skenario 1 wrap up blok urin

Upload: inezlitha

Post on 10-Jan-2016

33 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pbl skenario 1

TRANSCRIPT

SKENARIO 1BENGKAK SELURUH TUBUHSeorang anaka laki-laki berusia 6 tahun, dibawa ibunya ke dokter karena bengkak di seluruh tubuh, kelahan juga disertai dengan BAK menjadi jarang dan tampak keruh. Sebelum sakit, nafsu makan pasien baik. Pasien mengalami radang tenggorokan 2 minggu yang lalu, sudah berobat ke dokter dan dinyatakan sembuh. Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal.Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU : komposmentis,tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 100x/menit, suhu 37C, frekuensi nafas 24x/menit. Didapatkan bengkak pada kelopak mata, tungkai dan kemaluan. Pada abdomen didapatkan ascites. Jantung dan paru dalam batas normal. Pemeriksaam urinalisis didapatkan proteinuria dan hematuria.

KATA SULIT1. Proteinuria: Adanya protein dalam urin.2. Hematuria : Adanya sel darah merah dalam urin.3. Urinalisis: Pemeriksaan urin untuk diagnosis dan deteksi kondisi kesehatan tertentu. PERTANYAAN1. Apa penyebab bengkak seluruh tubuh ? Karena retensi cairan pada ginjal karena banyak makan makanan yang mengandung garam tinggi.2. Apa diagnosis dari kasus tersebut? Sindroma Nefrotik.3. Apa penyebab hematuria dan proteinuria ? Karena ada kerusakan pada glomerulus sehingga darah dan protein tidak difiltrasi kembali.4. Apa hubungan radang tenggorokan dengan bengkak seluruh tubuh ? Masih terdapat kompleks antigen antibodi pada sirkulasi darah.5. Mengapa BAKnya jarang ? Karena terdapat penimbunan cairan diseluruh tubuh.6. Mengapa urinnya keruh ? Karena dalam urin terdapat eritrosit dan protein.7. Apa pemeriksaan penunjang selain urinalisis ? Pemeriksaan darah (ureokreatinin), pemeriksaan urin khusus (CCT/LFG), USG ginjal, BNOIVP.8. Apa tatalaksana untuk pasien tersebut ? Farmakologi : deuretik.Non farmakologi : makan makanan rendah garam, kateter, observasi cairan.9. Mengapa pada pasien tidak ditemukan kelainan pada paru dan jantung ? Karena retensi cairan pada ginjal.

HIPOTESISRetensi cairan pada gingal dan kompleks imun pada sirkulasi darah adalah penyebab dari Sindroma Nefrotik dan mempunyai faktor resiko seperti pernah terjadi radang tenggorokan yang sudah sembuh. patofisiologinya terdapat kerusakan pada glomerulus sehingga darah dan protein tidak difiltrasi kembali, retensi cairan pada ginjal karena banyak makan makanan yang mengandung garam tinggi. terdapat manifestasi klinik seperti bengkak seluruh tubuh terutama pada kelopak mata, tungkai dan kemaluan, BAK jarang dan menjadi keruh. Sehingga dilakukan pemeriksaan urinalisis selain itu juga terdapat pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah, pemeriksaan urin khusus (CCT), USG ginjal dan BNOIVP. Diperoleh diagnosis sindroma nefrotik terdapat juga diagnosis bandingnya seperti kelainan pada paru dan jantung, kompleks imun. Dilakukan Tatalaksana secara farmakologi diberi deuretik dan non farmakologi seperti makan makanan yang rendah garam, pemasangan kateter dan observasi cairan yang masuk dan keluar tubuh.

SASARAN BELAJAR1. Memahami dan menjelaskan anatomi ginjal dan saluran kemih 1.1 Anatomi Makro1.2 Anatomi Mikro2. Memahami dan menjelaskan Faal Ginjal, Pemebentukan Urin, dan Aspek Biokim3. Memahami dan mejelaskan Sindroma Nefrotik3.1 Definisi3.2 Etiologi3.3 Epidemiologi3.4 Patofisisologi 3.5 Manifestasi klinik 3.6 Diagnosis dan Diagnosis banding3.7 Pemeriksaan Penunjang3.8 Tatalaksana 3.9 Komplikasi 3.10 Prognosis 3.11 Pencegahan 4. Memahami dan menjelaskan Kenajisan Urin dan Darah menurut Fiqih Islam

SASARAN BELAJAR

1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI GINJAL DAN SALURAN KEMIH.1.1 ANATOMI MAKROGinjal terletak retroperitonium di depan dua costae terakhir (11 dan 12) dan tiga otot besar (m. Transversus abdominalis, m. Quadratus lumborum, dan m. Psoas major) dengan berat sekitar 120-150 gr. Ginjal berbentuk seperti kacang tanah yang dari luar mempunyai :1. Ekstrimitas superior/ cranialis/ polus cranialis2. Ekstrimitas inferior/ caudalis/ polus caudalis3. Margo lateralis lebih kedepan4. Margo Medialis lebih kebelakang, dimana terdapat hilum renalis. Alat-alat yang masuk dan keluar hilum renalis, diantaranya :a. Arteri dan Vena Renalisb. Nervus vasomotor simpatisc. Pembuluh getah beningd. Ureter.

