sketsa historis orang-orang tionghoa kristen di...

48
BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965 Orang-orang Tionghoa Kristen yang membentuk Sinode Gereja Kristus Tuhan (GKT) pada tahun 1968 memiliki sejarah hidup yang unik. Sebelum sampai ke sini mereka telah melalui tahap-tahap kehidupan yang panjang, melewati administrasi pemerintahan negara yang berbeda-beda dengan sikap politiknya masing-masing terhadap orang Tionghoa. Dalam bab ini akan disajikan secara ringkas latar belakang sosial, politis, budaya dan keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai akhir era Orde Lama pada tahun 1965. Kehidupan mereka akan disorot dari tiga kurun waktu, yakni periode pemerintahan Hindia Belanda (1900-1942), periode pemerintahan pendudukan Jepang (1942-1945) dan periode kemerdekaan Indonesia sampai pemerintahan Orde Lama (1945-1965). A. Periode Pemerintahan Hindia Belanda (1900-1942) 1. Imigrasi Orang-orang Tionghoa dari Tiongkok ke Hindia Belanda Kehadiran orang Tionghoa di Indonesia telah dimulai sejak ratusan tahun yang lalu. Sejak abad ke-12 dan 13 telah ada sejumlah orang Tionghoa yang berdiam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. 1 Migrasi ini dilakukan dengan bermacam alasan. 1 Setidaknya sebagian kecil dari ekspedisi pasukan Mongol yang berhasil diusir oleh Raden Wijaya tetap tinggal di Jawa setelah ekspedisi yang

Upload: hoangdat

Post on 03-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 85 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

BAB III

SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG

TIONGHOA KRISTEN

DI GEREJA KRISTUS TUHAN (GKT)

SAMPAI TAHUN 1965

Orang-orang Tionghoa Kristen yang membentuk Sinode

Gereja Kristus Tuhan (GKT) pada tahun 1968 memiliki sejarah

hidup yang unik. Sebelum sampai ke sini mereka telah melalui

tahap-tahap kehidupan yang panjang, melewati administrasi

pemerintahan negara yang berbeda-beda dengan sikap politiknya

masing-masing terhadap orang Tionghoa. Dalam bab ini akan

disajikan secara ringkas latar belakang sosial, politis, budaya dan

keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

akhir era Orde Lama pada tahun 1965. Kehidupan mereka akan

disorot dari tiga kurun waktu, yakni periode pemerintahan Hindia

Belanda (1900-1942), periode pemerintahan pendudukan Jepang

(1942-1945) dan periode kemerdekaan Indonesia sampai

pemerintahan Orde Lama (1945-1965).

A. Periode Pemerintahan Hindia Belanda (1900-1942)

1. Imigrasi Orang-orang Tionghoa dari Tiongkok ke Hindia

Belanda

Kehadiran orang Tionghoa di Indonesia telah dimulai

sejak ratusan tahun yang lalu. Sejak abad ke-12 dan 13 telah ada

sejumlah orang Tionghoa yang berdiam di Indonesia, khususnya

di pulau Jawa.1 Migrasi ini dilakukan dengan bermacam alasan.

1 Setidaknya sebagian kecil dari ekspedisi pasukan Mongol yang

berhasil diusir oleh Raden Wijaya tetap tinggal di Jawa setelah ekspedisi yang

Page 2: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

86 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965 The Encyclopedia of the Chinese Overseas mencatat bahwa imigrasi itu

terjadi setidaknya karena enam alasan. Alasan pertama ialah

karena perkembangan teknologi kelautan dan perdagangan

Tiongkok. Kedua, karena interaksi yang intens antara Tiongkok

dengan Asia Tenggara. Ketiga, pertumbuhan penduduk yang pesat

dan minimnya peluang untuk mencari nafkah di negara sendiri.

Keempat, ekspansi militer negara-negara Barat ke Asia Tenggara

yang membuka peluang kepada tenaga kerja dari Tiongkok untuk

dipekerjakan. Kelima, kehadiran perusahaan pelayanan Eropa di

Tiongkok, yang semakin memudahkan terjadinya pertukaran

barang, tenaga dan jasa dengan wilayah-wilayah lain di luar

Tiongkok. Dan keenam karena kekacauan sosial dan politik yang

terjadi dalam negara Tiongkok sendiri.2 Dari keenam alasan ini

unsur-unsur yang dominan bersifat ekonomis dan politis.3

Studi Skinner memperlihatkan bahwa ekonomi dan politik

adalah faktor-faktor utama yang menyumbang migrasi orang

Tionghoa dari Tiongkok ke Indonesia. Seiring dengan pesatnya

perkembangan ekonomi Hindia Belanda pada abad ke-17 sampai

awal abad ke-20, gelombang demi gelombang migrasi orang

gagal itu. Mereka adalah tentara rekrutan dari daerah Hokkian, Kiangsi dan Hukuang di Tiongkok Tenggara. Lihat Benny G. Setiono, Tionghoa Dalam Pusaran Politik: Menyingkap Fakta Sejarah Tersembunyi Orang Tionghoa di

Indonesia. (Jakarta: TransMedia Pustaka, 2008), 24, 25. 2 Dikutip dari Aime Dawis, Orang Indonesia Tionghoa Mencari

Identitas (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), 20. Setiono

menambahkan bahwa kekacauan ini muncul karena peperangan dan bencana

alam yang tiada henti-hentinya di daratan Tiongkok. Hal ini mendorong mereka untuk meninggalkan negerinya dan mencari kehidupan baru di negeri

lain. Lihat Setiono, Tionghoa dalam Pusaran Politik, 40. 3 Leonard Unger mengutip suatu studi yang dilakukan Ta Chen

pada keluarga-keluarga Tiongkok yang punya saudara yang merantau di Asia

Tenggara. Dari studi itu ia mensimpulkan bahwa kekuatan terbesar yang

mendorong imigrasi itu bersifat ekonomis, “the primary force moving the largest number of people was the hope of economic improvement in their new

homes.” Lihat Leonard Unger, “The Chinese in Southeast Asia,” Geographical

Review, Vol. 34, No. 2 (Apr., 1944): 200.

Page 3: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 87 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

Tionghoa terus berdatangan ke Hindia Belanda.4 Gelombang

migrasi ini secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua periode

waktu. Yang pertama berlangsung pada tahun 1860-1890. Dalam

kurun waktu ini 318.000 orang Tionghoa membanjiri pulau Jawa

dan pulau-pulau lain di luar Jawa. Setelah terhenti sejenak

gelombang migrasi kedua terjadi lagi pada tahun 1900-1930-

Peta 1. Peta Negara Tiongkok

an.5 Victor Purcell bahkan mencatat bahwa kali ini jumlah yang

masuk rata-rata 28.000 orang per tahun. Jumlah rata-rata terbesar,

yaitu 40.000 orang per tahun, terjadi pada periode 1920-1930.6

Dengan tingkat migrasi sebesar itu total populasi orang

Tionghoa di Hindia Belanda segera melonjak tajam. Sensus 1930

melaporkan bahwa jumlah orang Tionghoa di telah mencapai

4 G. William Skinner, “Golongan Minoritas Tionghoa,” Golongan

Etnis Tionghoa di Indonesia: Suatu Masalah Pembinaan Kesatuan Bangsa, ed. Mely

G. Tan (Jakarta: LEKNAS LIPI & Yayasan Obor Indonesia, 1979), 2. 5 Twang Peck Yang, Elite Bisnis Cina di Indonesia dan Masa Transisi

Kemerdekaan 1940-1950 (Yogyakarta: Penerbit Niagara, 2005), 27. Lihat juga

Skinner dalam Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia, 2. 6 Setiono, Tionghoa dalam Pusaran Politik, 41.

Page 4: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

88 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

angka 1.233.214 orang atau setara dengan 2% dari total populasi

penduduk Hindia Belanda.7 Jumlah ini meningkat hampir dua kali

lipat dari total populasi tiga puluh tahun sebelumnya, yang

berjumlah kurang lebih setengah juta orang saja.8

Baik pada periode pertama maupun pada periode kedua,

hampir semua imigran berasal dari dua provinsi di sebelah

tenggara Tiongkok, yaitu Provinsi Fujian dan Guangdong.9 Dua

provinsi ini (lihat Peta 1) memiliki beberapa pelabuhan laut yang

langsung menghadap ke Laut Cina Selatan. Yang terkenal di

antaranya adalah Macau, Hongkong dan Xiamen. Imigran yang

datang dari Provinsi Fujian adalah orang-orang yang berdialek

Hokkian (Amoy), Fuzhou dan Hinghwa (Xinghua). Mereka yang

datang dari Provinsi Guangdong adalah yang berdialek Kanton

dan Hakka.10

Pada awalnya para imigran Tiongkok ini menetap di

Jawa, khususnya di kota-kota pelabuhan yang tersebar di

sepanjang pantai utara Jawa.11 Keadaan ini terus berlanjut sampai

menjelang paruh kedua abad ke-19. Memasuki paruh kedua abad

ke-19 terjadi gelombang imigrasi menuju pulau-pulau di luar pulau

Jawa, seperti Sumatera dan Kalimantan. Keadaan ini berlanjut

terus sampai akhirnya populasi mereka di luar Jawa jauh lebih

banyak dari pada yang di Jawa. Dari total populasi orang

Tionghoa menurut sensus tahun 1930, kurang dari setengahnya

saja yang berdiam di Jawa (582.431). Selebihnya berdiam di pulau-

pulau lain di luar Jawa (650.783).12

7 Mely G. Tan, Etnis Tionghoa di Indonesia: Kumpulan Tulisan

(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), 4. 8 Peck Yang, Elite Bisnis Cina di Indonesia, 27. 9 Tan, Etnis Tionghoa di Indonesia, 4. 10 Kathleen Kuiper, ed. Understanding China: The Culture of China

(New York: Britannica Educational Publishing, 2011), 46-47; Hermanto Lim

& David Mead, Chinese in Indonesia: A Background Study, SIL Electronic

Survey Report 2011-028, March 2011: 10-26. 11 Tan, Etnis Tionghoa di Indonesia, 3. 12 Ibid., 4.

Page 5: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 89 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

Di Jawa dan Madura, imigran Tionghoa memiliki pola

sebaran domisili yang tetap. Mereka lebih memilih berdomisili di

kota dari pada di pedesaan. Data Sensus 1930 memberitahukan

bahwa dari seluruh populasi orang Tionghoa yang tinggal di Jawa

dan Madura 58,7 persennya diam di kota, sementara sisanya, yaitu

41,3 persen, diam di kota-kota yang lebih kecil.13 Di Jawa Timur,

Surabaya adalah tempat utama yang dituju. Menurut Sensus 1930,

Surabaya adalah kota kedua setelah Batavia yang memiliki

populasi terbesar orang Tionghoa. Tercatat ada 36.866 orang

Tionghoa tinggal di sana menurut sensus tersebut. Jumlah ini

tumbuh berlipat-lipat kali ganda dari periode 1906-1910, yang

hanya berjumlah 2.693 orang saja.14 Dari Surabaya para

pendatang Tionghoa ini kemudian menyebar ke kota-kota sekitar

seperti Malang, Mojokerto, Jombang, Pasuruan dan Kediri, lalu

terus sampai jauh ke kota-kota di ujung timur Jawa Timur seperti

Jember dan Banyuwangi.15

Secara keagamaan, para pendatang Tionghoa menganut

kepercayaan yang berbeda-beda. Ada yang menganut kepercayaan

Konfucianisme, Buddha, Tao, Islam, Kristen dan Katolik. Yang

terbesar adalah penganut kepercayaan Konfucianisme, Tao dan

Buddha. Hal ini bisa dilihat dari bilangan tempat ibadah tiga

kepercayaan ini di lokasi-lokasi kediaman orang-orang Tionghoa

(pecinan). Sebagai contoh, sampai tahun 1940 di Surabaya telah

ada tujuh tempat ibadah untuk penganut Konfucianisme, Tao dan

13 Mely G. Tan, “Pendahuluan,” dalam Golongan Etnis Tionghoa di

Indonesia, xii. Lihat juga Tan, Etnis Tionghoa di Indonesia, 4. Pada periode

1911-1914, jumlah orang Tionghoa di Surabaya mencapai angka 16.843

orang. Lihat A. Cabaton, Java, Sumatera and the Other Islands of the Dutch East

Indies (New York: Charles Scribner’s Son, 1914), 158. Sementara data 1920

menunjukkan bahwa jumlahnya telah mencapai angka 18.020 orang. Lihat

Andjarwati Noordjanah, Komunitas Tionghoa di Surabaya 1910-1946

(Semarang: Penerbit Mesiass, 2004), 2. 14 Tan dalam Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia, xii. 15 Sensus 1930 mencatat bahwa jumlah orang Tionghoa di Malang

adalah 8.052 orang. Jumlah ini tidak berbeda jauh dari jumlah orang

Tionghoa di kota Bogor (8.901), Cirebon (8.290), Yogyakarta (8.998), Surakarta (9.586) dan Jatinegara (9.570). Lihat Ibid.

Page 6: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

90 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

Budha.16 Bagi orang Kristen Tionghoa hanya tersedia dua buah

gereja saja.17

2. Kategori Orang Tionghoa: Singkheh, Totok dan Peranakan

Masuknya imigran baru Tiongkok ke Hindia Belanda

pada pertengahan abad ke-19 sampai awal abad ke-20 membuat

konfigurasi masyarakat Tionghoa mengalami pergeseran. Kini

muncul dua macam kategori orang Tionghoa yang tidak dikenal di

masa sebelumnya. Yang pertama dibuat berdasarkan asal tempat

kelahiran, sementara yang kedua dibuat berdasarkan perbedaan

ciri sosial-budayanya. Untuk kategori pertama ada dua macam

orang Tionghoa, yakni Tionghoa peranakan dan singkeh.18

Sementara untuk kategori kedua ada dua macam pula, yakni

Tionghoa peranakan dan Tionghoa totok.

Orang Tionghoa peranakan adalah orang-orang Tionghoa

yang lahir di Hindia Belanda. Mereka adalah hasil perkawinan

campur, biasanya antara laki-laki Tionghoa dengan perempuan

setempat.19 Perkawinan campur ini dapat terjadi karena leluhurnya

hanya datang sendirian tanpa membawa serta keluarganya.20

Mereka kemudian menikah dengan perempuan-perempuan

setempat, yang umumnya para perempuan non-Muslim atau

16 Noordjanah, Komunitas Tionghoa di Surabaya, 49. 17 Keduanya adalah gereja Tiong Hwa Kie Tok Kauw Hwee di Jl

Sambongan 9 (sekarang dipakai oleh GKT dan GKA) dan gereja Tiong Hwa Kie Tok Kauw Hwee di Jl Johar 4. Lihat “History GKI Emaus” dalam

http://gki-emaus.org/index.php/about-us/history [diakses pada 28 Februari 2012].

18 Lim & Mead, Chinese in Indonesia, 7. 19 Leo Suryadinata, Peranakan Chinese Politics in Java 1917-1942

(Singapore: Singapore University Press, 1981), 2. Juga Tan, Etnis Tionghoa di

Indonesia, 3. 20 Suryadinata menjelaskan bahwa hal ini disebabkan oleh dua hal.

Pertama adalah masalah transportasi dan kedua adalah dekrit pemerintahan

Dinasti Ch’ing yang melarang keras orang-orang Tionghoa meninggalkan daratan Tiongkok atau masuk kembali ke Tiongkok. Izin untuk meninggalkan

Tiongkok baru diberikan setelah tahun 1860, yang memulai periode pertama imigrasi besar-besaran dari Tiongkok ke Hindia Belanda. Lihat Suryadinata,

Peranakan Chinese Politics, 1, 2.

