sejarah nusantara pada era kerajaan hindu

39
Sejarah Nusantara pada era kerajaan Hindu-Buddha Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi , cari Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu -Buddha berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India , Tiongkok , dan wilayah Timur Tengah . Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien. Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Budha, yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit . Pada masa abad ke-7 hingga abad ke- 14 , kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670 . Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja . Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur , Majapahit . Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364 , Gajah Mada , berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana . Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12 , melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang tangguh dan ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara

Upload: kikinsopandi

Post on 20-Jun-2015

741 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

Sejarah Nusantara pada era kerajaan Hindu-BuddhaDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum DiperiksaLangsung ke: navigasi, cari

Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien.

Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Budha, yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16.

Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.

Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang tangguh dan ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatera dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit, sekaligus menandai akhir dari era ini.

Daftar isi

[sembunyikan] 1 Kronologis 2 Kerajaan Hindu/Buddha

o 2.1 Kerajaan Hindu/Buddha di Kalimantan o 2.2 Kerajaan Hindu/Buddha di Jawa o 2.3 Kerajaan Hindu/Buddha di Sumatra

3 Referensi

Page 2: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

[sunting] Kronologis

Gaya penulisan artikel atau bagian ini tidak atau kurang cocok untuk Wikipedia.Silakan lihat halaman pembicaraan. Lihat juga panduan menulis artikel yang lebih baik.

300 - Indonesia telah melakukan hubungan dagang dengan India. Hubungan dagang ini mulai intensif pada abad ke-2 M. Memperdagangkan barang-barang dalam pasaran internasional misalnya: logam mulia, perhiasan, kerajinan, wangi-wangian, obat-obatan. Dari sebelah timur Indonesia diperdagangkan kayu cendana, kapur barus, cengkeh. Hubungan dagang ini memberi pengaruh yang besar dalam masyarakat Indonesia, terutama dengan masuknya ajaran Hindu dan Budha, pengaruh lainnya terlihat pada sistem pemerintahan.

300 - Telah dilakukannya hubungan pelayaran niaga yang melintasi Tiongkok. Dibuktikan dengan perjalanan dua pendeta Budha yaitu Fa Shien dan Gunavarman. Hubungan dagang ini telah lazim dilakukan, barang-barang yang diperdagangkan kemenyan, kayu cendana, hasil kerajinan.

400 - Hindu dan Budha telah berkembang di Indonesia dilihat dari sejarah kerajaan-kerajaan dan peninggalan-peninggalan pada masa itu antara lain prasasti, candi, patung dewa, seni ukir, barang-barang logam. Keberadaan kerajaan Tarumanagara diberitakan oleh orang Cina.

603 - Kerajaan Malayu berdiri di hilir Batang Hari. Kerajaan ini merupakan konfederasi dari para pedagang-pedagang yang berasal dari pedalaman Minangkabau. Tahun 683, Malayu runtuh oleh serangan Sriwijaya. {referensi?}

671 - Seorang pendeta Budha dari Tiongkok, bernama I-Tsing berangkat dari Kanton ke India. Ia singgah di Sriwijaya untuk belajar tatabahasa Sansekerta, kemudian ia singgah di Malayu selama dua bulan, dan baru melanjutkan perjalanannya ke India.

685 - I-Tsing kembali ke Sriwijaya, disini ia tinggal selama empat tahun untuk menterjemahkan kitab suci Budha dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Tionghoa.

692 - Salah satu kerajaan Budha di Indonesia yaitu Sriwijaya tumbuh dan berkembang menjadi pusat perdagangan yang dikunjungi oleh pedagang Arab, Parsi, dan Tiongkok. Yang diperdagangkan antara lain tekstil, kapur barus, mutiara, rempah-rempah, emas, perak. Wilayah kekuasaannya meliputi Sumatera, Semenanjung Malaya, Kamboja, dan Jawa. Sriwijaya juga menguasai jalur perdagangan Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut China Selatan. Dengan penguasaan ini, Sriwijaya mengontrol lalu lintas perdagangan antara Tiongkok dan India, sekaligus menciptakan kekayaan bagi kerajaan.

922 - Dari sebuah laporan tertulis diketahui seorang musafir Tiongkok telah datang kekerajaan Kahuripan di Jawa Timur dan maharaja Jawa telah menghadiahkan pedang pendek berhulu gading berukur pada kaisar Tiongkok.

932 - Restorasi kekuasaan Kerajaan Sunda. Hal ini muncul melalui Prasasti Kebon Kopi II yang bertanggal 854 Saka atau 932 Masehi. [1]

1292 - Musafir Venesia, Marco Polo singgah di bagian utara Sumatera dalam perjalanan pulangnya dari Tiongkok ke Persia melalui laut. Marco Polo berpendapat bahwa Perlak merupakan sebuah kota Islam.

Page 3: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

1292 - Raden Wijaya, atas izin Jayakatwang, membuka hutan tarik menjadi permukiman yang disebut Majapahit. Nama ini berasal dari pohon Maja yang berbuah pahit di tempat ini.

1293 - Raden Wijaya memanfaatkan tentara Mongol untuk menggulingkan Jayakatwang di Kediri. Memukul mundur tentara Mongol, lalu ia naik takhta sebagai raja Majapahit pertama pada 12 November.[2]

1293 - 1478 - Kota Majapahit menjadi pusat kemaharajaan yang pengaruhnya membentang dari Sumatera ke Papua, kecuali Sunda dan Madura. Kawasan urban yang padat dihuni oleh populasi yang kosmopolitan dan menjalankan berbagai macam pekerjaan. Kitab Negarakertagama menggambarkan keluhuran budaya Majapahit dengan cita rasa yang halus dalam seni, sastra, dan ritual keagamaan.[2]

1345 -1346 - Musafir Maroko, Ibn Battuta melewati Samudra dalam perjalanannya ke dan dari Tiongkok. Diketahui juga bahwa Samudra merupakan pelabuhan yang sangat penting, tempat kapal-kapal dagang dari India dan Tiongkok. Ibn Battuta mendapati bahwa penguasa Samudra adalah seorang pengikut Mahzab Syafi'i salah satu ajaran dalam Islam.

1350 -1389 - Puncak kejayaan Majapahit dibawah pimpinan raja Hayam Wuruk dan patihnya Gajah Mada. Majapahit menguasai seluruh kepulauan Indonesia bahkan jazirah Malaya sesuai dengan "Sumpah Palapa" yang menyatakan bahwa Gajah Mada menginginkan Nusantara bersatu.

1478 Majapahit runtuh akibat serangan Demak. Kota ini berangsur-angsur ditinggalkan penduduknya, tertimbun tanah, dan menjadi hutan jati.[2]

1570 - Pajajaran, ibukota Kerajaan Hindu terakhir di pulau Jawa dihancurkan oleh Kesultanan Banten.

[sunting] Kerajaan Hindu/Buddha

[sunting] Kerajaan Hindu/Buddha di Kalimantan

Kerajaan Kutai

[sunting] Kerajaan Hindu/Buddha di Jawa

Kerajaan Salakanagara (150-362) Kerajaan Tarumanegara (358-669) Kerajaan Sunda Galuh (669-1482) Kerajaan Kalingga Kerajaan Mataram Hindu Kerajaan Kadiri (1042 - 1222) Kerajaan Singasari (1222-1292) Kerajaan Majapahit (1292-1527)

[sunting] Kerajaan Hindu/Buddha di Sumatra

Kerajaan Malayu Dharmasraya

Page 4: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

Kerajaan Sriwijaya

KumpulBlogger.com

Pelajaran IPS Sma

Kamis, 01 Januari 2009

Proses masuknya agama Hindu di Indonesia

Ada beberapa teori tentang masuknya agama hindu di indonesia:

1.Teori brahmanaDi kemukakan oleh Van Leur menurutnya agama hindu di bawa oleh para brahmana atau para pendeta ke indonesia ia berpendapat seperti itu karena para brahmana lah yang mengetahui kitab weda

2.Teori ksatriaDikemukan oleh Majundar, Moekrji dan Nehru, mereka mengatakan bahwa agama hindu di bawa oleh para prajurit India yang ingin menaklukan Indonesia lalu menyebarkan agama hindu

3.Teori waisyaDi kemukakan okeh Krom , menurutnya agama hindu masuk ke Indonesia di bawa oleh para pedagang atau golongan waisya, Buktinya banyak pedagang dari India yang berdagang di indonesia lalu mereka menyebarkan agama hindu di indonesia

4.Teori sudraAgama hindu di bawa oleh para budak atau golongan sudra, mereka menyebarkan agama hindu karena ingin merubah nasib mereka

5.Teori arus balikbangsa indonesia belajar agama hindu di india lalu menyebarkan

Sejarah Agama Hindu PENGANTAR

Page 5: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

Agama Hindu adalah agama yang mempunyai usia terpanjang merupakan agama yang pertama dikenal oleh manusia. Dalam uraian ini akan dijelaskan kapan dan dimana agama itu diwahyukan dan uraian singkat tentang proses perkembangannya. Agama Hindu adalah agama yang telah melahirkan kebudayaan yang sangat kompleks dibidang astronomi, ilmu pertanian, filsafat dan ilmu-ilmu lainnya. Karena luas dan terlalu mendetailnya jangkauan pemaparan dari agama Hindu, kadang-kadang terasa sulit untuk dipahami.

