sindrom ekstrapiramidal edit

29
SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL A. DEFINISI Sindrom ekstrapiramidal adalah suatu gejala atau reaksi yang ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau jangka panjang dari medikasi antipsikotik golongan tipikal karena terjadinya inhibisi transmisi dopaminergik di ganglia basalis.Adanya gangguan transmisi di korpus striatum yang mengandung banyak reseptor D1 dan D2 dopamin menyebabkan depresi fungsi motorik sehingga bermanifestasi sebagai sindrom ekstrapiramidal. Gejala bermanifestasikan sebagai gerakan otot skelet, spasme atau rigitas, tetapi gejala-gejala itu diluar kendali traktus kortikospinal (piramidal). Gejala ekstrapiramidal sering dibagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi distonia, tardive dyskinesia, akatisia, dan Sindrom Parkinson.Namun ada beberapa sumber menyebutkan bahwa Sindrom Neuroleptik Maligna juga masuk ke dalam gangguan ekstrapiramidal. B. EPIDEMIOLOGI Sindrom ekstrapiramidal yang terdiri dari reaksi distonia akut, akhatisia, dan sindrom parkinson umumnya terjadi akibat penggunaan obat-obat antipsikotik. Lebih banyak diakibatkan oleh antipsikotik tipikal terutama yang mempunyai potensi tinggi. Reaksi distonia akut terjadi pada kira-kira 10% pasien, biasanya pada pria

Upload: ferdian-ardy

Post on 01-Feb-2016

21 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sindrom

TRANSCRIPT

Page 1: Sindrom Ekstrapiramidal Edit

SINDROM EKSTRAPIRAMIDAL

A. DEFINISI

Sindrom ekstrapiramidal adalah suatu gejala atau reaksi yang ditimbulkan

oleh penggunaan jangka pendek atau jangka panjang dari medikasi antipsikotik

golongan tipikal karena terjadinya inhibisi transmisi dopaminergik di ganglia

basalis.Adanya gangguan transmisi di korpus striatum yang mengandung banyak

reseptor D1 dan D2 dopamin menyebabkan depresi fungsi motorik sehingga

bermanifestasi sebagai sindrom ekstrapiramidal. Gejala bermanifestasikan sebagai

gerakan otot skelet, spasme atau rigitas, tetapi gejala-gejala itu diluar kendali

traktus kortikospinal (piramidal).

Gejala ekstrapiramidal sering dibagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi

distonia, tardive dyskinesia, akatisia, dan Sindrom Parkinson.Namun ada beberapa

sumber menyebutkan bahwa Sindrom Neuroleptik Maligna juga masuk ke dalam

gangguan ekstrapiramidal.

B. EPIDEMIOLOGI

Sindrom ekstrapiramidal yang terdiri dari reaksi distonia akut, akhatisia,

dan sindrom parkinson umumnya terjadi akibat penggunaan obat-obat

antipsikotik. Lebih banyak diakibatkan oleh antipsikotik tipikal terutama yang

mempunyai potensi tinggi. Reaksi distonia akut terjadi pada kira-kira 10% pasien,

biasanya pada pria muda, terutama yang mendapat pengobatan dengan neuroleptik

haloperidol dan flufenarizin.Tardive dyskinesia terjadi pada sekitar 20-30% pasien

yang telah menggunakan antipsikotik tipikal dalam kurun waktu 6 bulan atau

lebih.Tetapi sebagian besar kasus sangat ringan.Hanya 5% pasien yang

memperlihatkan gejala nyata.Akatisia merupakan gejala EPS yang paling sring

terjadi. Kemungkinan besar terjadi pada pasien dengan medikasi

neuroleptik.Umumnya pada pasien muda.Sindrom parkinson lebih sering pada

dewasa muda, dengan perbandingan perempuan : laki-laki = 2 : 1. Sindrom

Neuroleptic Maligna sangat jarang dijumpai.

Page 2: Sindrom Ekstrapiramidal Edit

C. ETIOLOGI

Sindrom ekstrapiramidal terjadi akibat pemberian obat antipsikotik baik

dalam jangka waktu singkat atau lama yang menyebabkan adanya gangguan

keseimbangan antara transmisi asetilkolin dan dopamine pusat. Obat antispikotik

dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai berikut:

