sejarah kerajaan mataram kuno

59
SEJARAH KERAJAAN MATARAM KUNO a. Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno Pada abad ke-8 di pedalaman Jawa Tengah berdiri Kerajaan Mataram Hindu. Pendirinya adalah Raja Sanjaya. Munculnya Kerajaan Mataram diterangkan dalam Carita Parahyangan. Kisahnya adalah dahulu ada sebuah kerajaan di Jawa Barat bernama Galuh. Rajanya bernama Sanna (Sena). Suatu ketika, ia diserang oleh saudaranya yang menghendaki takhta. Raja Sanna meninggal dalam peristiwa tersebut, sementara saudara perempuannya, Sannaha, bersama keluarga raja yang lainnya berhasil melarikan diri ke lereng Gunung Merapi. Anak Sannaha, Sanjaya, di kemudian hari mendirikan Kerajaan Mataram dengan ibu kota Medang ri Poh Pitu. Tepatnya pada tahun 717 M. B. Bukti-Bukti Sejarah Bukti lain mengenai keberadaan Kerajaan Mataram Hindu atau sering juga disebut Mataram Kuno adalah prasasti Canggal yang dikeluarkan oleh Sanjaya. Prasasti ini berangka tahun Cruti Indria Rasa atau 654 Saka (1 Saka sama dengan 78 Masehi, berarti 654 Saka sama dengan 732 M), hurufnya Pallawa, bahasanya

Upload: reza-yudika

Post on 08-Feb-2016

905 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

SEJARAH KERAJAAN MATARAM KUNO

a. Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno

Pada abad ke-8 di pedalaman Jawa Tengah berdiri Kerajaan Mataram

Hindu. Pendirinya adalah Raja Sanjaya. Munculnya Kerajaan Mataram

diterangkan dalam Carita Parahyangan. Kisahnya adalah dahulu ada sebuah

kerajaan di Jawa Barat bernama Galuh. 

Rajanya bernama Sanna (Sena). Suatu ketika, ia diserang oleh saudaranya

yang menghendaki takhta. Raja Sanna meninggal dalam peristiwa tersebut,

sementara saudara perempuannya, Sannaha, bersama keluarga raja yang lainnya

berhasil melarikan diri ke lereng Gunung Merapi. 

Anak Sannaha, Sanjaya, di kemudian hari mendirikan Kerajaan Mataram

dengan ibu kota Medang ri Poh Pitu. Tepatnya pada tahun 717 M.

B. Bukti-Bukti Sejarah

Bukti lain mengenai keberadaan Kerajaan Mataram Hindu atau sering juga

disebut Mataram Kuno adalah prasasti Canggal yang dikeluarkan oleh Sanjaya.

Prasasti ini berangka tahun Cruti Indria Rasa atau 654 Saka (1 Saka sama dengan

78 Masehi, berarti 654 Saka sama dengan 732 M), hurufnya Pallawa, bahasanya

Sanskerta, dan letaknya di Gunung Wukir, sebelah selatan Muntilan. 

Isinya adalah pada tahun tersebut Sanjaya mendirikan lingga di Bukit

Stirangga untuk keselamatan rakyatnya dan pemujaan terhadap Syiwa, Brahma,

dan Wisnu, di daerah suci Kunjarakunja. Menurut para ahli sejarah, yang

dimaksud Bukit Stirangga adalah Gunung Wukir dan yang dimaksud

Kunjarakunja adalah Sleman (kunjara = gajah = leman; kunja = hutan). Lingga

adalah simbol yang menggambarkan kekuasaan, kekuatan, pemerintahan,

lakilaki, dan dewa Syiwa.

c. Pemerintahan Wangsa Sanjaya

Raja-raja wangsa Sanjaya, seperti dimuat dalam prasasti Mantyasih

(Kedu), sebagai berikut.

Page 2: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

1) Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (717 – 746 M) 

Raja ini adalah pendiri Kerajaan Mataram sekaligus pendiri wangsa

Sanjaya. Setelah wafat, ia digantikan oleh Rakai Panangkaran.

2) Sri Maharaja Rakai Panangkaran (746 – 784 M)

Dalam prasasti Kalasan (778 M) diceritakan bahwa Rakai Panangkaran

(yang dipersamakan dengan Panamkaran Pancapana) mendirikan candi Kalasan

untuk memuja Dewi Tara, istri Bodhisatwa Gautama, dan candi Sari untuk

dijadikan wihara bagi umat Buddha atas permintaan Raja Wisnu dari dinasti

Syailendra. 

Ini menunjukkan bahwa pada masa pemerintahan raja ini datanglah dinasti

Syailendra dipimpin rajanya, Bhanu (yang kemudian digantikan Wisnu), dan

menyerang wangsa Sanjaya hingga melarikan diri ke Dieng, Wonosobo. Selain

itu, Raja Panangkaran juga dipaksa mengubah kepercayaannya dari Hindu ke

Buddha. Adapun penerus wangsa Sanjaya setelah Panangkaran tetap beragama

Hindu.

3) Sri Maharaja Rakai Panunggalan (784 – 803 M)

4) Sri Maharaja Rakai Warak (803 – 827 M)

Dua raja ini tidak memiliki peran yang berarti, mungkin karena kurang

cakap dalam memerintah sehingga dimanfaatkan oleh dinasti Syailendra untuk

berkuasa atas Mataram. Setelah Raja Warak turun takhta sebenarnya sempat

digantikan seorang raja wanita, yaitu Dyah Gula (827 – 828 M), namun karena

kedudukannya hanya bersifat sementara maka jarang ada sumber sejarah yang

mengungkap peranannya atas Mataram Hindu.

5) Sri Maharaja Rakai Garung (828 – 847 M)

Raja ini beristana di Dieng, Wonosobo. Ia mengeluarkan prasasti

Pengging (819 M) di mana nama Garung disamakan dengan Patapan Puplar

(mengenai Patapan Puplar diceritakan dalam prasasti Karang Tengah –

Gondosuli).

Page 3: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

6) Sri Maharaja Rakai Pikatan (847 – 855 M)

Raja Pikatan berusaha keras mengangkat kembali kejayaan wangsa

Sanjaya dalam masa pemerintahannya. Ia menggunakan nama Kumbhayoni dan

Jatiningrat (Agastya). Beberapa sumber sejarah yang menyebutkan nama Pikatan

sebagai berikut.

a) Prasasti Perot, berangka tahun 850 M, menyebutkan bahwa Pikatan adalah

raja yang sebelumnya bergelar Patapan.

b) Prasasti Argopuro yang dikeluarkan Kayuwangi pada tahun 864 M.

c) Tulisan pada sebelah kanan dan kiri pintu masuk candi Plaosan

menyebutkan nama Sri Maharaja Rakai Pikatan dan Sri Kahulunan. 

Diduga tulisan tersebut merupakan catatan perkawinan antara Rakai

Pikatan dan Sri Kahulunan. Sri Kahulunan diduga adalah Pramodhawardhani,

putri Samaratungga, dari dinasti Syailendra. Mengenai pernikahan mereka

dikisahkan kembali dalam prasasti Karang Tengah.

Rakai Pikatan sendiri mengeluarkan tiga prasasti berikut.

1) Prasasti Pereng (862 M), isinya mengenai penghormatan kepada Syiwa dan

penghormatan kepada Kumbhayoni.

2) Prasasti Code D 28, berangka tahun Wulung Gunung Sang Wiku atau 778

Saka (856 M). Isinya adalah

(1) Jatiningrat (Pikatan) menyerahkan kekuasaan kepada putranya,

Lokapala (Kayuwangi dalam prasasti Kedu);

(2) Pikatan mendirikan bangunan Syiwalaya (candi Syiwa), yang dimaksud adalah

candi Prambanan;

(3) kisah peperangan antara Walaputra (Balaputradewa) melawan

Jatiningrat (Pikatan) di mana Walaputra kalah dan lari ke Ungaran (Ratu Boko).

3) Prasasti Ratu Boko, berisi kisah pendirian tiga lingga sebagai tanda

kemenangan.

Ketiga lingga yang dimaksud adalah Krttivasa Lingga (Syiwa sebagai

petapa berpakaian kulit harimau), Tryambaka Lingga (Syiwa menghancurkan

Page 4: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

benteng Tripura yang dibuat raksasa), dan Hara Lingga (Syiwa sebagai dewa

tertinggi atau paling berkuasa).

Sebagai raja, Pikatan berusaha menguasai seluruh Jawa Tengah, namun

harus menghadapi wangsa Syailendra yang saat itu menjadi penguasa Mataram

Buddha. Untuk itu, Pikatan menggunakan taktik menikahi Pramodhawardhani,

putri Samaratungga, Raja Mataram dari dinasti Syailendra. Pernikahan ini

memicu peperangan dengan Balaputradewa yang merasa berhak atas tahta

Mataram sebagai putra Samaratungga. Balaputradewa kalah dan Rakai Pikatan

menyatukan kembali kekuasaan Mataram di Jawa Tengah.

