sinusitis maksilaris kronis

33
BAB 1 PENDAHULUAN Tulang tengkorak memiliki sejumlah ruang berisi udara yang disebut sinus. Ruang ini membantu mengurangi berat tengkorak dan memberikan perlindungan daerah tengkorak dan membantu dalam resonansi suara. 1 Terdapat empat pasang sinus, yang dikenal sebagai sinus paranasalis, yaitu sinus frontalis di daerah dahi, sinus maksilaris di belakang tulang pipi, sinus etmoidalis diantara kedua mata dan sinus sphenoidalis di belakang bola mata. 1,2,3 Sampai saat ini sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh pada manusia yang sulit dideskripsikan karena bentuknya bervariasi pada tiap individu. 2 Terdapat membran yang melapisi sinus tersebut yang mensekresikan mukus, yang mana akan mengalir ke rongga hidung melalui sebuah saluran kecil pada setiap sinus tersebut. 1

Upload: herizko-kusuma

Post on 29-Nov-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sinusitis Maksilaris Kronis

BAB 1

PENDAHULUAN

Tulang tengkorak memiliki sejumlah ruang berisi udara yang disebut sinus.

Ruang ini membantu mengurangi berat tengkorak dan memberikan perlindungan

daerah tengkorak dan membantu dalam resonansi suara.1 Terdapat empat pasang

sinus, yang dikenal sebagai sinus paranasalis, yaitu sinus frontalis di daerah dahi,

sinus maksilaris di belakang tulang pipi, sinus etmoidalis diantara kedua mata dan

sinus sphenoidalis di belakang bola mata.1,2,3 Sampai saat ini sinus paranasal

merupakan salah satu organ tubuh pada manusia yang sulit dideskripsikan karena

bentuknya bervariasi pada tiap individu.2 Terdapat membran yang melapisi sinus

tersebut yang mensekresikan mukus, yang mana akan mengalir ke rongga hidung

melalui sebuah saluran kecil pada setiap sinus tersebut.

Gambar 1. Sinus paranasal

Sinus maksila mulai berkembang pada usia tiga bulan kehamilan, yang

merupakan bagian dari ektoderm. Ukurannya pada saat lahir 7x4x4 mm, namun

1

Page 2: Sinusitis Maksilaris Kronis

setelah lahir sampai dewasa sinus maksila mengalami pertumbuhan kearah vertikal

sepanjang 2mm dan kearah anteroposterior sepanjang 3mm. Pertumbuhan cepat sinus

maksila terjadi pada usia 3 tahun pertama dan mengalami perlambatan sampai usia 7

tahun. Pertumbuhan cepat kedua terjadi pada usia 7-12 tahun, kemudian tumbuh

lambat sampai dewasa. Pada usia 12 tahun dasar sinus maksila sejajar dengan dasar

hidung kemudian dasar sinus semakin ke inferior mendekati alveolus saat erupsi gigi

permanen.3

2

Page 3: Sinusitis Maksilaris Kronis

BAB II

ISI

2.1 Definisi

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang

terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan

sinusitis sfenoid.1,2,3

Sinus maksila disebut juga antrum High more, merupakan sinus yang sering

terinfeksi, oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak

ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret atau drainase dari sinus

maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar

gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila,

(4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius , disekitar hiatus semilunaris yang

sempit, sehingga mudah tersumbat.1

Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau kronis. Sinusitis

maksilaris akut berlangsung tidak lebih dari tiga minggu. Sinusitis akut dapat

sembuh sempurna jika diterapi dengan baik, tanpa adanya residu kerusakan jaringan

mukosa. Sinusitis berulang terjadi lebih sering tapi tidak terjadi kerusakan signifikan

pada membran mukosa. Sinusitis kronis berlangsung selama 3 bulan atau lebih

dengan gejala yang terjadi selama lebih dari dua puluh hari.1,2,5

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian sinusitis sulit diperkirakan secara tepat karena tidak ada

