skripsi diajukan kepada fakultas ilmu tarbiyah dan...

106
HIKAYAT JAYA LENGKARA: SUNTINGAN TEKS DAN ANALISIS NILAI-NILAI MORAL SERTA IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) oleh Muhamad Zainal Abidien 109013000075 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

Upload: hamien

Post on 06-Mar-2019

240 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

HIKAYAT JAYA LENGKARA: SUNTINGAN TEKS DAN ANALISIS NILAI-NILAI MORAL SERTA IMPLIKASINYA

DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

oleh

Muhamad Zainal Abidien

109013000075

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014

Page 2: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf
Page 3: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf
Page 4: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf
Page 5: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

i

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

المحافظة على القديم الصالح والألخذ باجلديد األصلح

“Melestarikan nilai-nilai lama yang baik dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik”

يدتقملا نسحا ناو ئدتبملل لضلفا“Keutamaan bagi orang yang memulai, meskipun setelahnya itu lebih baik”

Persembahan:

Karya kecil ini dipersembahkan untuk semua pelestari budaya dan semua orang yang berani tampil beda.

Page 6: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

ii

ABSTRAK

MUHAMAD ZAINAL ABIDIEN, 109013000075, “Hikayat Jaya Lengkara: Suntingan Teks dan Analisis Nilai-nilai Moral serta Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra di Sekolah”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: M. Adib Misbachul Islam, M.Hum., Januari 2014.

Naskah tulisan tangan adalah salah satu bentuk warisan kebudayaan Indonesia yang kurang mendapat perhatian dari masyarakat dibandingkan dengan peninggalan-peninggalan klasik lainnya, seperti candi dan prasasti. Ilmu khusus yang dapat menelaah naskah tulisan tangan yaitu ilmu filologi. Salah satu naskah yang dapat dijadikan objek penelitian filologi adalah naskah yang berbentuk hikayat. Hikayat dikaji secara filologi untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, salah satunya adalah nilai moral. Pembelajaran moral di sekolah dapat dilakukan dengan memberikan pembinaan dalam pembelajaran karya sastra. Salah satu hikayat yang bisa dijadikan pilihan dalam pembelajaran moral di sekolah adalah Hikayat Jaya Lengkara. Hal itu dikarenakan dalam hikayat ini sarat dengan nilai-nilai moral yang layak untuk dijadikan contoh oleh peserta didik.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini diarahkan pada analisis kajian filologi dalam Hikayat Jaya Lengkara dan nilai moral. Tujuan penelitian ini adalah mengungkap isi cerita dan nilai moral dalam Hikayat Jaya Lengkara sehingga dapat dibaca, dinikmati dan bermanfaat bagi masyarakat saat ini khususnya dalam bidang pendidikan.

Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf atau pernyataan yang terdapat dalam Hikayat Jaya Lengkara yang mengandung informasi tentang nilai moral. Adapun sumber data penelitian ini adalah Hikayat Jaya Lengkara tebal 31 halaman, berkode ML. 53, dan merupakan naskah koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode naskah tunggal edisi standar.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kajian filologi yang dilakukan secara mendalam, dapat mengungkap isi cerita dalam Hikayat Jaya Lengkara sehingga dapat dibaca dan dinikmati masyarakat saat ini. Nilai moral yang ditemukan dalam Hikayat Jaya Lengkara dari segi nilai moral positif meliputi: sikap adil, kasih sayang, percaya, menolong, bertanggung jawab, hormat, bersyukur, pemberani dan sabar. Adapun nilai moral yang ditemukan dalam Hikayat Jaya Lengkara dari segi nilai moral negatif meliputi: fitnah, iri, dengki, hasut, berbohong, tidak sabar, khianat, mencuri, menipu, penakut dan serakah.

Kata kunci : filologi, hikayat, suntingan teks, dan nilai moral.

Page 7: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan

karunia-Nya karena atas izin dan kasih-Nya penulis mendapatkan kemudahan

dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hikayat Jaya Lengkara: Suntingan

Teks dan Analisis Nilai-nilai Moral Serta Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra

di Sekolah”. Selawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad

Saw suri tauladan bagi semesta alam.

Skripsi ini, penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan

gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Penulis berharap skripsi ini

dapat bermanfaat bagi kepentingan pembacanya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak luput dari berbagai hambatan

dan rintangan. Tanpa bantuan dan peran serta berbagai pihak, skripsi ini tidak

mungkin terwujud. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan

rasa terima kasih kepada:

1. Nurlena Rifa’i, Ph.D., selaku Dekan FITK UIN Jakarta yang telah

mempermudah dan melancarkan penyelesaian skripsi ini;

2. Dra. Mahmudah Fitriyah Z.A., M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan ilmu, motivasi, kasih

sayang dan bimbingan yang sangat berharga bagi penulis selama ini;

3. Dra. Hindun, M.Pd., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia yang telah memberikan dukungan kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini;

4. M. Adib Misbachul Islam, M.Hum., selaku dosen pembimbing skripsi

yang dengan sabar, disiplin, telaten, dan penuh tanggung jawab

membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Syukron Katsiron,

Jazakumullah Ahsanal Jaza.

5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia, yang telah membekali penulis berbagai ilmu pengetahuan.

Page 8: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

iv

6. Siti Amriah dan Muhammad Mahmur Zain, kedua orangtua penulis, yang

telah melahirkan, merawat, mendidik, mendukung, memotivasi, dan

mendoakan penulis dengan tulus dan penuh kasih sayang. Terima kasih

Umi…Abah…;

7. Umi Yayah Ummu Adiyah dan Buya KH. Drs. Burhanuddin Marzuki

beserta seluruh Asaatidz dan Asaatidzah Pondok Pesantren Qotrun Nada

yang telah mendidik, membimbing, mendukung dan mendoakan penulis;

8. BUMN Peduli Pendidikan PT. Angkasa Pura II yang telah memberi

kesempatan kepada penulis untuk memperoleh beasiswa program

pendidikan Strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

9. KH. Utob Tobroni, Lc. beserta seluruh musyrif dan musyrifah Ma’had

UIN Syarif Hidayatullah serta Bagian Kemahasiswaan yang telah

mendidik, membimbing, dan membantu penulis;

10. Seluruh keluarga penulis, Aa Andri, Teh May, Ka Khoir, Ka Mursit, Aa

Afif, Teh Diah, Lala, Ziah yang selalu memberikan semangat kepada

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

11. Seluruh teman seperjuangan penulis, PANDAWA dan SRIKANDI PBSI

UIN Syarif Hidayatullah, khususnya Siti Nurfitriani, S.Pd., yang telah

mendukung, memotivasi, membantu, dan selalu memberikan semangat

kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

12. Sahabat karib penulis: Abang Arif, Boim, Bayu, Fadhlan, Tantowi, dan

Zaki serta seluruh teman asrama Ma’had UIN Syarif Hidayatullah; Siroj,

Habib, Joni, Zaki, Yusuf, Mas Arif dan lainnya yang telah membantu dan

memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

13. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga semua bantuan, dukungan, dan partisipasi yang diberikan kepada

penulis, mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah Swt. Amin.

Tangerang, Januari 2014

Penulis

Page 9: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……………………………………... i

ABSTRAK ............................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ........................................................................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1 B. Identifikasi Masalah ………………………………………… . 4 C. Pembatasan Masalah .............................................................. 5 D. Perumusan Masalah ............................................................... 5 E. Tujuan Penelitian ................................................................... 6 F. Manfaat Penelitian ................................................................. 6 G. Metode Penelitian .................................................................. 7 H. Sistematika Penulisan ............................................................ 9

BAB II KAJIAN TEORETIS ............................................................... 10

A. Hakikat Filologi ................................................................... 10

1. .. Pengertian Filologi ..................................................... 10

2. Dasar Kerja Filologi ................................................... 11

3. Objek Filologi ............................................................. 12

B. Hikayat ................................................................................. 14

1. Pengertian Hikayat ..................................................... 14

C. Nilai-nilai Moral .................................................................. 15

1. Pengertian Nilai ......................................................... 15

2. Pengertian Nilai Moral ............................................... 15

3. Bentuk Penyampaian Moral ....................................... 18

D. Penelitian yang Relevan ...................................................... 20

Page 10: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

vi

BAB III HIKAYAT JAYA LENGKARA: NASKAH DAN TEKS ......... 21

A. Tinjauan Naskah .................................................................. 21

1. Inventarisasi Naskah .................................................. 21

2. Deskripsi Naskah ....................................................... 21

B. Suntingan Teks ................................................................... 22

1. Tanda-tanda Suntingan ............................................... 22

2. Pemakaian Ejaaan ...................................................... 22

3. Pedoman Penulisan Kata-kata Arab ............................ 23

C. Teks Hikayat Jaya Lengkara .............................................. 24

BAB IV HIKAYAT JAYA LENGKARA DAN

NILAI-NILAI MORAL ............................................................. 41

A. Sinopsis Hikayat Jaya Lengkara .......................................... 41

B. Unsur Instrinsik Hikayat Jaya Lengkara ............................ 43

1. Tema .......................................................................... 43

2. Alur ........................................................................... 43

3. Tokoh dan Penokohan ................................................ 47

4. Latar .......................................................................... 56

5. Sudut Pandang ........................................................... 60

6. Gaya Bahasa .............................................................. 60

7. Amanat ...................................................................... 62

C. Nilai-nilai Moral Hikayat Jaya Lengkara .......................... 62

1. Nilai Moral Positif ..................................................... 64

a. Kasih Sayang ...................................................... 64

b. Adil .................................................................... 65

c. Tanggung Jawab ................................................. 65

d. Tolong-Menolong ............................................... 66

e. Beryukur ............................................................ 67

f. Sabar .................................................................. 68

g. Hormat ............................................................... 71

h. Berani ................................................................. 73

Page 11: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

vii

2. Nilai Moral Negatif .................................................... 74

a. Tidak Sabar ........................................................ 74

b. Hasud, Bohong, dan Fitnah ................................. 75

c. Khianat ............................................................... 77

d. Mencuri .............................................................. 78

e. Menipu ............................................................... 79

f. Penakut ............................................................... 79

g. Serakah ............................................................... 80

D. Implikasi dalam Pembelajaran Sastra di Sekolah ............ 82

BAB V PENUTUP ................................................................................. 85

A. Simpulan ............................................................................... 85

B. Saran .................................................................................... 86

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 87

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 12: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Naskah sebagai karya sastra klasik merupakan warisan kebudayaan

hasil karya nenek moyang yang mempunyai peranan sangat besar dalam

pembangunan mental spiritual bangsa. Bidang mental dan spiritual

merupakan salah satu bidang yang penting peranannya dalam membentuk

manusia Indonesia seutuhnya.

Karya sastra lama juga mengandung berbagai macam gambaran

kehidupan, ide-ide, ajaran budi pekerti, nasihat, aturan, pantangan, dan

lain-lain, yang merupakan konvensi dan tradisi masyarakat yang

bersangkutan. Dengan mempelajari dan memahami karya sastra lama, kita

dapat mengetahui pandangan dan cita-cita nenek moyang kita zaman

dahulu yang digunakan sebagai pedoman hidup untuk mencapai

keselamatan dan ketentraman. Sebab, nenek moyang bangsa Indonesia

adalah bangsa yang memiliki kebudayaan yang tinggi nilai dan tarafnya.

Melalui khazanah kebudayaan masa lampau itulah tempat berakar dan

berpijaknya pandangan hidup dan cita-cita bangsa dewasa ini.

Pengetahuan seseorang tentang kebudayaan bangsa pada masa

lampau dapat digali melalui peninggalan-peninggalan nenek moyang.

Kebudayaan nenek moyang yang sudah ada beberapa abad yang lampau

dapat diketahui kembali dalam bermacam-macam bentuk peninggalan,

antara lain dalam bentuk tulisan yang terdapat pada batu, candi-candi atau

peninggalan purbakala yang lain, dan naskah-naskah. Selain itu, ada juga

peninggalan yang berbentuk lisan. Naskah sebagai peninggalan

kebudayaan merupakan dokumen bangsa yang paling menarik bagi para

peneliti kebudayaan lama karena memiliki kelebihan, yaitu dapat memberi

informasi yang luas dibandingkan peninggalan yang berbentuk puing

Page 13: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

2

bangunan seperti candi, istana raja, dan lain-lain yang tidak dapat

berbicara dengan sendirinya tetapi harus ditafsirkan.1

Naskah tulisan tangan adalah salah satu bentuk warisan

kebudayaan Indonesia yang kurang mendapat perhatian dari masyarakat

dibandingkan dengan peninggalan-peninggalan klasik lainnya, seperti

candi dan prasasti. Hal ini selain karena bentuk tampilan yang kurang

menarik, juga disebabkan keberadaannya yang pada umumnya tersimpan

di lemari-lemari penduduk dan museum, serta sulit mengetahui maknanya

tanpa penelaahan dengan disiplin ilmu khususnya.

Ilmu khusus yang dapat menelaah naskah tulisan tersebut yaitu

ilmu filologi. Filologi dapat diartikan sebagai cinta pada ilmu dengan

objek penelitiannya naskah. Tujuan filologi adalah untuk menemukan

bentuk asal dan bentuk mula teks dan mengungkapkan nilai-nilai yang

terkandung di dalamnya. Naskah dapat diartikan sebagai semua bentuk

tulisan tangan nenek moyang kita pada kertas, lontar, dan kulit kayu yang

menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya

bangsa masa lampau.

Namun pada hakikatnya tidak ada peninggalan suatu bangsa yang

lebih memadai untuk keperluan penelitian sejarah dan kebudayaan

daripada kesaksian tertulis. Oleh sebab itu, naskah lama mempunyai

kedudukan yang sangat penting. Lewat dokumen tertulis seperti itu dapat

dipelajari secara lebih nyata dan seksama bagaimana cara berpikir bangsa

yang menyusunnya. Naskah lama merupakan salah satu wujud dokumen

sejarah yang banyak mengandung nilai-nilai budaya masa lampau.

Naskah klasik sudah pasti mempunyai nilai-nilai luhur. Nilai-nilai

luhur yang ada di dalamnya biasanya mencakup berbagai aspek

kehidupan, antara lain nilai sosial, nilai budaya, keagamaan, nilai estetis,

nilai moral, nilai hiburan, dan masih banyak lagi nilai-nilai yang

dibutuhkan dalam kehidupan manusia.

1 Baried, dkk, Pengantar Teori Filologi (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985), h. 86.

Page 14: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

3

Salah satu naskah yang dapat dijadikan objek penelitian filologi

adalah naskah hikayat. Hikayat adalah cerita tentang kehidupan seseorang.

Salah satu hikayat yang mengandung nilai-nilai moral adalah Hikayat Jaya

Lengkara. Sebagaimana naskah-naskah kuno lainnya yang pada umumnya

tidak diketahui siapa pengarangnya atau anonim dan tidak diketahui asal

muasalnya. Hal senada juga terdapat dalam Hikayat Jaya Lengkara yang

tidak diketahui siapa pengarangnya dan dari mana asal muasalnya. Hikayat

Jaya Lengkara ini merupakan naskah Melayu yang ditulis dengan

menggunakan bahasa Melayu dan aksara Jawi. Hikayat ini termasuk ke

dalam hikayat peralihan zaman Hindu-Islam. Di dalam hikayat tersebut

banyak terdapat nilai-nilai moral yang dapat dipelajari dan diaplikasikan

dalam kehidupan sehari-hari.

Masalah ini berangkat dari permasalahan bahwa sejauh yang

penulis ketahui, belum adanya penelitian terhadap naskah lama di jurusan

kependidikan. Hal ini dapat dibuktikan salah satunya dengan belum

adanya penelitian mengenai naskah lama di Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Naskah lama yang

ditulis dengan aksara Jawi menimbulkan kesulitan untuk membacanya

bagi sebagian orang, apalagi untuk menelitinya. Begitu juga yang terjadi

dengan naskah Hikayat Jaya Lengkara. Naskah ini ditulis dengan aksara

Jawi, banyak orang yang tidak memahaminya, padahal penelitian terhadap

naskah ini sangat bermanfaat. Hikayat Jaya Lengkara mengandung pesan-

pesan yang baik, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat dijadikan

bahan pembelajaran sastra di sekolah karena pada umumnya karya sastra

lama itu bersifat didaktis instruktif, yaitu mengandung pengajaran dan

bimbingan sosial. Di dalam karya sastra lama juga banyak mengandung

pengajaran dan keteladanan, terutama tentang kearifan hidup, baik dalam

bermasyarakat maupun dalam kehidupan beragama.

Hikayat merupakan salah satu bentuk sastra lama. Kegiatan

pembelajaran sastra khususnya sastra lama seperti hikayat dapat

meningkatkan pengetahuan peserta didik terhadap sejarahnya, selain itu

Page 15: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

4

juga nilai-nilai yang terkandung dalam hikayat dapat bermanfaat bagi

pembentukan karakter peserta didik. Oleh karena itu, pendidik harus

pandai-pandai dalam memilih hikayat untuk dijadikan bahan pembelajaran

sastra di sekolah. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bahan ajar

pembelajaran sastra, khususnya sastra lama di sekolah. Jurang yang telah

tumbuh antara sastra lama dan manusia modern akan bertambah besar bila

tidak ada pemeliharaan yang terarah dalam bentuk pelajaran sekolah dan

pengadaan buku mengenai sastra itu sendiri. Keasingan ini menyebabkan

pula orang enggan mempelajarinya, yang mengakibatkan karya-karya

sastra lama tidak dipelihara dan akhirnya punah.2

Hal inilah yang menggerakkan hati penulis untuk meneliti dan

mengungkap nilai-nilai moral yang terdapat di dalamnya serta

mengungkap implikasi nilai-nilai moral tersebut dalam bidang pendidikan.

Selain itu hal ini juga merupakan suatu upaya untuk melestarikan nilai-

nilai yang terdapat di dalam naskah lama agar masih dapat dibaca dan

dihayati oleh manusia di masa kini, khususnya dalam bidang pendidikan

yang merupakan benteng pertahanan untuk menyelamatkan tradisi,

identitas, dan jati diri bangsa yang sedang dikepung arus modernisasi dan

globalisasi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mengangkat

skripsi dengan judul “Hikayat Jaya Lengkara: Suntingan Teks dan

Analisis Nilai-nilai Moral serta Implikasinya dalam Pembelajaran

Sastra di Sekolah”

B. Identifikasi Masalah

1. Naskah lama merupakan salah satu bentuk warisan kebudayaan

Indonesia yang kurang mendapat perhatian dari masyarakat

dibandingkan dengan peninggalan-peninggalan klasik lainnya, seperti

candi dan prasasti.

2. Di dalam naskah lama banyak terdapat nilai-nilai moral, bersifat

didaktis, penuh dengan keteladanan dan kearifan hidup namun tidak

2 Achdiati Ikram, Filologia Nusantara, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1997), h. 32.

Page 16: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

5

semua orang dapat membaca dan mengkaji isi naskah lama karena

untuk dapat membaca dan mengkajinya diperlukan ilmu khusus di

antaranya filologi.

3. Hikayat Jaya Lengkara merupakan salah satu dari sekian banyak

naskah lama yang belum disunting dan ditransliterasikan ke dalam

Bahasa Indonesia agar dapat dibaca, dikaji, dan dihayati nilai-nilai

moral dan kearifan hidup yang terdapat di dalamnya oleh pembaca di

masa kini.

4. Derasnya arus modernisasi, globalisasi, dan westernisasi yang datang

bertubi-tubi berdampak serius bagi kelangsungan tradisi yang telah

lama ada di bumi nusantara ini. Hal ini secara tidak langsung

mempengaruhi identitas dan jati diri bangsa ini. Oleh karenanya harus

ada upaya dari berbagai pihak terutama di bidang pendidikan untuk

mempertahankan dan melestarikan tradisi lama yang baik serta

mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik. Hal ini dapat dilakukan

salah satunya dengan cara mempelajari hikayat-hikayat serta

mengambil dan mengaplikasikan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pembatasan

masalah dapat difokuskan pada suntingan teks, analisis nilai-nilai moral

yang terdapat dalam Hikayat Jaya Lengkara dan implikasinya dalam

pembelajaran sastra di Sekolah.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Bagaimana suntingan teks Hikayat Jaya Lengkara agar dapat

dimanfaatkan oleh kalangan pembaca yang lebih luas.

2. Bagaimana nilai-nilai moral yang terkandung dalam Hikayat Jaya

Lengkara?

Page 17: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

6

3. Bagaimana implikasi nilai-nilai moral Hikayat Jaya Lengkara dalam

pembelajaran sastra di sekolah?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Menyajikan suntingan teks Hikayat Jaya Lengkara agar dapat

dimanfaatkan oleh kalangan pembaca yang lebih luas.

2. Menjelaskan nilai-nilai moral yang terkandung dalam Hikayat Jaya

Lengkara.

3. Menjelaskan implikasi nilai-nilai moral Hikayat Jaya Lengkara dalam

pembelajaran sastra di sekolah.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini secara teoretis

dapat menjadi masukan dalam memberikan informasi mengenai

hakikat Hikayat Jaya Lengkara terutama nilai moral yang terdapat di

dalamnya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan

menambah sumber pengetahuan khususnya pada jurusan Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini juga diharapakan dapat dipakai sebagai sumber referensi

dan informasi bagi disiplin ilmu lainnya, misalnya bidang ilmu

linguistik, sastra, budaya, dan lain sebagainya.

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat secara praktis diharapkan dapat membantu

pembaca yang belum mengerti dan memahami naskah lama yang

ditulis dengan menggunakan aksara Arab Jawi dalam membaca,

memahami dan mengkaji naskah lama tersebut yang sarat akan

kearifan dan nilai-nilai kehidupan.

Page 18: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

7

G. Metode Penelitian

Metode merupakan cara atau sistem kerja, sedangkan metodologi

dapat dikatakan pula sebagai pengetahuan tentang apa saja yang

merupakan cara untuk menerangkan atau meramalkan variabel konsep

maupun definisi konsep yang bersangkutan dan mencari konsep tersebut

secara empiris. Untuk itu metode filologi berarti pengetahuan tentang cara,

teknik, atau instrumen yang dilakukan dalam penelitian filologi.3

Terdapat beberapa tahapan dalam melakukan penelitian filologi

antara lain: inventarisasi naskah, deskripsi naskah, suntingan teks, dan

interpretasi.

