skrining iva blok 26

24
Skrining Kanker Serviks dengan Tes Inspeksi Visual Asam Asetat Roni AJ Simanjuntak 102010199/E1 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna no. 6 Jakarta 11510 Email : [email protected] Pendahuluan Kanker leher rahim atau kanker serviks merupakan masalah kesehatan yang penting bagi wanita di seluruh dunia. Kanker jenis ini adalah kanker ketiga yang paling umum pada wanita, dan ketujuh secara keseluruhan, berdasarkan International Agency for Research on Cancer 2008, secara umumnya terdapat perkiraan sebanyak 530 000 kasus baru pada tahun 2008. Penelitian World Health Organization (WHO) tahun 2005 menyebutkan, terdapat lebih dari 500.000 kasus baru, dan 260.000 kasus kematian akibat kanker leher rahim, 90% diantaranya terjadi di negara berkembang. Faktor resiko yang dapat menyebabkan kanker serviks antara lain pernikahan dini, mitra seksual yang berganti dan banyak, juga akibat merokok. Kematian akibat kanker serviks 1

Upload: roni-junior-simanjuntak

Post on 04-Sep-2015

32 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

iva 26

TRANSCRIPT

Skrining Kanker Serviks dengan Tes Inspeksi Visual Asam AsetatRoni AJ Simanjuntak102010199/E1Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Terusan Arjuna no. 6Jakarta 11510Email : [email protected]

