skripsi dewi kurniati.doc

Upload: fitrisantithp

Post on 06-Mar-2016

61 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

SKRIPSI

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI

Oleh:

DEWI KURNIATINIM. 0806113945

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIANJURUSAN TEKNOLOGI PERTANIANFAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAUPEKANBARU2013

SKRIPSI

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI

Oleh :

DEWI KURNIATINIM. 0806113945

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Program Strata Satu padaProgram Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Riau

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIANJURUSAN TEKNOLOGI PERTANIANFAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAUPEKANBARU2013LEMBAR PENGESAHAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK MI INSTAN DARI PATI SAGU DENGAN METODE AKSELERASI

Oleh:

DEWI KURNIATINIM. 0806113945

Menyetujui

Pembimbing IPembimbing II

Prof.Dr.Ir.Usman Pato., M.Sc Dr.Ir.Fajar Restuhadi., M.Si NIP. 19660120 199003 1 001 NIP. 19620928 198703 1 002

Mengetahui

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Riau

Prof. Dr. Ir. Usman Pato, M.ScNIP. 19660120 199003 1 001 Ketua Prgram Studi Teknologi Hasil Pertanian

Dr. Yusmarini, S.Pt., M.P NIP. 19690911 199903 2 001

Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan di depan tim penguji ujian Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Riau dan dinyatakan lulus pada tanggal 10 Juni 2013

No.NamaJabatan

1Prof. Dr. Ir. Usman Pato, M.Sc.Ketua

2Dr. Ir. Fajar Restuhadi, M.SiAnggota

3Dr. Yusmarini, S.Pt., M.PAnggota

4Ir. Raswen Efendi, MSAnggota

5Ir. Akhyar Ali, MPAnggota

RIWAYAT HIDUP

Dewi Kurniati dilahirkan di Penyasawan, tanggal 11 Januari 1990. Merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H. Anibar Gani dan Ibu Hj. Mardiana. Pada tahun 1996 masuk Sekolah Dasar Muhammadiyah 002 Penyasawan dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2002 melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah (MTs.M) Penyasawan Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005 melanjutkan pendidikan ke Madrasah Aliyah Ummatan Wasathan PP. Teknologi Riau Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar dan lulus pada tahun 2008.Pada tahun 2008 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) diterima menjadi mahasiswa di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011 melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KUKERTA) di Desa Tanjung Emas, Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar. Penulis menyelesaikan tugas akhir dengan menulis skripsi berjudul Pendugaan Umur Simpan Produk Mi Instan dari Pati Sagu dengan Metode Akselerasi di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Usman Pato, M.Sc. dan Dr. Ir. Fajar Restuhadi, M.Si. Pada tanggal 10 Juni 2013 dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar Sarjana Teknologi Pertanian melalui sidang terbuka Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau.SHELF LIFE ESTIMATION OF INSTANT NOODLE FROM SAGO STARCH USING ACCELERARED METHOD

By: Dewi Kurniati (0806113945)

Under Supervision by, Prof. Dr. Ir. Usman Pato, M.Sc. and Dr. Ir. Fajar Restuhadi, M.Si

ABSTRACT

Shelf life is one of the requirements tht must be met before marketing of food products. This study purpose was to determine the approximate shelf life of instant noodles made from sago starch. Shelf life estimation was using the accelerated method of observation for 32 days at three different temperatures namely 35, 45 and 55 C. Parameters observed during the storage process were the assessment of sensory level of rancidity and TBA value. Results show that a shelf life of sago instant noodle by organoleptic assessment was 50,78 days and the shelf life of sago instant noodle by TBA value was 75,31 days at a temperature of 27 C. For food quality and safety the shorter shelf life period (50,78 days) was choose as shelf life of sago instant noodle.

Keywords: sago, noodle, shelf life, accelerated method

DEWI KURNIATI (0806113945) telah melaksanakan penelitian dengan judul Pendugaan Umur Simpan Produk Mi Instan dari Pati Sagu dengan Metode Akselerasi di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Usman Pato., M.Sc. sebagai pembimbing I dan Dr. Ir. Fajar Restuhadi., M.Si. sebagai pembimbing II.

RINGKASANInformasi umur simpan merupakan salah satu informasi yang wajib dicantumkan oleh produsen pada kemasan produk pangan. Pencantuman informasi umur simpan menjadi sangat penting karena terkait dengan keamanan produk pangan tersebut dan untuk menghindari pengkonsumsian pada saat kondisi produk sudah tidak layak dikonsumsi. Kewajiban produsen untuk mencantumkan informasi umur simpan ini telah diatur oleh pemerintah dalam Undang-Undang No 18 tahun 2012 tentang Pangan pasal 97 serta PP Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dimana setiap industri pangan wajib mencantumkan tanggal kadaluarsa (umur simpan) pada setiap kemasan produk pangan (Setiawan, 2005).Informasi umur simpan produk sangat penting bagi banyak pihak, baik produsen, konsumen, penjual dan distributor. Konsumen tidak hanya mengetahui tingkat kesegaran dan keamanan produk, melainkan juga menjadi petunjuk bagi perubahan citarasa, penampakan dan kandungan gizi produk tersebut. Bagi produsen, informasi umur simpan merupakan bagian dari konsep pemasaran produk yang penting secara ekonomi dalam hal pendistribusian produk serta berkaitan dengan usaha pengembangan jenis bahan pengemas yang digunakan. Bagi penjual dan distributor informasi umur simpan sangat penting dalam hal penanganan stok barang dagangannya. Umur simpan atau masa kadaluarsa merupakan suatu parameter ketahanan produk selama penyimpanan. Salah satu kendala yang selalu dihadapi oleh industri dalam pendugaan umur simpan suatu produk adalah masalah waktu, karena bagi produsen hal ini akan mempengaruhi jadwal peluncuran suatu produk pangan, oleh karena itu metode pendugaan umur simpan yang dipilih harus metode yang paling cepat, mudah, memberikan hasil yang tepat dan sesuai dengan karakteristik produk pangan yang bersangkutan. Pendugaan umur simpan produk dapat dilakukan dengan metode konvensional dan metode akselerasi. Metode konvensional membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang mahal karena pendugaan umur simpan dilakukan dalam kondisi normal sehari-hari, namun demikian, metode ini sangat akurat dan tepat. Metode akselerasi dapat dilakukan dalam waktu yang relatif lebih singkat karena penentuan umur simpan ini dilakukan pada kondisi percobaan yang ekstrim (suhu tinggi, kelembaban di atas atau di bawah kondisi normal penyimpanan) sehingga mempercepat proses penurunan mutu produk.Penelitian ini bertujuan untuk menentukan umur simpan mi instan dari pati sagu terbaik dari penelitian sebelumnya yang disimpan pada suhu 35, 45 dan 550C. Pendugaan umur simpan dilakukan berdasarkan hasil uji organoleptik ketengikan dan nilai TBA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur simpan mi sagu instan berdasarkan uji organoleptik ketengikan adalah 50,78 hari dan berdasarkan perhitungan nilai TBA adalah 75,31 hari. Namun untuk tujuan keamanan dan kualitas maka dipilih waktu yang lebih singkat, jadi produk mi sagu instan memiliki perkiraan umur simpan selama 50,78 hari pada suhu penyimpanan 270C.

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pendugaan Umur Simpan Produk Mi Instan dari Pati Sagu dengan Metode Akselerasi . Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :1. Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Usman Pato, M.Sc. dan segenap pembantu dekan lainnya.2. Ketua Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Dr. Yusmarini, S.Pt., M.P. dan segenap pegawai tata usaha serta laboran Program Studi Teknologi Hasil Pertanian.3. Dosen pembimbing I Prof. Dr. Ir. Usman Pato, M.Sc. sekaligus sebagai dosen Penasehat Akademis dan dosen pembimbing II Dr. Ir. Fajar Restuhadi, M.Si. yang senantiasa penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan, petunjuk, arahan dan motivasi mulai dari penyusunan usul penelitian, pelaksanaan penelitian hingga sampai selesainya penyusunan skripsi.4. Kepala Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama menyelesaikan penelitian. 5. Dr. Yusmarini, S.Pt., M.P, Ir. Raswen Efendi, M.S. dan Ir. Akhyar Ali, M.P. sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran yang membangun dalam perbaikan skripsi.6. Seluruh dosen pengajar Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian yang telah banyak mengajar ilmu pengetahuan selama studi, beserta staf pengelola Fakultas Pertanian atas segala bantuan, kemudahan dan kelancaran administrasi.7. Orang tua tercinta, Ayahanda H. Anibar Gani dan Ibunda Hj. Mardiana yang selalu memberikan doa, semangat, motivasi serta segala hal yang tak ternilai harganya.8. Abang dan adekku tersayang, Liberi Yuni Syahputra, S.Pd. dan Hidayati Lestari, terima kasih atas doa dan motivasinya semoga aku menjadi kebanggan bagi kalian semua.9. Teman-teman THP angkatan 2008, sahabat-sahabat PTR 3G terima kasih atas kebersamaan, kekompakan, kebahagiaan dan kekeluargaan yang telah tercipta diantara kita.10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas semua bantuan dan kerjasamanya.Akhirnya diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak baik masa sekarang maupun masa yang akan datang.