Page 7: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 91 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

Muslim nominal.21 Dari pernikahan ini lahir keturunan demi

keturunan yang kemudian menciptakan suatu komunitas

Tionghoa peranakan yang mendominasi populasi orang-orang

Tionghoa di Hindia Belanda sampai awal abad ke-20.22

Orang Tionghoa singkeh adalah orang-orang Tionghoa

yang lahir di Tiongkok. Mereka adalah imigran pendatang baru,

yang belum lama menetap di Hindia Belanda. Nama singkeh

diambil dari dialek Hokkian sin, yang berarti baru dan kheh atau

khek, yang berarti tamu baru atau pendatang baru atau orang

asing.23 Dalam data kependudukan pemerintah Hindia Belanda

keduanya dibedakan sebagai Tionghoa “kelahiran lokal” dan

“kelahiran luar.”24

Kategori kedua dibangun menurut karakteristik sosial-

budayanya. Di sini orang Tionghoa peranakan adalah orang-orang

yang “telah mengalami proses akulturasi yang mendalam dengan

kebudayaan di mana mereka dilahirkan dan dibesarkan.”25 Mereka

tumbuh dan berakar dalam budaya setempat serta tidak dapat lagi

berbahasa Tionghoa. Medium komunikasi sehari-hari adalah

bahasa Melayu, dialek setempat atau bahasa Belanda.26

21 Suryadinata, Peranakan Chinese Politics, 1, 2. Lihat pula Tan, Etnis

Tionghoa di Indonesia, 3. 22 Skinner dalam Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia, 10. Lihat juga

Suryadinata, Peranakan Chinese Politics, 2. 23 Lea F. Williams, Overseas Chinese Nationalism: The Genesis of Pan-

Chinese Movement in Indonesia, 1900-1916 (Glencoe, IL.: The Free Press, 1960),

10. Secara sempit istilah singkeh menunjuk kepada kuli-kuli sewaan yang baru

datang dari Tiongkok, Singapura, dan lain-lain. Istilah yang langsung

berlawanan adalah lau kheh, yang berarti “tamu lama,” yaitu orang-orang

Tionghoa yang kini tidak lagi menjadi pekerja sewaan. Lihat Lim & Mead, Chinese in Indonesia, 7.

24 Lihat tabel hasil Sensus 1930 dalam Peck Yang, Elite Bisnis Cina di

Indonesia, 40-41. 25 Tan dalam Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia, x. 26 Suryadinata, Peranakan Chinese Politics, 2. Menurut Suryadinata

sejak abad ke-19 kelompok Tionghoa Peranakan ini telah menjadi sebuah komunitas yang stabil dan cukup di dalam dirinya sendiri sehingga tidak lagi

Page 8: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

92 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

Orang-orang Tionghoa totok adalah orang-orang

Tionghoa pendatang baru, yang tiba di Hindia Belanda pada akhir

abad ke-19 sampai awal abad ke-20 (singkeh).27 Tidak seperti orang

Tionghoa peranakan yang sudah berasimilasi dengan budaya

setempat, orang-orang Tionghoa totok tetap melestarikan banyak

unsur dari identitas sosial-budayanya. Dalam pergaulan sehari-hari

mereka mempergunakan dialek atau memakai bahasa Mandarin

(Kuoyu). Mereka bersekolah di sekolah-sekolah Tionghoa, tinggal

di kawasan yang dihuni oleh sesama etnis, dialek atau daerah asal;

dan membentuk suatu asosiasi dengan mereka yang sebahasa

dengannya. Ikatan batin dengan Tiongkok, negara asalnya, amat

kuat.28 Karena itu mereka lebih suka memperhatikan urusan-

urusan politik negara Tiongkok dan nasionalisme Tiongkok dari

pada urusan-urusan politik di Hindia Belanda.29

Kalau komunitas orang Tionghoa peranakan muncul

karena faktor perkawinan dengan orang-orang setempat,

komunitas orang Tionghoa totok muncul dan berkembang karena

beberapa faktor yang berbeda.30 Yang pertama, karena kehadiran

imigran baru dalam jumlah besar bersama-sama dengan sejumlah

besar perempuan yang dari Tiongkok. Mereka jarang sekali

menikah dengan perempuan-perempuan atau laki-laki lokal,

bahkan dengan perempuan atau laki-laki Tionghoa peranakan.

Mereka lebih banyak menikah dengan sesamanya. Yang kedua,

para pendatang baru ini tidak lagi didominasi oleh orang-orang

Hokkian tetapi oleh orang-orang Hakka dan Kanton. Situasi ini

menyebabkan terjadinya perlambatan proses akulturasi dengan

kehidupan orang Tionghoa peranakan yang didominasi oleh

budaya Hokkian. Yang ketiga adalah bangkitnya nasionalisme

membutuhkan pernikahan dengan orang-orang di luar komunitasnya

(eksogami) karena jumlah laki-laki dan perempuan telah cukup berimbang. 27 Istilah totok berarti “orang berdarah murni asing.” Lihat Leo

Suryadinata, Dilema Minoritas Tionghoa (Jakarta: Grafiti Pers, 1984), 90. 28 Ibid. 29 Ibid, 91. 30 Lihat Skinner dalam Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia, 10. Juga

Suryadinata, Dilema Minoritas Tionghoa, 90-92;

Page 9: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 93 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

Tiongkok pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Hal ini

memberikan suatu rasa “kebanggaan nasional yang kuat, [yang]

berlawanan dengan [proses] desinifikasi yang menyertai menuju

masyarakat Peranakan.”31 Sebab lain yang tidak kalah pentingnya

adalah munculnya “sistem sekolah berbahasa Tionghoa dan pers

berbahasa Tionghoa sesudah tahun 1900.”32 Dua perangkat sosial

ini telah menjadi alat yang sangat ampuh untuk “memelihara

ketionghoaan” keturunan mereka.”33

Sampai Sensus 1930 dua komunitas Tionghoa ini telah

tumbuh menjadi komunitas yang mapan, dengan orang Tionghoa

peranakan mengambil porsi 62 persen dan Tionghoa totok 38

persen dari total populasi orang Tionghoa di seluruh Hindia

Belanda.34 Meski demikian di antara keduanya tidak terjalin

hubungan yang baik. Satu sama lain saling memandang rendah

dan mengunggulkan kelompok sendiri. Orang-orang Tionghoa

totok merasa dirinya lebih unggul karena tetap menghayati budaya

Tionghoa yang asli dari Tiongkok. Orang Tionghoa peranakan

dipandang remeh karena tidak lagi mengenal Tiongkok, negeri

leluhurnya, dan tidak bisa lagi berbahasa Tionghoa. Di pihak lain,

orang Tionghoa peranakan merasa lebih unggul karena secara

sosial-ekonomi kedudukannya lebih baik. Mereka merasa lebih

kaya dan lebih terdidik dari pada orang-orang Tionghoa totok.35

Munculnya gerakan nasionalisme pan-Tiongkok pada

awal abad ke-20 berhasil mempertemukan kedua kelompok dalam

sebuah wadah bersama yang bernama Tiong Hoa Hwee Koan

31 Skinner dalam Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia,10. 32 Ibid., 10-11. 33 Ibid., 11. Juga lihat Peck Yang, Elite Bisnis Cina di Indonesia, 39-40.

Dalam penelitiannya atas sekolah-sekolah Tionghoa di Indonesia di dekade 50-an, Lea E. Williams menemukan bahwa sekolah-sekolah ini didirikan

dengan maksud untuk menjadi benteng nasionalisme dan alat propaganda doktrin-doktrin nasionalistik Tiongkok. Lihat Lea E. Williams,

“Nationalistic Indoctrination in the Chinese Minority Schools in Indonesia,”

Comparative Education Review, Vol. 1, No. 3 (Feb., 1958): 13. 34 Peck Yang, Elit Bisnis Cina di Indonesia, 27. 35 Ibid., 29. Satu ejekan yang dikenakan orang Tionghoa Peranakan

kepada orang Tionghoa Totok adalah “imigran bau.”

Page 10: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

94 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

(THHK).36 Namun kesatuan yang diinginkan tidak dapat tercapai

karena perbedaan-perbedaan di antara keduanya tidak pernah

diselesaikan. Di pihak lain kesatuan itu sendiri dibangun di atas

dasar yang rapuh. Keduanya bersatu karena merasa menghadapi

satu musuh yang sama, yaitu kebijakan-kebijakan pemerintah

kolonial Belanda terhadap orang Tionghoa. Ketika pemerintah

kolonial mulai melakukan perubahan sikap dan kebijakan,

persatuan tersebut berakhir dengan sendirinya.37

3. Kebijakan Pemerintah Kolonial terhadap Orang Tionghoa

Dua kebijakan awal yang diberlakukan adalah wijkenstelsel

dan passen stelsel. Kebijakan pertama mengharuskan orang

Tionghoa untuk tinggal dalam suatu area kota yang sudah

ditentukan dan tidak boleh di luar dari batas itu. Kebijakan kedua,

yang mengatur mobilitas mereka dari satu tempat ke tempat lain,

mengharuskan orang Tionghoa untuk mengantongi surat izin bila

hendak bepergian keluar dari area tempat tinggalnya.38 Pada tahun

1866 kebijakan wijkenstelsel sedikit diperlemah dengan

mengizinkan orang Tionghoa tinggal di lokasi yang disukainya

bila di situ tidak tersedia ghetto atau pecinan yang diperuntukkan

buat mereka.39 Namun secara umum dua kebijakan ini terus

dipakai selama hampir dua ratus tahun dan baru dihapus berturut-

turut pada tahun 1917 dan 1918.40

Bersamaan dengan dua kebijakan itu ada lagi kebijakan

lain yang disebut politie-rol, yaitu “sebuah pengadilan yang

sewenang-wenang” yang memberi kuasa kepada “seorang pejabat

pemerintah atau kepala polisi” untuk “menjatuhkan hukuman

tanpa mendengarkan saksi-saksi, atau pun kalau ada saksi tidak

36 Pendapat Donald Wilmott yang dikutip oleh Peck Yang. Lihat

Peck Yang, Elit Bisnis Cina di Indonesia, 30. Juga lihat Charles A. Coppel,

Tionghoa Indonesia dalam Krisis (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994), 39. 37 Peck Yang, Elit Bisnis Cina di Indonesia, 30. 38 Setiono, Tionghoa dalam Pusaran Politik, 130. 39 Pramudya Ananta Toer, Hoakiau Di Indonesia (Jakarta: Penerbit

Garba Budaya, 1998), 132. 40 Suryadinata, Peranakan Chinese Politics, 11.

Page 11: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 95 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

disumpah terlebih dulu.”41 Keputusan diambil sesuka hati dan

dilaksanakan tanpa memberi kesempatan kepada terdakwa untuk

naik banding atau membela diri. Orang Tionghoa merasa sangat

dirugikan oleh peraturan ini, khususnya yang berkenaan dengan

surat izin bepergian. Peraturan ini baru dihapuskan pemerintah

kolonial pada tahun 1914.

Pada tahun 1854 terbit sebuah peraturan lain mengenai

kewarganegaraan di Hindia Belanda. Semua orang yang lahir dari

orang tua yang berdomisili di Belanda atau koloninya

diperlakukan sebagai warganegara Belanda. Itu berarti orang

Tionghoa yang lahir di Hindia Belanda otomatis adalah

warganegara Belanda. Namun peraturan ini kemudian membuat

pembedaan perlakuan antara orang Tionghoa dan pribumi di satu

sisi dengan orang-orang Eropa di sisi yang lain. Bila orang-orang

Eropa mendapat banyak keistimewaan perlakuan maka orang

Tionghoa diperlakukan sama tanpa beda dari penduduk pribumi.

Pada tahun 1892 pemerintah kolonial merevisi peraturan itu. Kini

orang-orang Tionghoa ditaruh ke dalam kategori orang Timur

Asing, yang berbeda dari orang Eropa namun juga berbeda dari

penduduk pribumi.42

Sekarang konfigurasi masyarakat kolonial tersusun atas

tiga strata yang berbeda. Di strata teratas adalah orang Eropa

sementara di strata terbawah adalah orang pribumi. Orang-orang

Timur Asing diletakkan di strata tengah. Bersama-sama dengan

orang-orang keturunan Arab, India dan lain-lain, orang Tionghoa

ada di strata tengah. Agar perbedaan tiap strata tampak jelas,

pemerintah kolonial mengharuskan tiap-tiap kelompok untuk

memelihara adat-istiadat dan karakteristik-karakteristik yang

menandai budaya masing-masing.43

41 Setiono, Tionghoa dalam Pusaran Politik, 133. 42 Donald Earl Wilmott, The National Status of the Chinese in Indonesia

(New York: Cornell Modern Indonesia Project, 1961), 13. 43 Suryadinata, Peranakan Chinese Politics, 3.

Page 12: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

96 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

Dengan alasan melindungi hak-hak penduduk pribumi,

pada tahun 1870 pemerintah kolonial mengundangkan sebuah

undang-undang agraria yang baru. Pihak-pihak yang dirasa

membahayakan hak-hak penduduk pribumi adalah pengusaha-

pengusaha Eropa yang menerapkan sistem tanam paksa dan para

pedagang Tionghoa.44 Peraturan ini pada dasarnya bermaksud

menghapuskan sistem tanam paksa yang memberatkan penduduk

pribumi sambil tetap memberi ruang kepada peningkatan kegiatan

ekonomi orang-orang Eropa.45 Bila orang-orang Eropa diizinkan

untuk membuka pertanian atau perkebunan, orang-orang Timur

Asing, dalam hal ini orang Tionghoa dilarang.46 Mereka hanya

diizinkan memiliki bangunan di kota-kota namun tidak dengan

sendirinya dapat memiliki tanah di atas mana bangunan miliknya

berada. Tanah itu bisa dimiliki hanya bila pemiliknya mau

menjualnya.47 Oleh seluruh kebijakan ini maka orang Tionghoa

didorong untuk beraktivitas ekonomi di kota saja.

Bangkitnya rasa nasionalisme Tiongkok dan perubahan

sikap pemerintah Tiongkok terhadap orang-orang Tionghoa yang

tinggal di luar negeri pada awal abad kedua puluh mendorong

pemerintah kolonial melakukan perubahan-perubahan kebijakan

terhadap orang Tionghoa. Pada bulan Maret 1909, pemerintah

Tiongkok mengeluarkan dekrit yang menyatakan bahwa semua

anak yang sah, yang lahir dari ayah atau ibu orang Tionghoa,

tidak peduli di mana dilahirkan, secara otomatis adalah warga

negara Tiongkok. Keputusan ini berlaku baik untuk orang

Tionghoa peranakan maupun untuk orang Tionghoa totok. Dekrit

itu direspons pemerintah kolonial pada bulan Februari 1910

dengan pernyataan bahwa semua orang yang lahir dari orang tua

44 Tentang pandangan negatif mengenai orang Tionghoa lihat

Cabaton, Java, Sumatera and the Other Islands, 158-166. Juga Clive Day, The

Policy and Administration of the Dutch in Java (New York: The Macmillan

Company, 1904), 364-365. 45 Clive Day, The Policy and Administration of the Dutch, 335. 46 Ibid., 377. 47 Ibid.,.373. Menurut Pramoedya Ananta Toer, peraturan itu

sengaja diciptakan untuk membunuh kekuatan ekonomi orang Tionghoa.

Lihat Toer, Hoakiau Di Indonesia, 132.

Page 13: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 97 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

yang berdomisili di Hindia Belanda adalah orang yang tunduk

kepada kekuasaan kerajaan Belanda sekalipun mereka bukan

warganegara Belanda.48 Peraturan ini otomatis membuat orang

Tionghoa memiliki dua macam kewarganegaraan yang berbeda.

