skrining kelainan kongenital1

25
SKRINING KELAINAN KONGENITAL PENDAHULUAN Suatu skrining bertujuan mendeteksi risiko untuk mendapat penyakit pada populasi yang asimptomatik. Skrining kelainan kongenital dan genetik menjadi semakin penting dan kompleks sejak diperkenalkannya amniosentesis pada tahun 1969. Sejumlah faktor harus dipertimbangkan apabila akan melakukan program skrining kelainan genetik, di antaranya prevalensi penyakit pada populasi yang bersangkutan, beratnya penyakit, sensitivitas dan spesifisitas, dan biaya/kerugian. 1 Masalah kerugian, bukan hanya dalam konteks finansial semata, tetapi sama pentingnya mempertimbangkan kerugian manusiawi (human costs). Walaupun program skrining ini dapat memberi keyakinan pada ibu hamil yang diperiksa, namun di sisi lain dapat menimbulkan kecemasan bila dikemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang abnormalitas. Konsekuensi terjadinya kekeliruan dalam diagnosis, baik positif dan negatif, seluruhnya menuntut pertimbangan yang teliti dan hati-hati. 1 Pada awal 1970an, metode yang paling pertama diperkenalkan untuk skrining trisomi 21, berdasarkan hubungannya dengan meningkatnya usia ibu di atas 35 tahun. Namun oleh karena kemungkinan risiko abortus akibat tindakan amniosentesis dan implikasi finansialnya, tindakan diagnosis

Upload: niko-tobing

Post on 15-Nov-2015

26 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

skrining

TRANSCRIPT

SKRINING KELAINAN KONGENITAL

SKRINING KELAINAN KONGENITAL

PENDAHULUAN

Suatu skrining bertujuan mendeteksi risiko untuk mendapat penyakit pada populasi yang asimptomatik. Skrining kelainan kongenital dan genetik menjadi semakin penting dan kompleks sejak diperkenalkannya amniosentesis pada tahun 1969. Sejumlah faktor harus dipertimbangkan apabila akan melakukan program skrining kelainan genetik, di antaranya prevalensi penyakit pada populasi yang bersangkutan, beratnya penyakit, sensitivitas dan spesifisitas, dan biaya/kerugian.1

Masalah kerugian, bukan hanya dalam konteks finansial semata, tetapi sama pentingnya mempertimbangkan kerugian manusiawi (human costs). Walaupun program skrining ini dapat memberi keyakinan pada ibu hamil yang diperiksa, namun di sisi lain dapat menimbulkan kecemasan bila dikemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang abnormalitas. Konsekuensi terjadinya kekeliruan dalam diagnosis, baik positif dan negatif, seluruhnya menuntut pertimbangan yang teliti dan hati-hati.1Pada awal 1970an, metode yang paling pertama diperkenalkan untuk skrining trisomi 21, berdasarkan hubungannya dengan meningkatnya usia ibu di atas 35 tahun. Namun oleh karena kemungkinan risiko abortus akibat tindakan amniosentesis dan implikasi finansialnya, tindakan diagnosis prenatal tidak dapat diberlakukan pada semua populasi ibu hamil. Secara bertahap, tindakan amniosentesis sudah mulai meluas dan nampaknya cukup aman, sehingga prosedur ini diperkenankan pada usia di atas 35 tahun, pada kelompok berisiko tinggi.2

Pada akhir 1980an, diperkenalkan metode baru dalam skrining yang tidak hanya mempertimbangkan umur ibu, tetapi juga konsentrasi berbagai produk fetoplasental dalam sirkulasi maternal. Pada usia kehamilan 16 minggu dilakukan pemeriksaan kadar serum maternal median untuk alfa fetoprotein (AFP), estriol tidak terkonyugasi (uE3), human chorionic gonadotropin (hCG) (total dan free-) and inhibin-A untuk trisomy 21, cukup efektif dibanding hanya berdasarkan hanya pada usia ibu, pada tingkat yang sama dengan pemeriksaan invasive, kurang lebih dapat mengidentifikasi janin dengan trisomi 21 sampai 50-70%.2