Pekanbaru, Agustus 2013 Dewi Kurniati

DAFTAR ISI

HalamanKATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiiDAFTAR TABELvDAFTAR GAMBARviDAFTAR LAMPIRANvii

I. PENDAHULUAN11.1.Latar Belakang11.2.Tujuan Penelitian3

II. TINJAUAN PUSTAKA42.1.Tanaman Sagu42.2.Pati Sagu52.3.Mi Sagu72.4.Mi Instan dan Pembuatannya82.5.Umur Simpan Produk112.6.Metode Penentuan Umur Simpan142.6.1. Extended Storage Studies152.6.2. Accelerated Storage Studies.16

III.BAHAN DAN METODE183.1.Tempat dan Waktu183.2.Bahan dan Alat183.3.Metode Penelitian183.4.Pelaksanaan Penelitian193.4.1. Persiapan Bahan.. 193.4.2. Pembuatan Mi193.5.Pengamatan203.5.1. Umur Simpan20 3.5.1.1. Penilaian Organoleptik 273.5.1.2. Analisis Bilangan TBA27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN294.1.Umur Simpan294.1.1. Penilaian Organoleptik 294.1.2. Analisis Bilangan TBA31

V.KESIMPULAN DAN SARAN375.1.Kesimpulan375.2.Saran37

DAFTAR PUSTAKA38LAMPIRAN 43

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman1. Komposisi kimia pati sagu62. Standar mutu pati sagu.73. Standar mutu mi instan114. Kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan125. Kriteria mutu fisik beberapa produk pangan pada air kritis156. Skor rerata uji organoleptik pada berbagai suhu227. Skor rerata nilai TBA pada berbagai suhu238. Persamaan umur simpan ordo 0249. Persamaan umur simpan ordo 12410. Skema tabulasi data hasil analisis2611. Skor rerata ketengikan sampel mi sagu pada berbagai tingkat suhu dan hari penyimpanan2912. Nilai k dan ln k pada tiga suhu penyimpanan untuk parameter ketengikan secara organoleptik3013. Hasil pengukuran bilangan TBA pada berbagai tingkat suhu dan hari penyimpanan3214. Nilai k dan ln k pada tiga suhu penyimpanan untuk parameter pengukuran bilangan TBA32

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman1. Grafik hubungan antara nilai k dan 1/T.....................................................242. Hubungan 1/T dengan ln k untuk parameter aroma ketengikan secara organoleptik 303. Hubungan 1/T dengan ln k untuk parameter pengukuran bilangan TBA....33

DAFTAR LAMPIRAN

LampiranHalaman1. Diagram alir pembuatan mi sagu instan432. Diagram alir pendugaan umur simpan mi sagu instan443. Formulir uji organoleptik secara deskriptif454. Skor organoleptik ketengikan (off flavor) pada berbagai tingkat suhu selama penyimpanan.. 465. Perhitungan umur simpan mi sagu berdasarkan uji sensori terhadap tingkat ketengikan...476. Perhitungan pendugaan umur simpan mi sagu berdasarkan pengukuran bilangan TBA487. Dokumentasi penelitian49

iii

I. PENDAHULUAN

Latar BelakangInformasi umur simpan merupakan salah satu informasi yang wajib dicantumkan oleh produsen pada kemasan produk pangan. Pencantuman informasi umur simpan menjadi sangat penting karena terkait dengan keamanan produk pangan tersebut dan untuk menghindari pengkonsumsian pada saat kondisi produk sudah tidak layak dikonsumsi. Kewajiban produsen untuk mencantumkan informasi umur simpan ini telah diatur oleh pemerintah dalam Undang-Undang No 18 tahun 2012 tentang Pangan pasal 97 serta PP Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dimana setiap industri pangan wajib mencantumkan tanggal kadaluarsa (umur simpan) pada setiap kemasan produk pangan (Setiawan, 2005).Informasi umur simpan produk sangat penting bagi banyak pihak, baik produsen, konsumen, penjual dan distributor. Konsumen tidak hanya mengetahui tingkat kesegaran dan keamanan produk, melainkan juga menjadi petunjuk bagi perubahan citarasa, penampakan dan kandungan gizi produk tersebut. Bagi produsen, informasi umur simpan merupakan bagian dari konsep pemasaran produk yang penting secara ekonomi dalam hal pendistribusian produk serta berkaitan dengan usaha pengembangan jenis bahan pengemas yang digunakan. Bagi penjual dan distributor informasi umur simpan sangat penting dalam hal penanganan stok barang dagangannya. Sagu dapat digunakan sebagai bahan substitusi pangan dan bahan baku untuk industri. Dalam industri pangan, sagu dapat diolah menjadi berbagai produk pangan, salah satunya adalah mi. Mi merupakan makanan yang banyak digemari masyarakat luas. Permasalahan dalam industri mi saat ini adalah bahan baku utamanya yaitu terigu yang masih diimpor. Perlu upaya untuk mengurangi penggunaan terigu dengan sumber karbohidrat lainnya. Sagu merupakan salah satu sumber pangan lokal yang dapat dijadikan alternatif untuk mengurangi penggunaan tepung terigu dalam pembuatan mi. Pengolahan pangan pada industri komersial umumnya bertujuan memperpanjang masa simpan, mengubah atau meningkatkan karakteristik produk (warna, citarasa, tekstur), mempermudah penanganan dan distribusi, memberikan lebih banyak pilihan dan ragam produk pangan di pasaran, meningkatkan nilai ekonomis bahan baku, serta mempertahankan atau meningkatkan mutu, terutama mutu gizi, daya cerna dan ketersediaan gizi. Mi instan yang telah diproduksi harus diketahui umur simpannya, karena salah satu kriteria atau komponen mutu yang penting pada komuditas pangan adalah umur simpan. Produk-produk kering seperti mi instan dapat diduga umur simpannya melalui metode akselerasi. Metode akselerasi dapat dilakukan dengan pendekatan model Arrhenius dan model kadar air kritis. Model Arrhenius biasanya digunakan untuk produk yang sensitif terhadap perubahan suhu penyimpanan, produk pangan yang mengandung lemak tinggi (berpotensi terjadinya oksidasi lemak) atau yang mengandung gula pereduksi dan protein (berpotensi terjadinya reaksi kecoklatan) sedangkan model kadar air kritis biasanya digunakan untuk produk yang mudah rusak karena penyerapan air dari lingkungan selama penyimpanan. Metode akselerasi digunakan untuk mempercepat penurunan mutu produk dengan menyimpan produk pada kondisi ekstrim (suhu dan kelembaban yang tinggi) sehingga penentuan umur simpan menjadi lebih singkat. Berdasarkan karakteristik produk, untuk meningkatkan efisiensi kinerja industri, mengurangi biaya dan waktu, metode akselerasi merupakan metode yang tepat digunakan untuk menentukan umur simpan produk. Berdasarkan uraian tersebut, maka telah dilakukan penelitian dengan judul Pendugaan Umur Simpan Produk Mi Instan dari Pati Sagu dengan Metode Akselerasi.Tujuan PenelitianPenelitian ini bertujuan untuk menentukan umur simpan mi instan dari pati sagu dengan metode akselerasi.

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. 2. 2. 2.1. Tanaman SaguSagu (Metroxylon. sp.) merupakan tanaman palma penghasil pati (sumber karbohidrat) dan menempati urutan keempat setelah ubi kayu, jagung dan ubi jalar. Indonesia memiliki areal sekitar 1.300.00 ha atau 51,3% dari total areal sagu dunia (Flach, 1996). Beragam jenis sagu telah diidentifikasi Kanro, dkk. (2003) menyatakan bahwa terdapat sekitar 20 jenis sagu di Sentani dan 60 jenis di Jayapura, Manokwari, Sorong dan Merauke.Menurut Hengky dan Abner (2003), sagu biasanya dibagi dalam dua golongan yaitu hanya berbunga atau berbuah sekali dan yang berbunga atau berbuah lebih dari satu kali. Pohon sagu dapat tumbuh pada 90BB - 90BT dan 10LU - 10LS dengan ketinggian 0-100 m dpl, suhu rata-rata 25C dengan kelembaban 90% dan curah hujan yang tinggi 200-4000 mm/tahun (Ngudiwaluyo dan Amos, 1996 dalam Rahmiyati, 2006). Lingkungan yang baik untuk pertumbuhan sagu adalah daerah yang berlumpur, agar akar napas tidak terendam, kaya mineral dan bahan organik, air tanah berwarna coklat dan bereaksi agak asam (Haryanto dan Pangloli, 1992).Komponen terbesar yang terkandung dalam sagu adalah pati (Anonim, 2009). Batang tanaman sagu merupakan tempat penyimpanan pati atau karbohidrat. Kandungan pati dalam empulur batang sagu berbeda-beda, tergantung pada umur dan spesies tanaman sagu, serta lingkungan tempat sagu itu tumbuh. Semakin tua umur tanaman sagu, kandungan pati dalam empulur semakin besar dan pada umur tertentu kandungan pati tersebut akan menurun (Flach, 1983 dalam Ramadhan, 2009).2.2. Pati SaguPati merupakan sumber utama karbohidrat dalam pangan. Pati merupakan komponen utama pada bebijian dan umbi-umbian. Pati merupakan bentuk penting polisakarida yang tersimpan dalam jaringan tanaman (Suriani, 2008). Pati merupakan butiran kecil yang disebut granula di dalam sel tanaman (Sajilata, dkk. 2006). Pati berbentuk granula atau butiran yang berwarna putih tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Ukuran dan bentuk dari granula pati berbeda untuk setiap jenis tanaman. Granula pati tidak larut di dalam air dingin, karena molekulnya berantai lurus atau bercabang tidak berpasangan, sehingga membentuk jaringan yang mempersatukan granula pati.Beberapa jenis sagu telah dipelajari karakteristiknya. Granula pati sagu berbentuk oval dengan diameter 15-50 m. ukuran tersebut lebih besar dibanding pati beras (2-13 m), pati jagung (5-25 m) atau pati terigu (3-34 m). Besarnya ukuran granula pati membuat pati sagu relatif mudah diendapkan (Purwani, dkk. 2006). Pati sagu mengandung amilosa 27% dan amilopektin 73% (Haryanto dan Pangloli, 1992). Perbandingan amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin besar kandungan amilopektin maka pati akan lebih basah, lengket dan cenderung sedikit menyerap air. Sebaliknya jika kandungan amilosa tinggi maka pati bersifat kering, kurang lengket dan mudah menyerap air. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk menyerap dan membengkak menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin. Amilosa dan amilopektin di dalam granula pati dihubungkan dengan ikatan hidrogen. Kandungan kalori, karbohidrat, protein dan lemak pati sagu setara dengan tepung tanaman penghasil karbohidrat lainnya (Haliza dan Iriani, 2006). Komposisi kimia pati sagu disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia pati saguKomponenJumlah (%)