Sejumlah orang Tionghoa mengajukan protes kepada naturalisasi

yang dipaksakan ini seraya meminta kepada pemerintah Tiongkok

agar jangan mau tunduk kepada tekanan Belanda. Namun, demi

mendapatkan izin pembukaan konsulatnya di Hindia Belanda,

pemerintah Tiongkok akhirnya mengabaikan protes tersebut dan

menerima bahwa status orang Tionghoa tunduk kepada hukum-

hukum negara di mana mereka sekarang berdomisili.49

Kebijakan terakhir yang dikeluarkan pemerintah kolonial

Belanda terhadap orang Tionghoa berhubungan dengan

pendidikan orang Tionghoa. Bangkitnya nasionalisme orang

Tionghoa dan tumbuh pesatnya sekolah-sekolah Tionghoa setelah

tahun 1900 mendorong pemerintah kolonial untuk membendung

arus nasionalisme yang disebarluaskan melalui sekolah-sekolah

itu. Pemerintah lalu mendirikan sekolah-sekolah Belanda-

Tionghoa (Hollandsch Chineesche Scholen, HCS), yang berbahasa

pengantar Belanda sejak tahun 1908.50 Kehadiran sekolah-sekolah

ini berakibat pada terhalanginya upaya resinifikasi orang-orang

Tionghoa di Hindia Belanda. Penyatuan komunitas Tionghoa

peranakan dan Tionghoa totok turut pula dirintangi. Sekolah-

sekolah Belanda-Tionghoa kini menjadi tempat belajar anak-anak

Tionghoa peranakan sementara sekolah-sekolah Tionghoa untuk

anak-anak Tionghoa totok. Pemisahan ini di kemudian hari akan

berujung kepada sikap saling bermusuhan.51

48 Wilmott, The National Status of the Chinese, 15. Kutipannya,

“Dutch subjects even if not Dutch citizen.” 49 Ibid., 16. 50 Suryadinata, “Indonesian Chinese Education, Past and Present,”

Indonesia, Vol. 14 (Oct., 1972): 54-55. 51 Peck Yang, Elit Bisnis Cina di Indonesia, 32, 33.

Page 14: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

98 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

4. Orang-orang Tionghoa Kristen GKT di Surabaya dan Malang

Orang-orang Tionghoa Kristen di GKT mulai hadir di

Hindia Belanda sejak dekade terakhir abad ke-19 dan terus

berlanjut sampai dekade-dekade awal abad ke-20. Umumnya

berasal dari Provinsi Fujian dan Provinsi Guangdong. Dari

Provinsi Fujian mereka datang dari tiga kota besar, Fuzhou (dialek

Hokchiu) dan Fuqing (dialek Hokchia) di utara, Putian (dialek

Hinghua) di tengah dan Xiamen (dialek Amoy/Hokkian) di

selatan. Sementara dari Provinsi Guangdong, dari kota pelabuhan

Guangzhou dan Macao, adalah mereka yang berdialek Kanton.

Mereka berasal dari berbagai latar belakang denominasi gereja

yang ada di Tiongkok saat itu. Ada yang Methodist, Reformed,

Presbyterian, Anglikan, Lutheran dan lain-lain.52 Setibanya di

Surabaya mereka menumpang atau tinggal bersama anggota

keluarga atau dengan orang-orang yang sesuku dan sebahasa yang

sudah lebih dahulu tiba dan bekerja di Surabaya.53

Mengikuti kebijakan wijkenstelsel mereka menetap dan

bekerja di kawasan pecinan Surabaya, yang berada tepat di sebelah

52 Orang-orang Kanton dan Hokkian/Amoy berasal dari latar

belakang denominasi Baptist dan Presbyterian-Reformed. Ini bisa dipahami karena badan misi yang bekerja di antara mereka didominasi dari gereja-

gereja tersebut. Gereja Protestan pertama didirikan di antara orang Kanton oleh Robert Morrison, yang berlatar Presbyterian Skotlandia bersama dua

orang misionari AS: Elijah Coleman Bridgman, Calvinis-konggregasionalis,

dan David Abeel, Reformed Church in America. Lihat Murray A. Rubinstein,

“Protestan Missionary Enterprise, 1807-1860” dalam R.G. Tiedeman, ed., Handbook of Christianity in China Volume Two: 1800—present (Leiden: Brill,

2010), 140 dan David Cheung, Christianity in Modern China: The Making of the

First Native Protestant Church (Leiden: Brill, 2004), 13-60. Lihat pula artikel

China/Peoples Republic of – (Asia) dalam http://www.reformiert-

online.net/weltweit/27_eng.php (diakses pada 20 April 2013). Sementara orang-orang Fuzhou dan Hinghwa umumnya dari latar belakang Methodist.

Lihat laporan Harry C. Bower dalam Minutes of the Seventh Session of the Netherland Indies Mission Conference of the Methodist Episcopal Church held in

Buitenzorg, Java, January 22nd to 25th, 1925: 20. 53 Ada dua cara bagi para imigran ini untuk bisa masuk ke Hindia

Belanda. Yang pertama harus punya keluarga di sini yang bisa menjamin

pajak kepalanya, dan yang kedua harus punya uang banyak. Wawancara bp

ST, Surabaya, 31 Januari 2011.

Page 15: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 99 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

timur Jembatan Merah, di seberang sungai Kalimas. Awalnya

kawasan ini berada di sekitar Chinesche Voorstraat, sekarang Jalan

Karet, lalu melebar sampai ke Jalan Tepekong atau Jalan Coklat.

Selanjutnya ia berkembang sampai ke seputar Jalan Kembang

Jepun dengan kawasan Ampel di batas utara, lalu Pasar Atum,

Stasiun Semut dan Jagalan di batas selatan dan Jalan Rajawali di

batas barat.54 Beberapa keluarga memiliki rumah tinggal yang

cukup besar sehingga dapat menampung kerabat dan sahabat

sekaligus. Pihak yang menampung berfungsi sebagai kepala

keluarga, yang menjamin dan melindungi para pendatang baru ini

serta menolong mereka untuk memperoleh pekerjaan.55

Sampai akhir tahun 1920-an, sebagian besar masih belum

benar-benar menetap. Mereka masih bolak-balik Tiongkok—

Surabaya. Salah satu sebabnya adalah perang saudara yang

berkecamuk di Tiongkok pasca runtuhnya dinasti Manchu.56

Selain itu, sebagian dari mereka adalah laki-laki yang

meninggalkan keluarganya di Tiongkok. Alasan kedatangan

mereka ke Surabaya bukan untuk menetap dan menjadi

warganegara Hindia Belanda tetapi untuk mencari nafkah saja.57

54 Astri Apriyani, “Surabaya Di Atas Kampung-kampung” dalam

http://intisari-online.com/read/surabaya-di-atas-kampung-kampung (diakses

pada 19 April 2013); Purnawan Basundoro, Dua Kota Tiga Zaman: Surabaya

dan Malang sejak Zaman Kolonial sampai Kemerdekaan (Yogyakarta: Penerbit

Ombak, 2009), 9. 55 Misalnya pada awal abad ke-20 di Surabaya ada seorang

pedagang Hinghwa kaya bernama Yao Boen Ling. Ia sering pergi ke

pelabuhan Tanjung Perak bila ada kapal yang datang dari Tiongkok. Ia pergi ke sana untuk menyambut imigran Tiongkok yang baru datang dan bertanya

dari mana asal mereka. Kalau orang itu berkata ia dari Hinghwa maka ia akan mengakuinya sebagai saudara, membayar pajak kepala orang tersebut

dan membawanya pulang ke rumahnya. Ia kemudian memberi mereka modal

sekotak perkakas sepeda supaya bisa membuka bengkel sepeda atau modal untuk membuka toko-toko sepeda di sekitar Surabaya bahkan sampai jauh di

Jember dan Banyuwangi. Wawancara bp Solomon Tong, Surabaya, 31 Januari

2011. 56 Minutes of the Twentieth Session of the Malaysia Conference of the

Methodist Episcopal Church held in Kuala Lumbur, Federated Malay States, 15th to

20th February, 1912: 28. 57 Minutes of the Woman’s Conference of Malaysia Mission, Singapore,

February 14th to 20th, 1915: 111.

Page 16: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

100 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

Sebab lain adalah kondisi ekonomi yang naik turun sebelum dan

sesudah Perang Dunia I. Manakala ekonomi bagus mereka akan

beramai-ramai datang namun ketika sedang merosot mereka akan

pulang kembali ke Tiongkok. Manakala resesi ekonomi global di

akhir tahun 20-an sampai awal 30-an mulai melanda Hindia

Belanda, sebagian dari antara mereka bahlan meninggalkan kota

Surabaya untuk seterusnya.58

Seperti dilaporkan oleh Mabel Bower, isteri misionaris

Gereja Methodist Episkopal Amerika Serikat yang berkarya di

kota Surabaya, dalam sebuah konferensi perempuan Methodist

pada tahun 1915, hampir semua orang Tionghoa yang menjadi

anggota gerejanya adalah laki-laki muda yang belum menikah.

Sebagian yang sudah menikah malah meninggalkan keluarganya

di Tiongkok.59 Meski demikian beberapa dari antara mereka juga

datang dengan membawa istri. Dalam konferensi perempuan

Methodist tahun 1917 Mabel Bower mengungkapkan bahwa di

sejumlah rumah pendatang dari Tiongkok yang ia kunjungi ia

sempat bertemu dengan sejumlah perempuan Tionghoa. Di antara

mereka bahkan ada yang sudah memeluk agama Kristen dari sejak

di Tiongkok. Namun mereka enggan datang beribadah di gereja

sebab adat-istiadat kala itu membatasi mereka untuk duduk dalam

satu ruangan yang sama dengan laki-laki.60

Dalam soal pekerjaan tiap kelompok dialek memiliki jenis

pekerjaannya masing-masing. Sebagian besar orang Hokkian

(Amoy) adalah para pedagang (business men).61 Mereka terlibat

dalam bisnis ritel.62 Barang yang umumnya diperdagangkan

58 Minutes of the Netherland Indies Mission Conference, Buitenzorg, Java,

January 18th to 20th, 1927: 354. Orang-orang dimaksud adalah orang-orang Kanton.

59 Minutes of the Woman’s Conference of Malaysia Mission, Singapore,

February 14th to 20th, 1915: 111. 60 Minutes of the Woman’s Conference of Malaysia Mission, Singapore,

February 1st to 7th, 1917: 124. 61 The Malaysia Message, May 1926, Vol. 36, No. 8. 62 Minutes of the First Session of the Netherland Indies Mission Conference,

Buitenzorg, Java, February 17th to 21st, 1919: 23.

Page 17: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 101 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

adalah hasil bumi. Lokasi tempat mereka bekerja adalah di sekitar

Jl Panggung. Tempat itu dipilih karena persis di belakangnya

mengalir Kalimas, yang pada waktu itu berfungsi sebagai jalur

transportasi hasil bumi dari daerah-daerah di sekitar Surabaya.63

Orang-orang dialek Kanton umumnya berasal golongan tukang

dan pengrajin (artisans). Pekerjaan utama yang mereka geluti

adalah tukang kayu.64 Lokasi tempat kerjanya di sekitar Jalan

Gemblong.65 Orang-orang dari jemaat Fuzhou-Hinghwa dikatakan

berasal dari berbagai macam profesi.66 Orang-orang Hinghwa

awalnya bekerja sebagai tukang becak, pengusaha becak, lalu

penjual onderdil becak. Ketika sepeda mulai muncul mereka lalu

masuk di bisnis penjualan sepeda dan onderdilnya. Tempat usaha

mereka berada di sekitar Jalan Bongkaran. Orang-orang Hokchia

(Fuqing) umumnya bekerja sebagai tukang kredit (mindring).

Barang yang dikreditkan umumnya adalah kain. Sebagian yang

telah sukses beralih profesi menjadi pedagang kain dan berkumpul

di sekitar Jalan Slompretan. Orang-orang Hokchiu (Fuzhou)

kebanyakan bekerja sebagai tukang emas, salon, restoran dan lain-

lain. Aktivitas mereka terkonsentrasi di sekitar Jalan Blauran,

Surabaya.67

Selain tinggal dan bekerja di area di mana berhimpun

orang-orang yang sedialek, mereka yang Kristen membentuk

kelompok-kelompok kecil yang beribadah di rumah-rumah

menurut dialek masing-masing. Setelah berjalan beberapa lama,

kelompok-kelompok kecil ini kemudian diadopsi oleh Gereja

Metodis Episkopal Konferensi Malaysia. Pada buan Juni 1909

mereka mengutus Diong Eng Seng (Diong Hong Sek) ke Surabaya

untuk memulai sebuah jemaat berbahasa Hokkian.68 Kelompok

63 Wawancara bp ST, Surabaya, 31 Januari 2011. 64 The Malaysia Message, May 1926, Vol. 36, No. 8. 65 Wawancara bp ST, Surabaya, 31 Januari 2011. 66 The Malaysia Message, May 1926, Vol. 36, No. 8. Wawancara bp ST,

Surabaya, 31 Januari 2011. 67 Wawancara bp ST, Surabaya, 31 Januari 2011. 68 J. Tremayne Copplestone, History of Methodist Mission Vol. IV:

Twentiet Century Perspective—The Methodist Episcopal Church, 1896-1939 (New

Page 18: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

102 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

yang tadinya beribadah di rumah-rumah kini dikumpulkan dalam

sebuah gereja orang-orang Tionghoa dialek Hokkian.69

Pada tahun 1910, kelompok-kelompok orang Kristen dari

dialek Kanton menggabungkan diri ke dalam gereja itu. Alasan

penggabungan itu ialah karena merasa sejalan dengan misi jemaat

ini untuk memberitakan Injil kepada orang-orang Tionghoa dan

untuk membantu sesama perantau dari Tiongkok.70 Dari tahun ke

tahun jumlah orang Kanton terus bertambah. Jumlahnya bahkan

melampaui jumlah orang-orang dialek Hokkian. Melihat

kenyataan ini maka sejak tahun 1916 Gereja Methodist

mengumpulkan mereka dalam sebuah jemaat tersendiri yang

terpisah dari jemaat Hokkian. Seorang pengkhotbah (preacher)

yang berdialek Kanton juga turut disediakan untuk mereka.71

Selain kedua kelompok dialek ini, di tengah-tengah

mereka juga telah ada segelintir orang dari dialek Fuzhou dan

Hinghwa. Awalnya hanya sedikit saja. Namun lambat laun

jumlahnya terus bertambah seiring dengan datangnya gelombang

perantau baru di awal tahun dua puluhan sampai tiga puluhan.

Para perantau baru ini didominasi oleh orang-orang dari dua

dialek tersebut.72 Dengan jumlah yang semakin banyak maka sejak

awal tahun 20-an mereka dikumpulkan dalam jemaat yang

terpisah. Maka sejak tahun 1922, gereja pertama untuk orang

York: Board of Global Ministries The United Methodist Church, 1973), 150. Diong Eng Seng adalah seorang Tionghoa berdialek Fuzhou, yang berasal

dari Serawak, Malaysia. Pertama-tama ia bekerja di Gereja Tionghoa di Tanah Abang, Jakarta pada tahun 1908, dan dari sana ia kemudian dikirim ke

Surabaya. 69 Menurut catatan mereka, kelompok orang Hokkian/Amoy

Kristen ini berasal dari latar belakang Presbyterian. Lihat Richard M. Daulay, Kekristenan dan Kesukubangsaan:Sejarah Perjumpaan Methodisme dengan Orang

Batak dan Orang Tionghoa di Indonesia 1905-1995 (Yogyakarta: Taman Pustaka

Kristen, 1996), 125. 70 Fredie Lukito Setiawan, Sejarah Gereja Kristus Tuhan Jemaat

Nazareth, makalah yang tidak diterbitkan, 5. 71 Minutes of the Twenty-Fourth Session of the Malaysia Conference of the

Methodist Episcopal Church, Singapore, Straits Settlements, January 1st to 6th

1916: 37. 72 Lihat Peck Yang, Elite Bisnis Cina di Indonesia, 62, 64.

