siklus menstruasi dan gangguannya

65
BAB I PENDAHULUAN Menstruasi merupakan gejala fisiologis yang secara periodik dialami oleh setiap wanita usia reproduksi. Proses menstruasi dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya faktor hormonal, anatomi dan psikis. Apabila terjadi gangguan pada salah satu atau lebih faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan gangguan dalam siklus menstruasi. Kelainan haid merupakan masalah fisik atau mental yang mempengaruhi siklus menstruasi, menyebabkan nyeri, perdarahan yang tidak biasa yang lebih banyak atau sedikit, terlambatnya menarche atau hilangnya siklus menstruasi tertentu (Wiknjosastro, 2008) . Gangguan menstruasi yang terjadi dapat berupa gangguan lama siklus menstruasi seperti polimenorrhea dan oligomenorrhea, volume darah yang dikeluarkan sewaktu menstruasi seperti hipermenorea, hipomenorrhea dan perdarahan bercak (spotting), beserta gejala-gejala yang menyertai menstruasi seperti dismenorrea dan Premenstrual syndrome itu sendiri yang mengganggu aktifitas sehari-hari. 1

Upload: jeffri-sofian-leksana

Post on 12-Dec-2014

148 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

BAB I

PENDAHULUAN

Menstruasi merupakan gejala fisiologis yang secara periodik dialami oleh

setiap wanita usia reproduksi. Proses menstruasi dipengaruhi oleh berbagai faktor

diantaranya faktor hormonal, anatomi dan psikis. Apabila terjadi gangguan pada

salah satu atau lebih faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan gangguan dalam

siklus menstruasi.

Kelainan haid merupakan masalah fisik atau mental yang mempengaruhi

siklus menstruasi, menyebabkan nyeri, perdarahan yang tidak biasa yang lebih

banyak atau sedikit, terlambatnya menarche atau hilangnya siklus menstruasi

tertentu (Wiknjosastro, 2008) . Gangguan menstruasi yang terjadi dapat berupa

gangguan lama siklus menstruasi seperti polimenorrhea dan oligomenorrhea,

volume darah yang dikeluarkan sewaktu menstruasi seperti hipermenorea,

hipomenorrhea dan perdarahan bercak (spotting), beserta gejala-gejala yang

menyertai menstruasi seperti dismenorrea dan Premenstrual syndrome itu sendiri

yang mengganggu aktifitas sehari-hari.

Untuk negara Indonesia, rata-rata wanita mengalami menstruasi di usia 12-

14 tahun. Insidensi amenorrhoea primer di negara Indonesia (dimana wanita

gagal mencapai menstruasi pertama pada usia 16 tahun atau lebih atau tidak

adanya tanda seksual sekunder sampai usia 14 tahun atau lebih) mencapai 2,5%.

Sementara insidensi terjadinya amenorrhoea sekunder mencapai 1-5%

(Silberstein, 2003).

Amenorrhea mempengaruhi sekitar 5% sampai 7% wanita menstruasi setiap tahunnya

Prevalensinya tidak bervariasi pada perbedaan ras dan berkorespondensi dengan

prevalensi penyakit kausatifnya. Dysmenorrhea primer, atau kramp menstruasi dan nyeri

tanpa penyakit panggul, bisa mepengaruhi wanita menstruasi sebanyak 50% dan biasanya

bermanifestasi dalam beberapa tahun pertama dari onset .

1

Page 2: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Dysmenorrhea sekunder, nyeri menstruasi disebabkan oleh penyakit atau patologi

yang mendasarinya, ditemukan pada 5% sampai 7% wanita menstruasi dan paling sering

rekuren pada wanita usia 30 dan 45 tahun. Sepuluh sampai dua puluh persen dari seluruh

wanita yang menstruasi mengalami menorrhagia; kebanyakan adalah usia lebih dari 30

tahun (Shaw).

2

Page 3: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aspek Neuroendokrin Dalam Siklus Menstruasi

Dalam proses ovulasi hubungan hipotalamus, hipofisis, dan ovarium

(hypothalamic-pituitary-ovarian axis) memegang peranan yang penting. Menurut teori

neurohormonal, hipotalamus mengawasi sekresi human gonadotropin oleh adenohipofisis

melalui sekresi neurohormon yang disalurkan ke sel-sel adenohipofisi melalui sirkulasi

portal yang khusus (Wiknjosastro, 2008).

Perubahan-perubahan hormon sepanjang siklus menstruasi disebabkan oleh

mekanisme umpan baik (feedback mechanism) antara hormone steroid dan hormone

gonadotropin (Guyton, 2008).

Hipotalamus

Hipotalamus terletak di dasar otak tepat diatas kiasma optikum dan dibawah

ventrikel ketiga. Hipotalamus berhubungan langsung dengan kelenjar hipofisis dan

merupakan bagian dari otak sebagai sumber dari sekresi hipofisis. Secara anatomis

hipotalamus dibagi menjadi tiga zona, yaitu periventrikuler, medial dan lateral.

Selanjutnya setiap zona dibagi lagi menjadi struktur yang dikenal sebagai nucleus, yang

masing-masing nucleus memiliki tipe sel saraf yang sama (Guyton, 2008).

Hipotalamus bukan merupakan struktur yang terisolasi di dalam susunan saraf

pusat, hipotalamus memiliki hubungan yang luas dengan daerah lain di otak. Hipotalamus

merupakan sumber dari seluruh produksi hormon neruohipofise (Palter, 2002).

Diketahui adanya beberapa mekanisme umpan balik (feedback mechanism) pada

hipotalmus, yang dikenal sebagai mekanisme umpan balik panjang, pendek dan sangat

pendek. Mekanisme umpan balik yang panjang terdiri dari input endokrin dari hormon

sirkulasi, seperti umpan balik androgen dan estrogen terhadap reseptor steroid yang

terdapat pada hipotalamus. Hormon hipofisis juga akan memberikan efek umpan balik

3

Page 4: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

pada hipotalamus melalui mekanisme umpan balik yang pendek, sedangkan sekresi

hipotalamus sendiri juga akan memberikan efek umpan balik yang sangat pendek

terhadap hipotalamus itu sendiri (Palter, 2002).

Hormon yang dihasilkan hipotalamus merupakan releasing factor bagi hipofisis,

yaitu: (Guyton, 2008)

a. Gonadotropin-releasing hormone (GnRH), yang mengatur sekresi dari

luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH).

b. Corticotropin--releasing hormone (CRH), yang mengatur pelepasan

adrenocorticotropin hormone (ACTH).

c. Growth hormone--releasing hormone (GHRH), yang mangatur pelepasan growth

hormone (GH).

d. Thyrotropin-releasing hormone (TRH), yang mengatur sekresi thyroid-

stimulating hormone (TSH).

Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) merupakan faktor pengatur sekresi

gonadotropin. Merupakan dekapeptida yang dihasilkan oleh badan sel di nucleus arkuata

hipotalamus. Secara embriologi, sel neuron ini berasal dari celah optic yang selanjutnya

bermigrasi. Axon kemudian membawa GnRH dan berakhir di pembuluh darah portal di

eminensia medialis, dimana kemudian GnRH disekresi untuk kemudian disalurkan ke

hipofisis anterior (Palter, 2002).

GnRH merupakan hormone yang paling unik, dimana hormone ini secara

simultan merangsang sekresi dari dua hormon, yaitu FSH dan LH. Selain itu GnRH

disekresi dalam bentuk pulsatil dan pelepasan GnRH secara pulsatil ini mempengaruhi

pelepasan dua hormon gonadotropin. Sekresi pulsatil GnRH secara kontinu sangat

diperlukan karena GnRH memiliki waktu paruh yang sangat pendek (2-4 menit). Sekresi

pulsatil dari GnRH bervariasi baik frekuensi maupun amplitudonya pada siklus

menstruasi. Fase folikuler ditandai dengan sekresi GnRH yang lebih sering dengan

amplitudo pulsasi yang kecil. Selama fase luteal, terdapat pemanjangan interval antara

pulsasi dan terjadi penurunan amplitudo. Variasi dari frekuensi dan amplitudo pulsasi

bertanggung jawab terhadap jumlah sekresi gonadotropin dari hipofisis, walaupun

pengaruh hormonal dari hipofisis akan mengatur kembali efek dari GnRH (Palter, 2002).

4

Page 5: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Hipofisis

Hipofisis merupakan kelenjar kecil yang terletak di sela tursika, dan dihubungkan

dengan hipotalamus oleh tangkai hipofisis. Hipofisis dibagi menjadi 3 lobus, yaitu : lobus

anterior, intermediet dan posterior. Lobus anterior hipofisis (adenohipofisis) merupakan

struktur yang sedikit berbeda dari lobus posterior hipofisis (neurohipofisis), dimana

memiliki ekstensi langsung ke hipotalamus. Adenohipofisis secara embriologi berasal

dari lipatan kantung Rathke’s. (novak) Sedangkan hipofisis anterior berasal dari

penonjolan hipotalamus (Guyton, 2008).

Sel spesifik dari hipofisis anterior diklasifikasikan berdasarkan pola pewarnaan

hematoxyllin dan eosin. Sel asidofil terutama mensekresi Gonadotropin Hormone (GH,

yaitu FSH dan LH) dan prolaktin dan, pada beberapa bagian, menghasilkan ACTH.

Gonadotropin disekresi oleh sel basofilik dan TSH dihasilkan oleh sel kromofob (Palter,

2002).

Hampir semua sekresi kelenjar hipofisis diatur baik oleh hormone atau sinyal

saraf yang berasal dari hipotalamus. Sekresi kelenjar hipofisis posterior diatur oleh

sinyal-sinyal saraf yang berasal dari hipotalamus dan berakhir pada hipofisis posterior.