batasan yang jelas mengenai sinusitis. Dewasa lebih sering terserang sinusitis

dibandingkan anak. Hal ini karena sering terjadinya infeksi saluran napas atas pada

dewasa yang berhubungan dengan terjadinya sinusitis. Di US dilaporkan bahwa lebih

dari 30 juta pasien menderita sinusitis.3

3

Page 4: Sinusitis Maksilaris Kronis

2.3 Anatomi Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus

maksila bervolume 6-8 ml. Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior adalah

permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya ialah

permukaan infratemporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga

hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dining inferiornya ialah prosesua

alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada disebelah superior dinding

medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. 1

Gambar 1. Sinus paranasal dan ostiumnya

2.4 Patofisiologi

Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain

(1) sebagai pengatur kondisi udara, (2) sebagai penahan suhu, (3) membantu

keseimbangan kepala, (4) membantu resonansi suara, (5) peredam perubahan tekanan

udara dan (6) membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.1,3

Fungsi sinus paranasal dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pertahanan

mukosilier, ostium sinus yang tetap terbuka dan pertahanan tubuh baik lokal maupun

4

Page 5: Sinusitis Maksilaris Kronis

sistemik.2,3,5 Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa

bersilia dan palut lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk

mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah

tertentu polanya.

Gambar 3. Pergerakan silia dalam drainase cairan sinus

Gambar 4. Perubahan silia pada sinusitis

5

Page 6: Sinusitis Maksilaris Kronis

Bila terjadi edema di kompleks osteomeatal, mukosa yang letaknya

berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak

dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga

silia menjadi kurang aktif dan lendir yang di produksi mukosa sinus menjadi lebih

kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila

sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul

infeksi oleh bakteri anaerob.1 Bakteri yang sering ditemukan pada sinusitis kronik

adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis,

Streptococcus B hemoliticus, Staphylococcus aureus, kuman anaerob jarang

ditemukan.1 Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau

pembentukan polip dan kista.1,2,3

Gambar 5. Perubahan mukosa pada sinus yang terinfeksi

Reaksi peradangan berjalan menurut tahap-tahap tertentu yang khas.

Pelebaran kapiler darah akan memperlambat aliran darah sehingga akan

mengeluarkan fibrin dan eksudat serta migrasi leukosit menembus dinding pembuluh

darah membentuk sel-sel nanah dalam eksudat. Tetapi bilamana terjadi pada selaput

lendir, maka pada saat permulaan vasodilatasi terjadi peningkatan produksi mukus

dari kelenjar mukus sehingga nanah yang terjadi bukan murni sebagai nanah, tetapi

mukopus.5

6

Page 7: Sinusitis Maksilaris Kronis

Gambar 6. Sinusitis akut menjadi sinusitis kronik

Ada tiga kategori utama pada mekanisme terjadinya sinusitis kronis, yaitu:5

1. Sinusitis yang berhubungan dengan hiperplasia karena peradangan.

2. Sinusitis sebagai bagian dari alergi umum saluran napas.

3. Sinusitis karena salah satu diatas disertai infeksi sekunder.

Sinusitis yang berhubungan dengan hiperplasia karena peradangan5

Biasanya mulai pada masa kanak-kanak. Serangan infeksi terjadi berulang-

ulang. Waktu antara dua serangan makin lama makin pendek. Kekebalan makin

terkalahkan dan resolusi terjadi hampir tidak pernah sempurna. Pengaruh terhadap

mukosa adalah penebalan dengan disertai infiltrasi limfosit yang padat. Fibrosis sub

epitel menyebabkan pengurangan jumlah kelenjar karena iskemia dan bila

7

Page 8: Sinusitis Maksilaris Kronis

berlangsung lebih lanjut akan menyebabkan ulserasi mukosa. Pada tahap berikutnya

periosteum akan terkena dan hiperemia meluas ke tulang-tulang yang kemudian

menjadi osteoporosis dan akhirnya menjadi sklerotik.

