setapak januari 2015 edisi no.2 buletin · menetapkan bahwa peta perizinan konsesi pertambangan...

16
SETAPAK EDISI NO.2 Januari 2015 BULETIN Hutan Aceh • Foto: Rhett Butler Program SETAPAK merupakan inisiatif yang didanai oleh DFID (UK Aid) yang menitikberatkan pada peningkatan tata kelola hutan dan lahan dalam upaya mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi lahan gambut; serta berkontribusi pada penurunan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut, SETAPAK bermitra dengan LSM nasional dan daerah untuk mendorong peningkatan transparansi, akuntabilitas, penegakan hukum dan perbaikan kebijakan dalam tata kelola hutan dan lahan di enam provinsi di Indonesia. Buletin ini menggambarkan tentang pencapaian terkini dari 37 mitra lokal program SETAPAK di tingkat nasional dan daerah. Instrumen masyarakat sipil telah dikembangkan untuk melakukan pengukuran data dasar tentang tata kelola hutan dan lahan di 16 kabupaten; adanya dukungan pemerintah daerah dalam pelaksanaan UU keterbukaan informasi publik dan masyarakat sipil untuk melakukan uji akses dan sengketa informasi; adanya kasus korupsi yang diinvestigasi dan sejumlah pelanggaran hukum yang dilaporkan yang berujung pada pembatalan izin; beberapa penelitian telah dilakukan pada tingkat daerah terkait isu tata kelola dan maraknya liputan media tentang permasalahan hutan dan lahan. Silahkan baca buletin ini lebih lanjut untuk mendapatkan informasi tentang capaian inspiratif para mitra SETAPAK.

Upload: lyquynh

Post on 02-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SETAPAK EDISI NO.2

Januari 2015BULETIN

Hut

an A

ceh

• Fo

to:

Rhe

tt B

utle

r

Program SETAPAK merupakan inisiatif yang didanai oleh DFID (UK Aid) yang menitikberatkan pada peningkatan tata kelola hutan dan lahan dalam upaya mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi lahan gambut; serta berkontribusi pada penurunan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut, SETAPAK bermitra dengan LSM nasional dan daerah untuk mendorong peningkatan transparansi, akuntabilitas, penegakan hukum dan perbaikan kebijakan dalam tata kelola hutan dan lahan di enam provinsi di Indonesia.

Buletin ini menggambarkan tentang pencapaian terkini dari 37 mitra lokal program SETAPAK di tingkat nasional dan daerah. Instrumen masyarakat sipil telah dikembangkan untuk melakukan pengukuran data dasar tentang tata kelola hutan dan lahan di 16 kabupaten; adanya dukungan pemerintah daerah dalam pelaksanaan UU keterbukaan informasi publik dan masyarakat sipil untuk melakukan uji akses dan sengketa informasi; adanya kasus korupsi yang diinvestigasi dan sejumlah pelanggaran hukum yang dilaporkan yang berujung pada pembatalan izin; beberapa penelitian telah dilakukan pada tingkat daerah terkait isu tata kelola dan maraknya liputan media tentang permasalahan hutan dan lahan. Silahkan baca buletin ini lebih lanjut untuk mendapatkan informasi tentang capaian inspiratif para mitra SETAPAK.

Transparansi merupakan komponen kunci dari tata kelola hutan dan lahan yang baik. Akses ke informasi yang akurat dan mutakhir membantu warga untuk memahami bagaimana keputusan yang terkait dengan penggunaan hutan dan lahan diambil dan untuk memastikan bahwa keputusan yang dibuat memang tepat. Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL) dan Seknas Fitra bekerja sama mengembangkan sebuah instrumen yang disebut Indeks Tata Kelola Hutan dan Lahan (IKHL). Instrumen ini mengukur data dasar (baseline) untuk melihat empat aspek tata kelola hutan dan lahan di kabupaten, yaitu – transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan koordinasi – di sektor kehutanan, pertambangan dan perkebunan. IKHL menjadi alat yang berguna bagi LSM untuk merancang kegiatan advokasi dan menjadi landasan informasi saat berdiskusi dengan pemerintah untuk perbaikan tata kelola.

IKHL menghasilkan data dasar berikut (diukur dari 100) untuk 16 kabupaten:

Terjemahan bahasa Inggris dari studi sembilan kabupaten yang pertama dapat diunduh dari situs web the Asia Foundation: http://www.asiafoundation.org/publications/pdf/1441

Pada tahun 2015 studi lanjutan akan dilakukan untuk mengukur kemajuan tata kelola hutan dan lahan dari semua 16 pemerintah kabupaten. Ini akan membantu masyarakat sipil setempat dalam mengkaji intervensi tata kelola seperti apa yang berhasil, dan strategi seperti apa yang dibutuhkan untuk dapat terus memperbaiki tata kelola.

LSM telah memakai ukuran IKHL untuk merancang advokasi yang strategis guna meningkatkan isu penting dari tata kelola hutan dan lahan. Contohnya, temuan IKHL di Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan berhasil mengetahui adanya kebutuhan untuk meningkatkan pelayanan atas informasi. WBH menggunakan temuan tersebut untuk mendorong diterbitkannya peraturan kabupaten untuk penerapan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang telah ditetapkan pada 2008.

Indeks Tata Kelola

Hutan dan Lahan Transparansi

dan Akseske Informasi

02

100

Kutai Kartanegara

Kapuas Hulu

Muara Enim

Musi Banyuasin

Bulungan

Musi Rawas

Kubu Raya

Malinau

Melawi

Banyuasin

Sintang

Ketapang

Paser

Berau

OKI

Kayong Utara

55.03

27.04

23.21

17.17

16.01

14.67

14.34

12.22

11.8

11.74

11.41

10.3

7.68

7.07

5.3

2.1

EDISI NO.2

Januari 2015BULETIN

Instrumen IKHL mengukur transparansi berdasarkan seberapa mudah masyarakat dapat mengakses informasi pemerintah yang dianggap sebagai informasi publik sebagaimana diatur dalam UU KIP. Masyarakat sipil mendorong adanya transparansi dengan mengajukan permintaan atas informasi terhadap 35 dokumen yang terkait dengan permasalahan tata kelola lahan dan hutan, terkait dengan AMDAL, konsesi kehutanan, pertambangan dan perkebunan serta rencana kerja tahunan pemerintah daerah. Bilamana informasi dimaksud tidak diberikan dalam kurun waktu yang ditetapkan UU KIP maka masyarakat mengajukan keberatan menggunakan mekanisme yang ditetapkan di dalam undang-undang.