AirProteinAbuLemakSeratAmilosaAmilopektin120,700,1030,2022,9762,11

Sumber: Anonim (2009)Pati sagu sebagian besar berwarna putih, namun ada juga yang secara genetik berwarna kemerahan yang disebabkan oleh senyawa phenolik. Derajat putih pati sagu bervariasi dan seringkali berubah menjadi kecokelatan/merah selama proses penyimpanan. Perubahan warna terjadi akibat adanya aktivitas enzim Latent Polyphenol Oxidase (LPPO). Enzim ini mengkatalis reaksi oksidasi senyawa poliphenol menjadi quinon yang selanjutnya membentuk polimer dan menghasilkan warna coklat (Purwani, dkk. 2006). Pati sagu yang diproduksi harus memenuhi standar yang telah ditetapkan, untuk melindungi konsumen dari cemaran-cemaran tertentu yang dapat membahayakan kesehatannya. Syarat mutu pati sagu di Indonesia telah diatur dalam SNI 01-3729-1995 yang tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat mutu pati saguNoKriteria UjiSatuanPersyaratan

1.

2.3.

4.5.6.7.8.9.10.

11.

12.

13.14.Keadaan:BauWarnaRasaBenda asingSerangga (dalam segala bentuk stadia dan potongannya)

Jenis pati lain selain pati saguAirAbuSerat kasarDerajat asamResidu SO2Bahan tambahan makanan

Kehalusan, lolos ayakan 100 meshCemaran logam:Timbal (Pb)Tembaga (Cu)Seng (Zn)Raksa (Hg)Cemaran Arsen (As)Cemaran mikroba):Angka lempengan totalE. coliKapang-----

-% (b/b)% (b/b)% (b/b)ml NaOH 1N/100gmg/kg-

% (b/b)

mg/kgmg/kgmg/kgmg/kgmg/kg

Koloni/gAPM/gKoloni/gNormalNormalNormalTidak boleh adaTidak boleh ada

Tidak boleh adaMaks. 13Maks. 0,5Maks. 0,1Maks. 4Maks. 30Sesuai SNI 01-0222-1995Min. 95

Maks. 1,0Maks. 10,0Maks. 40,0Maks. 0,05Maks. 0,5

Maks. 1,0 x 106Maks. 10Maks. 1,0 x 104

Sumber: Standar Nasional Indonesia (1995) dalam Haryanto (2008)

2.3. Mi SaguMi merupakan salah satu jenis makanan yang paling populer di Asia khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara. Menurut catatan sejarah, mi pertama kali dibuat di daratan Cina sekitar 2000 tahun yang lalu pada masa pemerintahan dinasti Han. Mi berkembang dari Cina dan menyebar ke Jepang, Korea, Taiwan dan negara-negara di Asia Tenggara bahkan meluas sampai ke benua Eropa (Anonim, 2008). Pada umumnya mi dibuat dari tepung terigu dan beberapa di antaranya dari pati. Mi berbahan baku pati yang ada di pasaran antara lain adalah soun dari tapioka, bihun dari beras, dan mi gleser dari sagu (Purwani dan Harimurti, 2005).Mi berbasis pati sagu sangat berbeda dengan mi dari bahan terigu. Kekhasan mi berbasis pati adalah dibuatnya adonan dari campuran binder (berupa pati tergelatinisasi) dengan pati mentah (native). Binder berfungsi seperti gluten pada terigu sehingga dapat dibentuk adonan yang mudah ditangani (Haliza dan Iriani, 2006). Mi sagu berwarna kuning, kuning kemerahan atau putih ketika dimakan terasa kenyal dan licin. Mi yang bagus apabila dimasak tampak transparan dan tidak mudah putus. Selain itu tidak mengakibatkan air perebusnya keruh. Hal ini menandakan bahwa tidak banyak padatan mi yang terlepas atau padatan yang hilang (cooking losses) relatif kecil (Purwani, dkk. 2006). Pengolahan mi dilakukan untuk menjadikan mi sebagai salah satu pangan alternatif pengganti nasi. Hal ini sangat menguntungkan ditinjau dari sudut pandang penganekaragaman konsumsi pangan. Konsumsi mi dapat terus meningkat, hal tersebut didukung oleh berbagai keunggulan yang dimiliki mi, terutama dalam hal tekstur, rasa, penampakan dan kepraktisan penggunaannya. Berdasarkan hal tersebut peluang usaha industri pengolahan mi, baik dalam industri skala kecil maupun besar masih sangat terbuka luas (Munarso, 2010).2.4. Mi Instan dan PembuatannyaPada prinsipnya mi dibuat dengan cara yang sama, tetapi di pasaran dikenal beberapa jenis mi, seperti mi segar/mentah, mi basah, mi kering dan mi instan (Astawan, 2008). Ada 3 (tiga) golongan mi berdasarkan SNI yaitu (1) Mi basah, produk makanan basah yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, (2) Mi kering, produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan dan (3) Mi instan, mi instan dibuat dari adonan terigu sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya. Mi instan dicirikan dengan adanya penambahan bumbu dan memerlukan proses rehidrasi untuk siap dikonsumsi. Mi instan didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari adonan tepung terigu, tepung beras atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya, siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih dengan adanya penambahan bumbu (Anonim, 2000). Berdasarkan proses pengeringannya, dikenal ada dua macam mi instan. Pengeringan yang dilakukan dengan cara menggoreng, menghasilkan mi instan goreng (instant fried noodle), sedangkan pengeringan dengan udara panas disebut mi instan kering (instant dried noodle). Mi instan goreng mampu menyerap minyak hingga 20% selama penggorengan (Astawan, 2008). Proses pembuatan mi melalui beberapa tahap yaitu persiapan bahan, mixing, rolling dan noodle formation, cutting, steaming, molding, frying, cooling, dan packaging. Proses pengadukan (mixing) semua bahan diaduk dengan mixer menjadi satu sampai terbentuk adonan. Tujuan pencampuran bahan adalah menghidrasi tepung dengan air, menghasilkan campuran yang homogen dan membentuk adonan (Wibowo, 2008). Rolling adalah pembentukan lembaran yang tipis dengan ukuran yang disesuaikan dengan kebutuhan, kemudian lembaran adonan dibentuk menjadi untaian mi (noodle formation). Proses selanjutnya adalah cutting yaitu proses pemotongan untaian mi dengan ukuran tertentu. Proses steaming adalah proses pengukusan untaian mi (Kim, 1996). Pengukusan atau steaming bertujuan untuk memasak mi menjadi mi masak dengan sifat fisik yang solid sehingga akan diperoleh tekstur mi yang baik yakni lembut, lunak dan elastis (Ritantiyah, 2010). Pengukusan merupakan titik kritis yang perlu diperhatikan dalam pembuatan mi sagu instan (Sugiyono, dkk. 2009). Selanjutnya proses penggorengan. Penggorengan merupakan pemberian sejumlah panas pada suatu bahan dengan media minyak atau lemak agar bahan tersebut menjadi matang atau setengah matang. Tujuan proses ini adalah untuk megurangi kadar air di dalam mi dan pemantapan pati tergelatinasi. Kadar air setelah penggorengan adalah 3% sehingga mi menjadi matang, kaku dan awet (Ritantiyah, 2010). Berikutnya setelah penggorengan dilakukan pendinginan (Kim, 1996). Tujuan dari proses pendinginan mi ini adalah untuk mendinginkan mi panas yang keluar dari proses penggorengan hingga diperoleh suhu mendekati suhu kamar sebelum dikemas. Proses terakhir adalah pengemasan (packaging), tujuan pengemasan mi adalah untuk melindungi mi dari kemungkinan terjadinya kerusakan sehingga mi tidak mengalami penurunan kualitas sampai di tangan konsumen (Ritantiyah, 2010). Syarat mutu mi instan telah ditetapkan oleh Dewan Standarisasi Nasional tercantum dalam Standar Nasional Indonesia Nomor 01- 3551- 2000 disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat mutu mi instan berdasarkan SNI 01- 3551- 2000NoKriteria UjiSatuanStandar1 Keadaan-Normal1.1 Tekstur-Normal1.2 Aroma-Normal 1.3 Rasa -Normal1.4 Warna-Normal2Benda asing-Tidak boleh ada3Keutuhan%b/bMin. 904Kadar Air4.1 Proses penggorengan%b/bMaks. 10,04.2 Proses Pengeringan%b/bMaks. 14,55Kadar Protein5.1 Mie dari terigu%b/bMin. 8,05.2 Mie dari bukan terigu %b/bMin. 4,06Bilangan Asam mg/kgMaks. 27Cemaran Logam7.1 Timbalmg/kgMaks. 2,07.2 Raksa (Hg)mg/kgMaks. 0,058Arsen (As)mg/kgMaks. 0,59Cemaran Mikroba9.1 Angka Lempengan TotalKoloni/g Maks. 1,0x1069.2 E. coli APM/g< 39.3 SalmonelaKoloni/gNegatif/25g9.4 KapangKoloni/gMaks. 1,0x103Sumber: Dewan Standarisasi Nasional (2000)