Ginjal kiri lebih tinggi dibanding dengan ginjal kanan sekitar setengah vertebrae, terletak mulai tepi atas VT 12 sampai VL 3, atau sekitar empat ruas vertebrae. Karena ginjal kiri lebih tinggi maka ginjal kiri terdapat dua costae yaitu, costae 11 dan 12, ginjal kanan hanya punya 1 costae yaitu, costae 12. Ginjal tidak sejajar dengan linea medialis posterior. Axisnya miring, yaitu cranio media ke cranio lateral.Ginjal diliputi oleh kapsula cribrosa tipis mengkilat, yang berkaitan longgar dengan jaringan dibawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal, disebut Fascia Renalis. Ginjang juga mempunyai selubung yang langsung membungkus ginjal disebut Capsula Fibrosa, sedangkan yang membungkus lemak disebut capsula adiposa.

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:a. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.b. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).c. Columna renalis bertini, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjald. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah kortekse. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.f. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor.g. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.h. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.i. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix major dan ureter.j. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Vaskularisasi ginjal terbagi dua, yaitu :1. Medulla : Dari Aorta Abdominalis bercabang menjadi a.Renalis dextra dan sinistra, masuk melalui hilum renalis menjadi a.Segmentalis (a.lobaris) a.interlobaris lalu menjadi a.arcuata lanjut menjadi a.interlobularis lalu a.afferen dan selanjutnya masuk ke bagian cortex renalis ke dalam glomerulus, dan terjadi filtrasi.2. Cortex : a.afferen berhubungan dengan v.interlobularis, bermuara ke v.Arcuata bermuara ke v.Interlobaris bermuara ke v.Lobaris (v.Segmentalis) bermuara ke v.Renalis Dextra dan Sinistra selanjutnya ke Vena Cava Inferior.Ciri Khusus vaskularisasi ginjal :1. Unit dalam vas afferens, mempunyai myoepitel (pada capsula bowman) yang berfungsi sebagai otot untuk berkontraksi2. Ada hubungan langsung antara arteri dengan vena disebut arterio venosa anastomosis.3. Adanya END ARTERY yaitu, pembuluh nadi yang buntu yang tidak mempunyai sambungan dengan kapiler, sehingga kalau terjadi penutupan yang lama akan terjadi arteri degenerasi.Inervasi : Plexus sympaticus renalis Serabut afferen melalui plexus renalis menuju medulla spinalis n.thoracalis X, XI, dan XII.Pembuluh Lymphe :Mengikuti v.Renalis melalui nl.aorta lateral, sekitar pangkal a.renalis.

URETER

Ureter merupakan struktur tubular yang memiliki panjang 25 - 30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewas. Dinding ureter dibentuk dari tiga lapisan jaringan. Lapisan bagian dalam merupakan membran mukosa yang berlanjut sampai lapisan pelvis renalis dan kandung kemih. Lapisan tengah terdiri dari serabut otot polos yang menstranpor urin melalui ureter dengan gerakan peristaltis yang distimulasi oleh distensi urin di kandung kemih. Lapisan luar ureter adalah jaringan penyambung fibrosa yang menyongkong ureter.

Pars abdominalis ureter Yaitu yang berada dari pelvis renalis sampai menyilang vasa iliaka. Vasa spermatika dan ovarika interna menyilang ureter secara oblique. Ureter akan mencapai kavum pelvis dan menyilang arteri iliaka eksterna. Pars pelvis ureter Yaitu mulai dari persilangan dengan vasa iliaka sampai masuk ke buli-buli. Pars pelvis ureter berjalan pada bagian dinding lateral dari kavumpelvis sepanjang tepi enterior dari insisura iskiadika mayor dan tertutup oleh peritoneum. Ureter dapat ditemukan di depan arteri hipogastrika bagian dalam nervus obturatoris arteri fasialis anterior dan arteri hemoroidalis media. Pada bagian bawah insisura askhiadika mayor urewter agak miring ke bagian medial untuk mencapai sudut lateral dari kandung kemih.Di samping itu ureter secara radiologis dibagi 3 bagian yaitu : Ureter 1/3 Proksimal mulai dari pelvis renalis sampai batas atas sacrum. Ureter 1/3 medial mulai dari batas sacrum sampai pada batas atas bawah sacrum sampai masuk ke buli-buli.Lapisan Ureter ; Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa) Lapisan tengah (otot polos) Lapisan sebelah dalam (lapisan mukosa)Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan inferior.(Sofwan, Achmad.2015.Anatomi Systema Urogenitale.Jakarta: Bagian Anatomi Universitas Yarsi).

VESIKA URINARIADisebut juga bladder/kandung kemih, retroperitoneal karena hanya dilapisi peritoneum pada bagian superiornya. Terletak pada region hypogastrica (supra pubis).

Vesica Urinaria mempunyai 4 bagian, yaitu :a. Apex vesicale, dihubungkan ke cranial oleh urachus sampai ke umbilicus membentuk ligamentum vesico umbilicale mediale.b. Corpus vesicae, antara apex dan fundus.c. Fundus (basis) vesicae, sesuai dengan basis.d. Cervix vesicae, sudut caudal mulai uretra dengan ostium uretra internum.Lapisan dalam vesica urinaria pada muara masuknya ureter terdapat plica ureterica yang menonjol. Ketika VU ini kosong maka plica ini terbuka sehingga urin dapat masuk dari ginjal melalui ureter, sedangkan ketika VU penuh maka plica ini akan tertutup karena terdorong oleh urin sehingga urin tidak akan naik ke atas ureter.Membran mukosa VU pada waktu kosong membentuk lipatan yang sebagian menghubungkan kedua ureter membentuk plica interureterica. Bila dihubungkan dengan ostium uretra internum maka akan membentuk segitiga yang disebut trigonum vesicae (litaudi). Lapisan otot VU terdiri dari 3 otot polos membentuk trabekula yang disebut m.Destrusor vesicae yang akan menebal di leher VU membentuk sfingter vesicae.