Pada tahun 1990an, skrining kombinasi usia ibu dan ketebalan fetal nuchal translucency (NT) pada umur kehamilan 11-13+6 minggu diperkenalkan. Metode ini dapat mendeteksi kurang lebih 75% janin yang menderita untuk angka positif skrining sekitar 5%. Selanjutnya, usia ibu dikombinasi dengan fetal NT dan biokimiawi serum ibu (free b-hCG dan pregnancy associated plama protein A, PAPP-A) pada trimester pertama dapat mendeteksi 85-90% janin yang menderita. Lebih jauh lagi, pengembangan teknik baru dalam pemeriksaan biokimiawi, dalam 30 menit setelah pengambilan darah, memungkinkan untuk memperkenalkan one-stop clinic untuk penilaian risiko. Pada tahun 2001, ditemukan 60-70% janin dengan trisomi 21 pada pemeriksaan tulang nasalnya negatif pada umur kehamilan 11-13+6 minggu. Hasil awal ini akan meningkatkan angka deteksi pada trimester pertama yang dikombinasi dengan biokimiawi serum ibu, sampai lebih dari 95%.2USIA IBU DAN GESTASI

Risiko untuk mendapatkan abnormalitas kromosom meningkat dengan meningkatnya umur ibu (grafik 1). Selain itu, oleh karena janin dengan abnormalitas kromosom lebih sering mati intrauterin dibanding dengan janin normal, risiko untuk itu menurun dengan meningkatnya umur kehamilan (grafik 2). 2

Grafik 1. Hubungan umur ibu dengan risiko abnormalitas kromosom.

Grafik 2. Hubungan umur kehamilan dengan risiko abnormalitas

kromosom. Setiap garis menunjukkan risiko relatifBerdasarkan kedua grafik di atas, dapat ditarik kesimpulan untuk hubungan risiko abnormalitas kromosom dengan usia ibu dan gestasi adalah2:

Risiko untuk trisomi meningkat menurut umur ibu

Risiko untuk Sindroma Turner and triploidi tidak berubah dengan meningkatnya umur ibu.

Semakin dini usia gestasi, semakin besar risiko mendapatkan abnormalitas kromosom.

Angka kematian janin pada trisomi 21 antara umur kehamilan 12 minggu (pada saat skrining NT dilakukan) dan umur kehamilan 40 minggu sekitar 30% dan antara 16 minggu (pada saat dilakukan skrining trimester ke dua serum biokimiawi) dengan 40 minggu, sekitar 20%.

Pada trisomi 18, 13 dan sindroma Turner, angka kematian janin pada umur kehamilan 12-40 minggu berkisar 80%.RIWAYAT KEHAMILAN SEBELUMNYA

Risiko untuk trisomi pada wanita yang sebelumnya mempunyai janin atau anak yang trisomi lebih tinggi daripada wanita umur yang sama. Pada wanita yang sebelumnya hamil dengan trisomi, risiko rekurensi adalah 0,75% lebih tinggi dibanding risiko umur ibu dan umur kehamilan untuk trisomi 21 pada waktu dilakukan pemeriksaan. Jadi, untuk wanita berumur 35 tahun yang mempunya riwayat bayi trisomi 21, risiko pada umur kehamilan 12 minggu meningkat dari 1 dari 249 (0,40%) menjadi 1 dari 87 (1,15%), dan untuk wanita umur 25 tahun, meningkat dari 1 dari 946 (0,106%) menjadi 1 dari 117 (0,856%). Mekanisme yang mungkin untuk meningkatnya risiko ini adalah kecilnya proporsi (kurang dari 5%) pasangan dengan kehamilan sebelumnya parental mosaicism atau defek genetik yang mempengaruhi proses normal dari dysjunction, sehingga pada kelompok ini risiko rekurensi meningkat secara substansial. Pada kebanyakan pasangan (lebih dari 95%), risiko rekurensi tidak secara aktual meningkat. Bukti terkini menunjukkan, bahwa rekurensi sifatnya spesifik untuk masing-masing kromosom, sehingga pada sebagian besar kasus, mekanisme umumnya adalah parental mosaicism.2