Antipsikosis Dosis (mg/hr) GejalaEkstrapiramidal

Chlorpromazine 150-1600 ++

Thioridazine 100-900 +

Perphenazine 8-48 +++

Trifluoperazine +++

Fluphenazine 5-60 +++

Haloperidol 2-100 ++++

Pimozide 2-6 ++

Clozapine 25-100 -

Zotepine 75-100 +

Sulpride 200-1600 +

Risperidon 2-9 +

Quetapine 50-400 +

Olanzapine 10-20 +

Aripiprazole 10-20 +

Beberapa hal lain yang mempengaruhi kerja ekstrapiramidal:

a. Ketidakseimbangan degeneratif

b. Ketidakseimbangan metabolik

c. Ketidakseimbangan sistem endokrin dan eksokrin

d. Inflamasi

e. Toxin

f. Tumor

g. Anoxia

2

Page 3: Sindrom Ekstrapiramidal Edit

D. PATOFISIOLOGI

Gambar 1. Jaras Aferen dan Eferen

Susunan Piramidal

Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara langsung ke

lower motor neuron (LMN) atau melalui inter neuronnya, tergolong dalam

kelompok upper motor neuron (UMN). Neuron-neuron tersebut merupakan

penghuni girus presentralis . Oleh karena itu, maka girus tersebut dinamakan

korteks motorik. Mereka berada dilapisan ke-V dan masing-masing memiliki

hubungan dengan gerak otok tertentu. Melalui aksonnya neuron korteks motorik

menghubungi motoneuron yang membentuk inti motorik saraf kranial dan motor

neuron di kornu anterius medulas pinalis.

Akson-akson tersebut menyusun jaras kortikobulbar dan kortikospinal.

Sebagai berkas saraf yang kompak mereka turun dari korteks motorik dan

ditingkat thalamus dan ganglia basalia mereka terdapat diantara kedua bangunan

yang dikenal sebagai kapsula interna. Sepanjang batang otak, serabut-serabut

kortikobulbar meninggalkan kawasan mereka untuk menyilang garis tengah dan

berakhir secara langsung di motorneuron saraf kranial motorik atau inter

neuronnya disisi kontra lateral. Sebagian dari serabut kortikobulbar berakhir di

inti-inti saraf kranial motorik sisi ipsi lateral juga.

Diperbatasan antara medulla oblongata dan medulla spinalis, serabut-

serabut kortikospinal sebagian besar menyilang dan membentuk jaras

kortikospinal lateral yang berjalan di funikulus postero lateral kontra lateralis.

3

Page 4: Sindrom Ekstrapiramidal Edit

Sebagian dari mereka tidak menyilang tapi melanjutkan perjalanan ke medula

spinalis di funikulus ventralis ipsi lateralis dan dikenal sebagai jaras kortikospinal

ventral atau traktus piramidalis ventralis.

Susunan Ekstrapiramidal

Susunan ekstrapiramidal terdiri dari : korpus striatum, globus palidus, inti-

inti talamik, nukleus subtalamikus, subtansia nigra, formatio retikularis batang

otak,serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan yaitu area 4, area 6 dan

area 8.

Komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain oleh

akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan yang

melingkar yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum merupakan

penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit

tersebut dinamakan sirkuit striatal yang terdiri dari sirkuit striatal utama

(principal) dan 3 sirkuitstriatal penunjang (aksesori).

Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata rantai, yaitu :

Hubungan seluruh neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus

Hubungan korpus striatum/globus palidus dengan thalamus

Hubungan thalamus dengan korteks area 4 dan 6.

Data yang tiba diseluruh neokorteks seolah-olah diserahkan kepada korpus

striatum/globus paidus/thalamus untuk diproses dan hasil pengolahan itu

merupakan bahan feedback bagi korteks motorik dan korteks motorik tambahan.

Oleh karena komponen-komponen susunan ekstrapiramidal lainnya menyusun

sirkuit yang pada hakekatnya mengumpani sirkuit striata utama, maka sirkuit-

sirkuit itu disebut sirkuit striatal asesorik.

Sirkuit striatal asesorik ke-1 merupakan sirkuit yang menghubungkan

stratum-globus palidus-talamus-striatum. Sirkuit-striatal asesorik ke-2 adalah

lintasan yang melingkari globus palidus-korpus subtalamikum-globus palidus.

Dan akhirnya sirkuit asesorik ke-3, yang dibentuk oleh hubungan yang melingkari

striatum-subtansianigra-striatum.

Umumnya semua neuroleptik menyebabkan beberapa derajat disfungsi

ekstrapiramidal dikarenakan inhibisi transmisi dopaminergik di ganglia basalis.

Pada pasien skizofrenia dan pasien dengan gangguan psikotik lainnya terjadi

4

Page 5: Sindrom Ekstrapiramidal Edit

disfungsi pada sitem dopamin sehingga antipsikotik tipikal berfungsi untuk

menghambat transmisi dopamin di jaras ekstrapiramidal dengan berperan sebagai

inhibisi dopaminergi yakni antagonis reseptor D2 dopamin. Namun penggunaan

zat-zat tersebut menyebabkan gangguan transmisi di korpus striatum yang

mengandung banyak reseptor D1 dan D2 dopamin. Gangguan jalur striatonigral

dopamin menyebabkan depresi fungsi motorik sehingga bermanifestasi sebagai

sindrom ekstrapiramidal. Beberapa neuroleptik tipikal (seperti haloperidol,

fluphenazine) merupakan inhibitor dopamin ganglia basalis yang lebih poten, dab

sebagai akibatnya menyebabkan efek samping gejala ekstrapiramidal yang lebih

menonjol.

