sindrom sjorgen

35
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit adalah gangguan kesehatan disebabkan oleh bakteri, virus, kelainan sistem atau jaringan pada organ tubuh pada makhluk hidup. Salah satu contohnya seperti penyakit autoimun. Penyakit autoimun adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk mempertahankan self- tolerance sel B, sel T atau keduanya (Baratawidjaya, 2006). Penyakit autoimun misalnya mengenai sistemik yang terutama mengenai kelenjer eksokrin dan biasanya mengenai glandula salivarius, cavum oris, dan glandula lakrimal yang disebut dengan sindrom sjogren. Sindrom Sjorgen atau sering disebut autoimune exocrinopathy adalah penyakit autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjar eksokrin dan biasanya memberikan gejala kekeringan persisten pada mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjar saliva dan lakrimalis. Sindrom sjorgen di klasifikasikan sebagai sindrom sekunder bila berkaitan dengan 1

Upload: brian-aditya

Post on 26-Dec-2015

59 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Gangguan Autoimun dan Sindrom yang terkait

TRANSCRIPT

Page 1: Sindrom Sjorgen

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit adalah gangguan kesehatan disebabkan oleh bakteri, virus, kelainan sistem

atau jaringan pada organ tubuh pada makhluk hidup. Salah satu contohnya seperti penyakit

autoimun. Penyakit autoimun adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang

disebabkan kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk mempertahankan self-

tolerance sel B, sel T atau keduanya (Baratawidjaya, 2006).

Penyakit autoimun misalnya mengenai sistemik yang terutama mengenai kelenjer

eksokrin dan biasanya mengenai glandula salivarius, cavum oris, dan glandula lakrimal

yang disebut dengan sindrom sjogren.

Sindrom Sjorgen atau sering disebut autoimune exocrinopathy adalah penyakit

autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjar eksokrin dan biasanya memberikan

gejala kekeringan persisten pada mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjar saliva

dan lakrimalis. Sindrom sjorgen di klasifikasikan sebagai sindrom sekunder bila berkaitan

dengan penyakit autoimun sistemik lain dan yang paling sering adalah Artritis Reumatoid,

SLE dan Sklerosis Sistemik. Sindrom sjorgen primer paling banyak ditemukan sedangkan

sindrom sjorgen sekunder hanya 30% kejadiannya (Sumariyono, 2008).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah Sindrom Sjorgen merupakan gejala yang timbul akibat gangguan Autoimun

1

Page 2: Sindrom Sjorgen

2

1.3 Tujuan Penulisan

Agar mahasiswa kedokteran gigi mampu mengerti dan menjelaskan anatomi rongga

mulu dan mata. Lalu dapat pula menjelaskan nyeri serta sindrom yang berhubungan seperti

sindrom sjorgen, penyakit xerostomia dan penyakit Kerato Konjungtivitas Sicca.

2

Page 3: Sindrom Sjorgen

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Autoimun

Gangguan autoimun adalah suatu kondisi yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh

secara keliru menyerang dan menghancurkan jaringan sehat. Pasien dengan gangguan

autoimun, sistem kekebalannya tidak bisa membedakan antara jaringan tubuh yang sehat

dan antigen.Hasilnya adalah resposn imun yang merusak jaringan tubuh normal (Fatmah,

2006).

2.1.1 Penyebab Gangguan Autoimun

Reaksi autoimun dapat dicetuskan oleh beberapa hal (Fatmah, 2006) :

1. Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu (dan demikian

disembunyikan dari sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke dalam aliran darah.Misalnya,

pukulan ke mata bisa membuat cairan di bola mata dilepaskan ke dalam aliran

darah.Cairan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mengenali mata sebagai benda

asing dan menyerangnya.

2. Senyawa normal di tubuh berubah, misalnya, oleh virus, obat, sinar matahari, atau

radiasi. Bahan senyawa yang berubah mungkin kelihatannya asing bagi sistem kekebalan

tubuh. Misalnya, virus bisa menulari dan demikian mengubah sel di badan. Sel yang

ditulari oleh virus merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menyerangnya.

3. Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin memasuki badan.

Sistem kekebalan tubuh dengan kurang hati-hati dapat menjadikan senyawa badan mirip

seperti bahan asing sebagai sasaran. Misalnya, bakteri penyebab sakit kerongkongan

mempunyai beberapa antigen yang mirip dengan sel jantung manusia. Jarang terjadi,

3

Page 4: Sindrom Sjorgen

4

sistem kekebalan tubuh dapat menyerang jantung orang sesudah sakit kerongkongan

(reaksi ini bagian dari demam reumatik).

4. Sel yang mengontrol produksi antibodi misalnya, limfosit B (salah satu sel darah putih)

mungkin rusak dan menghasilkan antibodi abnormal yang menyerang beberapa sel

badan.

