sindrom parkinson
DESCRIPTION
sdTRANSCRIPT
SINDROM PARKINSON
Rini Meilani (220110100019)
Yuniar (220110100022)
Mia Ganes S (220110100031)
Novia Juwita Putri (220110100033)
Dea Arista (220110100047)
Mentari Wardhani Puteri (220110100057)
Amartiwi (220110100065)
Dinny Ria Pertiwi (220110100078)
Febi Dwi Putri (220110100079)
Afini Dwi P (220110100110)
Tian Pradiani (220110100114)
Egi Nugraha F (220110100142)
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif,
merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer. Penyakit ini memiliki
dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
kualitas hidup penderita maupun keluarga. Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter inggris
yang bernama James Parkinson pada tahun 1887. Penyakit ini merupakan suatu kondisi ketika
seseorang mengalami ganguan pergerakan.
Tanda-tanda khas yang ditemukan pada penderita diantaranya resting tremor, rigiditas,
bradikinesia, dan instabilitas postural. Tanda-tanda motorik tersebut merupakan akibat dari
degenerasi neuron dopaminergik pada system nigrostriatal. Namun, derajat keparahan defisit
motorik tersebut beragam. Tanda-tanda motorik pasien sering disertai depresi, disfungsi kognitif,
gangguan tidur, dan disfungsi autonom.
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita
seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya muncul sebelum
usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan,
pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat
dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 – 89 tahun.
Penyakit Parkinson dimulai secara samar-samar dan berkembang secara perlahan. Pada
banyak penderita, pada mulanya Penyakit Parkinson muncul sebagai tremor (gemetar) tangan
ketika sedang beristirahat, tremor akan berkurang jika tangan digerakkan secara sengaja dan
menghilang selama tidur. Stres emosional atau kelelahan bisa memperberat tremor. Pada
awalnya tremor terjadi pada satu tangan, akhirnya akan mengenai tangan lainnya, lengan dan
tungkai. Tremor juga akan mengenai rahang, lidah, kening dan kelopak mata.
Penderita Penyakit Parkinson mengalami kesulitan dalam memulai suatu pergerakan dan
terjadi kekakuan otot. Jika lengan bawah ditekuk ke belakang atau diluruskan oleh orang lain,
maka gerakannya terasa kaku. Kekakuan dan imobilitas bisa menyebabkan sakit otot dan
kelelahan. Kekakuan dan kesulitan dalam memulai suatu pergerakan bisa menyebabkan berbagai
kesulitan. Otot-otot kecil di tangan seringkali mengalami gangguan, sehingga pekerjaan sehari -
hari (misalnya mengancingkan baju dan mengikat tali sepatu) semakin sulit dilakukan. Penderita
Penyakit Parkinson mengalami kesulitan dalam melangkah dan seringkali berjalan tertatih-tatih
dimana lengannya tidak berayun sesuai dengan langkahnya. Jika penderita Penyakit Parkinson
sudah mulai berjalan, mereka mengalami kesulitan untuk berhenti atau berbalik. Langkahnya
bertambah cepat sehingga mendorong mereka untuk berlari kecil supaya tidak terjatuh. Sikap
tubuhnya menjadi bungkuk dan sulit mempertahankan keseimbangan sehingga cenderung jatuh
ke depan atau ke belakang. Wajah penderita Penyakit Parkinson menjadi kurang ekspresif
karena otot-otot wajah untuk membentuk ekspresi tidak bergerak. Kadang berkurangnya ekspresi
wajah ini disalah artikan sebagai depresi, walaupun memang banyak penderita Penyakit
Parkinson yang akhirnya mengalami depresi. Pandangan tampak kosong dengan mulut terbuka
dan matanya jarang mengedip. Penderita Penyakit Parkinson seringkali ileran atau tersedak
karena kekakuan pada otot wajah dan tenggorokan menyebabkan kesulitan menelan. Penderita
Penyakit Parkinson berbicara sangat pelan dan tanpa aksen (monoton) dan menjadi gagap karena
mengalami kesulitan dalam mengartikulasikan fikirannya. Sebagian besar penderita memiliki
intelektual yang normal, tetapi ada juga yang menjadi pikun.
1.2 Tujuan
Untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang konsep penyakit Parkinson mulai
dari definisi, patofisiolgi, dan asuhan keperawatan dari Parkinson.
BAB II
KONSEP PENYAKIT
2.1 Pengertian
Penyakit parkinson (Parkinson’s disease) adalah penyakit saraf progresif yang
berdampak terhadap respons mensefalon dan pergerakan regulasi.
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat
dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron
dopaminergik pas substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi
intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif
pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei,
nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor nukelus dari saraf kranial,
sistem saraf otonom.
Jadi, Penyakit Parkinson ini adalah suatu sindrom karena gangguan ganglia basalia
akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansi nigra ke globus
palidus dan merupakan suatu gangguan neurologis progresif yang mengenai pusat otak yang
bertanggung jawab mengontrol dan mengatur gerakan.
2.2.Etiologi
Penyakit Parkinson sering dihubungkan dengan kelainan neurotransmitter di otak dan
faktor-faktor lainnya seperti :
1. Defisiensi dopamine dalam substansia nigra di otak memberikan respon gejala penyakit
Parkinson,
2. Etiologi yang mendasarinya mungkin berhubungan dengan
a. Virus
b. Genetic
c. Toksisitas
d. Obat-obatan yang mempengaruhi kerja dopamine cont : antipsikosac untuk pengobatan
paranoia berat.
e. Keracunan logam berat (debu mangan, karbonmonoksida yang menghancurkan sel dalam
substansi nigra)
f. Idiopatik (penyebab lain yang tidak diketahui).
3. MAO B meningkat (Mono Amin Oxidase)
2.3. Manifestasi Klinis
TRAP
• Tremor : Gemetar. Max saat istirahat
• Rigidity : kekakuan, peningkatan tonus otot
• Akinesia : tidak ada gerakan, lamban
• Posture : tidak stabil, bungkuk
Umumnya penderita parkinson mengalami hal-hal seperti berikut :
1.Gejala Motorik
a.Tremor/bergetar
Salah satu ciri khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika
sedang beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut
tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur.
Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada
kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung uang).
Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa
bergoyang-goyang jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika
disadari, tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi,
namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.
b.Rigiditas/kekakuan
Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal
ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda
bergigi (cogwheel phenomenon) sehingga terjadi kekakuan.
c.Akinesia/Bradikinesia
Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa
terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju,
langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita
bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi.
Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang,
sehingga sering keluar air liur.
Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif,
misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil
suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia
mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang
berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya
gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut.
d.Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah
Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah,
sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai
melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi lambat
berpikir dan depresi.
e.Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal
ini merupakan gejala dini.
f.Langkah dan gaya jalan (sikap Parkinson)
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a
petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan,
punggung melengkung bila berjalan.
g.Bicara monoton
Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring,
sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume
suara halus ( suara bisikan ) yang lambat.
h.Dimensia (perubahan status mental)
i.Gangguan behavioral
Lambat-laun menjadi dependen ( tergantung kepada orang lain ), mudah takut,
sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat
(bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu
yang cukup.
2.Gejala non motorik
a.Disfungsi otonom
- Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia
dan hipotensi ortostatik.
- Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
- Pengeluaran urin yang banyak
- Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual,
perilaku, orgasme.
b.Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c.Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d.Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e.Gangguan sensasi,
- kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna,
- penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension
orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian
tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan
- berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia atau anosmia),
2.4 Klasifikasi
Tingkatan parkinson berdasarkan tanda dan gejalanya:
Tingkatan awal/dini
Pada tingkat ini pasien masih bisa melakukan tindakan sehari-hari tanpa gangguan,
terjadi kerusakan pada sebelah tungkai dan lengan,kelemahan sedikit, tangan dan
kaki gemetar.
Tingkatan ringan sedang
Terjadi kerusakan pada kedua tungkai dan lengan, wajah seperti bertopeng, gaya
jalan diseret dan pelan. Pada keadaan ini pasien sudah terasa terganggu dan sukar
dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Tingkatan berat
Terjadi akinesia, rigiditas dimana pasien tidak mampu melakukan kegiatan sehari-
hari, sehingga pasien mengalami ketergantungan penuh.
Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi harus diusahakan
menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang etiologi, prognosis dan
penatalaksanaannya.
Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum
jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.
Pada waktu belakangan ini timbul teori baru yaitu peranan MPTP (1 methyl,
4phenyl, 12, 3, 6 tetrahydropyridine) yang dapat menimbulkan penyakit Parkinson
(Parkinsonismus MPTP). Berdasarkan teori baru ini kemudian dikembangkan
beberapa obat baru, misalnya selegiline/-deprenil, lysuride, pergolide, dll.
Parkinsonismus sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis
meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin,
reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral petekial pasca
trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri,
hipoparatiroid dan kalsifikasi.