Page 19: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 103 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

Tionghoa Kristen di kota Surabaya ini sudah tersusun atas tiga

jemaat yang berbeda menurut dialek bahasanya.73

Pada tahun 1928, Gereja Methodist Episkopal

menghentikan pelayanannya di Jawa dan Kalimantan. Kini

mereka fokus di Sumatera saja. Agar pekerjaan gereja dapat terus

berjalan dibentuklah sebuah yayasan yang menaungi gereja di

Surabaya. Nama yayasan itu ialah Yayasan Tiong Hoa Ki Tok

Kauw Hwee (THKTKH) Surabaya atau Yayasan Gereja Kristen

Tionghoa Surabaya. Yayasan ini dibentuk oleh sejumlah tokoh

gereja tersebut dengan bantuan seorang misionaris Methodist.

Dalam akte pendiriannya tercantum sejumlah nama dari jemaat

berbahasa Hokkian, Kanton dan Fuzhou-Hinghwa.74 Seluruh aset

Gereja Methodist Episkopal di Surabaya lalu diserahkan kepada

yayasan ini. Untuk pembinaan rohaninya Gereja Methodist

Episkopal Konferensi Misi Hindia Belanda menyerahkan mereka

ke bawah pengasuhan badan misi Netherland Zending Genootschaap

(NZG).75

Bagaimana bentuk pengasuhan yang diberikan tidak ada

catatan NZG yang bisa ditemukan. Namun dari catatan-catatan

sejarah jemaat-jemaat tersebut dapat diketahui bahwa setelah

ditinggalkan masing-masing mengurus dirinya secara mandiri.

Pembinaan rohani dan pembiayaan kebutuhannya dilakukan

secara swadaya. Masing-masing jemaat membentuk sebuah badan

yang mengurus kegiatan dan kebutuhan masing-masing. Dari

rekrutmen tenaga pengkhotbah, pengangkatan Guru Injil sampai

penjangkauan orang baru semuanya dilakukan secara mandiri.

Tetapi untuk urusan-urusan bersama seperti pemeliharaan dan

pengembangan gedung dan fasilitas di dalamnya, sampai kegiatan-

73 Minutes of the Fifth Session of the Netherlands Indies Mission Conference,

Buitenzorg, Java, February 21st to 26th, 1923: 180. 74 Akta ini dibuat pada 8 Februari 1928. Di dalamnya dicantumkan

bahwa tujuan gereja ini adalah untuk “memberitakan Injil dan

memperluaskan kerajaan Allah.” Lihat Setiawan, Sejarah Gereja Kristus Tuhan

Jemaat Nazareth, 10. 75 Daulay, Kekristenan dan Kesukubangsaan, 197.

Page 20: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

104 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

kegiatan bersama seperti Natal dan Paskah, ketiga jemaat

membentuk sebuah badan kerja sama. Ketua badan ini dijabat

secara bergiliran dengan masa kerja selama satu tahun.

Pada tahun 1937, jemaat dialek Fuzhou-Hinghwa dibagi

menjadi dua jemaat. Orang-orang Hinghwa yang selama ini

bergabung dalam kelompok itu kini dipisahkan menjadi sebuah

jemaat baru, jemaat orang-orang Hinghwa. Jemaat yang

ditinggalkan lalu berubah nama menjadi jemaat Fuzhou-Kuoyu,

yang memakai dialek Fuzhou dan bahasa Mandarin (Kuoyu). Di

dalam jemaat ini berkumpul orang-orang dari dialek Hokchia dan

Hokchiu. Maka sampai dengan tahun 1937 di kota Surabaya telah

berdiri empat jemaat orang-orang Kristen pendatang dari

Tiongkok. Keempatnya adalah jemaat berdialek Hokkian, Kanton,

Fuzhou-Kuoyu dan Hinghwa.

Selain keempat jemaat ini, pada akhir tahun 20-an di

Surabaya muncul pula sebuah jemaat lain, yaitu jemaat orang-

orang Tionghoa peranakan. Awalnya mereka juga beribadah di

rumah-rumah. Pada awal tahun 30-an kegiatannya dipindahkan ke

gedung sekolah Christelijke Hollandse Chinese School (CHCS) di Jl

Kapasari 95, Surabaya.76 Selama beberapa saat, dari akhir tahun

1934 sampai tahun 1937 mereka sempat meminjam gedung gereja

orang-orang Tionghoa totok. Hubungan keduanya tidak terlalu

rapat. Jemaat orang-orang peranakan ini tidak mau menjadi

bagian dari gerejanya orang-orang totok dan begitu pula

sebaliknya.77

Selain Surabaya, kota lain yang menjadi tempat

berdomisilinya para imigran baru dari Tiongkok adalah kota

Malang. Seperti di Surabaya, di sinipun orang-orang Tionghoa

76 Willy Purwosuwito, M.A., “Sejarah GKI Residen Sudirman

Surabaya” dalam http://ressud.wordpress.com/sejarah/ (diakses pada 19

April 2013). 77 Pranata W. Gunawan, Benih Yang Tumbuh 14: Gereja Kristen

Indonesia Jawa Timur (Surabaya: Sinode GKI Jatim dan Balitbang PGI, 1989),

9. Lihat pula “Sejarah GKI Emaus” dalam http://gki-emaus.org/images/pdf/sejarah_gki.pdf [diakses pada 10 Maret 2012].

Page 21: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 105 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

bermukim di area khusus untuk orang-orang Tionghoa, yang

terletak di sebelah tenggara alun-alun kota Malang. Di situ mereka

hidup dan bekerja bersama orang-orang yang sedialek dengannya.

Profesi yang mereka tekuni juga bersesuaian dengan pembagian

kerja yang umum dikenal untuk orang-orang dari dialek masing-

masing. Orang-orang berdialek Kanton banyak diam di daerah

Tukangan (kini Jl Gatot Subroto, dahulu bernama

Meubelmakerstraat). Sebagian besar berprofesi sebagai tukang kayu.

Orang-orang Hokkian berprofesi sebagai pedagang dan diam di

sekitar pasar kota (kini Jl Pasar Besar). Orang-orang Fuzhou

bekerja sebagai tukang kredit atau rentenir (minderingan) sementara

orang-orang Hinghwa bekerja sebagai pengusaha becak, pedagang

sepeda dan onderdil sepeda.78

Seperti halnya di Surabaya, segelintir orang dari antaranya

adalah orang Kristen. Dari waktu ke waktu Pdt. Harry C. Bower,

misionaris Gereja Methodist Episkopal Konferensi Misi Hindia

Belanda yang menjadi pendeta gereja Tionghoa di Surabaya, kerap

mengunjungi mereka. Ia dibantu oleh seorang Guru Injil yang

berasal dari Tiongkok dan tinggal di Malang. Namanya Kwee

Liong Kie. Namun baru pada tahun 1923, Gereja Methodist

berhasil menempatkan seorang misionari yang tinggal di Malang.

Namanya Judokus van den Noort.79 Ia adalah seorang guru yang

sebelumnya bekerja di pos Gereja Methodist di kota Purbalingga,

Jawa Tengah. Di Malang ia sempat merintis sebuah sekolah

sederhana untuk anak-anak Tionghoa totok. Sampai tahun 1925

jumlah pengunjung yang hadir dalam setiap ibadah di hari Minggu

berkisar antara 30 sampai 40 orang. Seluruh kegiatan dilakukan

dalam bahasa Tionghoa.80

78 Keterangan bp Soetjipto Tanojo, Ketua Yayasan Eng Ang Kiong,

Malang, 9 Maret 2012. 79 Minutes of the Seventh Session of the Netherland Indies Mission

Conference of the Methodist Episcopal Church, Buitenzorg, Java, Januari 22nd to

25th, 1925: 22. 80 Ini adalah tulisan guru Injil Jerobeam Mattheus. Ia menjelaskan

bahwa jemaat ini “hanya terdiri dari para singkeh (mereka yang lahir di negeri Tiongkok).” Hanya tidak jelas dari dialek apa. Lihat B.A. Abednego,

Page 22: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

106 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

Di saat yang berdekatan di sekolah Christelijke Hollandse

Chinese School (CHCS) Malang juga diadakan perkumpulan ibadah

mingguan untuk orang-orang Tionghoa. Mereka dari kalangan

Tionghoa peranakan. Pada tahun 1930 jumlah mereka telah

mencapai dua puluhan orang anggota.81 Atas usaha Pdt. H.A.C.

Hildering, pendeta utusan misi dari gereja Gereformeerde Kerken in

Hersteld Verband (GKHV), kelompok ini dan kelompok-kelompok

jemaat peranakan lain yang tersebar di Bangil, Mojokerto dan

Mojosari dapat dipersatukan. Status mereka juga berhasil

ditingkatkan dari sebuah perkumpulan (bond) menjadi sebuah

jemaat orang-orang Tionghoa. Upacara peresmian sebagai jemaat

dilakukan dalam sebuah ibadah di Gereja Kristen Jawi Wethan

(GKJW) Talun, Malang, pada akhir Juli 1932.82

Dua tahun setelah jemaat THKTKH di Malang terbentuk,

pada bulan Februari 1934, jemaat-jemaat Tionghoa peranakan dari

kota Bangil, Mojokerto, Mojosari, Jatiroto, Bondowoso dan

Malang mendeklarasikan berdirinya sebuah klasis yang diberi

nama Tiong Hoa Ki Tok Kauw Hwee Oost Java atau Gereja Kristen

Tionghoa di Jawa Timur (THKTKH Jatim) di Bangil.83 Dalam

“Selayang Pandang Sejarah Awal ‘Gereja Kristen Indonesia Jawa Timur’ dalam Buku Kenang-kenangan 50 Tahun GKI Jawa Timur (Surabaya: Panitia

HUT Ke-50, 1984), tanpa nomor halaman. Bnd. Gunawan, Benih Yang

Tumbuh 14, 14-15. Dalam catatan Methodist Singapura disebutkan bahwa

pada tahun 1925 sudah ada jemaat Methodist di kota Malang dan Tulungagung. Lihat Lau, From Mission to Church, 57.

81Abednego dalam Buku Kenang-kenangan 50 Tahun, tanpa nomor

halaman. Menurut catatan sejarah GKT I Malang, pertemuan ibadah

mingguan ini sudah dimulai sejak 1928. Yang melayani perkumpulan ini adalah Oei Soei Tiong dan Guru Injil Mattheus. Sekolah ini sekarang menjadi

Sekolah Kristen Petra. Lihat pula Soesanto, Buku Kenang-kenangan 50 Tahun

Gedung Gereja Kristus Tuhan Jemaat I Malang (Malang: GKT I, 1988), tanpa

nomor halaman. 82 Abednego dalam Buku Kenang-kenangan 50 Tahun, tanpa nomor

halaman. Pdt. H.A.C. Hildering diutus tahun 1930. Selama dua tahun ia

menyiapkan diri Amoy, Tiongkok. Ia tiba di Surabaya pada awal tahun 1932 dan terus bekerja di sini sampai tahun 1952.

83 Pendiriannya terjadi pada 22 Februari 1934. Lihat Abednego dalam Buku Kenang-kenangan 50 Tahun, tanpa nomor halaman. Susunan

kepengurusannya adalah sbb.: Penasihat Pdt. H.A.C. Hildering dan Pdt. J.

Page 23: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 107 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

sidang ini turut hadir dua orang utusan jemaat Tionghoa totok di

Malang.84 Jemaat-jemaat Tionghoa, baik yang totok maupun yang

peranakan, di kota Surabaya tidak diundang. Tidak jelas apa

alasannya. Mereka baru bergabung beberapa bulan kemudian.

Penerimaan mereka dilakukan secara resmi dalam sidang

THKTKH Klasis Jatim di Bangil pada bulan Agustus 1934.85

Pada akhir tahun 1939 klasis ini diakui pemerintah

kolonial sebagai sebuah gereja yang resmi dan berbadan hukum.

Namanya adalah Tiong Hwa Ki Tok Kau Khoe Hwee Oost Java atau

Chineesche christelijke kerk classis Oost Java atau Gereja Kristen

Tionghoa Klasis Jawa Timur.86 Pedoman kehidupan bergerejanya

adalah sebuah tata gereja sementara yang diadopsi dari Peraturan

Gereja THKTKH Jawa Barat.87

Meski sekarang bernaung di bawah sebuah organisasi

gerejawi yang sama namun hubungan dua kelompok orang

Tionghoa yang menjadi anggota gereja THKTKH Malang tidak

berjalan mulus. Perbedaan-perbedaan budaya, adat-istiadat,

bahasa, pendidikan, dan kedewasaan rohani telah dipandang

Pik (utusan NZG untuk Jawa Timur), Ketua: Pdt. Oei Soei Tiong, Sekretaris:

Liem Liang Kiem dan Bendahara: Lie Jing Kiet. 84 Peninjau itu adalah Lioe Kiet, sementara yang diundang namun

tidak hadir adalah Go A Sie. Lihat Ibid. 85 Setiawan, Sejarah Gereja Kristus Tuhan Jemaat Nazareth, 15. 86 Dicatat dalam “Besluit Gouverneur General No. 17, Staatsblad van

Nederlandsch Indie 1939 No. 694.” Lihat Tata Gereja dan Peraturan Khusus Gereja

Kristus Tuhan (Malang: Sinode GKT, 2008),117-118. Juga Gunawan, Benih

Yang Tumbuh 14, 36. 87 Setiawan, Sejarah Gereja Kristus Tuhan Jemaat Nazareth, 16. Ia

memberi catatan bahwa sifat kesementaraan ini berarti bahwa dalam waktu

yang tidak terlalu lama, THKTKH Klasis Jatim akan menyusun sendiri tata gereja mereka sendiri. Namun keinginan ini tidak pernah dapat terealisasi.

Sembilan belas tahun kemudian setelah berpisah dari jemaat Tionghoa totok, jemaat Tionghoa Peranakan berhasil menyusun tata gereja sendiri dengan

nama Peraturan Dari Synode Geredja2 Kristen Indonesia Djawa Timur 1958.

Untuk teks lengkap Peraturan Gereja THTKH Jawa Barat yang diadopsi itu

lihat Th. van den End, Sumber-sumber Zending Tentang Sejarah Gereja di Jawa

Barat 1858-1963 (Jakarta; BPK, 2006), 680-685.

Page 24: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

108 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

sebagai penyebab munculnya pertikaian di antara keduanya.88

Karenanya sudah sejak rapat klasis THKTKH Jatim tahun 1937

telah terlontar gagasan untuk membagi jemaat THKTKH Malang

menjadi dua jemaat lengkap dengan perangkat majelisnya masing-

masing. Sementara usul ini masih terus digumuli, pada tahun 1940

jemaat berbahasa Kanton dan Amoy di THKTKH Malang malah

menyatakan diri keluar dari klasis. Keputusanya dilatarbelakangi

oleh ketidakpuasan terhadap organisasi klasis yang dipahami

menghilangkan hak kepemilikannya atas harta benda gereja dan

hak untuk mengatur diri sendiri. Pemisahan ini segera diikuti

dengan berpisahnya jemaat Tionghoa peranakan dari jemaat

Tionghoa totok di THKTKH Malang. Keduanya tidak lagi

beribadah di gedung gereja yang sama-sama dibangun. Masing-

masing beribadah di tempat terpisah.89

Di saat yang berdekatan dengan itu, sampailah di Malang

seorang imigran dari Fuzhou, yang bernama Koo Twan Tjhing.90

Sebelumnya ia tinggal dan bekerja selama beberapa waktu di kota

Surabaya. Oleh gairah pekabaran Injil yang ditularkan oleh KKR

John Sung di Surabaya pada tahun 1939, ia merasa tergerak untuk

mengabarkan Injil kepada orang-orang Tionghoa berdialek

Fuzhou dan Hinghwa di kota Malang. Pekerjaannya

menghasilkan sebuah perkumpulan kecil jemaat dialek Hokchiu-

Kuoyu. Jemaat ini terus berkembang dan bertambah besar.