SKRINING SINDROMA DOWN

SKRINING TRIMESTER PERTAMA

BIOKIMIAWI

Petanda biokimia untuk skrining trimester pertama telah banyak diteliti, tetapi tampaknya kebanyakan dari petanda tersebut hanya sering dipakai pada trimester kedua, dan hanya (-hCG dan pregnancy associated plasma protein A (PAPP-A) yang sering dipakai untuk trimester I. Berbeda dengan pemeriksaan trimester II, kadar total hCG tidak mempunyai nilai untuk skrining trimester I. Pada kehamilan dengan trisomi 21 kadar (-hCG meningkat dan kadar PPAP-A menurun dibanding dengan kehamilan normal. Setelah kehamilan 13 minggu kadar PPA-P tidak dipakai lagi sebagai petanda skrining. Program skrining trimester I dengan menggabungkan umur ibu, (-hCG dan PPAP-A dilaporkan mampu mendeteksi trisomi 21 sekitar 60-68% , dengan risiko cut off level 1 : 250, untuk angka positif palsu sekitar 5%.3, 4Tabel 1. Petanda biokimia trimester pertama :median MoM pada kehamilan dengan trisomi 213 PetandaMedian MoM

(-hCG 1,83

PAPP-A0,38

ULTRASONOGRAFI

Nuchal Translucency

Nuchal Translucency (NT) merupakan diskripsi gambaran USG dari cairan yang mengisi rongga antara kulit janin dengan jaringan lunak diatas spina servikalis, gambaran ini dapat diukur pada kehamilan 10-14 minggu, tetapi saat yang paling optimal adalah antara kehamilan 11-13 minggu. Untuk melakukan pemeriksaan NT menurut Snijders dkk (1998) ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut2, 3 :

Ukuran CRL antara 38 84 mm

Potongan sagital janin harus jelas

Gambaran janin menempati > 75 % dari image, pada posisi netral

USG mempunyai kaliper dengan kemampuan jarak ukuran 0,1 mm

Ketebalan maksimum subcutaneus translusensi antara kulit dan jaringan lunak diatas spina servikalis cukup jelas

Dapat dibedakan antara kulit janin dengan selaput amnion

Gambar 1. Pengukuran fetal NT

Beberapa penelitian telah mengemukakan hubungan antara NT dengan anomali kromosom, dalam kehamilan normal trimester I ketebalan NT meningkat sesuai dengan kehamilannya. Persentil ke 95 ketebalan median NT normal adalah 0,8 mm sampai dengan kehamilan 10-14 minggu. Penelitian multisenter dengan polulasi besar menunjukkan pengkuran NT dengan kombinasi beberapa petanda bersama usia ibu dapat mendeteksi kelompok risiko tinggi trisomi 21 sebesar 77% dengan angka positif palsu 5%. Beberapa masalah dalam mengukur NT untuk skrining trisomi 21 adalah kesulitan mengukur pada keadaan posisi janin yang tidak tepat dan masalah kegemukan pada ibu, sehingga pengukuran memerlukan waktu yang lama dan pengulangan pemeriksaan.2, 3Tulang Hidung (Nasal Bone)Sejumlah penelitian terakhir mengukur tulang hidung (nasal bone) sebagai metode skrining trisomi 21 pada akhir kehamilan trimester pertama. Cicero dkk melakukan USG pada 1092 janin usia 11-14 minggu mendapatkan 99,5% janin dengan kromosom normal mempunyai tulang hidung yang panjangnya sesuai dengan pertambahan CRL (crown rump length) sedang duapertiga janin dengan trisomi 21 dan 18 tidak didapatkan gambaran tulang hidung, hal ini karena keterlambatan osifikasi, namun pada 25 dari 79 janin trisomi mempunyai nasal bone dan panjangnya sesuai dengan CRL serta tidak berbeda secara bermakna dengan janin yang normal. Sementara penelitian terakhir untuk mendeteksi trisomi 21 pada 60-70% janin dengan tulang hidung negatif, sehingga membuka kemungkinan menggunakan teknik ini untuk skrining trisomi 21.2NT , SKRINING BIOKIMIA DAN NASAL BONE

