skenario c blok 16 kel 3.doc
TRANSCRIPT
Skenario C Blok 16
Johan, laki-laki, usia 2 tahun, dibawa ke klinik tumbuh kembang karena belum bisa bicara dan tidak
bisa diam. Johan anak pertama dan anak tunggal. Lahir spontan pada kehamilan 36 minggu. Selama
hamil, ibu sehat dan periksa kehamilan dengan teratur ke bidan, segera setelah lahir langsung
menangis, tidak ada riwayat kejang. Saat ini Johan tidak pernah mau menoleh bila dipanggil, suara
yang dikeluarkan hanyalah kata-kata yang tidak bisa dimengerti orang tua dan orang lain. Tidak bisa
bermain bersama dengan teman sebaya dan selalu menolak kontak mata. di samping itu juga Johan
selalu bergerak, berlari kesana kemari tanpa tujuan, dan sering melakukan gerakan mengepak-
ngepakkan lengannya seperti mau terbang. Tidak suka dipeluk dan akan menjadi histeris bila
mendengar suara keras. Bila memerlukan sesuatu, dia akan mengambil tangan pendamping.
Pemeriksaan fisik:
Berat badan 13 kg, panjang badan 88 cm, lingkaran kepala 47 cm. Tidak ada gambaran dismorfik.
Anak sadar, tidak mau melihat dan tersenyum kepada pemeriksa. Tidak menoleh ketika dipanggil
namanya. Selalu mengepak-ngepakkan lengannya. Tidak bisa bermain pura-pura (membuat secangkir
teh), tidak pernah menunjuk sesuatu, tidak bisa disuruh untuk melihat benda yang ditunjuk, malah
melihat ke tangan pemeriksa. Bermain mobil-mobilan hanya disusun berurutan dan diperhatikan
hanya bagian rodanya saja. Tidak ada kelainan neurologis. Tes pendengaran normal.
Klarifikasi Istilah
1. Klinik tumbuh kembang
2. Belum bisa bicara
3. Tidak bisa diam
4. Kehamilan 36 minggu
5. Kejang
6. Dismorfik
7. Histeris
Identifikasi Masalah
1. Johan, laki-laki, 2 tahun,dibawa ke klinik tumbuh kembang karena belum bisa bicara dan
tidak bisa diam.
2. Johan tidak pernah mau menoleh jika dipanggil.
3. Suara yang dikeluarkan hanyalah kata-kata yang tidak bisa dimengerti orang tua dan orang
lain.
4. Johan tidak bisa bermain bersama dengan teman sebayanya dan selalu menolak kontak mata.
5. Johan selalu bergerak, berlari ke sana kemari tanpa tujuan, dan sering mengepak-ngepakkan
lengannya seperti mau terbang.
6. Johan tidak suka dipeluk dan akan histeris bila mendengar suara keras.
7. Bila memerlukan sesuatu dia akan mengambil tangan pendamping.
8. Pemeriksaan fisik: tidak mau melihat dan tersenyum kepada pemeriksa. Tidak menoleh ketika
dipanggil namanya. Selalu mengepak-ngepakkan lengannya. Tidak bisa bermain pura-pura
(membuat secangkir teh), tidak pernah menunjuk sesuatu, tidak bisa disuruh untuk melihat
benda yang ditunjuk, malah melihat ke tangan pemeriksa. Bermain mobil-mobilan hanya
disusun berurutan dan diperhatikan hanya bagian rodanya saja.
Analisis Masalah
1. Bagaimana tumbuh kembang anak normal usia 2 tahun?
2. Mengapa Johan mengalami keterlambatan bicara dan tidak bisa diam?
3. Apa ada hubungan lahir spontan 36 minggu dengan keterlambatan bicara Johan?
4. Mengapa ia tidak pernah menoleh jika dipanggil?
5. Mengapa ia hanya mengeluarkan kata-kata yang tidak dimengerti?
6. Mengapa ia tidak bisa bermain dengan teman sebaya dan menolak kontak mata?
7. Mengapa ia tidak suka dipeluk dan histeris bila mendengar suara keras?
8. Mengapa ia mengambil tangan pendamping bila ia butuh sesuatu?
9. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik?
10. Apa diagnosis bandingnya?
11. Bagaimana cara menegakkan diagnosis dan apa diagnosis kerja?
12. Apa etiologinya?
13. Bagaimana epidemiologinya ?
14. Apa saja faktor resiko?
15. Bagaimana patogenesisnya?
16. Bagaimana pentalaksanaannya?
17. Bagaimana prognosisnya dan apa saja komplikasi ?
18. KDU?
Hipotesis
Johan, 2 tahun, mengalami keterlambatan bicara dan tidak bisa diam e.c Autistic Spectrum Disorder.
Sintesis
A. Perkembangan Pediatric Normal
Perkembangan normal seorang anak dapat dinilai dari beberapa aspek, meliputi :
(MedlinePlus)
1. Gross motor : Mengontrol pergerakan kepala, duduk, dan berjalan.
2. Fine motor : Memegang sendok, memungut benda-benda kecil.
3. Sensori : Melihat, mendengar, merasakan, menyentuh.
4. Bahasa : Dapat berbicara dan memahami perkataanny, mengerti
apa yang orangtua mereka dan teman-teman lain katakan.
5. Sosial : Dapat bermain bersama dengan anggota keluarga dan
anak-anak lain.
Berdasarkan aspek-aspek yang telah disebutkan di atas, maka akan kami sertakan juga beberapa
parameter perkembangan normal anak dari usia 0-3 tahun dari beberapa literatur, yaitu :
1. Perkembangan Bahasa
(Sinopsis Psikiatri Kaplan Sadock)
Usia dan stadium
perkembangan
Penguasaan Pemahaman Penguasaan Ekspresi
0-6 bulan - Menunjukkan respon terkejut
terhadap suara yang keras atau tiba-
- Memiliki vokalisasi selain
menangis
tiba.
- Berusaha melokalisasi suara,
memalingkan mata atau kepala.
- Tampak mendengarkan pada
pembicara, mungkin berespon dengan
senyuman.
- Berespon saat mendengar namanya
sendiri.
- Memiliki tangisan yang
berbeda untuk rasa lapar, rasa
sakit.
- Membuat vokalisasi untuk
menunjukkan kesenangan.
- Bermain dengan membuat
suara-suara.
- Berceloteh (mengulangi
urutan suara).
7-11 bulan
Masuk stadium bahasa
- Menunjukkan selektivitas
mendengar (mengendalikan secara
disadari).
- Mendengarkan musik atau
bernyanyi dengan senang.
- Mengenali ”jangan”, ”panas”,
namanya sendiri.
- Melihat gambar yang disebutkan
namanya sampai satu menit.
- Mendengarkan pembicaraan tanpa
terganggu oleh suara lain.
- Berespon terhadap
namanya sendiri dengan
vokalisasi.
- Meniru melodi
ungkapan.
- Mengguanakan logat
sendiri (bahasa sendiri)
- Memiliki gerak
isyarat (menggelengkan
kepala untuk tidak).