Pendahuluan Kanker leher rahim atau kanker serviks merupakan masalah kesehatan yang penting bagi wanita di seluruh dunia. Kanker jenis ini adalah kanker ketiga yang paling umum pada wanita, dan ketujuh secara keseluruhan, berdasarkan International Agency for Research on Cancer 2008, secara umumnya terdapat perkiraan sebanyak 530 000 kasus baru pada tahun 2008.Penelitian World Health Organization (WHO) tahun 2005 menyebutkan, terdapat lebih dari 500.000 kasus baru, dan 260.000 kasus kematian akibat kanker leher rahim, 90% diantaranya terjadi di negara berkembang.Faktor resiko yang dapat menyebabkan kanker serviks antara lain pernikahan dini, mitra seksual yang berganti dan banyak, juga akibat merokok. Kematian akibat kanker serviks cukup tinggi, kebanyakan diakibatkan karena terlambatnya diagnosis. Oleh karena ini diperlukan skrining untuk diagnosis dini.Skrining Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) adalah pemeriksaan yang pemeriksanya mengamati serviks yang telah diberi asam asetat 3-5% secara inspekulo dan dilihat dengan mata langsung. Dengan metode IVA ini maka dapat diidentifikasikan lesi prakanker serviks, baik lesi intraepitel serviks derajat tinggi maupun lesi intraepitel serviks derajat rendah.Faktor resiko dan Penularan Kanker ServiksFaktor resiko perilakuSebagian besar pasien kanker serviks adalah wanita yang sudah menikah. Kehidupan seksual pertama terlalu dini dan mitra seksual terlalu banyak berkaitan erat dengan kanker serviks. Terdapat laporan (1985) usia pernikahan pertama pada usia 18 tahun ke bawah diabndingkan 25 tahun ke atas memiliki prevalensi 13,3 hingga 25 kali lipat. Semakian banyak mitra seksual, resiko relatif kejadian kanker serviks semakin tinggi. Sebagian ahli melakukan analisis atas mitra seksual kelompok usia berlainan Achrki dkk (1997) melaporkan sebelum usia 20 tahun memiliki 10 orang lebih mitra seksual memiliki resiko karsioma serviks lebih tinggi 5-6 kali lipat dibandingkan sebelum usia 20 tahun tanpa mitra seksual.Menurut survei epidemiologi, pasien kanker seriks uteri yang belum pernah melahirkan berjumlah 10%. Usia partus pertama dini, insiden kanker serviks tinggi. Dari survei atas wanita pekerja pemintalan di Shanghai, pada wanita usia partus 26 tahun. Selain itu, kanker serviks uteri juga berkaitan dengan jumlah partus. Laporan dari berbagai propinsi di Cina prevalensi kanker serviks pada partus 1-3 kali adalah 110,38/100.000, pada 7 kali ke atas 377,52/100.000; survei di Brinton (1989) di Amerika latin menemukan, dari kasus kanker serviks infiltratif pasien dengan partus >12 kali insidennya 4 kali dibandingkan pasien partus 0-1 kali. 3 Bahan karsinogenik spesifik dari tembakau dijumpai dalam lendir serviks perokok. Bahan ini dapat merusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama dengan infeksi HPV mencetuskan transformasi maligna. 4Faktor BiologisBerbagai patogen berkaitan dengan kanker serviks uteri, terurama virus papiloma humans (HPV). Hubungan antara HPV dan kanker serviks telah bayak diteliti. HPV terglong virus epteliotropik, terbagi menjadi HPV kutis dan HPV genital, sekitar 20 persen berkaitan dengan tumor organ genital, terbagi menjadi HPV resiko rendah seperti HPV 42,43,44, dan yang lain. Serta HPV resiko tunggi seperti HPV 16,18, 31, 33, 35, 39. 45, 51, 52, 58, 59, 68 dan lain-lain. HPV resiko tinggi berkaitan erat dengan karsinoma serkviks dan neoplasma intraepital serviks uteri (CIN, II, III). Infeksi HPV merupakan penyakit ditularkan melalui hubungan seksual.3Dari banyak tipe HPV tipe 16 dan 18 mempunyai peranan yang penting melalui sekuensi gen E6 dan E7 dengan mengode pembentukan protein-protein yang penting dalam replikasi virus. Onkoprotein dari E6 akan mengikat dan menjadikan gen penekan tumor (p53) menjadi tidak aktif, sedangkan onkoprotein E7 akan berikatan dan menjadikan produk gen retinoblastona (pRb) menjadi tidak aktif. P53 dan pRb adalah protein penekan tumor yang berperan menghambat kelangsungan siklus sel. Dengan tidak aktifnya p53 dan pRb. Sel yang telah bermutasi akibat infeksi HPV dapat meneruskan siklus sel tanpa harus memperbaiki kelainan DNA-nya. Ikatan E6 dan E7 serta adanya mutasi DNA merupakan dasar utama terjadinya kanker.4 IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)Kanker serviks merupakan salah satu masalah kesehatan perempuan, khusunya di negara berkembang contohnya Indonesia. Data tahun 1997, menunjukkan bahwa dari 12 Pusat Patologi di Indonesia, kanker serviks menduduki peringkat tertinggi, yaitu 25% dari 10 jenis kanker terbanyak laki-laki dan perempuan atau 26,4 % dari 10 jenis kanker terbanyak pada perempuan. Selain kejadiannya tinggi, masalah lain adalah bahwa hampir 70% kasus ditemukan pada stadium lanjut. Di beberapa negara maju, skrinning kanker serviks dengan tes pap secara luas terbukti mampu menurunkan angka kejadian kanker serviks invasif hingga 90% dan menurunkan mortalitas hingga 70-80%. 4. Alat yang digunakan dalam tes IVA : Meja pemeriksaan Lampu sorot sumber cahaya Speculum Kapas lidi kassa Sarung tangan disposable Spatula kayu Asam asetat 3-5% Masker