Karena semakin banyak kelompok masyarakat sipil yang melakukan uji akses informasi dan mengajukan keberatan, pemerintah terdorong untuk menjadi lebih transparan. LSM telah memainkan peranan yang kuat dalam meningkatkan permintaan terhadap informasi publik. Di Aceh, MATA mengajukan keberatan ketika Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Kehutanan dan Dinas Perkebunan gagal menyediakan informasi yang diminta. Keberatan tersebut dimediasi di luar jalur pengadilan melalui Komisi Informasi Aceh yang mengeluarkan putusan yang memenangkan MATA; setelah itu dokumen yang diminta akhirnya diberikan oleh pihak pemerintah daerah. Untuk menghindari pengaduan keberatan lebih lanjut, Sekretariat Daerah Provinsi Aceh menerbitkan Surat Edaran, menjelaskan tata cara bagi badan publik khususnya pemerintah daerah untuk menanggapi permintaan informasi yang diajukan oleh masyarakat.

Di Kalimantan Barat, ketika permintaan SAMPAN kepada Pemerintah Ketapang tidak dipenuhi, SAMPAN mengajukan keberatan melalui Komisi Informasi Pusat (karena tidak ada Komisi Informasi Provinsi di Kalimantan Barat). Komisi Informasi Pusat menetapkan bahwa peta perizinan konsesi pertambangan bukanlah informasi publik. Hal ini menjadi masalah kerena peta tersebut merupakan sumber informasi penting untuk memantau kegiatan sektor swasta, dan relevan untuk isu tenure lahan untuk masyarakat dekat konsesi lahan. Dengan dukungan dari Lingkar Borneo dan Gerakan Bantuan Hukum Rakyat Kalimantan, SAMPAN menggugat keputusan KIP ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Pontianak, yang hasilnya PTUN mengabulkan gugatan SAMPAN – bahwa peta konsesi pertambangan merupakan informasi publik dan oleh karenanya harus diberikan oleh Dinas Pertambangan Kabupaten kepada SAMPAN. Sejak saat itu, SAMPAN telah mendapatkan peta konsesi pertambangan dari Pemerintah Ketapang.

Informasi yang diakses berdasarkan UU KIP digunakan oleh banyak masyarakat sipil untuk mendorong berbagai prakarsa akuntabilitas, termasuk untuk mengkaji kepatuhan izin penggunaan lahan terhadap undang-undang lingkungan hidup; dan menganalisis anggaran pendapatan dan belanja daerah terkait permasalahan penggunaan hutan dan lahan.

Mengukur Transparansi

dengan Uji Akses Informasi

Sebuah film pendek karya Forest Watch Indonesia

menyoroti pentingnya informasi dalam dialog dan keputusan

yang terkait dengan tata kelola hutan dan lahan.

http://www.youtube.com/watch?v=pHXiY_027RY

Hut

an d

i Sum

atra

Sel

atan

• F

oto:

Arm

in H

ari

Masyarakat sipil berupaya mendukung implementasi UU KIP, yang menguraikan hal-hal apa saja yang harus diikuti oleh pemerintah daerah guna menjamin terpenuhinya hak warga negara atas informasi. Penerapan UU KIP tersebut mencakup pembentukan Komisi Informasi Provinsi, penunjukkan petugas informasi pemerintah daerah untuk menjawab permintaan informasi, penetapan tata cara pelaksanaan yang standar untuk melayani permintaan informasi dan tata cara menangani pengajuan keberatan.

Pencapaian masyarakat sipil terkait dengan implementasi UU KIP adalah:• Di Kubu Raya, Jari mendorong perancangan Peraturan Bupati No. 3 Tahun 2014 tentang Tata Cara

Standar Penyediaan Informasi Publik (diterbitkan tanggal 10 Februari 2014). • Di Banyuasin, WBH membantu perancangan Surat Keputusan No. 33 Tahun 2013 mengenai Tata Cara

Standar Penyediaan Informasi (diterbitkan tanggal 5 Februari 2014). Sebuah situs web dibuat oleh WBH dan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang menjelaskan cara mengakses informasi: www.ppid.banyuasin.go.id

• Di Muara Enim, PINUS melakukan asistensi untuk dikeluarkannya Peraturan Bupati No. 45 Tahun 2014 mengenai Tata Cara Kerja Pengelolaan Dokumen dan Informasi Resmi (diterbitkan pada 23 September 2014).

• Di OKI, Sumatra Selatan, WBH membantu penyusunan Peraturan Bupati No. 664 Tahun 2014 mengenai Pengelolaan dan Penyediaan Informasi Publik oleh Pemerintah (diterbitkan pada 4 September 2014).

• Di Kabupaten Aceh Besar, GeRAK melakukan advokasi untuk dikeluarkannya Peraturan Bupati No. 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Informasi Publik. Anggaran untuk posisi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) telah dialokasikan , dan tata cara standar terkait hal ini akan dikeluarkan.

Pencapaian Terkait Penerapan UU KIP

di Tingkat Provinsi dan Kabupaten

Pert

amba

ngan

di B

erau

• F

oto:

Arm

in H

ari

04

EDISI NO.2

Januari 2015BULETIN

Penegakan Hukumdan PrakarsaAnti-Korupsi

Program SETAPAK bermitra dengan program Asia Foundation lainnya, yaitu “Equipping Tomorrow’s Justice Reformers (E2J)”, untuk mengadakan pelatihan mengenai penegakan hukum dalam bidang lingkungan hidup pada September 2014. Pelatihan yang diikuti 22 aktivis ini, memberikan keterampilan dasar dalam penegakan hukum di bidang lingkungan hidup, yang mencakup kasus-kasus lahan dan hutan serta permasalahan lingkungan hidup lain yang lebih luas seperti polusi. Pelatihan tersebut mengajarkan tentang hukum dan tata cara yang dapat dimanfaatkan oleh para aktivis agar kasus-kasus lingkungan dapat dibawa ke pengadilan, termasuk bagaimana menentukan hak gugat dan mengumpulkan alat bukti serta menggunakan advokasi guna mendukung upaya litigasi dan bagaimana caranya untuk melibatkan pengacara publik. Pelatihan penegakan hukum ini memberikan pengetahuan tentang tiga jenis penegakan hukum Indonesia – hukum perdata, pidana atau administratif.

Pelatihan Penegakan Hukum

Pada 12 Juni 2014 GeRAK menyelenggarakan kursus tentang korupsi di sektor pertambangan, dalam rangka menyikapi ekspansi pertambangan di Aceh. Bahan pelatihan tentang korupsi pertambangan yang diajarkan pada peserta seputar isu tata kelola pertambangan, yang mencakup tentang regulasi, izin usaha dan proses pengumpulan pendapatan, serta aspek lain pertambangan yang berpotensi korupsi atau penyalahgunaan. Para peserta kursus didampingi untuk menyelidiki dugaan kasus korupsi dan pelanggaran hukum. GeRAK dengan cepat berhasil mengidentifikasi 65 perusahaan tambang yang beroperasi di hutan lindung, hal ini akan dibuktikan melalui kunjungan lapangan yang dilakukan oleh alumni kursus korupsi pertambangan. GeRAK juga telah mengidentifikasi adanya potensi korupsi di Aceh Selatan, di mana diduga telah terjadi penyuapan untuk mempercepat proses pemberian izin. GeRAK telah melaporkan kasus ini kepada KPK tanggal 11 Desember 2014.