Perkembangan terakhir untuk skrining trisomi 21 adalah dengan kombinasi pemeriksaan NT pada trimester I dengan marker biokimia, beberapa penelitian telah melaporkan kombinasi NT dengan (-hCG, PAPP-A dan umur ibu mempunyai sensitifitas 80-89% untuk deteksi trisomi 21. Pemeriksaan dengan kombinasi ini secara substansial lebih sensitif bila dilakukan pada trimester pertama, berdasarkan kalkulasi bahwa pemeriksaan trimester I didapatkan sensitifitasnya 8,3% lebih tinggi dari pemeriksaan pada trimester kedua. 3, 5, 6Nicolaides KH dkk dalam penelitiannya mengemukakan skrining kelainan kromosom trisomi 21 pada kehamilan 12 minggu hanya dengan petanda umur ibu saja sensitifitasnya 30%, bila dengan petanda umur ibu dan petanda serum biokimia pada trimester II sensitivitasnya 60-70%, bila dengan petanda umur ibu, dengan NT trimester I sensivisitasnya 75% dan bila kombinasi petanda umur ibu, NT pada trimester I, serum biokimia (- hCG dan plasma protein A (PAPP-A) pada usia kehamilan 11-14 minggu hasilnya akan mencapai 90%. Dengan kemajuan teknologi dalam pemeriksaan biokimia memungkinkan untuk mendapatkan hasilnya dalam 30 menit sehingga pemeriksaan USG dapat digabungkan dengan pemeriksaan biokimia yang cepat. Konsep baru ini disebut dengan One Stop Clinic for Assesment of Risk (OSCAR). Kaissenberg CS dkk dalam penelitian multisenter di Jerman dengan prinsip yang sama seperti metode OSCAR, mengemukakan hasil skrining kelainan kromosom untuk trisomi 21 kehamilan pada kehamilan 11-14 minggu dengan pengukuran umur ibu, NT trimester I dan biokimia serum darah (-hCG dan PPAP-A , akan mendapatkan sensitifitas sekitar 86-90%.5, 7Tabel 2. Perbandingan angka deteksi (detection rate), untuk angka positif

palsu 5%, pada berbagai metode skrining trisomi 21.

Perkembangan terakhir skrining trimester awal membuka kemungkinan deteksi sampai 95% bila menggabungkan MA, fetal NT dan NB dengan biokimiawi serum free-BhCG dan PAPP-A.2SKRINING TRIMESTER KEDUA

BIOKIMIAWI

Alfa fetoprotein (AFP) merupakan petanda serum pertama yang dipakai untuk program skrining trisomi 21. Skrining biokimia AFP secara tradisi dilakukan pada kehamilan antara 15 21 minggu, dimana saat ini serum maternal AFP telah meningkat disebabkan adanya transport transplasenta dan transamnion dari janin ke sirkulasi maternal. Kehamilan dengan trisomi 21 kadar MSAFP menurun dibanding dengan kehamilan normal, dan bila petanda MSAFP dikombinasi dengan umur ibu mampu mendeteksi sekitar 40% trisomi 21.3, 6, 8

Dalam program skrining kadar petanda ditetapkan berdasarkan nilai MoM dan usia kehamilan, penggunaan nilai MoM sendiri tergantung dari hasil interprestasi laboratorium dan fasilitas yang digunakan untuk menentukan variabel yang dapat mempengaruhi kadar petanda.3, 6Tabel 3. Petanda serum trimester II, nilai MoM kehamilan dengan trisomi 21 PETANDAMoM Trisomi 21

MSAFP0,75

HCG2,06

(-hCG 2,20

Estriol0,72

Inhibin A1,92

Petanda biokimiawi serum yang digunakan untuk skrining trisomi 21 trimester II cukup banyak, antara lain (-hCG, Estriol (E3), dan inhibin A. Program skrining saat ini yang sering dilakukan adalah kombinasi umur ibu dengan beberapa petanda, seperti Double Test yang merupakan kombinasi usia, AFP dan hCG yang mempunyai kemampuan deteksi sekitar 60% dan false positif 5%. Triple Test yang merupakan kombinasi usia, AFP, hCG dan E3 mempunyai kemampuan deteksi sekitar 70%, dan bila skrining double test atau triple test digabungkan dengan test Inhibin A akan meningkatkan kemampuan masing-masing sebesar 5% sampai 10%.3Tabel 4. Kemampuan skrining dengan berbagai kombinasi petanda pada trimester II untuk angka positif palsu 5%MoMPROGRAM SKRININGSENSITIFITASOAPR

Umur ibu > 35 th30 %1 : 130

Usia + AFP37 %1 : 105

Usia + AFP + hCG *59 %1 : 65

Usia + AFP + hCG + E3 **68 %1 : 55

Usia + AFP + hCG + E3 + Inhibin A ***76 %1 : 55

OAPR = odds of pregnancy being affected if screening test positif

* Double test, ** Triple test, *** Quadriple test.