88 Soesanto dalam Buku Kenang-kenangan 50 Tahun, tanpa halaman.

Bnd. Gunawan, Benih Yang Tumbuh 14, 41; Abednego dalam Buku Kenang-

kenangan 50 Tahun, tanpa nomor halaman. 89 Ibid. Juga lihat Tim Penjoesoen Sedjarah GKI Toemapel Malang,

Beokoe Sedjarah Geredja Kristen Indonesia Toemapel Malang 1941-2001. Malang:

Majelis Jemaat GKI Tumapel, 2001, 18. 90 Ia adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah orang-orang

Tionghoa Kristen di GKT. Karena pekerjaan pekabaran Injil yang dilakukannya kemudian muncul jemaat-jemaat Tionghoa Totok di kota-kota

Lawang, Probolinggo, Lumajang, Jember, dan Banyuwangi (Genteng, dan

Rogojampi). Ia kemudian akan menjadi ketua THKTKH Jawa Timur setelah berpisah dari Sinode GKI Jatim dan punya andil besar dalam pendirian

Sekolah Tinggi Teologi Aletheia (STTA) di Lawang. Lihat Panitia Dies Natalis Ke-50, ”Koo Twan Tjhing Dalam Kenangan,” Iman Yang B’ri Menang

(Malang: Panitia Dies Natalis, 1992), 24-27.

Page 25: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 109 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

Demikianlah, sampai menjelang kedatangan Jepang ke

Jawa pada tahun 1942, telah berdiri jemaat orang-orang Tionghoa

totok Kristen di Surabaya dan Malang. Di Surabaya ada empat

jemaat, yaitu jemaat berdialek Hokkian, Kanton, Fuzhou-Kuoyu

dan Hinghwa; sementara di Malang terdiri atas jemaat berdialek

Kanton, Hokkian (Amoy) dan Hokchiu-Kuoyu.

B. Periode Pemerintahan Pendudukan Jepang (1942-1945)

1. Kebijakan Pemerintahan Pendudukan Jepang atas Orang

Tionghoa

Sebelum menduduki Indonesia, Jepang sudah terlebih

dahulu menginvasi Tiongkok pada tahun 1937. Tindakan itu

menimbulkan perasaan antipati yang kuat terhadap Jepang di

kalangan orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda. Sebuah surat

kabar berbahasa Tionghoa, Sin Po, bahkan menyerukan

diadakannya aksi boikot masal terhadap semua produk buatan

Jepang. Aksi ini disambut positif oleh orang-orang Tionghoa totok

namun disambut dingin oleh orang-orang Tionghoa peranakan.91

Aktivitas anti-Jepang ini diam-diam diamati dan diketahui oleh

intel-intel Jepang yang berada Hindia Belanda. Setelah Jepang

masuk ke Indonesia, tokoh-tokoh Tionghoa yang diketahui anti-

Jepang segera ditangkap dan dipenjarakan sementara komunitas-

komunitas Tionghoa di mana saja diawasi secara ketat.92 Mereka

dicurigai dan tidak sedikit yang diperlakukan dengan sangat

buruk.

91 Didi Kwartanada, “Minoritas Tionghoa dan Fasisme Jepang:

Jawa 1942-1945,” Penguasa Ekonomi dan Siasat Pengusaha Tionghoa, Monograf

Lembaga Studi Realino 7 (Yogyakarta: Kanisius & Lembaga Studi Realino,

1996), 26. 92 Ibid., 29. Lihat pula Melani Budianta, “Malang mignon: Cultural

expressions of the Chinese, 1940-1960,” Heirs to World Culture: Being Indonesian

1950-1965, eds. Jennifer Lindsay & Maya H.T. Liem (Leiden: KITLV Press,

2012), 261.

Page 26: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

110 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

Namun menyadari potensi kapital orang Tionghoa bagi

kesuksesan kampanye militernya, penguasa Jepang kemudian

banting stir dan mulai menunjukkan sikap bersahabat dengan

orang Tionghoa, khususnya orang-orang Tionghoa totok. Mereka

menutup semua sekolah Belanda dan menghidupkan kembali

sekolah dan kebudayaan Tionghoa. Anak-anak Tionghoa

peranakan yang selama ini belajar di sekolah-sekolah Belanda

dipaksa untuk bersekolah di sekolah-sekolah Tionghoa. Di sekolah

ini mereka kembali belajar membaca, menulis dan berbicara dalam

bahasa Tionghoa.93 Upaya resinifikasi (mentionghoakan kembali

orang-orang Tionghoa) ini tidak saja berlangsung lewat medium

sekolah tetapi juga lewat media perayaan-perayaan budaya

Tionghoa seperti imlek, musik dan film-film Tionghoa. Pada

zaman ini orang Tionghoa diharuskan menulis namanya dengan

huruf Tionghoa dan mau tidak mau harus belajar bahasa

Tionghoa.94

Kebijakan ini jelas menguntungkan orang-orang Tionghoa

totok yang sejak awal abad ke-20 telah berusaha keras melakukan

resinifikasi orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda. Namun

keuntungan ini malah menimbulkan reaksi yang berlebihan

terhadap orang-orang Tionghoa peranakan yang sedang

mengalami kesulitan menguasai bahasa Tionghoa.95 Orang-orang

Tionghoa totok kini merasa dirinya lebih superior dan

memandang rendah orang-orang Tionghoa peranakan.

Selain kebijakan itu, penguasa militer Jepang juga

mendirikan dua buah organisasi bagi orang Tionghoa, yang

bernama Kakyo Shokay (Asosiasi Tionghoa Perantauan) dan

Keibotai (orang Tionghoa sipil bersenjata untuk menolong Polisi

Jepang). Di dalam kedua organisasi ini, orang Tionghoa totok dan

peranakan dipaksa untuk duduk bersama dan bekerja sama bagi

93 Budianta dalam Heirs to World Culture, 260. 94 Kwartanada dalam Penguasa Ekonomi dan Siasat Pengusaha

Tionghoa, 31-32. 95 Ibid., 32.

Page 27: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 111 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

kepentingan Jepang.96 Meski tugasnya begitu penting, yakni

“mengumpulkan uang untuk kegiatan perang Jepang; mengurusi

Tionghoa miskin atau korban perang (pengungsi dari daerah lain)

dan mengelola sekolah Tionghoa” namun seluruh biaya

operasional organisasi ini tidak ditanggung oleh pemerintah

Jepang. Semuanya harus dipikul sendiri oleh orang Tionghoa.97

Kebijakan lain adalah memperlakukan orang Tionghoa

sebagai orang asing. Mereka tidak diperhitungkan sebagai

penduduk Indonesia. Konsekuensinya setiap orang Tionghoa

harus membayar pajak bangsa asing, yang besarnya adalah f100

untuk laki-laki dan f50 untuk perempuan. Di samping itu, setiap

orang Tionghoa juga dikenakan kewajiban membawa kartu tanda

pengenal bangsa asing, semacam surat izin perjalanan di masa

Belanda dahulu (passenstelsel). Untuk mendapatkannya mereka

harus membayar sejumlah uang. Kegagalan membawa surat

tersebut akan dikenai hukuman yang amat berat.98

2. Orang-orang Tionghoa Kristen di GKT pada Masa

Pendudukan Jepang

Di bawah kebijakan semacam itu orang-orang Tionghoa

Kristen di GKT yang berada di Surabaya dan Malang hidup dalam

kesusahan yang besar. Peralihan kekuasaan dari Belanda ke

Jepang sempat meninggalkan kekosongan otoritas sehingga di

beberapa tempat timbul huru-hara dan aksi-aksi kejahatan

terhadap orang Tionghoa. 99 Sumber-sumber GKT dan GKI Jatim

sama-sama menyebut masa ini sebagai ‘masa gelap’ kehidupan

gereja orang Tionghoa. Dari empat jemaat totok di Surabaya,

hanya jemaat Fuzhou-Kuoyu dan jemaat Kanton saja yang masih

memiliki pendeta. Jemaat Hokkian dan Hinghwa hanya

96 Kwartanada dalam Penguasa Ekonomi dan Siasat Pengusaha

Tionghoa, 30-32. Juga Budianta dalam Heirs to World Culture, 260-261. 97 Kwartanada, 30-31. 98 Ibid., 31. 99 Ibid., hal. 28. Bnd. Tjamboek Berdoeri, Indonesia Dalem Api dan

Bara (Jakarta: Elkasa, 2004), 233-236.

Page 28: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

112 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

didampingi oleh guru-guru Injil lokal saja.100 Di Malang baik

jemaat totok maupun jemaat peranakan masing-masing

didampingi oleh seorang pendeta.101

Dalam masa ini kegiatan klasis THKTKH praktis

berhenti. Bila jemaat-jemaat Tionghoa totok dan peranakan di

Surabaya tetap beribadah di gedungnya masing-masing, jemaat-

jemaat totok dan peranakan di Malang tidak demikian. Jemaat

totok terus beribadah di gedung gereja THKTKH Malang sampai

tahun 1942. Setelah area di mana gereja berada ditutup oleh

militer Jepang, ibadah kemudian dipindahkan ke sebuah sekolah

Tionghoa yang tidak jauh dari situ.102 Pada tahun 1943 tempat

ibadah pindah lagi. Kali ini ke rumah seorang anggota gereja.

Mereka terus di sana sampai bulan April 1944 ketika gedung

THKTKH Malang diizinkan untuk dipergunakan kembali.103

Sampai tahun 1943 jemaat totok dari dialek Hokchiu-

Kuoyu tetap beribadah di gedung sekolah Tionghoa bersama

jemaat totok dari dialek Kanton dan Hokkian. Ketika tempat itu

sudah tidak bisa dipergunakan lagi, jemaat ini lalu meminjam

tempat ibadah jemaat Tionghoa peranakan, yang berbahasa

Melayu. Suasana tidak harmonis di antara orang-orang totok dan

peranakan yang telah mengemuka sejak akhir tahun 30-an, di

masa pendudukan Jepang untuk sementara terlupakan. Tidak ada

catatan bahwa kedua kelompok sempat terlibat dalam suatu

konflik serius.

100 Jemaat Hokchiu didampingi oleh Pdt. Yio Pek Eng (Baring L.

Yang) yang mulai bekerja di sana sejak tahun 1940. Jemaat Kanton

didampingi oleh Pdt. Fang Jik Tak, yang masuk ke situ tahun 1943. Guru Injil yang mendampingi jemaat Hinghwa adalah The Tjhek Kie, sementara

untuk jemaat Hokkian adalah Liem Hong Lian. 101 Pendeta jemaat totok adalah Pdt. Young Poon Sheek (Njoo

Pwan Sek), sementara pendeta jemaat peranakan adalah Pdt. Hwan Ting

Kiong (M.I. Gamaliel). 102 Sekolah dimaksud adalah Sekolah Ling Jiao. 103 Soesanto, Buku Kenang-kenangan 50 Tahun, tanpa halaman.

Page 29: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 113 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

C. Periode Negara Indonesia sampai Pemerintahan Orde Lama

(1945-1965)

1. Kebijakan Umum Pemerintah Indonesia atas Orang Tionghoa

Berdasarkan bunyi Undang-undang Dasar 1945 (UUD 45)

pasal 26 ayat 1 dan penjelasannya, orang-orang Tionghoa, mau itu

peranakan atau totok, tidak bisa secara otomatis menjadi warga

negara Indonesia (WNI) setelah Indonesia merdeka. Mereka

adalah orang bangsa lain, orang-orang asing, yang hanya bisa

menjadi WNI jika “mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan

bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia dapat menjadi

warga negara.” Untuk mengatur hal ini lebih lanjut maka pada

tahun 1946 pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-undang

No. 3 Tentang Warga Negara dan Penduduk Negara. Di

dalamnya diatur bahwa orang-orang Tionghoa yang dilahirkan di

Indonesia dan telah menetap di sini selama lima tahun terakhir,

telah berusia 21 tahun atau telah menikah dan tidak berkeberatan

menjadi WNI, maka ia secara otomatis adalah WNI. Mereka

diizinkan untuk menolak kewarganegaraan Indonesia bila

melakukan penolakan resmi di hadapan pengadilan lokal.

Tenggang waktu yang diberikan untuk mengajukan penolakan

adalah sebelum tanggal 10 April 1947. Tenggat waktu ini

kemudian diperpanjang lagi sampai 17 Agustus 1948.104

Dengan seluruh ketentuan ini maka orang Tionghoa yang

tidak dilahirkan di Indonesia atau berasal dari luar Indonesia,

sekalipun telah menetap di Indonesia lebih dari lima tahun, tidak

bisa otomatis menjadi WNI. Untuk menjadi WNI mereka harus

melalui proses naturalisasi yang diatur dalam Pasal 5 UU tersebut.

Ketentuan-ketentuan yang lebih banyak berurusan dengan anak-

anak orang Tionghoa ini di kemudian hari menimbulkan masalah.

Kerap terjadi bahwa dalam sebuah keluarga ada orang tua yang

masih WNA sementara anak-anaknya sudah WNI.

104 Wilmott, The National Status of the Chinese, 26.

Page 30: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

114 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

Terhadap kebijakan ini sebagian besar orang Tionghoa

yang berdomisili di wilayah-wilayah Republik Indonesia (RI)

akhirnya terpaksa memilih untuk menerima kewarganegaraan

Indonesia. Penerimaan ini sedikit-dikitnya dilandasi oleh tiga

faktor.105 Yang pertama adalah kuatnya sentimen anti-Tionghoa

yang muncul di berbagai tempat di wilayah Indonesia. Sampai

berakhirnya perang kemerdekaan di tahun 1949 di berbagai tempat

kerap timbul aksi-aksi kekerasan yang menimbulkan banyak

korban di pihak orang Tionghoa.106 Dalam situasi semacam ini

salah satu cara mengamankan diri adalah tidak menolak

kewarganegaraan Indonesia. Faktor kedua adalah pernyataan pers

dari Konsul Tiongkok Nasionalis yang mengatakan bahwa

memeluk kewarganegaraan RI tidak akan membuat mereka

kehilangan kewarganegaraan Tiongkok. Lalu yang ketiga adalah

adanya harapan bahwa suatu undang-undang kewarganegaraan

yang baru akan disusun kembali setelah Indonesia bergabung

dalam sebuah negara federasi bikinan Belanda.

Dalam perkembangan selanjutnya, sejumlah orang

Tionghoa peranakan yang bergabung dalam wadah Persatuan

Tionghoa semakin menyadari bahwa masa depan kaum minoritas

Tionghoa adalah di dalam negara Indonesia merdeka bukan

dalam Negara Belanda. Meski menyadari bahwa di dalam negara

Indonesia merdeka pun tidak ada jaminan bahwa orang Tionghoa

akan diperlakukan setara dengan orang orang non-Tionghoa

namun mereka tetap memilih menjadi WNI. Demi melindungi

kepentingan orang-orang Tionghoa dalam negara Indonesia,

mereka menyerukan kepada semua orang Tionghoa, baik totok

maupun peranakan, agar bersatu padu. Di pihak lain mereka pun

menganjurkan kepada semua orang Tionghoa agar menerima

kewarganegaraan Indonesia dan berpartisipasi penuh dalam

105 Wilmott, The National Status of the Chinese, 25-26. 106 Tjamboek Berdoeri mencatat bahwa di kota Malang sejumlah

orang Tionghoa menjadi korban kekerasan dan penjarahan setelah Belanda melancarkan Aksi Polisional I tahun 1947. Bahkan ada yang sampai

meninggal dunia dibunuh oleh laskar rakyat. Lihat Indonesia Dalem Api dan

Bara, 313-337.

Page 31: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 115 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

kehidupan berbangsa dan bernegara sambil turut berjuang agar

dalam negara Indonesia orang Tionghoa diberi kebebasan untuk

melestarikan bahasa dan budayanya, dan secara khusus diizinkan

mempertahankan sekolah-sekolahnya.107

Dalam perundingan terakhir antara utusan Indonesia dan

Belanda di Konferensi Meja Bundar (KMB), diputuskan sejumlah

hal yag berkaitan dengan status kewarganegaraan orang Tionghoa.