Sekolah anti-korupsi GeRAK

Kursus pertambangan anti-korupsi GeRAK

Gerakan Samarinda Menggugat, adalah koalisi LSM Kalimantan Timur, bersama dengan masyarakat lokal, akademisi dan tokoh masyarakat lainnya, berhasil mencatat sejarah dengan memenangkan gugatan hukum pada 16 Juli 2014. Kasus gugatan masyarakat ini bukanlah merupakan inisiatif SETAPAK, namun pencapaiannya telah menetapkan sebuah preseden hukum menarik bagi organisasi masyarakat lain untuk dipelajari dan direplikasi, termasuk peran penting yang dimainkan oleh JATAM-BUMI. Capaian yang berhasil dilakukan oleh GSM dimana JATAM-Bumi menjadi bagian dari koalisi tersebut, perlu dipelajari oleh masyarakat sipil lainnya.

Proses penyiapan gugatan hukum oleh masyarakat yang dikoordinir oleh GSM memerlukan waktu dua tahun, dan harus melalui 26 sidang pengadilan sebelum dikeluarkannya putusan dari Pengadilan Negeri Samarinda. Putusan pengadilan telah mengabulkan beberapa tuntutan GSM yaitu; bahwa pemerintah daerah telah lalai dalam memenuhi kewajiban mereka untuk menciptakan lingkungan hidup yang baik dan sehat (ditetapkan dalam UU Lingkungan Hidup Tahun 2009) yang mengakibatkan kerusakan lingkungan yang memberi dampak buruk bagi rakyat Samarinda. Pengadilan juga memutuskan bahwa pemerintah harus merevisi kebijakan publik tentang pertambangan batubara termasuk: mengevaluasi semua izin tambang batubara yang telah diberikan, mengawasi upaya reklamasi dan pascatambang, perbaikan lingkungan serta upaya-upaya strategis dalam melindungi kawasan pertanian dan perikanan masyarakat dari kontaminasi yang ditimbulkan oleh kegiatan pertambangan batubara. Pengadilan juga telah memutuskan bahwa pemerintah tidak mengelola perizinan pertambangan dengan benar.

GSM memilih melakukan gugatan warga (citizen lawsuit) dari beberapa pilihan gugatan hukum atau litigasi lainnya. Menurut JATAM Kalimantan Timur, gugatan warga merupakan pilihan terbaik karena dapat mengubah atau mereformasi kebijakan pemerintah, tidak seperti pilihan lainnya, contohnya gugatan melalui kelompok (class action) yang bertujuan hanya untuk mendapatkan ganti rugi. GSM mengajukan kasus mereka ke Pengadilan Tinggi Samarinda dengan tuntutan kesalahan dalam pengelolaan lingkungan kota dan dampaknya bagi masyarakat sekitar akibat konsesi pertambangan yang tidak berkelanjutan. GSM menghadirkan 19 penggugat, yang kesemuanya merupakan masyarakat yang terkena dampak pertambangan di sekitar Samarinda. Para penggugat terdiri atas para petani padi dan ikan yang sumber airnya berkurang akibat dampak pertambangan, ditambah dengan debu dan tingkat keasaman dalam air yang memaksa masyarakat setempat untuk membeli air guna mengairi tanaman mereka. Mereka menambahkan bahwa dampak menurunnya kesuburan tanah turut mengurangi hasil produksi mereka. Penggugat lain terdiri atas mahasiswa, akademisi, pekerja sektor swasta dan pemuka agama yang akses kerja dan studinya terhalang akibat tanah longsor dan banjir yang muncul setelah ekspansi pertambangan di Samarinda. Kebisingan terus menerus dan debu batubara dari operasi pertambangan menimbulkan risiko kesehatan, situs tambang yang tidak terlindungi telah mengakibatkan sebelas kasus kematian anak dan warga akibat tenggelam di bekas lubang tambang terbuka yang terisi air.

Sejak pengumuman pengadilan Juli lalu, pengacara pihak pemerintah telah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur. GSM kini tengah memperkuat alat bukti mereka. Banyak pihak yang merasa optimis bahwa alat bukti GSM cukup kuat sehingga putusan pengadilan kecil kemungkinannya akan dibatalkan.

Para Aktivis

Lingkungan Hidup

Mencatat Sejarah

Hukum: Gerakan

Samarinda Menggugat

(GSM)

Para aktivis pendukung GSM mencukur rambut mereka untuk merayakan kemenangan di pengadilan. Foto: Armin Hari

Anggota GSM mengangkat berkas kasus yang menjelaskan 14 tuntutan mereka. Foto: Armin Hari

06

EDISI NO.2

Januari 2015BULETIN

Kasus Hukum PT Kallista Alam

Pada 25 Agustus 2011, Gubernur Aceh saat itu, Irwandi Yusuf mengeluarkan izin kepada perusahaan PT Kallista Alam untuk menggarap perkebunan kelapa sawit seluas 1,605 hektar di hutan rawa gambut Tripa, suatu kawasan yang merupakan bagian dari ekosistem Leuser. LSM lokal memprotes keputusan dikeluarkannya izin tersebut dan mengirimkan surat kepada Gubernur agar izin tersebut ditarik kembali karena melanggar undang-undang yang melindungi ekosistem Leuser dan area lingkungan hidup penting lainnya, serta melanggar program moratorium nasional yang ditetapkan oleh mantan Presiden SBY tentang pengalokasian izin baru di kawasan hutan primer dan lahan gambut. Kelompok aktivis lingkungan hidup juga menuntut Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) agar menyelidiki kasus ini. KLH melakukan investigasi formal pada Mei 2012 dan menemukan bahwa perusahaan tersebut telah melakukan pembukaan hutan di kawasan Tripa 10 bulan sebelum menerima izin.

Ketika izin tidak dicabut, WALHI Aceh mengajukan gugatan hukum ke Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, yang mengabulkan gugatan WALHI - bahwa penerbitan izin tersebut merupakan pelanggaran hukum dan bahwa perusahaan ini mempunyai setidaknya satu izin yang ilegal. Pengadilan memerintahkan Gubernur Aceh yang baru, Zaini Abdullah, untuk membatalkan izin yang telah dikeluarkan dengan tidak sah tersebut.

Pada 27 September 2012, izin akhirnya dicabut oleh Gubernur Aceh yang baru, yang merilis sebuah surat pernyataan bahwa 1,605 hektar kawasan rawa Tripa akan menjadi kawasan lindung. PT Kallista Alam mengajukan kasasi atas putusan tersebut kepada Mahkamah Agung di Jakarta. Hasil putusan MA menolak kasasi perusahaan tersebut, dan menguatkan keputusan PTUN bahwa Gubernor Aceh terbaru harus membatalkan izin yang telah dikeluarkan secara tidak sah.