Sindrom paraparkinson (Parkinson plus)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit
keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit
a. Wilson (degenerasi hepato-lentikularis)
b. hidrosefalus normotensif, sindrom Shy-drager
c. degenerasi striatonigral
d. atropi palidal (parkinsonismus juvenilis)
e. Penyakit creutzfeldt-Jakob
f. Penyakit hallerfiorden spatz
g. Kompleks demensia Parkinsonisme Guam
2.5. Komplikasi
a. Demensia
sindrom otak organic atau suatu penyakit pada otak organic irreversible yang
menyebabkan gangguan ingatan serta kepribadian, kemunduran dalam perawatan diri,
kerusakan kemampuan kognitif dan disorientasi.
b. Aspirasi
c. Trauma karena jatuh
d. Gangguan Mood
Pasien dengan PD idiopatik sekitar 90 % nya mengalami komplikasi psikiatrik,
termasuk didalamnya gangguan mood mayor (depresi mayor, distimia, atau gangguan
bipolar); gangguan penyesuaian; gejala ansietas disabling, perubahan mood yang dicetuskan
oleh obat, rasa sedih patologis, demensia; keadaan apatis; atau delirium. Perubahan mood ini
biasanya terjadi mengikuti fluktuasi motorik, pada saat pasien mengalami mood yang rendah
(bercampur dengan keadaan depresi-ansietas) terjadi pada saat periode off dan mood yang
normal atau meningkat (euphoria dan hipomanik) terjadi pada periode on. Namun, fluktuasi
mood ini juga dapat terjadi tanpa disertai fluktuasi motorik pada beberapa pasien.
e. Depresi
Depresi mayor terjadi hampir 40 % pada pasien dengan PD, angka kejadian tersebut
bervariasi dari tiap studi yang ada yaitu dari 4% hingga 70 %. Depresi mayor terjadi pada
hampir setengahnya pasien dengan depresi, sedangkan lainnya disertai gangguan
penyesuaian, distimia atau kelainan bipolar. Intensitas gejala depresi mayor secara umum
terjadi dari sedang hingga berat dan sering bersamaan dengan gejala ansietas. Secara umum,
studi yang ada tidak menunjukkan hubungan yang jelas antara onset umur dan lamanya PD,
riwayat anggota keluarga dengan gangguan mood, atau riwayat pasien dengan episode
depresi sebelumnya.
Terlihat dengan jelas hubungan antara mood dan fenomena motorik sangatlah
kompleks. Menariknya adalah perbaikan motorik dengan obat-obatan tidak diikuti dengan
perbaikan mood, tetapi keberhasilan pengobatan depresi berhubungan dengan perbaikan
fungsi motorik. Dalam beberapa studi menunjukkan hubungan antara perbaikan dari suatu
episode depresi dan gangguan kognitif setelah mendapatkan pengobatan gangguan mood.
f. Apatis
Gejala apatis dapat timbul dengan gejala depresi mayor. Terdapat dua studi yang
menelaah apatis. Pada studi sebelumnya, depresi dan apatis dapat timbul bersamaan pada
sekitar 30 % sample, dan 12 % hingga 16 % pasien hanya mengalami apatis saja.
Dibandingkan dengan pasien PD yang eutimik, tidak terdapat perbedaan bermakna dalam
usia, jenis kelamin, lamanya menderita PD, atau beratnya gangguan motorik tetapi pada
pasien dengan sindoma apatis terjadi relative pada usia lanjut dibandingkan dengan PD yang
disertai depresi.
g. Emosionalisme
Pada beberapa studi mendapatkan suatu keadaan meningkatnya frekuensi menangis
atau labilnya emosi pada pasien PD dibanding pada subyek kontrol. Keadaan emosi yang
timbul pada PD merupakan suatu keadaan sentimental yang tinggi dan berlebihan yang tidak
sesuai, tidak dimotivasi dan tidak disadari. Biasanya berlangsung singkat, tetapi sering
mereka sampai timbul air mata. Keadaan menangis yang berlebihan pada PD dapat terjadi
sebagai tanda depresi mayor, inkontinensia emosional (dikenal sebagai tertawa atau
menangis patologis), delirium, atau dengan penggunaan benzodiazepine. Pasien sering
mendeskripsikan keadaan emosional yang berlebihan dan tidak terkontrol biasanya
dicetuskan melalui berbagai stimulus positif ataupun negatif, sebagai contoh adegan di
televisi yang membuat sedih, hal-hal pengkhawatiran tentang masa depan, atau melihat
orang sedang berbuat kebaikan.
Pada beberapa pasien, emosionalitas ini membuat suatu keadaan yang sangat
memalukan secara sosial, yang menimbulkan fobia bagi pasien. Dari segi pasien sendiri dan
atau keluarganya menyimpulkan bahwa menangis ini berarti mereka “mengalami depresi”
dan hal ini harus disadari keadaan ini sering terjadi pada PD, bahkan tanpa disertai sindroma
depresi sekalipun. Pemeriksaan yang seksama mengenai keadaan emosional pasien PD
menunjukkan hampir 40 % pasien mengalami peningkatan keadaan menangis sejak onset
PD, dan 11 % nya keadaan emosionalnya lebih pervasif. Tidak ada hubungan yang pasti
antara emosionalitas dan gangguan kognitif atau sindroma depresi mayor.
h. Ansietas
Keadaan ansietas merupakan masalah umum terjadi pada pasien PD, tetapi sering
kurang diperhatikan mengenai fenomena ini. Ansietas ini dapat terjadi ‘berdiri sendiri’ atau
merupakan suatu gejala depresi, secara klinis keadaan ansietas terjadi pada sekitar 40 %
pasien PD. Secara umum gejala yang timbul dapat berupa kelainan umum ansietas, fobia
sosial, dan kelainan panik, yang prevalensinya rata-rata sekitar 25 % pada beberapa studi.
Sindroma tersebut dapat terjadi sebelum atau menyertai sindroma depresi mayor, dan dapat
terjadi setelah keadaan depresi diterapi
Pada beberapa studi menunjukkan sindroma ansietas mendahului onset dari gejala
motorik, tetapi juga dapat timbul setelahnya. Studi lain juga memaparkan mengenai
hubungan antara gejala panik dan fluktuasi pengobatan antiparkinson dan gejala motorik,
tetapi hubungan yang jelas antara ansietas dan tingkat disabilitas, gejala motorik, dan
pengobatan dengan dopaminergik belum dipublikasikan.Walaupun begitu, sindroma ansietas
pada PD dapat mewakili perbedaan lokasi patologi pada PD.
i. Psikosis
Psikosis yang timbul berhubungan dengan pengobatan dopaminergik, sekitar 20 %
pada pasien PD. Psikosis dapat timbul secara spontan atau berhubungan dengan gangguan
kognitif, fluktuasi periode “on” dan “off”, gangguan mood, pengobatan psikoaktif, dan atau
keadaan delirium. Gejala psikosis yang timbul secara umum dapat dibagi menjadi tiga
kategori. Kategori pertama terdiri dari gejala halusinasi visual berupa gambaran ‘binatang’
atau ‘orang’ yang terjadi dengan rasa sensasi yang jelas dan disertai insight. Tipe yang
kedua halusinasi atau delusi yang terjadi menjadi persisten tetapi dengan hilangnya insight.
Pada grup yang ketiga, halusinasi atau delusi terjadi pada keadaan delirium.
Halusinasi dan delusi juga terjadi sebagai gejala dari depresif mayor atau gejala
manik, hal ini merupakan diagnosis yang harus diperhatikan pada saat pasien dalam keadaan
agitasi. Pada suatu studi pada populasi tentang psikosis menunjukkan adanya hubungan
antara gejala psikotik dan umur, tahap perkembangan, dan subgrup diagnostik dari PD,
beratnya depresi, dan gangguan kognitif, dimana pengobatan antiparkinson tidak dibedakan
diantara pasien PD dengan atau tanpa psikosis.
Patofisiologi psikosis pada PD tidak diketahui secara pasti (table 2). Laporan
terjadinya psikosis pada pasien PD sering timbul pada penggunaan terapi levodopa.4 Semua
agen, termasuk agonis dopamine, amantadin, dan levodopa dapat menyebabkan psikosis dan
mengalami perbaikan dengan penurunan dosis. 4 Hal inilah yang menjadi pemikiran bahwa
psikosis yang terjadi akibat sekunder hipersensitifitas reseptor dopamine di regio
mesokortikal dan mesolimbik yang diakibatkan stimulasi berlebihan dari pengobatan
dopaminergik. Teori lain mengatakan, adanya ketidakseimbangan antara sistem
dopaminergik dan serotonergik akibat pengobatan dengan dopaminergik yang menurunkan
kadar serotonin atau stimulasi yang berlebihan dari reseptor serotonergik karena terapi
dopaminergik.
2.6.Pemeriksaan Diagnostik
Observasi gejala klinis dilakukan dengan mempelajari hasil foto untuk mengetahui
gangguan.