Perdarahan Vesica UrinariaBerasal dari Aa.Vesicalis superior dan A.vesicalis inferior cabang dari A.iliaca interna, sedangkan pembuluh baliknya melalui V.vesicalis menyatu disekeliling VU membentuk plexus dan akan bermuara ke V.iliaca internaPersarafan Vesica UrinariaVU dipersarafi oleh cabang-cabang plexus hypogastricus inferior yaitu :a. Serabut-serabut post ganglioner simpatis glandula para vertebralis L1-2b. Serabut-serabut preganglioner parasimpatis N.S2,3,4 melalui N.splancnicus dan plexus hypogastricus inferior mencapai dinding vesica urinaria.

URETRAMerupakan saluran keluar dari urin yang dieksresikan oleh tubuh melalui ginjalm ureter, vesica urinary, mulai dari ujung bawah VU sampai ostium uretra eksternum. Uretra pria lebih panjang daripada wanita karena pada perjalanannya tidak sama dan beda alat-alat di panggul. Uretra pria panjangnya sekitar 15-25 cm sedangkan wanita kurang lebih 4-5 cm.Uretra pria dibagi atas :a. Pars prostatica, uretra melalui prostat. Panjangnya sekitar 3cm.b. Pars membranaceae, melalui trigonum urogenitalis. Panjangnya sekitar 2 cm.c. Pars spongiosa, berjalan di dalam corpus cavernosum uretra, dimulai dari fossa intratubularis sampai dengan pelebaran uretra yang disebut fossa terminalis (fossa naviculare uretra).

1.2 ANATOMI MIKRO

GINJAL Korteks: Glomerulus (banyak), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distal Medula: Duktus Coligens, Ductus Papillaris (bellini) dan Ansa Henle

Unit fungsional ginjal1. NephronCorpus Malpighi / Renal Corpuscle Capsula Bowman Pars parietalis: epitel selapis gepeng. Berlanjut menjadi dinding tubulus proximal Pars visceralis terdiri dari podocyte, melapisi endotel Urinary space diantara kedua lapisan Glomerulus Gulungan kapiler, berasal dari percabangan arteriol afferen dibungkus oleh capsula Bowman keluar sebagai vas efferent

Sel-sel di glomerulus yang berperan dalam Glomelurar filtration barriera) Endothel Type fenestrata Sitoplasma melebar, tipis dan mempunyai fenestrab) Membrana BasalisFusi antara membrana basalis podocyte dan endothel Lamina rara interna Lamina densa Lamina rara externac) Podocyte Sel epiteloid besar, tonjolan sitoplasma (foot processes) bercabang Cabang sekunder (pedicle) menempel pada membrana basalis Bersama sel endothel menyaring darahd) Sel Mesangial intra glomerularis Berasal dari sel jaringan mesenchyme Pada matrix mesangial di antara kapiler glomerulus Fagositosis benda asing, immune complex yang terjebak pada sel endothel / glomerular filtration barrier Cabang sitoplasma sel mesangial dapat mencapai lumen kapiler, melalui sela sel endothelSel-sel yang berperan dalam sekresi renina) Macula densa Bagian dari tubulus distal di cortex berjalan diantara vas afferen dan vas efferen dan menempel ke renal corpusclemenjadi lebih tinggi dan tersusun lebih rapat, disebut macula densab) Sel juxta glomerularis Merupakan perubahan sel otot polos tunica media dinding arteriole afferen Sel otot polos berubah menjadi sel sekretorik besar bergranula yang mengandung reninc) Sel Polkisen (sel mesangial extra glomerularis) Sel polkisen (bantal), lacis cells Mengisi ruang antara vas afferen, makula densa dan vas efferen Berasal dari mesenchyme, mempunyai kemampuan fagositosis Berhubungan dengan sel mesangial intraglomerular Tertanam didalam matrix mesangial

Tubulus Tubulus contortus proximalis

epitel selapis kubis batas sel sukar dilihat Inti bulat, letak berjauhan Sitoplasma asidofil (merah) Mempunyai brush border Fungsi: reabsorbsi glukosa, ion Na, Cl dan H2O Tubulus Kontortus Distal

Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok. Dindingnya disusun oleh selapis sel kuboid dengan batas antar sel yang lebih jelas dibandingkan tubulus kontortus proksimal. Inti sel bundar dan bewarna biru. Jarak antar inti sel berdekatan. Sitoplasma sel bewarna basofil (kebiruan) dan permukaan sel yang mengahadap lumen tidak mempunyai paras sikat. Bagian ini terletak di korteks ginjal. Fungsi bagian ini juga berperan dalam pemekatan urin. Ansa Henle

Ansa Henle Segmen Tipis Mirip pembuluh kapiler darah, tetapi epitelnya lebih tebal, sehingga sitoplasma lebih jelas terlihat Dalam lumennya tidak terdapat sel-sel darahAnsa Henle Segmen Tebal Pars Desendens Mirip tubulus kontortus proximal tetap diameternya lebih kecil dan dindingnya lebih tipis selalu terpotong dalam berbagai potonganAnsa Henle Segmen Tebal Pars Asenden Mirip tubulus kontortus distal, tetapi diameternya lebih kecil dan dindingnya lebih tipis selalu terpotong dalam berbagai potongan epitel selapis kubis batas-batas sel lebih jelas Inti bulat, letak agak berdekatan Sitoplasma basofil (biru) Tidak mempunyai brush border Absorbsi ion Na dalam pengaruh aldosteron. Sekresi ion K