- Memilki seruan (“oh-
oh”)
- Bermain permainan
kata (menepuk kue,
sembunyi-sembunyian)
12-18 bulan
Stadium satu kata
- Menunjukkan perbedaan
kasar antara suara yang tidak sama
(suara lonceng lawan anjing lawan
terompet lawan suara ayah atau ibu).
- Mengerti bagian tubuh dasar,
nama benda-benda yang sering.
- Mendapatkan pengertian
beberapa kata baru tiap minggunya.
- Dapat mengidentifikasi
benda sederhana (bayi, bola, dll).
- Mengerti sampai 150 kata
pada usia 18 bulan
- Menggunakan kata
tunggal (rata-rata usia
timbulnya kata pertama
adalah 11 bulan; pada usia 18
bulan, anak menggunakan
sampai 20 kata).
- ”Berbicara” dengan
mainan, diri sendiri, atau
orang lain, dengan
mengguanakan pola logat
sendiri yang panjang dan
kadang-kadang dengan kata-
kata.
- Kira-kira 25% ungkapan
adalah dapat dimengerti.
- Semua huruf hidup
diucapkan secara tepat.
- Konsonan awal dan akhir
sering kali dilewatkan.
12-24 bulan
Stadium pesan kata
dua kata
- Berespon terhadap petunjuk
sederhana (”Berikan bola itu”).
- Berespon terhadap perinyah
bertindak (”Ke sini,” Duduk”)
- Mulai mengerti kalimat kompleks
(”Kalau kita pergi ke toko, saya akan
berikan kamu permen”)
- Menggunakan ungkapan dua
kata (”Mama gendong,”
semua pergi,” bola ke sini”)
- Meniru suara lingkungan
dalam bermain (”moo,”
rrmm, rrmm,” dll.)
- Menyebut dirinya sendiri
dengan nama, mulai
menggunakan kata ganti.
- Meniru dua atau lebih kata
terakhir dari suatu kalimat.
- Mulai menggunakan
ungkapan telegrafik tiga kata
(”semua bola pergi,” saya
pergi sekarang”)
- Ungkapan 26% dan 50%
dapat dimengerti.
- Menggunakan bahasa untuk
meminta.
24-36 bulan
Stadium Pembentukan
Tata Bahasa
- Mengerti bagian tubuh yang kecil
(siku, pipi, kelopak mata).
- Mengerti kategori nama keluarga
(nenek, bayi).
- Mengerti ukuran (yang kecil, yang
besar).
- Mengerti sebagian besar kata sifat.
- Mengerti fungsi (mengapa kita perlu
makan, mengapa kita perlu tidur).
- Menggunakan kalimat yang
nyata dengan kata-kata
berfungsi secara tata bahasa
(dapat, akan, sebuah).
- Biasanya memberikan
maksud sebelum bertindak.
- ”Bercakap-cakap” dengan
anak lain, biasanya hanya
monolog.
- Logat sendiri dan okolalia
secara bertahap menghilang
dari pembicaraan.
- Perbendaharaan kata
bertambah (sampai 270 kata
pada usia 2 tahun, 895 kata
pada usia 3 tahun) termasuk
ucapan populer (slang).
- P, b, m diartikulasikan
secara benar.
- Berbicara mungkin
menunjukkan gangguan
irama
2. Perkembangan Perilaku Normal
a. Motorik
Universitas Indonesia : (Buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak UI, edisi 4)
Umur Motor Behavior Adaptive
1 bulan Kepala merebah, tonic neck reflex,
tangan mengepal.
Melihat sekitarnya, tracking eye movement
ada tapi terbatas.
4 bulan Kepala tak merebah lagi, letak
simetris, tangan terbuka.
Tracking eye movement baik, menggenggam
benda yang diberikan padanya.
7 bulan Duduk dengan sokongan kedua
tangan, memegang kubus, melihat
dan menyentuh kancing.
Memindahkan kubus dari satu tangan ke
tangan yang lain.
10 bulan Duduk tanpa sokongan tangan,
merangkak hingga berdiri.
Bermain dengan 2 kubus, yang satu
disentuhkan dengan yang lain
1 tahun Berjalan dengan bantuan, duduk
bersila. Mengetahui arti kancing,
memasukan dan mengambilnya dari
botol.
Memindahkan kubus kedalam cangkir.
1 6/12
bulan
Berjalan tanpa jatuh. Duduk sendiri
di kursi kecil. Menyusun tumpukan
dengan 3 kubus.
Mengeluarkan kancing dari botol.
Meniru coretan garis lurus.
2 tahun Berlari.
Menyusun tumpukan dari 6 kubus.
Meniru coretan garis lingkaran.
3 tahun Berdiri dengan 1 kaki tanpa jatuh.
Membuat tumpukan dari 10
kubus.
Membuat jembatan dengan 3 kubus.
Meniru gambar silang.
4 tahun Berjinjit. Membuat pintu gerbang dengan 5 kubus.
Menggambar orang.
5 tahun Berjinjit dengan kaki bergantian. Dapat menghitung 10 sen.
b. Sosial
Universitas Indonesia : (Buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak UI, edisi 4)
Umur Status Interaksi
Sosial
Tindakan
0-1 bulan Belum ada Menangis & Diam, dipengaruhi oleh stimuli eksternal
Dapat melihat wajah orang.
2-4 bulan Awal reaksi social Tertawa dan tersenyum bila melihat wajah orang.
Bermain dengan tangan dan pakaian, mengenal botol
dan bersiap-siap untuk makan.
5-6 bulan Kontak sosial aktif Minta perhatian ortu dengan membuat suara atau
menyentuh ortu.
8-12 bulan Perkembangan
social aktif
Membedakan wajah marah & tidak dengan
memalingkan muka. Membedakan suara.
Bertindak ramah pada orang yang dikenal, dan malu
pada orang yang belum dikenal.
1-2 tahun Penyempurnaan
social aktif
Anak mencari mengharapkan ada teman bermain,
mencari teman sebaya.
Memberikan mainan bila diminta.
2-4 tahun Masa
membangkang
Anak berulang-ulang mengatakan “saya mau” dan
akan marah bila tidak terpenuhi.
Sudah mulai mengerjakan tugas yang diberikan oleh
ortunya.
5-6 tahun Masa adaptasi Anak mulai menyesuaikan diri dengan lingkungan, krn
pd masa ini terdapat perkembangan kesadaran kewajiban
dan pekerjaan.
> 6 tahun Masa berpikir dan
emosi
Anak mulai malas bekerja (harus dirangsang). Anak
mulai tahu membenci dan menyanyangi orang lain, serta
menilai sikap lingkungan terhadapnya.
> 9 tahun Masa mandiri Anak sedikit mulai menetang pimpinan dan mencari
jalannya sendiri.