2.5. Umur Simpan ProdukUmur simpan produk pangan didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan suatu produk pangan untuk mengalami kerusakan hingga tingkat yang tidak dapat diterima pada kondisi penyimpanan, proses, dan pengemasan yang spesifik. Umur simpan produk pangan sebagai selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi (Arpah, 2007). Mutu produk pangan akan mengalami perubahan (penurunan) selama proses penyimpanan (Herawati, 2008).Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan mutu pada produk pangan menjadi dasar dalam menentukan titik kritis umur simpan. Titik kritis ditentukan berdasarkan faktor utama yang sangat sensitif serta dapat menimbulkan terjadinya perubahan mutu pangan selama distribusi, penyimpanan hingga siap konsumsi (Herawati, 2008). Kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan disajikan pada Tabel 4.Tabel 4. Kriteria Kadaluarsa Beberapa Produk Pangan ProdukMekanisme Penurunan MutuKriteria Kadaluarsa

Teh keringSusu bubuk

Makanan laut kering bekuMakanan bayi

Makanan kering

Sayuran keringPenyerapan uap airPenyerapan uap air dan oksidasiOksidasi dan fotodegradasi

Penyerapan uap air

Penyerapan uap air

Penyerapan uap airPeningkatan kadar airPencoklatan dan laju konsumsi O2Aktivitas air

Konsentrasi asam askorbat

Off flavor- perubahan warnaPencoklatan

Kol keringTepung biji kapas

Tepung tomatBiji-bijianKejuBawang keringBuncis hijauKeripik kentang

Udang kering bekuTepung Gandum

Minuman ringanPenyerapan uap airPenyerapan uap air

Penyerapan uap airPenyerapan uap airPenyerapan uap airPenyerapan uap airPenyerapan uap airPenyerapan uap air dan oksidasiOksidasiPenyerapan uap air dan oksidasiPelepasan CO2PencoklatanKonsentrasi asam askorbatPeningkatan kadar airTeksturPencoklatanKonsentrasi klorofilLaju oksidasiLaju konsumsi O2

Konsentrasi karotenKonsentarsi asam askorbatPerubahan tekanan

Sumber: Herawati (2008).Menurut Syarief, dkk. (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas adalah sebagai berikut:1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik.2. Ukuran kemasan dalam hubungan dengan volume.3. Kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan.4. Kekuatan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau, termasuk perekatan, penutupan dan bagian-bagain yang terlipat.Penggunaan indikator mutu dalam menentukan umur simpan produk siap masak atau siap saji bergantung pada kondisi saat percobaan penentuan umur simpan tersebut dilakukan (Kusnandar, 2004). Hasil percobaan penentuan umur simpan hendaknya dapat memberikan informasi tentang umur simpan pada kondisi ideal, umur simpan pada kondisi tidak ideal dan umur simpan pada kondisi distribusi dan penyimpanan normal dan penggunaan oleh konsumen. Suhu normal untuk penyimpanan yaitu suhu yang tidak menyebabkan kerusakan atau penurunan mutu produk. Suhu ekstrim atau tidak normal akan mempercepat terjadinya penurunan mutu produk dan sering diidentifikasi sebagai suhu pengujian umur simpan produk (Hariyadi, 2004).Pengendalian suhu, kelembaban dan penanganan fisik yang tidak baik dapat dikategorikan sebagai kondisi distribusi pangan yang tidak normal. Salah satu kendala yang sering dihadapi industri pangan dalam penentuan masa kadaluarsa produk adalah waktu. Pada prakteknya, ada lima pendekatan yang dapat digunakan untuk menduga masa kadaluarsa yaitu: (1) nilai pustaka (literature value), (2) distribution turn over, (3) Accelerated Shelft-Life (ASLT), (4) consumer complaints dan (5) distribution abuse test (Hariyadi, 2004). Penentuan umur simpan dapat dilakukan dengan ASLT di laboratorium, untuk produk pangan yang masih dalam tahap penelitian dan pengembangan, analisis untuk menentukan umur simpan produk dilakukan sebelum produk dipasarkan, untuk keperluan tersebut, produsen akan meramu serta memproses produk sampai ditemukan kondisi umur simpan maksimal yang dikehendaki (Herawati, 2008). Setelah kondisi optimal diperoleh, prototipe produk diuji coba dengan menggunakan Accelerated Storage Studies (ASS) atau ASLT dan uji distribusi. Berdasarkan hasil pengujian, akan diperoleh nilai umur simpan produk akhir dan produk siap dipasarkan. Data yang diperlukan untuk menentukan umur simpan produk yang dianalisis di laboratorium dapat diperoleh dari analisis atau evaluasi sensori, analisis kimia dan fisik serta pengamatan kandungan mikroba (Koswara, 2004). Penentuan umur simpan dengan menggunakan faktor organoleptik dapat menggunakan parameter sensori (warna, flavor, aroma, rasa dan tekstur) terhadap sampel dengan skala 010 yang mengindikasikan tingkat kesegaran suatu produk (Gelman, dkk. 1990).1. 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. Metode Penentuan Umur SimpanMenurut Syarief, dkk. (1989), secara garis besar umur simpan dapat ditentukan dengan menggunakan metode konvensional (extended storage studies, ESS) dan metode akselerasi kondisi penyimpanan (ASS atau ASLT). Umur simpan produk pangan dapat diduga kemudian ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan yaitu ESS dan ASS atau ASLT (Floros dan Gnanasekharan, 1993).

1.5.1. Extended Storage Studies (ESS)Penentuan umur simpan produk dengan ESS sering disebut sebagai metode konvensional yaitu penentuan tanggal kadaluarsa dengan cara menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutu (usable quality) hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun pada awal penemuan dan penggunaan metode ini dianggap memerlukan waktu yang panjang dan analisis parameter mutu yang relatif banyak serta mahal. Dewasa ini metode ESS sering digunakan untuk produk yang mempunyai masa kadaluarsa kurang dari 3 bulan (Arpah, 2001). Pengukuran umur simpan dengan metode konvensional dilakukan dengan cara menyimpan beberapa bungkus produk yang memiliki berat serta tanggal produksi yang sama pada beberapa desikator atau ruangan yang telah dikondisikan dengan kelembaban yang seragam. Pengamatan dilakukan terhadap parameter titik kritis dan atau kadar air (Herawati, 2008). Selain berdasarkan hasil analisis kadar air, kadar air kritis dapat ditentukan berdasarkan mutu fisik produk sebagaimana tertera pada Tabel 5.Tabel 5. Kriteria Mutu Fisik Beberapa Produk Pangan Kadar Air KritisBahan Pangan Kriteria

Biji-bijian Biskuit, produk keringRoti tawar Gula Bumbu-bumbuan Tidak hancur, tidak berjamur, kerasTidak lembekProduk keras, tidak berjamur Keras, tidak lengketTidak lengket, berbentuk bubuk, tidak berjamur

Sumber : Syarif,dkk. (1989)

3.6.2. Accelerated Storage Studies (ASS)Penentuan umur simpan produk dengan metode ASS atau sering disebut dengan ASLT dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat mempercepat proses penurunan mutu (usable quality) produk pangan. Menurut Arpah (2001) salah satu keuntungan metode ASS yaitu waktu pengujian relatif singkat dengan ketepatan dan akurasi yang tinggi. Kesempurnaan model secara teoritis ditentukan oleh kedekatan hasil yang diperoleh (dari metode ASS) dengan nilai ESS. Hal ini diterjemahkan dengan menetapkan asumsi-asumsi yang mendukung model. Variasi hasil prediksi antara model yang satu dengan yang lain pada produk yang sama dapat terjadi akibat ketidak sempurnaan model dalam mendiskripsikan sistem yang terdiri atas produk, bahan pengemas dan lingkungan (Arpah, 2007). Kondisi penyimpanan metode ini diatur di luar kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan umur simpan dapat ditentukan (Arpah dan Syarief, 2000). Penentuan umur simpan produk dengan metode akselerasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu: (1) pendekatan kadar air kritis dengan teori difusi dengan menggunakan perubahan kadar air dan aktivitas air sebagai kriteria kadaluarsa dan (2) pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius yaitu dengan teori kinetika yang pada umumnya menggunakan ordo nol atau ordo satu untuk produk pangan (Arpah, 2001). Model persamaan matematika pada pendekatan kadar air diturunkan dari hukum difusi Fick unidireksional. Terdapat empat model matematika yang sering digunakan yaitu model Heiss dan Eichner (1971), model Rudolf (1986), model Labuza (1982) dan model waktu paruh (Syarief, dkk. 1989). Tahapan penentuan umur simpan dengan ASS meliputi penetapan parameter kriteria kadaluarsa, pemilihan jenis dan tipe pengemas, penentuan suhu untuk pengujian, prakiraan waktu dan frekuensi pengambilan contoh, plotting data sesuai ordo reaksi, analisis sesuai suhu penyimpanan dan analisis pendugaan umur simpan sesuai batas akhir penurunan mutu yang dapat ditolerir. Penentuan umur simpan dengan ASS perlu mempertimbangkan faktor teknis dan ekonomis dalam distribusi produk yang di dalamnya mencakup keputusan manajemen yang bertanggung jawab (Herawati, 2008).