IVA adalah pemeriksaan yang pemeriksanya mengamati serviks yang telah diberi asam asetat atau asam cuka 3-5% secara inspekulo dan dilihat dengan mata langsung. Pemberian asam asetat akan mempengaruhi epitel abnormal, bahkan juga meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler. Cairan ekstraseluler yang bersifat hipertonik ini akan menarik cairan intraseluler sehingga membran akan kolaps dan jarak antarsel akan semakin dekat. Sebagai akibatnya, jika permukaan epitel mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaaan epitel abnormal akan berwarna putih, disebut juga epitel putih (acetowhite).4 Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan akan berwarna putih juga setelah pemulasan dengan asam asetat tetapi dengan intensitas yang kurang dan cepat menghilang. Hal ini membedakannya dengan proses prakanker yang epitel putihnya lebih tajam dan lebih lama menghilang karena asam asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi koagulasi protein lebih banyak. Jika makin putih dan makin jelas, makin tinggi derajat kelainan jaringannya. Dibutuhkan 1-2 menit untuk dapat melihat perubhan-perubahan pada epitel. Leher rahim yang diberi 5% larutan asam asetat akan berespons lebih cepat daripada 3% larutan tersebut. Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan pemberian asam asetat akan didapatkan hasil gambaran leher rahim yang normal (merah homogen) dan bercak putih (mencurigakan displasia). Lesi yang tampak sebelum aplikasi larutan asam asetat bukan meruoakan epitel putih tetapi disebut leukoplakia, biasanya disebabkan oleh proses keratosis.4Prinsip metode IVA adalah melihat perubahan warna menjadi putih (acetowhite) pada lesi prakanker jaringan ektoserviks rahim yang diolesi larutan asam asetoasetat. Bila ditemukan lesi makroskopis yang dicurigai kanker, pengolesan asam asetat tidak dilakukan namun segera dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Perempuan menopause tidak direkomendasikan menjalani skrining dengan metode IVA karena zona transisional leher rahim pada kelompok ini biasanya berada pada endoserviks rahim dalam kanalis servikalis sehingga tidak bisa dilihat dengan inspeksi spekulum.Di negara maju, program deteksi dini kanker serviks dengan pap smear secara berkala tiap 2-5 tahun menurunkan insidens dan angka mortalitas kanker serviks secara bermakna. Di negara berkembang, insiden dan kematian akibat kanker masih tinggi karena kurangnya program deteksi dini kanker serviks dan kesulitan menjalankan program pap smear, termasuk Indonesia. Usaha mengorganisasi program deteksi dini kanker serviks dengan metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) sudah dimulai di Indonesia, sebagai alternatif pap smear.4Perempuan yang akan diskrining berada dalam posisi litotomi, kemudian dengan spekulum dan penerangan yang cukup, dilakukan inspeksi terhadap kondisi leher rahimnya. Setiap abnormalitas yang ditemukan, bila ada dicatat. Kemudian leher rahim dioles dengan larutan asam asetat 3-5% dan didiamkan selama kurang lebih 1-2 menit. Setelah itu dilihat hasilnya. Leher rahim yang normal akan tetap berwarna merah muda, sementara hasil positif bila ditemukan area, plak, atau ulcus berwarna putih, Lesi prakanker ringan/jinak (NIS 1) menunjukkan lesi putih pucat yang bisa berbatasan dengan sambungan skuamokolumar. Lesi yang lebih parah (NIS 2-3) menunjukkan lesi putih tebal dengan batas tegas, dimana salah satu tepinya berbatasan dengan skuamokolumnar (SSK).2 beberapa kategori temuan : Tabel 1. Kategori Temuan IVA4 1Negatif-tak ada lesi bercak putih (acetowhite lesion)- bercak putih pada polip endoservikal atau kista nabothi- garis putih mirip lesi acetowhite pada sambungan skuamololumnar

2Positif 1 (+)-samar, transparan, tidak jelas, terdapat lesi bercak putih ireguler pada serviks- lesi bercak putih yang tegas, membentuk sudut (angular), geographic acetowhite lession yang terletak jauh dari sambungan skuanokolumnar

3Positif 2 (++)-lesi acetowhite yang buram, padat, dan berbatas jelas sampai ke sambungan skuanokolumar-lesi acetoehitw yang luas, circumorificial, berbatas tegas, tebal dan padat.-pertumbuhan pada leher rahim menjadi acetowhite