Proses persidangan kedua dimulai tanggal 8 Nopember 2012, ketika KLH mengajukan tuntutan hukum pidana dan perdata terhadap PT Kallista Alam melalui pengadilan negeri di Meulaboh. Tuntutan tersebut adalah tentang pembukaan lahan secara tidak sah dengan membakar lahan dan menyebabkan kerusakan lingkungan hutan gambut di Rawa Tripa. Berikutnya, proses persidangan dan mediasi melalui keputusan terakhir pada tanggal 1 Januari 2014, menetapkan bahwa perusahaan tersebut bersalah atas pembukaan hutan gambut secara ilegal dengan cara pembakaran lahan gambut di Rawa Tripa yang dilindungi. Hal ini melanggar UU no. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. PT Kallista Alam dijatuhi denda sebesar Rp 362 miliar (US$31 juta) atas kerusakan lingkungan dan biaya pemulihan kerusakan.

Baru-baru ini, PT Kallista Alam mengajukan banding ke Mahkamah Agung pada 6 Oktober 2014, dengan manyatakan bahwa kasus awal tidak valid karena gagal untuk memasukkan para pihak yang persangkutan sebagai tergugat, termasuk Gubernur Aceh untuk mengeluarkan izin pada 2011. Kasus banding ini belum selesai.

Contoh Kasus Litigasi Lainnya – Putusan Bersejarah Kasus Rawa Tripa (PT Kallista Alam)

Contoh upaya litigasi lain yang ditempuh oleh LSM Lingkungan Hidup adalah gugatan hukum yang diajukan WALHI melawan perusahaan kelapa sawit PT Kallista Alam dan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, karena telah mengeluarkan izin di kawasan hutan lindung dan melanggar program moratorium nasional yang memperkuat perlindungan terhadap hutan primer dan lahan gambut. PT Kallista diperintahkan untuk membayar US$31 juta (Rp 362 miliar), putusan ini mengirimkan pesan yang kuat kepada perusahaan-perusahaan di Aceh dan di kawasan lain di Indonesia tentang konsekuensi pembukaan hutan secara ilegal atau dengan menggunakan metode pembakaran. Walaupun bukan bagian dari program SETAPAK, kasus ini telah menetapkan sebuah preseden baru yang menarik bagi gerakan lingkungan hidup Indonesia.

Trip

a Ae

rial

Fly

over

Karena praktik pertambangan kian marak di Indonesia, maka penting sekali untuk memastikan bahwa pendapatan yang diperoleh dari sumber daya yang ditambang nilainya jauh melebihi kerusakan pada lingkungan hidup dan sosial yang diakibatkan oleh praktik pertambangan itu. Saat ini Indonesia merupakan salah satu eksportir batubara terbesar, dan pertambangan batubara meluas dengan cepat di Kalimantan Timur dan kawasan lain di seluruh Indonesia. Tata kelola yang buruk artinya proses penerbitan perizinan tambang tidak mempertimbangkan dengan matang dampak lingkungan hidup atau dampak sosial yang ditimbulkan oleh praktik tambang, dan hal ini sangat merugikan masyarakat setempat.

Dalam upaya menindak pelanggaran atas izin tambang di Indonesia, tahun ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung upaya penindakan izin yang bermasalah di sektor pertambangan. Menurut KPK, dari 10,857 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di seluruh Indonesia, hanya 5,989 yang mendapatkan status clean and clear - artinya mematuhi persyaratan penggunaan hutan dan kewajiban pembayaran keuangan kepada pemerintah. ‘Fokus KPK adalah meningkatkan penerimaan pemerintah dan menghindari adanya kebocoran penerimaan negara’, ungkap Bambang Tjahjono, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam wawancara di artikel ini.

Guna mengevaluasi kepatuhan izin pemilik tambang, KPK melakukan kunjungan ke 12 provinsi, empat di antaranya merupakan daerah kerja SETAPAK - Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, Sumatra Selatan dan Kalimantan Barat – antara Februari dan Maret 2014. Guna mengevaluasi kepatuhan pemilik izin tambang, KPK melakukan kunjungan ke 12 provinsi terbanyak Izin Usaha Pertambangan. Silvagama mendampingi kunjungan KPK tersebut, selain sebagai bagian dari Tim NKB KPK, juga untuk memfasilitasi pelibatan masyarakat sipil dalam kegiatan tersebut. Empat daerah yang dikunjungi merupakan daerah kerja SETAPAK. Dari kunjungan ke 12 provinsi itu, KPK menemukan lebih dari 4,500 perusahaan tambang masih belum membayar iuran tetap (land rent) dan royalti kepada pemerintah sebesar Rp. 5,43 triliun (US$468 juta), dan merekomendasikan agar pemerintah mengkaji atau membatalkan izin-izin yang berstatus ‘non clean and clear’.

Sebagai hasil dari kunjungan KPK, menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, 265 izin telah dibatalkan di lokasi kerja SETAPAK: 17 Izin Usaha Pertambangan telah dibatalkan di Musi Banyuasin, Sumatra Selatan; 85 IUP di Morowali, Sulawesi Tengah; 2 di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat; 16 di Kalimantan Timur (5 di Samarinda, 1 di Kukar, 10 di Berau); dan 11 di Malinau, serta 35 di Bulungan, Kalimantan Utara. Terhadap sejumlah izin yang masih berstatus ‘non clean and clear’, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah memberikan tenggat waktu bagi pemerintah daerah hingga Desember 2014 untuk memastikan bahwa izin-izin tersebut mematuhi peraturan yang berlaku.

Korupsidi SektorBatubara

Komisi Pemberantasan

Korupsi Mencegah Korupsi

di Sektor Pertambangan

Mineral dan Batubara

Sungai Mahakam Samarinda dengan tongkang batubara Foto: Armin Hari

Emerson Yuntho dari ICW membahas korupsi hutan dengan Siti Nurbaya Bakar (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan)

08

EDISI NO.2

Januari 2015BULETIN

Sepanjang bulan November KPK melakukan kunjungan tindak lanjut ke Sulawesi, Sumatra dan Kalimantan untuk memeriksa kemajuan dari rekomendasi yang dikeluarkan pada awal tahun. Mitra LSM SETAPAK menggunakan kesempatan ini untuk berkomunikasi dengan pemerintah dan KPK, menghasilkan rekomendasi kebijakan dan infografis tentang bagaimana memperbaiki proses pertambangan, termasuk menjamin bahwa izin tersebut digunakan sebagaimana mestinya guna memastikan UU lingkungan hidup dipatuhi, penerimaan negara dari sumber daya yang dikeruk tersebut dibayarkan ke pemerintah, dan reklamasi dan paskatambang dilakukan. Inisiatif guna mendorong peningkatan di sektor pertambangan terus berlanjut, baru-baru ini aktivis ICW, Emerson Yuntho, bersama dengan sebuah kelompok LSM bertemu dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang baru, Ibu Siti Nurbaya Bakar, untuk membahas permasalahan korupsi di sektor kehutanan. Para mitra di Kalimantan Barat bekerja pada gagasan yang serupa dengan KPK, yaitu untuk fokus pada permasalahan tata kelola di sektor kelapa sawit pada tahun 2015.

Untuk menyediakan mekanisme pengaduan atas pelanggaran oleh pelaku sektor pertambangan di Sulawesi Tengah, KPPA mendirikan posko pengaduan sumber daya alam di delapan desa di kabupaten Donggala dan Parigi Montong, kawasan yang terdampak oleh buruknya pengaturan masalah pertambangan. Laporan pelanggaran hukum dan kegiatan ilegal akan dilaporkan melalui posko pengaduan tersebut. Kedelapan posko pengaduan ini telah aktif, beroperasi dari rumah-rumah anggota komunitas yang telah menerima pelatihan paralegal. Posko pengaduan terbuka untuk menerima pengaduan hukum apa saja, termasuk yang terkait dengan konflik penggunaan lahan. Bila kasusnya tidak dapat diselesaikan di posko pengaduan, maka akan diajukan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Donggala untuk asistensi hukum lebih lanjut.

Koalisi LSM dan organisasi massa lainnya yang dipimpin oleh BUMI/JATAM, termasuk AMAN, Pokja 30, Prakarsa Borneo serta WALHI Kalimantan Timur, telah mendirikan sebuah pos pengaduan di Kalimantan Timur. Sejak awal dibentuk, 16 kasus telah dilaporkan, di antaranya 8 kasus anak-anak yang tenggelam di bekas lubang tambang yang ditinggalkan yang terjadi antara tahun 2011-2014, sejumlah laporan tentang perusahaan yang memalsukan sertifikat tanah, melakukan penambangan ilegal di kawasan hutan konservasi, tidak memenuhi kewajiban reklamasi atau tidak menanggapi laporan pelanggaran hak asasi manusia, serta sejumlah kasus lain tentang kerusakan lahan dan sumber air petani setempat.

Kasus-kasus yang dilaporkan melalui posko pengaduan diajukan ICW bersama masyarakat ke KPK pada Mei 2013. Pada 28 Oktober 2014 KPK memulai investigasi atas sejumlah kasus-kasus ini, termasuk dugaan penyuapan dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Pada 29 Oktober 2014, KPK juga memulai investigasi pada 14 perusahaan atas dugaan penambangan batubara ilegal di Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, sebuah kawasan hutan konservasi di Kalimantan Timur, yang juga dilaporkan melalui posko pengaduan Jatam. Nilai total kerugian negara akibat hilangnya pendapatan dari lima tahun perusahaan-perusahan tersebut melakukan penambangan ilegal adalah telah diperkirakan sebesar Rp. 17 triliun ($1.38 miliar).

Mengajak Masyarakat untuk Melaporkan Pelanggaran terhadap UU Lingkungan Hidup Koalisi LSM mengembangkan Posko

Pengaduan di Kalimantan Timur

KPPA mendirikan

posko pengaduan di

Sulawesi Tengah

Perkebunan Kelapa Sawit Ilegal di SumateraFoto: Rhett Butler

Pengawasan Penggunaan

Hutan dan Lahan Silvagama memantau

pelanggaran hutan

dan lahan

SAMPAN menggunakan

perangkat online

untuk melaporkan

pelanggaran di

Kalimantan Barat

Muhammadiyah

Mendirikan

Posko Pengaduan

di Sulawesi Tengah,

Kalimantan Timur dan

Sumatra Selatan

Muhammadiyah, salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, mendirikan posko pengaduan untuk menelusuri dan menyelidiki pelanggaran di sektor kehutanan dan lahan di tiga provinsi kerja SETAPAK. Pengaduan akan diselidiki dan dilaporkan ke instansi penegak hukum terkait atau KPK. Pada Oktober 2014, Muhammadiyah menyelenggarakan pelatihan bagi para aktivis dari Sumatra Selatan, Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah tentang bagaimana mengidentifikasi pelanggaran dan mengelola pengaduan. Setelah pelatihan tersebut, posko pengaduan didirikan, dan beroperasi di kantor-kantor Muhammadiyah di tiga provinsi. Posko pengaduan Muhammadiyah akan bekerja sama dengan posko pengaduan Jatam di Kalimantan Timur, dan koalisi KPPA di Kalimantan Tengah. Jatam dan Koalisi KPPA akan menggunakan keahlian mereka untuk membantu Muhammadiyah menginvestigasi pengaduan-pengaduan terkait praktik pertambangan.

Sampan mempunyai sebuah portal online untuk melaporkan pelanggaran di bidang kehutanan dan lahan di Kalimantan Barat. Situs web ini menggunakan SMS gateway untuk melaporkan pengaduan. Seorang administrator akan mengkajinya lalu menampilkan SMS tersebut pada portal situs web (http://www.pantautambang.org/). Para pelapor dapat menggunggah video, foto dan alat bukti lain terkait pelanggaran hutan dan lahan pada situs ini. Staf SAMPAN telah melakukan investigasi guna memverifikasi kasus-kasus yang dilaporkan, termasuk laporan masyarakat dari Desa Sekucing Labai di mana sebuah perusahan tambang bauksit melanggar izin usaha dengan beroperasi di luar kawasan konsesi. SAMPAN bersama masyarakat setempat melakukan investigasi dan menunggu asistensi hukum untuk menindaklanjuti pelanggaran tersebut.

10

EDISI NO.2

Januari 2015BULETIN

Masyarakat sipil memainkan peran penting dalam memantau efek dari industri berbasis lahan di hutan dan lahan gambut, termasuk memastikan bahwa peraturan perundang-undangan yang ada untuk melindungi lingkungan dan masyarat telah dipatuhi dan dilakukan, dan bahwa penerimaan dari industri berbasis ekstraktif tersebut dikelola dan didistribusikan secara merata.

Untuk memperkuatkan penegakan hukum di bidang kehutanan, KPK telah mengambangkan gagasan yang disebut Indonesia Memantau Hutan, bekerjasama dengan Silvagama. Proses ini terdiri posko di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Sumatra Selatan untuk mengumpulkan informasi terkait dengan pelanggaran kehutanan. Moderator bertugas mengkompilasi dan memverifikasi data penataan ruang, yang kemudian dikirimkan ke database IMH KPK: www.kpk.go.id/imh

Perizinan merupakan instrumen tata kelola penting untuk menjamin bahwa perusahaan mematuhi persyaratan hukum dan penerimaan negara dari industri berbasis hutan dan lahan tersebut dikelola dengan benar. ICEL mengembangkan sebuah alat investigasi lapangan bagi para aktivis untuk mengidentifikasi kepatuhan perizinan. ICEL melatih para mitra lokal dari Berau, Kalimantan Timur (Menapak), Malinau, Kalimantan Utara (PADI), Sumatra Selatan (WALHI SS), Sulawesi Tengah (CSF), Aceh (MATA dan Bytra) serta Kalimantan Barat (Jari) untuk menjadi investigator lapangan. Para penyelidik terlatih ini menggunakan keterampilan mengkaji izin baru mereka dalam menyelidiki kepatuhan perizinan di daerah masing-masing. Versi Bahasa Inggris dari studi kajian izin tersebut tersedia untuk diunduh dari situs web the Asia Foundation: http://www.asiafoundation.org/publications/pdf/1440

Mengkaji

Kepatuhan Izin

Penggunaan Lahan

Di samping IMH (Indonesia Memantau Hutan), ada sejumlah perangkat online lainnya yang membantu pengawasan hutan dan menelusuri praktik pembakaran serta pelanggaran hukum lingkungan.