Selain parameter di atas, kami juga menambahkan beberapa tahap kemampuan kognitif yang bisa
dicapai oleh anak usia 2-3 tahun berdasarkan sumber lain (internet), yaitu :
1. Berpikir simbolik/berimajisi/mensubtitusikan objek. (anak menyusun bantal- bantal
sehingga menyerupai mobil dan dianggapnya sebagai mobil balap).
2. Mengelompokkan, mengurut dan menghitung. (anak dapat mengelompokkan mainannya
berdasarkan bentuk, menyusun balok sesuai urutan besarnya dan mengetahui perbedaan
antara satu dengan beberapa (kemampuan menghitung).
3. Meningkatnya kemampuan mengingat. Usia 2 tahun, anak dapat mengingat kembali
kejadian menyenangkan yang terjadi beberapa bulan sebelumnya. Mereka juga dapat
memahami dan mengingat dua perintah sederhana yang disampaikan bersama-sama.
Memasuki usia 2,5 hingga 3 tahun, anak mampu menyebutkan kembali kata-kata yang
terdapat pada satu atau dua lagu pengantar tidur.
4. Berkembangnya pemahaman konsep. Pada usia 2,5 tahun, anak mulai memahami pengertian
“besok”, disusul dengan “kemarin” dan pengertian hari-hari selama seminggu di usia 3 tahun.
5. Puncak perkembangan bicara dan bahasa. Pada usia sekitar 36 bulan, perbendaharaan
kata anak dapat mencapai 1000 kata dengan 80% kata-kata tersebut dapat
dipahaminya. Pada usia ini biasanya anak mulai banyak berbicara mengenai orang-
orang di sekelilingnya, terutama ayah, ibu dan anggota keluarga lainnya. (anak mampu
menggabungkan 2 kata atau lebih menjadi kalimat sederhana).
Perkembangan Anak umur 2 Tahun
Pada tahun kedua anak memasuki suatu periode di mana mereka akan mengeksploitasi benda-
benda di dalam lingkungan mereka secara giat dan imitatif. Mereka dapat mengosongkan keranjang
sampah, laci, dan rak dan mungkin berusaha memeriksa segala sesuatu dalam jangkauannya. Anak
pada umur 12 bulan dapat melepaskan sebutir mimis ke dalam tangan orang yang memintanya. Pada
umur 15 bulan biasanya dapat memasukkan mimis tersebut ke dalam botol kecil. Pada umur 18 bulan
akan dapat mengeluarkannya dan membalikkan botol tersebut.
Pada umur 18 bulan, ia dapat membuat sebua menara yang terdiri dari 3 buah kubus dan pada
umur 24 bulan dapat membuat menara yang terdiri dari 6 buah kubus. Tingkah laku imitatif dan
konseptual terus berkembang, dengan tulisan cakar ayam spontan dan dengan meniru garis vertikal
pada umur 18 bulan; pada umur 24 bulan anak meniru coretan bundar dan dapat membut garis
mendatar.
Selama tahun kedua anak menjadi sangat imitatif dan semakin berespon terhadap orang lain,
termasuk saudara kandung. Meskipun demikian sampai akhir tahun kedua anak biasanya bermain
sendiri dan permainannya terdiri dari manipulasi aktif benda-benda yang tersedia. Selama tahun
ketiga anak semakin beralih ke aktivitas permainan yang melibatkan anak-anak lain. Pada akhir tahun
keempat anak semakin sibuk dalam aktivitas dengan anak-anak lain dimana tersbut mulai memainkan
peranan dan aktivitas yang imajinatif. Kecenderungan melakukan permainan imaginatif ini akan
meningkat ke dalam masa sekolah.
Pada umur 18-24 bulan kebanyakan anakdapat mengungkapkan dengan kata-kata kebutuhan
mereka untuk buang air dan pada saat ini dapat dibantu untuk mengikuti pola-pola sosial yang dapat
diterima dalam memenuhi kebutuhan ini. Pada keadaan-keadaan dimana anak kecil mempunyai
contoh yang dapat ditiru, makin jelas bahwa latihan buang air kecil/besar tidak perlu menjadi pusat
aktivitas pendidikan yang sarat dengan emosi atau latihan disiplin oleh orang tua.
Proses Fisiologis Bicara
Menurut beberapa ahli komunikasi, bicara adalah kemampuan anak untuk berkomunikasi
dengan bahasa oral (mulut) yang membutuhkan kombinasi yang serasi dari sistem neuromuskular
untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara. Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi
tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri,
pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung.
Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris. Aspek sensoris
meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk memahami apa yang didengar,
dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi
dan laring yang bertanggung jawab untuk pengeluaran suara.
Di dalam otak terdapat 3 pusat yang mengatur mekanisme berbahasa, dua pusat bersifat
reseptif yang mengurus penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta satu pusat lainnya bersifat
ekspresif yang mengurus pelaksanaan bahsa lisan dan tulisan. Ketiganya berada di hemisfer dominan
dari otak atau sistem susunan saraf pusat.
Kedua pusat bahasa reseptif tersebut adalah area 41 dan 42 disebut area wernick, merupakan
pusat persepsi auditoro-leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang
berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman adalah pusat persepsi visuo-leksik yang
mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis.
Sedangkan area Broca adalah pusat bahasa ekspresif. Ketiga pusat tersebut berhubungan satu sama
lain melalui serabut asosiasi.
Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan masuk melalui
lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membrane timpani. Dari sini rangsangan
diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian
dalam terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang disebut Coclea. Saat gelombang suara
mencapai coclea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VII ke area pendengaran primer di otak
diteruskan ke area wernick. Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk
artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses
bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru,
sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit). Jadi untuk proses
bicara diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan sensoris dimana organ pendengaran sangat
penting.
Penyebab keterlambatan bicara
Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah sebagai berikut:
a. Gangguan Pendengaran
Anak yang mengalami gangguan pendengaran kurang mendengar pembicaraan disekitarnya.
Gangguan pendengaran selalu harus difikirkan bila ada keterlambatan bicara. Terdapat
beberapa penyebab gangguan pendengaran, bisa karena infeksi, trauma atau kelainan bawaan.
Infeksi bisa terjadi bila mengalami infeksi yang berulang pada organ dalam sistem
pendengaran. Kelainan bawaan biasanya karena kelainan genetik, infeksi ibu saat kehamilan,
obat-obatan yang dikonsumsi ibu saat hamil, atau bila terdapat keluarga yang mempunyai
riwayat ketulian. Gangguan pendengaran bisa juga saat bayi bila terjadi infeksi berat, infeksi
otak, pemakaian obat-obatan tertentu atau kuning yang berat (hiperbilirubin).