Dengan mengetahui jalur neuronal dopamin, dapat dimengerti bagaimana

efek dari obat-obat antipsikosis dan juga efek sampingnya. Terdapat 4 jalur

dopamin dalam otak :

1. Jalur dopamin mesolimbik

Jalur ini dimulai dari batang otak sampai area limbik, berfungsi mengatur

perilaku dan terutama menciptakan delusi dan halusinasi jika dopamin berlebih.

Dengan jalur ini ‘dimatikan’ maka diharapkan delusi dan halusinasi dapat

dihilangkan.

2. Jalur dopamin nigrostriatal

Jalur ini berfungsi mengatur gerakan. Ketika reseptor dopamin pada jalur ini

dihambat pada postsinaps, maka akan menyebabkan gangguan gerakan yang

muncul serupa dengan penyakit Parkinson, sehingga sering disebut drug-induced

Parkinsonism. Oleh karena jalur nigrostriatal ini merupakan bagian dari sistem

ekstrapiramidal dari sistem saraf pusat, maka efek samping dari blokade reseptor

dopamin juga disebut reaksi ekstrapiramidal.

3. Jalur dopamin mesokortikal

Masih merupakan perdebatan bahwa blokade reseptor dopamin pada jalur ini

akan menyebabkan timbulnya gejala negatif dari psikosis, yang disebut

neuroleptic-induced deficit syndrome.

4. Jalur dopamin tuberoinfundibular

Jalur ini mengontrol sekresi dari prolaktin. Blokade dari reseptor dopamin

pada jalur ini akan menyebabkan peningkatan level prolaktin sehingga

menimbulkan laktasi yang tidak pada waktunya, disebut galaktorea.

E. MANIFESTASI KLINIS

5

Page 6: Sindrom Ekstrapiramidal Edit

Akibat gangguan sistem ekstrapiramidal pada pergerakan dapat dianggap

terdiri dari defisit fungsional primer (gejala negatif) yang ditimbulkan oleh tidak

berfungsinya sistem dan efek sekunder (gejala positif) yang timbul akibat

hilangnya pengaruh sistem itu terhadap bagian lain. Pada gangguan dalam fungsi

traktus ekstrapiramidal gejala positif dan negatif itu menimbulkan dua jenis

sindrom, yaitu :

1. Sindrom hiperkinetik – hipotonik : asetilkolin ↓ , dopamin ↑

Tonus otot menurun

Gerak involunter / ireguler

Pada : chorea, atetosis, distonia, ballismus

2. Sindrom hipokinetik – hipertonik : asetilkolin ↑ , dopamin ↓

Tonus otot meningkat

Gerak spontan / asosiatif ↓

Gerak involunter spontan

          Pada : Parkinson

Gejala negatif

Gejala negatif terjadi akibat kekurangn jumlah dopamin karena

produksinya yang berkurang. Gejala negatif, terdiri dari :

1) Bradikinesia

Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama

sekali. Gejala ini merupakan gejala utama yang didapatkan pada penyakit

parkinson sehingga menimbulkan berkurangnya ekspresi wajah, berkurangnya

kedipan mata dan mengurangi perubahan postur pada saat duduk.

2) Gangguan postural

Merupakan hilangnya refleks postural normal. Paling sering ditemukan

padapenyakit parkinson. Terjadi fleksi pada tungkai dan badan karena

penderita tidak dapat mempertahankan keseimbangan secara cepat. Penderita

akan terjatuh bila berputar dan didorong.

Gejala Positif

6

Page 7: Sindrom Ekstrapiramidal Edit

Gejala positif timbul oleh karena terjadi perubahan pelepasan ataupun

disinhibisi dari dopamin, tetapi tidak ditemukan kerusakan struktur, yang terdiri

dari:

1) Gerakan involunter

Tremor

Athetosis

Chorea

Distonia

Hemiballismus

2) Rigiditas

Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan

ekstremitas secara pasif. Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif

tersebut, dan mengenai gerakan fleksi maupun ekstensi sering disebut

sebagai plastic atau lead pipe rigidity. Bila disertai dengan tremor maka

disebut dengan tanda Cogwheel.

Pada penyakit  parkinson  terdapat  gejala  positif dan gejala

negatif seperti tremor dan bradikinesia. Sedangkan pada Chorea

huntington lebih didominasi oleh gejala positif, yaitu : Chorea.