Sebaliknya, sekresi kelenjar hipofisis anterior diatur oleh hormone GnRH yang

disekresikan ke dalam hipotamalus sendiri dan selanjutnya dijalarkan ke hipofisis anterior

melalui pembuluh darah porta hipotalamus-hipofisis (Palter, 2002).

5

Page 6: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Gambar 2.1. Mekanisme umpan balik dari aksis hipotalamus-hipofisis-

ovarium (uterus).

Hipofifis posterior menghasilkan hormon antidiuretik (ADH), yang mengatur

kecepatan ekskresi air ke dalam urin dan dengan cara ini akan membantu mengatur

konsentrasi air dalam cairan tubuh, dan hormon oksitosin, yang membantu menyalurkan

air susu dari kelenjar payudara ke putting susu selama penghisapan, serta membantu

dalam proses persalinan (Guyton, 2008).

2.1.1. Siklus Menstruasi Normal

Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai

pelepasan (deskuamasi) endometrium. Panjang siklus mentruasi ialah jarak antara tanggal

6

Page 7: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Panjang siklus menstruasi yang

normal atau dianggap sebagai siklus menstruasi yang klasik ialah 28 hari, tetapi

variasinya cukup luas. Lama menstruasi biasanya antara 3-5 hari, tetapi kadang bervariasi

tiap individu. Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2 ± 16 cc (Speroff, 2005). Siklus

menstruasi dibagi menjadi dua bagian yaitu siklus ovarium dan siklus uterus (Palter,

2002).

2.1.2. Siklus Ovarium

Ovarium mengalami perubahan-perubahan dalam besar, bentuk dan posisinya

sejak bayi dilahirkan hingga masa tua seorang wanita. Di samping itu, terdapat

perubahan-perubahan histologik yang disebabkan oleh rangsangan berbagai kelenjar

endokrin (Speroff, 2005).

Gambar 2.2 Siklus ovarium

2.1.2.1. Fase Folikuler

Fase folikuler bermula setelah haid. Pada mulanya terdapat peningkatan hormon

perangsang folikel (FSH), yang merangsang pertumbuhan dan pematangan folikel-folikel,

dan transisi dari frekuensi kadar LH rendah ke yang tinggi. Sintesis dan pelepasan LH

dan FSH diatur oleh LH-RH (luteinizing hormome releasing hormone). LH-RH dibuat

dalam neuron di hipotalamus, dilepaskan ke dalam pembuluh darah portal hipofisis, dan

diangkut oleh aliran akoplasma ke bagian depan kelenjar hipofisis. Rekrutmen folikel

7

Page 8: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

terjadi dalam 4 sampai 5 hari pertama fase folikuler, dan pada hari ke 5 sampai 7 terjadi

seleksi dari subuah folikel yang dominant. Folikel-folikel yang tersisa bisa mengalami

tambahan pertumbuhan yang terbatas tetapi pada akhirnya akan mengalami atresia.

Pematangan sebuah folikel yang dominant terjadi antara hari ke 8 dan 12. Folikel yang

dominan itu mencapai diameter rata-rata 20mm beberapa hari sebelum lonjakan LH

(Guyton, 2008).

Folikel tersebut mengandung sel-sel teka dan sel-sel granulose. Sel-sel teka

memiliki reseptor LH dan bereaksi terhadap perangsangan LH dengan memproduksi

androgen, terutama androstenedion dan testosterone. Sel-sel granulose, yang terletak di

bagian dalam folikel, adalah penghasil utama estrogen (DeCherney, 2007).

Gambar 2.3 Pertumbuhan ovum dan proses ovulasi

Seringkali ovulasi terjadi antara hari ke-13 dan 15. Fase ovulasi mulai 2 sampai 3

hari sebelum gejolak pertengahan siklus dari LH ketika terjadi peningkatan 17 β-estradiol

yang sejajar dengan kenaikan kecil dari progesterone, 17α-hidroksiprogesteron, dan

inhibin. Kenaikan progesterone merefleksikan proses luteinisasi dari sel-sel granulose

setelah penambahan dari reseptor-reseptor LH dan yang membuat LH mampu untuk

memulai biosintesis dari progesterone dan 17α-hidroksiprogesteron. Lonjakan LH dan

8

Page 9: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

FSH mulai tiba-tiba dan disertai sementara oleh kadar 17 β-estradiol puncak dan

permulaan kenaikan yang cepat dari progesterone 12 jam lebih awal. Durasi lonjakan LH

berkisar 48 jam. Ovulasi terjadi sekitar 36 jam setelah lonjakan LH dimulai (DeCherney,

2007).

Pertumbuhan Folikel

Pada saat seorang anak perempuan lahir, masing-masing ovum dikelilingi oleh

selapis sel-sel granulosa, dan ovum, dengan selubung sel granulosanya disebut folikel

primordial. Sepanjang masa kanak-kanak, sel-sel granulosa diyakini berfungsi memberi

makanan untuk ovum dan untuk mensekresi faktor yang menghambat pematangan oosit,

yang membuat ovum tetap dalam keadaan primordial, menahan ovum sepanjang waktu

ini dalam fase profase pembelahan meiosis. Kemudian, sesudah pubertas, bila FSH dan

LH dari kelenjar hipofisis anterior mulai disekresikan dalam jumlah besar, seluruh

ovarium, bersama dengan folikelnya, akan memulai pertumbuhannya (Palter, 2002).

Gambar 2.4. Folikel primordial

Tahap pertama pertumbuhan folikel berupa pembesaran sedang dari ovum itu

sendiri, yang meningkat diameternya menjadi dua sampai tiga kali lipat, kemudian diikuti

dengan pertumbuhan lapisan sel-sel granulosa tambahan, dan folikel menjadi apa yang

disebut folikel primer. Sekurang-kurangnya beberapa perkembangan ke tahapan ini dapat

terjadi walaupun tidak ada FSH dan LH, tetapi perkembangan melebihi titik ini tidak

mungkin terjadi tanpa kedua hormon tersebut (Palter, 2002).

9

Page 10: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Selama beberapa hari pertama sesudah dimulainya menstruasi, konsentrasi FSH

dan LH meningkat dari sedikit menjadi sedang, di mana peningkatan FSH sedikit lebih

besar dan lebih awal beberapa hari dari LH. Hormon-hormon, ini, khususnya FSH, dapat

mempercepat pertumbuhan 6-12 folikel primer setiap bulan. Efek awalnya adalah

proliferasi yang berlangsung cepat dari sel granulosa, menyebabkan lebih banyak sel-sel

berbentuk kumparan yang dihasilkan dari interstitium ovarium berkumpul dalam

beberapa lapisan di luar sel granulosa, membentuk kelompok sel kedua yang disebut teka.

Teka terbagi menjadi dua sublapisan: teka interna, sel-selnya mempunyai karakteristik

epitelium yang mirip dengan sel-sel granulosa dan membentuk suatu kemampuan untuk

mensekresi hormon steroid, yang mirip dengan kemampuan sel granulosa untuk

mensekresi sejumlah kecil hormon-hormon yang berbeda. Lapisan luar, teka eksterna,

berupa kapsul jaringan ikat yang sangat vaskuler. Kapsul ini akan berkembang menjadi

kapsul dari folikel yang sedang tumbuh (Palter, 2002).

Gambar 2.5. Folikel primer

Sesudah tahap awal pertumbuhan proliferasi, yang berlangsung selama beberapa

hari, massa sel granulosa mensekresi cairan folikular yang mengandung estrogen dalam

konsentrasi yang tinggi. Pengumpulan cairan ini menyebabkan munculnya antrum di

dalam massa sel granulosa. Sekali antrum sudah terbentuk, sel granulosa dan sel teka

berproliferasi lebih cepat, laju kecepatan sekresinya meningkat, dan masing-masing

folikel yang tumbuh menjadi folikel antral (Palter, 2002).

10

Page 11: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Gambar 2.6. Folikel antral

Pertumbuhan awal dari folikel primer menjadi tahap antral dirangsang oleh FSH

sendiri. Kemudian peningkatan pertumbuhan secara besar-besaran terjadi di dalam folikel

antral, menuju ke arah folikel yang lebih besar yang disebut folikel vesikular.

Peningkatan pertumbuhan ini terjadi sebagai berikut: (Guyton, 2008)

1. Estrogen disekresikan ke dalam folikel dan menyebabkan sel-sel granulosa

membentuk jumlah reseptor FSH yang semakin banyak; keadaan ini

menyebabkan suatu efek umpan balik positif karena estrogen membut sel-sel

granulosa jauh lebih sensitif terhadap FSH yang disekresikan oleh hipofisis

anterior. 2

2. FSH dari hipofisis dan estrogen bergabung untuk memacu reseptor LH terhadap

sel-sel granulosa juga, sehingga LH dapat merangsang sel-sel ini sebagai

tambahan terhadap rangsangan oleh FSH dan membentuk peningkatan sekresi

folikular yang cepat. 2

3. Peningkatan jumlah estrogen dari folikel ditambah dengan peningkatan LH dari

kelenjar hipofisis anterior bersama-sama bekerja untuk menyebabkan proliferasi

sel-sel teka folikular dan juga meningkatan sekresi folikular. Oleh karena itu,

sekali folikel antral mulai tumbuh, pertumbuhan lebih lanjut folikel-folikel

tersebut terjadi dengan cepat. Diameter ovum sendiri juga masih membesar tiga

11

Page 12: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

sampai empat kali lipat lagi, menghasilkan peningkatan diameter total dari awal

sampai menjadi 10 kali lipat, atau peningkatan massa sebesar 1000 kali lipat. 2

Ketika folikel vesikular membesar, ovum sendiri tetap tertanam di dalam massa

sel granulosa yang terletak pada sebuah kutup dari folikel. Ovum bersama dengan sel

granulosa di sekelilingnya disebut kumulus ooforus (Wiknjosastro, 2008).

