendapatan bersih dipengaruhi oleh biaya produksi yang dikurangkan
dengan total penerimaan yang senantiasa akan dianalisis dengan alat uji
kelayakan R/C, sehingga diketahui apakah usahatani stroberi di daerah
penalitian layak atau tidak layak diusahakan oleh petani .
Berdasarkan uraian diatas, maka secara sistematis dapat digambarkan
skema kerangka pemikiran seperti di bawah ini.
32
Gambar 1 : Skema Kerangka Pemikiran
33
Usaha TaniStroberi
KendalaUsaha Tani
Stroberi
BiayaProduksi
Upaya-upayaUsaha Tani
Stroberi
Produksi
Pendapatan
KelayakanUsaha Tani
Stroberi
3.3 Hipotesis
Dari Uraian dan pembahasan diatas, maka diajukan hipotesis sebagai
berikut : "Diduga Usaha Tani Stroberi di Kecamatan Sembalun Kabupaten
Lombok Timur layak diusahakan"
34
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Metode dan Teknik Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif yaitu metode yang bertujuan untuk memecahkan masalah yang
ada pada masa sekarang dengan cara mengumpulkan, menyusun dan
menganalisa serta menginterprestasikan data, kemudian menarik kesimpulan
( Nasir, 1988).
Pengumpulan data dengan menggunakan teknik survey, yaitu cara
mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan langsung dan
wawancara dengan respondent pada daftar pertayaan yang dibuat
sebelumnya ( Soekartawi, 1986 ).
4.2. Teknik Pengambilan Sampel
4.2.1. Penentuan Daerah Sampel
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Sembalun
Kabupaten Lombok Timur. Dari 6 Desa yang ada di Kecamatan
Sembalun diambil 2 Desa sebagai daerah sampel dengan
pertimbangan kedua Desa tersebut memiliki areal tanah terluas dan
merupakan sentra usaha tani stoberi ( Lampiran 1 ).
4.2.2. Penentuan Petani Responden
Petani yang digunakan sebagai responden adalah petani
pelaksana usahatani strowberi di dua Desa yang ada di
Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur pada musim
tanam 2011/2012 yaitu sebanyak 40 orang secara Kuota Sampling.
35
Sedangkan untuk menentukan jumlah responden dari masing-masing
Desa dilakukan secara Random Sampling dengan rincian jumlah
responden pada masing-masing Desa sebagai berikut :
Desa Sembalun Bumbung = x 40 = 24 Orang
Desa Sembalun Lawang = x 40 = 16 Orang
Petani responden dari Desa Sembalun Bumbung ditetapkan
sebanyak 24 orang dan petani responden dari Desa Sembalun Lawang
ditetapkan sebanyak 16 orang. Untuk menentukan petani dari masing-
masing Desa ditentukan secara Random Sampling ( secara sengaja ).
Untuk lebih rincinya jumlah petani responden diuraikan pada bagan
berikut :
Gambar 2. Bagan Petani Responden
36
Kecamatan Sembalun
Desa Sembalun Bumbung
n = 24 Orang
Desa Sembalun Lawang
n = 16 Orang
Jumlah
n = 40 Orang
4.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer
dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani
tanaman stroberi di Desa Sembalun Bumbung melalui survei kuisioner
yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data sekunder diperoleh melalui
instansi yang terkait. Jenis dan sumber data yang dikumpulkan dapat dilihat
pada table dibawah ini.
Tabel 2. Spesifikasi pengumpulan Data
No Jenis Data Sumber Data Metode
1 Identitas Petani Responden Wawancara
2 Data Populasi Dan Sampel Responden Wawancara
3 Biaya Produksi Responden Wawancara
4 Harga Penjualan Tanaman Stroberi Responden Wawancara
5 Penerimaan Uasahatani Tanaman Stroberi Responden Wawancara
6 Pendapatan Bersih Tanaman Stroberi Responden Wawancara
7 Masalah yang di hadapi Responden Wawancara
8 Upaya yang dilakukan Responden Wawancara
4. 4. Metode Analisa Data
Analisis yang dilakukan dalam hipotesis penelitian adalah sebagai
berikut : Hipotesis 1 dianalisis dengan cara deskriptif yaitu dengan
membandingkan sistem pengolahan usaha tanai stroberi didaerah penelitian
dengan sistem pengolahan menurut anjuran ( literatur ).
Hipotesis 2 dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan
produksi dan produktivitas yang dihasilkan petani di daerah penelitian dengan
produktivitas menurut anjuran (literatur).
37
Hipotesis 3 dianalisis secara tabulasi sederhana yaitu:
Pd = TR - TC
Keterangan:
Pd (Pendapatan) = Pendapatan Bersih Usahatani
TR (Total Revenue) = Total Penerimaan
TC (Total Cost) = Total Biaya
Hipotesis 4 dianalisis dengan R/C ratio, melihat layak atau tidak
layaknya usahatani stroberi dikembangkan.