Gejala ekstrapiramidal

Gejala ekstrapiramidal sering di bagi ke dalam beberapa kategori yaitu :

1) Reaksi Distonia Akut

Merupakan spasme atau kontraksi involunter satu atau lebih otot

skelet yang timbul beberapa menit dan dapat pula berlangsung lama, yang

mengakibatkan gerakan atau postur tubuh yang abnormal. Kelompok otot

yang paling sering terlibat adalah otot wajah, otot rahang (trismus, gaping,

grimacing), leher (torticolis dan retrocolis), lidah (protrusion, memuntir),

seluruh otot tubuh (opistotonus) atau otot ekstraokuler (krisis okulogirik).

Distonia juga dapat terjadi pada glosofaringeal yang menyebabkan

disartria, disfagia, kesulitan bernafas hingga sianosis bahkan

kematian.Distonia juga dapat terjadi pada otot diafragmatik yang

membantu pernapasan sehingga sulit bernafas hingga sianosis bahkan

kematian..Reaksi distonia akut sering terjadi dalam satu atau dua hari

setelah pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja.

7

Page 8: Sindrom Ekstrapiramidal Edit

Reaksi distonia akut sering sekali terjadi dalam satu atau dua hari

setelah pengobatan dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Keadaan ini

terjadi pada kira-kira 10% pasien, lebih sering pada pasien berusia 30

tahun, laki-laki, dan lebih sering dengan neuroleptik dosis tinggi yang

berpotensi lebih tinggi, seperti haloperidol dan flufenazine. Reaksi distonia

akut dapat merupakan penyebab utama dari ketidakpatuhan dengan

neuroleptik karena pandangan pasien mengenai medikasi secara permanent

dapat memudar oleh suatu reaksi distonik yang menyusahkan.

Kriteria diagnostik dan riset untuk distonia akut akibat neuroleptik

menurut DSM-IV adalah sebagai berikut:

Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau

batang tubuh yang berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau

menaikkan dosis medikasi neuroleptik (atau setelah menurunkan medikasi

yang digunakan untuk mengobati gejala ekstrapiramidal).

A. Satu (atau lebih) tanda atau gejala berikut yang berkembang berhubungan dengan medikasi neuroleptik :1. Posisi abnormal kepala dan leher dalam hubungannya dengan tubuh

(misalnya tortikolis)2. Spasme otot rahang (trismus, menganga, seringai)3. Gangguan menelan (disfagia), bicara, atau bernafas (spasme laring-faring,

disfonia)4. Penebalan atau bicara cadel karena lidah hipertonik atau membesar

(disartria, makroglosia)5. Penonjolan lidah atau disfungsi lidah6. Mata deviasi ke atas, ke bawah, ke arah samping (krisis okulorigik)7. Posisi abnormal anggota gerak distal atau batang tubuh

B. Tanda atau gejala dalam kriteria A berkembang dalam tujuh hari setelah memulai atau dengan cepat menaikkan dosis medikasi neuroleptik, atau menurunkan medikasi yang digunakan untuk mengobati (atau mencegah) gejala ekstrapiramidal akut (misalnya obat antikolinergik)

C. Gejala dalam kriteria A tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental (misalnya gejala katatonik pada skizofrenia). Tanda-tanda bahwa gejala lebih baik diterangkan oleh gangguan mental dapat berupa berikut : gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik atau tidak sesuai dengan pola intervensi farmakologis (misalnya tidak ada perbaikan setelah menurunkan neuroleptik atau pemberian antikolinergik)

D. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi neurologis atau medis umum. Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena kondisi medis umum dapat berupa berikut : gejala mendahului pemaparan dengan medikasi neuroleptik, terdapat tanda neurologis fokal yang tidak dapat diterangkan, atau gejala berkembang tanpa adanya perubahan medikasi.

2) Tardive Dyskinesia (kronik)

8

Page 9: Sindrom Ekstrapiramidal Edit

Tardive dyskinesia yang dicetuskan neuroleptik adalah gangguan gerakan

koreoatetoid involunter yang muncul lambat. Disebabkan oleh defisiensi

kolinergik yang relatif akibat supersensitif reseptor dopamin di puntamen

kaudatus. Merupakan manifestasi gerakan otot abnormal, involunter, menghentak,

balistik, atau seperti tik mempengaruhi gaya berjalan, berbicara, bernafas, dan

makan pasien dan kadang mengganggu. Gejala hilang dengan tidur, dapat hilang

timbul dengan berjalannya waktu dan umumnya memburuk dengan penarikan

neuroleptik.

Prevalensi bervariasi tetapi tardive diskinesia diperkirakan terjadi 20-40%

pasien yang berobat lama. Tetapi sebagian kasus sangat ringan dan hanya sekitar

5% pasien memperlihatkan gerakan berat nyata. Namun, kasus-kasus berat sangat

melemahkan sekali, yaitu mempengaruhi berjalan, berbicara, bernapas, dan

makan.