Setelah pertumbuhan selama satu minggu atau lebih-tetapi sebelum terjadi

ovulasi-salah satu dari folikel mulai tumbuh melebihi semua folikel yang lain; sisanya

mulai berinvolusi, dan sisa folikel ini dikatakan mengalami atretik. Penyebab atresia

masih belum diketahui, tetapi diduga dikarenakan sebagai berikut: satu-satunya folikel

yang sangat berkembang daripada folikel yang lain juga menyekresikan lebih banyak

estrogen. Lebih jauh lagi, estrogen menyebabkan satu efek umpan balik positif dalam

folikel tunggal setempat tersebut karena FSH (1) meningkatkan proliferasi sel granulosa

dan sel teka, yang menimbulkan produksi estrogen lebih lanjut dan siklus proliferasi sel

yang baru, dan (2) kombinasi dari FSH dan estrogen menyebabkan peningkatan jumlah

reseptor FSH dan LH pada sel-sel granulosa dan lebih banyak pada sel-sel teka, sehingga

menghasilkan suatu siklus umpan balik positif yang lain Efek-efek ini bersama-sama

akan menyebabkan suatu ledakan peningkatan kecepatan sekresi cairan dan hormon

dalam folikel yang berkembang dengan cepat ini. Pada waktu yang sama, sejumlah besar

estrogen yang berasal dari folikel ini bekerja pada hipotalamus untuk lebih menekan

kecepatan sekresi FSH oleh kelenjar hipofisis anterior, diyakini dengan cara ini dapat

menghambat pertumbuhan dari folikel-folikel yang kurang berkembang, yang belum

memulai rangsangan umpan balik positifnya sendiri. Oleh karena itu, folikel yang paling

besar dapat melanjutkan pertumbuhannya karena pengaruh efek-efek umpan balik positif

intrinsik yang dimilikinya sementara semua folikel yang lain berhenti tumbuh, dan

berinvolusi (Wiknjosastro, 2008).

Proses atresia ini penting karena hanya membuat satu folikel tumbuh sampai

cukup besar untuk berovulasi. Folikel tunggal tersebut mencapai ukuran 1 sampai 1,5 cm

pada saat ovulasi dan disebut sebagai folikel yang matang (Guyton, 2008).

12

Page 13: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Gambar 2.7. Folikel yang matang

Ovulasi

LH diperlukan untuk pertumbuhan akhir dari folikel dan ovulasi. Tanpa hormon

ini, bahkan walaupun FSH tersedia dalam jumlah besar, folikel tidak akan berkembang ke

tahap ovulasi (Guyton, 2008).

Sekitar dua hari sebelum ovulasi, laju kecepatan sekresi LH oleh kelenjar

hipofisis anterior meningkat dengan pesat, menjadi 6 sampai 10 kali lipat dan mencapai

puncaknya 16 jam sebelum ovulasi. FSH juga meningkat kira-kira dua sampai tiga kali

lipat pada saat yang bersamaan, dan kedua hormon ini akan bekerja secara sinergistik

untuk mengakibatkan pembengkakan folikel yang berlangsung cepat selama beberapa

hari sebelum ovulasi. LH juga mempunyai efek khusus terhadap sel granulosa dan sel

teka, yang mengubah kedua jenis sel tersebut menjadi lebih bersifat sel yang

mensekresikan progesteron dan sedikit mensekresikan estrogen. Oleh karena itu, sekresi

estrogen mulai menurun kira-kira 1 hari sebelum ovulasi, sementara sejumlah kecil

progesteron mulai disekresikan (Guyton, 2008).

13

Page 14: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Pada lingkungan dimana terjadi folikel yang berlangsung cepat, berkurangnya

sekresi estrogen sesudah fase sekresi estrogen yang berlangsung lama, dan dimulainya

sekresi progesteron, terjadi ovulasi (Guyton, 2008).

Sekresi LH dalam jumlah besar menyebabkan sekresi hormon-hormon steroid

folikular dengan cepat, yang mengandung sejumlah kecil progesteron untuk pertama

kalinya. Dalam waktu beberapa jam akan berlangsung dua peristiwa yang diperlukan

untuk ovulasi: (Guyton, 2008).

- Teka eksterna (kapsul folikel) mulai melepaskan enzim proteolitik dari lisosim

yang mengakibatkan pelarutan dinding kapsul dan akibatnya yaitu melemahnya

dinding, menyebabkan makin membengkaknya seluruh folikel dan degenerasi

dari stigma. 2

- Secara bersamaan, akan terjadi pertumbuhan pembuluh darah baru yang

berlangsung cepat ke dalam dinding folikel, dan pada saat yang sama,

prostaglandin akan disekresi dalam jaringan folikular. 2

Kedua efek ini selanjutnya akan mengakibatkan transudasi plasma ke dalam

folikel, yang juga berperan pada pembengkakan folikel. Beberapa saat sebelum ovulasi,

dinding luar folikel yang menonjol akan membengkak dengan cepat, dan daerah kecil

pada bagian tengah kapsul, yang disebut stigma, akan menonjol. Dalam waktu 30 menit

kemudian, cairan mulai mengalir dari folikel melalui stigma. Sekitar 2 menit kemudian,

ketika folikel menjadi lebih kecil karena kehilangan cairannya, stigma akan robek cukup

besar, dan cairan yang lebih kental yang terdapat di bagian tengah folikel mengalami

evaginasi keluar ke dalam abdomen. Cairan kental ini membawa ovum bersamanya, yang

dikelilingi oleh beberapa ratus sel granulosa kecil yang disebut korona radiata. (Guyton,

2008).

14

Page 15: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Gambar 2.8. Ovulasi

Ovulasi pada wanita yang mempunyai siklus seksual normal 28 hari, terjadi 14

hari sesudah terjadinya menstruasi (Wiknjosastro, 2008).

2.1.2.2. Fase Luteal

Selama beberapa jam pertama sesudah ovum dikeluarkan dari folikel, sel-sel

granulosa dan teka interna yang tersisa berubah dengan cepat menjadi sel lutein. Diameter

sel ini membesar dua kali atau lebih dan terisi dengan inklusi lipid yang memberi

tampilan kekuningan. Proses ini disebut luteinisasi, dan seluruh massa dari sel bersama-

sama disebut sebagai korpus luteum. Suatu suplai vaskular yang berkembang baik juga

tumbuh ke dalam korpus luteum (Guyton, 2008).

Sel-sel granulosa dalam korpus luteum mengembangkan sebuah retikulum

endoplasmik halus yang luas, yang akan membentuk sejumlah besar hormon progesteron

dan estrogen tetapi lebih banyak progesteron. Sel-sel teka terutama lebih membentuk

hormon androgen, androstendion dan testosteron daripada hormon seks wanita. Akan

tetapi, sebagian besar hormon tersebut akan dikonversi oleh sel-sel granulosa menjadi

hormon-hormon wanita (Guyton, 2008).

Pada wanita normal, diameter korpus luteum tumbuh menjadi kira-kira 1,5cm,

tahap perkembangan ini dicapai dalam waktu kira-kira 7 sampai 8 hari setelah ovulasi,

15

Page 16: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

menjadi pada yang disebut korpus albikans; selama beberapa minggu korpus albikan akan

digantikan oleh jaringan ikat (Palter, 2002)

Perubahan sel-sel granulosa dan sel teka menjadi sel lutein sangat bergantung

pada LH yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior. Luteinisasi sel-sel granulosa

juga bergantung pada pengeluaran ovum dari folikel. Sebuah hormon setempat yang

masih belum ditemukan pada cairan folikel, yang disebut faktor penghambat luteinisasi,

berfungsi menahan proses luteinisasi sampai sesudah ovulasi. Karena alasan inilah,

korpus luteum tidak berkembang pada folikel yang tidak berovulasi (Guyton, 2008).

Korpus luteum adalah organ yang sangat sekretorik, yang mensekresi sejumlah

besar progesteron dan juga mensekresi estrogen. Sekali LH (terutama yang disekresi

selama ovulasi) bekerja pada sel granulosa dan sel teka untuk menimbulkan luteinisasi,

maka sel-sel lutein yang baru terbentuk kelihatannya diprogram untuk meneruskan

tahapan yang sudah diatur, yaitu (1). Proliferasi, (2). Pembesaran, dan (3). Sekresi,

kemudian diikuti dengan (4) degenerasi. Bahkan pada keadaan tidak ada sekresi LH lebih

lanjut oleh kelenjar hipofisis anterior, proses ini masih tetap berlangsung, tetapi hanya

selama 4 sampai 8 hari. Sebaliknya, adanya Lh akan meningkatkan tingkat pertumbuhan

korpus luteum, sekresinya bertambah banyak, dan masa hidupnya bertambah lama

(Guyton, 2008).