Hadi Jatmiko, Direktur WALHI Sumatra Selatan, telah menggunakan data Global Forest Watch untuk memantau kebakaran hutan dan lahan gambut di Sumatra Selatan selama musim kebakaran. ‘Situs web GFW memudahkan kami untuk menginformasikan kepada publik tentang kawasan hutan dan lahan yang terbakar. Lalu kami periksa apakah kawasan yang terbakar tersebut mempunyai izin yang benar’, ucap Hadi.

Menurut Hadi, situs web GFW memberikan informasi lengkap tentang izin di kawasan hutan, termasuk Hutan Tanaman Industri (HTI dan HPH) serta izin restorasi ekologis, tetapi situs tersebut masih perlu diperbarui guna menganalisis perkebunan kelapa sawit di kawasan lahan gambut.

Instrumen Global Forest Watch merupakan suatu sistem pengawasan hutan secara online yang dikembangkan oleh World Resources Institute yang dapat dipakai untuk mengelola hutan. Peta tersebut memadukan teknologi satelit, open data, dan crowdsourcing untuk memberikan informasi tentang hutan. http://www.globalforestwatch.org/

Perangkat Pengawasan Hutan

Menguji Coba

Teknologi

Pengawasan Hutan

Program SETAPAK akan mendukung penggunaan pesawat kendali jarak jauh, yang disebut pesawat tanpa awak (UAV) guna melakukan pantauan lapangan atas pelanggaran penggunaan lahan dan hutan. UAV semakin sering dipakai untuk tujuan konservasi, karena dapat melakukan survei terhadap kawasan yang luas, yang akan sulit dan memakan waktu bila dilakukan dengan berjalan kaki. UAV memiliki kamera dan peralatan video yang terpasang untuk menangkap gambar detil kawasan hutan dan lahan hingga seluas 25 kilometer. SAMPAN di Kalimantan Barat telah mengembangkan keterampilan dalam menyatukan bagian-bagian UAV yang diimpor, dan untuk mengawasi konsesi industri berbasis lahan. SAMPAN telah memberikan dukungan bagi WALHI Sumatra Selatan dalam menggunakan UAV untuk mengumpulkan data demi mendukung kerja advokasi mereka terkait dengan kebakaran hutan di perkebunan kelapa sawit. Pada bulan Desember, program SETAPAK bekerja sama dengan SAMPAN akan mengadakan pelatihan bagi kelompok awal para mitra seputar pengoperasian UAV, serta cara menangkap data dan menganalisis peta yang diperoleh. Tahun 2015 mitra-mitra lainnya akan diberikan dukungan untuk menggunakan UAV dalam mengawasi lahan dan hutan setelah kita belajar dari prakarsa uji coba ini.

Walhi Sumatera Selatan menggunakan UAV untuk memantau pembakaran di areal konsesi kelapa sawit

Program hibah penelitian SETAPAK telah rampung. Dalam kemitraan dengan Epistema, lembaga penelitian pun mendapat dukungan untuk membuat dan menyebarluaskan kertas kebijakan terkait penelitian dalam permasalahan terkait tata kelola hutan dan lahan, yaitu:

• Keefektifan komunikasi terkait kebijakan konservasi di Kabupaten Kapuas Hulu yang memiliki tutupan hutan yang besar di Kalimantan Barat, oleh PPKLMB bersama UNTAN di Kalimantan Barat. Studi ini menemukan bahwa kebijakan konservasi Kapuas Hulu tidak dikomunikasikan dengan baik kepada para pemangku kepentingan yang terkait, dan para peneliti memaparkan temuan dan rekomendasi mereka guna memperbaiki implementasi kebijakan tersebut kepada pemerintah kabupaten Kapuas Hulu.

• Permasalahan terkait izin pinjam pakai yang menjadi persyaratan bila akan melakukan penambangan di dalam kawasan hutan negara telah diteliti, oleh Prakarsa Borneo di Kalimantan Timur. Terdapat kurangnya arahan yang jelas untuk penerbitan izin pinjam pakai, telah mengakibatkan maraknya izin yang diterbitkan untuk kepentingan perusahaan tambang tanpa mendapatkan persetujuan dari masyarakat. Prakarsa Borneo berusaha mendorong reformasi lebih lanjut atas proses penerbitan izin guna memperkenalkan usaha perlindungan bagi lingkungan hidup dan sosial yang lebih baik.

• Keterlibatan masyarakat setempat dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), oleh CSF di Kalimantan Timur. Studi ini menitikberatkan pada dua desa di lingkup KPH Produksi Berau Barat untuk memahami hubungan antara tingkat ketergantungan hutan dan pengelolaan hutan. CSF terus bekerja untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam institusi manajemen KPH.

• Analisis terhadap konflik agraria di Musi Banyuasin, Sumatra Selatan, oleh Spora Institute di Sumatra Selatan. Studi ini merekomendasikan langkah-langkah untuk mengurangi insiden dan berlarut-larutnya konflik masyarakat dengan pemerintah provinsi dan kabupaten serta perusahaan, yang mencakup rekomendasi untuk meningkatkan deteksi konflik, mendukung skema kemitraan penggunaan lahan dan meningkatkan mekanisme pengajuan keberatan bagi masyarakat untuk melaporkan pengaduan.

• Analisis alokasi lahan bagi masyarakat setempat dalam rencana tata ruang Kalimantan Barat oleh Swandiri Institute di Kalimantan Barat. Studi tersebut menemukan bahwa lebih banyak lahan yang dialokasikan bagi industri berbasis hutan dan lahan di Kalimantan Barat dibandingkan kawasan lahan itu sendiri. Para peneliti Swandiri Institute menjadi bagian dari koalisi yang bekerja untuk memperbaiki tata ruang guna meningkatkan alokasi lahan untuk melindungi keamanan pangan masyarakat dalam rencana tata ruang Kalimantan Barat.

• Keefektifan dari keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan bakau di Kubu Raya, Kalimantan Barat oleh PENA di Kalimantan Barat. Rekomendasi untuk pendekatan guna mendukung pengelolaan hutan berbasis masyarakat di suatu kawasan Kubu Raya dipaparkan di hadapan para pembuat kebijakan pemerintah provinsi dan kabupaten.