2. Ductus Coligens Saluran pengumpul, menampung beberapa tubulus distal, bermuara sebagai ductus papillaris Bellini di papilla renis Mirip tub.kont.distal Batas2 sel epitel jelas Sel lebih tinggi dan lbh pucat

URETERDinding saluran urinarius berstruktur sama yaitu terdapat tunika mukosa, tunika muscular dan tunika adventitia. Tunika mukosa terdiri dari epitel transisional dan tunika muscularis terdiri dari dua lapis oto yang berslingan.Tunika mukosa pada ureter terlipat kedalam. Pada tunika muscularisnya terdapat 2 lapisan otot yaitu bagian luar otot polos tersusun sirkuler dan bagian dalam otot polos tersusun longitudinal. Dan lapisan terakhir terdapat tunika adventitia.

VESIKA URINARIATunika mukosa VU dilapisi oleh epitel transisional dengan ketebalan 5-6 lapisan, namun pada saat sel meregang menjadi 2-3 lapisan. Pada permukaan sel dapat ditemukan sel payung. Tunika muskularisnya terdiri dari 3 lapisan otot yaitu bagian luar terdapat otot polos tersusun secara longitudinal, bagian tengan terdapat otot polos tersusun secara sirkular dan bagian dalam tersusun otot polos tersusun secara longitudinal.

URETRAUretra WanitaDilapisi oleh epiter berlapis gepeng dan terkadang ada yang dilapisi oleh epitel bertingkat toraks. Ditengah-tengah uretra terdapat sfingter eksterna / muscular bercorak.

Uretra PriaPada pars prostatica dilapisi oleh epitel transisional. Pada pars membranaceae dilapisi oleh epitel bertingkat toraks. Pada pars spongiosa umumnya dilapisi oleh epitel bertingkat torak namun diberbagai tempat terdapat epitel berlapis gepeng.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Bb4-Ginjal.pdf

2. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN FAAL GINJAL, PEMBENTUKAN URIN DAN ASPEK BIOKIMFungsi homeostatik : Ekskresi produk sisa metabolik, bahan kimia asing, obat dan metabolit hormon Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit Pengaturan tekanan arteri Pengaturan keseimbangan asam basa Pengaturan pembentukan eritrosit Pengaturan pembentukan 1,25-dihidroksivitamin Sintesis glukosa. (Guyton)Pembentukan urinEmpat proses utama pembentukan urin:

1. Filtrasi glomerulusProses penyaringan besar-besaran plasma (hampir bebas protein) dari kapiler glomerulus ke dalam kapsula bowman. Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur spesifik dibuat untuk menahan komonen selular dan medium-molekular-protein besar kedalam vascular system, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus tersusun dari jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai arteriol eferen yang meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus didalam lapisan sel epithelium yang disebut kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula bowman disebut bowman space dan merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, yang menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Struktur kapiler glomerular terdiri atas 3 lapisan yaitu : endothelium capiler, membrane dasar, epiutelium visceral. Endothelium kapiler terdiri satu lapisan sel yang perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela atau fenestrate (Guyton.2008).

Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatn untuk proses filtrasi. Normalnya tekanan onkotik di bowman space tidak ada karena molekul protein yang medium-besar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi ( filtration barrier ) bersifat selektif permeable. Normalnya komponen seluler dan protein plasmatetap didalam darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring (Guyton.2008).

Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring, sebaliknya molekul 2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik juga mempengaruhi kemampuan dari komponen darah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu beban listirk (electric charged ) dari sretiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation ( positive ) lebih mudah tersaring dari pada anionBahan-bahan kecil yang dapat terlarut dalam plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan.Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung protein (Guyton.2008).Laju filtrasi glomerulus (GFR= Glomerulus Filtration Rate) dapat diukur dengan menggunakan zat-zat yang dapat difiltrasi glomerulus, akan tetapi tidak disekresi maupu direabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang terdapat dalam urin diukur persatuan waktu dan dibandingkan dengan jumlah zat yang terdapat dalam cairan plasma. Faktor yang mempengaruhi LFG :LFG = Kf x (PKG + KpB) (PKpB + KG)Kf = koefisien filtrasi = permeabilitas x luas permukaan filtrasiPKG = tekanan hidrostatik kapiler glomerulusPKpB = tekanan hidrostatik kapsula BowmanKpB = tekanan onkotik di kapsula Bowman = 0KG = tekanan onkotik kapiler glomerulusa. Keadaan normal Kf jarang berubah berubah dalam keadaan patologis. Dapat berubah karena kontraksi atau relaksasi sel mesangial yang terdapat antara ansa-ansa kapiler glomerulus. b. Kontraksi mengurangi permukaan kapiler dan dilatasi menambah luas permukaan glomerulus.c. Radang glomerulus dapat merusak glomerulus tidak berfungsi mengurangi luas permukaan filtrasi.(PKG - PKpB - KG) = tekanan filtrasi bersihPengaturan GFR (Glomerulus Filtration Rate)