Keturunan mungkin terlibat pada beberapa kekacauan autoimun. Kerentanan

kekacauan, daripada kekacauan itu sendiri, mungkin diwarisi. Pada orang yang rentan, satu

pemicu, seperti infeks virus atau kerusakan jaringan, dapat membuat kekacauan

berkembang. Faktor Hormonal juga mungkin dilibatkan, karena banyak kekacauan

autoimun lebih sering terjadi pada wanita. ( Fatmah,2006 )

Gejala Autoimun yang biasa terjadi adalah demam, peradangan dan kerusakan

jaringan, rasa sakit, merusak bentuk sendi, kelemahan, pengendapan laju eritrosit (ESR)

seringkali meningkat, jumlah sel darah merah berkurang (anemia), gatal, kesukaran

pernafasan, penumpukan cairan (edema) ( Fatmah,2006 )

2.2 Sindrom Sjorgen

Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit

autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjer eksokrin dan biasanya memberikan

gejala kekeringan persisten pada mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjer saliva

dan lakrimalis.(Sumariyono, 2008)

2.2.1 Patofisiologis Sindrom Sjorgen

Seperti telah kita ketahui sindrom sjogren merupakan penyakit autoimun

eksokrinopati atau penyait autoimun sistemik yang mengenai kelenjar eksokrin. Reaksi

imunologi yang mendasari patofisiologi Sindrom Sjogren tidak hanya sistim imun selular

4

Page 5: Sindrom Sjorgen

5

tetapi juga sistim imun humoral. Bukti keterlibatan sistim humoral ini dapat dilihat adanya

hipergammaglobulin dan terbentuknya autoantibodi yang berada dalam sirkulasi (Yuliasih,

2006).

Gambaran histopatologi kelenjar lakrimalis dan saliva adalah periductal focal

lymphotic infiltration.Kelenjar eksokrin ini dipenuhi dengan infiltrasi dominan limfosit T

dan B terutama daerah sekitar duktus. Limfosit yang paling awal menginfiltrasi kelenjar

saliva adalah sel T terutama terutama CD45RO dan sel B CD20+. Pada Sindrom Sjogren

ini juga didapatkan peningkatan B cell Activating Factor (BAFF), yang merangsang

pematangan sel B. Kadar plasma BAFF pada pasien Sindrom Sjogren berkorelasi dengan

autoantibodi disirkulasi dan pada jangka panjang mungkin berperanan pada terjadinya

limfoma. Fenotip limfosit T yang mendominasi adalah sel T CD 4 +. Sel-sel ini

memproduksi berbagai interleukin antara lain IL-2, IL-4, IL-6, IL1 A dan TNF alfa sitokin-

sitokin ini merubah sel epitel dan mempresentasikan protein, merangsang apoptosis sel

epitel kelenjer melalui regulasi fas. Sel B selain mengfiltrasi pada kelenjer, sel ini juga

memproduksi imunoglobulin dan autoantibody (Yuliasih, 2006).

Pada sebagian sindrom sjogren terjadi peningkatan imunoglobulin dan autoantibodi,

dimana autoantibodi ada yang spesifik seperti anti Ro (SS-A) dan anti LA (SS-B) yang

perannya dalam sindrom sjogren masih belum jelas, dan autoantibodi non-spesifik seperti

faktor rematik dan ANA (anti nuklear antibodies). Adanya antibodi Ro dan anti La ini

dihubungkan dengan gejala awal penyakit, lama penyakit, pembesaran kelenjer parotis yang

berulang, splenomegali, limfadenopati dan anti La sering dihubungkan dengan infiltrasi

limfosit pada kelenjer eksokrin minor (Yuliasih, 2006).

Adanya infiltrasi limfosit yang menganti sel epitel kelenjer eksokrin, menyebabkan

penurunan fungsi kelenjer yang menimbulkan gejala klinik. Pada kelenjer saliva dan mata

menimbulkan keluhan mulut dan mata kering.Peradangan pada kelenjer eksokrin pada

5

Page 6: Sindrom Sjorgen

6

pemeriksaan klinik sering dijumpai pembesaran kelenjer.Faktor genetik, infeksi, hormonal

serta psikologis diduga berperan terhadap patogenesis, yang merangsang sistim imun

teraktivasi (Yuliasih, 2006).

2.2.2 Gejala dan Tanda Sindrom Sjorgen

Gejala-gejala utama pada sindrom ini adalah kekeringan mulut dan mata. Lainnya,

sindrom sjogren juga dapat menyebabkan kekeringan pada kulit, hidung, dan vagina.

Sindrom ini juga dapat memperngaruhi organ lainnya seperti ginjal, pembuluh darah, paru-

paru, hati, pankreas, dan otak. Sembilan dari sepuluh pasien sjorgen adalah wanita dan usia

rata-rata pada akhir 40-an. Selebihnya penyakit ini dapat timbul pada pria dan wanita segala

umur (Scofield, 2005).