Meneruskan apa yang sudah diundangkan dalam UU No. 3

Tahun 1946, persetujuan KMB kembali menegaskan bahwa semua

orang Tionghoa yang lahir dan berdomisili di Indonesia adalah

WNI. Bagi yang menolak untuk menjadi WNI diberi tenggang

waktu dua tahun sampai 27 Desember 1951, untuk mengajukan

penolakan. Namun kali ini ada satu hal yang berbeda, yakni

tentang orang Tionghoa yang dilahirkan di luar Indonesia namun

oleh proses naturalisasi telah menjadi warga negara Belanda.

Dalam UU No. 3 Tahun 1946 itu mereka dianggap orang asing

dan tidak otomatis mendapat status WNI. Kali ini, menurut

kesepakatan KMB, mereka dipandang sebagai WNI bila mereka

terus berdiam di Indonesia sampai 27 Desember 1949.108

Di saat yang hampir bersamaan terjadi perubahan besar di

negara Tiongkok. Pemerintahan nasionalis yang selama ini

berkuasa digantikan oleh pemerintahan baru yang berhaluan

komunis. Hal ini meninggalkan persoalan yang tidak mudah di

sebagian orang Tionghoa. Selama kurang lebih dua puluh tahun

terakhir, pemerintahan nasionalis Tiongkok, yang kini mengungsi

ke Taiwan, telah menanamkan pengaruh yang sangat mendalam

pada mereka. Dukungan finansial yang selama ini diberikan untuk

pembangunan Tiongkok kini dialihkan ke Taiwan.109 Di pihak

lain, pemerintahan komunis Tiongkok pun berkepentingan supaya

dukungan tersebut tetap difokuskan kepada Tiongkok. Pemerintah

Indonesia sendiri turut merasa berkepentingan untuk menarik

107 Wilmott, The National Status of the Chinese, 27. 108 Ibid., 27-28. 109 David Mozingo, Chinese Policy Toward Indonesia 1949-1967

(Jakarta: Equinox Publishing, 2007), 91.

Page 32: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

116 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

dukungan orang Tionghoa, yang kala itu menguasai sebagian

besar kekayaan nasional Indonesia.110 Maka jadilah, status

kewarganegaraan dan kekuatan finansial orang-orang Tionghoa

diperebutkan oleh tiga negara sekaligus: Tiongkok komunis,

Tiongkok nasionalis (Taiwan) dan Indonesia.

Lalu ke mana orang Tionghoa memilih? Sedari awal

setelah pengakuan kedaulatan Indonesia pada akhir tahun 1949,

pemerintahan Indonesia sudah menyatakan kepada pemerintahan

Tiongkok nasionalis bahwa Indonesia akan menjalin hubungan

dengan negara Tiongkok komunis dan meminta kepada

pemerintah Tiongkok nasionalis agar menutup ketujuh

konsulatnya di Indonesia.111 Di pihak lain, pemerintah Tiongkok

komunis telah menetapkan bahwa tujuan utama yang mau dicapai

dari terciptanya hubungan diplomatik dengan Indonesia adalah

untuk memperluas pengaruh negara Tiongkok atas komunitas

orang-orang Tionghoa, menghancurkan organisasi-organisasi

Kuomintang, mengutip kiriman uang dari Indonesia ke Tiongkok

dan mengembangkan kontak dengan orang-orang komunis di

Indonesia.112 Keadaan ini membuat orang Tionghoa hanya

memiliki dua pilihan saja: menjadi warga negara Tiongkok

komunis atau warga negara Indonesia.

Atas usaha yang tekun dari kedutaan dan konsulat-

konsulat Tiongkok komunis di Jakarta, Medan, Banjarmasin dan

Makasar maka dari April 1951 sampai tenggat waktu berakhir

pada 27 Desember 1951, sekitar 600.000-700.000 orang Tionghoa

kelahiran Indonesia memilih menolak kewarganegaraan

Indonesia. Ditambah dengan hampir sejuta orang Tionghoa

lainnya yang dilahirkan di luar Indonesia dan telah dipandang

sebagai warga negara Tiongkok komunis maka lebih kurang

setengah dari total populasi orang Tionghoa di Indonesia kala itu

adalah warga negara Tiongkok komunis.113 Kenyataan ini

110 Mozingo, Chinese Policy Toward Indonesia, 91. 111 Ibid., 88, 89. 112 Ibid., 91-92. 113 Ibid., 97.

Page 33: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 117 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

mengagetkan banyak pihak dalam pemerintahan Indonesia yang

sama sekali tidak menduga bahwa angkanya akan sebesar itu.

Namun hal ini segera menimbulkan masalah baru.

Ternyata orang-orang yang menolak kewarganegaraan Indonesia

itu adalah orang-orang yang sama yang menurut UU No. 3 Tahun

1946 telah diakui sebagai WNI. Undang-undang Dasar Sementara

(UUDS) 1950 pasal 144 menjelaskan bahwa selama belum ada

undang-undang kewarganegaraan yang baru maka orang

Tionghoa yang mau menjadi WNI akan diatur mengikuti

kesepakatan KMB 1949. Tetapi mereka yang sudah menjadi WNI

menurut undang-undang Republik Indonesia yang berlaku

sebelum penandatanganan perjanjian KMB 27 Desember 1949

dianggap “sudah menjadi warga-negara Republik Indonesia.”

Masalahnya, mereka yang sudah WNI menurut UU No. 3 Tahun

1946 ternyata sebagian besar tidak memiliki surat tanda

kewarganegaraan. Legalitas kewarganegaraannya kini dalam

masalah. Aparat pemerintahan setempat pun mengalami kesulitan

untuk mengidentifikasi siapa saja yang WNI dan yang WNA.

Inilah awal mula munculnya masalah yang kemudian dikenal

sebagai masalah dwi-kewarganegaraan orang Tionghoa.

Masalah tersebut coba diselesaikan oleh pemerintah

Indonesia dan Tiongkok melalui Perjanjian Dwi

Kewarganegaraan yang ditandatangani di sela-sela Konferensi

Asia Afrika (KAA) tahun 1955. Namun karena situasi sosial

politik kala itu belum kondusif maka perjanjian ini belum dapat

ditindaklanjuti dalam sebuah undang-undang kewarganegaraan

yang baru. Akibatnya timbul banyak ketidakjelasan dan

kebingungan di kalangan pejabat pemerintah setempat tentang

cara menerapkannya. Ujung-ujungnya, orang-orang Tionghoa lagi

yang harus menanggung berbagai macam kesulitan.114 Situasi

darurat yang ditimbulkan oleh sejumlah pemberontakan pada

tahun 1957 mendorong penguasa militer mengambil berbagai

114 Sejumlah kesulitan itu dicatat Wilmott, The National Status of the

Chinese, 59-60.

Page 34: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

118 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

langkah yang makin mempersulit posisi orang Tionghoa. Tiga

pokok kebijakan yang diambil ialah, pertama, setiap orang yang

mau mendapatkan bukti kewarganegaraan Indonesia harus

mengajukannya sendiri kepada pengadilan di mana ia berdomisili.

Kedua, setiap WNI yang namanya tercantum dalam sebuah paspor

atau dokumen sejenis yang masih berlaku dan dikeluarkan oleh

suatu negara asing dengan sendirinya hilang status WNI-nya.

Ketiga, seorang perempuan asing yang menikah dengan seorang

laki-laki WNI sejak 27 Desember 1949 harus diperlakukan sebagai

WNI. Tiga pokok ini kemudian dimasukkan ke dalam undang-

undang baru tentang kewarganegaraan Indonesia, yakni UU No.

62 Tahun 1958.115

Meski undang-undang sudah tersedia namun mereka yang

diperlakukan sebagai WNA telah mengalami banyak kesulitan.

Dengan alasan negara dalam keadaan gawat, pada tahun 1957

pemerintah melarang WNI bersekolah di sekolah-sekolah asing

Tionghoa. Hanya anak-anak yang terbukti WNA yang boleh

belajar di sana. Anak-anak dari WNA yang tidak dapat

membuktikan dirinya adalah orang asing diharuskan masuk ke

sekolah-sekolah nasional. Guru-guru di sekolah-sekolah asing

Tionghoa diharuskan mengurus surat izin baru dari Menteri

Pendidikan. Materi ajar serta buku-buku paket yang dipakai harus

mendapat persetujuan Menteri Pendidikan lebih dahulu. Selain

itu, izin untuk mendirikan sekolah-sekolah Tionghoa asing tidak

akan dikeluarkan lagi. Setahun kemudian, sekolah-sekolah asing

Tionghoa yang berafiliasi ke Taiwan malah dinyatakan terlarang

dan ditutup.116

Bila di sekolah-sekolah asing Tionghoa hanya anak-anak

yang punya tanda bukti status WNA saja yang diizinkan masuk,

maka dalam soal pajak kepala orang asing pembedaan semacam

itu tidak ada. Undang-undang yang mengatur pajak kepala orang

115 Wilmott, The National Status of the Chinese, 61, 76. 116 Suryadinata, “Indonesian Chinese Education: Past and Present,”

Indonesia, Vol. 14 (Oct., 1972): 67, 68.

Page 35: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 119 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

asing mengatakan bahwa kewarganegaraan anak-anak di bawah

umur dari orang tua WNA diikutkan kepada kewarganegaraan

orang tuanya. Karena itu orang Tionghoa WNA, baik yang

dewasa maupun anak-anak, wajib membayar pajak kepala ini.117

Lebih jauh, dalam rangka nasionalisasi perusahaan-

perusahaan asing yang ada di Indonesia, pada tanggal 11

November 1959 pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan

Presiden No. 10 yang melarang semua usaha perdagangan kecil

dan eceran yang bersifat asing di luar ibukota provinsi, kabupaten

dan sampai kecamatan. Tiap perusahaan yang tidak dimiliki oleh

WNI, atau pemilik sahamnya, entah sendiri atau beberapa orang,

adalah WNA harus ditutup atau dialihkan kepemilikannya kepada

pengusaha-pengusaha nasional.118 Sebelumnya, telah pula

diberlakukan dua kebijakan lain oleh pejabat sipil dan militer.

Dengan alasan keamanan negara maka bulan Mei 1959 Penguasa

Perang Pusat memerintahkan kepada semua panglima daerah

militer agar memindahkan semua orang asing dari tempat

tinggalnya saat ini. Dua hari kemudian, Menteri Perdagangan

Rachmat Moeljomiseno mengeluarkan Surat Keputusan (SK)

Menteri Perdagangan No. 2933/M yang memberi batas waktu

sampai 31 Desember 1959 bagi penutupan dan pemindahan semua

toko, usaha dan perusahaan asing yang berada di luar area kota

provinsi, kabupaten dan kecamatan. Setelah tanggal itu mereka

tidak boleh lagi berada di sana.

Pelaksanaan peraturan-peraturan ini, dan ditambah lagi

dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 10 tahun 1959

(biasa disebut PP 10), kontan menimbulkan reaksi keras dari

pemerintah Tiongkok. Mereka menuduh Indonesia melanggar

ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian Dwi-Kewarganegaraan.

117 Wilmott, The National Status of the Chinese, 63. 118 Menurut J. Leimena, Menteri Distribusi kala itu, hanya sekitar

25.000 toko atau usaha saja yang tergolong ke dalam kategori ini. Namun

sumber lain mengatakan bahwa jumlahnya bisa mencapai angka 500.000 buah. Lihat Leo Suryadinata, Dilema Minoritas Tionghoa (Jakarta: Grafiti Pers,

1984), 141.

Page 36: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

120 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

Untuk menekan Indonesia agar mengambil langkah-langkah yang

sesuai dengan isi perjanjian dwi kewarganegaraan, pemerintah

Tiongkok lalu melancarkan kampanye memanggil pulang semua

warganya dari Indonesia. Mereka berpikir hal ini akan memberi

efek kejut kepada ekonomi Indonesia sehingga dapat memaksa

pemerintah Indonesia meninjau kembali kebijakan-kebijakannya

yang merugikan orang-orang Tionghoa. Kampanye ini disambut

positif oleh sejumlah besar orang Tionghoa. Sampai bulan Juni

1961 sedikit-dikitnya 119.000 orang Tionghoa, sebagian besarnya

totok, meninggalkan Indonesia dan pulang kembali ke

Tiongkok.119

2. Masa Konsolidasi Gereja (1945-1950)

Setelah Jepang menyerah, kehidupan THKTKH Klasis

Jawa Timur tidak bisa langsung berdenyut normal. Perang yang

pecah di kota Surabaya pada akhir tahun 1945 dan seterusnya, lalu

disambung lagi dengan Aksi Militer I Belanda pada tahun 1947,

telah menyulut kepanikan dan kekacauan sosial di mana-mana.

Walau demikian, kembalinya Pdt. H.A.C. Hildering ke tengah-

tengah jemaat memberi gairah tersendiri kepada gereja. Setelah

sekian lama tidak aktif maka pada tanggal 23 April1948 rapat

klasis kembali diadakan. Selain Pdt. H.A.C. Hildering, hadir pula

utusan-utusan lain seperti Pdt. Hwan Ting Kiong (jemaat

Tionghoa peranakan Malang), Pdt. Thio Kiong Djien (jemaat

Tionghoa peranakan Surabaya), Pdt. Yio Pek Ing (jemaat Fuzhou-

Kuoyu Surabaya), Pdt. Fang Yik Tak (jemaat Kanton Surabaya),

The Tjek Kie (jemaat Hinghwa Surabaya). Dari jemaat-jemaat

totok di Malang tidak ada yang hadir. Rapat pertama pasca

kemerdekaan Indonesia ini berhasil memilih kepengurusan klasis

yang baru, yang diketuai oleh Pdt. Hwan Ting Kiong.

Langkah pertama yang ditempuh oleh kepengurusan yang

baru adalah memetakan kehidupan jemaat-jemaat yang berada di

119 Suryadinata, Dilema Minoritas Tionghoa, 142-143; Mozingo,

Chinese Policy Toward Indonesia, 173-175.

Page 37: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 121 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

wilayah pelayanannya. Maka diangkatlah dua orang dari

kelompok totok, yakni Koo Twan Tjhing dan Ie Tjin Sin dari

jemaat Hokchiu-Kuoyu Malang, menjadi utusan khusus untuk

mengunjungi beberapa jemaat THKTKH di Jawa Timur dan di

Bali.120 Kunjungan yang dilakukan pada bulan Juli sampai

September 1948 itu menemukan bahwa sekalipun situasi sedang

sukar namun jemaat-jemaat di kota-kota yang dikunjungi tetap ada

dan masih berkegiatan.121

Komunikasi eksternal dengan sesama jemaat Tionghoa di

wilayah lain turut pula dibangun kembali. Muara dari komunikasi

ini adalah terbentuknya sebuah persekutuan gereja-gereja

Tionghoa di Indonesia, yang diberi nama Dewan Gereja-gereja

Kristen Tionghoa di Indonesia (DGKTI) pada tanggal 25 Agustus

1948.122 Sesuai dengan namanya maka anggota-anggotanya bukan

saja gereja-gereja Tionghoa yang ada di Jawa namun juga gereja-

gereja Tionghoa yang berada di Sumatera, Bangka-Belitung,

Kalimantan, Makasar dan Ambon. Tujuan pendiriannya ialah

untuk menjadi wadah kerja sama dan koordinasi usaha-usaha

bersama mengabarkan Injil di Indonesia serta menjadi media

gereja-gereja orang Tionghoa Kristen ini berhubungan dengan

gereja-gereja lain di luar negeri.123

Selain dengan sesama orang Tionghoa Kristen komunikasi

juga dibangun dengan orang-orang Kristen non-Tionghoa baik

yang ada di Indonesia maupun di luar negeri. Dalam sidang

pembentukan Dewan Gereja-gereja se-Dunia di Amsterdam tahun

120 Pada tahun 1949 Ie Tjien Sien ditahbiskan menjadi pendeta di

gereja Tionghoa totok Surabaya. Lihat Gunawan, Benih Yang Tumbuh 14, 40. 121 Madjallah Persekoetoean Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee Indonesia,

Tahoen Ke 1, No. 7-9, Jan-Maart 1949: 4-7. 122 Inisiator pembentukan dewan ini adalah THKTKH Jawa Barat.