Estrogen, khususnya, dan progesteron, dalam jumlah sedikit, yang disekresi oleh

korpus luteum selama tahap luteal dari siklus ovarium mempunyai efek umpan balik yang

kuat terhadap kelenjar hipofisis anterior dalam mempertahankan kecepatan sekresi FSH

maupun LH yang rendah. Selain dari itu, sel lutein juga akan mensekresi sejumlah kecil

hormon inhibin. Hormon ini menghambat sekresi kelenjar hipofisis anterior, khususnya

FSH. Sebagai akibatnya, konsentrasi FSH dan LH dalam darah turun menjadi rendah, dan

hilangnya hormon ini menyebabkan korpus luteum berdegenerasi secara menyeluruh,

suatu proses yang disebut involusi korpus luteum. Involusi akhir terjadi pada hampir tepat

12 hari dari masa hidup korpus luteum, yang merupakan hari ke-26 dari siklus seksual

wanita normal, 2 hari sebelum menstruasi dimulai (Guyton, 2008)..

Kurangnya sekresi estrogen, progesteron dan dihasilkannya inhibin dari korpus

luteum akan menghilangkan umpan balik negatif dari kelenjar hipofisis anterior,

memungkinkan kelenjar kembali meningkatkan sekresi FSH, dan setelah beberapa hari

16

Page 17: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

kemudian sedikit meningkatkan jumlah LH. FSH dan LH akan merangsang pertumbuhan

folikel baru untuk memulai siklus ovarium yang baru. Tetapi sebelum folikel-folikel ini

dapat berlanjut secara bermakna, sejumlah kecil sekresi progesteron dan estrogen akan

menyebabkan menstruasi oleh uterus(Palter, 2002).

2.1.3. Siklus Uterus

Uterus terdiri dari 2 lapisan dasar; yang sebelah luar, tebal, miometrium yang

berotot, dan yang sebelah dalam, tipis, jaringan berkelenjar, endometrium. Endometrium

berespon terhadap estrogen dengan mengalami pembelahan mitosis yang cepat dan

pembentukan struktur kelenjar (endometrium fase proliferasi). Setelah ovulasi, korpus

luteum menghasilkan sejumlah besar progesterone, yang bekerja terhadap endometrium

untuk memperbesar ukuran kelenjar-kelenjar pada endometrium dan meningkatkan

pembuatan dan pengeluaran protein-protein dan factor-faktor lain (endometrium fase

sekresi) dalam persiapan untuk implantasi dan kehamilan. Endometrium fase sekresi

dipertahankan oleh sekresi estrogen dan progesterone dari ovarium. Penurunan kadar

perifer dari steroid-steroid ini menyebabkan degenerasi dan nekrosis dari endometrium

fase sekresi, dan terjadilah menstruasi (Ramacharan, 1997).

Gambar 9. Siklus Menstruasi Normal

17

Page 18: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, selaput lendir uterus

mengalami perubahan-perubahan siklik yang berkaitan erat dengan aktivitas ovarium.

Dapat dibedakan 4 fase endometrium dalam siklus haid, yaitu: (Wiknjosastro, 2008)

a. Fase menstruasi atau deskuamasi

Kira-kira 2 hari sebelum akhir siklus menstruasi, korpus luteum tiba-tiba

berinvolusi dan hormon-hormon ovarium, estrogen dan progesteron menurun

dengan tajam sampai kadar sekresi yang rendah, kemudian terjadi menstruasi.

Menstruasi disebabkan oleh berkurangnya estrogen dan progesteron secara tiba-

tiba, terutama progesteron, pada akhir siklus ovarium bulanan. Efek pertama

adalah penurunan rangsangan terhadap sel-sel endometrium oleh kedua hormon

ini, yang diikuti dengan cepat oleh involusi endometrium sendiri menjadi kira-

kira 65% dari ketebalan semulan. Kemudian selama 24 jam sebelum terjadinya

menstruasi, pembuluh darah yang berkelok-kelok mengarah ke lapisan mukosa

endometrium, akan menjadi vasospastik, mungkin disebabkan oleh efek involusi,

seperti pelepasan bahan vasokonstriktor dan prostaglandin yang terdapat dalam

jumlah sangat banyak pada saat ini. Vasospasme dan hilangnya rangsangan

hormonal menyebabkan dimulainya proses nekrosis pada endometrium,

khususnya dari pembuluh darah. Sebagai akibatnya, darah akan merembes ke

lapisan vaskuler dari endometrium, dan daerah perdarahan akan bertambah besar

dengan cepat dalam waktu 24 sampai 36 jam. Perlahan-lahan, lapisan nekrotik

bagian luar dari endometrium terlepas dari uterus pada daerah perdarahan

tersebut, sampai, kira-kira 48 jam setelah terjadinya menstruasi, semua lapisan

superfisial dari endometrium sudah berdeskuamasi. Massa jaringan deskuamasi

dan darah di dalam kavum uteri, mungkin ditambah efek kontraksi dari

prostaglandin, akan merangsang kontraksi uterus yang menyebabkan

dikeluarkannya isi uterus (Ramacharan, 1997).

Selama menstruasi normal, 40 ml darah dan tambahan 35 ml cairan terus

dikeluarkan. Cairan menstruasi normalnya tidak membentuk bekuan, karena

fibrinolosin dilepaskan bersama dengan bahan nekrotik endometrium (Guyton,

2008).

18

Page 19: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah dimulainya menstruasi, pengeluaran darah

akan berhenti, karena pada saat ini endometrium sudah mengalami epitelisasi

kembali (Guyton, 2008).

Gambar 2.10. Fase Menstruasi

b. Fase regenerasi

Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagian besar berangsur-

angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh dari

sel-sel epitel endometrium. Pada waktu ini tebal endometrium ± 0,5 mm. Fase ini

telah mulai sejak fase menstruasi dan berlangsung ± 4 hari (Wiknjosastro,

2008).

c. Fase proliferasi

Dibawah pengaruh estrogen, yang disekresi dalam jumlah lebih banyak oleh

ovarium selama bagian pertama siklus ovarium, sel-sel stroma dan sel epitel

berproliferasi dengan cepat. Permukaan endometrium akan mengalami epitelisasi

kembali dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah terjadinya menstruasi. Kemudian,

selama satu setengah minggu berikutnya, yaitu sebelum terjadi ovulasi, ketebalan

endometrium sangat meningkat karena jumlah sel stroma bertambah banyak dan

karena pertumbuhan kelenjar endometrium serta pembuluh darah yang progresif

ke dalam endometrium (Guyton, 2008). Dalam fase ini endometrium tumbuh

19

Page 20: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

menjadi setebal ±3,5mm. Fase ini berlangsung dari hari ke-5 sampai ke hari ke-

14 dari siklus menstruasi(Wiknjosastro, 2008).

Kelenjar endometrium, khususnya dari daerah serviks, akan mengsekresi mukus

yang encer mirip benang yang akan terususun di sepanjang kanalis servikalis,

membentuk saluran yang membantu mengarahkan sperma ke arah yang tepat

menuju ke dalam uterus (Guyton, 2008).

Gambar 2.11. fase Proliferasi

20

Page 21: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Fase proliferasi dapat dibagi atas 3 subfase, yaitu:

- Fase proliferasi dini (early proliferation phase)

Fase proliferasi dini berlangsung antara hari ke-4 sampai hari ke-7. Fase

ini dapat dikenal dari epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi

epitel, terutama dari mulut kelenjar. Kelenjar-kelenjar kebanyakan lurus,

pendek dan sempit. Bentuk kelenjar ini merupakan ciri khas fase

proliferasi; sel-sel kelenjar mengalami mitosis. Sebagian sediaan masih

menunjukkan suasana fase menstruasi dimana terlihat perubahan-

perubahan involusi dari epitel kelenjar yang berbentuk kuboid. Stroma

padat dan sebagian menunjukkan aktivitas mitosis, sel-selnya berbentuk

bintang dan dengan tonjolan-tonjolan anastomosis. Nukleus sel stroma

relative besar sebab sitoplasma relatif sedikit (Ramacharan, 1992).

- Fase proliferasi madya (midproliferation phase)

Fase ini berlangsung antara hari ke-8 sampai hari ke-10. fase ini

merupakan bentuk transisi dan dapat dikenal dari epitel permukaan yang

berbentuk torak dan tinggi. Kelenjar berlekuk-lekuk dan bervariasi.

Sejumlah stroma mengalami edema. Tampak banyak mitosis dengan inti

berbentuk telanjang (nake nucleus) (Ramacharan, 1992).

- Fase proliferasi akhir (late proliferation phase)

Fase ini berlangsung pada hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase ini dapat

dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak

mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi. Stroma

bertumbuh aktif dan padat (Ramacharan, 1992).

d. Fase sekresi

Selama sebagian besar separuh akhir siklus menstruasi, setelah terjadi ovulasi,

progesterone dan estrogen disekresi dalam jumlah yang besar oleh korpus luteum.

Estrogen menyebabkan sedikit proliferasi sel tambahan pada endometrium

Selama fase siklus endometrium ini, sedangkan progesterone menyebabkan

pembengkakan yang nyata dan perkembangan sekretorik dari endometrium.

Kelenjar makin berkelok-kelok; kelebihan substansi sekresinya bertumpuk di

21

Page 22: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

dalam sel epitel kelenjar. Juga sitoplasma dari sel stroma bertambah banyak,

deposit lipid dan glikogen sangat meningkat dalam sel stroma, dan suplai darah

ke dalam endometrium lebih lanjut akan meningkat sebanding dengan

perkembangan aktivitas sekresi, sedangkan pembuluh darah menjadi sangat

berkelok-kelok. Pada puncak fase sekretorik, sekitar 1 minggu setelah ovulasi,

ketebalan endometrium sudah menjadi 5 sampai 6 mm (Palter, 2002).

Perubahan endometrium ini bertujuan untuk menghasilkan endometrium yang

sangat sekretorik, yang mengandung sejumlah besar cadangan nutrisi yang dapat

membentuk kondisi yang cocok untuk implantasi ovum yang sudah dibuahi

(Ramacharan, 1992).