Banyak para ahli dibidang agama dan ilmu lainnya yang telah mendalami tentang agama Hindu sehingga muncul bermacam- macam penafsiran dan analisa terhadap agama Hindu. Sampai sekarang belum ada kesepakatan diantara para ahli untuk menetapkan kapan agama Hindu itu diwahyukan, demikian juga mengenai metode dan misi penyebarannya belum banyak dimengerti.

Penampilan agama Hindu yang memberikan kebebasan cukup tinggi dalam melaksanakan upacaranya mengakibatkan banyak para ahli yang menuliskan tentang agama ini tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya ada dalam agama Hindu.Sebagai Contoh: "Masih banyak para ahli menuliskan Agama Hindu adalah agama yang polytheistis dan segala macam lagi penilaian yang sangat tidak mengenakkan, serta merugikan agama Hindu".Disamping itu di kalangan umat Hindu sendiripun masih banyak pemahaman-pemahaman yang kurang tepat atas ajaran agama yang dipahami dan diamalkan. Demikianlah tujuan penulisan ini adalah untuk membantu meluruskan pendapat-pendapat yang menyimpang serta pengertian yang belum jelas dari hal yang sebenarnya terhadap agama Hindu.

AGAMA HINDU DI INDIA

Perkembangan agama Hindu di India, pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 fase, yakni Jaman Weda, Jaman Brahmana, Jaman Upanisad dan Jaman Budha. Dari peninggalan benda-benda purbakala di Mohenjodaro dan Harappa, menunjukkan bahwa orang-orang yang tinggal di India pada jamam dahulu telah mempunyai peradaban yang tinggi. Salah satu peninggalan yang menarik, ialah sebuah patung yang menunjukkan perwujudan Siwa. Peninggalan tersebut erat hubungannya dengan ajaran Weda, karena pada jaman ini telah dikenal adanya penyembahan terhadap  Dewa-dewa. Jaman Weda dimulai pada waktu bangsa Arya berada di Punjab di Lembah Sungai Sindhu, sekitar 2500 s.d 1500 tahun sebelum Masehi, setelah mendesak bangsa Dravida kesebelah Selatan sampai ke dataran tinggi Dekkan. bangsa Arya telah memiliki peradaban tinggi, mereka menyembah Dewa-dewa seperti Agni, Varuna, Vayu, Indra, Siwa dan sebagainya. Walaupun Dewa-dewa itu banyak, namun semuanya adalah manifestasi dan perwujudan Tuhan Yang Maha Tunggal. Tuhan yang Tunggal dan Maha Kuasa dipandang sebagai pengatur tertib alam semesta, yang disebut "Rta". Pada jaman ini, masyarakat dibagi atas kaum Brahmana, Ksatriya, Vaisya dan Sudra.

Pada Jaman Brahmana, kekuasaan kaum Brahmana amat besar pada kehidupan keagamaan, kaum brahmanalah yang mengantarkan persembahan orang kepada para

Page 6: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

Dewa pada waktu itu. Jaman Brahmana ini ditandai pula mulai tersusunnya "Tata Cara Upacara" beragama yang teratur. Kitab Brahmana, adalah kitab yang menguraikan tentang saji dan upacaranya. Penyusunan tentang Tata Cara Upacara agama berdasarkan wahyu-wahyu Tuhan yang termuat di dalam ayat-ayat Kitab Suci Weda.

Sedangkan pada Jaman Upanisad, yang dipentingkan tidak hanya terbatas pada Upacara dan Saji saja, akan tetapi lebih meningkat pada pengetahuan bathin yang lebih tinggi, yang dapat membuka tabir rahasia alam gaib. Jaman Upanisad ini adalah jaman pengembangan dan penyusunan falsafah agama, yaitu jaman orang berfilsafat atas dasar Weda. Pada jaman ini muncullah ajaran filsafat yang tinggi-tinggi, yang kemudian dikembangkan pula pada ajaran Darsana, Itihasa dan Purana. Sejak jaman Purana, pemujaan Tuhan sebagai Tri Murti menjadi umum.

Selanjutnya, pada Jaman Budha ini, dimulai ketika putra Raja Sudhodana yang bernama "Sidharta", menafsirkan Weda dari sudut logika dan mengembangkan sistem yoga dan semadhi, sebagai jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan.Agama Hindu, dari India Selatan menyebar sampai keluar India melalui beberapa cara. Dari sekian arah penyebaran ajaran agama Hindu sampai juga di Nusantara.

MASUKNYA AGAMA HINDU DI INDONESIA

Berdasarkan beberapa pendapat, diperkirakan bahwa Agama Hindu pertamakalinya berkembang di Lembah Sungai Shindu di India. Dilembah sungai inilah para Rsi menerima wahyu dari Hyang Widhi dan diabadikan dalam bentuk Kitab Suci Weda. Dari lembah sungai sindhu, ajaran Agama Hindu menyebar ke seluruh pelosok dunia, yaitu ke India Belakang, Asia Tengah, Tiongkok, Jepang dan akhirnya sampai ke Indonesia. Ada beberapa teori dan pendapat tentang masuknya Agama Hindu ke Indonesia.

Krom (ahli - Belanda), dengan teori Waisya.Dalam bukunya yang berjudul "Hindu Javanesche Geschiedenis", menyebutkan bahwa masuknya pengaruh Hindu ke Indonesia adalah melalui penyusupan dengan jalan damai yang dilakukan oleh golongan pedagang (Waisya) India.

Mookerjee (ahli - India tahun 1912).Menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hindu dari India ke Indonesia dibawa oleh para pedagang India dengan armada yang besar. Setelah sampai di Pulau Jawa (Indonesia) mereka mendirikan koloni dan membangun kota-kota sebagai tempat untuk memajukan usahanya. Dari tempat inilah mereka sering mengadakan hubungan dengan India. Kontak yang berlangsung sangat lama ini, maka terjadi penyebaran agama Hindu di Indonesia.

Moens dan Bosch (ahli - Belanda)Menyatakan bahwa peranan kaum Ksatrya sangat besar pengaruhnya terhadap penyebaran agama Hindu dari India ke Indonesia. Demikian pula pengaruh kebudayaan Hindu yang dibawa oleh para para rohaniwan Hindu India ke Indonesia.

Page 7: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

Data Peninggalan Sejarah di Indonesia.

Data peninggalan sejarah disebutkan Rsi Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia. Data ini ditemukan pada beberapa prasasti di Jawa dan lontar-lontar di Bali, yang menyatakan bahwa Sri Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia, melalui sungai Gangga, Yamuna, India Selatan dan India Belakang. Oleh karena begitu besar jasa Rsi Agastya dalam penyebaran agama Hindu, maka namanya disucikan dalam prasasti-prasasti seperti:

Prasasti Dinoyo (Jawa Timur):Prasasti ini bertahun Caka 628, dimana seorang raja yang bernama Gajahmada membuat pura suci untuk Rsi Agastya, dengan maksud memohon kekuatan suci dari Beliau.

Prasasti Porong (Jawa Tengah)Prasasti yang bertahun Caka 785, juga menyebutkan keagungan dan kemuliaan Rsi Agastya. Mengingat kemuliaan Rsi Agastya, maka banyak istilah yang diberikan kepada beliau, diantaranya adalah: Agastya Yatra, artinya perjalanan suci Rsi Agastya yang tidak mengenal kembali dalam pengabdiannya untuk Dharma. Pita Segara, artinya bapak dari lautan, karena mengarungi lautan-lautan luas demi untuk Dharma.

AGAMA HINDU DI INDONESIA

Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi pada awal tahun Masehi, ini dapat diketahui dengan adanya bukti tertulis atau benda-benda purbakala pada abad ke 4 Masehi denngan diketemukannya tujuh buah Yupa peningalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang menyatakan bahwa: "Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh Mulawarman". Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan "Vaprakeswara".

Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar, misalnya berakhirnya jaman prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai (Kalimantan Timur), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.

Dari prassti-prassti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa "Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu"

Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang

Page 8: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

menggunakan atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.

Pernyataan lain juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan memakai huduf Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala berbunyi: "Sruti indriya rasa", Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti.

Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun 856 Masehi, merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah. Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur, yang dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota Malang berbahasa sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760 Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Veda, para Brahmana besar, para pendeta dan penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan. Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur.

Kemudian pada tahun 929-947 munculah Mpu Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian sebagai pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah Airlangga (yang memerintah kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah penganut Hindu yang setia.

Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa Timur munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-1222), sebagai pengemban agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu, misalnya Kitab Smaradahana, Kitab Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada jaman kerajaan Singosari ini didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari sebagai sebagai peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan Singosari.

Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa Singosari dan muncul kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan besar meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya candi Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di

Page 9: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

Jawa Timur disamping juga munculnya buku Negarakertagama.

Selanjutnya agama Hindu berkembang pula di Bali. Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan pada abad ke-8. Hal ini disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga adanya Arca Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8.

Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana. Pengaruh Mpu Kuturan di Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga. Khayangan Jagad, sad Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama Dewa. Mulai abad inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan Tiga. Dan sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih Menjangan Salwang. Beliau Moksa di Pura Silayukti.

Perkembangan agama Hindu selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada  ke Bali (tahun 1343) sampai akhir abad ke-19 masih terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran agama. Dan pada masa Dalem Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan dengan datangnya Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa beliau sangat besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula dibidang bangunan tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem Gandamayu (Klungkung).

Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta tahun1925 di SIngaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Pebruari 1959 terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 Nopember tahun 1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat Hindu. Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali dengan  menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia.

Direproduksi kembali dari buku Tuntunan Dasar Agama Hindu (milik Departemen Agama)Disusun oleh: Drs. Anak Agung Gde Oka NetraSISTEM AKUNTANSI HINDU DALAM ARTHA SASTRA ..... (1) SISTEM AKUNTANSI HINDU

Page 10: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

DALAM ARTHA SASTRA ..... (1)Oleh : Drs. I Wayan Dhana, Ak. (KAP. Johan, Malonda, Astika & Rekan, cabang Denpasar)

1. PendahuluanBerkenaan dengan Sistem Akuntansi Hindu yang akan diuraikan dibawah ini disarikan dan buku Arthasastra, yang disusun oleh Kautilya sekitar 300 tahun sebelum Masehi. Buku Arthasastra memuat hal-hal pokok tentang politik dalam negeri / luar negeri, ekonomi, akuntansi, hukum, pertahanan negara, budaya, dsb.nya. Memang terlalu sedikit bukubuku Hindu, seperti Arthasastra, yang beredar dalam masyarakat, sehingga umat Hindu pada umumnya beranggapan bahwa agama Hindu hanya mangajarkan kepada umatnya masalah hubungan vertikal saja, yaitu hubungan antara manusia Hindu dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Apalagi kalau melihat pada tata cara keberagamaan umat Hindu di Bali yang penuh dengan upacara ritual, dimana tiada hari tanpa upacara, dan acapkali pula diwujudkan dengan upacara secara besar-besaran, yang menghabiskan biaya sampai milyaran rupiah.

Hal ini disebabkan oleh masih sangat kurangnya buku bacaan yang beredar di masyarakat baik yang berhubungan dengan Sruti lebih-lebih yang berkaitan dengan Smerti. Dengan peraktek upacara keagamaan seperti itu, mempertebal kesan sebagian kalangan umat Hindu sendiri, apalagi pihak non Hindu, bahwa kitab Suci Hindu hanya mengajarkan masalah hubungan manusia dengan Tuhannnya saja. Kesan ini mengakibatkan mengkerdilkan ajaran Hindu dan umat Hindu sendiri, sehingga tidak heran kalau ada umat Hindu yang merasa malu kalau bertemu dengan umat lain, untuk mengaku beragama Hindu. Umumnya sebagai penghalang dan peminat Hindu untuk masuk secara resmi menjadi pemeluk Hindu adalah: (1) masalah kasta dan (2) masalah upacara keagamaan yang bertubi-tubi dan memerlukan biaya besar. Apabila berkaitan dengan kasta, maka akan timbul segudang pertanyaan, antara lain : pemeluk Hindu yang baru ini masuk kasta apa, dan kalau masuk dalam salah satu kasta, maka masih banyak pertanyaan lagi, apakah pendatang baru ini mau diajak bersaudara / menyama dalam pengertian luas oleh pemegang kasta sebelumnya. Sungguh rumit. Tampaknya, penghalang seperti itu muncul belakangan, dan tidak bersumber dan konsep Hindu. Kekeliruan dalam mensejajarkan konsep Warna dengan Kasta. Kasta, membentuk perbedaan yang bersifat struktural, bagaikan anak tangga, yang satu lebih tinggi dan yang lain, sedangkan konsep Warna mengatur kesejajaran berdasarkan fungsi atau keahlian masing-masing. Kalau konsep Warna diterapkan, tentu tidak ada masalah bagi pendatang baru. Dua kelemahan mendasar tersebut di atas disamping kelemahan dibidang materi, sangat dicermati oleh fihak-fihak lain, dan dijadikan dasar untuk masuk melakukan penggrogotan dengan leluasa. Sehubungan dengan itu semua umat Hindu harus waspada.

2. Pengertian AkuntansiSebelum menelusuri Sistem Akuntansi Hindu sebagaimana dimuat dalam Buku

Page 11: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

Arthasastra, maka perlu dipahami bahwa sejak zaman dahulu ilmu akuntansi diperlukan oleh masyarakat manusia. Ilmu akuntansi utamanya menguraikan tata cara pencatatan yang harus dilakukan terhadap aktiva, kewajiban / hutang dan modal. Pada zaman masyarakat sebagian terbesar masih buta huruf, maka cara pencatatan yang dilakukan adalah dengan menggoreskan kapur atau alat Iainnya untuk dasar mengingat suatu kejadian / peristiwa atau suatu jumlah yang bernilai uang. Sistem akuntansi yang dipergunakan oleh masyarakat Indonesia saat ini sering disebut dengan sistem akuntansi konvensional. Disebut sistem akuntansi konvesional, karena sistem tersebut dibangun berdasarkan konvensi / kesepakatan-kesepakan para akhli akuntansi diseluruh dunia, sehingga sistem tersebut dapat berlaku secara global. Pengertian akuntansi yang berlaku saat ini adalah “suatu seni pencatatan, pengelompokan dan pengihtisaran transaksi dan kejadian yang bernilai uang menurut cara tertentu dan kemudian menafsirkan hasilnya“. Sistem akuntansi dapat diberi rumusan“ sekelompok elemen (akuntansi itu sendiri sebagai elemen), yang erat berhubungan satu dengan lainnya, yang berfungsi secara bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu”. Suatu sistem dibuat dengan tujuan menangani sesuatu yang secara rutin terjadi. Kegiatan akuntansi terjadi secara rutin dalam sebuah lembaga bisnis dan non bisnis. 3. Standar Akuntansi Keuangan.Saat ini Akuntansi dibagi ke dalam 2 (dua ) golongan, yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajerial. Akuntansi keuangan dirancang untuk dapat menyajikan laporan keuangan, utamanya untuk fihak eksternal perusahaan / lembaga. Berhubung pihak yang akan menggunakan laporan keuangan tersebut sangat banyak, dan untuk berbagai kepentingan, maka dalam menyusun laporan keuangan tersebut perlu diatur dengan suatu patokan-patokan yang baku dan mengikat, agar laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen tidak terlalu banyak variasi. Akuntansi manajerial, adalah akuntansi yang semata-mata mengabdi untuk kepentingan manajemen, sehingga tidak perlu ada patokan-patokan yang mengikat dalam menyajikan dan menerbitkannya.

Akuntansi Keuangan diatur dengan suatu patokan yang disebut dengan stándar. Standar Akuntansi Keuangan dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu : 1). standar akuntansi keuangan untuk kegiatan yang mencari laba, 2). kegiatan yang tidak mencari laba yaitu kegiatan sosial yang dilakukan oleh yayasan, perkumpulan,  3). kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah.

Untuk kegiatan yang mencari laba dan kegiatan sosial Standar Akuntansinya dimuat dalam buku Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sedangkan untuk standar akuntansi sektor pemerintah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005, tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, dan dinyatakan berlaku efektif sejak tahun 2005.