Pengobatan dengan pemasangan alat bantu dengar akan sangat membantu bila kelainan ini
dideteksi sejak awal. Pada anak yang mengalami gangguan pendengaran tetapi kepandaian
normal, perkembangan berbahasa sampai 6-9 bulan tampaknya normal dan tidak ada
kemunduran. Kemudian menggumam akan hilang disusul hilangnya suara lain dan anak
tampaknya sangat pendiam. Adanya kemunduran ini juga seringkali dicurigai sebagai
kelainan saraf degeneratif.
b. Kelainan Organ Bicara
Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan mandibula (rahang bawah),
kelainan bibir sumbing (palatoschizis/cleft palate), deviasi septum nasi, adenoid atau kelainan
laring. Pada lidah pendek terjadi kesulitan menjulurkan lidah sehingga kesulitan
mengucapkan huruf ”t”, ”n” dan ”l”. Kelainan bentuk gigi dan mandibula mengakibatkan
suara desah seperti ”f”, ”v”, ”s”, ”z” dan ”th”. Kelainan bibir sumbing bisa mengakibatkan
penyimpangan resonansi berupa rinolaliaaperta, yaitu terjadi suara hidung pada huruf
bertekanan tinggi seperti ”s”, ”k”, dan ”g”.
c. Retardasi Mental
d. Genetik Herediter dan Kelainan Kromosom
Gangguan karena kelainan genetik yang menurun dari orang tua. Biasanya juga terjadi pada
salah satu atau ke dua orang tua saat kecil. Biasanya keterlambatan. Menurut Mery GL anak
yang lahir dengan kromosom 47 XXX terdapat keterlambatan bicara sebelum usia 2 tahun
dan membutuhkan terapi bicara sebelum usia prasekolah. Sedangkan Bruce Bender
berpendapat bahwa kromosom 47 XXY mengalami kelainan bicara ekpresif dan reseptif lebih
berat dibandingkan kelainan kromosom 47 XXX.
e. Kelainan sentral (otak)
Gangguan berbahasa sentral adalah ketidak sanggupan untuk menggabungkan kemampuan
pemecahan masalah dengan kemampuan berbahasa yang selalu lebih rendah. Ia sering
menggunakan mimik untuk menyatakan kehendaknya seperti pada pantomim. Pada usia
sekolah, terlihat dalam bentuk kesulitan belajar.
f. Autisme
Gangguan bicara dan bahasa yang berat dapat disebabkan karena autism. Autisme adalah
gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan
keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.
g. Mutisme Selektif
Mutisme selektif biasanya terlihat pada anak berumur 3-5 tahun, yang tidak mau bicara pada
keadaan tertentu, misalnya di sekolah atau bila ada orang tertentu. Atau kadang-kadang ia
hanya mau bicara pada orang tertentu, biasanya anak yang lebih tua. Keadaan ini lebih
banyak dihubungkan dengan kelainan yang disebut sebagai neurosis atau gangguan motivasi.
Keadaan ini juga ditemukan pada anak dengan gangguan komunikasi sentral dengan
intelegensi yang normal atau sedikit rendah.
h. Gangguan Emosi dan Perilaku Lainnya
Gangguan bicara biasanya menyerta pada gangguan disfungsi otak minimal, gejala yang
terjadi sangat minimal sehingga tidak mudah untuk dikenali. Biasanya diserta kesulitan
belajar, hiperaktif, tidak terampil dan gejala tersamar lainnya
i. Alergi Makanan
Alergi makanan ternyata juga bisa mengganggu fungsi otak, sehingga mengakibatkan
gangguan perkembangan salah satunya adalah keterlambatan bicara pada anak. Gangguan ini
biasanya terjadi pada manifestasi alergi pada gangguan pencernaan dan kulit. Bila alergi
makanan sebagai penyebab biasanya keterlambatan bicara terjadi usia di bawah 2 tahun, di
atas usia 2 tahun anak tampak sangat pesat perkembangan bicaranya.
j. Lingkungan
Lingkungan Yang Sepi
Bicara adalah bagian tingkah laku, jadi ketrampilannya melalui meniru. Bila stimulasi bicara
sejak awal kurang, tidak ada yang ditiru maka akan menghambat kemampuan bicara dan
bahasa pada anak.
k. Sikap Orang Tua atau Orang lain di lingkungan rumah yang tidak menyenangkan.
Bicara bisa mengekspresikan kemarahan, ketegangan, kekacauan dan ketidak senangan
seseorang, sehingga anak akan menghindari untuk berbicara lebih banyak untuk menjauhi
kondisi yang tidak menyenangkan tersebut
l. Teknik Pengajaran yang Salah
Cara dan komunikasi yang salah pada anak sering menyebabkan keterlambatan
perkembangan bicara dan bahasa pada anak, karena perkembangan mereka terjadi karena
proses meniru dan pembelajaran dari lingkungan.
m. Anak Kembar
Pada anak kembar didapatkan perkembangan bahasa yang lebih buruk dan lama dibandingkan
dengan anak tunggal. Mereka satu sama lain saling memberikan lingkungan bicara yang
buruk, karena biasanya mempunyai perilaku yang saling meniru. Hal ini menyebabkan
mereka saling meniru pada keadan kemampuan bicara yang sama –sama belum bagus.
n. Bilingual (2 Bahasa)
Pemakaian 2 bahasa kadang juga menjadi penyebab keterlambatan bicara, namun keadaan ini
tidak terlalu mengkawatirkan. Umumnya anak akan memiliki kemampuan pemakaian 2
bahasa secara mudah dan baik. Smith meneliti pada kelompok anak bilingual tampak
mempunyai perbendaharaan yang kurang dibandingkan anak dengan satu bahasa, kecuali
pada anak dengan kecerdasan yang tinggi.
Keterlambatan bicara yang terjadi pada penderita terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan
perkembangan dari komunikasi timbal balik yang membutuhkan suatu interaksi emosional yang sehat.
Umumnya anak-anak seperti ini tidak dapat membangun kontak komunikasi melalui kontak mata.
Yang pada akhirnya akan menyebabkan kegagalan membangun kontak emosional yang berdampak
pada hambatan perkembangan bicara.
Hubungan kelahiran spontan 36minggu dg keterlambatan bicara pada Johan
Didalam kasus ini, tidak ada hubungan yang berarti antara kelahiran spontan 36 minggu dengan
keterlambatan bicara atau gangguan perkembangan Johan. Karena kelahiran 36 minggu = 9 bulan
adalah normal untuk sebuah kelahiran bayi. Namun disini, perlu dianamnesis lebih lanjut terhadap
ibunya mengenai riwayat prenatal, gestasi, dan postnatal karena ini menunjukkan keterkaitan
penyebab timbulnya autis pada anak.
Beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
- Usin calon ibu & ayah yang berpengaruh pada kejadian autisme.
Ibu yang hamil usia 30-34tahun beresiko 27% untuk memiliki anak autis. Resiko ini makin
meningkat pada ibu yang hamil diatas 40 tahun.
Untuk calon ayah, setiap 5 tahun resikonya bertambah 4%.
Para ahli menduga ini disebabkan faktor kromosom yang abnormal pada sel telur wanita
paruh baya dan mutasi sel sperma pada pria.