Menurut Hartono (1995), tanda dan gejala sindrom sjorgen, yaitu:

1. Mulut kering

2. Karies gigi

3. Pembengkakan kelenjar ludah

4. Mata kering

5. Hidung dan tenggorakan kering

6. Kulit kering

7. Depresi dan kelelahan

8. Perubahan internal

2.2.3 Klasifikasi Sindrom Sjorgen

1.      Sindrom Sjogren Primer : etiologinya dihubungkan dengan gangguan autoimun

tanpa keterlibatan penyakit autoimun yang lain. Memiliki gejala berupa mulut kering dan

mata kering.

6

Page 7: Sindrom Sjorgen

7

2.      Sindrom Sjogren Sekunder : ada penyakit autoimun yang mendasari. Memiliki

tiga gejala berupa mulut kering, mata kering dan rheumatoid arthritis

2.2.4 Pengobatan pada Pasien Sindrom Sjorgen

Belum ditemukannya terapi spesifik untuk sindrom Sjögren untuk penyembuhan yang

sempurna. Pemberian terapi yang dapat diberikan hanya sebatas stomatik dan suportif.

Tindakan terapi penggantian air mata dapat membantu mengatasi gejala mata kering.

Beberapa pasien memerlukan pelindung mata untuk meningkatkan kelembaban atau

tindakan pada Punctum Lacrimal. Siklosporin dapat membantu untuk mengatasi kekeringan

mata kronis dengan menekan reaksi radang yang menghambat pengeluaran air mata

(Scofield, 2005).

Obat sevimelin dan pilokarpin dapat merangsang aliran air liur. Obat anti-radang non-

steroid (NSAID, Non-steroid Anti-inflammatory Drugs) dapat membantu mengatasi gejala

muskuloskeletal. Bagi penderita dengan komplikasi dapat diberikan kortikosteroid atau obat

penekan imun. Obat antirheumatik seperti metotreksat dapat diberikan pula (Scofield,

2005).

Sjogren dapat merusak organ penting tubuh. Beberapan penderita mungkin hanya

menderita gejala ringan dan lainnya dapat sangat buruk. Sebagian besar dapat diatasi secara

simtomatik. Sebagian penderita dapat mengalami penglihatan yang buruk, rasa tidak

nyaman pada mata, infeksi pada mulut, pembengkakan kelenjar liur, kesulitan pada menelan

dan makan. Rasa lelah dan sakit pada persendian juga dapat mengganggu kenyamanan.

Terdapat penderita yang juga dapat terkena gangguan ginjal hingga terdapat gejala

proteinuria, defek urinaris, dan asidosis tubular renal distal (Scofield, 2005).

7

Page 8: Sindrom Sjorgen

8

2.3 Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait

dengan kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam

kerusakan tersebut( Meliala, 2004 )

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan. Sifatnya sangat

subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala

atautingkatannya,dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi

rasa nyeri yang dialaminya (Meliala, 2004)

Secara umum, nyeri diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat

terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh

reaksi fisik, fisiologis, maupun emosional (Meliala, 2004)

2.3.1 Klasifikasi nyeri

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni :

1. Nyeri akut,nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat

menghilang,tidak melebihi 6 bulan,serta ditandai dengan adanya peningkatan tegangan

otot.

2. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan,biasanyaberlangsung

dalam waktu cukup lama,yaitu lebih dari enam bulan yang termasuk dalam kategori

nyeri kronis adalah nyeri terminal,sindrom nyeri kronis,dan nyeri psikosomatis (Meliala,

2004)

Berdasarkan asalnya:

1. Nyeri nosiseptif (nociceptive pain)

Nyeri perifer asal : kulit,tulang,sendi,otot,jaringan ikat,dll nyeri akut

letaknya lebih terlokalisasi.

8

Page 9: Sindrom Sjorgen

9

Nyeri visceral/central lebih dalam,lebih sulit dilokalisasikan letaknya

2. Nyeri neuropatik

Nyeri yang disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer system saraf (Meliala,

2004)

2.4 Cavum Oris

Cavum oris atau rongga mulut dikelilingi oleh labium oris dan pipi pada bagian

samping dan anterior, palatum mole dan palatum durum di bagian atas dan dasar mulut di

bagian bawah. Di dalam cavum oris terdapat lingua dan gigi geligi (Dixon, 1993).

Didalam cavum oris terdapat ductus-ductus glandulae salivariae submandibularis,

parotidea, sublingualis dan beberapa glandula mucous. Gigi geligi dan processus alveolaris

penopangnya membagi cavum oris menjadi regio vestibularis yang dikelilingi oleh labium

oris dan pipi di bagian luar gigi geligi, dan cavum oris proprium di dalam arcus dentalis.

Membrana mucosa pada cavum oris melekat erat terhadap tulang di bawahnya, yang

terletak di atas processus alveolaris dan palatum durum (Dixon, 1993).