Faktor predisposisi dapat meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita, dan

pengobatan berdosis tinggi atau jangka panjang. Pasien dengan gangguan afektif

atau organik juga lebih berkemungkinan untuk mengalami diskinesia tardive.

Diagnosis banding jika dipertimbangkan diskinesia tardive meliputi penyakit

Hutington, Khorea Sindenham, diskinesia spontan, tik dan diskinesia yang

ditimbulkan obat seperti Levodova, stimulant, dan lain-lain.

Tardive diskinesia dini atau ringan mudah terlewatkan dan beberapa

merasa bahwa evaluasi sistemik, Skala Gerakan Involunter Abnormal (AIMS)

harus dicatat setiap 3 – 6 bulan untuk pasien yang mendapatkan pengobatan

neuroleptik jangka panjang.

.

Prosedur Pemeriksaan AIMS (Abnormal Involuntary Movement Scale)

1. Sebelum maupun sesudah menyelesaikan pemeriksaan, amati pasien

dengan diam – diam saat istirahat (misalnya, di ruang tunggu)

2. Kursi digunakan dalam pemeriksaan ini harus kuat dan tanpa sandaran

tangan

3. Setelah mengamati pasien, nilai dengan skala 0 (tidak ada), 2 (ringan), 3

(sedang) dan 4 (parah) menurut keparahan gejala

4. Tanyakan kepada pasien apakah ada sesuatu didalam mulutnya (misalnya

permen karet, gula – gula, dll) dan jika ada, kelurkanlaqh

9

Page 10: Sindrom Ekstrapiramidal Edit

5. Tanyakan kepada pasien tentang kondisi giginya sekarang. Tanyakan

apakah ia mengenakan gigi palsu. Apakah gigi atau gigi palsu ada yang

mengganggu pasiern sekarang

6. Tanyakan pada pasien apakah ia memperhatikan adanya gerakan di mulut,

wajah, tanagan atau kaki. Jika ya, minta pasien untuk menggambarkan dan

menunjukkan sampai tingkat mana keadaan tersebut sekrang menggangu

pasien atau menganggu aktifitasnya

7. Mintalah pasien duduk di kursi dengan tangan di atas lutut, tungkai sedikit

terpisah dan kaki datar di lanati. (lihat seluruh tubuh untuk mencari adanya

gerakan pada posisi ini)

8. Mintalah pasien untuk duduk dengan lengan menggantung tanpa ditopang.

Jika laki – laki, dianatara tungkai, jika wanita dan mengenakan rok,

menggantung diatas lutut (amati tangan dan bagian tubuh lainnya)

9. Mintalah pasien untuk membuka mulutnya (lidah saat keadaan istirahat di

dalam mulut) lakukkan ini dua kali

10. Mintalah pasien untuk menjulurkan lidahnya (lihat kelainan gerakan

lidah). Lakukan ini dua kali

11. Mintalah pasien untuk menjetikkan jarinya, dengan masing – masing jari,

secepat mungkin selama 10 – 15 detik, sendiri – sendiri dengan tangan

kanan, lalu tangan kiri (amati gerakan wajah dan tungkai)

12. Bengkokan dan luruskan lengan kanan dan kiri pasien (sekali)

13. Mintalah pasien untuk berdiri (amati gayanya. Amati seluruh bagian

tubuhnya lagi, termasuk panggul)

14. Mintalah pasien untuk meluruskan kedua lengannya ke depan dan telapak

tangan menghadap ke bawah. (amati batang tubuh, tungkai dan mulut)

15. Minta pasien berjalan beberapa langkah, berputar dan jalan kembali ke

kursi (amati tangan dan gaya berjalan) lakukan dua kali

16. Gerakan teraktivasi

3) Akatisia

Manifestasi berupa keadaan subjektif kegelisahan (restlessness) yang

panjang,, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak umumnya kaki yang

tidak bisa tenang, atau rasa gatal pada otot. Penderita dengan akatisia berat tidak

mampu untuk duduk tenang, perasaannya menjadi cemas atau iritabel, agitasi, dan

10

Page 11: Sindrom Ekstrapiramidal Edit

pemacuan yang nyata.Akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik

yang memburuk akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim.

Sejauh ini,akatisia merupakan yang paling sering terjadi. Kemungkinan

terjadi pada sebagian besar pasien yang diobati dengan medikasi neuroleptik,

terutama pada populasi pasien lebih muda. Terdiri dari perasaan dalam yang

gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak. Juga telah dilaporkan

sebagai rasa gatal pada otot. Pasien dapat mengeluh karena anxietas atau

kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai gejala psikotik yang

memburuk. Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik

akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim.