7) Sri Maharaja Kayuwangi (855 – 885 M)

Nama lain Sri Maharaja Kayuwangi adalah Lokapala. Ia mengeluarkan,

antara lain, tiga prasasti berikut.

a) Prasasti Ngabean (879 M), ditemukan dekat Magelang. Prasasti ini terbuat

dari tembaga.

b) Prasasti Surabaya, menyebutkan gelar Sajanotsawattungga untuk Kayuwangi.

c) Prasasti Argopuro (863 M), menyebutkan Rakai Pikatan pu

Manuku berdampingan dengan nama Kayuwangi.

Dalam pemerintahannya, Kayuwangi dibantu oleh dewan penasihat

merangkap staf pelaksana yang terdiri atas lima orang patih. Dewan penasihat ini

diketuai seorang mahapatih.

8) Sri Maharaja Watuhumalang (894 – 898 M)

Masa pemerintahan Kayuwangi dan penerus-penerusnya sampai

masa pemerintahan Dyah Balitung dipenuhi peperangan perebutan kekuasaan. Itu

sebabnya, setelah Kayuwangi turun takhta, penggantinya tidak ada yang bertahan

lama. 

Di antara raja-raja yang memerintah antara masa Kayuwangi dan Dyah

Balitung yang tercatat dalam prasasti Kedu adalah Sri Maharaja Watuhumalang.

Raja-raja sebelumnya, yaitu Dyah Taguras (885 M), Dyah Derendra (885 – 887

M), dan Rakai Gurunwangi (887 M) tidak tercatat dalam prasasti tersebut

mungkin karena masa pemerintahannya terlalu singkat atau karena Balitung

sendiri tidak mau mengakui kekuasaan mereka.

Page 5: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

9) Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung (898 – 913 M)

Raja ini dikenal sebagai raja Mataram yang terbesar. Ialah yang berhasil

mempersatukan kembali Mataram dan memperluas kekuasaan dari Jawa Tengah

sampai ke Jawa Timur. Dyah Balitung menggunakan beberapa nama:

a) Balitung Uttunggadewa (tercantum dalam prasasti Penampihan),

b) Rakai Watukura Dyah Balitung (tercantum dalam kitab Negarakertagama),

c) Dharmodaya Mahacambhu (tercantum dalam prasasti Kedu), dan

d) Rakai Galuh atau Rakai Halu (tercantum dalam prasasti Surabaya).

Prasasti-prasasti yang penting dari Balitung sebagai berikut.

a) Prasasti Penampihan di Kediri (898 M).

b) Prasasti Wonogiri (903 M).

c) Prasasti Mantyasih di Kedu (907 M).

d) Prasasti Djedung di Surabaya (910 M).

Sebenarnya, Balitung bukan pewaris takhta Kerajaan Mataram. Ia dapat

naik takhta karena kegagahberaniannya dan karena perkawinannya dengan putri

Raja Mataram. Selama masa pemerintahannya, Balitung sangat

memerhatikan kesejahteraan rakyat, terutama dalam hal mata pencaharian, yaitu

bercocok tanam, sehingga rakyat sangat menghormatinya.

Tiga jabatan penting yang berlaku pada masa pemerintahan Balitung

adalah Rakryan i Hino (pejabat tertinggi di bawah raja), Rakryan i Halu, dan

Rakryan i Sirikan. Ketiga jabatan itu merupakan tritunggal dan terus dipakai

hingga zaman Kerajaan Majapahit.

Balitung digantikan oleh Sri Maharaja Daksa dan diteruskan oleh Sri

Maharaja Tulodhong dan Sri Maharaja Wana. Namun, ketiga raja ini sangat lemah

sehingga berakhirlah kekuasaan dinasti Sanjaya.

d. Pemerintahan Dinasti Syailendra

Ketika Mataram diperintah oleh Panangkaran (wangsa Sanjaya), datanglah

dinasti Syailendra ke Jawa. Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul dinasti

Syailendra ini. Dr. Majumdar, Nilakanta Sastri, dan Ir. Moens berpendapat bahwa

Page 6: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

dinasti Syailendra berasal dari India. Adapun Coedes berpendapat bahwa dinasti

Syailendra berasal dari Funan.

Dinasti ini lalu berhasil mendesak wangsa Sanjaya menyingkir ke

Pegunungan Dieng, Wonosobo, di wilayah Jawa Tengah bagian utara. Di sanalah

wangsa Sanjaya kemudian memerintah. Sementara itu, dinasti Syailendra

mendirikan Kerajaan Syailendra (Mataram Buddha) di wilayah sekitar

Yogyakarta dan menguasai Jawa Tengah bagian selatan.

e. Kehidupan ekonomi Kerajaan Mataram

Kerajaan Mataram Kuno merupakan negara agraris yang bersifat

tertutup. Akibatnya, kerajaan ini sulit berkembang secara ekonomi, terutama

karena segi perdagangan dan pelayaran sangat kering. Kejayaan baru diperoleh

pada masa pemerintahan Balitung. Ia membangun pusat perdagangan seperti

disebutkan dalam prasasti Purworejo (900 M). Dalam prasasti Wonogiri (903 M)

diterangkan bahwa desa-desa yang terletak di kanan-kiri Sungai Bengawan Solo

dibebaskan dari pajak dengan syarat penduduk desa tersebut harus menjamin

kelancaran hubungan lalu lintas melalui sungai.

f. Kehidupan kebudayaan Kerajaan Mataram

Ketika wangsa Sanjaya menyingkir ke Pegunungan Dieng sejak masa

Panangkaran hingga Rakai Pikatan, banyak didirikan candi yang kini dikenal

sebagai kompleks candi Dieng. Kompleks candi ini, antara lain, terdiri atas candi

Bimo, Puntadewa, Arjuna, dan Nakula. Adapun di Jawa Tengah bagian selatan

ditemukan candi Prambanan (Roro Jonggrang), Sambi Sari, Ratu Boko, dan

Gedung Songo (Ungaran) sebagai hasil budaya Mataram Kuno.

Page 7: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

SEJARAH BALI

Masa Prasejarah

Zaman prasejarah Bali merupakan awal dari sejarah masyarakat Bali, yang

ditandai oleh kehidupan masyarakat pada masa itu yang belum mengenal tulisan.

Walaupun pada zaman prasejarah ini belum dikenal tulisan untuk menuliskan

riwayat kehidupannya, tetapi berbagai bukti tentang kehidupan pada masyarakat

pada masa itu dapat pula menuturkan kembali keadaanya Zaman prasejarah

berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang, maka bukti-bukti yang telah

ditemukan hingga sekarang sudah tentu tidak dapat memenuhi segala harapan

kita.

Berkat penelitian yang tekun dan terampil dari para ahli asing khususnya

bangsa Belanda dan putra-putra Indonesia maka perkembangan masa prasejarah di

Bali semakin terang. Perhatian terhadap kekunaan di Bali pertama-tama diberikan

oleh seorang naturalis bernama Georg Eberhard Rumpf, pada tahun 1705 yang

dimuat dalam bukunya Amboinsche Reteitkamer. Sebagai pionir dalam penelitian

kepurbakalaan di Bali adalah W.O.J. Nieuwenkamp yang mengunjungi Bali pada

tahun 1906 sebagai seorang pelukis. Dia mengadakan perjalanan menjelajahi Bali.

Dan memberikan beberapa catatan antara lain tentang nekara Pejeng, Trunyan,

dan Pura Bukit Penulisan. Perhatian terhadap nekara Pejeng ini dilanjutkan oleh

K.C Crucq tahun 1932 yang berhasil menemukan tiga bagian cetakan nekara

Pejeng di Pura Desa Manuaba, Tegallalang.

Penelitian prasejarah di Bali dilanjutkan oleh Dr. H.A.R. van Heekeren

dengan hasil tulisan yang berjudul Sarcopagus on Bali tahun 1954. Pada tahun

1963 ahli prasejarah putra Indonesia Drs. R.P. Soejono melakukan penggalian ini

dilaksanakan secara berkelanjutan yaitu tahun 1973, 1974, 1984, 1985.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap benda-benda

temuan yang berasal dari tepi pantai Teluk Gilimanuk diduga bahwa lokasi Situs

Gilimanuk merupakan sebuah perkampungan nelayan dari zaman perundagian di

Bali. Di tempat ini sekarang berdiri sebuah museum.

Page 8: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang di Bali,

kehidupan masyarakat ataupun penduduk Bali pada zaman prasejarah Bali dapat

dibagi menjadi :

1. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana

2. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut

3. Masa bercocok tanam

4. Masa perundagian

Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana

Sisa-sisa dari kebudayaan paling awal diketahui dengan penelitian-

penelitian yang dilakukan sejak tahun 1960 dengan ditemukan di Sambiran

(Buleleng bagian timur), serta di tepi timur dan tenggara Danau Batur (Kintamani)

alat-alat batu yang digolongkan kapak genggam, kapak berimbas, serut dan

sebagainya. Alat-alat batu yang dijumpai di kedua daerah tersebut kini disimpan

di Museum Gedong Arca di Bedulu, Gianyar.

Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut

Pada masa ini corak hidup yang berasal dari masa sebelumnya masih

berpengaruh. Hidup berburu dan mengumpulkan makanan yang terdapat dialam

sekitar dilanjutkan terbukti dari bentuk alatnya yang dibuat dari batu, tulang dan

kulit kerang. Bukti-bukti mengenai kehidupan manusia pada masa mesolithik

berhasil ditemukan pada tahun 1961 di Gua Selonding, Pecatu (Badung). Gua ini

terletak di pegunungan gamping di Semenanjung Benoa. Di daerah ini terdapat

goa yang lebih besar ialah Gua Karang Boma, tetapi goa ini tidak memberikan

suatu bukti tentang kehidupan yang pernah berlangsung disana. Dalam penggalian

Gua Selonding ditemukan alat-alat terdiri dari alat serpih dan serut dari batu dan

sejumlah alat-alat dari tulang. Di antara alat-alat tulang terdapat beberapa lencipan

muduk yaitu sebuah alat sepanjang 5 cm yang kedua ujungnya diruncingkan.

Page 9: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Masa bercocok tana

Masa bercocok tanam lahir melalui proses yang panjang dan tak mungkin

dipisahkan dari usaha manusia prasejarah dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya pada masa-masa sebelumnya. Masa neolithik amat penting dalam

sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban, karena pada masa ini

beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah

cepat. Penghidupan mengumpulkan makanan (food gathering) berubah

menjadi menghasilkan makanan (food producing). Perubahan ini sesungguhnya

sangat besar artinya mengingat akibatnya yang sangat mendalam serta meluas

kedalam perekonomian dan kebudayaan.

Masa perundagian

Dalam masa neolithik manusia bertempat tinggal tetap dalam kelompok-

kelompok serta mengatur kehidupannya menurut kebutuhan yang dipusatkan

kepada menghasilkan bahan makanan sendiri (pertanian dan peternakan). Dalam

masa bertempat tinggal tetap ini, manusia berdaya upaya meningkatkan kegiatan-

kegiatannya guna mencapai hasil yang sebesar-besarnya dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya.

Pada zaman ini jenis manusia yang mendiami Indonesia dapat diketahui

dari berbagai penemuan sisa-sisa rangka dari berbagai tempat, yang terpenting di

antaranya adalah temuan-temuan dari Anyer Lor (Banten), Puger (Jawa Timur),

Gilimanuk (Bali) dan Melolo (Sumbawa). Dari temuan kerangka yang banyak

jumlahnya menunjukkan ciri-ciri manusia. Sedangkan penemuan di Gilimanuk

dengan jumlah kerangka yang ditemukan 100 buah menunjukkan ciri Mongoloid

yang kuat seperti terlihat pada gigi dan muka. Pada rangka manusia Gilimanuk

terlihat penyakit gigi dan encok yang banyak menyerang manusia ketika itu.

Masuknya Agama Hindu

Berakhirnya zaman prasejarah di Indonesia ditandai dengan datangnya bangsa

dan pengaruh Hindu. Pada abad-abad pertama Masehi sampai dengan lebih

kurang tahun 1500, yakni dengan lenyapnya kerajaan Majapahit merupakan masa-

Page 10: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

masa pengaruh Hindu. Dengan adanya pengaruh-pengaruh dari India itu

berakhirlah zaman prasejarah Indonesia karena didapatkannya keterangan tertulis

yang memasukkan bangsa Indonesia ke dalam zaman sejarah. Berdasarkan

keterangan-keterangan yang ditemukan pada prasasti abad ke-8 Masehi dapatlah

dikatakan bahwa periode sejarah Bali Kuno meliputi kurun waktu antara abad ke-

8 Masehi sampai dengan abad ke-14 Masehi dengan datangnya ekspedisi

Mahapatih Gajah Mada dari Majapahit yang dapat mengalahkan Bali. Nama

Balidwipa tidaklah merupakan nama baru, namun telah ada sejak zaman dahulu.

Hal ini dapat diketahui dari beberapa prasasti, di antaranya dari Prasasti Blanjong

yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada tahun 913 Masehi yang

menyebutkan kata "Walidwipa". Demikian pula dari prasasti-prasasti Raja

Jayapangus, seperti prasasti Buwahan D dan prasasti Cempaga A yang berangka

tahun 1181 Masehi.

Page 11: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

SEJARAH KERAJAAN KUTAI

Letak Kerajaan

Kerajaan kutai adalah kerajaan tertua di Indonesia. Kerajaan ini terletak

ditepi sungai Mahakam di Muarakaman, Kalimantan Timur, dekat kota

Tenggarong.

Pendiri Dinasti

Diperkirakan Kerajaan Kutai berdiri pada abad 4 M prasasti tersebut

didirikan oleh Raja Mulawarman. Bukti sejarah tentang kerajaan Kutai adalah

ditemukannya tujuh prasasti yang berbentuk yupa (tiang batu) tulisan yupa itu

menggunakan huruf pallawa dan bahasa sansekerta.

Adapun isi prasati tersebut menyatakan bahwa raja pertama Kerajaan

Kutai bernama Kudungga. Ia mempunyai seorang putra bernama Asawarman

yang disebut sebagai wamsakerta (pembentuk keluarga). Setelah meninggal,

Asawarman digantikan oleh Mulawarman. Penggunaan nama Asawarman dan

nama-nama raja pada generasi berikutnya menunjukkan telah masuknya pengaruh

ajaran Hindu dalam kerajaan Kutai dan hal tersebut membuktikan bahwa raja-raja

Kutai adalah orang Indonesia asli yang telah memeluk agama Hindu.

Kehidupan Kerajaan

Kehidupan sosial di Kerajaan Kutai merupakan terjemahan dari prasasti-

prasasti yang ditemukan oleh para ahli. Diantara terjemahan tersebut adalah

sebagai berikut :

[+] Masyarakat Di Kerajaan Kutai Tertata, Tertib Dan Teratur

[+] Masyarakat di Kerajaan Kutai memiliki kemampuan beradaptasi dengan

budaya luar (India), mengikuti pola perubahan zaman dengan tetap memelihara

dan melestarikan budayanya sendiri.

Kehidupan ekonomi di Kerajaan Kutai dapat diketahui dari dua hal berikut

ini :

Letak geografis Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan

India. Kerajaan Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para

Page 12: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

pedagang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah

menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kutai, disamping pertanian.

Keterangan tertulis pada prasasti yang mengatakan bahwa Raja Mulawarman

pernah memberikan hartanya berupa minyak dan 20.000 ekor sapi kepada para

Brahmana.

Kehidupan budaya masyarakat Kutai sebagai berikut :

Masyarakat Kutai adalah masyarakat yang menjaga akar tradisi budaya nenek

moyangnya.

Masyarakat yang sangat tanggap terhadap perubahan dan kemajuan

kebudayaan.

Menjunjung tingi semangat keagamaan dalam kehidupan kebudayaannya.

Masuknya Pengaruh Budaya

Masuknya pengaruh budaya India ke Nusantara, menyebabkan budaya

Indonesia mengalami perubahan. Perubahan yang terpenting adalah timbulnya

suatu sistem pemerintahan dengan raja sebagai kepalanya. Sebelum budaya India

masuk, pemerintahan hanya dipimpin oleh seorang kepala suku.

Selain itu, percampuran lainnya adalah kehidupan nenek moyang bangsa

Indonesia mendirikan tugu batu. Kebiasaan ini menunjukkan bahwa dalam

menerima unsur-unsur budaya asing, bangsa Indonesia bersikap aktif. Artinya

bangsa Indonesia berusaha mencari dan menyesuaikan unsur-unsur kebudayaan

asing tersebut dengan kebudayaan sendiri.

Bangsa Indonesia mempunyai kebiasaan mendirikan tugu batu yang

disebut menhir, untuk pemujaan roh nenek moyang, sedangkan tugu batu (Yupa)

yang didirikan oleh raja Mulawarman digunakan untuk menambatkan hewan

kurban.

Pada prasasti itu juga diceritakan bahwa Raja Mulawaraman memerintah

dengan bijaksna. Ia pernah menghadiahkan ± 20.000 ekor sapi untuk korban

kepada para brahmana / pendeta. Dan dalam prasasti itu pun menyatakan bahwa

Raja Aswawarman merupakan pendiri dinasti, mengapa bukan ayahnya Kudungga

yang menjadi pendiri dinasti tetapi anaknya Aswawarman?

Page 13: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

SEJARAH KERAJAAN TARUMANEGARA

Keberadaan Kerajaan Tarumanegara dapat diketahui dari beberapa sumber

sejarah, baik sumber sejarah yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.

Berita dari Dalam Negeri. Yaitu berupa tujuh buah prasasti batu yang ditemukan

secara terpisah di Bogor, Jakarta, dan Banten. Ketujuh prasasti tersebut antara

lain.

Prasasti Ciaruteun. Prasasti ini ditemukan di tepi sungai Ciaruteun,

Bogor. Prasasti ini ditulis menggunakan huruf Pallawa dan Bahasa

Sansekerta. Pada prasasti ini terdapat cap sepasang telapak kaki milik Raja

Purnawarman yang melambangkan kekuasaan raja yang dipercaya sebagai

penjelmaan Dewa Wisnu.

Prasasti Kebon Kopi. Ditemukan di Kecamatan Cibungbulang, Bogor.

Pada prasasti yang diperkirakan berasal dari abad ke-5 ini, ditemukan cap

telapak kaki gajah yang melambangkan Gajah Airawata, hewan

tunggangan Dewa Wisnu.