III. BAHAN DAN METODE

3. 3.1. Tempat dan WaktuPenelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Fakultas Pertanian dan Kimia Pangan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Waktu penelitian berlangsung dari bulan Oktober hingga Desember 2012.3.2. Bahan dan AlatBahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu, air, Carboxy-Methyl Cellulose (CMC), garam dapur (NaCl), telur, minyak goreng, akuades, HCl dan pelarut Thiobarbituric Acid (TBA). Kemasan yang digunakan adalah kemasan plastik metalized (Low Density Polyethylene/LDPE).Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi, baskom, ampia, dandang perebus, timbangan, timbangan analitik, kompor, sendok pengaduk, loyang, spinner, oven, gelas ukur, labu, pipet tetes, kertas label, sealer destilasi, perlengkapan organoleptik dan alat tulis.3.3. Metode PenelitianPenelitian penentuan umur simpan dilakukan terhadap perlakuan terbaik dari penelitian sebelumnya. Pendugaan umur simpan dilakukan berdasarkan hasil uji organoleptik ketengikan dan nilai TBA. Tahap-tahap pendugaan umur simpan dengan metode akselerasi adalah penyimpanan produk dan penentuan batas kadaluarsa, penentuan ordo reaksi serta perhitungan umur simpan.

3.4. Pelaksanaan Penelitian1. 2. 3. 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.4.1. Persiapan BahanBahan-bahan untuk pembuatan mi dipersiapkan sesuai dengan komposisi dan perlakuan, dimulai dengan pencampuran adonan hingga menjadi mi sagu basah kemudian ke tahap pengeringan hingga ke proses penggorengan.3. 3.1. 3.2. 3.3. 3.4.1. 3.4.2. 3.4.2. Pembuatan MiDiagram alir pembuatan mi dapat dilihat dalam Lampiran 1 (Modifikasi metode Budiyah, 2004, Fitriyani, 2004 dan Sugiyono, dkk. 2010). Hal ini dilakukan karena tepung pati sagu tidak mengandung gluten sehingga diperlukan bahan tambahan berupa hidrokoloid (Ashwini, dkk. 2009) dan proses pre-gelatinisasi adonan mi dengan cara pengukusan (Suhendro, dkk. 2000; Juniawati, 2003; Setiawan, 2005; Sholehuddin, 2005; Purwanti, 2005). Proses pengukusan bertujuan untuk memudahkan pembentukan lembaran mi dan pencetakan mi.Pada tahap formulasi, bahan yang digunakan untuk pembuatan mi instan pati sagu terdiri dari pati sagu (300 gr), air (135 ml), telur (45 ml), hidrokoloid CMC (3 gr) dan garam (3 gr). Pembuatan mi instan dimulai dengan cara mencampur semua bahan yang terdiri dari pati sagu, CMC, garam, telur dan air menggunakan mixer atau secara manual, sambil diaduk hingga merata sampai terbentuk adonan. Adonan yang sudah terbentuk dimasukkan pada alat press dan dilakukan pelembaran-pelembaran. Kemudian lembaran-lembaran adonan dikukus selama 15 menit, kemudian didinginkan. Alat pencetak atau pemotong dipasang dan lakukan pencetakan mi. Mi yang telah tercetak dikeringkan dalam oven selama 1 jam dengan suhu 110C. Mi yang telah kering selanjutnya di goreng pada suhu 150C-170C selama 5 detik, kemudian di tiriskan dengan spinner dan di kemas.3. 3.5. 3.5. 3.5. 3.5. 3.5. Pengamatan

3.5.1. Umur Simpan

a. Penyimpanan produk dan penentuan batas kadaluarsaPenyimpanan dilakukan untuk mengetahui perubahan mutu produk. Perubahan mutu diamati secara organoleptik oleh panelis dan di hitung nilai TBA (Thiobarbituric Acid), produk disimpan dalam kemasan plastik metalized LDPE (Low Density Polyethylen ) pada suhu 35, 45 dan 55C sampai ketengikan tercium kuat (kadaluarsa). Penyimpanan produk dilakukan selama 32 hari dan setiap 4 hari sekali tingkat ketengikan produk dianalisa melalui penilaian organoleptik dan penentuan bilangan TBA.Bilangan TBA awal mi sagu diukur, selain itu skor awal organoleptik terhadap ketengikan produk ditetapkan. Skor awal organoleptik yaitu skor 5 (tidak tengik/normal). Pengamatan organoleptik dan pengukuran bilangan TBA dilakukan di setiap suhu penyimpanan sampai batas kadaluarsa. Batas kadaluarsa adalah saat dimana produk mulai tidak diterima oleh panelis dengan rerata skor tertentu. Batas skor yang ditetapkan yaitu skor 2 (mulai tengik tercium kuat). Pada saat batas kadaluarsa dilakukan pengukuran bilangan TBA sehingga diperoleh TBA kritis.Pengamatan parameter organoleptik hanya dilakukan terhadap off flavor (ketengikan) mi sebelum rehidrasi (pra rehidrasi). Uji organoleptik ini menggunakan 30 orang panelis semi terlatih dengan menggunakan penilaian skor 1-5 (Kusnandar dan Sutrisno, 2006). Penilaian organoleptik dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:5 = Normal (tidak tengik)4 = Off flavor (tengik) tercium sangat lemah3 = Off flavor (tengik) tercium lemah2 = Off flavor (tengik) tercium kuat1 = Off flavor (tengik) tercium sangat kuatb. Penentuan ordo reaksiPenentuan ordo reaksi dilakukan setelah data perubahan mutu diperoleh secara subjektif (organoleptik) maupun objektif (nilai TBA). Data-data hubungan waktu penyimpanan dengan perubahan mutu diplot pada masing-masing suhu penyimpanan (35, 45, 55C) menggunakan plot ordo nol dan ordo satu. Persamaan regresi linier dari masing-masing data tersebut ditentukan sehingga diperoleh ordo reaksi yang paling sesuai (dengan nilai R2 atau koefisien korelasi mendekati 1). Nilai kemiringan (slope) yang diperoleh dari persamaan regresi linier yang menghubungkan antara hari penyimpanan dan skor ketengikan pada tingkat suhu dinyatakan sebagai konstanta penurunan mutu (k) untuk masing-masing suhu penyimpanan.c. Perhitungan umur simpanUmur simpan produk pada suhu penyimpanan ditentukan dengan menghubungkan nilai k dan nilai suhu yang telah diketahui. Nilai k yang dihubungkan dengan suhu menggunakan persamaan Arrhenius :k = k0e-(Ea/RT) ..( Persamaan 1)atau dalam bentuk logaritma : ln k = ln k0 ()1/T.............( Persamaan 2)atau bentuk persamaan linier : y = a + bx...............................( Persamaan 3)dimana y = ln k; x = 1/Tumur simpan ordo 0:t = .....................................( Persamaan 4)umur simpan ordo 1 :t = .............................( Persamaan 5)Keterangan:t= umur simpan (hari)A0= nilai mutu awal/mula-mulaAt= nilai mutu akhir/batas kadaluarsa (titik kritis)k = konstanta penurunan mutuEa= energi aktivitasT= suhu mutlak (K)R= konstanta gas (1,986 kal/molK)Penjabaran rumus berdasarkan uji organoleptik dan analisis TBA :1. Skor rata-rata dari uji organoleptik dan TBA dimasukkan ke dalam tabel pada berbagai tingkat suhu yang berbeda (35C, 45C, 55C). Tabel 6. Skor rerata uji organoleptik pada berbagai suhu SuhuHari

350C................................

450C................................

550C................................

y = a + bx............................................................( Lihat Persamaan 3)t1= 35 0Cyt1= ast1 + bst1 . Xt1 t2= 45 0Cyt2= ast2 + bst2 . Xt2 t3= 55 0Cyt3= ast3 + bst3 . Xt3

Tabel 7. Skor rerata nilai TBA pada berbagai suhu SuhuHari

350C................................

450C................................

550C................................

y = a + bx............................................................( Lihat Persamaan 3)t1= 35 0Cyt1= aBt1 + bBt1 . Xt1 t2= 45 0Cyt2= aBt2 + bBt2 . Xt2t3= 55 0Cyt3= aBt3 + bBt3 . Xt3Keterangan : y = Lama Penyimpanana = Nilai Intersepb, k = Nilai Slope

2. Data dianalisis dengan menggunakan regresi linear yang menghubungkan antara hari penyimpanan (x) dan skor rerata ketengikan atau nilai TBA (y) untuk ordo 0 , sedangkan untuk menganalisis lama penyimpanaan pada ordo 1 dilakukan regresi antara hari penyimpanan (x) dan ln skor rerata ketengikan atau ln nilai TBA (y) pada berbagai tingkat suhu, dari data regresi ini dapat diketahui nilai slope ( b atau k ), intercept (a) dan korelasi (r) pada masing-masing suhu.3. Nilai slope (k) pada masing-masing suhu dan ordo terhadap tingkat ketengikan dan nilai TBA dimasukkan kedalam table.