• Analisis dari praktik-praktik terbaik pengelolaan keuangan bagi Kesatuan Pengelolaan Hutan di Sumatra Selatan oleh Pemali di Sumatra Selatan. Peneliti bekerja dengan Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Lakitan untuk memberikan saran mengenai implementasi sistem pengelolaan keuangan yang lebih efisien dan transparan.

Kertas kebijakan ini tersedia dari SETAPAK, silahkan hubungi: [email protected]

Penelitiandan Publikasi

12

EDISI NO.2

Januari 2015BULETIN

Meningkatkan Kesadaran dan Liputan Media Mongabay Indonesia (mongabay.co.id) merupakan layanan berita di bidang lingkungan hidup yang bekerja untuk meningkatkan kesadaran terhadap permasalahan lingkungan hidup Indonesia. Mongabay telah meluaskan cakupannya di Indonesia, dengan adanya koordinator lapangan yang baru di lima provinsi. Para koordinator tersebut telah meliput berita terkait prioritas advokasi LSM lokal, yang mencakup pelanggaran atas izin, korupsi dan praktik ilegal industri berbasis lahan, isu hilangnya penerimaan negara dan isu-isu tata kelola hutan dan lahan. Semua LSM didorong untuk bekerja sama dengan koordinator lapangan Mongabay agar saran-saran untuk berita menjadi maksimal, detil kontak diuraikan di kotak berikut ini:

Koordinator lapangan Mongabay juga mendukung lokakarya pendidikan bidang lingkungan di enam provinsi yakni Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sumatra Selatan dan Aceh. Tiga lokakarya tingkat SMA dan satu lokakarya fotografi dan penulisan bagi mahasiswa diselenggarakan di tiap provinsi tersebut. Para pelajar senang mempelajari isu lingkungan hidup yang berpengaruh pada daerah mereka, dan pihak sekolah tertarik untuk terlibat lebih jauh dengan pihak LSM lingkungan hidup mengenai masalah ini.

Setiap Selasa pukul 5 sore, Green Radio menyiarkan segmen radio bernama ‘Jalan SETAPAK’ di Jakarta (89. 5 FM) yang secara simultan menyiarkan ke stasiun radio di enam provinsi SETAPAK dan di Pekanbaru. Stasiun radio di setiap kota termasuk: Nikoya di Banda Aceh (106 FM), Smart FM di Palembang (101.8 FM), Grass FM di Tarakan (106.2 FM), Nebula FM di Palu (101 FM), Radio Kita di Pontianak (87.6 FM), Gema Nirwana di Samarinda (105.1 FM), Green Radio di Pekanbaru (96.7 FM).

Sejumlah media nasional juga turut berpartisipasi dalam temu media yang mengangkat isu-isu penting tentang hutan. Green Radio mengadakan temu media pertama kali di Jakarta pada 4 September, yang berfokus pada perlunya koordinasi antara pemerintah dan masyarakat sipil guna meningkatkan tata kelola hutan, dengan mengundang perwakilan dari Kementrian Kehutanan untuk memaparkan peluang bagi pemerintah baru dan masyarakat sipil.

Green Radio juga mengajak para awak media nasional untuk mengunjungi situs di Sulawesi Tengah, untuk melihat dampak pertambangan terhadap masyarakat setempat. Pada bulan September para wartawan mengunjungi Donggala, Sulawesi Tengah untuk melihat dampak dari pertambangan bijih besi dan mangan terhadap sumber air dan kesehatan masyarakat. Para wartawan tersebut juga berkunjung ke Sigi untuk melihat kemajuan LSM lokal dalam menyelamatkan kepemilikan hutan masyarakat. Wartawan yang turut serta dalam kunjungan lapangan ini membuat liputan berita tentang kegiatan tersebut, dan memberikan umpan balik untuk kunjungan berikutnya dalam upaya menyempurnakan kemampuan para wartawan untuk menuliskan berita yang baik. Oleh karenanya, mereka membutuhkan data yang lebih tepat termasuk fakta lapangan yang tepat untuk mengilustrasikan dampak lingkungan hidup.

Koordinator Wilayah Mongabay mengajar siswa siswi SMA di Aceh Koordinator Wilayah Mongabay mengajar siswa siswi SMA di Kalimantan Barat

AcehChik [email protected]

East KalimantanPanthom [email protected] 0811556539

South SumatraTaufik [email protected] 082179555256

West KalimantanAndi [email protected] 08115717778

Central SulawesiChristopel [email protected] 085256617494

Indonesia telah disebut sebagai ibu kota media sosial dunia – warga Jakarta saja telah ‘berkicau’ (menggunakan media sosial tweeter) lebih banyak dibandingkan kota mana pun di dunia. Public Virtue Institute (PVI) mendayagunakan penggunaan akan media sosial di Indonesia untuk mempromosikan demokrasi digital dan aktivisme masyarakat sipil. PVI menyelenggarakan serangkaian lokakarya bersama mitra lokal di bulan November dan Desember untuk mengembangkan rencana advokasi media sosial dalam rangka mendukung mitra lokal mencapai tujuan program mereka.

Menggunakan

Media Sosial

untuk mendorong

Reformasi Tata Kelola

yang lebih Baik

Temu media kedua diadakan di Jakarta pada Oktober 2014, dengan fokus pada isu perencanaan tata ruang Aceh. Minggu berikutnya para wartawan dari sumber berita nasional diajak mengunjungi sejumlah lokasi di Aceh untuk memahami secara langsung isu lingkungan hidup yang diakibatkan oleh rencana tata ruang provinsi yang telah ditetapkan dimana masyarakat sipil mengkritisi kebijakan tersebut karena mengeluarkan situs nasional Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dalam skema perlindungan. Para wartawan mengunjungi Aceh Tamiang, di mana HAKA bekerja sama dengan masyarakat setempat untuk menyingkirkan perkebunan kelapa sawit ilegal yang ditanam di Kawasan Ekosistem Leuser, dan merehabilitasi kawasan itu menjadi hutan alam. Wartawan juga bertemu dengan anggota Koalisi Peduli Hutan Aceh (KPHA), sebuah koalisi LSM Aceh yang bekerja untuk memperbaiki perencanaan tata ruang di Aceh.

Para wartawan mempelajari tentang inisiatif pengelolaan hutan berbasis masyarakat di Sigi

Para wartawan menghadiri pengarahan media di bulan September

Acara-Acara Baru • Indonesia Green Region Award – Mengakui Tata Kelola Hutan Yang Baik

Indonesia Green Region Award (IGRA) tahun ini membuatkan kategori baru untuk tata kelola hutan yang baik yang telah diberikan ke kabupatan Bojonegoro di Bali. Acara IGRA diselenggarakan oleh Green Radio, untuk mengakui pencapaian lingkungan oleh pemerintah kabupaten.