Sinusitis sebagai bagian dari alergi umum saluran napas.5

Penderita memiliki salah satu dari dua tipe alergi. Pertama adalah alergi

umum diatesis yang timbul pada permulaan bersama asma, eksema, konjungtivitis

dan rinitis yang kemudian menjadi rinitis musiman (hay fever) pada anak lebih tua.

Kedua mngkin tidak didapatkan keluhan dan tanda dari alergi sampai umur 8 atau 9

tahun secara berangsur-angsurmukosa makin “penuh terisi air” yang menyebabkan

bertambahnya sumbatan dan secret hidung. Polip dapat timbul karena pengaruh gaya

berat terhadap selaput mukosa yang penuh dengan air dan dapat memenuhi rongga

hidung.

Gambar 7. Mekanisme terjadinya sinusitis kronis

8

Page 9: Sinusitis Maksilaris Kronis

2.5 Sinusitis maksilaris akut

Etiologi

Penyebab sinusitis akut ialah (1) rinitis akut, (2) infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3

serta P1 dan P2 (dentogen), (3) berenang dan menyelam, (4) trauma dapat

menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal,. 1,5,6

Sinusitis maksilaris dengan asal geligi. Bentuk penyakit geligi-maksilaris

yang khusus bertanggung jawab pada 10 persen kasus sinusitis yang terjadi setelah

gangguan pada gigi. Penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar, biasanya molar

pertama, dimana sepotong kecil tulang di antara akar gigi molar dan sinus maksilaris

ikut terangkat.2

Gambar 8. a. Fistula oroantral b. Sinusitis maksilaris

Gejala klinis

Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik

ialah demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus kental yang

kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung

tersumbat, rasa nyeri didaerah infraorbita dan kadang-kadang menyebar ke alveolus,

sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga.

Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk ke depan.

Terdapat perasaan sakit kepala waktu bangun tidur dan dapat menghilang hanya bila

peningkatan sumbatan hidung sewaktu berbaring sudah ditiadakan.1,2,5,6

9

Page 10: Sinusitis Maksilaris Kronis

Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak

pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak

mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan

sinusitis etmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius. Pada

rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).1,5,6

Gambar 9. Pus pada meatus medius

Gambar 10. Pembengkakan pipi pada pasien sinusitis

Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau

gelap. Transluminasi bermakna bila salah satu sinus yang sakit, sehingga tampak

lebih suram dibandingkan dengan sisi yang normal.1,5,6

10

Page 11: Sinusitis Maksilaris Kronis

Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters. Akan tampak

perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level) pada

sinus yang sakit.1,2,5

Gambar 11. Gambaran suatu sinus yang opak

Metode mutakhir yang lebih akurat adalah dengan melakukan CT Scan untuk

menilai kelaianan sinus paranasal. Porongan CT Scan yang dipakai adalah koronal

dan transveral.1

11

Page 12: Sinusitis Maksilaris Kronis

Pengobatan

Pengobatan umum

1. Istirahat

Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan

sebaiknya beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur

mempunyai suhu dan kelembaban udara tetap.

2. Higiene

Harus tersedia sapu tangan kertas untuk mengeluarkan sekrat hidung.

Perlu diperhatikan pada mulut yang cenderung mengering , sehingga

setiap selesai makan dianjurkan menggosok gigi.

3. Medikamentosa

Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik selam 10-14 hari,

meskipun gejala klinik telah hilang. Antibiotik yang diberikan ialah

golongan penisilin. Diberikan juga obat dekongestan lokal berupa tetes

hidung, untuk memperlancar drainase sinus. Boleh diberikan analgetik

untuk menghilangkan rasa nyeri

12

Page 13: Sinusitis Maksilaris Kronis

Pengobatan lokal

1. Inhalasi

Inhalasi banyak menolong penderita dewasa karena mukosa hidung dapat

istirahat dengan menghirup udara yang sudah dihangatkan dan lembab.