Page 12: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

 Semua standar akuntansi keuangan yang disebutkan di atas menerapkan asas akurat. Buku Arthasastra yang ditulis kurang lebih 300 tahun sebelum masehi memuat banyak hal mengenai akuntansi, di dalamnya termasuk sistem akuntansi keuangan dan sistem akuntansi manajerial, serta telah menerapkan asas akural sebagaimana diterapkan oleh sistem akuntansi konvensional saat ini. Menurut Arthasastra, akuntansi keuangan pemerintahan pada zaman itu telah menerapkan asas akural, suatu langkah yang sangat maju. Sebagai pembanding, negara adidaya Amerika menerapkan asas akural untuk akuntansi keuangan pemerintahnya menjelang tahun 70-an dan Indonesia menerapkannya tahun 2005. 4. Laporan Pertanggung Jawaban Manajemen.Disadari, suatu sistem pencatatan yang baik dan suatu organisasi akan menghasilkan pertanggung jawaban yang baik pula. Suatu pertanggung jawaban yang baik artinya pertanggung jawaban yang dibuat oleh pimpinan organisasi menggambarkan keadaan yang sebenarnya dan kegiatan organisasi tersebut. Pembuatan laporan petanggung jawaban organisasi adalah menjadi tanggung jawab pimpinan organisasi. Sesuai Standar Akuntansi Keuangan, laporan pertanggung jawaban manajemen tersebut dapat dibuat secara periodik, yaitu secara bulanan, tiga bulanan atau tahunan. Laporan yang wajib dibuat oleh manajemen adalah pada akhir periode akuntansi yang disebut dengan Laporan Keuangan, terdiri dan Neraca, daftar Rugi / Laba, Laporan Arus Kas dan Laporan perubahan Modal. Mulai tahun 1973, untuk menata administrasi keuangan bagi kegiatan yang mencari laba maupun nirlaba (di luar keuangan pemerintahan), akuntansi keuangan Indonesia diatur dengan Prinsip Akuntansi Indonesia, yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Mulai tahun 1994 pula, buku Prinsip Akuntansi Indonesia diubah menjadi Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Prinsip Akuntansi Indonesia menganut asas akural. Laporan pertanggung jawaban menajemen sebetulnya dapat dibuat melalui menerapkan prinsip tata buku tunggal (berbasis kas) maupun prinsip akural. Apabila digunakan sistem kas maka pada waktu menyusun laporan keuangan pada akhir periode akuntansi harus dibuat jurnal penyesuaian terhadap pos-pos seperti penyusutan gedung, biaya dibayar dimuka, pendapatan diterima dimuka, dan sebagainya. Jadi sistem kas murni tidak dapat digunakan untuk menyusun laporan keuangan, dengan demikian digunakan sistem campuran. Disebut sistem campuran, karena pada periode berjalan pencatatan kegiatan menggunakan sistem kas, sedangkan pada saat menyusun laboran keuangan dibuat jurnal atas pos-pos yang memerlukan penyesesuaian seperti diuraikan diatas. Laporan pertanggung jawaban organisasi sangat diperlukan. Bagi kegiatan perorangan, laporan tersebut penting untuk dirinya sendiri, untuk mengetahui perkembangan dan kegiatan usahanya. Sedangkan bagi kegiatan yang pethilik modalnya lebih dan satu orang, setiap pemilik modal ingirl mengetahui perkembangan dan modal yang ditanamnya. Untuk sektor pemerintahan, kepala pemerintahan juga perlu mengetahui berhasil tidaknya kegiatan yang dikelola selama satu tahun anggaran untuk dipertanggung jawabkan kepada rakyatnya. Buku Arthasastra ternyata telah mengatur teritang pertanggung

Page 13: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

jawaban anggaran sektor pemerintahan tersebut. WHD No. 477 Oktober 2006.(BERSAMBUNG) SISTEM AKUNTANSI HINDU DALAM ARTHA SASTRA ........(3) SISTEM AKUNTANSI HINDU DALAM ARTHA SASTRA ........(3) Oleh : Drs. I Wayan Dhana, Ak. (KAP. Johan, Malonda, Astika & Rekan, Cabang Denpasar)(Sambungan WHD. No. 479)

Selanjutnya, berhubungan dengan pengertian pengeluaran diberikan penjelasan pada butir (Ats. 23: 94), sbb.: ,,Pengeluaran terdiri dan empat macam : pengeluraran sekarang, yang timbul sekarang, keuntungan (dan) apa yang timbul dan keuntungan, ini adalah pengeluaran” Saldo anggaran pada akhir dari suatu tahun anggaran dipindahkan ke-tahun anggaran berikutnya. Hal ini dijelaskan pada (Ats. 27: 94), sbb.: ,,Apa yang tersisa setelah perhitungan penghasilan dan pengeluaran dari jumlah pokok penerimaan adalah saldo (Nivi) yang diterima dan dipindahkan. Para pejabat administrator (kalau sekarang Kepala Biro Keuangan Departemen (penulis), pada tiap akhir tahun anggaran wajib membuat analisa atas kemajuan anggaran yang dibuat dan dilaksanakannya, dan harus melakukan perbaikan pada tahun berikutnya. Hal ini terungkap pada (Ats. 29: 94), sbb. : ,,Maka para pejabat Administrator (Samaharta) yang bijaksana ákan menentukan penerimaan dan menunjukkan peningkatan penghasilan dan penghematan (pengurangan), dan akan memperbaiki jika terjadi kebalikannya.

10. Sistem Kontrol Dalam Akuntansi Arthasastra. Suatu sistem akuntansi dianggap baik apabila dalam sistem tersebut telah terdapat sistem pengawasan yang baik pula. Sistem pengawasan melalui perangkat akuntansi ini harus bersifat melekat (built in) atau bersifat otomatis. Setiap celah kemungkinan dapat timbulnya kebocoran harus dapat ditutup oleh sistem yang ada. Diakui, suatu sistem bagaimanapun baiknya, memang tidak kebal terhadap kolusi, artinya upaya pembobolan perusahaan yang dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa orang pegawai perusahaan, atau pegawai perusahaan bekerja sama dengan pihak luar perusahaan untuk membobol perusahaan tempat mereka bekerja. Kejahatan dalam bentuk kolusi dalam perusahaan umumnya agak sulit diketahui, kecuali kalau diantara mereka membocorkan rahasianya, disebabkan oleh pembagian rejekinya tidak sama atau kesepakatan yang mereka buat dilanggar. Sistem pengawasan dalam Sistem Akuntasi Arthasastra sangat baik, hal ini dapat dirumuskan sbb.:

1). Pengendalian Indriya      Sebagai pelaksana akuntansi adalah manusia. Sehubungan dengan itu manusia yang akan melaksanakan akuntansi disamping diajarkan dan dilatih masalah-masalah akuntansi, juga diajarkan masalah tata cara pengendalian indria. Pengendalian indriya

Page 14: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

yang dimaksudkan adalah: pengendalian hawa nafsu, amarah, ketamakan, kesombongan, tinggi hati dan keras kepala (Ats. 1: 17). Hal ini berarti dimulai dan pembinaan rohani para pelaksana akuntansi tersebut. Arthasastra juga menjelaskan, bahwa keberhasilan dalam melaksanakan tugas pada umumnya (tentu tanpa ada yang korupsi), sangat tergantung kepada pengendalian indria pelaksana tugas itu sendiri, Arthasastra memberikan suatu ciri dan kemampuan seseorang mengendalikan indria, orang tersebut tidak berlebih-lebihan dalam menikmati kesenangan yang berasal dan bunyi-bunyian, sentuhan, rasa, indriya pendengar, lidah dan indriya penciuman (Ats. 2:17). Sejalan dengan persyaratan pengendalian indria tersebut, para pegawai yang terlibat dalam kegiatan akuntansi seharusnya dipilih dan yang bebas dan 5 M, yaitu : Madat (suka merokok dan minum narkoba), Munyah (suka mabuk), Maling (suka mencuri), Madon (suka selingkuh) dan Main (suka judi). Unsur pengawasan dalam pelaksanaan akuntsansi sebagaimana dirumuskan di atas tidak ditemukan dalam Sistem akuntansi Konvensional. 2). Penggunaan Bukti Pembukuan.      Pada butir 6 di atas telah dijelaskan bahwa setiap pencatatan ke dalam Buku Besar dan Buku pembantu harus didukung dengan bukti pembukuan yang Iengkap. Catatan dan bukti pembukuan ini harus dipertanggung jawabkan oleh para pemegang pembukuan kepada atasannva yang bertanggungjawab, maupun kepada pemeriksa intern maupun ekstern pada waktu pemeriksaan dilakukan.

3). Sistim Anggaran.      Sistem akuntansi keuangan menurut Arthasastra telah menganut sistim anggaran. Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan dan sekaligus sebagai alat pengawasan. Secara periodik, secara mingguan, bulanan, dan pada akhir tahun, anggaran berfungsi sebagai alat pengawasan. Semua kegiatan yang tertuang, dalam anggaran, secara periodik, selisih-selisihnya dianalisa dan dicari penyebabnya dan dilakukan perbaikannya.