Sekali zigot berimplantasi di dalam endometrium, sel-sel trofoblas pada

permukaan blastokista yang berimplantasi mulai mencerna substansi yang

disimpan endometrium, juga menyediakan jumlah persediaan nutrisi yang

semakin besar untuk embrio (Guyton, 2008).

Gambar 2.12. Fase sekresi

22

Page 23: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Fase sekresi dibagi atas:

- Fase sekresi dini

Dalam fase ini endometrium lebih tipis daripada fase sebelumnya karena

kehilangan cairan. Pada saat ini dapat dibedakan beberapa lapisan, yakni:

a. Stratum basale, yaitu lapisan endometrium bagian dalam yang

berbatasan dengan lapisan miometrium; lapisan ini tidak aktif,

kecuali mitosis pada kelenjar (Wiknjosastro, 2008).

b. Stratum spongiosum, yaitu lapisan tengah berbentuk anyaman seperti

pons. Ini disebabkan oleh banyaknya kelenjar yang melebar dan

berlekuk-lekuk dan hanya sedikit stroma diantaranya (Wiknjosastro,

2008).

c. Stratum kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat. Saluran-saluran

kelenjar sempit, lumennya berisi secret, dan stromanya edema

(Wiknjosastro, 2008).

- Fase sekresi lanjut

Endometrium dalam fase ini tebalnya 5-6 mm. Dalam fase ini terdapat

peningkatan dari fase sekresi dini, dengan endometrium sangat banyak

mengandung pembuluh darah yang berlekuk-lekuk dan kaya dengan

glikogen. Fase ini sangat ideal untuk nutrisi dan perkembangan ovum.

Sitoplasma sel-sel stroma bertambah. Sel stroma menjadi sel desidua jika

terjadi kehamilan (Wiknjosastro, 2008).

2.1.4. Vaskularisasi Endometrium Dalam Siklus Menstruasi

Cabang-cabang besar arteri uterine berjalan terutama dalam stratum vaskulare

miometrium. Dari sini sejumlah arteria radialis itu berjalan langsung ke endometrium dan

membentuk arteria spiralis. Pembuluh-pembuluh darah ini memelihara stratum fungsional

endometrium yang terdiri dari stratum kompaktum dan sebagian stratum spongiosum.

Stratum basale dipelihara oleh arteriola-arteriola miometrium di dekatnya. Mulai dari fase

proliferasi terus ke fase sekresi pembuluh-pembuluh darah dalam endometrium

berkembang dan membentuk jaringan kapiler yang banyak. Pada miometrium kapiler-

kapiler mempunyai endotel yang tebal dan endometrium yang kecil. Vena-vena yang

berdinding tipis membentuk pleksus dan pada lapisan yang lebih dalam dari lamina

23

Page 24: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

propria mukosa, dan membentuk jaringan anastomosis yang tidak teratur dengan

sinusoid-sinusoid pada semua lapisan (Wiknjosastro, 2008).

Pleksus lainnya dari vena-vena besar tanpa katup terdapat di stratum vaskulare

dari miometrium. Hamper sepanjang siklus haid pembuluh-pembuluh darah menyempit

dan melebar secara ritmis, sehingga permukaan endometrium memucat dan berwarna

merah karena penuh dengan darah, berganti-ganti. Bila tidak terjadi pembuahan, korpus

luteum mengalami kemunduran yang menyababkan kadar progesterone dan estrogen

menurun. Penurunan kadar hormone ini mempengaruhi keadaan endometrium kea rah

regresi, dan pada satu saat lapisan fungsionalis endometrium terlepas dari stratum basale

yang dibawahnya. Peristiwa ini menyebabkan pembuluh-pembuluh darah terputus, dan

terjadilah pengeluaran darah yang disebut menstruasi (Wiknjosastro, 2008).

Jika terjadi kehamilan, maka terjadilah perubahan-perubahan yang menetap pada

pembuluh-pembuluh darah. Pada dinding uterus dekat dengan plasenta, dinding

pembuluh darah menujukkan penebalan dari lapisan intimanya dengan pembentukan otot-

otot polos baru, sedangkan pada lapisan tengah otot-otot ditunjang oleh jaringan elastis

yang cukup banyak (Wiknjosastro, 2008).

2.1.5. Kehamilan

Bila terjadi ovulasi, ovum, bersama dengan sel-sel granulose yang melekat

padanya, yang mengandung korona radiate, dikeluarkan langsung ke dalam rongga

peritoneum dan selanjutnya haru masuk ke dalam salah satu tuba falopii untuk mencapai

kavum uteri. Ujumg fimbria dari masing-masing tuba falopii secara alami jatuh di sekitar

ovarium. Permukaan dalam tentakel fimbria dibatasi oleh epitel bersilia, dan silia ini yang

diaktivasi oleh estrogen, secara terus-menerus bergerak kea rah pembukaan, ostium tuba

falopii. Dengan cara ini ovum memasuki salah satu tuba falopi (Guyton, 2008).

Setelah terjadi ejakulasi, dalam waktu 5 sampai 10 menit, beberapa sperma akan

dihantarkan melalui uterus ke ampula pada bagian akhir ovarium dan tuba falopii yang

dirangsang oleh prostaglandin dalam cairan seminal dan oksitosin yang dilepaskan dari

kelenjar hipofisis posterior selama orgasme wanita. Dari hamper setengah miliar sperma

yang dideposit dalam vagina hanya beberapa ribu yang berhasil mencapai ampula

(Cunningham, 2001).

24

Page 25: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Pembuahan ovum umumnya terjadi segera setelah ovum memasuki ampula.

Sebelum sperma dapat memasuki ovum, sperma harus menembus korona radiate dan

harus berikatan dengan dan menembus zona pelusida yang mengelilingi ovum (Guyton,

2008).

Sekali sebuah sperma telah masuk ke dalam ovum, kepala sperma akan

membengkak dengan cepat untuk membentuk sebuah pronukleus pria. Kemudian, ke-23

kromosom yang tidak berpasangan dari pronukleus pria dan ke-23 kromosom yang tidak

berpasangan dari pronukleus wanita berikatan bersama-sama untuk membentuk kembali

komplemen yang menyeluruh dengan 46 kromosom (23 pasangan) dalam sebuah ovum

yang sudah dibuahi (Cunningham, 2001).

Setelah pembuahan terjadi, untuk mentranspor ovum dari tuba falopii ke dalam

kavum uteri biasanya perlu waktu 3 sampai 4 hari. Transport ini terutama dipengaruhi

oleh arus cairan yang lemah di dalam tuba akibat kerja sekresi epitel ditambah kerja epitel

bersilia yang melapisi tuba, dimana silia selalu memecut kea rah uterus. Kontraksi yang

lemah dari tuba falopii juga mungkin membantu jalannya ovum (Guyton, 2008).

Tuba falopii dilapisi oleh permukaan kriptoid, tidak rata yang menghalangi

jalannya ovum walaupun ada arus cairan. Isthmus tuba falopii juga tetap berkontraksi

secara spastic selama 3 hari pertama setelah ovulasi. Setelah saat ini, peningkatan

progesterone yang cepat yang disekresi korpus luteum ovarium pertama-tama akan

memacu peningkatan reseptor progesterone pada sel-sel otot polos tuba falopii dan

kemudian mengaktifkannya, melepaskan suatu efek relaksasi yang memungkinkan

masuknya ovum ke dalam uterus (Cunningham, 2001).

Transpor ovum yang tertunda melalui tuba falopii memungkinkan terjadinya

beberapa tahap pembelahan ovum sebelum ovum yang sudah membelah itu (blastokista)

memasuki uterus. Selama saat ini, dibentuk sejumlah besar zat sekresi oleh sel-sel sekresi

yang berselang-seling dengan sel-sel silia yang melapisi tuba falopii. Zat-zat sekresi ini

berguna untuk nutrisi blastokista (Cunningham, 2001).

Setelah mencapai uterus, blastokista yang sedang berkembang biasanya tetap

tinggal di dalam kavum uteri selama 1 sampai 3 hari lagi sebelum berimplantasi dalam

endometrium; jadi implantasi terjadi kira-kira pada hari ke-5 sampai ke-7 setelah ovulasi.

25

Page 26: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Sebelum implantasi, blastokista mendapat makanan dari sekresi endometrium (Guyton,

2008).

Implantasi merupakan hasil dari kerja sel-sel trofoblas yang berkembang di

seluruh permukaan blastokista. Sel-sel ini mensekresi enzim proteolitik yang mencerna

dan mencairkan sel-sel endometrium. Cairan dan nutrisi yang kemudian dilepaskan akan

di transport secara aktif oleh sel-sel trofoblas yang sama ke dalam balstokista, sambil

berkembang lebih lanjut. 2,4

Sekali implantasi terjadi, sel-sel trofoblas dan sel-sel yang berdekatan lainnya

baik dari blastokista maupun dari endometrium uterus berproliferasi dengan cepat,

membentuk plasenta dan berbagai membrane kehamilan (Cunningham, 2001).

Telah dikemukakan diatas bahwa progesterone yang disekresikan oleh korpus

luteum ovarium selama pertengahan setiap siklus menstruasi mempunyai pengaruh

khusus terhadap endometrium untuk mengubah sel-sel stroma endometrium menjadi sel-

sel yang membengkak, yang mengandung sejumlah besar glikogen, protein, lipid dan

bahkan beberapa mineral yang penting utnuk perkembangan hasil konsepsi. Kemudian,

bila hasil konsepsi berimplantasi dalam endometrium, progesterone yang terus

disekresikan masih akan menyebabkan sel-sel stroma membengkak dan bahkan

menyimpan lebih banyak nutrisi. Sel-sel ini sekarang disebut sel-sel desidua, dan massa

sel secara keseluruhan disedut desidua (Cunningham, 2001).