Rata-rata GFR normal pada laki-laki sekitar 125 ml/menit. GFR pada wnita lebih rendah dibandingkan pada pria. Factor-faktor yang mempengaruhi besarnya GFR antara lain ukuran anyaman kapiler, permiabilitas kapiler, tekanan hidrostatik, dan tekanan osmotik yang terdapat di dalam atau diluar lumen kapiler. Proses terjadinya filtrasi tersebut dipengaruhi oleh adanya berbagai tekanan sebagai berikut:

a. Tekanan kapiler pada glomerulus 50 mmHgb. Tekanan pada capsula bowman 10 mmHgc. Tekanan osmotic koloid plasma 25 mmHG

Ketiga faktor diatas berperan penting dalam laju peningkatan filtrasi. Semakin tinggi tekanan kapiler pada glomerulus semakin meningkat filtrasi dan sebaliknya semakin tinggi tekanan pada capsula bowman. serta tekanan osmotic koloid plasma akan menyebabkan semakin rendahnya filtrasi yang terjadi pada glomerulus. Komposisi Filtrat Glomerulus

Dalam cairan filtrate tidak ditemukan erytrocit, sedikit mengandung protein (1/200 protein plasma). Jumlah elektrolit dan zat-zat terlarut lainya sama dengan yang terdapat dalam cairan interstitisl pada umunya. Dengan demikian komposisi cairan filtrate glomerulus hampir sama dengan plasma kecuali jumlah protein yang terlarut. Sekitar 99% cairan filtrate tersebut direabsorpsi kembali ke dalam tubulus ginjal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus sebagai berikut:

a. Tekanan glomerulus: semakin tinggi tekanan glomerulus semakin tinggi laju filtrasi, semakin tinggi tekanan osmotic koloid plasmasemakin menurun laju filtrasi, dan semakin tinggi tekanan capsula bowman semakin menurun laju filtrasi. b. Aliran dara ginjal: semakin cepat aliran daran ke glomerulus semakin meningkat laju filtrasi. c. Perubahan arteriol aferen: apabial terjadi vasokontriksi arteriol aferen akan menyebabakan aliran darah ke glomerulus menurun. Keadaan ini akan menyebabakan laju filtrasi glomerulus menurun begitupun sebaliknya. d. Perubahan arteriol efferent: pada kedaan vasokontriksi arteriol eferen akan terjadi peningkatan laju filtrasi glomerulus begitupun sebaliknyae. Pengaruh perangsangan simpatis, rangsangan simpatis ringan dan sedang akan menyebabkan vasokontriksi arteriol aferen sehingga menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus. f. Perubahan tekanan arteri, peningkatan tekanan arteri melalui autoregulasi akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteriol aferen sehinnga menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus.

2. Reabsorpsi tubulus

Perpindahan zat dari lumen tubulus menuju plasma kapiler peritubulus. Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari filtered solute. Kecepatan dan kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus renal tiak sama. Pada umumnya pada tubulus proksimal bertanggung jawab untuk mereabsorbsi ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain. Paling tidak 60% kandungan yang tersaring di reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan tubulus proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan mempunyai hubungan dengan kapiler peritubular yang memfasilitasi pergherakan dari komponen cairan tubulus melalui 2 jalur : jalur transeluler dan jalur paraseluler. Jalur transeluler, kandungan ( substance ) dibawa oleh sel dari cairn tubulus melewati epical membrane plasma dan dilepaskan ke cairan interstisial dibagian darah darisel, melewati basolateral membrane plasma. Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler bergerakdari vcairan tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur permeable yang mendempet sel tubulus proksimal satu daln lainnya. Paraselluler transport terjadi dari difusi pasif. Di tubulus proksimal terjadi transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi optimal, Na, K, ATPase pump manekan tiga ion Na kedalam cairan interstisial dan mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehingga konsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K di sel bertambah. Selanjutnya disebelah luar difusi K melalui canal K membuat sel polar. Jadi interior sel bersifat negative . pergerakan Na melewati sel apical difasilitasi spesifik transporters yang berada di membrane. Pergerakan Na melewati transporter ini berpasangan dengan larutan lainnya dalam satu pimpinan sebagai Na ( contransport ) atau berlawanan pimpinan ( countertransport ) (sherwood, 2006).Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini ( secondary active transport ) termasuk gluukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan organic anion. Pengambilan active substansi ini menambah konsentrasi intraseluler dan membuat substansi melewati membrane plasma basolateral dan kedarah melalui pasif atau difusi terfasilitasi. Reabsorbsi dari bikarbonat oleh tubulus proksimal juga di pengaruhi gradient Na (Sherwood, 2006)Hampir 99% dari cairan filtrate direabsorpsi kembali bersama zat-zat yang terlarut didalam cairan filtrate tersebut. Akan tetapi tidak semua zat-zat yang terlarut dapat direabsorpsi dengan sempurna, antara lain glukosa dan asam amino. Mekanisme terjadinya reabsorpsi pada tubulus melalui dua cara yaitu: a. Transfort aktif Zat-zat yang mengalami transfort aktif pada tubulus proksimal yaitu ion Na+, K+, PO4-, NO3-, glukosa dan asam amino. Terjadinya difusi ion-ion khususnya ion Na+, melalui sel tubulus kedalam pembuluh kapiler peritubuler disebabkan perbedaan ptensial listrik didalam ep-itel tubulus (-70mvolt) dan diluar sel (-3m volt). Perbedaan electrochemical gradient ini membentu terjadinya proses difusi. Selain itu perbedaan konsentrasi ion Na+ didalam dan diluar sel tubulus membantu meningkatkan proses difusi tersebut. Meningkatnya difusi natrium diesbabkan permiabilitas sel tubuler terhadap ion natrium relative tinggi. Keadaan ini dimungkinkan karena terdapat banyak mikrovilli yang memperluas permukaan tubulus. Proses ini memerlukan energi dan dapat berlangsung terus-menerus.