Warna mukosa cavum oris yang pink terbentuk dari vaskularisasi lamina propria yang

terletak di bawahnya dan epitel yang relatif tipis. Pada regio-regio dimana stratum corneum

berkembang dengan baik, warna mukosa umumnya lebih pucat. Ketiga tipe membrana

mukosa adalah :

1. Mukosa pembatas dasar mulut, dibawah permukaan lingua, permukaan dalam

labium oris dan pipi, pars oralis palatum molle dan processus alveolaris, kecuali gingiva.

Epitel pada daerah ini tidak mempunyai keratin dan lamina proprianya jarang.

2. Mukosa pengunyahan, dari palatum durum dan gingiva. Epitelnya

parakeratinisasi dan lamina proprianya melekat erat pada periosteum.

9

Page 10: Sindrom Sjorgen

10

Mukosa khusus, dari dorsum lingua adalah tipe ortokeratinisasi, dengan lamina

propria yang melekat erat pada bundel otot intrinsik (Dixon, 1993).

2.5 Struktur dan Histologi Glandula Salivarius

Kelenjar saliva adalah organ yang terbentuk dari sel-sel khusus yang mensekresi

saliva. Saliva terutama teridiri dari sekresi serosa, yaitu 98% air dan mengandung enzim

amilase serta berbagai jenis ion (natrium, klorida, bikarbonat dan kalium), juga sekresi

mukus yang lebih kental dan sedikit yang mengandung glikoprotein (musin), ion dan air

(Sloane, 2003).

Gambar 2.4 Kelenjar Saliva (Setiadi, 2007).

2.5.1 Fisiologi Kelenjar Saliva

Kelenjar saliva merupakan suatu kelenjar eksokrin yang berperan penting dalam

mempertahankan kesehatan jaringan mulut. Kelenjar saliva mayor dan minor ini

menghasilkan saliva yang bebeda-beda menurut rangsangan yang diterimanya. Rangsangan

ini dapat berupa rangsangan mekanis (mastikasi), kimiawi (manis,asam, asin dan pahit),

10

Page 11: Sindrom Sjorgen

11

neural, psikis ( emosi dan stress), dan rangsangan sakit. Besarnya sekresi saliva normal

yang dihasilkan oleh semua kelenjar ini kira-kira 1-1,5 liter perhari (Sloane, 2003).

Kelenjar parotis menghasilkan suatu sekret yang kaya akan air yaitu serous, kelenjar

submandibularis menghasilkan 80% serous dan 20% mukous dan kelenjar sublingual

menghasilkan sekret yang mukous dan konsistensinya kental. Kelenjar saliva minor secara

keseluruhan menghasilkan sekret yang mukous kecuali kelenjar lingual tipe Van Ebner.

Saliva yang dihasilkan mempunyai Ph antara 6,0-7,4 sangat membantu didalam pencernaan

ptyalin (Sloane, 2003).

Macam-macam kelenjar saliva

1. Kelenjar saliva mayor

Kelenjar saliva ini merupakan kelenjar penghasil saliva terbanyak dan ditemui

berpasang-pasangan yang terletak di ekstraoral dan memiliki duktus yang sangat panjang.

Menurut struktur anatomis dan letaknya saliva mayor dapat dibagi atas tiga tipe

yaitu: parotis, submandibularis, dan sublingual. Masing-masing kelenjar mayor ini

menghasilkan sekret yang berbeda-beda menurut rangsangan yang diterima (Sloane,

2003).

a. Kelenjar parotis

Kelenjar parotis merupakan kelenjar Iterbesar dibandingkan kelenjar saliva lainnya.

Letak kelenjar iberpasangan ini tepat depan bawah telinga antara ramus mandibular

dan prosessus mastoideus. Kelenjar ini meluas ke lengkung zygomatikum di depan

telinga dan mencapai dasar dari muskulus masseter. Kelenjar parotis memiliki suatu

duktus utama yang dikenal dengan duktus stensen, duktus ini berjalan menembus pipi

dan bermuara pada vestibulum yang berhadap dengan gigi molar dua. Kelenjar ini

terbungkus oleh oleh suatu kapsul yang sangat fibrous dan memiliki beberapa bagian

11

Page 12: Sindrom Sjorgen

12

seperti: arteri temporal superfasialis, vena retromandibular dan nervus fasialis yang

menembus dan melalui kelenjar ini.

b. Kelenjar submandibularis

Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar yang berbentuk seperti kacang dan

mempunyai kapsul dengan batas yang jelas.Didalam kelenjar ini terdapat suatu arteri

fasialis yang melekat erat dengan kelenjar ini.