Prasasti Jambu. Disebut juga dengan Prasasti Pasir Koleangkak. Prasasti

ini ditemukan di area perkebunan jambu di Bogor. Prasasti yang ditulis

menggunakan Huruf Pallawa dan Bahasa Sansekerta ini mengisahkan

tentang kebijaksanaan Raja Purnawarman dalam memerintah Kerajaan

Tarumanegara.

Prasasti Muara Cianten. Sesuai dengan namanya, prasasti ini ditemukan

di daerah Muara Cianten, Jawa Barat. Prasasti ini ditemukan dalam

keadaan rusak, jadi isi dari prasasti ini belum dapat dibaca. Satu-satunya

yang masih tercetak jelas adalah adanya lukisan sepasang telapak kaki.

Page 14: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Prasasti Pasir Awi. Sama seperti Prasasti Muara Cianten, prasasti ini juga

masih misterius isinya karena beberapa tulisan sudah rusak.

Prasasti Cidanghiyang. Disebut juga dengan Prasasti Munjul. Prasasti ini

ditemukan di Kampung Lebak, Kecamatan Munjul, Banten. Prasasti yang

ditulis menggunakan Huruf Pallawa dan Bahasa Sansekerta ini

mengkisahkan tentang keberanian Raja Purnawarman.

Prasasti Tugu. Prasasti ini ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa

Tugu, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Prasasti ini mengisahkan

tentang penggalian Sungai Candrabaga dan Gomati sepanjang 6112

tombak (12 KM) pada masa pemerintahan Raja Purnawarman. Penggalian

sungai ini dimaksudkan untuk mencegah datangnya bencana banjir dan

sebagai sarana irigrasi sawah untuk mengatasi kekeringan.

Berita dari Luar Negeri. Selain sumber sejarah dari dalam negeri yang

berbentuk prasasti, keberadaan Kerajaan Tarumanegara juga dapat diketahui dari

sumber-sumber berita luar negeri. Diantaranya adalah dari literatur kuno berjudul

Fa-Kao-Chi yang ditulis oleh Fa-Hsien dari tahun 414 Masehi. Literatur ini

menyebutkan tentang kehidupan masyarakat di Jawa Bagian Barat yang telah

terpengaruh agama Hindu India. Masyarakat Hindu yang ditemui oleh Fa-Hsien

ini diperkirakan merupakan bagian dari masyarakat kerajaan yang berpusat di

daerah Bogor, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Kerajaan Tarumanegara.

Pemerintahan Kerajaan Tarumanegara

Raja Purnawarman adalah satu-satunya raja yang namanya dicantumkan

dalam prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Raja ini

digambarkan sebagai seorang raja yang sangat bijaksana dan telah berhasil

meningkatkan kesejahteraan rakyatnya berkat penggalian sebuah sungai sebagai

sarana irigrasi. Namun meskipun begitu, Purnawarman bukanlah satu-satunya raja

Page 15: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

yang pernah memerintah Kerajaan Tarumanegara. Hal ini didasarkan pada sebuah

sumber dari naskah kuno bernama Wangsakerta.

Meskipun kevalidan naskah ini masih diperdebatkan oleh para ahli, namun

kitab ini berisi informasi yang cukup menarik, yaitu tentang silsilah lengkap raja-

raja yang pernah memerintah Tarumanegara dari mulai awal berdirinya hingga

raja terakhirnya. Berikut adalah daftar raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan

Tarumanegara berdasarkan Naskah Wangsakerta.

Runtuhnya Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara diperkirakan runtuh pada sekitar abad ke-7

Masehi. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa setelah abad ke-7, berita mengenai

kerajaan ini tidak pernah terdengar lagi baik dari sumber dalam negeri maupun

luar negeri . Para ahli berpendapat bahwa runtuhnya Kerajaan Tarumanegara

kemungkinan besar disebabkan karena adanya tekanan dari Kerajaan Sriwijaya

yang terus melakukan ekspansi wilayah.

Page 16: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

KERAJAAN KEDIRI

a. Berdirinya Kerajaan Kediri

Pembagian Kerajaan Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan) dan

Panjalu (Kediri) dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab

Negarakertagama (1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M). 

Seperti telah disebutkan dalam pembahasan terdahulu, begitu Raja

Airlangga wafat, terjadilah peperangan antara kedua bersaudara tersebut. Panjalu

dapat dikuasai Jenggala dan diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan (1042 –

1052 M) dalam prasasti Malenga. Ia tetap memakai lambang Kerajaan Airlangga,

yaitu Garuda Mukha.

b. Perkembangan politik Kerajaan Kediri

Mapanji Garasakan memerintah tidak lama. Ia digantikan Raja Mapanji

Alanjung (1052 – 1059 M). Mapanji Alanjung kemudian diganti lagi oleh Sri

Maharaja Samarotsaha. Pertempuran yang terus menerus antara Jenggala dan

Panjalu menyebabkan selama 60 tahun tidak ada berita yang jelas mengenai kedua

kerajaan tersebut hingga munculnya nama Raja Bameswara (1116 – 1135 M) dari

Kediri. 

Pada masa itu ibu kota Panjalu telah dipindahkan dari Daha ke Kediri

sehingga kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri. Raja

Bameswara menggunakan lencana kerajaan berupa tengkorak bertaring di atas

bulan sabit yang biasa disebut Candrakapala. Setelah Bameswara turun takhta, ia

digantikan Jayabaya yang dalam masa pemerintahannya itu berhasil mengalahkan

Jenggala. 

Berturut-turut raja-raja Kediri sejak Jayabaya sebagai berikut.

1) Raja Jayabaya (1135 M – 1159 M)

Raja Jayabaya menggunakan lencana kerajaan berupa lencana Narasingha.

Kemenangannya atas peperangan melawan Jenggala diperingatinya dengan

memerintahkan Mpu Sedah menggubah kakawin Bharatayudha. Karena Mpu

Page 17: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Sedah tidak sanggup menyelesaikan kakawin tersebut, Mpu Panuluh melanjutkan

dan menyelesaikannya pada tahun 1157 M. Pada masa pemerintahannya ini,

Kediri mencapai puncak kejayaan. Selain menulis Bharatayudha, Mpu Panuluh

juga menulis kitab Hariwangsa dan Gatotkacasraya.

2) Raja Sarweswara (1159 – 1169 M)

Pengganti Jayabaya adalah Raja Sarweswara. Tidak banyak yang

diketahui mengenai raja ini sebab terbatasnya peninggalan yang ditemukan. Ia

memakai lencana kerajaan berupa Ganesha.

3) Raja Kameswara (1182 – 1185 M)

Selama beberapa waktu, tidak ada berita yang jelas mengenai raja

Kediri hingga munculnya Kameswara. Pada masa pemerintahannya ini ditulis

kitab Kakawin Smaradahana oleh Mpu Darmaja yang berisi pemujaan terhadap

raja, serta kitab Lubdaka dan Wretasancaya yang ditulis oleh Mpu Tan Alung.

Kitab Lubdaka bercerita tentang seorang pemburu yang akhirnya masuk surga

dan Wretasancaya berisi petunjuk mempelajari tembang Jawa Kuno.

4) Raja Kertajaya (1185 – 1222 M)

Pada masa pemerintahan Kertajaya, terjadi pertentangan antara para

brahmana dan Raja Kertajaya. Hal ini terjadi karena para brahmana menolak

menyembah raja yang menganggap dirinya sebagai dewa. Para brahmana lalu

meminta perlindungan pada Ken Arok. Kesempatan ini digunakan Ken Arok

untuk memberontak terhadap Kertajaya. Pada tahun 1222 M terjadi pertempuran

hebat di Ganter dan Ken Arok berhasil mengalahkan Kertajaya.

c. Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Kediri

Kehidupan sosial kemasyarakatan pada zaman Kerajaan Kediri dapat kita

lihat dalam kitab Ling-Wai-Tai-Ta yang disusun oleh Chou Ku-Fei pada tahun

1178 M. Kitab tersebut menyatakan bahwa masyarakat Kediri memakai kain

Page 18: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

sampai bawah lutut dan rambutnya diurai. Rumah-rumahnya rata-rata sangat

bersih dan rapi.

Lantainya dibuat dari ubin yang berwarna kuning dan hijau.

Pemerintahannya sangat memerhatikan keadaan rakyatnya sehingga pertanian,

peternakan, dan perdagangan mengalami kemajuan yang cukup pesat.

Golongan-golongan dalam masyarakat Kediri dibedakan menjadi tiga

berdasarkan kedudukan dalam pemerintahan kerajaan.

1) Golongan masyarakat pusat (kerajaan), yaitu masyarakat yang terdapat

dalam lingkungan raja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya.

2) Golongan masyarakat thani (daerah), yaitu golongan masyarakat yang terdiri

atas para pejabat atau petugas pemerintahan di wilayah thani (daerah).

3) Golongan masyarakat nonpemerintah, yaitu golongan masyarakat yang

tidak mempunyai kedudukan dan hubungan dengan pemerintah secara resmi

atau masyarakat wiraswasta.

Kediri memiliki 300 lebih pejabat yang bertugas mengurus dan mencatat

semua penghasilan kerajaan. Di samping itu, ada 1.000 pegawai rendahan yang

bertugas mengurusi benteng dan parit kota, perbendaharaan kerajaan, dan gedung

persediaan makanan. 