Apabila hasil skrining positif, perempuan yang diskrining menjalani prosedur selanjutnya yaitu konfirmasi untuk penegakkan diagnosis melalui biopsi yang dipandu oleh koloskopi, setelah itu pengobatan lesi prakanker. Program IVA di Puskesmas Tes skrining merupakan salah satu cara yang dipergunakan pada epidemiologi untuk mengetahui prevalensi suatu penyakit yang tidak dapat didiagnosis atau keadaan ketika angka kesakitan tinggi pada sekelompok individu atau masyarakat beresiko tinggi serta pada keadaan yang kritis dan serius butuh penaganan segera.5 Tujuan skrining adalah untuk mecegah penyakit atau akibat penyakit dengan mengidentifikasi individu-individu pada suatu titik dalam riwayat alamiah ketika proses penyakit dapat diubah melalui intervensi. 6 Kanker leher rahim adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus HPV. Prinsip dasar kontrol penyakit ini adalah memutus mata rantai infeksi atau mencegah progresivitas lesi displasia sel-sel rahim menjadi kanker. Bila lesi displasia ditemukan sejak dini dan kemudia segera diobati, hal ini akan mencegah terjadinya kanker leher rahim dikemudian hari. 4 Deteksi dini kanker leher rahim meliputi program skrining yang terorganisasi dengan sasaran perempuan kelompok usia tertentu, pembentukan sistem rujukan yang efektif pada tiap tingkat pelayanan kesehatan dan edukasi bagi petugas kesehatan dan perempuan usia produktif. Skrining dan pengobatan lesi displasia memerlukan biaya yang lebih murah bila dibanding pengobatan dan tata laksana kanker leher rahim. 4Beberapa hal penting yang perlu direncanakan dalam melakukan deteksi dini kanker, supaya skrining yang dilaksanakan terprogram dan terorganisasi dengan baik tepat sasaran dan efektif, terutama berkaitan dengan sumber daya yang terbatas:2a. Sasaran yang akan menjalani skrining, WHO mengindikasikan skrining dilakukan pada kelompok berikut : Setiap perempuan yang berusia anatara 25-35 tahun, yang belum pernah menjalani test Pap sebelumnya, atau pernah mengalami tes pap 3 tahun sebelumnya atau lebih

Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes Pap sebelumnya Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca sanggama atau perdarahan pasca meopause atau mengalami tanda dan gejala abnormal lainnya Perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada leher rahimnyaSyarat seseorang yang ingin mengikuti tes IVA, antara lain : 7 Sudah pernah melakukan hubungan seksual Tidak sedang datang bulan/haid Tidak sedang hamil 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksualKontra indikasi dilakukannya tes IVA adalah pada pada wanita pasca menopause, karena daerah zona transisional seringkali terletak kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan inspekulo. 7Terdapat tiga tingkatan pencegahan yang pada umumnya ditargetkan di dalam program-program skrining:8 Pencegahan primer (primer prevention) Langkah-langkah pencegahan primer terdiri dari promosi kesehatan dan perlindungan spesifik baik terhadap orangnya maupun lngkungannya atau health promotion and specific protection. Masalah kesehatan yang perlu dicegah bukan hanya penyakit infeksi yang menular tetapi juga masalah kesehatan yang lainnya yaitu kecelakaan, kesehatan jiwa, kesehatan kerja, dsb.Besarnya masalah kesehatan masyarakat dapat diukur dengan menghitung tingkat morbiditas (kejadian sakit), mortalitas (kematian), fertilitas (tingkat kelahiran) dan disability (tingkat kecacatan) pada kelompok-kelompok masyarakat.Pencegahan primer ini dilaksanakan selama pre-pathoogenese suatu kejadian penyakit atau masalah kesehatan.Penerapan pencegahan primer pada program kesehatan masyarakat dipuskesma dapat dikaji melalui program PKM (penyuluhan kesehatan masyarakat), program P2M (pemberantasan peyakit menular melalui imunisasi dan pemberantasan vector), program kesehatan lingkungan (menjaga agar lingkungan hidup manusia tidak merugikan hidup manusia atau tidak memungkinkan berkembangnya vector dan bibit penyebab penyakit seperti bakteri, jamur dan virus). Program kesehatan lingkungan juga diterapkan dengan dimensi yang lebih luas untuk menjaga agar lingkungan social manusia tidak berkembang menjadi beban yang mengakibatkan stress (tekanan) pada kehidupan manusia. Pencegahan sekunder (secunder prevention) Langkah-langkah tingkatan pencegahan sekunder terdiri dari penemuan kasus secara dini dan pengobatan tepat atau disebut juga dengan early diagnoses and prompt treatment. Pencegahan sekunder dilakukan mulai fase patogenesa (masa inkubasi) yang dimulai saat bibit penyakit masuk kedalam tubuh manusia sampai saat timbulnya gejala penyakit atau gangguan kesehatan. Penerapan pencegahan sekunder pada program kesehatan masyarakat di puskesmas dapat dikaji melalui program P2M khususnya kegiatan surveilen (active and passive case detection), program pengobatan (pengobatan pasien umum, mata, gigi, dan gangguan jiwa), program gizi melalui peimbangan anak balita, program KIA (kesehatan ibu dan anak) mellaui deteksi dini factor risiko gangguan dan kelainan kehamilan, program UKS (usaha kesehtan sekolah) melalui deteksi dini adanya gangguan kesehatan gigi, mata, dan sebagainya pada kelompok anak-anak sekolah. Pencegahan tertier (tertier prevention) Pencegahan tertier dilaksanakan melalui program rehabilitasi untuk mengurangi ketidakmampuan dan meningkatkan keefisenan hidup penerita. Kegiatan rehabilitasi meliputi aspek medis dan social. Pencegahan tertier dilaksanakan pada fase lanjut proses patogenese suatu penyakit atau gangguan kesehehatan. Penerapannya pada pelayanan kesehatan masyarakat di puskesmas dapat dikaji melalui program PHN (public health nursing atau perawatan kesehatan masyarakat) yaitu perawatan penderita penyakit kronis di luar psuat-pusat kesehatan (dirumahnya sendiri). Perawatan penderita pada stadium terminal (pasien yang tidak mampu diatasi penyakitnya atau yang sudah mendekati meninggal) jarang dikategorikan sebagai pencegahan tertier, karena prinsip upaya pencegahan adalah mencegah agar individu atau kelompok masyarakat tidak jatuh sakit, diringankan gejala penyakitnya atau akibat.komplikasi penyakitnya, dan tingkatkan fungsi tubuh penderita setelh perawatan. Perawatan pasie yang akan meninggal bersifat paliatif. Empat puluh delapan persen puskesmas pernah melakukan deteksi dini kanker serviks dalam lima tahun terakhir, namun hanya 39% puskesmas yang masih menyediakan layanan tersebut. Jenis pelayanan yang diberikan adalah pap smear, IVA, ataupun keduanya. Dinas kesehatan DKI-Jakarta dan beberapa Puskesmas serta Universitas Indonesia dan Universitas Leiden melaksanakan Pendekatan Kunjungan Tunggal atau See and Treat, yaitu bila ditemukan kelainan IVA dilanjutkan pada saat itu juga pengobatan dengan krioterapi. 9Tenaga pelaksana yang dapat melakukan skrining kanker serviks adalah dokter spesialis obstetri dan ginekologi, dokter, bidan dan perawat. 9