ULTRASONOGRAFI

Hubungan kelainan struktural dan anomali kromosom telah diketahui, kurang lebih sepertiga janin dengan trisomi 21 mempunyai kelainan struktural mayor. Defek kongenital jantung merupakan kelainan yang paling sering dengan insidensi sekitar 45%. Defek kanalis atrioventrikular dan ventrikular septal defek adalah bentuk anomali yang paling sering ditemukan. 3, 6

Tabel dibawah ini menunjukkan beberapa soft marker yang telah diidentifikasi secara USG pada janin trisomi 21. Soft petanda adalah gambaran USG minor beberapa diantaranya bersifat sementara. Ketebalan nuchal fold merupakan salah satu pemeriksaan soft marker yang paling sensitif dan spesifik sebagai petanda pemeriksaan dengan USG pada trimester kedua, ukuran > 6 mm dapat mengidentifikasi sekitar 40% kasus trisomi 21 pada populasi risiko tinggi. Risiko aneuploidi akan meningkat dengan semakin banyaknya anomali janin yang terdeteksi. Pada wanita yang dengan pemeriksaan biokimia tergolong risiko tinggi untuk mendapat bayi trisomi 21 diperkirakan risiko ini akan meningkat sekitar 5 kali lebih besar bila dijumpai kelainan secara USG, tetapi pemeriksaan USG yang normal tidak dapat menyingkirkan kelainan kromosom, karena hanya 50% janin dengan trisomi 21 yang dijumpai kelainan dengan pemeriksaan USG.3

Kombinasi pemeriksaan petanda yang terbaik adalah ketebalan nuchal fold, humerus pendek dan pyelectasis renal yang bila ditemukan bersamaan mempunyai sensitifitas 87% dengan angka positif palsu 6,7% untuk identifikasi trisomi 21. Keuntungan memakai petanda ini karena relatif lebih mudah dibanding dengan pemeriksaan dengan petanda kelainan jantung yang membutuhkan waktu lama dan tingkat pengalaman yang tinggi seorang sonografer. 3 Tabel 5. Soft marker trisomi 21 yang ditemukan pada pemeriksaan USG

STRUKTURALSOFT MARKER

Kistik higromaKetebalan NT

Atrioventrikular septal defekPyelectasis renal

Ventrikular septal defekPemendekan humerus

Atresia duodenalPemendekan femur

Ventrikulo megaliEchogenik bowel

EksomfalosEchogenik intracardiac focus

HidrotoraksHipoplasia falank tengah jari kelima

Sandal gap

ABNORMALITAS KROMOSOM LAIN

BIOKIMIAWI

Sampai saat ini program skrining biokimia untuk menentukan kelainan kromosom masih ditujukan untuk menentukan adanya trisomi 21, telah diketahui bahwa kelainan kromosom akan berdampak pada perubahan kadar petanda dibanding kehamilan normal. Sejak tahun 1992, teknik skrining dengan double markers atau triple markers mulai dipakai secara luas. Pada perkembangan selanjutnya skrining triple makers juga dipakai untuk deteksi trisomi 18.6, 8 Pada trisomi 13 dan 18 kadar free (-hCG dan PAPP-A dalam serum ibu menurun. Pada kelainan kromosom seks kadar free (-hCG normal dan PAPP-A rendah. Pada triploidy yang diandric (tambahan kromosom dari ayah) kadar free (-hCG sangat meningkat sementara PAPP-A sedikit menurun, sedang triploidy yang digynic kadar free (-hCG dan PAPP-A menurun. Skrining dengan kombinasi pemeriksaan NT , free (-hCG dan PAPP-A dapat mengidentifikasi sekitar 90% dari seluruh kelainan kromosom ini dengan screen-positive rate 1%.5Skrining atau protokol spesifik untuk pemeriksaan aneuploidi lain sampai saat ini belum ditetapkan, tetapi sebagai data dasar pada keadaan seperti trisomi 13 berhubungan dengan rendahnya AFP, peningkatan hCG berhubungan dengan triploidi dan Turner sindrom bila ditemukan hidrops fetalis.6, 8ULTRASONOGRAFI