Sewaktu sel-sel trofoblas menembus desidua, mencerna dan mengimbibisinya,

nutrisi yang disimpan dalam desidua akan digunakan oleh embrio untuk pertumbuhan dan

perkembangan. Selama minggu pertama setelah implantasi, hal tersebut merupakan satu-

satunya cara bagi embrio untuk mendapatkan nutrisi., dan embrio terus memperoleh

nutrisinya dengan cara ini selama 8 minggu, walaupun plasenta juga memberikan nutrisi

kita-kira 16 hari setelah pembuahan (kira-kira 1 minggu setelah implantasi)

(Cunningham, 2001).

Lapisan desidua yang meliputi hasil konsepsi kea rah kavum uteri disebut desidua

kapsularis; yang terletak antara hasil konsepsi dan dinding uterus disebut desidua basalis,

di daerah inilah plasenta akan dibentuk. Desidua yang meliputi dinding uterus yang lain

26

Page 27: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

adalah desidua parietalis. Hasil konsepsi sendiri diselubungi oleh jonjot-jonjot yang

dinamakan vili koriales dan berpangkal pada korion (Wiknjosastro, 2008).

Bila nidasi telah terjadi, mulailah diferensiasi sel-sel blastula. Sel-sel yang lebih

kecil, yang dekat pada ruang eksoselom, membentuk entoderm dan yolk sac kecil,

sedangkan sel-sel yang lebih besar menjadi ectoderm dan membentuk ruang amnion.

Dengan ini di dalam blastula terdapat suatu embrional plate yang dibentuk antara dua

ruangan, yakni ruang amnion dan yolk sac (Cunningham, 2001).

Sel-sel fibroblast mesodermal tumbuh disekitar embrio dan melapisi pula sebelah

dalam trofoblas, terbentuklah chorionic membrane yang kelak menjadi korion. Trofoblas

yang amat hiperplatik itu tumbuh tidak sama tebalnya dan membentuk 2 lapisan. Di

sebelah dalam dibentuk lapisan sitotrofoblas (terdiri atas sel-sel yang mononukleus) dan

di sebelah luar lapisan sinsitiotrofoblas, terdiri atas nucleus-nukleus, tersebat tak rata

dalam sitoplasma (Cunningham, 2001).

Vili korialis yang berhubungan dengan desidua basalis tumbuh dan bercabang-

cabang dengan baik, disini korion disebut korion frondosum. Yang berhubungan dengan

desidua kapsularis kurang mendapat makanan, karena hasil konsepsi bertumbuh kearah

kavum uteri sehingga lambat laun menghilang; korion yang gundul ini disebut korion

laeva (Cunningham, 2001).

Dalam tingkat nidasi trofoblas antara lain menghasilkan hormone human

chorionic gonadotropin (hCG). Produksi hCG meningkat sampai kurang lebih hari ke-60

kehamilan untuk kemudian turun lagi. Diduga fungsinya adalah mempengaruhi korpus

luteum untuk tumbuh terus, dan menghasilkan terus progesterone, sampai plasenta dapat

membuat cukup progesterone sendiri (Cunningham, 2001).

Pertumbuhan embrio terjadi pada embryonal plate yang selanjutnya terdiri atas tiga

unsur lapisan, yakni sel-sel ectoderm, mesoderm dan entoderm.

2.2. Kelainan Haid

Kelainan haid adalah masalah fisik atau mental yang mempengaruhi siklus

menstruasi, menyebabkan nyeri, perdarahan yang tidak biasa yang lebih banyak

atau sedikit, terlambatnya menarche atau hilangnya siklus menstruasi tertentu.

27

Page 28: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

2.2.1. Insidensi dan Prevalensi

Amenorrhea sekunder mempengaruhi sekitar 5% sampai 7% wanita menstruasi

setiap tahunnya (Popat). Prevalensinya tidak bervariasi pada perbedaan ras dan

berkorespondensi dengan prevalensi penyakit kausatifnya. Dysmenorrhea primer, atau

kramp menstruasi dan nyeri tanpa penyakit panggul, bisa mepengaruhi wanita menstruasi

sebanyak 50% dan biasanya bermanifestasi dalam beberapa tahun pertama dari onset

(Calis). Dysmenorrhea sekunder, nyeri menstruasi disebabkan oleh penyakit atau patologi

yang mendasarinya, ditemukan pada 5% sampai 7% wanita menstruasi(Popat) dan paling

sering rekuren pada wanita usia 30 dan 45 tahun(Cails). Sepuluh sampai dua puluh persen

dari seluruh wanita yang menstruasi mengalami menorrhagia; kebanyakan adalah usia

lebih dari 30 tahun (Shaw).

2.2.2. Macam-Macam Kelainan Haid

Gangguan haid dan siklusnya khusus dalam masa reproduksi dapat digolongkan

dalam: (Wiknjosastro, 2008)

1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid:

a. Hipermenorea

b. Hipomenorea

c. Perdarahan bercak (spotting)

2. Kelainan siklus:

a. Polimenorea

b. Oligomenorea

c. Amenorea

3. Perdarahan di luar haid:

a. Metroragia

4. Gangguan lain dalam hubungan dengan haid

a. Premenstrual tension (ketegangan prahaid)

b. Mastodinia

28

Page 29: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

c. Mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi)

d. Dismenorea

2.2.2.1. Hipermenorea

Ialah perdarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau lebih lama dari

normal (lebih dari 8 hari). Sebab kelainan ini terletak pada kondisi dalam uterus,

misalnya adanya mioma uteri dengan permukaan endometrium lebih luas dari

biasa dan dengan kontraktiltas yang terganggu, polip endometrium, gangguan

pelepasan endometrium pada waktu haid (irregular endometrial shedding), dan

sebagainya.

Penanganan pada hipermenorrhea

Bila dijumpai kelainan organik, maka pengobatan ditujukan kepada

kelainan organik tersebut. Penyebab yang bukan kelainan organik diberikan

progesteron seperti MPA 10 mg/hari, atau didrogesteron 10mg/hari, atau juga

noretisteron asetat 5mg/hari, yang diberikan dari hari ke-16 sampai ke-25 siklus

haid. Dapat juga di berikan tablet kombinasi estrogen-progesteron dari hari ke-16

sampai hari ke-25 siklus haid (Badziad, 2003)

2.2.2.2. Hipormenorea

Hipomenorrhea adalah suatu keadan dimana jumlah darah haid sangat

sedikit (<30cc) (Taaly, 2003), kadang-kadang hanya berupa spotting. Dapat

disebabkan oleh stenosis pada himen, servik atau uterus. Pasien dengan obat

kontrasepsi kadang memberikan keluhan ini (Taaly, 2003).. Sebab-sebabnya dapat

terletak pada konstitusi penderita, pada uterus (misalnya sesudah miomektomi),

pada gangguan endokrin, dan lain-lain. Adanya hipermenorea tidak mengganggu

fertilitas.

Penanganan pada hipomenorrhea

29

Page 30: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Bila siklus menstruasi berovulasi tidak perlu dilakukan pengobatan

apapun. Bila ternyata tetap ingin diberikan pengobatan, maka dapat diberikan

kombinasi estrogen-progesteron yang dimulai hari ke-16 sampai hari ke-25 siklus

menstruasi (Badziad, 2003).

2.2.2.3. Polimenorrhea

Haid yang terlalu sering, dimana siklusnya < 21 hari.

Bila siklus pendek namun teratur ada kemungkinan stadium proliferasi pendek

atau stadium sekresi pendek atau kedua stadium memendek. Yang paling sering

dijumpai adalah pemendekan stadium proliferasi. Bila siklus lebih pendek dari 21

hari kemungkinan melibatkan stadium sekresi juga dan hal ini menyebabkan

infertilitas (FK-UNPAD, 1981).

Siklus yang tadinya normal menjadi pendek biasanya disebabkan pemendekan

stadium sekresi karena korpus luteum lekas mati. Hal ini sering terjadi pada

disfungsi ovarium saat klimakterium, pubertas atau penyakit kronik seperti TBC

(FK-UNPAD, 1981).

2.2.2.4. Oligomenorrhea

Haid yang terlalu jarang, dimana siklus >31 hari.

Oligomenorrhea biasanya berhubungan dengan anovulasi atau dapat juga

disebabkan kelainan endokrin seperti kehamilan, gangguan hipofise-hipotalamus,

dan menopouse atau sebab sistemik seperti kehilangan berat badan berlebih (FK-

UNPAD, 1981).

Oligomenorrhea sering terdapat pada wanita astenis (FK-UNPAD, 1981).

Dapat juga terjadi pada wanita dengan sindrom ovarium polikistik dimana pada

keadaan ini dihasilkan androgen yang lebih tinggi dari kadara pada wanita normal.

Oligomenorrhea dapat juga terjadi pada stress fisik dan emosional, penyakit

kronis, tumor yang mensekresikan estrogen dan nutrisi buruk. Oligomenorrhe

dapat juga disebabkan ketidakseimbangan hormonal seperti pada awal pubertas

(Wiknjosastro, 2008).

30

Page 31: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Oligomenorrhea yang menetap dapat terjadi akibat perpanjangan stadium

folikular, perpanjangan stadium luteal, ataupun perpanjang kedua stadium

tersebut. Bila siklus tiba-tiba memanjang maka dapat disebabkan oleh pengaruh

psikis atau pengaruh penyakit (FK-UNPAD, 1981).