Tahap Pertama: Inventarisasi naskah yaitu suatu usaha dalam

mencari sejumlah naskah dengan judul yang sama di tempat-tempat

koleksi naskah. Inventarisasi naskah dilakukan dengan melihat judul-judul

naskah yang sama dengan naskah yang akan diteliti di katalog-katalog

yang berbeda.

Tahap Kedua: Deskripsi naskah yaitu menyajikan gambaran secara

objektif dan sejujur-jujurnya terhadap identitas naskah yang meliputi

aspek-aspek antara lain: judul naskah, nomor naskah, nama pengarang,

tarikh penyusunan, tempat penyusunan, nama penyalin, aksara/huruf,

bahasa, ukuran, jumlah baris setiap halaman, bahan naskah, jenis kertas,

cap kertas, tebal naskah, jilid, penomoran halaman, pemilik naskah, dan

lain sebagainya.

Tahap Ketiga: Suntingan Teks. Hikayat Jaya Lengkara merupakan

naskah salinan dari Singapura. Ini berarti naskah bukanlah naskah tunggal.

Namun setelah ditelusuri, ternyata di Indonesia hanya terdapat satu naskah

yang bertempat di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Sementara

itu, berdasarkan kolofon yang terdapat dalam teks, naskah induk terdapat

di Singapura. Mengingat jarak, tenaga, dan waktu yang terbatas, serta

3 Nabilah Lubis, Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi, (Jakarta: Forum Kajian Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab UIN Syarif Hidayatullah, 1996), h. 70.

Page 19: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

8

keterjangkauan naskah ini maka peneliti akhirnya memutuskan untuk

menggunakan metode naskah tunggal dalam penelitian ini. Sebab, naskah

yang terjangkau oleh peneliti hanya terdapat satu naskah saja di Indonesia,

sehingga perbandingan naskah tidak mungkin dilakukan.

Dalam menyunting naskah Hikayat Jaya Lengkara digunakan

metode edisi naskah tunggal. Menurut Djamaris, penggarapan naskah

dengan metode naskah tunggal dapat dilakukan melalui dua cara, yakni

edisi diplomatik dan edisi standar.4 Edisi standar dianggap peneliti paling

sesuai dengan naskah Hikayat Jaya Lengkara ini. Hal ini sesuai dengan isi

dari naskah sendiri dan juga analisis yang hendak dilakukan peneliti yakni

menggali nilai-nilai moral dan implikasinya dalam dalam pembelajaran

sastra di sekolah.

Edisi Standar atau edisi kritis yaitu suatu usaha perbaikan dan

penelusuran teks sehingga terhindar dari berbagai kesalahan dan

penyimpangan-penyimpangan yang timbul ketika proses penelitian.

Tujuan edisi ini adalah untuk menghasilkan suatu edisi teks baru yang

sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat, misalnya dengan

mengadakan pembagian alinea-alinea, huruf besar dan kecil, penambahan

dan pengurangan kata sesuai EYD, membuat penafsiran atau interpretasi

setiap bagian atau kata-kata yang perlu penjelasan sehingga teks dapat

mudah dibaca dan dipahami oleh pembaca sebagai masyarakat modern.5

Edisi standar digunakan apabila isi naskah dianggap sebagai cerita

biasa bukan cerita suci. Meskipun demikian, penggarapan naskah dengan

edisi standar juga membutuhkan ketelitian dan kejelian.6 Adapun hal-hal

yang perlu dilakukan dalam edisi standar menurut Djamaris adalah sebagai

berikut: mentransliterasikan teks, membetulkan kesalahan teks, membuat

catatan perbaikan atau perubahan, memberi komentar atau tafsiran

4 Edwar Djamaris, Metode Penelitian Filologi, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 11.

5 Djamaris, op. cit., h. 15. 6 Ibid., h. 15.

Page 20: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

9

(informasi di luar teks), membagi teks dalam beberapa bagian, dan

menyusun daftar kata sukar (glosari).7

Tahap Keempat: Interpretasi. Tahap ini merupakan tahap akhir

dalam penelitian filologi, pada tahap ini dilakukan penafsiran atau

penjelasan dalam hal ini mengenai nilai-nilai moral yang terdapat dalam

Hikayat Jaya Lengkara dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di

sekolah.

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini dimulai dengan pendahuluan pada bab pertama. Dalam

pendahuluan terdiri atas delapan subbab, yaitu latar belakang masalah,

identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan

penulisan, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika

penulisan. Bab ini menunjukan garis besar masalah yang diangkat oleh

penulis sebelum masuk ke dalam analisis atau data.

Selanjutnya masuk pada bab kedua yang berisi landasan teoritis

mengenai hakikat filologi, pengertian filologi, objek filologi, dasar kerja

filologi, hikayat, dan nilai-nilai moral.

Bab ketiga terdiri atas dua bagian. Bagian pertama tinjauan naskah

yang berisi deskripsi naskah dan bagian kedua tinjauan teks yang berisi

pengantar edisi dan teks Hikayat Jaya Lengkara

Bab keempat terdiri atas empat bagian yaitu sinopsis, unsur

intrinsik, interpretasi nilai moral, dan implikasi nilai moral dalam

pembelajaran sastra di sekolah. Bab kelima merupakan penutup yang

berisi simpulan dan saran.

7 Ibid., h. 21.

Page 21: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

10

BAB II

LANDASAN TEORETIS

A. Hakikat Filologi

1. Pengertian Filologi

Baried mengungkapkan, "pengertian filologi adalah suatu

pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti luas yang mencakup

bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan.” Kata filologi menurut

etimologi, filologi berasal dari kata Yunani philos yang berarti “cinta”

dan kata logos yang berarti “kata”. Pada kata filologi, kedua kata

tersebut membentuk arti “cinta kata” atau “senang bertutur”. Kemudian

arti ini berkembang menjadi “senang belajar”, “senang ilmu”, dan

“senang kebudayaan”.1

Filologi sebagai istilah mempunyai beberapa arti sebagai

berikut:

a. Filologi pernah diartikan sebagai hermeneutik atau ilmu tafsir teks

yang dihubungkan dengan bahasa dan kebudayaan masyarakat

yang memiliki teks tersebut.

b. Filologi pernah diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang segala

sesuatu yang pernah diketahui orang.

c. Filologi pernah diartikan sebagai ilmu sastra karena yang dikaji

karya sastra. Saat ini filologi ada yang mengartikan sebagai ilmu

bantu sastra karena filologi menyiapkan teks-teks sastra, khususnya

sastra klasik agar siap dikaji.

d. Filologi ada juga yang mengartikan sebagai studi bahasa atau

linguistik.2

Tidak jauh berbeda dengan pendapat Baried, Lubis menjelaskan

“pengertian filologi adalah pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti

1 Baried, op.cit., h. 1. 2 Ibid., h. 2.

Page 22: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

11

luas yang mencakup bidang bahasa, sastra, dan kebudayaan.”3

Sementara itu, Sudardi mengungkapkan pengertian “filologi adalah

suatu disiplin ilmu yang meneliti secara mendalam naskah-naskah

klasik dan kandungannya.”4

Jadi, menurut penulis, filologi yaitu ilmu yang mempelajari

naskah disertai pembahasan dan penyelidikan kebudayaan bangsa

berdasarkan naskah klasik. Dari naskah klasik itulah orang dapat

mengetahui latar belakang kehidupan masyarakat pada zaman lampau

misalnya, adat istiadat, agama, kesenian, bahasa, pendidikan, dan

sebagainya. Filologi juga merupakan usaha keras untuk menampilkan

karya klasik dalam bentuk yang baru dan mudah dipahami.

2. Dasar Kerja Filologi

Berangkat dari latar belakang lahirnya filologi sebagai satu

istilah bagi suatu bentuk studi, filologi diperlukan karena munculnya

variasi-variasi dalam teks yang tersimpan dalam naskah. Gejala tersebut

memperlihatkan gejala bahwa dalam penyalinan naskah, teks senantiasa

mengalami perubahan sehingga lahirlah wujud teks yang bervariasi.

Dengan demikian, adanya variasi-variasi untuk suatu informasi masa

lampau yang terkandung dalam naskah itulah yang melahirkan kerja

filologi. Dapat dikatakan bahwa kerja filologi didasarkan pada prinsip

bahwa teks berubah dalam penurunannya. Jadi, filologi bekerja karena

adanya sejumlah variasi.

Munculnya variasi memperlihatkan satu sifat penurunan suatu

teks yang tidak pernah setia. Secara disengaja atau tidak disengaja

penurunan yang dilakukan oleh manusia penyalin akan menimbulkan

bentuk penyalinan yang tidak setia. Faktor manusia dengan berbagai

keterbatasannya dan manusia dengan berbagai subjektivitasnya

3 Lubis, op.cit., h. 16. 4 Bani Sudardi, Dasar-dasar Teori Filologi (Surakarta: Penerbit Sastra Indonesia, 2001), h. 1.

Page 23: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

12

mempunyai peran yang penting dan menentukan terhadap wujud hasil

salinannya.5

Variasi yang merupakan dasar kerja filologi pada awalnya

dipandang sebagai kesalahan, satu bentuk korup (rusak), satu bentuk

keteledoran si penyalin. Sikap terhadap variasi yang muncul dalam

transmisi naskah pun, dalam perkembangannya juga berubah. Variasi

dipandang tidak hanya sebagai kesalahan yang dibuat oleh penyalin,

tetapi juga sebagai bentuk kreasi penyalin, yaitu hasil dari

subjektivitasnya sebagai manusia penyambut teks yang disalin dan

sebagai penyalinan yang menghendaki salinannya diterima oleh

pembaca sezamannya.

Sikap-sikap inilah yang kemudian melahirkan berbagai

pandangan dalam filologi. 1). Sikap yang memandang variasi sebagai

satu bentuk korup yang berarti sebagai wujud kelengahan dan kelalaian

penyalin, melahirkan pandangan yang oleh beberapa orang disebut

filologi tradisional. Dalam konsep ini, filologi memandang variasi

secara negatif. Sebagai akibatnya, teks harus dibersihkan dari bentuk-

bentuk korup dan salah satu itu. 2). Sikap yang memandang variasi

sebagai bentuk kreasi melahirkan pandangan yang oleh sementara orang

disebut filologi modern. Dalam konsep ini variasi dipandang secara

positif, yaitu menampilkan wujud resepsi si penyalin. Dalam pandangan

yang kedua ini, perlu diingat pula bahwa adanya gejala yang

memperlihatkan keteledoran si penyalin tetap juga diperhatikan dan

dipertimbangkan dalam pembacaan.

3. Objek Filologi

Setiap ilmu mempunyai objek penelitian, tidak terkecuali

filologi yang bertumpu pada kajian naskah dan teks klasik. Naskah-

naskah yang menjadi objek material penelitian filologi adalah naskah

yang ditulis pada kulit kayu, bambu, lontar, dan kertas.

5 Baried, op.cit., h. 5.

Page 24: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

13

Sudardi mengungkapkan “objek penelitian filologi adalah teks

dari masa lalu yang tertulis di atas naskah yang mengandung nilai

budaya.”6 Adapun menurut Baried, “filologi mempunyai objek yaitu

naskah dan teks.”7

a. Naskah

Baried mengungkapkan “naskah merupakan benda kongkret

yang dapat dilihat atau dipegang, seperti semua bahan tulisan tangan

yang disebut naskah (handschrift). Di Indonesia bahan naskah yaitu

dapat berupa lontar, kayu, bambu, rotan, dan kertas Eropa.8

Sedangkan Ikram mengungkapkan, naskah adalah wujud fisik dari

teks.9 Tulisan-tulisan pada kertas disebut naskah, dalam bahasa

Inggris naskah disebut dengan istilah manuscript, sedangkan dalam

bahasa Belanda disebut handschrift.10 Jadi naskah ialah wujud fisik

segala hasil tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan

cipta, rasa, dan karsa manusia yang hasilnya disebut hasil karya

sastra, yang semuanya merupakan rekaman pengetahuan masa

lampau bangsa pemilik naskah.

b. Teks

Baried mengungkapkan, “teks adalah sesuatu yang abstrak.

Teks ada yang berupa teks lisan dan teks tulisan.” Teks lisan yaitu

suatu penyampaian cerita turun-temurun lalu ditulis dalam bentuk

naskah. Naskah itu kemudian mengalami penyalinan-penyalinan

dan selanjutnya dicetak. Teks tulisan dapat berupa tulisan tangan

(yang disebut naskah) dan tulisan cetakan.11

Sementara itu, Lubis mengungkapkan, “teks adalah

kandungan atau isi naskah.” Isi teks mengandung ide-ide atau

amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca.

6 Sudardi, op.cit., h. 3. 7 Baried, op.cit., h. 3. 8 Ibid., h. 54.

9 Achdiati Ikram, 10 Djamaris, op.cit., h. 11. 11 Baried, op.cit., h. 4.

Page 25: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

14

Di dalam proses penurunannya, secara garis besar dapat disebutkan

ada tiga macam teks yaitu: teks lisan, teks tulisan, dan teks

cetakan.12

B. Hikayat

1. Pengertian Hikayat

Secara etimologis, istilah “hikayat” berasal dari bahasa Arab,

yakni حكى ) ) haka yang berarti menceritakan atau bercerita.13 Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia hikayat adalah karya sastra Melayu

lama berbentuk prosa yang berisi cerita, undang-undang, dan silsilah

bersifat rekaan, keagamaan, historis, biografis, atau gabungan sifat-sifat

dibaca untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang, atau sekadar

untuk meramaikan pesta, misalnya Hikayat Hang Tuah dan Hikayat

Seribu Satu Malam. Salah satu hasil sastra Melayu tradisional adalah

hikayat. Hikayat menyampaikan kisah manusia (legendaris) dan

seringkali juga tentang hewan yang bersifat manusia, seperti

kemampuan berbicara.

Hikayat dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu (1) jenis

rekaan, misalnya Hikayat Malim Dewa dan Hikayat Si Miskin; (2) jenis

sejarah, misalnya Hikayat Patani dan Hikayat Raja-raja Pasai; (3) jenis

biografi, misalnya Hikayat Sultan Ibrahim bin Adham dan Hikayat

Abdullah.

Hikayat sekarang mengacu ke bentuk karya sastra beragam

prosa yang berisi kisah fantastik dan penuh dengan petualangan. Kata

hikayat merupakan bentuk serapan dari bahasa Arab, di dalam bahasa

asalnya semata-mata berarti narrative, tale, story.14

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hikayat

adalah karya sastra Melayu lama yang berbentuk prosa berisi kisah

12 Lubis, op.cit., h. 30. 13 E. Kosasih, Khazanah Sastra Melayu Klasik (Jakarta: Nobel Edumedia, 2008), h. 57. 14 Panuti Sudjiman, Filologi Melayu (Jakarta: Pustaka Jaya, 1994), h. 17.

Page 26: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

15

kemanusian. Biasanya hikayat menyampaikan kisah manusia dan

seringkali juga tentang binatang yang bersifat seperti manusia.

C. Nilai-Nilai Moral

1. Pengertian Nilai

Secara umum, nilai berarti sifat-sifat yang penting atau berguna

bagi kemanusiaan; sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai

hakikatnya.15 Istilah “nilai atau value (bahasa Inggris) atau valere

(bahasa Latin) berarti berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, dan

kuat. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat

disukai, diinginkan, berguna, dihargai, dan dapat menjadi objek

kepentingan.16 Dengan kata lain, nilai dapat dipandang sebagai sesuatu

yang berharga, memiliki kualitas tinggi atau rendah.

2. Pengertian Nilai Moral

Secara etimologis kata “moral” berasal dari bahasa Latin, yaitu

mos (adat istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan), mores (adat

istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak, cara hidup).. Kata moral

mempunyai arti yang sama dengan kata etos (Yunani) yang menurunkan

kata etika. Di dalam bahasa Arab, moral berarti akhlak sama dengan

pengertian budi pekerti, sedangkan dalam konsep Indonesia, moral berarti

kesusilaan.17

Elizabeth Hurlock mengungkapkan dalam bukunya Child

Development:

True morality is behaviour wich conforms to social standards and wich is also carried out poluntarily by the individual. It comes with the transition from external to internal authority and consiste of conduct regulated from within. It is accompanied by a feeling of personal responsibility for the act. Added to this it involves giving primary Consideration to the welfare of the group, while personal desires or gains are relegated to aposition of secondary importance.

15 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), Edisi III, h. 783. 16 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 29.

17 Dr. C. Asri Budiningsih, Pembelajaran Moral, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 24.

Page 27: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

16

Pokok-pokok isi yang terpenting dari kutipan di atas ialah,

moralitas yang sungguh-sungguh itu sebagai berikut:

a. Kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran masyarakat, yang

timbul dari hati sendiri (bukan paksaan dari luar).

b. Kelakuan yang disertai dengan rasa tanggung jawab atas

tindakan itu.

c. Tindakan yang mendahulukan kepentingan umum daripada

keinginan atau kepentingan pribadi.18

Norma-norma moral merupakan tolok ukur yang dipakai

masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang.19 Menurut

Nainggolan, ditinjau dari sudut bahasa, moral sebagai kata benda yang

berarti berhubungan dengan prinsip baik dan buruk dari satu cerita dan

kisah atau pengalaman.20

Selanjutnya, Atkinson dalam Sjarkawi mengemukakan “moral

atau moralitas merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar

atau salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan.”21 Selain itu,

moral juga merupakan seperangkat keyakinan dalam suatu masyarakat

berkenaan dengan karakter atau kelakuan dan apa yang seharusnya

dilakukan oleh manusia. Krammer dalam Darmodihardjo yang dikutip

oleh Nurgiantoro, mengatakan bahwa “moral merupakan suatu ajaran-

ajaran ataupun peraturan peraturan, patokan-patokan, kumpulan

peraturan, baik lisan maupun tulisan tentang bagaimana manusia harus

hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Moral disebut

juga kesusilaan yang berarti keseluruhan dari berbagai kaidah dan

18 Dr. Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 8. 19 Magnis Suseno, Etika Dasar, Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987), h. 19. 20 Nainggolan, Pandangan Cendikiawan Muslim Tentang Moral Pancasila Moral Barat dan Moral Islam. (Jakarta: Kalam Mulia, 1997), h. 21. 21 Sjarkawi, op.cit., h. 29.

Page 28: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

17

pengertian yang menentukan mana yang dianggap baik dan mana yang

dianggap kurang baik dalam suatu golongan (masyarakat).”22

Dengan kata lain, nilai moral merupakan sesuatu yang berharga

yang berisi aturan-aturan, baik lisan maupun tulisan yang mengatur

tingkah laku, perbuatan, dan kebiasaan manusia yang dianggap baik dan

buruk oleh masyarakat yang bersangkutan. Jadi pada intinya, moral

merupakan suatu aturan atau ajaran yang di dalamnya mengatur sebuah

nilai, baik itu nilai baik maupun nilai buruk yang dijadikan sebagai

pedoman hidup manusia dalam bertingkah laku.

Adapun Kenny (dalam Nurgiyantoro) mengungkapkan, moral

dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan

dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan

ditafsirkan) lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Ia merupakan

“petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal

yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah

laku, dan sopan santun pergaulan. Ia bersifat praktis sebab “petunjuk”

itu dapat ditampilkan, atau ditemukan modelnya dalam kehidupan

nyata, sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita itu lewat

sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya.23

Nilai moral dalam karya sastra selalu dalam pengertian yang

baik. Artinya, jika dalam sebuah karya sastra seorang pengarang

menampilkan sikap dan tingkah laku dari seorang tokoh antagonis yang

cenderung negatif, bukan berarti pengarang memberikan pendidikan

yang kurang baik kepada pembaca. Penokohan tersebut hanya

dimaksudkan sebagai sebuah model atau contoh saja, agar pembaca

mampu mengetahui mana yang baik dan yang kurang baik. Pembaca

diharapkan mampu menganalisis perbuatan yang layak untuk dicontoh

dan yang tidak layak dicontoh. Dengan begitu, pembaca diharapkan

dapat mengambil hikmah sendiri dari cerita tokoh “jahat” tersebut. 22 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengakajian Fiksi. (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1994), h. 11. 23 Ibid., h, 321.

Page 29: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

18

Eksistensi dari sesuatu yang baik biasanya justru akan lebih mencolok

jika dihadapkan dengan sesuatu yang bertentangan. Dari pemaparan

tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai moral merupakan sesuatu yang

dianggap berharga dalam diri manusia yang di dalamnya terdapat

aturan-aturan tertentu yang harus ditaati oleh manusia tersebut. Nilai

moral erat hubungannya dengan tingkah laku manusia.

Dalam bertingkah laku, hendaknya manusia mengikuti aturan-

aturan yang berlaku dalam masyarakat. Pengarang dalam karyanya,

mengajak pembaca untuk lebih teliti dalam menganalisis nilai moral

yang disampaikan dalam karya yang diciptakannya. Pembaca

diharapkan mampu menemukan nilai moral yang hendak disampaikan

oleh pengarang tersebut. Selain itu, pembaca juga diharapkan mampu

menerapkan nilai moral tersebut dalam kehidupan sehari-harinya.

Ajaran moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan oleh pengarang

tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti

sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Ajaran moral bersifat

praktis sebab dapat ditampilkan, atau ditemukan dalam kehidupan nyata,

sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita itu lewat sikap dan

tingkah laku tokoh-tokohnya.24

3. Bentuk Penyampaian Moral

Secara umum, bentuk penyampaian moral dalam karya fiksi

dapat disampaikan secara langsung ataupun tidak secara langsung. Hal

tersebut dikembalikan pada tujuan pengarang dalam menciptakannya.

Ada beberapa pengarang yang secara langsung memperlihatkan pesan

yang ingin disampaikan dengan cara langsung menonjolkan dalam karya

sastra. Akan tetapi, ada juga pengarang yang ingin menyampaikan pesan

namun tidak secara langsung ditonjolkan dalam karyanya tetapi ia

sampaikan melalui simbol-simbol tertentu sehingga dibutuhkan

ketelitian untuk menganalisis pesan tersebut.