Lihat Lie Beng Tjoan, “Konperensi ‘Dewan Geredja2 Keristen Tionghoa di Indonesia’ Di Semarang” Madjallah Bulanan D.G.K.T.I. No. 98, Djanuari

1958: 11. 123 Gunawan, Benih Yang Tumbuh 14, 42. Bnd. B.A. Abednego,

Tinjauan Sekilas Sekitar Sejarah Usaha Keesaan Sinode Am GKI. Makalah yang

tidak diterbitkan.

Page 38: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

122 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

1948, THKTKH Klasis Jatim mengutus seorang peninjau untuk

menghadirinya. Demikian pula dalam sidang umum The Churches

of Christ in China, turut seorang peninjau dari THKTKH Klasis

Jatim.124 Pada level nasional, THKTKH Klasis Jatim menjalin

komunikasi dan kerja sama dengan gereja-gereja non-Tionghoa.

Puncaknya adalah keterlibatannya dalam pembentukan Dewan

Gereja-gereja di Indonesia (DGI) pada bulan Mei 1950. Hadir

mewakili THKTKH Klasis Jatim adalah Tan Yoe Gie, Pdt. Tam

Kwong Fuk, Pdt. Teng Djien Soei, Lim Po Sioe, Na Oen Soei,

Liem Boen Tjing dan Pdt. Ang Soen Kauw.125

Tahun 1950 susunan kepengurusan THKTKH Klasis

Jatim berganti. Kini ketuanya dijabat oleh The Tjik Kie, seorang

Tionghoa totok dari jemaat dialek Hinghwa, Surabaya. Dalam

masa kepemimpinannya, jemaat Kanton dan Hokkian (Amoy) di

Malang, yang pada tahun 1940 keluar dari klasis, kembali

bergabung ke dalam Klasis. Lalu, jemaat-jemaat Tionghoa totok di

Genteng-Banyuwangi126 dan Jember127 juga dimasukkan ke dalam

keanggotaan THKTKH Klasis Jatim.

3. Perpecahan dalam Tubuh THKTKH Klasis Jatim

Memasuki dekade 50-an, dua kelompok orang Tionghoa

Kristen ini menemukan bahwa perbedaan-perbedaan yang selama

124 Gunawan, Benih Yang Tumbuh, 42. 125 Madjallah Geredja-geredja Keristen Tionghoa (T.H.K.T.K.H) di

Indonesia Juni 1950: 16. 126 Jemaat di kota Genteng, Banyuwangi, dilaporkan berawal dari

sejumlah orang Tionghoa dari Tiongkok yang bersekutu bersama pada tahun

1946. Lihat Panitia HUT 50 GKT Genteng, 50th GKT Genteng (Genteng:

Panitia HUT GKT Genteng Ke-50, 1996), 11. 127 Pada tahun 1925 telah dilaporkan oleh Pdt. Harry C. Bower

bahwa di seputar Jember sudah ada sejumlah orang Tionghoa Kristen.

Mereka bahkan meminta kepadanya agar Badan Misi Luar Negeri Methodist

mengutus seorang pengkhotbah untuk melayani mereka. Lihat Minutes of the Seventh Session of the Netherland Indies Mission Conference of the Methodist

Episcopal Church, Buitenzorg, Java, Januari 22nd to 25th, 1925: 22. Keadaan

ini terus seperti itu sampai pada tahun 1948 dimulai sebuah kelompok

pemahaman Alkitab di rumah Weed Wan Hoo. Dari perkumpulan pemahaman Alkitab ini lahirlah jemaat Tionghoa totok di Jember.

Page 39: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 123 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

ini ada di antara keduanya tidak bisa lagi diabaikan begitu saja.

Jarak perbedaan makin melebar ketika masing-masing harus

menentukan pilihan kewarganegaraan pasca kesepakatan KMB.

Walau tidak mendorong anggotanya untuk memilih

kewarganegaraan Indonesia namun sebagian besar orang

Tionghoa peranakan Kristen dalam THKTKH Klasis Jatim

memilih menjadi WNI.128 Pilihan itu mendorong mereka untuk

membuat kebangsaan Indonesia semakin “mewarnai segenap

aspek kehidupan sesuai dengan pemahaman dan keyakinan

imannya.”129 Yang lain, mereka pun mendapati bahwa sebagian

besar dari antara mereka “tidak dapat [lagi] berbahasa Mandarin”

dan aspirasi budayanya “sudah makin berorientasi kepada budaya

bangsa Indonesia.”130 Di titik ini mereka mendapati perbedaannya

yang sangat menyolok dengan jemaat-jemaat totok yang

cenderung memisahkan diri dari masyarakat dan budaya

Indonesia serta “masih beraspirasi kepada budaya Tiongkok.”131

Karenanya, sejak awal 50-an THKTKH Klasis Jatim sudah

terbelah dua menjadi Seksi Gereja-gereja Berbahasa Indonesia dan

Seksi Gereja-gereja Berbahasa Tionghoa.

Setelah berjalan beberapa saat keduanya secara de facto

berpisah pada tahun 1954. Kelompok peranakan tidak lagi

memakai nama THKTKH Klasis Jatim melainkan mulai memakai

nama Synode THKTKH Jatim. Pada sidang Klasis tahun 1956,

kelompok totok dan peranakan bertemu untuk membicarakan

masa depan masing-masing. Perpisahan yang sudah terjadi secara

de facto sejak 1954 kini diakui secara de jure.132 Sidang kemudian

memutuskan bahwa jemaat-jemaat yang saat itu sudah memakai

bahasa Indonesia didorong bergabung ke dalam Synode THKTKH

128 Madjallah Bulanan Dewan Geredja-gerdja Keristen Tionghoa di

Indonesia, Tahun ke 4, No. 27, Pebruari 1952: 2-3. 129 Gunawan, Benih Yang Tumbuh 14, 41. 130 “Selayang Pandang Kehidupan Oikumenis GKI Jatim” dalam

Buku Kenang-kenangan HUT Ke-50 GKI Jawa Timur, tanpa nomor halaman. 131 Ibid. 132 Gunawan, Benih Yang Tumbuh 14, 43; Setiawan, Sejarah Gereja

Kristus Tuhan Jemaat Nazareth, 20.

Page 40: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

124 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

Jatim sementara yang berbahasa Tionghoa tetap tinggal dalam

THKTKH Klasis Jatim.133 Dua tahun kemudian, kelompok

peranakan mengubah namanya menjadi Gereja Kristen Indonesia

Jawa Timur (GKI Jatim). Orang-orang Tionghoa totok tetap

memakai nama yang lama, Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee Klasis

Jawa Timur (THKTKH Klasis Jatim).

Masalah kemudian timbul terkait keanggotaan mereka

dalam Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI). Pada tahun 1957

jemaat-jemaat peranakan sempat mengusulkan kepada DGI agar

keduanya dicatat sebagai dua anggota dengan nama yang berbeda.

Yang totok diusulkan dengan nama Khu Hwee T.H.K.T.K.H. Djawa

Timur sementara yang peranakan dengan nama Synode

T.H.K.T.K.H. Djawa Timur.134 Namun sampai akhir tahun 50-an

DGI masih belum menunjukkan sikap apa-apa kepada usulan

tersebut. Memasuki dekade 60-an, dalam Sidang Lengkap Ke IV

DGI pada tahun 1960 masalah itu akhirnya disentuh juga.

Kerangka pikir yang dipergunakan adalah kebijakan pemerintah

mengenai kewarganegaraan orang Tionghoa. Bagi DGI solusi

terbaik bagi masalah orang-orang Tionghoa di Indonesia adalah

menjadi WNI dan mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat

Indonesia.135 Itu artinya, orang-orang Tionghoa totok Kristen yang

berkumpul di THKTKH Klasis Jatim, yang hampir semuanya

adalah WNA, didorong oleh DGI untuk menjadi WNI dan

mengintegrasikan diri ke dalam masyarakat Indonesia. Itu berarti

THKTKH Klasis Jatim harus melebur ke dalam Sinode GKI

Jatim.

133 Pengakuan alm. Pdt. Petrus Prasetya, mantan pendeta THKTKH

Klasis Jatim yang pindah ke Sinode THKTKH Jatim, kepada bp SO. Wawancara bp SO, Malang, 10 Agustus 2009. Menurut bp GYK, sidang yang

berlangsung di GKI Johar Surabaya ini diwarnai perdebatan panas dan keras.

Wawancara bp GYK, Malang, 7 Agustus 2009. 134 Madjallah Bulanan D.G.K.T.I. Dewan Geredja2 Keristen Tionghoa di

Indonesia, Djanuari 1958, No. 98: 3. 135 Sekretariat Umum PGI, Arak-arakan Oikoumene Meniti Tahun-

tahun Pertumbuhan: Dokumen Historis Sidang Lengkap IV DGI 1960—Sidang

Lengkap V DGI 1964 (Jakarta: PGI, 1996), 193.

Page 41: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 125 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

Sikap DGI dibuktikan dalam perlakuannya atas utusan-

utusan THKTKH Klasis Jatim dan Sinode GKI Jatim. Keduanya

tidak diberi tempat duduk terpisah melainkan dijadikan satu; tetapi

bukan lagi di bawah nama THKTKH Klasis Jatim yang asing

melainkan di bawah nama GKI Jatim. Dalam daftar anggota DGI

yang dilaporkan sampai tahun itu sama sekali tidak ada lagi nama

THKTKH Klasis Jatim. Padahal, dalam sidang pembentukan DGI

sepuluh tahun yang lalu, dua gereja Tionghoa di Jawa Timur ini

datang dengan satu nama saja, yaitu THKTKH Klasis Jatim. DGI

tampaknya ingin kedua gereja ini tetap menjadi satu namun bukan

lagi dalam sebuah gereja yang—memakai ungkapan pesan Komisi

Geredja dan Masjarakat DGI 1964—“terpisah oleh batas-batas

bahasa atau batas etnologi”136 namun sebuah gereja Indonesia

yang utuh dan bersatu.

Empat tahun kemudian, ketika pergolakan di daerah-

daerah Kristen dan gonjang-ganjing masalah kewarganegaraan

orang Tionghoa sudah lewat, dalam Sidang Lengkap V DGI tahun

1964, DGI menunjukkan sikapnya secara lebih terbuka dan

langsung kepada THKTKH Klasis Jatim. Sekali lagi, seperti empat

tahun sebelumnya, utusan-utusan THKTKH Klasis Jatim

didudukkan bersama-sama dengan utusan-utusan Sinode GKI

Jatim. Dan, seperti sebelumnya, nama yang dipergunakan, lagi-

lagi, adalah GKI Jatim. Namun kini ada yang beda. Dalam salah

satu pesannya, DGI secara terang-terangan menyarankan “supaya

Gereja ‘Tionghoa Kie Tok Kauw Hwee’ Klasis Jawa Timur

menjadi satu dengan Gereja Kristen Indonesia Jawa Timur (GKI

Jatim).”137 GKI Jatim menjadi pokok, yang kepadanya THKTKH

Klasis Jatim harus menempelkan diri dan mentransformasi

dirinya.

Sampai sidang berakhir, saran DGI tidak mendapat

sambutan positif. Dua utusan THKTKH Klasis Jatim yang hadir

136 Komisi Geredja dan Masjarakat DGI, “Geredja dan Masjarakat

Di Indonesia,” Panggilan Kita di Indonesia Dewasa Ini, ed. W.B. Sijabat

(Jakarta: BPK, 1964), 43. Kutipan disesuaikan dengan ejaan baru. 137 Sekretariat Umum PGI, Arak-arakan Oikoumene, 7.

Page 42: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

126 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

dalam sidang itu, yakni Go Yauw Koen dan Daniel Chen, tidak

mengambil sikap setuju terhadap saran itu. Sikap keduanya dapat

dikatakan sebagai cerminan dari sikap umum orang-orang

Tionghoa di THKTKH Klasis Jatim yang memang tidak setuju

dengan solusi itu. Ketidaksetujuan ini akhirnya disampaikan

dalam Sidang Raya DGI ke VI di Makasar tahun 1967.138

THKTKH Klasis Jatim lebih memilih berdiri sendiri, terpisah dari

Sinode GKI Jatim. Keinginan ini diterima. Nama baru yang

dipakai adalah Gereja Kristus Tuhan (GKT).139 Sejak hari itu

nama THKTKH Klasis Jatim secara resmi lenyap dari daftar

keanggotaan DGI. Kini dan selanjutnya, dua kelompok orang

Tionghoa yang berbeda orientasi budaya dan politis ini, digantikan

oleh dua gereja baru yang berbeda, GKI Jatim dan GKT.

4. Memposisikan Diri sebagai Gerejanya Orang-orang Tionghoa

Setelah ditinggalkan oleh orang-orang Tionghoa

peranakan, THKTKH Klasis Jatim kini menjadi gerejanya orang-

orang Tionghoa Kristen totok. Karakteristik sosio-kultural

totoknya diperlihatkan pertama-tama dalam bahasa yang

dipergunakan. Tidak seperti orang-orang Tionghoa peranakan di

GKI Jatim yang berbahasa Indonesia, orang-orang Tionghoa di

THKTKH Klasis Jatim memakai dialek dan bahasa Mandarin

(Kuoyu). Lalu, berbeda dari saudara-saudarinya di GKI Jatim

yang sebagian besar berkewarganegaraan Indonesia anggota-

anggota THKTKH Klasis Jatim adalah orang-orang Tionghoa

WNA. Mereka menolak menjadi WNI karena merasa dirinya

adalah orang Tionghoa, warga negara Tiongkok, yang tinggal

138 Sidang ini dilaksanakan pada 29 Oktober-8 November 1967.

Utusan yang diutus ialah Pdt. Joseph Tong, Go Yauw Koen dan Daniel Chen. Kurang dari 6 bulan kemudian, nama Gereja Kristus Tuhan secara

resmi diterima oleh pemimpin THKTKH Klasis Jatim sebagai namanya yang baru.

139 Nama Gereja Kristus Tuhan tampaknya menjadi usulan tiba-tiba

yang tidak dipersiapkan sebelumnya. Karena sepulang dari sidang ini, tiga utusan ini harus menghadapi sejumlah protes dari pemimpin klasis yang

merasa tidak pernah memberi wewenang kepada ketiganya untuk memutuskan hal itu serta tidak pernah diminta pendapatnya oleh mereka.

Lihat Wawancara bp PP, Malang, 7 Agustus 2009.

Page 43: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 127 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

sementara di Indonesia dan suatu saat nanti akan pulang kembali

ke tanah airnya.140 Dengan status kewarganegaraan ini maka

dalam soal pendidikan mereka bersekolah di sekolah-sekolah asing

Tionghoa, baik itu yang berafiliasi ke Taiwan (sampai tahun 1958)

maupun yang ke Tiongkok. Yang lain, khususnya yang berada di

Malang, bersekolah di dua sekolah Kristen Tionghoa asing, yang

ada di kota tersebut.141 Di sekolah-sekolah ini bahasa pengantar

pembelajaran ialah bahasa nasional Tiongkok (bahasa Mandarin).