Kelenjar submandibularis didapat pada jumpai di dasar mulut dibawah ramus

mandibula dan meluas ke sisi leher melalui bagian tepi bawah mandila.Kelenjar ini

terletak di permukaan muskulus mylohyoid. Pada proses sekresi, kelenjar ini memiliki

duktus Wharton yang bermuara diujung lidah.

c. Kelenjar sublingualis

Kelenjar sublingualis terletak antara dasar mulut dan muskulus mylyhyoid merupakan

suatu kelenjar kecil diantara kelenjar-kelenjar mayor lainnya. Kelenjar ini terdiri atas

satu kelenjar utama dan beberapa kelenjaran kecil lainnya. Duktus utama yang

membantu proses sekresi disebut dengan duktus Bartholin, yang terletak berdekatan

dengan duktus mandibular dan duktus Rivinus yang berjumlah 8-20 buah. Kelenjar ini

tidak mempunyai kapsul yang dapat melindunginya (Sloane, 2003).

2. Kelenjar saliva minor

Kelenjar saliva minor dapat ditemui pada hampir seluruh epitel dibawah rongga

mulut.Kelenjar ini terdiri dari beberapa unit sekresi kecil dan melewati duktus pendek

yang berhubungan langsung dengan rongga mulut.Selain itu kelenjar saliva minor tidak

memiliki kapsul yang jelas seperti layaknya kelenjar saliva mayor (Sloane, 2003).

a. Kelenjar glossopalatinal

12

Page 13: Sindrom Sjorgen

13

Lokasi dari kelenjar ini, berada dalam isthimus dari lipatan glossopalatinal dan dapat

meluas ke bagian posterior dari kelenjar sublingual ke kelenjar yang ada di palatum

molle.

b. Kelenjar labial

Kelenjar ini terletak di submukosa bibir. Banyak ditemui pada midline dan mempunyai

banyak duktus.

c. Kelenjar bukal

Kelenjar ini terletek di pipi, kelenjar ini serupa dengan kelenjar labial.

d. Kelenjar palatinal

Kelenjar saliva minor ini ditemui di sepertiga posterior palatal dan di palatum molle.

Kelenjar ini dapat dilihat secara visual dan dilindungi oleh jaringan fibrous yang padat.

e. Kelenjar lingual

Kelenjar ini dikelompokkan dalam beberapa tipe, yaitu:

Kelenjar anterior lingual

Lokasi kelenjar ini tepat di ujung pangkal lidah.

Kelenjar lingual Van Ebner

Kelenjar ini dapat ditemukan di papila sirkumpalatal.

Kelenjar posterior lingual

Dapat di temukan pada sepertiga posterior lidah yang berdekatan dengan tonsil

(Sloane, 2003).

2.5.2 Volume yang Dihasilkan Oleh Kelenjar Ludah

Sumbangan setiap jenis kelenjar ludah kepada volume cairan mulut sangat tergantung

pada sifat rangsangan (stimulasi). Kecepatan sekresi bervariasi dari hampir tidak dapat diukur

pada waktu tidur sampai 3-4 ml/menit pada stimulasi maksimal. Jumlah seluruh ludah tiap 24

jam ditaksir 500-600 ml. Sekitar separuhnya dihasilkan pada keadaan istirahat (tidak

distimulasi), separuh lainnya disekresi di bawah pengaruh rangsangan (Amerongen, 1999).

13

Page 14: Sindrom Sjorgen

14

a. Glandula parotis

Pada malam hari tidak menghasilkan apa – apa.

b. Glandula submandibularis

Pada malam hari menghasilkan 70%

c. Glandula sublingulis

Pada malam hari menghasilkan 15%

d. Glandula tambahan

Pada malam hari menghasilkan 15%

Karena glandula parotis mengeluarkan ludah yang encer dan glandula submandibularis

mengeluarkan ludah yang pekat maka hal ini mempengaruhi hasil volume tiap siang–malam

hari (Amerongen, 1999).

Menurut Amerongen, kelenjar ludah dapat dirangsang dengan cara–cara berikut :

- Mekanis, misalnya mengunyah makanan keras atau permen karet.

- Kimiawi, misalnya oleh rangsangan rasa seperti asam, manis, asin, pahit dan pedas.

- Neuronal, melalui sistem saraf autonom, baik simpatis maupun parasimpatis.

- Psikis, stres menghambat sekresi, ketegangan dan kemarahan dapat bekerja sebagai

stimulasi.

Rangsangan rasa sakit, misalnya oleh radang, gingivitis, protesa dapat menstimulasi sekresi.

2.5.3 Komponen Ludah

Menurut Amerongen, komponen-komponen ludah diantaranya komponen anorganik

dan komponen bio-organik.

a. Komponen anorganik

Kation-kation Natrium dan Kalium mempunyai konsentrasi yang tertinggi di

dalam ludah.

b. Komponen bio-organik

Komponen bio-organik ludah terutama adalah protein, asam lemak, lipida,

glukosa, asam amino, ureum, dan amoniak.