Agitasi, pemacuan yang nyata, atau manifestasi fisik lain dari akatisisa

hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat. Juga, akinesis yang ditemukan

pada parkinsonisme yang ditimbulkan neuroleptik dapat menutupi setiap gejala

objektif akatisia. Akatisia sering timbul segera setelah memulai medikasi

neuroleptikdan pasien sudah pada tempatnya mengkaitkan perasaan tidak nyaman.

Yang dirasakan ini dengan medikasi sehingga menimbulkan masalah

ketidakpatuhan pasien.

4) Sindrom Parkinsonisme

Faktor risiko antipsikotik menginduksi parkinson adalah peningkatan usia,

dosis obat, riwayat parkinson sebelumnya, dan kerusakan ganglia basalis. Terdiri

dari akinesia, tremor, dan bradikinesia. Akinesia meliputi wajah topeng, jedaan

dari gerakan spontan, penurunan ayunan lengan saat berjalan, penurunan kedipan,

dan penurunan mengunyah yang dapat menimbulkan pengeluaran air liur.

Pada suatu bentuk yang lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai suatu

status perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan kesukaran

untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala

skizofrenia negatif. Tremor dapat ditemukan pada saat istirahat dan dapat pula

mengenai rahang. Gaya berjalan dengan langkah kecil dan menyeret kaki

diakibatkan karena kekakuan otot.

Berikut merupakan EPS lain yang agak lazim yang dapat dimulai berjam-

jam setelah dosis pertama neuroleptik atau dimulai secara berangsur-angsur

setelah pengobatan bertahun-tahun. Manifestasinya meliputi berikut :

11

Page 12: Sindrom Ekstrapiramidal Edit

Akinesia : yang meliputi wajah topeng, kejedaan dari gerakan spontan,

penurunan ayunan lengan pada saat berjalan, penurunan kedipan, dan

penurunan mengunyahyang dapat menimbulkan pengeluaran air liur. Pada

bentuk yang yang lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai suatu status

perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan kesukaran

untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala

negative skizofrenia.

Tremor : khususnya saat istirahat, secara klasik dari tipe penggulung pil.

Tremor dapat mengenai rahang yang kadang-kadang disebut sebagai

“sindrom kelinci”. Keadaan ini dapat dikelirukan dengan diskenisia tardive,

tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih ritmik, kecerendungan untuk

mengenai rahang daripada lidah dan responya terhadap medikasi

antikolinergik.

Gaya berjalan membungkuk : menyeret kaki dengan putaran huruf en cetak

dan hilangnya ayunan lengan.

Kekakuan otot : terutama dari tipe cogwheeling. Gangguan gerakan yang

kronis progresif yang ditandai oleh adanya tremor, bradikinesia, rigiditas, dan

ketidakstabilan postural.

Chorea Huntington = Chorea Mayor : merupakan gangguan herediter yang

bersifat autosomal dominan, onset pada usia pertengahan dan berjalan

progresif hingga menyebabkan kematian dalam waktu 10 – 12 tahun. Dapat

terjadi pada usia muda (tipe juvenile) dimana gejalanya kurang tampak dan

didominasi oleh gejala negatif (rigiditas, demensia, perubahan kepribadian,

gangguan afektif, psikosis, hipotonus, reflex primitif)

F. DIAGNOSIS

Diagnosa awal dilakukan dengan anamnesa pasien. Pemeriksaan yang

dapat dilakukan di antaranya adalah pemeriksaan fisik pada umumnya yaitu

tanda–tanda vital dan kondisi fisik seluruhnya. Dapat ditambah pemeriksaan

neurologis.

Pemeriksaan laboratorium tergantung pada tampilan klinis. Pasien dengan

distonia simplek tidak membutuhkan tes. Pemeriksaan kualitatif untuk mendeteksi

adanya antipsikotik tidak tersedia secara luas. Selain itu, kandungan obat dalam

12

Page 13: Sindrom Ekstrapiramidal Edit

serum untuk tranquilizer mayor tidak berkorelasi dengan baik dengan keparahan

klinis dari overdosis dan tidak bermanfaat pada pengobatan akut.

Pemeriksaan rutin elektrolit, pemeriksaan potassium, asam urat, keratin

kinase-MM , nitrogen danurea darah, kreatinin darah, glukosa darah, mioglobin

dan bikarbonat bermanfaat dalam menilai status hidrasi, fungsi ginjal, status asam

basa, kerusakan otot dan hipoglikemi sebagai penyebab kelainan sensorium.

Kontraksi otot yang terus menerus sering menyebabkan perusakan otot

yang terlihat dari peningkatan potassium, asam urat, dan keratin kinase-MM.

Perusakan otot juga menghasilkan myoglobin yang diserap oleh ginjal, sehingga

menyebabkan disfungsi tubulus ginjal. Dehidrasi memperburuk penyerapan ini.