Page 19: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

KERAJAAN SINGHASARI

Kerajaan Singhasari atau sering pula ditulis Singasari atau Singosari,

adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun

1222. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di daerah Singosari,

Malang.

Nama ibu kota

Berdasarkan prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singhasari yang

sesungguhnya ialah Kerajaan Tumapel. Menurut Nagarakretagama, ketika

pertama kali didirikan tahun 1222, ibu kota Kerajaan Tumapel bernama

Kutaraja.

Pada tahun 1253, Raja Wisnuwardhana mengangkat putranya yang

bernama Kertanagara sebagai yuwaraja dan mengganti nama ibu kota menjadi

Singhasari. Nama Singhasari yang merupakan nama ibu kota kemudian justru

lebih terkenal daripada nama Tumapel. Maka, Kerajaan Tumapel pun terkenal

pula dengan nama Kerajaan Singhasari.

Nama Tumapel juga muncul dalam kronik Cina dari Dinasti Yuan dengan

ejaan Tu-ma-pan.

Awal berdiri

Menurut Pararaton, Tumapel semula hanya sebuah daerah bawahan

Kerajaan Kadiri. Yang menjabat sebagai akuwu (setara camat) Tumapel saat itu

adalah Tunggul Ametung. Ia mati dibunuh dengan cara tipu muslihat oleh

pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok, yang kemudian menjadi akuwu

baru. Ken Arok juga yang mengawini istri Tunggul Ametung yang bernama Ken

Dedes. Ken Arok kemudian berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kadiri.

Pada tahun 1254 terjadi perseteruan antara Kertajaya raja Kadiri melawan kaum

brahmana. Para brahmana lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok yang

mengangkat dirinya menjadi raja pertama Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang

Amurwabhumi. Perang melawan Kadiri meletus di desa Ganter yang

dimenangkan oleh pihak Tumapel.

Page 20: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian

Kerajaan Tumapel, namun tidak menyebutkan adanya nama Ken Arok. Dalam

naskah itu, pendiri kerajaan Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang

Girinathaputra yang berhasil mengalahkan Kertajaya raja Kadiri.

Prasasti Mula Malurung atas nama Kertanagara tahun 1255, menyebutkan

kalau pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa. Mungkin nama ini adalah

gelar anumerta dari Ranggah Rajasa, karena dalam Nagarakretagama arwah

pendiri kerajaan Tumapel tersebut dipuja sebagai Siwa. Selain itu, Pararaton juga

menyebutkan bahwa, sebelum maju perang melawan Kadiri, Ken Arok lebih dulu

menggunakan julukan Bhatara Siwa.

Prasasti Mula Malurung

Penemuan prasasti Mula Malurung memberikan pandangan lain yang

berbeda dengan versi Pararaton yang selama ini dikenal mengenai sejarah

Tumapel.

Kerajaan Tumapel disebutkan didirikan oleh Rajasa yang dijuluki "Bhatara

Siwa", setelah menaklukkan Kadiri. Sepeninggalnya, kerajaan terpecah menjadi

dua, Tumapel dipimpin Anusapati sedangkan Kadiri dipimpin Bhatara

Parameswara (alias Mahisa Wonga Teleng). Parameswara digantikan oleh

Guningbhaya, kemudian Tohjaya. Sementara itu, Anusapati digantikan oleh

Seminingrat yang bergelar Wisnuwardhana. Prasasti Mula Malurung juga

menyebutkan bahwa sepeninggal Tohjaya, Kerajaan Tumapel dan Kadiri

dipersatukan kembali oleh Seminingrat. Kadiri kemudian menjadi kerajaan

bawahan yang dipimpin oleh putranya, yaitu Kertanagara.

Pemerintahan bersam

Pararaton dan Nagarakretagama menyebutkan adanya pemerintahan

bersama antara Wisnuwardhana dan Narasingamurti. Dalam Pararaton

disebutkan nama asli Narasingamurti adalah Mahisa Campaka.

Apabila kisah kudeta berdarah dalam Pararaton benar-benar terjadi, maka

dapat dipahami maksud dari pemerintahan bersama ini adalah suatu upaya

Page 21: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

rekonsiliasi antara kedua kelompok yang bersaing. Wisnuwardhana merupakan

cucu Tunggul Ametung sedangkan Narasingamurti adalah cucu Ken Arok.

Kerajaan Pajajaran adalah nama lain dari Kerajaan Sunda saat kerajaan ini

beribukota di kota Pajajaran atau Pakuan Pajajaran (Bogor) di Jawa Barat yang

terletak di Parahyangan (Sunda). Kata Pakuan sendiri berasal dari kata Pakuwuan

yang berarti kota. Pada masa lalu, di Asia Tenggara ada kebiasaan menyebut

nama kerajaan dengan nama ibu kotanya. Beberapa catatan menyebutkan bahwa

kerajaan ini didirikan tahun 923 oleh Sri Jayabhupati, seperti yang disebutkan

dalam Prasasti Sanghyang Tapak (1030 M) di kampung Pangcalikan dan

Bantarmuncang, tepi Sungai Cicatih, Cibadak, Suka Bumi.

Page 22: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

KERAJAAN PAJAJARAN

Seperti tertulis dalam sejarah, akhir tahun 1400-an Majapahit kian

melemah. Pemberontakan, saling berebut kekuasaan di antara saudara berkali-kali

terjadi. Pada masa kejatuhan Prabu Kertabumi (Brawijaya V) itulah mengalir pula

pengungsi dari kerabat Kerajaan Majapahit ke ibukota Kerajaan Galuh di Kawali,

Kuningan, Jawa Barat.

Raden Baribin, salah seorang saudara Prabu Kertabumi termasuk di

antaranya. Selain diterima dengan damai oleh Raja Dewa Niskala ia bahkan

dinikahkan dengan Ratna Ayu Kirana salah seorang putri Raja Dewa Niskala. Tak

sampai di situ saja, sang Raja juga menikah dengan salah satu keluarga pengungsi

yang ada dalam rombongan Raden Barinbin.

Pernikahan Dewa Niskala itu mengundang kemarahan Raja Susuktunggal

dari Kerajaan Sunda. Dewa Niskala dianggap telah melanggar aturan yang

seharusnya ditaati. Aturan itu keluar sejak “Peristiwa Bubat” yang menyebutkan

bahwa orang Sunda-Galuh dilarang menikah dengan keturunan dari Majapahit.

Nyaris terjadi peperangan di antara dua raja yang sebenarnya adalah besan.

Disebut besan karena Jayadewata, putra raja Dewa Niskala adalah menantu dari

Raja Susuktunggal.

Untungnya, kemudian dewan penasehat berhasil mendamaikan keduanya

dengan keputusan: dua raja itu harus turun dari tahta. Kemudian mereka harus

menyerahkan tahta kepada putera mahkota yang ditunjuk.

Dewa Niskala menunjuk Jayadewata, anaknya, sebagai penerus

kekuasaan. Prabu Susuktunggal pun menunjuk nama yang sama. Demikianlah,

akhirnya Jayadewata menyatukan dua kerajaan itu. Jayadewata yang kemudian

bergelar Sri Baduga Maharaja mulai memerintah di Pakuan Pajajaran pada tahun

1482.

Selanjutnya nama Pakuan Pajajaran menjadi populer sebagai nama

kerajaan. Awal “berdirinya” Pajajaran dihitung pada tahun Sri Baduga Maharaha

berkuasa, yakni tahun 1482.

Page 23: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Selain naskah-naskah babad, Kerajaan Pajajaran juga meninggalkan

sejumlah jejak peninggalan dari masa lalu, seperti:

• Prasasti Batu Tulis, Bogor

• Prasasti Sanghyang Tapak, Sukabumi

• Prasasti Kawali, Ciamis

• Prasasti Rakyan Juru Pangambat

• Prasasti Horren

• Prasasti Astanagede

• Tugu Perjanjian Portugis (padraõ), Kampung Tugu, Jakarta

• Taman perburuan, yang sekarang menjadi Kebun Raya Bogor

• Kitab cerita Kidung Sundayana dan Cerita Parahyangan

• Berita asing dari Tome Pires (1513) dan Pigafetta (1522)

Segi Geografis Kerajaan Pajajaran

Terletak di Parahyangan (Sunda). Pakuan sebagai ibukota Sunda dicacat

oleh Tom Peres (1513 M) di dalam “The Suma Oriantal”, ia menyebutkan bahwa

ibukota Kerajaan Sunda disebut Dayo (dayeuh) itu terletak sejauh sejauh dua hari

perjalanan dari Kalapa (Jakarta).

Kondisi Keseluruhan Kerajaan pajajaran (Kondisi POLISOSBUD), yaitu

Kondisi Politik (Politik-Pemerintahan)

Kerajaan Pajajaran terletak di Jawa Barat, yang berkembang pada abad ke

8-16. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Pajajaran, antara lain :

Daftar raja Pajajaran

• Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521), bertahta di Pakuan (Bogor sekarang)

• Surawisesa (1521 – 1535), bertahta di Pakuan

• Ratu Dewata (1535 – 1543), bertahta di Pakuan

• Ratu Sakti (1543 – 1551), bertahta di Pakuan

• Ratu Nilakendra (1551-1567), meninggalkan Pakuan karena serangan Hasanudin

an anaknya, Maulana Yusuf

Page 24: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Puncak Kejayaan/ Keemasan Kerajaan Pajajaran

Kerajaan Pajajaran pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja

mengalami masa keemasan. Alasan ini pula yang banyak diingat dan dituturkan

masyarakat Jawa Barat, seolah-olah Sri Baduga atau Siliwangi adalah Raja yang

tak pernah purna, senantiasa hidup abadi dihati dan pikiran masyarakat.