Tes SkriningSkrining adalah suatu penerapan uji/tes terhadap orang yang tidak menunjukkan gejala dengan tujuan mengelompokkan mereka ke dalam kelompok yang mungkin menderita penyakit tertentu. Skrining merupakan deteksi dini penyakit, bukan merupakan alat diagnostik. bila hasil skrining positif, akan diikuti uji diagnostik atau prosedur untuk memastikan adanya penyakit.Wilson dan junger menetapkan beberapa hal yang harus dipertimbangkan ahli epidemiologi saat merencanakan dan melaksanakan program skrining. Dari sudut pandang ksehatan masyarakat, skrining paling efektif jika dapat mencapai sebagian besar populasi.Berikut faktor yang perlu dipertimbangkan ketika merencanakan program skrining untuk kelompok populasi yang besar:111. Penyakit atau kondisi yang sedang diskrining harus merupakan masalah medis utama2. Pengobatan yang dapat diterima harus tersedia untuk individu berpenyakit yang terungkap saat proses skrining dilakukan. 3. Harus tersedia akses ke fasilitas dan pelayanan perawatan kesehatan untuk diagnosis dan pengobatan lanjut penyakit yang ditemukan4. Penyakit harus memiliki perjalanan yang dapat dikenali, dengan keadaan awal dan lanjutannya yang dapat diidentifikasi 5. Harus tersedia tes atau pemeriksaan yang tepat dan efektif untuk penyakit6. Tes dan proses uji harus dapat diterima oleh masyaraka umum7. Riwayat alami penyakit atau kondisi harus cukup dipahami, termasuk fase reguler dan perjalanan penyakit, dengan periode awal yang dapat diidentifikasi melalui uji 8. Kebijakan, prosedur, dan tingkatan uji harus ditentukan untuk menentukan siapa yang harus dirujuk untuk pemeriksaan, diagnosis dan tindakan lebih lanjut. 9. Proses harus cukup sederhana sehingga sebagian besar kelompok mau berpartisipasi 10. Skrining jangan dijadikan kegiatan sesekali saja, tetapi harus dilakukan dalam proses yang teratur dan berkelanjutan Tahap-tahap skriningLangkah-langkah yang ditempuh pada penyaringan secara garis besarnya dapat dibedakan atas lima tahap, yakni :a. Tahap menetapkan macam masalah kesehatan yang ingin diketahui.Berbeda dengan survai khusus penyakit yang tidak perlu menentukan macam masalah kesehatan yang akan dikumpulkan datanya, maka pada penyaringan kasus, langkah pertama yang harus dilakukan ialah menetapkan macam masalah kesehatan yang ingin diketahui. 12Agar pengumpulan data tentang masalah kesehatan tersebut tepat dan lengkap, perlu dikumpulkan dahulu berbagai keterangan yang ada hubungannya dengan masalah kesehatan tersebut. Keterangan-keterangan yang diperoleh harus diseleksii dan setelah itu harus disusun sedemikian rupa sehingga menjadi jelas kriteria penyakit yang akan dicari.12b. Tahap menetapkan cara pengumpulan data yang akan dipergunakan dalam penemuan masalah kesehatan.Langkah selanjutnya yang ditempuh ialah menetapkan cara pengumpulan data (jenis pemeriksaan = test) yang akan dipergunakan. Sebagaimana telah dikemukan, baik atau tidaknya hasil penyaringan ini tergantung dari validitas cara pengumpulan data yang dipilih. Cara pengumpulan data yang baik ialah yang sensitivitas dan sensifisitasnya tinggi. 12c. Tahap menetapkan kelompok masyarakat yang akan dikumpulkan datanya.Hal lainnya yang dilakukan pada penyaringan ialah menetapkan kelompok masyarakat yang akan dikumpulkan datanya yakni yang menyangkut sumber data, kriteria responden, jumlah sampel, dan cara pengambilan sampel, sebagaimana yang dilakukan pada survai penyakit.Apabila yang ingin diketahui adalah masalah kesehatan, berupa penyakit kanker cerviks tentu kelompok masyarakat yang dipilih adalah kaum wanita. Sebaliknya bila yang ingin diketahui penyakit kanker prostat, maka masyarakat yang dipilih adalah kaum pria. Betapa pun berbedanya kelompok masyarakat yang dipilih tersebut perlu diingat bahwa pada penyaringan, penemuan masalah kesehatan hari dilakukan dari kelompok masyarakat yang sehat. 