2. Pungsi percobaan dan pencucian

Apabila cara diatas tak banyak menolong mengurangi gejala dan

menyembuhkan penyakitnya dengan cepat, mungkin karena drainase sinus

kurang baik atau adanya kuman yang resisten. Kedua hal tersebut dapat

diketahui dengan pungsi percobaan dan pencucian. Dengan anestesi lokal,

trokar dan kanula dimasukkan melalui meatus inferior dan ditusukkan

menembus dinding naso-antral. Kemudian dimasukkan cairan garam faal

steril ke dalam antrum dan selanjutnya isi antrum dihisap kembali

kedalam tabung suntikan. Apabila setelah dua sampai tiga kali pencucian

infeksi belum sirna, maka mungkin diperlukan tindakan antrostomi

intranasal.

Gambar 12. Pungsi dan irigasi sinus maksila

13

Page 14: Sinusitis Maksilaris Kronis

Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila

telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri

yang hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan

2.6 Sinusitis Kronis

Etiologi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan sinusitis kronik diantaranya adalah

pneumatisasi yang tidak memadai, makanan yang tak memadai, reaksi atopik,

lingkungan kotor, sepsis gigi dan variasi anatomi.5

Variasi anatomi memegang peranan lebih besar mekanisme etiologi sinusitis

kronis. Variasi anatomi yang sering ditemukan deviasi septum, prosessus unsinatus

melengkung ke lateral, konka media mengalami pneumatisasi, bula etmoid sel dan

etmoid yang meluas.4

Gambar 13. Sinusitis akibat devisi septum

14

Page 15: Sinusitis Maksilaris Kronis

Gejala klinis

Keluhan umum yang membawa pasien sinusitis kronis untuk berobat biasanya

adalah kongesti atau obstruksi hidung. Keluhan biasanya diikuti dengan malaise,

nyeri kepala setempat, sekret di hidung, sekret pasca nasal (post nasal drip) ,

gangguan penciuman dan pengecapan.5,7

Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental purulen dari meatus

medius. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke

tenggorok.1

Pemeriksaan penunjang

Transluminasi1

Transluminasi dapat dipakai untuk memeriksa sinus maksilaris dan sinus

frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia. Bila pada pemeriksaan

transluminasi tampak gelap didaerah infraorbita, mungkin berarti antrum terisi oleh

pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum. Bila

terdapat kista yang besar didalam sinus maksila, akan tampak terang pada

pemeriksaan transluminasi.

Radiologi7

Pemeriksaan radiologik pada sinusitis kronis tidak dianjurkan, penggunaannya

dibatasi hanya untuk sinusitis maksilaris akut atau sinusitis frontalis.

CT scan7

CT scan salah satu modalitas yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi

dan mengevaluasi anatomi dan patologi sinus.

15

Page 16: Sinusitis Maksilaris Kronis

Gambar 14. CT Scan memperlihatkan penebalan mukosa sinus.

Staging dapat dilakuan dengan menggunakan CT scan. Sistem stagging ini

sederhana, mudah diingat dan sangat efektif untuk mengklasifikasikan sinusitis

kronis. Stagging ini membantu dalam perencanaan operasi dan hasil terapi. Stagging

didasarkan pada perluasan penyakit setelah terapi medis. Stagging tersebut terbagi

atas:7

- stage I : satu fokus penyakit

- stage II : penyakit noncontiguous melalui labirin ethmoid

- stage III : difuse yang responsif terhadap pengobatan

- stage IV : difuse yang tidak responsif dengan pengobatan.

Pengobatan

Pengobatan sinusitis kronis lebih bersifat paliatif daripada kuratif.5

Pengobatan paliatif yang dapat diberikan pada penderita dengan sinusitis kronis

dibagi menjadi:

A. Pengobatan konservatif 1,5,8

Pengobatan konservatif yang adekuat merupakan pilihan terapi untuk sinusitis

maksilaris subakut dan kronis. Antibiotik diberikan sesuai dengan kultur dan uji

sensitivitas. Antibiotik harus dilanjutkan sekurang-kurangnya 10 hari. Drainase

diperbaiki dengan dekongestan lokal dan sistemik. Selain itu juga dapt dibantu

dengan diatermi gelombang pendek selama 10 hari, pungsi dan irigasi sinus.