b. Transfor pasif Terjadinya transport pasif ditentukan oleh jumlah konsentrasi air yang ada pada lumen tubulus, permiabilitas membrane tubulus terhadap zat yang terlarut dalam cairan filtrate dan perbedaan muatan listrikpada dinding sel tubulus. Zat yang mengalami transfor pasif, misalnya ureum, sedangkan air keluar dari lumen tubulusmelalui prosese osmosis. Perbedan potensial listrik didalam lumen tubulus dibandingkan diluar lumen tubulus menyebabkan terjadinya proses dipusi ion Na+ dari lumen tubulus kedalam sel epitel tubulus dan selanjutnya menuju kedalam sel peritubulus. Bersamaan dengan perpindahan ion Na+ diikuti pula terbawanya ion Cl-, HCO3- kedalam kapiler peritubuler. Kecepatan reabsorsi ini ditentukan pula oleh perbedaan potensial listrik yang terdapat didalam dan diluar lumen tubulus. Untuk menjelaskan proses diatas dapat dilihat pada gambar 1.3 dibawah ini: Sedangkan sekresi tubulus melalui proses: sekresi aktif dan sekresi pasif. Sekresi aktif merupakan kebalikan dari transpor aktif. Dalam proses ini terjadi sekresi dari kapiler peritubuler kelumen tubulus. Sedangkan sekresi pasif melalui proses difusi. Ion NH3- yang disintesa dalam sel tubulus selanjutnya masuk kedalam lumen tubulus melalui proses difusi. Dengan masuknya ion NH3- kedalam lumen tubulus akan membantu mengatur tingkat keasaman cairan tubulus. Kemampuan reabsorpsi dan sekresi zat-zat dalam berbagai segmen tubulus berbeda-beda.3. Sekresi tubulus

Perpindahan zat dari plasma kapiler menuju lumen. Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali (Sherwood.2001).

Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03`, dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osn osis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal (Sherwood.2001).

4. Augmentasi

Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat. Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya sebagai pelarut (Sherwood.2006). Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin.Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah (Sherwood.2006).

Komposisi. Urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut sebagai berikut:

1. Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari katabolisme asam nukleat, dan kreatinin dari proses penguraian kreatin fosfat dalam jaringan otot.2. Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah.3. Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen normal dalam jumlah kecil.4. Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, amonium, sulfat, fosfat, kalsium, dan magnesium.5. Hormon atau metabolit hormon ada secara normal dalam urin.6. Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim secara normal ditemukan dalam jumlah yang kecil.7. Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar badan keton, zat kapur (terbentuk saat zat mengeras dalam tubulus dan dikeluarkan), dan batu ginjal atau kalkuli.

Zat normal dalam urine: 1. Urea, hasil akhir utama dari katabolisme protein. Sehari diekskresikan 25 gr, tergantung intake proteinnya. Ekskresi naik pada saat demam, penyakit kencing manis, aktivitas hormon adrenokortikoid yang berlebihan. Di hepar, urea dibentuk dari siklus urea (ornitin dari CO2 dan NH3. Pembentukan urea menurun pada penyakit hepar dan asidosis.1. Ammonia, dikeluarkan dari sel tubulus ginjal, pada asidosis pembentukan amonia akan naik.1. Kreatinin, hasil katabolisme kreatin. Koefisien kreatinin adalah jumlah mg kreatinin yang diekskresikan dalam 24 jam/kg BB. Nilai normal pada laki-laki adl 20-26 mg/kg BB. Sedang pada wanita adl 14-22 mg/kg BB. Ekskresi kreatinin meningkat pada penyakit otot.1. Asam urat, hasil oksidasi purin di dalam tubuh. Kelarutannya dalam air kecil tetapi larut dalam garam alkali. Ekskresinya meningkat pada leukimia, penyakit hepar dan gout. Dengan arsenofosfotungstat dan natrium sianida, memberi warna biru. Ini merupakan dasar penetapan asam urat secara kolometri oleh Folin. Dengan enzim urikase akan menjadi allantoin.1. Asam amino, pada dewasa kira2 diekskresikan 150-200 mg N per hari1. Allantoin, hasil oksidasi asam urat1. Cl, dikeluarkan dlm bentuk NaCl, tergantung intakenya. Ekskresi 9-16 g/hari1. Sulfat, hasil metabolisme protein yang mengandung AA dg atom S, ex: sistein, sistin, metionin. Sulfat ada 3 bentuk: seulfat anorganik, sulfat ester (konjugasi) dan sulfat netral1. Fosfat, di urin berikatan dg Na, K, Mg, Ca. Garam Mg dan Ca fosfat mengendap pada urin alkalis. Ekskresinya dipengaruhi pemasukan protein, kerusakan sel, kerusakan tulang pada osteomalasia dan hiperparatiroidisme ekskresinya naik dan menurun pada penyakit infeksi dan hipoparatiroidisme.1. Oksalat, pd metab herediter ttt, ekskresinya naik.1. Mineral, Kationnya (Na, K, Ca, Mg). Ekskresi K naik pada kerusakan sel, pemasukan yang berlebih dan alkalosis. Ekskresi ion K dan Na dikontrol korteks adrenal1. Vitamin, hormon dan enzim: pada pankreatitis amilase dan disakaridase meningkat. Hormon Choriogonadotropin (HCG) terdpt pd urine wanita hamil.Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II. Jakarta: EGCSherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. Ed. 2. Jakarta : EGC.