12d. Tahap melakukan penyaringanApabila kelompok masyarakat telah ditentukan, dilanjutkan dengan melakukan penyaringan (screening) terhadap masalah kesehatan yang ingin dicari. Pekerjaan yang dilakukan disini identik dengan melakukan pengumpulan data sebagaimana pada survai penyakit.Tidak sulit dipahami bahwa penyaringan (screening) tersebut dilakukan dengan memanfaatkan kriteria masalah kesehatan serta cara pengumpulan data yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil dari pekerjaan penyaringan ini ialah ditemukannya kelompok masyarakat yang diduga menderita masalah kesehatan yang harus dipisahkan dari kelompok masyarakat yang tidak mempunyai masalah kesehatan. 12e. Tahap mempertajam penyaringan Terhadap kelompok masyarakat yang dicurigai menderita masalah kesehatan yang sedang dicari, dilakukan penyaringan lagi, maksudnya ialah untuk mempertajam hasil penyaringan, sehingga diperoleh kelompok masyarakat yang benar-benar menderita masalah kesehatan yang ingin diketahui. 12f. Tahap penyusunan laporan dan tidak lanjutSetelah dipastikan tidak ada jenis masalah kesehatan lain yang tercampur dalam kelompok masyarakat yang disaring, pekerjaan selanjutnya ialah mengolah data yang diperoleh untuk kemudian disusun laporan seperlunya. 12Patut disampaikan disini, bahwa kepada anggota masyarakat yang terbukti menderita masalah kesehatan yang dicari, perlu ditindak lanjuti berupa pemberian pengobatan untuk mengatasi masalah kesehatan yang diderita.Syarat-syarat skrining Jika ingin melakukan skrining terhadap suatu penyakit atau masalah, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, diantara nya : 9 Penyakit tersebut merupakan penyebab utama kematian dan atau kesakitan Tes harus cukup sensitif dan spesifik Terdapat sebuah uji yang sudah terbukti dan dapat diterima untuk mendeteksi individu-individu pada suatu tahap awal penyakit yang dapat dimodifikasikan Terdapat pengobatan yang aman dan efektif untuk mecegah penyakit atau akibat penyakitTes Validitas Suatu alat (test) scereening yang baik adalah yang mempunyai tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi yaitu mendekati 100%. Selain kedua nilai tersebut, dalam memilih tes untuk skrining dibutuhkan juga nilai prediktif (Predictive Values).11Validitas adalah kemampuan dari tes atau suatu pemeriksaan untuk mengidentifikasi individu mana yang mempunyai penyakit dan individu maana yang sehat. Validitas suatu tes skrining dipengaruhi oleh sensitivitas dan spesitifitas. 5Sensitivitas dan SpesifitasSensitivitas adalah kemampuan uji skrining untuk memberikan hasil positif mereka yang mengidap penyakit. Spesitifitas adalah jumlah frekuensi orang tidak atau negatif menderita sakit atau persentase orang yang tidak menderita penyakit yang deteksi oleh tes skrining. 9 Nilai prediksi dari tes skrining adalah frekuensi orang atau individu yang telah dinyatakan menderita sakit atau tidak sakit.Nilai prediksi terdiri dari : 9a. Positif palsu (false positive)Berupa persentase frekuensi orang dengan tes skrining yang dinyatakan positif tetapi tidak menderita sakitb. Negatif palsu (false negatif)Berupa persentase frekuensi orang dengan tes skrining yang dinyatakan negatif dan sebenarnya menderita sakit.