24 Ibid., h. 321.

Page 30: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

19

Adapun “pengelompokan nilai moral tersebut dapat berbentuk

penyampaian langsung dan tidak langsung.”25 Penjabarannya adalah

sebagai berikut:

a. Bentuk penyampaian langsung

Bentuk penyampaian langsung merupakan bentuk

penyampaian pesan moral yang dilukiskan secara langsung dalam

teks. Misalnya dalam pelukisan watak tokoh, dilukiskan secara

langsung dengan teknik uraian, telling, penjelasan atau expository.

Pada intinya, dalam bentuk penyampaian secara langsung, pesan

moral yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca dilukiskan

secara langsung atau eksplisit. Apabila dilihat dari segi kebutuhan

pengarang yang ingin menyampaikan pesan kepada pembaca, teknik

penyampaian langsung ini bisa dikatakan komunikatif. Karena dalam

hal ini, pembaca akan mudah memahami pesan yang akan

disampaikan olehpengarang. Pembaca tidak akan mengalami kesulitan

dalam menafsirkan pesan yang hendak disampaikan oleh pengarang.

b. Bentuk penyampaian tidak langsung

Bentuk penyampaian tidak langsung merupakan bentuk

penyampaian pesan moral yang dilakukan oleh pengarang secara tidak

langsung. Pesan yang hendak disampaikan kepada pembaca dilukiskan

secara tersirat dalam teks cerita. Pengarang tidak sertamerta

menunjukkan secara jelas pesan yang hendak disampaikannya kepada

pembaca. Oleh karena itu, ketika pembaca membaca teks cerita

tersebut, diperlukan ketelitian tinggi untuk menemukan pesan yang

hendak disampaikan oleh pengarang. Pembaca dipaksa untuk

merenungkan, menghayati secara intensif makna yang tersirat dalam

cerita.

Pemaparan di atas memperlihatkan bahwa dalam menentukan

nilai moral dalam suatu karya sastra, dapat dilakukan dengan

menggunakan kedua bentuk penyampaian moral di atas. Akan tetapi, 25 Ibid., h. 335-342.

Page 31: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

20

dalam penelitian ini penulis hanya akan berpedoman pada satu bentuk

penyampaian moral di atas yaitu bentuk penyampaian moral secara

langsung dengan langsung menganalisa pesan moral dalam hikayat

Jaya Lengkara yang dapat dianalisis secara langsung.

D. Penelitian yang Relevan

Adapun Hikayat Jaya Lengkara belum pernah ada yang meneliti

atau menjadikan objek kajian filologi sebelumnya. Akan tetapi skripsi

kajian filologi dengan objek-objek lainnya baik berupa hikayat maupun

syair sudah banyak ditemukan, yang dapat penulis ketahui diantaranya: 1).

Syair Peladuk Jenaka: Suntingan Teks, Analisis Nilai-nilai Luhur dan

Relevansinya dalam Kehidupan Masyarakat (Kajian Filologis) oleh Ulis

Sa’diyah dari Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan

Seni Universitas Negeri Semarang yang objek penelitiannya mengambil

fokus naskah klasik berupa syair.26 2). Kajian Filologis dalam Hikayat

Cerita Seorang Bodoh dan Seorang Cerdik dan Interpretasi Nilai Moral

oleh Wikurnia dari Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa

dan Seni Universitas Negeri Semarang yang objek penelitiannya

mengambil fokus naskah klasik berupa hikayat.27

Dari kedua pengkajian naskah lama yang pernah dilakukan

tersebut, penulis mencoba mengkaji sesuatu yang berbeda dalam hal objek

kajian maupun implikasinya . Hal itu dilakukan untuk menghindari adanya

pencontekan hasil karya orang lain. Untuk itu, dalam penelitian kali ini,

penulis melakukan pengkajian dalam aspek nilai moral dalam Hikayat

Jaya Lengkara serta implikasinya dalam bidang pendidikan.

26 Ulis Sa’diyah, “Syair Peaduk Jenaka: Suntingan Teks, Analisis Nilai-nilai Luhur dan

Relevansinya dalam Kehidupan Masyarakat (Kajian Filologis).” Skripsi pada UNS, Semarang, 2006, tidak dipublikasikan.

27 Wikurnia, Kajian Filologis dalam Hikayat Cerita Seorang Bodoh dan Seorang Cerdik dan Interpretasi Nilai Moral. Skripsi Skripsi pada UNS, Semarang, 2006, tidak dipublikasikan.

Page 32: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

21

BAB III

HIKAYAT JAYA LENGKARA:

NASKAH DAN TEKS

A. Tinjauan Naskah

1. Inventarisasi Naskah

Naskah Hikayat Jaya Lengkara ini tidak banyak. Pertama,

naskah yang terkenal dan tersimpan di Perpustakaan Kebangsaan

Singapura. Kedua, ialah Hikayat Makdam dan Makdim yang tersimpan

di SOAS-London yang merupakan satu versi dari hikayat ini yang

salah satu fragmennya tersimpan di Jakarta. Adapun naskah Hikayat

Jaya Lengkara yang akan dijadikan objek penilitian adalah salah satu

koleksi naskah yang terdapat di Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia di Jalan Salemba Raya 28A Jakarta dengan nomor ML. 53.

2. Deskripsi Naskah

Naskah Hikayat Jaya Lengkara merupakan salah satu koleksi

yang terdapat di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. naskah

Hikayat Jaya Lengkara berbahasa Melayu aksara Jawi. Naskah

tersebut berbentuk prosa yang berupa hikayat. Judul dalam teks adalah

‘Ini Alamat Hikayat Jaya Lengkara Namanya’ dengan menggunakan

aksara Jawi dan ‘Djaja-Langkara’ dengan menggunakan aksara

bahasa Indonesia (h-1). Naskah Hikayat Jaya Lengkara ini termasuk

kedalam hikayat peralihan zaman Hindu-Islam. Naskah ini merupakan

salinan dari naskah Singapura yang disalin pada 15 hb. Rabiul Awal

H. 1237 (1863). Pemiliknya ialah seorang bernama Muhaidin dari

Kampung Melaka.1

Naskah terdiri atas 31 halaman. Naskah ini tidak diberi nomor

halaman. Secara fisik, naskah mempunyai ukuran sampul dan halaman

1 Liaw Yock Fang, Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik, (Jakarta: Erlangga, 2003), h.

210.

Page 33: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

22

yang sama yaitu 14 x 18,5 cm, sedangkan ukuran blok teks ialah 10,5

x 15 cm. Setiap halaman naskah rata-rata memuat 13 baris tulisan.

Keadaan naskah masih baik, walaupun kertas terdapat tanda bekas

terkena air. Tulisan dengan tinta hitam dalam naskah masih jelas

terbaca. Naskah dijilid dengan karton marmer warna cokelat. Kertas

yang dipakai untuk menyalin naskah yaitu dari bahan kertas Eropa.

B. Suntingan Teks

Hikayat Jaya Lengkara merupakan naskah salinan dari Singapura.

Ini berarti naskah bukanlah naskah tunggal. Namun setelah ditelusuri,

ternyata di Indonesia hanya terdapat satu naskah yang bertempat di

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Mengingat jarak, tenaga, dan

waktu yang terbatas, serta keterjangkauan naskah ini maka peneliti

akhirnya memutuskan untuk meneliti naskah yang ada di PNRI.

Pengantar edisi atau suntingan teks ini merupakan panduan dalam

membaca dan memahami suntingan naskah Hikayat Jaya Lengkara.

Penulis membuat suatu edisi yang baru dengan mengadakan pembagian

alinea-alinea, huruf besar dan kecil, pembubuhan tanda baca, membuat

penafsiran (interpretasi), dan sebagainya, sehingga teks tampak mudah

dipahami oleh pembaca masa kini.

1. Tanda-tanda Suntingan

Sebelum penulis menyunting teks Hikayat Jaya Lengkara,

terlebih dahulu penulis memaparkan tanda-tanda yang terdapat di dalam

suntingan teks. Adapun tanda-tanda dalam suntingan teks sebagai

berikut:

a) < > = Tambahan dari penyunting

b) / / = Nomor halaman naskah

c) [ ] = Penghilangan huruf atau kata

2. Pemakaian Ejaan

Pada dasarnya, ejaan yang dipergunakan dalam tulisan ini

menggunakan pedoman Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Bagi

Page 34: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

23

penulisan teks yang menggunakan bahasa Melayu ini, kadang-kadang

penerapan EYD secara sempurna sulit dilaksanakan. Kesulitan terutama

karena konvensi bahasanya yang tidak dapat disamakan begitu saja

dengan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, dalam tulisan ini untuk

beberapa hal EYD tidak dapat dilaksanakan, misalnya penulisan huruf

besar pada kata-kata tertentu yang mengawali kalimat yang dalam

bahasa Indonesia hal ini tidak dibenarkan. Contoh: “dan”, “sehingga”,

“maka”, “sedang” dan sebagainya yang merupakan kata-kata dalam

bahasa Indonesia tidak dibenarkan menjadi pembuka kalimat.

Selain itu, penulis juga memberikan tanda hubung (-) untuk

kata-kata ulang (repetition) yang biasanya dalam penulisan naskah

ditulis dengan angka (2). Contoh: “kira2” menjadi “kira-kira”, “kuma2”

menjadi “kuma-kuma”, “mengguling2kan” menjadi “mengguling-

gulingkan”, dan sebagainya.

3. Pedoman Penulisan Kata-Kata Arab

Teks Hikayat Jaya Lengkara menggunakan aksara Arab. Aksara

Arab menurut Pigeaud (1967) sudah dipakai untuk menulis bahasa

Melayu untuk segala macam keperluan praktis di Nusantara sejak abad

ke-16. Aksara Arab yang digunakan untuk menuliskan bahasa suku-

suku bangsa saat ini biasa disebut aksara Jawi, Pegon, atau aksara Arab

Gundul. Aksara Arab yang digunakan sebelumnya disesuaikan dengan

tata fonem masing-masing bahasa.2

Kata-kata arab yang sudah dipandang umum dalam naskah

ditulis mengikuti pedoman ejaannya dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI). Contoh: “masygul”, “barakat”, “fikih”, dan

sebagainya.

Pedoman transliterasi Arab yang penulis gunakan sebagai

berikut:

2 Elis Suryani, Filologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), h. 127.

Page 35: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

24

Arab Melayu Arab Melayu Arab Melayu ١ A س S ل L M م SY ش B ب N ن SH ص T ت W و DH ض S ث H ه TH ط J ج Y ي ZH ظ H ح G ك ‘ ع KH خ NG ع GH غ D د NY ي P ف Z ذ C چ Q ق R ر O/U و ١ K ك Z ز

I ي ١ E ى ١

C. Teks Hikayat Jaya Lengkara

/1/ Wa bihi nasta’inu bi ‘l-lahi ‘ala ini hikayat menyatakan cerita

orang yang dahulu kala ada seorang raja terlalu besar kerajaannya lengkap

dengan hulu balang menterinya segala menghadap raja Saiful Muluk muda

negerinya dan nama negerinya Ajam Saukat. Maka sudah daripada itu

maka negeri itupun terlalu juga ramai negerinya akan orang lah, segenap

negeri sangat adil hukumnya dan daripada fakir dan miskin. Maka tiada

juga berapa lamanya baginda diyasa3 tahta kerajaan. Maka baginda pun

baharu juga beristri seorang bernama Tuan Putri Sakanda Cahaya Rum,

baginda itu raja meski akan tetapi baginda itu tiada beranak barang

seorang maka itu sebab baginda terlalu masygul rasa hatinya hendak

beranak, maka tiada juga diberi Allah subhanahu wata’ala dengan anak

maka raja itu pun pikir dalam hatinya hendak/2/ beristri seorang lagi

bernama Tuan Putri Sakanda Cahaya Bayang-bayang.

Maka dengan takdir Allah wa ta’ala maka tuan putri pun hamillah

maka dengan beberapa lamanya tuan putri itu pun beranaklah dua orang

3 Di-ya-sa, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya.

Page 36: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

25

laki-laki dinamai baginda Makdim kemudian Makdam dan yang muda itu

dikasih baginda anak dua lagi istri, dan istri baginda yang lama itu tiada

dikasihani seperti dahulu kala <la>gi,4 maka tuan putri pun pikir dalam

hatinya Tuan Putri Sakanda Cahaya Rum tahulah akan dirinya sebab tiada

beranak maka tiada lagi dikasihani baginda seperti dahulu, maka tuan putri

Sa<ka>nda5 Cahaya bermohon doa kepada Allah subhanahu wata’ala

demikian bunyinya “Ya Rabbi Yaa Sayyidi Ya Maulaaya Tuhanku

berapalah kiranya hambamu beranak barang seorang saja”, demikianlah

pintanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Maka tiada juga beberapa lamanya tuan putri meminta doa kepada

Allah subhanahu /3/ wata’ala, dia pun hamillah. Setelah genap bulannya

tuan Putri Sakanda Cahaya Rum beranak pula seorang laki-laki yang elo

rupanya kikang6 gemilang seperti bulan purnama empat belas kepada goa

tiga cuci7 cahaya muka, dan lagi suatu alamat pada mukanya seperti

kandil yang terang kepada malam, demikianlah alamat yang di kepalanya

itu. Tatkala baginda itu jadi, bulan dan mataharipun berdekat, kemudian

lagi buah-buahan pun terlalu jadi, dan padi beras pun terlalu murahnya.

Daripada barakat baginda itu juga dan segala dagang pun terlalu banyak

pergi datang terlalu lebih daripada dahulu maka terlalu sekali indah-indah

dilihat sebelum anakda baginda pun jaya. Belum pernah daripada zaman

dahulu kala tiada demikian itu adanya seperti zaman baharu ini. Dan tuan-

tuan pun terlalu banyak dan barang yang fakir dan miskin banyak

mengambil sedekah.

4 gi <la>gi Penambahan huruf agar kata menjadi utuh, bermakna dan tidak rancu. 5 Sanda Sa<ka>nda ‘sanda’ merupakan kata yang tidak mempunyai makna, kata ini terjadi karena kekeliruan penyalin naskah. Kata ini seharusnya adalah ‘Sakanda’ karena melihat kata-kata yang terdapat sebelumnya. 6 Ki-ka-ng, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. 7 Go-a-ti-ga-cu-ci, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya.

Page 37: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

26

Maka baginda pun pikir dalam hatinya sebab/4/ anakku yang

bernama Jaya Lengkara kah atau tiadakah? Adapun segala rakyat dia di

negeri itupun semuanya membawa persembahannya kebu8 duli baginda

Jaya Lengkara. Maka tiada beberapa lamanya persatu anakdalah bernama

Jaya Lengkara maka baginda pun menghimpunkan segala hulubalang dan

segala nujum dan seisi negeri semuanya pun datang menghadap baginda

baginda itu, maka baginda pun bertitah kepada segala hulubalang dan ahli

nujum “Hai tuan-tuan sekalian, adapun hamba[h]9 ini hendak bertanyakan

hal anakku yang bernama Jaya Lengkara itu apakah artinya jaya apa

artinya lengkara itu apakah artinya? ku minta lihat kepada nujum

sekalian.”

Maka setelah dilihat nujum sekalian, maka sembah segala

hulubalang dan ahli nujum sekalian itu pun masing-masing berdatang

sembah, demikian bunyinya surat/5/ mengatakan kepadanya maka

semuanya mengucap syukur “Alhamduli l-lahi Rabbil ‘alamin segala puji-

puji bagi Allah subhanahu wata’ala juga memberi hambanya kebesaran

dan kemuliaan atas hambanya yang di dalam dunia ini. Maka hamba

segala hulung10 dan ahli nujum adapun semua ini tiada tahu akan artinya

anakda Jaya Lengkara itu.” maka sabda baginda kepada segala nujum

“Adapun aku hendak akan artinya Jaya itu apakah artinya dan Lengkara itu

a[w]rtinya11”. Maka sembah segala hulu balang dan ahli nujum “Ya

Tuanku Syah Alam, adapun duli tuanku hendakkan artinya paduka anak

dinama itu baik dan jahatnya itu, duli Tuanku menyuruh bertanya kepada

tuan kadi, karena kadi itulah yang tahu akan ilmu fikih adapun fikih itulah

yang mengetahui segala yang tiada dapat oleh orang lain maka/6/

8 Ka-bu, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. 9 Hambah hamba[h] Penghilangan huruf agar kata menjadi utuh, bermakna dan tidak rancu. 10 Hulung <hulubalang> ‘hulung’ merupakan kata yang tidak mempunyai makna, kata ini terjadi karena kekeliruan penyalin naskah. Kata ini seharusnya adalah ‘hulubalang’ karena melihat kata-kata yang terdapat sebelumnya. 11 Awrtinya a[w]rtinya Penghilangan huruf agar kata menjadi utuh, bermakna dan tidak rancu.

Page 38: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

27

diketahuinya itu yang boleh, makruh, yakin, segala nama seorang-seorang

Ya Tuanku”. Maka raja pun diamlah mendengar sembah sekalian itu.

Hatta maka beberapa lamanya maka raja pun memanggil anaknya

dua orang bernama Makdam dan Makdim, Itupun segera datanglah

menghadap pada ayahanda baginda. Maka titah baginda kepada anaknya

“Hai anakku, itu Jaya apakah artinya dan Lengkara apakah artinya itu? dan

cahaya hal saudaramu itu supaya kita ketahui baik dan jahatnya”. Maka

Makdam dan Makdim pun bermohon kepada ayahanda, maka iapun

berbualan12 mendapatkan kadi. Maka dilihat kadi Makdam dan Makdim

serta dia bawa oleh kadi ke rumahnya, diarakan oleh seperti adat anak

raja-raja. Maka kadi pun berkata “Ya tuanku, pengalah tuk13 kepada rumah

patik yang hina ini, selamanya belum pernah /7/ anakku datang kemari

ini”. karena maka kata titah Makdam dan Makdim “Adapun hamba ini

datang karena dititah oleh duli Stah Alam pergi kepada tuan kadi bertanya

akan hal adinda yang baharu jadi itu, karena anakda baginda itu tatkala dia

jadi maka suatu alamat kepada ububan-ububannya14 adinda itu seperti

cahaya kandil yang terpasang kepada malam bercahaya-cahaya,

demikianlah alamatnya kepada adinda itu.” maka ujar tuan kadi “Ya

tuanku siapalah namanya adinda itu?” maka ujar Makdam dan Makdim

“Ya kadi, adapun nama adinda itu Jaya Lengkara” maka tuan kadi pun

membuka kitabnya dan tafsirnya. Surat sudah dilihatnya kepada kitabnya

dan tafsirnya maka tuan kadi pun terus-terus serta mengucap syukur

Alhamduli ‘l-lahi Rabbil ‘Alamin. Maka Makdam dan Makdim pun

berkata “Ya Tuan /8/ kadi, mengapakah tuan hamba berkata syukur

Alhamduli ‘l-lahi Rabbil ‘alamin itu?” maka sembah kadi “Ya tuanku,

12 Ber-bu-al-an, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. 13 Pe-nga-lah-tuk, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. 14 U-bu-ban-nya, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya.

Page 39: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

28

adapun alamat menjadi raja besar terlalu sangat saktinya, insya Allah

ta’ala negeri ini pun akan murah makan makanan dan segala raja-raja yang

gagah berani semuanya takluk pada adinda itu dan sekalian orang takut

akan adinda itu” maka kata Makdam dan Makdim “Hai tuan kadi apakah

alamatnya yang kepada ububan-ububannya15 Jaya Lengkara?” maka ujar

kadi “Adapun alamatnya itulah alamat bulan dan matahari, karena bulan

itu akan membuka segala keji dan matahari itu kan menerangkan segala

alam, itulah alamat adinda itu. Artinya Lengkara Jaya itu terlalu sekali

baiknya” maka kata Makdam dan Makdim “Hai tuan kadi, apakah artinya

maka kata kadi ya tuanku adapun artinya Jaya Lengkara itu suda<h>16

barang dikehendaknya jadi. Dan/9/ Jaya artinya dan lengkara itu yang

tiada dapat oleh orang lain, maka dapat olehnya sebabnya bernama Jaya

Lengkara. Artinya Jaya Lengkara, adapun jika ia hendak berjalan di darat

pun boleh dan jika ia hendak berjalan di laut pun boleh juga degan

karenanya Allah subhanahu wata’ala kepada adinda itu. Maka adinda itu

tiada dapat dilawan orang dan segala jin pun tiada dapat melawan dia”.

Maka Makdam dan Makdim pun segan hatinya mendengarkan kadi

demikian itu sarat ia pulang bermohon kepada kadi. Maka Makdim pun

berkata di tengah jalan itu “Hai kakanda apakah kata kita pada raja

sekarang ini?” maka kata Makdam “Hai adinda, kata itu janganlah

disusahkan kata kadi manda17 tadi adalah kepada aku” maka itupun

berjalanlah mendapatkan ayahanda baginda sarat ia pun sampai kepada

raja dengan tangisnya maka titah raja “Hai anakku, mengapakah engkau

mena/10/ngis sangat ini?” maka sembah Makdam dan Makdim “Ya

tuanku, adapun patik dititah duli tuanku mendapat kadi, maka kata kadi

kepada anakda kedua tadi akan hal duli menyuruh kita bernanyakan alamat

15 U-bu-ban-nya, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. 16 Suda Suda<h> Penambahan huruf agar kata menjadi utuh, bermakna dan tidak rancu. 17 Man-da, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya.

Page 40: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

29

anakda yang baharu jadi itu maka kata kadi kepada anakda kedua tadi

“Adapun alamat adinda yang kepada ububan-ububannya18 Jaya Lengkara

anakda itu besar celakanya padi, beras, segala buah-buahan akan mahal

karena sebab besar celakanya. Dan segala rakyat di dalam negeri pun

banyak mati karena bala besar akan datang kepada negeri ini ya tuanku”

maka patik menangis-nangis karena saudara patik terbesar celakanya itulah

sebab-sebab patik menangisi adinda. Maka baginda medengar samabda

anakda kedua itu, maka bagindapun terlalu masygul sarat dengan

percayaannya.