4). Tahun Anggaran       Ditetapkannya tahun anggaran sangat penting sebagai alat pisah batas dan kegiatan akuntansi yang dilakukan. Pisah batas, berarti sarana pengawasan atas pelaksanaan kegiatan selama periode tersebut. Satu tahun anggaran atau tahun kerja menurut Arthasastra adalah selama 354 hari dan malam (Ats. 6 : 96). 5). Pengecekan Harian, Lima Harian, Dua Minggu, Sebulan, Empat Bulan dan Setahun. Setelah kegiatan usaha / lembaga berjalan dan semuanya dicatat dalam akuntansi, maka dilakukan pengecekan sebanyak 6 tahapan Seperti tersebut di atas (Ats. 30: 98). Sebelum melakukan pengecekan atau pemeriksaan seperti tersebut di atas, tentu kegiatan-kegiatan yang ada perlu dipilah-pilah untuk dikenakan salah satu kelompok pengecekan tersebut. Tidak semua kegiatan perlu dilakukan pengecekan secara harian, lima harian, dua mingguan, bulanan, Yang memerlukan pengecekan secara harian seperti : Kas,

Page 15: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

Persediaan, Piutang/Tagihan, Uang Muka Yang Diberikan, hutang, dsb.nya. Kalau untuk perusahaan industri, pengecekan secara harian ditambah lagi dengan kegiatan pabrikase untuk menentukan barang dalam proses, barang setengah jadi dan barang jadi. Setelah ditentukan kegiatan yang harus dicek secara harian, lalu ditentukan yang harus dicek lima harian, dua mingguan, sebulan, empat bulan dan setahun. Yang dapat dilakukan pengecekan secara tahunan misalnya perubahan modal, aktiva tetap, dsb.nya Pelaksanaan pengecekan secara harian, lima harian dan dua mingguan, sebulan, dilakukan oleh aparat intern bagian pembukuan sendiri. Namun kegiatan pengecekan ini dapat pula dilakukan oleh pengawas dari luar bagian akunting (pemeriksa eksternal), namun biayanya menjadi mahal. Ditinjau dan tatacara pengecekan seperti tersebut di atas, berarti prosedur pengawasannya sangat ketat. 6). Pengawas Ekstern      Yang disebut pengawas ekstern, adalah lembaga pengawasan yang bertugas melakukan pengawasan berada diluar obyek yang diawasi / diperiksa. Jadi pengawas yang melakukan pengawasan independen (bebas) terhadap obyek yang diperiksa. Artinya pengawas tersebut secara organisatoris tidak ada kaitan dengan organisasi yang diperiksa. Arthasastra telah menerapkan prinsip ini dalam mendudukan pengawas ektern tersebut. Adanya lembaga yang berkedudukan sebagai pengawas ekstern terlihat dan penjelasan Para pengawas hendaknya membangun kantor pencatatan yang menghadap ke timur, atau utara, dengan bangsal terpisah tempat buku-buku catatan (Ats. 1: 95). Selanjutnya dijelaskan, para petugas pencatatan hendaknya menyerahkan secara tertulis kepada pengawas (auditor) perkiraan penerimaan yang diperoleh, penerimaan yang masih terbuka, pengeluaran dan saldonya (Ats. 3: 95). Para auditor terdiri dan akuntan yang berpengalaman dalam bidang tugasnya, dan hari kerjanyapun sudah ditentukan, yaitu pada hari purnama Asadha (Ats. 16 : 97). Prosedur kerja pengawaspun telah ditetapkan pula, yaitu memeriksa penghasilan dan pengeluaran dengan mengacu kepada periode waktu, dst. nya (Ats. 31, 32 : 98). Demikianlah beberapa hal berkaitan dengan Sistem Akuntansi Hindu yang dapat disarikan dan Buku Arthasastra, karangan Kautilya. Konsep-konsep sistem akuntansi konvensional yang berlaku saat ini di Indonesia telah terdapat dalam Sistem Akuntansi sebagaimana diuraikan di atas. Mudahmudahan ada manfaatnya. WHD No. 480 Januari 2007.SISTEM AKUNTANSI HINDU DALAM ARTHA SASTRA.........(2) SISTEM AKUNTANSI HINDU DALAM ARTHA SASTRA.........(2)

Page 16: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

Oleh : Drs. I Wayan Dhana, Ak. (KAP. Johan, Malonda, Astika & Rekan, Cabang Denpasar) (Sambungan WHD. NO. 477)

5. Akuntansi Dalarn Literatur Barat dan Hindu

Dalam beberapa buku akuntarisi barat (baca Amerika), dikatakan pada sekitar tahun 1400 Masehi, untuk mencatat kegiatan usahanya, para pedagang besar Venesia telah mene rapkan akuntansi dengan baik

Ada juga tulisan mengatakan, pada zaman Romawi, pebisnis Roinawi belum biasa melakukari pencatatan, sehingga para akuntan dalam menjalankan tugasnya mengaudit, dengan cara mendengarkan ceritera dan pemilik perusahaan tentang kegiatan usahanya. Kata audit berasal dan audire yang berarti mendengar. Apabila dibandingkan dengan data dalam literatur barat, ternyata akuntansi di tanah India sudah jauh lebih maju, hal ini terbukti Arthasastra yang ditulis kurang lebih 300 tahun sebelum masehi sudah menguraikan akuntansi secara panjang lehar bahkan telah menerapkan sistem tata buku berpasangan untuk mencatat kegiatan keuangan pemerintahan. Menurut data yang diperoleh melalui internet, perusahaan yang menerapkan Sistem Akuntansi Hindu, berdiri di Waru, dekat Surabaya, Jawa Timur pada tahun 1976, bernama Ispat Indo, bergerak dalam bidang industri baja. Perusahaan ini didirikan oleh keturunan India, bernama Laksmi Mittal. Sistem Akuntansi yang dipergunakan disebut dengan Parta Akunting.

Saat ini perusahaan baja ini merupakan perusahaan baja yang terbesar di dunia, dengan beberapa anak perusahaan di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Rusia, dsb.nya. Dilihat dan jenis perusahaan dan dikaitkan dengan kebutuhannya akan jasa akuntansi, maka perusahaan digolongkan dalam dua kelompokyaitu perusahaan dagang / jasa. dan perusahaan industri Perusahaan industri adalah perusahaan yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi, seperti Pertamina mengolah minyak mentah menjadi premium, dsb.nya. Perusahaan industri memerlukan sistem akuntansi yang jauh lebih komplek dibandingkan dengan perusahaan dagang / jasa. Sebagai contoh, pada perusahaan dagang hanya dikenal satu jenis persediaan yaitu persediaan barang dagangan, sedangkan pada perusahaan industri persediaan barang terdiri dan persediaan bahan baku, persediaan kahan penolong, persediaan barang dalam proses, persediaan setengah jadi dan persediaan barang jadi. Pakta menunjukkan, Ispat Indo sebagai sebuah perusahaan industri baja ternyata sukses didukung dengan Sistem Parta Akunting, maka berarti Parta Akunting sudah teruji sebagai sistem akunting yang handal untuk menangani jenis usaha yang paling rumit sekalipun.

Page 17: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

Dilanjutkan pembicaraan tentang sistem pembukuan dalam Arthasastra yang telah menerapkan prinsip dobel akunting, artinya semua hak dan kewajiban lembaga/perusahaan dicatat pada saat terjadinya, dan bukan pada saat diterima atau dikeluarkan dalam bentuk uang kas. Padahal, pada zaman modern ini masih banyak perusahaan dan bahkan pemerintah yang masih menerapkan prinsip sederhana yaitu prinsip kas. Sebagai bukti sudah berkembang dalam masyarakat sistem pencatatan (akunting) dalam zaman Kautilya sebagai penulis Arthasastras, dimuat pada (Ats 1 : 95) yang berbunyi: “Para pengawas hendaknya membangun Kantor Pencatatan yang menghadap ke timur atau utara, dengan bangsal terpisah, (sebagai) tempat untuk buku-buku catatan. Bukti lain bahwa sistem pencatatan pada zaman Arthasastra telah demikian maju terbukti dan kekayaan pemerintah (kerajaan) berupa gajah yang hidup liar di suatu kawasan hutan pun harus dicatat oleh penjaga gajah yang dibantu para pawang gajah. Hal ini dijelaskan pada (Ats 11 : 78). Mereka (penjaga gajah) hendaknya membuat catatan tertulis untuk setiap gajah, apakah bergerak dalam kelompok, sendirian, tersesat dan kelompok, atau kepala kelompok, liar, mabuk, anak gajah atau gajah yang dilepaskan dan kurungan” 6. Proses Akuntansi.Produk akhir akunting berupa laporan keuangan diperoleh melalui suatu proses, yaitu sejak memisah-misahkan bukti antara bukti akunting dengan non akunting. Dalam tata buku berpasangan, urutannya adalah mencatat semua bukti akunting (baik yang telah dibayar / diterima uangnya, maupun yang belum) ke dalam buku harian yang biasa disebut dengan jurnal mencatat jurnal ke dalam buku besar dan buku pembantu, membuat Neraca Percobaan pada tiap akhir periode akuntansi (bulanan, tiga bulanan, dsb.nya) dan terakhir membuat Neraca dan Daftar Rugi / Laba setelah proses akuntansi berjalan selama 12 bulan. Berdasarkan uraian yang tertuang dalam Arthasastra, bahwa pada zaman tersebut kegiatan akunting telah melalui suatu proses yang sangat maju, hal ini terbukti dan beberapa penjelasan Disana ia hendaknya menyuruh mencatat dalam buku catatan; besarnya dan jumlah, kegiatan dan total pendapatan departemen; jumlah penambahan atau pengurangan dalam penggunaan berbagai bahan, biaya, biaya tambahan, gaji dan para pekerja dalam kaitannya dengan pabrik-pabrik; harga, mutu, berat, ukuran, tinggi, dst. (Ats. 2 : 95). Dari uraian di atas dapat diterangkan bahwa pimpinan (raja) melalui kepala biro keuangan menugaskan kepada para ahli akunting pada tiap departemen untukmelakukan pencatatan atas hak dan kewajiban negara pada depertemen tersebut secara tertib dan teratur, sehingga diketahui jenis kegiatan. total pendapatan, penerimaan dan pemakaian bahan/barang, beban gaji pegawai, adanya penambahan dan pengurangan dalarn pengeluaran barang, biaya, dsb. Dengan munculnya istilah penambahan atau pengurangan biaya, berarti pada zaman tersebut tiap departemen telah menyusun anggaran tahunan yang dirinci dalam anggaran