14

Page 15: Sindrom Sjorgen

15

Fungsi komponen lidah:

a. Amilase : mengubah tepung kanji dan glikogen menjadi kesatuan karbohidrat

yang lebih kecil.

b. Lisozim : mampu membunuh bakteri tertentu, sehingga berperan dalam sistem

penolakan bakterial.

c. Laktoproksidase mengkatalisis oksidasi CNS menjadi OSCN yang mampu

menghambat pertukaran zat bakteri, dengan demikian juga pertumbuhannya.

d. Imunoglobulin : sistem penolakan spesifik.

e. Laktoferin : mengikat ion–ion Fe yang diperlukan bagi pertumbuhan bakteri.

f. Gustin : dalam proses kesadaran pengecap.

2.6 Struktur dan Histologi Glandula Lakrimalis

Permukaan mata dijaga tetap lembab oleh kelenjar lakrimalis. Sekresi basal air mata

per hari diperkirakan berjumlah 0,75 - 1,1 gram dan cenderung menurun seiring dengan

pertambahan usia. Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar air mata utama yang

terletak di fossa lakrimalis pada kuadran temporal di atas orbita. Kelenjar yang berbentuk

seperti buah kenari ini terletak didalam palpebra superior. Setiap kelenjar ini dibagi oleh

kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra

yang lebih kecil. Setiap lobus memiliki saluran pembuangannya tersendiri yang terdiri dari

tiga sampai dua belas duktus yang bermuara di forniks konjungtiva superior. Sekresi dari

kelenjar ini dapat dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir

berlimpah melewati tepian palpebra (epiphora). Persarafan pada kelenjar utama berasal

nukleus lakrimalis pons melalui nervus intermedius dan menempuh jalur kompleks dari

cabang maksilaris nervus trigeminus (Kanski, 2003)

Kelenjar lakrimal tambahan, walaupun hanya sepersepuluh dari massa utama,

mempunyai peranan penting. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar utama

yang menghasilkan cairan serosa namun tidak memiliki sistem saluran. Kelenjar-kelenjar

ini terletak di dalam konjungtiva, terutama forniks superior. Sel goblet uniseluler yang

15

Page 16: Sindrom Sjorgen

16

tersebar di konjungtiva menghasilkan glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi

kelenjar sebasea Meibom dan Zeis di tepian palpebra memberi substansi lipid pada air

mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut membentuk film

prekorneal (Kanski,2003)

2.6.1 Mekanisme Pengeluaran Air Mata

Adanya tekanan yang diberikan saat berkedip memyebabkan kelenjar lakrimal

mengeluarkan air mata. Air mata keluar melalui pungtum papila lakrimal, yang

menyambung kantong lakrimal. Kantong membuka kedalam duktus nasolakrimal, yang

pada gilirannya akan masuk ke rongga nasal, dan keluar. Air mata mengandung garam,

mukosa, dan lisozim, yang merupakan suatu bakterioksida. Cairan ini membasahi

permukaan mata dan mempertahankan kelembaban (Sloane, 2004) .

2.6.2 Aparatus Lakrimalis

Aparatus Lakrimalis ini terdiri atas kelenjar lakrimalis, kelenjar aksesori (Kelenjar

Wolfring dan Kelenjar Krause ), pungtum lakrimalis, kanalikuli lakrimalis, kantong

lakrimalis, dan ductus nasolakrimalis (Sloane, 2004) .

Menurut Khurna pada tahun 2007, Apparatus lakrimal terdiri dari :

16

Page 17: Sindrom Sjorgen

17

Kelenjar lakrimal, yang mensekresikan air mata, dan duktus ekskretorinya, yang

menyalurkan cairan kepermukaan mata. Duktus lakrimal, kantung (sac) lakrimal, dan

duktus nasolakrimal, yang menyalurkan cairan ke celah hidung.

Lacrimal gland (glandula lacrimalis) terdapat pada fossa lakrimal, sisi medial

prosesus zigomatikum os frontal. Berbentuk oval, kurang lebih bentuk dan besarnya

menyerupai almond, dan terdiri dari dua bagian, disebut kelenjar lakrimal superior (pars

orbitalis) dan inferior (pars palpebralis). Duktus kelenjar ini, berkisar 6-12, berjalan pendek

menyamping di bawah konjungtiva (Khurna, 2007).

Lacrimal ducts (lacrimal canals), berawal pada orifisium yang sangat kecil, bernama

puncta lacrimalia, pada puncak papilla lacrimales, terlihat pada tepi ekstremitas lateral

lacrimalis. Duktus superior, yang lebih kecil dan lebih pendek, awalnya berjalan naik, dan

kemudian berbelok dengan sudut yang tajam, dan berjalan ke arah medial dan ke bawah

menuju lacrimal sac. Duktus inferior awalnya berjalan turun, dan kemudian hamper

horizontal menuju lacrimal sac. Pada sudutnya, duktus mengalami dilatasi dan disebut

ampulla. Pada setiap lacrimal papilla serat otot tersusun melingkar dan membentuk sejenis

sfingter (Khurna, 2007).