Hatta beberapa lamanya maka bagindapun berjalan ke rumah Jaya

Lengkara. Maka baginda pun berkata kepada/11/ istrinya tuan Sakanda

Cahaya Rum “Hai adinda bua<h>19 hatiku cermin mataku, adapun anak

kita Jaya Lengkara itu kakanda pinta kepada adinda dahulu” maka sembah

bunda Jaya Lengkara “Iya kakanda, mengapa tuanku bekata demikian

itu?” maka kata raja “Hai adinda, adapun maka kakanda berkata demikian

karena anak kita itu hendak kakanda bunuh karena terlalu amat celakanya

besar sangat, itulah maka kakanda hendak membunuh dia!” maka sembah

bunda Jaya Lengkara “Ya tuanku, adapun jikalau anak hamba ini dibunuh

maka baiklah bunuh dengan hamba sekali-kali!” maka kata raja “Hai

adinda, mengapakah adinda berkata demikian itu?” maka kata bunda Jaya

Lengkara “Ya tuan ku, hamba tiada sampai hati hamba melihat anak

hamba dibunuh itu, karena baik dan jahatnya anak hamba ini sahaja hamba

turut akan” maka raja pun diamlah mendengar kata istrinya. Baginda

itupun mengalah serasa hatinya.

Maka samabda Makdam dan/12/ Makdim “Ya tuan, jikalau demikian

baiklah tuanku, buangkan dia dengan bundanya sekali-kali biarlah segera

tuanku membuangkan dia karena mereka orang yang celaka itu! apakah

18 U-bu-ban-nya, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. 19 Bua bua<h> Penambahan huruf agar kata menjadi utuh, bermakna dan tidak rancu.

Page 41: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

30

gunanya kalau negeri duli tuanku bilanya? karena negeri ini belum lagi

jauh inilah sembah patik dua bersaudara. Jangan anak lagi kecil, jika patik

sudah besar sekalipun jika ada celakanya duli tuanku juga buangkan juga.

Gunanya puluh anak lagi kecil demikian tuanku sayangkan demikian

sembah hamba. Tuanku, mana harga anak tuanku seorang sama dengan

harga rakyat duli tuanku seisi negeri! karena segala raja-raja itu, jikalau

kerasnya seperti raja Sulaiman sekalipun jikalau tiada dengan rakyat

apalah akan gunanya?” maka pikirlah baginda itu sebesar-besarlah seperti

kata anakku itu. Maka baginda pun memanggil mangkubumi menyuruh

membuangkan Jaya Lengkara berdua dengan bundanya.

Hatta maka mangkubumi pun berjalanlah ke dalam hutan rimba dan

padang/13/belantara membawa Jaya Lengkara <ber>dua20 dengan

bundanya itu. Maka kira-kira tujuh hari tujuh malam perjalanan itu

disanalah Jaya Lengkara ditinggalkan dengan bundanya oleh mangkubumi

maka mangkubumi pun <pu>langlah21. Maka Jaya Lengkara pun diamlah

di dalam hutan itu berdua dengan bundanya, maka beberapa lamanya di

dalam hutan itu maka pikir dalam hatinya bunda Jaya Lengkara isyarat

dengan tangisnya bercitakan dirinya. Maka ia pun pikir dalam hatinya

“Adapun aku juga duduk pada tempat ini kalau-kalau ada juga kehendak

raja kepada anaku ini niscaya didapatnya juga aku dan anaku ini, baiklah

aku lari daripaada tempat ini membuangkan diriku.” Serta ia berjalan maka

kira-kira sembilan hari sembilan malam perjalanan itu, maka ia pun

bertemu dengan suatu goa terlalu besar, maka maka di dalam goa itu

terlalu banyak dalamnya seperti harimau rupanya dan ular dan kala maka

semuanya/14/ itupun sujud menyembah kepada bunda Jaya Lengkara.

Maka bunda Jaya Lengkara pun diamlah di sana di dalam goa itu,

maka beberapa lamanya segala peristiwa Jaya Lengkara pun hendak

20 dua <ber>dua <ber-> merupakan perfiks pembentuk verba. Jadi, perlu ditambahkan perfiks <ber->

pada kata dua, karena menyatakan jumlah. 21 langlah <pu>langlah Penambahan huruf agar kata menjadi utuh, bermakna dan tidak rancu.

Page 42: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

31

menyusu pada bundanya tiada berair, maka bundanya pun teteslah air

matanya. Maka kata bundanya “Hai anakku, apalah dayaku akan engkau,

karena aku sudah empat puluh hari empat puluh malam tiada makan dan

tiada minum air, dimanakah ada air susuku!” maka Jaya Lengkara pun

sangatlah menangis mengguling-gulingkan dirinya di atas batu, maka

dengan takdir Allah subhanahu wata’ala maka keluarlah air daripada

sebelah batu itu. Maka bundanya pun heranlah melihat airnya serta

diminumnya oleh bundanya dengan takdir Allah subhanahu wata’ala,

maka Jaya Lengkara pun diberi oleh bunda menyusu. Maka Jaya Lengkara

pun suda pulih rasanya tubuhnya.

Hatta beberapa lamanya, maka Jaya Lengkara/15/ pun besarlah,

tahu bermain-mainan panah di dalam hutan itu sehari-sehari memanah

kambing menjangan, setiap hari bermain-main di dalm hutan tiada lain

pekerjaannya Jaya Lengkara itu.

Hatta beberapa lamanya, maka tersebutlah perkataan raja Ajam

Saukat sepeninggal Jaya Lengkara itu, maka ia pun sakit terlalu sangat.

Tabib di dalam negeri ini dipanggil mengobati raja itu tiada juga

sembuh, makin sangat payahnya raja itu. Maka Makdam dan Makdim

pun sangat masygul akan dirinya, maka ia pun memangil ahli nujum

pun dengan nujumnya serta menggerak-gerakan kepalanya serta

berdatang sembuh. “Ya tuanku, adapun penyakit ayahanda itu terlalu

keras, jika tiada lekas baik penyakit baginda itu, maka menjadi melarat

mata” maka kata Makdam dan Makdim “apalah/16/ akan obatnya

baginda itu?” maka samabda ahli nujum “Ya tuanku, kembang kuma-

kuma putih di puncak gunung Mesir itulah akan obatnya baginda itu,

maka baik penyakitnya baginda itu!” maka Makdam dan Makdim

kembali daripada ahli nujum itu serta menyuruh kan orang mencari

kembang kuma-kuma putih itu. Maka seorangpun tiada beroleh sampai

kepada gunung Mesir itu beberapa lamanya 15 laskasa.22

22 Lak-sa-sa, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan

Page 43: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

32

Maka tersebut perkataan, seorang raja negeri Madinah pun terlalu

sakit penyakitnya. Adapun beberapa lamanya sakit baginda itu beberapa

dukun dan tabib dipanggilkan mengobati baginda itu tiada juga baik,

makin sangat sakitnya. Maka anaknya yang bernama tuan Putri Ratna

Kasina pun sangat masygulnya, orang di dalam Madinah pun sangat

juga/17/masygulnya, karena sekalian rakyat di dalam negeri tiada

mengobatinya baginda itu. Maka anakda tuan putri pun tidur, lalu

bermimpi melihat ada seorang perempuan datang kepada tuan putri

Ratna Kasina, maka kata tuan Putri Ratna Kasina maka kata orang

perempuan tua itu kepada tuan putri Ratna Kasina maka katanya “Ya

tuanku putri Ratna Kasina, adapun kan obatannya ayahanda ini

kembang kuma-kuma putih di puncak gunung Mesir tempatnya, itulah

kan obatnya ayahanda itu maka yang kan daripada ayahanda itu” maka

tuan putri Ratna Kasina pun terlihat daripada tidurnya itu, maka ia lalu

memanggil mangkubumi, maka mangkubumi pun datang mengadap

tuan putri maka kata tuan putri “Hai ninik23 ku mangkubumi, suruhkan

titahku segala rakyat kita mencari kembang kuma-kuma putih itu!”

maka sembah/18/ Mangkubumi “Ya tuanku, dimanakah tempatnya

kuma-kuma putih itu?” maka kata tuan putri Ratna Kasina “Hai ninik,24

aku pun tidak tahu akan tempat kembang kuma-kuma putih itu, karena

aku beralpalah daripada mimpiku juga”

Hatta berapa lamanya mangkubumi menyuruhkan rakyat

beberapa ribu orang berjalan dan berlayar mencari kembang kuma-

kuma putih itu, seorang pun tiada mendapat kembang itu dan lagi pun

orang yang disuruh itu semuanya tiada tahu akan kembang-kembang

itu. Jangankan melihat rupanya kembang itu, mendengarnya pun baharu

inilah. Maka putri Ratna Kasina terlalu kasian kan ayahandanya,

aslinya. 23 Ni-ni-k, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. 24 Ni-ni-k, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya.

Page 44: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

33

baginda dua puluh hari dan dua puluh malam tiada makan dan minum.

Maka pikir tuan putri “Jika aku hidup, sekalipun dengan seorang diriku

apakah gunanya jika ayahku sudah mati. Maka jadi piatulah aku”

Hatta tuan putri Ratna Kasina /19/ pun berjalan dengan segala

rakyat, dan mangkubumi pun mengerahkan rakyat dua ribu orang rakyat

berjalan mengiringkan tuan putri Ratna Kasina itu. Maka beberapa

lamanya naik gunung turun gunung berjalan itu, beberapa lamanya

melalui hutan dan rimba padang, beberapa banyak mati di dalam hutan

itu karna perjalanan itu terlalu jauh. Maka sembah mangkubumi “Ya

tuanku, apalah hal rakyat duli tuanku sekalian ini? beberapa rakyat yang

mati kelaparan dan kepanasan dan letih daripada berjalan terlalu

jauhnya!” maka kata tuan putri Ratna Kasina “Hai tuanku mangkubumi,

jika demikian baiklah tuanku pulanglah, adapun aku ini tidalah aku mau

kan pulang jikalau belum aku beroleh kembang kuma-kuma putih itu

tiada ku balik” maka mangkubumi pun tiadalah mau pulang. Maka tuan

putri pun berjalan dengan mangkubumi dan dan segala rakyat beberapa

lamanya berjalan terlalu lagi panas /20/ dan dahaga air maka tuan putri

Ratna Kasina pun menangis-nangis karena ia ditinggal seorang dirinya,

maka berjalan isyarat dengan tangisnya sebab ia membuat dirinya

berapa lamanya sekira-kira tujuh hari tujuh malam. Maka tuan putri

Ratna Kasina pun bertemulah dengan sebuah goa, maka ia pun masuk

ke dalam goa itu. Adalah dilihatnya ramai <se>ekor25 naga terlalu

besarnya seperti bukit, maka tuan putri pun sangat gemetar tubuhnya

karena takut melihat naga itu. Maka kata naga “Ya tuan putri, janganlah

tuan takut karena hamba ini kebu26 duli tuanku” maka kata tuan putri

“Hai naga, jika demikian minta tolong kepadamu!” maka kata naga “Iya

tuanku, mengapalah duli tuanku bertitah demikian itu kepada patik ini

25 Ekor <se>ekor Penambahan huruf agar kata menjadi utuh, bermakna dan tidak rancu. Penggunaan ‘se’ pada kata ‘ekor’ dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa kata yang dimaksud bukan ekornya tetapi binatangnya. 26 Ka-bu, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya.

Page 45: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

34

karena patik ini hamba kebu27 duli tuanku” maka kata tuan putri “Jika

demikian itu /21/ baiklah hai naga, adapun aku ini datang kepadamu

karena aku hendak mencari kembang kuma-kuma putih akan obat

ayahku sakit!” maka sembah naga “Ya tuanku hendak kan kembang

kuma-kuma putih itu, insya Allah ta’ala duli tuanku peroleh juga

dengan barakat tuanku Jaya Lengkara” maka pikir tuan putri dalam

hatinya juga maka katanya “Siapa gerangan yang bernama Jaya

Lengkara itu?” maka kata naga “Ya tuanku, diam juga tuanku dahulu

disini karena tuanku hendak mengambil kembang kuma-kuma itu”

maka kata tuan putri “Apakah kerjaku diam disini?” maka sembah naga

“Disini juga dahulu, karena ada seorang laki-laki yang bernama Jaya

Lengkara inilah yang boleh mendapat kembang kuma-kuma putih itu,

Ya tuanku nanti juga dahulu, manakala datang ia kemari disanalah

tuanku turut bersama-sama berjalan mengambil kuma-kuma putih itu”

maka tuan putri Kasina pun diamlah di dalam mulut naga itu menanti

datang Jaya Lengkara itulah adanya.

Alkisah, maka tersebutlah perkataan/22/ Makdam dan Makdim

beberapa lamanya menyuruhkan rakyatnya, maka tiada juga sampai

kepada gunung itu maka kata Makdam dan Makdim “Hai adinda,

marilah kita berjalan!” maka Makdam dengan Makdim pun berjalanlah

ke dalam hutan. Maka berlamanya berjalan itu, maka ia pun bertemu

dengan Jaya Lengkara di dalam hutan itu, maka didapatnya Jaya

Lengkara lagi bermain panah-panahan kijang dan menjangan, maka

tanya “Hai orang muda, orang manakah tuan hamba ini?” maka kata

Jaya Lengkara “Hamba orang hutan, maka diam di dalam hutan inilah”

maka ujar Makdam dan Makdim “Hai orang muda, jika tuan hamba

diam di dalam hutan ini, mintalah air hamba ini telalu dahaga” maka

kata Jaya Lengkara “Marilah kita pada tempat hamba diam” maka ia

masuklah goa itu mengambil air di dalam kendi, maka [maka] Makdam

27 Ka-bu, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya.

Page 46: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

35

dan Makdim pun heranlah melihat goa itu, maka Jaya Lengkara pun

keluarlah serta memberikan kendi itu/23/ kepada Makdam dan Makdim,

maka disambut oleh Makdam dan Makdim kendi itu lalu diminumnya

oleh Makdam dan Makdim. Maka kata Jaya Lengkara “Hai bundaku

mintalah anakda sayur” maka bundanya Jaya Lengkara membawa sayur

di dalam bokor. Maka [maka] ia melihat Makdam dan Makdim, maka

katanya “Dari manakah anakku datang ini dan hendak kemanakah

anaku ini?” maka sembah Makdam dan Makdim “Hai ibuku, adapun

hamba datang ini hendak mencari kembang kuma-kuma putih itu” maka

kata bunda Jaya Lengkara “Hai anakku, apalah gunanya kembang

kuma-kuma putih itu? maka sembah Makdam dan Makdim “Ya tuanku,

akan obat sri paduka baginda sakit terlalu sangat, karena empat puluh

hari tiada makan dan tiada minum air. Maka sebab inilah mulanya maka

patik dua bersaudara datang kemari ini” maka kata Jaya Lengkara “Hai

ibuku, jika demikian hamba ini [ini] anak raja manakah?” maka kata

bundanya “Hai anakku, adapun anakku ini anak raja di negeri Ajam

Saukat” maka kata Jaya Lengkara/24/ “Hai ibuku, apalah mulanya

maka kita ke dalam hutan ini?” maka kata ibunya pun diam tiada mau

berkata lagi karena takut akan Jaya Lengkara marah akan saudaranya

Makdam dan Makdim.

Maka saudaranya dua itu pun heran melihat rupa Jaya Lengkara

karena rupanya Jaya Lengkara itu terlalu sekali elok parasnya elok

parasnya seperti bulan empat belas hari goa tiga cuci.28 Maka Makdam

dan Makdim pun sujud pada kakinya Jaya Lengkara, maka kata “Hai

ibuku, orang ini kenapalah? maka kata ibunya “Hai anakku, inilah

saudaramu yang bernama Makdam yang muda inilah saudaramu yang

bernama Makdam yang muda inilah bernama Makdim anak raja Ajam

Saukat <da>ri istrinya yang muda. Karena ia hendak mencari kembang

kuma-kuma putih akan obat ayahandamu sakit, maka kata Jaya

28 Go-a-ti-ga-cu-ci, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya.

Page 47: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

36

Lengkara “Jikalau demikian hai kakanda Makdam dan Makdim,

dimanakah tempat kembang itu?” maka kata Makdam dan Makdim

“Hai saudaraku karena kakanda pun tiada juga tahu akan tempat

kembang kuma-kuma putih/25/ itu” maka kata Makdim “Adapun dalam

kira-kira kakanda kedua, jikalau lain daripada adinda mencari kembang

itu, tiada dapat mengambil kembang itu” maka kata Jaya Lengkara

“Marilah kita mencari kembang kuma-kuma putih itu!” maka Makdam

dan Makdim pun terlalu suka hatinya mendengar kata Jaya Lengkara

demikian itu. Makdam dan Makdim “Hai adinda, marilah kita berjalan

mencari lekas-lekas sekarang ini juga!” maka kata Jaya Lengkara “Hai

kakanda tunggu dahulu, karena ibu hamba lagi hendak menjamu

kakanda makan dan minum tujuh hari tujuh malam” maka Makdam dan

Makdim pun menanti jua beberapa lamanya makan dan minum yang

amatlah nikmatnya jua rasanya maka Makdam dan Makdim pun terlalu

suka hatinya dijamu oleh saudaranya itu. Maka setelah sudah makan

dan minum itu, maka kata Makdam dan Makdim “Hai adinda, baiklah

kita lekas berjalan mencari kembang kuma-kuma putih itu!” maka kata

Jaya Lengkara “Alhamduli ‘l-lahi rabbil ‘alamin” maka pikir

Makdam/26/ dan Makdim dimana gerangan dia beroleh makanan di

dalam hutan ini seperti makan makanan raja di dalam negeri rupanya.

Maka Jaya Lengkara pun berjalan tiga bersaudara, maka bundanya

diringgalkanlah seorang dirinya di dalam hutan itu.

Beberapa lamanya berjalan itu, berapa melalui gunung turun

gunung, melalui rimba padang, maka Makdam dan Makdim pun terlalu

letih serta ia berkata “Hai adinda, adapun hamba ini sangat dahaga

hendak minum air” maka Jaya Lengkara pun mencari akan kakanda air

ke sana ke sini maka tiada juga mendapat air barang sedikit pun tiada

juga beroleh. Maka Makdam dan Makdim pun tiada sadar dibawah

pohon kayu beringin terlalu besarnya, maka dilihat oleh Jaya Lengkara

Makdam dan Makdim itu tidur seperti orang mati rupanya. Maka Jaya

Lengkara pun naik ke atas pokok beringin itu, maka ditotoknya pucuk

Page 48: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

37

beringin itu maka dengan takdir Allah subhanahu wa ta’ala maka

keluarlah air seperti air pancoran dari/27/ pucuk beringin itu. Maka

Jaya Lengkara pun membangunkan saudaranya, maka katanya “Hai

kakanda bangunlah minum air” Makdam dan Makdim pun terkejutlah

daripada tidurnya, serta dilihat oleh Makdam dan Makdim itu pun

heranlah melihat hikmat Jaya Lengkara itu, maka Makdam dan Makdim

pun minumlah air itu, maka baharulah sadar tubuhnya.

Maka tiada berapa lama Jaya Lengkara pun berjalanlah dengan

Makdam dan Makdim maka sekira-kira tiga hari tiga malam

perjalanannya itu. Maka bertemu dengan raksa dan harimau, maka

Makdam dan Makdim sangat gemetar tubuhnya serta berlindung

disamping Jaya Lengkara maka katanya “Hai adinda, hidup-hiduplah

nyawa kakanda dua ini” serta dengan tangisnya, maka Jaya Lengkara

“Hai kakanda janganlah takut, karena sudah adad kita anak laki-laki”

maka Makdam dan Makdim pun menangislah makin sangat menangis,

maka ujar Jaya Lengkara “Hai raksa dan harimau, baiklah engkau pergi

dari sini karena kakanda ini sangat melihat engkau” maka kata raksa

dan harimau “Ya tuanku Jaya/28/ Lengkara, hamba ini sahaja hendak

mengiringkan duli tuanku berjalan pada tempat kuma-kuma putih itu”

maka kata Jaya Lengkara “Hai harimau dan raksa, apakah salahnya jika

aku sendiri ini, karenaku dengan kakanda kedua sangat takutnya

kepadamu” maka raksa pun lari serta harimau. Maka Makdam dan

Makdim pun diamlah, maka ia pun baharu berjalan bersama-sama tiga

orang dengan Jaya Lengkara. Beberapa lamanya berjalan itu maka ia

pun bertemu dengan suatu goa tempat naga goa itu, maka kata Jaya

Lengkara “Marilah kita masuk ke dalam goa itu!” maka kata Makdam

dan Makdim “Hai adinda, janganlah kita masuk ke dalam goa ini karena

sangat takut cahaya ini, karena siapa tahu barangkali ada harimau dan

raksa atau ular dan kala kah!” maka Jaya Lengkara pun masuk juga

seorang ke dalam goa itu dengan seorang dirinya, maka iapun melihat

Page 49: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

38

ada seekor naga terlalu besar maka mulutnya terngiang-ngiang, maka

dilihat oleh Jaya Lengkara ada perempuan terlalu elok parasnya.