TRIMESTER PERTAMA

Pada trisomi 18 dan 13 pola peningkatan NT serupa dengan rata-rata pada trisomi 21. NT pada kelainan ini sekitar 2,5 mm di atas median normal untuk CRL. Pada sindroma Turner, median NT kurang lebih 8 mm di atas median norma.2Selain itu, pada trisomi 18 terjadi restriksi pertumbuhan janin lebih dini, kecenderungan untuk bradikardiadan eksomfalos pada 30% kasus, tulang hidung negatif pada 55% dan arteri umbilikalis tunggal pada 75% kasus. Pada trisomi 13, terjadi takikardia pada 70% kasus dan IUGR dini, megakistik, holoprosensefali atau eksomfalos pada 40% kasus. Pada sindroma Turner, terjadi takikardia pada 50% kasus dan IUGR dini. Pada triploidi terjadi IUGR asimetris yang dini, bradikardia pada 30% kasus, holoprosensefali, perubahan molar pada plasenta sekitar 30%.2TRIMESTER KEDUA

Tabel di bawah ini menunjukkan defek kromosomal janin dan abnormalitas ultrsonografi pada trimester ke-22 :

Tabel 6. Defek kromosomal janin dan abnormalitas ultrsonografi SKRINING NEURAL TUBE DEFECTS (NTDs)

Sebelum akhir tahun 1970an belum diketahui cara untuk mendeteksi kehamilan dengan kelainan NTD sampai kemudian ditemukan bahwa alfa fetoprotein dalam cairan amnion dan serum ibu merupakan petanda bagi kehamilan dengan janin menderita kelainan ini.6

Alfa fetoprotein adalah glikoprotein yang diproduksi oleh yolk sac, beredar dalam sirkulasi janin dan keluar melalui urin ke dalam cairan amnion. Walaupun fungsinya belum diketahui tetapi alfa fetoprotein (AFP) merupakan protein serum yang terutama dalam tubuh janin. Kadarnya dalam serum dan cairan amnion meningkat sampai usia kehamilan 13 minggu kemudian akan menurun dengan cepat. AFP masuk dalam sirkulasi ibu melalui difusi melewati membran plasenta dan mungkin ditranspor melalui sirkulasi plasenta. Brock dan Sutcliffe (1972) menemukan peningkatan kadar AFP dalam cairan amnion dan serum ibu pada kehamilan dengan janin anencephali. Penelitian prospektif yang pertama mengenai hubungan kadar AFP dalam serum ibu dengan kejadian NTD dilakukan di Inggris, kemudian dipakai secara luas di Amerika Serikat dan daratan Eropah.4, 6, 8

Pemeriksaan AFP dalam serum ibu biasanya dilakukan pada usia kehamilan 15-22 minggu, namun sensitivitas yang terbesar pada usia 16-18 minggu. Hasilnya dipengaruhi oleh usia ibu, berat badan, ras, status diabetes dan jumlah janin. Kadarnya diukur dalam ng/mL dan dilaporkan sebagai multiple of median (MOM) dari populasi normal. Peningkatan AFP lebih besar dari atau sama dengan 2.0 sampai 2.5 MOM merupakan indikasi meningkatnya risiko NTD dan anomali struktur yang lain dan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.4, 6, 8

Bila dengan pemeriksaan USG ditemukan usia kehamilan yang tidak sesuai maka pemeriksaan AFP diulang. Bila kadar AFP antara 2.5-3.5 MOM maka sebaiknya diulang, karena daerah antara 2.5 3.5 MOM tumpang tindih antara kadar normal dan yang terkena NTD (lihat gambar 1). Bila kadar AFP > 3.5 MOM tidak perlu diulang lagi karena jelas menandakan ada risiko kelainan pada janin.4, 6Gambar.1 Kadar AFP dalam serum ibu pada kehamilan tunggal 16 18 minggu. 6