Table 8. Persamaan umur simpan ordo 0Suhu (0C)T (K)1/T (1/K)kLn k

353080,003247

453180,003145

553280,003049

Table 9. Persamaan umur simpan ordo 1Suhu (0C)T (K)1/T (1/K)kLn k

353080,003247

453180,003145

553280,003049

4. Regresikan ordo 0 dan ordo 1 antara 1/T (x) dan ln k (y) sehingga didapatkan nilai slope, intersep dan korelasi pada masing-masing ordo. Nilai korelasi (r) yang paling besar dijadikan sebagai perhitungan umur simpan.5. Plot nilai 1/T (sumbu x) dan ln k (sumbu y) sehingga didapat grafik laju penurunan mutu. Hasil regresi yang diperoleh yaitu diketahuinya nilai a dan b sehingga nilai y (ln k) dapat dihitung dan diperoleh nilai k (konstanta penurunanmutu). Gambar 1. Grafik hubungan antara nilai ln k dan 1/T

6. Nilai k yang didapat merupakan nilai laju reaksi unit mutu perhari. Dimasukkan ke persamaan 4 atau persamaan 5, begitu juga nilai TBA dibandingkan sehingga didapat nilai u ur simpan (t), umur simpan yang paling singkat merupakan batas umur simpan produk, dibandingkan dengan suhu kamar 270C.

umur simpan ordo 0 : t = .............................. (Lihat persamaan 4) atauumur simpan ordo 1 : t = ................... (Lihat persamaan 5)

46

4

Tabel 10. Skema tabulasi data hasil analisisSuhu (C)Perhitungan nilai kSuhu(C)Persamaan umur simpan ordo 0

Hari keSkorln skorOrdoSlopeIntersepKorelasiT(K)1/T(1/K)kln kSlopeIntersepKorelasi

350..0b 35a 35r 35353080,003247b 35.b ar

4..453180,003145b 45.

8..553280,003049b 55.

12..1b 35a 35r 35

16..

20..

Persamaan umur simpan ordo 1

450..0b 45a 45r 45SuhuT(K)1/T (1/K)kln kSlopeIntersepKorelasi

4..353080,003247b 35.b ar

8..453180,003145b 45.

12..1b 45a 45r 45553280,003049b 55.

16..

20..

Perhitungan umur simpan (ordo 0 atau ordo 1)

550..0b 55a 55r 55

4..Suhu 27C (300K)Suhu 35C (308 K)Suhu 45C (318 K)

8..

12..1b 55a 55r 55Ln k.Ln k.Ln k.

16..k.k.k.

20..umur .Umur.umur.

3.5.1.1. Penilaian Organoleptik Penilaian organoleptik mengacu pada Setyaningsih, dkk. (2010). Uji organoleptik dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih untuk uji deskriptif. Uji deskriptif bertujuan untuk mengetahui karakteristik mi instan akibat perlakuan yang diuji terhadap aroma. Uji organoleptik dilakukan terhadap aroma pada mi instan mentah. Sampel diletakkan dalam wadah bersih dan diberi kode acak. Panelis diminta untuk menilai sampel pada lembaran kuesioner yang telah disajikan. Format uji dapat dilihat pada Lampiran 2.3.5.1.2. Analisis Bilangan TBA Analisis bilangan TBA mengacu pada Apriyantono, dkk. (1989). Sampel ditimbang sebanyak 10 gram dengan teliti, lalu dimasukkan ke dalam wearing blender, kemudian ditambahkan 50 ml akuades dan dihancurkan. Sampel yang telah dihancurkan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu destilasi sambil dicuci dengan 47.5 ml akuades. Selanjutnya, ditambahkan 2.5 ml HCl 4 M (atau hingga pH menjadi 1.5). Sampel didestilasi dengan menggunakan pendingin tegak (alat destilasi) hingga diperoleh cairan destilat sebanyak 50 ml selama 10 menit pemanasan. Destilat yang diperoleh diaduk hingga homogen dan dipipet ke dalam tabung reaksi bertutup sebanyak 5 ml. Pereaksi TBA ditambahkan sebanyak 5 ml, kemudian divorteks hingga homogen. Larutan sampel dipanaskan dalam air mendidih selama 35 menit kemudian didinginkan dengan air mengalir selama 10 menit.Larutan blanko dibuat dengan menggunakan 5 ml akuades dan 5 ml pereaksi dengan cara yang sama seperti penetapan sampel. Larutan blanko digunakan sebagai titik nol dalam pengukuran absorbansi. Larutan sampel kemudian diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 528 nm. Bilangan TBA didefinisikan sebagai mg malonaldehid per kg sampel. Penghitungan bilangan TBA dalam sampel dilakukan melalui persamaan:Bilangan TBA = 7,8 x A528

Keterangan:TBA = Thiobarbituric Acid (mg malonaldehid per kg sampel)A528 = Nilai absorbansi pada 528 nm

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Umur Simpan4.1.1.Penilaian Organoleptik Off Flavour (Ketengikan)Uji organoleptik yang dilakukan adalah tingkat ketengikan terhadap mi sagu pra rehidrasi. Pengamatan organoleptik dilakukan di setiap suhu penyimpanan (35C, 45C, dan 55C) pada hari ke-0, 4, 8, 12, 16, 20, 24, 28 dan 32. Skor rata-rata ketengikan sampel mi sagu pada berbagai tingkat dan hari penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 6. Perhitungan pendugaan umur simpan berdasarkan uji sensori terhadap tingkat ketengikan disajikan secara lengkap pada Lampiran 4.Tabel 11. Skor rata-rata ketengikan sampel mi sagu pada berbagai tingkat suhu dan hari penyimpanan.Suhu (C)Skor rata-rata ketengikan hari ke-

048121620242832

355,04,94,74,343,73,53,32,8

455,04,84,543,73,33,12,82,5

555,04,64,23,83,42,92,72,21,9

Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 4), maka nilai korelasi pada ordo nol (R = 0,9963) lebih besar dibandingkan dengan nilai korelasi pada ordo satu (R = 0,9893). Oleh karena itu, pendugaan umur simpan dilakukan dengan menggunakan ordo nol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Labuza (1982) yang menyatakan bahwa penurunan mutu akibat oksidasi lemak yang menyebabkan ketengikan umumnya mengikuti reaksi ordo nol. Demikian juga menurut Haryadi, dkk. (2006), tipe kerusakan yang mengikuti kinetika reaksi ordo nol salah satunya adalah oksidasi lemak.Nilai slope (kemiringan) yang diperoleh dari persamaan regresi linear yang menghubungkan antara hari penyimpanan dan skor rata-rata ketengikan pada berbagai tingkat suhu dinyatakan sebagai nilai penurunaan mutu (k) untuk masing-masing suhu penyimpanan. Nilai k dari berbagai suhu dapat dilihat pada Tabel 12.Tabel 12. Nilai k dan ln k pada tiga suhu penyimpanan untuk parameter ketengikan secara organoleptikSuhu (C)T (K)1/T (1/K)kLn k

353080,0032470,069167-2,67124

453180,0031450,08125-2,51022

553280,0030490,097917-2,32364

Selanjutnya, nilai ln k dihubungkan dengan suhu penyimpanan dalam Kelvin. Plot antara ln k dan suhu peyimpanan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan 1/T dengan ln k untuk parameter ketengikan secara organoleptik

Berdasarkan persamaan pada Gambar 2 maka dapat diperoleh nilai penurunan mutu produk sesuai dengan penyimpanan yang diasumsikan sebesar 27C. Perhitungan pendugaan umur simpan adalah sebagai berikut:y= -1753,85 x + 3,017202Ln k= -1753,85 (1/T) + 3,017202Ln k= -1753,85 (1/300) + 3,017202Ln k= -2,8289647k= 0,059073 unit mutu per hariTitik kritis produk adalah suatu titik (nilai) saat produk sudah tidak dapat diterima dari segi ketengikan, ditetapkan sebesar 2 (Off flavor/tengik tercium kuat), sedangkan nilai awal produk adalah 5 (normal/tidak tengik). Dengan demikian, pendugaan umur simpan produk dapat diketahui dengan menggunakan persamaan ordo nol sebagai berikut:Pendugaan umur simpan= (5-2) unit mutu 0,059073 unit mutu per hari= 50,78 hariBerdasarkan atribut ketengikan, maka produk mi sagu instan diperkirakan mempunyai umur simpan selama 50,78 hari atau 1,69 bulan pada suhu penyimpanan 27C.

4.1.2.Analisis bilangan TBAPengukuran bilangan TBA dilakukan terhadap mi sagu pra rehidrasi. Mi sagu dibuat melalui proses penggorengan dengan menggunakan minyak sekali pakai.Minyak yang digunakan berpengaruh terhadap umur simpan terutama terhadap bilangan TBA. Menurut Andarwulan, dkk. (1997), nilai bilangan TBA minyak semakin meningkat seiring dengan semakin lamanya waktu penggorengan.Pengukuran bilangan TBA dilakukan pada suhu penyimpanan (35C, 45C, dan 55C) setiap hari ke- 0, 4, 8, 12, 16, 20, 24, 28 dan 32. Hasil pengukuran bilangan TBA dapat dilihat pada Tabel 13. Perhitungan pendugaan umur simpan berdasarkan bilangan TBA disajikan secara lengkap pada Lampiran 5.Tabel 13. Hasil pengukuran bilangan TBA pada berbagai tingkat suhu dan hari penyimpananSuhu (C)Skor rata-rata nilai TBA hari ke-

048121620242832

350,6170,5820,3480,4090,650,69550,90050,92051,0325

450,6450,60050,40,48650,77950,81850,911,0291,178

550,6660,64750,53150,77550,9261,0171,07851,14351,6184

Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 5), maka nilai korelasi pada ordo nol (R = 0,9534) lebih besar dibandingkan dengan nilai korelasi pada ordo satu (R = 0,9496). Oleh karena itu, pendugaan umur simpan dilakukan dengan menggunakan ordo nol.Nilai slope (kemiringan) yang diperoleh dari persamaan regresi linear yang menghubungkan antara hari penyimpanan dan nilai rata-rata TBA pada berbagai tingkat suhu dinyatakan sebagai nilai penurunaan mutu/peningkatan konsentrasi (k) untuk masing-masing suhu penyimpanan. Nilai k dari berbagai suhu dapat dilihat pada Tabel 14.Tabel 14. Nilai k dan ln k pada tiga suhu penyimpanan untuk parameter pengukuran bilangan TBA.Suhu (C)T (K)1/T (1/K)kln k

353080,0032470,016954-4,07724

453180,0031450,019873-3,9184

553280,0030490,027638-3,58857

Selanjutnya, nilai ln k dihubungkan dengan suhu penyimpanan yang dinyatakan dalam Kelvin. Plot antara ln k dan suhu peyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan 1/T dengan ln k untuk parameter pengukuran bilangan TBA.