Lacrimal sac (saccus lacrimalis) adalah ujung bagian atas yang dilatasi dari duktus

nasolakrimal, dan terletak dalam cekungan (groove) dalam yang dibentuk oleh tulang

lakrimal dan prosesus frontalis maksila. Bentuk lacrimal sac oval dan ukuran panjangnya

sekitar 12-15 mm; bagian ujung atasnya membulat, bagian bawahnya berlanjut menjadi

duktus nasolakrimal (Khurna, 2007).

Nasolacrimal duct (ductus nasolacrimalis; nasal duct) adalah kanal membranosa,

panjangnya sekitar 18 mm, yang memanjang dari bagian bawah lacrimal sac menuju

meatus inferior hidung, dimana saluran ini berakhir dengan suatu orifisium, dengan katup

yang tidak sempurna, plica lacrimalis (Hasneri), dibentuk oleh lipatan membran mukosa.

17

Page 18: Sindrom Sjorgen

18

Duktus nasolakrimal terdapat pada kanal osseous, yang terbentuk dari maksila, tulang

lakrimal, dan konka nasal inferior (Khurna, 2007).

BAB III

KONSEP MAPPING

18

MulutNeuro

Muskular

ParuGinjalMata

Malignasi

Tak BerhasilBerhasil

Terapi

Aliran AirmataTambahanUtama MinorMayor

Kelenjar SalivaKelenjar Lakrimasi

Sindrom Sjorgen Sekunder

Sindrom Sjorgen Primer

Sindrom Sjorgen

Faktor

Nyeri

Gangguan Autoimun

Page 19: Sindrom Sjorgen

19

3.1 Hipotesa

Sindrom Sjorgen merupakan gejala yang timbul akibat gangguan Autoimun

BAB IV

PEMBAHASAN

Gangguan autoimun adalah suatu kondisi yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh

secara keliru menyerang dan menghancurkan jaringan sehat. Pasien dengan gangguan

autoimun, sistem kekebalannya tidak bisa membedakan antara jaringan tubuh yang sehat

dan antigen.Hasilnya adalah resposn imun yang merusak jaringan tubuh normal (Fatmah,

2006).

Keturunan mungkin terlibat pada beberapa kekacauan autoimun. Kerentanan

kekacauan, daripada kekacauan itu sendiri, mungkin diwarisi. Pada orang yang rentan, satu

pemicu, seperti infeks virus atau kerusakan jaringan, dapat membuat kekacauan

berkembang. Faktor Hormonal juga mungkin dilibatkan, karena banyak kekacauan

autoimun lebih sering terjadi pada wanita.

Gejala Autoimun yang biasa terjadi adalah demam, peradangan dan kerusakan

jaringan, rasa sakit, merusak bentuk sendi, kelemahan, pengendapan laju eritrosit (ESR)

seringkali meningkat, jumlah sel darah merah berkurang (anemia), gatal, kesukaran

pernafasan, penumpukan cairan (edema)

Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit

autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjer eksokrin dan biasanya memberikan

gejala kekeringan persisten pada mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjer saliva

dan lakrimalis.(Sumariyono, 2008)

19

Page 20: Sindrom Sjorgen

20

Reaksi imunologi yang mendasari patofisiologi Sindrom Sjogren tidak hanya sistim

imun selular tetapi juga sistim imun humoral. Bukti keterlibatan sistim humoral ini dapat

dilihat adanya hipergammaglobulin dan terbentuknya autoantibodi yang berada dalam

sirkulasi (Yuliasih, 2006).

Gejala-gejala utama pada sindrom ini adalah kekeringan mulut dan mata. Lainnya,

sindrom sjogren juga dapat menyebabkan kekeringan pada kulit, hidung, dan vagina.

Sindrom ini juga dapat memperngaruhi organ lainnya seperti ginjal, pembuluh darah, paru-

paru, hati, pankreas, dan otak. Sembilan dari sepuluh pasien sjorgen adalah wanita dan usia

rata-rata pada akhir 40-an. Selebihnya penyakit ini dapat timbul pada pria dan wanita segala

umur (Scofield, 2005).

Pemberian terapi yang dapat diberikan hanya sebatas stomatik dan suportif. Tindakan

terapi penggantian air mata dapat membantu mengatasi gejala mata kering. Beberapa pasien

memerlukan pelindung mata untuk meningkatkan kelembaban atau tindakan pada Punctum

Lacrimal. Siklosporin dapat membantu untuk mengatasi kekeringan mata kronis dengan

menekan reaksi radang yang menghambat pengeluaran air mata (Scofield, 2005).

Obat sevimelin dan pilokarpin dapat merangsang aliran air liur. Obat anti-radang non-

steroid (NSAID, Non-steroid Anti-inflammatory Drugs) dapat membantu mengatasi gejala

muskuloskeletal. Bagi penderita dengan komplikasi dapat diberikan kortikosteroid atau obat

penekan imun. Obat antirheumatik seperti metotreksat dapat diberikan pula (Scofield,

2005).