The American College of Obstetrician and Gynecologists pada tahun 1996 merekomendasikan semua wanita hamil untuk menjalani skrining maternal serum AFP (MSAFP). Dengan cut off point 2.0 2.5 MOM kebanyakan laboratorium melaporkan hasil skrining positif berkisar 3-5 persen, dengan sensitivitas 90% dan nilai prediksi positif 2 6%. Oleh karena hanya 1 dari 16 33 wanita dengan peningkatan AFP yang mempunyai janin dengan kelainan, maka harus diberikan konseling yang jelas pada ibu mengenai tingginya angka positif palsu, risiko amniosintesis dan tujuan program skrining.6Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kelainan NTD dengan baik. Dalam telaah terhadap 234 janin spina bifida dari 9 penelitian, Watson dkk (1991) melaporkan bahwa 99% kasus mempunyai paling sedikit satu dari lima gambaran spesifik anomali kranial yang terdeteksi dengan pemeriksaan USG. Gambaran tersebut meliputi : lemon sign, ventriculomegaly, obliterasi cisterna magna, diameter biparietal yang kecil dan cerebelum yang elongasi (banana sign).6, 9Kadar AFP dalam cairan amnion diperiksa bila hasil pemeriksaan USG terhadap ibu dengan peningkatan MSAFP tidak ditemukan adanya kelainan. Bila kadar AFP dalam cairan amnion meningkat dilakukan pemeriksaan acetylcholinesterase dalam cairan amnion. Bila acetylcholinesterase meningkat menandakan adanya paparan terhadap jaringan neural atau ada defek terbuka yang lain pada janin. Bila kadar AFP cairan amnion meningkat tanpa peningkatan acetylcholinesterase berarti mungkin ada penyebab lain atau mungkin karena kontaminasi dari darah janin.6, 8Dengan resolusi USG yang semakin baik maka hampir semua kelainan NTD dapat terdiagnosis dengan pemeriksaan USG sehingga amniosintesis untuk karyotype maupun untuk pemeriksaan AFP sudah menjadi hal yang kontroversial. Pemeriksaan karyotype hanya dilakukan bila kadar AFP dalam cairan amnion dan serum ibu meningkat tanpa ditemukan adanya kelainan pada pemeriksaan USG. Bila kadar AFP dalam cairan amnion abnormal maka kemungkinan untuk adanya kelainan kromosom pada janin meningkat lima kali lipat.6Peningkatan kadar AFP dalam cairan amnion juga dapat ditemukan pada anomali yang disebabkan oleh multifaktorial seperti omphalocele, gastochisis, cystic hygroma. Pada keadaan ini acetylcholinesterase dapat meningkat atau tetap, sedang pada kelainan gen tunggal (mendelian) seperti nefrosis kongenital, AFP akan meningkat sedang acetylcholinesterase tidak.6, 8DAFTAR PUSTAKA

1.Enkin M, Keirse MJNC, Neilson J, Crowther C, Duley L, Hodnett E, et al. Screening for congenital anomalies. Available at: URL: www.maternitywise.org/prof/. Accessed April 1st, 2005.

2.Nicolaides K, Snijders R. First trimester diagnosis of chromosomal defects. In: Nicolaides K, editor. The 1113+6 weeks scan. London: Fetal Medicine Foundation; 2004. p. 7-42.

3.Cameron A, Macara A, Brennand J, Milton P. Screening for chromosomal abnormalities. In: Fetal medicine for the MRCOG and beyond. London: RCOG press; 2002. p. 1-12.

4.Rodeck C, Pandya P. Prenatal diagnosis of fetal abnormalities. In: Chamberlain G, Steer P, Breat G, Chang A, Johnson M, Neilson J, editors. Turnbull's obstetrics. 3rd ed. London: Churchill Livingstone; 2001. p. 169-96.

5.Nicolaides K, Bindra R, Cicero S. One-stop clinic for assesment of risk of chromosomal defects at 12 weeks of gestation. The Journal of Maternal -Fetal and Neonatal Medicine 2002 2002;12:9-18.

6.Cunningham F, MacDonald P, Gant N, Leveno K, Gilstrap L, Hankins G. Prenatal diagnosis and therapy. In: Williams Obstetrics. 21st ed. New York: McGraw Hill; 2001. p. 973-1003.

7.Kaissenber C, Wiens A, Biellicki M, et al. Screening for trisomy 21 by maternal age, fetal nuchal translucency and maternal serum biochemistry at 11-14 weeks; a German multicenter study. The Journal of Maternal -Fetal and Neonatal Medicine 2002 2002;12:89-94.

8.Yankowitz, Williamsom R. Abnormalities of alpha-fetoprotein and other biochemical tests. In: James D, Steer P, Weiner C, Gonik B, editors. High risk pregnancy management option. 2nd ed. New York: WB Saunders; 2000. p. 153-70.

9.Rossiter J, Blakemore K. Fetal genetic disorders. In: Winn H, Hobbins J, editors. Clinical maternal-fetal medicine. 1st ed. New York: Parthenon Publishing Group; 2000. p. 783-98.

PAGE 3