Pemeriksaan Penunjang
o EEG (Elektro Encelopaty)
o CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki
melebar,hidrosefalua eks vakuo). Penyakit Parkinson merupakan penyakit
kronisyang membutuhkan penanganan secara holistik meliputi berbagai
bidang.Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit ini,
tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul.
o Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis,karena
tidak memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk penyakit
Parkinson. Pengukuran kadar NT dopamine atau metabolitnya dalam air
kencing, darah maupun cairan otak akan menurun pada penyakit Parkinson
dibandingkan kontrol.Lebih lanjut , dalam keadaan tidak ada penanda biologis
yang spesifik penyakit, maka diagnosis definitive terhadap penyakit Parkinson
hanya ditegakkan dengan otopsi. Dua penelitian patologis terpisah
berkesimpulan bahwa hanya 76% dari penderita memenuhi kriteria patologis
aktual, sedangkan yang 24% mempunyai penyebab lain untuk parkinsonisme
tersebut.
Neuroimaging :
o Magnetik Resonance Imaging ( MRI )
Baru – baru ini dalam sebuah artikel tentang MRI , didapati bahwa hanya pasien yang
dianggap mempunyai atropi multi sistem memperlihatkan signal di striatum.
o Positron Emission Tomography ( PET )
Ini merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah memberi kontribusi
yang signifikan untuk melihat kedalam sistem dopamine nigrostriatal dan peranannya
dalam patofisiologi penyakit Parkinson. Penurunan karakteristik pada pengambilan
fluorodopa , khususnya di putamen , dapat diperlihatkan hampir pada semua
penderita penyakit Parkinson, bahkan pada tahap dini.Pada saat awitan gejala ,
penderita penyakit Parkinson telah memperlihatkan penurunan 30% pada
pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya PET tidak dapat membedakan
antara penyakit Parkinson dengan parkinsonisme atipikal. PET juga merupakan suatu
alat untuk secara obyektif memonitor progresi penyakit , maupun secara obyektif
memperlihatkan fungsi implantasi jaringan mesensefalon fetus.
Gambar . PET pada penderita Parkinson pre dan prost transplantasi
o Single Photon Emission Computed Tomography ( SPECT )
Sekarang telah tersedia ligand untuk imaging sistem pre dan post sinapsis oleh
SPECT , suatu kontribusi berharga untuk diagnosis antara sindroma Parkinson plus
dan penyakit Parkinson, yang merupakan penyakit presinapsis murni. Penempelan ke
striatum oleh derivat kokain [123]beta-CIT, yang juga dikenal sebagai RTI-55,
berkurang secara signifikan disebelah kontralateral sisi yang secara klinis terkena
maupun tidak terkena pada penderita hemiparkinson. Penempelan juga berkurang
secara signifikan dibandingkan dengan nilai yang diharapkan sesuai umur yang
berkisar antara 36% pada tahap I Hoehn dan Yahr sampai 71% pada tahap V. Marek
dan yang lainnya telah melaporkan rata-rata penurunan tahunan sebesar 11% pada
pengambilan [123]beta-CIT striatum pada 34 penderita penyakit Parkinson dini yang
dipantau selama 2 tahun.
Sekarang telah memungkinkan untuk memvisualisasi dan menghitung degenerasi
sel saraf nigrostriatal pada penyakit Parkinson.Dengan demikian, imaging transporter
dopamin pre-sinapsis yang menggunakan ligand ini atau ligand baru lainnya mungkin
terbukti berguna dalam mendeteksi orang yang beresiko secara dini. Sebenarnya,
potensi SPECT sebagai suatu metoda skrining untuk penyakit Parkinson dini atau
bahkan presimptomatik tampaknya telah menjadi kenyataan dalam praktek. Potensi
teknik tersebut sebagai metoda yang obyektif untuk memonitor efikasi terapi
farmakologis baru, sekarang sedang diselidiki
Skala Hoehn dan yahr
stage 0 tidak ada tanda-tanda penyakit
Stage 1 tanda-tanda unilateral
Stage 1 tanda-tanda unilateral dan axsial
Stage 2 tanda-tanda bilaterall tanpa gangguan keseimbangan
Stage 2,5 penyakit bilateral ringan
Stage 3 penyakit bilateral ringan-sedang terjadi ketidak seimbangan tubuh, secara
fisik masih mandiri
Stage 4 penyakit parah tidak mampu hidup sendiri
Stage 5 tidak bias berjalan atau berdiri tanpa bantuan
2.7. Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit parkinson dapat dikelompokan ,sebagai berikut :
1. Farmakologik
Bekerja pada sistem dopaminergik
Bekerja pada sistem kolinergik
Bekerja pada Glutamatergik
Bekerja sebagai pelindung neuron
Lain –lain
2. Non Farmakologik
Perawatan
Pembedahan
Deep-Brain Stimulasi
Transplantasi
3.1 Farmakologik
Sasaran tindakan adalah untuk meningkatkan transmisi dopamin. Terapi obat-obatan
mencakup antihistamin, antikolinergik, amantidin, levodopa, anhibitor monoamin oksidasi
(MAO), dan antidepresi. Beberapa obat-obat ini menyebabkan efek sampik psikiatrik pada
lansia meliputi :
Antihistamin
Antihistamin mempunyai efek sedatif dan antikolinergik pusat ringan, dapat membantu
dalam menghilangkan tremor.
Terapi Antikolinergik
Agen antikolinergik (triheksifenidil, prosiklidin, dan benzotropin mesilat) efektif untuk
mengontrol tremor dan kekakuan Parkinson. Obat-obatan ini dapat digunakan dalam
kombinasi dengan levodopa. Agen ini menghilangkan aksi asetilkolin pada sistem saraf
pusat. Efek smaping mencakup penglihatan kabur, wajah memerah, ruam pada wajah,
konstipasi, retensi urine, dan kondusi akut. Tekanan intraokular dipantau ketat karena
obat-obat ini kontraindikasi pada klien dengan glaukoma meskipun glaukoma yang
dialami klien hanya sedikit. Klien dengan hiperplasia prostatik dipantau terhadap adanya
tanda-tanda retensi urine.
Amantadin Hidroklorida
Amantadin hidroklorida (Symmetrel), agen antivirus yang digunakan pada awal
pengobatan penyakit Parkinson untuk menurunkan kekakuan, tremor dan bredikinesia.
Agen ini diperkirakan bekerja melalui pelepasan dopamin dari daerah psikiatrik
(perubahan perasaan hati, konfusi, halusinasi), muntah, adanya tekanan pada epigastrium,
pusing, dan gangguan penglihatan.
Terapi Levodopa
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam otak
levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada
neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopa
dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron
dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan efek
samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-
Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor,
membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita
penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini
diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek
sampingnya.
Sejak diperkenalkan akhir tahun 1960an, levodopa dianggap merupakan obat
yang paling banyak dipakai sampai saat ini. Levodopa dianggap merupakan tulang
punggung pengobatan penyakit parkinson. Berkat levodopa, seorang penderita
parkinson dapat kembali beraktivitas secara normal.
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai
memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya
terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa efektifitas levodopa
berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya.Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan
memasuki susunan saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin.
Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa:
1) Neusea, muntah, distress abdominal
2) Hipotensi postural
3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia
lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada system
konduksi jantung. Ini bias diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol.
4) Diskinesia.
Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau
muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap terapi
levodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat
mengganggu karena penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi
terhenti, membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum
darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi
levodopa.
MADOPAR 125MG TAB@30
Kandungan
Per madopar tab Levodopa 100 mg,benserazide HCL 25 mg.per madopar HBS levodopa 100 mg, benserazide HCL 25
mg.Per madopar Dispersible 125 levodopa 100 mg,benserazide HCL 125 MG.
Indikasi
Peny parkinson kecuali sindroma parkinson krn obat.Parkinsonisme simptomatik pasca ensefalilitis.
Kontra Indikasi
Ggn endokrin, ginjal, hati, jantung yg berat. Psikosis & psikoneurosis berat. Pasien < 25 thn. Hamil, kombinasi dg MAOI
kecuali selegiline.
Efek Samping
Anoreksia, ggn Gl. Jarang: aritmia, hipotensi ortostatik. Gerakan involunter abnormal spt atetosis pd akhir pengobatan.
Leukopenia & trombositopenia.
Perhatian
Glaukoma, riwayat infark miokardium, insufisiensi koroner, aritmia, riwayat ulkus lambung&asteomalasia. Hentikan 12-
48jam sblm op dg anestesi umum. Jika pasien terpaksa di op ketika sedng menggunkan madopar, hindari anestesi dg
siklopropane atau haloten.
Dosis
Awal 1/2 tab 3-4 x/hr, dpt ditingkatkan tiap minggu mjd sbg dosis tunggal atau lebih. pemeliharaan: 2 tab 3 x/hr. HBS
dosis harian & interval awal sama dg standar levodopa. Stlh 2-3 hr, dpt ditingkatkan scr bertahap 50%nya. Titrasi
selanjutnya dpt dilakukan dg hati-hati stlh interval 2-3 hr.
Interaksi
memperkuat efek simpotomimetik. Neuroleptik.
Kemasan
Kaps HBS 30. Tab dispersible 125 30
DOMPERIDON 10MG TAB@50 GNV
Kandungan
Domperidone
Indikasi
Dispepsia fungsional, mual dan muntah akut atau mual-muntah karena pemberian levodopa dan bronmokritptin > 12 minggu
Kontra Indikasi
Prolaktinoma tumor hipofise yang mengeluarkan prolaktin.
Efek Samping
Sedasi, Rx ekstrapiramidal distonik, parkinson diskinesia tardif, galaktore, ginekomastia, mulut kering, sakit kepala, diarem ruam,
kulit, rasa haus, cemas, gatal.
Perhatian
Hamil dan laktasi. Ggn fungsi hati dan ginjal.
Dosis
Dispepsia fungsional Dewasa dan lansia 10-20 mg 3x/hr dan 10-20 mg 1x sebelum tidur malam selama maks: 12 minggu. Mual
muntah (ternasuk karena levodopa dan bromokriptin) Dewasa dan lansia 10-20 mg tiap 4-8 jam. Anak 0.2-0.4 mg/kg BB/hr tiap 4-8
jam.
Interaksi
Analgesikopiat, antikolinergik, bromokriptin, antasida.
Kemasan
Tab 10 mg x 5 x 10. Suspensi 5 mg/ 5 ml x 60 ml x 1.
Derivat Ergoet-Agonis Dopamin
Agen-agen ini (bromokriptin dan pergolid) dianggap sebagai reseptor dopamin; agen ini
bermanfaat bila ditambahkan dengan levodopa dan pada klien yang mengalami reaksi on-
off terhadap fluktuasi klinis ringan.
Inhibitor MAO.
Eldepril adalah salah satu perkembangan dalam farmakoterapi penyakit Parkinson. Obat
ini menghambat pemecahan dopamin; sehingga peningkatan jumlah dopamin tercapai,
tidak seperti bentuk terapi lain, agen ini secara nyata memperlambat kemajuan penyakit.
Antidepresan
Antidepresan trisiklik dapat diberikan untuk mengurangi depresi yang juga biasa terjadi
pada penyakit Parkinson.
3.1.1 Bekerja pada sistem dopaminergik
a. L-dopa
Penemuan terapi l-dopa pada tahun 1960 merupakan terobosan baru pengetahuan
tentang penyakit degenerasi .Meskipun sampai sekarang l-dopa masih merupakan obat
paling menjanjikan respon terbaik untuk penyakit parkinson ,namun masa kerjanya yang
singkat , respon yang fluktuatif dan efek oxidative stress dan metabolitnya menyebabkan
para peneliti mencari bahan alternatif . Cara kerja obat kelompok ini dapat dijelaskan
lewat alur metabolisme dari dopamin sebagai berikut. Tyrosin yang berasal dari makanan
akan diubah secara beruntun menjadi l-dopa dan dopamin oleh enzimya masing-masing .
Kedua jenis enzim ini terdapat diberbagai jaringan tubuh , disamping dijaringan saraf .
Dopamin yang terbentuk di luar jaringan saraf otak , tidak dapat melewati sawar darah
otak . Untuk mencegah jangan sampai dopamin tersintesa diluar otak maka l-dopa
diberikan bersama dopa-decarboxylase inhibitor dalam bentuk carbidopa dengan
perbandingan carbidopa : l-dopa = 1 : 10 ( Sinemet ) atau benzerazide : l- dopa = 1 : 4
( Madopar).Efek terapi preparat l-dopa baru muncul sesudah 2 minggu pengobatan oleh
karena itu perubahan dosis seyogyanya setelah 2 minggu . Mulailah dosis rendah dan
secara berangsur ditingkatkan . Drug holiday sebaliknya jangan lebih lama dari 2
minggu , karena gejala akan muncul lagi sesudah 2 minggu obat dihentikan.
b. MAO dan COMT Inhibitor
Pada umumnya penyakit parkinson memberi respon yang cepat dan bagus dengan
l-dopa dibandingkan dengan yang lain ,namun ada laporan bahwa l-dopa dan dopamin
menghasilkan metabolit yang mengganggu atau menekan proses pembentukan energi dari
mitokondria dengan akibat terjadinya oxidative stress yang menuntun timbulnya
degenerasi sel neuron.Preparat penghambat enzim MAO ( monoamine oxydase ) dan
COMT ( Catechol-O-methyl transferase ) ditambahkan bersama preparat l-dopa untuk
melindungi dopamin terhadap degradasi oleh enzim tersebut sehingga metabolit
berkurang ( pembentukan radikal bebas dari dopamin berkurang ) sehingga neuron
terlindung dari proses oxidative stress .
c. Agonis Dopamin
Preparat lain yang juga dapat menghemat pemakaian l-dopa adalah golongan
dopamin agonis . Golongan ini bekerja langsung pada reseptor dopamin, jadi mengambil
alih tugas dopamin dan memiliki durasi kerja lebih lama dibandingkan dopamin.Sampai
saat ini ada 2 kelompok dopamin agonis , yaitu derivat ergot dan non ergot . Secara
singkat reseptor yang bisa dipengaruhi oleh preparat dopamin agonis adalah sebagai
berikut:
Keuntungan terapi dengan agonis dopamin dibandingkan l-dopa antara lain :
1. Durasi kerja obat lebih lama
2. Respon fluktuatif dan diskinesia lebih kecil
3. Dapat dipilih agonis dopamin yang lebih specifik terhadap reseptor dopamin tertentu
disesuaikan kondisi penderita penyakit parkinson.
Kerugian terapi agonis dopamin adalah onset terapeutiknya rata – rata lebih lama
dibandingkan DA ergik.
3.1.2 Bekerja pada sistem kolinergik
Obat golongan antikolinergik memberi manfaat untuk penyakit parkinson , oleh
karena dapat mengoreksi kegiatan berlebihan dari sistem kolinergik terhadap sistem
dopaminergik yang mendasari penyakit parkinson . Ada dua preparat antikolinergik yang
banyak digunakan untuk penyakit parkinson , yaitu thrihexyphenidyl ( artane ) dan
benztropin ( congentin ). Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah
biperidon ( akineton ) , orphenadrine ( disipal ) dan procyclidine ( kamadrin ).
• Golongan anti kolinergik terutama untuk menghilangkan gejala tremor dan efek
samping yang paling ditakuti adalah kemunduran memori.
3.1.3 Bekerja pada sistem Glutamatergik
Diantara obat – obat glutamatergik yang bermanfaat untuk penyakitparkinson adalah
dari golongan antagonisnya , yaitu amantadine , memantine, remacemide dan L 235959.
Antagonis glutamatergik diduga menekan kegiatan berlebihan jalur dari inti subtalamikus
sampai globus palidus internus sehingga jalur indirek seimbang kegiatannya dengan jalur
direk , dengan demikian out put ganglia basalis ke arah talamus dan korteks normal kembali .
Disamping itu, diduga antagonis glutamatergik dapat meningkatkan pelepasan dopamin,
menghambat reuptake dan menstimulasi reseptor dopamin.Obat ini lebih efektif untuk
akinesia dan rigiditas daripada antikolinergik.
3.1.4 Bekerja sebagai pelindung neuron
Berbagai macam obat dapat melindungi neuron terhadap ancaman degenerasi akibat
nekrosis atau apoptosis. Termasuk dalam kelompok ini adalah :
a. Neurotropik faktor , yaitu dapat bertindak sebagai pelindung neuron terhadap kerusakan
dan meningkatkan pertumbuhan dan fungsi neuron . Termasuk dalam kelompok ini adalah
BDNF ( brain derived neurotrophic factor ) , NT 4/5 ( Neurotrophin 4/5 ) , GDNT ( glia cell
line-derived neurotrophic factorm artemin ) , dan sebagainya . Semua belum dipasarkan.
b. Anti-exitoxin , yang melindungi neuron dari kerusakan akibat paparan bahan neurotoksis
( MPTP , Glutamate ) . Termasuk disini antagonis reseptor NMDA , MK 801 , CPP ,
remacemide dan obat antikonvulsan riluzole.
c. Anti oksidan , yang melindungi neuron terhadap proses oxidative stress akibat serangan
radikal bebas. Deprenyl ( selegiline ) , 7-nitroindazole , nitroarginine methyl-ester ,
methylthiocitrulline , 101033E dan 104067F , termasuk didalamnya . Bahan ini bekerja
menghambat kerja enzim yang memproduksi radikal bebas.Dalam penelitian ditunjukkan
vitamin E ( -tocopherol ) tidak menunjukkan efek anti oksidan.
d. Bioenergetic suplements , yang bekerja memperbaiki proses metabolisme energi di
mitokondria . Coenzym Q10 ( Co Q10 ) , nikotinamide termasuk dalam golongan ini dan
menunjukkan efektifitasnya sebagai neuroprotektant pada hewan model dari penyakit
parkinson.
e. Immunosuppressant , yang menghambat respon imun sehingga salah satu jalur menuju
oxidative stress dihilangkan . Termasuk dalam golongan ini adalah immunophillins , CsA
( cyclosporine A ) dan FK 506 ( tacrolimu) . Akan tetapi berbagai penelitian masih
menunjukkan kesimpulan yang kontroversial.
3.1.5 Lain lain
Bahan lain yang masih belum jelas cara kerjanya diduga bermanfaat untuk penyakit
parkinson , yaitu hormon estrogen dan nikotin. Pada dasawarsa terakhir , banyak peneliti
menaruh perhatian dan harapan terhadap nikotin berkaitan dengan potensinya sebagai
neuroprotektan . Pada umumnya bahan yang berinteraksi dengan R nikotinik memiliki potensi
sebagai neuroprotektif terhadap neurotoksis , misalnya glutamat lewat R NMDA , asam kainat
, deksametason dan MPTP . Bahan nikotinik juga mencegah degenerasi akibat lesi dan
iskemia .
3.2 Non Farmakologik
Penanganan penyakit parkinson yang tidak kalah pentingnya ini sering terlupakan
mungkin dianggap terlalu sederhana atau terlalu canggih.
3.2.1 Perawatan Penyakit Parkinson
Sebagai salah satu penyakit parkinson kronis yang diderita oleh manula , maka perawatan
tidak bisa hanya diserahkan kepada profesi paramedis , melainkan kepada semua orang yang ada
di sekitarnya.
Pendidikan
Dalam arti memberi penjelasan kepada penderita , keluarga dan care giver tentang
penyakit yang diderita.Hendaknya keterangan diberikan secara rinci namun supportif
dalam arti tidak makin membuat penderita cemas atau takut. Ditimbulkan simpati dan
empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi
maksimal.
Rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan
menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah
sebagai berikut :
o Abnormalitas gerakan
o Kecenderungan postur tubuh yang salah
o Gejala otonom
o Gangguan perawatan diri ( Activity of Daily Living – ADL )
o Perubahan psikologik
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
Terapi fisik : ROM ( range of motion )
o Peregangan
o Koreksi postur tubuh
o Latihan koordinasi
o Latihan jalan ( gait training )
o Latihan buli-buli dan rectum
o Latihan kebugaran kardiopulmonar
o Edukasi dan program latihan di rumah
Terapi okupasi
Memberikan program yang ditujukan terutama dalam hal pelaksanaan aktivitas
kehidupan sehari-hari.
Terapi bicara
Membantu penderita Parkinson dengan memberikan program latihan pernapasan
diafragma, evaluasi menelan, latihan disartria, latihan bernapas dalam sebelum bicara.
Latihan ini dapat membantu memperbaiki volume berbicara , irama dan artikulasi.
Psikoterapi
Membuat program dengan melakukan intervensi psikoterapi setelah melakukan asesmen
mengenai fungsi kognitif , kepribadian , status mental ,keluarga dan perilaku.
Terapi sosial medik
Berperan dalam melakukan asesmen dampak psikososial lingkungan dan finansial , untuk
maksud tersebut perlu dilakukan kunjungan rumah/ lingkungan tempat bekerja.
Orthotik Prosthetik
Dapat membantu penderita Parkinson yang mengalami ketidakstabilan postural , dengan
membuatkan alat Bantu jalan seperti tongkat atau walker.
Terapi suara
Perawatan yang paling besar untuk kekacauan suara yang diakibatkan oleh penyakit
Parkinson adalah dengan Lee Silverman Voice Treatment (LSVT). LSVT fokus untuk
meningkatkan volume suara.
Terapi Gen
Penyelidikan telah dilakukan hingga tahap terapi gen yang melibatkan penggunaan virus
yang tidak berbahaya yang dikirim ke bagian otak yang disebut subthalamic nucleus
(STN). Gen yang digunakan memerintahkan untuk mempoduksi sebuah enzim yang
disebut glutamic acid decarboxylase (GAD) yang mempercepat produksi
neurotransmitter (GABA). GABA bertindak sebagai penghambat langsung sel yang
terlalu aktif di STN.
Diet
Pada penderita parkinson ini sebenarnya tidaklah diperlukan suatu diet yang khusus ,
akan tetapi diet penderita ini yang diberikan dengan tujuan agar tidak terjadi kekurangan
gizi , penurunan berat badan , dan pengurangan jumlah massa otot , serta tidak terjadinya
konstipasi . Penderita dianjurkan untuk memakan makanan yang berimbang antara
komposisi serat dan air untuk mencegah terjadinya konstipasi , serta cukup kalsium untuk
mempertahankan struktur tulang agar tetap baik . Apabila didapatkan penurunan motilitas
usus dapat dipertimbangkan pemberian laksan setiap beberapa hari sekali . Hindari
makanan yang mengandung alkohol atau berkalori tinggi.
3.2.2 Pembedahan
Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson dilakukan bila penderita tidak lagi
memberikan respon terhadap pengobatan / intractable , yaitu masih adanya gejala dua dari gejala
utama penyakit parkinson (tremor, rigiditas, bradi/akinesia, gait/postural instability), Fluktuasi
motorik, fenomena on-off, diskinesia karena obat, juga memberi respons baik terhadap
pembedahan.Ada 2 jenis pembedahan yang bisa dilakukan :
Pallidotomi , yang hasilnya cukup baik untuk menekan gejala :
o Akinesia / bradi kinesia
o Gangguan jalan / postural
o Gangguan bicara
Thalamotomi , yang efektif untuk gejala :
o Tremor
o Rigiditas
o Diskinesia karena obat.
Stimulasi otak dalam
Mekanisme yang mendasari efektifitas stimulasi otak dalam untuk penyakit parkinson ini
sampai sekarang belum jelas , namun perbaikan gejala penyakit parkinson bisa mencapai
80% . Frekwensi rangsangan yang diberikan pada umumnya lebih besar dari 130 Hz
dengan lebar pulsa antara 60 – 90 s . Stimulasi ini dengan alat stimulator yang ditanam di
inti GPi dan STN.
Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh
Lindvall dan kawannya , menggunakan jaringan medula adrenalis yang menghasilkan
dopamin. Jaringan transplan ( graft ) lain yang pernah digunakan antara lain dari jaringan
embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor
cells , non neural cells ( biasanya fibroblast atau astrosytes ) , testis-derived sertoli cells dan
carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan jaringan diberikan
obat immunosupressant cyclosporin A yang menghambat proliferasi T cells sehingga masa
idup graft jadi lebih panjang.
Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4
tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6 tahun sesudah transplantasi. Sampai saat ini ,
diseluruh dunia ada 300 penderita penyakit parkinson memperoleh pengobatan transplantasi
dari jaringan embrio ventral mesensefalon.
Pencangkokan Syaraf
Cangkok sel stem secara genetik untuk memproduksi dopamine atau sel sistem yang
berubah menjadi sel memproduksi dopamine telah mulai dilakukan.
Dopamin menipis dalam substansia nigra dan korpus striatum
Kehilangan kelola dari substansi nigra
Globus palidus mengeluarkan impuls yang abnormal
Impuls globus palidus ini tidak melakukan inhibisi terhadap korteks piramidalis dan ekstrapiramidalis
Kerusakan kontrol getaran volunter yang memiliki ketangkasan sesuai dengan gerakan otomatis
Degenerasi sel-sel neuron
Menyebabkan berkurangnya dopamin di nukleus kaudatus hipotalamus
Terjadi perubahan pada neurotransmiter dan neuropeptid
Perubahan neurofisiologik
Perubahan suasana perasaan
Mengurangi peranan sistem dopamin forebrain
Menyebabkan ketergantungan yang berlebihan thdp lingkungan
Penurunan keinginan untuk melakukan aktivitas dan kemampuan mengontrol diri
Virus, infeksi lain (TBC), trauma berulang pada kepala, tumor cerebri, pendarahan cerebral parkinson sekunderIdiopatik kronis parkinson primer
Perasaan tidak berguna
Aliran darah serebral regional menurunGangguan saraf II optikus Manefestasi otonomGangguan saraf VIII auditorius untuk keseimbanganTremor ritmik
Harga diri rendah
gg.nutrisi kurang dr kebutuhan
sekunder
PATOFISIOLOGI PARKINSON
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. PENGKAJIAN
Pengumpulan data subjektif dan objektif pada klien dengan gangguan sistem persarafan
meliputi anamnesis, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan
pengkajian psikososial.
a. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur (lebih sering pada kelompok usia lanjut, pada usia
50-an dan 60-an), jenis kelamin (lebih banyak laki-laki), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosis medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah gangguan gerakan, kaku otot, tremor menyeluruh, kelemahan otot, dan hilangnya refleks
postural.
b. Riwayat Penyakit Saat Ini
Pada anamnesis, sering klien mengeluhkan adanya tremor pada salah satu lengan dan
tangan, kemudian kebagian lain, dan akhirnya bagian kepala, walaupun tremor ini tetap
unilateral. Karakteristik tremor dapat berupa lambat, gerakan membalik (pronasi-supinasi) pada
lengan bawah dan telapak tangan, dan gerakan ibu jari terhadap jari-jari seolah-olah memutar
sebuah pil diantara jari-jari. Keadaan ini meningkat bila klien sedang berkonsentrasi atau merasa
cemas dan muncul pada saat klien istirahat.
Keluhan lainnya pada penyakit meliputi adanya perubahan pada sensasi wajah, sikap
tubuh, dan gaya berjalan. Adanya keluhan rigiditas deserebrasi, berkeringat, kulit berminyak dan
sering menderita dermatitis seboroik, sulit menelan, konstipasi, dan gangguan kandung kemih
yang diperberat oleh obat-obat antikolinergik dan hipertrofi prostat.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang dilakukan adalah dengan mengajukan pertanyaan tentang adalah riwayat
hipertensi, DM, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin,
vasodilator, dan penggunaan obat-obat antikolinergik dalam jangka waktu yang lama.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Walaupun tidak ditemukan adanya hubungan penyakit Parkinson dengan sebab genetik
yang jelas, perawat perlu melakukan pengkajian riwayat penyakit pada keluarga. Pengkajian
dilakukan dengan menanyakan apakah anggota keluarga terdahulu yang menderita hipertensi
dan DM. Hal ini diperlukan untuk melihat adanya komplikasi penyakit lain yang dapat
mempercepat progresifnya penyakit.
e. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien perlu dilakukan untuk menilai
respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya, perubahan dalam keluarga dan
masyarakat, dan respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
Apakah klien mengalami dampak yang timbul akibat penyakit seperti ketakutan akan
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran disebabkan oleh karena klien mengalami
kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri yang
ditemukan adalah klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah dan tidak
kooperatif.
Perubahan yang terpenting pada klien dengan penyakit Parkinson adalah tanda depresi.
Manifestasi mental muncul dalam bentuk penurunan kognitif, persepsi dan penurunan memori
(ingatan). Beberapa manifestasi psikiatrik (perubahan kepribadian, psikosis, demensia, konfusi
akut) umumnya terjadi pada lansia.
f. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan
fisik sangat berguna untuk mendukung data yang diperoleh dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dan terarah dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 dan dihubungkan dengan keluhan klien.
- B1 (Breathing)
Gangguan fungsi pernapasan yang terjadi berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivitas,
aspirasi makanan atau saliva, dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas.
Inspeksi, ditemukan klien batuk atau mengalami penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak napas dan penggunaan otot bantu napas.
Palpasi, ditemukan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi, ditemukan adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru.
Auskultasi, ditemukan bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering ditemukan pada klien dengan inaktivitas.
- B2 (Blood)
Hipotensi postural yang terjadi berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan
juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem saraf otonom.
- B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Pada inspeksi umum ditemukan perubahan
pada gaya berjalan, tremor secara umum pada seluruh otot dan kaku pada seluruh
gerakan.
Pemeriksaan fungsi serebri
Status mental : biasanya mengalami perubahan yang berhubungan dengan penurunan
status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori baik jangka pendek dan memori
jangka panjang.
Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I. Biasanya pada klien cedera tulang belakang tidak ditemukan kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
Saraf II. Hasil uji ketajaman penglihatan mengalami perubahan sesuai tingkat usia, biasanya
klien lanjut usia dengan penyakit Parkinson mengalami penurunan ketajaman penglihatan.
Saraf III, IV, dan VI. Gangguan saraf okulomotorius : sewaktu melakukan konvergensi
penglihatan menjadi kabur karena tidak mampu mempertahankan kontraksi otot- otot bola mata.
Saraf V. Pada klien dengan penyakit Parkinson umumnya ditemukan perubahan pada otot
wajah. Adanya keterbatasan otot wajah menyebabkan ekspresi wajah klien mengalami
penurunan , saat bicara wajah seperti topeng (sering mengedipkan mata).
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal.
Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi yang berhubungan dengan proses senilis dan
penurunan aliran darah regional.
Saraf IX dan X. Ditemukan kesulitan menelan dalam menelan makanan.
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ditemukan deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecapan normal.
Tanda Tanda Vital (TTV)
a. Hipotensi
b. Bradikardi
c. Penurunan frekuensi pernapasan
Sistem Motorik
Inspeksi umum, ditemukan perubahan pada gaya berjalan, tremor secara umum pada
seluruh otot dan kaku pada seluruh gerakan. Klien sering mengalami rigiditas
deserebrasi.
Tonus otot ditemukan meningkat.
Keseimbangan dan koordinasi, ditemukan mengalami gangguan karena adanya
kelemahan otot, kelelahan, perubahan pada gaya berjalan, tremor secara umum pada
seluruh otot dan kaku pada seluruh gerakan.
Pemeriksaan Refleks
Terdapat kehilangan refleks postural, apabila klien mencoba untuk berdiri, klien akan
berdiri dengan kepala cenderung kedepan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong.
Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan (salah satunya kedepan atau kebelakang)
dapat menimbulkan sering jatuh.
Sistem Sensorik
Sesuai berlanjutnya usia Klien dengan penyakit Parkinson mengalami penurunan
terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensorik yang ada merupakan hasil dari
neuropati.
- B4 (Bladder)
Penurunan refleks kandung kemih perifer dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan
persepsi klien secara umum. Klien mungkin mengalami inkontinensia urine,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
- B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi kurang karena
kelemahan fisik umum, kelelahan otot dan adanya tremor menyeluruh. Klien sering
mengalami konstipasi karena penurunan aktivitas.
- B6 ( Bone)
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kelelahan otot, tremor secara
umum pada seluruh otot dan kaku pada seluruh gerakan menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan pemenuhan aktivitas sehari-hari.
Adanya gangguan keseimbangan dan koordinasi dalam melakukan pergerakan karena
perubahan pada gaya berjalan dan kaku pada seluruh gerakan memberikan risiko pada
trauma fisik bila melakukan aktivitas.
3.2 ANALISA DATA
No.
Data Etiologi Masalah
1. DS:- Pasien mengeluh
tangan dan anggota tubuh lain bergetar/tremor
- Pasien mengeluh kesusahan dalam berjalan
DO:- Inspeksi terlihat gaya
berjalan pasien berubah(membungkuk, terseok-seok)
- Inspeksi pasien terlihat tremor
Faktor predisposisi lesi pada substansia nigra (usia, induksi obat dan toksik)
Dopamine menipis dalam substansia nigra dan korpus striatum
Kehilangan kelola dari substansi nigra
Globus palidus mengeluarkan impuls yang abnormal
Kerusakan control gerakan volunteer yang memiliki ketangkasan sesuai dan
gerakan otomatis
Hambatan Mobilitas Fisik
DP:- MRI- EEG
gg. saraf VIII (auditorius( / keseimbangan
rigiditas
perubahan gaya berjalan, kekakuan dalam beraktivitas
Hambatan Mobilitas Fisik
2. DS: - Pasien mengeluh
susah untuk melakukan perawatan diri (susah mengganti baju sendiri, kesusahan ke kmar mandi dan melakukan personal hygiene)
DO:- Inspeksi pasien
terlihat berantakan/kurang bersih
DP:
Faktor predisposisi lesi pada substansia nigra (usia, induksi obat dan toksik)
Dopamine menipis dalam substansia nigra dan korpus striatum
Kehilangan kelola dari substansi nigra
Globus palidus mengeluarkan impuls yang abnormal
Kerusakan control gerakan volunteer yang memiliki ketangkasan sesuai dan
gerakan otomatis
gg. saraf VIII (auditorius( / keseimbangan
rigiditas
perubahan gaya berjalan, kekakuan dalam beraktivitas
Hambatan Mobilitas Fisik
Defisit perawatan diri
Defisit Perawatan Diri
3. DS:- Pasien mengeluh
kesusahan dalam berkomunikasi
DO:- Inspeksi wajah
pasien terlihat kaku
Faktor predisposisi lesi pada substansia nigra (usia, induksi obat dan toksik)
Dopamine menipis dalam substansia nigra dan korpus striatum
Kehilangan kelola dari substansi nigra
Globus palidus mengeluarkan impuls
Hambatan Komunikasi Verbal
yang abnormal
Kerusakan control gerakan volunteer yang memiliki ketangkasan sesuai dan
gerakan otomatis
Aliran darah ke cerebral regional terganggu
Manefestasi psikiatik
Perubahan kepribadian
Kognitif
Kerusakan Komunikasi Visual
4. DS: - Pasien mengeluh
susah menelan- Pasien mengeluh
sulit mengunyahDO:
- Pasien terlihat dysphagia
-
Faktor predisposisi lesi pada substansia nigra (usia, induksi obat dan toksik)
Dopamine menipis dalam substansia nigra dan korpus striatum
Kehilangan kelola dari substansi nigra
Globus palidus mengeluarkan impuls yang abnormal
Kerusakan control gerakan volunteer yang memiliki ketangkasan sesuai dan
gerakan otomatis
Gerakan menelan dan disfagia
Perlambatan dalam proses makan
Anorexia
Intake nutrisi
Gg nutrisi kurang dari kebutuhan
Resiko Gangguan Pemenuhan Nutrisi
5. DS:- Pasien
Faktor predisposisi lesi pada substansia nigra (usia, induksi obat dan toksik)
Gangguan Harga Diri Rendah
menyatakan malu dengan keadaan penyakitnya
- Pasien merasa tidak berharga karena tidak bias melakukan aktivitas
DO:- Pasien terlihat
menutup diri dan menolak untuk berkomunikasi serta mengadakan interaksi
Dopamine menipis dalam substansia nigra dan korpus striatum
Kehilangan kelola dari substansi nigra
Globus palidus mengeluarkan impuls yang abnormal
Kerusakan control gerakan volunteer yang memiliki ketangkasan sesuai dan
gerakan otomatis
Hipertoni otot
rigiditas
perubahan gaya berjalan, kekakuan dalam beraktivitas
Hambatan Mobilitas Fisik
Defisit perawatan diri
Perasaan tidak berguna
Harga diri rendah
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kekakuan dan kelemahan otot.
2. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.
3. Hambatan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan volume bicara,
pelambatan bicara, ketidakmampuan menggerakan otot-otot wajah.
4. Harga diri rendah yang berhubungan dengan penurunan kemampuan untuk beraktivitas
5. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan pelambatan
dalam proses makan.
3.4 Nursing Care Plan (NCP)
NO Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Hambatan
mobilitas fisik
yang
berhubungan
dengan
kekakuan dan
kelemahan
otot.
Tujuan : Dalam
waktu 2 x 24 jam,
klien mampu
melaksanakan
aktivitas fisik sesuai
dengan
kemampuannya.
Kriteria Hasil : Klien
dapat ikut serta dalam
program latihan,
tidak terjadi
kontraktur sendi,
bertambahnya
kekuatan otot. Klien
menunjukkan
tindakan untuk
meningkatkan
mobilitas.
Mandiri :
1. Kaji mobilitas yang
ada dan observasi
peningkatan kerusakan.
Kaji secara teratur fungsi
motorik.
1. Mengetahui tingkat
kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas.
2. Lakukan program
latihan yang
meningkatkan kekuatan
otot.
2.Meningkatkan
koordinasi dan
ketangkasan,
menurunkan kekakuan
otot dan mencegah
kontraktur bila otot tidak
digunakan.
3. Lakukan program
latihan yang
meningkatkan kekuatan
otot.
3.Latihan postural untuk
melawan kecenderungan
kepala dan leher tertarik
kedepan dan kebawah.
4. Ajarkan teknik
berjalan khusus :
Ajarkan untuk
berkosentrasi pada
berjalan tegak,
memandang lurus
kedepan, dan
menggunakancara
berjalan dengan
dasar lebar (misalnya
berjalan dengan kaki
terpisah).
Klien dianjurkan
4. Teknik berjalan khusus
dapat juga dipelajari
untuk mengimbangi gaya
berjalan menyeret dan
kecenderungan tubuh
condong kedepan.
untuk latihan
berjalan dengan
diiringi musik
marching band atau
lagu, karena hal ini
memberikan
rangsangan sensorik.
Latihan bernapas
sambil berjalan
membantu untuk
menggerakan rangka
tulang rusuk dan
transpor oksigen
untuk mengisi
bagian paru-paru
yang kadar
oksigennya rendah.
Melakukan periode
istirahat yang sering
untuk membantu
pencegahan frustasi
dan kelelahan.
5. anjurkan mandi hangat
dan masase otot
5. mandi hangat dan
masase membantu otot-
otot rileks saat
melakukan aktivitas pasif
dan aktif dan mengurangi
nyeri otot akibat spasme
yang mengakibatkan
kekakuan
6. Bantu klien melakukan
latihan ROM, perawatan
diri, sesuai toleransi.
6. Untuk memelihara
fleksibilitas sendi sesuai
kemampuan
7. Kolaborasi dengan
ahli fisioterapi untuk
latihan fisik klien.
7. Peningkatan
kemampuan dalam
mobilisasi ekstremitas
dapat ditingkatkan
dengan latihan fisik oleh
tim fisioterapis.
2 Defisit
perawatan
diri yang
berhubungan
dengan
menurunnya
kekuatan otot.
Tujuan : Dalam
waktu 2 x 24 jam,
perawatan diri klien
terpenuhi.
Kriteria Hasil : Klien
dapat menunjukkan
perubahan gaya hidup
untuk memenuhi
kebutuhan merawat
diri, klien mampu
melakukan aktivitas
perawatan diri sesuai
dengan tingkat
kemampuannya,
mengidentifikasi
personal/masyarakat
dapat yang
membantu.
Mandiri
1.Kaji kemampuan dan
tingkat penurunan dalam
skala 0-4 untuk
melakukan ADL.
1. Membantu dalam
mengantisipasi dan
merencanakan pertemuan
kebutuhan individual.
2. Hindari apa yang tidak
dapat dilakukan klien dan
bantu bila perlu.
2. Menghindari klien dari
keadaan cemas dan
ketergantungan untuk
mencegah frustasi dan
harga diri klien rendah
3. Ajarkan dan dukung
klien selama aktivitas.
3. Dukungan pada klien
selama aktivitas
kehidupan sehari-hari
dapat meningkatkan
perawatan diri.
4. Rencanakan tindakan
untuk mengatasi
keterbatasan penglihatan
seperti tempatkan
4. Klien akan mampu
melihat dan memakan
makanan, akan mampu
melihat keluar masuknya
makanan dan peralatan
dalam suatu tempat,
dekatkan tempat tidur
kedinding
orang keruangan
5. Modifikasi lingkungan 5. Modifikasi lingkungan
diperlukan untuk
mengompensasi
ketidakmampuan fungsi.
6. Gunakan pagar
disekeliling tempat tidur.
6. Gunakan pagar
disekeliling tempat tidur
baik tempat tidur di
rumah sakit dan dirumah,
atau sebuah tali yang
diikatkan pada kaki
tempat tidur untuk
memberi bantuan dalam
mendorong diri untuk
bangun tanpa bantuan
orang lain.
7. Kaji kemampuan
komunikasi untuk buang
air kecil, kemampuan
menggunakan urinal,
pispot. Antarkan
kekamar mandi bila
kondisi memungkinkan.
7. Ketidakmampuan
komunikasi dengan
perawat dapat
menimbulkan masalah
pengosongan kandung
kemih oleh karena
masalah neurogenik.
Kolaborasi
8.Pemberian supositoria
8. Ketidakmampuan
komunikasi dengan
dan pelumas
feses/pencahar.
perawat dapat
menimbulkan masalah
pengosongan kandung
kemih oleh karena
masalah neurogenik.
9. Konsultasi kedokter
terapi okupasi
9. Untuk
mengembangkan terapi
dan melengkapi
kebutuhan khusus
3. Hambatan
komunikasi
verbal yang
berhubungan
dengan
penurunan
volume
bicara,
pelambatan
bicara,
ketidakmamp
uan
menggerakan
otot-otot
wajah.
Tujuan : Dalam
waktu 2 x 24 klien
mampu membuat
teknik/metode
komunikasi yang
dapat dimengerti
sesuai kebutuhan dan
meningkatkan
kemampuan
berkomunikasi.
Kriteria Hasil : klien
dapat berkomunikasi
dengan sumber yang
ada.
1. Kaji kemampuan klien
untuk berkomunikasi.
1. Gangguan bicara
ditemukan pada banyak
klien dengan penyakit
Parkinson. Bicara mereka
yang lemah, monoton,
dan terdengar
halusmenuntut kesadaran
berupaya untuk bicara
dengan lambat, dengan
penekanan perhatian
pada apa yang mereka
katakan.
2. Menentukan cara-cara
komunikasi seperti
mempertahankan kontak
mata, memberikan
pertanyaan dengan
jawaban ya atau tidak,
menggunakan kertas dan
pensil/bolpoin, gambar,
atau papan tulis, bahasa
2. Mempertahankan
kontak mata akan
membuat klien tertarik
selama komunikasi. Jika
klien dapat menggerakan
kepala, mengedipkan
mata, atau senag dengan
isyarat-isyarat sederhana,
lebih baik dengan
isyarat, perjelas arti dari
komunikasi yang
disampaikan.
menggunakan pertanyaan
ya/tidak.