1. Biaya produksi dihitung dengan rumus sebagai berikut :
TC = FC + VC
2. Penerimaan adalah dikalikan dengan harga jual
R = Py . Y
Keterangan :TC = Total Biaya ( Total Cost )VC = Biaya Variabel ( Variable Cost )FC = Biaya Tetap ( Fixed Cost )R = Penerimaan ( Revenue )Py = Harga jual ( Price )Y = Produksi
Dengan kriteria R / C sebagai berikut : Jika : R/C 1, maka usahatani stroberi secara ekonomis layak dikembangkanR/C , maka usahatani stroberi secara ekonomis tidak layak
dikembangkan.
4.5. Definisi dan Batasan Opersional
Penelitian ini perlu dibuat defenisi dan batasan operasional
untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penafsiran sebagai
berikut:
38
4.5.1. Defenisi
1. Petani sampel adalah petani yang mengusahakan tanaman stroberi
dalam lahannya
2. Produksi tanaman stroberi adalah semua hasil buah tanaman
stroberi dalam satu kali musim tanam selama 2 tahun.
3. Faktor produksi adalah komponen utama yang mutlak harus
diperlukan dalam melaksanakan proses produksi, pada usahatani
tanaman stroberi terdiri dari lahan, modal, tenaga kerja, dan sarana
produksi.
4. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani
selama proses produksi masih berlangsung yang dinyatakan dalam
bentuk rupiah permusim tanam ( 2 tahun ).
5. Komponen biaya produksi adalah termasuk biaya tenaga kerja,
biaya penyusutan, dan biaya sarana produksi seperti bibit, pupuk,
dan obat-obtan yang dikorbankan selama satu musim tanam yang
dinilai dalam bentuk rupiah / 2 tahun.
6. Penerimaan usahatani adalah total produksi yang dihasilkan dikali
dengan harga oleh tanaman usahatani stroberi selama musim
tanam masa produksi yang dihitung dalam rupiah/musim tanam.
7. Pendapatan bersih adalah selisih antara penerimaan dari
usahatani stroberi dengan total biaya produksi usahatani stroberi
(Rp/2 Tahun).
8. Kriteria kelayakan adalah kriteria yang digunakan dalam
39
pelaksanaan suatu usahatani untuk mengukur apakah usahatani
secara ekonomi layak atau tidak layak diusahakan.
4.5. 2. Batasan Operasional
1. Daerah penelitian adalah di Desa Sembalun Bumbung
Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur.
2. Waktu penelitian adalah tahun 2011 / 2012
3. Petani sampel adalah petani yang melakukan usahatani tanaman
stroberi didaerah penelitian.
40
DAFTAR PUSTAKA
Adiwilaga, 1982. Ilmu Usaha Tani, Alumni Bandung
Anomimus, 2003. Budidaya Pertanian Strowbery, CV. Yasa Guna, Jakarta
Arikunto, suharsimi,1998. Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta
Budiman, S. dan D. Saraswati. 2008. Berkebun Stroberi Secara Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta
Ganjar, I. RA. Samson, 1999, Pengenalan Kapang Tropik Umum, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Gunawan, L.W, 2003. Stroberi. Penebar Swadaya, Jakarta
Gray, dkk, 1986. Opportunity Social Produksi Pertanian, Rineka Cipta, Jakarta
Mawarni, Agnes, 2008, Paguyuban Petani Lestari Melangkah Maju, Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM
Manulang, 1983, Ekonomi Moneter, G I, Jakarta
M.T. Ritonga, Yoga Firdaus, 2007, Ekonomi, PHIBETA, Jakarta
Nopirin, Ph.D, 1992, Ekonomi Moneter, BPFE, Yogyakarta
Nainggolan, Kaman , 2007, Kebijakan Pangan Nasional Menuju Ketahanan Pangan dan Kedaulatan Pangan, Makalah disampaikan pada : Workshop dan Peringatan Hari Pangan Sedunia Nasional pada Hari Jumat Tanggal 26 Oktober 2007 di Balai Desa Banjarsari, Kalibawang, Kulon Progo, DIY
Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia. Jakarta
Susanto, S., B. Hertanti, N. Khumaida. 2010. Produksi dan kualitas buah stroberi pada beberapa sistem irigasi. Jurnal Hortikultura Indonesia
Suryana, Achmad, 2005, Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Andalan Pembangunan Nasional, Makalah Seminar Sistem Pertanian Berkelanjutan untuk Mendukung Pembangunan Nasional tanggal 15 Pebruari 2005 di
41
Universitas Sebelas Maret Solo.
Tjandra, A. 2000. Budidaya Stroberi (Fragaria x ananassa Duch.) di PT Indo Berry Pratama Desa Ciseureuh, Kecamatan Sindanglaya, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 57 hal.
42