Tabel 2. Distribusi Populasi berdasarkan Status Penyakit dan Hasil Tes Skrining 9SakitTidak Sakit Total

PositifaBa+b

NegatifcDc+d

a+cb+da+b+c+d

Rumus :9I. Sensitifitas dan Spesitifitas Sensitivitas = x 100%Spesitifitas = x 100%Negatif Palsu = x 100%Positif Palsu = x 100%II. Nilai Prediksi Nilai prediksi tes (+)= x 100%Nilai prediksi tes (-)= x 100%Keterangan :a= jumlah orang sakit dari hasil tesb= jumlah positif palsu pada hasil tesc= jumlah negatif palsu pada hasil tesd= jumlah orang tidak sakit dari hasil tesBerdasarkan rumus diatas maka sesuai dengan skenario didapatkan hasil :Tabel 3. Hasil Uji Skrining di Puskesmas WarnasariTes IVASakitTidak Sakit Total

Positif62430

Negatif36770

991100

Sensitifitas = x 100= 66,67%Sensitivitas dari orang yang positif dengan kanker serviks yang dideteksi oleh tes IVA adalah 66,67%Spesitifitas = x 100%= 73,62%Spesitifitas dari orang yang tidak atau negatif menderita sakit yang dideteksi dengan tes IVA adalah 73,62%Negatif Palsu = x 100%= 33,33%Persentase dari orang yang dengan hasil negatif, tapi sebenarnya menderita kanker serviks adalah 33,33%Positif Palsu = x 100%= 26,37%Persentase dari orang yang dinyatakan positif tetapi tidak menderita sakit kanker serviks adalah 26,37%Nilai prediksi tes (+)= x 100%= 20%Nilai prediksi tes (-)= x 100%= 95,71%Artinya, kemungkinan orang dengan IVA positif hanya 20% dari populasi yang terkena kanker serviks dan kemungkinan orang dengan IVA negatif 95,71% dari populasi yang tidak terkena kanker serviks.

KesimpulanKanker leher rahim merupakan masalah kesehatan yang penting bagi wanita di seluruh dunia. Kanker jenis ini adalah kanker ketiga yang paling umum pada wanita, dan ketujuh secara keseluruhan, berdasarkan International Agency for Research on Cancer 2008,Ca cerviks merupakan kanker pada wanita yang paling sering dijumpai. Faktor resiko yang menyebabkan kanker serviks terbanyak adalah akibat pernikahan dini, merokok, mitra seksual yang banyak. Hal ini dikarenakan cara penularan dari kanker serviks yang melalui hubungan seksual. Skrining Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) sangat berguna dalam mendeteksi kanker rahim. Suatu skrining dikatakan baik apabila mempunyai tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi yaitu mendekati 100%.

Daftar Pustaka1. Ferlay J, Shin HR, Bray F, Forman D, Mathers C and Parkin DM. GLOBOCAN 2008 v2.0, Cancer incidence and mortality worldwide: IARC CancerBase No 10. (Internet). Lyon, France: International Agency for Research on Cancer. Diunduh dari http://globocan.iarc.fr on June 2014.2. World Health Organization. Comprehensive Cervical Cancer Control. A Guide to Essential Practice. Geneva : WHO. 2006. Diunduh dari http://www.who.int/reproductivehealth/publications/cancers/9241547006/. 29 juni 20143. Desen W, ed. Buku ajar onkologi klinis. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2008. H. 4944. Laila Nuranna. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). Dalam : Aziz MF, Sndrijono, Saifuddin AB,ed. Buku acuan nasional onkologi genikologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo . 2006. H. 111-23; 442-55.5. Chandra B. Tes skrining. Dalam : Chandra B. Ilmu kedokteran pencegahan dan komunitas. Jakarta : EGC. 2009. H. 157-606. Morton RF, Hebel R, McCarter RJ. Skrining. Dalam : Belawati FS, ed. Epidemiologi dan biostatistika:panduan studi. Jakarta: EGC. 2009. H. 53-60 7. Rasjidi I. Manual prakanker serviks. Jakarta : sagung seto ; 2008 .h. 45-528. Gede MAA. Manajemen kesehatan. Jakarta: EGC. 1999. H. 10-119. Lorlanto R, Fauzalah RM, Wirawan JP, Cahyanur R, Utari AP, dkk. Kesiapan Puskesmas di lima wilayah DKI-Jakarta dalam pelaksanaan program deteksi dini kanker serviks. Maj Kedokt Indo. 2009; 59 (9): 425-430. Diunduh dari : http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/682/678.29 Juni 201410. Rajab W. Buku ajar epidemiologi untuk mahasiswa kebidanan. Jakarta : EGC ; 2009 .h. 155-6011. Timmreck TC. Epidemiologi: suatu pengantar. Edisi 2. Jakarta: EGC;2004.h. 337-34512. Azwar A. Pengantar epidemiologi. Jakarta : Binarupa Aksara ; 2001 .h. 61-4

1