Pada myoglobinuria, urin menjadi berwarna cokelat gelap.

G. DIAGNOSIS BANDING

1. Sindroma putus obat

2. Parkinson Disease

3. Distonia primer

4. Tetanus

5. Gangguan gerak ekstrapiramidal primer

6. Penyakit Huntington,

7. Chorea Syndenham

8. Anxietas

9. Gejala psikotik yang memburuk

Pada pasien dengan tardive diskinesia dapat pula didiagnosis banding dengan

penyakit Hutington dan Khorea Sindenham.

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan umum untuk sindrom ekstrapiramidal yakni :

1) Non-farmakologis :

Menurunkan dosis antipsikotik hingga mencapai dosis minimal yang

efektif

13

Page 14: Sindrom Ekstrapiramidal Edit

2) Farmakologis

a) Pada pasien > 60 tahun diberikan L-dopa .Pemberian L-dopa 3-4x 1 hari

dengan total dosis maksimal 600 mg/ hari diberikan 30 menit sebelum

makan, contoh madopar, sinemet.

b) Pada pasien muda diberikan DA (dopamine antagonist)

Pemberian dopamine agonist :

Contoh ergot da:

Bromocriptin dimulai dengan dosis 1,25 mg ditingkatkan

sampai total maksimal 40mg/ hari terbagi dalam 3-5 dosis.

Pergolide mesylate dimulai dari 0,05 mg 0,05 mg tiap 4-7 hari

sampai 2-4 mg / hari untuk 3x beri

Piribedil 50 mg terbagi 5x/ hari

Cabergoline , dostinex 0,5 mg setiap 2 hari

Contoh Non-ergot da

Pramipexole, sifrol 1 mg dimulai dari 0,125 mg. Dosis

umumnya 3-4,5 mg / hari

Ropinirole, requip 2 mg, dimulai dari 0,25 mg. Dosis

umumnya 3-9 mg/ hari

c) Pemberian antihistamin seperti difenhidramine, sulfas atropine

d) Pemberian antikolinergik seperti :

Trihexyphenidil (THD), 4-6mg per hari selama 4-6 minggu.

Setelah itu dosis diturunkan secara perlahan-lahan, yaitu 2 mg

setiap minggu, untuk melihat apakah pasien telah

mengembangkan suatu toleransi terhadap efek samping sindrom

ekstrapiramidal ini.

e) N-Methyl-D-Aspartate Receptor Inhibitor: amantadine dimulai dari 100

mg. Dosis umumnya 300-400 mg/ hari terbagi dalam 3-4 dosis

f) Enzyme inhibitor: Monoamine Oxidase Type B inhibitor MAO –B

contoh selegiline, selegos 5 mg, rasagiline sebagai neuroprotektor.

g) COMT –I (Cathechol o Methyl Transferase Inhibitors) :

Entacapone, comtan 200mg dosis maksimal 1600 mg, tolcapone

untuk menurunkan degradasi dopamine otak dan meningkatkan

efek L-dopa.

I. PEDOMAN UMUM :

14

Page 15: Sindrom Ekstrapiramidal Edit

1) Gejala ekstrapiramidal dapat sangat menekan sehingga banyak ahli

menganjurkan terapi profilaktik. Gejala ini penting terutama pada pasien

dengan riwayat EPS atau para pasien yang mendapat neuroleptik poten dosis

tinggi.

2) Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat

menyebabkan komplians yang buruk. Antikolinergik umumnya

menyebabkan mulut kering, penglihatan kabur, gangguan ingatan,

konstipasi dan retensi urine. Amantadin dapat mengeksaserbasi gejala

psikotik.

3) Umumnya disarankan bahwa suatu usaha dilakukan setiap enam bulan

untuk menarik medikasi anti-EPS pasien dengan pengawasan seksama

terhadap kembalinya gejala.

4) Reaksi Distonia Akut (ADR)

Medikasi antikolinergik merupakan terapi ADR bentuk primer dan

praterapi dengan salah satu obat-obat ini biasanya mencegah terjadinya

penyakit. Paduan obat yang umum meliputi benztropin (Congentin) 0,5-2

mg dua kali sehari (BID) sampai tiga kali sehari (TID) atau triheksiphenidil

(Artane) 2-5 mg TID. Benztropin mungkin lebih efektif daripada

triheksiphenidil pada pengobatan ADR dan pada beberapa penyalah guna

obat triheksiphenidil karena “rasa melayang” yang mereka dapat

daripadanya.