Irigasi dan pencucian sinus ini dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5

atau 6 kali tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak sekret purulen

16

Page 17: Sinusitis Maksilaris Kronis

berarti mukosa sinus sudah tidak dapat kembali normal, maka perlu dilakukan

operasi radikal.

B. Pengobatan radikal1,8

Pengobatan ini dilakukan bila pengobatan koservatif gagal. Terapi radikal

dilakukan dengan mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drenase dari

sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-Luc.

Pembedahan ini dilaksanakan dengan anestesi umum atau lokal. Jika dengan

anestesi lokal, analgesi intranasal dicapai dengan menempatkan tampon kapas

yang dibasahi kokain 4% atau tetrakain 2% dengan efedrin 1% diatas dan

dibawah konka media. Prokain atau lidokain 2% dengan tambahan ephineprin

disuntika di fosa kanina. Suntikan dilanjutkan ke superior untuk saraf intraorbital.

Incisi horizontal dibuat di sulkus ginggivobukal, tepat diatas akar gigi. Incisi

dilakukan di superior gigi taring dan molar kedua. Incisi menembus mukosa dan

periosteum. Periosteum diatas fosa kanina dielevasi sampai kanalis infraorbitalis,

tempat saraf orbita diidentifikasi dan secara hati-hati dilindungi.

17

Page 18: Sinusitis Maksilaris Kronis

Gambar 15. prosedur Caldwell Luc

Pada dinding depan sinus dibuat fenestra, dengan pahat, osteatom atau alat

bor. Lubang diperlebar dengan cunam pemotong tulang kerison, sampai jari

kelingking dapat masuk. Isi antrum dapat dilihat dengan jelas. Dinding nasoantral

meatus inferior selanjutnya ditembus dengan trokar atau hemostat bengkok.

Antrostomi intranasal ini dapat diperlebar dengan cunam kerison dan cunam yang

dapat memotong tulang kearah depan. Lubang nasoantral ini sekurang-kurangnya

1,5 cm dan yang dipotong adalah mukosa intra nasal, mukosa sinus dan dinding

tulang. Telah diakui secara luas bahwa berbagai jendela nasoantral tidak

diperlukan. Setelah antrum diinspeksi dengan teliti agar tidak ada tampon yang

tertinggal, incisi ginggivobukal ditutup dengan benang plain cat gut 00. biasanya

tidak diperlukan pemasangan tampon intranasal atau intra sinus. Jika terjadi

18

Page 19: Sinusitis Maksilaris Kronis

perdarahan yang mengganggu, kateter balon yang dapat ditiup dimasukan

kedalam antrum melalui lubang nasoantral. Kateter dapat diangkat pada akhir hari

ke-1 atau ke 2. kompres es di pipi selama 24 jam pasca bedah penting untuk

mencegah edema, hematoma dan perasaan tidak nyaman.

C. Pembedahan tidak radikal 1

Akhir-akhir ini dikembangkan metode operasi sinus paranasal dengan

menggunakan endoskop yang disebut Bedah Sinus Endoskopi Fungsional

(BESF). Prinsipnya adalah membuka dan membersihkan daerah kompleks ostio-

meatal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi, sehingga ventilasi dan

drenase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami. Dengan demikian

mukosa sinus akan kembali normal.

2.7 Komplikasi

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya

antibiotika.1 Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis

dengan eksaserbasi akut.1 Komplikasi yang dapat terjadi adalah:

Komplikasi Orbita

Komplikasi ini dapat terjadi karena letak sinus paranasal yang berdekatan

dengan mata (orbita). Sinusitis etmoidalis merupakan penyebab komplikasi orbita

yang tersering kemudian sinusitis maksilaris dan frontalis. Terdapat lima tahapan

terjadinya komplikasi orbita ini.2

a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan

b. Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif

menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk

c. Abses subperiosteal. Pus terkumpul di antara periorbita dan dinding

tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis

d. Abses periorbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan

bercampur dengan isi orbita

19

Page 20: Sinusitis Maksilaris Kronis

e. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat

penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus di

mana selanjutnya terbentuk suatu tromboflebitis septic.