Berdasarkan persamaan pada Gambar 3, maka dapat diperoleh nilai penurunan mutu produk sesuai dengan suhu penyimpanan yang diasumsikan sebesar 27C. Perhitungan pendugaan umur simpan adalah sebagai berikut:y= -2458,53 x + 3,8749Ln k= -2458,53 (1/T) + 3,8749Ln k= -2458,53 (1/300) + 3,8749Ln k= -4,32017k= 0,013298 unit mutu perhari

Nilai TBA kritis adalah nilai TBA pada saat produk sudah tidak dapat diterima (hari ke-32) yaitu sebesar 1,6184 (mg malonaldehid/kg sampel), sedangkan nilai TBA awal adalah 0,617 (mg malonaldehid/kg sampel). Dengan demikian, pendugaan umur simpan produk dapat diketahui dengan menggunakan persamaan ordo nol sebagai berikut:Pendugaan umur simpan= (1,6184 0,617) unit mutu 0,013298 unit mutu per hari= 75,31 hariBerdasarkan pengukuran bilangan TBA, maka produk mi sagu memiliki perkiraan umur simpan selama 75,31 hari atau 2,51 bulan pada suhu penyimpanan 27C. Berdasarkan hasil perhitungan, terlihat bahwa produk mi sagu memiliki umur simpan yang lebih singkat bila dilihat dari atribut ketengikan (50,78 hari) dibandingkan dengan pengukuran bilangan TBA (75,31 hari). Demi keamanan dan kualitas produk pangan, maka dipilih waktu yang lebih singkat. Jadi produk mi sagu memiliki perkiraan umur simpan selama 50,78 hari pada suhu penyimpanan 27C. Apabila dibandingkan dengan umur simpan mi komersial, mi hotong dan mi sagu maka akan terlihat perbedaan karena mi komersial mempunyai umur simpan lebih lama (8 bulan), mi hotong 99,86 hari dan mi sagu 50,78 hari. Kemungkinan umur simpan mi sagu lebih rendah dari produk mi komersial adalah pada proses penirisan minyak dengan spinner yang belum sempurna sehingga masih ada minyak yang menempel di permukaan mi. Sanjaya (2007) menyatakan bahwa semakin lama perputaran spinner akan menyebabkan semakin banyak minyak yang terbuang dipermukaan bahan. Mi sagu instan memiliki kadar minyak atau lemak sekitar 3,67 %. Minyak mempengaruhi terjadinya proses-proses oksidasi. Menurut Hutasoit (2009), bau tengik yang tercipta merupakan hasil oksidasi lemak yang berasal dari bahan baku penyusun produk. Proses oksidasi terjadi karena kontak antara oksigen dengan lemak yang menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas mempermudah proses oksidasi yang akan menghasilkan senyawa peroksida, aldehid dan keton yang dapat menyebabkan bau tengik. Djarkasi dkk. (2008) juga menambahkan bahwa reaksi oksidasi menghasilkan indikator tingkat kerusakan oksidatif. Aldehid terdekomposisi menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti malonaldehid. Semakin tinggi bilangan TBA maka tingkat oksidasi minyak semakin tinggi dan meningkatnya aroma tengik. Raharjo (2004) menyatakan bahwa kadar air yang terdapat pada produk yang bercampur dengan komponen lemak dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan ketengikan hidrolitik. Dalam reaksi hidrolisis trigliserida pada daging atau ikan akan terhidrolisis menjadi digliserida, monogliserida dan asam lemak bebas. Asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan rangkap yang dapat mengikat oksigen membentuk peroksida. Peroksida merupakan bahan kimia yang dapat mempercepat proses oksidasi. Selain itu kemasan juga ikut mempengaruhi umur simpan produk. Menurut Sanjaya (2007), struktur molekul bahan kemasan Alumunium foil dan Metalized (Co-PP/ Me) lebih rapat dibandingkan dengan bahan kemasan lain, sehingga akan memperlambat proses masuknya uap air dan oksigen melalui pori-pori bahan kemasan. Kerapatan struktur molekul bahan kemasan akan menyebabkan tingkat laju transmisi uap air bahan kemasan Alumunium foil dan Metalized (Co-PP/ Me) akan rendah. Bahan tersebut merupakan bahan kemasan mi instan komersil, berbeda dengan kemasan mi instan sagu yang menggunakan LDPE (Low Density Polyethylene). Menurut Azriani (2006), polypropylene (PP) memiliki permebealitas yang lebih kecil dari LDPE yaitu 3,2 ml /cm2hari atm pada 100C dan LDPE yaitu 6,7 ml /cm2hari atm pada 100C, sehingga PP memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap oksigen dibandingkan LDPE. Faktor yang mempengaruhi konstanta permeabilitas pada kemasan plastik antara lain adalah jenis permeabilitas, ada tidaknya ikatan silang (cross linking), suhu, bahan tambahan elastis (plasticer), jenis polimer film, sifat dan besar molekul gas serta kelarutan bahan (Herawati, 2008). Pemilihan bentuk dan jenis kemasan harus disesuaikan dengan produk yang akan dikemas, sehingga dapat memenuhi fungsi kemasan sebagai wadah produk, alat komunikasi dan penambah daya tarik produk (Robertson, 1993). Salah satu fungsi kemasan adalah memperlambat proses deteriorasi yaitu dengan mempertahankan stabilitas, kesegaran dan penerimaan konsumen dari produk atau memperpanjang umur simpan. Tingkat deteriorasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan (Arpah, 2001). Reaksi deteriorasi dapat disebabkan oleh faktor instrinsik dan ekstrinsik yang akan memicu reaksi didalam produk berupa reaksi kimia, reaksi enzimatis atau proses fisik yaitu penyerapan uap air atau gas dari sekelilingnya. Perubahan flavor merupakan masalah yang sensitif di dalam produk pangan, salah satu yang umum adalah terjadinya ketengikan akibat hidrolisis dan oksidasi lemak yang menyebabkan terbentuknya komponen volatil yang menimbulkan off flavor. Penggunaan panelis terlatih juga diperlukan dalam memberikan penilaian terhadap atribut sensori produk karena penilaian tersebut akan digunakan dalam penentuan umur simpan sehingga diharapkan hasil penilaian dari para panelis dapat menggambarkan kondisi produk sebenarnya. Selain itu, evaluasi sensori ini juga diperlukan terutama untuk mendukung keseluruhan riset sehingga diperoleh data berdasarkan parameter subjektif yang dapat digunakan untuk mendukung pengukuran berdasarkan parameter objektif.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.KesimpulanDari hasil penelitian diperoleh bahwa berdasarkan uji sensori terhadap tingkat ketengikan produk mi sagu instan memiliki umur simpan selama 50,78 hari pada suhu penyimpanan 270C berdasarkan pendugaan umur simpan produk menggunakan metode akselerasi.

5.2.Saran1.Mi sagu instan yang dihasilkan masih berwarna kecoklatan sehingga perlu penelitian lanjutan mengenai warna mi sagu agar lebih menarik. 2.Mi sagu instan masih berminyak sehingga perlu penanganan yang tepat pada proses penirisan minyak.3. Panelis yang digunakan sebaiknya panelis terlatih supaya hasil penilaian dari para panelis dapat menggambarkan kondisi produk sebenarnya.4.Untuk meminimalisir perbedaan umur simpan sebaiknya mi komersial (kontrol) juga di analisis menggunakan metode yang sama.

DAFTAR PUSTAKA3.6. 3.7. 3.8. 3.9. Andarwulan, A. Sadikin, Y.T., dan Winarno, F.G. 1997. Pengaruh lama penggorengan dan penggunaan adsorben terhadap mutu minyak goreng bekas penggorengan tahu-tempe. Buletin Teknol. dan Industri Pangan. 8 (1) : 40-45.

Anonim. 2008. Kandungan serat dan gizi pada roti unggul, mi dan nasi. http://www.gizi.net/egi-bin/berita/fullnews.egi?newsid. Diakses pada tanggal 25 November 2011._______. 2009. Pengembangan tanaman sagu di kabupaten Bengkalis Riau. http:// Perkebunan.Iitbang.Deptan.Go.id?/P=teknologi.412. Diakses tanggal 3 Februari 2013.

_______. 1995. Mutu pati sagu. SNI 01-3729 - 1995. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta._______. 2000.Mie instan. SNI 01-3551 - 2000. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.Apriyantono, A., Dedi Fardiaz, Ni luh Puspitasari, Sedarnawati, dan Slamet Budiyanto. 1989. Analisis pangan. IPB Press, Bogor.

Arpah, M. 2007. Penentuan kadaluarsa produk pangan. Program Studi Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor._______. 2001. Buku dan monograf penentuan kadaluarsa produk pangan.Program Studi Ilmu Pangan Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Arpah M, Syarief R. 2000. Evaluasi model-model pendugan umur simpan pangan dari difusi hukum fick undireksional. Buletin Teknologi dan Industri Pangan.