• Blog Pembaca Mongabay – Lomba Menulis Dan Fotografi Pembaruan bagi Mongabay readersblog, dan lomba menulis dan fotografi bagi publik, termasuk pelajar yang turut serta dalam lokakarya fotografi dan menulis. Lomba ini sudah tutup, dan pemenang akan diumumkan di Readersblog Mongabay.co.id: http://www.mongabay.co.id/tatacara-lomba/

• Lomba Aceh Documentary – Meningkatkan Kesadaran Publik Melalui Film Pembuatan film dokumentasi, Aceh Documentary menggunakan film untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan isu tata kelola yang mendorong hilangnya kawasan hutan di Aceh. Aceh Documentary menyelenggarakan lomba film dokumenter pada bulan Oktober 2014 dengan kategori khusus tentang isu hutan. Lima karya film terbaik pada kategori isu hutan menerima hadiah pada acara tersebut. Selain penganugerahan film melalui Aceh Documentary Competition, Aceh Documentary akan memproduksi film bagi mitra SETAPAK di Aceh, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan membangun dukungan bagi strategi advokasi mereka. Pada 21 November, tes pemutaran film para mitra dilaksanakan di Banda Aceh, dan kini film tengah direvisi untuk memproduksi versi finalnya. Film tersebut akan di gunakan oleh mitra di Aceh untuk bahan kampanye.

• Forest Watch Indonesia – Peluncuran Buku Pada 11 Desember, Forest Watch Indonesia (FWI) telah meluncurkan sebuah buku berjudul sebuah ‘Potret Kondisi Hutan Indonesia’ yang menguraikan keadaan tutupan hutan Indonesia dan perizinan hutan di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Sumatra Selatan. Buku tersebut menyediakan database seputar hutan dan lahan dan menyertakan tema-tema penting mengenai kondisi serta status hutan saat ini. Buku ini juga akan menyertakan sebuah peta atlas yang memuat data terkait perizinan, termasuk produksi kayu, izin pinjam pakai kawasan hutan dan batas-batas hutan. Buku tersebut tersedia di website: http://fwi.or.id/publikasi/potret-keadaan-hutan-indonesia-periode-2009-2013/ FWI telah membuat sebuah film pendek tentang kondisi dan tutupan hutan di Indonesia: https://www.youtube.com/watch?v=zIdFxUHTedM

14

EDISI NO.2

Januari 2015BULETIN

Program SETAPAK dimulai pada tahun 2011, dan kini telah bermitra dengan 15 LSM nasional dan 26 LSM daerah. Program ini dilakukan di 26 kabupaten yang ada di enam provinsi, yaitu: Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah dan Aceh.

Lokasi dan Mitra LSM SETAPAK

ACEH • Aceh Utara• Aceh Barat• Aceh Besar

• Aceh Selatan• Aceh Tamiang

• Pidie

KALIMANTANBarat

• Kubu Raya• Sintang

• Ketapang• Kapuas Hulu

• Melawi• Kayong Utara

KALIMANTANUTARA• Malinau

• Bulungan

SULAWESITENGAH

• Sigi• Donggala

• Parigi Moutong• Morowali

JAKARTA / NASIONAL

SUMATERASELATAN

• Musi Rawas• Musi Banyuasin

• Banyuasin• Muara Enim

• Oki

KALIMANTANTIMUR• Berau• Paser

• Kutai Kartanegara

MITRA NASIONAL

ICEL

Seknas FITRA

ICW

IPC/FOINI

HUMA

Forest Watch Indonesia

INFID - IWGFF

SILVAGAMA

Public Virtue Institute (PVI)

Impartial Mediators Network (IMN)

Muhammadiyah

Publish What You Pay (PWYP)

Sawit Watch

Green Radio and Mongabay

PROGRAM MANAGER

Henri Subagiyo

Hadi Prayitno

Emerson

Sulastio

Tandiono Bawor Purbaya

Christian Bob Purba

Willem Pattinasarany

Syahrul Fitra

Harits (Jenggots)Anita Wahid

Ahmad Zazali

Budi Nugroho

Agung Budiono

Jopi Teguh Lasmana Peranginangin

Ridzki R. Sigit (Mongabay) Franto Simanjuntak (Green Radio)

EMAIL

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]@gmail.com

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected] [email protected]

[email protected]@gmail.com

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected][email protected]@kbr68h.com

Provinsi

Sumatera Selatan

Kalimantan Barat

Kalimantan Timur

Kalimantan Utara

Sulawesi Tengah

Aceh

Nama Mitra

WBH

Walhi South Sumatra

PINUS

Gemawan

Titian

Jari

Sampan

STABIL

Menapak

Padi

Prakarsa Borneo

Jatam-Bumi

Aman East Kalimantan

PADI

KPPA

SCF

YTM-Jatam

GERAK

BYTRA

MATA

YKN-ADC

JKMA-KPHA

HAKA

Daerah Bekerja

Tingkat Provinsi,Musi Banyuasin, Banyuasin

Ogan Komering Ilir (OKI)

Musi Rawas, Muara Enim

Tingkat Provinsi, Kapuas Hulu, Kayong Utara

Sintang

Kubu Raya

Melawi, Ketapang

Tingkat Provinsi

Berau

Paser

Tingkat Provinsi, Paser

Kutai Kertanegara

Tingkat Provinsi, Bulungan

Malinau

Tingkat Provinsi, Donggala, Parigi Moutong

Tingkat Provinsi, Siggi, Donggala

Tingkat Provinsi, Morowali

Tingkat Provinsi, Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh Besar

Tingkat Provinsi, Aceh Utara

Tingkat Provinsi

Tingkat Provinsi

Aceh Barat, Pidie

Aceh Tamiang

Program Manager

Dedi Permana

Hadi Jatmiko

Rabin

Laili Khairnur

Sulhani

Faisal Riza

Fajri Nailus Subchi

Jufriansyah

Wastaman

Ahmad SJA

Mohammad Nasir

Kahar Al Bahri

Olvy Octavianita Tumbeleka

Ahmad SJA

Sunardi Kattili

Muhamad Subarkah

Syahrudin

Muliyadi

Muhadi

Abdullah AM

Faisal Illias

Zulfikar Arma

Ilyas Isti

Email

[email protected] 8735 776

[email protected] 0812 7312 042

[email protected] 0811 718 481

[email protected] 4522 5232

[email protected] 0813 4565 0501

[email protected] 0813 4542 7059

[email protected] 4535 6719

[email protected] 5801 198

[email protected] 5682 6874

[email protected] 5326 204

[email protected] 586 1794

[email protected] 4790 0913

[email protected]

[email protected] 5326 204

[email protected] 9871 1664

[email protected] / [email protected]

0813 4136 9841

[email protected] 4119 9222

[email protected] 6135 4262

[email protected]

[email protected] 697 5113

[email protected]; [email protected]

[email protected] 6154 1305

[email protected] 7716 5086

Program SETAPAK mitra daerah

16

EDISI NO.2

Januari 2015BULETIN