Gambar 16. Komplikasi penyakit sinus pada orbita

20

Page 21: Sinusitis Maksilaris Kronis

Komplikasi Intrakranial1,7

Komplikasi ini dapat berupa meningitis, abses epidural, abses subdural, abses

otak.

Gambar 17. Sistem vena sebagai jalur perluasan komplikasi ke intrakranial

Kelainan Paru1

Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelaian paru ini disebut

sinobronkitis. Sinusitis dapat menyebabkan bronchitis kronis dan bronkiektasis.

Selain itu juga dapat timbul asma bronkhial.

21

Page 22: Sinusitis Maksilaris Kronis

BAB III

KESIMPULAN

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal.Yang paling sering ditemukan

ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid. Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut,

berulang atau kronis.

Sinusitis akut dapat disebabkan oleh rinitis akut, infeksi faring, infeksi gigi

rahang atas (dentogen), trauma. Gejala klinis dapat berupa demam dan rasa lesu. Pada

hidung dijumpai ingus kental. Dirasakan nyeri didaerah infraorbita dan kadang-

kadang menyebar ke alveolus. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi

waktu membungkuk ke depan. Pada pemeriksaan tampak pembengkakan di pipi dan

kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan

edema. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).

Terapi medikamentosa berupa antibiotik selam 10-14 hari. Pengobatan lokal dengan

inhalasi, pungsi percobaan dan pencucian.

Sinusitis kronik dapat disebabkan oleh pneumatisasi yang tidak memadai,

makanan yang tak memadai, reaksi atopik, lingkungan kotor, sepsis gigi dan variasi

anatomi. Gejala berupa kongesti atau obstruksi hidung, nyeri kepala setempat, sekret

di hidung, sekret pasca nasal (post nasal drip), gangguan penciuman dan pengecapan.

Pada rinoskopi anterior ditemukan sekret kental purulen dari meatus medius. Pada

rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pengobatan sinusitis kronik

dilakukan secara konservatif dengan antibiotik selama 10 hari, dekongestan lokal dan

sistemik, juga dapat dilakukan diatermi gelombang pendek selama 10 hari di daerah

sinus maksila, pungsi dan irigasi sinus. Jika gagal dapat dilakukan operasi Caldwell-

Luc dan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional.

Komplikasi dari sinusitis dapat berupa komplikasi orbita, intrakranial dan

kelainan paru.

22

Page 23: Sinusitis Maksilaris Kronis

DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo, Endang dan Nusjirwan Rifki. Sinusitis. In: Soepardi EA, Iskandar N (eds). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. 5th Ed. Jakarta: Gaya Baru; 2001.pp.120-124.

2. Hilger, Peter A. Penyakit pada Hidung. In: Adams GL, Boies LR. Higler PA, editor. Buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997.p.200.

3. Kennedy E. Sinusitis. Available from: http://www.emedicine.com/emerg/topic536.htm

4. Nizar W. Anatomi Endoskopik Hidung-Sinus Paranasalis dan Patifisiologi Sinusitis. Kumpulan Naskah Lengkap Pelatihan Bedah Sinus Endoskopik Fungsional Juni 2000.p 8-9

5. Pracy R, Siegler Y. Sinusitis Akut dan Sinusitis Kronis. Editor Roezin F, Soejak S. Pelajaran Ringkas THT . Cetakan 4. Jakarta: Gramedia; 1993.p 81-91

6. Sobol E. Sinusitis, Acute, Medical Treatment. Available from: http://www.emedicine.com/ent/topic337.htm

7. Razek A. Sinusitis, Chronic, Medical Treatment. Available from: http://www.emidicine.com/ent/topic338.htm

8. Ballenger, J.J. Infeksi Sinus Paranasal dalam Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan Jilid 1 Edisi 13, halaman 232-245, Binarupa Aksara, Jakarta Indonesia 1994

23