Alkisah maka tersebut perkataan tuan putri Ratna Kasina pun

terlalu suka hatinya melihat Jaya Lengkara dating. Maka kata naga “Ya

tuanku Jaya Lengkara, marilah duduk dengan putri ini!” maka kata tuan

putri/29/ “Hai naga, siapakah laki-laki itu?” maka kata naga “Ya tuan

putri Ratna Kasina, inilah laki-laki yang dapat mengambil kembang

kuma-kuma putih itu!” maka kata tuan putri Ratna Kasina “Jika

demikian, itu rupanya laki-laki yang bernama Jaya Lengkara?” maka

sahut naga “Iya tuan putri, inilah Jaya Lengkara anak raja Ajam

Saukat”. Maka tuan putri pun sukalah hatinya karena dalam pikirnya

tuan putri “Adapun kata naga dahulu kepada aku, apabila datang Jaya

Lengkara aku mengikut kepadanya maka sekarang Jaya Lengkara sudah

datang insya Allah subhanahu wata’ala lekaslah rupanya aku

mengambil kembang kuma-kuma itu” maka Jaya Lengkara pun pula

berkata-kata kepada naga “Hai naga, siapakah nama perempuan ini dan

manakah negerinya perempuan ini?” maka sembah naga “Ya tuanku,

inilah yang bernama tuan putri Ratna Kasina anak Raja negeri Madinah

hendak mengambil kembang kuma-kuma putih itu juga” maka pikir

Jaya Lengkara dalam hatinya “Tuan putri perempuan lagi hendak

mengambil kembang kuma-kuma juga” konon aku anak laki2 ujar Jaya

Lengkara “Hai naga, dimanakah tempat kembang itu?” maka ujar naga

“Ya tuanku, adapun kembang kuma-kuma putih itu pada puncak

gunung Mesir,/30/ disanalah tempatnya” maka kata Jaya Lengkara

“Marilah kita berjalan kesana!” maka kata tuan putri “Ya kakanda,

nantilah dahulu hamba hendak berbuat makanan-makanan”

Hatta beberapa lamanya, maka Jaya Lengkara pun keluar dari

dalam gua itu maka kata naga “Ya tuanku, adapun kucing kucing hitam

putih kedua itu akan mengawali tuan putri. Jikalau ada orang hendak

jahat kepada tuan putri ini, maka kucing kedua itu menjaga dia”. Maka

Jaya Lengkara pun keluar dari dalam gua itu serta dengan tuan putri dan

Page 50: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

39

kucing dua ekor. Naga Guna demikianlah nama naga penunggu gua itu,

menyambut mereka dengan baik dan membawa mereka ke puncak

gunung itu. Naga itu menerangkan bahwa kembang kumkuma itu

baharulah timbul bila air pasang, karena gunung itu adalah pusat laut.

Untuk sementara itu, naga itu ingin tidur dulu empat puluh hari lamanya

naga itu tidur. Makdam dan Makdim tidak sabar lagi dan mendesak

Jaya Lengkara menyuruh Putri Ratna Kasina mengambil bunga itu, bila

disentuh saja, bunga itu sudah berakar di telapak tangan putri Ratna

Kasina, tetapi tidak berhasil. Jaya lengkara sendiri hanya dapat

mengambil daunnya saja, baharu saja diambil sehelai daun bunga itu, ia

sudah ditolak oleh Makdam dan Makdim ke laut. Hanya dengan

berpegang dan bergantung pada daun itu Jaya Lengkara dapat

menyelamatkan nyawa. Bila naga itu bangun dari tidurnya, ia mengirim

dua ekor kucingnya pergi mencari Jaya Lengkara.

/31/Tersebutlah Putri Ratna Gemala anak raja Mesir juga

bermimpi tentang bunga ini, dia bersumpah tiada akan makan dan

minum kalau ia tiada mendapatkan bunga itu. Dalam pada itu Putri

Ratna Dewi anak raja Peringgi juga bermimpi tentang bunga ajaib ini

dan ingin memilikinya, ayahandanya raja Peringgi mengirim dua orang

menteri pergi mencari bunga itu. Seorang menteri pergi menipu raja

Mesir dan seorang lagi berangkat ke puncak gunung Mesir. Menteri

yang dikirim ke puncak gunung Mesir itu bertemu dengan Makdam dan

Makdim beserta Putri Ratna Kasina dan menangkap mereka, Makdam

daan Makdim pun dipenjarakan. Naga Guna menyelamatkan Jaya

Lengkara bersama-sama mereka pergi ke negeri Peringgi. Dengan

bantuan raja jin, ia membebaskan Makdam dan Makdim dari penjara.

Ratna Kasina dan Ratna Dewi menerangkan siapa Jaya Lengkara

sebenarnya, jamuan makan lalu diadakan. Jaya Lengkara menganjurkan

supaya Ratna Dewi dikawinkan dengan Makdam. Bunga kuma-kuma

juga sudah diperolehnya, mangkubumi Mesir mencoba mengambil

bunga itu dari Jaya Lengkara tapi gagal. Jaya Lengkara mengampuni

Page 51: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

40

dia, bila mendengar sebab-sabab ia ingin mendapatkan bunga itu. Jaya

Lengkara pergi ke negeri Mesir dan memohon supaya Putri Ratna

Gemala dikawinkan dengan Makdim, permohonannya diterima dengan

baik oleh raja Mesir. Bersama-sama dengan Ratna Kasina Jaya

Lengkara berangkat ke negeri Ajam Saukat dan menyembuhkan

penyakit raja yang tiada lain adalah ayahandanya. Selang berapa

lamanya Jaya Lengkara kembali ke hutan mencari bundanya, Ratna

Kasina menyusul tidak lama kemudian karena tiada tahan diganggu

oleh Makdam dan Makdim yang sudah kembali ke negeri Ajam Saukat.

Karena berahi mereka akan Putri Ratna Kasina, Makdam dan Makdim

mencoba membunuh Jaya Lengkara, naga Guna menyelamatkan dan

membawanya bersama-sama dengan Putri Ratna Kasina ke negeri

Madinah. Raja Madinah sangat bergembira, Jaya Lengkara dikawinkan

dengan Putri Ratna Kasina, raja Madina sendiri juga kawin dengan

bunda Jaya Lengkara.

Hatta beberapa lamanya Jaya Lengkara menjadi raja Madinah.

Adapun tatkala Jaya Lengkara menjadi raja, negeri Madinah pun terlalu

makmur dan besar kerajaannya, segala raja besar mengantar upeti ke

Madinah setiap tahun.

Page 52: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

41

BAB IV

HIKAYAT JAYA LENGKARA

DAN NILAI-NILAI MORAL

A. Sinopsis Hikayat Jaya Lengkara

Alkisah ada seorang raja bernama Saiful Muluk dan nama

kerajaannya Ajam Saukat. Sang raja mempunyai seorang istri bernama

Putri Sakanda Cahaya Rum. Karena sudah lama menikah tetapi belum

mempunyai seorang anak, akhirnya sang raja menikah kembali dengan

Putri Sakanda Bayang-bayang serta dikaruniai anak kembar bernama

Makdam dan Makdim. Putri Sakanda Cahaya Rum pun gelisah karena ia

sudah tidak dipedulikan lagi oleh raja. Kemudian ia berdoa kepada Allah

SWT agar dikaruniai seorang anak dan Allah pun mengabulkan doanya.

Akhirnya Ia pun melahirkan seorang anak bernama Jaya Lengkara.

Ketika Jaya Lengkara lahir, negeri menjadi makmur dan sentosa.

Sampai-sampai raja pun heran dan menyuruh anaknya Makdam dan

Makdim untuk meramalkan nasib Jaya Lengkara kepada seorang kadi.

Kadi itu pun meramalkan bahwa kelak Jaya Lengkara akan menjadi raja

segala raja, sakti mandraguna, serta tidak ada seorangpun yang akan dapat

mengalahkannya baik dari golongan jin dan manusia. Makdam dan

Makdim pun kecewa mendengar hasil ramalan Jaya Lengkara, mereka pun

berdusta kepada ayahandanya dengan memutarbalikan fakta dan

mengatakan bahwa kelak Jaya Lengkara akan mendatangkan malapetaka

yang akan menyebabkan negeri akan binasa. Raja pun mengasingkan Jaya

Lengkara beserta ibunya ke dalam hutan belantara.

Di dalam hutan belantara, Jaya Lengkara bersama ibunya tinggal di

dalam gua. Suatu ketika Jaya Lengkara kehausan dan ingin menyusu

kepada ibunya, tetapi apalah daya karena ibunya sudah berhari-hari tidak

makan dan minum maka ia pun tidak bisa menyusui Jaya Lengkara. Jaya

Lengkara pun menangis lalu berguling-guling di atas tanah. Dengan izin

Page 53: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

42

Allah, keluarlah air memancar dari tanah dan ibunya pun langsung

meminum air tersebut sehingga ia dapat menyusui Jaya Lengkara. Jaya

Lengkara tumbuh berkembang menjadi dewasa dengan banyak keahlian

yang dimiliknya.

Suatu ketika terdengar kabar bahwa Raja Saiful Muluk menderita

sakit parah dan obat yang akan menyembuhkannya adalah kembang kuma-

kuma yang ada di puncak gunung Mesir. Makdam dan Makdim pun

mencari kembang itu. Dalam perjalanan mereka bertemu dengan Jaya

Lengkara dan ibunya di hutan. Jaya lengkara memutuskan untuk mencari

kembang kuma-kuma itu bersama saudara tirinya Makdam dan Makdim.

Aral dan rintangan menghampiri mereka dalam perjalanan mencari

kembang kuma-kuma. Sampai suatu ketika mereka bertemu Putri Ratna

Kasina di sebuah goa yang terdapat naga di dalamnya. Ternyata putri itu

pun mempunyai motif yang sama yaitu ingin mencari kembang kuma-

kuma untuk obat ayahnya yang sedang sakit. Bukan hanya itu, ternyata

banyak juga orang yang ingin memiliki kembang ajaib itu diantaranya

Putri Ratna Gemala anak Raja Mesir dan Putri Ratna Dewi anak Raja

Peringgi.

Alkisah, akhirnya Jaya Lengkara pun mendapatkan kembang

kuma-kuma itu di puncak gunung Mesir. Makdam dan Makdim mencoba

untuk membunuh Jaya Lengkara dengan membuangnya ke laut namun

rencananya gagal, Jaya Lengkara berhasil diselamatkan oleh seekor naga.

Jaya Lengkara pun pergi ke kerajaan Ajam Saukat untuk mengobati

ayahnya, kemudian ia pergi ke Madinah bersama Putri Ratna Kasina untuk

mengobati Raja Madinah. Jaya Lengkara pun dinikahkan dengan Putri

Ratna Kasina oleh Raja Madinah yang tiada lain adalah bapaknya. Jaya

Lengkara pun menjadi raja segala raja yang hidup bahagia, rakyatnya

hidup makmur, sentosa, aman, dan sejahtera.

Page 54: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

43

B. Unsur Instrinsik Hikayat Jaya Lengkara

1. Tema

Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam

pengalaman manusia atau sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman

begitu diingat.1

Stanton dan Kenny mengungkapkan, tema (theme) adalah

makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Eksistensi tema sangat

bergantung pada unsur-unsur lain seperti tokoh, plot, latar, alur, dan

sebagainya yang bertugas mendukung dan menampaikan tema.

Sehingga tema sebuah cerita tidak mungkin disampaikan secara

langsung melainkan secara implisit.2

Tema yang diangkat dalam Hikayat Jaya Lengkara adalah

keserakahan manusia terhadap harta, tahta dan wanita. Manusia

merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan

makhluk Tuhan lainnya, mengapa demikian karena setiap manusia yang

lahir ke dunia dianugrahi nafsu dan akal yang harus selalu

berdampingan dan jangan sampai berseberangan antara satu sama

lainnya. Apabila nafsu lebih dominan daripada akal maka akan

menjadikan manusia menjadi serakah. Serakah merupakan sifat tercela

yang ada pada diri manusia yang dapat menyebabkan sifat-sifat buruk

lainnya seperti bohong, fitnah, hasud, dan sebagainya. Orang yang

serakah akan melegalkan segala cara dan mengorbankan apapun demi

mendapatkan apa yang dia inginkan. Tidak peduli apakah yang

dikorbankannya itu kehormatan, nama baik, atau nyawa orang lain.

2. Alur

Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa dalam

sebuah cerita.3 Alur atau plot juga dapat diartikan sebagai struktur

peristiwa-peristiwa dalam karya fiksi. Pengurutan dan penyajian

1 Robert Stanton, Teori Fiksi, Terjemahan dari An Introduction to Fiction oleh

Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), Cet. I, h. 36. 2 Nurgiantoro, op.cit., h. 67. 3 Stanton,op. cit., h. 26.

Page 55: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

44

berbagai peristiwa tersebut adalah untuk mencapai efek emosional dan

efek artistik tertentu.

Plot is the sequence of events and actions in a literary work. The structure of plot is the pattern formed by the events and actions in a literary work. Traditional element of structure are introduction,complications, climax, and conclusion.4 Plot merupakan sebuah rangkaian peristiwa dan kegiatan dalam

sebuah karya sastra. Struktur dari plot membentuk pola-pola peristiwa

dan kegiatan dalam sebuah karya sastra. unsur dasar plot adalah

pengenalan, konflik, puncak konflik, dan kesimpulan.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat digambarkan bahwa plot

merupakan rangkaian peristiwa yang ada dalam sebuah karya sastra.

Rangkaian-rangkaian peristiwa tersebut saling berhubungan sehingga

membentuk sebuah pola yang terdiri dari pengenalan, konflik, puncak

konflik, dan penyelesaian konflik.

Menurut konvensi yang berlaku dalam pengaluran cerita pada

sastra lama, cerita diawali dengan penyampaian pujian atau

penghormatan kepada orang yang lebih dahulu ada di dalam hubungan

dengan cerita yang disalin atau dibawakan itu. Setelah itu tidak lupa

pengarang memohon kekuatan dan petunjuk dari Yang Mahakuasa,

Nabi, dan para Sahabat agar selamat sempurna pekerjaan mengarang

yang dilakukannya itu.5 Dalam Hikayat Jaya Lengkara dimulai dengan

“Wa bihi nasta’inu billahi ‘ala ini hikayat”.

Alur yang digunakan dalam Hikayat Jaya Lengkara adalah alur

maju. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hikayat ini berturut-turut

menceritakan peristiwa yang dialami Jaya Lengkara. Cerita dimulai dari

kelahiran Jaya Lengkara di lingkungan kerajaan yang penuh suka cita,

dikatakan demikian karena kelahiraannya sudah ditunggu-tunggu sejak

lama oleh bundanya. Namun ketika sudah lahir di dunia, ia dan

4 Judith A. Stanford, Responding to Literature, (New York: Mc Graw Hill, 2006), p. 31. 5 Panuti Sudjiman, Filologi Melayu, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), h. 38.

Page 56: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

45

bundanya harus rela terusir dari lingkungan kerajaan dan diasingkan ke

dalam hutan karena dianggap berbahaya dan membawa malapetaka.

Jaya Lengkara tumbuh berkembang menjadi anak yang luar

biasa hebatnya yang mempunyai banyak keahlian. Sampai suatu ketika

ia bertemu dengan saudaranya Makdam dan Makdim yang telah

menyebabkan ia dan ibunya diasingkan di dalam hutan. Mereka pun

pergi mencari kembang kumakuma untuk Ayahnya yang sedang sakit

parah dan di perjalanan mereka bertemu dengan Putri Ratna Kasina

yang juga sedang mencari kembang kumakuma itu untuk ayahnya.

Konflik terjadi ketika Jaya Lengkara yang telah susah payah

mendapatkan kembang kumakuma itu mau dibunuh oleh Makdam dan

Makdim dengan melemparkannya ke laut, tetapi ia masih bisa selamat.

Ternyata tidak hanya Jaya Lengkara dan Putri Ratna Kasina saja yang

ingin mendapatkan bunga itu, tetapi Putri Ratna Dewi dan Putri Ratna

Gemala pun menginginkannya. Akhirnya kembang kumakuma itu

menjadi bahan rebutan.

Dengan keahliannya dan dengan bantuan naga, akhirnya Jaya

Lengkara dapat mendapatkan kembali kembang kumakuma tersebut. Ia

pun berhasil menyembuhkan ayahnya. Ia pun berhasil membebaskan

Makdam, Makdim, dan Putri Ratna Kasina. Keserakahan Makdam dan

Makdim belum berhenti, mereka pun ingin membunuh Jaya Lengkara

untuk yang kesekian kalinya, namun tetap gagal.

Pada akhir cerita, Jaya Lengkara menikah dengan Putri Ratna

Kasina yang cantik jelita anak Raja negeri Madinah dan ia pun menjadi

Raja segala raja.

Cerita biasanya berakhir dengan happy end, sesuai dengan

sifatnya yang didaktis, akhir yang menggembirakan itu membuktikan

bahwa protagonis dengan sifat-sifatnya yang harus diteladani itulah

yang menang.6 Akhir cerita Hikayat Jaya Lengkara ini berakhir dengan

kemenangan Jaya Lengkara yang dalam kisah ini menjadi simbol

6 Ibid., h. 40.

Page 57: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

46

kebaikan dalam melawan keserakahan dan kezaliman terhadap dirinya

semenjak dari kecil sampai dewasa yang menimpa dirinya dan ibunya.

Sejatinya, kejahatan dan kezaliman sampai kapan pun tidak akan pernah

menang melawan kebaikan.

Pemaparan alur dalam hikayat ini dapat digambarkan sebagai

berikut.

3

1 2 4 5

Keterangan

1. Pengenalan

Pengenalan tokoh Jaya Lengkara dan tokoh-tokoh lainnya

2. Konflik

Konflik diawali dengan pengusiran Jaya Lengkara dan Ibunya dari

kerajaan karena difitnah oleh Makdam dan Makdim

3. Klimaks

Percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh Makdam dan Makdim

terhadap Jaya Lengkara dan perebutan kembang kumakuma oleh

Makdam, Makdim, Putri Ratna Kasina, Putri Ratna Dewi, dan Putri

Ratna Gemala.

4. Peleraian

Jaya Lengkara mendapatkan kembali kembang kumakuma yang

telah diperebutkan dan berhasil mengobati ayahnya yang sedang

sakit parah.

5. Penyelesaian

Jaya Lengkara menikah dengan Putri Ratna Kasina anak Raja negeri

Madinah, kemudian menjadi Raja segala raja yang hidup bahagia,

sejahtera, dan sentosa.

Page 58: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

47

3. Tokoh dan Penokohan

Abrams mengungkapkan, tokoh cerita adalah orang-orang yang

ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca

ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu seperti

yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam

tindakan. Sementara itu Jones mengungkapkan, penokohan adalah

pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan

dalam sebuah cerita. 7

Mengingat karya sastra lama pada umumnya bersifat didaktis,

tokoh-tokoh sentralnya ditampilkan sebagai tokoh datar sehingga jelas

benar tokoh mana dan sifat-sifat yang bagaimana yang perlu diteladani

“putih” dan yang mana tokoh durjana “hitam” dengan sifat-sifatnya

yang tidak terpuji.

Penokohan pun menggunakan metode diskursif/perian yang

dengan jelas melukiskan baik penampilan fisik maupun pengalaman

emosional sang tokoh.8

Tokoh-tokoh dalam Hikayat Jaya Lengkara adalah:

a. Jaya Lengkara

Jaya Lengkara merupakan tokoh utama yang juga namanya

menjadi judul dalam hikayat ini. Citra tokoh utama, asal-usul dan

pengalamannya dikatkan dengan berbagai mitos, seperti saat

kelahiran dan kematian yang dibarengi oleh peristiwa alam yang luar

biasa seperti matahari dan bulan yang berdekatan, kilat yang

menyilaukan, atau bunyi guntur yang menggelegar. Ia diberi ciri

fisik yang sesuai dengan sifat keteladanannya, serta tabiat dan

tindakan yang terpuji.9

Jaya Lengkara digambarkan sebagai pribadi yang luar biasa

tampan elok rupawan. Hal itu terlihat dari kutipan berikut:

7 Nurgiantoro, op.cit., h. 165. 8 Sudjiman, op.cit., h. 32. 9 Ibid., h. 33.

Page 59: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

48

…seorang laki-laki yang elo<k> rupanya gemang

gemilang seperti bulan purnama empat belas hari goa tiga cuci cahaya muka dan lagi suatu alamat pada mukanya seperti kandil yang terang kepada malam, demikianlah alamat yang di kepalanya itu. Tatkala baginda itu jadi, bulan dan mataharipun berdekat.10

Selain itu Jaya Lengkara juga digambarkan sebagai orang

yang sakti mandraguna, seperti yang terlihat dalam kutipan berikut:

adapun jika ia hendak berjalan di darat pun boleh dan

jika ia hendak berjalan di laut pun boleh juga dengan karenanya Allah subhanahu wata’ala kepada adinda itu maka adinda itu tiada dapat dilawan orang dan segala jin pun tiada dapat melawan dia[nya].11

Jaya Lengkara pun naik ke atas pokok beringin itu,

maka ditotoknya pucuk beringin itu maka dengan takdir Allah subhanahu wa taala maka keluarlah air seperti air pancoran dari/27/pucuk beringin itu12

Jaya Lengkara juga merupakan sosok yang baik hati dan suka

membantu sesama, seperti yang tersirat dalam kutipan berikut:

10 Hikayat Jaya Lengkara, h. 3. 11 Ibid., h. 9. 12 Ibid., h. 26.

Page 60: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

49

Jaya Lengkara pun mencari akan kakanda air ke sana

kesini maka tiada juga mendapat air barang sedikit pun tiada juga beroleh13

Selain itu Jaya Lengkara juga merupakan seorang yang

pemberani dan pemaaf, sebagaimana terlihat dari kutipan berikut:

maka <kata> Jaya Lengkara “Hai kakanda, janganlah takut karena sudah adad kita anak laki-laki”14

Sebagai tokoh utama, Jaya Lengkara mendapatkan citra yang

istimewa, yang tiada tara, yang hanya ada pada dirinya.

Keistimewaan yang tiada tara terungkap baik dalam fisiknya maupun

dalam sikap dan perilakunya. Dalam hal fisiknya dinyatakan bahwa

parasnya “terlalu elok”, mukanya “seperti cahaya bulan empat belas

hari (bulan purnama). Keunggulan dan kehebatan Jaya Lengkara

diungkapkan secara ekstensif adalah keberaniannya yang dibarengi

dengan keperkasaan dan kegagahannya.

b. Raja Saiful Muluk

Raja Saiful Muluk merupakan ayah Jaya Lengkara. Pada

dasarnya ia merupakan raja yang adil, akan tetapi tidak sabar dan

mudah terprovokasi. Sebagaimana yang terlihat dalam kutipan

berikut:

seorang raja terlalu besar kerajaannya lengkap dengan hulubalang menterinya, sangat adil hukumnya dan daripada fakir dan miskin15

13 Ibid., h. 26. 14 Ibid., h. 27. 15 Ibid., h. 1.

Page 61: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

50

baginda itu raja meski akan tetapi baginda itu tiada

beranak barang seorang maka itu sebab baginda terlalu masygul rasa hatinya hendak beranak, maka tiada juga diberi Allah subhanahu wata’ala dengan anak maka raja itu pun pikir dalam hatinya/2/ beristri seorang lagi bernama Tuan Putri Sakanda Cahaya Bayang-bayang.16

Maka baginda mendengar sa[ma]bda anakda kedua

itu maka bagindapun terlalu masygul sarat dengan percayaannya.17

maka pikirlah baginda itu sebesar-besarlah seperti

kata anakku itu, maka baginda pun memanggil mangkubumi menyuruh membuangkan Jaya Lengkara berdua dengan bundanya.18

Sebagai seorang raja, Raja Saiful Muluk belum dapat

dikategorikan sebagai raja yang bijaksana karena ia tidak sabar

dalam menghadapi permasalahan serta mudah sekali terprovokasi

dengan fitnah dan hasutan orang lain. Sebagai pemimpin tertinggi

seharusnya ia mampu menimbangkan kembali setiap informasi yang

ia dapatkan sebelum mengambil keputusan.