- Komplikasi yang dialami saat mengandung juga berpengaruh, seperti:
a. Perdarahan selama kehamilan memiliki resiko 81%, karena diketahui memengaruhi
oksigen pada janin (fetal hypoxia) untuk perkembangan otak janin yang pada akhirnya
meningkatkan risiko autisme.
b. Ibu yang diabetes gestasional memiliki resiko 2x lipat (4 dari 100 kehamilan)
c. infeksi selama persalinan terutama infeksi virus.
d. penggunaan obat-obatan, seperti obat depresi atau gangguan emosional lain terhadap
kejadian austime. Mengenai hal ini, para peneliti menyatakan belum bisa disimpulkan
apakah autisme terjadi akibat efek samping obat atau pengaruh kondisi kejiwaan calon
ibu saat hamil.
e. merokok dan stres selama kehamilan terutama trimester pertama
- Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya autism adalah :
a. pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6
),
b. lamanya persalinan,
c. letak presentasi bayi saat lahir dan berat lahir rendah ( < 2500 gram ).
- Faktor makanan yang dikonsumsi ibu saat hamil diduga juga berpengaruh.
Anak hanya mengeluarkan kata-kata yang tidak dimengerti
Salah satu karakteristik untuk gangguan autis adalah keterlambatan bahasa. Berbeda dengan anak
normal dan anak retardasi mental,anak autis sedikit menggunakan arti dengan daya ingat dan proses
berfikir mereka. Anak autis juga memiliki keterampilan bahasa reseptif yang lebih buruk dan lebih
sedikit mengerti sebelum mereka dapat bicara. Pembicaraan merekamengandung ekolallia,baik segera
atau terlambat,atau frase steriotipik di luar konteks. Anak autis juga sering memakai suara dengan
irama dan kualitas yang aneh. Hal ini berkaitan dengan pola anak –anak autis hanya mengeluarkan
kata-kata yang tidak dimengerti. Kira-kira 50% dari anak-anak autis tidak pernah menggunakan
pembicaraan yang berguna. Beberapa anak benar-benar belajar membaca sendiri pada usia
prasekolah,seringkali berhasil berhasil dengan baik. Tetapi hampir pada semua kasus,anak-anak
membaca tanpa dimengerti.
Anak tidak bisa main dengan teman sebaya dan selalu menolak kontak mata
Interaksi sosial anak autistik dibagi dalam 3 kelompok yaitu:
1. Kelompok yang menyendiri, umumnya anak ini menerik diri, acuh tak acuh, akan kesal bila
diadakan pendekatan sosial dan menunjukkan perilaku dan perhatian yang terbatas atau tidak
hangat.
2. Kelompok pasif, dpat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak lain jika pola
permainannya disesuaikan dengan dirinya.
3. Kelompok aktif tapi aneh, secara spontan akan mendekati anak lain namun interaksi ini sering
kali tidak sesuai dan sering hanya sepihak. Walaupun mereka berminat untuk mengadakan
hubungan karena ketidakmampuan mereka untuk memhami aturan-aturan yang berlaku
dalam interaksi sosial. Kesadaran sosial yang kurang menyebabkan mereka $ baik dalam
bentuk vokal maupun ekspresi wajah. Hal ini menyebabkan anak autis tidak dapat berempati
kepada orang lain.
Hal ini menunjukkan adanya gangguan interaksi sosial penderita dalam beraktivitas bersama-
sama dengan orang lain yang ditandai dengan tidak aktifnya daerah otak yang memproses ekspresi
wajah (daerah lobus temporalis) & emosi (amygdala) selama melakukan tugas tersebut. Kerusakan
lobus temporalis menyebabkan anak kehilangan perilaku sosial yang diharapkan, kegelisahan,
perilaku motorik berulang dan kumpulan perilaku terbatas.
Selain itu, terdapat suatu teori yang berusaha menjelaskan keadaan ini, yaitu teori
emphatizing-systemizing. Teori ini menyimpulkan bahwa pada penderita autis yang kebanyakan
adalah anak laki-laki, terdapat gangguan pada otak anak yang membuat kecenderungan otak untuk
membentuk sistem sendiri bagi anak tersebut ( systemizing ) sehingga sistem ini menutupi
kemampuan anak untuk berempati pada lingkungan sekitarnya ( emphatizing ). Akibatnya, anak
merasa lebih asik bermain sendiri daripada bergaul dengan orang lain.
Anak memerlukan sesuatu dengan mengambil tangan pendamping
Manifestasi ini berhubungan dengan deficit dan penyimpangan yang jelas dalam dalam perkembangan
bahasa pada anak autis. Anak autis enggan untuk berbicara,oleh karena itu dia cenderung untuk
mengambil tangan pendampingnya bila menginginkan sesuatu.
Intepretasi Pemeriksaan Fisik
- BB = (2 x umur) + 8
Umur Johan 2tahun jadi BB idealnya 12kg, sedangkan pada kasus 13kg → masih
dikategorikan normal.
- Panjang badan 88cm = normal
Rumus : dalam satuan cm (umur x 6) +77 atau dalam satuan inchi (umur x 2,5)+30
- Tidak ada gambaran dismorfik : Normal
- Anak sadar, tidak mau melihat dan tersenyum kepada pemeriksa. Tidak menoleh
ketika dipanggil namanya
Pada anak autis, sikap empatinya sangat rendah, juga tidak mampu merespon terhadap minat,
stimulus luar yang timbul dari interaksi social, emosi dan perasaan orang lain sehingga
walaupun anak autis sadar tetapi ia tidak mau melihat & tersenyum kepada pemeriksa ataupun
menoleh ketika dipanggil namanya.
- Selalu mengepak-ngepakan lengannya
Aktivitas anak autis adalah kaku, berulang dan monoton. Sehingga dalam kasus ini anak suka
mengepak-ngepakan lengannya karena ini salah satu bentuk kelainan gerakan pada anak autis
yaitu stereotypy (pengulangan tindakan atau kata2 yang tidak ada gunanya yang menetap).
Hal ini diduga karena adanya peningkatan homovanilic acid (metabolit utama dopamine) dan
juga adanya kerusakan lobulus temporalis.
- Tidak bisa bermain pura-pura (membuat secangkir teh)
Johan tidak bisa bermain pura-pura karena dalam bermain, anak autis memiliki sedikit variasi,
kreativitas, imaginasi dan ciri simbolik. Sehingga mereka tidak mampu meniru atau
menggunakan pantomime abstrak.
- Tidak pernah menunjuk sesuatu, tidak bisa disuruh untuk melihat benda yang
ditunjuk, malah melihat ke tangan pemeriksa.
Johan tidak pernah menunjuk sesuatu karena anak autis tidak mampu merespon terhadap
minat, sehingga jika dia menginginkan sesuatu dia akan mengambil tangan pendamping.
Selain itu anak autis memiliki gangguan fungsi intelektual sehingga ia tidak mampu untuk
mengerti, mendefenisikan sesuatu yang dituju kepadanya. Hal ini berkaitan dengan tidak
aktifnya daerah otak yang memproses ekpresi wajah (daerah lobulus temporalis) dan emosi
(amygdala).