Di kota Surabaya ada dua sekolah menengah favorit yang

paling diminati, yaitu Chung Chung dan Sin Chung. Dua sekolah ini

berafiliasi ke Tiongkok komunis. Sebelum sekolah asing Tiongkok

nasionalis (Taiwan) dilarang dan ditutup tahun 1958, ada sebuah

sekolah menengah lain yang juga jadi favorit, yaitu Lien Chung.142

Untuk kota Malang, sekolah Tionghoa asing di level menengah

yang jadi favorit adalah Machung.143 Dalam sekolah-sekolah ini

para siswa dididik berdasarkan kurikulum nasional Tiongkok atau

Taiwan. Pemerintah Tiongkok bahkan mensuplai sekolah-sekolah

ini dengan bahan ajar dan pendidik demi mencetak siswa-siswi

yang mengerti budaya Tionghoa dan punya rasa nasionalisme

Tiongkok yang kokoh.144 Di sekolah-sekolah yang berafiliasi ke

140 Penjelasan bp SU, via telpon, 24 April 2013. 141

Dua sekolah itu adalah Sekolah Kristen Kalam Kudus

(SKKK) dan Sekolah Kristen Kalam Indah (SKKI). SKKK punya

hubungan dekat dengan MAAT karena pendirinya sama. Sementara SKKI

didirikan misionari-misionaris dari badan misi Chinese Foreign Mission

Union (CFMU). 142 Wawancara bp SU, Surabaya, 24 April 2013. 143 Ibid. 144 Lihat Suryadinata, Dilema Minoritas Tionghoa, 156-162. Ia

menjelaskan bahwa sekolah-sekolah asing Tiongkok ini merupakan tempat di

mana anak-anak Tionghoa mengalami proses ”dicinakan.” Dari sudut

pandang indoktrinasi nasionalisme Tiongkok, Williams menemukan bahwa sekolah-sekolah asing Tiongkok ini merupakan tempat di mana nasionalisme

ditanamkan dan ditumbuh-suburkan. Lihat Williams dalam Comparative

Education Review Vol. 1, No. 3 (Feb., 1958): 12-17.

Page 44: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

128 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

Tiongkok komunis, siswa-siswinya bahkan diperkenalkan dengan

ajaran-ajaran Mao dan lain-lain.145

Dalam pergaulan yang lebih luas, sebagian anggota-

anggota THKTKH Klasis Jatim aktif dalam perkumpulan-

perkumpulan orang Tionghoa yang bersifat kesukuan. Organisasi

ini dilihat sebagai medium yang menghubungkan mereka dengan

negaranya, dan yang membantu urusan-urusan mereka di sini.146

Para pekerja gerejawi yang bekerja di antara mereka

hampir semuanya adalah tenaga-tenaga berkewarganegaraan asing

yang berasal Tiongkok, Taiwan, Malaysia, Singapura, Hongkong

dan lain-lain.147 Sebagian sudah bekerja di antara mereka sejak

periode kolonial sementara sebagian lagi baru datang belakangan.

Mereka diundang oleh jemaat-jemaat yang membutuhkan untuk

bekerja di jemaat-jemaat yang anggota-anggotanya sedaerah asal

atau yang sebahasa dengan mereka.148 Orang-orang yang tidak

sedaerah atau tidak sebahasa boleh bekerja sepanjang tenaga yang

sesuai tidak bisa diperoleh. Secara teratur pekerja-pekerja gerejawi

Tionghoa dari luar negeri datang melakukan pelayanan-pelayanan

singkat seperti Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) dan lain-

lain. Kedatangannya dapat karena undangan sebuah jemaat atau

Klasis; atau oleh kerja sama dengan jemaat-jemaat Tionghoa totok

yang berada di daerah-daerah lain di pulau Jawa.149

145 Wawancara bp SU, Surabaya, 24 April 2013. 146 Penjelasan bp SU, via telpon, 24 April 2013. 147 Satu-satunya yang bukan adalah Pdt. Lauw Siok Ling (Petrus

Prasetya), seorang Tionghoa peranakan, yang melayani sebagai pendeta

jemaat Kanton, yang sejak pertengahan 50-an, sudah mempergunakan bahasa Indonesia.

148 Sebagai contoh, pada awal 1954 gereja THKTKH jemaat Amoy, Surabaya, mengundang Pdt. Tse Tak Yan dari Tiongkok untuk melayani

mereka. Lihat Madjallah Bulanan D.G.K.T.I. Dewan Geredja2 Keristen di

Indonesia, No. 53, April 1954: 24. 149 Sebagai contoh pada bulan Mei-Juli 1950 THKTKH Klasis Jatim

mengundang Pdt. Chua Sing Tik dari Gereja Methodist Malaysia untuk mengadakan KKR di sejumlah gereja di beberapa kota di Jawa Timur. Lihat Madjallah Dewan Geredja-geredja Keristen Tionghoa (T.H.K.T.K.H.) di Indonesia,

Juni 1950: 10.

Page 45: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 129 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

Bila pada zaman Jepang mereka kesulitan mendapatkan

tenaga pekerja gerejawi, pasca terusirnya Jepang dari Indonesia

keadaan sedikit demi sedikit membaik. Kalau jemaat-jemaat

Tionghoa peranakan mendapatkan pekerja-pekerja gerejawinya

dari STT Jakarta, Sekolah Menengah Teologi Balewijoto, Malang,

dan Akademi Teologi Yogyakarta maka jemaat-jemaat THKTKH

Klasis Jatim membatasi tenaga pekerja gerejawinya pada tenaga-

tenaga etnis Tionghoa yang paham berbahasa Tionghoa. Tenaga-

tenaga tersebut lebih banyak diperoleh dari luar negeri atau dari

gereja-gereja Tionghoa di wilayah lain di Indonesia. Di tempat-

tempat di mana tenaga yang diharapkan belum ada maka yang

bertanggung jawab membina kehidupan rohani jemaat adalah

tokoh-tokoh jemaat setempat yang diangkat sebagai Guru Injil.150

Keadaan mulai membaik setelah Madrasah Alkitab Asia

Tenggara (MAAT) pindah lokasi ke Malang pada tahun 1954.

Sekolah teologi ini awalnya didirikan di Bandung pada tahun 1952

oleh Pdt. Andrew Gih, seorang pekabar Injil keliling dari

Hongkong. Maksud pendiriannya adalah untuk mensuplai

kebutuhan pendeta dan guru-guru Injil di jemaat-jemaat Tionghoa

totok di seluruh Indonesia.151 Para dosen yang mengajar di sekolah

ini adalah orang-orang Tionghoa asing yang berasal dari

150 The Tjik Kie, tokoh jemaat Hinghwa dan Ketua THKTKH Klasis

Jatim periode 1950-1952, adalah seorang pengkhotbah awam. Sehari-harinya ia adalah seorang pengusaha. Khotbah-khotbahnya sering dimuat dalam

majalah DGKTI, baik dalam edisi bahasa Indonesia maupun dalam edisi bahasa Mandarin.

151 Pdt. Andrew Gih dilahirkan di Shanghai, Tiongkok, tahun 1901.

Ia tercatat pernah bekerja sama dengan Pdt. John Sung mengadakan KKR di berbagai tempat di Tiongkok sampai sebelum pemerintahan Komunis

berkuasa. Pada tahun 1947 ia mendirikan Evangelize China Fellowship (ECF).

Di bawah organisasi ini ia melakukan perjalanan KKR ke Asia Tenggara termasuk ke Indonesia. Sejumlah kota yang dikunjunginya adalah Jakarta,

Surabaya, Bandung dan Medan. Pada tahun 1952 bersama sejumlah orang ia mendirikan MAAT dan sekaligus menjadi dosen dan rektornya yang

pertama. Tahun 1954 MAAT pindah ke Malang dan dipimpin oleh Pdt.

James Hui, yang berasal dari Taiwan. Lihat “Sejarah Gereja dan Sekolah Kristen Kalam Kudus” dalam

http://www.sinodekalamkudus.org/sejarah.php (diakses pada 18 April 2013).

Page 46: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

130 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

Tiongkok, Taiwan dan tempat-tempat lainnya. Bahasa pengantar

yang dipergunakan adalah bahasa Tionghoa (Mandarin). Mereka

yang masuk ke sekolah ini diharuskan mampu berbicara dan

menulis dalam bahasa Tionghoa. Sebagian lulusannya bekerja di

gereja THKTKH Klasis Jatim.

Dengan tersedianya tenaga pekerja gerejawi maka proses

pembinaan umat berjalan lebih baik dan sayap pelayanan dapat

diperluas ke kota-kota lain di Jawa Timur. Di kota-kota sekitar

Surabaya dan Malang, seperti Kediri, Probolinggo, Lumajang,

Batu dan lain-lain mulai didirikan jemaat-jemaat untuk orang-

orang Tionghoa totok yang ada di situ. Mereka yang disasar

adalah orang-orang Tionghoa yang sesuku-sebahasa, yang dikenal

lewat jaringan perdagangan, persahabatan atau hubungan

keluarga. Penjangkauan dilakukan lewat kunjungan dari rumah ke

rumah. Setelah ditemukan jumlah yang cukup kemudian dibentuk

sebuah stasiun pekabaran Injil mandiri, yang disebut Pos

Pekabaran Injil (Pos PI). Anggota-anggota Pos PI yang ada

kemudian secara mandiri bergerak menjangkau orang-orang

Tionghoa totok lain yang dikenal, yang berada di kota masing-

masing.

Setelah kesempatan untuk menjadi WNI pasca

kesepakatan KMB dilepaskan, kesempatan berikutnya datang lagi

bersamaan dengan dikeluarkannya undang-undang kewarga-

negaraan baru, UU No. 62 tahun 1958. Namun sekali lagi, para

pemimpin dan anggota-anggota jemaat THKTKH Klasis Jatim

tetap tidak mau memilih menjadi WNI.152 Masa “anugerah” dua

tahun dibiarkan lewat begitu saja. Sebagian malah memilih

menyambut panggilan pemerintah Tiongkok untuk pulang

kembali ke tanah airnya lantaran kecewa dengan berbagai kejadian

152 Kesempatan pertama memilih menjadi WNI adalah dalam masa

dua tahun yang ditetapkan oleh KMB 1949, yang dimulai dari 27 Desember

1949-27 Desember 1951. Dalam kesempatan ini tidak ada catatan ada orang-orang Tionghoa Kristen di GKT yang memilih kewarganegaraan R.I.

Page 47: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

Kebijakan Asimilasi Pemerintah Orde Baru dan Tanggapan Orang-Orang Tionghoa | 131 Kristen di Gereja Kristus Tuhan (GKT), 1968-1998

buruk yang menimpa orang-orang Tionghoa.153 Akibatnya, sampai

tahun 1969 hampir semua pemimpin dan pelayan rohani yang

bekerja di gereja ini adalah warga negara asing.154

Setelah berpisah dari jemaat-jemaat peranakan,

kepemimpinan di tubuh THKTKH Klasis Jatim beralih dari The

Tjik Kie, tokoh jemaat Hinghwa, Surabaya, kepada Koo Twan

Tjhing, tokoh jemaat Fuzhou, Malang. Sejak itu pusat kegiatan

THKTKH Klasis Jatim berpindah ke Malang, dengan kantor

pusatnya di Jalan Argopuro 6. Melewati tahun-tahun sulit mulai

pertengahan lima puluhan sampai awal enam puluhan, gereja ini

tidak kehilangan semangat untuk terus memberitakan Injil kepada

orang-orang Tionghoa totok. Sampai tahun 1965, THKTKH

Klasis Jatim telah memiliki empat belas jemaat dan sejumlah pos

pekabaran Injil di beberapa kota di Jawa Timur dan Bali. Selain

empat jemaat di Surabaya dan dua jemaat di Malang yang masih

memakai dialek selain bahasa Mandarin, jemaat-jemaat di kota-

kota lain hanya mempergunakan bahasa Mandarin saja. Tidak

diketahui dengan pasti kapan dan alasannya namun secepat-

cepatnya pada akhir tahun 50-an Jemaat Kanton di Malang

diketahui sudah tidak lagi memakai dialek itu. Seluruh aktivitas

dan kegiatan kini memakai bahasa Indonesia. Sampai tahun 1965

inilah satu-satunya jemaat dalam lingkungan THKTKH Jatim

yang sudah memakai bahasa Indonesia.

153 Sebagian jemaat GKT Genteng-Banyuwangi meninggalkan

Indonesia akibat peraturan ini. Lihat Tjwanda Holly, “Merenung Masa Silam, Melihat Masa Depan” dalam Panitia HUT, 50th GKT Genteng, 28.

Bnd. Wawancara bp SA, Surabaya, 9 Februari 2010. 154 Karenanya setiap tahun Badan Pengurus Sinode GKT harus

mengajukan izin tidak membayar pajak orang asing bagi mereka. Sebagian

besar berada di Malang dan Surabaya. Di Malang adalah Pdt. Tong Tjong Hway, Pdt. Ie Tjin Sin, Ev. Koo Twan Tjhing, Ev. Daniel Chen, Ev. Wu Mu

Tek, Ev. Lioe Yiok Hwa, Ev. Ko Lie Ong, Ev. Koo Siok Ting, Ev. Tan Kiauw Tin. Lihat lampiran Surat Sinode GKT kepada Kepala Bagian Pendapatan

Kota Malang No. 203/Sek/AK/68-70 tertanggal 29-11-1969. Untuk Surabaya

adalah Pdt. Yio Pek Eng, Pdt. Tsang To Hang, Pdt. Ong Beng Bian, Ev. Chiang Wing An, Ev. Siauw Kong Jan, Ev. Tong Tjong Eng, Ev. Wong Shu

Ling dan Ev. Liem Gie Ging. Lihat Surat Walikota Surabaya kepada Pengurus

Sinode Geredja Kristus Tuhan No. 3500/1255 tertanggal 28 Desember 1968.

Page 48: SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12977/3/D_762008002_BAB III... · keagamaannya dari sejak kedatangan di Hindia Belanda sampai

132 | BAB III SKETSA HISTORIS ORANG-ORANG TIONGHOA KRISTEN DI GEREJA

KRISTUS TUHAN (GKT) SAMPAI TAHUN 1965

D. Penutup

Sketsa singkat ini hendak memperlihatkan bahwa orang-

orang Tionghoa Kristen di GKT memiliki karakteristik budaya

Tionghoa yang khas. Di dalam konfigurasi budaya peranakan dan

totok, mereka memilih berada di sisi totok, dengan bahasa

Tionghoa dan kelompok-kelompok jemaat yang terbagi dalam

dialek bahasa dan daerah asal sebagai faktor-faktor pembeda satu

dari yang lain.

Ketionghoaan secara sengaja dirawat dan dijaga dengan

menjaga kelompok keagamaannya tetap fokus pada menjangkau

dan melayani orang-orang Tionghoa berbahasa Tionghoa. Pekerja-

pekerja gerejawi yang diundang melayani gereja adalah orang-

orang Tionghoa, yang sedapat-dapatnya sesuku dan sebahasa.

Lembaga pendidikan teologi yang dipilih untuk mempersiapkan

calon-calon pekerja gerejawi adalah lembaga pendidikan yang

khusus menyiapkan tenaga pekerja gerejawi untuk bekerja di

lingkungan gereja-gereja Tionghoa.

Ciri khas ketionghoaannya juga dirawat dengan mengirim

anak-anaknya belajar di sekolah-sekolah asing Tionghoa, baik

yang berafiliasi kepada Taiwan maupun kepada Republik Rakyat

Tiongkok (RRT), serta sekolah Kristen Tionghoa asing. Di

sekolah-sekolah ini bahasa pengantar yang dipakai ialah bahasa

Tionghoa dengan kurikulum dan materi pembelajaran yang

diimpor dari Tiongkok atau dari tempat lainnya.

Secara politis hampir semuanya adalah warganegara

asing. Dua kali kesempatan menjadi WNI diabaikan, bahkan

meski di bawah tekanan Peraturan Pemerintah No. 10/1959 (PP

10) tentang perdagangan orang asing, mereka bersikukuh tetap

menjadi warga negara asing. Sejumlah orang malah memilih

pulang kembali ke negeri leluhurnya.