16 Ibid., h. 1-2. 17 Ibid., h. 10. 18 Ibid., h. 12.

Page 62: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

51

c. Putri Sakanda Cahaya Rum

Putri Sakanda Rum merupakan ibu Jaya Lengkara yang

digambarkan sebagai sosok yang sabar dan penyayang. Hal itu dapat

dilihat dalam kutipan berikut:

Tuan Putri Sa<ka>nda Cahaya Rum tahulah akan dirinya sebab tiada beranak maka tiada lagi dikasihani baginda seperti dahulu, maka tuan putri Sakanda Cahaya bermohon do’a kepada Allah subhanahu wata’ala demikian bunyinya “Ya Rabbi Yaa Sayyidi Ya Maulaaya Tuhanku berapalah kiranya hambamu beranak barang seorang saja”, demikianlah pintanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala.Maka tiada juga beberapa lamanya tuan putri minta do’a dia kepada Allah subhanahu /3/ wata’ala, dia pun hamil lah.19

maka sembah bunda Jaya Lengkara “Ya Tuanku,

adapun jikalau anak hamba ini dibunuh maka baiklah bunuh dengan hamba sekali-kali”

maka kata bunda Jaya Lengkara “Ya Tuan ku, hamba tiada sampai hati hamba melihat anak hamba dibunuh itu karena baik dan jahatnya anak hamba ini sahaja hamba turut akan.”20

Selain itu, Putri Sakanda Cahaya Rum juga merupakan

seorang yang tidak pendendam dan pandai menyimpan rahasia, serta

sangat menghormati tamunya meskipun tamunya itu adalah orang

19 Ibid., h. 2. 20 Ibid., h. 11.

Page 63: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

52

yang menzaliminya dan anaknya. Sebagaimana yang terdapat dalam

kutipan berikut:

kata Jaya Lengkara/24/”Hai ibuku, apalah mulanya

maka kita ke dalam hutan ini?” maka kata ibunya pun diam tiada mau berkata lagi karena takut akan Jaya Lengkara marah akan saudaranya Makdam dan Makdim.21

kata Jaya Lengkara “Hai kakanda <ben>tar juga

dahulu karena ibu hamba lagi hendak menjamu kakanda makan dan minum tujuh hari tujuh malam”22

d. Putri Sakanda Cahaya Bayang Bayang

Putri Sakanda Bayang Bayang merupakan istri kedua raja

Saiful Muluk, ibundanya Makdam dan Makdim. Dalam Hikayat

Jaya Lengkara tidak banyak yang diceritakan mengenai dirinya jadi

tidak tergambar karakternya.

e. Makdam dan Makdim

Makdam dan Makdim merupakan saudara tiri Jaya Lengkara.

Dalam Hikayat Jaya Lengkara, tokoh Makdam dan Makdim hampir

selalu diceritakan beriringan, jadi dapat dikatakan karakter mereka

pun hampir sama. Tokoh ini mempunyai sifat licik yang suka

menghasud, memfitnah, dan berbohong. Sebagaimana yang

tergambar dalam kutipan berikut ini:

21 Ibid., h. 24. 22 Ibid., h. 25.

Page 64: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

53

maka itupun berjalanlah mendapatkan ayahanda

baginda serta ia pun sampai kepada raja dengan tangisnya, maka titah raja “Hai anakku mengapakah engkau mena /10/ ngis sangat ini?” maka sembah Makdam dan Makdim “Ya Tuanku, adapun patik dia titah duli tuanku mendapat kadi, maka kata kadi kepada patik kedua tadi akan hal duli menyuruh kita bernanyakan alamat anakda yang baharu jadi itu maka kata kadi kepada patik kedua tadi “Adapun alamat adinda yang kepada ububun-ububunnya anakda itu besar celakanya. Padi, beras, <dan> segala buah-buahan akan mahal karena sebab besar celakanya dan segala rakyat di dalam negeri pun banyak mati karena bala besar akan datang kepada negeri ini ya tuanku syah alam.” maka patik menangis-nangis karena saudara patik terbesar celakanya itulah sebab-sebab patik menangis23

23 Ibid., h. 9-10.

Page 65: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

54

Maka samabda Makdam dan/12/Makdim “Ya Tuan, jikalau demikian baiklah tuanku, buangkan dia dengan bundanya sekali-kali biarlah segera tuanku membuangkan dia karena masihkah orang yang celaka itu apakah gunanya kalau negri duli tuanku bina<sa>lah tangan bilanya, karena negri ini belum lagi jauh inilah sembah patik dua bersaudara jangan anak lagi kecil, jika patik sudah besar sekalipun jika ada celakanya duli tuanku juga buangkan juga gunanya puluh anak lagi kecil, demikian tuanku sayangkan demikian sembah hamba. Ya Tuanku mana harga anak tuanku seorang sama dengan harga rakyat duli tuanku seisi negri karena segala raja-raja itu jikalau kerasnya seperti raja Sulaiman sekalipun jikalau tiada dengan rakyat apalah akan gunanya?” maka pikirlah baginda itu sebesar-besarlah seperti kata anakku itu, maka baginda pun memanggil mangkubumi menyuruh membuangkan Jaya Lengkara berdua dengan bundanya.24

f. Putri Ratna Kasina

Putri Ratna Kasina merupakan anak raja negeri Madinah

yang cantik jelita, bertanggung jawab, serta sayang kepada

orangtuanya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini:

maka dilihat oleh Jaya Lengkara ada perempuan terlalu elok parasnya.25

kata tuan putri Ratna Kasina “Hai niniku

mangkubumi, jika demikian baiklah tuanku pulanglah, adapun aku ini tiadalah aku mau kan pulang jikalau belum aku beroleh kembang kuma-kuma putih itu tiada ku balik.”26

24 Ibid., h. 12. 25 Ibid., h. 27. 26 Ibid., h. 19.

Page 66: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

55

Maka putri Ratna Kasina pun terlalu masgulnya kan ayahanda baginda dua puluh hari dan dua puluh malam tiada makan dan minum, maka pikir tuan putri “Jika aku hidup sekalipun dengan seorang diriku, apakah gunanya jika ayahku sudah mati, maka jadi piatulah aku.27

g. Putri Ratna Dewi

Putri Ratna Dewi merupakan anak raja Peringgi yang juga

ingin mendapatkan kembang kumakuma. Saking ingin memilikinya

ia sampai membujuk ayahnya untuk memerintahkan menterinya

mengambil kembang kumakuma itu, ini menandakan bahwa Putri

Ratna Kasina mempunyai sifat dan karakter yang ambisius. Selain

itu ia juga mempunyai sifat baik hati dengan membela Jaya

Lengkara dengan menerangkan kepada Raja Peringgi siapa Jaya

Lengkara sebenarnya.

h. Putri Ratna Gemala

Putri Ratna Gemala merupakan anak raja Mesir yang juga

ingin mendapatkan kembang kumakuma tanpa ada maksud dan

tujuan yang jelas akan digunakan untuk apa. Tidak banyak kisah

yang diceritakan mengenai sosok ini, akan tetapi secara tersirat ia

merupakan orang yang sangat ambisius dalam mendapatkan sesuatu.

i. Raja Peringgi

Raja Peringgi adalah ayah dari Putri Ratna Dewi. Hanya

sekelumit kisah yang menceritakan tentangnya, tapi dari kutipan

berikut digambarkan bahwa ia merupakan sosok orangtua yang

penyayang dan menuruti keinginan anaknya untuk memiliki bunga

kumakuma dengan mengirim menterinya.

j. Raja Madinah

Raja Madinah adalah ayah dari Putri Ratna Kasina, ia

mempunyai perangai yang baik hati dan penyayang.

27 Ibid., h. 18.

Page 67: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

56

k. Raja Mesir

Raja Mesir adalah ayah dari Putri Ratna Gemala yang

mempunyai sifat baik hati.

l. Kadi

Kadi merupakan orang yang ahli dalam masalah yang

bersangkut-paut dengan hokum Islam. Kadi juga merupakan tempat

bertanya dan meramal nasib seseorang. Sebagaimana tergambar dari

kutipan berikut ini:

karena kadi itulah yang tahu akan ilmu fikih. Adapun

fikih itulah yang mengetahui segala yang tiada dapat oleh orang lain maka/6/ diketauinya itu yang boleh, makruh, yakin, <dan> segala nama seorang-seorang28

Selain itu kadi juga mempunyai sifat ramah, jujur, dan baik

hati, sebagaimana terdapat dalam kutipan berikut ini:

Makdam dan Makdim serta dia bawa oleh kadi ke rumahnya diarakan oleh seperti adat anak raja-raja maka kadi pun berkata “Ya Tuanku pengalahtuk kepada rumah patik yang hina ini selamanya belum pernah /7/ kalau anakku datang kemari ini”29

4. Latar

Pada dasarnya, latar merupakan lingkungan yang melingkupi

sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan

peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.30 Latar mencakup segala

28 Ibid., h. 5. 29 Ibid., h. 6. 30 Stanton., op.cit., h. 35.

Page 68: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

57

bentuk tempat, waktu, dan situasi sosial yang diceritakan dalam karya

sastra.

a. Latar Tempat

Latar tempat merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan

dapat berupa tempat-tempat dengan nama, inisial, atau lokasi

tertentu.

Latar tempat yang biasanya digunakan dalam hikayat-hikayat

lama termasuk di dalamnya Hikayat Jaya Lengkara adalah

lingkungan kerajaan seperti negeri, hutan belantara, gunung, dan

sebagainya. Tidak sama dengan latar prosa yang hadir di zaman

sekarang yang sudah menggunakan latar yang kompleks.

Adapun latar tempat yang terdapat dalam Hikayat Jaya

Lengkarai sebagai berikut:

1) Negeri

[maka] negri itupun terlalu juga ramai negerinya akan

orang [lah], segenap negeri sangat adil hukumnya [dan]

daripada fakir dan miskin.31

2) Rumah Jaya lengkara

Hatta beberapa lamanya, maka bagindapun berjalan ke rumah Jaya Lengkara….32

3) Hutan

Hatta maka mangkubumi pun berjalanlah ke dalam hutan rimba dan padang/13/ belantara membawa Jaya Lengkara <ber>dua dengan bundanya itu33

31 Hikayat Jaya Lengkara., h. 1. 32 Ibid., h. 10. 33 Ibid., h. 12.

Page 69: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

58

4) Goa

….suatu goa terlalu besar maka di dalam goa itu terlalu banyak dalamnya seperti harimau, dan raksa, dan ular, dan kala34

5) Puncak Gunung Mesir

maka sembah ahli nujum “Ya tuanku, kembang kuma-kuma putih di puncak gunung Mesir itulah akan obatnya baginda35

b. Latar Waktu

Latar waktu merujuk pada kapan terjadinya peristiwa-

peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu

yang ada dalam Hikayat Jaya Lengkara dan hikayat lama lain pada

umumnya tidak menggunakan latar waktu seperti bentuk prosa

modern seperti: pagi, siang, sore, malam, Senin, tahun, dan

sebagainya. Akan tetapi lebih kepada satuan-satuan waktu tertentu

seperti:

1) Tujuh hari tujuh malam

maka kira-kira tujuh hari tujuh malam perjalanan itu disanalah Jaya Lengkara ditinggalkan dengan bundanya oleh mangkubumi36

2) Dua puluh hari dua puluh malam

ayahanda baginda dua puluh hari dan dua puluh malam tiada makan dan minum37

34 Ibid., h. 13. 35 Ibid., h. 16. 36 Ibid., h. 13. 37 Ibid., h. 18.

Page 70: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

59

3) Empat puluh hari empat puluh malam

“Hai anakku, apalah dayaku akan engkau karena aku sudah empat puluh hari empat puluh malam tiada makan dan tiada minum air, dimanakah ada air susuku?”38

c. Latar Suasana

Latar suasana atau latar sosial merujuk pada hal-hal yang

berhubungan dengan kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat

dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup,

adat istiadat, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir

masyarakatnya, dan juga status sosial tokohnya.

Latar suasana atau latar sosial yang terdapat dalam Hikayat

Jaya Lengkara adalah suasana keluarga kerajaan. Hampir semua

peristiwa yang ada di dalamnya terjadi di lingkungan kerajaan, jadi

kebiasaan hidup, adat istiadat, keyakinan, pandangan hidup, cara

berpikir masyarakatnya masih bersifat istanasentris. Hal itu ditandai

dengan budaya ramal-meramal yang masih kental, rasa hormat

terhadap keluarga kerajaan, perjodohan, jamuan makanan, dan lain

sebagainya. Semua itu dapat dilihat dari kutipan berikut ini:

“Hai Tuan-tuan sekalian, adapun ‘hamba[h]’ ini hendak bertanyakan hal anaku yang bernama Jaya Lengkara itu, apakah artinya jaya? apa artinya lengkara itu? apakah artinya, ku minta lihat kepada nujum sekalian.39

38 Ibid., h. 14. 39 Ibid., h. 4.

Page 71: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

60

Ya Tuanku Syah Alam, adapun duli tuanku hendakkan artinya paduka anak dinama itu baik dan jahatnya itu, duli Tuanku menyuruh bertanya kepada tuan kadi, karena kadi itulah yang tahu akan ilmu fikih.40

Makdam dan Makdim serta dia bawa oleh kadi ke

rumahnya diarakan [oleh] seperti adat anak raja-raja41 Hatta tuan putri Ratna Kasina /19/ pun berjalan

dengan segala rakyat dan mangkubumi pun mengerahkan rakyat dua ribu orang rakyat berjalan mengiringkan tuan putri Ratna Kasina itu42

5. Sudut Pandang

Aminuddin mengungkapkan, titik pandang atau sudut pandang

diartikan sebagai cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita

yang dipaparkannya.43

Sudut pandang merupakan cara sebuah cerita dikisahkan. Ia

merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai

sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa

yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.

Dalam Hikayat Jaya Lengkara, sudut pandang yang digunakan

adalah orang ketiga atau narator luar serba tahu, karena pengarang

mengetahui dan menceritakan segala hal yang terjadi pada tokoh, baik

berupa tindakan, ucapan nyata maupun yang berupa pikiran atau

perasaan tokoh.

6. Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah cara pengarang menggunakan bahasa. Gaya

bahasa dapat dibatasi dengan cara mengungkapkan pikiran melalui

40 Ibid., h. 5. 41 Ibid., h. 6. 42 Ibid., h. 19. 43 Wahyudi Siswanto Pengantar Teori Sastra (Jakarta : PT Grasindo, 2008), h. 151

Page 72: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

61

bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis

(pemakai bahasa).44

Gaya bahasa adalah cara seorang pengarang menyampaikan

gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan

harmonis sehingga mampu menuansakan makna dan suasana yang

dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.45

Kaidah-kaidah stilistik yang digunakan merupakan suatu system

konvensi yang diikuti oleh para pengarang di dalam mencipta karya,

yang sangat menonjol adalah penggunaan pengulangan (repetition dan

reccurency).46 Pengulangan kata yang terdapat dalam Hikayat Jaya

Lengkara diantaranya: kuma2 (kumakuma), bayang2 (bayang-bayang),

puji2 (puji-puji), dan sebagainya.

Secara umum gaya bahasa yang digunakan dalam Hikayat Jaya

Lengkara adalah gaya bahasa biasa yang digunakan dalam percakapan

sehari-hari yang menggunakan bahasa Melayu seperti: patik, sembah,

sabda, duli dan sebagainya. Namun ada juga penggunaan majas

metafora yang terdapat pada kutipan berikut ini:

….suatu alamat kepada adinda itu seperti cahaya kandil yang terpasang kepada malam bercahaya-cahaya demikianlah alamatnya kepada adinda itu. seorang laki-laki yang elok rupanya gemang gemilang seperti bulan purnama empat belas hari. Tatkala baginda itu jadi, bulan dan mataharipun berdekat.

44 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia, 2002), h. 113. 45 Siswanto., op.cit., h. 158. 46 Sudjiman., op.cit., h. 27.

Page 73: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

62

7. Amanat

Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra atau pesan

yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar.47

Amanat suatu cerita kadang-kadang atau adakalanya tidak hadir dalam

cerita dalam arti amanat-amanat itu tidak dijelaskan secara eksplisit.48

Banyak sekali amanat yang terdapat dalam Hikayat Jaya

Lengkara di antaranya: sabar dalam menghadapi sesuatu, sabar dalam

menghadapi amarah, tolong menolong, menghormati tamu, bersyukur,

dan lain sebagainya. Akan tetapi ada satu amanat yang ingin penulis

bahas yaitu mengenai larangan untuk serakah.

Serakah merupakan salah satu akhlak tercela yang dapat

melahirkan sifat-sifat tercela lainnya seperti bohong, fitnah, hasud, iri,

dengki, dan lain sebagainya. Orang yang serakah, hidupnya tidak akan

pernah bahagia karena selalu merasa kurang dan tidak senang dengan

kelebihan yang dimiliki orang lain seraya berharap apa yang dimilik

oleh orang lain itu menjadi miliknya. Serakah tidak akan membawa

kepada kebahagiaan. Serakah hanya akan membawa kepada

kesengsaraan.

C. Nilai-nilai Moral Hikayat Jaya Lengkara

Wellek dan Werren mengatakan bahwa karya sastra adalah hasil

ciptaan pengarang yang menggambarkan segala peristiwa yang dialami

masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah karya sastra yang

menggambarkan peristiwa sosial dalam masyarakat, tentunya mengandung

nilai-nilai di dalamnya, baik nilai moral, sosial, budaya maupun nilai

religius.49

47 Siswanto., loc.cit., h. 162. 48 Nikmah Sunardjo, dkk, Telaah Susastra Melayu Betawi, (Jakarta: Depdikbud, 1991), h.

35. 49 Rene Wellek dan Austin Warren. Teori Kesusatraan, (Jakarta: Gramedia, 1989), h.

276.

Page 74: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

63

Suseno mengungkapkan bahwa kata moral selalu mengacu pada

tingkah laku baik buruk manusia sebagai manusia. Norma-norma moral

adalah tolok ukur untuk menentukan betul salah sikap dan tindakan

manusia dilihat dari segi baik buruk sebagai manusia dan bukan sebagai

pelaku peran tertentu dan terbatas.50

Sedangkan Nainggolan mengemukakan bahwa moral ditinjau dari

sudut bahasa merupakan kata benda yang berarti berhubungan dengan

prinsip baik dan buruk dari satu cerita dan kisah atau pengalaman.51

Dengan kata lain, nilai moral merupakan sesuatu yang berharga

yang berisi aturan-aturan, baik lisan maupun tulisan yang mengatur

tingkah laku, perbuatan, dan kebiasaan manusia yang dianggap baik dan

buruk oleh masyarakat yang bersangkutan. Jadi pada intinya, moral

merupakan suatu aturan atau ajaran yang di dalamnya mengatur sebuah

nilai, baik itu nilai baik maupun nilai buruk yang dijadikan sebagai

pedoman hidup manusia dalam bertingkah laku.

Berdasarkan pendapat di atas, penulis menyimpulkan nilai moral

yaitu tingkah laku manusia baik dan buruknya sebagai manusia. Tingkah

laku baik dan buruk tersebut dapat digolongkan menjadi nilai moral positif

dan nilai moral negatif. Tingkah laku yang baik dapat dimasukkan ke

dalam nilai moral positif, sedangkan tingkah laku yang buruk dapat

dimasukkan ke dalam nilai moral negatif. Jadi, interpretasi nilai moral

dibagi menjadi dua golongan, yaitu nilai moral positif dan nilai moral

negatif.

Interpretasi nilai moral yang ditemukan dalam Hikayat Jaya

Lengkara dari segi nilai moral positif meliputi: adil, kasih sayang,

menolong, bertanggung jawab, hormat, bersyukur, pemberani dan sabar.

Nilai moral yang ditemukan dari segi nilai moral negatif meliputi:

menfitnah, iri dengki, hasut, mencuri, berbohong, khianat, menipu,

penakut, dan serakah.

50 Suseno, op.cit., h. 18. 51 Nainggolan, op.cit., h. 21.

Page 75: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

64

1. Nilai Moral Positif

Di dalam Hikayat Jaya Lengkara terdapat nilai moral yang

positif yaitu nilai moral yang baik. Nilai moral positif yaitu perbuatan

yang dapat membantu atau meringankan beban orang lain. Nilai moral

positif dapat dijadikan suatu perbuatan yang perlu dicontoh atau diikuti

oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari.

a. Kasih Sayang

“Kasih Ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa Hanya memberi, tak harap kembali. Bagai sang surya menyinari dunia” Demikianlah lirik lagu yang menggambarkan kasih sayang

seorang ibu kepada anak-anaknya. Kasih sayang merupakan suatu

sikap saling mengasihi antara sesama makhluk tuhan. Salah satu

kasih sayang yang terdahsyat di dunia ini adalah kasih sayang

seorang ibu kepada anak-anaknya itu terlihat mulai dari prosesi

mengandung, melahirkan, menyusui, merawat, dan membesarkan

anaknya dengan tulus, ikhlas, dan limpahan kasih sayang. Bahkan

seorang ibu pun rela mati untuk anaknya sebagaimana yang

terdapat dalam kutipan Hikayat Jaya Lengkara berikut ini:

maka sembah bunda Jaya Lengkara “Ya Tuanku,

adapun jikalau anak hamba ini dibunuh maka baiklah bunuh dengan hamba sekali-kali” maka kata raja “Hai adinda, mengapakah adinda berkata demikian itu?” maka kata bunda Jaya Lengkara “Ya Tuan ku, hamba tiada sampai hati hamba melihat anak hamba dibunuh itu karena baik dan jahatnya anak hamba ini sahaja hamba turut akan.”.52

52 Ibid., h. 11.

Page 76: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

65

Kutipan di atas menceritakan tentang pembelaan ibu Jaya

Lengkara kepada anaknya yang ingin dibunuh oleh ayahnya sendiri

karena dianggap jahat dan sangat berbahaya, ibunya pun rela mati

demi membela anak satu-satunya dan kesayangannya.

b. Adil

Salah satu pengertian adil adalah tidak pandang bulu dalam

menegakkan hukum. Sikap tersebut merupakan sikap terpuji yang

harus dimiliki oleh manusia terutama bagi seorang penguasa atau

pemimpin. Seorang penguasa atau pemimpin harus adil kepada

seluruh rakyatnya atau bawahannya, ia tidak boleh bertindak

sewenang-wenang, tebang pilih, mengutamakan pribadi dan

golongannya.