- Bermain mobil-mobilan hanya disusun berurutan dan diperhatikan hanya bagian
rodanya saja
Anak autis akan mengalami play skill impairment, yang normalnya anak yang berkembang
normal akan mendemonstrasikan kemampuan bermainnya secara fungsional ataupun simbolik
pada usia 2 tahun.
Defisit dalam kemampuan bermain meliputi kegagalan dalam mengembangkan pola simbolik
- imaginative permainan. Contohnya, andaikan ia memperhatikan satu benda, misal mobil-
mobilan, ia hanya akan memperhatikan 1 bagian saja & tidak bisa memainkan mobilan itu
secara fungsional. Kemudian ia akan cenderung mengeksplorasi aspek nonfungsional dari
suatu benda.
Diagnosis banding
Diagnosis Bahasa reseptif Bahasa
ekspresif
Kemampuan
pemecahan
masalah visuo-
motor
Pola
perkembangan
Keterlambatan
fungsional
normal Kurang normal Normal Hanya ekspresif
yang terganggu
Gangguan
pendengaran
Kurang normal Kurang normal Normal Disosiasi
Redartasi
mental
Kurang normal Kurang normal Kurang normal Keterlambatan
global
Gangguan
komunikasi
sentral
Kurang normal Kurang normal Normal Disosiasi,
deviansi
Kesulitan
belajar
normal,
kurang normal
Normal normal,
kurang normal
Disosiasi
Autis Kurang normal normal,
kurang normal
Tampaknya
normal, normal,
selalu lebih baik
dari bahasa
Deviansi,
disosiasi
Mutisme elektif normal Normal normal,
kurang normal
ASD skizofrenia ADHD Asperger’s
Syndrome
Usia saat diagnosis< 3 tahun Tidak < 5
tahun
> 2 tahun
gangguan perkembangan
bahasa
+ + - -
Gangguan komunikasi
non-verbal
+ - - +
Inattension + - + -
Hiperaktif +/- + + -
Gagguan Interaksi social + + - +
Kontak mata - + + +
Perkembangan kognitif - relative relative normal
stereotipik + + + +
Delusi, halusinasi - + - -
Kriteria Gangguan Autistik Gangguan Bahasa
Reseptif/Ekspresif Campuran
Insidensi 2-5 dalam 10.000 5 dalam 10.000
Rasio jenis kelamin (L:P) 3-4 : 1 Sama atau hampir sama
Riwayat keluarga adanya
keterlambatan bicara atau
gangguan bahasa
25% kasus 25% kasus
Ketulian yang berhubungan Sangat jarang Tidak jarang
Komunikasi nonverbal (gerak-
gerik,dll)
Tidak ada atau rudimenter Ada
Gangguan artikulasi Lebih jarang
Tingkat intelegensia Sering terganggu parah Terganggu tp kurang parah
Pola tes I.Q. Tidak rata Lebih rata
Perilaku autistic, gangguan
kehidupan social, aktivita
stereotipik dan ritualistik
Lebih sering, lebih parah Tidak ada atau jika ada kurang
parah
Permainan imaginatif Tidak ada atau rudimenter Biasanya ada
Diagnosa banding lainnya :
Retardasi mental
Gangguan pendengaran : bayi yang autistic jarang bercoleteh sedangkan bayi yang tuli
biasanya memiliki riwayat coleteh yang relative normal dab selanjutnya secra bertahap
menghilang dan berhenti pada usia 6 bulan sampai 1 tahun.selain itu anak tuli berespon
terhadap suara keras dan dekat dengan orang tuanya. Yang penting adalah audiogram
menyatakan kehilanagn pendengaran yang bermakna.
Gangguan disintegrative: perkembangan maju dengan normal selama 2 tahun pertama,
anak menunjukkan kehilangan keterampilan yang telah dicapai sebelumnya dalam dua atau
lebih bidang berikut : pemakaian bahasa,responsivitas social,bermain,keterampilan motorik,
dan pengendalian kandung kemih dan usus.
Penegakan diagnosis
a. Alloanamnesis
b. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum, pemeriksaan interna, pemeriksaan neurology, emeriksaan
psikiatri
c. Pemeriksaan lanjutan
- Observasi
- Test IQ
- Test pendengaran BERA
- EEG untuk memeriksa gelombang otak
- skrening gangguan metabolik - pemeriksaan darah dan urine untuk melihat metabolisme
makanan di dalam tubuh dan pengaruhnya pada tumbuh kembang anak
- MRI dan CAT SCAN dpt melihat struktur otak secara lebih detail
- Screening, dengan
The Checklist of Autism in Toddlers (CHAT) untuk anak usia 18 bulan – 3 tahun
The modified Checklist for Autism in Toddlers (M-CHAT)
The Screening Tool for Autism in Two-Year-Olds (STAT)
the Social Communication Questionnaire (SCQ, for children 4 years of age and older)
- Memenuhi criteria DSM IV atau ICD 10, PPDGJ III
Pedoman diagnostic untuk Autisme menurut PPDGJ-III
A. Harus ada total 6 gejala dari (1),(2) dan (3), dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-
masing 1 gejala dari ( 2 ) dan (3), yaitu :
1. Kelemahan kwalitatif dalam interaksi sosial, yang termanifestasi dalam sedikitnya 2 dari
beberapa gejala berikut ini :
a) Kelemahan dalam penggunaan perilaku nonverbal, seperti kontak mata, ekspresi wajah,
sikap tubuh, gerak tangan dalam interaksi sosial.
b) Kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
c) Kurangnya kemampuan untuk berbagi perasaan dan empati dengan orang lain.
d) Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.
2. Kelemahan kualitatif dalam bidang komunikasi.
Minimal harus ada 1 dari gejala berikut ini:
a) Perkembangan bahasa lisan terlambat.
b) Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak digunakan untuk berkomunikasi
c) Sering menggunakan bahasa yang aneh, stereotype dan berulangulang.
d) Kurang mampu bermain imajinatif ( make believe play ) atau permainan imitasi sosial
lainnya sesuai dengan taraf perkembangannya.
3. Pola perilaku serta minat dan kegiatan yang terbatas, berulang.
Minimal harus ada 1 dari gejala berikut ini:
a) Preokupasi terhadap satu atau lebih kegiatan dengan focus dan intensitas yang abnormal/
berlebihan.
b) Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik atau rutinitas
c) Gerakan-gerakan fisik yang aneh dan berulang-ulang seperti menggerak-gerakkan tangan,
bertepuk tangan, menggerakkan tubuh.
d) Sikap tertarik yang sangat kuat/ preokupasi dengan bagian-bagian tertentu dari obyek.
B. Keterlambatan atau abnormalitas muncul sebelum usia 3 tahun minimal pada salah satu bidang
(1) interaksi sosial, (2) kemampuan bahasa dan komunikasi, (3) cara bermain simbolik dan
imajinatif.
C. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa Anak .
Diagnosis multiaksial
Aksis 1 : F84.0 Autisme Masa Kanak
Aksis II: diagnosis aksis II tertunda
Aksis III : tidak ada diagnosis (none)
Aksis IV : tidak ada diagnosis(none)
Aksis V : GAF 70-61 beberapa gejala ringan dan menetap,disabilitas ringan dalam
fungsi secara umum masih baik
Diagnosis Kerja
Autistic spectrum disorder (ASD)
Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya kelainan atau
hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan dengan ciri kelainan fungsi dalam
tiga bidang interaksi sosial, komunikasi dan perilaku yang terbatas dan berulang (Aeni dkk,2001)
Etiologi dan Patogenesis
Teori psikososial (faktor psikodinamika dan keluarga)
Spekulasi awal Kanner bahwa ibu yang tidak responsive terhadap kebutuhan emosi anak menjadi
penyebab dari autis, namun tidak ada bukti yang dengan mendukung spekulasinya.teori ini justru
menyebabkan trauma pada orang tua. Akan tetapi, beberapa anak autis berespon terhadap stressor
psikososial dengan eksaserbasi gejala.
Teori biologi/ Kelainan organo-biologi-neurologi
Dasar biologi nya adalah beberapa penyakit dapat menyebabkan autisme sekunder seperti tuberous
sclerosis, fragile x syndrome, gangguan rett, down syndrome, fenilketonuria (PKU), rubella
congenital, CMV ensefalitis. Anak autis sering juga mengalami kejang yang berulang pada 1
tahun pertama kehidupan. Konsensus saat ini bahwa autis adalah sindroma gangguan perilaku
yang disebabkan oleh satu atau lebih faktor yang berperan di sistem saraf pusat. Ada temuan
bahwa anak autistik memiliki lebih banyak anomali fisik kongenital ringan dibandigkan dengan
saudaranya.
Faktor Genetik
Anak kembar menunjukkan adanya faktor genetik yang berperan dalam perkembangan autisme.
Pada anak kembar satu telur ditemukan sekitar 36-39 % sedang pada anak kembar dua telur 0 %.
Adany hubungan autisme dengan fragile X sindrom. Dalam penelitian antara 2 sampai 4 persen
saudara penderita austis mengalami hal yang sama. Dan pada laporan keluarga non autistic
beresiko tinggi terhadap gangguan perkembangan lain seperti masalah bahasa atau kognitif dalam
bentuk yang kurang parah. Usaha untuk mengidentifikasi mekanisme genetic yang terlibat masih
dilakukan.
Faktor imunologis
Inkompatibilitas imunologi antara ibu dan janin dapat menyebabkan autis. Limfosit beberapa anak
autis bereaksi dengan antibody maternal mungkin menyebabkan kerusakan jaringan neural
embrional selama masa kehamilan. Anak yang ibunya menderita kelainan autoimun beresiko
tinggi menjadi autis.
Faktor perinatal
Perdarahan maternal setelah trimester pertama dan mekonium dalam cairan dilaporkan lebih sering
pada anak autis. Migrasi sel abnormal pada 6 bulan pertama masa gestasi dan komplikasi kehmilan
pada trimester pertama mempengaruhi proses perkembangan ssp.
Temuan neuroanatomi
Lobus temporalis yang abnormal dan penurunan sel purkinje di serebelar mungkin berperan pada
autis. Hasil MRI menemukan hipoplasia lobulus VI dan VII vermal serebelar abnormalitas
kortikal, terutama polimikroglia.
Penemuan biokimia (Kelainan neurotransmitter)
Pada sepertiga dari penderita autisme ditemukan peninggian serotonin plasma. Selain itu terdapat
peninggian asam homovanilik pada cairan liquor cerebrospinal. Peningkatan homovalinic acid
(metabolit utama dopamin) dalam cairan serebrospinal yang disertai dengan peningkatan perilaku
penarikan diri dan stereotipik.
Factor eksternal ~ toxic :seperti alcohol, kokain, talidomid dan terpajan valproat inutero.
Temuan neuroanatomi
Faktor perinatal
Factor imunologis
Faktor genetika
Kelaianan organic-neurologis-biologis
Factor psikodinamika dan keluarga
Factor imunologis
Temuan biokimiawi
Gangguan neurobiologis
Autisme
Gangguan perilaku Gangguan berbahasa/komunikasi
Gangguan interaksi sosial
Epidemiologi
Prevalensi gangguan autistik terjadi 2 sampai 5 kasus per 10.000 anak dibawah usia 12 tahun.
Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah
penyandang namun diperkirakanjumlah anak autis dapat mencapai 150 --200 ribu orang.
Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6 - 4 : 1, namun anak perempuan yang
terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat dan lebih mungkin memiliki keluarga dengan
riwayat gangguan kognitif.
Faktor Resiko
- Laki- laki
- Ada riwayat keluarga yang menderita
- Paternal age: ayah yang berusia 40 tahun atau leih beresiko enam kali lebih tinggi dari ayah
berusai dibawah 30 tahun.
- Faktor lingkungan : infeksi, paparan logam berat, bahan bakar, phenol pada plastik, merokok,
alkoholisme, obat, vaksin, pestisida, dll.
Patofisiologi
Kelainan pada Otak dan Neurotransmitter pada Pasien Autis
1. Pada pasien autis diperkirakan terdapat keabnormalan pada lobus temporalis. Lobus temporalis itu
sendiri berperan pada proses bahasa, ingatan, dan emosi.
Pada percobaan terhadap binatang, bila lobus temporalisnya dirusak, maka perilaku social yang
diharapkan menghilang, dan kegelisahan, perilaku motorik berulang, dan kumpulan perilaku
terbatas ditemukan.
2. Terdapat penurunan sel purkinje di serebelum, kemungkinan menyebabkan kelainan atensi,
kesadaran, dan proses sensorik.
3. Sekurang-kurangnya sepertiga pasien dengan gangguan autistic mengalami peningkatan serotonin
plasma yang dapat menyebabkan mania.
Manifestasi klinis
1. Gangguan pada bidang komunikasi verbal dan non verbal
• Terlambat bicara atau tidak dapat berbicara
• Mengeluarkan kata – kata yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain yang sering disebut
sebagai bahasa planet
• Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata – kata dalam konteks yang sesuai
• Bicara tidak digunakan untuk komunikasi
• Meniru atau membeo , beberapa anak sangat pandai menirukan
nyanyian , nada , maupun kata – katanya tanpa mengerti artinya
• Kadang bicara monoton seperti robot
• Mimik muka datar
• Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan
bereaksi dengan cepat
2. Gangguan pada bidang interaksi sosial
• Menolak atau menghindar untuk bertatap muka
• anak mengalami ketulian
• Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk
• Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang
• Bila menginginkan sesuatu ia akan menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan
orang tersebut melakukan sesuatu untuknya.