3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN SINDROM NEFROTIK3.1 DEFINISIKeadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria masif (terutama albumin)(>40 mg/m2/jam), hipoproteinemia (albumin serum 250 mg/dL), dan udem. (Nelson)Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.3.2 ETIOLOGI Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).1,5Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer1. Kelainan minimal (KM)2. Glomerulopati membranosa (GM)3. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)4. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)1,4,5,6Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi.3,5

Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema.2. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute Bacterial Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion, probenecid, penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa ular.4. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik, purpura Henoch-Schonlein, sarkoidosis.5. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor gastrointestinal.Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome

3.3 EPIDEMIOLOGISecara keseluruhan prevalensi nefrotik syndrome pada anak berkisar 2-5 kasusper 100.000 anak. Prevalensi rata-rata secara komulatif berkisar15,5/100.000.Sindromnefrotik primer merupakan 90% dari sindrom nefrotik pada anak sisanya merupakansindrom nefrotik sekunder. Prevalensi sindrom nefrotik primer berkisar 16 per 100.000anak. Prevalensi di indonesia sekitar 6 per 100.000 anak dibawah 14 tahun. Rasio antaralaki-laki dan perempuan berkisar 2:1. dan dua pertiga kasus terjadi pada anak dibawah 5tahun.

Di amerika insidens nefrotik sindrom dilaporkan 2-7 kasus pada anak per 100.000anak per tahun. Pada dewasa biasanya menderita glomerulopaty yang bersifat sekunderdari penyakit sistemik yang dideritanya, dan jarang merupakan sindrom nefrotik primeratau idiopatik. Pada pasien sindrom nefrotik angka mortalitas berhubungan langsungdengan proses penyakit primernya, tapi bagaimanapun sekali menderita sindrom nefrotik,prognosisnya kurang baik karena:1.sindrom nefrotik meningkatkan insiden terjadinya gagal ginjal dan komplikasisekunder (trombosis, hiperlipidemia, hypoalbuminemia).2.pengobatan berkaitan dengan kondisi; peningkatan insidens infeksi karenapemakaian steroid, dan dyscaria darah karena obat imunosupresif lain.Sindrom nefrotik 15 kali lebih sering pada anak dibanding dewasa, dankebanyakan kasus nefrotik sindrom primer pada anak merupakan penyakit lesiminimal.Prevalensi penyakit lesi minimal berkurang secara proprosional sesuai denganumur onset terjadinya penyakit. Fokal segmental glomerosclerosis (FSGS) merupakansub kategori nefrotik sindrom kedua tersering pada anak dan frekuensi kejadiannyacenderung meningkat. Membrano proloferatif glomerulonephritis (MPGN) merupakansub kategori sindrom nefrotik yang biasanya terjadi pada anak yang lebih besar danadolescent. Kurang lebih 1 % dari sindrom nefrotik pada anak dan adolescent dankelainan ini dihubungkan dengan hepatitis dan penyakit virus lain.

3.4 PATOFISIOLOGI Soluble Antigen Antibody Complex (SAAC)Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga terjadi reaksi antigen dan antibody yang larut (soluble) dalam darah. SAAC ini kemudian menyebabkan system komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang kemudian terperangkap di bawah epitel kapsula Bowman yang secara imunofloresensi terlihat berupa benjolan yang disebut HUMPS sepanjang membrane basalis glomerulus (mbg) berbentuk granuler atau noduler. Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS ini lah yang menyebabkan permeabilitas mbg terganggu sehingga eritrosit, protein dan lain-lain dapat melewati mbg sehingga dapat dijumpai dalam urine.

Perubahan ElektrokemisSelain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat juga mneimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa kelainan terpenting pada glomerulus berupa gangguan fungsi elektrostatik ( sebagai sawar glomerulus terhadap filtrasi protein ) yaitu hilangnya fixed negative ion yang terdapat pada lapisan sialo-protein glomeruli. Akibat hilangnya muatan listrik ini maka permeabilitas mbg terhadap protein berat molekul rendah seperti albumin meningkat sehingga albumin dapat keluar bersama urine.3 PROTEINURIAProteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Edema muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.1,3,5Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti eksresi protein > 50 mg/kgBB/hari atau >40 mg/m2/jam atau secara kualitatif proteinuria +++ sampai ++++. Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan mbg , maka proteinuria dapat dipakai sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan derajat kerusakan glomerulus. Jadi yang diukur adalah Index Selectivity of Proteinuria (ISP). ISP dapat ditentukan dengan cara mengukur ratio antara Clearance IgG dan Clearence Transferin.