Astawan, M. 2008. Membuat Mi dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta.Ashwini A, Jyotsna R, Indriani D. 2009. Effect of hydrocolloids and emulsifier on the rheological, microstructural and quality characteristic of eggless cake. Food Hydrocolloids 23:700-707.Azriani, Y. 2006. Pengaruh jenis kemasan plastik dan kondisi pengemasan terhadap kualitas mi sagu selama penyimpanan. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor (Tidak dipublikasikan).Budiyah. 2004. Pemanfaatan pati jagung (corn starch) dan protein jagung (corn Ggluten meal) dalam pembuatan mi jagung instan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.Djarkasi, S., S, Raharjo., Z, Noor dan S. Sudarmadji. 2008. Stabilitas oksidatif minyak biji kenari (Canarium indicum dan Canarium vulgare) selama penyimpanan pada suhu 30 dan 40 0C. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol 19 No. 2, Hal : 113-120Fitriani, D. 2004. Kajian pengembangan produk mikrostruktur dan analisis daya simpan mi jagung instan. Tesis. Program Pascasarjana. Program Studi Ilmu Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Flach, M. 1983. The sago palm. Di dalam: Ramadhan, K. 2009. Aplikasi Pati Sagu Termodifikasi Heat Moisture Treatment untuk Pembuatan Bihun Instan. Skripsi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Flach, M. 1996. Sago palm. International Plant Genetic Resources Institute (IPGRI). Promoting the conservation and use underutilied and neglected crops. 13. IPGRI, Italy and IPK Germany.Floros, J.D. and V. Gnanasekharan. 1993. Shelf life prediction of packaged foods: chemichal, biological, physical, and nutritional aspects. G. Chlaralambous (Ed.). Elsevier Publ., London.

Gelman, A., R. Pasteur, and M. Rave. 1990. Quality change and storage life of cammon carp (Cyprinus carpio) at various storage temperatures. J. Sci. Food Agric. 52: 231 241.Haliza dan Iriani. 2006. Teknologi pengolahan untuk penganekaragaman konsumsi pangan. Jurnal BB-Pascapanen Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor. VII, 222 hal 24. Hariyadi, P. 2004. Prinsip-prinsip pendugaan masa kadaluarsa dengan metode Accelerated Shelf Life Test. Pelatihan pendugaan waktu kadaluarsa (Self Life). Bogor, 12 Desember 2004. Pusat Studi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.Haryadi, Y., Nur W., dan Dias I. 2006. Penuntun praktikum teknologi penyimpanan pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pengan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.Haryanto, B. dan Pangloli. 1992. Potensi dan pemanfaatan sagu. Kanisius. Yogyakarta. Hengky, N. dan A. Lay. 2003. Teknologi pengembangan sagu. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Menado. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. http://agribisnis.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 14 Desember 2011. Herawati, H. 2008. Penentuan umur simpan pada produk pangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Tengah.

Hutasoit, N. 2009. Penenentuan umur simpan fish snack (produk ekstruksi) menggunakan metode akselerasi dengan pendekatan kadar air kritis dan metode konvensional. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor (Tidak dipublikasikan).Juniawati. 2003. Optimasi proses pengolahan mi jagung instan berdasarkan kajian preferensi konsumen. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kanro, M. Z., Rouw, A., Widjono, A., Syamsudin., Amisnaipa., dan Atekan. 2003. Tanaman sagu dan pemanfaatannya di provinsi Papua. Jurnal litbang pertanian 22 (3), Jayapura.

Kim, S.K. 1999. Instant noodles. Didalam : Kruger, J.E., R.B. Matsuo, dan J.W.Dick (Eds.). Pasta and Noodle Technology. American Association of Cereal Chemist, Inc. St. Paul, Minnesota. USA. Pp. 195-208.

Koswara, S. 2004. Evaluasi sensori dalam pendugaan umur simpan produk pangan. Pelatihan pendugaan waktu kadaluarsa (Self Life). Bogor, 12 Desember 2004. Pusat Studi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.Kusnandar, F. 2004. Aplikasi program komputer sebagai alat bantu penentuan umur simpan produk pangan: metode Arrhenius. Pelatihan pendugaan waktu kadaluarsa (Shelf Life) bahan dan produk pangan. Bogor, 12 Desember 2004. Pusat Studi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.Kusnandar, F. dan Sutrisno, K. 2006. Kasus pendugaan masa kadaluarsa produk-produk pangan spesifik (Metode Arrhenius). Di dalam: Modul Pelatihan Pendugaan dan Pengendalian Masa Kadaluarsa Bahan dan Produk Pangan.Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST Center. IPB. Bogor.

Labuza, T.P. 1982. Shelf life dating of foods. Food and nutrition press Inc., Westport, Conneticut.

Munarso, S.J. dan B. Haryanto,2010. Perkembangan teknologi pengolahan mie. Pusat Pengujian Dan Penerapan Teknologi Agroindustri BPPT, Jakarta. http:// www. bppt. Com. Di akses pada tanggal 30 Desember 2011).Purwani, E.Y. dan N. Harimurti. 2005. Laporan penelitian dan pengembangan teknologi pengolahan mi sagu. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.

Purwani, E.Y., Widaningrum, R. Thahir and Muslich. 2006. Effect of heat moisture of sago starch on its noodle quality. Indonesian Journal of Agricultural Science. 7(1):8-14.Purwanti. Y. 2005. Analisis rasio keuangan dalam memprediksi kondisiI financial distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Jakarta. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.Rahmiyati. 2006. Substitusi tepung terigu dengan tepung sagu dalam pembuatan mi kering. Skripsi (tidak dipublikasikan)Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pekanbaru.Ritantiyah, L. 2010. Quality Control Mie Instan. Laporan Magang Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.Robertson, L. G. 1993. Food packaging (Principles and Practice). Mossey University. New York. USA

Sajilata, M.G., R.S. Singhal dan P.R. Kulkarni. 2006. Resistant starch - a review. J. food Science and Food Safety, 6, 1-17.

Sanjaya,Y. 2007. Pengaruh lama perputaran spinner dalam pembuatan keripik salak(salacca edulis Reinw) terhadap pendugaan umur simpan dengan kemasan plastic oriented polypropylene (OPP), metalized (Co-PP/Me) dan alumunium foil. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Setiawan, H. A. 2005. Penentuan umur simpan produk biskuit marie dengan metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Setyaningsih, D., A. Apriyantono dan M. P. Sari. 2010. Analisis sensori untuk industri pangan dan agro. IPB Press. Bogor.Sholehuddin ZF. 2005. Penentuan umur simpan mi instan jagung dan snack mi jagung dengan metode akselerasi berdasarkan pendekatan kadar air kristis. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sugiyono, Sarwo E. Wibowo, S. Koswara, S. Herodian, S.Widowati, dan B. A. S. Santosa. 2010. Pengembangan produk mi instan dari tepung hotong (Setaria italica beauv.) dan pendugaan umur simpannya dengan metode akselerasi. Jurnal Teknol. Dan Industri Pangan, Vol 21 No. 1, 2011, Hal 45-50.Suhendro EL, Kunetz FC, McDonough CM, Rooney LW, Waniska RD. 2000. Cooking characteristic and quality of noodles from food sorghum. Cereal Chem. 77:96-100.

Suriani, A.I. 2008. Mempelajari pengaruh pemanasan dan pendinginan berulang terhadap karakteristik sifat fisik dan fungsional pati Garut (Marantha arundinacea) termodifikasi. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Syarief, R., S. Santausa, dan S. Isyana. 1989. Teknologi pengemasan pangan. Pusat Antar-Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor.Wibowo, S. E. 2008. Pembuatan mi instan dari buru hotong (Setearia italica (L) Beauv.) dan pendugaan umur simpan mi instan dengan metode akselerasi. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor (Tidak dipublikasikan).

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan mi sagu instan

Pati sagu 300g, CMC 3g, garam dapur 3g,Telur 45 ml dengan penambahan air45%

Pembuatan adonan

Pembuatan lembaran-lembaran adonan

Pengukusan lembaran adonan selama 20 menit

Pendinginan lembaran

Penipisan lembaran-lembaran

Pencetakan mi

Pengeringan dalam oven selama 1 jam pada suhu 1100C

Penggorengan 150C-170C selama 30 detik

Mi instan pati sagu

Lampiran 2. Diagram alir pendugaan umur simpan mi sagu instan

Mi sagu instan

Penyimpanan pada suhu 35, 45 dan 550C

Pengamatan subjektif (organoleptik) dan objektif (nilai TBA) pada hari ke 0, 4, 8, 12, 16, 20, 24, 28 dan 32 hingga sampel benar-benar tidak dapat diterima panelis

Pemplotan nilai (skor) mutu dan waktu penyimpanan pada masing-masing suhu

Penetapan nilai mutu awal dan batas kritis produk

Penetapan ordo reaksi (ordo 0 atau ordo 1) melalui kurva dengan nilai R2 tertinggi

Perhitungan umur simpan produk pada suhu tertentu dengan menghubungkan nilai k yang telah diperoleh dari kurva

Umur simpan produk

Lampiran 3. Formulir uji deskriptif mi instan pada perlakuan terbaik.

Nama : ...Tanggal : ...Jenis contoh : Mi Sagu InstanIntruksi :Nyatakan penilaian anda dan berikan tanda () pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian anda

PenilaianSkorSampel

571869121735125631814212483

Ketengikan sangat kuat1

Ketengikan kuat2

Ketengikan lemah3

Ketengikan sangat lemah4

Tidak tengik5

1. Aroma