Sikap adil ini secara tersurat terdapat dalam Hikayat Jaya

Lengkara yaitu pada kutipan berikut ini:

…negeri sangat adil hukumnya dan daripada fakir dan miskin.53 Kutipan di atas menunjukan bahwa Raja Saiful Muluk

yang merupakan Raja dari negeri Ajam Saukat sangat adil,

terutama kepada rakyat yang fakir dan miskin. Sejatinya harta dan

jabatan hanyalah titipan serta amanah yang harus dilaksanakan

dengan adil, amanah dan penuh tanggung jawab.

c. Tanggung Jawab

Tanggung jawab merupakan suatu sikap terpuji yang harus

dimiliki oleh manusia. Dengan sikap ini manusia dituntut untuk

menghormati hak dan melaksanakan kewajibannya. Salah satu

indikator orang yang bertanggung jawab adalah melakukan segala

sesuatu terutama yang menyangkut kewajibannya dengan totalitas

dan kesungguhan.

53 Ibid., h. 1.

Page 77: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

66

Adapun salah satu sikap tanggung jawab yang terdapat

dalam Hikayat Jaya Lengkara terdapat dalam kutipan berikut:

maka kata tuan putri Ratna Kasina “Hai niniku

mangkubumi, jika demikian baiklah tuanku pulanglah, adapun aku ini tiadalah aku mau kan pulang jikalau belum aku beroleh kembang kuma-kuma putih itu tiada ku balik.”54

Kutipan di atas bercerita tentang kesungguhan seorang anak

dalam mencari obat untuk ayahnya yang sedang sakit parah.

Bahkan ia pantang menyerah ketika harus ditinggalkan oleh

pengawal serta pengikutnya sendirian di perjalanan yang penuh

dengan aral dan rintangan demi mendapatkan obat untuk ayahnya

yang belum ia dapatkan. Kesungguhan ini merupakan bentuk

tanggung jawab seorang anak kepada ayahnya yang sedang

kesusahan.

d. Tolong Menolong

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup

sendirian. Ada kalanya senang dan ada kalanya susah, adakalanya

menolong dan ada kalanya ditolong, oleh karena itu manusia harus

saling tolong menolong antara satu sama lainnya, tentunya tolong

menolong dalam kebaikan bukan kejahatan. Sebagaimana firman

Allah Swt:

نوالعدوا مثوال تعاونوا على اإل والتقوى وتعاونوا على البر

“Dan tolong menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan” (QS. Al-Maidah:2)

54 Ibid., h. 19.

Page 78: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

67

Adapun contoh perbuatan tolong menolong dalam Hikayat

Jaya Lengkara terdapat dalam kutipan berikut ini:

maka ujar Makdam dan Makdim “Hai orang muda jika tuan hamba diam di dalam hutan ini mintalah air, hamba ini telalu dahaga” maka kata Jaya Lengkara “Marilah kita pada tempat hamba diam” maka ia pun masuklah ke dalam goa itu mengambil air di dalam kendi, maka [maka] Makdam dan Makdim pun heranlah melihat goa itu. Maka Jaya Lengkara pun keluarlah serta memberikan kendi itu/23/kepada Makdam dan Makdim, maka disambut oleh Makdam dan Makdim kendi itu lalu diminumnya oleh Makdam dan Makdim. 55

maka kata Makdim “Adapun dalam kira-kira kakanda kedua, jikalau lain daripada adinda mencari kembang itu, tiada dapat mengambil kembang itu” maka kata Jaya Lengkara “Marilah kita mencari kembang kuma-kuma putih itu!”56

Kutipan di atas bercerita tentang Jaya Lengkara yang

menolong saudaranya yang sedang kesusahan di hutan serta

menolongnya mencari kembang kumakuma untuk obat ayahnya

yang sedang sakit.

e. Bersyukur

Bersyukur merupakan bentuk atau cara berterimakasih

seorang hamba kepada Tuhannya atas nikmat dan karunia yang

telah diberikan kepadanya Dengan bersyukur berarti dia sudah

55 Ibid., h. 22-23. 56 Ibid., h. 25.

Page 79: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

68

menghormati Tuhannya. Ada banyak cara bersyukur bersyukur

salah satunya dengan mengucapkan Alhamdulillahi rabbil ‘alamin

(segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam) ini menyatakan

dan mengingatkan kepada kita bahwa segala puji-pujian itu hanya

pantas disematkan kepada Tuhan bukan kepada manusia, oleh

karena itu manusia tidak boleh sombong dan congkak.

Adapun sikap bersyukur yang ada dalam Hikayat Jaya

Lengkara terdapat dalam kutipan berikut:

maka semuanya mengucap syukur “Alhamdulillahi

Rabbil ‘alamin segala puji-puji bagi Allah subhanahu wata’ala juga memberi hambanya kebesaran dan kemuliaan atas hambanya yang di dalam dunia ini.57

maka tuan kadi pun terus-terus serta mengucap

syukur Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin.58 maka kata Jaya Lengkara “Alhamdulillahi rabbil

‘alamin”59

Kutipan di atas berisikan tentang bersyukurnya hulubalang,

ahli nujum, dan kadi kepada Allah SWT karena telah diberikan

karunia berupa kebesaran, kemuliaan dan pengetahuan.

f. Sabar

Sabar merupakan sikap terpuji lagi mulia yang tidak semua

orang dapat mengamalkannya. Terkadang manusia terlalu mudah

kecewa dan putus asa apabila menghadapi kegagalan dalam

hidupnya. Pada dasarnya kegagalan itu merupakan ujian dari Tuhan

57 Ibid., h. 5. 58 Ibid., h. 8. 59 Ibid., h. 25.

Page 80: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

69

kepadanya karena apabila ia berhasil menghadapi ujian tersebut

niscaya Allah telah menyiapkan hadiah indah untuknya dan Allah

juga beserta orang-orang yang sabar, sebagaimana firman Allah

SWT:

نا بريالص عإن اهللا م الةالصر وبا بالصونيعتااسونام نيهاالذا ايي

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabr dan sholat menjadi penolongmu. Karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar.” (QS: Al-Baqarah: 153)

Adapun sikap sabar yang ada dalam Hikayat Jaya Lengkara

terdapat dalam kutipan berikut:

dan istri baginda yang lama itu tiada dikasihani

seperti dahulu kala <la>gi, maka tuan putri pun pikir dalam hatinya Tuan Putri Sa<ka>nda Cahaya Rum tahulah akan dirinya sebab tiada beranak maka tiada lagi dikasihani baginda seperti dahulu, maka tuan putri Sakanda Cahaya bermohon do’a kepada Allah subhanahu wata’ala demikian bunyinya “Ya Rabbi Yaa Sayyidi Ya Maulaaya Tuhanku berapalah kiranya hambamu beranak barang seorang saja”, demikianlah pintanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Maka tiada juga beberapa lamanya tuan putri minta do’a dia kepada Allah subhanahu /3/ wata’ala, dia pun hamillah. Setelah genap bulannya, tuan putri Sakanda Cahaya Rum beranak pula seorang laki-laki yang elo<k> rupanya gemang gemilang seperti bulan purnama empat belas hari.60

60 Ibid., h. 2-3.

Page 81: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

70

Kutipan di atas bercerita tentang kesabaran Putri Sakanda

Cahaya istri Raja Saiful Muluk yang sudah lama menikah akan

tetapi belum juga dikaruniai seorang anak, sampai-sampai ia pun

dimadu oleh suaminya itu. Akan tetapi dengan kesabarannya dan

terus berdoa kepada sang pencipta, akhirnya ia dikaruniai seorang

putra yang kelak akan menjadi raja.

”Hai ibuku, apalah mulanya maka kita ke dalam

hutan ini?” maka kata ibunya pun diam tiada mau berkata lagi karena takut akan Jaya Lengkara marah akan saudaranya Makdam dan Makdim..61

“Hai ibuku, siapakah orang ini?” kata ibunya “Hai

anakku, inilah saudaramu yang bernama Makdam yang muda inilah saudaramu yang bernama Makdam yang muda inilah bernama Makdim, anak raja Ajam Saukat da<ri> istrinya yang muda, karena ia hendak mencari kembang kuma-kuma putih akan obat ayahanda mu sakit” maka kata Jaya Lengkara “Jikalau demikian hai kakanda Makdam dan Makdim, dimanakah tempat kembang itu?” maka kata Makdam dan Makdim “Hai saudaraku, karena kakanda pun tiada juga tahu akan tempat kembang kuma-kuma putih/25/itu” maka kata Makdim “Adapun dalam kira-kira kakanda kedua, jikalau lain daripada adinda mencari kembang itu, tiada dapat mengambil kembang itu” maka

61 Ibid., h. 24.

Page 82: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

71

kata Jaya Lengkara “Marilah kita mencari kembang kuma-kuma putih itu!” 62 Kutipan di atas bercerita tentang kesabaran ibunda Jaya

Lengkara kepada anak tiri yang telah memfitnah dan

menghasudnya serta anaknya sehingga ia harus terusir dari

kerajaan. Dan juga kesabaran Jaya Lengkara ketika mengetahui

bahwa orang yang ditolongnya adalah orang yang

menyebabkannya hendak dibunuh dan diusir bersama bundanya,

tetapi sedikitpun dia tidak marah, malah berniat menolong

saudaranya itu untuk mencari obat buat ayahnya yang sedang sakit

parah, dan ia juga sangat sabar dalam menghadapi orang yang

jelas-jelas ingin mencuri kembang kumakuma itu yang telah susah

payah dia dapatkan dengan mengampuninya.

Kisah ini mengajarkan bahwa selain harus sabar dalam

menghadapi kegagalan, manusia juga harus sabar dalam

menyimpan rahasia dan sabar dalam menahan amarah,

sebagaimana sabda Rasulallah SAW

ليس الشديد بالصرعة انما الشديد الذي يملك نفسه عند الغضب

Orang kuat itu bukanlah orang yang kuat bergulat, tetapi orang yang dapat menahan amarahnya”. (HR. Bukhari Muslim)63

g. Hormat

Sikap hormat merupakan salah satu sikap terpuji dan

penting dalam kehidupan sosial manusia. Apabila yang muda

menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda maka

akan terciptalah kedamaian di dunia. Selain kepada yang lebih tua,

sikap hormat dan takzim juga layak disematkan kepada orang yang

berjasa seperti orangtua, guru, dokter, dan lain sebagainya. Dan ada

pula sikap hormat yang diajarkan oleh Rasulallah SAW demi

terciptanya kerukukan dan kedamaian dalam membina hubungan

62 Ibid., h. 25. 63 Muhammad Said, 101 Hadits Tentang Budi Luhur, (Bandung: Al-Ma’arif, 1986), cet.

37, h. 10.

Page 83: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

72

sosial antar manusia yaitu hormat kepada tetangga dan kepada

tamunya. Sebagaimana sabdanya:

فهيض كرمر فاليم األخواليباهللا و نمؤكان ي نم

“Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya Ia menghormati tamunya.” (HR. Muslim)64

Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Nabi Ibrahim As

setiap hari menyembelih seekor domba untuk dimasak untuk

menjamu tamu-tamunya, dan banyak lagi cerita-cerita lainnya yang

mengisahkan tentang penghormatan kepada tamu termasuk yang

terdapat dalam Hikayat Jaya Lengkara dalam kutipan berikut:

Makdam dan Makdim serta dia bawa oleh kadi ke

rumahnya diarakan [oleh] seperti adat anak raja-raja65 maka kata Jaya Lengkara “Hai kakanda <ben>tar

juga dahulu karena ibu hamba lagi hendak menjamu kakanda makan dan minum tujuh hari tujuh malam” maka Makdam dan Makdim pun menanti jua beberapa lamanya makan dan minum yang amatlah nimat jua rasanya, maka Makdam dan Makdim pun terlalu suka hatinya dijamu oleh saudaranya itu.66 Kutipan di atas menceritakan tentang penghormatan

seorang kadi kepada anak raja yang ingin berkunjung ke rumahnya

dan penghormatan seorang ibu kepada anak tirinya yang telah

menghasudnya sampai ia dikeluarkan dari kerajaan. Hal ini

64 Ibid., h. 19. 65 Hikayat Jaya Lengkara., h. 6. 66 Ibid., h. 25.

Page 84: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

73

mengajarkan manusia bahwa jangankan kepada teman, kepada

lawanpun harus bersikap hormat.

h. Berani

Berani merupakan suatu sikap hati yang mantap dan rasa

percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan,

masalah, dan sebagainya. Berani di sini tentunya berani dalam

melakukan kebaikan bukan kejahatan.

Adapun sikap berani yang ada dalam Hikayat Jaya

Lengkara terdapat dalam kutipan berikut:

maka <kata> Jaya Lengkara “Hai kakanda, janganlah takut karena sudah adad kita anak laki-laki”67

kata Jaya Lengkara “Marilah kita masuk ke dalam

goa itu!” maka kata Makdam dan Makdim “Hai adinda, janganlah kita masuk ke dalam goa ini karena sangat takut cahaya ini karena siapa tahu barangkali ada harimau dan raksa atau <ul>ar dan kala [kah]” maka Jaya Lengkara pun masuk juga seorang ke dalam goa itu dengan seorang dirinya..68

Kutipan di atas menceritakan tentang Jaya Lengkara yang

pemberani dan berusaha untuk menenangkan saudaranya yang

penakut. Sejatinya seorang hamba selagi ia benar harus berani

kepada apapun dan siapapun, dan yang pantas ditakuti hanyalah

Tuhan sang pencipta bukan makhluk ciptaanNya yang fana.

2. Nilai Moral Negatif

67 Ibid., h. 27. 68 Ibid., h. 28.

Page 85: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

74

Di dalam Hikayat Jaya Lengkara tidak hanya terdapat nilai

moral yang positif, tetapi juga terdapat nilai moral yang negatif. Salah

satu nilai moral negatif yaitu perbuatan yang merugikan orang lain.

Nilai moral negatif dalam hikayat ini terjadi pada orang-orang yang

mempunyai maksud buruk atau jahat.

a. Tidak Sabar

Sikap tidak sabar ini merupakan kebalikan dari sikap sabar,

sikap ini harus dihindari karena sikap ini akan membuat seseorang

menjadi mudah menyerah dan putus asa serta melakukan sesuatu

tanpa pertimbangan yang matang yang dapat merugikan dirinya

maupun orang lain di sekitarnya.

Adapun sikap tidak sabar yang ada dalam Hikayat Jaya

Lengkara terdapat dalam kutipan berikut:

baginda itu tiada beranak barang seorang maka itu

sebab baginda terlalu masygul rasa hatinya hendak beranak, maka tiada juga diberi Allah subhanahu wata’ala dengan anak maka raja itu pun pikir dalam hatinya diyasa /2/ beristri seorang lagi bernama Tuan Putri Sakanda Cahaya Bayang-bayang69

Kutipan di atas menceritakan tentang ketidak sabaran

seorang raja sekaligus seorang suami kepada istrinya yang telah

sekian lama menikah akan tetapi belum juga mempunyai

keturunan, akhirnya karena tidak sabar ia menikah kembali dengan

perempuan lain. Sampai suatu ketika istri pertamanya itupun hamil

dan melahirkan seorang anak yang elok, gagah, dan pemberani

yang kelak menjadi raja segala raja.

69 Ibid., h. 1-2.

Page 86: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

75

b. Hasud , Bohong, dan Fitnah

Hasud, bohong, dan fitnah merupakan sifat tercela yang

harus dihindari oleh seluruh manusia karena sikap ini selain

merugikan untuk diri sendiri juga merugikan bagi orang lain. Sifat-

sifat ini saling berkaitan antar satu sama lainnya. Hasud merupakan

sikap iri hati dan dengki seseorang atas keberhasilan, kesuksesan,

dan kelebihan orang lain dan ia berharap agar keberhasilan itu

segera hilang darinya untuk itu dia memfitnah, dan untuk

memfitnah dia harus berbohong.

Sikap hasud, fitnah, dan bohong yang ada dalam Hikayat

Jaya Lengkara terdapat dalam kutipan berikut:

dia pun sampai kepada raja dengan tangisnya, maka

titah raja “Hai anakku mengapakah engkau mena /10/ ngis sangat ini?” maka sembah Makdam dan Makdim “Ya Tuanku, adapun patik dia titah duli tuanku mendapat kadi, maka kata kadi kepada patik kedua tadi akan hal duli menyuruh kita bernanyakan alamat anakda yang ba[ha]ru jadi itu maka kata kadi kepada patik kedua tadi “Adapun alamat adinda yang kepada ububun-ububunnya anakda itu besar celakanya. Padi, beras, segala buah-buahan akan mahal karena sebab besar celakanya dan segala rakyat di dalam negri pun banyak mati karena bala besar akan datang kepada negeri ini ya tuanku syah alam.” maka patik

Page 87: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

76

menangis-nangis karena saudara patik terbesar celakanya itulah sebab-sebab patik menangisi adinda..70 Kutipan di atas menceritakan tentang perbuatan hasud, iri,

dan dengki Makdam dan Makdim kepada Jaya Lengkara karena

mereka telah mengetahui kelebihan dan keutamaan Jaya Lengkara

yang dikhawatirkan dapat menggangu posisi mereka di kerajaan

sebagai penerus tahta. Merekapun berbohong, memfitnah, dan

bersandiwara di hadapan ayahandanya dengan mengatakan bahwa

Jaya Lengkara merupakan anak yang sangat berbahaya dan akan

menyebabkan malapetaka.

Maka samabda Makdam dan/12/Makdim “Ya Tuan,

jikalau demikian baiklah tuanku, buangkan dia dengan bundanya sekali-kali biarlah segera tuanku membuangkan dia karena masihkah orang yang celaka itu apakah gunanya kalau negri duli tuanku bina<sa>lah tangan bilanya, karena negri ini belum lagi jauh inilah sembah patik dua bersaudara jangan anak lagi kecil, jika patik sudah besar sekalipun jika ada celakanya duli tuanku juga buangkan juga gunanya puluh anak lagi kecil, demikian tuanku sayangkan demikian sembah hamba. Ya Tuanku mana harga anak tuanku seorang sama dengan harga rakyat duli tuanku seisi negri karena segala raja-raja itu jikalau kerasnya seperti raja Sulaiman sekalipun jikalau tiada dengan rakyat apalah akan gunanya?”71

Kutipan di atas menceritakan tentang raja yang termakan

hasud dan fitnah anaknya, raja itu berniat untuk membunuh Jaya

70 Ibid., h. 9-10. 71 Ibid., h. 12.

Page 88: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

77

Lengkara lalu ibu jaya Lengkara pun menghalanginya, akhirnya

merekapun diusir dari kerajaan ke dalam hutan tanpa makanan,

minuman dan perbekalan. Ini semua merupakan akibat daripada

perbuatan hasud, fitnah, dan bohong yang dapat sangat merugikan

orang lain. Tidak salah jika Allah berfirman bahwa fitnah itu akan

membawa dampak yang besar bagi korbannya sampai-sampai

melebihi pembunuhan. Sebagaimana firman Allah SWT dan sabda

Rasulallah SAW

لون القتم دة أشنتالف

“Dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan” (QS: Al-

Baqarah: 191)

بطحلا ارالن لكأا تمك اتنسحلا لكأي دسحلا نإف دسحلاو ماكيإ

“Jauhilah sifat hasad/dengki, karena sesungguhnya hasad itu

memakan (merusak) amal kebajikan, seperti api memakan

kayu.” (HR. Abu Daud)72

c. Khianat

Khianat merupakan perbuatan tidak setia dan tipu daya.

Sikap ini merupakan tindakan tercela karena akan merugikan diri

sendiri karena akan menyebabkan kehilangan kepercayaan dari

orang lain serta dapat merugikan orang lain.

Orang yang berkhianat dikategorikan kedalam golongan

orang munafik karena telah menyelewengkan amanah dan

kepercayaan yang telah diberikan oleh orang lain kepadanya,

sebagaimana sabda Rasulallah SAW

أية املنافق ثالث إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا أؤتمن خان

“Tanda-tanda orang munafik ada tiga: Apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia ingkari, dan apabila dipercaya ia menghianatinya.” (HR. Bukhari)73

72 Muhammad Said., op.cit., h. 32. 73 Ibid., h. 9.

Page 89: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

78

Adapun sikap khianat yang ada dalam Hikayat Jaya

Lengkara terdapat dalam kutipan berikut ini:

baharu sahaja diambil sehelai daun bunga itu, ia sudah ditolak oleh Makdam dan Makdim ke laut. Hanya dengan berpegang dan bergantung pada daun itu Jaya Lengkara dapat menyelamatkan nyawa.74

Kutipan di atas menceritakan tentang pengkhianatan

Makdam dan Makdim kepada Jaya Lengkara yang selama ini telah

berbuat baik kepadanya dan membantunya untuk mendapatkan

kembang kumakuma. Akan tetapi setelah bunga itu mereka

dapatkan mereka malah mencoba untuk membunuh Jaya Lengkara

dengan melemparkannya ke lautan.

d. Mencuri

Mencuri adalah mengambil hak milik orang lain tanpa izin

atau dengan sembunyi-sembunyi. Mencuri, merupakan tindakan

tercela yang dapat merugikan orang lain. Perbuatan ini tidak

diajarkan dan tidak dibenarkan oleh agama manapun.