ISP = Clearance IgG Clearance Transferin

Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (Highly Selective Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus ringan dan respons terhadap kortikosteroid baik. Bila ISP > 0,2 berarti ISP menurun (Poorly Selective Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus berat dan tidak adanya respons terhadap kortikosteroid.3,5 HIPERLIPIDEMIAHiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Dikatakan hiperlipidemia karena bukan hanya kolesterol saja yang meninggi ( kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi juga beberapa konstituen lemak meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, Low Density Lipoprotein(LDL), Very Low Density Lipoprotein(VLDL), dan trigliserida (baru meningkat bila plasma albumin < 1gr/100 mL. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi LDL pleh lipoprotein lipase. Tetapi, pada SN aktivitas enzim ini terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein ke dalam urine. Jadi, hiperkolesteronemia ini tidak hanya disebabkan oleh produksi yang berlebihan , tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid.1,3,5

HIPOALBUMINEMIAHipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100 ml. Hipoalbuminemia pada SN dapat disebabkan oleh proteinuria, katabolisme protein yang berlebihan dan nutrional deficiency. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.1,3,5Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.5

EDEMAPembentukan edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.3Edema mula-mula nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat / anasarca sering disertai edema genitalia eksterna. Edema anasarca terjadi bila kadar albumin darah < 2 gr/ 100 ml. Selain itu, edema anasarca ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus. Akibat anoreksia dan proteinuria masif, anak dapat menderita PEM. Hernia umbilikalis, dilatasi vena, prolaps rekstum dan sesak nafas dapat pula terjadi akibat edema anasarca ini. 1,3,4,5Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala klinik yang disebut diatas tanpa gejala-gejala lain. Oleh karena itu, secara klinik SNKM ini dapat dibedakan dari SN dengan kelainan histologis tipe lain yaitu pada SNKM dijumpai hal-hal sebagai berikut pada umunya : Anak berumur 1-6 tahun Tidak ada hipertensi Tidak ada hematuria makroskopis atau mikroskopis Fungsi ginjal normal Titer komplemen C3 normal Respons terhadap kortikosteroid baik sekali.Oleh karena itulah, bila dijumpai kasus SN dengan gejala-gejala diatas dan mengingat bahwa SNKM terdapat pada 70-80% kasus, maka pada beberapa penelitian tidak dilakukan biopsi ginjal.2,3

3.5 MANIFESTASI KLINIK manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Edema biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Edema bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat edema kulit, anak tampak lebih pucat. Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena edema dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani. Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik. Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu. Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur

Tanda sindrom nefrotik yaitu : Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain. Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol.LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria. Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik. Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKMTidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal.

3.6 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING DIAGNOSISAnamnesisKeluhan yang sering ditemukan adalah sembab di ke dua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahanPemeriksaan fisik:Inspeksi :A. Kulit; kemungkinan temuan jaringan parut, striae, vena, pitting dan non pitting kulit. B. Mata: Konjungtiva, udem pada kelopak mata dan sekitar mata C. Tenggorokan: hiperemis atau tidak D. Abdomen; kemungkinan temuan hernia, ascites. E. Genitalia: udem atau tidakPalpasi :1. Kekakuan dinding abdomen, misalnya pada inflamasi peritoneum. 2. Lakukan dengan tekanan ringan untuk mengetahui adanya nyeri otot, nyeri lepas, dan nyeri tekan. 3. Palpasi lebih dalam untuk mengetahui adanya massa atau nyeri tekan. A) Hepar Hepatomegali pada anak-anak jarang ditemukan, kalau ada biasanya disebabkan karena malabsorpsi protein, parasit atau tumor. Bila hepatomegali disertai juga dengan splenomegali, pikirkan kemungkinan adanya hipertensi portal, infeksi kronis dan keganasan. B) Spleen Spleenomegali dapat disebabkan oleh beberapa penyakit, seperti infeksi, gangguan hematogalis misalnya anemia hemolitik, gangguan infiltratif, inflamasi atau penyakit autoimun dan juga bendungan akibat hipertensi. C) Ginjal Palpasi ginjal kanan dan kiri.D) Kandung kemihNormalnya kandung kemih tidak dapat diperiksa kecuali jika terjdi distensi kandung kemih hingga di atas simfisis pubis. Pada palpasi, kubah kandungan kemih yang mengalami distensi akan teraba licin dan bulat. Periksa adanya nyeri tekan. Lakukan perkusi untuk mengecek keredupan dan menentukan berapa tinggi kandung kemih berada di atas simfisis pubis.Perkusi :Liver dan lien akan terdengar pekak pada perkusi. Pekak berpindah yang positif menunjukkan adaya ascites.Auskultasi :A) Normal: suara peristaltik usus dengan intensitas rendah terdengar tiap 10 30 detik.B) Nada tinggi (nyaring): obstruksi GIT (metalic sound). C) Berkurang/ hilang: peritonitis/ ileus paralitik. D) Suara abnormal lainnya : -Bising usus; kemungkinan temuan peningkatan atau penurunan motilitas. -Bruit; kemungkinan temuan bruit stenosis arteri renalis. -Friction rub; kemungkinan temuan tumor hati, infak limpa.Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan : Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin secara kualitatif +2 sampai +4. Secara kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa memakai reagen ESBACH ). Pada sedimen ditemukan oval fat bodies yakni epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit.2,3,4,5 Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N:6,2-8,1 gm/100ml), albumin menurun (N: 4-5,8 gm/100ml), 1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), 2 globulin meninggi (N:0,4-1 gm/100ml), globulin normal (N: 0,5-09 gm/100ml), globulin normal (N:0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin 2g/g, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak 3g.2,8.

Albumin serum- kualitatif : ++ sampai ++++- kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH) Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis USG renalTerdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.2 Biopsi ginjalBiopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN congenital, onset usia> 8 tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi nefritik signifikan.Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin diperlukan untuk diagnosis.Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid.2 Darah:Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:2- Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml)- Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml)- 1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml)- 2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml)- globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml)- globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml)- rasio albumin/globulin 2 kali dalam masa 6 bulan atau>4 kali dalam masa 12 bulan. InduksiPrednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu. RumatanSetelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.

3.9 KOMPLIKASIInfeksi sekunder : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemiaSyok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (