sindrom nefrotik. ok

34
BAB I STATUS PASIEN A. Identitas a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : An. Alfino/ laki- laki / 5 tahun b. Alamat : jl Rajawali.Belakang STIKOM c. Pekerjaan : Pelajar d. Pendidikan : SD I. Latar Belakang Spasienio-ekonomi-demografi- lingkungan-keluarga a. Status Perkawinan : - b. Jumlah saudara : 3 orang bersaudara c. Status ekonomi keluarga : cukup d. Kondisi Rumah dan keseharian pasien : Pasien tinggal di rumah permanen, beratap genteng dengan lantai keramik dan dinding semen. Mempunyai 1 ruang tamu, 3 kamar tidur dengan ventilasi yang cukup, 1 ruang keluarga yang menyatu dengan ruang makan, 1 dapur dan 1 kamar mandi dengan wc jongkok. Sumber air menggunakan air ledeng. Kondisi rumah cukup bersih dan rapi dengan pencahayaan yang cukup. e. Kondisi Lingkungan Keluarga : 1

Upload: nana-heriyana

Post on 18-Feb-2016

243 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Sindrom nefrotik. ok

TRANSCRIPT

Page 1: Sindrom nefrotik. ok

BAB I

STATUS PASIEN

A. Identitas

a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : An. Alfino/ laki-laki / 5 tahun

b. Alamat : jl Rajawali.Belakang STIKOM

c. Pekerjaan : Pelajar

d. Pendidikan : SD

I. Latar Belakang Spasienio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga

a. Status Perkawinan : -

b. Jumlah saudara : 3 orang bersaudara

c. Status ekonomi keluarga : cukup

d. Kondisi Rumah dan keseharian pasien :

Pasien tinggal di rumah permanen, beratap genteng dengan lantai

keramik dan dinding semen. Mempunyai 1 ruang tamu, 3 kamar tidur

dengan ventilasi yang cukup, 1 ruang keluarga yang menyatu dengan ruang

makan, 1 dapur dan 1 kamar mandi dengan wc jongkok. Sumber air

menggunakan air ledeng. Kondisi rumah cukup bersih dan rapi dengan

pencahayaan yang cukup.

e. Kondisi Lingkungan Keluarga:

Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan 3 saudaranya. Ibu dan

ayah pasien bekerja sebagai karyawan swasta. Sumber penghasilan

keluarga dari kedua orang tuanya. Keharmonisan keluarga pasien baik,

pasien berhubungan baik dengan orang tua maupun saudaranya, tidak ada

masalah dalam hubungan satu sama lain. Biaya berobat ditanggung oleh

Jamsostek.

II. Aspek Psikologis di Keluarga :

Secara psikologis, pasien tidak ada masalah.

1

Page 2: Sindrom nefrotik. ok

III. Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga :

Pasien tidak pernah masuk rumah sakit sebelumnya. Pasien kadang-kadang

menderita batuk dan pilek, riwayat mengalami pengobatan jangka lama tidak

ada.

Tidak ada dikeluarga yang mengalami keluhan yang sama.

B. ANAMNESIS

I. Keluhan Utama:

Bengkak pada perut dan kaki sejak 3 bulan.

II. Riwayat Penyakit Sekarang : (autoanamnesa)

Sejak 3 bulan yang lalu, pasien awalnya mengeluh bengkak pada

kedua kelopak mata, mata dirasa menjadi lebih sipit, namun pasien maupun

ibunya tidak menghiraukannya. Sekitar 2 minggu kemudian timbul bengkak di

kaki, bengkak diperut, pasien juga mengeluhkan badannya terasa berat dari

biasanya. Tidak ada mual dan muntah. Demam dirasakan juga, demam tidak

terlalu tinggi, demam hilang timbul. Kemudian pasien dibawa berobat di

dokter spesialis anak dan dilakukan pemeriksaan laboratorium dan dokter

tersebut mengatakan kalau ginjal pasien bocor.

1 minggu sebelum kepuskesmas, penderita mengeluh sembab diseluruh

tubuh, demam ada, demam tidak terlalu tinggi, demam hilang timbul, mual

muntah tidak ada, nyeri perut ada, batuk berdahak ada, BAB biasa, BAK

sedikit- sedikit, warna biasa dan nyeri saat BAK. Air urin seperti cucian

daging (-), nyeri pinggang (-).

C. Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum

1. Keadaan sakit : sakit sedang

2. Kesadaran : compos mentis

3. Suhu : 37,1°C

4. Nadi : 82 x/menit

2

Page 3: Sindrom nefrotik. ok

5. Tekanan Darah : 110 / 70 mmHg

6. Pernafasan

- Frekuensi : 22 x/menit

- Irama : reguler

- Tipe : abdominotorakal

7. Kulit

- Turgor : baik

- Lembab / kering : lembab

- Lapisan lemak : ada

8. Berat badan : 19 kg

9. Tinggi badan : 120 cm

10. Status gizi : -2 SD s/d +2 SD gizi normal

Pemeriksaan Organ

1. Kepala Bentuk : normocephal

Simetri : simetris

2. Mata : Palpebra : edema

Alis & bulu mata : tidak mudah dicabut

Konjungtiva : tidak anemis

Sklera : tidak ikterik

Produksi air mata : cukup

Pupil : Diameter : 3 mm/3 mm

Simetris : isokor, normal

Reflek cahaya : +/+

Kornea : jernih

3. Telinga : Bentuk : simetris

Sekret : tidak ada

Serumen : minimal

Nyeri : tidak ada

4. Hidung : Bentuk : simetris

Pernafasan cuping hidung : tidak ada

3

Page 4: Sindrom nefrotik. ok

Epistaksis : tidak ada

Sekret : tidak ada

5. Mulut : Bentuk : normal

Bibir : mukosa bibir basah, sianosis tidak ada

Gusi : - tidak mudah berdarah

- pembengkakan tidak ada

6. Lidah : Bentuk : normal

Pucat/tidak : tidak pucat

Tremor/tidak : tidak tremor

Kotor/tidak : tidak kotor

Warna : kemerahan

7. Faring : Hiperemi : tidak ada

Edema : tidak ada

Membran/pseudomembran : (-)

8. Tonsil : Warna : kemerahan

Pembesaran : tidak ada

Abses/tidak : tidak ada

Membran/pseudomembran : (-)

9. Leher :

Vena Jugularis : Pulsasi : tidak terlihat

Tekanan : tidak meningkat

Pembesaran kelenjar leher : tidak ada

Kaku kuduk : tidak ada

Masa : tidak ada

Tortikolis : tidak ada

10. Thorak :

a. Dinding dada/paru :

Inspeksi : Bentuk : simetris

Retraksi : tidak ada

Dispnea : tidak ada

Pernafasan : thorakal

Palpasi : Fremitus fokal : simetris

4

Page 5: Sindrom nefrotik. ok

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : Suara Napas Dasar : Suara napas vesikuler

Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

b. Jantung :

Inspeksi : Iktus : tidak terlihat

Palpasi : Apeks : tidak teraba

Thrill : tidak ada

Perkusi : Batas kanan : ICS IV LPS dextra

Batas kiri : ICS V LMK sinistra

Batas atas : ICS II LPS dextra

Auskultasi :

Suara dasar : S1 dan S2 tunggal

Bising : tidak ada

2. Abdomen

Inspeksi : Bentuk : cembung

Palpasi : Hati : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba

Masa : tidak ada

Undulasi : (+)

Perkusi :timpani, shifting dullness (+), ascites (+)

Auskultasi : bising usus (+) normal

3. Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), CRT<2 detik, edema (+) di pretibia

dan dorsum pedis dextra dan sinistra.

4. Genetalia : edema scrotum (-) , kelainan genital lain tidak ada

5

Page 6: Sindrom nefrotik. ok

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin

Leukosit 12,7 . 103 mm3

Eritrosit 5,6 . 106 mm3

Hemoglobin 11,4 g/ dl

Hematokrit 36%

Kolesterol 339 mg/dl

GDS 135 mg/dl

Urin Rutin

Makroskopis

Warna: kuning muda jernih

Mikroskopis

Protein : (+++) positif tiga

Bilirubin : -

Epitel : -

Leukosit : 0 – 4 / LPB

Eritrosit : : 0 – 1 / LPB

E.USULAN PEMERIKSAAN

Kadar albumin serum

Kadar ureum dan kreatinin

USG Ginjal dan Abdomen

F.DIAGNOSA KERJA

Sindrom Nefrotik

G.DIAGNOSA BANDING

Gagal Ginjal Akut

Gromeluronefritis Akut Pasca Streptokokus

H.PROGNOSIS

Dubia ad bonam

6

Page 7: Sindrom nefrotik. ok

III. Manajemen

Promotif

Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai penyakit Sindrom

Nefritis yang diderita anaknya, penyebabnya, dan pengobatan apa yang

harus dilakukan.

Menjelaskan kepada orang tua pasien bahwa penyakit yang diderita

anaknya cukup serius sehingga dibutuhkan pengobatan yang cukup lama.

Menjelaskan kepada orang tua mengenai jumlah cairan dari makanan

ataupun minuman yang dikonsumsi anaknya harus sesuai dengan jumlah

urine yang dikeluarkan.

Preventif

Mengontrol makanan yang dikonsumsi, hindari makanan yang banyak

mengandung garam serta mengkonsumsi makanan yang banyak

mengandung protein misalnya putih telur, ikan, tahu, tempe.

Mengurangi asupan cairan.

Hindari aktifitas fisik yang berlebihan

Sanitasi dan hygiene lingkungan untuk mencegah terjadinya infeksi

sekunder.

Kuratif

Non Farmakologi

Bedrest total

Diet tinggi kalori, tinggi protein dan rendah garam.

Farmakologi

Paracetamol 500 mg, 3 x ⅓ tab

Furosemid 40 mg, 1 x ⅓ tab

Dexametason 0,5 mg, 3 x ⅓ tab

7

Page 8: Sindrom nefrotik. ok

Rehabilitatif

Perlu diperhatikan sanitasi dan hygiene lingkungan untuk mencegah

terjadinya infeksi sekunder.

Segera rujuk ke Rumah Sakit untuk mendapatkan pemeriksaan dan perawatan

lebih lanjut.

XI.RESEP

Dinas Kesehatan Kota Jambi

Puskesmas III Pakuan Baru

Dokter : Rully Dwi Saputra

SIP : No.388/SIP/2013 STR : No.883/STR/2013

Tanggal 17 Januari 2014

R/ Paracetamol 500 mg No V

∫ 3 dd tab ⅓

R/ Deksametason 0,5 mg No V

∫ 1 dd tab ⅓

R/ Furosemid 40 mg No V

∫ 1 dd tab ⅓

Pro : An. Alfino / 5 tahun

Alamat : Jln Rajawali Belakang Stikom

Resep Tidak Boleh Ditukar Tanpa Sepengetahuan Dokter

8

Page 9: Sindrom nefrotik. ok

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Sindrom Nefrotik

Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari

proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu

>2 mg atau dipsick ≥2+), hipoalbuminemia (≤2,5 gr/uL), edema, dan dapat disertai

hiperkolesterolemia (250 mg/uL).1,2

Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai pada SN, antara lain:1,2

1. Remisi, yaitu proteinuria negatif atau trace (proteinuria <4 mg/m2 LPB/jam)

selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.

2. Relaps, yaitu proteinuria ≥2+ (proteinuria ≥40 mg/m2 LPB/jam) selama 3 hari

berturut-turut dalam 1 minggu.

3. Relaps jarang, yang terjai kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah

respon awal atau kurang dari 4 kali per tahun selama pengamatan.

4. Relaps sering (frequent relapse), yaitu relaps terjadi ≥2 kali dalam 6 bulan

pertama atau ≥4 kali dalam periode satu tahun.

5. Dependen steroid, yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis steroid

diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal ini

terjadi 2 kali berturut-turut.

6. Resisten steroid, yaitu suatu keadaan tidak terjadinya remisi pada pengobatan

prednison dosis penuh (full dosis) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

2.2 Epidmiologi

SN lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1) dan kebanyakan

terjadi antara umur 2 dan 6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda pada anak

umur 6 bulan dan paling tua pada dewasa. Di Indonesia dilaporkan 6 kaus per

100.000 anak per tahun. Angka kejadian SN pada anak dibawah usia 18 tahun

diperkirakan berkisar 2-7 kasus per 100.000 anak per tahun, dengan onset tertinggi

9

Page 10: Sindrom nefrotik. ok

terjadi pada usia 2-3 tahun. Hampir 50% penderita mulai sakit saat berusia 1-4 tahun,

75% sebelum berusia 10 tahun.2,3,4

2.3 Etiologi

Secara klinis SN dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:1,3,4,8

1. Sindrom nefrotik primer (idiopatik)

Dikatakan SN primer oleh karena terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu

sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada

anak. Termasuk dalam SN primer adalah SN kongenital, salah satu jenis SN

yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.

Sekitar 90% anak dengan SN meruakan SN idiopatik. SN idiopatik terdiri dari

3 tipe secara histologis. SN kelainan minimal, glomerulonepritis proliferarif

(mesangial proliferation), dan glomerulosklerosis fokal segmental. Ketiga

gangguan ini mewakili suatu spektrum dari satu penyakit tunggal.

Patologi:

Pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) (85% dari kasus SN pada

anak), glomerulus terlihat normal atau memperlihatkan peningkatan minimal

pada sel mesangial dan matrixnya. Penemuan pada mikroskop

immunoflourecence biasanya negatif, dan mikroskop electron hanya

memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot processes (podosit) pada

glomerulus. Lebih dari 95% anak dengan SNKM berespon dengan terapi

kortikosteroid.

Glomerulosklerosis fokal segmental (focal segmental glomerulosclerosis

/FSGS) (10% dari kasus SN), glomerulus memperlihatkan proliferasi

mesangial dan jaringan parut segmental pada pemeriksaan dengan mikroskop

biasa. Mikroskop immunofluerescence menunjukkan adanya IGM dan C3

pada area yang mengalami sclerosis. Pada pemeriksaan dengan mikroskop

electron, dapat dilihat jaringan parut segmental pada glomerular tuft disertai

dengan kerusakan pada lumen kapiler glomerulus. Lesi serupa dapat terlihat

pula pada infeksi HIC, reflux vesicoureteral, dan penyalahgunaan heroin

intravena. Hanya 20% pasien dengan FSGS yang berespon terapi dengan

prednison. Penyakit ini biasanya bersifat progresif, pada akhirnya dapat

10

Page 11: Sindrom nefrotik. ok

melibatkan semua glomeruli, dan mennyebabkan penyakit ginjal stadium

akhir pada kebanyakan pasien.

2. Sindrom nefrotik sekunder

Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari

berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab

yang sering dijumpai adalah: penyakit metabolik atau kongenital (DM,

amiloidosis, sindrom Alport, miksedema). Infeksi: hepatitis B, malaria, lepra,

sifilis, streptokokus, AIDS. Toksin dan alergen: logam berat (Hg),

penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular. Penyakit sistemik

imunologik: SLE, purpura Henoch-Schinlein, sarkoidosis. Neoplasma: tumor

paru, penyakit Hodgkin, tumor gastroinestinal.

2.4 Patofisiologi 3,4,5,7,10

1. Proteinuria

Proteinuria merupakan kelainnan dasar SN. Proteinuria sebagian besar berasal

dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil

berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana

basalis glomerulus menyebabkan permeabilitas glomerulus terhadap protein

plasma dan protein utama yang di eksresikan dalam urin adalah albumin. Dalam

keadaan normal membran basal glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme

penghalang pertama berdasarkan ukuran moleku (size barrier) dan yang kedua

berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme

penghalang tersebut ikut tertanggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga

menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG. Proteinuria dibedakan

menjadi selektif dan no-selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang

keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar terdiri dari molekul

kecil misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar

terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivtas proteinuria

ditentukan oleh keutuhan struktur MBG.

2. Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemia disebabkan oelh hilangnya albumin melalui urin dan

penigkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya

11

Page 12: Sindrom nefrotik. ok

meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam

urin), tetapi mungkin normal atau menurun.

3. Edema

Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori

underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci

terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan

onktik plasma sehingga cairan bergeser dari intavaskular ke jaringan intertitium

dan terjadi edem. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya

cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi dengan

meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini kan

memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan mengekserbasi terjadinya

hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama.

Retensi natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular meningkat

sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan

ginjal akan menambah retensi natrium dan edema akibat teraktivasinya sistem

renin-angiotensin-aldosteron terutama kenaikan konsentrasi hormon aldosteron

yang akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium

sehingga ion natrium (natriuresis) menurun. Selain itu juga terjadi kenaikan

aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin yang menyebabkan

tahanan atau resisten vaskuler glomerulus meningkat, hal ini menngakibatkan

penurunan LFG dan kenaikan desakan starling kapiler peritubular sehingga

terjadi penurunan ekskresi natrium.

4. Hiperlipidemia

Kolestrol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein

(LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat

meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid

di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran

lipoprotein, VLDL, kilomikon dan intermediae density lipoprotein dari darah).

12

Page 13: Sindrom nefrotik. ok

Penignkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin

serum dan penurunan tekanan onkotik.

2.5 Manifestasi Klinis 1,2.3,4,6,9

Manifestasi klinis yang sering ditemukan adalah edema yang menyeluruh dan

terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering ditemukan dimulai dari

wajah dan kelopak mata pada pagi hari, yang kemudian menghilang, digantikan oleh

edema di daerah pretibial pada sore hari.

Anak biasanya datang dengan keluhan edema ringan, dimana awalnya terjadi

disekitar mata dan ekstremitas bawah. SN pada mulanya diduga sebagai gangguan

alergi karena pembengkakan periorbital yang menurun dari hari ke hari. Seiring

waktu, edema semakin meluas, dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan edema

genital. Anorexia, iritabilitas, nyeri perut dan diare sering terjadi. Hipertensi dan

hematuria jarang ditemukan. Differensial diagnosis untuk anak dengan edema adalah

penyakit hati, penyakit jantung kongenital, glomerulonefitis akut atau kronis, dan

malnutrisi protein.

Asites sering ditemukan tanpa edem anasarka, terutama pada anak kecil dan

bayi yang jaringannya lebih resiten terhadap pembentukan edema interstisial

dibandingkan anak yang lebih besar. Efusi transudat lain sering ditemukan, seperti

efusi pleura. Bila tidak diobati edema dapat menjadi anasarka, sampai ke skrotum

atau daerah vulva.

Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan,

lingkar erut, dan tekanan darah. Tekanan darah umumnya normal atau rendah, namun

21% pasien mempunyai tekanan darah tinggi yang sifat sementara, terutama pada

pasien yang pernah mengalami deplesi volume intravaskuler berat. Keadaan ini

disebabkan oleh sekresi renin berlebihan, sekresi akdosteron, dan vasokonstriktor

lainnya, sebagai respon tubuh terhadap hipovolemia. Pada SN kelainan (SNKM) dan

glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) jarang ditemukan hipertensi yang

menetap. Dalam laporan ISKDC (Intenational Study of Kidney Diseases in Children),

pada SNKM ditemukan 22% disertai hematuria mikroskopik, 15-20% disertai

hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang

13

Page 14: Sindrom nefrotik. ok

bersifat sementara. Pasien SN perlu diwaspadai sebagai gejala syok dikarenakan

kekurangan perfusi ke daerah splanchnik atau akibat peritonitis.

Diagnosa banding antara lain Diabetic Nephropathy, Light Chain-Associated

Renal Disorders, Focal Segmental Glomerulosclerosis, Glomerulonephritis

akut/kronis, HIV Nephropathy, IgA Nepropathy.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:1,2

1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin

2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin

pada urin pertama pagi hari

3. Pemeriksaan darah antara lain:

a. Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit,

hematokrit, LED)

b. Kadar albumin dan kolesterol plasma

c. Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau

dengan rumus Schwartz

d. Kada komplemen C3 bila dicurigai SLE, pemeriksaan ditambah dengan

komplemen C4, ANA (Anti Nuclear Antibody) dan anti ds-DNA

Indikasi biopsi ginjal:2

a. SN dengan hematuria nyata, hipertensi, kadar kreatinin dan ureum atau

kadar komplemen serum menurun

b. SN resisten steroid

c. SN dependen steroid

2.7 Penatalaksanaan

Pada kasus SN yang diketahui untuk pertama kalinya, sebaiknya penderita

dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi

pengaturan diet, penanggunlangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi

bagi orang tua. Sebagai pengobatan seroid dimulai, dilakukan uji Mantoux. Bila

hasilnya positif diberikan profilaksis INH bersama steroid, dan bila ditemukan

14

Page 15: Sindrom nefrotik. ok

tuberkulosis maka diberikan OAT. Perawatan pada SN relaps dilakukan bila disertai

edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal

ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan

dengan kemampuan pasien.1,2

Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan. Bahkan sekarang dianggap

kontraindikasi, karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa

metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerulus.

Sehingga cukup diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA (Recommended

Daily Allowences) yaitu 2g/kgBB/hari. Diet rendah protein akan menyebabkan

malnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak. Diet rendah garam

(1-2 g/hari) hanya diperlukan jika anak menderita edem.

a. Pengobatan Inisial

Sesuai ajuran ISKDC pengobatan inisial pada SN dimulai dengan pemberian

prednison dosis penuh 60 mg/m2 LPB/hari (maksimal 80 mg/hari), dibagi

dalam 3 dosis, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung

berdasarkan BB ideal (BB terhadap TB). Prednison dalam dosis penuh inisial

diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi pada 4 minggu pertama, maka

pemberian steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40

mg/m2 LPB/hari (2/3 dosis awal) secara alternating (selang hari), 1 kali sehari

setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh,

tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resiten steroid.

b. Pengobatan Relaps

Pengobatan relaps diberikan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal

4 minggu) dilanjutkan dengan prednison dosis alternating selama 4 minggu.

Pada SN yang mengalami proteinuria ≥2+ kembali terapi tanpa edema,

sebelum dimulai pemberian prednison terlebih dahulu dicari pemicunya,

biasanya infeksi saluran napas atas. Bila ada infeksi diberikan antibiotik 5-7

hari, dan bila setelah pemberian antibiotik proteinuria menghilang tidak perlu

diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ≥2+

disertai edema, maka didiagnosis sebagai relaps dan diberikan pengobatan

relaps.

15

Page 16: Sindrom nefrotik. ok

c. Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid

Ada 4 pilihan yaitu:

1. Pemberian steroid jangka panjang

2. Pemberian levamisol

3. Pengobatan dengan sitostatik

4. Pengobatan dengan siklosporin (pilihan terakhir)

Selain itu perlu dicari fokus infeksi, seperti tuberkulosis, infeksi di gigi, atau

cacingan. Bila telah dinyatakan SN relaps sering atau dependen steroid,

setelah mencapai remisi dengan prednison dosis penuh diteruskan dengan

steroid alternating dengan dosis yang diturunkan perlahan/bertahap 0,2

mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara

0,1-0,5 mg/kgBB alternating. Dosis ini disebut dosis trheshold dan dapat

diteruskan selama 6-12 bulan kemudian dicoba dihentikan.

d. Penderita lama (Pengobatan Relaps)

Relap tidak frekuen: prednison 2 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis,

diberikan 3 hari sampai remisi. Dilannjutkan dosis intermitten dibagi 3 dosis

selama 4 minggu.

Relap frekuen: berikan prednison dosis penuh sampai remisi, kemudian

dilanjutkan dengan sitostatika atau imunosupresen, siklosfosfamid atau

klorampusil bersama-sama dengan dosis intermitten selama 8 minggu.

e. Penderita rawat jalan

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menimbang BB, mengukur TB, TD dan

tanda-tanda lainnya.

Pemeriksaan penunjang yang harus dievaluasi adalah urin rutin, darah tepi,

kadar urin serta kreatinin darah 3-6 bulan sekali tergantung pada situasi.

f. Pengobatan tambahan

16

Page 17: Sindrom nefrotik. ok

1. Mengatasi edema anasarka dengan memberikan diuretik, furosemid 1-2

mg/kgBB/kali, 2 kali sehari per oral.

2. Edema menetap berikan albumin (IVFD) 0,5-1 g/kgBB atau plasma 10-20

ml/kgBB/hari dilanjutkan dengan furosemid i.v. 1 mg/kgBB/kali.

3. Mengatasi renjatan yang diduga karena hipoalbuminemia (1,5 g/dl)

berikan albumin atau plasma darah.

2.8 Komplikasi

Ada beberapa komplikasi yaitu:2

1. Infeksi

Pada SN mudah terjadi dan paling sering adalah selulitis dan peritonitis. Hal

ini disebabkan karena terjadi kebocoran IgG dan komplemen fakor B dan D di

urin. Bila terjadi penyult infeksi bakterial (pneumona penumokokal atau

peritonitis, selulitis, sepsis, ISK) diberikan antibiotik yang sesuai dan dapat

disertai pemberian IgG intravena. Untuk mencegah infeksi digunakan vaksin

pneumokokus.

2. Hiperlipidemia

Pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar kolesterol LDL,

VLDL, trigliserida, lipoprotein a, sedangkan kolesterol HDL menurun atau

normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik. Pada SN sensitif

steroid, karena penignkatan zat-zat tersebut bersifat sementara, cukup dengan

pengurangan diet lemak.

3. Hipokalsemia

Terjadi hipokalsemia karena penggunaan steroid jangka panjang yang

menimbulkan osteoporosis dan osteoponia, dan terjadi kebocoran metabolik

vitamin D. Oleh karena itu pada SN relaps sering dan SN steroid dianjurkan

pemberian suplementasi kalsium 500 mg/hari dan vitamin D. Bila terjadi

tetani, diobati dengan kalsium glukonas 50 mg/kgBB intravena.

4. Hipovolemia

17

Page 18: Sindrom nefrotik. ok

Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan Sn relaps dapat

menyebabkan hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardi, ekstremitas

dingin dan sering disertai sakit perut.

Penyulit lain yang dapat terjadi diantaranya hipertensi, syok hipovolemik,

gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik (setelah5-15 tahun).

3.9 Prognosis

Prognosis baik bila penderita SN memberikan respon baik terhadap

pengobatan kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Pada umumnya sebagian

besar (+80%) SN primer memberi respon yang baik terhadap pengobatan awal

dengan steroid, tetapi kira-kira 50% diantaranya akan relaps berulang dan

sekitar 10% tidak memberi respon lagi dengan pengobatan steroid.2,3

BAB III

ANALISA KASUS

18

Page 19: Sindrom nefrotik. ok

PENDEKATAN HOLISTIK

ANALISIS SECARA HOLISTIK

a. Hubungan anamnesis, diagnosis dengan keadaan rumah :

Sejak 3 bulan yang lalu, pasien awalnya mengeluh bengkak pada

kedua kelopak mata, mata dirasa menjadi lebih sipit, namun pasien maupun

ibunya tidak menghiraukannya. Sekitar 2 minggu kemudian timbul bengkak di

kaki, bengkak diperut, pasien juga mengeluhkan badannya terasa berat dari

biasanya. Tidak ada mual dan muntah. Demam dirasakan juga, demam tidak

terlalu tinggi, demam hilang timbul. Kemudian pasien dibawa berobat di

dokter spesialis anak dan dilakukan pemeriksaan laboratorium dan dokter

tersebut mengatakan kalau ginjal pasien bocor.

1 minggu sebelum kepuskesmas, penderita mengeluh sembab diseluruh

tubuh, demam ada, demam tidak terlalu tinggi, demam hilang timbul, mual

muntah tidak ada, nyeri perut ada, batuk berdahak ada, BAB biasa, BAK

sedikit- sedikit, warna biasa dan nyeri saat BAK. Air urin seperti cucian

daging (-), nyeri pinggang (-).

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, akhirnya didapatkan diagnosa

penyakit yang diderita pasien yaitu Sindrom Nefrotik

Pasien tinggal di rumah permanen, beratap seng dengan lantai semen

dan dinding semen. Mempunyai 1 ruang tamu, 3 kamar tidur dengan ventilasi

yang cukup, 1 ruang keluarga yang menyatu dengan ruang makan, 1 dapur

dan 1 kamar mandi dengan wc jongkok. Sumber air menggunakan air ledeng.

Kondisi rumah cukup bersih dan pencahayaan cukup.

disini tidak ada hubungan antara kondisi keluarga pasien dengan penyakit

yang diderita pasien.

b. Hubungan diagnosis dengan aspek psikologis di keluarga

19

Page 20: Sindrom nefrotik. ok

Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan 3 saudaranya. Ibu dan

ayah pasien bekerja sebagai karyawan swasta. Sumber penghasilan keluarga

dari kedua orang tuanya. Keharmonisan keluarga pasien baik, pasien

berhubungan baik dengan orang tua maupun saudaranya, tidak ada masalah

dalam hubungan satu sama lain. Biaya berobat ditanggung oleh Jamsostek

Didalam hubungan diagnosis dan aspek psikologis dikeluarga tidak ada

hubungannya dengan penyakit pasien, karena didalam keluarga pasien

berhubungan baik dengan orang tua maupun ketiga saudaranya.

c. Hubungan kausal antara beberapa masalah dengan diagnosis

Penyebab dari penyakit Sindrom Nefrotik bisa idiopatik ataupun

merupakan akibat dari penyakit sekunder. Penyebab utama terjadinya SN

pada anak ini merupakan tipe sekunder sesuai teori di dapatkan ada riwatat

infeksi sebelumnya. Pasien mengeluh batuk berdahak, dan didapat gejala

nyeri berkemih dengan panas tinggi. Sebenarnya untuk lebih memastikan tipe

dari SN ini adalah dengan melakukan biopsi ginjal

d. Analisis untuk menghindari factor pencetus timbulnya Sindrom Nefrotik:

Untuk menghindari factor pencetus timbulnya Sindrom Nefrotik adalah

Mengontrol makanan yang dikonsumsi, hindari makanan yang tinggi

garam, berlemak, bersantan,

Mengkonsunsi makanan yang tinggi protein dan tinggi kalori.

Jangan makan atau minum makanan atau minuman yang berpengawet.

RENCANA PROMOSI DAN PENDIDIKAN KESEHATAN KEPADA PASIEN

DAN KEPADA KELUARGA

Menjelaskan kepada pasien bahwa ini adalah penyakit Sindrom Nefrotik atau

orang awam menyebutnya penyakit ginjal. Menjelaskan tentang penyakitnya

maupun pengobatannya.

20

Page 21: Sindrom nefrotik. ok

RENCANA EDUKASI PENYAKIT KEPADA PASIEN DAN KEPADA

KELUARGA

Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit Sindroma Nefrotik merupakan

sekumpulan gejala yang berhubungan dengan penyakit ginjal. Penyebabnya

belum diketahui pasti, namun pada anak ini diduga akibat penyakit sekunder,

karena didapatkan batuk berdahak sebelumnya.

ANJURAN-ANJURAN PROMOSI KESEHATAN PENTING YANG DAPAT

MEMBERI SEMANGAT/MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN PADA PASIEN

Menganjurkan untuk istirahat total

Membatasi asupan garam dan menghindari makanan yang diasinkan.

Rujuk ke Rumah Sakit untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang

maksimal

21

Page 22: Sindrom nefrotik. ok

DAFTAR PUSTAKA

1. Dadiyanto DW, dkk. Sindrom Nefrotik dalam buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak.

Jakarta: Badan Penerbit UNDIP. 2011. Hal 252-259.

2. Alatas H, dkk. Konsensus tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak.

Jakarta: Unit Koordinasi Nefrologi IDAI. 2005. Hal 1-18.

3. Wila WIG. Sindrom Nefrotik. In Alatas H,dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi

ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2002. hal 381-426.

4. Kliegman, dkk. Nelson textbook of pediatrics 18th ed. Suanders. Philadephia.

2007.

5. Gunawan AC. Sindrom Nefrotik: Patogenesis dan Penatalaksanaan. Jakarta:

Cermin Dunia Kedokteran. 2006. Hal 50-54.

6. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.

2000.

7. Pardede SO. Sindrom Nefrotik Infantil. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran.

2002. Hal 32-37.

8. Markum, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI. 2002.

9. Pusponegoro HD, dkk. Sindrom Nefrotik dalam Standar pelayanan medis

kesehatan anak. Edisi1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2004. Hal 189-191.

10. Price SA, Wilson LM. Buku Ajar Patofisiologi. Jilid 2. Edisi 4. Jakarta: EGC.

1995. Hal 645-648.

22

Page 23: Sindrom nefrotik. ok

LAMPIRAN

23