Adapun contoh perbuatan tercela ini tersurat dalam Hikayat

Jaya Lengkara yang terdapat dalam kutipan berikut

mangkubumi Mesir mencoba mengambil bunga itu

dari Jaya Lengkara tapi gagal. Jaya Lengkara mengampuni dia, bila mendengar sebab-sebab ia ingin mendapatkan bunga itu.75 Kutipan di atas menceritakan tentang mangkubumi Mesir

yang ingin mencuri bunga kumakuma yang telah diperoleh dengan

susah payah oleh Jaya Lengkara, akan tetapi mangkubumi itu gagal

mendapatkannya. Mencuri, menguntit, merampok, merompak, dan

74 Hikayat Jaya Lengkara., h. 30. 75 Ibid., h. 31.

Page 90: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

79

korupsi merupakan tindakan tercela yang tidak dibenarkan oleh

siapapun, agama manapun, dimanapun, dan kapanpun. Rasulallah

bersabda mengenai larangan mencuri dalam hadisnya:

ولا جاذاا باعل هيخأ اعتم مكدحا نذخأا يل

“Janganlah kamu mengambil barang kepunyaan orang lain, baik bergurau (pura-pura) maupun dengan sengaja”. (HR. Tirmidzi)76

e. Menipu

Menipu merupakan perbuatan atau perkataan yang tidak

jujur, bohong, palsu, dan sebagainya dengan maksud untuk

menyesatkan atau mencari untung. Perbuatan ini termasuk sikap

tercela karenadapat merugikan orang lain.

Adapun contoh perbuatan tercela ini terdapat dalam

Hikayat Jaya Lengkara yang tersurat dari kutipan berikut:

Ayahandanya raja Peringgi mengirim dua orang

menteri pergi mencari bunga itu, seorang menteri pergi menipu raja Mesir77

Kutipan di atas menceritakan tentang ambisi raja Peringgi

yang sangat tinggi untuk memiliki bunga kumakuma sampai-

sampai ia mengutus seorang menteri untuk menipu raja Mesir agar

bias mendapatkan bunga itu. Hal ini mengajarkan manusia bahwa

untuk mendapatkan sesuatu itu harus dengan usaha yang sungguh-

sungguh dan ikhtiar yang maksimal, tidak bisa hanya dengan cara

instan apalagi sampai menghalalkan segala salah satunya dengan

menipu.

f. Penakut

Penakut merupakan salah satu sikap yang membuat

manusia menjadi tidak bebas, pesimis, dan malas. sikap ini

76 Muhammad Said., op.cit., h. 15. 77 Ibid., h. 31.

Page 91: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

80

merupakan lawan dari sikap berani. Sejatinya, selama ia benar

maka manusia tidak boleh takut kepada siapapun dan apapun, dan

manusia hanya boleh takut kepada penciptanya yaitu Allah SWT.

Adapun contoh sikap penakut yang ada dalam Hikayat Jaya

Lengkara terdapat pada kutipan berikut:

“Marilah kita masuk ke dalam goa itu!” maka kata Makdam dan Makdim “Hai adinda, janganlah kita masuk ke dalam goa ini karena sangat takut cahaya ini karena siapa tahu barangkali ada harimau dan raksa atau <ul>ar dan kala kah”78

sekira-kira tiga hari tiga malam perjalanannya itu, maka bertemu dengan raksa dan harimau, maka Makdam dan Makdim sangat gemetar tubuhnya serta berlindung disamping Jaya Lengkara, maka katanya “Hai adinda hidup-hiduplah nyawa kakanda dua ini” serta dengan tangisnya79

Kutipan di atas menceritakan tentang ketakutan Makdam

dan Makdim kepada harimau, raksasa, ular, dan kala dalam

perjalanan mencari kembang kumakuma.

g. Serakah

Salah satu penyakit hati yang sangat berbahaya adalah

serakah. Sikap ini tidak hanya merugikan orang yang bersangkutan

akan tetapi dapat merugikan orang lain. Orang yang serakah selalu

menginginkan sesuatu yang lebih banyak, ia tidak pernah akan puas

78 Ibid., h. 28. 79 Ibid., h. 27.

Page 92: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

81

dan menghalalkan segala cara untuk dapat meraihnya, tak peduli

apakah harus mengorbankan kehormatan dirinya maupun orang

lain, yang penting apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan

nafsu syahwatnya terpenuhi.

Ratna Kasina menyusul tidak lama kemudian karena tiada tahan diganggu oleh Makdam dan Makdim yang sudah kembali ke negri Ajam Saukat Karena berahi mereka akan Putri Ratna Kasina, Makdam dan Makdim mencoba membunuh Jaya Lengkara80

Kutipan di atas menceritakan tentang keserakahan Makdam

dan Makdim yang mengganggu Putri Ratna Kasina padahal mereka

sudah mempunyai istri masing-masing. Tidak hanya itu, karena

keserakahannya itupun mereka ingin membunuh Jaya Lengkara.

Hal ini menyiratkan bahwa orang yang serakah itu tidak akan

pernah puas dengan apa yang dimilikinya, ia selalu merasa

kekurangan dan tidak mau ada seseorangpun yang dapat melebihi

dirinya bahkan ia menghalalkan segala cara untuk dapat

memperoleh apapun yang ia inginkan.

80 Ibid., h. 31.

Page 93: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

82

D. Implikasi dalam Pembelajaran Sastra di Sekolah

Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, sebagaimana tertuang

dalam Undang-Undang No. 2/89 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

dengan tegas merumuskan tujuannya pada Bab II, Pasal 4 yang berbunyi:

Mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Manusia Indonesia

seutuhnya yang dimaksudkan antara lain bercirikan beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki

pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang

mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan

kebangsaan.

Berdasarkan tujuan pendidikan tersebut, terlihat bahwa pendidik

mempunyai kewajiban untuk mendidik peserta didik menjadi pribadi yang

utuh dan mandiri dengan dilandasi oleh akhlak dan budi pekerti yang

luhur. Apabila tujuan pendidikan tersebut dikaitkan dengan pembelajaran

bahasa Indonesia di sekolah, terlihat adanya kesamaan di antara keduanya.

Hal itu dapat dilihat dalam tujuan pembelajaran mata pelajaran Bahasa dan

Sastra Indonesia bidang sastra dalam Kurikulum 2004, yaitu: (1) agar

peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk

mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; (2) peserta didik

menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya

dan intelektual manusia Indonesia.139

Dalam tujuan pembelajaran bahasa Indonesia, terlihat bahwa

peserta didik harus mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra

untuk mengembangkan kepribadian dan memperluas wawasan. Tujuan ini

berkaitan dengan pengembangan kepribadian dan watak peserta didik

tersebut dan sejalan dengan tujuan yang ada dalam sistem pendidikan

nasional. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari pendidik untuk

81 Yeti Mulyati, Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Berorienatasikan Fungsi

Komunikatif Bahasa untuk Siswa Sekolah Dasar, dalam http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/196008099 86012 diakses pada hari Kamis, 12 Desember 2013 pukul 19.19 WIB.

Page 94: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

83

menciptakan peserta didik yang berkepribadian dan berwatak baik sesuai

dengan tujuan pendidikan nasional.

Pendidik, dalam hal ini guru, harus berperan aktif dalam

pembentukan kepribadian dan watak peserta didik. Pembentukan

kepribadian dan watak ini dapat dilakukan dengan memberikan

pembelajaran kepada peserta didik mengenai nilai moral yang baik.

Pembelajaran nilai moral ini dapat dilakukan melalui pembelajaran

mengenai karya sastra. Hal itu dikarenakan dalam suatu karya sastra, di

dalamnya mengandung nilai-nilai positif yang bisa dijadikan contoh oleh

peserta didik. Nilai positif yang bersifat langsung berupa penggambaran

nilai moral, nilai sosial, dan nilai agama yang dapat dilihat secara tersurat

dalam hikayat.

Pada dasarnya, penggambaran nilai-nilai yang bersifat positif ini

diharapkan turut membantu dalam pembentukan kepribadian dan watak

peserta didik. Oleh karena itu, sudah selayaknya bagi seorang pendidik

untuk membantu peserta didik dalam menentukan karya sastra mana yang

harus dibaca dan dapat dijadikan contoh oleh peserta didik dalam

kehidupan sehari-harinya.

Penerapan pembelajaran pembentukan kepribadian dan watak

peserta didik melalui karya sastra ini dapat diterapkan oleh guru pada

tingkat SMA kelas XI (sebelas), dalam aspek membaca. Dalam

pembelajaran ini, standar kompetensi yang harus dikuasai siswa adalah

mampu memahami berbagai hikayat dengan kompetensi dasar mampu

menjelaskan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik serta mampu menemukan

nilai-nilai positif yang ada dalam hikayat.

Apabila dikaitkan dengan Hikayat Jaya Lengkara, seorang

pendidik bisa memberikan rujukan kepada peserta didik untuk mampu

membaca dan menerapkan nilai-nilai yang disampaikan dalam Hikayat

Jaya Lengkara. Hal itu dikarenakan dalam hikayat Jaya Lengkara ini sarat

dengan nilai-nilai moral yang layak untuk dijadikan contoh oleh peserta

didik.

Page 95: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

84

Nilai-nilai moral ini dapat dilihat dari tokoh Jaya Lengkara yang

mempunyai semangat untuk memperoleh sesuatu dan tidak pernah pantang

menyerah untuk memperolehnya. Selain itu, sikap sabar yang dimiliki oleh

Jaya Lengkara dan ibunya dalam menghadapi masalah pun merupakan

salah satu dari bentuk nilai moral yang dapat dijadikan contoh oleh peserta

didik. Selain itu, apabila kita melihat sikap dari tokoh Makdam dan

Makdim, yang kurang layak untuk ditiru, misalnya penghasud,

pembohong, penakut, pemfitnah, dan serakah, namun setidaknya ada

beberapa sikap Makdam dan Makdim yang layak dijadikan panutan oleh

peserta didik, sikap tersebut adalah sikap pantang menyerah untuk

mendapatkan sesuatu. Dengan melihat sikap tokoh Makdam dan Makdim

ini, akan membantu peserta didik dalam menentukan sikap mana yang

layak dan tidak layak untuk ditiru.

Pada hakikatnya, pembelajaran sastra melalui pembacaan hikayat

ini diharapkan dapat membantu siswa dalam menentukan nilai-nilai positif

baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Penggambaran nilai

positif yang bersifat langsung berupa penggambaran nilai moral dalam

hikayat.

Penggambaran sikap positif ini, diharapkan dapat memberikan

pengaruh terhadap pengembangan kepribadian dan watak peserta didik.

Oleh karena itu, setelah pembelajaran dalam pembacaan hikayat ini

dilakukan, diharapkan peserta didik mampu menerapkan nilai-nilai moral

tersebut dalam kehidupan sehari-hari sehingga pada akhirnya turut

berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian dan watak dari peserta

didik tersebut. Pembelajaran nilai-nilai moral yang telah didapatkan oleh

peserta didik tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai bekal dan

pegangan dalam perjalanan hidup peserta didik sehingga peserta didik

lebih bijaksana dalam menghadapi kehidupan yang kompleks dan

multidimensi seperti sekarang ini. Dengan kata lain, pembelajaran karya

sastra lama, dalam hal ini hikayat pun turut membantu dalam pembentukan

karakter bangsa.

Page 96: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

85

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam Hikayat

Jaya Lengkara, dapat diambil beberapa simpulan yaitu:

1. Proses penyuntingan naskah Hikayat Jaya Lengkara dilakukan setelah

proses inventarisasi dan deskripsi naskah. Proses penyuntingan

menggunakan metode edisi naskah tunggal dengan metode standar atau

kritis. Di dalam menyunting naskah, penulis membuat suatu edisi yang

baru dengan mengadakan pembagian alinea-alenia, huruf besar dan

kecil, membuat penafsiran (interpretasi), sehingga teks tampak mudah

dipahami oleh pembaca masa kini.

2. Nilai moral yaitu tingkah laku manusia baik dan buruknya sebagai

manusia. Tingkah laku baik dan buruk tersebut dapat digolongkan

menjadi nilai moral positif dan nilai moral negatif. Tingkah laku yang

baik dapat dimasukkan ke dalam nilai moral positif, sedangkan tingkah

laku yang buruk dapat dimasukan ke dalam nilai moral negatif. Jadi,

interpretasi nilai moral yang ditemukan dari segi nilai moral positif,

meliputi sikap adil, jujur, kasih sayang, percaya, menolong,

bertanggung jawab, hormat, dan bersyukur. Adapun nilai moral yang

ditemukan dari segi nilai moral negatif, meliputi: tidak sabar, khianat,

menghasud, memfitnah, mencuri, berbohong, penakut, penipu dan

serakah.

3. Nilai-nilai moral dalam Hikayat Jaya Lengkara tersebut, dapat

diimplikasikan pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di

tingkat SMA kelas XI (sebelas), dalam aspek membaca. Dalam

pembelajaran ini, standar kompetensi yang harus dikuasai siswa adalah

mampu memahami berbagai hikayat dengan kompetensi dasar mampu

menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari pembacaan hikayat serta mampu

menemukan nilai-nilai positif yang ada dalam hikayat, baik itu nilai

Page 97: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

86

moral, nilai sosial, nilai budaya, maupun nilai agama. Pembelajaran

sastra melalui pembacaan hikayat ini diharapkan dapat membantu siswa

dalam menentukan nilai-nilai positif baik yang bersifat langsung

maupun tidak langsung. Penggambaran nilai positif yang bersifat

langsung berupa penggambaran nilai moral yang terdapat dalam

hikayat. Oleh karena itu, setelah pembelajaran dalam pembacaan novel

ini dilakukan, diharapkan peserta didik mampu menerapkan nilai-nilai

moral tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

B. Saran

Berdasarkan hasil penilitian ini, penulis mencoba memberi saran

sebagai berikut.

1. Diharapkan Hikayat Jaya Lengkara ini dapat dijadikan sebagai bahan

pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, diharapkan bagi pendidik

untuk dapat memanfaatkan hikayat ini sebagai media pembelajaran

sastra nantinya.

2. Pembelajaran nilai-nilai moral yang telah didapatkan dalam novel

tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai bekal dan pegangan dalam

perjalanan hidup peserta didik sehingga peserta didik lebih bijaksana

dalam menghadapi kehidupan yang kompleks dan multidimensi seperti

sekarang ini.

3. Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan muncul usaha-usaha

baru dalam penelitian filologi di masa yang akan datang, terutama di

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

agar dapat menjaga dan melestarikan khazanah sastra lama.

Page 98: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

87

DAFTAR PUSTAKA

Baried., dkk. Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985.

Bertens, K. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Cet. 11, 2011.

Budiningsih, C. Asri. Pembelajaran Moral. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

Daradjat, Zakiah. Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

Dewan Bahasa dan Pustaka. Kamus Bahasa Melayu Nusantara. Brunei Darussalam: Dewan Bahasa, 2003.

Djamaris, Edwar. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Balai Pustaka, 1990.

Ikram, Achdiati. Filologia Nusantara. Jakarta: Pustaka Jaya, 1997.

Kosasih, E. Khazanah Sastra Melayu Klasik. Jakarta: Nobel Edumedia, 2008.

Lubis, Nabilah. Naskah, Teks, dan Metodologi Penelitian Filologi. Jakarta: Yayasan Media Alo Indonesia, 2001.

Mulyati, Yeti. Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Berorienatasikan Fungsi Komunikatif Bahasa untuk Siswa Sekolah Dasar, dalam http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/196008099 86012 diakses pada hari Kamis, 12 Desember 2013 pukul 19.19 WIB. Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengakajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, 1994.

Said, Muhammad. 101 Hadits Tentang Budi Luhur. Bandung: Al-Ma’arif, Cet. 37, 1986.

Sjarkawi. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

Stanford, Judith A. Responding to Literature. New York: Mc Graw Hill, 2006.

Page 99: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

88

Stanton, Robert. Teori Fiksi, Terjemahan dari An Introduction to Fiction oleh Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. I, 2007.

Sudardi, Bani. Dasar-dasar Teori Filologi. Surakarta: Penerbit Sastra Indonesia, 2001.

Sudjiman, Panuti. Filologi Melayu. Jakarta: Pustaka Jaya, 1994.

----------------------. Adat Raja Raja Melayu. Jakarta: UI Press, 1996.

Sunardjo, Nikmah. dkk, Telaah Susastra Melayu Betawi,. Jakarta: Depdikbud, 1991.

Suryani, Elis. Filologi. Bogor: Ghalia Indonesia, 2012.

Suseno, Magnis. Etika Dasar, Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987.

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Pusat Bahasa. 2008.

Vaughn, Lewis. Doing Ethics. New York: W.W. Norton & Company, 2008.

Wellek, Rene. dan Austin Warren. Teori Kesusatraan. Jakarta: Gramedia, 1989.

Yock Fang, Liaw. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta: Erlangga, 2003.

Page 100: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

LAMPIRAN

Kata Sulit (Glosarium) Kata-kata sulit yang ditemukan dalam teks Hikayat Jaya Lengkara

diartikan menurut Kamus Bahasa Melayu Nusantara. Kata-kata sulit yang

terdapat dalam teks Hikayat Jaya Lengkara sebagai berikut:

1. Hulubalang = kepala laskar; pemimpin pasukan;

2. Kadi = Hakim yang mengurus atau mengadili perkara-perkara

yang bersangkut-paut dengan Agama Islam (seperti,

perceraian, dan pelanggaran hukum Islam)

3. Hatta = kemudian dari itu; lalu; maka; sudah itu lalu…

4. Masygul = bersusah hati karena suatu sebab; sedih; murung

5. Barakat = karena; akibat dari;--

6. Hikmat = kebijakan; kearifan; kesaktian (kekuatan gaib)

7. Isyarat = segala sesuatu (gerakan tangan, anggukan kepala, dsb)

yang dipakai sebagai tanda atau alamat

8. Duli = kaki, pergi, kata hormat yang digunakan apabila berkata

kepada raja atau berbicara tentang raja (huruf

pertamanya ditulis dengan huruf besar ataukapital)

9. Maulaya = (1) gelar kehormatan untuk ulama besar atau sufi, (2)

tuan ku, (3) gelar kehormatan untuk Allah SWT (sebagai

pelindung atau penolong, gelar kehormatan untuk para

nabi (sebagai pembimbing umat).

10. Sayid = Tuan

11. Rabbi = Tuhanku (digunakan dalam doa)

12. Sembah = 1. Pernyataan hormat dan khidmat di hadapan raja dsb

dengan menangkupkan kedua belah telapak tangan serta

menyusun jari sepuluh, lalu mengangkatnya hingga ke

paras dagu atau dahi. 2. Kata-kata yang diucapkan atau

ditujukan kepada raja (orang yang dimuliakan dsb)

Page 101: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

13. Sabda = 1. kata-kata atau perkataan yang diucapkan oleh nabi atau

rasul 2. Kata atau perkataan (bagi raja dsb) 3. Kata atau

perkataan yang diucapkan oleh wazir wazir.

14. Semabda = serba cukup, kuat, kaya patut, pan tas, cocok

15. Kuma-kuma = 1. BM stigma (daripada crocus berbunga ungu) yang

berwarna jingga, berbau kuat, dan dikeringkan,

digunakan untuk mewarnai dan memberi perisai kepada

makanan 2. Kunyit.

16. Patik = sl saya (dipakai sewaktu bercakap dengan raja); hamba

17. Jadi = lahir, dilahirkan.

Page 102: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

LAMPIRAN : NASKAH HIKAYAT JAYA LENGKARA

Cover Hikayat Jaya Lengkara

Bungkus Hikayat Jaya Lengkara

Page 103: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

Bagian Depan Hikayat Jaya Lengkara

Bagian Belakang Hikayat Jaya Lengkara

Page 104: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

Isi Naskah Hikayat Jaya Lengkara

Page 105: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

Isi

Page 106: SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33093/2/MUHAMAD... · Data penelitian yang dipakai berupa kalimat dan paragraf

PROFIL PENULIS

MUHAMMAD ZAINAL ABIDIEN, yang biasa dipanggil Zain merupakan anak keempat dari enam bersaudara ini lahir di Tangerang, 15 Januari 1990. Ia telah berhasil menuntaskan pendidikannya di MI Hidayaturrahman (2001), SMP Negeri 1 Teluknaga (2004), dan MA Qotrun Nada (2008). Setelah itu ia memilih melanjutkan pendidikannya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dengan memilih Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Pria manis berlesung pipit, berkumis tipis, berbadan atletis, berkulit tropis ini suka sekali menulis, cenderung melankolis, sedikit apatis namun selalu optimis. Olahraga terutama sepakbola adalah kekasih keduanya, berpetualang adalah kegemarannya, coklat adalah makanan kesukaannya dan bermain game PES adalah hobinya. Pemilik tempat pencucian motor “Zain Motor Steam” ini suka sekali berwirausaha. Sedari kecil ia sudah berani berjualan berbagai macam komoditas seperti: es, pempek, pastel, jajanan, dan sebagainya. Bahkan selagi kuliah pun ia pernah jualan keripik singkong bersama Tita, Arif, dan Fitri. Menjadi pengusaha sukses merupakan idamannya.

Pemeran utama “Jenny” dalam drama “Waria KM 25” ini mempunyai pengalaman menarik ketika awal pertama masuk kuliah yaitu ia sampai tiga kali keluar masuk kelas yang sama karena salah melihat jadwal kuliah yang harusnya Selasa malah dilihat Senin dan akhirnya ia pun menjadi bahan tertawaan teman-temannya. Selasa, 1 September 2009 merupakan awal mulanya ia bergulat dan berkutat di Ciputat.

Selama kuliah, penerima Beasiswa BUMN Peduli Pendidikan PT. Angkasa Pura II ini pernah menjadi delegasi untuk mengikuti berbagai macam kegiatan diantaranya: Debat Bahasa Mahasiswa Se-JABODETABEK di Pusat Bahasa Jakarta, Workshop Wirausaha Muda Mandiri di Jakarta Convention Center, Pelatihan Da’i Muda Lazuardi Birru di Jakarta, dan lain sebagainya. Mahasiswa yang lebih dominan menggunakan otak kirinya ini sangat menyukai filologi dan Alhamdulillah telah berhasil menyusun skripsi dengan kajian filologi berbahasa Indonesia pertama di almamaternya.