Pembangunan Pajajaran di masa Sri Baduga menyangkut seluruh aspek

kehidupan. Tentang pembangunan spiritual dikisahkan dalam Carita Parahyangan.

Sang Maharaja membuat karya besar, yaitu ; membuat talaga besar yang

bernama Maharena Wijaya, membuat jalan yang menuju ke ibukota Pakuan dan

Wanagiri. Ia memperteguh (pertahanan) ibu kota, memberikan desa perdikan

kepada semua pendeta dan pengikutnya untuk menggairahkan kegiatan agama

yang menjadi penuntun kehidupan rakyat. Kemudian membuat Kabinihajian

(kaputren), kesatriaan (asrama prajurit), pagelaran (bermacam-macam formasi

tempur), pamingtonan (tempat pertunjukan), memperkuat angkatan perang,

mengatur pemungutan upeti dari raja-raja bawahan dan menyusun undang-undang

kerajaan

Pembangunan yang bersifat material tersebut terlacak pula didalam

Prasasti Kabantenan dan Batutulis, di kisahkan para Juru Pantun dan penulis

Babad, saat ini masih bisa terjejaki, namun tak kurang yang musnah termakan

jaman.

Dari kedua Prasasti serta Cerita Pantun dan Kisah-kisah Babad tersebut

diketahui bahwa Sri Baduga telah memerintahkan untuk membuat wilayah

perdikan; membuat Talaga Maharena Wijaya; memperteguh ibu kota; membuat

Kabinihajian, kesatriaan, pagelaran, pamingtonan, memperkuat angkatan perang,

mengatur pemungutan upeti dari raja-raja bawahan dan menyusun undang-undang

kerajaan

Puncak Kehancuran

Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 akibat serangan kerajaan

Sunda lainnya, yaitu Kesultanan Banten. Berakhirnya zaman Pajajaran ditandai

Page 25: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana (singgahsana raja), dari Pakuan

Pajajaran ke Keraton Surosowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf.

Batu berukuran 200x160x20 cm itu diboyong ke Banten karena tradisi

politik agar di Pakuan Pajajaran tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru, dan

menandakan Maulana Yusuf adalah penerus kekuasaan Sunda yang sah karena

buyut perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja. Palangka Sriman

Sriwacana tersebut saat ini bisa ditemukan di depan bekas Keraton Surosowan di

Banten. Masyarakat Banten menyebutnya Watu Gilang, berarti mengkilap atau

berseri, sama artinya dengan kata Sriman.

Kondisi Kehidupan Ekonomi

Pada umumnya masyarakat Kerajaan Pajajaran hidup dari pertanian,

terutama perladangan. Di samping itu, Pajajaran juga mengembangkan pelayaran

dan perdagangan. Kerajaan Pajajaran memiliki enam pelabuhan penting, yaitu

Pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda Kelapa (Jakarta), dan

Cimanuk (Pamanukan)

Kondisi Kehidupan Sosial

Kehidupan masyarakat Pajajaran dapat di golongan menjadi golongan

seniman (pemain gamelan, penari, dan badut), golongan petani, golongan

perdagangan, golongan yang di anggap jahat (tukang copet, tukang rampas, begal,

maling, prampok, dll)

Kehidupan Budaya

Kehidupan budaya masyarakat Pajajaran sangat di pengaruhi oleh agama

Hindu. Peninggalan-peninggalannya berupa kitab Cerita Parahyangan dan kitab

Sangyang Siksakanda, prasasti-prasasti, dan jenis-jenis batik.

Page 26: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

KERAJAAN SUNDA

Kerajaan Sunda adalah kerajaan yang pernah ada antara tahun 932 dan

1579 Masehi di bagian Barat pulau Jawa (Provinsi Banten, Jakarta, Jawa Barat,

dan sebagian Jawa Tengah sekarang). Kerjaan ini bahkan pernah menguasai

wilayah bagian selatan Pulau Sumatera. Kerajaan ini bercorak Hindu dan Buddha,

kemudian sekitar abad ke-14 diketahui kerajaan ini telah beribukota di Pakuan

Pajajaran serta memiliki dua kawasan pelabuhan utama di Kalapa dan Banten.

Kerajaan Sunda runtuh setelah ibukota kerajaan ditaklukan oleh Maulana Yusuf

pada tahun 1579. Sementara sebelumnya kedua pelabuhan utama Kerajaan Sunda

itu juga telah dikuasai oleh Kerajaan Demak pada tahun 1527, Kalapa ditaklukan

oleh Fatahillah dan Banten ditaklukan oleh Maulana Hasanuddin.

Catatan sejarah

Meskipun nama Sunda disebutkan dalam prasasti, naskah-naskah kuno,

dan catatan sejarah dari luar negeri, Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho

Notosusanto menyatakan bahwa belum begitu banyak prasasti yang ditemukan di

Jawa Barat dan secara jelas menyebutkan nama kerajaannya, walau dalam

berbagai sumber kesusastraan, secara tegas Sunda merujuk kepada nama kawasan.

Diduga sebelum keruntuhannya tahun 1579, Kerajaan Sunda telah mengalami

beberapa kali perpindahan pusat pemerintahannya, dimulai dari Galuh dan

berakhir di Pakuan Pajajaran.

Naskah Kuno

lain dari beberapa prasasti dan berita dari luar, beberapa karya sastra dan

karya bentuk lainnya dari naskah lama juga digunakan dalam merunut keberadaan

Kerajaaan Sunda, antaranya naskah Carita Parahyangan, Pararaton, Bujangga

Manik, naskah didaktik Sanghyang siksakanda ng karesian, dan naskah sejarah

Sajarah Banten.

Page 27: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Berdirinya kerajaan Sunda

Berdasarkan Prasasti Kebonkopi II, yang berbahasa Melayu Kuno dengan

tarikh 932, menyebutkan seorang "Raja Sunda menduduki kembali tahtanya". Hal

ini dapat ditafsirkan bahwa Raja Sunda telah ada sebelumnya. [3] Sementara dari

sumber Tiongkok pada buku Zhufan Zhi yang ditulis pada tahun 1178 oleh Zhao

Rugua menyebutkan terdapat satu kawasan dari San-fo-ts'i yang bernama Sin-to

kemudian dirujuk kepada Sunda.

Menurut naskah Wangsakerta, naskah yang oleh sebagian orang diragukan

keasliannya serta diragukan sebagai sumber sejarah karena sangat sistematis,

menyebutkan Sunda merupakan kerajaan yang berdiri menggantikan kerajaan

Tarumanagara. Kerajaan Sunda didirikan oleh Tarusbawa pada tahun 669 (591

Saka). Kerajaan ini merupakan suatu kerajaan yang meliputi wilayah yang

sekarang menjadi Provinsi Banten, Jakarta, Provinsi Jawa Barat, dan bagian barat

Provinsi Jawa Tengah.

Wilayah kekuasaa

Berdasarkan naskah kuno primer Bujangga Manik (yang menceriterakan

perjalanan Bujangga Manik, seorang pendeta Hindu Sunda yang mengunjungi

tempat-tempat suci agama Hindu di Pulau Jawa dan Bali pada awal abad ke-16),

yang saat ini disimpan pada Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris

sejak tahun 1627), batas Kerajaan Sunda di sebelah timur adalah Ci Pamali

("Sungai Pamali", sekarang disebut sebagai Kali Brebes) dan Ci Serayu (yang saat

ini disebut Kali Serayu) di Provinsi Jawa Tengah. Kerajaan Sunda yang

berikbukota di Pajajaran juga mencakup wilayah bagian selatan pulau Sumatera.

Setelah Kerajaan Sunda diruntuhkan oleh Kesultanan Banten maka kekuasaan atas

wilayah selatan Sumatera dilanjutkan oleh Kesultanan Banten.

Menurut Naskah Wangsakerta, wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga daerah

yang saat ini menjadi Provinsi Lampung melalui pernikahan antara keluarga

Kerajaan Sunda dan Lampung. Lampung dipisahkan dari bagian lain kerajaan

Sunda oleh Selat Sunda.

Page 28: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

KERAJAAN MAJAPAHIT

Majapahit adalah sebuah kerajaan kuno di Indonesia yang pernah berdiri

dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak

kejayaannya pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350

hingga 1389.

Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang

menguasai Semenanjung Malaya dan dianggap sebagai salah satu dari negara

terbesar dalam sejarah Indonesia.Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra,

Semenanjung Malaya, Borneo, Kepulauan Sulu, Manila (Saludung), hingga

Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.

Historiografi

Hanya terdapat sedikit bukti fisik sisa-sisa Majapahit, dan sejarahnya tidak

jelas. Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton ('Kitab

Raja-raja') dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuno.