Page 18: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

bulanan bahkan boleh jadi sudah dirinci kedalam anggaran yang lebih kecil lagi. Realisasinya selalu dibandingkan dengan anggarannya, dan dihitung selisihnya, menguntungkan atau merugikan. Di samping itu dan uraian proses akunting tersebut di atas juga dapat diartikan bahwa system pencatatan yang dianut adalah system berpasangan, butktibukti pembukuan pertama kali dicatat dalam sebuah jurnal. Setelab dilakukan penjurnalan, maka data jurnal dicatat ke dalam buku besar (ledger), setiap buku besar juga dilengkapi dengan buku pembantu subsidiary ledger). Masalah ini tercermin dan ungkapan, adanya total pendapatan dalam sebuah departemen. Jadi total pendapatan diketahui melalui buku besar pendapatan, sedangkan rincian dan masing-masing jenis pendapatan tersebut dicatat dalam buku pembantu pendapatan. Kumpulan saldo dan masing-masing buku pembantu membentuk total pendapatan dalam suatu periode akuntansi. Tidak mustahil, Kode Akun yang sekaligus berlaku sebagai kode Mata Anggaran juga telah diterapkan pada zaman tersebut, sehingga memudahkan melakukan pengontrolan. Sebagai bukti pada zaman Arthasastra telah diterapkan sistem akrual seperti yang dianut pada sistem akuntansi konvensional saat ini adalah adanya ungkapan penerimaan yang masih terbuka yang termuat pada (Ats. 3 : 95) yang bunyi a.l.: ”Untuk itu hendaknya menyerahkan secara tertulis perkiraan (rencana), penerimaan yang diperoleh, penerimaan yang masih terbuka, pendapatan dan pengeluaran, saldo, dst.nya“. Kata penerimaan yang masih terbuka atau akun terbuka untuk penerimaan, yang berarti piutang penerimaan, istilah ini hanya ditemukan pada sistem akuntansi akural. Pada butir (Ats. 17 : 93) dijelaskan lagi mengenai perkiraan terbuka ini, yaitu berhubungan dengan penerimaan yang masih harus ditagih, sbb.: ”Penerimaan terdiri dan tiga jenis penerimaan sekarang, yang masih terbuka, dan yang diambil dari sumber-sumber lain“. Penerimaan yang masih terbuka dimaksudkan penerimaan yang masih harus ditagih, yang berarti piutang. 7. Bukti PembukuanLangkah-langkah pencatatan dimulai keti-ka transaksi terjadi didukung oleh dokumen sumber. Dukumen sumber merupakan catatan ash pendukung setiap transaksi, seperti faktur penjualan, bukti pengiriman barang, kuitansi bukti penenirnaan uang, dsb nya. Berdasarkan bukti-bukti akunting tersebut lalu bagian akunting mencatat ke dalam buku jurnal. Catatan dalam buku jurnal secara periodik dipindahkan ke buku besar. demikian seterusnya.

Dalam Arthasastra banyak ditemukan ungkapan yang bermakna diwajibkan adanya alat-alat bukti sebagai pendukung suatu kegiatan. Pada (Ats. 10 : 89) disebutkan : Ia hendaknya menerima uang yang disahkan oleh Rupadarsaka (pemeriksa mata uang). Jadi pengesahan oleh pemeriksa mata uang harus dilakukan melalui bukti penerimaan uang tersebut. Bukti penerimaan uang yang telah disahkan digunakan sebagai alat pencatatan ke dalam pembukuan penerimaan.

Menilik dan tugas Direktur Pergudangan sebagaimana dijelaskan pada (Ats 15 :147) ,

Page 19: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

bahwa kegiatan pada direktorat ini harus selalu didukung dengan alat-alat bukti yang kuat sebelum dilakukan pencatatan kedalam buku catatan yang diwajibkan, hal ini terlihat dan : “Pada bagian kedelapan dari hari, mereka (pegawai pada bagian ini) harus menyerahkannya kepada Direktur Pergudangan, dengan menyatakan, sebanyak ini yang dijual; ini sisanya.

Memberikan laporan seperti tersebut di atas adalah mustahil apabila tidak didukung dengan bu kti-bukti pendukung yang kuat. Alat bukti pembukuan sangat diperlukan apabila terjadi perkara. Pemilik alat bukti yang lengkap dan benar atas barang atau uang yang dimilikinya akan menguntungkan diri yang berperkara. Hal ini terungkap dalam (Ats. 30: 103) yang berbunyi:” Bila dalam suatu tuduhan mengenai jumlah yang benar, hanya sebagian kecil dapat dibuktikan, ia akan menerima bagian dan apa yang dibuktikan”. Selanjutnya pada (Ats. 31 : 103) disebutkan bahwa apabila yang bersangkutan tidak dapat membuktikan, bahwa dirinya benar, maka ia akan dikenai hukuman badan dan uang, dan ia tidak akan menerima perlakukan yang baik. Berdasarkan penjelasan di atas berkaitan dengan pembuktian, ternyata Arthasastra menganut sistem pembuktian terbalik, yaitu pihak yang dituduh korupsi diwajibkan membuktikan dirinya bahwa yang bersangkutan tidak korupsi. Hal ini sangat berbeda dengan sistem hukum di negara kita saat ini bahwa pihak penuntut umum (jaksa), yang berkewajiban membuktikan bahwa seseorang itu melakukan korupsi. 8. Tahun Anggaran Anggaran pemerintah disusun dalam sikius tertentu yang dapat dikelompokkan dalam anggaran jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Anggaran jangka pendek yaitu anggaran untuk jangka waktu satu tahun, anggaran jangka menengah untuk lima tahunan dan anggaran selebihnya merupakan anggaran jangka panjang. Untuk anggaran jangka pendek, Arthasastra dengan jelas mengaturnya yaitu :“ Tiga ratus lima puluh empat hari dan malam merupakan tahun kerja”, (Ats. 6 : 96). Jadi untuk anggaran jangka pendek masa pertanggung jawabannya berputar setiap 354 hari dalam setahunnya. 9. Peneriman, Pengeluaran dan Saldo AnggaranArthasastra memberikan pengertian yang jelas sekali mengenai pendapatan, penerimaan dan pengeluaran anggaran, sehingga memudahkan pekerjaan para pelaksana anggaran. Pada (Ats. 13 : 92) disebutkan: ”Perkiraan (pendapatan), pendapatan yang diperoleh, pendapatan yang berupa tagihan, penghasilan serta pengeluaran dan saldo (inilah pokok-pokok dalam pembukuan). Jadi pembukuan anggaran harus dengan jelas mencatat besarnya anggaran, pendapatan yang diterima, pendapatan yang masih berupa tagihan, serta pengeluaran lalu dilengkapi

Page 20: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

dengan saldo anggaran. Besarnya anggaran penerimaan dan pengeluaran perlu dicantumkan dalam pembukuan untuk membandingkan antara realisasi dengan anggarannya. Hal ini digunakan untuk mengukur efektivitas dan efisiensi dan para pelaksana anggaran. Difinisi pendapatan dipertegas lagi dalam (Ats. 18:93) yang berbunyi sbb: Apa yang masuk dan hari ke hari adalah pendapatan sekarang (wartamana). WHD No. 479 Desember 2006. (BERSAMBUNG) Sradha #1 : Percaya adanya Tuhan (Brahman/Hyang Widhi) Sesungguhnya, setiap agama yang ada dan berkembang dimuka bumi ini, bertitik tolak kepada kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Banyak hal yang mendorong kita harus percaya terhadap adanya Tuhan itu dan berlaku secara alami. Adanya gejala atau kejadian dan keajaiban di dunia ini, menyebabkan kepercayaan itu semakin mantap. Semuanya itu pasti ada sebab- musababnya, dan muara yang terakhir adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Tuhanlah yang mengatur semuanya ini, Tuhan pula sebagai penyebab pertama segala yang ada.

Kendati kita tidak boleh cepat-cepat percaya kepada sesuatu, namun percaya itu penting dalam kehidupan ini. Banyak sekali kegiatan yang kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari hanyalah berdasarkan kepercayaan saja. Setiap hari kita mneyaksikan matahari terbit dan tenggelam. Demikian pula adanya bulan dan bintang yang hadir di langit dengan teratur. Belum lagi oleh adanya berbagai mahluk hidup dan hal-hal lain yang dapat menjadikan kita semakin tertegun menyaksikannya. Adanya pergantian siang menjadi malam, adanya kelahiran, usia tua, dan kematian, semuanya ini mengantarkan kita harus percaya kepada Tuhan, bahwa Tuhanlah yang merupakan sumber dari segala yang terjadi di alam semesta ini.