Penanganan Oligomenorrhea

Penanganan oligomenorrhea tergantung dengan penyebab (Wiknjosastro,

2008). Pada oligomenorrhea dengan anovulatoir serta pada remaja dan wanita

yang mendekati menopouse tidak memerlukan terapi (FK-UNPAD, 1981).

Perbaikan status gizi pada penderita dengan gangguan nutrisi dapat

memperbaiki keadaan oligomenorrhea. Oligomenorrhea sering diobati dengan pil

KB untuk memperbaiki ketidakseimbangan hormonal. Pasien dengan sindrom

ovarium polikistik juga sering diterapi dengan hormonal.

Bila gejala terjadi akibat adanya tumor, operasi mungkin diperlukan.

2.2.2.5. Amenorrhea

Setiap pasien yang memenuhi kriteria berikut sebaiknya di evaluasi memiliki

masalah medis amenorrhea: (Speroff, 2005)

Tidak ada periode menstruasi pada usia 14 dan tidak ada perkembangan

dari organ seksual sekunder.

Tidak ada siklus menstruasi pada usia 16 meskipun terdapat pertumbuhan

dan perkembangan organ seksual sekunder.

Pada wanita yang telah menstruasi, ketidakadaan menstruasi setidaknya

selama 3 periode mentruasi yang sebelumnya atau 6 bulan amenorrhea.

Amenorrhea di bagi menjadi menjadi dua:

1. Amenorreha Primer

yaitu keadaan di mana siklus menstruasi tidak pernah dimulai. Hal ini

dapat disebabkan adanya kelainan kongenital seperti tidak

terbentuknya uterus sejak lahir, atau kegagalan ovarium memproduksi

31

Page 32: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

ovum. Terlambatnya pertumbuhan pada masa pubertas juga bisa

menyebabkan amenorrhoea primer (Speroff, 1999).

Etiologi amenorrhea primer: (Schorge, 2008)

1. Hypergonadotropic hypogonadism2. Eugonadism

androgen insensitivity syndrome; congenital adrenal hyperplasia; polycystic ovarian syndrome.

3. FSH rendah.4. Aplasia uterus dan vagina (sindrom Mayer-Kustner-V Rokitansky)

Gambar 2.13. Defek anatomi pada amenorrhea

2. Amenorrhea Sekunder

amenorrhea sekunder adalah wanita usia reproduksi yang pernah

mengalami haid, namun haidnya berhenti untuk sedikitnya 3 bulan

berturut-turut.

32

Page 33: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Klasifikasi Amenorrhea sekunder berdasarkan kompartemen

1. Kompartemen I :

Gangguan pada traktus atau uterus

2. Kompartemen II

Gangguan pada Ovarium

3. Kompartemen III

Gangguan pada sistem pituitari anterior

4. Kompartmen IV

Gangguan pada sistem saraf pusat

33

Page 34: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Tabel 2.1 Klasifikasi Amenorrhea Sekunder

Penangan Pada Amennorrhea sekunder

1. Amenorrhea hipotalamik

Penyebab organik ditangani sesuai dengan penyebab organik

tersebut.

Penyebab fungsional. Konsultasi, atau konseling.

Psikoterapi, ataupun penggunaan obat-obat psikofarmaka

hanya pada keadaan yang berat saja, seperti pada anoreksia

nervosa dan bolemia. Penting diketahui, bahwa obat-obat

psikofarmaka dapat meningkatkan prolaktin. Agar merasa tetap

sebegai seorang wanita, dapat di berikan estrogen dan

progesteron siklik.

Kekurangan Gn-RH. Diberikan Gn-RH pulsatif (bila mungkin),

atau pemberian FSH-LH dari luar.

2. Amenorrhea hipofisis

Substitusi hormon yang kurang (FSH:LH), atau pemberian

steroid seks secara siklik

3. Amenorrhea Uteriner

Stimulasi steroid seks. Apabila gagal perlu dipertimbangkan

adanya aplasia uteri, asherman syndrome.

4. Amenorrhea Ovarium

Untuk menekan sekresi FSH dan dapat diberikan estrogen dan

perprogesteron, atau estrogen saja secara siklik.

Selain itu untuk menekan sekresi FSH dan LH yang berlebihan

dapat juga diberikan Gn-RH analog selama 6 bulan. Pada

menopause prekok maupun sindroma ovarium resisten

gonadotropin, steroid seks diberikan sampai terjadi haid.

Kemungkinan menjadi hamil sangat kecil.

34

Page 35: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Tabel 2.2 Pemeriksaan Pada Amenorhea

2.2.2.6. Metrorrhagia

Adalah perdarahan tidak teratur, kadang tejadi di pertengahan siklus haid.

Etiologi:

1. Organik

karsinoma korpus uteri, mioma submukosum, polip, dan karsinoma serviks

2. Endokrin

Seperti pada usia perimenarche dan menoupause

Penanganan Metrorrhagia

1. Sesuai dengan diagnosis dan komplikasi

2. Sesuai hasil PA

35

Page 36: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

2.2.2.7. Perdarahan Bukan Haid

Perdarahan bukan haid adalah perdarahan yang terjadi dalam masa antara

2 periode haid.

Etiologi:

1. Organik

a. Serviks uteri : polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus

pada porsio uteri, karsinoma servisis uteri.

b. Korpus uteri : polip endometrium, abortus imminens, abortus

insipiens, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma,

subinvolusio uteri, karsinoma korporis uteri, sarkoma uteri, mioma

uteri.

c. Tuba falopii : seperti kehamilan ektopik terganggu, radang tuba,

tumor tuba.

d. Ovarium : radang ovarium, tumor ovarium.

2. Fungsional

a. Ovulatoar

b. Anovulatoar

2.2.2.8. Dismenorea

Adalah nyeri pada perut bagian bawah sebelum dan sesudah haid dapat bersifat

kolik terus (Wiknjosastro, 2008).

Dismenorea dibagi atas:

1. Dismenorea primer

2. Dismenorea sekunder

Dismenorea primer

Adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat-alat genital yang

nyata. Dismenorea primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya

36

Page 37: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-siklus haid pada bulan-bulan

pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulatoar yang tidak disertai

dengan rasa nyeri.

Wanita dengan dismenorea primer mempunyai produksi prostaglandins

endomterial lebih tinggi dibandingkan wanita yang asimptomatik. Sebagian besar

dari pelepasan prostaglandin selama menstruasi terjadi pada 48 jam pertama, yang

mana bertepatan dengan intensitas terbesar dari gejala.5 Selama kontraksi aliran

darah endometrium berkurang dan merupakan korelasi yang baik dengan aliran

darah yang minimal dan nyeri kolik yang maksimal. Kadar prostaglandin dan

leukotrien meningkat pada darah menstruasi dan jaringan uterus wanita dengan

dismenorrhea sebanding dengan kadar sistemik vasopressin.(Margaret, 2006)

Prostaglandin F2i (PGF2i) merupakan agen yang bertanggung jawab pada

dismenorea. Prostaglandin selalu menstimulasi kontraksi uterus, dimana

prostaglandin E menghambat kontraksi pada uterus yang tidak hamil. Otot uterus

pada baik yang wanita normal dan dismenorea sensitif terhadap PGF2i, tetapi

jumlah PGF2i yang diproduksi adalah faktor utama yang membedakan (Speroff,

2005).

Penanganan pada dismenorrea primer

Pemberian Analgetik: NSAIDs diberikan 1-2 hari menjelang haid dan diteruskan

sampai hari kedua atau ketiga siklus haid (Badziad, 2003)

Terapi hormonal juga telah banyak digunakan. Tujuannya untuk menghasilkan

siklus haid yang anovulatorik, sehingga nyeri haid dapat dikurangi. Biasanya

diberikan Progesteron (Didrogesteron 10mg, 2 kali 1, Medroksiprogesteron asetat

5mg/hari) diberikan mulai dari hari ke-5 sampai ke-25 siklus haid (Badziad,

2003).

4.2.2 Dismenorea Sekunder

37

Page 38: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Adalah nyeri haid yang terjadi kemudian, biasanya terdapat kelainan dari alat

kandungan.

Etiologi : Adenomyosis, myomas, infection, cervical stenosis.

Penanganan pada dismenorrhea sekunder

Bila ada kelainan organik ditangani secara kausal. Pada kasus-kasus yang

menolak tindakan operatif, maka untuk sementara dapat dicoba pengobatan

medikamentosa seperti pada dismenorrea primer. Pemberian analog GnRH selama

6 bulan sangat efektif menghilangkan nyeri haid yang disebabkan endometriosis

(Badziad, 2003)

2.2.2.9. The Premenstrual Syndrome

Merupakan keluhan-keluhan yang biasanya mulai satu minggu sampai

beberapa hari sebelum datangnya haid, dan menghilang sesudah haid datang,

walaupun kadang-kadang berlangsung terus sanpai haid berhenti. Keluhan-

keluhan terdiri atas gangguan emosional berupa iritabilitas, gelisah, insomnia,

nyeri kepala, perut kembung, mual, pembesaran dan rasa nyeri pada mamma dan

sebagainya; sedang pada kasus-kasus yang berat terdapat depresi, rasa ketakutan,

gangguan konsentrasi, dan peningkatan gejala-gejala fisik tersebut di atas.

Faktor yang memegang peranan sebagai etiologi premenstrual tension ialah:

ketidakseimbangan antara estrogen dan progesteron dengan akibat retensi cairan

dan natrium, penambahan berat badan, dan kadang-kadang edema.