Cavum oris atau rongga mulut dikelilingi oleh labium oris dan pipi pada bagian

samping dan anterior, palatum mole dan palatum durum di bagian atas dan dasar mulut di

bagian bawah. Di dalam cavum oris terdapat lingua dan gigi geligi (Dixon, 1993).

Didalam cavum oris terdapat ductus-ductus glandulae salivariae submandibularis,

parotidea, sublingualis dan beberapa glandula mucous. Gigi geligi dan processus alveolaris

20

Page 21: Sindrom Sjorgen

21

penopangnya membagi cavum oris menjadi regio vestibularis yang dikelilingi oleh labium

oris dan pipi di bagian luar gigi geligi, dan cavum oris proprium di dalam arcus dentalis.

Membrana mucosa pada cavum oris melekat erat terhadap tulang di bawahnya, yang

terletak di atas processus alveolaris dan palatum durum (Dixon, 1993).

Kelenjar saliva adalah organ yang terbentuk dari sel-sel khusus yang mensekresi

saliva. Saliva terutama teridiri dari sekresi serosa, yaitu 98% air dan mengandung enzim

amilase serta berbagai jenis ion (natrium, klorida, bikarbonat dan kalium), juga sekresi

mukus yang lebih kental dan sedikit yang mengandung glikoprotein (musin), ion dan air

(Sloane, 2003).

. Kelenjar Lakrimalis yang berbentuk seperti buah kenari ini terletak didalam palpebra

superior. Setiap kelenjar ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus

orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil. Setiap lobus memiliki saluran

pembuangannya tersendiri yang terdiri dari tiga sampai dua belas duktus yang bermuara di

forniks konjungtiva superior. Sekresi dari kelenjar ini dapat dipicu oleh emosi atau iritasi

fisik dan menyebabkan air mata mengalir berlimpah melewati tepian palpebra (epiphora).

Persarafan pada kelenjar utama berasal nukleus lakrimalis pons melalui nervus intermedius

dan menempuh jalur kompleks dari cabang maksilaris nervus trigeminus.

21

Page 22: Sindrom Sjorgen

22

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Sindrom Sjogren atau sering disebut autoimmune exocrinopathy adalah penyakit

autoimun sistemik yang terutama mengenai kelenjer eksokrin dan biasanya memberikan

gejala kekeringan persisten pada mulut dan mata akibat gangguan fungsional kelenjer saliva

dan lakrimalis. Sjogren dapat merusak organ penting tubuh. Beberapan penderita mungkin

hanya menderita gejala ringan dan lainnya dapat sangat buruk. Sebagian besar dapat diatasi

secara simtomatik. Sebagian penderita dapat mengalami penglihatan yang buruk, rasa tidak

nyaman pada mata, infeksi pada mulut, pembengkakan kelenjar liur, kesulitan pada

menelan dan makan. Banyak faktor yang mendasari timbulnya Sindrom Sjorgen pada

seeorang

5.2 Saran

Semoga kedepanya penulis mengharapkan kemajuan dari perkembangan ilmu

Kedokteran Gigi. Mahasiswa Kedokteran gigi diharapkan mampu mengetahui dan mengerti

tentang penyakit Autoimun dan Sindrom yang terkait.

22

Page 23: Sindrom Sjorgen

23

DAFTAR PUSTAKA

Fatmah. 2006. Respon Imunitas Yang Rendah Pada Tubuh Manusia Usia Lanjut.

Jurnal Unirvelsal Indonesia. Hal 77 - 79

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC. Hal 164 -

172

Scofield RH, Asfa S, Obeso D, Jonsson R, Kurien BT. 2005. Immunization withshort

peptides from the 60-kDa Ro antigen recapitulates the serological and

pathological findings as well as the salivary gland dysfunction of Sjögren's

syndrome.J Immunol. Dec 15;175(12):8409-14.

Dixon, Andrew D. 1993. Anatomi Kedokteran Gigi Ed.5. Jakarta: Hipokrates.

Yuliasih. 2006. Sindrom Sjorgen. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid II. edisi IV. Pusat

Penerbitan IPD FKUI : 1193 - 1196

Sumariyono. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Sindrom Sjorgen. Kumpulan Makalah.

Hal 134 - 136

Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu

Baratawidjaya.2006. Imunologi Dasar. Jakarta : UI Press. Hal 58 - 70

Khurna. 2007. Community Ophtalmology in Comprehensive Ophtalmology. New

Delhi : New Age Limited. Page 443 – 446

Amerogen. 1999. Ludah dan Kelenjar Ludah : Arti bagi kesehatan gigi. Yogyakarta :

Gadjah Mada University Press. 1988. Hal 23 – 41

Meliala L. 2004. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawah.

Kumpulan Makalah Pain Symposium: Toward Mechanism Based Treatment.

Yogyakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Hal 109 - 116

23