Pararaton terutama menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari)

namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit.

Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada

masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Setelah masa

itu, hal yang terjadi tidaklah jelas. Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam

bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.

Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan. Tidak

dapat disangkal bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-historis dan mitos.

Beberapa sarjana seperti C.C. Berg menganggap semua naskah tersebut bukan

catatan masa lalu, tetapi memiliki arti supernatural dalam hal dapat mengetahui

masa depan. Namun demikian, banyak pula sarjana yang beranggapan bahwa

garis besar sumber-sumber tersebut dapat diterima karena sejalan dengan catatan

sejarah dari Tiongkok, khususnya daftar penguasa dan keadaan kerajaan yang

tampak cukup pasti.

Page 29: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Sejarah Berdirinya Majapahit

Sesudah Singhasari mengusir Sriwijaya dari Jawa secara keseluruhan pada

tahun 1290, Singhasari menjadi kerajaan paling kuat di wilayah tersebut. Hal ini

menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia

mengirim utusan yang bernama Meng Chi ke Singhasari yang menuntut upeti.

Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk

membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya

dan memotong telinganya.

Kublai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa

tahun 1293. Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah membunuh

Kertanagara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan

kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri.

Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan

membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari

buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut.

Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol

untuk bertempur melawan Jayakatwang. Raden Wijaya berbalik menyerang

sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali

pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di teritori asingSaat itu

juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar

dapat pulang, atau mereka harus terpaksa menunggu enam bulan lagi di pulau

yang asing.

Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan

Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu pada tanggal

10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana.

Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa,

termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawannya, meskipun

pemberontakan tersebut tidak berhasil.

Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah yang

melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang terpercaya raja, agar ia

dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian

Page 30: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu

dihukum mati. Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.

Anak dan penerus Wijaya, Jayanegara, adalah penguasa yang jahat dan amoral. Ia

digelari Kala Gemet, yang berarti "penjahat lemah". Pada tahun 1328, Jayanegara

dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya

menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana

dan menjadi pendeta wanita. Rajapatni menunjuk anak perempuannya

Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Selama kekuasaan

Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di

daerah tersebut. Tribhuwana menguasai Majapahit sampai kematian ibunya pada

tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.

Kejayaan Majapahit

Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari

tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya

dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada

(1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah. Pada tahun 1377,

beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan serangan

laut ke Palembang, menyebabkan runtuhnya sisa-sisa kerajaan Sriwijaya

Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan

Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Borneo, Sulawesi, kepulauan

Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan Filipina. Namun

demikian, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah

kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat

Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin

berupa monopoli oleh raja. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa,

Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-

dutanya ke Tiongkok

Page 31: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Jatuhnya Majapahit

Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit

berangsur-angsur melemah. Tampaknya terjadi perang saudara (Perang Paregreg)

pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Demikian

pula telah terjadi pergantian raja yang dipertengkarkan pada tahun 1450-an, dan

pemberontakan besar yang dilancarkan oleh seorang bangsawan pada tahun 1468.

Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi

sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya

Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478

Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun

demikian yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah

gugurnya Bre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana.

Raja-raja Majapahit

Berikut adalah daftar penguasa Majapahit. Perhatikan bahwa terdapat

periode kekosongan antara pemerintahan Rajasawardhana (penguasa ke-8) dan

Girishawardhana yang mungkin diakibatkan oleh krisis suksesi yang memecahkan

keluarga kerajaan Majapahit menjadi dua kelompok.

1. Raden Wijaya, bergelar Kertarajasa Jayawardhana (1293 - 1309)

2. Kalagamet, bergelar Sri Jayanagara (1309 - 1328)

3. Sri Gitarja, bergelar Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328 - 1350)

4. Hayam Wuruk, bergelar Sri Rajasanagara (1350 - 1389)

5. Wikramawardhana (1389 - 1429)

6. Suhita (1429 - 1447)

7. Kertawijaya, bergelar Brawijaya I (1447 - 1451)

8. Rajasawardhana, bergelar Brawijaya II (1451 - 1453)

9. Purwawisesa atau Girishawardhana, bergelar Brawijaya III (1456 - 1466)

10. Bhre Pandansalas, atau Suraprabhawa, bergelar Brawijaya IV (1466 - 1468)

11. Bhre Kertabumi, bergelar Brawijaya V (1468 - 1478)

12. Girindrawardhana, bergelar Brawijaya VI (1478 - 1498)

Page 32: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

SEJARAH KERAJAAN KALINGGA

Kerajaan Kalingga adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa

Tengah. Letak pusat kerajaan ini belumlah jelas, kemungkinan berada di suatu

tempat antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara sekarang. Kalingga

telah ada pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari sumber-

sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima, yang dikenal

memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya.

Putri Maharani Shima, Parwati, menikah dengan putera mahkota Kerajaan

Galuh yang bernama Mandiminyak, yang kemudian menjadi raja kedua dari

Kerajaan Galuh.

Maharani Shima memiliki cucu yang bernama Sanaha yang menikah

dengan raja ketiga dari Kerajaan Galuh, yaitu Brantasenawa. Sanaha dan

Bratasenawa memiliki anak yang bernama Sanjaya yang kelak menjadi raja

Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723-732 M).

Setelah Maharani Shima meninggal di tahun 732 M, Sanjaya

menggantikan buyutnya dan menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang

kemudian disebut Bumi Mataram, dan kemudian mendirikan Dinasti/Wangsa

Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno.

 Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada putranya dari

Tejakencana, yaitu Tamperan Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban.

Kemudian Raja Sanjaya menikahi Sudiwara puteri Dewasinga, Raja

Kalingga Selatan atau Bumi Sambara, dan memiliki putra yaitu Rakai

Panangkaran.

 Pada abad ke-5 muncul Kerajaan Ho-ling (atau Kalingga) yang

diperkirakan terletak di utara Jawa Tengah. Keterangan tentang Kerajaan Ho-ling

didapat dari prasasti dan catatan dari negeri Cina. Pada tahun 752, Kerajaan Ho-

ling menjadi wilayah taklukan Sriwijaya dikarenakan kerajaan ini menjadi bagian

jaringan perdagangan Hindu, bersama Malayu dan Tarumanagara yang

sebelumnya telah ditaklukan Sriwijaya. Ketiga kerajaan tersebut menjadi pesaing

kuat jaringan perdagangan Sriwijaya-Buddha.

Page 33: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Berita Cina

Berita keberadaan Ho-ling juga dapat diperoleh dari berita yang berasal

dari zaman Dinasti Tang dan catatan I-Tsing.

Catatan dari zaman Dinasti Tang

Cerita Cina pada zaman Dinasti Tang (618 M – 906 M) memberikan tentang

keterangan Ho-ling sebagai berikut.

Ho-ling atau disebut Jawa terletak di Lautan Selatan. Di sebelah utaranya

terletak Ta Hen La (Kamboja), di sebelah timurnya terletak Po-Li (Pulau

Bali) dan di sebelah barat terletak Pulau Sumatera.

Ibukota Ho-ling dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tonggak kayu.

Raja  tinggal di suatu bangunan besar bertingkat,beratap daun palem, dan

singgasananya terbuat dari gading.

Penduduk Kerajaan Ho-ling sudah pandai membuat minuman keras dari

bunga kelapa

Daerah Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak dan

gading gajah.

Prasasti

Prasasti peninggalan Kerajaan Ho-ling adalah Prasasti Tukmas. Prasasti

ini ditemukan di Desa Dakwu daerah Grobogan, Purwodadi di lereng Gunung

Merbabu di Jawa Tengah. Prasasti bertuliskan huruf Pallawa dan berbahasa

Sansekerta. Prasasti menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai

yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di

India. Pada prasasti itu ada gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak,

kelasangka, cakra dan bunga teratai yang merupakan lambang keeratan hubungan

manusia dengan dewa-dewa Hindu.

Page 34: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

SEJARAH KERAJAAN SRIWIJAYA

Sejarah Kerajaan Sriwijaya - Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan

Buddha yang berdiri di Sumatera pada abad ke-7. Pendirinya adalah Dapunta

Hyang. Kerajaan ini pernah menjadi kerajaan terbesar di Nusantara, bahkan

mendapat sebutan Kerajaan Nasional I sebab pengaruh kekuasaannya mencakup

hampir seluruh Nusantara dan negara-negara di sekitarnya. 

Letaknya sangat strategis. Wilayahnya meliputi tepian Sungai Musi di

Sumatera Selatan sampai ke Selat Malaka (merupakan jalur perdagangan India –

Cina pada saat itu), Selat Sunda, Selat Bangka, Jambi, dan Semenanjung Malaka.

Sumber-sumber sejarah

1) Berita dari Cina

Dalam perjalanannya untuk menimba ilmu agama Buddha di India, I-

Tsing pendeta dari Cina, singgah di Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam bulan

dan mempelajari paramasastra atau tata bahasa Sanskerta. Kemudian, bersama

guru Buddhis, Sakyakirti, ia menyalin kitab Hastadandasastra ke dalam bahasa

Cina. Kesimpulan I-Tsing mengenai Sriwijaya adalah negara ini telah maju dalam

bidang agama Buddha. 