Karena agama itu adalah kepercayaan, maka dengan agama pula kita akan merasa mempunyai suatu pegangan iman yang menambatkan kita pada satu pegangan yang kokoh. Pegangan itu tiada lain adalah Tuhan, yang merupakan sumber dari semua yang ada dan yang terjadi. Kepada-Nya-lah kita memasrahkan diri, karena tidak ada tempat lain dari pada-Nya tempat kita kembali. Keimanan kepada Tuhan ini merupakan dasar kepercayaan agama Hindu. Inilah yang menjadi pokok-pokok keimanan agama Hindu.

Adapun pokok-pokok keimanan dalam agama Hindu dapat dibagi menjadi lima bagian yang disebut dengan Panca Sraddha, yaitu percaya adanya Tuhan (Brahman/Hyang Widhi), percaya adalanya Atman, percaya adanya Hukum Karma Phala, percaya adanya Punarbhawa (Reinkarnasi/Samsara) dan percaya adanya Moksa.

Percaya adanya Tuhan (Brahman/Hyang Widhi)

Percaya terhadap Tuhan, mempunyai pengertian yakin dan iman terhadap Tuhan itu sendiri. Yakin dan iman ini merupakan pengakuan atas dasar keyakinan bahwa sesungguhnya Tuhan itu ada, Maha Kuasa, Maha Esa dan Maha segala-galanya. Tuhan Yang Maha Kuasa, yang disebut juga Hyang Widhi (Brahman), adalah ia yang kuasa atas

Page 21: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

segala yang ada ini. Tidak ada apapun yang luput dari Kuasa-Nya. Ia sebagai pencipta, sebagai pemelihara dan Pelebur alam semesta dengan segala isinya. Tuhan adalah sumber dan awal serta akhir dan pertengahan dari segala yang ada. Didalam Weda (Bhagavad Gita), Tuhan (Hyang Widhi) bersabda mengenai hal ini, sebagai berikut:

Etadyonini bhutanisarvani ty upadharayaaham kristnasya jagatahprabhavah pralayas tatha. (BG. VII.6)Ketahuilah, bahwa semua insani mempunyai sumber-sumber kelahiran disini, Aku adalah asal mula alam semesta ini demikian pula kiamat-kelaknya nanti.

Aham atma gudakesasarva bhutasaya sthitahaham adis cha madhyam chabhutanam anta eva cha. (BG.X.20)Aku adalah jiwa yang berdiam dalam hati segala insani, wahai Gudakesa. Aku adalah permulaan, pertengahan dan penghabisan dari mahluk semua.

yach cha pi sarvabhutanambijam tad aham arjunana tad asti vina syanmaya bhutam characharam. (BG. X.39)Dan selanjutnya apapun, oh Arjuna, aku adalah benih dari segala mahluk, tidak ada sesuatupun bisa ada, bergerak atau tidak bergerak, tanpa aku.

Tuhan (Hyang Widhi), yang bersifat Maha Ada, juga berada disetiap mahluk hidup, didalam maupun doluar dunia (imanen dan transenden). Tuhan (Hyang Widhi) meresap disegala tempat dan ada dimana-mana (Wyapi Wyapaka), serta tidak berubah dan kekal abadi (Nirwikara). Di dalam Upanisad (k.U. 1,2) disebutkan bahwa Hyang Widhi adalah "telinga dari semua telinga, pikiran dari segala pikiran, ucapan dari segala ucapan, nafas dari segala nafas dan mata dari segala mata", namun Hyang Widhi itu bersifat gaib (maha suksma) dan abstrak tetapi ada. Di dalam Bhuana Kosa disebutkan sebagai berikut:

"Bhatara Ciwa sira wyapakasira suksma tan keneng angen-angenkadiang ganing akasa tan kagrahitadening manah muang indriya".Artinya:Tuhan (Ciwa), Dia ada di mana-mana, Dia gaib, sukar dibayangkan, bagaikan angkasa (ether), dia tak dapat ditangkap oleh akal maupun panca indriya.

Walaupun amat gaib, tetapi Tuhan hadir dimana-mana. Beliau bersifat wyapi-wyapaka, meresapi segalanya. Tiada suatu tempatpun yang Beliau tiada tempati. Beliau ada disini

Page 22: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

dan berada disana Tuhan memenuhi jagat raya ini.

"Sahasrasirsa purusah sahasraksah sahasrapat,sa bhumim visato vrtva tyatistad dasangulam". (Rg Veda X.90.1)Tuhan berkepala seribu, bermata seribu, berkaki seribu, Ia memenuhi bumi-bumi pada semua arah, mengatasi kesepuluh penjuru.

Seribu dalam mantra Rg Veda di atas berarti tak terhingga. Tuhan berkepala tak terhingga, bermata tak terhingga, bertangan tak terhingga. Semua kepala adalah kepa_Nya, semua mata adalah mata-Nya, semua tangan adalah tangan-Nya. Walaupun Tuhan tak dapat dilihat dengan mata biasa, tetapi Tuhan dapat dirasakan kehadirannya dengan rasa hati, bagaikan garam dalam air. Ia tidak tampak, namun bila dicicipi terasa adanya disana. Demikian pula seperti adanya api di dalam kayu, kehadirannya seolah-olah tidak ada, tapi bila kayu ini digosok maka api akan muncul.

Eko devas sarva-bhutesu gudhassarva vyapi sarwa bhutantar-atmakarmadyajsas sarvabhutadhivasas saksi ceta kevalo nirgunasca. (Svet. Up. VI.11)Tuhan yang tunggal sembunyi pada semua mahluk, menyusupi segala, inti hidupnya semua mahluk, hakim semua perbuatan yang berada pada semua mahluk, saksi yang mengetahui, yang tunggal, bebas dari kualitas apapun.

Karena Tuhan berada di mana-mana, ia mengetahui segalanya. Tidak ada sesuatu apapun yang ia tidak ketahui. Tidak ada apapun yang dapat disembunyikan kepada-Nya. Tuhan adalah saksi agung akan segala yang ada dan terjadi. Karena demikian sifat Tuhan, maka orang tidak dapat lari kemanapun untuk menyembunyikan segala perbuatannya. Kemanapun berlari akan selalu berjumpa dengan Dia. Tidak ada tempat sepi yang luput dari kehadiran-Nya.

Yas tisthati carati yasca vancantiYo nilayam carati yah pratamkamdvatu samnisadya yanmantrayeteraja tad veda varunas trtiyah (A.W. IV.16.2)Siapapun berdiri, berjalan atau bergerak dengan sembunyi-sembunyi, siapaun yang membaringkan diri atau bangun, apapun yang dua orang duduk bersama bisikan satu dengan yang lain, semuanya itu diketahui oleh Tuhan (Sang Raja Alam Semesta), ia adalah uyang ketiga hadir di sana.

Kendatipun Tuhan itu selalu hadir dan meresap di segala tempat, tetapi sukar dapat dilihat oleh mata biasa. Indra kita hanya dapat menangkap apa yang dilihat, didengar, dikecap dan dirasakan. Kemampuannya terbatas, sedangkan Tuhan (Hyang Widhi) adalah Maha Sempurna dan tak terbatas.

Di dalam Weda disebutkan bahwa Tuhan (Hyang Widhi) tidak berbentuk (nirupam),

Page 23: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

tidak bertangan dan berkaki (nirkaram nirpadam), tidak berpancaindra (nirindryam), tetapi Tuhan (Hyang Widhi) dapat mengetahui segala yang ada pada mahluk. Lagi pula Hyang Widhi tidak pernah lahir dan tidak pernah tua, tidak pernah berkurang tidak juga bertambah, namun Beliau Maha Ada dan Maha Mengetahui segala yang ada di alam semesta ini. Tuhan berkuasa atas semua dan Tunggal atau Esa adanya.

Yoccitdapo mahina paryapacyaddaksam dadhana janayantiryajnamYo deweswadhi dewa eka asitkasmai dewaya hawisa widhema. (R.W.X.121.8)Siapakah yang akan kami puja dengan segala persembahan ini? Ia Yang Maha Suci yang kebesaran-Nya mengatasi semua yang ada, yang memberi kekuatan spiritual dan yang membangkitkan kebaktian, Tuhan yang berkuasa. Ia yang satu itu, Tuhan di atas semua.

ya etam devam ekavrtam vedana dwitya na trtiyas cateutho napyucyate,na pancamo  na sasthah saptamo napyucyate,nasthamo na navamo dasamo napyucyate,sa sarvasmai vi pasyati vacca pranati yacca na,tam idam nigatam sahah sa esa eka ekavrd eka eva,sarve asmin deva ekavrto bhavanti. (A.V.XIII.4)Kepada ia yang mengetahui ini Tuhan semata-mata hanya tunggal. Tidak ada yang kedua, ketiga, keempat Ia dipanggil. Tidak ada yang kelima, keenam, ketujuh, Ia dipanggil. Tidak ada yang kedelapan, kesembilan Ia dipanggil. Ia melihat segala apa yang bernafas dan apa yang tidak bernafas. Kepada-Nya-lah tenaga penakluk kembali. Ia hanya tunggal belaka. Padanya semua dewa hanya satu saja.

Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Kuasa, yang tak terjangkau oleh pikiran, yang gaib dipanggil dengan nama sesuai dengan jangkauan pikiran, namun ia hanya satu, Tunggal adanya.

"Ekam eva advityam Brahma" (Ch.U.IV.2.1)Tuhan hanya satu tidak ada yang kedua.

"Eko Narayanad na dvityo "Sti kaccit" (Weda Sanggraha)Hanya satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya.

"Bhineka Tungal Ika, tan hana Darma mangrwa" (Lontar Sutasoma)Berbeda-beda tetapi satu tidak ada Dharma yang dua.

"Idam mitram Varunamagnim ahur athodivyah sa suparno garutmanEkam sad vipra bahudha vadantyagnimyamam matarisvanam ahuh. (R.W.I. 1964.46)

Page 24: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

Mereka menyebut Indra, Mitra, Varuna, Agni dan Dia yang Bercahaya, yaitu Garutman yang bersayap elok, Satu Itu (Tuhan), sang bijaksana menyebut dengan banyak nama, seperti Agni, Yama Matarisvam.

Karena Tuhan tidak terjangkau oleh pikiran, maka orang membayangkan bermacam-macam sesuai dengan kemampuannya. Tuhan yang Tunggal (Esa) itu dipanggilnya dengan banyak nama sesuai dengan fungsinya. Ia dipanggil Brahma sebagai pencipta, Wisnu sebagai pemelihara dan Ciwa sebagai pelebur/pemralina. Banyak lagi panggilannya yang lain. Ia maha tahu, berada dimana-mana. Karena itu tak ada apapun yang dapat kita sembunyikan dihadapan-Nya. Orang-orang menyembah-Nya dengan bermacam-macam cara pada tempat yang berbeda-beda. Kepada-Nyalah orang menyerahkan diri, mohon perlindungan dan petunjuk-Nya agar ia menemukan jalan terang dalam mengarungi hidup ini.Sradha #2 : Percaya Adanya Atman. Atman adalah percikan kecil dari Paramatman (Hyang Widhi/Brahman). Atman di dalam badan manusia disebut Jiwatman, yang menyebabkan manusia itu hidup. Atman dengan badan adalah laksana kusir dengan kereta. Kusir adalah Atman yang mengemudikan dan kreta adalah badan. Demikian Atman itu menghidupi sarva prani (mahluk) di alam semesta ini.

"Angusthamatrah Purusa ntaratmanSada jananam hrdaya samnivish thahHrada mnisi manasbhikrtoyaetad, viduramrtaste bhavanti". (Upanisad)Ia adalah jiwa yang paling sempurna (Purusa), Ia adalah yang paling kecil, yang menguasai pengetahuan, yang bersembunyi dalam hati dan pikiran, mereka yang mengetahuinya menjadi abadi.

Satu That yang bersembunyi dalam setiap mahluk yang menghidupi semuanya, yang merupakan jiwa semua mahluk, raja dari semua perbuatan pada semua mahluk, saksi yang mengetahui dan tunggal. Demikianlah Atman merupakan percikan-percikan kecil dari paramatman (Tuhan) yang berada di setiap mahluk hidup. Atman adalah bagian dari pada Tuhan, bagaikan titik embun yang berasal dari penguapan air laut, karena ada pengaruh dari suatu temperatur tertentu. Seperti halnya juga percikan-percikan sinar berasal dari matahari, kemudian terpencar menerangi segala pelosok alam semesta ini. Atau dapat diumpamakan Hyang Widhi (Brahman/Tuhan) adalah sumber tenaga lsitrik yang dapat menghidupkan bola lampu besar atau kecil dimanapun ia berada. Bola lampu disini dapat diumpamakan sebagai tubuh setiap mahluk dan aliran listriknya adalah Atman.

Oleh karena Atman itu merupakan bagian dari Brahman/Hyang Widhi, maka Atman pada hakekatnya memiliki sifat yang sama dengan sumbernya, yakni Brahman itu sendiri. Atman bersifat sempurna dan kekal abadi, tidak mengalami kelahiran dan kematian, bebas dari suka dan duka. Menurut Weda (Bh.G.23,24 dan 25), sifat-sifat Atman dinyatakan

Page 25: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

sebagai berikut:

Nai nam Chindanti sastraninai nam dahati pavakahna soshayati marutah (Bh.G.II.23)Senjata tidak dapat melukai Dia, dan api tidak dapat membakarnya, angin tidak dapat mengeringkan Dia, dan air tidak bisa membasahinya.

achchhedyo "yam adahyo yamakledyo soshya eva chanityah sarvagatah sthnurachalo yam sanatanah. (Bh. G. II.24)Dia tak dapat dilukai, dibakar, juga tidak dikeringkan dan dibsahi, Dia adalah abadi, tiada berubah, tidak bergerak, tetap selama-lamanya.

Avyakto yam achityo yamavikaryo yam uchyatetasmad evam viditvai namna nusochitum arhasi (Bh.G.II.25)Dia dikatakan tidak termanifestasikan, tidak dapat dipikirkan, tidak berubah-ubah, dan mengetahui halnya demikian engkau hendaknya jangan berduka.

Yang dimaksud "Dia" dan "Nya" dalam sloka di atas adalah Atman itu sendiri. Dia mengatasi segala elemen materi, kekal abadi, dan tidak terpikirkan. Oleh karena itu Atman (Jiwatman) tidak dapat menjadi subyek ataupun obyek daripada perubahan-perubahan yang dialami oleh pikiran, hidup dan badan jasmani. Karena semua bentuk-bentuk yang dialami ini bisa berubah, datang dan pergi, tetapi jiwa itu tetap langgeng untuk selamanya.

Dari uraian sloka di atas, ada beberapa sifat atman yang penting di sini adalah: Achodya (tak terlukai oleh senjata). Adahya (tak terbakar oleh api), Akledya (tak terkeringkan oleh angin), Acesyah (tak terbasahkan oleh air), Nitya (abadi), Sarvagatah (dimana-mana ada), Sthanu (tak berpindah-pindah), Acala (tak bergerak), Sanatana (selalu sama), Awyakta (tak terlahirkan), Achintya (tak terpikirkan), dan Awikara (tak berubah dan sempurna tidak laki-laki atau perempuan).

Perpaduan Atman dengan badan jasmani, menyebabkan mahluk itu hidup. Atman yang menghidupi badan disebut Jiwatman. Pertemuan Atman dengan badan jasmani ini menyebabkan Dia terpengaruh oleh sifat-sifat maya yang menimbulkan awidya (kegelapan). Jadi manusia lahir dalam keadaan awidya, yang menyebabkan ketidak sempurnaannya. Atman itu tetap sempurna, tetapi manusia itu sendiri tidaklah sempurna. Manusia tidak luput dari hukum lahir, hidup dan mati. Walaupun manusia itu mengalami kematian, namun Atman tidak akan bisa mati. Hanya badan yang mati dan hancur, sedangkan Atman tetap kekal abadi.

Page 26: Sejarah Nusantara Pada Era Kerajaan Hindu

Vasamsi jirnani yatha vihayanavani grihnati naro paranitahta sartrahi vihaya jirmanyanyani samyati navani dehi (Bh.G.II.22)Ibarat orang yang menanggalkan pakaian lama dan menggantikannya dengan yang baru, demikian jiwa meninggalkan badan tua dan memasuki jasmani yang baru.

Jiwatman yang terbelengu berpindah dari satu badan ke badan yang lain. Setiap kelahirannya membawa badan, hidup dan pikiran yang terbentuk dari pada prakerti menurut evolusinya dimasa yang lalu dan kebutuhannya dimasa yang akan datang. Apabila badan jasmani yang menjadi tua dan hancur, maka alam pikiran sebagai pembalut jiwa merupakan kesadaran baginya untuk berpindah-pindah dari satu badan ke badan yang lain yang disebut reinkarnasi atau phunarbhawa sesuai dengan karmaphalanya (hasil perbuatannya di dunia). Karena itu Atman tidak akan selalu dapat kembali kepada asalnya yaitu ke Paramaatman. Orang-orang yang berbuat baik di dunia akan menuju sorga dan yang berbuat buruk akan jatuh ke Neraka. Di Neraka Jiwatman itu mendapat siksaan sesuai dengan hasil perbuatannya. Karena itulah penjelmaan terus berlanjut sampai Jiwatman sadar akan hakekat dirinya sebagai Atman, terlepas dari pengaruh awidya dan mencapai Moksa yaitu kebahagiaan dan kedamaian yang abadi serta kembali bersatu kepada asalnya.