Ada paduan utama untuk mendiagnosis PreMenstrual Syndrome. Yang

pertama dari American Psychiatric Association (APA) dan yang kedua dari

National Institute of Mental Health (NIHM).

Kriteria untuk diagnosis menurut APA sebagai berikut:

38

Page 39: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

A. Gejala-gejala yang yang berhubungan dengan siklus menstruasi secara

temporal, mulai dari permulaan selama minggu terakhir fase luteal dan

berkurang setelah onset mestruasi.

B. Diagnosis membutuhkan setidaknya lima dari salah satu gejala di bawah,

dan salah satu nya harus salah satu dari empat gejala yang pertama:

1. Depresi, perasaan putus asa

2. Kecemasan atau ketegangan

3. Afeksi yang labil, contoh: perasaan tiba-tiba sedih, menangis,

marah, atau mudah tersinggung.

4. Marah atau perasaan tersinggung yang menetap, atau

meningkatnya konflik interpersonal.

5. Penurunan ketertarikan terhadapa aktifitas sehari-hari

6. Mudah lelah

7. Sulit berkonsentrasi

8. Gangguan nafsu makan, makan berlebih atau nafsu makan tinggi

9. Hypersmonia atau insmonia

10. Perasaan “overprotected” atau tidak terkendali

11. Gejala fisik, seperti payudara kencang, sakit kepala, edema, nyeri

sendi, penambahan berat badan.

C. Gejala-gejala mempengaruhi pekerjaan atau aktivitas sehari-hari atau

hubungan sosial.

D. Gejala-gejala tersebut bukan merupakan sebuah eksarsebasi gangguan

psikiatrik yang lain.

Pedoman diagnosis dari National Institute of Mental Health (NIHM)

menyebutkan bahwa diagnosis PMS membutuhkan dokumentasi dari setidaknya

peningkatan 30% keparahan gejala dalam 5 hari pada waktu menstruasi

dibandingkan dengan 5 hari setelah menstruas i(Wittchen, 2002). Dengan

menggunakan kriteria APA dan NIHM, di dapatkan sekitar 5% dari wanita usia

reproduktif bisa di diagnosa mengalami PMS (Cunningham, 2001)

Penanganan PMS

39

Page 40: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

1. Medikamentosa

- Prostaglandin sintetase inhibitor

- Pil KB : medroxyprogesterone acetate 10-30mg/hari

- GnRH agonis dikombinasi dengan estrogen-progesteron :Nafareline,

goserelide

- Selective Serotonin Reuptake Iinhibitors: Fluoxetine, Setraline,

Paraxetine

- Plasebo

- Spironolactone

2. Operatif

oovorektomi

4.4 Mittelschmerz dan Perdarahan Ovulasi

Mittelschmerz atau nyeri antara haid terjadi kira-kira sekitar pertengahan siklus

haid, pada saat ovulasi. Rasa nyeri yang tejadi mungkin ringan, tetapi mungkin

juga berat. Lamanya mungkin hanya beberapa jam, tetapi pada beberapa kasus

sampai 2 – 3 hari.

Diagnosis dibuat berdasarkan saat terjadinya peristiwa dan bahwa nyerinya

tidak mengejang, tidak menjalar, dan tidak disertai mual atau muntah.

2.2.2.10. Menorrhagia

40

Page 41: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

Menorrhagia adalah pengeluaran darah haid yang terlalu banyak dan biasanya

disertai dengan pada siklus yang teratur (Merikangas, 1993).

Etiologi :

1. Uterus

a. Fibroid

b. Polip endometrium

c. Endometriosis

d. Pelvic inflammatory disease

2. Sistemik

a. Gangguan koagulasi

b. Penyakit Von Willebrand’s

c. Idiopathic thrombocytopaenia purpura

d. Defisiensi faktor V, VII, X dan IX

e. Hypothyroidism

3. Iatrogenik

a. Kontrasepsi Progesteron Only

b. IUD

c. Antikoagulan

Penanganan pada Menorrhagia

1. Terapi non-hormonal

a. NSAID

Asam mefenamat, asam meklofenat, naproxen, ibuprofen,

diclofenac.

b. Anti-fibrinolitik

Asam tranexamid, asam Epsilon-amino caproic

c. Etamsylate

Fungsi : mereduksi kerapuhan kapiler

41

Page 42: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

2. Terapi Hormonal

a. Progesterone

Norehisterone, medroxyprogesterone acetate, dygrogesterone

b. Intrauterine progesterone

Levonorgestrel

c. Kombinasi Estrogen/progesterone

Kontrasepsi oral, terapi hormone pengganti

d. Lain-lain

Danazol, gestrinone, analog GnRH

3. Pembedahan

1. Hysterectomy

a. Transabdominal Histerectomy (TAH)

b. Transvaginal Histerectomy (VH)

c. Laparoscopi (LAVH)

2. Ablasi Endometrial

a. Generasi pertama

i. Trans Cervical Resection of the Endometrium (TCRE)

ii. Endometrial Laser Resection (ELA)

iii. Roller Ball Endometrial Ablation (REA)

b. Generasi kedua

i. Thermal Balloons (Thermachoice, Cavatherm)

ii. Microwave Endometrial Abaltion (MEA)

iii. Circulating Hot Saline (Hydro therm Ablator)

iv. Cryotherapy

BAB III

42

Page 43: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

KESIMPULAN

Menstruasi merupakan pengeluaran, secara berkala dan fisiologis, darah

dan jaringan mukosa melalui vagina dari uterus yang tidak hamil. Daur ini

melibatkan beberapa tahap yang dikendalikan oleh interaksi hormon yang

dikeluarkan oleh hipotalamus, hipofise dan ovarium. Fungsi reproduksi wanita

dibagi menjadi dua tahapan utama: pertama, persiapan tubuh wanita untuk

menerima pembuahan, dan kedua, masa kehamilan itu sendiri.

Proses ini di bawah kendali hormon secara normal berulang, biasanya

dengan interval sekitar empat minggu, jika tidak terjadi kehamilan selama masa

subur periode produktif (pubertas sampai menopause). Siklus menstruasi meliputi

tiga fase yaitu proliferasi, sekresi dan menstruasi. Dalam siklus menstruasi terjadi

perubahan pada ovarium dan endometrium. Selain itu siklus menstruasi

dipengaruhi oleh faktor enzim, vaskular dan prostaglandin.

DAFTAR PUSTAKA

43

Page 44: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

1. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kandungan.2008.Jakarta : PT Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo: 46-50; 55-64

2. Guyton & Hall. Fisiologi Wanita Sebelum Kehmilan; dan Hormon-

Hormon Wanita; Kehamilan dan Laktasi. Dalam Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran. 2008. Jakarta; EGC: 1284-97; 1305-12.

3. Palter S.F. & Olive D.L. Reproductive Physiology. In Novak’s

Gynecology. Berek J.S., ed. Edisi 13. 2002. Philadelphia; Lippincot

Williams & Wilkins: 149-168.

4. Cunningham FG et al. The Endometrium an Decidua, Menstruation and

Pregnancy. In: Williams Obstetric. 21st edition. 2001. New York; Mac

Graw Hill: 66-82.

5. Leon Speroff dan Marc A. Fritz.Clinical Gynecologic Endocrinology and

Infertility 7th Ed. 2005.Lippincott Williams & Wilkins

6. H. DeCherney, Alan.Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &

Gynecology, Tenth Edition.2007.The McGraw-Hill Companies, Inc

7. Ramacharan S, Love EJ, Fick GH, Goldfien A, The epidemiology of

premenstrual symptoms in a population based sample of 2650 urban

women. J Clin Epidemiol 45:377, 1992.

8. Merikangas KR, Foeldenyi M, Angst J, The Zurich Study. XIX. Patterns

of menstrual disturbances in the community: results of the Zurich Cohort

Study, Eur Arch Psychiatry Clin Neurosci 243:23, 1993.

9. Wittchen HU, Becker E, Lieb R, Krause P,.Prevalence, incidence and

stability of premenstrual dysphoric disorder in the

community.2002.Psychol Med 32:119

10. Silberstein, Taaly. Complication of Menstruation; Abnormal Bleeding in

Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis Treatment. 9th edition.India.

McGraw-Hill Companies, Inc. 2003 ; 623-630

44

Page 45: Siklus Menstruasi Dan Gangguannya

11. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK-UNPAD. Kelainan haid dalam

Ginekologi. Bandung. Elstar Offset. 1981 : 31-39

12. Osofsky JH, Blumenthal SJ, ed, Premenstrual Syndrome: Current

Findings and Future Directions, American Psychiatric Press Washington,

D.C., 1985.

13. Badziad, Ali.Endokrinologi Ginekologi edisi kedua.2003.Jakarta: Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

14. Leon Speroff. Amenorrhea in Clinical Gynecologic Endocrinology and

Infertility. 6th ed: Leon Speroff, Robert H. Glass, Nathan G. Kase, 1999

Lippincott Williams & Wilkins. Ebooks page 15.

15. DeCherney, AH and Nathan, Lauren.2003. Amenorrhea in Current

Obstetric and gynecologic diagnosis and treatment.9th edition. Chapter 54

pages 991 – 1000

16. http://www.klikdokter.com/illness/detail/125

17. Rayburn W.F. & Carey C.J. Menstruasi Normal dan Abnormal. Dalam

Obstetri dan Ginekologi. Cetakan 1. 2001. Jakarta ; Widya Medika: 303-4.

18. Schorge, Schaffer, Halvorson, Hoffman, Bradshaw, Cunningham.William

Gynecology 2008.2008. China: McGraw-Hill Companies, Inc. Chapter 16

pages 1-24

45