• Bila didekati untuk bermain justru menjauh
• Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain
• Kadang mereka masih mendekati orang lain untuk makan atau duduk di pangkuan
sebentar, kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik apapun
• Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya dibandingkan terhadap
orang tuanya
3. Gangguan pada bidang perilaku dan bermain
• Seperti tidak mengerti cara bermain, bermain sangat monoton dan melakukan gerakan yang
sama berulang – ulang sampai berjam – jam
• Bila sudah senang satu mainan tidak mau mainan yang lain dan cara bermainnya juga aneh
• Keterpakuan pada roda (dapat memegang roda mobil – mobilan terus menerus untuk
waktu lama)atau sesuatu yang berputar
• Terdapat kelekatan dengan benda – benda tertentu, seperti sepotong tali, kartu, kertas, gambar
yang terus dipegang dan dibawa kemana- mana
• Sering memperhatikan jari – jarinya sendiri, kipas angin yang berputar, air yang bergerak
• Perilaku ritualistik sering terjadi
• Anak dapat terlihat hiperaktif sekali, misal; tidak dapat diam, lari kesana sini, melompat –
lompat, berputar – putar, memukul benda berulang – ulang
• Dapat juga anak terlalu diam
4. Gangguan pada bidang perasaan dan emosi
• Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misal melihat anak menangis tidak merasa
kasihan, bahkan merasa terganggu, sehingga anak yang sedang menangis akan di datangi
dan dipukulnya
• Tertawa – tawa sendiri , menangis atau marah – marah tanpa sebab yang nyata
• Sering mengamuk tidak terkendali ( temper tantrum) , terutama bila tidak mendapatkan apa yang
diingginkan, bahkan dapat menjadi agresif dan dekstruktif
5. Gangguan dalam persepsi sensoris
• Mencium – cium , menggigit, atau menjilat mainan atau benda apa saja
• Bila mendengar suara keras langsung menutup mata
• Tidak menyukai rabaan dan pelukan . bila digendong cenderung merosot untuk melepaskan
diri dari pelukan
• Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan bahan tertentu
Penatalaksanaan
Medikamentosa – mengatasi gejala autisme tanpa menghilangkan secara total
1. Antidepresan dan antianxietas– mengurangi efek stimulasi perilaku sendiri, mengurangi
pergerakan berulang dan temper tantrums
a. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) - Atomoxetine 0.5 mg/kg PO
b. Imipramine 10-25 mg/d PO
c. Bupropion 37.5-300 mg/d PO} antidepresan
d. Desipramine 10-25 mg PO
2. Psikotropik – bekerja sebagai antipsikotik, mengatasi gejala dari autisme, mengurangi perilaku
agresif, pergerakan berulang
a. Methylphenidate
b. Dexmethylphenidate
c. Amphetamine
3. Stimulan – untuk mengontrol perilaku dan afek (mood), mengatur fokus (lebih mudah
berkonsentrasi) metamfetamin
4. Fenfluramin : Suatu obat yang mempunyai efek mengurangi kadar serotonin darah yang
bermanfaat pada beberapa anak autisme
5. Ritalin Untuk menekan hiperaktifitas
6. Risperidon dengan dosis 2 x 0,1 mg telah dapat mengendalikan perilaku dan konvulsi.
Selain medikamentosa, ada 10 Jenis Terapi Autisme yang dapat dilakukan pada kasus:
1. Terapi pendidikan dan perilaku : Applied Behavioral Analysis (ABA) dan Treatment
and Education of Autistic and Related Communication Handicaped Children (TEACCH)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain khusus
untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan
memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian).
2. Terapi Wicara
Anak yang mengalami hambatan bicara dilatih dengan proses pemberian reinforcement dan meniru
vokalisasi terapis,terapi bicara dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi anak autis.
3. Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-
geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan
untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini
terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot -otot halusnya dengan benar.
4. Terapi Fisik /fisioterapi
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik
mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya. Kadang-kadang tonus ototnya lembek
sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi
sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki
keseimbangan tubuhnya.
5. Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan
interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah,
membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan
memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara -
caranya.
6. Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain.
Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang
terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
7. Terapi Perilaku
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka,
mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap
suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku
terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan
merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya.
8. Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi
perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya,
kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan
berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.
9. Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang
kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar,
misalnya dengan metode dan PECS ( Picture Exchange Communication System). Beberapa video
games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.
10. Terapi Biomedik
Gejala-gejala anak autis diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada
gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah,
urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi
bersih dari gangguan.
Diet
Penderita autis mungkin menderita cerebral alergies sehingga dibutuhkan intervensi untuk
meningkatkan kekebalan dan menghindari alergi seperti:
a. Hindari makanan yang mengandung casein dan protein tepung (glutein)
b. Berikan Sinbiotik yaitu gabungan probiotik dan prebiotik. Probiotik adalah mikroorganisme
hidup yang dimakan untuk memperbaiki secara menguntungkan keseimbangan mikroflora usus.
c. Berikan vitamin C sebagai antioksidan.
d.Hindari makanan yang mengandung pengawet
Prognosis
o Pada gangguan autisme, anak yang mempunyai IQ diatas 70 dan mampu menggunakan
komunikasi bahasa mempunyai prognosis yang baik,. Kira-kira dua pertiga orang dewasa
autisme bergantung sepenuhnya atau setengah bergantung pada keluarga atau di rumah sakit
jiwa. Hanya 1-2% dapat hidup normal dan berstatus independent, dan 5-20% mendapat status
normal borderline.
o Dengan terapi yang baik, penderita autis akan menunjukkan perbaikan.Akan tetapi, sejauh ini
penyandang autis tidak bisa sembuh secara total namun dapat diminimalisir sehingga si anak
mampu tumbuh dalam hidup dan perkembangan yang normal.
o IQ di bawah 50 pada umur sekolah dan ketidakmampuan berbicara di umur 5-6 tahun memiliki
prognosa yang sangat buruk
o Adanya epilepsi dan penyakit comorbid lainnya merupakan prediksi untuk prognosis yang
buruk
o Prognosis baik bila sudah memlliki kemampuan berbahasa, IQ lebih besar dari 50, adanya
keahlian bila IQ lebih besar dari 50. Bila memiliki kriteria prognosis tersebut:
12 % akan punya kecerdasan yang tinggi sama seperti orang dewasa lainnya
10 % memiliki beberapa teman dan bekerja dengan bantuan orang lain.
19 % bisa hidup sendiri tetapi membutuhkan sedikit dukungan orang lain
46 % membutuhkan dukungan khusus
12 % membutuhkan dukungan intensif dari rumah sakit.
Komplikasi
o Anak autis yang tidak terdeteksi secara dini akan mengalami gangguan bicara, interaksi social
dan perilaku yang menetap.
o Jika gagal dideteksi dan tidak sesuainya intervensi akan menyebabkan terjadinya
eksaserbasi ketidakmampuan (disabilitas) dalam akademik,sosial, dan pekerjaan.
o Meningkatkan resiko terjadinya mejor deppresion sekunder atau reaksi lainnya
o Malnutrisi
o Gangguan tidur
KDU
2 : Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray).
Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti
sesudahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Maslim, Rusdi. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Nuh Jaya
Kaplan, Harold I., dkk. 2010. Sinopsis Psikiatri, Jilid 2. Jakarta: Bina Rupa Aksara