Seorang pasien yang ditemukan dengan ADR berat, akut harus diobati

dengan cepat dan secara agresif. Bila dilakukan jalur intravena (IV) dapat

diberikan benztropin 1 mg dengan dorongan IV. Umumnya lebih praktis

untuk memberikan difenhidramin (Benadryl) 50 mg intramuskuler (IM) atau

bila obat ini tidak tersedia gunakan benztropin 2 mg IM. Remisi ADR

dramatis terjadi dalam waktu 5 menit.

5) Akatisia

Pengobatan akatisia mungkin sangat sulit dan sering kali memerlukan

banyak eksperimen. Agen yang paling umum dipakai adalah antikolinergik

dan amantadin (Symmetrel); obat ini dapat juga dipakai bersama. Penelitian

terakhir bahwa propanolol (Inderal) sangat efektif dan benzodiazepine,

khususnya klonazepam (klonopin) dan lorazepam (Ativan) mungkin sangat

membantu.

15

Page 16: Sindrom Ekstrapiramidal Edit

6) Sindrom Parkinson

Aliran utama pengobatan sindrom Parkinson terinduksi neuroleptik

terdiri atas agen antikolinergik. Amantadin juga sering digunakan .

Levodopa yang dipakai pada pengobatan penyakit Parkinson idiopatik

umumnya tidak efektif akibat efek sampingnya yang berat.

7) Tardive Diskinesia

Pencegahan melalui pemakaian medikasi neuroleptik yang bijaksana

merupakan pengobatan sindrom ini yang lebih disukai. Ketika ditemukan

pergerakan involunter dapat berkurang dengan peningkatan dosis medikasi

antipsikotik tetapi ini hanya mengeksaserbasi masalah yang mendasarinya.

Setelah permulaan memburuk, pergerakan paling involunter akan

menghilang atau sangat berkurang, tetapi keadaan ini memerlukan waktu

sampai dua tahun.

Benzodiazepine dapat mengurangi pergerakan involunter pada banyak

pasien, kemungkinan melalui mekanisme asam gamma-aminobutirat-ergik.

Baclofen (lioresal) dan propanolol dapat juga membantu pada beberapa

kasus. Reserpin (serpasil) dapat juga digambarkan sebagai efektif tetapi

depresi dan hipotensi merupakan efek samping yang umum. Lesitin lemak

kaya kolin sangat bermanfaat menurut beberapa peneliti, tetapi kegunaannya

masih diperdebatkan.

Pengurangan dosis umumnya merupakan perjalanan kerja terbaik bagi

pasien yang tampaknya mengalami diskinesia tardive tetapi masih

memerlukan pengobatan. Penghentian pengobatan dapat memacu timbulnya

dekompensasi yang berat, sementara pengobatan pada dosis efektif terendah

dapat mempertahankan pasien sementara meminimumkan risiko, tetapi kita

harus pasti terhadap dokumen yang diperlukan untuk penghentian

pengobatan.

J. KOMPLIKASI

Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu

sehingga menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas dan gangguan gerak

saat berjalan dapat menyebabkan penderita terjatuh dan mengalami fraktur. Pada

distonia laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian.

16

Page 17: Sindrom Ekstrapiramidal Edit

Medikasi anti-EPS mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat

menyebabkan komplikasi yang buruk.Anti kolinergik umumnya menyebabkan

mulut kering, penglihatan kabur, gangguan ingatan, konstipasi dan retensi

urine.Amantadine dapat mengeksaserbasi gejala psikotik.

K. PROGNOSIS

Prognosis pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang akut akan lebih

baik bila gejala langsung dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis pada

pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang kronik lebih buruk, Pasien dengan

tardive distonia hingga distonia laring dapat menyebabkan kematian bila tidak

diatasi dengan cepat.Sekali terkena, kondisi ini biasanya menetap pada pasien

yang mendapat pengobatan neuroleptik selama lebih dari 10 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

17

Page 18: Sindrom Ekstrapiramidal Edit

Kaplan H.I.MD, Saddock B.M.JD, Grebb J.A.MD. Synopsis Psikiatri Jilid

1.Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 1997

Kaplan H.I.MD, Saddock B.M.JD, Grebb J.A.MD. Sinopsis Psikiatri Jilid 2.

Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 1997

Maslim.R, SpKJ. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikiatri edisi Ketiga.

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2007

DAFTAR ISI

18

Page 19: Sindrom Ekstrapiramidal Edit

HALAMAN JUDUL.........................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................ii

DEFINISI..........................................................................................................1

EPIDEMIOLOGI..............................................................................................1

ETIOLOGI........................................................................................................2

PATOFISIOLOGI.............................................................................................3

MANIFESTASI KLINIS.................................................................................6

DIAGNOSIS...................................................................................................12

DIAGNOSIS BANDING................................................................................13

PENATALAKSANAAN................................................................................13

PEDOMAN UMUM.......................................................................................15

KOMPLIKASI................................................................................................16

PROGNOSIS..................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................18

19

ii