Pelayarannya maju karena kapal-kapal India singgah di sana dan

ditutupnya Jalan Sutra oleh bangsa Han. Buddhisme di Sriwijaya dipengaruhi

Tantraisme, namun disiarkan pula aliran Buddha Mahayana. I-Tsing juga

menyebutkan bahwa Sriwijaya telah menaklukkan daerah Kedah di pantai barat

Melayu pada tahun 682 – 685.

Berita Cina dari dinasti Tang menyebutkan bahwa Shi-li-fo-shih

(Sriwijaya) adalah kerajaan Buddhis yang terletak di Laut Selatan. Adapun berita

sumber dari dinasti Sung menyebutkan bahwa utusan Cina sering datang ke San-

fo-tsi. Diyakini bahwa yang disebut San-fo-tsi itu adalah Sriwijaya.

Page 35: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

2) Berita dari Arab

Berita Arab menyebutkan adanya negara Zabag (Sriwijaya). Ibu

Hordadheh mengatakan bahwa Raja Zabag banyak menghasilkan emas. Setiap

tahunnya emas yang dihasilkan seberat 206 kg. Berita lain disebutkan oleh

Alberuni. Ia mengatakan bahwa Zabag lebih dekat dengan Cina daripada India.

Negara ini terletak di daerah yang disebut Swarnadwipa (Pulau Emas) karena

banyak menghasilkan emas.

3) Berita dari India

Prasasti Leiden Besar yang ditemukan oleh raja-raja dari dinasti Cola

menyebutkan adanya pemberian tanah Anaimangalam kepada biara di Nagipatma.

Biara tersebut dibuat oleh Marawijayattunggawarman, keturunan keluarga

Syailendra yang berkuasa di Sriwijaya dan Kataka.

Prasasti Nalanda menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa dari Nalanda,

India, telah membebaskan lima buah desa dari pajak. Sebagai imbalannya, kelima

desa itu wajib membiayai para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut

ilmu di Kerajaan Nalanda. 

Hal ini merupakan wujud penghargaan sebab Raja Sriwijaya saat itu,

Balaputradewa, mendirikan vihara di Nalanda. Selain itu, prasasti Nalanda juga

menyebutkan bahwa Raja Balaputradewa sebagai raja terakhir dinasti Syailendra

yang terusir dari Jawa meminta kepada Raja Nalanda untuk mengakui hak-haknya

atas dinasti Syailendra.

4) Berita dari dalam negeri

Sumber-sumber sejarah dalam negeri mengenai Sriwijaya adalah prasasti-prasasti

berhuruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno.

a) Prasasti Kedukan Bukit berangka tahun 605 Saka (683 M) ditemukan di tepi

Sungai Tatang, dekat Palembang.

b) Prasasti Talang Tuo berangka tahun 606 Saka (684 M) ditemukan di sebelah

barat Pelembang.

c) Prasasti Kota Kapur berangka tahun 608 Saka (686 M) ditemukan di Bangka.

Page 36: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Prasasti ini menjadi bukti serangan Sriwijaya terhadap Tarumanegara yang

membawa keruntuhan kerajaan tersebut, terlihat dari bunyi: "Menghukum bumi

Jawa yang tidak tunduk kepada Sriwijaya."

d) Prasasti Karang Berahi berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi prasasti ini

memperjelas bahwa secara politik, Sriwijaya bukanlah negara kecil, melainkan

memiliki wilayah yang luas dan kekuasaannya yang besar. Prasasti ini juga

memuat penaklukan Jambi.

e) Prasasti Telaga Batu (tidak berangka tahun). Prasasti ini menyebutkan bahwa

negara Sriwijaya berbentuk kesatuan dan menegaskan kedudukan putra-putra raja:

Yuwaraja (putra mahkota), Pratiyuwaraja (putra mahkota kedua), dan Rajakumara

(tidak berhak menjadi raja).

f) Prasasti Ligor berangkat tahun 697 Saka (775 M) ditemukan di Tanah Genting

Kra. Prasasti ini memuat kisah penaklukan Pulau Bangka dan Tanah Genting Kra

(Melayu) oleh Sriwijaya

g) Prasasti Palas Pasemah (tidak berangka tahun) ditemukan di Lampung berisi

penaklukan Sriwijaya terhadap Kerajaan Tulangbawang pada abad ke-7.

Kehidupan politik

Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan besar dan masyhur. Selain mendapat

julukan sebagai Kerajaan Nasional I, Sriwijaya juga mendapat julukan Kerajaan

Maritim disebabkan armada lautnya yang kuat. Raja-rajanya yang terkenal adalah

Dapunta Hyang (pendiri Sriwijaya) Balaputradewa, dan Sanggrama

Wijayatunggawarman. Berdasarkan Prasasti Kedukan Bukit diketahui bahwa Raja

Dapunta Hyang berhasil memperluas wilayah Kerajaan Sriwijaya dari

Minangatwan sampai Jambi.

Pemerintahan Raja Balaputradewa berhasil mengantarkan Sriwijaya

menjadi kerajaan yang besar dan mencapai masa kejayaan. Balaputradewa adalah

putra Raja Syailendra, Samaratungga, yang karena dimusuhi saudarinya,

Pramodhawardhani (istri Raja Pikatan dari wangsa Sanjaya), terpaksa melarikan

diri ke Sriwijaya. Saat itu, Sriwijaya diperintah oleh Raja Dharmasetu, kakek dari

ibunda Balaputradewa. 

Page 37: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Raja ini tidak berputra sehingga kedatangan Balaputradewa disambut

dengan baik, bahkan diserahi takhta dan diangkat menjadi raja di Sriwijaya.

Dalam masa pemerintahannya, Sriwijaya mengadakan hubungan dengan Nalanda

dalam bidang pengembangan agama Buddha. Pada masa pemerintahan

Sanggrama Wijayattunggawarman, Sriwijaya mendapat serangan dari Kerajaan

Colamandala. Sang Raja ditawan dan baru dilepaskan ketika Colamandala

diperintah Raja Kolottungga I.

Kehidupan ekonomi

Letak Sriwijaya sangat strategis, yakni di tengah jalur perdagangan India -

Cina, dekat Selat Malaka yang merupakan urat nadi perhubungan daerah-daerah

di Asia Tenggara. Menurut Coedes, setelah Kerajaan Funan runtuh, Sriwijaya

berusaha menguasai wilayahnya agar dapat memperluas kawasan

perdagangannya. 

Untuk mengawasi kelancaran perdagangan dan pelayarannya, Sriwijaya

menguasai daerah Semenanjung Malaya, tepatnya di daerah Ligor. Adanya

hubungan perdagangan dengan Benggala dan Colamandala di India, lalu lintas

perdagangan Sriwijaya makin ramai. Ekspor Sriwijaya terdiri atas gading, kulit,

dan beberapa jenis binatang. Adapun impornya adalah sutra, permadani, dan

porselin.

Hubungan Sriwijaya dengan lndia

Di daerah Benggala, di India, ada sebuah kerajaan bernama Nalanda yang

diperintah oleh dinasti Pala. Kerajaan ini berdiri sejak abad ke 8 hingga pada abad

ke 11. Rajanya yang terbesar adalah raja Dewa Pala. Hubungan Sriwijaya dengan

kerajaan ini sangat baik, terutama dalam bidang kebudayaan, khususnya dalam

pengembangan agama Buddha. Banyak bhiksu dari Kerajaan Sriwijaya yang

belajar agama Buddha di perguruan tinggi Nalanda.

Page 38: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Hubungan Kerajaan Sriwijaya dengan Kerajaan Colamandala

Hubungan kedua kerajaan ini pada awalnya sangat baik. Diawali dengan

hubungan dalam bidang agama kemudian meningkat ke bidang ekonomi

perdagangan. Pada tahun 1006, Raja Sriwijaya bernama Sanggrama

Wijayattunggawarman mendirikan biara di Colamandala untuk tempat tinggal

para bhiksu dari Sriwijaya. 

Akibat adanya persaingan dalam pelayaran dan perdagangan, persahabatan

kedua kerajaan itu berubah menjadi permusuhan. Raja Rajendra Cola menyerang

Sriwijaya sampai dua kali. Serangan pertama pada tahun 1007 gagal. Serangan

kedua pada tahun 1023/1024 berhasil merebut kota dan bandar dagang Sriwijaya.

Raja Sanggrama Wijayattunggawarman berhasil ditawan dan baru dibebaskan

pada zaman Raja Kulottungga I.

Kekayaan Sriwijaya diperoleh dari :

1. bea masuk dan keluar bandar-bandar Sriwijaya,

2. bea cukai semua kapal yang melalui perairan Asia Tenggara,

3. upeti persembahan dari raja-raja negara vasal, dan

4. hasil keuntungan perdagangan.

Kemunduran Sriwijaya

Pada akhir abad ke-13, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran yang

disebabkan oleh faktor-faktor berikut.

1) Faktor geologis, yaitu adanya pelumpuran Sungai Musi sehingga para

pedagang tidak singgah lagi di Sriwijaya.

2) Faktor politis, yaitu jatuhnya Tanah Genting Kra ke tangan Siam membuat

pertahanan Sriwijaya di sisi utara melemah dan perdagangan mengalami

kemunduran.

Page 39: Sejarah Kerajaan Mataram Kuno