Kemampuan menulis
kadang-kadang
melelahkan klien, selain
itu dapat mengakibatkan
frustasi dalam upaya
memenuhi kebutuhan
komunikasi. Keluarga
dapat bekerja sama untuk
membantu memenuhi
kebutuhan klien.
3. Pertimbangkan bentuk
komunikasi bila
terpasang kateter
intravena.
3. Kateter intravena yang
terpasang ditangan akan
mengurangi kebebasan
klien dalam menulis atau
memberi isyarat.
4. Letakkan bel
pemanggil dalam
jangkauan klien dan
berikan penjelasan cara
menggunakannya. Jawab
panggilan tersebut
dengan segera. Penuhi
kebutuhan klien. Katakan
kepada klien bahwa
perawat siap membantu
jika dibutuhkan.
4. Ketergantungan klien
pada ventilator akan
membuat klien lebih baik
dan rileks, merasa aman
dan mengerti bahwa
selama menggunakan
ventilator, perawat akan
memenuhi segala
kebutuhannya.
5. Buatlah catatan 5. Mengingatkan staf
dikantor perawat tentang
keadaan klien yang dapat
bicara.
perawat untuk berespon
dengan klien selama
memberikan perawatan.
6. Buatlah rekaman
pembicaraan klien.
6. Rekaman pembicaraan
klien dalam pita kaset
secara periodik
dibutuhkan dalam
memantau perkembangan
klien. Amplifier kecil
membantu bila klien
mengalami kesulitan
mendengar.
7. Anjurkan
keluarga/orang lain yang
dekat dengan klien untuk
berbicara dengan klien,
memberikan informasi
tentang keluarganya, dan
keadaan yang sedang
terjadi.
7. Keluarga dapat merasa
akrab dengan klien dalam
berada dekat klien
selama berbicara.
Pengalaman ini dapat
membantu atau
mempertahankan kontak
nyata seperti merasakan
kehadiran anggota
keluarga yang dapat
mengurangi perasaan
kaku.
8. Kolaborasi dengan ahli
wicara bahasa.
8. Ahli terapi wicara
bahasa dapat membantu
dalam membentuk
peningkatan latihan
percakapan dan
membantu petugas
kesehatan untuk
mengembangkan metode
komunikasi untuk
memenuhi kebutuhan
klien.
4. Harga diri
rendah yang
berhubungan
dengan
penurunan
kemampuan
untuk
beraktivitas
Tujuan : dalam waktu
2x24 jam pasien tidak
merasa malu dengan
keadaannya dan
menarik diri dari
lingkungan
sekitarnya
Kriteria Hasil:
Pasien tidak
mengeluh malu
Pasien mengerti akan
keadaannya dan
menerima
keadaannya
1. Diskusikan perasaan
klien dan penanganan
yang dilakukan dan
anjurkan untuk
mengungkapkan
perasaannya
1. Reaksi yang ada pada
individu akan berbeda-
beda pengalaman awal
dengan keadaan
penyakitnya akan
mempengaruhi
penerimaan aturan
pengobatan
2. Identifikasi dan
antisipasi
kemungkinan reaksi
orang terhadap
penyakitnya, dan
anjurkan pasien untuk
tidak merahasiakan
penyakitnya
2.Memberikan
kesempatan untuk
merespon pada proses
pemecahan masalah dan
memberikan tindakan
control terhadap situasi
yang di hadapi,
merahasiakan dapat
berpotensi untuk merusak
harga diri dan
menyangkal penyakitnya
3.Hindari pemberian
perlindungan yang
berlebihan pada pasien
3.Perlindungan yang
berlebihan akan membuat
pasien merasa tidak dapat
diandalkan dan
menyebabkan harga diri
pasien semakin rendah
4.Berikan penjelasan
pada orang terdekat
untuk membantu pasien
dalam menerima
keadaannya dan selalu
memberikan support
yang positif pada pasien
4.Pandangan yang
negative dari orang yang
terdekat dapat
berpengaruh terhadap
perasaan harga diri
pasien dan mengurangi
dukungan yang di terima
dari orang yang terdekat
beresiko membatasi
penanganan yang optimal
5.Jelaskan tentang
pentingnya kepada orang
terdekat untuk selalu
mendampingi pasien saat
gejalan timbul
5.Ansietas pada keluarga
berpotensi sampai ke
pasien yang dapat
meningkatkan persepsi
negative pada diri pasien.
5. Perubahan
nutrisi :
kurang dari
kebutuhan
tubuh yang
berhubungan
dengan
pelambatan
dalam proses
makan.
Tujuan : Dalam
waktu 3 x 24 jam
kebutuhan nutrisi
klien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
Mengerti tentang
pentingnya nutrisi
bagi tubuh,
memperlihatkan
kenaikan berat badan
sesuai dengan hasil
pemeriksaan
laboratorium.
1.Evaluasi kemampuan
makan klien.
1.Klien mengalami
kesulitan dalam
mempertahankan berat
badan mereka. Mulut
mereka kering akibat
obat-obatan dan
mengalami kesulitan
mengunyah dan menelan
2.Observasi/timbang
berat badan jika
memungkinkan.
2. Tanda kehilangan
berat badan (7-10%) dan
kekurangan asupan
nutrisi menunjang
terjadinya masalah
katabolisme, kandungan
glikogen dalam otot, dan
kepekaan terhadap
pemasangan ventilator.
3.Manajemen mencapai
kemampuan menelan.
Gangguan menelan
disebabkan oleh
tremor pada lidah,
ragu-ragu dalam
memulai menelan,
kesulitan dalam
membentuk
makanan dalam
bentuk bolus.
Makanan setengah
padat dengan sedikit
air memudahkan
untuk menelan.
Klien dianjurkan
untuk menelan
secara berurutan.
Klien diajarkan
untuk meletakkan
makanan diatas
lidah, menutup bibir
dan gigi, dan
menelan.
Klien dianjurkan
untuk mengunyah
pertama kali pada
3. Meningkatkan
kemampuan klien dalam
menelan dan dapat
membantu pemenuhan
nutrisi klien melalui
oral.Tujuan lain adalah
mencegah terjadinya
kelelaha, memudahkan
masuknya makanan, dan
mencegah gangguan pada
lambung.
satu sisi mulut dan
kemudian kesisi lain.
Untuk mengontrol
air liur, klien
dianjurkan untuk
menahan kepala
tetap tegak dan
membuat keadaan
sadar untuk menelan.
Masase otot wajah
dan leher sebelum
makan dapat
membantu.
Berikan makanan
kecil dan lunak.
4.Monitor pemakaian alat
bantu.
4.Pemakaian elektrik
digunakan untuk menjaga
makanan tetap hangat
dan klien diizinkan untuk
istirahat selama waktu
yang ditetapkan untuk
makan, alat-alat khusus
juga membantu
makan.Penggunaan
piring yang stabil,
cangkir yang tidak pecah
pecah bila jatuh, dan alat-
alat makan yang dapat
digenggam sendiri
digunakan sebagai alat
bantu.
5. Kaji fungsi sistem
gastrointestinal meliputi
suara bising usus, catat
terjadinya perubahan
didalam lambung seperti
mual, muntah. Observasi
perubahan pergerakan
usus misalnya diare,
konstipasi.
5. Fungsi sistem
gastrointestinal sangat
penting untuk asupan
makanan.Ventilator dapat
menyebabkan kembung
pada lambung dan
perdarahan lambung.
6.Anjurkan pemberian
cairan 2500 cc/hari
selama tidak terjadi
gangguan jantung
6. Mencegah terjadinya
dehidrasi akibat
penggunaan ventilator
selama klien tidak sadar
dan mencegah terjadinya
konstipasi.
7.Anjurkan pemberian
cairan 2500 cc/hari
selama tidak terjadi
gangguan jantung.
7. Memberikan informasi
yang tepat tentang
keadaan nutrisi yang
dibutuhkan klien.
BAB IV
PENUTUP
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif,
merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau
tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal
dopamine deficiency). Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan
penanganan secara holistik meliputi berbagai bidang.
Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit ini, tetapi pengobatan dan
operasi dapat mengatasi gejala yang timbul . Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami
progress hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak
general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien
berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang,
dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat
sangat parah. Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan
perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka
penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA
Asuhan Keperawatan Klien dgn Gangguan Sistem Persyarafan-Fransisca B.Battica
De Long, Mahlon. 2006. Harrison Neurology in Clinical Medicine. First edition. McGraw-Hill
Professional.
Doengoes E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Fahn, Stanley. 2000. Merrit’s Neurology. Tenth edition. Lippincott Williams & Wilkins.
John C. M. Brust, MD, 2007 “Current Diagnosis & Treatment In Neurology”, McGraw-Hill,
hlm 199 – 206.
Muttaqin, Arief. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.
http://www.scribd.com/doc/74662373/askep-parkinson
4